Gizi Sirosis Hepatis

24
Penatalaksanaan Gizi untuk Sirosis Hepatis dan Komplikasinya Sirosis hepatis memiliki banyak manifestasi klinis. Beberapa komplikasi mayor dari sirosis dan penyakit hati tahap akhir, termasuk malnutrisi, ascites, hiponatremia, hepatic- encephalopathy, malabsorbsi lemak, hepatorenal syndrome, perubahan struktur glukosa, dan osteopenia memiliki dampak nutrisi masing-masing. Ketika terapi nutrisi yang baik diterapkan, malnutrisi dapat ditanggulangi dan hasil klinik dapat memiliki kemajuan dari status nutrisi dan perbaikan dari komplikasi seperti ascites, encephalopathy dan infeksi. Penilaian Status Gizi Sebelum terapi nutrisi yang baik diterapkan, penilaian status gizi perlu dilakukan untuk menilai penyebab malnutrisi pada pasien. Penilaian status gizi biasanya sulit dilakukan karena dipengaruhi penyakit hati dan berbagai komplikasinya. Tabel 28-3 merangkum faktor yang memengaruhi penilaian status gizi.

description

Penatalaksanaan Gizi Untuk Sirosis Hepatis Dan Komplikasinya

Transcript of Gizi Sirosis Hepatis

Penatalaksanaan Gizi untuk Sirosis Hepatis dan Komplikasinya

Sirosis hepatis memiliki banyak manifestasi klinis. Beberapa komplikasi mayor dari sirosis dan penyakit hati tahap akhir, termasuk malnutrisi, ascites, hiponatremia, hepatic-encephalopathy, malabsorbsi lemak, hepatorenal syndrome, perubahan struktur glukosa, dan osteopenia memiliki dampak nutrisi masing-masing. Ketika terapi nutrisi yang baik diterapkan, malnutrisi dapat ditanggulangi dan hasil klinik dapat memiliki kemajuan dari status nutrisi dan perbaikan dari komplikasi seperti ascites, encephalopathy dan infeksi.Penilaian Status GiziSebelum terapi nutrisi yang baik diterapkan, penilaian status gizi perlu dilakukan untuk menilai penyebab malnutrisi pada pasien. Penilaian status gizi biasanya sulit dilakukan karena dipengaruhi penyakit hati dan berbagai komplikasinya. Tabel 28-3 merangkum faktor yang memengaruhi penilaian status gizi. Parameter objektif sangat berguna jika di monitor secara serial yaitu pengukuran antropometrik dan evaluasi asupan nutrisi. (Hasse,2001; McCullough, 2000)

Cara terbaik untuk melakukan penilaian status gizi adalah menggabungkan parameter ini dengan Subjective Global Assessmen (tSGA). SGA digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan penyakit hati dan cangkok hati (Detsky et al.,1987 Hasse et aI., 1993; Stephensonet al., 2001).

MalnutrisiMalnutrisi sedang dan berat sering ditemukan pada pasien dengan penyakit hati berat. Malnutrisi pada kasus ini tergantung dari parameter yang digunakan jenis penyakit hati, derajat penyakit, dan status sosioekonomi (Alberino et al., 2001; Nvares-da-Silvaand Reverbelda SilveiraT, 2005 Campillo et al., 2003; Figueiredo et al., 2005; Zaina et al.,2004).

Asupan oral yang inadekuat, merupakan kontribusi besar yang disebabkan anoreksia, dysgeusia, cepat kenyang, mual dan muntah yang diasosiasikan dengan penyakit hati dan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit hati.Maldigesti dan malabsorpsi sangat memiliki peranan pada malnutrisi penyakit hati Steatorea (feses yang berlemak) sangat sering dijumpai pada sirosis hepatis, terutama jika penyakit ini melibatkan perlukaan dan obstruksi pada ductus biliaris.

