Gizi Buruk

26
GIZI BURUK Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi (zat gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yakni gizi buruk karena kekurangan protein (kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut. 1 Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar WHO, dia bergizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh di bawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat. 1 1. Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 3

description

gizi buruk

Transcript of Gizi Buruk

Page 1: Gizi Buruk

GIZI BURUK

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi (zat gizi),

atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,

karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yakni gizi buruk

karena kekurangan protein (kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori

(marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak

balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut. 1

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari

pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila

pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar WHO,

dia bergizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat

kronis. Apabila jauh di bawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk

adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat. 1

1. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda. 3

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul di antaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati, iga gambang

dan perut cekung, serta otot paha mengendor (baggy pant). Anak tampak sering rewel

dan banyak menangis meskipun setelah makan karena masih merasa lapar. 3

Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi tetapi kekurangan protein, walaupun di bagian

tubuh lainnya terutama pantat terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau

edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. 3

Page 2: Gizi Buruk

a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c) Wajah membulat dan sembab

d) Pandangan mata anak sayu

e) Pembesaran hati. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa

kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi

coklat kehitaman dan terkelupas

Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein

dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian di

samping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda

kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan kelainan biokimiawi

terlihat pula. 3

2. Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa

terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,

pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan

protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan

nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi

karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel

batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin

ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,

maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang

gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja

terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. 3

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek

patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan

degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan

Page 3: Gizi Buruk

neurotransmitter. Sedangkan hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi

kekurangan protein maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat

penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL maka lemak yang ada di

hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. 3

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema

disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika

hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial,

tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal

untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan

tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.

Ketika ditekan maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak

terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama

karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena

pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik. 3

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang

kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang

tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik

atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara

kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor

lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap

terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut:

a. Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori

yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang

dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya

pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus terutama infeksi

enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,

pielonephiritis dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis

pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

Page 4: Gizi Buruk

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut

pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan

yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus. Kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan

bila penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan

tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus

3. Dampak Gizi Buruk

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi

gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro

nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak-porandakan

sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga

mudah sekali terkena infeksi. Karena berberbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang

timbul antara lain hipotermi karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia dan

kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani namun tidak di follow up

dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka

dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun

perkembangannya. 3

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak

akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan

perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan

otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu

sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah

satu aset yang vital bagi anak. 3

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan

gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan

Page 5: Gizi Buruk

skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan

pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya

prestasi anak. 3

4. Penilaian status gizi secara Antropometri

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara

tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah

antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak

langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor

ekologi. 4

1) Penilaian secara langsung

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan

adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan

berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator

dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara

intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran

tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan keadaan yang mendadak misalnya terserang infeksi, kurang nafsu

makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih

menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil

menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini

(Current Nutritional Status).

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga

lebih erat kaitannya dengan status ekonomi.

c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Page 6: Gizi Buruk

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan

tinggi badan dengan kecepatan tertentu. 4

2) Penilaian Secara Tidak Langsung

1. Survei konsumsi makanan

2. Statistik vital

3. Faktor ekologi

5. Klasifikasi

Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya  KEP.

Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut

KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya.

Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang

batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan

para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. 4

Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999

dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP

II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS,

dengan indeks berat badan menurut umur.

Klasifikasi KEP menurut Depkes RI

Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)

Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U

Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U

KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U

KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U

KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U

  Sumber: Depkes RI(1999:26)

Sedangkan Klasifikasi Kurang Energi Protein menurut standar WHO

Klasifikasi

Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat

Edema Tanpa edema Dengan edema

Page 7: Gizi Buruk

BB/TB  -3SD s/d -2 SD < -3 SD

TB/U  -3SD s/d -2 SD < -3 SD

6. Terapi Penyakit

Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase

stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada

10 langkah penting yaitu:

1. Atasi/cegah hipoglikemi

2. Atasi/cegah hiportemia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Obati/cegah infeksi

6. Mulai pemberian makanan

7. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)

8. Koreksi defisiensi nutrient mikro

9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,

fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus terampil memilih langkah

mana yang sesuai untuk setiap fase. 3

Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-

Kwashiorkor.

Bagan dan jadwal pengobatan

Page 8: Gizi Buruk

a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan

KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah.

Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan

saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat

minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan

kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten. 3

b. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah di bawah 360 C. Pada

keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau

orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode

Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal dan

meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi

sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran

suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak

sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap

agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan

penghangatan anak dengan menggunakan botol berisi air panas. 3

Page 9: Gizi Buruk

c. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi

buruk dengan dehidrasi adalah :

Ada riwayat diare sebelumnya

Anak sangat kehausan

Mata cekung

Nadi lemah

Tangan dan kaki teraba dingin

Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah :

Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam

sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan

rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30

menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut

ReSoMal.

Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat

menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,

lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan

NaCL dengan perbandingan 1:1.

KEP berat/gizi buruk yang dirujuk ke RSU harus dilakukan tindakan pra

rujukan untuk mengatasi hipoglikemi, hipotermi, dan dehidrasi. 3

d. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit

diantaranya :

Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.

Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk

pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Jangan

obati edema dengan pemberian diuretika.

Berikan :

- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam

Page 10: Gizi Buruk

- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan

penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita

KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral

( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan

lumat/lunak 3

e. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya

infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP

berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai

berikut :

Umur Atau Berat Badan

KOTRIMOKSASOL(Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari

AMOKSISILIN Beri 3 Kali

Sehari Untuk 5 Hari

Tablet dewasa80 mg trimetoprim + 400 mg sulfametoksazol

Tablet Anak20 mg trimetoprim + 100 mg sulfametoksazol

Sirup/5ml40 mg trimetoprim + 200 mg sulfametoksazol

Sirup

125 mgper 5 ml

2 sampai 4 bulan(4 - < 6 kg)

¼ 1 2,5 ml 2,5 ml

4 sampai 12 bulan(6 - < 10 Kg)

½ 2 5 ml 5 ml

12 bln s/d 5 thn(10 - < 19 Kg)

1 3 7,5 ml 10 ml

Catatan :

Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit

infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi

lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah

Sakit Umum.

Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang

dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan

metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut

Page 11: Gizi Buruk

segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut atau memburuk, anak segera

dirujuk ke rumah sakit. 3

f. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk

Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu:

Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi

Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena

keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.

Page 12: Gizi Buruk

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang

sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma

basal saja.

Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang

dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat

mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

- Energi : 100 kkal/kg/hari

- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari

- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)

- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO

75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak

terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan

jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan :

Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan

pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)

Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco

½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik

( dibutuhkan ketrampilan petugas )

Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari

Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam

dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam

Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

Page 13: Gizi Buruk

Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya

- Banyaknya muntah

- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja

- Berat badan (harian)

- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan

edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan

naik

g. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :

Fase Transisi (minggu ke 2)

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)

dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per

100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga

dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula

tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200

ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:

1. Frekwensi nafas

2. Frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi >

25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume

pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume

seperti di atas.

3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

Page 14: Gizi Buruk

- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

- Protein 4-6 gram/kg bb/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO

100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk

tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :

- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering

- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

- Protein 4-6 g/kgbb/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula

( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-

kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.

Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.

Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Tahapan Pemberian Diet

Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti

Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau

pengganti

Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)

Makanan keluarga

Page 15: Gizi Buruk

h. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.

Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).

Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada

minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan

infeksinya.

Berikan setiap hari :

Tambahan multivitamin lain

Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat

atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :

Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

Umur

Dan

Berat Badan

Tablet Besi/Folat

Sulfas Ferosus 200 Mg +

0,25 Mg Asam Folat

Berikan 3 Kali Sehari

Sirup Besi

Sulfas Ferosus 150 Ml

Berikan 3 Kali Sehari

6 sampai 12 bulan

(7 - < 10 Kg)

¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)

Page 16: Gizi Buruk

12 bulan sampai 5

tahun

½ tablet 5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis

tunggal sebagai berikut :

Umur Atau Berat Badan Pirantel Pamoat (125mg/Tablet)

(Dosis Tunggal)

4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet

9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet

1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet

3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A

200.000 IU 100.000 IU

6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul

12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A.

i. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan

perilaku, karenanya berikan :

- Kasih sayang

- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh

- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

j. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat

di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di

Puskesmas

Page 17: Gizi Buruk

- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-

Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran

5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di

posyandu/puskesmas.

- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang

padat

- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu

- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000

SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

Page 18: Gizi Buruk

1. Alisjabana, A.dkk, 1985. Aspek Kesehan dan Gizi Anak Balita. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

2. Moehji, S, 1988. Pemeliharaan Gizi dan Balita, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

3. Pudjiadi, S, 2000. Ilmu Gizi Klinik pada Anak, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

4. Supariasa, N.D.I, dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

5. Susie, 2001. Pola Penyakit Anak Balita Penderita Gizi Buruk, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta.