Gigi Palsu

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Basis Gigi Tiruan 2. 1. 1 Pengertian Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms (GPT) edisi 8 (2005), basis gigitiruan adalah bagian dari suatu gigi tiruan yang bersandar pada jaringan pendukung dan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan dan bahan basis gigi tiruan adalah suatu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat sifat dari suatu basis gigi tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigi tiruan, namun belum ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan bahan basis gigi tiruan. (RG Craig ,2000) 2.1.2 Persyaratan Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syarat-syarat bahan basis gigi tiruan yang ideal adalah: a. Biokompatibel : tidak toksik dan non-iritan b. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat c. Warna : translusen dan warna merata, bila perlu, mengandung serat secara merata d. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam warna, yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan e. Translusensi: dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen f. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong Universitas Sumatera Utara

Transcript of Gigi Palsu

Page 1: Gigi Palsu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Basis Gigi Tiruan

2. 1. 1 Pengertian

Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms (GPT) edisi 8 (2005), basis

gigitiruan adalah bagian dari suatu gigi tiruan yang bersandar pada jaringan

pendukung dan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan dan bahan basis gigi tiruan adalah

suatu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan. Daya tahan,

penampilan dan sifat – sifat dari suatu basis gigi tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan

basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigi tiruan, namun

belum ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan bahan basis gigi tiruan.

(RG Craig ,2000)

2.1.2 Persyaratan

Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syarat-syarat

bahan basis gigi tiruan yang ideal adalah:

a. Biokompatibel : tidak toksik dan non-iritan

b. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat

c. Warna : translusen dan warna merata, bila perlu, mengandung serat secara

merata

d. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam

warna, yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan

e. Translusensi: dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen

f. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Gigi Palsu

g. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60-65 MPa

h. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang dipolimerisasi

dengan panas dan paling sedikit 1500 MPa untuk polimer swapolimerisasi

i. Tidak ada monomer sisa

j. Tidak menyerap cairan

k. Tidak dapat larut

Sampai saat ini belum ada satu pun bahan yang mampu memenuhi semua kriteria

tersebut di atas. ( Combe. EC,1986)

2.1.2 Bahan Basis Gigi Tiruan

Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan. Kayu, tulang,

ivory, keramik, logam, logam aloi dan berbagai polimer telah diaplikasikan untuk

basis gigitiruan. Perkembangan yang pesat dalam bahan basis gigi tiruan

menyebabkan terjadinya peralihan dari penggunaan bahan alami menjadi penggunaan

resin sintetis dalam pembuatan basis gigi tiruan. (AB. Car, 2005 ; J Kenneth

Anusavice , 2003).

Ada dua kelompok resin akrilik dalam kedokteran gigi. Satu kelompok adalah

turunan asam akrilik, CH=CHCOOH dan kelompok lain dari asam metakrilik

CH2=C(CH3)COOH. Setiap molekul metil metakrilat dianggap sebagai „mer‟. Pada

keadaan yang sesuai, molekul metil metakrilat akan menyambung membentuk suatu

rantai poli (metilmetakrilat).

Gambar 2.1 Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik (Oleh Endang Dwiyana

Label: bahan kuliah)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Gigi Palsu

Secara garis besar , resin aklirik yang digunakan di kedokteran dapat

dibedakan atas 3 jenis, yaitu resin akrilik swapolimerisasi (resin akrilik cold curing

atau self curing autopolimeryzing), resin aklirik polimerisasi sinar (light cured resin),

dan resin aklirik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic). Resin akrilik

swapolimerisasi (resin akrilik cold curing atau self curing autopolimeryzing) yaitu

resin aklirik yang ditambahkan activator kimia yaitu dimeti-para-toluidin karena

memerlukan aktivasi secara kimia dalam proses polimerisasi selama 5 menit. Resin ini

jarang digunakan sebagai bahan pembuat basis gigi tiruan karena kekuatan dan

stabilitas warnanya tidak sebaik resin aklirik polimerisasi panas, selain itu jumlah

monomer sisa pada resin akrilik swapolimerisasi lebih tinggi dibanding pada resin

akrilik polimerisasi panas. Resin aklirik polimerisasi sinar (light cured resin) adalah

resin aklirik dalam bentuk lembaran dan benang serta dibungkus dengan kantung

kedap cahaya atau dalam bentuk pasta dan sebagai inisiator polimerisasi ditambah

camphoroquinone. Penyinaran selama 5 menit memerlukan gelombang cahaya sebesar

400 – 500 nm sehingga memerlukan unit kuring khusus dengan menggunakan empat

buah lampu ultraviolet. Bahan ini juga jarang dipakai karena disamping memerlukan

unit kuring khusus, bahan ini juga memiliki kekuatan perlekatan yang rendah terhadap

anasir gigi tiruan berbahan resin jika dibandingkan dengan resin aklirik polimerisasi

panas.(SK Khindria, 2009 ; J Kenneth Anusavice ,2003 ; I Nirwana ,2005)

Resin akrilik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic) adalah resin aklirik

yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk

polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air atau oven

gelombang mikro.

