GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA …
Transcript of GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA …
i
PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP
GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA
(DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
DIADJENG FAMELIA SOERJADI
NIM: 11160480000044
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP
GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA
(DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
DIADJENG FAMELIA SOERJADI
NIM: 11160480000044
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
ii
PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP
GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA
(DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
DIADJENG FAMELIA SOERJADI
NIM: 11160480000044
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdullah Sulaiman,S.H.,M.H. Diana Mutia Habibaty, S.E.Sy.,M.H.
NIP. 19591231 198609 1 003 NUP. 99201113165
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
TERHADAP GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS
IBUKOTA (DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI
4.0” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 25 November 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi
Ilmu Hukum.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Diadjeng Famelia Soerjadi
NIM : 1160480000044
Program Studi : Ilmu Hukum
No. Kontak : 085770342816
Email : [email protected]
Alamat : Jl. Sadar No. 9 RT 003 RW 001, Kelurahan Paninggilan Selatan,
Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatatullah Jakarta.
Jakarta, 25 November 2020
Diadjeng Famelia Soerjadi
v
ABSTRAK
Diadjeng Famelia Soerjadi, NIM 11160480000044, “PERLINDUNGAN
HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT
ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA SELATAN
PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program
Studi Ilmu Huku, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1441 H / 2020 H.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai Undang-Undang
Ketenagakerjaan beserta turunannya belum mampu memberikan perlindungan pada
Pekerja Harian Lepas atau freelance dalam menghadapi era pekerjaan secara
digital. Perusahaan-perusahaan Event Organizer seringkali mengabaikan hak dan
kewajiban dari para pekerja, dikarenakan para pihak tidak membuat perjanjian kerja
secara tertulis. Namun, menerapkan asas percaya satu sama lain dalam membuat
perjanjian secara lisan. Penelitian ini bertujuan agar setiap orang yang hendak
bekerja waktu tertentu dengan Event Organizer, mampu memahami pentingnya
suatu perjanjian secara tertulis.
Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian normatif dengan tipe
penelitian adalah library research (studi kepustakaan) dengan metode penelitian
yuridis normatif. Untuk referensi utama yang digunakan dalam studi adalah
Perundang-Undangan dan wawancara para Pekerja Harian Lepas.
Hasil dari penelitian ini dalam pelaksanaannya perjanjian kerja baik secara
lisan maupun tertulis, perusahaan Event Organizer kerap kali menyimpangi
ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan turunannya. Dikarenakan dalam
isi perjanjian tertulis belum menjamin para pekerja untuk mendapatkan
perlindungan serta jaminan sosial.
Kata Kunci : Perjanjian, Event Organizer, Perlindungan Hukum, Pekerja
Harian Lepas.
Pembimbing Skripsi : 1. Prof. Dr. Abdullah, S.H., M.H.
2. Diana Mutia Habibaty, S.E.Sy.,M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1994 sampai Tahun 2020
vi
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum.wr.wb
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat
dan karunia yang tidak terhinggga. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Baginda Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi Wassallam, beserta seluruh
keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman nanti. Dengan
mengucap Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan
tugas akhir pada perkuliahan dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan
Hukum Ketenagakerjaan terhadap Gig Worker di Event Organizer Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta Selatan pada Era Revolusi Industri 4.0” Peneliti
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para pihak yang telah
memberikan peranan secara langsung maupun tidak langsung atas pencapaian yang
telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Drs. Abu
Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. dan Ibu Diana Mutia Habibaty,
S.E.Sy.,M.H. Pembimbing Skripsi. Serta Dra. Ipah Farihah M.H. Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, menyediakan waktu,
memberikan bimbingan dan kesabaran dalam proses penyusunan dan
penyelesaian skripsi.
4. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan meminjam
vii
buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan.
5. Ayahku tersayang terima kasih untuk kerja kerasnya selama ini, kepercayaan,
dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti selama masa pendidikan.
Untuk Ibuku tercinta terima kasih untuk segala doa yang senantiasa Ibu
panjatkan untuk peneliti, kemudahan yang peneliti rasakan sampai detik ini
semua pasti karena Ayah dan Ibu.
6. Pihak-pihak lainnya yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaian skripsi ini
Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan balasan yang
setara kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi
ini dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 25 November 2020
Diadjeng Famelia Soerjadi
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. .i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….….ii
LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI…………………….iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iiii
ABSTRAK. ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 7
D. Metode Penelitian ................................................................................. 8
E. Sistematika Pembahasan .................................................................... 12
BAB II SEJARAH HUKUM PENGATURAN PEKERJA HARIAN LEPAS
(GIG WORKER) DI INDONESIA ....................................................... 14
A. KERANGKA KONSEPTUAL .......................................................... 14
1. Pengaturan tentang Perjanjian Kerja ............................................. 14
2. Sejarah Perkembangan Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di
Indonesia........................................................................................ 24
3. Dampak Pekerja Harian Lepas pada Gig Economy ....................... 28
B. KERANGKA TEORI ......................................................................... 29
1. Teori Perlindungan Hukum ........................................................... 29
2. Asas Hukum Perjanjian ................................................................. 31
ix
3. Teori Dasar (Ground Theory) ........................................................ 33
4. Ketentuan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan di Indonesia .. 33
C. TINJAUAN (REVIEW) STUDI TERDAHULU ................................ 37
BAB III PELAKSANAAN HUKUM PENGATURAN PERJANJIAN KERJA
TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) PADA
SEKTOR EVENT ORGANIZER DI JAKARTA SELATAN............ 41
A. Gig Worker pada Event Organizer ..................................................... 41
1. Profil Perusahaan Event Organizer di Jakarta Selatan .................. 41
B. Lembaga Pengawasan Tenaga Kerja.................................................. 45
1. Profil Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta 45
2. Visi dan Misi Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi Provinsi
Jakarta ............................................................................................ 45
3. Fungsi Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta 45
C. Pelaksanaan Pengaturan yang Berlaku di Indonesia Mengenai Pekerja
Harian Lepas Pada Event Organizer .................................................. 46
D. Peran Pemerintah terhadap Pengaturan Pekerja Harian Lepas .......... 50
BAB IV PENYELESAIAN HUKUM MENGENAI MASALAH PEKERJA
HARIAN LEPAS (GIG WORKER) KHUSUS EVENT ORGANIZER
DI JAKARTA SELATAN .................................................................... 52
A. Perjanjian Kerja Pada Pekerja Harian Lepas Event Organizer .......... 52
1. Perjanjian Lisan ............................................................................. 53
2. Perjanjian Tertulis ......................................................................... 58
B. Peran Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) dalam Event Organizer .. 62
C. Analisa Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pekerja Harian
Lepas Berdasarkan Peraturan Peundang-Undangan beserta turunannya
............................................................................................................ 63
x
D. Mekanisme Perizinan dan Perselisihan Hubungan Industrial di Event
Organizer ........................................................................................... 66
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 70
A. Kesimpulan......................................................................................... 70
B. Rekomendasi ...................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73
LAMPIRAN - LAMPIRAN ............................................................................... 79
PEDOMAN WAWANCARA FREELANCER ......................................... 80
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 81
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 85
SURAT PERNYATAAN ANNISA KURNIA .......................................... 87
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 88
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 90
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 93
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 95
HASIL WAWANCARA ............................................................................. 98
KONTRAK KERJA ................................................................................. 100
KONTRAK KERJA ................................................................................. 107
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan yang harus dimiliki oleh
seseorang. Berkaitan dengan gambaran tentang hukum ketenagakerjaan di
Indonesia yang belum mampu mengakomodir pergerakan indrustrial yang
berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kondisi para pekerja yang kehilangan
hak-haknya dalam pekerjaan. Mengingat bahwasanya Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang dijadikan tiang bagi pekerja belum ada langkah pasti dari
Pemerintah untuk direkonsepsi.
Pada akhir abad ke-18 tepatnya tahun 1784 ditemukannya alat tenun
pertama. Sebelumnya, produksi suatu barang menggunakan tenaga manusia dan
hewan, namun adanya kenaikan produksi sehingga digantikan dengan teknologi
mesin yakni tenaga air dan uap. Akibatnya, banyak pekerja yang kehilangan
pekerjaannya.1 Awal tahun 2018 hingga sekarang, dapat dikatakan dunia telah
memasuki zaman serba digital. Teknologi yang dapat digerakkan secara
otomatis dengan teknologi yang dijalankan secara cepat merupakan ciri khas
dari Revolusi Industri keempat ini..2 Hal ini dapat ditandai dengan kemampuan
sensor yang terdapat pada pintu, dan juga jaringan Internet. 3
Hak-hak perburuhan (tenaga kerja, pekerja baik yang tetap maupun
sementara-temporer) dalam era globalisasi internasional di Indonesia termasuk
semua hak-hak asasi menusia, seperti hak asasi individu, hak berpolitik,
ekonomi, sosial dan budaya harus dilaksanakan secara bersamaan. Dimana
1 Beni Agus Setiono, Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0, Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 9, Nomer 2, Maret
2019, h. 2. 2 Beni Agus Setiono, Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0, … , h. 2. 3 Reno Alamsyah, Analisis Dampak Industri 4.0 Terhadap Sistem Pengawasan
Ketenaganukliran Di Indonesia, jurnal, Jurnal Forum Nuklir (JFN), volume 12, Nomor 2, 2018, h.
47.
2
konstitusi di negara modern telah memberikan kebebasan kepada buruh berupa
perlindungan dari intern perusahaan yaitu;4 pertama, kebebasan dalam
pembuatan kontrak atau perjanjian kerja. Kedua, kebebasan berpendapat.
Ketiga, kebebasan berserikat atau mengeluarkan isi hati atau perpendapat.
Keempat, kebebasan pribadi pekerja dalam bentuk pengawasan. Kelima,
pengusaha memberikan kebebasan mengenai rahasia pribadi. Keenam, hak
pekerja mengenai kesehatan pekerja dari dokter. Hak pekerja/buruh dari luar
perusahaan yaitu; 5 pertama, perlindungan negara kepada hak-hak perburuhan.
Kedua, kebebasan bagi warga negara untuk memilih jenis pekerjaan. Ketiga,
kesempatan yang sama terhadap setiap ada promosi setiap pelamar kerja atau
calon pekerja. Keempat, kewenangan pengusaha untuk menindak buruh yang
melakukan tindakan penipuan atau kesalahan berat.
Menilik sejarah bahwa bangsa Indonesia telah memberikan suatu
gambaran mengenai kondisi kerja dari keadaan seorang masyarakat yang
mengikatkan diri dengan orang lain. Artinya sampai saat ini pola hubungan
kerja antara pekerja dengan pemberi kerja dilakukan untuk kelangsungan hidup
bagi setiap pekerja.6 Gambaran tersebut rupanya sampai saat ini belum mampu
memenuhi kebutuhan dan melindungi pekerja dikarenakan inkonsistensi peran
Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan hukum.
Contoh penerapannya terlihat pada Undang-Undang hukum
Ketenagakerjaan yang mendapatkan dampak secara langsung dari
perkembangan industri.7 Penggunaan teknologi terkini berbasis internet, akan
berpotensi mempermudah pemberi kerja dalam Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) pada karyawannya.
4 Abdullah Sulaiman, Standar Buruh: di Perdagangan Bebas, (Jakarta: YPPSDM, 2007),
h. 1. 5 Abdullah Sulaiman, Kesejahteraan Buruh, (Jakarta: YPPSDM, 2008), h. 5. 6 Ashabul Kahfi, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja”, Jurisprudentie, Volume
3, Nomor 2, Desember 2016, h. 2. 7 “The Impacts of the Fourth Industrial Revolution on Jobs and the Future of the Third
Sector”, Northern Ireland Council for Voluntary Action (NICVA)
https://www.nicva.org/sites/default/files/d7content/attachments-
articles/the_impact_of_the_4th_industrial_revolution_on_jobs_and_the_sector.pdf, (diakses pada
tanggal 5 Januari 2020), h. 6.
3
McKinsey Global Institute menyatakan 52,6 (Lima Puluh Dua koma
Enam) juta lapangan pekerjaan di Indonesia baik dari berbagai sektor akan
terancam tergantikan oleh teknologi otomatisasi. Bahkan, sekitar 800 juta
pekerja di seluruh dunia terancam kehilangan pekerjaan pada 2030. World
Economic Forum (WEF) pada tahun 2018 merilis suatu laporan bertajuk Future
of Jobs Report 2018, yang mengungkapkan beberapa bidang pekerjaan takkan
lagi dibutuhkan dan akan digantikan dengan profesi baru pada 2022.8
Hal tersebut ditandai dengan lahirnya Gig Economy. Gig Economy
merupakan suatu wadah dari adanya media yang berbasis internet untuk
menjalankan suatu perangkat software, dengan didorong oleh teknologi digital.
Subjek pelaksana Gig Economy disebut dengan Gig Worker atau diartikan
sebagai pekerja lepas. Pada waktu itu masyarakat mengenalnya dengan sebutan
freelance. Freelancer (seorang pekerja lepas) akan bekerja secara swadaya
yang nantinya jasa mereka dapat digunakan oleh beberapa pihak sesuai dengan
kualifikasi kemampuan yang dimiliki. Sehingga mereka tidak akan terikat
dalam satu pekerjaan melainkan akan bekerja di perusahaan yang berbeda dan
waktu yang relatif tidak menentu. Dengan adanya kebebasan seperti ini maka
freelancer dapat bekerja secara fleksibel dibandingkan mengikuti aturan jam
kerja dari perusahaan.9
Menggunakan bentuk pola upaya dalam hukum yang diwujudkan dalam
kontektual atau peraturan Perundang-undangan standar perlindungan hukum
ketenagakerjaan/perburuhan di Indonesia. Meski ruang-lingkup perilaku
pribadi dan hukum perburuhan mempunyai ikatan erat dengan personengbied
(pribadi), namun perannya telah dibatasi oleh kaidah hukum perburuhan, yang
8 Wisnu Cipto, Wujud Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri 4.0,
https://merahputih.com/post/read/wujud-perlindungan-hukum-tenaga-kerja-di-era-revolusi-
industri-4-0, (diakses pada tanggal 5 Januari 2020). 9 Alex de Ruyter, Martyn Brown dan John Burgess, “Gig Work and The Fourth Industrial
Revolution: Conceptual and Regulatory Challenges” , Journal of International Affairs 72, Nomor
1, 2019, h. 38-40.
4
mencangkup; Buruh (pekerja) dan Serikat Buruh (pekerja), Majikan (penguasa)
dan Organisasi Penguasa, juga Negara/Penguasa (Pemerintah).10
Dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003, Freelancer atau
Pekerja Harian Lepas dikategorikan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) dengan dibuat suatu perjanjian tertulis (kontrak kerja) yakni terdapat
dalam Pasal 57 ayat (1). Namun, perusahaan Event Organizer yang
memperkerjakan Pekerja Harian Lepas tidak membuat suatu Perjanjian Kerja/
kontrak kerja tertulis sehingga hak dan kewajiban para pihak menjadi kabur
dikarenakan tidak ada norma yang dipatuhi pemberi kerja. Seringkali pekerja
lepas menghadapi kondisi kerja yang buruk seperti upah telat dibayarkan
maupun kurang, kemudian bekerja tanpa adanya batas waktu, selain itu tidak
mendapatkan perlindungan serta jaminan sosial. Memang mengenai Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu telah diatur lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No.100
Tahun 2004. Tetapi kedua peraturan tersebut hanya menegaskan untuk masa
kerja dari pekerja lepas adalah kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1
(satu) bulan.
Melihat banyaknya pekerja lepas yang tetap memilih bekerja tanpa
adanya payung hukum, karena sebagai freelancer memiliki keunggulan dalam
kebebasan bekerja namun menyimpan resiko yang lebih besar. Seperti
freelancer bisa lepas dari ikatan jam kerja sehingga jumlah jam kerjanya bisa
kurang atau lebih banyak dari pegawai kantoran. Perusahaan Event Organizer
kerap kali menyimpangi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
mengatur mengenai waktu kerja karena kegiatan kerja pra, pada saat, maupun
pasca penyelenggaraaan suatu acara membutuhkan waktu kerja yang cukup
10Abdullah Sulaiman, Beberapa Titik-Taut Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan
/Perburuhan di Indonesia, Studium General: Pendalaman Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan
Kerjasama Kementerian Tenaga Kerja RI. Bersama Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (FSH UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Hukum FSH-UIN Jakarta-Ciputat, Sabtu 4
Juni 2016.
5
banyak namun perhitungan upah kerja tidak sesuai dengan aturan yang ada pada
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN1985 Tentang
Perlindungan Pekerja Harian Lepas dalam pasal 7 “Pengupahan bagi pekerja
harian lepas didasarkan atas upah harian yang besarnya tidak boleh kurang dari
ketentuan upah minimum yang ditentukan oleh Pemerintah” namun
penghitungan upah seringkali dilakukan oleh pihak perusahaan bukan atas
kesepakatan pihak pekerja. Sehingga akan menguntungkan pengusaha
dikarenakan tidak akan memberikan upah lembur dan fasilitas lainnya untuk
para pekerja harian lepas.