Pengobatan yang sudah dijalani juga memengaruhi malabsorbsi. Lebih dari itu, metabolisme yang tidak baik karena disfungsi liver terjadi pada beberapa cara. Fungsi mikronutrien dipengaruhi oleh disfungsi penyimpanan pada hati, penurunan transport oleh protein yang disintesis hepar dan hilangnya fungsi adrenal karena penyakit hati alkoholik. Metabolisme makronutrien abnormal dan peningkatan pengeluaran energi menyebabkan kontribusi malnutrisi. Akhirnya, hilangnya protein dapat terjadi dari parasentesis cairan ascites dalam jumlah yang besar melalui jarum suntik.

Terapi Nutrisi Sirosis

Masalah Dalam Pemberian Makanan

Pada pasien dengan gangguan hati, sering terjadi gejala anorexia, mual, perubahan rasa kecap dan gejala gastrointestinal lainnya yang mengakibatkan sulit untuk mendapat asupan yang cukup. Pasien yang mengalami asites lebih cepat merasa kenyang (begah). Porsi kecil dan sering dapat lebih ditoleransi daripada 3x makan, juga disertai bukti bahwa porsi kecil dan sering meningkatkan balans nitrogen dan mencegah hipoglikemi. Pada pasien dengan gangguan hati, suplemen oral cair dianjurkan, jika diperlukan penggunaan enteral tube.

Tambahan nutrisi harus diberikan pada pasien gangguan hati disertai kurang gizi jika asupan kurang dari kebutuhan (0,8 g protein dan 30kalori/kgbb) dan jika beresiko terjadi komplikasi fatal. Varises esophagus biasanya bukan kontraindikasi pemberian makan lewat selang (crippin, 2006).

Kebutuhan Nutrisi

Energi

Kebutuhan energi bervariasi antara pasien, beberapa studi yang mengukur ree pasien menemukan bahwa pasien dengan stadium akhir penyakit hati memiliki metabolisme normal, sedangkan gangguan hati lainnya mengalami hipo/hipermetabolisme. Walaupun beberapa studi menyimpulkan pasien sirosis tidak membutuhkan kalori lebih, dolz dkk. (1991) memutuskan bahwa asites meningkatkan energy expenditure sedikit. Di sisi lain, dua penelitian menemukan peningkatan ree pada 6 bulan dan 12 bulan paska pemasangan shunt. (allard et al., 2001; plauth et al., 2004).

Bagaimanapun peningkatan ini mungkin sebagai hasil bahwa berat tubuh kering meningkat setelah pemasangan shunt. Pada umumnya kebutuhan energy untuk pasien gangguan hati stadium akhir dan tanpa asites sekitar 120% hinggal 140% ree. Dapat ditingkatkan hingga 150-175% ree jika terjadi asites, infeksi atau malabsorbsi, atau jika dibutuhkan pengembalian nutrisi.Ini setara dengan 25-35 kalori/kgbb, dan diperlukan perkiraan berat badan kering dalam perhitungan untuk mencegah overfeeding. Suplemen oral atau tube dapat digunakan untuk mengoptimalkan asupan pada pasien kurang gizi dan mengurangi komplikasi serta memperpanjang survival (plauth et a1.,2006).

Karbohidrat

Menentukan kebutuhan karbohidrat sangat menantang dalam penyakit gagal hati karena fungsi hati dalam memetabolisme karbohidrat. Gagal hati mengurangi produksi glukosa dan penggunaan glukosa perifer. Rasio terjadinya gluconeogenesis menurun, dengan peningkatan lipid dan asam amino untuk energy. Perubahan dalam hormon insulin, glucagon, kortisol dan epinefrin bertanggung jawab untuk pengubahan sumber energi.

Lemak

Pada sirosis, asam lemak bebas plasma, gliserol dan badan meningkat pada saat puasa. Tubuh mengutamakan lemak sebagai substrat energy, dan lipolysis meningkat dengan mobilisasi aktif deposit lemak, tetapi total net kapasitas penyimpanan lemak eksogen tidak rusak. Direkomendasikan asupan lemak sebanyak 25-40% dari kalori.