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Resin akrilik telah digunakan sebagai basis gigi tiruan selama lebih dari 60 tahun dan

saat ini merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigi

tiruan. Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak

digunakan saat ini dalam pembuatan basis gig tiruan karena bernilai estetis dan

ekonomi, memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik, serta mudah dimanipulasi

dengan peralatan yang sederhana.( RG Craig , 2000 ; AWG Walls , 2008) Walaupun

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Gigi Palsu

demikian, resin akrilik polimerisasi panas masih memiliki kekurangan yaitu mudah

fraktur. ( G Uzun , 2001)

2.2.1 Komposisi

Resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari : (SK Khindria ,2009 ; K Kortrakuljig ,

2008 ; F Foat ,2009)

A. Bubuk

Polimer (poli metal metakrilat)

Initiator : berupa 0,2 – 0,5 % benzoil peroksida

Pigmen : merkuri sulfit atau cadmium sulfit

Plasticizer : dibutil phthalate

Opacifiers : seng atau Titanium oksida

B. Cairan

Monomer (metil metakrilat)

Stabilizer : sekitar 0,006 % hidroquinon untuk mencegah berlangsungnya

polimerisasi selama penyimpanan.

Bahan untuk memacu ikatan silang, seperti etilen glikol dimetakrilat (1 –

2 %)

Gambar 2.2 : Acron MC-GC America,Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik

Polimerisasi Panas (Nirwana I, Soekartono RH. Sitotoksisitas resin

akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode

berbeda. J Dent 2005)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Gigi Palsu

2.2.2 Manipulasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik polimerisasi

panas yaitu:

a. Perbandingan polimer dan monomer

Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan

berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh

monomer akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul.

Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan

terjadinya kontraksi pada adonan resin akrilik. (K Kortrakuljig , 2008)

b. Pencampuran

Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampurkan dalam tempat

yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit sampai mencapai fase dough.( SK

Khindria ,2009)

Pada saat pencampuran ada empat tahapan yang terjadi, yaitu:

1. Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir

basah.

2. Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk mulai larut

dalam cairan dan berserat ketika ditarik.

3. Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah diangkat dan tidak

melekat lagi, dimana tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan

adonan ke dalam mould dan kebanyakan dicapai dalam waktu 10 menit.

4. Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak dapat dibentuk

dengan kompresi konvensional.

c. Pengisian

Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah

merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan

permukaan yang kasar, merekat dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari

gipsmasuk ke dalam resin akrilik. (AWG Walls, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Gigi Palsu

Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat

dipres terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam

mould penuh kemudian dilakukan pres pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5

menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang, kemudian dilakukan pres

terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit. Selanjutnya kuvet

dipasang mur dan dilakukan proses kuring.(K Kortrakuljig : 2008; R Arudanti ,2008)

Namun untuk pengisian adonan dengan cara klasik, tidak perlu dilakukan proses

kuring karena menggunakan resin swapolimerisasi (self curing).

d. Kuring

Kuvet dibiarkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan pada suhu 70

dibiarkan selama 30 menit, dan selanjutnya 100 dibiarkan selama 90 menit. (G

Uzun , 2001)

Proses kuring resin akrilik dilakukan dengan cara mengaplikasikan panas pada

resin dengan merendam kuvet dalam air yang dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC

selama 30 menit kemudian dilanjutkan selama 90 menit pada suhu 100oC.

Pengaplikasian panas harus teratur karena reaksi kimia antara monomer dan polimer

bersifat eksotermis. Bila polimerisasi telah dimulai maka suhu resin akrilik akan jauh

lebih tinggi dari airnya dan monomer akan mendidih pada temperatur 212oF atau

100oC, oleh karena itu pada tahap awal proses kuring, suhu air harus dijaga jangan

terlalu tinggi.

Setelah proses polimerisasi selesai kemudian kuvet dibiarkan dingin secara

perlahan hingga sama dengan suhu ruangan. Bahan resin yang telah selesai

berpolimerisasi dikeluarkan dari bahan mold. Selanjutnya dilakukan pemolesan resin

akrilik untuk mendapatkan permukaan yang halus dan mengkilap.

2.2.3 Keuntungan dan Kerugian

Sebagai bahan pembuat gigi tiruan, resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan

beberapa keuntungan: (AB Carr , 2005 ; G Uzun ,2001)

a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya, sehingga memenuhi faktor estetik

b. Dapat dilapis dan dicekatkan kembali

c. Relatif lebih ringan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Gigi Palsu

d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah

e. Biaya murah

Di samping keuntungan tersebut, resin juga memiliki beberapa kerugian:

a. Penghantar suhu yang buruk

b. Dimensinya tidak stabil baik pada waktu pembuatan, pemakaian dan reparasi

c. Mudah terjadi abrasi pada saat pembersihan atau pemakaian

d. Walaupun dalam derajat kecil, resin menyerap cairan mulut sehingga

mempengaruhi stabilitas warna.

