Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15);...

30
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KONSEP, PRINSIP, DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN IPS A. Globalisasi Kehidupan Tuntutan kehidupan global, dengan karakteristiknya yang majemuk dan semakin tingginya ketergantungan antar negara yang mengaburkan batas-batas negara nasional mendorong kita untuk mempersiapkan diri dalam mengantisipasi arus globalisasi. Derasnya arus globalisasi menuntut kita untuk memahami perspektif global. Menurut Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya Wihardi (1999:14), menyatakan bahwa: Yang dimaksud perspektif global adalah suatu cara pandang atau cara berpikir terhadap suatu masalah, kejadian atau kegiatan dari sudut pandang global, yaitu dari sisi kepentingan dunia atau internasional. Oleh karena itu, sikap dan perbuatan kita juga diarahkan untuk kepentingan global. Dari pendapat di atas jelas, bahwa pola pikir dan pola tindak kita harus diarahkan untuk kepentingan global. Hal ini diperuntukan bagi ketinggian dan kemuliaan harkat dan martabat manusia. Apabila kita tidak dapat mengarahkan pikiran dan tindakan ke arah kepentingan dunia atau internasional kita akan terlindas oleh derasnya arus globalisasi. Era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan yang semakin tajam, arus deras dari informasi dan komunikasi, serta keterbukaan merupakan salah satu pendorongnya, yang apabila kita tidak mengikuti dengan seksama akan menyebabkan ketertinggalan. Ketertinggalan ini disebabkan juga karena globalisasi merupakan proses di mana manusia di bumi ini di- inkorporasikan atau dimasukkan ke dalam masyarakat dunia yang tunggal, yaitu masyarakat global dan dalam proses itu kejadian, keputusan, dan kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi konsekuensi yang signifikan bagi individu atau masyarakat di daerah lainnya yang jauh di muka bumi ini. Selain itu, globalisasi juga melahirkan masyarakat terbuka, yang memberikan nilai kepada individu, kepada hak dan kewajiban sehingga semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya dan menyumbangkan kemampuannya bagi kemajuan bangsa. Dalam mengembangkan perspektif global atau wawasan gloal sebagai suatu kemampuan, kita harus memperhatikan fenomena- fenomena dan isu-isu yang ada dalam konteks global. Menurut

Transcript of Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15);...

Page 1: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KONSEP, PRINSIP, DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN IPS

A. Globalisasi KehidupanTuntutan kehidupan global, dengan karakteristiknya yang majemuk dan semakin tingginya ketergantungan antar negara yang mengaburkan batas-batas negara nasional mendorong kita untuk mempersiapkan diri dalam mengantisipasi arus globalisasi.

Derasnya arus globalisasi menuntut kita untuk memahami perspektif global. Menurut Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya Wihardi (1999:14), menyatakan bahwa:

Yang dimaksud perspektif global adalah suatu cara pandang atau cara berpikir terhadap suatu masalah, kejadian atau kegiatan dari sudut pandang global, yaitu dari sisi kepentingan dunia atau internasional. Oleh karena itu, sikap dan perbuatan kita juga diarahkan untuk kepentingan global.

Dari pendapat di atas jelas, bahwa pola pikir dan pola tindak kita harus diarahkan untuk kepentingan global. Hal ini diperuntukan bagi ketinggian dan kemuliaan harkat dan martabat manusia. Apabila kita tidak dapat mengarahkan pikiran dan tindakan ke arah kepentingan dunia atau internasional kita akan terlindas oleh derasnya arus globalisasi.

Era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan yang semakin tajam, arus deras dari informasi dan komunikasi, serta keterbukaan merupakan salah satu pendorongnya, yang apabila kita tidak mengikuti dengan seksama akan menyebabkan ketertinggalan. Ketertinggalan ini disebabkan juga karena globalisasi merupakan proses di mana manusia di bumi ini di-inkorporasikan atau dimasukkan ke dalam masyarakat dunia yang tunggal, yaitu masyarakat global dan dalam proses itu kejadian, keputusan, dan kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi konsekuensi yang signifikan bagi individu atau masyarakat di daerah lainnya yang jauh di muka bumi ini.

Selain itu, globalisasi juga melahirkan masyarakat terbuka, yang memberikan nilai kepada individu, kepada hak dan kewajiban sehingga semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya dan menyumbangkan kemampuannya bagi kemajuan bangsa.

Dalam mengembangkan perspektif global atau wawasan gloal sebagai suatu kemampuan, kita harus memperhatikan fenomena-fenomena dan isu-isu yang ada dalam konteks global. Menurut M.M. Merryfield et al sebagaimana dikutip oleh Nursid Sumaatmadja (2000:143), menyatakan bahwa:

Ke dalam fenomena global meliputi aspek-aspek lingkungan hidup, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sedangkan isu-isu global menyangkut kependudukan, hak rakyat menentukan pemerintahan sendiri, pembangunan, hak asasi manusia, imigrasi penduduk (emigrasi, imigrasi, pengungsi), pemilikan bersama secara global, lingkungan dan sumber daya alam, persebaran kemakmuran, teknologi, informasi, sumber daya, dan jalan masuk ke pasar, kelaparan dan bahan pangan, kesejahteraan dan perdamaian, prasangka dan diskriminasi.

