Glu Koman An

11
Perbandingan Kadar Senyawa Glukomanan dan Kalsium Oksalat pada Beberapa Varian Porang (Amorphophallus muelleri Blume.) dari Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur Khoirul Anam, Rodiyati Azrianingsih, Gustini Ekowati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah memeriksa variasi morfologi tumbuhan porang (Amorphophallus muelleri Blume.) yang tumbuh di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, serta membandingkan kadar glukomanan dan kadar kalsium oksalat pada umbinya. Pengambilan data dilakukan melalui jelajah seluruh area hutan berdasarkan peta dari KPH Saradan. Deskripsi habitat dan morfologi tanaman porang diamati dan dikelompokkan. Masing-masing kelompok diambil tiga tanaman pada lokasi yang memiliki karakter yang sama dan telah mencapai umur antara dua sampai tiga tahun, dengan tinggi tanaman minimal 90 cm. Pengukuran kadar glukomanan dilakukan dengan metode IPA (Ohashi, 2000) sementara itu kadar oksalat porang ditentukan dengan metode pengabuan (Sudarmadji dkk., 1997). Keragaman varian porang ditentukan melalui karakter warna dan corak tangkai daun, dan analisis klaster (Minitab v.14). Data yang diperoleh dari analisis kadar glukomanan dan kalsium oksalat diuji dengan uji F dan uji lanjut BNJ (α 0,05). Terdapat tiga varian porang yang ditemukan di area penelitian ini, yaitu Porang Varian A memiliki tangkai daun hijau tua dengan corak putih bergaris rapat; kadar glukomanannya tertinggi (18,33%), dan kadar kalsium oksalatnya 0,13%. Porang Varian B memiliki tangkai daun hijau muda dengan corak putih belah ketupat yang merapat pada bagian ujung; kadar glukomanannya terendah (7,48%) dengan kadar kalsium oksalat terendah (0,12%). Porang Varian C memiliki tangkai daun berwarna hijau tua dengan corak putih belah ketupat yang merata pada semua bagian; kadar glukomanannya 11,18% dengan kadar kalsium oksalatnya tertinggi (0,15%). Indeks similaritas Varian A dan Varian B sebesar 99,64% yang berjarak dengan Varian C dengan indeks silmilaritas 98,16. Kata kunci: glukomanan, kalsium oksalat, Madiun, porang, varian PENDAHULUAN Porang (Amorphophallus muelleri Blume.) merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan juga mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004). Porang merupakan tumbuhan asli daerah tropis yang memiliki tinggi 100-250 cm. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan perenial. Hasil utamanya berupa umbi yang banyak dimanfaatkan karena mengandung zat glukomanan yang cukup tinggi (Prihatyanto, 2007). Selain untuk makanan, glukomanan juga dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan (Lahiya, 1993 dalam Sumarwoto, 2004). Namun pada umbi tersebut didapatkan kristal kalsium oksalat yang menurunkan nilai manfaatnya karena membuat gatal dan menyebabkan rasa panas di mulut. Dalam jumlah yang cukup tinggi, kristal kalsium oksalat menyebabkan abrasi mekanik pada saluran pencernaan dan tubulus yang halus di dalam ginjal. Secara kimia, kristal ini menyerap cairan kalsium yang penting untuk fungsi saraf dan serat-serat otot. Pada kasus yang ekstrim, penyerapan kalsium ini menyebabkan hypocalcemia dan kelumpuhan yang berakibat kematian (Brown, 2000). Salah satu kawasan utama budidaya porang di Jawa Timur adalah Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Hutan Desa Klangon merupakan hutan produksi milik Perhutani yang diijinkan untuk digarap oleh masyarakat. Hutan tersebut didominasi oleh pohon jati dan sengon. Tanaman

description

D2014-Standard Test Method for Expansion or Contraction of Coal by the Sole-Heated Oven

Transcript of Glu Koman An

  • Perbandingan Kadar Senyawa Glukomanan dan Kalsium Oksalat

    pada Beberapa Varian Porang (Amorphophallus muelleri Blume.)

    dari Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa

    Timur

    Khoirul Anam, Rodiyati Azrianingsih, Gustini Ekowati

    Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

    [email protected]

    Abstrak

    Tujuan penelitian ini adalah memeriksa variasi morfologi tumbuhan porang (Amorphophallus muelleri

    Blume.) yang tumbuh di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, serta membandingkan kadar

    glukomanan dan kadar kalsium oksalat pada umbinya. Pengambilan data dilakukan melalui jelajah seluruh area

    hutan berdasarkan peta dari KPH Saradan. Deskripsi habitat dan morfologi tanaman porang diamati dan

    dikelompokkan. Masing-masing kelompok diambil tiga tanaman pada lokasi yang memiliki karakter yang sama dan

    telah mencapai umur antara dua sampai tiga tahun, dengan tinggi tanaman minimal 90 cm. Pengukuran kadar

    glukomanan dilakukan dengan metode IPA (Ohashi, 2000) sementara itu kadar oksalat porang ditentukan dengan

    metode pengabuan (Sudarmadji dkk., 1997). Keragaman varian porang ditentukan melalui karakter warna dan

    corak tangkai daun, dan analisis klaster (Minitab v.14). Data yang diperoleh dari analisis kadar glukomanan dan

    kalsium oksalat diuji dengan uji F dan uji lanjut BNJ ( 0,05). Terdapat tiga varian porang yang ditemukan di area penelitian ini, yaitu Porang Varian A memiliki tangkai daun hijau tua dengan corak putih bergaris rapat; kadar

    glukomanannya tertinggi (18,33%), dan kadar kalsium oksalatnya 0,13%. Porang Varian B memiliki tangkai daun

    hijau muda dengan corak putih belah ketupat yang merapat pada bagian ujung; kadar glukomanannya terendah

    (7,48%) dengan kadar kalsium oksalat terendah (0,12%). Porang Varian C memiliki tangkai daun berwarna hijau

    tua dengan corak putih belah ketupat yang merata pada semua bagian; kadar glukomanannya 11,18% dengan

    kadar kalsium oksalatnya tertinggi (0,15%). Indeks similaritas Varian A dan Varian B sebesar 99,64% yang

    berjarak dengan Varian C dengan indeks silmilaritas 98,16.

    Kata kunci: glukomanan, kalsium oksalat, Madiun, porang, varian

    PENDAHULUAN

    Porang (Amorphophallus muelleri Blume.) merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai

    potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan juga mampu

    menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et

    al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004). Porang merupakan tumbuhan asli daerah tropis yang memiliki tinggi

    100-250 cm. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan perenial. Hasil utamanya berupa umbi yang banyak

    dimanfaatkan karena mengandung zat glukomanan yang cukup tinggi (Prihatyanto, 2007). Selain untuk makanan, glukomanan juga dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan industri, laboratorium

    kimia, dan obat-obatan (Lahiya, 1993 dalam Sumarwoto, 2004). Namun pada umbi tersebut didapatkan

    kristal kalsium oksalat yang menurunkan nilai manfaatnya karena membuat gatal dan menyebabkan rasa

    panas di mulut. Dalam jumlah yang cukup tinggi, kristal kalsium oksalat menyebabkan abrasi mekanik

    pada saluran pencernaan dan tubulus yang halus di dalam ginjal. Secara kimia, kristal ini menyerap cairan

    kalsium yang penting untuk fungsi saraf dan serat-serat otot. Pada kasus yang ekstrim, penyerapan

    kalsium ini menyebabkan hypocalcemia dan kelumpuhan yang berakibat kematian (Brown, 2000).

    Salah satu kawasan utama budidaya porang di Jawa Timur adalah Desa Klangon, Kecamatan

    Saradan, Kabupaten Madiun. Hutan Desa Klangon merupakan hutan produksi milik Perhutani yang

    diijinkan untuk digarap oleh masyarakat. Hutan tersebut didominasi oleh pohon jati dan sengon. Tanaman

  • porang tumbuh dengan baik di bawah naungan pohon-pohon tersebut (Harsianto, 2007).

    Hobir dan Meynarti (1996) melaporkan bahwa terdapat empat variasi morfologi porang dari

    Madiun. Keempat varian tersebut perlu dikaji keberadaannya di lapangan melalui karakterisasi morfologi

    dan kondisi populasi aslinya. Terdapat kemungkinan umbi dari keempat varian tersebut memiliki

    perbedaan kadar glukomanan dan kalsium oksalat, sehingga diharapkan dapat diperoleh informasi tentang

    varian porang yang umbinya mengandung kadar glukomanan tertinggi dan kalsium oksalat terendah.

