Glaukoma Sekunder

39
BAB I PENDAHULUAN Glaukoma adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan tekanan intraokular yang disertai dengan kerusakan pada saraf optik yang terjadi secara perlahan. Pada sebagian besar penderitanya terjadi akibat peningkatan intra okular oleh karena adanya sumbatan pada sirkulasi atau drainase aquos. Pada beberapa pasien, kerusakan bisa disebabkan oleh suplai darah yang tidak adekuat ke serabut saraf optik vital, kelemahan struktur saraf dan atau adanya masalah pada serabut saraf itu sendiri. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang, kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma merupakan masalah kesehatan mata yang penting di Indonesia. Distribusi penyakit glaukoma di Indonesia sebesar 13,4%. Prevalensi kebutaan akibat penyakit glaukoma sebesar 0,2% (Depkes, 1997). Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua terbesar di Indonesia setelah katarak dan seringkali mengenai orang berusia lanjut (Siloam Gleneagles Hospital, 2002). Hingga kini penyebab timbulnya penyakit glaukoma belum diketahui, namun ada beberapa hal yang ditemukan seperti penyakit ini biasanya mengenai manusia dewasa di atas usia 40 tahun terutama pada usia lanjut, biasanya dalam keluarga sedarah (ayah, ibu, adik, kakak dan anak 1

Transcript of Glaukoma Sekunder

Page 1: Glaukoma Sekunder

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan tekanan

intraokular yang disertai dengan kerusakan pada saraf optik yang terjadi secara

perlahan. Pada sebagian besar penderitanya terjadi akibat peningkatan intra okular

oleh karena adanya sumbatan pada sirkulasi atau drainase aquos. Pada beberapa

pasien, kerusakan bisa disebabkan oleh suplai darah yang tidak adekuat ke serabut

saraf optik vital, kelemahan struktur saraf dan atau adanya masalah pada serabut saraf

itu sendiri.

Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya

cacat lapang pandang, kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta

degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.

Glaukoma merupakan masalah kesehatan mata yang penting di Indonesia.

Distribusi penyakit glaukoma di Indonesia sebesar 13,4%. Prevalensi kebutaan akibat

penyakit glaukoma sebesar 0,2% (Depkes, 1997). Glaukoma adalah penyebab

kebutaan nomor dua terbesar di Indonesia setelah katarak dan seringkali mengenai

orang berusia lanjut (Siloam Gleneagles Hospital, 2002).

Hingga kini penyebab timbulnya penyakit glaukoma belum diketahui, namun

ada beberapa hal yang ditemukan seperti penyakit ini biasanya mengenai manusia

dewasa di atas usia 40 tahun terutama pada usia lanjut, biasanya dalam keluarga

sedarah (ayah, ibu, adik, kakak dan anak kandung) terdapat penderita glaukoma.

Penyakit ini tidak menular pada istri, tetangga atau orang lain karena penyakit ini

tidak disebabkan oleh kuman atau virus.

Di Amerika Serikat, penyakit ini lebih dominan pada masyarakat berkulit

berwarna (etnis Afrika) daripada yang berkulit putih (4:1), sedangkan di Indonesia

belum ada penelitian mendalam dan menyeluruh mengenai pola penyakit glaukoma.

1

Page 2: Glaukoma Sekunder

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Humor akueus atau cairan aquos adalah cairan jernih yang mengisi

bilik mata depan dan belakang. Volumenya sekitar 250 μL dan kecepatan

pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 μL/mnt. Cairan

aquous diproduksi di badan siliar dan berjalan antara lensa dan iris, dan

melalui pupil. Cairan aquous membawa oksigen, glukosa dan beberapa

nutrisi penting lainnya. Cairan ini masuk di bilik anterior dan

mengalirkannya melalui sudut drainase (trabecullar meshwork). Jalinan/jala

trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen  dan elastic yang dibungkus

oleh sel-sel trabekular yang membentuk saringan dengan ukuran pori-pori semakin

mengecil sewaktu mendekati kanalis Schelmm.

Terdapat dua jalur utama keluarnya cairan akuous yaitu :

1. Aliran keluar konvensional menyediakan mayoritas drainase akuous

menuju Trabecullar meshwork. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke

dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut

sehingga kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat.  Aliran cairan aquos

ke dalam kanalis Schelmm tergantung pada permukaan saluran-saluran

transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferan dari kanalis Schelmm

(sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus).

