GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

45
TUGAS GIZI KESMAS KEKURANGAN ENERGI DAN PROTEIN DISUSUN OLEH : KELAS D-2013 RIA YUNIATI 25010113140242 STEFFANY C.A 25010113140243 DHIA GHONIYYAH 25010113130255 DINA HAPPY Y. 25010113130256 RIFHA ASTI H. 25010113140259 MIRANTI 25010113140270 KARINTA A.S 25010113140272 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 ZIYAAN ADZAHIY B. 25010113140277 SABRILLA PUTRI G. 25010113140278 RONNA ATIKA T. 25010113130280 HAIDA MEYTANIA 25010113140281 ANNISA RETNO A. 25010113140291 NURUL ANGGRAENI 25010113140295 NISA ZAKIYAH 25010113140302 YUNIAR WIDYA 25010113130304

Transcript of GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

Page 1: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

TUGAS GIZI KESMAS

KEKURANGAN ENERGI DAN PROTEIN

DISUSUN OLEH :

KELAS D-2013

RIA YUNIATI 25010113140242

STEFFANY C.A 25010113140243

DHIA GHONIYYAH 25010113130255

DINA HAPPY Y. 25010113130256

RIFHA ASTI H. 25010113140259

MIRANTI 25010113140270

KARINTA A.S 25010113140272

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014

ZIYAAN ADZAHIY B. 25010113140277

SABRILLA PUTRI G. 25010113140278

RONNA ATIKA T. 25010113130280

HAIDA MEYTANIA 25010113140281

ANNISA RETNO A. 25010113140291

NURUL ANGGRAENI 25010113140295

NISA ZAKIYAH 25010113140302

YUNIAR WIDYA 25010113130304

Page 2: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI................................................................................... ..... ii

PEMBAHASAN

I. Etiologi KEP........................................................................ 1

II. Dampak KEP...................................................................... 4

III. Antropometri KEP.............................................................. 6

IV. Klasifikasi Status Gizi KEP................................................. 13

V. Faktor Eksternal KEP.......................................................... 14

VI. Pencegahan KEP................................................................. 20

VII. Penanggulangan KEP.......................................................... 21

VIII. Penanganan KEP................................................................ 21

KESIMPULAN................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ iii

LAMPIRAN

a. Mind Map Kelompok.......................................................... vi

b. Mind Map Individu............................................................. vii

Page 3: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

1

PEMBAHASAN

I. ETIOLOGI KEP

Faktor Internal (Genetik)

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan.

Melalui genetik yang berada yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat

ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan

kecepatan pembelahan, derajat sensifitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas

dan berhentinya pertumbuhan tulang.

Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal

dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila potensi genetik

ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan optimal maka akan menghasilkan

pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan pertumbuhan pada negara maju lebih sering

diakibatkan oleh faktor genetik ini. Di negara yang sedang berkembang, gangguan

pertumbuhan selain disebabkan oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan

yang tidak memungkinkan seseorang tumbuh secara optimal. Kematian anak balita di

negara yang sedang berkembang dipengaruhi oleh kedua faktor ini. (Soetjiningsih,

1998)

Menurut Jellife D.B. (1989) yang dimasukkan dalam faktor internal adalah

genetik, obstetrik, dan seks.

FAKTOR INTERNAL CONTOH

Genetik

Obstetrik

Seks

Individu (keluarga)

Ras/lingkungan intrauterin (ketidak

cukupan plasenta)

BBLR

Lahir kembar

Laki-laki lebih panjang dan lebih berat

Page 4: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

2

Gejala Klinis

KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang dan berat (gizi

buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak

kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai

marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

Istilah kwashiorkor pertamakali diperkenalkan oleh Dr. Cecily Williams pada tahun

1933, ketika ia menemukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Dimana dalam bahasa Ghana

kwashiorkor artinya penyakit yang diperoleh anak pertama, bila anak kedua sedang

ditunggu kelahirannya.

Kwashiorkor lebh banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering

terjadi pada anak yang terlambatmenyapih, sehingga komposisi gizi makanan tidak

seimbang terutama dalam hal protein. Kwashiorkor dapat terjadipada konsumsi energi

yang cukup atau lebih. (Arisman, 2009)

Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan ASI

dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan makan seperti

anggota keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein.

Kebiasaan makan yang kurang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-

anak dilarang makan ikan dan memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi

anggota keluarga laki-laki yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

Selain itu tingkat pendidikan orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan

terjadinya kwashiorkor karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang

gizi yang rendah (Depkes, 1999)

Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting merusak. Marasmus

umumnya merupakan penyakit pada bayi (12 bulan pertama), karena terlambat diberi

makanan tambahan atau karena makanan tambahan yang tidak terpelihara

kebersihannya. Hal ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti

ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi. Marasmus berpengaruh

dalam waku yang panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki. Marasmus

adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak di antara kelompok sosial ekonomi

Page 5: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

3

rendah di sebagian besar negara sedang berkembang dan lebih banyak dari kwashiorkor.

(Almatsier, 2006)

Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan

berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Keadaan perumahan dan

lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat

dan kurang bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi terutama saluran pencernaan.