Tanpa adanya perjanjian kerja akan menimbulkan fleksibilitas, dilihat
dari perspektif pengusaha maupun pekerja lepas akan ada sisi positif dan
negatif. Melihat aturan ketenagakerjaan ditegaskan adanya fleksibilitas harus
dihindari dikarenakan ada kepastian hukum yang dapat mengadopsi perubahan
ini.11 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003, Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. 100 Tahun 2004, Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor PER-06/MEN/1985 sebagai instrumen hukum yang mengatur
kedudukan Pekerja Harian Lepas mampu melindungi suatu perubahan
keadaan dalam masyarakat seiring perubahan. Hal inilah yang membuat
penulis menitikberatkan pada efektivitas dasar Hukum Ketenagakerjaan
beserta turunannya dalam menyikapi kehadiran Gig Worker di dunia
ketenagakerjaan Indonesia.12 Sehingga dapat melahirkan payung hukum untuk
memberi perlindungan pada pekerja harian lepas atau freelance dalam
menghadapi era pekerjaan secara digital. Karena itu penulis tertarik untuk
menulis skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM
KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT
ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA
SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0”
11 Wisnu Cipto, Wujud Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri 4.0,
… , (diakses pada tanggal 5 Januari 2020). 12 Joshua Healy, Daniel Nicholson, dan Andreas Pekarek, Should we take the gig economy
seriously?, Labour & Industry: a journal of the social and economic relations of work, 31 October
2017, h. 3.
6
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Pemaparan diatas tersebut ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi yang terkait dengan judul yang diteliti, antara lain:
a. Ruang lingkup seorang Gig Worker yang hadir dikarenakan adanya Gig
Economy.
b. Hak-hak yang diberikan oleh perusahaan kepada seorang Gig Worker
yang belum bisa terpenuhi.
c. Pengaturan kontrak kerja bagi seorang Gig Worker.
d. Perlindungan hukum terhadap Gig Worker yang belum diatur secara
eksplisit di Undang-Undang Ketenagakerjaan.
e. Hambatan yang hadir seiring berjalannya perlindungan hukum (aturan)
bagi Gig Worker.
f. Pengaturan Gig Worker dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
g. Perkembangan hukum pengaturan perjanjian Pekerja Harian Lepas
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemaparan permasalahan sebelumnya, maka peneliti
memfokuskan masalah penelitian dengan memberi batasan untuk
memperkecil ruang lingkup bahasan, yakni sebagai berikut:
a. Implementasi hukum yang mengatur pekerja lepas atau Gig Worker
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/ 2004
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
b. Perkembangan hukum pengaturan perjanjian Pekerja Harian Lepas
c. Peran pemerintah dalam menyikapi dampak dari Revolusi Industri 4.0
pada Gig Worker.
3. Perumusan Masalah
Masalah utama pada hal ini adalah Undang-Undang
Ketenagakerjaan beserta turunannya belum mampu memberikan
7
perlindungan pada Pekerja Harian Lepas atau freelance dalam menghadapi
era pekerjaan secara digital dikarenakan dengan adanya perkembangan
zaman sehingga perihal dinamika ruang lingkup pekerjaan dapat berubah
juga. Hal ini ditimbulkan dengan adanya fleksibilitas seorang pekerja dalam
bekerja yang tidak boleh terlaksana dikarenakan harus adanya suatu
kepastian hukum. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 beserta
turunannya belum mampu mengakomodir para Gig Worker yang nantinya
akan merugikan pekerja lain yang berdampak pada kehidupannya
dikarenakan akan terkena PHK.
Dalam penelitian skripsi ini terdapat 3 (tiga) pertanyaan penelitian
yang hendak dijawab oleh peneliti mengenai bentuk perlindungan hukum
dalam mengakomodir pekerja lepas. Dan berdasarkan pembatasan masalah
tersebut peneliti mempertegas dalam bentuk pertanyaan yakni sebagai
berikut:
a. Bagaimana perkembangan hukum pengaturan perjanjian Gig Worker
(Pekerja Harian Lepas) di Jakarta?
b. Bagaimana pelaksanaan hukum terhadap perjanjian kerja Gig Worker
(Pekerja Harian Lepas) di Event Organizer Jakarta?
c. Bagaimana penyelesaian hukum mengenai Gig Worker (Pekerja Harian
Lepas) khusus Event Organizer di Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Peneliti telah memaparkan mengenai latar belakang dan rumusan
masalah sehingga tujuan dari adanya penelitian ini untuk:
a. Mengetahui perkembangan hukum dari Perjanjian Waktu Tertentu bagi
Gig Worker (Pekerja Harian Lepas).
b. Mengetahui peraturan dalam pelaksanaan perlindungan hukum ( hak dan
kewajiban) Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) dalam menghadapi era
digital pada sektor Event Organizer.
8
c. Memahami mekanisme penyelesaian hukum mengenai Gig Worker
(Pekerja Harian Lepas) pada Event Organizer.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis:
1) Dapat menginformasikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
kepada khususnya para Pekerja Harian Lepas terkait adanya Gig
Economy kepada pembaca.
2) Menerapkan/merekontruksi teori yang dipejalari.
3) Memperoleh suatu manfaat dalam bidang hukum secara khususnya
mempelajari hukum ketenagakerjaan yang ada.
b. Manfaat Praktis:
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi wawasan
baru untuk para Pekerja Harian Lepas atau Gig Worker dalam membuat
suatu perjanjian dengan pengusaha agar mendapatkan perlindungan
hukum dari segi ketenagakerjaan. Dan untuk Pemerintah diharapkan
hasil penelitian ini sebagai wadah aspirasi bagi pemerintah dan dewan
legislatif demi terbentuknya perlindungan hukum yang berkeadilan bagi
Pekerja Harian Lepas atau Gig Worker.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian normatif dengan
tipe penelitian adalah library research (studi kepustakaan) dengan metode
penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.13 Berdasarkan sifat dari
jenis penelitian yang dipilih, Penulis melakukan studi kepustakaan dalam
memperoleh data. Yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah metode
pengumpulan bahan-bahan pustaka sebagai sumber utama dalam sebuah
penulisan. Jenis referensi utama yang digunakan dalam studi adalah
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 13.
9
Perundang-Undangan dan wawancara para Pekerja Harian Lepas di lima
Event Organizer Jakarta Selatan. Oleh karena itu, data yang diambil secara
keseluruhan merupakan data primer, yakni data yang bersifat publik.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam skripsi ini dalam penelitian
ini adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach).
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-
undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang
sedang dihadapi.14 Pendekatan Perundang-Undangan ini misalnya
dilakukan dengan mempelajari kesesuaian Undang-Undang yang satu
dengan Undang-Undang yang lainnya.
3. Sumber data
a. Bahan Hukum Primer
Sumber data primer merupakan data yang bersifat autoritatif
atau memiliki otoritas. Sumber data primer terdiri dari peraturan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau hasil riset yang
dikumpulkan selama penelitian (wawancara). Dalam penelitian ini,
sumber data primer yang digunakan terdiri dari:
1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985
tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas.
4) Penelitian lapangan dengan melakukan wawancara kepada para
Pekerja Harian Lepas di Event Organizer
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang bersumber dari semua publikasi
tentang hukum seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal
14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.
136.
10
hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Sehingga
sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara serta buku-buku yang berkaitan dengan ketenagakerjaan
lebih spesifiknya membahas pekerja lepas, skripsi, jurnal, dan jurnal
web yang dapat mendukung materi penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Data tersier dapat juga disebut sebagai sumber nonhukum.
Sumber data tersier digunakan sebagai penunjang dari penelitian karena
peneliti menimbang butuhnya meneliti cabang ilmu lain demi
perkembangan penelitian ini untuk menjelaskan informasi lebih lanjut
mengenai sumber data di atas.15 Dapat dikatakan bahan data tersier
sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Sumber data tersier yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), koran, dan sumber-sumber informasi lain yang dapat
mendukung penelitian ini.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari data-data yang
diperlukan sebagai referensi dalam penelitian ini melalui berbagai literatur,
antara lain buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, disertasi, peraturan
perundang-undangan dan putusan pengadilan di berbagai perpustakaan
umum dan universitas. Sedangkan Studi lapangan yang dilakukan oleh
penulis adalah dengan wawancara penelitian. Wawancara diartikan sebagai
percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut. Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan
9 (sembilan) Pekerja Harian lepas di lima Event Organizer di Jakarta
Selatan.
15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, … , h. 204.
11
5. Teknik Pengolahan Data
Penelitian hukum normatif lebih menitikberatkan pada kegiatan studi
pustaka (library research),16 aturan perundang-undangan, dan artikel
dimaksud peneliti uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga
disajikan dalam penelitian lebih sistematis guna menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan
secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.
6. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dan telah dikumpulkan, selanjutnya diolah
dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu metode analisis yang
bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk uraian kalimat
yang logis, lalu diberi penafsiran dan kesimpulan oleh peneliti. Tujuan dari
penggunaan metode ini ialah untuk menjelaskan secara lebih rinci mengenai
isu hukum yang diteliti. Metode analisis ini juga lebih menekankan pada
kualitas isi penelitian yang ditelaah secara mendalam dan menyeluruh.
7. Teknik Penarikan Kesimpulan
Dalam melakukan pengolahan data untuk menarik kesimpulan,
Penulis menggunakan metode hermeneutic (penafsiran) karena sangat
berhubungan erat dengan penelitian hukum normatif.17 Adapun interprestasi
yang digunakan adalah interpretasi fungsional yang mencoba untuk
memahami maksud sebenarnya dari suatu peraturan dengan menggunakan
berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan.18
Selanjutnya interpretasi komparatif atau perbandingan merupakan metode
penafsiran yang dilakukan dengan jalan memperbandingkan antara
beberapa aturan hukum untuk mencari kejelasan mengenai makna dari suatu
ketentuan peraturan hukum.19 Dari penafsiran tersebut kemudian Penulis
16 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum, ( Jakarta: Sinar
Grafika, 2010). h. 89. 17 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab - Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti,1993), h. 13. 18 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2006), h. 95. 19 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab - Bab Tentang Penemuan Hukum, … , h. 17-18.
12
merangkainya menjadi suatu penjelasan dan disusun secara sistematis untuk
kemudian dibuat suatu kesimpulan.
Dalam penarikan kesimpulan Philipus menyatakan terdapat 2 (dua)
penalaran sehingga dalam penelitian ini lebih tertuju pada penalaran hukum
deduktif yakni dari umum ke bersifat khusus.20
E. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini dengan mengacu pada buku Pedoman Penelitian Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Hidayatullah Jakarta Tahun 2017,
yang terbagi dalam 5 (lima) bab. Pada setiap bab terdiri dari sub bab yang
digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti dari permasalahan yang
diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi Latar Belakang,
Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, dan Rancangan Sistematika
Pembahasan.
BAB II SEJARAH HUKUM PENGATURAN PEKERJA HARIAN
LEPAS (GIG WORKER) DI INDONESIA
Bab ini menyajikan kajian pustaka yang didahului dengan kerangka
teori yakni teori perlindungan hukum, perjanjian kerja, asas, teori
yang relevan pada kontrak kerja Pekerja Harian Lepas, dan juga
ketentuan perundang-undangan Ketenagakerjaan. Kemudian dari
segi kerangka konseptual yang berisi tentang pengaturan perjanjian
kerja, sejarah perkembangan Pekerja Harian Lepas di Indonesia,
dampak pekerja lepas pada Gig Economy. Dan pada bab ini juga
membahas tinjauan (review) kajian terdahulu yang relevan dengan
20Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum, … , h. 89.
13
mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dari studi yang peneliti
akan lakukan.
BAB III PELAKSANAAN HUKUM PENGATURAN PERJANJIAN
KERJA TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG
WORKER) PADA SEKTOR EVENT ORGANIZER DI
JAKARTA SELATAN
Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum perusahan Event
Organizer di Jakarta Selatan, gambaran umum Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Jakarta, analisis pengaturan yang berlaku dalam
Pekerja Harian Lepas Menurut UU Ketenagakerjaan beserta
turunannya di Event Organizer serta peran pemerintah terhadap
peraturan Pekerja Harian Lepas.
BAB IV PENYELESAIAN HUKUM MENGENAI MASALAH
PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) KHUSUS
EVENT ORGANIZER DI JAKARTA SELATAN
Pada Bab menjelaskan mengenai Perjanjian kerja secara tertulis dan
lisan berdasarkan hasil wawancara, peran Pekerja Harian Lepas di
Event Organizer, analisa pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu pada Pekerja Harian Lepas, kemudian mekanisme perizinan
dan Perselisihan Hubungan Industrial pada Event Organizer.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian di skripsi yang
berisi kesimpulan dan saran untuk Pemerintah.
14
BAB II
SEJARAH HUKUM PENGATURAN PEKERJA HARIAN LEPAS
(GIG WORKER) DI INDONESIA
A. KERANGKA KONSEPTUAL
1. Pengaturan tentang Perjanjian Kerja
Abdullah Sulaiman menguraikan bahwa landasan berpijak hukum
perburuhan yang utama setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pernyataan
sosial politik negara mengenai pekerjaan buruh untuk menjamin lapangan
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi buruh secara selaras, diatur
dalam Pasal 27 ayat (2).1 Maknanya adalah negara menjamin pekerjaan
setiap warga negara, dan “negara” wajib memenuhi kebutuhan ekonomi
buruh berupa upah kerja yang layak sedangkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
mengandung makna sebagai berikut.2
Pertama, adalah setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
pekerjaan dan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap warga
negara, dan pelaksana kenegaraan adalah pemerintah. Sesuai dengan
mekanisme yang baku, penyempurnaan konstitusi di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama
dengan Pemerintah membuat undang-undang. Selanjutnya pelaksanaan
suatu peraturan perundang-undangan berada ditangan Presiden bersama
pembantunya, yang dalam hal ini termasuk Menteri Tenaga Kerja.
Kedua, pekerja/tenaga kerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan/upah/gaji penghidupan yang layak sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia. Oleh sebab itu pemerintah berkewajiban
untuk memberikan penghidupan yang layak kepada rakyatnya. Dasar
pelengkapnya ialah Pasal II Aturan Peralihan. Sepanjang belum ada
peraturan perundangan-undangan perburuhan, khususnya yang mengatur
1Abdullah Sulaiman, Politik Hukum Buruh RI, (Jakarta: YPPSDM Jkt, 2010), h. 27. 2 Abdullah Sulaiman, Politik Hukum Buruh RI, … , h. 27.
15
masalah pengupahan, maka yang dipergunakan adalah Burgerlijk Wetboek
(BW), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mulai
Pasal 1601-1603 sudah diberlakukan terhdap buruh Eropa (1879) karena
mengandung unsur hubungan kerja yang modern, walaupun kepada majikan
masih sering disebut meester yang memiliki kekuasaan dan kedudukan
tinggi. Buku III, Titel 7 A KUH Perdata yang dibuat di Nederland (1927)
diberlakukan di Indonesia khususnya bagi golongan Eropa, menganut asas
perlindungan bagi buruh yang masih didasarkan pada sendi liberal, yang
tentunya belum dapat memuaskan buruh di Indonesia. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya masalah buruh yang dipekerjakan oleh majikan
pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang memberlakukan pekerjaan
secara paksa, perbudakan, pekerjaan rodi, dan pekerjaan dengan sanksi
punale.3
Prinsip perjanjian kerja terkandung dalam KUH Perdata, bahwa
pengupahan diawali dengan suatu perjanjian dan kemudian disepakati,
tidak ada imbalan-upah bila tidak bekerja (no work no pay) diberikan
kepada buruh, dan pemberian penghasilan buruh terhadap diberi kuasa.
Tidak ada upah yang harus dibayar selama buruh tidak bekerja atau
melakukan pekerjaan yang diperjanjikan (Pasal 1602 b). Buruh masih
berhak mendapatkan penghasilan, meski tidak melakukan pekerjaan
disebabkan buruh sakit atau kecelakaan, dan lamanya buruh berhalangan
berpengaruh pada besarnya upah (Pasal 1602-c sub 6). Hak buruh lain
adalah upah ditentukan berdasarkan lamanya waktu yang tersedia bagu
buruh melakukan pekerjaan. Tetapi merupakan kesalahan atau kelalaian
pengusaha apabila tidak menyediakan pekerjaan terhadap buruhnya
sebagaimana telah disepekati sebelumnya (Pasal 1602 d).
a. Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja menurut Sudikno Mertokusumo berasal dari
kata overeenkomst yang diterjemahkan sebagai perjanjian, sehingga
3 Abdullah Sulaiman, Politik Hukum Buruh RI, … , h. 59.
16
beliau tidak menggunakan istilah toesteming. Kata toesteming dapat
diartikan persetujuan, persesuaian kehendak, atau kata sepakat.
