Goneometer, O-1
-
Upload
rizqi-rahman -
Category
Documents
-
view
188 -
download
9
Transcript of Goneometer, O-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sifat cahaya adalah dapat dibedakan (didifraksikan).Pembiasan
terjadi.Pembiasan adalah pembelokkan cahaya akibat perbedaan kecepatan rambat
melalui 2 medium yang berbeda kerapatan optiknya.
Ketika cahaya jatuh ke permukaan prisma, maka akan mengalami pembiasan,
hal ini disebabkan karena cahaya datang dari medium kurang rapat ke yang lebih
rapat.
Cahaya yang dilewatkan pada celah sempit, atau kisi – kisi dapat mengalami
pelenturan.Setelah melewati celah berkas – berkas tersebut, maka dapat
berinterferensi pada suatu titik di layar.
1.2 Identifikasi Masalah
Cahaya yang jatuh pada permukaan prisma dapat menyebabkan terjadinya
peristiwa pembiasan.Jika kita ingin mengetahui refraksiindeks pada sebuah prisma ,
nilai refraksi indeks tersebut dapat diukur melalui goneometer, yang memakai prinsip
pembiasan pada prisma.Yang prismanya sama sisi, atau sama kaki.Goneometer juga
dapat digunakan untuk mengukur deviasispektra sebuah kisi, dan untuk mengukur
sudut batas refleksi total, misalnya pada bidang batas cair dan gelas dengan
menggunakan goneometer ini, kita dapat mengukur indeks bias prisma dengan
bantuan cahaya monokromatik (disini cahaya natrium) dan dapat menentukan
konstanta kisi melalui sifat pelenturan cahaya (difraksi).
1.3 Tujuan Percobaan
1. Mengukur indeks bias prisma dengan menggunakan cahaya natrium.
2. Menentukan konstanta kisi
1
1.4 Metoda Percobaan
1.Praktikum laboratorium
Mengambil kesimpulan antara teori yang ada dengan hasil praktikum yang
telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
2. Deskriftif
Permasalan yang dihadapi dalam percobaan /praktikum yang tidak sesuai
dengan teori perlu dipecahkan
3. Kepustakaan
Berdasar pada hukum-hukum yang berlaku dalam ilmu fisika yang dapat
mendasari percobaan ini.
1.5 Sistematika Penulisan
COVER
LEMBAR PENGESAHAN (PENILAIAN)
ABSTRAK (INTISARI)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Percobaan
1.4 Metoda Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
1.6 Waktu dan Tempat Percobaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan percobaan
3.2 Prosedur Percobaan
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
2
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1.6. Waktu dan Tempat Percobaan
Hari/ Tanggal : Selasa 3 & 10 Mei 2005
Waktu : Pkl. 08.00 – 11.30 WIB
Tempat percobaan : Laboratorium Fisika Menengah, Jurusan Fisika UNPAD,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Jatinangor,Kab. Sumedang.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cahaya sebagai gelombang elektromagnetik dan trasversal dapat mengalami
pembiasan (refraksi). Pembiasan terjadi karena adanya perubahan kecepatan cahaya
dalam dua medium yang berbeda. Selain dapat mengalami pembiasan, cahaya juga
dapat dilenturkan (difraksi) apabila cahaya tersebut dilewatkan pada celah sempit
atau kisi.
Pada eksperimen kali ini kita akan membahas kedua sifat cahaya di atas tadi,
yaitu: Pembiasan (refraksi) dan Pelenturan (difraksi) dengan menggunakan suatu alat
yang dinamakan goneometer.
Pembiasan Cahaya Pada Prisma
Prisma adalah sebuah benda bening yang terbuat dari kaca dan tembus cahaya
yang dibatasi oleh dua bidang segitiga yang sejajar dan tiga bidang persegi panjang
yang membentuk sudut satu sama lain (gambar 2.1). Kedua bidang permukaan yang
digunakan untuk membias disebut sudut pembias (β).