Pada keadaan lingkungan yang kurang sehat, dapat terjadi infeksi yang berulang

sehingga menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan zat-zat gizi sehingga

anakmenjadi kurus serta turun berat badannya (Depkes, 1999)

Gejala klinis KEP berat/gizi buruk yang dapat ditemukan:

Kwashiorkor Marasmus Kwashiorkor-Marasmus

Adanya edema diseluruh

tubuh terutama kaki,

tangan atau anggota

badan lain

Wajah membulat dan

sembab

Pandangan mata sayu

Rambut tipis,

kemerahan seperti

rambut jagung

Pembesaran hati

Otot mengecil

Kelainan kulit berupa

bercak merah muda

yang meluas

Diare

Anemia

Tampak sangat kurus

Wajah seperti orang tua

Cengeng

Kulit keriput

Pertu cekung

Tekanan darah, detak

jantung dan pernafasan

berkurang

Campuran dari

beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan

marasmus

Edema

Pengecilan otot

Pengurangan lemak

bawah kulit

Page 6: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

4

Penyebab Kurang Energi Protein

Faktor-faktor penyebab kurang energi protein dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

Primer Sekunder

a. Susunan makanan yang salah

b. Penyediaan makanan yang kurang

baik

c. Kemiskinan

d. Ketidaktahuan tentang nutrisi

e. Kebiasan makan yang salah

a. Gangguan pencernaan (seperti

malabsorbsi, gizi tidak baik,

kelainan struktur saluran)

b. Gangguan psikologis.

(Ngastiyah, 1997)

Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi

secara umum dan kekurangan sumber protein. Penyebab kurang gizi dapat bersifat

primer, yaitu apabila kebutuhan individu yang sehat akan protein, energi, atau

keduanya, tidak dipenuhi oleh makanan yang adekuat, atau sekunder, akibat adanya

penyakit yang dapat menyebabkan asupan kurang optimal, gangguan penyerapan, dan

peningkatan kebutuhan karena terjadi kehilangan zat gizi atau keadaan stres (Alpers,

2006).

II. DAMPAK KEP

Banyak dampak merugikan yang diakibatkan oleh KEP, antara lain yaitu

merosotnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan perkembangan

mental anak, serta merupakan salah satu penyebab dari angka kematian yang tinggi.

Anak yang menderita KEP apabila tidak segera ditangani sangat berisiko tinggi, dan

dapat berakhir dengan kematian anak.

Hal ini akan menyebabkan meningkatnya kematian bayi yang merupakan salah satu

indikator derajat kesehatan. Dampak serius dari kekurangan gizi adalah timbulnya

kecacatan, tingginya angka kecacatan dan terjadinya percepatan kematian. Dilaporkan

bahwa lebih dari separuh kematian anak di negara berkembang disebabkan oleh KEP.

Anak-anak balita yang menderita KEP ringan mempunyai resiko kematian dua kali

Page 7: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

5

lebih tinggi dibandingkan anak normal. Kekurangan gizi diantaranya dapat

menyebabkan merosotnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan

perkembangan mental anak, serta merupakan salah satu sebab dari angka kematian yang

tinggi pada anak-anak.

Anak-anak dengan malnutrisi dini mempunyai peluang lebih tinggi untuk

mengalami retardasi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan mental yang

suboptimal, dan kematian dini bila dibandingkan dnegan anak-anak yang normal.

Malnutrisi juga dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan fisik yang pada gilirannya

berhubungan dengan resiko kematian yang tinggi

Pada masa pasca natal sampai dua tahun merupakan masa yang amat kritis karena

terjadi pertumbuhan yang amat pesat dan terjadi diferensiasi fungsi pada semua organ

tubuh. Gangguan yang terjadi pada masa ini akan menyebabkan perubahan yang

menetap pada struktur anatomi, biokimia, dan fungsi organ. Jadi setiap gangguan seperti

buruknya status gizi dapat menghambat beberapa aspek pertumbuhan organ.

Kekurangan gizi juga dapat mempengaruhi bayi secara psikologis, menyebabkan apatis,

depresi, keterlambtan perkembangan, dan menarik diri dari lingkungan.

Kurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya infeksi dan sebaliknya penyakit

infeksi akan memperburuk kekurangan gizi. Infeksi dalam derajat apapun dapat

memperburuk keadaan gizi, sedangkan malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini akan bertambah buruk

bila keduanya terjadi dalam waktu yang bersamaan

Hubungan antara KEP dengan penyakit infeksi dapat dijelaskan melalui mekanisme

pertahanan tubuh yaitu pada balita yang KEP terjadi kekurangan masukan energi dan

protein ke dalam tubuh sehingga kemapuan tubuh untuk membentuk protein baru

berkurang. Hal ini kemudian menyebabkan pembentukan kekebalan tubuh seluler

terganggu, sehingga tubuh menderita rawan serangan infeksi.

KEP menimbulkan efek pada perkembangan mental dan fungsi intelegensia,

keadaan kurang gizi pada waktu dalam kandungan dan masa bayi akan menyebabkan

perkembangan intelektual rendah.

Page 8: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

6

Fakta menunjukkan bahwa bayi KEP berat mempunyai ukuran besar otak 15-20%

lebih kecil dibandingkan dengan bayi normal. Apabila terjadi kurang gizi sejak dalam

kandungan, maka defisit volume otak bisa mencapai 50%. (Pudjiadi, 2003)

III. ANTROPOMETRI KEP

Pengukuran antropometri merupakan salah satu bentuk pengukuran status gizi

yang relatif mudah untuk dilakukan, yaitu berupa pengukuran berupa pengukuran berat

badan,tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lapisan lemak bawah kulit yang

menggunakan ukuran dan standard tertentu pula.Di Negara berkembang pengukuran

antropometri paling sering dilakukan untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan KEP

karena pengukuran antropometri dapat memberikan gambaran tentang status energi dan

protein seseorang. (Reksodikusumo,1989)

Ada beberapa jenis indikator antropometri yang dapat digunakan untuk

identifikasi masalah KEP, diantaranya adalah Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB),

Lingkar Lengan Atas (LILA), Lingkar Kepala (LP), Lingkar Dada, Lapis Lemak

Bawah Kulit (LLBK). Untuk lebih memberikan makna maka indikator tersebut

dikombinasikan menjadi indeks antropometri.