Protein

Protein sejauh ini menjadi nutrient kontroversial dalam gagal hati, dan membutuhkan penanganan yang rumit. Sirosis sejauh ini diperkirakan sebagai penyakit katabolic dengan peningkatan pemecahan protein dan ketidakmampuan sintesis ulang yang mengakibatkan pengurangan simpanan protein visceral dan pengurangan otot. Studi tentang kinesis protein mencontohkan peningkatan buangan nitrogen hanya pada gagal hepar fulminan atau dekompensasi, tetapi tidak dengan pasien sirosis stabil (mccullough and thvill, 1991).

Pasien dengan sirosis meningkatkan penggunaan protein, setidaknya dalam satu studi (nielsen et al., 1995) menganjurkan 0.8 g/kgbb sebagai kebutuhan untuk mencapai balans nitrogen pada pasien sirosis stabil.

Pada pasien dengan hepatitis tanpa komplikasi atau sirosis tanpa enselopati, kebutuhan protein berkisar 0,8-1g/kgbb dari berat badan kering per hari untuk mencapai balans nitrogen.

Untuk meningkatkan akumulasi nitrogen/balans positif, setidaknya 1,2-1,3 g/kgbb diperlukan (nielsen et al., 1995). Pada keadaan stress (hepatitis alcohol, dekompensasi seperti sepsis, infeksi, perdarahan gastrointestinal, asites parah) minimal 1,5g/kgbb diperlukan.

Vitamin & mineral

Suplemen vitamin dan mineral dibutuhkan oleh semua pasien gagal hati stadium akhir karena penurunan fungsi liver dalam transport, metabolism dan penyimpanan nutrisi. Defisiensi dari vitamin dapat mengakibatkan komplikasi, seperti defisiensi folat & b12 mengakibatkan anemia makrositik, defisiensi b6, b1, b12 mengakibatkan neuropati, defisiensi b1 mengakibatkan konfusi, ataxia, gangguan mata, rabun senja sebagai akibat defisiensi vitamin a, dan osteodistrofi hepatic atau osteopenia dapat terjadi karena defisiensi vitamin d (stickel et al., 2003).

Defisiensi vitamin larut lemak terjadi pada semua gagal hati, khususnya penyakit kolestatik dimana terjadi malabsorbsi dan steatore. Maka dari itu diperlukan suplementasi menggunakan bentuk larut air vitamin k secara iv/im 3 hari untuk mecegah defisiensi vitamin k sebagai penyebab pemanjangan waktu protrombin.

Kurang vitamin larut air dikaitkan dengan penyakit hati alcohol termasuk tiamin (dapat mengakibatkan ensefalopati wernicke), piridoxin, sianokobalamin, folat dan niasin. Dosis besar tiamin (100mg) diberikan jika dicurigai defisiensi.

Perubahan mineral terjadi juga pada penyakit hati. Cadangan besi mungkin berkurang terutama pada pasien perdarahan saluran cerna; akan tetapi, suplemen besi harus dihindari oleh pasien hemokromatosis/hemosiderosis. Peningkatan tembaga serum terutama pada penyakit hati kolestasis, karena tembaga dan mangan diekskresi terutama lewat empedu, harus memilih suplemen yang tidak mengandung mineral ini.

Penyakit wilson adalah gangguan metabolism tembaga dimana ekskresi pada urin tinggi, pada serum rendah dan tembaga berlebih pada organ mengakibatkan kerusakan. Obat kelasi seperti asetat zink atau penisilamin adalah pengobatan utama. Diet vegetarian mungkin berguna karena kurang tembaga (brewer et al., 1993). Pembatasan asupan tembaga tidak rutin dianjurkan kecuali terapi lain gagal.

Zinc dan magnesium rendah pada penyakit hati berhubungan alcohol, berkaitan dengan terapi diuretik. Jika terjadi steatore, mungkin bisa terjadi malabsorbsi kalsium, magnesium dan zinc. Maka dari itu pasien harus mengkonsumsi suplemen mineral untuk memenuhi kebutuhan harian.