Sehingga perjanjian diartikan bahwa suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Sedangkan menurut Syahmin AK dalam bentuknya, perjanjian
itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.4
Kemudian menurut Ahmadi Miru mengartikan suatu perjanjian
merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.5 Pada pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) telah dinyatakan
bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.6 Dalam
ketentuan tersebut seseorang mengikatkan diri terhadap orang lain,
sehingga adanya perjanjian maka menimbulkan suatu kewajiban atau
prestasi dari satu pihak dengan pihak lainnya tersebut.
Abdul Kadir Muhammad menyatakan kelemahan-kelemahan
yang terdapat Pasal 1313 KUH Perdata sehingga harus adanya suatu
perubahan, yakni sebagai berikut :
1) Kata “mengikatkan diri” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja
dan tidak untuk kedua belah pihak. Seharusnya dirumuskan dengan
menggunakan kata “saling mengikatkan diri”. sehingga ada
consensus antara pihak-pihak.
2) Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa consensus. Pengertian
perbuatan termasuk juga tindakan melanggar hukum
(oonrechtmatige daad). Sehingga kata “perbuatan” terlalu luas
4 Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h.
140. 5 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017),
h. 1. 6 Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456
KUH Perdata, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 63.
17
maka harus adanya pembatasan definisi yakni bisa menggunakan
kata “persetujuan”.
3) Pendapat ketiga ini sama dengan yang dikemukakan oleh Mariam
Darus Badrulzaman yakni makna pengertian perjanjian terlalu luas
karena mencakup perjanjian yang bersifat personal, hal ini terlihat
pada janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.
Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan
debitur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang
dikehendaki adalah yang bersifat kebendaan (materiil). 7
4) Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian sehingga pihak-
pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. 8
Subekti mengartikan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
hukum di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau keduanya
saling berjanji untuk melakukan sesuatu.9 Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan
lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat
akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.10
Sebenarnya suatu perjanjian atau kontrak kerja lahir adanya
interaksi sosial yang dibuat karena suatu perbedaan kepentingan
diantara dua pihak yang berusaha untuk disatukan dengan cara
negosiasi dalam mencapai sebuah kepentingan bersama. Sehingga
adanya pengaturan pada kontrak, untuk menjamin kepentingan hak dan
kewajiban para pihak agar adil dan saling menguntungkan. Dalam
perjanjian kerja memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak. Agar memiliki kekuatan hukum yang sama antara pekerja
dengan pemberi kerja
7 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Jakarta: Citra Aditya Bakti,
2001) h. 65. 8 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2000), h. 225. 9 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2014), h. 1. 10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ihktisar Indonesia Edisi Ketiga,
(Jakarta, Balai Pustaka, 2005), h. 458.
18
b. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja
1) Pekerjaan (work)
Pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja adalah unsur pada
sebuah perjanjian kerja. Dikarenakan adanya suatu kesepakatan
kerja pada kedua belah pihak, maka pekerja terikat kewajiban untuk
melakukan pekerjaan. Pasal 1603 KUH Perdata mengaturnya
sebagai berikut:
“Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan
menurut kemampuannya dengan sebaikbaiknya. Jika sifat dan
luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam
perjanjian atau reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan.”
Pada Pasal 1603 ayat a KUH Perdata menyatakan bahwa :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya
dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga
menggantikannya.”
Pasal tersebut menyatakan bahwa pekerjaan harus
dilakukan sendiri oleh pekerja, dan hanya seizin majikan dapat
menyuruh orang lain. Dikarenakan sifat pekerjaan yang dilakukan
oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan
keterampilan atau keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja
meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
2) Perintah (command)
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan oleh pemberi
kerja atau majikan kepada pekerja karena adanya unsur perintah
yang di perjanjikan. Unsur perintah dapat dimaknai luas, misalnya
berupa target kerja, instruksi, dan lain-lain. Sehingga seringkali
disalah artikan pada hubungan kerja dengan hubungan lainnya,
misalnya hubungan pengacara dengan klien. Hubungan tersebut
bukan merupakan hubungan kerja karena pengacara tidak tunduk
pada perintah klien. Kewajiban pekerja untuk tunduk pada perintah
perusahaan/ majikan ini telah diatur dalam KUH Perdata Pasal 1603
19
ayat b:
“Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan
dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib
perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan
dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau
reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan.”
3) Upah (Pay)
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja
(perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama
seseorang bekerja pada pemberi kerja adalah untuk memperoleh
upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan
tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Definisi upah
berdasarkan Pasal 1 angka 30 dalam UU Ketenagakerjaan adalah:
“Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja /buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.”
Sejalan dengan aturan tersebut ada beberapa kebijakan
yang telah dilakukan pemerintah dalam menetapkan upah untuk
pekerja yakni Upah Minimum Provinsi (UMP), struktur dan skala
pengupahan, dan lain sebagainya.
c. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
Pembuatan Perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian kerja yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang juga
tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu :
1) Kesepakatan kedua belah pihak, yakni antara para pihak telah diatur
pada Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang didefinisikan sebagai
persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih
20
dengan pihak lainnya. Dengan adanya kesepakatan para pihak
untuk mengikatkan diri, maka semua pihak menyetujui atau sepakat
mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat
unsur paksaan ataupun penipuan.11
2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, yakni
pada Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata yaitu kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum yakni kemungkinan untuk melakukan
perbuatan hukum secara mandiri yang mengikatkan diri sendiri
tanpa dapat diganggu gugat. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata
yang dimaksud tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu:
1) Orang-orang yang belum dewasa; 2) Mereka yang dibawah
pengampunan; 3) Perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu.
3) Pekerjaan yang di janjikan, yakni ditandai dengan adanya prestasi
(pokok perjanjian) yang dijadikan objek perjanjian. Sehingga
dikatakan bahwa objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan
jenisnya.
4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Keempat Syarat tersebut harus dipenuhi semuanya sehingga
dapat dikatakan perjanjian tersebut sah. Syarat kesepakatan dan
kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum
perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyakut mengenai
orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan
yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan
11 Salim. H.S. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta, Sinar Grafika, 2006), h.
23.
21
peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut sebagai syarat
objektif karena menyangkut objek perjanjian.
Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan, jika suatu perjanjian
tidak terpenuhinya syarat objek maka perjanjian tersebut batal demi
hukum artinya pejanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang
tidak dipenuhi syarat subjektif, maka akibat hukum dari perjanjian
tersebut dapat dibatalkan. Dapat dikatakan para pihak - pihak yang tidak
cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian
kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut memiliki kekuatan
hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.12
d. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja
1) Bentuk Perjanjian Kerja
Perjanjian menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu perjanjian lisan dan perjanjian tertulis. Perjanjian
lisan adalah perjanjian yang dibuat cukup melalui lisan para pihak
atau dengan kesepakatan para pihak. Perjanjian ini dianggap sah
karena Pasal 1320 KUH Perdata mengatur bahwa dengan adanya
consensus maka perjanjian sudah dianggap terjadi.
Implementasinya banyak Event Organizer yang menerapkan
perjanjian secara lisan, dikarenakan waktu kerja para Pekerja
Harian Lepas (gig worker) yang relatif lebih singkat dan tidak
memfasilitasi adanya kontrak kerja. Hal ini didukung riset dari
sindikasi dan BPS di 3 (tiga) kota pada tahun 2019 yang
menyatakan hampir 59% gig worker atau freelancer bekerja tanpa
adanya penjanjian atau kontrak kerja yang jelas.13
Kedua, ialah perjanjian tertulis. Adalah perjanjian yang
dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Perjanjian tertulis
12 Lalu Husni, Pengantar hukum ketenagakerjaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015) h. 66. 13 Ellena Ekarahendy. dkk, Mengubur Pundi di Tengah Pandemi: Kerentanan Pekerja
Lepas di Tengah Krisis COVID 19, (Jakarta: SINDIKASI, 2020). h. 24.
22
dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian dalam bentuk akta di
bawah tangan dan perjanjian dalam bentuk akta autentik. Akta di
bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani
oleh para pihak yang berkepentingan. Sedangkan akta autentik
adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris.14
2) Jangka Waktu Perjanjian Kerja
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ditentukan ada 2
(dua) jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
adalah suatu jenis perjanjian kerja yang umum dijumpai dalam
suatu perusahaan, yang tidak memiliki jangka waktu berlakunya.
Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
memiliki syarat kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak
melakukan perbutan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan
dan tidak bertentangan dengan norma. Perjanjian ini akan berakhir
karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
pengusaha yang disebabkan oleh penjualan, pewarisan atau hibah.
Sedangkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
adalah perjanjian kerja yang jangka berlakunya telah ditentukan
atau disebut sebagai pekerja kontrak. Perjanjian waktu tertentu
dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia
dan huruf latin. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat
tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, dinyatakan
sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Bila jangka
waktu sudah habis maka dengan sendirinya terjadi PHK dan para
karyawan tidak berhak mendapat kompensasi PHK seperti uang
14 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), h.179.
23
pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak
dan uang pisah.
e. Berakhirnya Perjanjian Kerja
1) Pembayaran;
Pembayaran dalam Hukum Perjanjian tidak hanya terbatas
pada pembayaran sejumlah uang, namun dapat juga setiap tindakan
sebagai upaya pemenuhan prestasi. Sebagai contoh, penyerahan
barang oleh penjual, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu
merupakan pemenuhan dari prestasi atau secara tegas disebut
“pembayaran”.
2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan
(consignatie);
Hal ini diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata, bahwa
penawaran pembayaran tunai dengan penitipan terjadi apabila dalam
suatu perjanjian, kreditur tidak bersedia menerima prestasi yang
dilakukan oleh debitur. Wanprestasi dari pihak kreditur disebut
sebagai “mora kreditoris”.15
3) Pembaharuan utang (inovatie);
Pembaharuan utang atau novasi adalah dimana perikatan
yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan
yang baru. Di dalam Pasal 1413 KUH Perdata, diatur dua jenis
novasi, yakni novasi pasif dan novasi aktif. Novasi aktif adalah di
saat posisi sebagai kreditur yang dinovasikan, sedangkan novasi
pasif ialah menovasikan posisi debitur.
4) Perjumpaan utang (kompensasi);
Pasal 1425 KUH Perdata menjelaskan bahwa perjumpaan
utang adalah kondisi apabila seseorang berutang, mempunyai juga
utang kepada si berpiutang, sehingga kedua orang itu sama-sama
memiliki hak untuk menagih piutang satu dengan yang lainnya.
15 Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2016), h. 129.
24
5) Percampuran utang;
Hal mengenai percampuran utang diatur Pasal 1436 KUH
Perdata, bahwa yang dimaksudkan dengan percampuran utang
adalah percampuran kedudukan dari pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian sehingga kedudukan sebagai kreditur menjadi satu
dengan kedudukan sebagai debitur.16
6) Pembebasan utang;
Pembebasan utang adalah suatu perjanjian baru, dimana si
berpiutang dengan sukarela membebaskan si berutang dari segala
kewajibannya. Perikatan utang piutang itu telah hapus karena
pembebasan, apabila pembebasan itu diterima baik oleh si berutang.
Namun, sebagaimana diatu dalam Pasal 1439 KUH Perdata, bahwa
pembebasan utang tidak dapat dipersangkakan, melainkan harus
dibuktikan.
7) Tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang;
Yakni telah terjadi suatu keadaan memaksa (force majeur).
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1444 KUHPerdata, apabila terjadi
keadaan seperti ini, maka hapuslah perikatannya.
8) Batal dan Pembatalan;
Dalam Pasal 1446 KUH Perdata dijelaskan bahwa perjanjian
yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap hukum, yaitu orang-
orang yang belum dewasa atau yang ditaruh dibawah pengampuan
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan bagi perjanjian yang
tidak memenuhi syarat objektif maka dapat dibatalkan demi
hukum.17
2. Sejarah Perkembangan Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di
Indonesia
Dunia kerja mengalami transformasi pesat berkat perkembangan
internet. Disadari atau tidak, peluang dunia kerja saat ini jauh lebih besar
16 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), h. 152. 17 Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, … , h. 147.
25
dari beberapa dekade silam.18 Dikarenakan sistem penerimaan kerja yang
dilakukan secara offline oleh perusahaan, berdampak pada calon pekerja
luar daerah sulit untuk menjangkau perusahaan yang dituju. Selain itu,
perusahaan akan mengeluarkan banyak biaya pada proses penerimaan kerja
yang memakan waktu lama. Dengan kemajuan teknologi yakni melalui
internet. Pekerjaan-pekerjaan kontrak jangka pendek sangat mudah
didapatkan, dikarenakan didukung oleh beberapa platform yang disediakan
oleh freelancer dalam memberikan informasi lowongan pekerjaan.
Kenaikan jumlah minat pekerja dilihat dari data statistik dari Badan
Pusat Statistik (BPS) per bulan Mei 2019, jumlah angkatan kerja di
Indonesia sebanyak 136,18 juta orang, yang terdiri dari jumlah penduduk
yang bekerja sebanyak 129,36 juta orang dan pengangguran sebanyak 6,82
juta orang. Dari 129,36 juta pekerja tersebut, freelance yang masuk dalam
kategori pekerjaan informal mengambil porsi 4,55% atau berjumlah sekitar
5,89 juta orang.19
Melonjaknya pekerjaan-pekerjaan kontrak melalui dunia digital
dalam jumlah yang besar ini dikenal dengan sebutan gig economy. Wilson
menyatakan gig economy merupakan pekerjaan yang dicirikan dengan
kontrak dalam jangka pendek atau yang sebelumnya lebih umum dikenal
dengan freelance, dimana pekerja diupah berdasarkan jumlah pekerjaan
yang dilakukan dalam dunia digital dan pendapatannya tidak bersifat
tetap.20
Gig Economy masih sulit untuk didefinisikan, sulit untuk diukur
dan sulit juga untuk diinterpretasikan. Terdapat beberapa sudut pandang
yang mengartikan bahwa Gig Economy adalah bagian dari perubahan
18 Abdul Hadi, Mengenal ‘Gig Economy’: Dunia Kerja Baru yang Rentan Eksploitasi,
https://tirto.id/mengenal-gig-economy-dunia-kerja-baru-yang-rentan-eksploitasi-eqxU, (diakses
pada tanggal 29 April 2020). 19 Badan Pusat Statistik, Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei 2019, (Jakarta: Badan
Pusat Statistik, 2019), h. 125. 20 Dian Fatmawati, M. Falikul Isbah, dan Amelinda Pandu Kusumaningtyas, Pekerja Muda
dan Ancaman Deskilling-Skill Trap di Sektor Transportasi Berbasis Daring, Jurnal Studi Pemuda
8, Nomor 1, Juni 2019, h. 29.
26
umum pekerjaan yang mana cenderung lebih tidak aman dan mengarah ke
arah yang eksploitatif dikarenakan pekerjaannya dianggap tidak adanya
batasan waktu. Namun di sisi lain, juga terdapat beberapa pandangan yang
melihat Gig Economy sebagai salah satu bentuk kerja baru yang punya sifat
lebih fleksibel dibanding jenis pekerjaan berdasarkan kontrak.21
Mundur sejenak pada Revolusi Industri Pertama dilihat dari
penemuan mesin uap merupakan upaya peningkatan produktivitas yang
terjadi pada abad ke-18. Misalnya di Inggris, saat itu perusahaan tenun
menggunakan mesin uap untuk menghasilkan produk tekstil.22 Kemudian
Ciri khas Revolusi Industri Kedua yakni ditemukannya tenaga listrik.
Sebelumnya, proses produksi sudah tidak banyak menggunakan tenaga otot.
Dikarenakan pabrik pada umumnya telah menggunakan tenaga mesin uap
ataupun listrik. Namun kendala lain ditemukan dalam proses produksi,
yakni sektor transportasi. Hingga akhirnya pada tahun 1913, Revolusi
Industri Kedua dimulai dengan menciptakan lini produksi atau Assembly
Line yang menggunakan ban berjalan atau conveyor belt.23 Indonesia
mendapatkan dampak positif atas perubahan ini. Mengutip dari situs web
Tirto.id, Menperin Airlangga Hartarto menyatakan pada fase ekonomi ini
beberapa industri di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
signfikan, seperti sektor agro dan pertambangan. Sehingga revolusi yang
kedua ini terkait dengan teknologi di lini produksi.24
Pada Revolusi Industri Ketiga yang digantikan adalah manusianya,
yakni penemuan mesin yang bergerak secara otomatis dengan mengunakan
21 “To gig or not to gig? Stories from the Modern Economy Survey Report”, Chartered
Institute of Personnel and Development (CIPD), Maret 2017, https://www.cipd.co.uk/Images/to-
gig-or-not-to-gig_2017-stories-from-the-modern-economy_tcm18-18955.pdf, (diakses pada
tanggal 7 Januari 2020), h. 2. 22 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Industri 4.0 Menciptakan Efisiensi
Produksi dan Profesi Baru, https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-
Produksi-dan-Profesi-Baru, (diakses pada tanggal 29 April 2020). 23 Listhari Baenanda, Sejarah dan Perkembangan Revolusi Industri,
https://binus.ac.id/knowledge/2019/05/sejarah-dan-perkembangan-revolusi-industri/, (diakses pada
tanggal 29 April 2020). 24 Yantina Debora, Sejarah Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0, https://tirto.id/sejarah-
revolusi-industri-dari-10-hingga-40-dhhu, (diakses pada tanggal 29 April 2020).