Diantara beberapa macam indeks antropometri tersebut yang paling sering

digunakan adalah BB/U, TB/U dan BB/TB sedangkan antropometri yang lain hanya

digunakan untuk keperluan khusus seperti ada survey penapisan atau survey nutritional

assessment. (Jahari,dkk, 2000)

Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan

umur akan dapat menyebabkan intepretasi status gizi menjadi salah. Hasil Tinggi Badan

dan Berat Badan yang akurat akan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan

penentuan umur yang tepat. (Supariasa, 2002)

Berat Badan

Page 9: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

7

Berat Badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran

tentang masa tubuh(otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang penyakit infeksi, menurunnya

nafsu makan, maka berat badan merupakan antropometri yang sangat labil. Dalam

keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan

kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembangan mengikuti laju pertumbuhan

umur, sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan

perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari

keadaan normal. (Abunain, 1990)

Tinggi Badan

Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal.Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan

umur.Pertumbuhan tinggi badan seperti berat badan yaitu relatif kurang sensitif

terhadap masalah defisiensi zat gizi dalam jangka waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat

gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. (Abunain,

1990)

Indeks BB/U

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan

antara intake dan kebutuhan gizi yang terjamin, berat badan berkembang mengikuti

pertumbuhan umur.Sebaliknya dalam, keadaan yang abnormal, terdapat dua atau lebih

lambat dari keadaan normal.Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks BB/U digunakan

sebagai salah satu indikator status gizi (KEP) dan karena sifat BB yang labil, maka

indeks BB/U lebih menggambarkan status seseorang saat kini. (Reksodikusomo, 1989)

Berdasarkan klasifikasi dari Universitas Harvard, keadaan gizi anak

diklasifikasikan menjadi tiga tingkat, yaitu:

- Gizi lebih (over weight)

- Gizi baik (well nourished)

Page 10: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

8

- Gizi kurang (under weight), yang mencakup kekurangan kalori dan protein

(KKP) tingkat I dan II.

Untuk Negara-negara sedang berkembang pada umumnya menggunakan

klasifikasi dari Harvard (Standard Harvard) tersebut, dengan berbagai modifikasi.Oleh

karena standar Harvard tersebut dikembangkan untuk mengukur status gizi anak dari

Negara-negara Barat maka prinsip utama modifikasi adalah disesuaikan dengan kondisi

anak-anak dari Negara-negara Asia dan Afriks.Sehingga, untuk negara-negara sedang

berkembang termasuk Indonesia, klasifikasi status gizi anak didasarkan [ada 50

“percentile” dari 100% standard Harvard.

Klasifikasi dari standar Harvard yang sudah dimodifikasi tersebut adalah:

- Gizi baik adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya lebih dari

89% standar Harvard

- Gizi kurang, adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umur berada di

antara 60,1%-80% standar Harvard.

- Gizi buruk, adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya 60%

atau kurang dari standar Harvard.

Kelebihan Kekurangan

Indikator yang baik untuk KEP akut

dan kronis serta untuk memonitor

program yang sedang berjalan

Sensitif terhadap perubahan keadaan

gizi yang kecil

Pengukuran objektif dan bila diulang

memberikan hasil yang sama

Peralatan dapat dibawa kemana-mana

dan relatif murah

Pengukuran mudah dilaksanakan dan

teliti

Tidak sensitif terhadap anak stunted

atau anak terlalu tinggi tapi kurang gizi

Mengakibatkan kekliruan interpretasi

status bila terdapat edema

Data umur kadang-kadang kurang

dapat dipercaya, untuk anak umur

kurang 2 tahun biasanya teliti dan bila

ada kesalahan mudah dikoreksi,

sebaliknya sulit memperkirakan umur

anak lebih dari 2 tahun

Di daerah tertentu, ibu-ibu mungkin

Page 11: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

9

Tidak memakan waktu lama

Dapat mendeteksi kegemukan

kurang menerima anaknya untuk

ditimbang

Sering terjadi kesalahan dalam

pengukuran, misalnya pengaruh

pakaian atau gerakan anak pada saat

penimbangan.

(Jahari, 1988)

Indeks TB/U

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan yaitu relatif kurang sensitif

terhadap masalah defisiensi zat gizi dalam jangka waktu pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup

lama (Reksodikusumo, 1989). Berdasarkan sifat inilah maka indeks TB/U lebih

menggambarkan status gizi masa lampau. Keadaan tinggi badan akan pada

massa usia sekolah (7 tahun) menggambarkan status gizi (KEP) pada masa

balitanya.

Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa balita adalah masalah pada

pengukuran sendiri dan ketelitian data umur. Masalah ini akan berkurang bila

pengukuran dilakukan terhadap anak yang lebih tua, karena proses pengukuran

dapat lebih mudah dilakukan dan penggunaan rentang umur yang lebih panjang

memperkecil kemungkinan kesalahan umur. “Stunting” adalah keadaan

terhambatnya pertumbuhan badan anak yang tidak sesuai dengan umurnya

sebagai akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama.Indeks ini juga erat

kaitannya dengan masalah social ekonomi.Oleh karena itu indeks ini selain

digunakan sebagai indikator KEP dapat juga digunakan sebagai indikator

perkembangan social ekonomi masyarakat. (Supariasa, dkk, 2002)

Page 12: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

10

Berikut merupakan pengukuran status gizi dan anak balita berdasarkan tinggi

badan menurut umur, beserta modifikasi standar Harvard dengan klasifikasinya

adalah:

- Gizi baik, yakni apabila panjang tinggi badan bayi/anak menurut umurnya

lebih dari 80% standar Harvard

- Gizi kurang, apabila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut umurnya

berada di antara lebih dari 70,1%-80% dari standar Harvard

- Gizi buruk, apabila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut umurnya 70%

atau kurang dari standar Harvard (Soekidjo,2011).