2. Aliran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral, menyediakan

sisa drainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat

sela-sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan jadi tekanan intraokular

dijaga agar tetap lebih tinggi dibanding tekanan udara namun lebih rendah

dibanding tekanan darah.

2

Page 3: Glaukoma Sekunder

Gambar 2.1. Aliran Aqueos Humor Normal

B. Definisi

Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau kebiruan

yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma

merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel (Ilyas, 2004). Glaukoma

adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan intraokuli,

penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus optikus (Ilyas,

2007).

Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama

tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan dan

atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas (Wijana, 1993). Di

dalam bola mata (intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang

setiap saat mengalir dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar.

Bila dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan

tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan terjadi kerusakan

lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan lamanya tekanan

tersebut mengenai saraf mata (Kanski, 1994 ; Vaughan et al., 2000).

3

Page 4: Glaukoma Sekunder

C. Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah

katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis Afrika

dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah 4:1.

Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih sering

dijumpai glaukoma sudut tertutup.

D. Faktor Risiko

Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut tertutup),

miopi (glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma

dalam keluarga), dan ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya adalah

migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan regulasinya

(darah yang kurang akan menambah kerusakan), fenomena autoimun, degenerasi

primer sel ganglion, dan pascabedah dengan hifema / infeksi.

Hal yang memperberat resiko glaukoma :

• Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat

• Makin tua makin berat, makin bertambah resiko

• Resiko kulit hitam 7 kali dibanding kulit putih

• Hipertensi, risiko 6 kali lebih sering

• Kerja las, risiko 4 kali lebih sering

• Miopia, risiko 2 kali lebih sering

• Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.

E. Etiopatogenesis

Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena

trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah pecah

(katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan.

Tiga faktor sehingga terjadinya peningkatan tekanan intraokuler yang

akhirnya menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :

1. Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris

2. Adanya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun kanal

Schlemm.

3. Peningkatan tekanan vena episklera.

4

Page 5: Glaukoma Sekunder

Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut

humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam bilik

posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari mata

melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena

penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan

terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak serabut saraf mata. Perlu diketahui,

saraf mata berfungsi meneruskan bayangan yang dilihat ke otak. Di otak, bayangan

tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk suatu benda (vision).

Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus

dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus

berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami

kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata atau

menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan pandang). Bila seluruh serabut saraf

rusak dan tidak diobati, glaukoma pada akhirnya akan menimbulkan kebutaan

total.Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang

pandang sentral. Pada penderita glaukoma, yang terjadi adalah kerusakan serabut

saraf mata sehingga menyebabkan blind spot (daerah tidak melihat/titik buta).

Faktor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik :

1. Gangguan pendarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian tekanan

intraokuler.

2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang

merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.

3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri.

Gambar 2.2. Kerusakan Saraf Optikus pada Glaukoma

5

Page 6: Glaukoma Sekunder

F. Klasifikasi

Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut:

1. Glaukoma primer

a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks)

Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala simpleks ini

agak lambat yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya

berlanjut dengan kebutaan. Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih dari

40 tahun. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka adalah

proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan

ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schelmm.

Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan

drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :

Akut

Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe

yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD) oleh iris

perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan intraokular

meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang

sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.

Sub akut

Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO

berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik

secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD

berupa pembentukan sinekia anterior perifer.

Kronik

Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak pernah

mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami sinekia

anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan bertahap dari

TIO.

2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital

lainnya.

6

Page 7: Glaukoma Sekunder

3. Glaukoma sekunder : perubahan lensa, kelainan uvea, trauma, bedah, rubeosis,

steroid dan lainnya.

Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa (lens-induced glaucoma), dapat

dibagi:

a. Lens-induced glaucoma (open angle): glaukoma fakolitik, lens particle

glaucoma, glaukoma fakoanafilaksis.

b. Lens-induced glaucoma angle-closure: glaukoma pakomorfik, lensa ektopik.

4. Glaukoma absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana

sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan

fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik mata dangkal,

papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa

sakit.

