GIZI PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan proses alamiah yang akan dijalani setiap manusia. Proses penuaan mengakibatkan terganggunya berbagai organ di dalam tubuh. Sistem organ yang seringkali terganggu akibat penuaan adalah sistem kardiovaskular berupa hipertensi. Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.Hipertensi merupakansalah satu faktor risiko utama gangguan jantung. gagal ginjal maupun penyakitserebrovaskular. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”. Tanpa disadaripenderita sudah 1

description

Makalah Penyuluhan

Transcript of GIZI PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Referat IKM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangPenuaan merupakan proses alamiah yang akan dijalani setiap manusia. Proses penuaan mengakibatkan terganggunya berbagai organ di dalam tubuh. Sistem organ yang seringkali terganggu akibat penuaan adalah sistem kardiovaskular berupa hipertensi.Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.Hipertensi merupakansalah satu faktor risiko utama gangguan jantung. gagal ginjal maupun penyakitserebrovaskular. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa disadaripenderita sudah mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otakataupun ginjal.1Angka kesakitan penyakit kardiovaskuler terbanyak berturut-turut adalah hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler. Pada penelitian di 4 kota besar di Indonesia dalam profil lansia Indonesia dan sistem pelayanannya mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan fisik hampir separuh dari lansia di Padang, Bandung, Denpasar dan Ujung Pandang menderita hipertensi.2,3 Pada tahun 1998, lima besar penyebab kematian lansia adalah penyakit jantung, kanker, stroke, COPD dan pneumonia serta influenza. Tiga besar penyebab kematian tersebut (jantung, kanker dan stroke) merupakan penyebab 7 dari 10 kematian lansia setiap tahun.4Para usia lanjut merupakan komunitas terbesar yang menderita hipertensi. Dengan demikian, penderita hipertensi semakin lama akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada abad 21, terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia di seluruh dunia mencapai 426 juta jiwa atau sekitar 6,8% total populasi. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai peningkatan lipat dua pada tahun 2025 dimana terdapat 828 juta lansia yang menempati 9,7% populasi.5Secara demografi berdasarkan Sensus Pendudukan,Indonesia memasuki era penduduk berstruktur tua pada tahun 2000 dengan proporsi usia lanjut mencapai 14,4 juta jiwa atau 7, 18% dari total jumlah penduduk (BPS, Sensus Penduduk Indonesia 2000). Pada tahun 2005 diperkirakan menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dan meningkat lagi menjadi 24 juta jiwa atau 9,77% dari total penduduk pada tahun 2010.2Hasil studi morbiditas dan disabilitas SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 dan Susenas tahun 1995 menunjukkan bahwa pada umur 45-59 tahun angka morbiditas dan disabilitas adalah 11,6% dengan penyakit terbanyak yaitu sistem sirkulasi 20,9%, tuberkulosis 16,5%, sistem pencernaan 13,3%, infeksi 10,1% dan sistem pernafasan 12,2%. Hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan pula bahwa pada kelompok umur 55 tahun ke atas, 36% kematian diakibatkan oleh penyakit sistem sirkulasi, 12,7% akibat sistem pernafasan dan 8,7% akibat tuberkulosa.2Masalah kardiovaskuler terus meningkat kekerapannya di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebelum tahun 1950 penyakit kardiovaskuler relatif jarang, tetapi sejak tahun 1970 dalam beberapa penelitian tampak suatu kenaikan yang tajam. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1972 menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan kelompok penyebab kematian pada urutan ke 11. Dalam tempo 10 tahun, yakni pada tahun 1986 ia telah menempati urutan ke 3 sebagai penyebab kematian dan pada tahun 1992 bahkan telah menjadi penyebab kematian nomor 1.3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung, dan dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular.1Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg.Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal.1,6A. Epidemiologi

Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya ( 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi ( 140/90 mmHg) dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991.1Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.Pada populasi lansia (umur 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.1B. Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial. Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Hipertensi seringkali turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.

Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.5 Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah.

C. Patofisiologi

Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi, faktor-faktor tersebut adalah:6 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll

Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor

Asupan natrium (garam) berlebihan

Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium

Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron

Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik

Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal

Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal

Diabetes mellitus

Resistensi insulin

Obesitas

Meningkatnya aktivitas vascular growth factors

Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular

Berubahnya transpor ion dalam sel

D. Diagnosis dan Klasifikasi Tekanan Darah

Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui pengukuran tekanan darah rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol klinis. Setelah diagnosis hipertensi ditegakkan, dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik.1Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.Klasifikasi tekanan darah

Tabel Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur 18 tahun menurut JNC 7.E. Komplikasi hipertensi

Kemungkinan timbulnya kelainan kardiovaskuler pada penderita hipertensi bukan hanya ditentukan oleh tingginya tekanan darah, tapi juga oleh ada/tidaknya kerusakan target organ maupun faktor-faktor risiko kardiovaskuler lainnya. Walau demikian, hipertensi memang telah terbukti sebagai faktor risiko dalam terjadinya berbagai manifestasi klinis dari ateroklerosis. Ateroklerosis inilah yang dianggap sebagaipenyebab utama kelainan kardiovaskuler. Berbagai penelitian epidemologi membuktikan, akibat yang ditimbulkan oleh tekanan darah tinggi adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK), kelainan Serebrovaskuler, payah jantung, gagal jantung, dan kelainan pembuluh darah perifer. Penelitian yang dilakukan Framingham Study yang mencakup jumlah subyek besar dengan usia antara 35 tahun hingga 64 tahun, dengan lama penelitian 36 tahun. Dari hasil tersebut diperoleh gambaran bahwa meningkatnya tekanan darah sejalan dengan meningkatnya kejadian-kejadian PJK, stroke, kelainan pembuluh darah perifer dan payah jantung.7Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagaljantung.Faktor resiko mayor terjadinya komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi:1,7 Merokok

Obesitas (BMI 30)

Immobilitas

Dislipidemia

Diabetes mellitus

Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)

Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55tahun atau perempuan < 65 tahun)Kerusakan organ target didapat melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit atau penemuan diagnostik sebelumnya guna membedakan penyebab yang mungkin, apakah sudah ada kerusakan organ target sebelumnya atau disebabkan hipertensi. Anamnesis danpemeriksaan fisik mengenai kerusakan organ target yang dapat terjadi sebagai komplikasi hipertensi yaitu harus meliputi hal-hal seperti:1,7 Otak: gejala stroke, TIA, dementia

Mata: tanda-tanda terjadinya retinopati

Jantung: gejala hipertropi ventrikel kiri, angina atau pernah infark miokard

Ginjal: gejala penyakit ginjal kronis

Penyakit arteri periferF. Evaluasi hipertensi

Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:11. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular atau penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga dapat memberi petunjuk dalam pengobatan.

2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi.

3. Menentukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular. Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan prosedur diagnostik lainnya.

Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.1G. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi antihipertensi adalah urinalisis, kadar gula darah dan hematokrit; kalium, kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 12 jam) termasuk HDL, LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin / kreatinin.1H. Pencegahan KomplikasiKomplikasi hipertensi dapat dicegah dengan beberapa cara antara lain, yaitu:1,8a. Menentukan faktor resiko yang ada pada individu tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengeliminir atau agar dapat menghindari komplikasi tersebut.

b. Mengubah gaya hidup dengan menerapkan perilaku hidup sehat. Sebagian besar penderita hipertensi merupakan individu yang memiliki perilaku hidup yang kurang sehat, misalnya diet tinggi garam, berat badan berlebih/obesitas, kebiasaan merokok, kegiatan inaktif, konsumsi harian yang tinggi lemak dan kolesterol, mengkonsumsi alkohol, dan lain-lain.I. Definisi LansiaLansia merupakan singkatan lanjut usia atau manusia usia lanjut (manula). Usia lanjut adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak mampu lagi berperan secara aktif dalam pembangunan.9Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Batasan ini sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. WHO mengelompokkan usia lanjut atas tiga kelompok, yaitu:9,10-elderly age (60-74 tahun)