Kelebihan Kelemahan

Tidak sensitif terhadap anak stunted

atau anak terlalu tinggi tapi kurang

gizi

Mengakibatkan kekliruan interpretasi

status bila terdapat edema

Data umur kadang-kadang kurang

dapat dipercaya, untuk anak umur

kurang 2 tahun biasanya teliti dan bila

ada kesalahan mudah dikoreksi,

sebaliknya sulit memperkirakan umur

anak lebih dari 2 tahun

Di daerah tertentu, ibu-ibu mungkin

kurang menerima anaknya untuk

ditimbang

Sering terjadi kesalahan dalam

pengukuran, misalnya pengaruh

pakaian atau gerakan anak pada saat

penimbangan.

Dalam menilai intervensi harus disertai

indikator lain seperti BB/U, karena

perubahan TB tidak banyak terjadi

dalam waktu singkat

Membutuhkan beberapa teknik

pengukuran, alat ukur panjang badan

untuk anak umur kurang dari 2 tahun

dan alat ukur tinggi badan untuk anak

umur lebih dari 2 tahun

Lebih sulit dilakukan secara teliti oleh

petugas yang belum pengalaman

Memerlukan orang lain untuk

mengukur anak

Umur kadang-kadang sulit di dapat

secara valid

(Jahari, 1988)

Page 13: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

11

Indeks BB/TB

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan

berat badan dengan percepatan etrtentu. Pada tahun 1966, Jeliffe

memperkenalkan penggunaan indeks TB/BB untuk idektifikasi KEP.

BB/TB merupakan indicator yang baik untuk menyatukan status gizi

KEP, terlebih bila umur sulit didapat. Oleh karena itu BB/TB merupakan

indicator KEP yang independen terhadap umur.Mengingat indeks BB/TB dapat

memberikan gambaran tentang proporsi berat badan relative terhadap tinggi

badan, maka dalam penggunaannya indeks ini merupakan indicator “wasting”

(Jahari, 1988).

Berikut merupakan pengukuran berat badan menurut tinggi badan menurut

standar Harvard yang telah diperoleh dengan mengombinasikan berat badan dan

tinggi badan:

- Gizi baik, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/ tingginya lebih

dari 90% dari standar Harvard

- Gizi kurang, nila berat bayi/anak menurut panjang/tingginya berada di antara

70,1%-90% dari standar Harvard

- Gizi, buruk apaila berat bayi/anak menurut panjang/tingginya 70% atau

kurang dari standar Harvard (Soekidjo,2011).

Kelebihan Kelemahan

lebih baik untuk anak yang berumur

lebih dari 2tahun

hamper independen terhadap pengaruh

umur dan ras

indicator yang baik untuk mendapatkan

proporsi tbuh yang normal dan unutk

membedakan anak yang kurus dan yang

gemuk

menyebabkan estimasi yang rendah

terhadap KEP

memerlukan 2 atau 3 alat pengukur,

lebih mahal dan lebih sulit

membawanya

memerlukan waktu yang lebih lama dan

diperlukan pelatihan

tidak dapat memberikan gambaran

Page 14: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

12

tidak memerlukan data umur

pengukuran objektif dan memberikan

hasil yang sama bila pengukuran

diulang

apakah anak tersebut pendek, cukup

tinggi atau kelebihan tinggi karena

factor umur tidak diperhatikan

(Jahari, 1988).

Lingkar Lengan Atas (LLA) Menurut Umur

Klasifikasi pengukuran status gizi bayi/anak berdasarkan lingkar lengan

atas, yang sering digunakan adalah mengacu kepada standar Harvard,

klasifikasinya adalah:

- Gizi baik, apabila LLA bayi/anak menurut umurnya lebih dari 85% standar

Harvard

- Gizi kurang, apabila LLA bayi/anak menurut umurnya berada di antara

70,1%-85% standar Wolanski

- Gizi buruk, apabila LLA bayi/anak menurut umurnya 70% atau kurang dari

standar Wolanski(Soekidjo,2011).

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Untuk menentukan status gizi orang dewasa dapat menggunakan indeks

massa tubuh atau ‘body mass index’ (BMI). Formula untuk menentukan IMT

adalah

IMT=

Hasil perhitungan dengan formula ini akan mengindikasikan status gizi

dengan klasifikasi sebagai berikut:

a. <18 = kurus,gizi kurang

b. 18-24 = normal, gizi baik

c. 25-30 = gemuk, gizi lebih

Page 15: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

13

d. >30 =gemuk sekali(obes), gizi berlebihan (Soekidjo,2011).

IV. KLASIFIKASI STATUS GIZI KEP

Malnutrisi energi-protein dapat primer, karena asupan protein dan atau sumber

energi yang tidak memadai, atau sekunder karena penyakit yang menggangu asupan

atau penggunaan zat gizi atau penyakit yang meningkatkan kebutuhan zat gizi atau

kehilangan metabolik. Keganasan, malabsorbsi usus, penyaskit peradangan usu besar,

AIDS dan gagal ginjal kronik merupakan beberapa penyakit yang seringkali

berhubungan dengan KEP sekunder (Asdie, 1999)

Menurut baku median WHO – NCHS, KEP dibagi beberapa tingkatan yaitu:

a. KEP Ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80 % dan/atau berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70-80% baku median WHO-NCHS.

b. KEP Sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 60-

70% baku median WHO-NCHS.

c. KEP Berat bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <60%

baku median WHO-NCHS.

Sedangkan klasifikasi KEP berdasarkan KMS balita (Direktorat Bina Gizi

Masyarakat,1997) :

a. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita

warna kuning diatas garis merah atau BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS.

b. KEP sedang bila hasil penimbangan BB pada KMS berada dibawah garis merah

(BGM) atau BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS.

c. KEP berat bila hasil penimbangan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS pada

KMS tidak ada garis pemisah KEP berat dan KEP sedang.

KEP berat secara klinis terdapat dalam 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus dan

marasmik kwashiorkor. KEP melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena

Page 16: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

14

penyakit lain adalah KEP berat tipe kwashiorkor. KEP nyata adalah istilah yang

digunakan di lapangan, yang meliputi KEP sedang dan KEP berat dan pada KMS

sedang dibawah garis merah (tidak ada garis pemisah antara KEP sedang dan KEP berat

pada KMS). KEP total adalah jumlah KEP ringan, KEP sedang dan KEP berat.