Gambar 2.3. Klasifikasi Glaukoma

7

Page 8: Glaukoma Sekunder

Dari pembagian diatas dapat dikenal glaukoma dalam bentuk - bentuk :

1. Glaukoma Sudut Tertutup

Gambar 2.4. Glaukoma Sudut Tertutup

Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor

aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil

(misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunakan untuk

pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran

cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba-

tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di

dalam mata secara mendadak. Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata

yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma

akut lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil secara alami akan

melebar di bawah cahaya yang redup. Episode akut dari glaukoma sudut

tertutup menyebabkan :

- penurunan fungsi penglihatan yang ringan

- terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya

- nyeri pada mata dan kepala.

Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya

serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi

penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga

mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan

merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang. Sebagian

8

Page 9: Glaukoma Sekunder

besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa

berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang

penderita.

2. Glaukoma Sudut Terbuka

Gambar 2.5. Glaukoma Sudut Terbuka

Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor

aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat. Secara

bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua mata) dan

menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang

progresif. Hilangnya fungsi penglihatan dimulai pada lapang pandang perifer

dan jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang

pandang, menyebabkan kebutaan. Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah

usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak. Penyakit ini cenderung

diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes atau miopia.

Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi dan biasanya penyakit ini lebih

berat jika diderita oleh orang kulit hitam. Pada awalnya, peningkatan tekanan di

dalam mata tidak menimbulkan gejala. Lama-lama timbul gejala berupa:

- penyempitan lapang pandang tepi

- sakit kepala ringan

- gangguan penglihatan yang tidak jelas (misalnya melihat lingkaran di

sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).

9

Page 10: Glaukoma Sekunder

Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang

menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain

ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut penglihatan terowongan).

Glaukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya

kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

G. Manifestasi Klinis

1. Gejala Subjektif

Gejala klinik pada pasien glaukoma bervariasi tergantung pada jenis glaukoma

yang diderita, gejala-gejala tersebut antara lain :

a. Glaukoma sudut terbuka, berupa defek lapangan pandang secara bertahap

dan ada beberapa pasien kadang tanpa keluhan sampai mereka tiba-tiba

kehilangan penglihatan

b. Glaukoma sudut sempit berupa defek  lapangan pandang, mual dan muntah,

tidak ada refleks pupil, mata merah, nyeri pada mata dan wajah, serta bisa

terjadi edema pada wajah.

c. Glaukoma kongenital, berupa perkabutan di daerah frontal dari mata,

pembesaran pada satu atau kedua mata, mata merah, fotophobia serta

lakrimasi

2. Gejala Objektif

a. Peninggian tekanan intraokuler

b. Defek lapangan pandang

c. Iskemik papil saraf optik

10

Page 11: Glaukoma Sekunder

Gambar 2.6. Penglihatan pada Penderita Glaukoma

H. Diagnosis

Untuk dapat menegakkan diagnosis glaukoma tentu saja diperlukan

evaluasi secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang dengan memberikan perhatian yang lebih pada

berbagai faktor resiko yang mengarahkan pada diagnosis serta terapi yang

diberikan.

Gambar 2.7. Gambaran Mata Penderita Glaukoma

11

Mata normal Glaukoma Glaukoma tahap lanjut

Page 12: Glaukoma Sekunder

1. Anamnesis

Anamnesis pada pasien dengan suspek glaukoma meliputi

riwayat penglihatan, riwayat keluarga, dan riwayat penyakit sistemik.

Selain itu juga mencakup penentuan akibat pada fungsi visual dalam

kehidupan dan aktivitas sehari-hari, adanya riwayat operasi mata,

penggunaan obat-obat sistemik dan topikal, intoleransi pada obat-obat

yang diberikan.

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Tekanan Intra Okular

Hasil dari percobaan acak terkontrol memperlihatkan turunnya

TIO menghambat progresifitas kerusakan saraf optik glaukomatous.

TIO diukur pada masing-masing mata dengan menggunakan metode

aplanasi kontak seperti tonometer Goldman sebelum gonioskopi atau

dilatasi pupil. Waktu pengukuran ditulis karena adanya variasi

diurnal. Penanganan akan lebih bermanfaat dengan nienuctal-iLli

fluktuasi TIO durnal, baik dalam hari yang sama atau hari yang berbeda,

yang mungkin mengindikasikan kerusakan disk yang mungkin lebih besar

daripada yang diperkirakan dengan pengukuran TIO hanya satu kali.

Gambar 2.8. Uji Tonometer Aplanasi

12

Page 13: Glaukoma Sekunder

b. Gonioskopi

Diagnosis POAG membutukan evaluasi yang teliti pada sudut bilik

depan untuk menyingkirkan sudut tertutup atau penyebab sekunder dari

peningkatan TIO, seperti reksesi sudut. dispersi pigmen, sinekia

anterior perifer neovaskularisasi sudLit, dan presipitat trabekula.

Gambar 2.9. Pemeriksaan Gonioskopi

c. Penilaian Diskus Optikus

Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Adanya

perubahan glaukomataus dilihat dengan analisa disk optik

lapisan serat optik retina yang mengalami perubahan dini yang dapat

dideteksi dengan perimetri otomatis standar. Selain itu dapat juga dengan

menggunakan oftalmoskop konfokal serta dengan merekam ketebalan

lapisan serabut saraf di sekitar lempeng  optik.

d. Lapangan pandang

Perimetri statis otomatis merupakan teknik pilihan untuk

mengevaluasi lapangan pandang. Tes permulaan statis dan kinetik

kombinasi manual merupakan alternatif yang dapat dilakukan jika

perimetri atomatis tidak tersedia atau pasien tidak mau

menggunakannya. Penyebab hilangnya lapangan pandang akibat

selain neuropati saraf glaukomatous sebaiknya dicari saat anamnesis dan

pemeriksaan fisis. Tes lapangan pandang dengan perimetri otomatis

gelombang pendek dan teknologi penggandaan frekuensi dapat

13

Page 14: Glaukoma Sekunder

mendeteksi lebih dini dibanding perimetri konvensional. Sangat penting

metode pemeriksaan yang sama saat pemeriksaan lapangan pandang.

Gambar 2.10. Uji Perimetri

Gambar 2.11. Hasil Pemeriksaan Perimetri Mata Normal dan Glaukoma

e. Segmen anterior

Pemeriksaan dengan biomikroskopik slit lamp pada segmen anterior

untuk melihat adanya kelainan yang dihubungkan dengan sudut sempit,

patologi kornea atau mekanisme sekunder pada peningkatan TIO

sepert i pseudoeksfoliasi - dispersi primer, neovaskularisasi sudut

dan iris, atau inflamasi.

f. Funduskopi

Pemeriksaan fundus untuk melihat struktur nervus saraf optik

dengan dilatasi pupil, bertujuan untuk mencari abnormalitas yang

menvebabkan defek lapangan pandang.

14

Page 15: Glaukoma Sekunder

Gambar 2.12. Saraf Optik pada Orang Normal dan Penderita Glaukoma

I. Penatalaksanaan

Tujuan terapi glaukoma adalah untuk memperlambat

progresivitas kerusakan saraf. Karena kerusakan saraf dari glaukoma

ireversibel, pemberian medikasi pada glaukoma tidak akan mengembalikan

penglihatan pada keadaan normal. Glaukoma diterapi dengan menurunkan

tekanan intra okular. Tercapainya tujuan terapi tergantung pada mata

setiap individu dan status kerusakan saraf optik.

Terapi diharapkan menuju stabilisasi saraf optik dan lapangan

pandang tiap individu. Terapi glaukoma paling banyak menggunakan obat

tetes mata (obat topikal). Obat oral juga digunakan untuk menurunkan TIO. 

1. Terapi Medikamentosa

Sebagian besar terapi glaukoma dibuat untuk menurunkan dan atau

mengontrol TIO yang dapat merusak saraf optik. Tetes mata merupakan pilihan

pertama sebelum pembedahan dan efektif untuk mengontrol TIO untuk

mencegah kerusakan pada mata. Adapun medikamentosa untuk glaukoma

adalah :

a. Supresi pembentukan cairan aquos

Penghambat adrenergik beta, obat ini bekerja dengan cara menurunkan

produksi cairan aquos dan bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan

dengan tetes mata lainnya. Kontra indikasi utama adalah pada penyakit

obstruksi jalan nafas terutama asma.

Inhibitor karbonat anhidrase, digunakan untuk glaukoma kronik apanila

terapi topikal tidak memberikan hasil memuaskan dan pada glaukoma

akut di mana TIO yang sangat tinggi.

15

Page 16: Glaukoma Sekunder

b. Fasilitasi aliran keluar cairan aquos

Obat parasimpatomimetik, meningkatkan aliran keluar cairan aquos

dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat

piihan adalah pilokarpin.