-old age (75-90 tahun)- very old (>90 tahun)J. Proses Penuaan

Proses menua merupakan sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan (benign), ditandai dengan turunnya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis ditandai dengan kemunduran fungsi organ sejalan dengan umur tetapi bukan akibat umur tua, melainkan akibat penyakit yang muncul pada umur tua.11Proses penuaan pada seseorang sebenarnya sudah mulai terjadi sejak pembuahan/konsepsi dan berlangsung sampai pada saat kematian. Dalam perjalanannya proses tersebut akan dipengaruhi oleh variabel-variabel, diantaranya:kultural dan etnik, polesan genetik dan keturunan, kondisi fisiologis pada waktu konsepsi dan kelahiran, pertumbuhan dan maturasi, serta lingkungan, sistem famili dan hubungan kemaknaan lainnya.12Proses penuaan mengakibatkan terganggunya berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastro-intestinal, sistem genito-urinaria, sistem endokrin, sistem immunologis, sistem serebrovaskular dan sistem saraf pusat, dsb. Perubahan yang terjadi pada otak mulai dari tingkat molekuler, sampai pada struktur dan fungsi organ otak.12

Masa usia lanjut dimulai sejak seseorang menginjak usia 60 tahun, akan tetapi proses kelainan fisik sudah mulai sekitar usia 40 tahun. Adapun perubahan fisiologis yang terjadi pada usia tersebut antara lain:12,131. Perubahan warna rambut karena hilangnya pigmen menjadi putih (beruban)

2. Kulit mengendur, wajah timbul keriput

3. Kelainan gigi-geligi yang sering berakibat gangguan mengunyah.

4. Penglihatan dan pendengaran berkurang

5. Gangguan pencernaan dan proses absorpsi makanan di dalam usus yang menyebabkan lebih sensitif terhadap makanan pedas dan berbumbu.

6. Perubahan pada jantung dan pembuluh darah, terlihat dengan bertambahnya jaringan kolagen, ukuran miokard bertambah, jumlah miokard berkurang dan jumlah air jaringan berkurang.

7. Mudah lelah, gerak lamban dan kurang lincah.

K. Masalah Kesehatan Lansia

Masalah kesehatan lansia cukup luas dan bervariasi. Selain masalah penyakit, kehidupan lansia tidak dapat melepaskan diri dari perubahan proses menua dan masalah psikologis. Perlangsungan umur menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang menuntut adanya penyesuaian diri secara terus menerus. Jika proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang berhasil maka timbullah masalah.14Dalam menghadapi berbagai kondisi yang ada, maka pelayanan (kesehatan) geriatri difokuskan dengan prinsip :121. Pendekatan menyeluruh (biopsikososial)

2. Orientasi terhadap kebutuhan penderita

3. Diagnosa secara holistik

4. Team work dengan dokter sebagai pemimpin

5. Melibatkan keluarga dalam pelaksanaannya

Dengan usia lanjut dan sisa kehidupan yang ada, kehidupan lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan. Penyakit atau gangguan yang menonjol di klinik pada lansia meliputi:21.Gangguan kardiovaskular : hipertensi, stroke

2.Gangguan muskuloskeletal dan persendian

3. Gangguan metabolik : DM

4. Kanker

L. KMS LansiaMerupakan kepanjangan dari Kartu Menuju Sehat bagi Lanjut Usia. Hampir sama seperti pada KMS Balita, KMS Lansia adalah suatu alat untuk mencatat kesehatan lansia secara pribadi baik fisik maupun psikososialnya. KMS ini diisi oleh petugas kesehatan tiap kunjungan (Posyandu/Puskesmas) dan disimpan atau dibawa oleh pemilik sendiri.15Tujuan1. Memantau kesehatan lansia

2. Menemukan secara dini penyakit pada lansia

3. Menilai kemajuan kesehatan lansia

Parameter yang dicatat/diamati Indeks Masa Tubuh (IMT)

Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui status gizi dan proporsi tubuh dengan konversi dari Tinggi Badan dan Berat Badan menurut rumus (BB) kg : (TB2) m. Nilai normal pada pria 20-25, wanita 18-24.

Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop. Pencatatan juga memperhatikan apakah lansia sedang meminum obat tekanan darah atau tidak.

Kadar Gula

Pemeriksaan kadar gula darah melalui pemeriksaan reduksi urine. Pencatatan juga memperhatikan apakah klien sedang meminum obat kencing manis atau tidak.

Hemoglobin (Hb)

Pemeriksaan Hb dengan cara Talquist atau Sahli. Idealnya nilai normal bila menggunakan pemeriksaan Sahli 12 gr%

Protein UrinPemeriksaan protein urine, berbarengan dengan reduksi urine.

Kegiatan Sehari-hari

Penilaian dengan melihat/menanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar, apakah klien masih mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari tanpa bantuan sama-sekali.

Status Mental dan PsikososialM. Diet Penderita HipertensiPada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus. Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut : 1. Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.

2. Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.

3. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet.

Yang dimaksud dengan garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari - sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium. N.Mengatur Menu MakananMengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:

1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).

2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin).

3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).

4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.

7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

Cara mengatur diet untuk penderita hipertensi adalah dengan memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang (merah/putih), jahe, kencur dan bumbu lain yang tidak asin atau mengandung sedikit garam natrium. Makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa. Membubuhkan garam saat diatas meja makan dapat dilakukan untuk menghindari penggunaan garam yang berlebih. Dianjurkan untuk selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan lebih dari 1 sendok teh per hari. Meningkatkan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120 175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dan rendah natrium. Pada umumnya dapat dipakai ukuran sedang (50 gram) dari apel (159 mg kalium), jeruk (250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang (451 mg kalium) kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg kalium). Kecukupan kalsium penting untuk mencegah dan mengobati hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium 250 mg/hari. Sedangkan kebutuhan kalsium perhari rata-rata 808 mg. Pada ibu hamil makanan cukup akan protein, kalori, kalsium dan natrium yang dihubungkan dengan rendahnya kejadian hipertensi karena kehamilan. Namun pada ibu hamil yang hipertensi apalagi yang disertai dengan bengkak dan protein urin (pre eklampsia), selain obat-obatan dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam dapur serta meningkatkan makanan sumber Mg (sayur dan buah-buahan). Contoh menu pada seorang penderita hipertensi laki-laki umur 55 tahun, TB = 175 cm, BB = 80 kg, Tekanan darah = 160/100 mHg dengan aktivitas ringan. Walaupun suplementasi anti oksidan masih memerlukan penelitian lebih lanjut, namun saat ini banyak sekali suplemen yang dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai tenaga medis harus berhati-hati memberikan anjuran minuman suplemen agar tidak terjadi overdosis.

1. Vitamin dan penurunan homosistein :Asam folat, vitamin B6, vitamin B 12 dan riboflavin merupakan ko-faktor enzim yang essential untuk metabolisme homosistein. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar homosistein dalam darah akan meningkatkan risiko penyakit arteri koroner. Kadar asam folat yang rendah berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit koroner dan kadar vitamin yang rendah juga berkaitan dengan peningkatan risiko aterosklerosis, walaupun risiko aterosklerosis yang berhubungan dengan rendahnya kadar vitamin B6 tidak berhubungan dengan konsentrasi homositein yang tinggi. Sedangkan vitamin B12 tidak berhubungan dengan penyakit vaskuler