Dari pendapat di atas jelas, bahwa hampir semua segi kehidupan umat manusia masuk ke dalam fenomena-fenomena dan isu-isu global. Tetapi perlu kita sadari bahwa arus globalisasi ini belum menyentuh semua tataran kehidupan manusia, terutama di wilayah pedalaman atau terpencil. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nursid Sumaatmadja (2000:133), yaitu bahwa:

Dalam suasana kehidupan yang makin terbuka, yang menembus berbagai batas, harus menjadi perhitungan dan citra kita bersama sebagai warga negara Indonesia, bahwa tidak semua bagian dari Tanah Air Indonesia ini telah ditembus oleh suasana global. Di wilayah

Page 2: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Nusantara yang terpencil, jangankan fenomena global yang mereka alami, suasana dan kebijakan nasional pun belum menyentuh sepenuhnya. Di wilayah-wilayah yang demikian terpencil itu, suasana keterbelakangan masih menjadi ciri kehidupan setempat yang merupakan fenomena yang sangat kontradiktif dengan suasana global village.

Dari kenyataan sebagaimana dikemukakan di atas, maka kesenjangan antara penduduk yang berada di daerah pedalaman atau terpencil dengan penduduk yang berada di perkotaan akan semakin jauh dan tajam. Untuk itu para pembuat kebijakan harus dapat mengantisipasi atau paling tidak meminimalisir berbagai ekses yang timbul akibat dari kesenjangan tersebut.

B. Globalisasi dalam PendidikanPerspektif global sebagai suatu kemampuan yang harus kita miliki, tidak akan lahir

dan terjadi begitu saja tanpa upaya. Oleh karena itu, diperlukan proses untuk mengembangkan dan membinanya, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi sumber daya manusia (SDM) masa yang akan datang.

Proses pembinaan suatu wawasan, dalam hal ini wawasan global atau perspektif global di mulai dari pengamatan dan penghayatan pada tingkat lokal. Fenomena, peristiwa dan masalah yang terjadi secara lokal di sekitar tempat tinggal, diamati serta diperhatikan. Dari sini akan terbina wawasan lokal atau perspektif lokal. Wawasan lokal sebagai suatu kemampuan, akan menjadi dasar pendorong mengembangkan wawasan regional (perspektif regional) pada diri masing-masing.

Perspektif regional sebagai suatu kemampuan yang harus kita miliki, tidak dapat melekat pada diri masing-masing begitu saja, melainkan harus melalui latihan kepedulian dan kesengajaan. Di sini letak kedudukan pendidikan, khususnya pendidikan global. Adapun yang dimaksud pendidikan global menurut Becker dan Anderson sebagaimana dikutip oleh Nursid Sumaatmadja (2000:141), menyatakan bahwa:

Pendidikan global itu merupakan upaya menghasilkan atau menciptakan sistem pendidikan yang melibatkan anak-anak, pemuda dan orang dewasa melakukan dua hal. Di satu pihak peserta didik belajar merasakan dan mengerti bahwa dunia ini sebagai sistem tunggal serta sistem global yang lengkap; dan di pihak lain, peserta didik belajar melihat dirinya sendiri sebagai peserta (komponen) sistem dunia dan mengerti tentang manfaat serta pengorbanan, hak dan kewajiban sejalan dengan keikutsertaanya.

Dalam konsep pendidikan global di atas, tekanannya kepada proses belajar yang dilakukan oleh manusia secara utuh, artinya oleh semua jenjang usia mulai dari masa kanak kanak, pemuda sampai dewasa. Selanjutnya, yang menjadi pokok dalam belajar itu adalah merasakan, mengerti yang kemudian menghayati dan menyadari bahwa dunia ini merupakan satu kesatuan sistem yang secara global lengkap, tempat keberadaan diri manusia masing-masing. Melalui pendidikan global peserta didik belajar melihat, menghayati dirinya sebagai partisipan dalam sistem dunia, dan memahami kedudukannya sebagai komponen dunia yang memiliki hak serta kewajiban yang meliputi juga mampu mengambil manfaat atau keuntungan dan pengorbanan atau mengambil resiko dari padanya.

Dalam menyikapi pendidikan global, maka sistem pendidikan yang tidak sejalan dengan laju perkembangan masyarakat global perlu ditata ulang. Menurut H.A.R. Tilaar (1999:147) menyatakan bahwa “Sistem pendidikan di seluruh dunia perlu ditemukan kembali (reinventing) yaitu pendidikan yang dapat mempersiapkan manusia-manusia yang mempunyai identitas dalam masyarakat lokalnya dan sekaligus mempunyai visi global untuk membangun dunia bersama”. Hal ini karena umat manusia hanya mempunyai satu planet tempat dia hidup ialah planet bumi. Oleh sebab itu, kelangsungan hidup manusia di planet ini haruslah menjadi tanggung jawab bersama untuk melestarikannya.

