Glaukoma Sekunder.docx

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Glaukoma dikenal sebagai penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak. Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 60,7 juta penderita glaukoma, 44,7 juta diantaranya adalah glaukoma primer sudut terbuka dan 15,7 juta glaukoma sudut tertutup. Seratus dua puluh pasien dari 1,254 pasien (9.6%) dengan uveitis berkembang menjadi glaukoma sekunder. Pada penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Lee Ryan N. Olonan tahun 2009, pada 22 orang anak sindroma nefrotik di Rumah Sakit University of Santo Tomas Filipina, menunjukkan bahwa pasien yang memakai kortikosteroid dapat terjadi pembentukan glaukoma yang signifikan tetapi jika dikomsumsi dalam jangka waktu yang lama memiliki efek ganda pada trabekular meshwork (TM) sehingga meningkatkan risiko glaukoma. Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri), inspeksi diskus optikus, dan penurunan lapangan pandang secara teratur. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar masalah dan pentingnya deteksi 1

Transcript of Glaukoma Sekunder.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma ditandai oleh

meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan

pengecilan lapangan pandang.

Glaukoma dikenal sebagai penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak. Pada

tahun 2010 diperkirakan terdapat 60,7 juta penderita glaukoma, 44,7 juta diantaranya adalah

glaukoma primer sudut terbuka dan 15,7 juta glaukoma sudut tertutup. Seratus dua puluh

pasien dari 1,254 pasien (9.6%) dengan uveitis berkembang menjadi glaukoma sekunder.

Pada penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Lee Ryan N. Olonan tahun 2009, pada 22

orang anak sindroma nefrotik di Rumah Sakit University of Santo Tomas Filipina,

menunjukkan bahwa pasien yang memakai kortikosteroid dapat terjadi pembentukan

glaukoma yang signifikan tetapi jika dikomsumsi dalam jangka waktu yang lama memiliki

efek ganda pada trabekular meshwork (TM) sehingga meningkatkan risiko glaukoma.

Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan

efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri),

inspeksi diskus optikus, dan penurunan lapangan pandang secara teratur.

Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar

masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimptomatik mengharuskan adanya kerjasama

dan bantuan dari semua petugas kesehatan. Oftalmoskopi dan tonometri harus merupakan

bagian dari pemeriksaan fisik rutin pada semua pasien yang cukup kooperatif dan tentu saja

semua pasien yang berusia lebih dari 30 tahun. Hal ini penting pada pasien yang mempunyai

riwayat glaukoma pada keluarganya. Untuk itu penting bagi kita sebagai dokter layanan

primer untuk dapat mendeteksi secara dini glaukoma pada masyarakat agar dapat

ditatalaksana sesegera mungkin.

1

1.2. TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang

glaukoma sekunder.

1.3. BATASAN MASALAH

Makalah ini dibatasi pada klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan

glaukoma sekunder.

1.4. METODE PENULISAN

Makalah ini menggunakan berbagai literatur sebagai sumber kepustakaan.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sistem Aqueous Humor

Mata diisi oleh cairan intraokular yang mempertahankan tekanan yang cukup

pada bola mata untuk menjaga distensinya. Cairan intraokular dibagi menjadi humor

aquosus (aqueous humor) yang berada di depan lensa dan humor vitreus (vitreous

humor) yang berada di antara permukaan posterior lensa dan retina. Humor aquous

adalah cairan yang mengalir bebas, sedangkan humor vitreus adalah sebuah masa dari

gelatin yang dilekatkan oleh jaringan fibriler halus yang terutama tersusun dari molekul

proteoglikan yang sangat panjang. Air dan substansi yang terlarut dapat berdifusi secara

perlahan-lahan dalam humor vitreus, tetapi hanya ada sedikit aliran.1

Gambar 1. Pembentukan dan Pengaliran Cairan Intraokular1

Humor aqueous secara terus-menerus dibentuk dan direabsorpsi. Keseimbangan

antara pembentukan dan reabsorpsi mengatur volum total dan tekanan cairan

intraokular. Sistem humor aquous adalah bagian-bagian mata yang terlibat dalam

pembentukan, pengaliran, dan reabsorpsi humor aquosus, antara lain korpus siliaris,

kamera okuli anterior, dan jalinan trabekula (trabecular meshwork).1

2.1.1. Anatomi Korpus Siliaris

Korpus siliaris terlihat sebagai struktur segitiga, menjembatanisegmen

anteriordanposterior. Apeks korpus siliaris mengarah ke posterior menuju ora

serrata. Dasarkorpus siliaris menghadap ke iris, dan merupakan satu-satunya

3

bagian korpus siliaris yang berhubungan ke scleral spur melalui

seratototlongitudinal. Korpus siliaris memiliki dua fungsi utama yaitu

pembentukan humor aquosus dan akomodasi lensa. Korpus siliaris lebarnya 6-7

mm dan terdiri dari pars plana dan pars plikata. Pars plana relatif avaskular,

berpigmen halus, dan lebarnya 4 mm dan memanjang dari ora serrata ke prosesus

siliaris. Pars plikata kaya vaskularisasi dan mengandung sekitar 70 lipatan radial

yang disebut prosesus siliaris. Serat-serat zonula lensa menjangkau prosesus

siliaris dan perpanjangan pars plana.2

Gambar 2. Korpus Siliaris2

Korpus siliaris terdiri dari dua lapisan epitelial, yaitu lapisan epitel

berpigmen dan lapisan epitel nonpigmen.Lapisan epitel nonpigmen terletak lebih

dalam yakni di antara humor aquosus pada kamera okuli posterior dan lapisan

epitel berpigmen.Bagian apeks lapisan epitel nonpigmen dan lapisan epitel

berpigmen saling berhubungan melalui junction dan interdigitasi seluler.Tight

junction terletak pada ruang interselular lateral, dekat dari batas apeks lapisan

