Gizi Buruk
-
Upload
nova-grisddy-supit -
Category
Documents
-
view
63 -
download
1
description
Transcript of Gizi Buruk
GIZI BURUK
1. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara
berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan
dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan
kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah
masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan
zat gizi mikro.
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan,
Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada
umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas
lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya
pengetahuan tentang gizi.
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
(kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah kesehatan, kemiskinan,
pemerataan dan kesempatan kerja. Masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi
daripada Negara ASEAN lainnya. Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan
yang sangat pesat, malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak,
meskipun sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80%yang menderita
malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi.
Gizi seseorang dapat mempengaruhi prestasi kerja dan produktivitas serta perkembangan
mental anak. Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada
anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang,
diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus,
diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek.Keadaan
ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50%
kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi
perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan
sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan sumber daya
manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian
dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang
sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di
tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan pangan keluarga,
pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat menentukan dalam membentuk
anak yang tahan gizi buruk.
Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah upaya perbaikan gizi
yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Kurang gizi akan berdampak
pada penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan pertumbuhan
fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan
serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah “Mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk
mencapai status gizi masyarakat/keluarga yang optimal”.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjdinya kekurangan gizi menahun. Anak
balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara
berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat
badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalu sedikit dibawah standar
disebut gizi kurang. Apabila jauh dibawah standar disebut gizi buruk. Menurut Departemen
Kesehatan, pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak
(19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO tahun 1999
mengelompokan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam empat kelompok, yaitu
rendah (<10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi (>30%).
2. Pengertian Pertumbuhan
Kata pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga timbul istilah
tumbuh-kembang. Kata pertumbuhan dan perkembangan sering digunakan secara bergantian
atau bersamaan. Namun secara singkat dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan dapat diartikan
sebagai bertambahnya fungsi tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung
jawab.
Apabila pertumbuhan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya maka hal tersebut disebut
dengan gangguan pertumbuhan yang diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mencapai tinggi
badan tertentu sesuai umurnya. Gangguan pertumbuhan ini merupakan akibat dari gangguan
yang terjadi pada masa balita, bahkan pada masa sebelumnya.
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya gambaran perubahan berat badan (BB), tinggi
badan (TB) atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang
keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan. Seorang anak dikatakan gizi seimbang/baik jika naka mendapatkan zat gizi kurang
dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan gizi melebihi dari yang
dibutuhkan disebut gizi lebih.
Seorang anak dikatakan tumbuh dengan baik, artinya anak mendapatkan gizi yang cukup
jika seorang anak tidak dapat tumbuh dengan baik, pasti ada sebabnya. Penyakiat infeksi akut
maupun kronis selain faktor makanan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan anak.
3. Pengertian Gizi
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai
terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang
berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang
menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai ”nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia BaduduZain tahun 1994.WHO mengartikan ilmu gizi sebagai
ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup
pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara
kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi. Zat gizi (nutrien)
adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan
makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui
dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
4. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk
terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi
terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi
masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif
maupun kualitatif.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang
dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health
Organization – National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO -
NCHS status gizi dibagi menjadi empat : Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk
kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk
under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat,
Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor.
Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang
cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang
dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan
zat gizi tersebut.
5. Pertumbuhan dan Gizi Seimbang
Tahap pertumbuhan anak pada tahun pertama sangat cepat, kemudian akan berkurang
secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun. Pertumbuhan akan berjalan lamban dan teratur
sampai masa akil balik, pada masa akil balik usia 12-16 tahun pertumbuhannya akan kembali
cepat. Pertumbuhan akan kembali melambat secara berangsur-angsur sampai usia kira-kira 18
tahun akan berhenti. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut
gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi
lebih. Dalam keadaan gizi yang baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang
anak akan terganggu, nisalnya anak tersebut akab kurus atau pendek. Gangguan pertumbuhan
dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang cukup lama.