4
Jika seberkas cahaya menembus bidang batas dua medium yang berbeda (dari
udara ke kaca atau sebaliknya), cahaya dari medium satu ke medium lainnya akan
mengalami pembiasan. Besar sudut datang dan sudut pembiasan cahaya akan
memenuhi Hukum Snellius I dimana .
Apabila cahaya monokromatis (cahaya yang tidak dapat diuraikan dan hanya
mempunyai satu gelombang tertentu, pada percobaan kali ini kita menggunakan
cahaya natrium dengan panjang gelombang 5893 A) datang pada bidang pembias
prisma sebelah kiri seperti diperlihatkan gambar di bawah ini (gambar 2.2).
5
Cahaya yang masuk ke dalam prisma mengalami pembiasan yang didasarkan pada
Hukum II Snellius dimana cahaya yang masuk tersebut mengalami pembiasan yang
arahnya mendekati garis normal. Adapun cahaya yang keluar dari prisma ke udara
melalui bidang pembias sebelah kanan, akan mengalami pembiasan yang arahnya
menjauhi garis normal.
Perpotongan garis perpanjangan sinar masuk dan sinar yang keluar dari
prisma akan membentuk sebuah sudut yang disebut sudut deviasi (D). Jadi. sudut
deviasi (D) adalah sudut apit yang terbentuk dari perpanjangan sinar datang dan sinar
bias. N1 adalah garis normal yang tegak lurus pada bidang pembias sebelah kiri dan
N2 garis normal yang tegak lurus pada bidang pembias sebelah kanan. Adapun dan
merupakan sudut datang dan sudut bias pada bidang pembias sebelah kiri
sedangkan dan merupakan sudut datang dan sudut bias bidang pembias sebelah
kanan. Menurut fungsi trigonometri sudut deviasi dapat ditentukan sebagai berikut:
β = D =
Karena = + dan = + , sehingga
= - dan = - , maka
D = ( - ) + ( - )
6
= ( + ) – ( + )
Apabila kita tinjau segitiga OPQ maka
POQ + PQO + A = 180°
(90° - ) + (90° - ) + A = 180°
180° - - + A = 180°
A = +
Sehingga D = + - A
Deviasi minimum (Dm) terjadi jika sinar yang di dalam prisma sejajar dengan
bidang alas atau = dan = , maka:
Dm = 2 - A dan A = 2 , Sehingga:
= ½ (A + Dm) dan = ½ A
Dengan menggunakan Hukum Snellius di titik O:
Pelenturan Pada Kisi
Difraksi merupakan peristiwa dimana cahaya dapat dilenturkan pada saat
gelombang cahaya memasuki celah sempit. Menurut Huygens setiap bagian celah
akan menjadi suatu sumber gelombang atau cahaya biru. Celah sempit yang dilalui
cahaya merupakan kisi. Difraksi terjadi pada :
a. Difraksi pada celah tunggal
Q interferensi
7
S
P interferensi
Cahaya yang keluar dari titik S adalah cahaya yang terdifraksi. P dan Q merupakan
titik interferensi.
Untuk difraksi celah tunggal kita menggunakan persamaan interferensi akan tetapi
untuk difraksi maksimum kita menggunakan persamaan untuk interferensi
minimum pada interferensi sedangkan untuk difraksi minimum pada difraksi
menggunakan persamaan interferensi maksimum pada interferensi.
b. Difraksi pada kisi atau celah banyak.
O
Titik O merupakan titik interferensi cahaya yang keluar dari kisi. Maka dengan itu
dalam difraksi celah banyak kita menggunakan persamaan yang sama dengan
persamaan interferensi cahaya.
8
Penurunan rumus bisa didapat dari gambar di atas:
Interferensi terjadi karena adanya beda lintasan yang ditempuh oleh cahaya I dan II
dari So ke P cahaya I menempuh lintasan (SoS1 +S1P) sedangkan cahaya II
menempuh lintasan (SoS2 + S2P) , maka beda lintasan adalah:
S2P – S1P = a sin S = a sin
Untuk interferensi maksimum dimana geombang saling menguatkan (destruktif) jika
beda fasanya = 0, 2 , 4 , 6 ,… rad atau kelipatan genap dari (gambar 2.3),
ditulis:
9
= (2m) , m = 0,1,2,3,….