Epinefrin 0,25-2%.

c. Penurunan volume korpus vitreum

Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga

air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus

vitreum. Selain itu, terjadi juga penurunan produksi cairan aquos.

Penurunan volume korpus viterum bermanfaat dalam pengobatan

glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan

pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume

korpus viteum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaucoma

sudut tertutup sekunder).

Gliserin  1 mL/kg BB dalam suatu larutan 50%  dingin dicampur dengan

sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan.

d. Miotik, midriatik dan siklopegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut

tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil

penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia

posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke

anterior, siklopegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk

melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis dalam

usaha untuk menarik lensa ke belakang.

Tabel 2.1. Obat-obatan Topikal & Sistemik yang Digunakan pada Glaukoma

16

Page 17: Glaukoma Sekunder

Obat Topikal Kerja Efek Samping

Penyekat beta (timolol,

karteolol, levobunolol,

selektif-betaksolol)

Menurunkan sekresi Eksaserbasi asma & penyakit

saluran napas kronik

Hipotensi, bradikardia

Parasimpatomimetik

(pilokarpin)

Meningkatkan aliran

keluar

Penglihatan kabur

Sakit kepala karena spasme

siliar

Simpatomimetik

(adrenalin, dipivefrin)

Meningkatkan aliran

keluar

Menurunkan sekresi

Mata merah

Sakit kepala

Agonis alfa-2

(apraklonidin,

brimonidin)

Meningkatkan aliran

keluar melalui jalur

uveosklera

Menurunkan sekresi

Mata merah

Lelah, rasa kantuk

Penghambat anhidrase

karbonat (dorzolamid,

brinzolamid)

Menurunkan sekresi Rasa sakit

Rasa tidak enak

Sakit kepala

Analog prostaglandin

(latanopros, travapros,

bimatropos, unotropos)

Meningkatkan aliran

keluar melalui jalur

uveosklera

Meningkatkan pigmentasi iris

& kulit periokular

Bulu mata bertambah panjang

& gelap, hiperemi

konjungtiva

Obat Sistemik Kerja Efek Samping

Penghambat anhidrase

karbonat

(asetazolamid)

Menurunkan sekresi Kesemutan pada ekstremitas

Depresi, rasa kantuk

Batu ginjal

Sindrom stevens-johnson

2. Terapi Bedah

a. Bedah drainase glaukoma

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase

normal, sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera

anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan

17

Page 18: Glaukoma Sekunder

trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah mengganti

tindakan-tindakan drainase full thicknes. Trabekulektomi adalah operasi

konvensional dimana katup setengah tebal dibuat pada dinding sklera dan

sebuah jendela pembuka dibuat di bawah katup tersebut untuk bagian

trabecular meshwork. Katup sclera ini kemudian dijahit tidak terlalu rapat.

Dengan demikian cairan aquos dapat dialirkan keluar melalui jalur ini

sehingga tekanan di dalam bola mata dapat diturunkan dan terjadi

pembentukan gelembung cairan pada permukaan mata.  

b. Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung

antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan antara keduanya

menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium: YAG atau argon

(iridektomi perifer atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun

lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih

dan dapat meningkatkan tekanan intra ocular yang cukup besar, terutama

apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas.

c. Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui

suatu geniole nsake jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar

humous akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan

kanalis sclemm serta terjadinya proses-proses seluler yang meningkatkan

fungsi jalinan trabekular.

J. Komplikasi

Jika pengobatan terlambat akan cepat berlanjut pada tahap akhir glukoma

yaitu gloukoma absolut.

K. Prognosis

Diagnosis yang lebih awal dan penanganan  dini pada glaukoma dapat

memberikan hasil yang memuaskan.

BAB III

PENYAJIAN KASUS

18

Page 19: Glaukoma Sekunder

I. ANAMNESIS

Identitas

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 48 th

Alamat : Desa Nanga Kantuk Kec. Empangan, Kab. Kapuas Hulu

Pekerjaan : Petani

Agama : Katolik

Nomor RM : 518244

Tanggal Masuk RS : 4 Maret 2009

Anamnesis dilakukan pada tanggal 4 Maret 2009 pukul 09.00 WIB

Keluhan Utama

Mata merah dan penglihatan menurun pada mata kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan mata merah dan penglihatan kabur (menurun)

sebelah kiri sudah sejak ± 5 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan lapang

pandang penglihatan yang semakin menyempit (hanya bisa melihat bagian tepi),

sering nyeri kepala ringan hingga ke dahi sebelah kiri, mata kiri terasa berat atau

terasa penuh, lelah dan sering berair. Kadang-kadang pasien juga mengeluhkan silau

dan melihat pelangi di sekitar lampu. Keluhan mata bengkak, kotoran mata

berlebihan, mata terasa nyeri dan gatal disangkal. Mual dan muntah juga disangkal.