    Informasi ini akan mendasari penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan potensi dan pemanfaatan porang

    di Madiun.

    METODOLOGI

    Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menjelajahi seluruh area hutan Desa Klangon

    Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun yang ditumbuhi porang berdasarkan peta dari Kesatuan

    Pemangku Hutan (KPH) Saradan. Tanaman porang dipilih melalui pengamatan perbedaan morfologi pola

    tangkai daun, jumlah dan besar bubil serta bentuk daun. Selanjutnya diambil masing-masing tiga tanaman

    pada lokasi yang memiliki karakter yang sama. Sampel adalah tanaman porang yang telah mencapai umur

    antara dua sampai tiga tahun, dengan tinggi tanaman minimal 90 cm. Informasi ini didasarkan pada

    keterangan petani porang di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Pada masing-

    masing tumbuhan kemudian diamati karakter morfologinya dan didokumentasikan.

    Karakterisasi

    Karakterisasi merupakan tahapan yang dilakukan setelah pengambilan sampel. Proses

    karakterisasi memiliki bagian yang besar dalam penelitian ini. Tahapan ini dilakukan dengan melakukan

    pengamatan morfologi tumbuhan porang yang ditemukan. Tumbuhan sampel dideskripsikan bentuk

    morfologinya meliputi habitus, umbi, tangkai daun, bulbil, daun dan percabangan serta bunganya. Data

    karakter morfologi tanaman selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel determinasi.

    Pengukuran Kadar Glukomanan (Whistler and Richards, 1970)

    Pengukuran kadar glukomanan umbi porang dilakukan dengan melumatkan daging umbi porang

    dengan menggunakan penumbuk mortar. Lumatan umbi ditimbang sebanyak 6 g kemudian dilarutkan

    dalam 600 ml air bersuhu 75-78oC. Pada lumatan umbi tersebut kemudian ditambahkan garam aluminium

    sulfat sebanyak 0,6 g kemudian diaduk selama 35 menit sampai satu jam. Larutan yang diperoleh disaring

    menggunakan kain saring. Filtrat yang diperoleh dicampur dengan isopropil alkohol dengan

    perbandingan 1:1 kemudian diaduk untuk menggumpalkan glukomanan. Glukomanan yang digumpalkan

    berbentuk seperti jeli berwarna putih bersih. Setelah dipisahkan seluruhnya, glukomanan kemudian

    dikeringkan sampai berat konstan. Glukomanan yang sudah kering berbentuk lembaran tipis berwarna

    abu-abu coklat ditimbang untuk diketahui beratnya, dan dihitung dengan menggunakan rumus:

    Pengukuran Kadar Kalsium Oksalat (Sudarmadji, 1997)

    Pada pengukuran kadar oksalat porang, daging umbi porang dilumatkan dan ditimbang 5-20 g.

    Sampel diletakkan pada cawan pengabuan dan diabukan sampai berbentuk abu warna putih. Sementara

    itu, dibuat larutan CaCl2 0,5% dengan melarutkan beberapa tetes indikator methyl red ke dalam 50 ml

    CaCl2 0,5% sampai berbentuk warna merah. Sampel kemudian ditambah dengan beberapa tetes NH4OH

    (1:4) sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning. Sementara itu, abu sampel dilarutkan dengan 5-12

    tetes HCl pekat sampai terlarut kemudian diencerkan dengan aquades sampai volume 25 ml. Larutan abu-

    HCl tersebut kemudian ditambahkan ke dalam larutan warna kuning tersebut sambil dipanaskan dan

    diaduk, lalu ditambahkan tetesan NH4OH sampai terbentuk endapan kalsium oksalat, dan dilakukan

    berulang sampai terbentuk endapan yang sempurna. Setelah itu, endapan yang terbentuk disaring dengan

    Kadar glukomanan = berat endapan (g) x 100%

    6 gram

  • menggunakan kertas saring yang telah diketahui massanya, sambil dilakukan pencucian sampai filtrat

    mempunyai pH netral. Endapan dan kertas saring dioven sampai berat konstan, dikeringkan dan

    ditimbang. Kadar oksalat dihitung dengan rumus:

    Analisis Data

    Penentuan adanya variasi porang dilakukan dengan analisis klaster menggunakan software Minitab 14. Data yang diperoleh dari analisis kadar glukomanan dan kalsium oksalat diuji dengan ANOVA. Apabila pada uji ANOVA didapatkan adanya beda nyata, maka dilakukan uji lanjutan

    menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Populasi Porang yang Ditemukan di Desa Klangon

    Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapang, ditemukan tiga populasi tumbuhan

    porang di Desa Klangon. Ketiga populasi tersebut memiliki karakter morfologi yang berbeda. Guna

    memudahkan pengamatan, populasi tumbuhan porang tersebut, masing-masing diberi nama A, B dan C.

    Porang populasi A banyak ditemukan di kawasan sekitar pemukiman penduduk dan pada daerah

    tepi hutan. Populasi porang ini membentuk rumpun di kawasan utara hutan Desa Klangon. Daerah

    tersebut merupakan daerah yang memiliki naungan tidak terlalu lebat. Sejumlah kecil populasi ini dapat

    dijumpai di kawasan pemukiman dan ladang penduduk. Tinggi tanaman pada populasi A tersebut hingga

    mencapai 1,6 meter. Umbinya berwarna kuning pudar dengan banyak serabut. Tangkai daunnya memiliki

    permukaan halus dengan warna dasar permukaan adalah hijau tua dengan totol-totol berbentuk garis-garis

    rapat. Pada pangkal percabangan terdapat bulbil berwarna coklat dengan bintik-bintik kecil pada seluruh

    permukaannya.

    Porang populasi B merupakan populasi yang paling banyak ditemukan. Populasi ini tersebar

    secara merata di kawasan sekitar pemukiman penduduk dan pada daerah hutan. Naungan yang

    menutupinya lebih rapat daripada naungan pada populasi A. Tingginya dapat mencapai 2 meter. Umbinya

    berwarna kuning pudar dengan banyak serabut. Tangkai daun porang populasi ini memiliki permukaan

    halus dengan warna dasar permukaan hijau tua dengan totol-totol berbentuk belah ketupat. Totol-totol

    tersebut rapat pada bagian pangkal tangkai daun dan semakin berkurang ketika mendekati pangkal

    percabangan. Pada pangkal percabangan terdapat bulbil berwarna coklat dengan bintik-bintik kecil pada

    seluruh permukaannya.

    Porang populasi C memiliki tangkai daun dengan permukaan halus dan warna dasar permukaan

    hijau tua dengan totol-totol berbentuk belah ketupat. Totol-totol tersebut rapat pada seluruh bagian

    tangkai daun. Pada pangkal percabangan terdapat bulbil berwarna coklat dengan bintik-bintik kecil pada

    seluruh permukaannya. Porang populasi ini tingginya dapat mencapai 1,2 meter dan banyak dijumpai

    pada kawasan dengan naungan rapat, seperti di dalam hutan dan tepi sungai.

    Karakter Morfologi Sebagai Penentu Varian Porang

    Sampel porang yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga varian. Hal

    yang menjadi acuan utama dalam penentuan varian-varian tersebut adalah karakter morfologi, terutama

    corak (totol-totol) pada tangkai daun. Karakter tersebut digunakan sebagai acuan utama karena diantara

    karakter yang lain, pola pada tangkai daun bersifat lebih konsisten, sementara karakter yang lain tidak

    konsisten. Penggunaan corak pada tangkai daun sebagai acuan utama dalam penentuan varian porang

    tersebut juga merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hobir dan Meynarti (1996).

    Dalam penelitian ini, karakter-karakter selain corak tangkai daun digunakan sebagai data pendukung guna

    melakukan pengelompokan porang sesuai dengan varian-variannya.

