gizi sistem respirasi

4
Mengapa pengaturan asupan gizi sangat diperlukan pada pasien kegagalan respirasi.. N apa hubunganx jk MALNUTRISI SERING TERJADI PADA PASIEN PPOK TERUTAMA EMFISEMA YANG BIASANYA MENGALAMI PENURUNAN BERAT BADAN, TLK, LLA. Sedangkan faktor yang menimbulkan penurunan berat badan ini adalah pemasukan yang kurang akibat nafsu makan berkurang karena penderita sering minum obat-obatan golongan teofilin yang berefek samping mual dan gangguan pencernaan. Sesak nafas juga menyebabkan nafsu makan berkurang. Selain itu, penurunan berat badan juga disebabkan oleh pemakaian otot-otot napas yang disebabkan sesak napas, sehingga terjadi proses katabolisme. Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dimungkinkan krena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksia kronik dan hiperkapniki menyebabkan terjadinya hbipermetabolisme. Nutrisi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dianggap penting pada pasien dengan gangguan pernafasan. Sebab pasien yang mengalami penyakit paru pada umumnya akan jatuh dalam keadaan malnutrisi, dan pada akhirnya pasien tersebut akan menurun fungsi parunya yang diakibatkan karena hilangnya kekuatan otot-otot respirasi dan menurunnya kapasitas ventilasi dan akan menganggu sistem imunitasnya juga. Insiden terjadinya malnutrisi pada pasien paru obstruktif kronik yang mengalami nutrisi ketika dirawat di RS adalah sekitar 50%, dan yang sudah tidak dirawat yang mengalami malnutrisi adalah 25% nya, bahkan jika pasien sudah mengalami kegagalan pernafasan akut 60%nya akan mengalami malnutrisi. Masalah terpenting dalam pemberian nutrisi pada pasien dengan gangguan respirasi adalah ketika nutrisi yang diberikan secara oral tidak adekuat dan kemudian diberikan secara parenteral akan justru akan menurunkan fungsi dari saluran pencernaan. Tetapi pemberian secara enteralpun juga tidak menurut kemungkinan tidak akan memberikan efek samping yaitu ada hubungannya dengan hipercapnia akibat produksi CO2 yang berlebihan serta efek aspirasi. Penelitian tentang pemberian nutrisi bagi pasien dengan gangguan respirasi seperti pada penyakit paru obstruktif kronik atau COPD sepertinya mulai banyak dilakukan. Pada prinsipnya penatalaksanaan nutrisi pada pasien COPD dapat diaplikasikan pula pada pasien dengan penyakit

description

hubungan gizi dan gangguan sistem respirasi

Transcript of gizi sistem respirasi

Page 1: gizi sistem respirasi

Mengapa pengaturan asupan gizi sangat diperlukan pada pasien kegagalan respirasi.. N apa hubunganx jk

MALNUTRISI SERING TERJADI PADA PASIEN PPOK TERUTAMA EMFISEMA YANG BIASANYA MENGALAMI PENURUNAN BERAT BADAN, TLK, LLA.

Sedangkan faktor yang menimbulkan penurunan berat badan ini adalah pemasukan yang kurang akibat nafsu makan berkurang karena penderita sering minum obat-obatan golongan teofilin yang berefek samping mual dan gangguan pencernaan. Sesak nafas juga menyebabkan nafsu makan berkurang. Selain itu, penurunan berat badan juga disebabkan oleh pemakaian otot-otot napas yang disebabkan sesak napas, sehingga terjadi proses katabolisme.

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dimungkinkan krena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksia kronik dan hiperkapniki menyebabkan terjadinya hbipermetabolisme.

Nutrisi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dianggap penting pada pasien dengan gangguan pernafasan. Sebab pasien yang mengalami penyakit paru pada umumnya akan jatuh dalam keadaan malnutrisi, dan pada akhirnya pasien tersebut akan menurun fungsi parunya yang diakibatkan karena hilangnya kekuatan otot-otot respirasi dan menurunnya kapasitas ventilasi dan akan menganggu sistem imunitasnya juga. Insiden terjadinya malnutrisi pada pasien paru obstruktif kronik yang mengalami nutrisi ketika dirawat di RS adalah sekitar 50%, dan yang sudah tidak dirawat yang mengalami malnutrisi adalah 25% nya, bahkan jika pasien sudah mengalami kegagalan pernafasan akut 60%nya akan mengalami malnutrisi.

Masalah terpenting dalam pemberian nutrisi pada pasien dengan gangguan respirasi adalah ketika nutrisi yang diberikan secara oral tidak adekuat dan kemudian diberikan secara parenteral akan justru akan menurunkan fungsi dari saluran pencernaan. Tetapi pemberian secara enteralpun juga tidak menurut kemungkinan tidak akan memberikan efek samping yaitu ada hubungannya dengan hipercapnia akibat produksi CO2 yang berlebihan serta efek aspirasi. Penelitian tentang pemberian nutrisi bagi pasien dengan gangguan respirasi seperti pada penyakit paru obstruktif kronik atau COPD sepertinya mulai banyak dilakukan. Pada prinsipnya penatalaksanaan nutrisi pada pasien COPD dapat diaplikasikan pula pada pasien dengan penyakit respirasi lainnya.