Beda fasa menunjukkan beda lintasan ½ . Dengan demikian, interferensi
maksimum terjadi jika beda lintasan S adalah kelipatan dari ½ , ditulis:
S = (2m) ½ , m = 0,1,2,3,….
a sin = m
10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan Percobaan
1. Goneometer :
a. Teropong
b. Cakram berskala
c. Meja objek
d. Kolimator
2. Lampu natrium
3. Sumber tegangan 110 V
4.Prisma
5. Pelat Kisi
3.2. Prosedur Percobaan
Persiapan :
1. Memposisikan teropong dan kolimator sedemikian rupa sehingga mempunyai
ketinggian yang sama dan terletak dalam satu garis lurus.
2. Jika perlu, melakukan prosedur penyetelan teropong, sbb :
a. Melepaskan teropong dari goneometer, dan menyetel okuler (diputar)
sehingga garis silang menjadi tidak jelas, dan kemudian diputar ke dalam , hingga
terlihat bayangan garis silang yang tajam.
b. Mengarahkan teropong menuju suatu benda di tempat yang jauh (± 20 m), dan
menggesar okuler dengan garis silangnya, sehingga bayangan dari benda jatuh
pada bidang garis silang. Pergeseran okuler dengan garis silang boleh dilakukan
apabila cincin jepitnya telah dilepaskan.
c. Memasang kembali teropong pada goneometer
11
3. Pada setiap percobaan harus digunakan berkas cahaya sejajar, yaitu cahaya
yang diperoleh dari kolimator.Dalam hal ini, digunakan sumber cahaya lampu
natrium (λ = 5890 Ǻ). Lampu natrium dinyalakan dengan menghidupkan sumber
tegangan 110 V.
4. Untuk memperoleh berkas sejajar dilakukan dengan mengatur posisi teropong
sedemikian rupa sehingga celah kolimator terletak pada bidang fokus. Keadaan
ini terjadi jika bayangan celah terlihat tajam pada bidang garis silang.Memutar
garis silang, sehingga garis vertikal sejajar dengan celah kolimator.
Pengukuran Indeks Bias
1. Menentukan sudut bias prisma
Prisma sama sisi
a. Meletakkan prisma di atas meja objek, dan menjepitnya, mengusahakan
agar lubang penjepit terletak di pertengahan sisi prisma (Gb. 1) :
Gambar 1. Posisi prisma pada meja optis untuk mengukur sudut bias A
12
b. Menentukan kedudukan nol teropong yaitu pada saat kolimator sejajar
dengan teropong (garis vertikal pada teropong berhimpit dengan berkas
cahaya sejajar).
c. Menggeser teropong ke sebelah kiri sehingga sinar yang dipantulkan oleh
sisi kiri prisma dapat ditangkap oleh teropong.Mencatat kedudukan
teropong pada keadaan tersebut.
d. Menentukan besar harga α kiri.
e. Menggeser prisma sehingga berkas sinar yang datang terletak pada
pertengahan sisi kanan prisma, melakukan hal yang sama untuk sisi kiri
prisma.
f. Menentukan kedudukan nol teropong.
g. Menggeser teropong ke sebelah kanan, sehingga sinar sejajar yang
dipantulkan oleh sisi kanan prisma dapat ditangkap oleh teropong.Mencatat
kedudukan teropong pada keadaan tersebut.
h. Menentukan besar harga α kanan
i. Mengulangi percobaan a s/d h beberapa kali, minimal 10 kali.
Prisma Sama Kaki
a. Mengganti prisma sama sisi dengan prisma sama kaki
b. Melakukan percobaan 1 s/d i untuk prisma sama kaki.