27
komputer dan bantuan robot. Proses Revolusi Industri ini, dikaji dari cara
pandang sosiolog Inggris David Harvey sebagai proses pemampatan ruang
dan waktu sehingga tidak ada jarak dan terkompresi. Sehingga jika
dikaitkan antara Revolusi Industri Kedua dengan Revolusi Industri Ketiga
yakni hadirnya mobil membuat waktu dan jarak makin dekat sehingga dapat
menyatukan keduanya.25 Awal mula Revolusi Industri Kempat tahun 2011
pada acara Hannover Trade Fair di Jerman.26 Konsep dari adanya Revolusi
Industri adalah efisiensi waktu, tenaga kerja, dan biaya.27 Menurut
Kagermann, Wahlster dan Johannes, bahwa Revolusi Industri Keempat
merupakan pemanfaatan dari kekuatan teknologi komunikasi dan suatu
bentuk inovasi dalam pengembangan industri manufaktur. Maka konsep
Revolusi Industri yakni dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
menggunakan layanan Internet of Things (IOT) atau media internet.28
Dampak terhadap pengembangan karir dari adanya Revolusi
Industri Keempat salah satunya ialah timbulnya fenomena Gig Economy
atau dikenal dengan Sharing Economy. Fenomena ini turut menciptakan Gig
Worker atau dapat juga dimaknai sebagai “pekerja lepas” atau Freelancer.
Munculnya Gig Worker merupakan salah satu dampak yang cukup
signifikan karena menjadi terobosan baru dalam mengubah tatanan lama
pasar tenaga kerja yang bersifat permanen dan kaku. Cakupan gig economy
di Indonesia tidak terbatas pada pengemudi daring. Lebih dari itu, Gig
Economy juga mencakup ribuan pekerja lepas (freelancers) yang terdaftar
di situs pencari kerja seperti Freelancer.com, Upwork.com dan
Sribulancer.com.
25 Donny Budi P, Sejarah Revolusi Industri 1.0 Hingga 4.0,
https://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/10/09/sejarah-revolusi-industri-1-0-hingga-4-0/, (diakses pada
tanggal 29 April 2020). 26 Fikry Muhanna, Peran Internet di Era Revolusi Industri 4.0,
https://www.kompasiana.com/alzhein/5dedd7f2097f3679806087b2/peran-internet-di-era-revolusi-
industri-4-0, (diakses pada tanggal 30 April 2020). 27 Astrid Savitri, Revolusi Industri 4.0: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di Era
Disrupsi 4.0, (Yogjakarta: Penerbit Genesis, 2019), h. 92. 28 Shu Ing Tay, et al., “An Overview of Industry 4.0: Definition, Components, and
Government Initiatives” Journal of Adv Research in Dynamical & Control Systems 10, 14-Special
Issue (2018), h. 1381.
28
3. Dampak Pekerja Harian Lepas pada Gig Economy
Situs lowongan pekerjaan mempermudah pencari kerja dalam
melihat kualifikasi suatu bidang pekerjaan yang diminati dan sesuai dengan
kemampuanya. Dikarenakan melalui situs tersebut, pekerja lepas Indonesia
bersaing dengan profesional dari berbagai belahan dunia menawarkan jasa-
jasa seperti penerjemah, penulisan kreatif, dan pembuatan film animasi.
Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari gig economy. Dari sisi
pekerja, mereka diuntungkan dengan fleksibilitas dan kebebasan dalam
mengatur jam serta beban pekerjaan. Besarnya pendapatan berbanding
lurus dengan banyaknya pekerjaan yang diambil.
Hal tersebut dapat menguntungkan untuk sebuah perusahaan,
dengan hadirnya gig economy menawarkan potensi penghematan biaya.
Mulai dari biaya perekrutan sampai biaya pemberian tunjangan seperti
pensiun dan bonus tahunan. Belakangan ini banyak perusahaan yang
memandang bahwa dengan kehadiran teknologi, akan lebih efisien apabila
menggunakan pekerja lepas yang tidak terikat kontrak kerja tertentu dan
dapat dipanggil sesuai kebutuhan melalui platform-platform digital.
Sehingga perusahaan diuntungkan dengan tidak memberikan perlindungan
dan jaminan sosial kepada Pekerja Harian Lepas (Gig Worker).
Perubahan yang besar terjadi dengan adanya kemunculan Gig
Economy yang membantu perekonomian Negara. Hal ini terlihat dengan
adanya karakteristik utama dari Gig Economy, antara lain29: 1). Layanan
penjualan dan pembelian melalui platform Online. Pekerjaan sering
ditemukan melalui jaringan online, baik melalui kontak langsung ataupun
iklan. 2). Penawaran untuk Layanan (Bidding for Services). Dalam hal ini,
teknologi telah berperan besar dalam menghubungkan pemberi kerja
dengan Gig Worker melalui platform online. Sebelum memulai pekerjaan,
melalui platform online tersebut kedua pihak akan melakukan penawaran
29 Rozana Radu dan, Stephanie Borg Psaila, “‘Ubersation’ Demystified: Examining Legal
and Regulatory Responses Worldwide”, Paper preapred for presentation at 5th Conference of the
Regulating for Decent Work Network at the International Labour Organization Office : 2.
29
dan menyetujui jadwal dan pembayaran pekerjaan tersebut. 3). Pekerja
bersifat kontraktual atau sementara. Ketentuan kerja berdasarkan
Portofolio (Portofolio Work Provision). 4) Dapat mengerjakan beberapa
proyek pekerjaan sekaligus.
B. KERANGKA TEORI
1. Teori Perlindungan Hukum
Teori Perlindungan hukum menurut Soerjono Soekanto
mengartikan perlindungan hukum sebagai bentuk tindakan dalam
memenuhi hak dan kewajiban pada korban. Sedangkan Satjipto Raharjo
yang mengutip pernyataan Salmod, perlindungan hukum berkaitan erat
dengan adanya kepentingan para pihak sehingga perlu dibatasi.30
Bentuk Perlindungan tenaga kerja oleh Imam Soepomo, yang telah
dilengkapi oleh Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum yakni Abdullah
Sulaiman, menyatakan bentuk pola perlindungan perburuhan yang
meliputi, antara lain:31 Pertama, perlindungan secara ekonomis yang
mengatur hubungan kerja serta perjanjian kerja (kontrak kerja) sebagai
perlindungan syarat kerja; Kedua, Perlindungan Keselamatan Kerja yang
mengutamakan keselamatan kerja kepada buruh dalam menghadapi
keadaan bahaya yang ditimbulkan oleh alat kerja; Ketiga, Perlindungan
Kesehatan Kerja, seringkali pemberi kerja lalai dan semena-mena dalam
memberikan suatu pekerjaan (eksploitasi para pekerja); Keempat,
Perlindungan Hubungan Kerja terhadap pekerjaan dijalankan oleh buruh
untuk majikan dalam hubungan kerja dengan menerima upah; Kelima,
Perlindungan Kepastian Hukum, yang berupa; perlindungan hukum yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya hukum
sanksi pelanggaran perburuhan yang sifatnya memaksa, sekeras-kerasnya,
30 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53.
31Abdullah Sulaiman dan Andi Walli, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, Cetakan
Kedua, (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia-YPPSDM Jakarta,
2019), h. 91.
30
dan setegas-tegasnya terhadap sanksi pidana yang berisi perintah atau
larangan.
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi
hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum juga dijelaskan
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang menyebutkan bahwa perlindungan hukum merupakan upaya yang
dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga Pemerintah,
swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, dan
pemenuhan kesehjateraan hidup sesuai dengan hak- hak asasi.32
Berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, adapun menurut Imam
Soepomo pemberian perlindungan hukum bagi pekerja meliputi 5 (lima)
bidang yaitu pengerahan/penempatan tenaga kerja, hubungan kerja,
kesehatan kerja, keamanan kerja, dan jaminan sosial buruh. Kemudian,
perlindungan kerja menurut Soepomo dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu:33
a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu
penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari
baginya beserta keluarganya, termausk dalam hal pekerja tersebut
tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar dari kehendaknya.
b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha kemasyarakatan yang tujuannya memungkinkan pekerja itu
mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagai manusia
pada umumnya.
c. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan kerja.
32 Glosarium Tesis Hukum, Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli, Tesis
Hukum.com, https://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/, (diakses 18
September 2020). 33 Agusmidah, Dinamika & Kajian Teori: Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta:
PT. Ghalia Indonesia,2010), h. 5
31
2. Asas Hukum Perjanjian
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah
adanya paham individualisme yang lahir pada zaman Yunani, yang
diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman
Renaisance melalui ajaran-ajaran Hugo de Groth, Thomas Hobbes,
Jhon Locke dan Rosseau. Menurut paham individualisme, sistem orang
bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam hukum
kontrak asas ini diwujudkan dalam kebebasan berkontrak.34
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan bagi para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi
perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan menentukan bentuk
perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.35 Namun, dalam pelaksanaannya
dibatasi yang tercantum pada Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu selama
perjanjian tersebut tidak melanggar hal yang dilarang oleh Undang-
Undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum.
Kehendak bebas disini bukan berarti pengertian secara mutlak
namun relatif, karena selalu dikaitkan dengan kepentingan umum. Dan
juga dalam pengaturan klausul-klausul kontrak tidak semata-mata
dibiarkan kepada para pihak namun diperlukannya pengawasan oleh
Pemerintah.
b. Asas Konsensualisme
Pada awalnya, hukum Romawi dan hukum Jerman tidak
mengenal istilah asas konsensualisme. Hukum Romawi mengenal
istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya,
bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah
34 Salim H. S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h. 9. 35 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian DiIndonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009),
h. 44.
32
ditetapkan. Sedangkan pada hukum Jerman lebih dikenal dengan
sebutan perjanjian riil yaitu suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata dan perjanjian formal yaitu suatu perjanjian
yang telah ditentukan bentuknya (tertulis) baik berupa akta otentik
maupun akta bawah tangan.36 Pada abad ke-13 pandangan tersebut
telah dihapus oleh gereja dan terbentuklah paham bahwa dengan
adanya kata sepakat di antara para pihak.
Asas konsensualisme berasal dari kata consensus yang memiliki
arti sepakat. Dalam membuat kontrak para pihak sepakat atau setuju
mengenai prestasi yang diperjanjikan.37 Merujuk pada Pasal 1320 ayat
(1) KUH Perdata, dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu
syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Namun, asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup
dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Menurut Subekti asas
consensus itu dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.38
Walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu.
c. Asas Kebiasaan
Asas Kebiasaan dipandang sebagai bagian dari perjanjian.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas
diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.39
d. Asas Kepatutan
Kepatutan yang merupakan salah satu asas dalam hukum
keperdataan ini tidak mengikat karena Undang-Undang melainkan dari
isi perjanjian tersebut. Asas kepatutan dituangkan dalam Pasal 1339
36 M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan
Kontrak, Jurnal SUHUF, Volume 26, Nomor 1, Mei 2014, h. 50. 37 Ahmad Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 3. 38 Subekti, Hukum Perjanjian (Cetakan Keduapuluhtiga), (Jakarta: PT Intermasa, 2010),
h. 15. 39 M. Muhtarom, Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam membuat kontrak,
... , h. 54.
33
KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan”. Asas
kepatutan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang
diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. Asas
kepatutan harus dipertahankan karena melalui asas ini ukuran tentang
hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.40
3. Teori Dasar (Ground Theory)
a. Teori Prima Pacie merupakan pembenaran terhadap pembebasan para
kaum buruh/serikat buruh dari pengaturan waktu terbatas/perjam
(waktu tertentu) atau memberikan perlindungan hukum atau merugikan
kaum buruh baik sebelum hingga setelah melaksanakan tugas yang
akan melahirkan pelanggaran hukum bukan kesalahan atau
kesengajaan buruh.41
b. Teori Kesetaraan (Equivalent Theory) merupakan teori kesetaraan
menekankan pada suatu kontrak baru dapat mengikat jika para pihak
dalam kontrak tersebut memberikan prestasinya yang seimbang atau
sama nilai.
4. Ketentuan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan di Indonesia
Pengertian tenaga kerja di Indonesia pada Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan
bahwa: “Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa tidak semua penduduk bisa disebut sebagai tenaga kerja, karena pada
dasarnya tidak semua orang mampu melakukan pekerjaan. Dan Molenaar
40 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Jakarta, Citra Aditya Bakti,
2001), h. 87-89. 41 Abdullah Sulaiman, Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja Di Indonesia :Pra
dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga Kerja, (Studium General Prodi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah : Ciputat,2013),
h. 2.
34
merumuskan bahwa hukum dari ketenagakerjaan adalah bagian dari hukum
yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan
pengusaha.42
Badan Pusat Statistika (BPS) membagi tenaga kerja menjadi 3 jenis,
yaitu: Tenaga kerja penuh (full employed) merupakan tenaga kerja yang
mempunyai jumlah jam kerja lebih dari 35 jam dalam seminggu; Tenaga
kerja tidak penuh (under employed) merupakan tenaga kerja dengan jam
kerja dibawah 35 jam dalam seminggu; dan Tenaga kerja yang belum
bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed) merupakan tenaga kerja
dengan jam kerja 0 jam dalam seminggu.43
Hak dari Pekerja Harian Lepas telah diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan berserta turunannya. Berikut ini ketentuan-ketentuan
Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di Indonesia:
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Dalam UU Ketenagakerjaan tidak adanya istilah Pekerja
Harian Lepas. Walaupun Pekerja Harian Lepas (freelance) tidak
secara eksplisit disebutkan dalam UU Ketenagakerjaan, namun
jaminan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang termaktub
didalamnya juga berlaku pula untuk Pekerja Harian Lepas. Sehingga
Pekerja Harian Lepas dapat dikategorikan dalam Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT). Ketentuan mengenai Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal
57-66 UU Ketenagakerjaan.
Isi Pasal 57 UU Ketenagakerjaan:
(1) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dibuat secara
tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf
latin.
42 Senjun Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), h. 1. 43Badan Pusat Statistik, “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”,
https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja/, (diakses 7 Januari 2020).
35
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tidak
tertulis bertentangnan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja
untuk waktu tidak tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia
dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan
penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Disimpulkan bahwasanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Perjanjian ini dapat di perbaharui atau diperpanjang dan dapat
diadakan paling lama 3 (tiga) tahun dan hanya boleh diperpanjang
1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1(satu) tahun.44
Pasal 59 ayat (8) disebutkan bahwa: “Hal-hal lain yang
belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri” yakni Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004
Tahun 2004.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
Hal yg dipertimbangkan adanya Peraturan Menteri ini adalah
sebagai pelaksanaan dari Pasal 59 ayat (8) Undang-undang Nomor
13 tentang Ketenagakerjaan, dikarenakan perlu diatur lebih lanjut
mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, dan juga Perjanjian Kerja
Harian Lepas.
Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-
100/Men/Vi/2004 Tahun 2004, merupakan bagian dari Perjanjian
44 Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan Di Indonesia, (Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta, 2018), h. 99-102.
36
Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yakni terdapat pada Bab V Pasal 10
sampai Pasal 12. Namun, Perjanjian Kerja Harian Lepas ini
mengecualikan beberapa ketentuan umum Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) sebelumnya yang diatur pada UU Ketenagakerjaan
dengan dimuatnya beberapa syarat baru, antara lain:
Isi Pasal 10 KepMen Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004
(1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam
hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada
kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian
lepas.
(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja
kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
(3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau
lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka
perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang
Perlindungan Pekerja Harian Lepas.
Pada tanggal 12 September 1985 ditetapkannya suatu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang terdiri dari 11 pasal dengan
memuat secara keseluruhan mengenai Pekerja Harian Lepas.
Terdapat 2 pasal yang berbeda, jika dibandingkan pada UU
Ketenenagakerjaan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja, yakni:
(1) Pada Pasal 5 memuat kerjasama antara Pengusaha dengan
Pekerja Harian Lepas dalam bentuk kontrak dan diawasi oleh
Pemerintah.
Isi Pasal 5 Nomor PER-06/MEN/1985
“Pengusaha wajib membuat dan memelihara daftar
pekerja harian yang dipekerjakan, dengan menggunakanseperti
bentuk terlampir dan penyampaian satu eksemplar pada Kantor
37
Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sejak mempekerjakan harian lepas
termasuk jika terjadi penambahan atau pengurangan pekerja
harian.”
(2) Pada Pasal 7 membahas mengenai sistem upah yang diberikan
oleh Pengusaha.
Isi Pasal 7 Nomor PER-06/MEN/1985
“Pengupahan bagi pekerja Harian lepas didasarkan
atas upah harian yang besarnya tidak boleh kurang dari
ketentuan upah minimum yang ditentukan oleh Pemerintah.”