Suplemen HerbalTerdapat beberapa laporan mengenai suplemen herbal yang menyebabkan gagal hati. Suplemen diet yang mengandung Terpenoid telah diteliti dapat menyebabkan hepatotoksisitas, termasuk teucrium polium (germander), Sho-saiko-to, centella asiatica, dan cohosh hitam (Chitturi dan Farrell, 2008). Kelainan hepar juga disebabkan karena N-nitrosofenfluramine, ephreda alkaloids, Boh-Gol-Zhee, Kava, dan alkaloid pyrrolizidine (Chitturi dan Farrell, 2008).

Dua suplemen herbal telah menjadi popular dalam penatalaksanaan penyakit hati. Milk thistle menjadi popular pada penderita hepatitis viral atau penyakit hati alkoholik. Komponen aktif dari milk thistle ini ialah silymarin yang dapat menurunkan produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid dalam hubungannya dengan hepatotoksisitas. S-adenosil-L-metionin (SAMe) merupakan obat komplementari lainnya yang popular yang berfungsi sebagai donor methyl untuk reaksi methylation dan berpartisipasi pada sintesis gluthatione (antioksidan). Cochrane membahas bahwa tidak ada bukti untuk mendukung atau menyangkal efek menguntungkan dari milk thistle atau SAMe pada pasien dengan penyakit hati alkoholik (Rambaldi et al., 2006,2007).Hipertensi Portal

Hipertensi portal meningkatkan aliran darah kolateral dan menyebabkan pembengkakan vena (varises) pada traktus gastrointestinal. Varises ini sering berdarah dan menyebabkan emergensi. Tatalaksana termasuk administrasi alfa adrenergic bloker untuk menurunkan denyut nadi, endoskopik banding atau ligasi variceal, dan radiologik atau operatif shunts. Pada episode perdarahan akut, somatostatin analog dapat digunakan untuk menurunkan perdarahan, atau selang nasogastrik dengan balon dapat ditempatkan untuk men-tamponade perdarahan.Pada episode akut perdarahan, nutrisi tidak dapat diberikan secara enteral. Parenteral nutrisi diindikasikan apabila pasien tidak akan mendapat makanan secara oral selama 5 hari. Terapi endoskopik yang berulang dapat menyebabkan striktur esophagus atau menyebabkan pasien sulit menelan. Asites

Retensi cairan merupakan hal yang sering terjadi, dan asites (akumulasi cairan pada rongga abdomen) merupakan konsekuensi serius pada penyakit hati, Hipertensi portal, hipoalbuminemia, obstruksi limfatik, dan retensi sodium dan cairan renal berkontribusi pada retensi cairan. Peningkatan pelepasan katekolamin, renin, angiotensin, aldosteron, dan hormone antidiuretik karena vasodilatasi arteri perifer menyebabkan retensi renal terhadap sodium dan air.

Parasentesis dapat digunakan untuk menatalaksana asites. Terapi diuretic sering dipakai dan digunakan spironolakton dan furosemid. Efek samping dari loop diuretic termasuk hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesia, hipokalsemia, dan asidosis hipokloremik. Spironolakton merupakan hemat kalium. Oleh karenanya, kadar potassium plasma harus di monitor. Berat badan, konsentrasi sodium urin, kadar urea nitrogen plasma, kreatinin, albumin, asam urat, dan elektrolit harus dimonitor saat penggunaan terapi diuretic.

Tatalaksana diet untuk asites termasuk restriksi sodium sebagai tambahan terhadap terapi diuretic. Sodium dibatasi hingga 2 g/ hari. Intake protein yang adekuat juga penting apabila pasien menjalani parasentesis yang rutin.Hiponatremia

Hiponatremia sering terjadi karena penurunan kemampuan untuk mengekskresi air karena penggunaan hormone antidiuretik, kehilangan sodium melalui parasentesis, penggunaan diuretic yang berlebihan, dan restriksi sodium yang berlebihan.