2. Menentukan deviasi minimum
a. Meletakkan prisma seperti pada gambar 2 :
13
Sudut deviasi
Gb. 2 Posisi prisma untuk mencari sudut deviasi
b. Menentukan kedudukan nol, kemudian menggeser teropong ke kanan,
sehingga sinar ditangkap oleh teropong dan berimpit dengan garis vertikal
yang terdapat pada teropong.
c. Memutar meja optik ke kiri secara perlahan, juga memutar teropong searah
dengan putaran meja optik, hingga sinar dapat ditangkap oleh teropong.
d. Melakukan percobaan 3 hingga diperoleh sudut deviasi yang paling kecil.
3. Menentukan Konstanta Kisi
Posisi kisi tegak lurus sinar
a. Meletakkan kisi pada meja optis dengan posisi tegak lurus terhadap sinar
datang.
b. Menentukan kedudukan nol teropong.
c. Menggeser teropong ke kiri, sehingga teropong dapat menangkap sinar
pertama (orde pertama ) yang dilenturkan oleh kisi.
d. Mencatat kedudukan teropong pada keadaan tersebut.
e. Menentukan besar sudut pelenturan θ untuk orde pertama.
f. Melakukan prosedur c s/d e untuk orde berikutnya (hingga orde 3).
14
g. Melakukan percobaan b s/d e untuk penggeseran teropong dari kedudukan nol
ke kanan.
h. Mengulangi percobaan c s/d g beberapa kali (minimal 10).
Posisi kisi, sinar datang membentuk sudut 45 terhadap bagian kanan kisi
a. Menentukan kedudukan nol teropong (teropong sejajar dengan kolimator,
berkas sinar berimpit dengan garis vertical yang terdapat pada teropong).
b. Mengeser teropong ke kanan, sampai teropong dapat menangkap sinar
yang didifraksikan oleh kisi (orde pertama).
c. Melakukan untuk orde berikutnya hingga orde tiga.
d. Mengulangi percobaan b dan c minimal 10 kali.
Posisi kisi, sinar datang membentuk sudut 45 terhadap bagian kiri kisi
a. Menentukan kedudukan nol teropong (teropong sejajar dengan kolimator,
berkas sinar berimpit dengan garis vertical yang terdapat pada teropong).
b. Mengeser teropong ke kanan, sampai teropong dapat menangkap sinar
yang didifraksikan oleh kisi (orde pertama).
c. Melakukan untuk orde berikutnya hingga orde tiga.
d. Mengulangi percobaan b dan c minimal 10 kali.
Sinar datang Sinar datang Sinar datang
45 45
teropong kedudukan nol teropong kedudukan nol teropong kedudukan nol
15
BAB IV
PERHITUNGAN DAN DATA
Pembahasan:
1. Menghitung indeks bias gelas
Menentukan sudut bias prisma (A)
untuk α kiri A = titik nol – α kiri
untuk α kanan A = α kanan – titik nol
Misal: Prisma sama sisi; titik nol = 101o; α kiri = 40o
maka, didapat nilai A = 101o – 40o = 61o
Setelah didapat keseluruhan hasil perhitungan, maka dicari nilai rata-ratanya,
dengan menggunakan rumus :
Dengan cara dan rumus yang sama, maka didapat hasil sebagai berikut :
1. Menentukan Sudut BiasDiubah ke dalam derajad :Prisma sama sisi
No titik nolalfa kiri A
titik nol
alfa kanan A
1 26.06 338.32 47.74 26.06 99.53 73.472 26.06 337.04 49.02 26.06 99.42 73.363 26.06 337.48 48.58 26.06 99.05 72.994 26.06 337.04 49.02 26.06 99.45 73.395 26.06 337.5 48.56 26.06 99.52 73.466 26.06 337.5 48.56 26.06 99.53 73.477 26.06 337.53 48.53 26.06 99.53 73.478 26.06 338.6 47.46 26.06 99.35 73.299 26.06 337.53 48.53 26.06 99.47 73.41
16
10 26.06 337.53 48.53 26.06 99.42 73.36Rata-rata 48.453 73.367
Prisma sama kaki
No titik nolalfa kiri A
titik nol
alfa kanan A
1 26.06 103.15 77.09 26.06 69.45 43.392 26.06 133 106.94 26.06 69.03 42.973 26.06 133.05 106.99 26.06 69.45 43.394 26.06 132.8 106.74 26.06 69.4 43.345 26.06 102.3 76.24 26.06 69.4 43.346 26.06 103.3 77.24 26.06 69 42.947 26.06 103.3 77.24 26.06 69 42.948 26.06 103.3 77.24 26.06 69.06 439 26.06 103.3 77.24 26.06 69 42.94
10 26.06 103.3 77.24 26.06 69 42.94Rata-rata 86.02 43.119
Menentukan deviasi minimum (Dm)
Dm = titik nol - Dev
Misal: Prisma sama sisi; titik nol = 101,16o; Deviasi = 53o
Maka didapat : Dm = 101,16o – 53o = 48,16o
Setelah didapat hasilnya, maka dicari Deviasi minimum yang nilainya paling
kecil.