C. TINJAUAN (REVIEW) KAJIAN TERDAHULU
1. Pelaksanaan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Harian Lepas di Pizza Hut
Delivery Fatmawati (PT. Sari Melati Kencana).45
Skripsi yang ditulis oleh Mutiara Sari di tahun 2019 berkaitan
dengan perlindungan kerja bagi seorang pekerja lepas. Dikarenakan,
berbicara mengani seorang pekerja merupakan hal yang penting untuk dapat
menjamin haknya. Sehingga jika dibandingkan dengan hak yang didapatkan
oleh pekerja lepas belum mampu diakomodir oleh peraturan dalam Undang-
Undang Ketenagakerjaan.
Persamaan dengan penelitian ini ialah membahas tentang hak-hak
pekerja lepas atau istilah saat ini Gig Worker tidak diberikan semestinya
oleh Pengusaha dan juga di dalam skripsi tersebut penulis membahas
mengenai Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 beserta turunannya yang
belum dapat mengakomodir aturan mengenai hak-hak dari pekerja lepas
tersebut yang bekerja di Pizza Hut Delivery. Namun perbedaan pada
penelitian yang saya tulis mengenai ruang lingkupnya kearah pekerja lepas
pada Event Organizer dan juga memberikan saran kepada pemerintah dalam
45 Mutiara Sari, Skripsi : Pelaksanaan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Lepas di Pizza
Hut Delivery Fatmawati (PT. Sari Melati Kencana), (Ciputat : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2019).
38
merkonsepsi aturan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang hukum
ketenagakerjaan.
2. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada PT. Gelatik Supra di Ciputat
Tangeran Selatan Provinsi Banten Sebagai Perusahaan Penyedia Jasa
Tenaga Kerja (Outsourcing).46
Skripsi yang ditulis oleh Tiara Anggun Purnamawati di tahun 2019
untuk mengetahui perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing)
apakah telah memperhatikan aspek kesejahteraan pekerja/buruh sehingga
tidak ada kesenjangan antara pekerja/buruh Outsourcing dengan
pekerja/buruh dari perusahaan pemberi kerja berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada pekerja kontrak dengan
berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Nomor 100/MEN/VI/2004
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Namun
perbedaan pada penelitian yang saya tulis mengenai ruang lingkupnya
kepada Pekerja Harian Lepas yang bekerja secara kontrak di Event
Organizer.
3. Perlindungan Bagi Pekerja di Era Revolusi Industri 4.0 dalam Perspektif
Hubungan Industrial Pancasila.47
Dalam karya ilmiah yang ditulis oleh Taryono, Arie Purnomosidi,
Ratna Riyanti di tahun 2019 ini menjelaskan bahwa pola hubungan
industrial di Indonesia, prinsip yang harus ditanamkan sebagai hal pokok
dalam melaksanakan sistem kerja industri adalah pelaksanaan hak dan
kewajiban yang sepenuhnya memberikan jaminan secara pasti terhadap
pelaku-pelaku yang langsung terlibat dalam hubungan industrial tersebut,
46 Tiara Anggun Purnamawati, Skripsi: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada PT.
Gelatik Supra di Ciputat Tangeran Selatan Provinsi Banten Sebagai Perusahaan Penyedia Jasa
Tenaga Kerja (Outsourcing), (Ciputat : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019). 47 Taryono, Arie Purnomosidi, Ratna Riyanti, Perlindungan Bagi Pekerja di Era Revolusi
Industri 4.0 dalam Perspektif Hubungan Industrial Pancasila,
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/11266, (diakses pada tanggal 3 Februari 2020).
39
yakni pihak pemberi kerja atau pengusaha dan para pekerja yang
menjalankan roda industri sebagai pihak yang menjual tenaganya kepada
pengusaha. Hak dan kewajiban tersebut dilindungi dengan adanya
perlindungan hukum. Persamaan dengan penelitian ini adalah adanya
kesamaan bahwa objek yang diteliti wajib adanya perlindungan hukum.
Dalam karya tulis ini meyakini Revolusi Industri 4.0 telah
menggeser hubungan kerja bukan lagi berbentuk suatu hubungan kerja
namun lebih kepada kemitraan. Namun dalam penelitian saya akan
berangkat pada hak-hak dari pekerja dalam hubungan kerja yang didasari
dari adanya hubungan kerja berupa kontrak.
4. Regulating Work In The Gig Economy: What Are The Option?.48
Jurnal yang dikeluarkan The Economics and Labour Relations
Review (ELRR) Universitas di Adelaide, Australia ditulis oleh Andrew
Stewart. Membahas mengenai penerapan peraturan ketenagakerjaan
dikarenakan perkembangan zaman yang pekerjaan pun ikut berubah
terutama sekarang adanya bisnis platform. Hal ini terlihat dari banyaknya
bisnis yang bergerak pada transportasi online, pengantaran barang maupun
pemesanan jasa. Dan tulisan ini ditulis tahun 2017.
Pada karya ilmiah tersebut berkaitan membahas mengenai Gig
Economy yang melahirkan Gig Worker sehingga pembahasannya kepada
ruang lingkup dari Gig Worker. Keberadaan Gig Worker menjadi contoh
konkret dalam semakin terbukanya kesempatan bagi para pekerja dalam
mendapatkan pekerjaan. Dan yang menjadi perbedaannya tidak adanya
aturan perlindungan hukum yang dibahas oleh penulis tersebut. Jika
mengaitkannya dengan produk hukum di Indonesia telah diatur pada
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 100 tahun 2004 yang mengatur
kedudukan pekerja harian atau lepas. Namun, regulasi dinilai belum mampu
48 Andrew Stewart, Regulating Work in The Gig Economy: What Are The Option?, The
Economic and Labour Relations Review, https://journals.sagepub.com/home/elrr, (diakses pada
tanggal 3 Februari 2020).
40
memayungi Gig Worker yang pekerjaannya berlandaskan platform digital
dan jangka waktu pekerjaannya sangat tidak dapat ditentukan.
5. Perlindungan Hukum bagi Pekerja Berstatus Harian Lepas (Analisis Hukum
Terhadap Pekerja di Event Organizer).49
Dalam skripsi yang ditulis oleh M. Bayu Kushartanto di tahun 2009
ini menjelaskan bahwa pekerja yang bekerja di Event Organizer berstatus
sebagai Pekerja Harian Lepas yang dikaitkan melalui Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) berdasarkan selesainya suatu pekerjaan. Pekerja
harian lepas memperoleh perlindungan hukum atas hak-haknya sebagai
pekerja dengan ketentuan bahwa pekerja telah bekerja lebih dari 3 (tiga)
bulan dan setiap bulannya bekerja tidak kurang dari 20 ( dua puluh) hari,
hak-haknya tersebut adalah sebagaimana hak pekerja tetap sesuai dengan
ketentuan pasal 4 Permenaker No. PER-06/MEN/1985.
Pada skripsi thesis tersebut berkaitan dengan pembahasan hak
Pekerja Harian Lepas di Event Organizer yang meliputi hak atas upah,
terdaftar pada program Jamsostek dan jika diputus hubungan kerjanya
mendapatkan hak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan
ganti kerugian. Kemudian perbedaan dengan penelitian ini pada Pekerja
Harian Lepas yang hadir sebagai dampak adanya Revolusi Industri 4.0.
Sehingga membuat para pencari kerja menganggap pekerjaan ini bukan lagi
pekerjaan tidak tetap melainkan pekerjaan utama.
49 M. Bayu Kushartanto, Perlindungan Hukum bagi Pekerja Berstatus Harian Lepas
(Analisis Hukum Terhadap Pekerja di Event Organizer), (Surabaya: Universitas Airlangga, 2009).
41
BAB III
PELAKSANAAN HUKUM PENGATURAN PERJANJIAN KERJA
TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER)
PADA SEKTOR EVENT ORGANIZER DI JAKARTA SELATAN
A. Gig Worker pada Event Organizer
1. Profil Perusahaan Event Organizer di Jakarta Selatan
Di tahun 1998, meningkatnya jumlah pengangguran sehingga orang-
orang mulai untuk mencari pekerjaan lain, dari pekerjaan yang sifatnya
hanya mengandalkan fisik ke pekerjaan yang bersifat memberikan ide atau
gagasan. Industri kreatif yang berkembang pesat adalah Event Organizer,
yang merupakan nama lain dari kepanitiaan. Hal tersebut membuat Event
Organizer merupakan organisasi yang berorientasi pada keuntungan,
berbeda dengan kepanitian yang bekerja bukan berdasarkan keuntungan.
Event organizer diartikan sebagai usaha dibidang jasa yang secara
resmi ditunjuk oleh klien untuk mengorganisasi rangkaian acara, mulai dari
sisi kreatif, persiapan, pelaksanaan hingga selesai, dalam rangka membantu
klien menyukseskan dan mewujudkan tujuan yang diharapkannya melalui
rangkaian acara.1 Berikut beberapa profil perusahaan dari Event Organizer
yang Pekerja Harian Lepasnya telah diwawancari:
a) Young On Top (YOT);
Young On Top (YOT) adalah sebuah buku yang ditulis oleh Billy
Boen dan diterbitkan pada Bulan April 2009. Buku tersebut berisi
pembahasan pemikiran, etika, serta karakternya yang dipadukan dengan
wawasan, di dapatkan dari berbagai buku yang telah beliau baca untuk
sukses diusia muda. Dikarenakan dalam buku Young On Top berisi 35
kunci mencapai sukses di usia muda. Sebab, untuk meraih kesuksesan
dalam berkarir tak perlu harus menunggu sampai tua.
1 Yudhi Megananda dan Johanes Arifin Wijaya, EO & Langkah Jitu Membangun Bisnis
Event Organizer, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009), h. 5.
42
Young On Top telah berkembang menjadi sebuah perusahaan
dan community-organization anak muda di 24 kota di Tanah Air dengan
jumlah anggota lebih dari 600.000 orang. PT. YOT Inspirasi Nusantara
adalah anak perusahaan dari PT. YOT Nusantara (Holding) didirikan
pada 6 April 2009 bertepatan dengan peluncuran buku Young On Top.
Perusahaan yang berlokasi di Jl. Kemang Selatan IX No.1B, RT 1/RW
2 Bangka, Kec. Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 12730 dipimpin oleh Andy F. Noya sebagai
Presiden Komisaris dan Billy Boen sebagai Presiden Direktur.
PT. YOT Inspirasi Nusantara bergerak pada Event Organizer
yang menangani penyelenggaraan acara berbentuk suatu pertemuan atau
lebih dikenal dengan sebutan MICE, merupakan singkatan dari Meeting,
Incentive, Convention, Exhibition. Dengan kata lain, orang-orang yang
bekerja di Event Organizer MICE fokus mengurus pertemuan, pameran,
pelatihan, seminar, hingga EXPO. Skala acaranya yang besar membuat
Event Organizer MICE lebih sering dipilih perusahaan atau lembaga
pemerintahan. Hal tersebut juga disebabkan durasi setiap acara yang
lebih lama dibandingkan acara-acara yang diurus jenis EO lainnya.
b) PT Sorak Gemilang Persada;
PT. Sorak Gemilang Persada atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Sorak Gemilang Entertainment (SGE) didirikan pada tahun
2012 untuk mengembangkan dan melaksanakan produksi pertunjukan
panggung dan arena langsung, dengan fokus pada produksi dan promosi
hiburan langsung yang ramah keluarga. Sehingga untuk SGE termasuk
dalam jenis One Stop Service Agency, merupakan suatu Event Organizer
yang mampu menyelenggarakan berbagai jenis acara hingga skala
Internasional sekalipun.
Mervi Sumali adalah CEO dari Sorak Gemilang Entertainment
dengan menjunjung motto perusahaan yakni menambahkan magic ke
43
kenangan anda.2 Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa acara yang
pernah disukseskan oleh perusahaan tersebut. Salah satunya adalah
teamlab Future Park Jakarta and Animals of Flowers, Symbiotic Lives
yang diadakan di Gandaria City pada tanggal 20 Juni sampai 20
Desember 2019. Pertunjukan ini berupa pameran yang menggabungkan
seni dengan teknologi sehingga instalasi digital interaktif ini merupakan
terobosan terbaru di Indonesia dalam mengeksplorasi seni.
c) Komite Penyelenggara Asian Games Indonesia (INASGOC);
INASGOC (Indonesia Asian Games 2019 Organizing Comitte)
yang beralamat di Pacific Place Jakarta, Jl. Jend. Sudirman No.52-53,
RT.1/RW.3, Gelora, Tanah Abang, Central Jakarta City, Jakarta 10270.
Eric Thohir ditunjuk sebagai Ketua Komite INASGOC yang dibentuk
oleh Pemerintah Indonesia setelah Indonesia ditunjuk sebagai tuan
rumah Asian Games ke-18. Sesuai dengan hasil rapat pada Olympic
Council of Asia Meeting do Incheon, Korea Selatan tanggal 19
September 2014.
INASGOC bertanggung jawab langsung kepada Presiden
Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo, sebagai panitia penyelenggara
pesta olahraga terbesar di benua Asia mulai dari menyusun rencana,
menyiapkan hingga menyelenggarakan Asian Games 2018. Untuk
mewujudkan suatu kerjasama yang baik maka Event Organizer
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yakni Pekerja Harian Lepas
yang berkualitas dan memiliki kinerja yang baik dalam menjalankannya
suatu acara, guna mencapai sebuah keberhasilan yang maksimal
sehingga INASGOC merekrut 13.000 Volunteer untuk membantu
mensukseskan acara tersebut. Sehingga INASGOC dikategorikan dalam
Event Organizer spesialis program dikarenakan mencakup
penyelenggaraan kompetensi olahraga. Walaupun tugas Event
Organizer ini telah berkurang sebagian dikarenakan segala pembiayaan
2 Anonim, Tentang Kami SGE Live, https://www.sgelive.com/about/, (diakses pada tanggal
8 September 2020).
44
sudah adanya sponsor. Tetapi, kegiatan skala Internasional tetap
membutuhkan banyak pihak untuk berkontribusi termasuk Pemerintah
dalam membantu mensukseskan acara ini.
d) PT Jaya Ritel Indonesia;
Saat ini pameran dijadikan sebagai sarana alternatif dalam
wisata atau jalan-jalan membuat PT. Jaya Ritel Indonesia mengadakan
suatu acara pameran buku dengan target penjualan. Bertujuan dalam
acara tersebut memasarkan suatu produk dan peningkatan penjualan
serta memperluas pasar. Selain itu berharap para keluarga membiasakan
anaknya untuk membaca dan memperoleh buku-buku bacaan yang
berkualitas dengan harga yang terjangkau. Sehingga sudah dua tahun ini
PT. Jaya Ritel Indonesia bekerja sama dengan Big Bad Wolf (BBW)
dalam menggelar bazar buku. Kerjasama tersebut mampu
menyelenggaraan pameran buku skala Internasional. Hal tersebut
merupakan hasil kerja PT. Jaya Ritel Indonesia yang merupakan Event
Organizer “One Stop Service Agency”.
e) PT Kanahama Sejahtera Indonesia.
Kaninga Pictures adalah perusahaan film yang berbasis di
Jakarta, Indonesia dibentuk pada tahun 2015. Dengan lini bisnis di
bidang pembiayaan film, produksi, serta pemasaran dan distribusi.
Willawati selaku Direktur dari Kaninga Pictures membuat anak
perusahaan yakni PT. Kanahama Sejahtera Indonesia yang
berkedudukan di gedung The Energy lt.25 Jl. Jend. Sudirman Lot. 11A,
Kav. 52-53, SCBD Jakarta 12190. PT Kanahama Sejahtera Indonesia
adalah perusahaan professional yang bergerak di bidang Jasa Event
Organizer khususnya Exhibition atau jasa penyelenggaraan event
pameran seni. Perusahaan ini berfokus pada pameran dengan target
apresiasi yang bertujuan untuk membentuk apresiasi dari pengunjung
atau masyarakat terhadap sebuah karya.
45
B. Lembaga Pengawasan Tenaga Kerja
1. Profil Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta yang
beralamat di Jl. Prajurit KKO Usman dan Harun No.52, RT.7/RW.1,
Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 10110 adalah dinas yang memiliki kewenangan dibidang pembinaan
dan penempatan tenaga kerja juga perlindungan tenaga kerja pada wilayah
provinsi DKI Jakarta. Tugas utama Disnakertrans adalah sebagai instansi
pemerintah bidang tenaga kerja dan transmigrasi pada daerah wilayah
kerjanya. Pada website Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi
Jakarta terdapat menu untuk mencari lowongan pekerjaan yang tersedia bagi
pekerja. Namun informasinya terlambat jika dibandingkan dengan platform
lowongan kerja milik perusahaan swasta.
2. Visi dan Misi Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi Provinsi
Jakarta3
a) Visi
Jakarta Kota Maju, Lestari dan Berbudaya yang warganya
terlibat dalam mewujudkan keberadaban, keadilan dan kesejahteraan
bagi semua.
b) Misi
Menjadikan Jakarta kota yang memajukan kesejahteraan umum
melalui terciptanya lapangan kerja, kestabilan dan keterjangkauan
kebutuhan pokok, meningkatnya keadilan sosial, percepatan
pembangunan infrastruktur kemudian investasi berbisnis, serta
perbaikan pengelolaan tata ruang.