V. FAKTOR EKSTERNAL KEP

Umur

Umur merupakan salah satu faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi

seseorang, sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi balita (Apriadji, 1986). Data

dari studi pertumbuhan anak dibeberapa negara berkembang menunjukkan bahwa

gangguan pertumbuhan mulai tampak pada umur 3 sampai 6 bulan pertama masa bayi

(Jus’at, 1992).

Hasil penelitian Jamil (1977) yang dikutip Lismartina (2000) menunjukkan bahwa

pada umur di bawah 6 bulan kebanyakan bayi masih dalam keadaan status gizi yang

baik sedangkan pada golongan umur setelah 6 bulan jumlah balita yang berstatus gizi

baik nampak dengan jelas menurun sampai 50%.

Pada masa anak umur > 24 bulan merupakan masa rawan bagi status gizi balita.

Menurut Kunanto (1992), ada kecenderungan bahwa anak pada kelompok umur

>24 bulan menderita gizi buruk disebabkan karena keterpaparan anak dengan faktor

lingkungan, sehingga anak lebih mudah menderita sakit terutama penyakit infeksi yang

biasanya disertai dengan demam dan nafsu makan menurun.

Steenbergen (1982) dalam Soetjiningsih (1991), menunjukkan bahwa pada anak umur

12 bulan masukan kalori dan proteinnya per Kg berat badan hanya setengahnya dari

waktu bayi. Hal ini menyebabkan malnutrisi sering terjadi pada masa ini dari padawaktu

umur 4-6 bulan.

Prevalensi KEP ditemukan pada usia balita dan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Hal

ini dikarenakan kebutuhan gizi pada usia tersebut meningkat tajam sedangkan ASI

sudah tidak mencukupi, selain itu makanan sapihan tidak diberikan dalam jumlah dan

Page 17: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

15

frekuensi yang cukup serta adanya penyakit diare karena konsumsi pada makanan yang

diberikan (Abunain, 1979 dalam Lismartina, 2000).

Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor internal yang menentukan kebutuhn gizi,

sehingga jenis kelamin berkaitan erat dengan status gizi balita. Laki-laki lebih banyak

membutuhkan energi dan protein dari pada perempuan, karena laki-laki diciptakan

untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat dari perempuan. (Apriadji, 1986 dalam Sutanto,

1999).

Hasil penelitian Lismartina (2001) menunjukkan bahwa kejadian KEP lebih besar

pada anak laki-laki (25,9%) dibanding anak perempuan. Hal ini didukung dengan hasil

analisis Kunanto (1992) yang menemukan bahwa prevalensi gizi buruk lebih banyak

ditemukan pada anak laki-laki (9,2%) dibanding anak perempuan (6,7%) meskipun

perbedaan status gizi anak laki-laki dan anak perempuan secara statistik tidak bermakna.

Hasil Susenas menunjukkan presentasi balita perempuan yang berstatus gizi baik lebih

besar (68,28%) dibanding balita laki-laki (BPS, 1998).

Konsumsi Energi dan Protein

Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesehatan penduduk adalah tingkat

kecukupan gizi, yang lazim disajikan dalam energi dan protein (BPS, 2002). Energi dan

protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan penting dalam tubuh. Asupan energi

yang seimbang sangat diperlukan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia,

khususnya balita (Pudjiadi, 2000). Jika terjadi kekurangan konsumsi energi dalam

waktu yang cukup lama maka akan berakibat pada terjadinya KEP (Sudiarti & Utari,

2007).

Page 18: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

16

Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh. Selain itu

protein juga digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh bila energi yang berasal dari

karbohidrat atau lemak tidak mencukupi (Muchtadi, 1989). Pada anak-anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran sehingga

kebutuhan tubuh akan protein akan lebih besar daripada dengan orang dewasa (Pudjiadi,

2000). Seorang anak balita dikatakan kekurangan apabila tingkat konsumsi energi dan

protein ≤ 80% AKG (Depkes, 1999).

Pekerjaan Ayah

Menurut Suyadi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Kejadian KEP pada

masyarakat terdapat tulisan menurut penelitian Hatril (2001) menunjukkan

kecenderungan bahwa ayah yang bekerja dalam kategori swatsa mempunyai pola

konsumsi makanan keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan ayah yang bekerja

sebagai buruh dan hasil uji statistiknya menunjukkan hubungan yanmg bermakna antara

keduannya. Begitu pula dengan penelitian Alibbirwin (2001) menemukan hubungan

yang bermakna antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita. Dikatakan bahwa ayah

yang bekerja sebagai buruh memiliki resiko lebih besar mempunyai balita kurang gizi

dibanding dengan balita yang ayahnya yang bekerja wiraswasta. Proporsi ayah yang

bekerja dalam kategori PNS/Swasta cenderung mempunyai balita dengan status gizi

baik dibandingkan ayah dengan pekerjaan lainnya (Sukmadewi, 2003). Hal ini

didukung oleh penelitian Sihadi (1999) yang menyatakan bahwa ayah yang bekerja

sebagai buruh memiliki balita dengan proporsi status gizi buruk terbesar yaitu sebesar

53%.

Jumlah Balita dalam Keluarga

Jumlah balita dalam kelurga juga dapat berhubungan dengan status gizi balita.

Dengan adanya anak balita lebih dari satu dalam keluarga maka perhatiann keluarga

Page 19: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

17

akan terbagi. Hal ini diperburuk dengan adanya kesibukan orang tua dengan urusan lain.