2. Menghitung deviasi minimum
noPrisma sama sisi
Prisma sama kaki
titik nol Deviasi titik nol Deviasi1 26.06 22.67 26.06 10.062 26.06 23.15 26.06 103 26.06 23.15 26.06 104 26.06 22.67 26.06 10.015 26.06 21 26.06 106 26.06 22.04 26.06 10.127 26.06 22.2 26.06 10.058 26.06 22.2 26.06 10
17
9 26.06 21.03 26.06 10.0310 26.06 21.26 26.06 10.08
noPrisma sama sisi
Prisma sama kaki
titik nol Deviasi Dm titik nol Deviasi Dm1 26.06 22.67 3.39 26.06 10.06 162 26.06 23.15 2.91 26.06 10 16.063 26.06 23.15 2.91 26.06 10 16.064 26.06 22.67 3.39 26.06 10.01 16.055 26.06 21 5.06 26.06 10 16.066 26.06 22.04 4.02 26.06 10.12 15.947 26.06 22.2 3.86 26.06 10.05 16.018 26.06 22.2 3.86 26.06 10 16.069 26.06 21.03 5.03 26.06 10.03 16.0310 26.06 21.26 4.8 26.06 10.08 15.98Dm rata 42.53 3.3
Setelah didapat nilai A dan Dm, maka kita dapat menghitung indeks bias prisma
tersebut dengan menggunakan rumus :
Misal: Prisma sama sisi, α kiri, dengan = 63,386 ; Dm terkecil = 42.3o
Maka, didapatkan indeks biasnya adalah :
Kita dapat membandingkannya dengan n literatur, yaitu n gelas = 1,5.
Maka KP nya adalah : 100 – 26,8 % = 98,8666 %
18
Dengan cara yang sama, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Prisma sama sisi
Prisma sama kaki
kirikana
n kirikana
nA rata 48.453 73.367 86.02 43.119
Dm rata 3.923 16.025 n 1.0423 1.3771 1.02735 1.2134
KSR 169.49 191.81 31.51 180.89
2. Menghitung konstanta kisi
Rumus: ,
Untuk mendapatkan nilai dari α akhir, yaitu dengan cara:
Untuk α kiri α = titik nol – kiri
Untuk α kanan α = kanan – titik nol
Misal: posisi kisi tegak lurus sinar datang, untuk kisi 100; α kiri orde 1; = 6,594
maka: . Dengan cara dan rumus yang sama
diperoleh hasil sebagai berikut:
2.menghitung konstanta kisia. kisi tegak lurus100No. ttk nol
kiri knn kiri knn kiri knn 1. 21.5 29.33 212 24.02 214.3 22 217.32. 21.5 22.36 213.083 26.28 215.3 24.15 219.313. 21.5 30.33 212 26.083 214.3 24.13 217.34. 21.5 29.33 212.02 27 214.36 24.08 217.465. 21.5 29.33 213 26.08 214.3 24.08 217.36. 21.5 29.33 213 27 214.36 24 218.37. 21.5 29.33 212 26.08 214.42 24.1 217.588. 21.5 29.33 212.58 26.05 214.4 24.06 218.319. 21.5 29.33 213 26.083 214.3 24 218
19
10. 21.5 29.33 212.083 27 214.36 24.1 218.3