2. Kacang kedelai dan isoflavon : Kedelai banyak mengandung fito estrogen yaitu isoflavon, yang memiliki aktivitas estrogen lemah. Penelitian meta analisis pada tahun 1995 menyimpulkan bahwa isoflavon dari protein kedelai lebih bermakna menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida, tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Sehingga dianjurkan mengkonsumsi protein kedelai (20 50 gram/hari) dengan modifikasi diet pada penderita dengan kadar kolesterol (total dan LDL) yang tinggi. Tempe adalah hasil pengolahan kedelai yang melalui proses fermentasi, dengan kandungan gizi lebih baik dari kedelai. Sehingga tempe dianjurkan untuk di konsumsi oleh penderita hipertensi sebagai sumber protein nabati.

3. Tempe : Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia, hasil fermentasi kaping rhizopus ohgosporis atau rhizopusoryzal pada biji kedelai yang telah direbus. Ada berbagai macam tempe, yang dibicarakan disini adalah tempe yang terbuat dari kedelai, yang merupakan produk kompak, terbungkus rata oleh miselium kaping sehingga nampak berwarna putih, dan bila diiris kelihatan keping biji kedelai berwarna kuning pucat, diantara miselium. Fermentasi kaping menghasilkan perubahan pada tekstur kedelai, menjadi empuk dan nilai zat gizi tempe lebih baik dari kacang kedelai. Tempe merupakan sumber zat gizi yang baik, terutama bagi penderita hiperkolesterolemia. Dari berbagai penelitian ternyata tempe dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta mencegah timbulnya penyempitan pembuluh darah, karena tempe mengandung asam lemak tidak jenuh ganda. Sehingga penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi tempe setiap hari, disamping diet rendah lemak jenuh. Tempe juga mengandung zat anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri gram positif serta penyebab diare (Salmonella sp dan Shigella sp). Oleh karena itu, tempe juga dianjurkan untuk dikonsumsi balita yang menderita diare.

Nilai Gizi Tempe :

Protein

Enzim-enzim yang dihasilkan kaping, menghasilkan asam amino bebas, sehingga kadarnya meningkat sampai 85 kali kadar protein kedelai.

Karbohidrat

Kedelai mengandung karbohidrat berupa sakrosa dan stakhiosa dan rifinosa (2 terakhir menyebabkan pembentukan gas dalam perut). Fermentasi kedelai menjadi tempe menghasilkan karbohidrat.

Lemak

Enzim dalam kaping dapat menurunkan kadar lemak total dari 22,2% menjadi 14,4% dan meningkatkan kadar asam lemak bebas dari 0,5% menjadi 21%.

Mineral

Didalam kedelai terdapat asam fitat yang merupakan senyawa forfose, yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Dengan fermentasi, kaping menghasilkan enzim fitase yang menguraikan asam fitat, sehingga forfosenya dapat dimanfaatkan tubuh.

Vitamin

Proses fermentasi dapat meningkatkan kadar vitamin B2 (Riboferum), Vitamin B6 (Piridoksin), asam folat, asam panthotenat, dan asam nikotinat. Sedangkan kadar vitamin B1 menurun karena untuk pertumbuhan kaping dan terbentuk pula vitamin B12 oleh bakteri yang tidak ada dalam produk nabati lainnya.

Asam lemak omega 3

Mengkonsumsi satu porsi ikan yang tinggi lemak (atau minyak ikan ) tiap hari dapat menjadi asupan asam lemak omega 3 (EPA dan DHA) sekitar 900 mg/dl, dan dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol danmencegah penyakit jantung koroner

Serat :

Walaupun berbagi studi menunjukkan adanya hubungan antara beberapapa jenis serat gengan penurunan kolesterol lDDL dan atau kolesterol total, namun belum ada bukti langsung yang menunjukkan hubungan antara suplemen serat dengan penurunan penyakit kardio vaskular.