2.3 Resin Akrilik Swapolimerisasi

Akrilik ini terdiri dari 2 bagian yaitu bubuk polimer dan cairan monomer. Komposisi

bubuk polimer adalah poli( metil metakrilat ), organic peroxide initiator, agen titanium

dioksida dan pigmen inorganik ( untuk warna ).(JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ;

DB Barbosa , 2007)

2.3.1 Komposisi

Bubuk polimer yaitu poli( metil metakrilat ) adalah resin transparan yang dapat

menyalurkan cahaya dalam range ultraviolet hingga yang mempunyai wavelength

250nm. Ia mempunyai kekerasan dari 18 hingga 20 Knoop Number. Kekuatan

tensilnya dianggarkan dalam 60 Mpa, ketumpatannya adalah 1.19 g/cm2 dan modulus

elasticity dianggarkan 2.4 Gpa (2400 Mpa). (JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003

; DB Barbosa , 2007)

Polimer ini sangat stabil. Ia tidak mengalami diskolorisasi dalam cahaya

ultraviolet, secara kimiawi stabil dalam panas dan melembut pada 125°C dan dapat

dibentuk seperti bahan termoplastik. Depolimerisasi terjadi pada suhu di antara 125°C

dan 200°C. Sekitar suhu 450°C, 90% polimer telah terdepolimerisasi membentuk

monomer. (JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ; DB Barbosa , 2007). Poli (metil

metakrilat) mempunyai kecenderungan untuk meresap air melalui proses imbibisi. Ini

karena, struktur non-kristalinnya mempunyai tenaga internal yang tinggi. Jadi, diffusi

molekul dapat terjadi dengan mudah karena tidak memerlukan tenaga aktivasi yang

banyak. Disebabkan poli (metil metakrilat) adalah polimer yang linear seperti yang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Gigi Palsu

ditunjukkan oleh Gambar 2.3, ia dapat larut dalam beberapa pelarut organik seperti

kloroform dan aseton.

Gambar 2.3 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat dan poli(metil

metakrilat). (From : Craig RG, Powers JM. Restorative Dental

Materials. 11th

Ed.Missouri : Mosby Inc 2002 : 272)

Komposisi cairan monomer adalah metil metakrilat, hidroquinon inhibitor

untuk mencegah polimerisasi spontan, dimethacrylate atau agen cross linked, organic

amine accelerator dan dyed synthetic fibers ( untuk estetik). Agen cross linked

ditambahkan pada monomer agar terjadi ikatan kovalen antara 2 rantai ketika

berlakunya polimerisasi.

Cross linked polimer akrilik adalah lebih kaku, lebih tahan terhadap perubahan

suhu dan lebih tahan larut dibandingkan dengan polimer yang non cross linked. Cross

linked polimer juga lebih tahan terhadap surface cracking atau crazing didalam mulut

dan tahan terhadap keterlarutan dalam pelarut organik seperti etanol. Ia juga lebih

mudah digrind dan dipolish. Cairan monomer adalah metil metakrilat yaitu suatu

cairan bening pada suhu ruangan yang mempunyai sifat fisikal berikut:

a. Berat molekul : 100 u

b. Suhu lebur : - 48°C

c. Suhu didih : 100.8°C

d. Ketumpatan : 0.945 g/mL pada 20°C

e. Tenaga polimerisasi : 12.9 kcal/mol

Metil metakrilat menunjukkan tekanan uap yang tinggi dan merupakan pelarut

organik yang baik. Struktur molekul metil metakrilat ditunjukkan oleh Gambar 2.4.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Gigi Palsu

Gambar 2.4 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat. (From : Powers JM,

Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed.

Missouri: Mosby Elsevier 2008 : 290)

Self cure resin akrilik diaktivasi oleh bahan kimia penurun (reducing agent)

yang disebut initiator yang ditambahkan pada cairan monomer. Bahan kimia ini yang

selalu digunakan adalah tertiary aromatic anime. Reducing agent ini bereaksi dengan

benzoyl peroxide pada suhu kamar untuk menghasilkan radikal bebas peroksida, yang

akan menginisiasi proses polimerisasi monomer. Cara inisiasi radikal bebas untuk

ketiga – tiga jenis resin akrilik ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Gambar 2.5 : Cara inisiasi radikal bebas untuk induksi polimerisasi resin

akrilik. (From: Powers JM, Wataha JC. Dental Materials

Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier

2008 : 292)

Perbedaan paling jelas antara self cure dan heat cure akrilik adalah pada

proses aktivasi (induksi) polimerisasi. Heat cure diaktivasi oleh panas, sedangkan self

cure diaktivasi oleh bahan kimia.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Gigi Palsu

2.4 Penguat

Beberapa pendekatan untuk memperkuat resin akrilik diantaranya dengan modifikasi

secara kimia, penambahan penguat logam dan penambahan serat ke dalam polimetil

metakrilat. (I Nirwana, 2005)

Gigi tiruan berbasis resin akrilik dapat dimodifikasi secara kimia dengan

penggabungan butadiene-styrene rubber dengan metal metakrilat. Modifikasi ini

meningkatkan kekuatan mekanik terutama kekuatan impak sehingga sering disebut

resin high impact.( AWG Walls, 2008)

Penambahan penguat logam pada basis gigi tiruan dapat mempengaruhi daya

tahan resin akrilik terhadap fraktur. Jenis penguat ini jarang digunakan karena kurang

estetis, mudah korosi dan adhesi yang kurang bagus terhadap matriks polimer.( I

Nirwana, 2005)