    Berdasarkan acuan utama corak pada tangkai daun tersebut, varian-varian yang ditemukan di

    hutan Desa Klangon dibedakan menjadi:

    Kadar oksalat = berat awal-berat akhir x BM oksalat x 100%

    berat awal BM kalsium oksalat

  • Varian A: merupakan porang populasi A dengan tangkai daun memiliki warna hijau tua dengan corak

    putih bergaris rapat

    Varian B: merupakan porang populasi B dengan tangkai daun memiliki warna hijau muda dengan corak

    putih berbentuk belah ketupat dimana pola bagian pangkal bawah lebih jarang dari bagian

    atas (merapat pada bagian ujung)

    Varian C: merupakan porang populasi C dengan tangkai daun memiliki warna hijau tua dengan corak

    putih berbentuk belah ketupat yang merata pada semua bagian

    (a) (b)

    (c)

    Gambar1. Varian Tanaman Porang (a) Varian A,

    (b) Varian B, (c) Varian C

    Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hobir dan Meynarti (1996) yang menyebutkan

    bahwa di lokasi Madiun terdapat 4 varian porang, yaitu:

    1. Porang dengan tangkai daun berwarna hijau muda, bercak putih besar dan garis sedikit 2. Porang dengan tangkai daun berwarna hijau tua, bercak putih besar dan garis sedikit 3. Porang dengan tangkai daun berwarna hijau tua, bercak putih besar dan garis banyak 4. Porang dengan tangkai daun berwarna hijau kehitaman, bercak putih besar dan garis sedikit

    Tabel 1. Perbandingan karakter porang di Desa Klangon

    V

    a

    r

    i

    a

    n

    Kar

    akte

    r

    Por

    ang

    Ver

    si

    Pen

    eliti

    an

    ini

    Versi

    Hobir

    A Tan

    gka

    i

    dau

    n

    ber

    war

    Tangk

    ai

    daun

    berwar

    na

    hijau

    tua,

  • na

    hija

    u

    tua,

    pol

    a

    ber

    upa

    gari

    s-

    gari

    s

    rap

    at

    bercak

    putih

    besar

    dan

    garis

    banya

    k

    B Tan

    gka

    i

    dau

    n

    ber

    war

    na

    hija

    u

    mu

    da,

    pol

    a

    ber

    ben

    tuk

    bela

    h

    ket

    upa

    t,

    bag

    ian

    pan

    gka

    l

    baw

    ah

    lebi

    h

    jara

    ng

    Tangk

    ai

    daun

    berwar

    na

    hijau

    muda,

    bercak

    putih

    besar

    dan

    garis

    sedikit

    C Tan

    gka

    i

    dau

    n

    Tangk

    ai

    daun

    berwar

    na

  • ber

    war

    na

    hija

    u

    tua,

    pol

    a

    ber

    ben

    tuk

    bela

    h

    ket

    upa

    t,

    pad

    a

    sem

    ua

    bag

    ian

    rap

    at

    hijau

    tua,

    bercak

    putih

    besar

    dan

    garis

    sedikit

    -

    -

    Tangk

    ai

    daun

    berwar

    na

    hijau

    kehita

    man,

    bercak

    putih

    besar

    dan

    garis

    sedikit

    Kedua penelitian ini dilakukan pada jenis tanaman yang sama dan dengan acuan yang sama pula,

    yaitu corak pada tangkai daun. Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Hobir dan

    Meynarti, (pada penelitian ini ditemukan 3 varian sementara pada Hobir dan Meynarti ditemukan 4

    varian) dimungkinkan karena lokasi pengamatan yang dilakukan oleh Hobir dan Meynarti lebih luas

    daripada lokasi pengamatan dalam penelitian ini. Pada penelitian tersebut, lokasi pengamatan yang

    dilakukan oleh Hobir dan Meynarti adalah Kecamatan Saradan secara keseluruhan, dimana salah satu

    desa di Kecamatan Saradan tersebut adalah Desa Klangon. Selain itu, perbedaan juga dimungkinkan

    terjadi karena dalam proses penelitiannya. Hobir dan Meynarti mengumpulkan berbagai populasi porang

    dari berbagai lokasi di hutan Saradan. Dari setiap populasi tersebut selanjutnya diambil bahan tanaman

    (propagul) untuk kemudian ditanam di Bogor. Sementara penelitian ini dilakukan pada habitat aslinya di

    lapang dengan obyek pengamatan adalah porang dewasa.