Page 3: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Bagi bangsa Indonesia kesadaran akan pentingnnya pendidikan global secara yuridis tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yaitu:

1.Pasal 36 (3), kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: dinamika perkembangan global (butir i).

2.Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (penjelasan umum UU Sisdiknas).

3.Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut (misi ke-4): meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global (penjelasan umum UU Sisdiknas).

Di Indonesia sebenarnya kesadaran akan pentingnya pendidikan global telah ada sebelum kita merdeka, yaitu sejak didirikan Perguruan Taman Siswa. Sebagai pendiri Taman Siswa Ki Hajar Dewantara (1962:228) berpendapat bahwa: “Untuk maksud ini hendaknya perlu pemberian pengajaran bahasa Inggris di semua sekolah menengah”. Pentingnya bahasa Inggris dalam pergaulan global termasuk dalam bidang pendidikan, juga dikemukakan oleh John Naisbit & Patricia Aburdene (1990:126), bahwa: “Faktor terpenting yang mempercepat perkembangan gaya hidup global tunggal adalah pembiakan bahasa Inggris”.Dalam kurikulum pendidikan di negara kita untuk mengantisipasi kehidupan global ini pengajaran bahasa Inggris sudah dimulai dari tingkat pendidikan dasar walaupun hasilnya belum sesuai dengan harapan. Selain bahasa Inggris yang berperan dalam pergaulan dan pendidikan global yaitu komputer dan internet, tetapi tetap kuncinya terletak pada bahasa Inggris karena kedua media tersebut umumnya menggunakan bahasa Inggris.

C. Pengaruh Globalisasi Terhadap Konsep dan Prinsip PIPSSebagaimana telah dibahas dalam bagian sebelumnya, bahwa globalisasi dunia merambah ke segala segi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan. Salah satu bidang pendidikan yang dirambah arus globalisasi yaitu Pendidikan IPS. Dalam rangka menghadapi arus globalisasi perlu ada pembaharuan dalam PIPS. Menurut Numan Somantri (2001:264) yang dianggap sebagai ciri-ciri pembaharuan dalam pengajaran IPS ialah:

(a) bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan kebutuhan dan minat pelajar; (b) bahan pelajaran leih banyak memperhatikan masalah-masalah sosial; (3) bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan keterampilan berpikir, khususnya keterampilan menyelidiki; (d) bahan pelajaran lebih memberikan perhatian terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam sekitar; (e) kegiatan-kegiatan dasar manusia dapat dicerminkan dalam program studi; (f) organisasi kurikulumnya bervariasi, mlai dari pengorganisasian yang “integrated, correlated dan sparated”, (g) susunan bahan pelajaran bervariasi mulai dari pendekatan kewarganegaraan, fungsional, humanistik dan struktural; (h) kelas pelajaran IPS dikembangkan menjadi laoratorium demokrasi; (i) evaluasinya bukan hanya memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, melainkan mencoba mengembangkan DQ (Democratic Quotient) dan CQ (citizenship Quotient); (j) unsur-unsur sosiologis, antropologis dan pengetahuan sosial lainnya memperkaya program studi, demikian pula unsur-unsur sains, teknologi, matematika dan agama ikut memperkaya bahan pelajaran.Berdasarkan pendapat di atas semua pihak yang terlibat dalam pendidikan IPS

terutama para akademisi dan praktisi harus berupaya mengadakan pembaharuan dalam

Page 4: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

pendidikan IPS sesuai dengan kewenangan dan kemampuan masing-masing. Sehingga akhirnya diharapkan konsep-konsep PIPS dapat adaftif dengan arus globalisasi. Hal ini penting karena pembelajaran IPS berangkat dari konsep-konsep yang berkembang dalam kehidupan manusia.

Konsep merupakan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa yang kongkrit. Menurut Rochiati Wiriaatmadja (2002:300), menyatakan bahwa: “Konsep adalah kata-kata yang mengklasifikasi, mengkategorisasi dan menjabarkan seperangkat fakta yang berkaitan. Konsep menggabungkan beberapa fakta yang sama dalam satu label”. Adapun yang menjadi konsep kunci dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial adalah sebagai berikut:

1. Sejarah, meliputi perubahan, kontinuitas, nasionalisme, kolonialisme, imperialisme, dan revolusi.

2. Geografi, meliputi ruang/spasial, lokasi, jarak, wilayah, lingkungan, dan pola ruang.

3. Antropologi, meliputi kebudayaan, tradisi, kepercayaan, ritual, kekeluargaan, dan akulturasi.

4. Politik, meliputi otoritas, kekuasaan, negara, keadilan, demokrasi, dan hak azasi manusia.

5. Sosiologi, meliputi masyarakat, peranan, stratifikasi, nilai, kaidah, dan konflik.6. Ekonomi, meliputi produksi, distribusi, konsumsi, penawaran, permintaan, dan

kelangkaan (Rochiati Wiriaatmadja, 2002:300).Dari konsep-konsep di atas perlu dikembangkan lagi atau ditambah dengan konsep

baru yang berkembang dalam kehidupan manusia sebagai akibat dari globalisasi. Contoh konsep reformasi untuk kajian bidang politik atau konsep pasar bebas untuk kajian bidang ekonomi.