Faktor yang paling penting dalam kekuatan resin adalah derajat polimerisasi

yang ditunjukkan oleh akrilik tersebut. Lebih tinggi derajat polimerisasi, lebih tinggi

kekuatan akrilik. Self cure akrilik biasanya menunjukkan kekuatan yang kurang

dibandingkan dengan heat cure akrilik karena ia mempunyai level residual monomer

yang lebih tinggi. (Wataha Powers JM,2008; Anusavice KJ, 2003; Dhuru VB )

2.4.1 Penguat Serat

Penambahan bahan penguat serat telah diakui dapat meningkatkan sifat mekanis resin

akrilik terutama untuk memperkuat basis gigi tiruan resin akrilik, namun

penggunaannya belum umum di bidang kedokteran gigi. Penambahan serat pada basis

gigitiruan dapat mempengaruhi kekuatan impak, kekuatan transversal (Rohani, 2011)

modulus elastisitas dan daya tahan terhadap fraktur basis gigitiruan resin

akrilik.(http://en.wikipedia.org/wiki/Fiberglass (24 Mei 2012) Terdapat bebebrapa

jenis penguat serat yaitu aramid, karbom, polieter, dan serat kaca.( G Uzun, 2001 ; D

Jagger, 1999)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Gigi Palsu

2.4.2 Serat Kaca

2.4.2.1 Pengertian

Serat kaca (fiberglass) adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis

tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat kaca merupakan material yang terbuat dari

serabut-serabut yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat beradhesi dengan

matriks polimer didalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan ikatan yang baik

dengan resin akrilik, oleh karena itu serta kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke

dalam resin akrilik sebagai bahan penguat.

Efektivitas dari serat kaca tergantung dari material yang digunakan, kuantitas

serat dengan matrik polimer, orientasi dari serat, diameter, panjang, adhesi serat

terhadap matriks polimer dan sifat – sifat serat dan polimer.(SI Lee ,2001)

2.4.2.2 Komposisi

Serat kaca mengandung beberapa bahan kimia sebagai komposisinya yaitu :

SiO2 : 55,2 %

Al2O3 : 14,8 %

B2O3 : 7,3 %

MgO : 3,3 %

CaO : 18,7%

K2O : 0,2 %

Na2O3, Fe2O3, F2: 0,3% (HM. Hyer,1998)

ditambahkan pada resin akrilik dapat mempengaruhi kekuatan resin akrilik. Stipho,

dkk (1998) menyimpulkan bahwa penambahan serat kaca pada bahan basis gigi tiruan

sebesar 1% dapat meningkatkan kekuatan transversal basis gigi tiruan tetapi bila

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Gigi Palsu

konsentrasi yang diberikan lebih dari 1% dapat melemahkan kekuatan transversal

basis gigi tiruan.

2.4.3 Bentuk-bentuk

Serat kaca mempunyai beberapa bentuk diantaranya adalah bentuk batang, anyaman

dan potongan kecil.

2.4.3.1 Batang

Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang

terdiri atas 1.000 – 200.000 serabut serat kaca dan diameternya adalah 3 – 25 μm

(gambar 1). Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan serat kaca pada

bahan basis gigi tiruan resin akrilik akan meningkatkan kekuatan basis gigi tiruan,

tetapi terdapat beberapa kekurangan yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan

serat dengan resin akrilik tidak adekuat.(Lee dkk,2001 ; L. Goguta dkk, 2006 ;

M.Obukuro dkk,2008)

Gambar 2.6 Serat kaca berbentuk batang (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of

chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J

Korean Acad Prosthodont 2001)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Gigi Palsu

2.4.3.2 Anyaman

Serat kaca bentuk anyaman dapat digunakan untuk mereparasi basis gigi tiruan. Serat

kaca bentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm (gambar 2). Uzun, dkk (1999)

menyatakan bahwa serat kaca berbentuk anyaman yang ditambahkan pada bahan basis

gigi tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan kekuatan transversal. (Uzun G,

1999)

Gambar 2.7 Serat Kaca Bentuk Anyaman (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of

chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J

Korean Acad Prosthodont 2001)

2.4.3.3 Potongan Kecil

Pemakaian serat kaca berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan dalam

beberapa penelitian. Kelebihan serat kaca berbentuk potongan kecil yaitu lebih praktis

dan lebih tersebar merata pada resin akrilik (gambar 2.3) (Uzun G,1999 ; Lee dkk

2001). Keuntungan menggunakan serat kaca potongan kecil yaitu lebih mudah

menempatkannya pada resin akrilik dan dianggap lebih mewakili ukuran yang cocok

pada saat manipulasi resin akrilik sehingga bentuk ini lebih praktis digunakan.

Lee, dkk (2007) menyatakan bahwa serat kaca berbentuk potongan kecil

berukuran 3 mm yang ditambahkan pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik dapat

meningkatkan kekuatan transversal (Lee,2007). Tacir, dkk (2006) menyatakan bahwa

serat kaca berbentuk potongan kecil 2% yang ditambahkan pada bahan basis gigi

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Gigi Palsu

tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan menurunkan kekuatan transversal (IH

Tacir dkk, 2006). Valittu (1994) menyatakan bahwa gabungan serat dengan material

resin akrilik akan meningkatkan ketahanan bahan resin akrilik terhadap fraktur dan

kekuatan serat kaca adalah sifat yang penting untuk meningkatkan kekuatan impak

terhadap bahan yang rapuh seperti resin akrilik.(HD Stipho, 1998 ; R Mahalistiyani

,2006).