3. Fungsi Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta
a) Penyusunan Perencanaan Dan Informasi Ketenagakerjaan serta
Ketransmigrasian;
3 Anonim, Tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta (Disnakertrans),
https://disnakertrans.jakarta.go.id/tentang-kami, (diakses pada tanggal 8 September 2020).
46
b) Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja;
c) Pengembangan Produktivitas;
d) Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja;
e) Pembinaan Pengawasan Evaluasi dan Pengembangan Kesejahteraan
Pekerja;
f) Pembinaan Pengawasan dan Pengembangan Pengupahan;
g) Pembinaan Pengawasan dan Pengembangan Hubungan Industrial;
h) Fasilitasi dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
i) Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan Kerja;
j) Penyelenggaraan Perlindungan Tenaga Kerja.
C. Pelaksanaan Pengaturan yang Berlaku di Indonesia Mengenai Pekerja
Harian Lepas Pada Event Organizer
Seorang pekerja atau tenaga kerja merupakan faktor utama dalam dunia
perindustrian. Tanpa adanya pekerja, maka pengusaha/pemilik usaha tidak akan
bisa menjalankan bisnisnya dengan baik. Namun disisi lain, pekerja tidak dapat
bertindak seenaknya ketika menjalankan kewajiban di tempat kerja. Sehingga,
diperlukannya suatu regulasi yang secara khusus dapat mengatur hubungan
antara kedua belah pihak agar semua aturan yang menyangkut hak dan
kewajiban para pihak dapat tertulis dengan jelas pada perjanjian kerja.
Keberadaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni pasal 27 ayat (2)
berisikan “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.” Merupakan suatu awalan dalam pembentukan
aturan perburuhan di Indonesia pada masa Orde Lama. Kemudian berjalannya
waktu, Pemerintah sadar akan pentingnya pembangunan Nasional dan tenaga
kerja memegang peranan penting, sehingga dibentuknya suatu aturan
perlindungan terhadap tenaga kerja yang dimaksudkan untuk menjamin hak-
hak dasar pekerja/buruh dalam mengurangi perlakuan diskriminasi. Salah satu
bentuknya adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang
Ketenagakerjaan.
47
Berdasar pada realita, bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004
tentang Ketenagakerjaan telah menuai konflik. Dianggap sudah tidak mampu
mengakomodir perkembangan kondisi industri domestik saat ini, terutama
dalam kemajuan ekonomi digital. Dimana, para pencari kerja secara mudah
mendapatkan pekerjaan untuk jangka waktu pendek sehingga banyak pekerja
yang memilih untuk menjadi Pekerja Harian Lepas (Freelance).
Hal tersebut sejalan dengan adanya Gig Economy, dimana suatu
perusahaan lebih memilih mempekerjakan pekerja lepas atau freelance daripada
pekerja penuh waktu. Dapat dikatakan menjadi sebuah strategi oleh pengusaha
dalam mempertahankan pekerja yang direkrut untuk proyek jangka pendek atau
buruh yang siap kerja karena keterampilannya dibutuhkan oleh perusahaan saat
itu, dikarenakan adanya permintaan (On demand worker).
Istilah Gig Economy memang masih terbilang baru, kehadirannya
merupakan bentuk perkembangan teknologi dari Revolusi Industri 4.0. Dengan
adanya Gig Economy ini memunculkan istilah Gig Worker (Pekerja Harian
Lepas) yang mengasumsikan bahwa tren saat ini adalah bekerja dengan
menikmati hidup dikarenakan generasi terdahulu dianggap terlalu kaku yakni
menjadi pekerja penuh waktu (pegawai tetap). Sehingga saat ini kebebasan
menjadi pemikiran para pencari kerja. Namun banyak orang yang mengira
bahwa pengertian antara Gig Worker dan Freelancer hampir sama jika diartikan
secara umum. Tetapi kedua istilah tersebut tidak saling berkaitan. Karena
seorang Gig Worker memiliki cara kerja dengan sistem kontrak untuk jangka
pendek, yang biasanya para pekerja ini direkrut untuk memenuhi suatu
kebutuhan perusahaan dalam bidang tertentu dikarenakan keahliannya.
Sedangkan makna bebas yang terdapat pada kata Freelancer tidak sepenuhnya
terdapat pada Gig Worker. Seorang Gig Worker membutuhkan pihak penyedia
jasa yakni melalui Platform Online yang bisa dikatakan sebagai pihak ketiga
untuk melamar pekerjaan.
Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengartikan seorang
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
48
maupun untuk masyarakat. Kemudian, seorang pemberi kerja diartikan sebagai
orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Ketentuan mengenai hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi
kerja telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, walaupun pada
Undang-Undang tersebut belum secara eksplisit membahas mengenai
perlindungan Pekerja Harian Lepas. Namun seorang Freelancer atau Pekerja
Harian Lepas dikategorikan ke dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur
lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 57 UU Ketenagakerjaan.
Bahwasanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat
diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap dan pada saat perjanjian kerja
tidak adanya masa percobaan kerja. sehingga jika melanggar perjanjian
tersebut maka akan batal demi hukum. Selanjutnya, perjanjian ini dapat di
perbaharui atau diperpanjang dan dapat diadakan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 59 ayat (8) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Hal-hal lain
yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri” yakni Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004. Hal yang
dipertimbangkan adanya Peraturan Menteri ini adalah perlu diatur lebih lanjut
mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, dan juga Perjanjian Kerja Harian
Lepas yang ditetapkannya suatu Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang memuat
secara keseluruhan mengenai Pekerja Harian Lepas yakni Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985.
Walaupun seorang gig workers dapat memenuhi unsur pengertian dari
pekerja atau buruh yang dimaksud dalam ketiga aturan diatas. Pastinya ada hal
yang dapat membedakan antara gig workers dengan Pekerja Harian lepas. Salah
satunya, yaitu bahwa Gig Workers melamar suatu pekerjaan melalui Platform
Online. Dimana Platform Online ini menjadi pihak ketiga dalam melakukan suatu
penawaran dan membuat perjanjian. Hal tersebut pastinya akan mengefisiensikan
49
dalam segi waktu dan biaya bagi kedua belah pihak. Hal tersebut menandakan
betapa fleksibelnya yang disajikan oleh Gig Economy yang menghadirkan para
Gig Workers.
Sejalan dengan pola pikir yang seperti itu malah menjustifikasi
fleksibilitas ini. Dikarenakan model hubungan kerja yang pendek, tidak
menentu, serta hanya berdasarkan permintaan sehingga upah yang didapatkan
hanya akan berdasarkan jumlah waktu kerjanya saja. Hal tersebut mempertegas
kerentanan akan perlindungan kerja yang didapat Gig Worker. Dan perusahaan
diuntungkan dengan tidak memberikan perlindungan dan jaminan sosial kepada
Gig Worker.
Membahas mengenai hubungan kerja antara Gig Worker dengan
Pemberi Kerja adalah hubungan yang sejajar dikarenakan saling membutuhkan
sehingga hubungan yang timbul bukanlah hubungan atasan dan bawahan,
melainkan bersifat kemitraan. Hal tersebut berbeda dengan Pekerja Harian
Lepas (Freelancer) yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan beserta turunannya.
Dikarenakan pada regulasi tersebut masih mengklasifikasikan hubungan yang
antara pekerja dengan pemberi kerja dengan adanya perjanjian kerja (bukan
berbasis platform online), dan adanya batas waktu kerja yang masih ditentukan
pada Perjanjian Waktu Tertentu (PKWT).
Pekerja yang bekerja di Event Organizer berstatus sebagai Pekerja
Harian Lepas yang dikategorikan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Pekerja Harian Lepas seharusnya memperoleh perlindungan hukum
sebagai pekerja yang telah bekerja kurang dari 21 (Dua Puluh Satu) hari atau
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut sebagaimana yang terdapat pasal 10
KepMen Nomor Kep-100/Men/Vi/2004. Jadi haknya meliputi hak atas upah
yang tidak boleh kurang dari upah minimum dan sesuai dengan waktu kerjanya,
hak asuransi kecelakaan kerja, dan hak cuti. Namun saat ini dengan adanya tren
pasar dari Gig Economy maka Pekerja Harian Lepas pada Event Organizer
disebut sebagai Gig Worker dikarenakan masuk dalam pekerja yang bekerja
saat dibutuhkan.
50
Berdasarkan riset dari SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri
Kreatif untuk Demokrasi) pada tahun 2019, menunjukan sejumlah data berikut:
1. 77% pekerja lepas tidak bergabung dalam serikat;
2. 59% bekerja tanpa adanya perjanjian kerja yang jelas/kontrak kerja.
Hal ini kemudian berujung pada pembayaran telat atau tidak dibayar
(sebanyak 86%) dan tidak punya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja
(93%). Oleh sebab itu, menurut Michiko Miyamoto yakni Direktur ILO
(Organisasi Buruh Internasional) di Indonesia menyatakan bahwa dengan
pertumbuhan yang disebut Gig Economy, sistem tatakelola ketenagakerjaan saat
ini harus ditinjau ulang untuk memberikan perlindungan dan jaminan sosial
bagi para pekerja yang terlibat dalam pekerjaan non-standar.
Namun, saat ini Pemerintah sedang gencar membahas mengenai
Omnibus Law. Salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta
Kerja yang ditolak oleh para pekerja/buruh. Dikarenakan Pemerintah hanya
mementingkan kebutuhan industri tanpa memikirkan upah yang layak bagi para
pekerja/buruh. Kemudian jika RUU tersebut disahkan maka para pekerja yang
bekerja secara kontrak dapat berlaku seumur hidup tanpa adanya status kerja,
sehingga jangka waktu yang terdapat pada UU Ketenagakerjaan yakni PKWT
akan dihapuskan, wacana upah per jam tanpa upah minimum sebagai jaring
pengaman, serta hilangnya perlindungan bagi pekerja.
Hal tersebut berdampak buruk bagi pekerja karena perusahaan tidak
akan bertanggung jawab terhadap aktivitas dan keselamatan saat bekerja. Hal
ini yang menjadi ketakutan bagi para pekerja/buruh karena nanti akan mudah
ter PHK dengan pesangon yang rendah. Kebijakan yang diambil oleh
Pemerintah terlihat masih belum bisa tepat sasaran. Intervensi dari para
Pengusaha masih dijadikan prioritas utama. Sehingga akan sulit untuk membuat
produk hukum bagi perlindungan Gig Worker.
D. Peran Pemerintah terhadap Pengaturan Pekerja Harian Lepas
Selama ini pemerintah memandang masalah ketenagakerjaan hanya
pada bagaimana menangani masalah angkatan kerja yang semakin meningkat
51
tiap tahunnya. Kenyataannya, lapangan pekerjaan yang tersedia bisa dikatakan
masih sangat terbatas. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan hak,
perlindungan, dan jaminan sosial bagi para Pekerja Harian Lepas menjadi
diabaikan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak
secara jelas membedakan antara pekerja penuh, pekerja harian lepas, pekerja
sementara maupun pekerja pengganti. Pekerja atau buruh merupakan bagian
dari tenaga kerja. Tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja, berada
di bawah perintah pemberi kerja (bisa perorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan lainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.4
Saat ini, pemerintah sedang membahas mengenai Omnibus Law. Salah
satunya adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang ditolak
oleh para pekerja/buruh. Dikarenakan pemerintah hanya mementingkan
kebutuhan industri tanpa memikirkan upah yang layak bagi para pekerja/buruh.
Kekhawatiran para pekerja terhadap RUU Cipta Kerja Omnibus Law
dikarenakan adanya rencana menghapus kontrak kerja, sehingga pekerja dapat
dikontrak seumur hidup tanpa adanya kepastian status kerja. Sehingga jangka
waktu yang terdapat pada UU Ketenagakerjaan yakni PKWT akan dihapuskan,
yang artinya pemilik perusahaan dapat mengeskploitasi pekerja untuk bekerja
lebih lama dibandingkan sebelum adanya Omnibus Law. Selain itu jaminan
upah berdasarkan jam kerja dan jaminan sosial akan dihilangkan dalam RUU
Cipta Kerja Omnibus Law. Akan berdampak buruk bagi pekerja karena
perusahaan tidak akan bertanggung jawab terhadap aktivitas dan keselamatan
saat bekerja. Hal ini yang menjadi ketakutan bagi para pekerja/buruh karena
nanti akan mudah ter PHK dengan pesangon yang rendah. Pekerja/buruh yang
sebelumnya tidak memiliki kontrak kerja akan dihinggapi rasa takut akan
pemutus hubungan kerja dikarenakan tidak adanya perlindungan kerja jika
RUU Cipta Kerja ini disahkan.
4 Maimun, Hukum Ketenagakerjaan (Suatu Pengantar), (Jakarta: Pradnya Pramita, 2007),
h.12.
52
BAB IV
PENYELESAIAN HUKUM MENGENAI MASALAH PEKERJA HARIAN
LEPAS (GIG WORKER) KHUSUS EVENT ORGANIZER
DI JAKARTA SELATAN
A. Perjanjian Kerja Pada Pekerja Harian Lepas Event Organizer
Terhadap pelaksanaan penelitian lapangan skripsi, penulis juga
menggunakan pendapat Abdullah Sulaiman menyebutkan bahwa suatu
penelitian yang empiris yaitu penelitian tentang hukum di dalam
pelaksanaannya penelitian dalam tesis ini sendiri apabila dikaitkan dengan
tema/konsepnya adalah bersifat normatif dalam proses, prinsip, dan prosedur
yang digunakan. Namun demikian, pada dasarnya penelitian ini tidak
sepenuhnya bersifat normatif mengingat kasus-kasus yang akan dibahas pada
penulisan ini terjadi pada lingkup yang sebenarnya.1
Pasal 1 pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dijelaskan bahwa “Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu”. Hubungan kerja adalah
sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang nyata.
Dikarenakan suatu hubungan kerja berawal dari kesepakatan antara pemberi
kerja (pengusaha) dengan pekerja/buruh berdasarkan sebuah Perjanjian Kerja.
Dapat dikatakan, perikatan yang lahir karena perjanjian kerja inilah yang
nantinya disebut hubungan kerja.
Hubungan kerja yang dilakukan oleh beberapa Gig Worker (narasumber
penelitian) di beberapa Event Organizer. Berpedoman pada aturan Nomor
KEP.100/MEN/VI/2004, bahwa sifat dari pekerjaan yang di berikan oleh Event
Organizer (pemberi kerja) adalah pekerjaan yang sekali selesai atau sementara
1 Abdullah Sulaiman, Metode Penulisan Ilmu Hukum, Cet. Keempat. (Jakarta: YPPSDM
Jakarta, 2019), h. 59-60.
53
sifatnya, seperti: USHER atau UMPIRE yang bertugas mengarahkan para tamu
suatu acara, administrasi, registrasi, koordinator acara, dan pantia konsumsi.
Hal tersebut dipertegas pada Pasal 10 yang mengkategorikan pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja/buruh kurang dari 21 (Duapuluh Satu) hari dalam satu
bulan.
Mengenai Perjanjian Kerja telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dikatakan pada Pasal 51 ayat (1)
“Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan”. Tanpa disadari bahwa
Undang-Undang tersebut turut memberikan peluang adanya ketidakwajiban
pengusaha untuk membuat perjanjian kerja perorangan secara tertulis.
1. Perjanjian Lisan
Perjanjian kerja pada prinsipnya dapat dibuat secara tertulis dan
lisan, hal tersebut sejalan dengan asas kebebasan berkontrak yang
memberikan kebebasan bagi para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, dengan syarat harus terpenuhinya syarat-syarat keabsahan
perjanjian kerja. Adapun syaratnya telah diatur dalam Pasal 52 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berisi “kesepakatan kedua belah
pihak, kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya
pekerjaan yang diperjanjikan, pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”. Namun Pemberi kerja (pengusaha)
seringkali dengan alasan kondisi pekerja, sehingga tidak memfasilitasi
perjanjian kerja secara tertulis.
Joni Bambang menyatakan bahwa perjanjian kerja secara lisan
memang diakui eksistensinya pada bidang industri kreatif, dikarenakan
proses produksi yang dilakukan dengan cepat sehingga membutuhkan
seorang Gig Worker yang dapat percaya untuk mengikatkan diri dalam
melaksanakan tugas/perbuatan yang berkaitan dengan harta kekayaan.
Sehingga perjanjian lisan secara efektif dipilih untuk mempermudah
pekerjaan. Dikarenakan adanya kesepakatan para pihak maka sesuai dengan
54
asas konsensualisme bahwa para pihak telah setuju mengenai prestasi yang
diperjanjikan. Berikut ini alasan dari beberapa Narasumber dari penelitian
yang memilih perjanjian secara lisan:
NO Nama Keterangan
1 Putri Citra Perjanjian lisan dengan SGE atau PT. Sorak
Gemilang Persada dimaklumi oleh Putri.