epitel nonpigmen dan berpengaruh dalam barier darah – aqueous

humor.Permukaan basal lapisan epitel nonpigmen yang berhubungan dengan

kamera okuli posterior diselubungi oleh lamina basalis yang merupakan

multilaminar pada prosesus siliaris.Lamina basalis dari lapisan epitel berpigmen

yang berhadapan dengan stroma iris lebih tebal dan lebih homogen dibandingkan

lamina basalis dari lapisan epitel berpigmen.Lapisan epitel berpigmen relatif

seragam dengan bentuk sel kubus, beberapa tonjolan dari lamina basalis, nukleus

yang besar, mitokondria yang banyak, retikulum endoplasma yang luas, dan

banyak melanosom. Lapisan epitel nonpigmen berbentuk kubus pada pars plana,

4

namun berbentuk kolumnar pada pars plikata. Lapisan epitel nonpigmen juga

memiliki beberapa tonjolan dari lamina basalis, mitokondria yang sangat banyak,

retikulum endoplasma dan korpus golgi, kadang ditemukan melanosom.2,3

Gambar 3.Lapisan Epitel Korpus Siliaris2

Korpus siliaris yang dekat dengan lensa banyak mengandung kapilar-

kapilar, serat-serta kolagen, dan fibroblas.Vaskularisasi utama korpus siliaris

berasal dari cabang anterior dan posterior arteri siliaris yang bergabung

membentuk pleksus arteri multilayer yang terbagi menjadi pleksus episkleralis

superfisial, pleksus intramuskular, dan sirkulus arteri mayor. Vena utama terletak

sebelah posterior sistem vorteks, namun drainase juga terjadi pada pleksus vena

intraskleralis dan vena episkleralis dalam regio limbus.2

Otot siliaris terdiri dari tiga lapisan serat otot longitudinal, radial, dan

sirkular.Serat otot longitudinal merupakan lapisan terluar yang menjangkau taji

sklera (scleral spur).Serat otot radial terletak di tengahkorpus siliaris, sedangkan

serat otot sirkular terletak paling dalam.Bundel serat otot dibungkus oleh sarung

fibroblas.Otot siliaris mengandung kolagen tipe IV yang menbentuk sarung di

sekitar tendon elastis. Tendon ini berinsersi ke scleral spur dan berhubungan

dengan trabecular meshwork melalui serat otot obliq dan sirkular. Persafaran otot

siliaris melibatkan serabut saraf bermielin dan tanpa mielin yang merupakan jaras

parasimpatis dari nervus optikus melalui nervus siliaris. Sekitar 97% serabut saraf

terhubung ke otot siliaris dan 3% ke sfingter iris.2

5

Gambar 4. Serabut Otot Siliaris2

2.1.2. Anatomi Kamera Okuli Anterior

Kamera okuli anterior berbatasan sebelah anterior dengan kornea dan

sebelah posterior dengan iris dan pupil. Sudut kamera okuli anterior terdiri dari

garis Schwalbe, kanalis Schlemm dan trabecular meshwork, serta scleral spur

yang terdiri dari bagian anterior korpus siliaris dan iris. Kedalaman kamera okuli

anterior bervariasi; lebih dalam pada afakia, pseudoafakia, dan miopia, namun

lebih dangkal pada hipermetropia.Pada dewasa normal, dalam kamera okuli

anterior berkisar 2 mm, lebih dalam pada bagian tengah. Volum kamera okuli

anterior normal yaitu 200 µl.2

6

Gambar 5.Struktur Sudut Kamera Okuli Anterior2

Sulkus skleralis internal di bagian luar berhubungan dengan kanalis

Schlemm dan di bagian dalam berhubungan dengan trabecular meshwork. Garis

Schwalbe merupakan bagian perifer membran Descement kornea yang

membentuk batas anterior sulkus skleralis, sedangkan scleral spur adalah batas

posteriornya.Scleral spur menerima insersi serat otot siliaris longitudinal dan

berkontraksi untuk membuka ruang trabekula.2

2.1.3. Anatomi Trabecular Meshwork

Jalinan trabekula atau trabecular meshwork adalah jaringan penghubung

berstruktur spons berbentuk sirkular yang terdiri dari berkas-berkas jaringan

kolagen dan elastin yang dibungkus oleh trabekulosit, membentuk suatu saringan

dengan pori-pori yang mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm.Trabecular

meshwork dibagi menjadi tiga yaitu jalinan uveal, korneoskleral, dan

7

Keterangan gambar:

C : Kornea

CB : Badan siliaris

I : Iris

IP : Prosesus iris

S : Sklera

SC : Kanalis Schlemm

SL : Schwalbe line

SS : Scleral spur

TM : Trabecular meshwork

Z : Serabut Zonula

jukstakanalikular.Jalinan uveal merupakan merupakan jalinan paling dalam dan

meluas dari pangkal iris dan badan siliaris sampai garis Schwalbe. Jalinan

korneoskleral membentuk bagian tengah yang lebar dan meluas dari scleral spur

sampai dinding lateral sulkus skleralis. Jalinan jukstakanalikular membentuk

bagian luar, terdiri dari lapisan konektif, merupakan bagian sempit yang

menghubungkan jalinan korneoskleral dengan kanalis Schlemm.2

Kanalis Schlemm merupakan suatu saluran yang dilapisi oleh endotel dan

tampak melingkar pada sulkus skleralis.Sel-sel endotel pada dinding dalam

ireguler, berbentuk spindel, dan terdiri dari vakuola-vakuola besar.Pada dinding

bagian luar terdapat sel-sel otot datar dan mempunyai pembukaan saluran

pengumpul.Saluran pengumpul (duktus aquosus intraskleral) berjumlah 25-35 dan

meninggalkan kanalis Schlemm pada sudut obliq, kemudian berakhir pada vena-

vena episkleralis. Saluran pengumpul yang berukuran kecil akan membentuk

pleksus intraskleralis sebelum ke vena episkleralis.2

Gambar 6.Trabecular Meshwork.2

2.2. Tekanan Intraokular dan Dinamika Humor Aquosus

Humor aquosus diproduksi di kamera okuli posterior dan mengalir melalui pupil

menuju kamera okuli anterior. Aqueous humor akan dikeluarkan dari bola mata dengan

melewati trabekular meshwork menuju kanalis Schlemm, kemudian melalui saluran

pengumpul akan didrainase ke dalam sistem vena uveoskleralis cabang iris dan otot

siliar menuju ruang suprakoroidal melewati scleral spur. Faktor-faktor yang

8

mempengaruhi tekanan intraokular dirumuskan dalam persamaan Goldmann sebagai

berikut:

Po = FC

+ Pv

dengan Po adalah tekanan intraokular dalam milimeter raksa (mmHg), F adalah

kecepatan pembentukan humor aquosus dalam mikroliter per menit (μl/menit), C adalah

kelancaran aliran dalam mikroliter per menit per milimeter raksa (μl/menit/mmHg), dan