Dalam menghadapi arus globalisasi struktur pendidikan IPS harus dibenahi. Hal ini sesuai pendapat Numan Somantri (2001:190), yang menyatakan bahwa:

Untuk menghadapi tantangan dan dinamika masyarakat serta globalisasi maka perlu konsolidasi kurikulum FPIPS yang meliputi: (a) panetrasi jatidiri pendidikan IPS ke dalam primary structure; (b) mata kuliah yang tidak begitu penting disederhanakan dan menampilkan pendidikan global (global education); (c) semua mata kuliah disiplin ilmu diperkuat sehingga setaraf dengan mata kuliah di universitas untuk mendukung primary structure; (d) diadakan mata kuliah yang berorientasi pada bisnis dan bahasa asing; (e) perlu ada monitoring yang intensif terhadap perkembangan pembangunan nasional, globalisasi sebagai bahan untuk memperkaya kurikulum FPIPS dengan pengetahuan fungsional (functional knowledge).

Dari pendapat di atas jelas, bahwa kurikulum dan perkuliahan pendidikan IPS di LPTK perlu ditata ulang dan dikonsolidasikan agar dapat mengantisipasi arus globalisasi. Hal ini penting karena lulusan FPIPS ini yang akan menjadi pelopor dan pembaharu pendidikan IPS di tingkat persekolahan, sehingga pendidikan IPS yang sangat dinamis ini dapat lebih bermakna dan menarik siswa dalam pembelajaran.

Selain berdampak pada konsep PIPS arus globalisasi juga berpengaruh terhadap prinsip yang menjadi landasan PIPS. Salah satu prinsip atau dalil PIPS menyatakan bahwa “yang abadi di dunia ini hanyalah perubahan”. Ini membawa konsekuensi bahwa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan kurikulum PIPS masalah perubahan harus menjadi pertimbangan utama, baik perubahan dalam konterks lokal, nasional, regional maupun global.

Dalam menghadapi dan menyikapi pengaruh globalisasi terhadap konsep dan prinsip PIPS hendaknya kita berpijak pada jatidiri PIPS sebagaimana dikemukakan oleh Numan Somantri (2001:207), yaitu sebagai berikut:

Page 5: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

1. adanya hubungan interdisipliner dan/atau transdisipliner antara disiplin ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, bahkan dengan ilmu, teknologi, seni, dan agama;

2. hubungan antara disiplin itu disebabkan adanya kebutuhan dan kegunaan yaitu untuk kepentingan pendidikan sebagai “advance knowledge”;

1. proses pendekatan antardisipliner merupakan seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan;

2. bahan pendidikan diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Dengan berpegang pada jatidirinya dalam menghadapi dan menyikapi arus globalisasi diharapkan terbentuk/terwujud kurikulum PIPS yang selalu aktual sesuai dengan perkembangan zaman, tanpa harus kahilangan jatidiri. Dalam pelaksanaanya akan lebih bermakna apabila terjalin koordinasi dan sinkronisasi antara para akademisi di LPTK dengan para praktisi pendidikan di tingkat persekolahan. Tujuannya adalah agar pembelajaran PIPS dapat disajikan secara komprehensif dan menyentuh masalah-masalah sosial, dengan tidak mengabaikan cara berpikir ilmiah dan ruang lingkup disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora.

D.Pengaruh Globalisasi Terhadap Pendekatan PIPSPendekatan merupakan cara pandang dalam melakukan sesuatu yang sudah

direncanakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam kegiatan pembelajaran pendekatan diartikan sebagai cara pandang dalam menyampaikan bahan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan belajar.

Dalam bidang pendidikan secara umum ada dua macam pendekatan yaitu pendekatan akademis dan pendekatan paedagogis. Pendekatan akademis merupakan cara pandang keilmuan tentang apa ilmu itu dan bagaimana cara mendapatkannya. Sedangkan pendekatan paedagogis merupakan cara pandang bagaimana ilmu itu disampaikan kepada orang lain (peserta didik).