Penyebab gangguan pertumbuhan ada bermacam-macam, baik akibat penyakit tertentu, kelainan
sejak lahir, faktor bawaan, pola makan yang salah dan lain sebagainya. Gangguan pertumbuhan
dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu
makan, sakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan, atau karena kurang cukupnya makana
yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama
dapat dilihat pada hambatan pertambahan tinggi badan. Pada anak normal pertumbuhan dan
perkembangan ditandai dengan kesehatan yang baik dan gizi seimbang/baik. Salah satu cara
terbaik untuk mengukur kesehatan seorang anak adalah dengan mengukur pertumbuhannya, dan
salah satu cara termudah untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan menimbang berat badan
anak secara teratur dan membandingkannya dengan berat badan sesuai umur. Berat badan
merupakan salah satu ukuran yang paling banyak digunakan untuk memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan mendadak,
seperti terserang infeksi atau diare, konsumsi makanan yang menurun. Sebagai indikator status
gizi, berat badan dalam bentuk indeks berat menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) memberikan gambaran keadaan kini.
6. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat
yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB
terhadap TB) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor. Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena busung lapar
(gizi buruk) yaitu :
1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat badan
dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut
terkena busung lapar (Gizi Buruk).
2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan
standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk.
7. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Bagan 1. Penyebab kurang gizi balita
Kurang gizi
Makanan tidak seimbang Penyakit infeksi
Tidak cukup persediaan
pangan
Pola asuh anak tidak memadai
Sanitasi air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai
Kurang pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat
Penganggur, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Krisis ekonomi, politik dan
sosial
Dampak
Penyebab tidak
langsung
Penyebab langsung
Pokok masalah di masyarakat
Akar masalah nasional
Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Penyebab gizi
buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya gizi
buruk, yaitu:
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. Bayi
dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi
bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin
B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di
rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali
anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik. Terjadinya kejadian infeksi penyakit ternyata
mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain
anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk cakupan pelayanan
kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik
berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu,
penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian
penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam
berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana,
menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai penelitian
membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang
jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak
yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keaadaan gizi anak yang jelek.
Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang diantaranya yaitu:
1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Namun kemiskinan
kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan pangan bagi keluarga.
2. Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
Di masa modern ini pengasuhan anak kadang kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu
tahu perkembangan dan kebutuhan makan anak.
3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya
jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya
pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan
berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya
berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.
Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan,
dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat
kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semaikin baik pola pengasuhan
anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah yang
ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara
lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan
pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Akar masalah gizi buruk adalah kurangnya
pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis
ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia. Keadaan tersebut telah memicu
munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak
memadai.
8. Tipe Gizi Buruk
Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi buruk ini secara klinis
dibagi menjadi 3 tipe:
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar.
Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Nama kwashiorkor berasal dari suatu
daerah di Afrika, artinya “penyakit anak yang terlantar” atau disisihkan karena ibunya
mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air susu ibu padanya. Tanpa mengganti air susu
ibu dan dapat tambahan pangan yang seimbang anak (umumnya berumur kurang lebih 18 bulan)
kurang mendapat protein. Jenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang
sekali pendidikannya. Kurang protein pangan adalah penyebab utama kwashiorkor sedang zat
pangan pemberi tenaga mungin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan. Kasus ini sering
dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang
rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika,
Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju seperti Amerika Serikat
kwashiorkor merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di
Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk. Anak dengan kwashiorkor
akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal
dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat
kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal
kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Penanganan dini pada
kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik. Penanganan yang terlambat
(late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatan anak secara umum, namun anak dapat
mengalami gangguan fisik yang permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus
kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akan
memberikan akibat yang fatal. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake
protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas antara lain:
a. Pola makan
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang
tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan
lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkhor, terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,
walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:
a.Rambut tipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan
rasa sakit.
b.Edema pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan
bekas.
c.Kelainan kulit (dermatosis) seperti timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
d.Wajah membulat dan sembab (moon face).
e.Pandangan mata sayu.
f.Pembesaran hati.
g.Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA, dll.
h. perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis.
i.Otot mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran LILA-nya
kurang dari 14 cm.
Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang khas pada
penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan diagnosis kwashiorkor
tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah edema, rambut yang tidak hitam,
mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy pavement
dermatosis. Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie
malnutrition.
2. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649). Yang mencolok pada
keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai atrofi
otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada permulaan kelainan demikian merupakan
proses fisiologik. Untuk berlangsungnya hidup jaringan, maka tubuh memerlukan energi yang
tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri,
sehingga cadangan protein dipakai juga untuk memenuhi energi. Penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun
dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin, 1990:116).
Tanda dan gejala yang terjadi seperti:
1. Wajah seperti orang tua.
2. Mudah menangis/cengeng dan rewel.
3. Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).
4. Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit.
5. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana
longgar-baggy pants).
6. Perut cekung.
7. Iga gambang.
Karena tidak ada edema, maka marasmus sering disebut non edematous protein calorie
malnutrition.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan gabungan
gejala yang menyertai seperti:
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas
kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan
sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik
seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar
natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala
masing-masing penyakit tersebut.
2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Ada beberapa cara mengukur status gizi anak, yaitu dengan pengukuran antropometrik,
klinik, laboratorik. Diantara ketiganya, pengukuran antropometrik adalah yang paling relatif
sederhana dan banyak dilakukan. Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dan
metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinnya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran
dari tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi, antropometri adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Dari beberapa pengukuran tersebut berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai
dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.
Untuk keperluan perorangan dan keluarga, pengukuran Berat Badan (BB) dan kadang-
kadang Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan (PB) adalah pengukuran yang paling banyak
dilakukan.
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri bisa
merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang
dihubungkan dengan umur. Ada beberapa indeks antropometri yang umum dikenal yaitu Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB).
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah
berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U
juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator
BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini.
Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih rendah atau lebih tinggi
dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan suatu standar internasional yang
ditetapkan oleh WHO. Pada dasarnya perhitungan BB/U, TB/U seorang anak didasari pada nilai
Z-nya (relatif deviasinya). Cut off point (nilai ambang batas) untuk tiap indikator status gizi
baik adalah +2 SD dan status gizi < - 3SD dikategorikan sebagai kurang gizi berat.
Indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indikator BB/U dapat normal, lebih, rendah, atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan
standar WHO. Apabila BB/U normal, digolongkan pada status gizi baik, BB/U rendah dapat
berarti status gizi kurang atau buruk. Sedang BB/U tinggi dapat digolongkan status gizi lebih.
Baik status gizi kurang maupun status gizi lebih kedua-duanya mengandung resiko yang tidak
baik bagi kesehatan. Status gizi kurang yang diukur dengan indikator BB/U di dalam ilmu gizi
dikelompokkan kedalam kelompok “berat badan rendah” (BBR) atau underweight. Menurut
tingkat keparahannya BBR dikelompokkan lagi kedalam kategori BBR tingkat ringan (mild),
sedang (moderate), dan berat (severe). BBR tingkat berat atau sangat buruk. Menurut standar
WHO-NCHS maka indikator BB/U dikelompokkan atas gizi lebih jika nilai Z score > + 2 SD,
gizi baik jika nilai Z score diantara - 2 SD s/d + 2 SD, gizi kurang jika nilai Z score diantara > -
3SD s/d < - 2 SD dan gizi buruk jika nilai Z score < - 3 SD. Penggunaan indikator BB/U sebagai
indikator status gizi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan indikator BB/U yaitu dapat
dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan
status gizi dalam jangka waktu pendek, dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan
indikator BB/U yaitu interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau
oedema, data umur yang akurat sering sulit diperoleh terutama di negara-negara yang sedang
berkembang, kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/dikoreksi
dan anak yang bergerak terus, masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua
untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap sebagai barang dagangan.