Pv adalah tekanan vena episkleral dalam milimeter raksa (mmHg).3

2.2.1. Pembentukan Humor Aquosus

Humor aquosus dibentuk dari prosesus siliaris yang kaya akan pembuluh

kapilar. Prosesus siliaris memiliki permukaan yang luas untuk mensekresikan

humor aquosus yaitu 6 cm2 untuk masing-masing prosesus. Humor aquosus

diproduksi dengan kecepatan rata-rata 2,0-2,5 μl/menit yang dipengaruhi oleh

integritas barier darah – humor aquosus, aliran darah ke korpus siliar, dan regulasi

neurohormonal pada jaringan vaskular dan epitel siliaris. Kecepatan pembentukan

humor aquosus juga dipengaruhi oleh ritme sikardian di mana berubah pada

malam hari dan menurun saat tidur. Produksi humor aquosus bisa menurun setelah

trauma atau inflamasi intraokular, penggunaan obat anestesia umum, dan

penggunaan obat antihipertensi.1,3

Gambar 7. Pembentukan Humor Aquosus pada Prosesus Siliaris1

Perpindahan humor aquosus ke dalam kamera okuli posterior terjadi

melalui mekanismesekresi aktif, ultrafiltrasi, dan difusi sederhana. Sekresi

merupakan mekanisme pembentukan humor aquosus terbanyak yang dimulai

9

dengan transpor aktif (perpindahan dengan energi) ion natrium ke dalam ruang

interselular epitel, diikuti ion klorida dan bikarbonat untuk mempertahankan

netralitas listrik. Keseluruhan ion-ion ini menyebabkan osmosis air dari kapiler

yang terletak di bawahnya ke dalam ruang yang sama. Ultrafiltrasi adalah

perpindahan substansi yang dipengaruhi oleh perbedaan tekanan onkotik. Pada

prosesus siliaris, perbedaan tekanan onkotik intrakapilar dan intraokular

memungkinkan perpindahan humor aquosus ke dalam kamera okuli posterior.

Difusi adalah perpindahan pasif ion melewati membran yang dipengaruhi oleh

beban dan konsentrasi.1,3

Humor aquosus mengandung lebih banyak ion hidrogen, klorida, dan

askorbat serta lebih sedikit mengandung bikarbonat dibandingkan plasma.Secara

esensial, humor aquosus bebas protein (1/200 – 1/500 protein plasma).Albumin

merupakan setengah dari total protein yang ada. Komponen lain yang terkandung

dalam humor aquosus humor yaitu faktor pertumbuhan, beberapa enzim (karbonik

anhidrase, diamin oksidase, activator plasminogen, dopamine-β-hidroksilase, dan

fosfolipase A2), prostaglandin, cyclic adenosine monophosphate (cAMP),

katekolamin, hormon steroid, dan asam hialuronik.3Trauma atau inflamasi

intraokular menyebabkan peningkatan kadar protein humor aquosus yang disebut

plasmoid aquosus.Humor aquosus akan disirkulasi dan membersihkan dari kamera

okuli posterior, melewati pupil, masuk ke kamera okuli anterior, menuju ke

trabecular meshwork. Komposisi humor aquosus dipertahankan selama

sirkulasinya oleh hialoid, permukaan lensa, pembuluh darah iris, dan endotel

kornea di samping pertukaran dilusi dan transpor aktif.4

Gambar 8. Sirkulasi Humor Aquosus4

10

2.2.2. Reabsoprsi Humor Aquosus

Humor aquosus dikeluarkan dari bola mata melalui dua mekanisme yang

melibatkan tekanan dan yang tidak melibatkan tekanan. Kecepatan pengeluaran

aqueous humor ini yaitu 0,22-0,30 µl/ menit/mmHg. Kecepatan ini dipengaruhi

oleh umur, trauma, inflamasi, obat-obatan, dan faktor hormonal.Sistem aliran

drainase aqueous humor terdiri dari trabecular meshwork, kanalis

Schlemm,jembatan pengumpul, vena-vena aqueous dan vena episkleralis.3

Kontraksi otot siliaris melalui insersinya kedalam trabecular meshwork

memperbesar ukuran pori-pori sehingga kecepatan drainase humor aquosus juga

meningkat. Aliran humor aquosuske dalam kanalis Schlemm bergantung pada

pembentukan saluran-saluran transeluler siklik di lapisan endotel. Saluran

eferen dari kanalis Schlemm yaitu 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus

menyalurkan cairan ke dalam sistem vena.Sejumlah kecil humor aquosuskeluar

dari mata antara berkas otot siliaris dan uveosklera. Resistensi utama terhadap

aliran Humor aquosus dari kamera anterior adalah lapisan endotel saluran

Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya, bukan dari sistem

pengumpul vena.3

Sistem drainasehumor aquosusterdiri dari dua jalur, yakni jalur

trabekular dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah jalur trabekular

yakni sekitar 90%, sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar 10%. Pada

jalur trabekular, humor aquosusakan melalui trabecular meshwork, kanalis

Schlemm, menuju duktus pengumpul. Pada jalur uveoskleral, humor aquosusakan

masuk ke ruang suprakoroidal dan dialirkan ke vena-vena pada korpus siliaris,

koroid dan sklera.3

2.3. Definisi Glaukoma

Glaukoma didefinisikan sebagai suatu neuropati optik didapat yang ditandai

oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang, biasanya

disertai peningkatan tekanan intraokular.4,5

2.4. Epidemiologi Glaukoma

Di Amerika Serikat, sekitar 2,2 juta orang pada usia 40 tahun atau lebih

menderita glaukoma dan 120.000 mengalami kebutaan akibat glaucoma menjadikan

11

penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat.

Setiap tahun terdapat lebih dari 300.000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5.400

orang-orang menderita kebutaan. Banyaknya orang Amerika yang terkena glaukoma

diperkirakan akan meningkat sekitar 3,3 juta pada tahun 2020. Glaukoma pada orang

kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit

putih.5,6

Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih dan

Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Thailand

dan Vietnam di Asia Tenggara.

Departemen Kesehatan RI tahun 1982-1996 melaporkan bahwa glaukoma

menyumbang 0,4-5% atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab

kebutaan. Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya glaukoma ini antara lain usia

lanjut, penurunan ketebalan kornea, latar belakang ras, dan riwayat keluarga.5-7

2.5. Klasifikasi Glaukoma

Berdasarkan proses terjadinya, glaukoma diklasifikasikan menjadi:4,5

1. Glaukoma primer, yaitu glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit mata

atau penyakit sistemik yang meningkatkan resistensi reabsorpsihumor aquosus atau

penutupan sudut kamera okuli anterior dan biasanya mengenai dua mata.