Dalam PIPS pendekatan akademis merupakan suatu kemampuan mutlak yang harus dimiliki oleh para pendidik, tanpa itu ia tidak memiliki kelayakan sebagai pendidik. Salah satu pendekatan yang termasuk ke dalam pendekatan akademis adalah pendekatan struktural sebagaimana dikemukakan oleh Numan Somantri (2001:270) yang menyatakan bahwa:

Pendekatan struktural bertitik tolak dari disiplin ilmu. Walaupun bahan-bahan pelajaran diambil dari berbagai macam disiplin, tetapi seluruh bahan itu terlebih dahulu harus disusun secara sistematis menurut salah satu struktur disiplin ilmu sosial.

Jadi dalam pendekatan struktural bahan-bahan pelajaran diambil dari berbagai disiplin ilmu yang disusun secara sistematis menurut salah satu struktur disiplin ilmu sosial. Selain harus sistematis bahan-bahan itu juga harus esensial untuk disajikan.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pendekatan paedagogis merupakan cara pandang bagaimana ilmu itu disampaikan kepada orang lain (peserta didik). Adapun pendekatan-pendekatan yang dipergunakan IPS dalam menentukan/memilih/mengembangkan program maupun metode pembelajaran menurut Kosasih Djahiri (1978:4-5) bertumpu pada pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

1. siswa sentris, dimana faktor siswa sangat diperhatikan/diutamakan;2. kemasyarakatan sentris (community oreunted), dimana masalah kehidupan riil

dan kemasyarakatan dijadikan sumber dan bahan serta tempat belajar;3. ekositem, artinya faktor lingkungan turut diperhitungkan dan dimanfaatkan;4. bersifat komprehensif dan integrated (integratif);5. menggunakan teknik inkuiri (inkuiry) dan bentuk student active learning(siswa belajar dengan aktif) sebagai media proses belajar utama.

Page 6: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Apabila para pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran IPS memperhatikan pendekatan-pendekatan di atas akan menunjang dan memperlancar pencapaian tujuan pembelajaran IPS sesuai yang diharapkan. Hal ini karena pembelajaran IPS diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, seperti intelektual, mental, emosional, sosial, dan fisik (kognitif, afektif, psikomotor}.

Banyak pendekatan paedagogis yang sering digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan karakter mata pelajaran masing-masing. Adapun pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan karakter PIPS di antaranya sebagai berikut:Pendekatan konsep, pendekatan ini merupakan pendekatan bermakna dengan menghubung antar konsep sehingga lebih bermakna. Pendekatan konsep ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Apabila siswa betul-betul memahami suatu konsep ia akan menerapkannya pada situasi baru.Pendekatan pemecahan masalah, pemecahan masalah merupakan proses yang mengharuskan siswa untuk menemukan suatu generalisasi dari konsep-konsep yang telha dipelajari, kemudian menerapkan untuk pemecahan masalah yang dihadapi.Pendekatan lingkungan, dalam menggunakan pendekatan ini harus diperhatikan bahwa materi pelajaran hendaknya mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sehari-hari sehingga lebih konkrit, mudah dipahami dan mengetahui manfaatnya. Pendekatan keterampilan proses, merupakan pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran yang menekankan pada pengembangan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasil belajarnya. Perinsip pendekatan keterampilan proses adalah:

1. Siswa lebih banyak terlibat dengan apa yang dipelajari.2. Siswa lebih banyak menghayati apa yang dipelajari.3. Siswa lebih banyak merasakan dan menemukan apa yang dipelajari.

Dengan demikian guru IPS hendaknya mampu menggali potensi-potensi yang ada pada diri siswa melalui proses pembelajaran dengan mengembangkan keterampilan mengamati, mengklarifikasi, interpretasi, memprediksi, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan. Karena hampir seluruh konsep pembelajaran IPS dapat disajikan dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses.Pendekatan model pembelajaran cooperative learning, pendekatan ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Alasan penggunaan cooperative learning dalam kegiatan pembelajaran menurut Anita Lie (2002:12), yaitu:

Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, demografi yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

Dari pendapat di atas jelas, bahwa pendekatan model pembelajaran cooperative learning sesuai dengan arus globalisasi, sehingga dengan menggunakan pendekatan tersebut peserta didik diharapkan memiliki kemampuan untuk mengantisipasi perubahan dunia yang berkembang pesat.

Menurut Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya Wihardi (1999:61) dalam pembelajaran di era globalisasi ini para pendidik dapat melakukan pilihan-pilihan sebagai berikut:

1. Merencanakan model pembelajaran perspektif global dengan orientasi masalah yang kontronersial;

2. Merencanakan model pembelajaran perspektif global dengan pemetaan konsep (concept mapping); dan

Page 7: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

3. Merencanakan model pembelajaran perspektif global dengan pengembangan keterampilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa arus globalisasi besar sekali pengaruhnya terhadap pendekatan PIPS, baik pendekatan akademis maupun pendekatan paedagogis. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPS para pendidik seyogianya memperhatikan globalisasi yang berkembang pesat baik secara akademis maupun paedagogis, apabila tidak selain pembelajaran kurang/tidak menarik juga akan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang diharapkan.Perubahan zaman sebagai dampak dari globalisasi tidak selalu positif, kenyataan tidak sedikit malah yang menimbulkan ekses negatif. Untuk itu dengan konsep, prinsip dan pendekatan PIPS yang tepat para pendidik diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk dapat memilah-milah dampak positif dan negatif dari globalisasi tersebut. Sehingga akhirnya mereka diharapkan dapat memilih yang positif dan menggunakannya untuk kepentingan hidup dan kemuliaan umat manusia

KTSPKurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.

Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.

Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :

(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

(b) belajar untuk memahami dan menghayati,

(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,

(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan

(e)belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

A. Landasan

Page 8: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.

3. Standar Isi

SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.

4. Standar Kompetensi Lulusan

SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.

B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

C. Pengertian

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan

lingkungannya.

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Page 9: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

2. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

E. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didikPendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkunganDaerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan

Page 10: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.

4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasionalDalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.

5. Tuntutan dunia kerjaKegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seniPendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7. AgamaKurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.

8. Dinamika perkembangan global Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.

9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaanPendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.

10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempatKurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.

11. Kesetaraan JenderKurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.

12. Karakteristik satuan pendidikan

Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

II. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

A. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Page 11: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.

1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

B. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia (2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian (3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (4) Kelompok mata pelajaran estetika(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.

Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.

1. Mata pelajaran

Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.

2. Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.

3. Kegiatan Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.

Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.

Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Page 12: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.

4. Pengaturan Beban Belajar

a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.

Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.

Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.

b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.

c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.

e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.

(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

5. Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.

Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;

Page 13: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

d. lulus Ujian Nasional.

7. Penjurusan

Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.

8. Pendidikan Kecakapan Hidup

a Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.

b Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.

c Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.

9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

a Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.

b Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

c Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.

d Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

C. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.

III. PENGEMBANGAN SILABUS

A. Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

B. Prinsip Pengembangan Silabus

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3. Sistematis Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

Page 14: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

4. Konsisten Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan KontekstualCakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. FleksibelKeseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

C. Unit Waktu Silabus

1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.

3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

D. Pengembang SilabusPengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.

1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya.

2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.

3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.

4. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.

5. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;

Page 15: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;

c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:

a. potensi peserta didik;

b. relevansi dengan karakteristik daerah,

c. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;

d. kebermanfaatan bagi peserta didik;

e. struktur keilmuan;

f. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;

g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan

h. alokasi waktu.

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya

guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik

secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi

pembelajaran. d Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri

yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

Page 16: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.

d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

6. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

7. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

A. Analisis Konteks

1. Mengidentifikasi SI dan SKL sebagai acuan dalam penyusunan KTSP.

2. Menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program.

3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar: komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.

B. Mekanisme Penyusunan

1. Tim Penyusun

Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. di Supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk SMA dan SMK.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

Page 17: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

2. Kegiatan

Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.

Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.

3. Pemberlakuan

Dokumen KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan tingkat propinsi untuk SMA dan SMK

Dokumen KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah setelah mendapat pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.

Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

“Pendidikan jaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnja anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan jaitu: menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggauta masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan jang setinggi-tingginya”.(Ki Hajar Dewantara, 1962;20)

ilmu pendidikan (hulpwetenschappen) terbagi menjadi lima jenis, yaitu : 1) ilmu hidup-batin manusia (ilmu djiwa, psychologie); 2) ilmu hidup-djasmani manusia; (fysiologie); 3) ilmu keadaan atau kesopanan (ethika atau moral); 4) ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (aesthetika); dan5) ilmu tambo pendidikan (ichtisar tjara-tjara pendidikan) (Ki Hajar Dewantara, 19962;27)

Pendidikan Nasional :Pendidikan yang beralaskan garis-garis hidup dari bangsanya (cuntureel-national) dan ditunjukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. (Paham Taman Siswa) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. UU No. 20 tahun 2003, pasal (1)

Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. UU No. 20 tahun 2003, pasal (2)

Tugas pendidikan nasional ialah mengembangkan identitas peserta didik agar supaya dia bangga menjadi bangsa Indonesia yang dengan penuh percaya diri memasuki kehidupan global sebagai seorang Indonesia yang berbudaya. Pendidikan memang bukan hanya bertujuan menghasilkan manusia yang pintar yang terdidik tetapi yang lebih penting ialah

Page 18: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

manusia yang terdidik dan berbudaya (educated and civilized human being). H. Didi Turmudi (Perspektif Pendidikan Nasional)

Agar dapat kemerdekaan yang luas dalam melaksanakan pengajaran nasional, seharusnyalah kita tidak menerima subsidi dari pemerintah, dari orang atau badan lain yang dapat mengurangi keleluasaan kemerdekaan itu. Kalau kita menerima subsidi, sekalipun dengan diberi kemerdekaan dalam berbagai hal yang termuat dalam ordonansi subsidi. Setidak-tidaknya kita berhutang b udi kepada yang memberi subsidi (zedelijke verplichting) dan yang demikian itu berat dan membahayakan. (Ki Hadjar Dewantara, 1962;5)

Sebaliknya bolehlah bantuan uang dari siapapun juga kita terima, asalkan kita tidak akan terikat baik lahir maupun batin. Pada umumnya jaranglah sekali orang dapat melawan pengaruh orang yang bersikap baik kepadanya. Maka hal ini harus kita insyafi benar. (Ki Hadjar Dewantara, 1962;5)

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN INDONESIASituasi dunia pendidikan kita dewasa ini, masih belum memuaskan semua pihak.

Pemerintah selama ini menyelenggarakan pendidikan (sekolah), berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, dan tidak hendak keluar dari rel itu, karena itulah acuan, petunjuk dan pedoman resminya. Sekarang (2003) dalam RUU Sisdiknas yang akan disahkan, banyak yang controversial, terutama menyangkut pasal 13 yang mengatur tentang “setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, dari guru agama yang seagama dengannya”. (RUU Sisdiknas 2003). Pasal inilah salah satu yang menjadi pangkal keributan di masyarakat, terutama bagi penyelenggara pendidikan Yayasan Katholik dan Yayasan Kristen, yang selama ini tidak mengajarkan agama lain selain agama Katholik/Kristen, walaupun banyak peserta didik yang bersekolah di sekolah yang mereka selenggarakan. Sebaliknya kalangan penyelenggra pendidikan Islam menyebut ketidaksetujuan para penyelenggara Pendidikan/Yayasan Katholik/Kristen tersebut sebagai upaya “pemurtadan”. Kemudian Fraksi PDIP menghendaki supaya Pasal 3 tentang fungsi pendidikan nasional dijadikan tujuan pendidikan nasional, dan sebaliknya Pasal 4 yang mengatur tentang tujuan pendidikan nasioanl dijadikan fungsi pendidikan nasional. (Republika, 9 juni 2003). Untuk menekan supaya DPR mengesahkan RUU tersebut, kedua kelompok tersebut mengerahkan masa, kelompok Islam mengerahkan sejuta umat (Media Indonesia, 10 Juni 2003).

Memang banyak pakar yang menulis tentang masalah pendidikan nasional kita dewasa ini, seperti Ivan Illich (2000:1) yang mengatakan sekolah membuat murid tidak mampu membedakan proses dari substansi, proses dan subsatansi dicampur adukkan, muncul logika baru: semakin banyak pengajaran semakin baik hasilnya; atau, menambah materi pengetahuan akan menjamin keberhasilan. Akibatnya murid menyamakan begitu saja antara pengajaran dengan belajar, naik kelas dengan pendidikan, ijazah dengan kemampuan. Anak dibiasakan untuk menerima pelayanan, bukannya nilai.

Demikian juga Andrias Harefa (2002:16) yang mengomentari tentang kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia:

Menurutnya kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia harus dirombak secara total, selama ini universitas di Indonesia telah menjadi menara gading yang jauh dari kehidupan masyarakat dan kehidupan nyata di sekitarnya. Sudah waktunya visi, misi dan strategi pendidikan di Indonesia ditata ulang dengan seksama memeriksa asumsi-asumsi yang selama ini dipegang teguh tanpa sikap kritis yang seharusnya menjadi jiwa akademisi. Universitas harus berhenti memproduksi ‘beo-beo’ dan mesin penghafal yang melecehkan potensi manusia.

Page 19: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

Universitas juga menurut Harefa harus berhenti mengusahakan alumninya sekedar “siap dipakai” dan “siap belajar”, namun setelah diwisuda mereka harus “siap hidup” dalam masyarakat.

Banyak pihak yang menginginkan agar pendidikan kita mementingkan intelektual, ada pula yang menginginkan moral, akhlak, dan ada yang mengambil jalan tengah supaya kedua-duanya diakomodir. (Editorial Metro TV, 10 Juni 2003). Memang ditengah-tengah euphoria demokrasi selalu muncul berbagai pendapat. Munculnya perbedaan pendapat, pandangan, konsep seperti ini merupakan ekspresi yang sudah lama terpendam, supaya pendidikan nasional direformasi. Karena itulah (Tilaar, 1999: 3) menyebut:

Reformasi pendidikan nasional semakin lama semakin perlu, mengingat proses pendidikan merupakan tuntutan konstitusi yang mengatakan bahwa tujuan untuk membangun negara yang merdeka ini ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa…tujuan kita membentuk negara ialah untuk melahirkan bangsa Indonesia yang cerdas. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui pendidikan nasional. dengan demikian sitem pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan politik bangsa.Hal tersebut adalah contoh nyata keinginan yang berbeda dari masing-masing

kelompok dalam masyarakat yang bhinneka, yang tidak mudah untuk dapat diakomodir oleh pemerintah dalam satu bingkai yang sama, tunggal ika. Menyadari hal-hal seperti ini maka ada baiknya pendidikan kita bertolak dari kebhinnekaan, baik agama, maupun budaya, setiap daerah mempunyai latar belakang budaya tertentu, memiliki nilai-nilai pendidikan tradisi tertentu pula, mengapa tidak itu saja yang dikembangkan?