Pemasukan cairan harus dibatasi 1 hingga 1.5 liter per hari, tergantung pada tingkat keparahan dari edema dan asites. Intake sodium yang moderat harus diteruskan karena intake sodium yang berlebihan akan memperburuk retensi cairan dan dilusi dari kadar sodium plasma.Ensefalopati Hepatis

Ensefalopati hepatis adalah suatu sindroma dengan karakteristik gangguan pola pikir, kelainan neuromuskular dan gangguan kesadaran. Pendarahan saluran cerna, gangguan dan kelainan elektrolit dan cairan, uremia, infeksi, penggunaan obat-obatan sedative, keadaan hipoglikemi dan hiperglikemi, ketergantungan alcohol, konstipasi, anemia, dehdrasi, portosystemic shunt, dan asidosis merupakan factor presipitasi yng dapat menyebabkan terjadinya keadaan ensefalopati hepatis.

Empat derajat pada ensefalopati hepatis.

DerajatGejala

IKekacauan/ kebingungn ringan, agitasi, irritable, gangguan tidur, penurunan konsentrasi/ perhatian

IILetargi, disorientasi, perilaku yang tidak pantas, mengantuk

IIISomnolen namun tetap sadar, meracau, kebingungan, perilaku agresif jika sadar

IVKoma

Ensefalopati hepatis dapat terjadi akibat mekanisme dari akumulasi ammonia yang merupakan factor penyebab yang sangat penting dalam hubungannya dengan kejadian ensefalopati. Saat terjadi kegagalan pada hepar, maka akan terjadi ketidakmampuan untuk mendetoksifikasi ammonia yang merupakan hasil dari pemecahan urea, dan ammonia merupakan suatu toksin yang langsung dapat masuk ke pembuluh darah dan menyerang otak. Amonia kadarnya dapat meningkat dalam pembuluh darah dan otak dan menyebabkan gangguan dan fungsi dari persarafan melalui sitotoksin, edema sel dan deplesi glutamate. (Fitz, 2006)

Sumber utama dari ammonia adalah poduksi endogen saluran cerna yang dihasilkan lewat metabolism protein dan pemecahan yang dibantu oleh bakteri dalam usus. Bebrapa klinisi mengatakan bahwa menngkonsumsi protein dapat meningkatkan kadar ammonia dan kejadian ensefalopati hepatis, namun hal ini ternyata belum terbukti dalam penelitian yang ada.

Obat-obatan seperti laktulosa dan rifaximin dikatakan dapat menanggulangi hal-hal tersebut diatas. Laktulosa merupakan suatu disakarida non-absorbable dan bersifat asam dikolon sehingga mempertahankan ammonia sebagai ion ammonium. Laktulosa juga merupakan suatu laksatif osmotik yang berfungsi sebagai pensekresi ammonia. Sedangkan rifaximin merupakan antibiotic non-absorbable yang dapat menurunkan produksi ammonia dikolon.

Mekanisme lain yang berhubungan dengan ensefalopati hepatis adalah dengan melibatkan reseptor -Aminobutyrid Acid (GABA) yang dapat menghambat kerja persarafan (neural) pada ensefalopati hepatis. Flumazenil atau reseptor anatagonis benzodiazepine juga dapat menurunkan angka kejadian ensefalopati hepatis.

Hipotesis terakhir adalah gangguan pada neurotransmitter, dimana gangguan asam amino plasma pada ESLD yang merupakan rantai percabangan asam amino (Branced-Chain Amino Acids (BCAAs)) valine, leucine dan isoleucine yang menurun. BCAAs menyediakan sebanyak 30% energy yang dibutuhkan oleh otot rangka, jantung dan otak ketika proses glukoneogenensis dan ketogenesis menurun, sehingga menyebabkan BCAAs serum juga ikut turun.

Aromatic Amino Acids (AAAs) seperti tryptofan, phenylalanine, dan tyrosin, serta methionine, glutamine, aspargine, dan histidine meningkat dan kemudian AAAs pada plasma dan methionine akan keluar kedalam sirkulasi melalui suatu proses proteolisis di otot, namun sintesis didalam protein dan bersihan pada hati menurun.

Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan rasio molar pada BCAA plasma ke AAAs, dan jal sepertio ini dapat menyebabkan terjadinya kejadian ensefalopati hepatis akibat peningkatan dari AAAs yang dapat menyebabkan keterbatasan otak dalam hal pengambilan BCAAs akibat dari adanya kompetisi pada transport carrier dengan AAAs di blood brain barrier.