Dari referensi terbaru yang dikeluarkan oleh ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition tahun 2006, tertulis bahwa pemberian karbohidrat dengan komposisi 50–60% jutsru akan meningkatkan nilai Respiratory Quotient atau RQ yaitu meningkatkan produksi CO2 dari hasil pemecahan glukosa, dimana nilainya adalah 1,0, nilai RQ untuk glukosa memang paling tinggi dibandingkan dengan lemak dan protein yaitu 0,7 dan 0,8 dengan demikian pemakaian karbohidrat yang terlalu tinggi akan mempercepat pasien untuk menggunakan ventilator. Disebutkan pula bahwa pemberian karbohidrat yang rendah dan tinggi protein sebagai nutrisi enteral memberikan keuntungan untuk peningkatan BB untuk pemberian selama 8 minggu. Sedangkan penatalaksanaan terapi nutrisi bagi pasien paru obstruktif menahun juga dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik dimana komposisi makronutrien yang disarankan adalah karbohidrat 35–50%, protein 35-50% dan lemak 15–20%.

Page 2: gizi sistem respirasi

Guideline atau rekomendasi yang dikeluarkan oleh ESPEN tersebut memang sangat berbeda dengan rekomendasi yang pernah dituliskan di sumber-sumber referensi pada beberapa tahun sebelumnya. Seperti yang pernah dimuat dalam jurnal Thorax tahun 1992 bahwa pemberian karbohidrat pada pasien dengan penyakit paru obstruktif bisa sampai 52%, begitu juga pernah ditulis di salah satu jurnal European Respiratory Journal tahun 1996, bahwa karbohidrat pada pasien dengan penyakit paru yang direkomendasikan adalah 60-70%.

Pernah diteliti pula mengenai perbandingan penggunaan karbohidrat dengan dosis rendah dan dosis tinggi untuk pasien obstruktif paru menahun selama 3 minggu dimana penelitian ini menggunakan parameter fungsi paru. Pasien yang ikut serta dalam penelitian adalah 60 pasien COPD dengan BB yang rendah yaitu kurang dari 90% dari BB ideal, kemudian pasien diacak dan dibandingkan pula dengan kelompok kontrol. Pasien yang mendapatkan formula tinggi karbohidrat adalah mengandung komposisi 15% protein, 20-30% lemak dan 60-70% karbohidrat atau dibandingkan dengan sediaan yang rendah karbohidrat yaitu mengandung 16.7% protein, 55.1% lemak dan 28.2% karbohidrat diberikan secara oral pada sore hari sebagai bagian dari dietnya.

Diukur fungsi parunya tekanan volume ekspirasi pada 1 detik atau volume udara ekshalasi pada ekspirasi maksimal, ventilasi per menitnya, konsumsi Oksigen per unit per waktu dan produksi CO2 untuk menghitung RQ/Respiratory Quotient dan tidak ketinggalam juga dilakukan pemeriksaan terhadap gas darah yaitu pH, tekanan CO2 dalam arteri dan tekanan O2 dalam arteri yang dilakukan pada saat baseline dan setelah 3 minggu.

Hasilnya pengukuran fungsi paru-paru menurun secara bermakna serta volume ekspirasi meningkat secara bermakna pada kelompok yang menggunakan tinggi lemak dan rendah karbohidrat dibandingkan yang menggunakan tinggi karbohidrat.

Hasil metaanalisis dari pemberian nutrisi bagi pasien paru pernah dibuat oleh Cochrane Aiways Group, dimana berhasil dikumpulkan semua penelitian yang bermetode acak buta ganda mengenai pemberian suplementasi nutrisi bagi pasien kronik obstruktif paru dalam pengaruhnya terhadap pengukuran antropometrik, fungsi pari, otot pernafasan dan kapasitas fungsi pasien dalam melakukan aktivitas yang diambil dari 272 referensi dan 9 penelitian acak buta ganda, berhasil disimpulkan bahwa terapi nutrisi bagi pasien paru obstruktif menahun tidak memberikan efek terhadap perbaikan antropometri serta fungsi paru dan perbaikan kapasitas fungsional pasien.

BB¯, massa otot diaphragma ¯, kekuatan kontraksi ¯, daya tahan fisik ¯,kapasitas vital¯ ® kemampuan bernapas dalam¯, kemampuan batuk untuk mengeluarkan sekret¯ ® atelectasis & infeksi pulmoner

Kemampuan ventilasi¯, daya tahan fisik¯, kerja pernapasan® gagal napas akut

Page 3: gizi sistem respirasi

Pemberian diit tinggi lemak pada penderita PPOK lebih bermanfaat ketimbang pemberian diit tinggi karbohidrat. Pemberian minuman yang kaya karbohidrat menunjukkan peningkatan peningkatan bermakna nilai prediksi CO2, konsumsi oksigen, respiratory quotient, dan tekanan arteri CO2, serta penurunan kemampuan berjalan enam menit dibandingkan dengan pemberian minuman yang kaya lemak.

Maksudnya hipermetabolik?

Kenapa lemak bisa meminimalkan hiperglikemia?

Untuk membantu kerja pernapasan harus dibutuhkan energiu atau jumlah kalori yang banyak. Sebagai ganti dari KH, kita menggunakan lemak. Karena punya Kalori yang tinggi,.

Perbandingan volume CO2 yang dikeluarkan dengan volume O2 yang diperlukan pada saat oksidasi.

RQ khusus untuk KH. Sedangkan untuk Lemak, atau protein punys tersendiri.

Diukur dengan menggunakan Spirometer.

Jika seandainya kita memberikan KH dalam jumlah yang tinggi, otomatis akan meningkatkan pemecahannya menjadi CO2,. Apa yang terjadi,.? Kerja pernapasan menjadi berat, karena semakin banyak CO2 di dalam darah,. Sehingga jika diukur, maka RQx akan di atas 1. normalnya harus di bawah 1.