Sebelum timbul keluhan, 5 bulan yang lalu mata kiri pasien terbentur

sepotong kayu yang terbang ketika pasien sedang menebas. Saat itu, pasien

merasakan mata kirinya sakit dan berdarah. Pasien dibawa ke Puskesmas setempat

untuk diberikan tindakan segera. Kemudian dirujuk ke Rumah Sakit.

Pasien tidak pernah menderita keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada

riwayat operasi mata sebelumnya. Pasien tidak menggunakan kacamata. Riwayat

keluarga dengan penyakit yang sama disangkal.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 4 Maret 2009 pukul 09.30 WIB

19

Page 20: Glaukoma Sekunder

Keadaan umum : sedang

Status Oftalmologis

OD OS

Visus :

– OD : 6/6

– OS : 1/300, proyeksi buruk

PD : 63/60

Tekanan intra okuler :

– OD : 11 mmHg

– OS : 51 mmHg

Posisi bola mata : ortho

Pergerakan bola mata :

OD OS

20

Page 21: Glaukoma Sekunder

Tes Isihara : tidak dilakukan

Tes Konfrontasi :

OD OS

III. RESUME

Seorang laki-laki, umur 59 th datang berobat ke RS dengan keluhan mata

merah dan penglihatan menurun pada mata kiri. Dialami sejak ± 5 bulan yang lalu.

Lapang pandang menyempit (+), nyeri kepala (+), mata kiri terasa berat dan berair,

silau (+), halo (+). Riwayat trauma (+) : 5 bulan yang lalu mata kiri pasien terbentur

sepotong kayu yang terbang ketika pasien sedang menebas.

Pemeriksaan oftalmologis OS : visus 1/300, proyeksi buruk; TIO 51 mmHg;

konjungtiva hiperemis (+), injeksi (+); edema kornea (+), BMD kesan dangkal; pupil

mid-dilatasi, refleks cahaya (-); lensa afakik; papil batas tegas, CDR 0,8; tes

konfrontasi didapatkan penyempitan lapang pandang.

21

Page 22: Glaukoma Sekunder

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja

- OD : tenang

- OS : afakia + glaukoma akut sekunder et causa dislokasi lensa

V. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan gonioskopi

- Pemeriksaan perimetri

VI. TATALAKSANA

Medikamentosa :

- Timol 0,5 % 2 x 1 gtt OS (timolol maleat )

- Glaukon 3 x 250 mg (acetazolamide)

- Inmatrol 6 x 1 gtt OS (dexamethasone, polymyxin B sulfat, neomycin)

- KSR 3 x 1

- Methylprednisolone 3 x 4

Non Medikamentosa :

- Rencana pembedahan ekstraksi lensa dengan vitrektomi

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : bonam

22

Page 23: Glaukoma Sekunder

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis OS  : afakia + glaukoma akut sekunder et causa

dislokasi lensa berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Dari anamnesis

didapatkan gejala-gejala yang mendukung diagnosis yaitu mata merah dan

penglihatan menurun pada mata kiri sejak ± 5 bulan yang lalu, lapang pandang

menyempit (+) dimana pasien hanya bisa melihat bagian temporal, nyeri kepala (+),

mata kiri terasa berat/mudah lelah dan berair, silau (+), halo (+). Pasien memiliki

riwayat trauma terbentur sepotong kayu yang terbang pada mata kiri sekitar 5 bulan

yang lalu ketika pasien sedang menebas. Trauma tumpul inilah yang dicurigai

merupakan penyebab terjadinya dislokasi lensa. Dari pemeriksaan oftalmologi OS

didapatkan : visus 1/300, proyeksi buruk; TIO 51 mmHg; konjungtiva hiperemis (+),

injeksi (+); edema kornea (+), BMD kesan dangkal; pupil mid-dilatasi, refleks cahaya

(-); lensa afakik; pemeriksaan fundus : papil berbatas tegas, bulat, tetapi CDR 0,8; tes

konfrontasi : penyempitan lapang pandang.