Terapi Nutrisi Medis

Restriksi protein pada pasien dengan derajat penyakit ensefalopati hepatis yang ringan didasarkan pada adanya kejadian intoleransi protein yang dapat menyebabkan kejadian ensefalopati hepatis, namun hal ini belum dapat dibuktikan dan belum diterima dalam hal medis.

Intoleransi protein pada diet biasanya jarang terjadi, kecuali pada kasus kegaglan hepar fulminan atau pada pasien ensefalopati hepatis endogen yang kronik. Pembatasan asupan protein yang tidak perlu, justru dapat memperburuk dan memberi kerugian pada tubuh dan harus dihindari.

Pasien dengan ensefalopati sering kali tidak cukup mendapat asupan protein yang adekuat . lebih dari 95% pasien dengan sirosis hepatis dapat mentoleransi pemberian protein sampai 15 gr/kgBB.

Teori lain mengatakan bahwa protein nabati dan kasein dapat meningkatkan keasaan status mental jika dibandingkan dengan protein hewani. Pada dasarnya, kasein memiliki kandungan AAAs yang lebih rendah dan memiliki kadar BCAAs yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan makanan yang berasal dari daging. Protein nabati memiliki kandungan serat yang tinggi, dan hal ini juga memiliki peranan terhadap fungsinya sebagai pengekskresi dari komponen nitrogen.Hal ini merupakan sebuah alasan mengapa pada penderita ensefalopati hepatis diberikan probiotik dan sinobiotik yang bersumber dari flora normal usus dan serat yang terfermentasi yang dapat digunakan sebagai terapi ensefalopati hepatis.

Probiotik dapat meningkatkan pembuangan ammonia dari pembuluh darah pada kasus ensefalopati hepatis, atau dengan cara mencegah produksi atau pengambilan lipopolisakarida pada usus. Probiotik dan sinobiotik juga dapat menurunkan proses inflamasi dan stress oksidatif yang terjadi dalam hepatosit dengan cara meningkatkan bersihan hepar terhadap toksin yang dihasilkan oleh ammonia dan meminimalisasi adanya toksin-toksin lain.

Perubahan Glukosa

PatofisiologiIntoleransi glukosa terjadi pada hamper dua pertiga pasien dengan sirosis, dan 10 % - 37% pasien berkembang menjadi diabetes. Intoleransi glukosa pada pasien dengan penyakit hepar terjadi karena resistensi insulin di jaringan perifer. Hiperinsulinemia juga terjadi pada pasien dengan sirosis, kemungkinan karena produksi insulin yang meningkat, pengeluaran dari hepar menurun.

Hipoglikemia puasa, atau gula darah yang rendah dapat terjadi karena penurunan avabilitas glukosa dari glikogen dalam kegagalan glukonegenesis di hepar ketika pasien dalam tahap ESLD (End Stage Liver Disease). Hipoglikemia sering terjadi pada gagal hati fulminant akut daripada penyakit kronis hati. Hipoglikemia dapat juga terjadi setelah mengkonsumsi alkohol pada pasien yang cadangan glikogennya sudah habis karena kelaparan akibat etanol menghambat gluconeogenesis hepatic.Hipoglikemia Puasa

Dua pertiga dari kebutuhan glukosa pada dewasa digunakan oleh sistem saraf pusat. Selama puasa, konsentrasi glukosa puasa di pertahankan untuk digunakan oleh sistem saraf pusat dan otak karena glikogen hati tidak berfungsi atau glukosa yang baru dibuat dar precursor nonglukosa seperti alanine. Hipoglikemia puasa terjadi ketika terdapat penurunan sintesis dari glukosa yang baru atau rusaknya glikogen hati.