Ada kecenderungan bahwa balita yang lebih tua menderita kekurangan gizi karena

perhatian orang tuanya yang terbagi dengan adanya balita yang lebih muda (Kunanto,

1992). Peranan ibu dalam mengasuh balita akan lebih berat dengan kehadiran balita

yang lebih muda. Hal ini didukung olehhasil penelitian Hatril (2001) yang menunjukkan

bahwa keluarga yang mempunyai balita 1 orang lebih rendah proporsi balita yang

kekurangan protein (73,1%) dibanding dengan keluarga yang mempunyai balita lebih

dari 1 orang (75,0%).

Jumlah Anggota Keluarga

Menurut Jajal dan Soekirman (1990) ada hubungan antara status gizi anak

dengan pendapatan keluarga berdasarkan perbedaan jumlah anggota keluarga.

Dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan dan semakin rendah jumlah anggota

keluarga maka semakin baik pertumbuhan anaknya. Dengan jumlah anggota keluarga

yang besar dan dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan

menyebabkan balita dalam kelurga tersebut menderita KEP. Bila pendapatan keluarga

hanya pas-pasan sedangkan anaknya banyak maka pemerataan dan kecukupan makanan

di dalam keluarga kurang bisa terpenuhi maka keluarga tersebut disebut dengan

keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi (Apriadji,

1986).

Jumlah anggota keluarga yang besar akan sangat mempengaruhi distribusi makanan

terhadap anggota keluarga, terutama pada keluarga miskin yang terbatas

kemampuannya dalam penyediaan pangan. Hal ini akan berisiko terhadap kejadian

KEP. Suatu studi di Nigeria melaporkan bahwa insiden kwashiorkor meninggi pada

keluarga yang mempunyai anak tujuh atau lebih (Mosley dalam Pudjiadi, 2000).

Rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga besar berisiko mengalami kelaparan

4 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah tanggga yang anggotanya kecil, dan

berisiko pula mengalami kurang gizi sebanyak 5 kali lebih besar dari keluarga yang

mempunyai anggota keluarga kecil (Berg, 1986).

Page 20: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

18

Komposisi dan jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor resiko

tejadinya kurang gizi (WKNPG, 2000).

Sebagian besar penduduk negara Indonesia berpenghasilan menengah ke bawah,

sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Di

samping itu jumlah anggota keluarga yang banyak akan memperburuk keadaan ini dan

akan menimbulkan banyak masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan

ketidakcukupan pangan dan gizi (Suhardjo, 1996).

Hal ini didukung oleh penelitian Yusril (2002), yang menyatakan bahwa adanya

kecenderungan semakin bertambahnya anggota keluarga maka semakin menurunnya

status gizi balita dalam keluarga tersebut.

Sementara itu Sutanto (1999) menemukan bahwa jumlah anggota lebih besar

atau sama dengan 6, maka anaknya mempunyai kecenderungan 1,96 lebih besar

menderita KEP dibanding dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga kurang dari

6.

Pendapatan

Di Indonesia masih banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan tidak hanya menjadi akar masalah sosial dan ekonomi bahkan menjadi akar

masalah kesehatan dan gizi. Tingkat pengeluaran dapat dianggap sebagai proxi

pendapatan keluarga. Proporsi pengeluaran untuk makan terhadap total pengeluaran

dapat digunakan sebagai petunjuk kemiskinan karena kebutuhan dasar tidak hanya

makan (Mulyati, 2002).

Analisis terhadap data Susenas tahun 1992 oleh Soekirman (1994),

mengungkapkan adanya keterkaitan yang erat antara status gizi balita dengan

pendapatan keluarga. Makin rendah pendapat suatu keluarga maka semakin besar

peluang keluarga tersebut mempunyai balita yang berstatus KEP.

Soekirman (1991) menyatakan bahwa pendapatan riil suatu rumah tangga merupakan

salah satu faktor yang menentukan kosumsi makanan keluarga. Di samping itu

konsumsi makanan keluarga sangat dipengaruhi oleh harga pangan dan bukan pangan.

Page 21: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

19

Orang tua yang berpenghasilan rendah cenderung mempunyai anak kurang gizi dan

tidak sehat (Mutmainah, 1996).

Di samping itu keluarga miskin sering memiliki keluarga besar dengan jarak

umur anak yang berdekatan. Hal ini menyebabkan setiap anak menerima sedikit

perhaitan. Hal ini didukung oleh Sihadi (1999) yang menyatakan bahwa ada kaitan

antara keadaan gizi balita dengan status ekonomi rumah tangga.

Dikatakan bahwa rata-rata persen BB/U pada kelompok ekonomi rendah selalu

lebih rendah daripada kelompok ekonomi tinggi, situasi ini akan diperburuk lagi pada

golongan masyarakat dengan jumlah anggota keluarga yang besar.

Di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia, masalah KEP banyak diderita oleh

penduduk terutama dari golongan miskin. Hal ini dikarenakan pendapatan mereka tidak

cukup untuk membeli makanan yang bergizi (Budiningsari, 1999)

Konsumsi

Biasanya ketika antara bulan keempat dan kelima atau lebih awal lagi,pertambahan

berat badan anak yang mendapatkan air susu ibu mulai menurun dan ini akan tampak

dari catatan berat badan pada kartu kurva pertumbuhan (kartu menuju sehat). Pada

waktu inilah seharusnya makanan tambahan bayi perlu diberikan. Apabila makanan

tambahan belum diberikan atau bayi terkena infeksi berat badan bayi tidak dapat naik

dan sementara itu akan timbul gejala – gejala klinis kurang energi protein.