Dikarenakan perusahaan tersebut masih
baru dalam Event Organizer dan dari awal
perusahaan tersebut sudah mempertegas
bahwa mencari Pekerja Harian Lepas yang
merupakan mahasiswa, dan bekerja tanpa
adanya kontrak. Kebutuhan Putri dalam
penelitian skripsi menjadi faktor utama
untuk melamar pekerjaan tersebut. Dari
sistem pembayaran dan shift sesuai dengan
yang sudah dijelaskan pada perjanjian
lisannya, namun event Future Park Persada
direncanakan kurang dari 1 (satu) bulan
ternyata sudah 8 (delapan) bulan dan
berjalan begitu saja tanpa ada
pemberitahuan apapun.
2 Annisa Kurnia Annisa tidak memiliki pengalaman bekerja
di Event organizer sehingga belum
mengetahui pentingnya kontrak kerja.
INASGOC selaku penyelenggara Asian
Games 2018 tidak memfasilitasi adanya
kontrak kerja. Mengingat jumlah Volunteer
yang ikut serta adalah 13.000 orang
sehingga dirasa sulit untuk membuatkan
satu persatu kontrak kerja. Annisa bekerja
55
selama 34 hari jika dijumlahkan
keseluruhan harinya di acara Asian Games
dengan Para Games. Tidak ada pelanggaran,
walaupun hanya diberikan surat tugas dan
surat pernyataan saja. Dan itu hanya
pernyataan dari satu pihak saja yakni
INASGOC selaku penyelenggara. Namun,
Annisa kecewa dengan waktu kerja yang
bisa dibilang over time. Hal tersebut tidak
sesuai dengan perjanjian lisan diawal.
3 Diana Fajriati Diana nyaman menjadi Pekerja Harian
Lepas. Alasannya dikarenakan tidak setiap
hari masuk kerja dan juga untuk masa
kerjanya relatif lebih singkat. Fleksibel
dalam bekerja dan kondisi tubuh yang
mudah sakit sehingga menjadi alasan utama
memilih pekerjaan ini. Diana menganggap
bahwa adanya perjanjian kerja dengan
Event Organizer membuatnya terlalu malas
dan merasa rumit. Bekerja dengan pemberi
kerja yang sama membuat suatu kegiatan
berulang sehingga menimbulkan suatu
kebiasaan, dikarenakan sudah ada rasa
percaya antar pihak. Hal tersebut yang
membuat Diana lebih memilih perjanjian
lisan.
4 Irvan Setiawan Irvan menganggap bekerja kurang lebih
hanya dua minggu menurutnya terlalu kaku
jika adanya kontrak kerja. Terkadang pihak
dari Event Organizer tidak memfasilitasi
56
sehingga dirinya tidak meminta kontrak
kerja tersebut. Selama haknya dipenuhi oleh
pemberi kerja, maka tidak membutuhkan
kontrak kerja tersebut. Mayoritas freelancer
yang tertarik untuk bekerja di event
organizer membutuhkan uang tambahan.
Dalam waktu yang singkat, jumlah uang
yang dibayarkan relatif lebih banyak.
Sehingga jika hak utamanya yakni
pembayaran uang sesuai dengan
kesepakatan awal. Maka hak-hak lainnya
dianggap biasa saja. Walaupun itu
melanggar hak dari si freelancer. Hal
tersebutlah yang membuat Irvan memilih
untuk perjanjian secara lisan.
5 Nurul Awaliah Nurul bekerja menjadi Pekerja Harian
Lepas hanya untuk mengisi waktu luang dan
menambah pengalaman pada saat liburan
semester. Pihak Event Organizer terkadang
tidak memfasilitasi sehingga Nurul tidak
memaksakan untuk dibuatkannya kontrak
kerja. Karena akan terasa canggung dirinya
dengan pihak pemberi kerja.
6 Rezki Rezki yang sering bekerja menjadi Pekerja
Harian Lepas tidak pernah mendapatkan
kontrak kerja. Dikarenakan waktunya yang
relatif singkat biasanya sekitar 2 minggu
dari tahap pra sampai pasca event. Sehingga
dari pihak Event Organizer nya tidak
membuat kontrak kerja. Dan juga Rezki
57
sering membantu Event Organizer tersebut,
dapat dikatakan dari awal bentuk
perjanjiannya secara lisan sehingga sampai
saat ini terbiasa menerapkan hal tersebut.
Memang hal tersebut menguntungkan Event
Organizer. Sejalan dengan perusahaan
Event Organizer yang lebih memilih
freelancer dibandingkan merekrut dan
menjadikannya pegawai tetap. Dalam satu
event, contohnya akan membutuhkan
sampai 100 pekerja tambahan pada saat
pelaksanaan suatu acara. Namun, dari pihak
Event Organizer hanya membutuhkan
kurang lebih 6 orang pegawai tetap untuk
dapat menjadi tim inti. Jumlah rekrutmen
freelancer yang bisa dibilang banyak
pastinya akan sulit untuk Event Organizer
membuat satu persatu kontrak kerja. Tetapi
jika waktu kerjanya yang lebih dari satu
bulan menurut saya dibutuhkan adanya
kontrak kerja.
7 Deffa Mekanisme perjanjian lisan pada
perusahaan Event Organizer yakni secara
personal akan menjelaskan mengenai acara
yang akan diselenggarakan dan dikerjakan.
Dan jika ada yang merasa belum jelas bisa
ditanyakan langsung kepada pihak terkait.
Menurut Deffa hal tersebut sudah
memenuhi hak dasar dari seorang
freelancer, dan juga cukup baik dalam
58
memfasilitasi seorang freelancer yang
hanya bekerja sekitar satu minggu.
Dikarenakan terlalu kaku jika menerima
kontrak kerja dan terlebih menjadi Pekerja
Harian Lepas tidak seperti magang,
sehingga perjanjian lisan sudah cukup.
Tabel 4.1 Narasumber memilih perjanjian lisan
2. Perjanjian Tertulis
Selama penelitian diketahui bahwa pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) secara tertulis di beberapa Event Organizer belum
sejalan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pada isi perjanjian
tertulis sebagian besar sudah dilakukan sesuai standar namun ada beberapa
yang masih belum, diantaranya:
a) Perjanjian Tertulis PT Jaya Ritel Indonesia
NO Keterangan Isi Alasan
1 Premis/ Recital Para Pihak
menyetujui dengan
seluruh isi yang
tercantum dalam
SURAT
PERJANJIAN
KERJA dibawah ini,
berlaku semenjak
PARA PIHAK
mendatangani surat
perjanjian ini.
Perjanjian Kerja
dibuat oleh pihak
pertama tanpa
adanya
pertimbangan dari
pihak kedua
sebagai Pekerja.
Sehingga Pekerja
harus menyetujui
dan mentaati
persyaratan yang
ditetapkan oleh
pihak pertama
sebagai Pemberi
Kerja.
59
2 Pasal 5
(Tata Tertib,
Peraturan,
Sanksi)
Tindakan Kriminal
yang akan ditindak
lanjuti ke Pihak
Berwajib,
diantaranya:
5.20 Membawa atau
menggunakan
minuman keras di
area pekerjaan
ataupun saat bekerja.
5.21 Membawa atau
menggunakan
narkoba dan aatu
obat-obatan yang
tergolong
memabukkan di area
pekerjaan atau saat
bekerja.
5.22 Tindakan
INDIKASI
PERENCANAAN
PENCURIAN yang
dilakukan secara
langsung maupun
tidak langsung.
5.23 Tindakan
PENCURIAN yang
dilakukan secara
langsung maupun
tidak langsung.
Seharusnya pada
bagian sanksi
dibuat pasal
tersendiri agar
mudah dipahami
dan tidak
dipertegas
berakhirnya
perjanjian
walaupun secara
tersirat sudah
dijelaskan pada
bagian sanksi
yakni dengan isi
“piahk pertama
mempunyai hak
dan wewenang
untuk tidak
membayarkan
seluruh fee hasil
bekerja kepada
pihak kedua”
60
5.24 Tindakan
kejahatan yan dapat
merugikan orang
lain.
5.25 PIHAK
PERTAMA
mempunyai hak dan
wewenang untuk
tidak membayarkan
seluruh fee hasil
bekerja kepada pihak
kedua.
5.26 Pihak Pertama
mempunyai hak dan
wewenang untuk
melakukan proses
hukum sesuai dengan
ketentuan hukum
yang berlaku kepada
pihak berwajib atau
kepolisian.
5.27 Pihak Pertama
mempunyai hak dan
wewenang untuk
melakukan proses
secara administrasi
kepada pihak
sekolah, universitas
ataupun mencatat
tindak kejahatan
61
dengan poin-poin
diatas di kepolisian
Tabel 4.2 Perjanjian Tertulis PT Jaya Ritel Indonesia
b) Perjanjian Kerja PT Kanahama Sejahtera Indonesia
NO Keterangan Isi Alasan
1 Premis / Recital Dengan ini
menerangkan
bahwa Pihak
Pertama dan
Pihak Kedua telah
sepakat
mengadakan
perjanjian kontrak
kerja untuk tenaga
kerja lepas di
acara ekshibisi
The World of
Ghibli Jakarta.
Perjanjian Kerja
dibuat oleh pihak
pertama tanpa
adanya
pertimbangan dari
pihak kedua
sebagai Pekerja.
Sehingga Pekerja
harus menyetujui
dan mentaati
persyaratan yang
ditetapkan oleh
pihak pertama
sebagai Pemberi
Kerja.
2 Jangka Waktu
Perjanjian Kerja
dan Waktu Kerja
Tidak Ada Tidak ada
penjelasan
mengenai jangka
waktu dan waktu
kerja yang
dilakukan oleh
pekerja. Namun
hubungan kerja
dapat terjadi
setelah adanya
kesepakatan
kedua belah pihak
dan para pihak
mendatangani isi
perjanjian kerja
waktu tertentu.
3 Hak dan
Kewajiban
Pekerja
Pasal 5 yang
berbunyi “Pihak
kedua wajib
melaksanakan
tugas dan
pekerjaan yang
telah ditugaskan
Pada dasarnya
hubungan kerja
merupakan
hubungan yang
mengatur
memuat hak dan
kewajiban antara
62
oleh pihak
pertama sebagai
Usher di
departemen Usher
dengan sebaik-
baiknya dan
penuh tanggung
jawab serta
memenuhi tata
tertib dan aturan
yang telah
ditentukan dan
ditetapkan oleh
Pihak Pertama”
pekerja dan
perusahaan. Hak
dan kewajiban
masing-masing
pihak haruslah
seimbang.Pada
perjanjian kerja
ini tidak adanya
penjelasan
mengenai hak dan
kewajiban pekerja
secara lebih
lanjut. Penjelasan
mengenai tugas
dari pekerja hanya
dicantumkan
dalam pasal 5. Hal
ini akan membuat
ketidakjelasan
dalam
menjalankan
tugas yang
diberikan oleh
pemberi kerja.
5 Force Majeure Tidak Ada Klausul ini wajib
tercantum dalam
perjanjian pokok
guna
mengantisipasi
hal-hal yang dapat
terjadi dan
berpotensi
menjadi konflik
bagi para pihak
bersangkutan.
Karena
merupakan
perjanjian
tambahan.
Tabel 4.3 Perjanjian Tertulis PT Kanahama Sejahtera Indonesia
B. Peran Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) dalam Event Organizer
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-
06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas, Pekerja Harian
63
Lepas (freelancer) adalah pekerja yang bekerja pada pengusaha untuk
melakukan suatu pekerjaan tertentu yang dapat berubah-ubah dalam hal waktu
maupun volume pekerjaan dengan menerima upah yang didasarkan atas
kehadiran pekerja secara harian. Untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya
beberapa perusahaan Event Organizer lebih memilih memperkerjakan Pekerja
Harian Lepas. Terdapat beberapa alasan perusahaan Event Organizer tidak
membuat Kontrak Kerja, diantaranya:
a) Sistem produksi yang relatif cepat sehingga lebih menghemat waktu dari
segi operasional dan administrasi;
b) Menghemat biaya dikarenakan hak yang dipenuhi hanyalah pembayaran
sesuai dengan upah harian;
c) Perusahaan Event Organizer masih baru sehingga jarang memfasilitasi
kontrak kerja pada Pekerja Harian Lepas;
d) Event Organizer yang dibuat untuk menyelenggarakan acara khusus dan
membutuhkan Pekerja Harian Lepas dalam jumlah banyak sehingga hanya
diberikan surat pernyataan;
e) Berpartisipasi dengan perusahaan Event Organizer secara berulang
sehingga menimbulkan rasa percaya antar pihak.
C. Analisa Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pekerja Harian
Lepas Berdasarkan Peraturan Peundang-Undangan beserta turunannya
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan atau tertulis. Secara
normatif bentuk perjanjian tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban bagi
para pihak, kemudian adanya kepastian hukum dikarenakan dalam bekerja sama
dengan berlandaskan saling percaya tidak akan cukup, dan untuk meminimalisir
resiko yang terjadi sehingga jika terjadi perselihan akan membantu ketika
proses pembuktian. Namun masih banyak perusahaan-perusahaan Event
Organizer yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis
disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia atau atas dasar
kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.
64
Selain adanya unsur percaya antar pihak, pekerja yang diperjanjikan
kerja secara lisan disebabkan karena ketidaktahuan pekerja/buruh mengenai
pentingnya perjanjian kerja. Kemudian adanya itikad buruk dari pengusaha
yang tidak memfasilitasi perjanjian kerja. Hal tersebut tidak sejalan dengan
adanya asas kepatutan. Sehingga secara umum penyebab lemahnya kondisi
Pekerja Harian Lepas pada sektor Event Organizer di Indonesia, diantaranya:
1) Lemahnya posisi pekerja saat berhadapan dengan pemilik perusahaan atau
pemberi kerja karena bersifat bawahan dengan majikan, sehingga masih
merasakan kesenjangan antar pihak dan membuat pekerja tidak leluasa. Hal
ini berdampak pula pada perjanjian kerjanya yang tidak memiliki
keseimbangan prestasi.
2) Tidak mengetahui dampak perjanjian lisan jika hak pekerja tidak terpenuhi.
Akan menimbulkan kerugian nantinya bagi pihak pekerja saat adanya
perkara di pengadilan. Dikarenakan perjanjian tersebut tidak memiliki
kekuatan hukum pada saat pembuktian. Dan tanpa adanya perjanjian
tertulis pengusaha dapat mengabaikan hak dan kewajibannya.
3) Kebijakan Pemerintah yang dinilai kurang responsif dan akomodatif
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam sektor industri kreatif
(Event Organizer).
Bila perjanjian kerja dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib
membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Surat
pengangkatan yang dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan:
1) Nama dan alamat pekerja;
2) Tanggal mulai bekerja;
3) Jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja;
4) dan besarnya upah yang diterima oleh pekerja atau buruh.
Perkembangan teknologi dan pembaharuan dalam bidang
ketenagakerjaan tersebut dalam penerapannya di Indonesia ternyata belum
didukung dengan landasan hukum yang tepat, Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2013 tentang Ketenagakerjaan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 100 Tahun 2004, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
65
PER-06/MEN/1985 sebagai instrumen hukum yang mengatur kedudukan
Pekerja Harian Lepas, dinilai belum dapat melindungi Gig Worker yang
pekerjaannya berlandaskan platform digital dan jangka waktu pekerjaannya
yang sebentar.
Melihat Perjanjian kerja yang dibuat antara PT. Kanahama Sejahtera
Indonesia dan PT. Jaya Ritel Indonesia dengan tenaga kerja yang sifatnya tertulis
ini sudah memenuhi unsur sahnya suatu perjanjian dikarenakan adanya: nama
perusahaan; jenis kelamin; umur; alamat pekerja dan pemberi kerja;
jabatan/jenis pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayaran;
syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja;
mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian, tempat dan tanggal perjanjian
kerja dibuat; serta tangan tangan para pihak sebagai kesepakatan para pihak.
Berdasarkan data dan informasi dari hasil penelitian data sekunder yang berupa
blanko Perjanjian Kerja.
Melihat pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada kontrak kerja
tersebut belum sejalan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, walaupun
untuk sebagian besar sudah dilakukan sesuai standar. Hal ini bisa di lihat dalam
isi perjanjian kerja yang tidak di cantumkannya pengupahan secara lengkap dan
cara pembayaranya hal ini sesuai dengan Pasal 54 ayat 1 huruf (e) Undang-
Undang Ketenagakerjaan yang isinya “Besarnya upah dan cara
pembayarannya”.
Perjanjian Kerja baik secara lisan maupun tertulis dalam
pelaksanaannya dinilai belum memberikan perlindungan bagi para Pekerja
Harian Lepas di perusahaan Event Organizer. Dalam Perjanjian Kerja tidak
dicantumkannya pekerja mendapat Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai mana
diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian. Walaupun dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian menyatakan bahwa kepesertaan dalam jaminan Sosial
66
Tenaga kerja dapat dilakukan perseorangan. Namun sebagai perusahaan sudah
seharusnya memberikan edukasi mengenai jaminan ini kepada pekerja/buruh.