Penyebab dari hipoglikemia puasa adalah sirosis, konsumsi alkohol, kanker intrahepatic ekstensif, defisiensi hormone kortisol dan growth hormon atau Tumor non beta sel pancreas. Metode untuk pendeteksian ini adalah mengukur insulin plasma ketika glukosa plasma rendah. Tanda diagnosa sebuah insulinoma adalah dirubahnya sekresi insulin ketika terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia puasa bisa juga disebabkan oleh produksi antibodi yang tiba-tiba. Semua pasien dengan penyakit liver atau pankreatik harus dimonitor hipoglikemia puasanya. Terapi nutrisi dilakukan dengan cara makanan dengan porsi kecil dan bertahap untuk menghindari periode puasa. Monitor gula darah dan kadar insulin sangat dibutuhkan.Terapi Nutrisi Medis

Pasien dengan diabetes seharusnya mendapatkan pengobatan dan terapi nutrisi untuk mencapai gula darah normal.

Pasien dengan hipoglikemia seharusnya makan bertahap untuk mencegah kondisi ini.

Malabsorbsi Lemak

Patofisiologi

Absorbsi lemak mungkin terganggu penyakit hati. Kemungkinan penyebabnya adalah menurunnya sekresi garam empedu (seperti pada PBC, Sclerosing cholangitis, dan biliary strictures). Feses berminyak, mengambang, dapat dideteksi dalam 72 jam pemeriksaan lemak feses.

Terapi Nutrisi Medis

Dalam steatorrhea terdapat pergantian dari beberapa rantai panjang trigliserid (LCTs) atau makan berlemak dengan rantai sedang trigliserid (MCTs) dapat berguna. Karena MCTs tidak membutuhkan garam empedu dan pembentukan misel untuk absorbs, Hal ini telah diambil melalui rute porta. Beberapa suplemen nutrisi mengandug MCTs, dimana dapat digunakan sebagai mencairkan minyak MCTs.

Kehilangan lemak feses yang signifikan menyebabkan terjadinya penurunan lemak (40 g/hari). Jika diare tidak berhenti, restriksi lemak harus dihentikan karena dapat mengakibatkan penurunan palatibilitas dari diet dan menghambat kalori adekuat yang masuk.

Insufisiensi Renal Dan Hepatorenal SindromHepatorenal syndrome adalah gagal ginjal yang berhubungan dengan penyakit hati yang parah tanpa adanya kelainan pada ginjal sendiri. Hepatorenal syndrome didiagnosis ketika urine tingkat sodium kurang dari 10 mEq / L dan terdapat oliguria dimana tidak ada penurunan volume intravascular (Friedman dan Schiano, 200 +). Jika terapi konservatif, termasuk penghentian obat nefrotoksik, optimalisasi status volume intravascular, pengobatan yang mendasari infeksi, dan pemantauan asupan cairan dan output gagal, dialysis mungkin diperlukan. Dalam kasus apapun, insufisiensi ginjal dan kegagalan ginjal mungkin diperlukan pembatasan dalam cairan, natrium, potasium dan asupan fosforOsteopenia

Osteopenia sering ada pada pasien dengan PBC, sclerosing cholangitis, dan penyakit hati alkoholik. Penekanan fungsi osteoblastik dan osteoporosis juga dapat terjadi pada pasien dengan hemochromatosis, dan osteoporosis lazim pada pasien yang memiliki pengobatan jangka panjang dengan kortkosteroid. Kortikosteroid meningkatkan resorbsi tulang ; menekan fungsi osteoblastik dan mempengaruhi sekresi homon sex, absorbsi intestinal dari kalsium, ekskresi calcium dan phosphorus dari ginjal dan sistem vitamin DTerapi Nutrisi Medis

Pilihan pencegahan atau pengobatan untuk osteopenia adalah menjaga berat badan, diet seimbang, protein adekuat untuk mempertahankan masa otot, kalsium 1500 mg/hari, vitamin D yang cukup dari makanan atau suplemen (400-800 unit atau lebih per hari), menghindari alkohol, dan memonitor steatorrhea, dengan pengaturan makanan yang yang dibutuhkan untuk meminimalisir kekurangan nutrisi.

SUMBER : KRAUSES FOOD AND NUTRITION CARE PROCESS, CHAPTER 2, PAGE : 718 726 ;12th Edition.