2. Glaukoma sekunder, yaitu glaukoma yang berkaitan dengan penyakit mata atau

penyakit sistemik yang menyebabkan penurunan reabsorpsi humor aquosus dan

biasanya unilateral.

3. Glaukoma juvenil,yaitu glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-anak, bisa

terjadi primer atau sekunder.

4. Glaukoma absolut, yaitu stadium akhir glukoma dimana sudah terjadi kebutaan

total dan gangguan fungsional lanjut.

12

Gambar 9. Klasifikasi Glaukoma5

Sementara itu, American Association of Ophthalmology membagi glaukoma

menjadi sebagai berikut:5

1. Glaukoma sudut terbuka

a. Glaukoma sudut terbuka primer

b. Glaukoma normotensi

c. Glaukoma juvenil sudut terbuka

d. Glaukoma suspek

e. Glaukoma sudut terbuka sekunder

2. Glaukoma sudut tertutup

a. Glaukoma sudut tertutup primer

Glaukoma sudut tertutup primer akut

Glaukoma sudut tertutup primer subakut

Glaukoma sudut tertutup primer kronik

b. Glaukoma sudut tertutup sekunder

Glaukoma sudut tertutup sekunder dengan blok pupil

13

Glaukoma sudut tertutup sekunder tanpa blok pupil

3. Glaukoma kombinasi

4. Glaukoma kongenital

a. Glaukoma kongenital primer

b. Glaukoma infantil

2.6. Patogenesis dan Patofisiologi Glaukoma

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan

reabsorpsihumor aquosus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera okuli anterior

(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor aquosus ke sistem drainase

(glaukoma sudut tertutup). Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh

perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular.Pada glaukoma sudut

tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan

iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus.Pada

glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih dari

30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama.Pada glaukoma

tekanan normal, sel-sel ganglion retina rentan mengalami kerusakan akibat tekanan

intraokular dalam kisaran normal atau mekanisme kerusakannya yang utama yaitu

iskemia kaput nervus optikus.Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma

adalah apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf

dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus

optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optik.4

2.7. Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder

a. Glaukoma Pigmentasi

Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di

kamera okuli anterior, terutama di trabecular meshwork dan dipermukaan

kornea posterior, disertai defek transilumanasi iris.Sindrom ini paling sering

terjadi pada pria miopia berusia antara 25-40 tahun yang memiliki kamera okuli

anterior yang dalam dengan sudut yang lebar.Terapi diberikan miotik dan

iridotomi perifer dengan laser atau trabekuloplasti.4,6

14

Gambar 11.Krukenberg Spindle pada Glaukoma Pigmentasi6

Gambar 12. Defek Transluminasi Iris Berupa Classic Spokelike6

b. Glaukoma Pseudoeksfoliasi

Sindrom eksfoliasi (pseudeksfoliasi) ditandai dengan endapan-endapan

bahan berserat warna putih di permukaan anterior lensa, prosesus siliaris,

zonula, permukaan posterior iris, margo pupil, melayang bebas di kamera okuli

anterior dan trabecular meshwork.Endapan-endapan ini jelas terlihat pada saat

dilatasi pupil.Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia 65 tahun.4,6

15

Gambar 13.Glaukoma Pseudoeksfoliasi dengan Garis Sampaolesi6

c. Glaukoma Fakolitik

Glaukoma fakolitik terjadi karena kelainan lensa berupa katarak

hipermatur di mana katarak dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior

dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata

depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, trabecular meshwork

menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, menimbulkan

peningkatan tekanan intraokular.4,6

Gambar 14. Glaukoma Fakolitik6

d. Glaukoma Akibat Uveitis

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada uveitis kronik dan

rekuren adalah gangguan fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior

perifer, dan neovaskularisasi sudut. Terapi dilakukan dengan mengontrol uveitis

dan pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan.4,6

16

Gambar 15. Glaukoma Sekunder Karena Uveitis6

e. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)

Segera setelah pembedahan okular, tekanan intraokular meningkat hebat

dan lensa terdorong kedepan akibat penimbunan aqueous di dalam dan

dibelakang korpus vitreus.Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang

kabur tetapi penglihatan dekatnya membaik.Ini diikuti nyeri dan peradangan.

Terapi dengan sikloplegik, midriatik, penekanan aqueous humor dan obat-obat

hiperosmotik.4

2.8. Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder

a. Kelainan pada Lensa

1) Dislokasi Lensa

Dislokasi lensa anterior dapat menimbulkan sumbatan pada apertura

pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut.Dislokasi

posterior juga bisa menimbulkan glaukoma disebabkan oleh kerusakan sudut

pada waktu dislokasi traumatik.Terapi pada dislokasi anterior dilakukan

ekstraksi lensa segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.

Terapi pada dislokasi posterior yaitu lensa dibiarkan dan glaukoma diobati

sebagai glaukoma sudut terbuka primer.4

2) Glaukoma Fakomorfik (Intumesensi Lensa)

Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami

perubahan-perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara

bermakna.Lensa dapat menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut

17

serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup.Terapi yaitu dengan ekstraksi

lensa.4,9

b. Kelainan pada Traktus Uvealis

1) Tumor

Melanoma traktus uvealis menimbulkan glaukoma akibat pergeseran

corpus ciliaris ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut sekunder,

meluas ke sudut bilik mata depan memblok sudut filtrasi dengan disperse

pigmen dan neovaskularisasi sudut.4

2) Pembengkakan korpus siliaris

Rotasi korpus siliaris ke depan menyebabkan pergeseran diafragma

iris lensa ke anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder.4

c. Hifema

Hifema adalah suatu lapisan yang terbentuk oleh darah di dalam aquos di

kamera okuli anterior, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang

merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan

humor aqueus (cairan mata) yang jernih.1

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut

perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma yang

disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat

gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga

mempunyai prognosis yang lebih buruk.

1) Etiologi

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti

terkena bola, batu, peluru senapan angin, dll. Gaya-gaya kontusif akan

merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior.

Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler

atau kelainan pembuluh darah contohnya juvenile xanthogranuloma, namun

jarang terjadi. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan

prosedur operasi mata.