No. ttk nol kiri knn 1. 21.5 29.33 -7.83 212 190.52. 21.5 22.36 -0.86 213.083 2130623. 21.5 30.33 -8.83 212 190.54. 21.5 29.33 -7.83 212.02 190.525. 21.5 29.33 -7.83 213 191.56. 21.5 29.33 -7.83 213 191.57. 21.5 29.33 -7.83 212 190.58. 21.5 29.33 -7.83 212.58 191.089. 21.5 29.33 -7.83 213 191.510. 21.5 29.33 -7.83 212.083 212062
rata -7.233 42665.1a -0.0047 -0.0067
kiri knn kiri knn 24.02 -2.52 214.3 192.8 22 -0.5 217.3 195.826.28 -4.78 215.3 193.8 24.15 -2.65 219.31 197.8126.083 -26062 214.3 192.8 24.13 -2.63 217.3 195.8
27 -5.5 214.36 192.86 24.08 -2.58 217.46 195.9626.08 -4.58 214.3 192.8 24.08 -2.58 217.3 195.8
27 -5.5 214.36 192.86 24 -2.5 218.3 196.826.08 -4.58 214.42 192.92 24.1 -2.6 217.58 196.0826.05 -4.55 214.4 192.9 24.06 -2.56 218.31 196.8126.083 -26062 214.3 192.8 24 -2.5 218 196.5
27 -5.5 214.36 192.86 24.1 -2.6 218.3 196.8 -5216.1 192.94 -2.37 196.416 -0.0171 -0.0053 -0.0427 -0.0063
300
No.ttk nol
kiri kiri kiri 1. 21.5 20.36 1.14 3 18.5 0 21.5
20
2. 21.5 12 9.5 4.3 17.2 0 21.53. 21.5 11 10.5 4.06 17.44 348 33.54. 21.5 11 10.5 4.06 17.44 0 21.55. 21.5 11 10.5 4.06 17.44 0 21.56. 21.5 11 10.5 4.133 -4111.5 0 21.57. 21.5 11.3 10.2 4.3 17.2 0 21.58. 21.5 12 9.5 4.3 17.2 348 33.59. 21.5 20.3 1.2 4.36 17.14 359.58 21.9210. 21.5 20.36 1.14 4.06 17.44 0 21.5
rata 7.468 -395.45 23.942a 0.00453 -0.002 0.00435
b. kisi 45
600No. ttk nol
kiri knn 1. 66.5 40.2 26.3 242 175.52. 66.5 40.2 26.3 240.1 173.63. 66.5 40.2 26.3 240.3 173.84. 66.5 40 26.5 240.16 173.665. 66.5 40.2 26.3 242.16 175.666. 66.5 40.13 26.37 242 175.57. 66.5 40.2 26.3 242.16 175.668. 66.5 40.2 26.3 240.1 173.69. 66.5 40.2 26.3 242 175.510. 66.5 40.2 26.3 242 175.5
rata 26.327 174.798a 0.00133 0.0065
kiri knn kiri knn 21.5 45 - -66.5 3.3 63.2 - -66.521.5 45 - -66.5 4 62.5 - -66.521.5 45 - -66.5 3.5 63 - -66.521.43 45.07 - -66.5 3.5 63 - -66.521.3 45.2 - -66.5 4 62.5 - -66.5
21
21.3 45.2 - -66.5 3.3 63.2 - -66.521.3 45.2 - -66.5 3.3 63.2 - -66.521.43 45.07 - -66.5 4 62.5 - -66.521.3 45.2 - -66.5 3.5 63 - -66.521.5 45 - -66.5 3.5 63 - -66.5
45.094 -66.5 62.91 -66.5 0.00166 -0.0013 0.00198 -0.0019
Kisi 45
300 garis
No. ttk nol kiri knn 1. 66.5 56 10.5 250.5 1842. 66.5 56.16 10.34 253.08 186.583. 66.5 57 9.5 251.13 185.034. 66.5 56.1 10.4 250.5 1845. 66.5 56 10.5 254.42 188.326. 66.5 56.16 10.34 250.5 1847. 66.5 56 10.5 250.5 1848. 66.5 56.06 10.44 251.13 185.039. 66.5 56 10.5 251.13 185.0310. 66.5 56 10.5 251.13 185.03
rata 10.352 185.102a 0.00328 -0.0066