Uzun (1999) menyatakan bahwa dengan menggunakan resin akrilik

polimerisasi panas yang ditambahkan serat kaca akan meningkatkan kekuatan impak.

(D Jagger , 1999) Kanie (2000) menyatakan bahwa kekuatan impak basis gigi tiruan

polimer dengan penambahan serat kaca berbagai betuk lebih besar dari pada basis gigi

tiruan polimer yang tidak ditambahkan serat kaca.Goguta. L (2006) menyatakan

bahwa serat kaca yang ditambahkan pada basis gigitiruan resin akrilik dapat

meningkatkan kekuatan impak. Tacir dkk (2006) menyatakan bahwa penambahan

serat kaca potongan kecil pada resin aklirik dapat meningkatkan kekuatan impak dan

menurunkan kekuatan transversalnya.(IH Tachir, 2006)

Penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik dapat menimbulkan kesulitan

dalam penyatuan serat kaca ke dalam matriks polimer, tetapi masalah ini dapat diatasi

dengan mengubah viskositas campuran antara resin akrilik dan serat kaca dengan cara

merendam serat kaca yang akan digunakan ke dalam sejumlah monomer selama

beberapa menit lalu ditiriskan sehingga serat kaca lebih mudah meresap ke dalam

resin akrilik.(Soekartono , 2005 ; IH Tacir dkk, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Gigi Palsu

Gambar 2.8 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil (Lee SI, Kim CW, Kim YS.

Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA

resin. J Korean Acad Prosthodont 2001)

2.5 Sifat Fisis

Sifat fisis adalah sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan tekanan atau gaya dan

tidak mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Sifat fisis terdiri atas massa jenis,

ekspansi termal, porositas,kekasaran permukaan,dan densitas. (GA Zarb , 2004)

a. Massa Jenis

Resin akrilik memiliki massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini

disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon,

oksigen dan hidrogen. (GA Zarb , 2004)

b. Ekspansi Termal

Koefisien ekspansi termal resin akrilik polimerisasi panas adalah sekitar 80 ppm/oC.

Nilai ini merupakan angka yang cukup tinggi dari kelompok resin. Umumnya hal ini

tidak menimbulkan masalah, namun terdapat kemungkinan bahwa anasir gigi tiruan

porselen yang tersusun pada basis gigi tiruan dapat menjadi longgar dan lepas akibat

perbedaan ekspansi dan kontraksi. (SK Khindria, 2009)

c. Porositas

Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat

mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis gigi tiruan. (Gambar 2.9)

Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigi tiruan yang lebih tebal. Porositas

polimer yang rendah, disertai temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau

melebihi titik didih bahan tersebut. (D. Jagger, 1999)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Gigi Palsu

a b c d

Gambar 2.9 : Porositas di permukaan dan di dalam basis gigitiruan (IH Tachir,

2006)

a: porositas di permukaan basis gigitiruan

b: porositas di permukaan basis gigitiruan dilihat dengan

mikroskop elektron

c: porositas di dalam basis gigitiruan

d: porositas di dalam basis gigitiruan dilihat dengan

mikroskope elektron

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan cairan

yang tidak tepat. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik

yang homogen, penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat, prosedur

pengadukan yang terkontrol dengan baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam

mould yang tepat .(D. Jagger, 1999)

Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga

yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai

90% tergantung dari jenis dan aplikasinya. Porositas suatu bahan dinyatakan dengan

persamaan:

(2.1)

Dengan : P = porositas (%)

= massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g)

= massa setelah direbus dalam air (g)

= massa sampel ketika digantung dalam air (g)

= massa kawat penggantung sampel (g)

(ASTM C 373)

d. Kekasaran Permukaan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Gigi Palsu

Beberapa peneliti menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki

permukaan yang halus dan mampu mempertahankan pemolesan yang baik selama

jangka waktu pemakaian yang panjang. (PK Vallitu, 1994) Kekasaran permukaan dari

bahan kedokteran gigi yang dipertimbangkan ideal oleh Quirynen dkk. dan Bollen

dkk. adalah mendekati 0,2 μm atau kurang. Untuk resin akrilik, sedikit perbedaan dari

0,2 μm dapat diabaikan. Hal ini disebabkan resin akrilik mengandung monomer sisa

yang memiliki efek sitotoksik terhadap sejumlah bakteri sehingga dapat mengurangi

perlekatan bakteri pada permukaan resin akrilik.(SI Lee, 2007)

Pemolesan gigi tiruan akrilik dapat dilakukan dengan pemolesan mekanis, atau

dengan pemolesan kemis merendam akrilik dalam larutan pemolesan kemis yang telah

dipanaskan. Pemolesan kemis memiliki keuntungan yaitu waktu yang dibutuhkan

lebih singkat. Selain pemolesan mekanis dan kemis, juga dapat digunakan sealant

yang diaktivasi dengan sinar ultraviolet untuk pemolesan. Sofou dkk. (2001)

menyatakan bahwa kekasaran permukaan yang dihasilkan dengan bahan ini sama

dengan yang dihasilkan oleh pemolesan mekanis. Cara ini juga cukup hemat waktu

seperti pemolesan kemis dan Valittu (1996) menemukan bahwa sealant ini

menurunkan tingkat monomer sisa.(Anonymous , 2008) Pfeiffer dan Rosenbauer

(2004) serta Valittu (1996) menyatakan bahwa resin akrilik yang dipoles dengan baik

menunjukkan penurunan pelepasan monomer yang signifikan dibandingkan dengan

yang tidak dipoles.(M. Ferbiani, 2003).

e. Densitas ( Density)

Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin

terdiri dari kumpulan atom – atom ringan, seperti karbon, oksigen, dan hydrogen.