2) Patofisiologi

18

Trauma tumpul menyebabkan kompresi pada bagian anteroposterior

bola mata sehingga volume aqueous menekan ke perifer, yang

menyebabkan peningkatan tekanan hydraulic pada lensa, akar iris, dan

trabecular meshwork. Jika tekanan ini melebihi kekuatan dari struktur mata,

pembuluh darah pada iris perifer dan kopus siliar akan ruptur sehingga

terjadi hifema. Trauma ini dapat menyebabkan ruptur sklera, khususnya

pada limbus dan insersi otot posterior, dimana pada lokasi ini sklera sangat

tipis dan tidak disokong oleh tulang orbita. Trauma yang berat dapat

menyebabkan subluksasi lensa, dialisis retina, avulsi nervus optikus,

dan/atau perdarahan vitreous.1,3,4,5

Gambar Mekanisme terjadinya hifema pada trauma tumpul mata

Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis

yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma

tumpul mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan

sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien

hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian

hari.1,3,4

Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat

ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen

iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat

dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan

pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda

lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil,

subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior

19

dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan

robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian

tekanan intraokular.1,2

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya

mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular,

spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme

pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Perdarahan ini

dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Pembentukan

bekuan darah biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis

akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka

plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade

koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang

sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah,

bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik

mata depan menuju trabekular meshwork dan aliran uveaskleral.1,3,4

Perdarahan yang terjadi segera setelah terjadinya trauma disebut

perdarahan primer. Perdarahan sekunder dapat timbul pada hari ke 5 setelah

trauma. Perdarahan biasanya lebih hebat dibandingkan dengan perdarahan

primer. Oleh karena itu, seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya

5 hari. Perdarahan sekunder ini terjadi karena reabsorpsi dari bekuan terjadi

terlalu cepat sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup

untuk regenerasi kembali. Sekitar 50% pasien dengan perdarahan sekunder

terjadi peningkatan tekanan intraokuler.1

Sel darah merah pada bilik mata depan melepaskan hemoglobin yang

berpenetrasi ke stroma kornea posterior, kemudian diserap oleh sel

keratosit. Hemoglobin diubah menjadi hemosiderin di dalam keratosit dan

dapat menyebabkan kematian sel keratosit. Hemosiderin dapat meresap

masuk ke dalam kornea yang menyebabkan kornea berwarna kuning yang

disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea. Pada pemeriksaan

menggunakan slit lamp, darah ini dapat dideteksi dengan adanya perubahan

granular berwarna kuning dan penurunan pengenalan fibrillar pada stroma

kornea posterior.1

Peningkatan TIO, disfungsi endotel, dan perdarahan pada bilik mata

depan dapat menyebabkan corneal blood staining. Corneal blood staining

20

menyebabkan penurunan transparansi kornea yang dapat menetap selama

beberapa tahun dan dapat menyebabkan ambliopia pada anak. Corneal

blood staining biasanya menghilang denga lambat dengan pola melingkar

yang dimulai dari perifer.2,3,4

Hifema spontan jarang terjadi namun harus diwaspadai karena

kemungkinan akibat rubeosis iridis, kelainan pembekuan, penyakit

herpes, dan kelainan pada lensa intraokuler. Pada anak, juvenile

xanthogranuloma, retinoblastoma, dan leukemia merupakan kelainan yang

berhubungan dengan hifema spontan.2

Adanya darah di dalam bilik mata depan dapat menghambat aliran

akuos humor ke dalam trabekula sehingga dapat menimbulkan glaukoma

sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis.1

Grade pada hifema ini ditentukan oleh banyaknya perdarahan dalam

bilik mata depan bola mata, yaitu:1,3

Tabel 1. Derajat hifema berdasarkan luasnya darah dalam anterior

chamber

Derajat (Grade ) Luas Hifema

I

II

III

IV

Mikrohifema

< 1/3

1/3 – 1/2

1/2 - hampir total

total

hanya terlihat dengan mikroskop,

tidak terlihat makroskopik

21

Gambar Klasifikasi hifema berdasarkan tampilan klinisnya

2.9. Penilaian Glaukoma Secara Klinis

1. Tonometri

Tonometri adalahpengukuran tekanan intraokular.Tekanan intraokular

normal senilai 16 mmHg, namun rentang nilai 16-20 mmHg dianggap normal.Pada

usia lanjut, rata-rata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya

adalah 24 mmHg.3,4Berdasarkan cara menentukan nilai TIO, peralatan yang

digunakan terbagi dalam dua bentuk sebagai berikut:4,12

a. Tonometri Indentasi

Prinsip kerja tonometri indentasiadalah mengetahui indentasi kornea

dengan mengetahui beratnya.Tipe yang sering digunakan adalah tonometri

Schiotz.Keakuratan tergantung pada teknik, cara pembersihan, dan

kalibrasi.Bagian-bagian tonometri Schiotz antara lain:

1) Foot plate, tempat yang menyentuh kornea.

2) Plunger, yang bergerak ke atas-bawah di dalam silinder dan yang berkontak

dengan bagian tengah kornea.

22

3) Frame, tempat untuk jari pemeriksa

4) Weight, tempat menambah beban

5) Scale, tempat untuk melihat nilai indentasi yang ditunjuk oleh jarum

indentasi yang digerakkan oleh hammer sebagai respon dari indentasi kornea

terhadap beban yang diberikan. Hasil yang ada di scale dirubah menjadi

mmHg dengan cara memasukan nilai tersebut ke dalam tabel konversi

tonometri Schiotz.

Gambar 18. Tonometri Shiotz12

Cara penggunaan tonometri Schiotz:

1) Periksa kalibrasi alat dengan cara meletakkan foot plate di testing plate. Jika

dilakukan penekanan dan nilai kalibrasi tidak 0 maka lakukan kalibrasi

ulang.

2) Berikan anestesi topikal pada mata pasien.

3) Letakkan beban 5,5 g di tonometri Schiotz.

4) Suruh pasien untuk berbaring dan menengadahkan kepala.

5) Gunakan tangan yang tidak dominan untuk membuka mata pasien dan

secara gentel lebarkan kelopak mata pasien dengan syarat tidak menekan

bola mata.

6) Pegang handle tonometri dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan

dominan. Letakkan tonometri dengan nilai scale menghadap ke pemeriksa.