kiri knn kiri knn 43.58 22.92 - -66.5 32.3 34.2 - -66.543.5 23 - -66.5 32.16 34.34 - -66.543.42 23.08 - -66.5 32.25 34.25 - -66.543.42 23.08 - -66.5 32.3 34.2 - -66.543.58 22.92 - -66.5 32.25 34.25 - -66.543.5 23 - -66.5 32.16 34.34 - -66.543.58 22.92 - -66.5 32.25 34.25 - -66.542.68 23.82 - -66.5 32 34.5 - -66.543.58 22.92 - -66.5 32.3 34.2 - -66.5
22
43.5 23 - -66.5 32.16 34.34 - -66.5 23.066 -66.5 34.287 -66.5 0.00301 -0.0013 0.00314 -0.0019
Kisi 45
100 garis
No. ttk nol kiri kiri kiri 1. 66.5 37.5 29 350 76.5 32.3 34.22. 66.5 38.23 28.27 350 76.5 32.3 34.23. 66.5 38 28.5 350 76.5 32.36 34.144. 66.5 38.23 28.27 350 76.5 32.3 34.25. 66.5 38 28.5 350 76.5 32.3 34.26. 66.5 38.52 27.98 350 76.5 32.3 34.27. 66.5 38.23 28.27 350 76.5 32.3 34.28. 66.5 37.5 29 350 76.5 32.3 34.29. 66.5 38 28.5 350 76.5 32.3 34.210. 66.5 37.5 29 350 76.5 32.3 34.2
rata 28.529 350 76.5 32.3 34.194a 0.00123 0.00121 0.00314
23
BAB V
KESIMPULAN
Pada eksperimen kali ini dengan menggunakan goneometer kita dapat
mengetahui nilai untuk menghitung indeks bias dari prisma dan konstanta kisi.
Cahaya natrium yang masuk melalui prisma dibiaskan dua kali, cahaya yang keluar
dari prisma membentuk sudut dengan mengurangi titik nol dengan kita akan
mendapatkan nilai sudut bias (A) dari prisma tersebut. Kemudian dengan cara yang
sama kita juga dapat menentukan nilai sudut deviasi dari prisma tersebut. Dengan
mengurangi titik nol dengan nilai sudut deviasi maka kita akan mendapatkan besar
sudut deviasi minimum (Dm). Kemudian kita hitung indeks bias prisma tersebut
dengan menggunakan rumus:
Untuk menghitung konstanta kisi, dapat terlihat bahwa semakin banyak
garis/mm, cahaya yang terlihat semakin tidak jelas. Sehingga kita tidak dapat melihat
cahaya pada orde ke-3 mulai dari kisi 300. Kita mendapatkan bayangan terjelas pada
kisi 100 garis/mm, dan dapat terlihat sampai orde ke 3. Karena pada kisi tersebut
jarak antara orde terang dan orde gelap jauh, sehingga cahaya yang terlentur dapat
terfokus. Sedangkan kisi 600 garis/mm, jarak antara orde terang dan gelapnya dekat,
sehingga cahaya yang dilenturkan terpendar (tidak terfokus).
24
DAFTAR PUSTAKA
Brink,O.G , Flink,R,J , Sobandi, Sachri, Ir. 1984. Dasar – dasar Ilmu
Instrumen .Surabaya : Binacipta.
Halliday & Resnick. 1997.Fisika Jilid Ketiga. Jakarta: Erlangga.
25