(Suhardjo,2010)

Pola Asuh

Faktor pengasuhan anak merupakan salah satu faktor yang ikut memberikan

pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Agar anak dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik dibutuhkan pengasuhan yang baik yang dapat memenuhi

kebutuhan dasar, yaitu:

Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan

Memberikan makanan yang sesuai dengan umur

Page 22: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

20

Memberi kasih sayang untuk kebutuhan emosi

Memberi rangsangan mental untuk memenuhi kebutuhan stimulasi dan

perkembangan IQ, watak dan kepribadian anak

Dalam buku WKNPG VII tahun 2000 disebutkan bahwa pola asuh gizi adalah praktek

di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan

serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

Adapun aspek kunci dalam pola asuh gizi adalah:

Perawatan dan perlindungan bagi ibu

Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI

Pengasuhan psiko-sosial

Penyiapan makanan

Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

Praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan

Dijelaskan juga bahwa kemampuan dasar yang dibutuhkan sebagai pengasuh yang baik

dalam pemberian makanan adalah:

Menyiapkan makanan dengan jumlah dan mutu yang lengkap

Beri makan anak dengan sabar dalam suasana yang ceria terutama bila anak

kehilangan nafus makan

Menyusui secara ekslusif

Membuat upaya khusus dalam pemberian makan anak setiap hari

VI. PENCEGAHAN KEP

Cara pencegahan yang terbaik yaitu dengan melakukan penimbangan balita.

Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan

kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang

dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak.

Berikut beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:

1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.

Page 23: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

21

2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,

lemak, vitamin dan mineralnya.

3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program

Posyandu

4. Pemberian Informasi mengenai penanggulangan gizi buruk.

(Jafar, Nurhaedar. 2004)

VII. PENANGGULANGAN KEP

Penanggulangan KEP diprioritaskan daerah tertinggal/miskin baik di

pedesaan/perkotaan. Kegiatan ini pelaksanaannya diintegrasikan kedalam program

penanggulangan kemiskinan secara nasional.

Kegiatan penanggulangani KEP meliputi:

Pemantapan UPGK dengan: meningkatkan upaya pemantauan

pertumbuhan dan perkembangan balita melalui kelompok dan dasa

wisma.

Penanganan khusus KEP berat secara lintas program dan lintas sektoral.

Pengembangan sistem rujukan pelayanan gizi di Posyandu dalam

rehabilitasi gizi terutama di daerah miskin.

Peningkatan gerakan sadar pangan dan gizi melalui KIE yang

berkesinambungan.

Peningkatan pemberian ASI secara eksklusif.

Penanggulangan KEK (Kurang Energi Kronik) pada ibu hamil

didasarkan hasil penilaian dengan alat ukur LILA (Lingkar Lengan

Atas).

( Evawany, 2010 )

VIII. PENANGANAN KEP

KEP Ringan dan Sedang

Kepada si ibu harus dibantu untuk memperbaiki makanan anaknya. Ini dapat

dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi energi dan protein dalam makanan anak

Page 24: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

22

yang bersnagkutan. Diberikan lebih sering, makanan dibuat lebih beragam (bervariasi),

termasuk pangan hewani bila memungkinkan, diberi makanan tambahan melalui pusat-

pusat pelayanan gizi, kecuali itu selalu dipantau berat badan dan kesehatannya.

KEP Berat

Anak dengan KEP berat khususnya jika terdapat infeksi akut, diare dan

dehidrasi, xerophthalmia atau anemia berat, maka anak yang demikian harus dirawat

dirumah sakit karena bila tidak, dapat terjadi kondisi yang lebih gawat lagi. Hal-hal

berikut ini dapat dilakukan dalam menangani anak yang mengalami KEP berat:

1. Amati anak itu dan telusuri latar belakangnya, periksa apakah ada

xerophthalmia.

2. Periksa tingkat dehidrasinya dan cara perawatannya

3. Periksa ada tidaknya infeksi atau parasit dan cara perawatannya

4. Untuk kasus yang berada di daerah malaria endemik dapat dilakukan pemberian

pil khoroquin secara rutin

5. Berikan injeksi intramuskular Vitamin A 100.000 IU atau secara oral dengan

dosis 200.000 IU vitamin A.

Berikan pada hari berikutnya secara oral dengan dosis yang sama. Untuk anak

dibawah umur satu tahun diberikan setengah dosis.

6. Apabila hemoglobin di bawah 3 grm per 100 ml, berikan transfusi darah.

7. Setelah itu berikan perlakuan makanan segera setelah tidak ada dehidrasi.

8. Berikan suplementasi vitamin dan mineral:

1 gram kalium khlorida per hari dalam bentuk tablet atau cairan

Zat besi

5mg asam folat per hari

Multi vitamin bentuk tablet atau cairan untuk memenuhi kebutuhan yang

dianjurkan.

9. Anak yang mengalami gizi kurang berat biasanya menderita hipothermia (suhu

badan rendah) dan hiploglikemia (kadar gula dalam darah rendah) dan umunya

dapat meninggal karena adanya komplikasi ini. Oleh sebab itu perlu pengamatan

Page 25: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

23

suhu tubuh secara teratur siang malam terutama selama beberapa hari pertama.

Anak perlu diselimuti untuk mencegah kedinginan dan jangan dimandikan.

Pemberian makanan yang sering (frequent) dianjurkan untuk mencegah kadar

gula darah rendah. Komplikasi lain yang biasa dijumpai pada anak yang

menderita gizi kurang berat adalah gangguan jantung, terutama pada

kwashiorkor. Hal ini perlu mendapatkan perhatian bila dijumpai sehingga anak

dapat dirawat atau diobati secepat mingkin

10. Apabila anak dapat makan dengan baik, maka oedemanya akan hilang (bila

dijumpai) dan anak dapat mulai bertambah beratnya, dan akan dapat

dipindahkan ke unit rehabilitasi yang ada. Anak yan tumbuh dari gizi kurang

berat ini sebaiknya tetap dalam pengawasan dan pemeriksaan reguler paling

tidak selama setahun untuk mencegah timbulnya gangguan gizi lagi.

(Suhardjo, 2004)

Page 26: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

24

KESIMPULAN

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan

gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang

berbeda-beda, pada derajat yang ringan sampai berat. KEP juga disebabkan oleh

kekurangan konsumsi zat gizi terkait dalam jangka waktu yang lama. Dan ditandai

dengan berat badan / tinggi badan menurut umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis yang

lebih rendah dari standar yang ada di masyarakat

Gejala Klinis yang terlihat pada penderita KEP yaitu terkena penyakit

kwashiorkor, marasmus, atau kwashiorkor-marasmus adapun penyakit ini lebih banyak

didapat oleh bayi dan anak-anak tetapi tidak menutup kemungkinan juga pada orang

dewasa.

KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur

yang dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana

tercantum dalam KMS

Pencegahan dan penanggulangan KEP bisa dilakukan untuk menekan angka

penderita KEP salah satu yang terbaik pada balita adalah dengan rutin menimbang

balita, dan mencegah gizi buruk kepada balita seperti memberikan asi eksklusif,

sedangkan penanggulangan biasanya diprioritaskan pada daerah tertinggal/miskin.

Dalam penanganan KEP pun bermacam-macam karena KEP digolongkan

dengan ringan/sedang/berat.

Page 27: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

iii

DAFTAR PUSTAKA

Abunain, Djamadias. 1990. Antropometri Sebagai Alat Ukur Status gizi di Indonesia.

Gizi Indonesia. Jakarta.

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta: EGC

Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur. Kehidupan. EGC. Jakarta.

Aritonang, Evawany. 2010. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition).

Sumatera Utara: Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Asdie, Ahmad. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC

Depkes. 2000. Rencana Aksi Pangan Dan Gizi Nasional. Depkes RI, Jakarta.

Depkes, 1999, Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, Jakarta.

Hermina. 1997. Penelitian Latar Belakang Kalangan Yang Mempunyai Anak Balita,

Dengan Keadaan Gizi Buruk Pengunjung Klinik Gizi Bogor. Puslibang Gizi.

Hidayat, Cecep. 1980. Pengaruh Pendidikan Formal Terhadap Konsumsi Pangan

Keluarga. Buletin Gizi, vol : ix, no.2., Jakarta.

Jafar, Nurhaedar. 2004. Kekurangan Energi Protein (KEP) Pada Balita. Makasar:

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanudin.

Jahari, A. B., 1988. Antropometri Sebagai Indikator Status Gizi. Jakarta: FKMUI.

Jalal & Sumali. 1998. Repelita VII Untuk Mendukung Pengembangan SDM Yang

Berkualitas. WKPG VI. LIPI. Jakarta.

Page 28: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

iv

Jalal. 1990. Survey diit. Pengukuran konsumsi makanan. Kursus singkat epidemiologi

gizi.

Jeliffe, D.B. & Jeliffe, D. E. F. 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford

University. New York.

Jelliffe D.B.1989. Community Nutritional Assesment with Special Reference to Less

Technically Developed Countries. Oxford. Oxford Universitas Press

Jus’at, Idrus. 1999. Determine Of Nutrition Status Of Pres Choal Children In Indonesia,

An Analysis Of The National Sosio Economy Survey (Susenas). Desertasi Cornel

University. USA.

Latinulu, S. 2000. Pemantauan Penggunaan Status Gizi Balita Dan Perencanaan

Program Dari Bawah. Jakarta : Medika 19 (9).

Mutmainah, A, dkk. 1996. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat

Kecerdasan Anak Usia 2-5 tahun. Media Gizi dan Keluarga. IPB, Bogor.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Editor Setiawan. Jakarta: EGC

Notoatmojo, Soekidjo.. Kesehatan Masyarakat Ilmu&Seni. Rineka Cipta. Jakarta: 2011

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 2000.

Reksodiskusumo, dkk. 1989. Penentuan Status Gizi Secara Antropometri. Akademi

Gizi. Depkes RI, Jakarta.

Soekirman. 1985. Gizi Morbiditas dan Mortalitas Bayi Dan Anak Indonesia. Gizi

Indonesia. Vol : x, no :5

Soetjiningsih. 1991. Pola Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Balita Di

Kecamatan Mengwi. Majalah Kedokteran Indonesia, vol : 41, no : 5 Mei 1991,

h.263-268.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

hal 38

Page 29: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

v

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Solihin Pudjiadi. 2003. Ilmu gizi klinis pada anak, edisi keempat. Jakarta. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suhardjo. 2004. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Kanisius

Suhardjo.2010.Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak.Yogyakarta:Kanisius

Supariasa, I.D.N 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.

Suyadi, Edwin S. 2009. Kejadian KEP. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia. Depok.

Suyadi, Edwin S.2009. Kejadian KEP pada masyarakat. FKM UI. Jakarta : FKM UI

Yuliana, dkk. 2002. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Bayi di Kota

Bogor. Media Gizi dan Keluarga, Desember 2002.

Page 30: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

vi

LAMPIRAN

a. Mind Map Kelompok

Page 31: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

vii

b. Mind Map Individu

RIA YUNIATI /242

Page 32: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

viii

STEFFANY C.A /244

Page 33: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

ix

DHIA GHONIYYAH /255

Page 34: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

x

DINA HAPPY /255

Page 35: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xi

RIFHA ASTI H. / 259

Page 36: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xii

MIRANTI /270

Page 37: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xiii

KARINTA ARIANI /272

Page 38: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xiv

ZIYAAN ADZAHIY BEBE /277

Page 39: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xv

SABRILLA PUTRI /278

Page 40: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xvi

RONNA ATIKA TSANI / 280

Page 41: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xvii

HAIDA MEYTANIA / 281

Page 42: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xviii

ANNISA RETNO A. /291

Page 43: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xix

NURUL ANGGRAENI / 295

Page 44: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xx

NISA ZAKIYAH /302

Page 45: GIZI_KEP_PAPER(SOFTCOPY) KELOMPOK BARIS KE3.pdf

xxi

YUNIAR WIDYA /304