7) Letakkan foot plate secara gentel hingga mengenai kornea dan lihat nilai

scale yang dihasilkan

8) Angkat tonometri dan tutup mata pasien.

23

9) Jika nilai scale kurang dari 4 maka diperlukan penambahan beban 7,5 g dan

lakukan pengukuran ulang.

Gambar 19. Kalibrasi Tonometri Shiotz6

Disinfeksi tonometri schiozt :

1) Lepaskan plunger dari silinder dengan cara lepaskan pemberat dan lepaskan

baut yang terdapat di plunger.

2) Lap foot plate dan plunger dengan alkohol. Lalu bilas dengan air dan

keringkan dengan tisu bersih. Kemudian simpan alat dan jangan menyentuh

foot plate yang sudah bersih.

b. Tonometri Aplanasi

24

Dalam pengukuran diperlukan gaya untuk dapat mendatarkan atau

mengapplanasi sebagian kecil daerah kornea sentral. Semakin besar kekuatan

yang diperlukan untuk mendatarkan kornea maka semakin besar pula TIO.Tipe

tonometri aplanasi yang sering digunakan adalah tonometri applanasi Goldmann

yang dihubungkan ke slitlamp.Dimana hasil yang didapatkan lebih akurat dan

kebanyakan dapat digunakan dalam berbagai keadaan kecuali pada keadaan

edema kornea dan luka pada kornea.Bagian-bagian dari tonometri aplanasi

Goldmann:

1) Tonometer tip, bagian yang kontak dengan kornea mata, terdiri dari biprisma

yang merubah area antara tonometer tip dengan kornea menjadi dua bentuk

setengah lingkaran.

2) Metal rod, yang menghubungkan tonometer tip dengan housing.

3) Tonometer housing, tempat pemprosesan gaya yang diberikan yang

dikendalikan oleh tombol penambah gaya yang terdapat di housing.

4) Force adjustment knob (tombol penambah gaya), terdapat di housing yang

berguna dalam menambah gaya yang diperlukan untuk aplanasi kornea.

Gaya yang digunakan untuk menilai TIO dikalikan dengan 10 dan hasilnya

dalam bentuk mmHg.

25

Gambar 20. Tonometri Aplanasi Goldman5

Cara penggunaan tonometri aplanasi Goldmann:

1) Masukan tonometer tip yang bersih kedalam pemegang biprisma. Saat

meletakkannnya tanda yang menunjukkan 1800 yang terdapat di tonometer

tip harus sejajar dengan garis putih yang terdapat di pemegang biprisma.

2) Berikan anestesi topikal dan fluorescein eye kedalam mata pasien

3) Dudukan pasien di depan slit lamp dan atur posisi dahi dan dagu pasien.

Suruh pasien melihat lurus kedepan dan mebuka mata sebesar-besarnya.

4) Letakkan cobalt filter di bagian illuminasi slit lamp untuk menghasilkan

gambaran kuning-hijau dari fluoresein dye.

5) Atur perbesaran slit lamp menjadi rendah dengan intensitas cahaya yang

tinggi dan terang dengan sudut 600.

6) Tentukan gaya yang digunakan

7) Jika memeriksa mata kanan pasien suruh pasien untuk fokus melihat telinga

kanan anda. Kemudian suruh pasien mengedip sekali(agar fluorescein dye

menyebar) dan selanjutnya hindari untuk mengedip.

8) Gunakan pengendali slitlamp dan secara gentel dekatkan biprisma ke kornea

hingga menyentuh kornea. Tanda biprisma telah menyentuh kornea ditandai

dengan fluorescein yang terbagi menjadi dua bentuk setengah lingkaran, satu

di atas dan satu lagi di bawah pada garis horizontal.

9) Secara gentel dan pelan naikan gaya yang diberikan hingga bagian tepi

dalam semisirkular bersentuhan dan tidak saling overlap.

10) Dengan pengendali slitlamp tarik tonometer biprisma dari mata pasien. Catat

gaya yang digunakan dan dikali 10 dalam bentuk mmHg.

Desinfeksi tonometri aplanasi:

1) Lepaskan tonometri tip dari biprisma setelah digunakan.

2) Disinfeksi dengan salah satu cara berikut:

Lap tip dengan kapas yang sudah diberi cairan alkohol isopropil

Rendam tip kedalam cairan sodium hipoklorida 10% atau hidrogen

peroksida 3% atau alkohol isopropil selama 5 menit

3) Bilas tonometri tip dengan air dan keringkan dengan tisu untuk mehilangkan

cairan disinfeksi yang tersisa yang dapat merusak lapisan epitel kornea.

26

c. Pemeriksaan Gonioskopi

Gonioskopi digunakan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan

yang dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris yang diantaranya terdapat

jaringan trabekular. Prinsip gonioskopi yaitu merefleksikan total bagian internal.

Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut

terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer ke depan.

Gonioskopi dapat dilakukan pada semua keadaan sudut tertutup akut, meskipun

penderita dalam pengobatan penurunan tekanan intraokular dan pemulihan edema

kornea dengan menggunakan gliserin topikal, dimana obat ini juga dapat membantu

dalam menciptakan visualisasi sudut bilik.Apabila keseluruhan trabecular

meshwork, lapisan sklera dan prosesus iris dapat terlihat dinyatakan sudutnya

terbuka sedangkan jika hanya garis schwalbe yang terlihat dikatakan sudut sempit

dan jika schwalbe tidak tampak dikatakan sudur tertutup.

Tujuan pemeriksaan gonioskopi:

1) Mengetahui struktur normal sudut bilik depan

2) Mengetahui besar sudut bilik depan, sempit atau tertutup

3) Mengetahui grade kelebaran sudut bilik depan

4) Melihat kelainan-kelainan patologis

5) Dilakukan pada pasien glaukoma maupun suspek gloukoma

6) Dilakukan secara rutin pada pasien dengan glaukoma sudut tertutup

7) Mengenali bagian-bagian penting dari sudut bilik depan, seperti tingkat insersi

iris, bentuk dan penampang iris perifer, derajat pigmentasi trabekular,

mengetahui daerah apposisi iridotrabekular atau daerah sinekia.