Selain pengobatan dan pengaturan menu makanan pada penderita hipertensi, diperlukan juga terapi khusus lain seperti konseling masalah kejiwaan dan fisioterapi, terutama pada penderita pasca stroke atau infark penting. Pengertian juga diberikan kepada keluarga atau pengasuh untuk membantu menyiapkan makanan khusus serta mengingatkan kepada penderita, makanan yang harus dihindari/dibatasi. Garam natrium terdapat secara alamiah dalam bahan makanan atau ditambahkan pada waktu memasak atau mengolah makanan. Makanan berasal dari hewan biasanya lebih banyak mengandung garam natrium dari yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Garam Natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan, yaitu :

1. Natrium Chlorida atau garam dapur

2. Mono-Natrium Glutamat atau vetsin

3. Natrium Bikarbonat atau soda kue

4. Natrium Benzoat untuk mengawetkan buah

5.Natrium Bisulfit atau sendawa yang digunakan untuk mengawetkan daging seperti Corned beef.

Cara memasak untuk mengeluarkan garam Natrium antara lain :

1. Pada ikan asin di rendam dan di cuci terlebih dahulu

2.Untuk mengeluarkan garam natrium dari margarine dengan mencampur margarine dengan air, lalu masak sampai mendidih, margarine akan mencair dan garam natrium akan larut dalam air. Dinginkan cairan kembali dengan memasukkan panci kedalam kulkas. Margarine akan keras kembali dan buang air yang mengandung garam natrium. Lakukan ini 2 kali.

BAB IIIKESIMPULANSistem organ yang seringkali terganggu akibat penuaan adalah sistem kardiovaskular berupa hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung, gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Para usia lanjut merupakan komunitas terbesar yang menderita hipertensi. Dengan demikian, lansia penderita hipertensi yang beresiko mengalami komplikasi hipertensi semakin meningkat. Pendekatan melalui perbaikan gizi diharapkan dapat mencegah komplikasi hipertensi kepada para usia lanjut.

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi, Jakarta, 2006.

2. Bustan, MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT Rineka Cipta, 1997.3. Depkes RI. Informasi tentang penyakit Kardiovaskuler. Pusat penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta, 1996.

4. McKenzie JF et al. An Introduction to Community Health Fourth Edition. USA : Jones and Bartlett Publishers, 2002.

5. Nurkusuma DD. Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Pare Kab Temanggung (Online) www.depkes.go.id. Diakses tanggal 28 Maret 2015.6. Pradono J. Prevalensi Penyakit Tidak Menular di Indonesia menurut Pendek STEPS (Faktor Risiko) Data Studi Morbiditas. www.google.com/search_prevalensi_hipertensi. Diakses tanggal 28 Maret 2015.

7. Anonymous. Hipertensi Beresiko Pada Kardiovaskuler. 2000. www.google.com/komplikasi_hipertensi. diakses tanggal 28 Maret 2015.8. Andra. Penanggulangan Hipertensi pada Usia Lanjut. www.farmacia.com/artikel. Agustus 2007. Diakses tanggal 28 Maret 2015.

9. Departemen Keseharan RI. Modul Pelatihan Konseling Kesehatan dan Gizi Bagi Usia Lanjut untuk Petugas Kesehatan.Jakarta. 2000.

10. Departemen Keseharan RI. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid III. Depkes RI. 199011. Liza. Geriatri.www.google.com/geriatri. 2007. Diakses tanggal 28 Maret 2015.12. Departemen Keseharan RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan . Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: 200013. Harry Isbagyo. Proses Menua, Teori dan Implikasi Klinis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi ketiga. Jakarta : FKUI, 200214. R. Boedi Darmojo. Geriatri dan Gerontologi di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi ketiga. Jakarta : FKUI, 200215. Departemen Keseharan RI. Buku Petunjuk Kartu Menuju Sehat Usia Lanjut. Jakarta : 2001

28