Karena itu sistem pendidikan nasional yang digariskan dalam RUU tentang Sisdiknas, disamping mempersiapkan peserta didik ke arah pencapaian tujuan tertentu, harus juga memuat/mengatur dan mengakomodir peran pendidikan (sekolah) dalam mempersiapkan peserta didiknya untuk menghadapi realita sosial budaya yang ada di lingkungan daerah tempat tinggalnya. Hal ini sesungguhnya telah diakomodir oleh pemerintah dalam kurikulum 1994, dengan memasukkan 20% kurikulum muatan lokal ke dalam kurikulum sekolah, namun dari pelaksanaannya selama satu dasawarsa, kurikulum muatan lokal yang dulu dituntut oleh daerah juga tidak berhasil dengan baik (mungkin gagal), karena pemerintah dan daerah hanya mempersiapkan kurikulumnya saja, tanpa diiringi dengan persiapan tenaga guru yang professional untuk itu.

Tujuan tertentu secara nasional yang harus dicapai oleh peserta didik, seperti yang digariskan dalam RUU Sisdiknas juga perlu, dalam rangka mempersiapkan kualitas sumber daya generasi penerus bangsa, apalagi perkembangan dunia masa depan penuh dengan persaingan global, kalau kita tidak siap, maka kita akan menjadi bangsa ‘penonton’ saja, bukan bangsa pelaku, dan lebih parahnya kalau kita menjadi ‘penonton’ di negeri sendiri, bagaimapun lebih baik bila kita menjadi tuan di negeri sendiri. Seperti yang ditulis oleh Tilaar (1999:167) Pengembangan pribadi di dalam masyarakat yang berbudaya, baik lokal, nasional, maupun dalam budaya global, tidak dapat kita elakkan lagi dalam kehidupan global abad 21.

Kita telah melihat kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat kita dewasa ini memerlukan paradigm shif untuk memenuhi kehidupan baru millennium ketiga. Perundanga-undangan yang ada dirasakan tidak memadai lagi untuk menjawab tantangan baru tersebut. Kehidupan baru dalam millennium ketiga menuntut kualitas sumber daya manusia yang tinggi, antara lain manusia yang dapat bersaing dalam kehidupan global dan tentunya tetap merupakan manusia yang bermoral dan bertaqwa. Manusia seutuhnya tersebut tentunya tidak dapat sepenuhnya diwujudkan melalui lembaga-lembaga sekolah. Ada baiknya apabila lembaga-lembaga sekolah kita mengkonsentrasikan kepada tugas-tugas utamanya,

Page 20: Globalisasi Kehidupan - HENDRA PRIJATNA – PIKIR, ……  · Web view · 2012-06-11... (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat ... Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai

ialah mengembangkan kemampuan intelektual generasi mda Indonesia dalam arti seluas-luasnya, dan tetap dalam koridor manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa.

Paradigma baru dalam pendidikan di sekolah-sekolah dalam masyarakat Indonesia bukan berarti membawa pendidikan kita kepada kekeliruan yang selama ini dilakukan, yaitu intelektualisme yang semu dan kurang memperhatikan perkembangan seluruh pribadi manusia Indonesia.

Pendidikan adalah suatu kebutuhan bagi setiap warga negara, karena itu pemerintah harus memenuhi kebutuhan ini, apalagi telah dijamin dalam konstitusi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Menurut Tilaar (1999 : 169-175) strategi pembangunan pendidikan nasional harus meliputi enam aspek, yaitu: Pertama, Pendidikan dari, oleh dan bersama-sama masyarakat. Kedua, Pendidikan didasarkan pada kebudayaan nasional yang bertumpu pada kebudayaan lokal. Ketiga, Proses pendidikan mencakup proses hominisasi dan proses humanisasi. Keempat, Pendidikan demokrasi. Kelima, Kelembagaan pendidikan harus menjiwai dan mewujudkan nilai-nilai demokrasi. Keenam, Desentralisasi manajemen pendidikan nasional.

Karena itu tepatlah apa yang ditulis oleh Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:63): Pendidikan nasional diharapkan mampu menghasilkan manusia dan masyarakat Indonesia yang demokratis-religius yang berjiwa mandiri, bermartabat, menjunjung tinggi harkat kemanusiaan, dan menekankan keunggulan sehingga tercapai kemajuan dan kemakmuran. Tujuan yang demikian mulia ini mempersyaratkan kepedulian keluarga, masyarakat, bersama-sama dengan organisasi dan institusi pendidikan nasional yang mandiri, mampu untuk selalu melakukan inovasi menuju ke suatu system pendidikan nasional yang unggul.