Tipe-tipe gonioskopi:

1) Direk gonioskopi

Direk gonioskopi menilai langsung sudut bilik depan. Dilakukan dengan

menggunakan binocular microscope, fiberoptic illuminator atau slit-pen light

dan direk goniolens seperti Koeppe, Barkan,Wurst, Swan-jacob, atau

Richardson lens. Lensa diletakkan di mata dan diberikan cairan saline untuk

mengisi ruang antara kornea dengan lensa. Lensa tersebut akan memberikan

gambaran visual sudut bilik secara langsung. Pemeriksa akan mendapat

gambaran tegak lurus struktur sudut bilik yang berguna saat melakukan

goniotomi. Gonioskopi direk lebih mudah dikerjakan pada posisi

27

supine.Keuntungannya melihat secara langsung dan sudut visual

bervariasi.Kekurangannya lebih sulit mengerjakannya dan dibutuhkan alat-alat

khusus.

Gambar 21.Direk Gonioskopi7

2) Indirek Gonioskopi

Indirek gonioskopi menilai sudut bilik depan mata melalui pantulan

cahaya yang dipantulkan oleh kaca yang diletakkan di mata pasien. Dilakukan

pada posisi upright dan juga dengan pengaturan illuminasi serta magnifikasi

yang terdapat di slitlamp.Lensa yang biasa digunakan seperti Goldmann three-

mirror lens, Posner four-mirror lens dan Sussman four-mirror lens. Pengaturan

slitlamp:

Perbesaran yang digunakan 10-20x.

Gunakan sinar yang sempit (2-3mm).

Lakukan pada ruangan yang agak gelap agar terjadi konstriksi pupil yang

mengakibatkan sudut yang tampak sempit menjadi lebih lebar.

Keuntungan:

Lebih sering digunakan karena caranya yang lebih mudah dan cepat dalam

mengerjakannya.

Tidak butuhkan alat-alat yang spesifik.

Memperlihatkan gambaran kornea.

28

Dapat membedakan sudut tertutup sinekia dengan aposisi.

Berguna ketika permukaan iris konveks karena sulit melihat bagian-bagian

sudut bilik mata.

Dapat digunakan pada semua kasus glaukoma seperti glaukoma sudut

tertutup aposisi, glaukoma sudut tertutup sinekia, mengetahui bentuk iris

plateau, mengetahui bentuk pseudoplateau dan bentuk lens-induce angle

closure.

Kekurangannya :

Bingung ketika melihat gambaran melalui kaca.

Adanya penekanan karena kurang berhati-hati dalam meletakkan kaca di

kornea mengakibatkan besarnya grade kesempitan sudut pada lensa

Goldmann dan juga dapat mengakibatkan sudut terbuka pada lensa yang

terdiri dari empat kaca.

Grade kelebaran sudut bilik depan berdasarkan klasifikasi Shaffer:

29

3) Dinamik Gonioskopi

Gonioskopi dinamik membantu pemeriksa dalam menentukan apakah

pemblokan pada iris-trabekular meshwork bersifat reversibel atau irreversibel

dan juga dapat sebagai terapeutik pada saat serangan akut sudut tertutup.

Gambaran gonioskopi pada penderita yang mengalami PAC yaitu tampaknya

penyempitan di bilik mata depan. Adanya glaukomflecken yang khas terdapat di

subkapsular anterior berupa gambaran opak di lensa yang diakibatkan adanya

iskemik pada iris akibat peningkatan TIO.Temuan ini sangat membantu dalam

mendeteksi serangan akut sudut tertutup sebelumnya.

d. Pemeriksaan Perimetri

30

Digunakan untuk pemeriksaan lapang pandang.Nilai normal lapang

pandang perifer yaitu superior 550, nasal 600, inferior 700, temporal 900 dan

sentral 300. Lapangan pandang glaukoma akan berkurang karena peningkatan

tekanan intraokular akan merusak papil saraf optikus. Gangguan lapang pandang

akibat glaukoma terutama mengenai 300 lapang pandang bagian tengah.

Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.Perluasan kontinyu

ke lapangan pandang daerah Bjerrum, 15 derajat fiksasi, membentuk skotoma

Bjerrum, kemudian skotoma arkuata.Daerah-daerah penurunan lapangan

pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma

Seidel.Defek lapangan pandang tidak terdeteksi sampai kira-kira terdapat

kerusakan ganglion retina sebanyak 40%.

Gambar 22. Perimetri pada Glaukoma12

e. Pemeriksaan Oftalmoskopi

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang

ukurannya tergantung jumlah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap

ukuran lubang sclera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.Atrofi optikus

akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama

ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran

cawan diskus optikus disertai dengan pemucatan diskus di daerah cawan.Bisa

juga berupa pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus

optikus.Terdapat juga pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan

(cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik fokal di tepi

diskus optikus.Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa

31

tergeser ke belakang.Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh darah di

diskus tergeser ke arah nasal.Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma

adalah cekungan “bean pot” yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian

tepinya.

Oftalmoskopi digunakan untuk melihat penggaungan (cupping) N.

optikus, diskus optikus, dan mengukur rasio cekungan diskus (cup per disc

ratio/CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal

itu menunjukkan peningkatan tekanan yang signifikan, serta asimetri CDR

antara dua mata 0,2 atau lebih. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang

atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan diskus lebih dari 0,5 atau

terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata, sangat diindikasikan

adanya atrofi glaukomatosa.

Gambar 23. Perbandingan Diskus Optik Normal dan Glaukoma12

f. Slitlamp Biomikroskopi

Konjungtiva bulbi : hiperemia kongestif, injeksi konjungtiva, injeksi

episklera.

Kornea : edema dengan vesikel epithelial dan penebalan stroma, serta

adanya kekeruhan.

Bilik mata depan : dangkal dengan kontak iridokorneal perifer. Flare dan sel

akuos dapat dilihat setelah edema kornea dapat dikurangi.

Iris : gambaran corak bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu,

dilatasi pembuluh darah iris.

32

Pupil : oval vertikal tetap pada posisi semi-dilatasi, kadang-kadang didapat

midriasis yang total, warna kehijauan, tidak ada reaksi terhadap cahaya

akomodasi.

2.10. Penatalaksanaan Glaukoma

1. Penatalaksanaan Medis4

a. Supresi Pembentukan Humor

1) Penyekat Beta Adrenergik

Misalnya larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan

0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3% serta karteolol 1%

dua kali sehari serta gel timolol maleat 0,1 %, 0,25%, dan 0,5% sekali setiap

pagi.Kontraindikasi obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas kronikdan

defek hantaran jantung.