Indikator Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
TB/U dapat digunakan sebagai indeks status gizi populasi karena merupakan estimasi keadaan
yang telah lalu atau status gizi kronik. Seorang yang tergolong pendek “pendek tak sesuai
umurnya” (PTSU) kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Dalam keadaan normal tinggi
badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi atau panjang badan
relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap
pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Menurut standar WHO-
NCHS indikator TB/U dikelompokkan atas normal jika nilai Z score > 2 SD dan pendek/stunted
jika nilai Z score < - 2 SD. Penggunaan indikator TB/U sebagai indikator status gizi memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan indikator TB/U yaitu dapat memberikan gambaran riwayat
keadaan gizi masa lampau dan dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk.
Sedangkan kelemahan indikator TB/U yaitu kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang
badan pada kelompok usia balita, tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini, memerlukan
data umur yang sering sulit diperoleh di negara-negara berkembang, kesalahan sering dijumpai
pada pembacaan skala ukur, terutama
bila dilakukan oleh petugas non profesional.
Indikator Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Pengukuran antropometrik yang terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB. Ukuran ini dapat
menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Menurut standar WHO-
NCHS indikator BB/TB dikelompokkan atas gemuk jika nilai Z score > + 2 SD, normal jika nilai
Z score > - 2SD s/d + 2 SD, kurus/wasted jika nilai Z score diantara < - 2 SD s/d > - 3 SD, dan
sangat kurus jika nilai Z score < - 3 SD. Penggunaan indikator BB/TB sebagai indikator status
gizi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan indikator BB/TB yaitu independen terhadap
umur dan ras dan dapat menilai status kurus dan gemuk dan keadaan marasmus atau KEP berat
lain. Sedangkan kelamahan indikator BB/TB yaitu kesalahan pada saat pengukuran karena
pakaian anak yang tidak dilepas/dikoreksi dan anak bergerak terus, masalah sosial budaya
setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap
seperti barang dagangan, kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok
usia balita, kesalahan sering dijumpai
pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non profesional, tidak dapat
memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal atau jangkung.
3. Kriteria Anak Gizi Buruk
Gambar 16. Penentuan status gizi secara Klinis dan Antropometri (BB/TB-PB)
1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2) Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda
komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
4. Mengenali Penyimpangan Dini Tumbuh Kembang Anak
Ibu membawa anak untuk ditimbang di Posyandu atau Puskesmas
Mencatat berat badan anak dalam KMS (Kartu Menuju Sehat)
Membaca kecnderungan berat badan pada KMS:
Naik (N) jika:
Grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan
Kenaikan Berat Badan Minimal(KBM) atau lebih.
Tidak Naik (T) jika:
grafik berat badan mendatar atau menurun memotong garis pertumbuhan dibawahnya
atau kenaikan berat badan kurang dari KBM.
Kenaikan Berat Badan Minimal (KBM):
Bayi laki-laki dan perempuan
- Usia 1 bulan : 800 gram
- Usia 2 bulan : 900 gram
- Usia 3 bulan : 800 gram
- Usia 4 bulan : 600 gram
- Usia 5 bulan : 500 gram
- Usia 6 bulan : 400 gram
Laki - laki
- Usia 7 bulan : 400 gram
- Usia 8 -11 bulan : 300 gram
- Usia 12 - 60 bulan : 200 gram
Perempuan
- Usia 7 -10 bulan : 300 gram
- Usia 11 - 60 bulan : 200 gram
Rujuk ke Puskesmas apabila:
Ditemukan 2 kali T berturut-turut, walau BB di KMS masihdi atas Garis Merah
BB Di Bawah Garis Merah di KMS
Gambar 17. Bagan Pengenalan penyimpangan dini tumbuh kembang anak
5. Upaya Mengatasi Masalah Gizi
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam megatasi masalah gizi. Tiga diantaranya yang
dapat dilakukan di tingkat Puskesmas adalah pendeteksian dini dengan menggunakan KMS,
pemberian MP-ASI, dan peningkatan peran kader posyandu untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat.