(Polat TN, 2003)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering

didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam

hbungannya dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.2)

Dengan : = densitas (g/ cm3)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Gigi Palsu

m = massa sampel (g)

v = volume sampel (cm3)

( MM. Ristic, 1979)

f. Monomer sisa

Monomer sisa berpengaruh pada berat molekul rata-rata. Polimerisasi pada suhu yang

terlalu rendah dan dalam waktu singkat menghasilkan monomer sisa lebih tinggi.

Monomer sisa yang tinggi berpotensi untuk menyebabkan iritasi jaringan mulut,

inflamasi dan alergi, selain itu juga dapat mempengaruhi sifat fisik resin akrilik yang

dihasilkan karena monomer sisa akan bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan

resin akrilik menjadi fleksibel dan kekuatannya menurun. Pada akrilik yang telah

berpolimerisasi secara benar, masih terdapat monomer sisa sebesar 0.2 sampai

0.5%.12 Proses kuring yang adekuat pada temperatur tinggi sangat direkomendasikan

untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien yang diketahui memiliki riwayat alergi

terhadap MMA (Metil Metakrilat).

g. Absorbsi air

Resin akrilik polimerisasi panas relatif menyerap air lebih sedikit pada lingkungan

yang basah. Nilai absorbsi air oleh resin akrilik yaitu 0.69%mg/cm2. Absorbsi air oleh

resin akrilik terjadi akibat proses difusi, dimana molekul air dapat diadsorbsi pada

permukaan polimer yang padat dan beberapa lagi dapat menempati posisi di antara

rantai polimer. Hal inilah yang menyebabkan rantai polimer mengalami

ekspansi.12,13 Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% yang disebabkan oleh

absorbsi air menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0.23%. Sebaliknya

pengeringan bahan ini akan disertai oleh timbulnya kontraksi.

h. Retak

Pada permukaan resin akrilik dapat terjadi retak. Hal ini diduga karena adanya tekanan

tarik (tensile stress) yang menyebabkan terpisahnya molekul-molekul polimer.

Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena stress mekanik, stress akibat perbedaan

ekspansi termis dan kerja bahan pelarut. Adanya crazing (retak kecil) dapat

memperlemah gigi tiruan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Gigi Palsu

i. Ketepatan dimensional

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi ketepatan dimensional resin akrilik adalah

ekspansi mold sewaktu pengisian resin akrilik, ekspansi termal resin akrilik, kontraksi

sewaktu polimerisasi, kontraksi termis sewaktu pendinginan dan hilangnya stress yang

terjadi sewaktu pemolesan basis gigi tiruan resin akrilik.

j. Kestabilan dimensional

Kestabilan dimensional berhubungan dengan absorbsi air oleh resin akrilik. Absorbsi

air dapat menyebabkan ekspansi pada resin akrilik. Pada resin akrilik dapat terjadi

hilangnya internal stress selama pemakaian gigi tiruan. Pengaruh ini sangat kecil dan

secara klinis tidak bermakna.

k. Resisten terhadap asam, basa, dan pelarut organic

Resistensi resin akrilik terhadap larutan yang mengandung asam atau basa lemah

adalah baik. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan retaknya protesa. Ethanol juga

berfungsi sebagai plasticizer dan dapat mengurangi temperatur transisi kaca. Oleh

karena itu, larutan yang mengandung alkohol sebaiknya tidak digunakan untuk

membersihkan protesa.

2.6 Analisa Mikrostruktur

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop electron yang banyak

digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan kerena memiliki

kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simple dan mudah,

kapabilitas tampilang yang bagus serta fleksibel.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Gigi Palsu

Gambar 2.10 Tampilan hasil scanning SEM (http://www.microscopy.ethz.

ch/sem.htm)

Sem digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis

permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan

didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola –

pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan

ukuran sel satuan dari sampel. Sem juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data –

data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen

atau senyawa.

Gambar 2.11 Diagram SEM (http://www.microscopy.ethz. ch/sem.htm)

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Gigi Palsu

Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.11. Dua sinar electron digunakan

secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain

adalah CRT (Cathode Ray Tube) member tampilan yang dapat dilihat oleh operator.

Akibat tumbukan pada spesimen dapat dihasilkan satu jenis elekron dan emisi foton.

Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat

keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan

menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas

elektron diarahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik

ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan

membaca ini disebut dengan scanning.

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, elektron coloumb dan display

console. Elektron Coloumb merupakan elektron beam scanning.Sedangkan display

console merupakan elektron sekunder yang didalamnnya terdapat CRT. Pancaran

elektron energy tinggi dihasilkan oleh elektron gun yang kedua tipenya berdasar pada

pemanfaaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran elektron tercapai

dengan pemanasan tungseng atau filament katoda pada suhu 1500 K sampai 3000 K.