Suatu keadaan yang disebut dengan afakia adalah apabila lensa sudah

dikeluarkan pada ekstraksi lensa, atau masa lensa sudah habis diabsorbsi seperti pada

di sisi lensa atau ekstraksi lensa atau ekstraksi linear. Salah satu keadaan yang bisa

mengakibatkan afakia adalah dislokasi lensa. Akibat tidak terdapatnya lensa di dalam

bilik mata belakang, maka iris tidak ada sandaran ke belakang sehingga terjadi iris

tremulans dimana iris bergoyang pada setiap pergerakan mata. Bilik mata depan

menjadi lebih dalam.

Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama mata

dimana terjadi peningkatan tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya

yaitu penggaungan dan atrofi papil serta defek lapangan pandang. Bagian mata yang

penting pada glaukoma adalah sudut iridokornea / filtrasi. Bagaimana cara mendeteksi

timbulnya penyakit ini merupakan suatu hal yang sangat penting dalam dunia

kesehatan. Glaukoma juga dapat menyerang usia muda, dan rata-rata didapatkan

peningkatan tekanan intraokuler setelah pemeriksaan mata diIakukan.

Glaukoma akibat dislokasi lensa dapat ditemukan dalam beberapa bentuk

yaitu glaukoma pada subluksasi ke depan, subluksasi ke belakang, luksasi ke depan

(anterior), dan luksasi ke belakang (posterior). Bila zonula ziin putus sebagian maka

lensa akan mengalami sublukasi, sedangkan bila seluruh zonula Ziin putus maka lensa

23

Page 24: Glaukoma Sekunder

akan mengalami luksasi. Glaukoma dapat ditemukan pada kelainan kongenital,

trauma bedah atau kecelakaan bersamaan dengan luksasi lensa anterior, posterior, dan

subluksasi. Pada keadaan ini sebaiknya dibedakan kausa dari glaukoma yang terjadi

untuk menentukan pengobatan atau rencana pembedahan. Trauma dapat

mengakibatkan kerusakan zonula Ziin yang menyokong lensa untuk berada di

tempatnya.

Berbagai bentuk dislokasi lensa memiliki mekanisme tersendiri untuk

menyebabkan terjadinya glaukoma. Pada subluksasi ke depan, terjadi hambatan pupil

sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga

menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan mata depan. Subluksasi ini juga

dapat mendorong iris ke depan sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata

depan dan perlengketan di sudut tersebut yang kedua-duanya dapat menyebabkan

glaukoma. Pada subluksasi ke belakang, terjadi rangsangan yang menahun pada badan

siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan siliar.

Rangsangan ini menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang dapat

menimbulkan glaukoma.

Pada luksasi ke depan, lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini

menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma. Sementara pada luksasi ke

belakang, lensa jatuh ke dalam badan kaca sehingga terjadi blokade pupil oleh badan

kaca yang terdorong ke depan dan terjepit oleh pupil.

Pada pasien ini terapi utama yang diberikan bertujuan untuk menurunkan

tekanan bola mata yaitu dengan timolol maleat 0,5% yang merupakan golongan beta-

adrenergik bloker yang bekerja untuk mensupresi pembentukan cairan aquos. Obat ini

dapat digunakan tersendiri ataupun dikombinasi dengan obat lain. Timolol merupakan

golongan β-adrenergik bloker non-selektif yang mampu menurunkan tekanan

intraokuler (TIO) sebesar 20-30%. Obat ini diindikasikan untuk glaukoma primer dan

sekunder sudut terbuka terutama disertai peradangan glaukoma, glaukoma primer dan

sekunder sudut tertutup akut dan kronik, hipertensi okuler, glaukoma kongenital.

Dikontraindikasikan terutama pada pasien asma dan penyakit saluran nafas, penyakit

gangguan konduksi jantung, gagal jantung, dan penyakit jantung lainnya. Efek

samping yang dapat ditimbulkan : bradikardi, blok-jantung, bronkospasme, alergi

(dermatitis), depresi, halusinasi, sakit kepala, letargi, iritasi okuler, anestesi kornea,

keratitis.

24

Page 25: Glaukoma Sekunder

Demikian pula dengan glaukon yang merupakan golongan karbonik anhidrase

inhibitor yang juga bekerja menurunkan produksi cairan aquos. Memiliki cara kerja

yang dapat menurunkan formasi bikarbonat pada epitel korpus siliaris (formasi

pengikatan Na+ dan transpor cairan) sehingga menurunkan produksi humor aquous.

Indikasi seperti glaukoma kronik yang dengan terapi lokal tidak memberi hasil

memuaskan, glaukoma akut dengan TIO sangat tinggi dan harus segera dikontrol.

Obat ini mampu menurunkan produksi humor akuous sebesar 40-60%. Efek samping

yang ditimbulkan dapat berupa asidosis metabolik, batu ginjal, hipokalemi, parestesi,

gangguan saluran cerna, sindrom Steven-Johnson. Karena glaukon merupakan

diuretik, jadi perlu diberikan elektrolit berupa KSR.

Obat tetes mata inmatrol (komposisi : dexamethasone, polymyxin B sulfat,

dan neomycin) dan steroid sistemik berupa methylprednisolone diberikan untuk

mengurangi reaksi peradangan pada mata kiri.

Jadi, terapi medikamentosa yang diberikan terhadap penderita glaukoma

memiliki dua hal penting yang diutamakan yaitu kapan kita mengobatinya dan

bagaimana mengobatinya. Dan resiko-resiko ataupun efek samping yang akan terjadi

harus selalu dipikirkan supaya dapat diantisipasi dengan baik.

Jika tekanan intraokulernya terkontrol maka dapat direncanakan terapi

selanjutnya yaitu ekstraksi lensa dengan vitrektomi. Pada lensa yang luksasi ke depan

harus dikeluarkan secepatnya. Pada lensa yang luksasi ke belakang harus dikeluarkan

dengan vitrektomi walaupun agak sukar. Pengeluaran lensa pada luksasi posterior

berbahaya. Sementara pada subluksasi lensa, pengeluaran lensa dilakukan bila

mengganggu tajam penglihatan dan telah terjadi glaukoma fakolitik. Pengeluaran

lensa biasanya memberikan hasil yang tidak memuaskan sehingga glaukoma masih

memerlukan pengobatan selanjutnya.

25

Page 26: Glaukoma Sekunder

BAB V

KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan

tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus

optikus. Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena

trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah pecah

(katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan. Glaukoma diterapi dengan

menurunkan tekanan intra okular. Terapi diharapkan menuju stabilisasi

saraf optik dan lapangan pandang tiap individu. Terapi glaukoma paling

banyak menggunakan obat tetes mata (obat topikal). Obat oral juga digunakan untuk

menurunkan TIO. Karena kerusakan saraf dari glaukoma ireversibel, pemberian

medikasi pada glaukoma tidak akan mengembalikan penglihatan pada keadaan

normal.

Pada pasien ini, masalah yang dialaminya berupa mata merah dan penglihatan

menurun pada mata kiri sejak ± 5 bulan yang lalu. Didiagnosis afakia + glaukoma

akut sekunder et causa dislokasi lensa. Pasien perlu mendapatkan terapi

medikamentosa berupa : timol (timolol maleat) 0,5 % 2 x 1 gtt OS, glaukon

(acetazolamide) 3 x 250 mg, inmatrol (komposisi : dexamethasone, polymyxin B

sulfat, dan neomycin) 2 x 1 gtt OS, KSR 3 x1, dan methylprednisolone 3 x 4. Jika

tekanan intraokulernya terkontrol maka dapat direncanakan terapi selanjutnya yaitu

pembedahan untuk mengeluarkan lensa.

26

Page 27: Glaukoma Sekunder

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam et al. Glaucoma. Last update July 2005. Available from:

http://www.urac.org/adams/glaucoma.html

2. Anonyma. Glaucoma : Introduction to Glaucoma & Medical Management of

Glaucoma. Section 10. USA. American Academy of Ophtalmology. 2002.

3. Anonyma. Drug Treatment for Glaucoma. Last update July 2005. Available from:

http:// www.agingeye.com/glaukoma/drug.html

4. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Pharmacology. 1st Edition.

Philadelphia. Elsevier Saunders. 2003.

5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

2008.

7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition. USA.

McGraw-Hill. 2003.

8. Langston, PD. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy: Glaucoma. 5th Edition.

Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2003.

9. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter

Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Jakarta. Sagung Seto. 2002.

10. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14.

Alih Bahasa : Jan Tambajong & Brahm U. Pendit. Jakarta. Widya Medika. 2001.

27