a. Kartu menuju sehat
Kartu Menuju Sehat adalah alat sederhana yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan
dan pertumbuhan anal. Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka
untuk dipergunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama anak bayi dan balita. Dalam
upaya memonitor kesehatan gizi anak ini dipergunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Pada
dasarnya kartu ini memperlihatkan grafik berat badan anak menurut masing-masing umur,
ada bermacam-macam jenis kartu pertumbuhan tapi dengan kartu ini para ibu dapat
memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan
pemberian makan anak, selain itu kartu ini juga berisi catatan tentang imunisasi dan
pemberian vitamin A.
b. Pemberian makanan tambahan dan cara penyiapannya
Setiap ibu perlu mengetahui bahwa bayi sejak umur 6 bulan memerlukan MP-ASI. Untuk
umur 6-11 bulan perlu mendapat MP-ASI blended food sebanyak 100gr/hari,a nak umur 12-
24 bulan 125gr/hari dan anak di atas 24 bulan 150 gr/hari. Makanan dapat dibagi 3-4 kali
sehari.
Pada bayi umur 6-11 bulan selain makanan utamanya adalah ASI juga mulai diberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena kebtuhan makanan bayi sudah mulai meningkat
untuk pertumbuhannya. Makanan pendamping ASI yang dapat diberikan berupa makanan
lembek atau lunak seperti bubur.
c. Peningkatan peran kader posyandu untuk meningkatakan partisipasi masyarakat dalam
penimbangan bayi dan balita
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dari keluarga berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat
dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari pertugas kesehatan dan keluarga
berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber saya manusia sejak
dini.
6. Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan
umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan
mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang
dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati
apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan
hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola
dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam
bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-
sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula
suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil
yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Gambar 18. Alur pemeriksaan atau penemuan kasus gizi buruk
14. Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat Jalan
1. Penyediaan Sarana Pendukung
a. Alat antropometri : timbangan atau dacin, alat ukur PB/TB, pita LiLA
b. Buku Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk .
c. Formulir pencatatan dan pelaporan.
d. PMT Pemulihan: makanan lokal, Makanan Untuk Pemulihan Gizi, F-100
e. Media KIE seperti Poster, Leaflet, Lembar Balik, Booklet, Food Model, dll
f. Obat gizi seperti Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah, Mineral Mix, dan Taburia
g. Obat-obatan lain, misalnya obat cacing, antibiotik
h. Peralatan lain seperti: ATK, APE, alat masak, dll
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi kurang (-2
SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut:
• 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
• Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak ada edema)
dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan ketentuan, jika:
• Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat Pemulihan
Gizi (PPG)
• Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan
tambahan dan konseling.
15. Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan
1. Pendaftaran
Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam) medis
2. Pengukuran antropometri
• Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu
• Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan
Pengukuran antropometri dilakukan oleh Tim Pelaksana dan hasilnya dicatat pada
kartu status. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik dengan tiga indikator
pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U, BB/PB atau BB/TB).
3. Pemeriksaan klinis
Dokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan ada atau tidak penyakit penyerta, tanda
klinis atau komplikasi.
4. Pemberian konseling
• Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian pertumbuhan anak
• Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
• Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
• Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara
menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau mengganti
makanan
16. Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi
a. Obat
• Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh tenaga
kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat
• Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur pada
saat pertama kali ditemukan
b. Makanan untuk Pemulihan Gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan
1. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100 atau
makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin)
2. Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan
(rehabilitasi) :
• 1 minggu pertama pemberian F 100.
• Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan
makanan keluarga.
3. Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada orangtua anak
gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai kebutuhan hingga kunjungan berikutnya.
17. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga
termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasehat
sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan atau kader
membawa kartu status, cheklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan
gizi dan bahan penyuluhan.Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status.
Bagi anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.
Tenaga kesehatan atau kader melakukan kunjungan rumah pada anak gizi buruk rawat
jalan, bila:
• Berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidak naik atau turun dibandingkan
dengan berat badan pada saat masuk (kecuali anak dengan edema).
• Anak yang 2 kali berturut-turut tidak datang tanpa pemberitahuan