Katoda merupakan kutub negative yang dibutuhkan untuk mempercepat tegangan E0

ke anoda yang diground, sehingga elektron yang bermuatan negative dipercepat dari

katoda dan meninggalkan anoda dengan energi E0 kali elektron volt (KeV). pistol

termionik sangat luas penggunaannya karena relative aman untuk digunakan dalam

tabung vakum 10-9

Torr, atau lebih kecil dari pada itu.

Sumber alternative lain dari pistol field emission dimana ujung kawat

wolframtidak membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar,

menuju tabung vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik kearah anoda.

Pistol field emission terantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih,

sehingga harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira – kira 10-9

Torr,

namun jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emitter electron

coloumb. Pemnacaran elektron dari elektron coloumb pada chamber harus dipompa

cukup vakum menggunakan oil – diffusion, turbo molecular, atau pompa ion. (Chan,

1993)

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Gigi Palsu

2.7 Analisa Struktur Atom

Energi-dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis

yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah

salah satu varian dari fluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada

penyelidikan sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi,

menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi pukulan

dengan partikel bermuatan.

Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap

elemen memiliki unit struktur atom yang memungkinkan sinar-X yang merupakan ciri

khas dari struktur atom suatu unsure untuk didefinisikan secara unik dari satu sama

lain. Untuk merangsang emisi sinar-X karakterisasi dari spesimen, sinar energi tinggi

partikel bermuatan seperti elektron atau proton, atau sinar – X, difokuskan ke dalam

sampel yang sedang dipelajari. Pada saat istirahat, atom dalam sampel mengadung

keadaaan dasar (atau tereksitasi) elektron ditingkat energi diskrit atau kulit elektron

terikat inti. Balok insiden dapat meningkatkan sebuah elektron dalam shell batin,

mengeluarkannya dari shell sementara menciptakan lubang elektron dimana elektron

itu. Elektron dari luar, energi yang lebih tinggi shell kemudian mengisi lubang, dan

perbedaan energi antara energi yang lebih tinggi shell dan shell energi yang lebih

rendah mungkin akan dirilis dalam bentuk sinar – X. Jumlah dan energi dari sinar – X

dipancarkan dari spesiment dapat diukur oleh spektrometer energi disperse. Sebagai

energi dari sinar – X karakteristik dari perbedaan energi antara dua cangkang, dan

struktur atom unsure dari mana mereka dipancarkan, ini memungkinkan komposisi

unsure dari specimen yang akan diukur.

Ada empat komponen utama dari setup EDS yaitu sumber sinar, detector sinar

– X, prosesor pulsa, dan analisa. Mikroscope Electron Scanning dilengkapi dengan

katoda dan magnetic lensa untuk membuat dan fokus sinar elektron, dan sejak 1960-an

mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor

digunakan untuk mengkonversi sinar – X energi ketegangan sinyal, informasi ini

dikirim ke prosesor pulsa, yang mengukur sinyal dan melewati mereka ke sebuah

analyzer untuk menampilkan data dan analisis. Akurasi dari EDS spectrum dapat

dipengaruhi oleh banyak faktor. Jendela di depan detektor dapat menyerap energi

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Gigi Palsu

rendah sinar – X ( yaitu EDS detektor tidak dapat mendeteksi unsur – unsur dengan

umur atom kurang dari 4, yaitu H, Dia, dan Li). Over – voltage di EDS mengubah

puncak ukuran – meningkatkan over – tegangan pada SEM peregeseran spektrum ke

energi yang lebih besar, membuat energi yang lebih tinggi dan lebih rendah, lebih

besar puncak – puncak energi yang lebih kecil. Juga banyak unsur akan memiliki

puncak yang tumpang tindih (misalnya, Ti K α β dan VK, Mn, dan Fe β K Kα ).

Keakuratan spektrum juga dapat dipengaruhi oleh sifat sampel. Sinar – X dapat

dihasilkan melalui setiap atom dalam sampel yang cukup gembira dengan berkas yang

masuk. Sinar – X dipancarkan ke segala arah sehingga mereka munkin tidak semua

lolos sampel. Kemungkinan sinar – X melarikan diri specimen, dan dengan demikian

yang tersedia untuk mendeteksi dan mengukur, tergantung pada energi sinar – X dan

jumlah dan kepadatan bahan tersebut harus melewati. Hal ini dapat mengakibatkan

akurasi berkurang dalam sampel homogen dan kasar.

Dengan biaya-biaya dari Scanning Electron Microscopes (SEM) yang turun

dalam beberapa tahun terakhir, SEM berubah melebihi pusat bursa yang berkisar pada

pusat-pusat penelitian, universitas, pusat-pusat analisis, dan sebagainya menjadi suatu

alat yang aplikasinya lebih luas yang mencakup sekolah-sekolah tinggi dan divisi

pengendalian mutu dari banyak industri. Demikian juga dengan munculnya

kebutuhan untuk memahami komposisi dan distribusi dari unsur-unsur disamping

untuk mengamati bentuk material, sekarang telah lazim untuk bisnis dan organisasi-

organisasi memperkenalkan alat analisa „Energy Dispersive X-Ray‟ (EDX).