2) Apraklonidin

Larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi

laser.Merupakan suatu agonis adrenergik-α-2 yang menurunkan

pembentukan humor aquosus tanpa menimbulkan efek pada aliran

keluar.Berguna untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular pascaterapi

laser segmen anterior dan terapi jangka pendek pada kasus-kasus yang sukar

disembuhkan.

3) Brimonidine

Larutan 0,2% dua kali sehari. Merupakan suatu agonis α-adrenergik yang

menghambat pembentukan aqueous humor dan meningkatkan pengaliran

aqueous keluar.

4) Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1%

Dua atau tiga kali sehari adalah penghambat anhidrase karbonat topical.Efek

sampingnya adalah rasa pahit sementara dan blefarokonjungtivitis alergi.

5) Penghambat anhidrase karbonat sistemik

Contohnya Acetazolamide (yang paling banyak digunakan).Digunakan pada

glaukoma kronik bila terapi topikal kurang memuaskan serta pada glaukoma

akut dengan tekanan intraokular yang sangat tinggi dan perlu segera

dikontrol

b. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aquosus

33

1) Analog Prostaglandin

Larutan latanoprost 0,005%, bimatoprost 0,003% dan travoprost 0,004%

masing-masing sekali setiap malam dan larutanunoprostone 0,15% dua kali

sehari untuk meningkatkan aliran keluar aqueous melalui uveosklera. Dapat

menimbulkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita,

pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen.

2) Obat Parasimpatomimetik

Meningkatkan aliran keluar dengan bekerja pada anyaman trabekular

melalui kontraksi otot siliaris.Diberikan dalam bentuk larutan0,5-6% yang

diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan

sebelum tidur.Menimbulkan miosis disertai penglihatan suram.

3) Epinefrin

Epinefrin 0,25-2 % diteteskan sekali atau dua kali sehari meningkatkan

aliran keluar aqueous humor.

c. Penurunan Volum Vitreus

Obat-obat hiperosmotik mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air

tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus.Juga terjadi

penurunan produksi humoraquosus.Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam

pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang

menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior dan menimbulkan

penutupan sudut.Gliserin (Glycerol) oral 1 ml/kg berat korpus dalam larutan

50% dingin dicampur dengan jus lemon sering digunakan

d. Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut

tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateu.Dilatasi pupil penting

dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia

posterior.Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,

digunakan sikloplegik (cyclopentolate dan atropine) untuk merelaksasi otot

siliaris sehingga aparatus zonular menjadi kencang dalam upaya menarik lensa

ke belakang.

2. Terapi Bedah dan Laser4

34

a. Iridoplasti, iridektomi, dan iridotomi perifer

Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup diatasi dengan membentuk saluran

langsung antara bilik mata depan dan belakang sehingga tidak ada perbedaan

tekanan antara keduanya.Iridotomi perifer dilakukan dengan laser YAG.

b. Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser untuk menimbulkan bakaran melalui suatu lensa gonio ke

anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar humor aquosus untuk sudut

terbuka.

c. Bedah drainase glaukoma

Trabekulektomi merupakan prosedur untuk memintas saluran-saluran drainase

normal sehingga terbentuk akses langsung humor aquosusdari bilik mata depan

ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.

d. Tindakan Siklodestruktif

Tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau pembedahan dilakukan bila

terjadi kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Glaukoma adalah suatu kelainan mata berupa neuropati optik dengan karakteristik,

yang berhubungan dengan berkurangnya lapang pandang dengan faktor resiko utama

peningkatan tekanan intra okular. Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang berkaitan

dengan penyakit mata atau penyakit sistemik yang menyebabkan penurunan reabsorpsi

35

humor aquo dan biasanya unilateral. Peningkatan tekanan intraokuler terjadi karena sumbatan

aliran aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabecular oleh iris perifer.

Diagnosis dari glaukoma sekunder ditentukan dari anamnesa, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pada glaukoma sekunder berupa medikamentosa

dan non medikamentosa

B. Saran

Diagnosis dan penanganan dini glaukoma yang tepat dan cepat dapat mencegah

terjadinya kerusakan penglihatan karena kerusakan pada saraf optik terjadi perlahan-lahan

hampir tanpa keluhan subjektif. Hal ini bermanfaat dalam prognosis pasien sehingga dapat

mencegah peningkatan angka kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE, 2006. Sistem Cairan Mata – Cairan Intraokular. Dalam: Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, terj. Jakarta: EGC. 2008; h.651-3.

2. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Orbit and Ocular Adnexa. Dalam: BCSC Fundamentals and

Principles of Ophthalmology, Section 10, 2011-2012. American Academy of

Ophthalmology. 2011; h.50-64.

36

3. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.

Dalam: BCSC Glaucoma, Section 10, 2011-2012. American Academy of Ophthalmology.

2011; h.17-31.

4. Salmon JF, 2008. Glaukoma. Dalam: Vaughan dan Ashbury Oftalmologi Umum, Edisi

17. Jakarta: EGC. 2010; h.212-28.

5. Khurana AK, 2007. Glaucoma. Dalam; Comprehensive Ophthalmology, 4thEdition. New

Delhi: New Age International. 2007. h.205-208.

6. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Introduction to Glaucoma: Terminology, Epidemiology, and

Heredity. Dalam: BCSC Glaucoma, Section 10, 2011-2012. American Academy of

Ophthalmology. 2011; h.3-16.

7. Sidarta I, 2007. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007; h.200-

11.

8. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Open Angle Glaucoma. Dalam: BCSC Glaucoma, Section

10, 2011-2012. American Academy of Ophthalmology. 2011; h.85-121.

9. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Angle-Closure Glaucoma. Dalam: BCSC Glaucoma, Section

10, 2011-2012. American Academy of Ophthalmology. 2011; h.123-53.

10. Becker, Shaffer, 1999. Angle-Closure Glaucoma With Pupillary Block. Dalam: Diagnosis

and Therapy of the Glaucoma, Seventh Edition. USA: Mosby. 1999; h.217-41.

11. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Childhood Glaucoma. Dalam: BCSC Glaucoma, Section 10,

2011-2012. American Academy of Ophthalmology. 2011; h.155-65.

12. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Clinical Evaluation. Dalam: BCSC Glaucoma, Section 10,

2011-2012. American Academy of Ophthalmology. 2011; h.33-83.

13. Merayo-Lloves J, Power WJ, Rodriguez A, Pedroza-Seres M, Foster CS.

Secondary glaucoma in patients with uveitis.

1999;213(5):300-4.

37