    Analisis Klaster untuk Membuktikan Adanya Variasi pada Porang

  • Dari sembilan spesies porang yang dipergunakan dalam penelitian ini, masing-masing spesies

    memperlihatkan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, meskipun terdapat variasi

    karakter dari masing-masing jenis porang yang diuji, terdapat pula kesamaan karakter diantar porang

    tersebut. Kesamaan karakter yang dimiliki oleh beberapa spesies yang diuji dapat menunjukkan

    kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh varian porang tersebut. Adanya variasi dan

    kesamaan pada porang yang ditemukan di desa Klangon, Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun

    ditunjukkan dengan anlisis klaster menggunakan program Minitab 14. Variasi tersebut ditampilkan

    dalam output analisis klaster dalam format dendogram (Gambar 2). Minitab menampilkan output analisis

    klaster dalam windows session dan windows graph. Dendogram dalam Gambar 2 merupakan bentuk

    grafik dalam windows Session.

    Gambar 2. Output analisis klaster dalam format dendogram

    Output dalam windows session menunjukkan bahwa terdapat variasi pada tanaman porang yang

    didapatkan dari Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Terdapat tiga klaster pada

    porang yang diamati, yaitu klaster I (A1, B1 dan B2), klaster II (A2, A3 dan B3) dan klaster III (C1, C2

    dan C3). Varian dalam satu klaster memiliki hubungan erat. Semakin erat hubungan tersebut, maka

    indeks similaritas (persamaan) antar keduanya juga semakin besar.

    Pada klaster I, subklaster pertama menunjukkan bahwa varian A1 memiliki kedekatan yang

    paling erat dengan varian B1, dengan indeks similaritas 99,9323. Subklaster kedua menghubungkan

    subklaster pertama dengan varian B2 dengan indek similaritas 99,8758. Pada klaster II, subklaster

    pertama menghubungkan varian A3 dan B3 dengan indeks similaritas 99,9252. Subklaster tersebut

    kemudian dihubungkan dengan varian A2 oleh subklaster kedua dengan indeks similaritas 99,9078.

    Sementara pada klaster III, subklaster pertama menghubungkan varian C1 dan C3 dengan indeks

    similaritas 99,9253. Subklaster kedua menghubungkan subklaster pertama dengan varian C2 dengan

    indeks similaritas 99,7396. Diantara ketiga klaster tersebut, klaster I dan klaster II memiliki hubungan

    lebih erat dengan indeks similaritas 99,6420 dan berhubungan dengan klaster III dengan indeks

    similaritas 98,1640. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh dendogram hasil analisis klaster (Gambar 2).

    Dendogram hasil analisis klaster menunjukkan adanya beberapa perbedaan dengan hasil analisis

    morfologi. Perbedaan terjadi pada letak varian A1 dan B3. Pada pengamatan secara morfologi, varian A1

    berada dalam satu kelompok dengan varian A2 dan A3, sementara varian B3 berada dalam satu kelompok

    dengan varian B1 dan B2. Hal yang berbeda ditunjukkan pada hasil analisis klaster dimana varian A1

    berada dalam satu klaster dengan varian B1 dan B2, sementara varian B3 berada dalam satu klaster

    dengan varian A2 dan A3. Namun demikian, indeks similaritas diantara varian-varian porang tersebut

    sangat besar dan tingkat perbedaannya sangat kecil.

  • 18,33

    7,48

    11,18

    0

    5

    10

    15

    20

    A B C

    Tabel 2. Perbedaan letak taksa pada pengamatan morfologi dan analisa klaster

    Secara umum,

    penentuan varian

    porang secara numerik

    (analisis klaster)

    memberikan hasil yang

    sama dengan hasil

    pengamatan morfologi.

    Namun demikian,

    terdapat karakter yang

    didapatkan dari tabel determinasi yang tidak relevan dengan penentuan varian dan menyebabkan

    terjadinya perbedaan antara penentuan varian melalui analisis klaster dengan penentuan varian melalui

    pengamatan morfologi.

    Kadar Glukomanan Varian Porang

    Glukomanan yang diperoleh dari ketiga varian tersebut berwarna putih pekat dan kental. Pada

    penelitian ini, dilakukan analisis glukomanan dari umbi basah porang dan tidak dilakukan dari umbi

    keringnya.

    Gambar 3. Kadar rata-rata senyawa glukomanan pada varian porang yang ditemukan di Desa Klangon

    (dalam%)

    Ketiga varian porang yang dianalisis menunjukkan kadar glukomanan yang berbeda (Gambar 3).