SEM dan EDX telah dirancang secara konvensional untuk penggunaannya

oleh ahli teknologi analitis. Akan tetapi, dengan perkembangan bursa dari SEM/EDX

yang cepat, dibutuhkan perkembangan untuk meningkatkan kemampuan dari alat-alat

ini sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh ahli mesin yang bekerja dalam

pengendalian mutu. Juga dengan kemajuan dalam bidang elektronik, operasi

SEM/EDX telah berubah dari analog menjadi operasi digital, dengan pengatur alat dan

pengolahan data yang dilakukan oleh computer. Biasanya, suatu sistem operasi

WindowsTM

dan aplikasi Windows digunakan, membuat lingkungan system yang

hampir setiap orang dapat menggunakan dengan mudah.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Gigi Palsu

Berdasarkan pada kebutuhan dan perubahan bursa dalam lingkungan

teknologi, maka dibuatlah SEM-EDX yang merupakan suatu system analisis yang

menggabungkan SEM dan EDX menjadi satu unit.

2.7.1 Prinsip Kerja SEM – EDS

SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar electron berenergi

tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan kemudian

mendeteksi „secondary electron‟ dan „backscattered electron‟ yang dikeluarkan.

‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan

informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel.

„Backscattered electron‟ terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan

memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.

Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi

pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari

atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi

spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel.

Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara kunci:

elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder, yang

cenderung menekankan sifat topografi spesimen

elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar dengan tingkat

tinggi nomor atom kontras (Z)

atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell, yang

mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi. Sinar-X

dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa pM atas

sampel ( Martinez, 2010 ).

Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi yang

lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan lubang

elektron dalam struktur elektronik atom.Elektron dari kulit, energi luar yang lebih

tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan

dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis spektrum yang

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Gigi Palsu

sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray emisi dapat dianalisis

untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai contoh, kehadiran tembaga

ditunjukkan oleh dua K puncak disebut demikian (K dan K α β) pada sekitar 8,0 dan 8,9

keV dan puncak α L pada 0,85 eV. Dalam unsur-unsur berat seperti tungsten, sebuah

ot transisi yang berbeda yang mungkin dan banyak puncak karena itu hadir( Irawan,

2010 ).

Energy Dispersive X-ray (EDX) analisis adalah alat yang berharga untuk

analisis kuantitatif dan kualitatif elemen. Metode ini memungkinkan cepat dan analisis

kimia non-destruktif dengan resolusi spasial dalam rezim mikrometer. Hal ini

didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan dari

atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron difokuskan dari SEM. Dalam sistem

kami spektroskopi dari foton sinar-X dipancarkan dilakukan oleh detektor-Li Si

dengan resolusi energi sekitar 150 eV pada 5 mm jarak kerja( Martinez, 2010 ).

2.7.2 Aplikasi

SEM-EDX adalah nama (dispersive X-ray spektroskopi) energi analisis yang

dilakukan dengan menggunakan SEM . Alat dipakai umumnya untuk aplikasi yang

cukup bervariasi pada permasalahan eksplorasi dan produksi migas, termasuk

didalamnya: Evaluasi kualitas batuan reservoir melalui studi diagnosa yang meliputi

identifikasi dan interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem

porositas batuan. Investigasi permasalahan produksi migas seperti efek dari clay

minerals, steamfloods dan chemical treatments yang terjadi pada peralatan pemboran,

gravelpacks dan pada reservoir Identifikasi dari mikrofosil untuk penentuan umur dan

lingkungan pengendapan ( Taufik, 2008 ).

Instrumen ini sangat cocok untuk berbagai jenis investigasi. Hal ini mungkin

untuk menyelidiki misalnya struktur serat kayu dan kertas, logam.permukaan fraktur,

produksi cacat di karet dan plastic. Detail terkecil yang dapat dilihat pada gambar

SEM adalah 4-5 nm (4-5 sepersejuta milimeter). Detail terkecil yang dapat dianalisis

adalah pM 2-3 (2-3 seperseribu milimeter).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Gigi Palsu

Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua

perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga

mempermudah proses analitis dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan

pengembangan SEM. Analisa SEM EDX dilakukan untuk memproleh gambaran

permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh

suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan

software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif mau pun dari

kualitalitatifnya.Daftar berikut ini merangkum fungsi yang berkontribusi pada

operabilitas luar biasa dari SEM-EDX.

1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan,

dan mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.

2. Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran,

multi-titik pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM

monitor).

3. Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar

untuk EDX.

4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit

EDX( Rahmat, 2010 ).

Gambar 2.12 Teknik EDS

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Gigi Palsu

Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi

atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive

Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun

tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu

dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya.

Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak –

puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga

bisa membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna

berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa

digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif dari persentase masing – masing

elemen. Contoh dari aplikasi EDS digambarkan pada diagram dibawah ini.

(sumber: umich.edu)

Gambar 2.13 Contoh dari aplikasi EDS pada masing – masing persentase

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Gigi Palsu

Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:

1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb)

2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel

3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan

kualitatif.

Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:

1. Memerlukan kondisi vakum

2. Hanya menganalisa permukaan

Universitas Sumatera Utara