    Porang varian A memiliki kadar glukomanan mencapai 19,67% pada A1, 17,33% pada A2 dan 18% pada

    A3 atau dengan kadar glukomanan rata-rata 18,33%. Kadar glukomanan porang varian B dengan kadar

    terendah 5,33 % pada B1, 11,33% pada B2 dan 5,77% pada B3 atau dengan kadar glukomanan rata-rata

    7,48%. Sementara varian C memiliki kadar glukomanan 9,33% pada C1, 10,87% pada C2 dan 13,33%

    pada C3 atau dengan kadar glukomanan rata-rata 11,18%. Dengan demikian, diketahui bahwa porang

    varian A memiliki kadar glukomanan tertinggi yaitu dengan kadar rata-rata 18,33% dan varian A1 dengan

    kadar tertinggi yaitu 19,67%. Sementara porang dengan kadar glukomanan terendah adalah porang varian

    B kadar glukomanan rata-rata 7,48% dan varian B1 dengan kadar terendah yaitu 5,33%.

    Umbi porang yang dianalisis memiliki kadar glukomanan yang relatif rendah (rata-rata 12,335).

    Rendahnya kadar glukomanan dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan karena analisis dilakukan

    dari umbi basah porang. Firdaus (1972) menjelaskan bahwa umbi kering porang akan menghasilkan

    glukomanan yang lebih banyak daripada umbi basahnya. Hal ini disebabkan karena kadar air dari umbi

    yang dikeringkan lebih sedikit daripada kadar air pada umbi basah. Jadi kadar glukomanan akan turun

    No. Pengamatan

    Morfologi

    Analisis Klaster

    Varian Anggota

    Varian

    Klaster Anggota

    Klaster

    1 A A1 II B3

    A2 A2

    A3 A3

    2 B B1 I B1

    B2 B2

    B3 A1

    3 C C1 III C1

    C2 C2

    C3 C3

  • 0,12630,115

    0,151

    0

    0,05

    0,1

    0,15

    0,2

    A B C

    seiring dengan tingginya kadar air. Penyebab utamanya karena adanya kadar air yang tinggi akan

    memungkinkan aktivitas dari enzim yang terdapat pada umbi bertambah sehingga mengakibatkan

    glukomanan yang terurai lebih banyak. Menurut Johnson (2006), porang mengandung 3,58 %

    glukomanan dalam bentuk umbi basah serta 64,98 % dalam bentuk tepung. Tepung porang kasar yang

    dikeringkan mengandung 4960% glukomanan sebagai polisakarida utama, 10-30% pati, 2-5% serat, 5-14% protein kasar, 3-5% gula reduksi dan 3.4-5.3% abu dan vitamin juga lemak yang rendah.

    Tinggi rendahnya kadar glukomanan ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur

    tanaman, lama waktu setelah panen (Outsuki, 1968; Irawati, 1985; Syaefullah, 1990 dalam Sumarwoto,

    2004), kadar kapur dalam tanah, ukuran bulbil (Sumarwoto, 2004) dan perlakuan pasca panen (Suhirman

    et al., 1995 dalam Sumarwoto, 2004). Pada penelitian ini, tidak dilakukan analisis terhadap perbedaan

    kadar glukomanan antar varian porang yang disebabkan adanya perbedaan faktor-faktor tersebut. Oleh

    karenanya, tanaman yang dijadikan sebagai sampel adalah tanaman yang memiliki kisaran yang sama,

    dari segi faktor tersebut.

    Kadar Kalsium Oksalat Varian Porang

    Gambar 4. Kadar senyawa kalsium oksalat rata-rata pada varian porang (dalam%)

    Terdapat perbedaan kadar kalsium oksalat pada masing-masing sampel yang dianalisis (Gambar

    4). Kadar kalsium oksalat terendah dimiliki oleh porang varian A dan B masing-masing pada A1 dan B3

    dengan kadar 0,069%. Porang varian A memiliki kadar kalsium oksalat masing-masing 0, 069% pada A1,

    0,172% pada A2 dan 0,138% pada A3, atau dengan kadar kalsium oksalat rata-rata sebesar 0,1263%.

    Porang varian B memiliki kadar kalsium oksalat masing-masing 0,138% pada B1, 0,138% pada B2 dan

    0,069% pada B3, atau dengan kadar kalsium oksalat rata-rata sebesar 0,115%. Sementara porang varian C

    memiliki kadar kalsium oksalat tertinggi, yaitu mencapai 0,229% pada C1, 0,138% pada C2 dan 0,086%

    pada C3 atau dengan kadar kalsium oksalat rata-rata sebesar 0,151%.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa porang varian B merupakan varian yang paling aman

    dikonsumsi karena memiliki kandungan kalsium oksalat yang paling rendah (0,115%). Namun demikian,

    varian B memiliki kadar glukomanan terendah pula diantara varian yang lain (7,48%). Sementara porang

    varian C cenderung kurang bagus dikonsumsi karena kadar kalsium oksalatnya merupakan yang tertinggi

    diantara varian yang lain (0,151%), meskipun kadar glukomanannya bukan yang terendah diantara varian

    yang lain (11,18%).

    Uji ANOVA

  • (a) uji ANOVA glukomanan porang

    (b) uji ANOVA kalsium oksalat porang

    Gambar 5. Hasil uji ANOVA glukomanan dan kalsium oksalat porang

    Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa kadar senyawa glukomanan porang memiliki p-value

    sebesar 0,004 atau lebih rendah dari (0,05). Dengan demikian pada uji ANOVA ini H0 ditolak dan

    disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada glukomanan dari sampel porang yang

    diamati. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perbedaan varian porang menyebabkan adanya

    perbedaan glukomanan. Sementara pada uji ANOVA untuk kalsium oksalat menunjukkan p-value sebesar

    0,739 atau lebih tinggi dari sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang

    signifikan pada kalsium oksalat porang yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan varian

    porang tidak menyebabkan adanya perbadaan kalsium oksalat.

    KESIMPULAN

  • Terdapat tiga varian porang yang ditemukan di area penelitian ini, yaitu Porang Varian A

    memiliki tangkai daun hijau tua dengan corak putih bergaris rapat; kadar glukomanannya tertinggi

    (18,33%), dan kadar kalsium oksalatnya 0,13%. Porang Varian B memiliki tangkai daun hijau muda

    dengan corak putih belah ketupat yang merapat pada bagian ujung; kadar glukomanannya terendah

    (7,48%) dengan kadar kalsium oksalat terendah (0,12%). Porang Varian C memiliki tangkai daun

    berwarna hijau tua dengan corak putih belah ketupat yang merata pada semua bagian; kadar

    glukomanannya 11,18% dengan kadar kalsium oksalatnya tertinggi (0,15%). Indeks similaritas Varian A

    dan Varian B sebesar 99,64% yang berjarak dengan Varian C dengan indeks silmilaritas 98,16.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Brown. D, (2000), Aroids: Plants of the Arum Family. Second Edition, Timber Press, Portland Oregon

    [2] Firdaus. A, (1972), Pengaruh Pengeringan dan Lama Penyimpanan pada Umbi Amorphophallus Terhadap Kadar Mannan, Departemen Perindustrian Akademi Kimia Analisis, Bogor.

    [3] Harsianto. A, (2007), Porang Sebagai Komoditas Unggulan dan Pelestari Hutan, http://www. madiunkab.go.id/detail.php?id=93.

    [4] Hobir dan Meynarti, (1996), Karakterisasi dan Dokumentasi Tanaman Iles-iles (Amorphophallus spp.), Laporan Bagian Proyek Penelitian Tanaman dan Obat, Cimangga.

    [5] Johnson. A, (2006), Konjac-An Introduction, http://www.konjac.info. [6] Prihatyanto. T, (2007), Budidaya Belimbing dan Porang untuk Meningkatkan Kesejahteraan

    Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Hutan, http://www.dephut.go.id.

    [7] Sudarmadji. S. B. Haryono dan Suhardi, (1997), Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Hasil Pertanian edisi IV, Liberti, Yogyakarta.

    [8] Sumarwoto, (2004), Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi, Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas

    Gajah Mada. Yogyakarta.

    [9] Whistler. R. L. and Richards. E.L, (1970), Hemicelluloses, dalam Pigman, W.D. The carbohydrates, Chemistry and Biochemistry, 2nd ed. Vol. 2, Academic Press. New York.