D. Mekanisme Perizinan dan Perselisihan Hubungan Industrial di Event
Organizer
Usaha di bidang entertainment adalah usaha di bidang hiburan,
sedangkan usaha di bidang Event Organizer, belum tentu masuk ke dalam
bidang hiburan. Oleh karenanya perlu ditekankan bahwa usaha di bidang Event
Organizer dapat bergerak di bidang hiburan. Tidak ada lembaga yang menaungi
usaha Event Organizer, namun untuk penyelenggaraan acara telah diatur dalam
usaha di bidang jasa impesariat dikarenakan termasuk suatu badan hukum.
Pengaturan ini diperoleh dari Departemen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Republik Indonesia.
Pasal 1 ayat (2) Usaha Jasa Impresariat/Promotor adalah usaha
pengurusan penyelenggaraan hiburan, berupa mendatangkan, mengirimkan,
maupun mengembalikan artis dan/atau olahragawan Indonesia dan asing, serta
melakukan pertunjukan yang diisi oleh artis dan/atau olahragawan yang
bersangkutan. Berdasarkan pasal tersebut maka hukum impresariat berisi aturan
atau ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan pengurusan penyelenggaraan
hiburan.
Hubungan industrial yang merupakan keterkaitan kepentingan antara
pekerja dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat,
bahkan perselisihan antara kedua belah pihak. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 mengartikan Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2004 disebutkan
bahwa jenis perselisihan hubungan industrial meliputi empat macam, yaitu:
67
1) Perselisihan Hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya
hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
2) Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan,
dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yangd itetapkan dalam perjanjian
kerja.
3) Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan
kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
4) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan, yaitu perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak dan kewajiban antar pekerja.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 proses
penyelesaian pada perselisihan hubungan industrial membutuhkan waktu yang
lama, oleh karena itu melalui Undang-Undang ini sekarang disederhanakan
dengan penanganan pertama pada Peradilan Perselisihan Industrial di
Lingkungan Peradilan Umum, dan dimungkinkan mengajukan kasasi pada
mahkamah Agung. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi
para pihak yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial
untuk memeriksa kembali sengketa tersebut pada peradilan yang lebih tinggi. 2
Pada prinsipnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat
ditempuh melalui 2 (dua) alternatif, yaitu:
1) Menyerahkan perselisihan itu secara sukarela pada seorang juru atau dewan
pemisah. Penyelesaian seperti ini disebut juga dengan penyelesaian
2 Ujang Charda, Model Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dalam Hukum
Ketenagakerjaan Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Wawasan Yuridika,
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017, h. 12.
68
sukarela (voluntary arbitration), yaitu dapat melalui mediasi, konsiliasi,
dan arbitrase.
2) Menyerahkan perselisihan itu kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Penyelesaian ini lazim disebut penyelesaian wajib (compulsory
arbitration).
Pasal 3 sampai Pasal 7 UU Nomor 2 Tahun 2004 dijelaskan mengenai
setiap perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan secara bipartit
sebelum mencapai pada tingkat Pengadilan Hubungan Industrial antara
pengusaha dan pekerja dalam waktu 30 (tiga puluh hari) kerja dihitung sejak
tanggal dimulainya perundingan. Dalam jangka waktu tiga puluh hari kerja
apabila salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan
perundingan, tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit
dianggap gagal sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak wajib
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-
upaya penyelesaian melalui bipartit telah dilakukan. Para pihak dalam bipartit
ini terdiri dari wakil pengusaha dan wakil pekerja dan atau serikat pekerja.
Apabila secara bipartit gagal, maka para pihak atau salah satu pihak
dapat menempuh alternatif penyelesaian secara tripartit melalui penyelesaian
sukarela (voluntary arbitration) yang melalui mediasi (Pasal 8 sampai Pasal 16
UU Nomor 2 Tahun 2004), konsiliasi (Pasal 17 sampai Pasal 28 UU Nomor 2
Tahun 2004), dan arbitrase (Pasal 29 sampai pasal 54).
Jika penyelesaian secara tripartit gagal, maka para pihak menyerahkan
perselisihan tersebut kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Upaya
penyelesaian di luar pengadilan ternyata memiliki keterkaitan dengan
mekanisme penyelesaian melalui pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal
83 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian
melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan
Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat”.
69
Pada hakekatnya perselisihan yang terjadi antar Pekerja Harian Lepas
pada Event Organizer adalah akibat masalah pengupahan yang timbul dari
perbedaan mendasar baik dari buruh (tenaga kerja) maupun dari perusahaan
terhadap perjanjian kerja sebagai bentuk perlindungan hukum ketenagakerjaan.
Bagi pengusaha atau majikan perjanjian kerja merupakan komponen beban
terhadap jasa yang dihasilkan, oleh karena itu majikan atau pengusaha
cenderung menekan tingkat perjanjian kerja, dilain pihak bagi tenaga kerja
merupakan komponen pokok penghasilan yang tersedia untuk menjamin
kelangsungan hidup bagi tenaga kerja maupun keluarganya serta untuk
meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai warga masyarakat.3
Masalah perselisihan perburuhan atau tenaga kerja yang terjadi di
perusahaan yang bergerak dibidang jasa-produksi, mereka yang tergolong
tenaga kerja dan pengusaha tidak selamanya dapat menunaikan tugasnya
dengan baik, tidak selamanya berlangsung hubungan damai antara mereka,
sewaktu-waktu terdapat ketidak sesuaian, terdapat ketegangan, terdapat
perbedaan kepentingan dan perbedaan-perbedaan lainnya, sehingga
menimbulkan perselisihan perburuhan. Perselisihan perburuhan ini tidak
berdiri sendiri tidak hanya menyangkut aspek yuridis, akan tetapi juga
menyangkut aspek ekonomi, sosial dan sangat berpengaruh terhadap kestabilan
nasional.4
3Abdullah Sulaiman, Perselisihan Buruh, (Jakarta: YPPSDM Jakarta, 2009), h. 4. 4Abdullah Sulaiman, Perselisihan Buruh, … , h. 5.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasar pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji
pada setiap sub bab pembahasan, maka kemudian peneliti memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Adanya Gig Economy mempermudah para pencari kerja dalam
mendapatkan suatu pekerjaan. Terlihat dari sistem kerja yang tidak kaku
dan dapat bekerja dimana saja menjadikan pilihan para pekerja saat ini.
Sejak 2017, terjadinya perkembangan di masyarakat khususnya bidang
Ketenagakerjaan ternyata tidak dibarengi dengan landasan hukumnya.
Sehingga Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/ 2004 Tahun 2004 tentang ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian
Lepas, sebagai turunan instrumen hukum dari Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur kedudukan Pekerja
Harian Lepas dikatakan belum mampu memanyungi Gig Worker yang
ruang dan waktu pekerjaannya tidak terbatas.
2. Pekerja dalam perjanjian terhadap Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di
Event Organizer yang dikategorikan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Dalam pelaksanaannya, Perjanjian Kerja baik secara lisan
maupun tertulis dinilai belum memberikan perlindungan bagi para Pekerja
Harian Lepas di perusahaan Event Organizer. Sehingga Pekerja belum
dapat menikmati hak perlindungan sosial, pegupahan, dan hak lainnya.
Melihat ketiga aturan yang melandasi Pekerja Harian Lepas bersifat
sendiri-sendiri sehingga antar peraturan mengalami suatu ketimpangan
pada isi pasalnya, hal tersebut dikarenakan kurangnya komunikasi secara
menyeluruh antara Pemerintah yang mengatur Pekerja Harian Lepas pada
saat itu. Dapat dikatakan Pemerintah sebagai pemegang kebijakan juga
71
dapat dijadikan alasan belum terciptanya produk hukum yang relevan bagi
gig worker saat ini.
3. Perjanjian kerja secara lisan terjadi dikarenakan adanya unsur percaya antar
pihak yang berkepentingan. Namun, adanya itikad buruk dari pengusaha
yang tidak memfasilitasi perjanjian kerja serta ketidaktahuan pekerja/buruh
mengenai hak dan kewajiban dalam perjanjian kerja menimbulkan adanya
perselisihan hubungan industrial. Dalam penyelesaian masalah Pekerja
Harian Lepas diselesaikan secara bipartit, namun terkadang seringkali
mengalami kegagalan. Tidak adanya kasus dalam ranah Peradilan
khususnya Event Organizer dilandasi oleh ketidakmampuan dalam
pembuktian oleh pihak Pekerja Harian Lepas dalam menuntut haknya di
Pengadilan. Hal ini yang membuat Pekerja Harian Lepas memilih diam jika
hak nya telah dilanggar oleh perusahaan Event Organizer.
B. Rekomendasi
Berdasar pada permasalahan yang telah peneliti paparkan di atas, maka
peneliti mencoba memberi beberapa rekomendasi berupa:
1. Pemerintah perlu melakukan kaji ulang terhadap peraturan perundang-
undangan yang mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
terutama pada Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam pasal tersebut seharusnya dibuat dalam penetapan
jangka waktu, perpanjangan dan pembaruan lebih jelas sehingga tidak
menimbulkan perbedaaan. Dimana pengusaha tidak salah menafsirkan
mengenai jangka waktu dan jenis pekerjaan, sehingga tidak terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaan Perjanjian tersebut dengan para pekerja
lepas.
2. Pemerintah perlu mendorong Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi
Provinsi Jakarta untuk aktif Kembali dalam mengawasi pelaksanaan
perjanjian lisan maupun tertulis yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan
pekerja, agar tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan
Event Organizer. Sehingga Pemerintah dapat memberikan sanksi secara
72
tegas terhadap pengusaha. Dan hak Pekerja Harian Lepas tidak akan
dilanggar.
3. Undang-Undang Ketenagakerjaan beserta turunannya belum mampu
memberikan upaya perlindungan hukum bagi Gig Worker. Kenyataan
yang terjadi di lapangan pada Event Organizer lebih sering mempekerjakan
seorang Gig Worker dibandingkan karyawan tetap. Untuk itu, perlu adanya
perlindungan terhadap golongan kerja yang dianggap rentan. Sehingga
seorang Gig Worker membutuhkan serikat kerja untuk dapat membantu
dalam memahami haknya, dan mendapat pendampingan ketika hak tersebut
dilanggar. Sampai saat ini banyak Pekerja Harian Lepas yang memilih
bungkam jika haknya telah dilanggar oleh perusahaan. Dikarenakan
Pekerja Harian Lepas merasa jika menggugat perkara tersebut akan sia-sia
karena berhadapan dengan Perusahaan Event Organizer.
73
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Agusmidah. 2010. Dinamika & Kajian Teori: Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.
Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
AK, Syahmin. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Badan Pusat Statistik. 2019. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei 2019.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badrulzaman, Mariam Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Jakarta: Citra
Aditya Bakti.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Ikhtisar Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.
Ekarehendy, Ellena, dkk. 2020. Mengubur Pundi di Tengah Pandemi: Kerentanan
Pekerja Lepas di Tengah COVID 19. Jakarta : SINDIKASI.
Hariri, Wawan Muhwan. 2011. Hukum Perikatan. Bandung : CV. Pustaka Setia
Husni, Lalu. 2015. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta : Rajawali Pers.
Kushartanto, M. Bayu. 2009. Thesis: Perlindungan Hukum bagi Pekerja Berstatus
Harian Lepas (Analisis Hukum Terhadap Pekerja di Event Organizer).
Surabaya: Universitas Airlangga.
Mahmud Marzuki, Peter. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group.
Manullang, Senjun. 1990. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Maimun. 2007. Hukum Ketenagakerjaan (Suatu Pengantar). Jakarta: Pradnya
Pramita.
Megananda, Yudhi dan Johanes Arifin Wijaya. 2009. EO & Langkah Jitu
Membangun Bisnis Event Organizer. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo. 1993. Bab - Bab Tentang Penemuan Hukum.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
74
_____, Ahmadi dan Sakka Pati. 2011. Hukum Perikatan (Penjelasan Pasal 1233
Sampai 1456 KUH Perdata. Jakarta: PT. Rajawali Pers.
Muhammad, Abdul Kadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Bakti.
Purnamawati, Tiara Anggun. 2019. Skripsi: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) pada PT. Gelatik Supra di Ciputat Tangeran Selatan Provinsi
Banten Sebagai Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja (Outsourcing),
Ciputat : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Raharjo, Handri. 2009. Hukum Perjanjian DiIndonesia. Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.
Rahardjo, Satjipto. 2006, Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.
Sari, Mutiara. 2019. Skripsi : Pelaksanaan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja
Lepas di Pizza Hut Delivery Fatmawati (PT. Sari Melati Kencana). Ciputat :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Savitri, Astrid. 2019. Revolusi Industri 4.0: Mengubah Tantangan Menjadi
Peluang di Era Disrupsi 4.0. Yogjakarta: Penerbit Genesis.
Senjun Manullang. 1990. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Setiawan, I Ketut Oka. 2018. Hukum Perikatan. Jakarta : Sinar Grafika.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soenandar, Taryana. 2016. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti.
S, Salim H. 2006. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika.
____, Salim H. 2009. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.
Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 2010. Hukum Perjanjian (Cetakan Keduapuluhtiga). Jakarta: PT
Intermasa.
75
Sulaiman, Abdullah dan Andi Walli. 2019. Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan,
Cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia-YPPSDM Jakarta.
_______, Abdullah. 2019. Metode Penulisan Ilmu Hukum, Cet. Keempat. Jakarta:
YPPSDM Jakarta.
_______, Abdullah. 2018. Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan di Indonesia.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
_______. Abdullah. Beberapa Titik-Taut Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan
/Perburuhan di Indonesia, Studium General: Pemdalaman Hukum
Ketenagakerjaan/Perburuhan Kerjasama Kementerian Tenaga Kerja RI.
Bersama Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (FSH
UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Hukum FSH-UIN Jakarta-
Ciputat, Sabtu 4 Juni 2016.
_______.Abdullah. 2013. Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja di
Indonesia: Pra dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga
Kerja. Stadium General Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah: Ciputat.
_______. Abdullah. 2010. Politik Hukm Buruh RI. Jakarta: YPPSDM Jkt.
_______. Abdullah. 2009. Perselisihan Buruh. Jakarta: YPPSDM.
_______. Abdullah. 2008. Kesejahteraan Buruh. Jakarta: YPPSDM.
_______.Abdullah. 2007. Standar Buruh: di Perdagangan Bebas. Jakarta:
YPPSDM.
INTERNET
Anonim. The Impacts of the Fourth Industrial Revolution on Jobs and the Future
of the Third Sector. Northern Ireland Council for Voluntary Action (NICVA)
https://www.nicva.org/sites/default/files/d7content/attachments-
articles/the_impact_of_the_4th_industrial_revolution_on_jobs_and_the_s
ector.pdf. (diakses pada tanggal 5 Januari 2020).
76
Anonim. To gig or not to gig? Stories from the Modern Economy Survey Report
Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD). Maret 2017.
https://www.cipd.co.uk/Images/to-gig-or-not-to-gig_2017-stories-from-
the-modern-economy_tcm18-18955.pdf. (diakses 7 Januari 2020).
Anonim, Tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta (Disnakertrans),
https://disnakertrans.jakarta.go.id/tentang-kami, (diakses pada tanggal 8
September 2020).
Anonim, Tentang Young On Top, https://www.youngontop.com/about-us/, (diakses
pada tanggal 8 September 2020).
Anonim, Tentang Kami SGE Live, https://www.sgelive.com/about/, (diakses pada
tanggal 8 September 2020).
Badan Pusat Statistik. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja/. (diakses 7 Januari 2020).
Baenanda, Listhari. Sejarah dan Perkembangan Revolusi Industri.
https://binus.ac.id/knowledge/2019/05/sejarah-dan-perkembangan-
revolusi-industri/. (diakses pada tanggal 29 April 2020).
Budi, Donny. Sejarah Revolusi Industri 1.0 Hingga 4.0,
https://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/10/09/sejarah-revolusi-industri-1-0-
hingga-4-0/. (diakses pada tanggal 29 April 2020).
Cipto, Wisnu. Wujud Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri
4.0. https://merahputih.com/post/read/wujud-perlindungan-hukum-tenaga-
kerja-di-era-revolusi-industri-4-0. (diakses pada tanggal 5 Januari 2020).
Debora, Yantina. Sejarah Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0,
https://tirto.id/sejarah-revolusi-industri-dari-10-hingga-40-dhhu. (diakses
pada tanggal 29 April 2020).
Glosarium Tesis Hukum, Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,
Tesis Hukum.com, https://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-
menurut-para-ahli/, (diakses pada tanggal 18 September 2020).
Hadi, Abdul. Mengenal ‘Gig Economy’: Dunia Kerja Baru yang Rentan
Eksploitasi. https://tirto.id/mengenal-gig-economy-dunia-kerja-baru-yang-
rentan-eksploitasi-eqxU. (diakses pada tanggal 29 April 2020).
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Industri 4.0 Menciptakan Efisiensi
Produksi dan Profesi Baru.
77
https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-
Produksi-dan-Profesi-Baru. (diakses pada tanggal 29 April 2020).
Muhanna, Fikry. Peran Internet di Era Revolusi Industri 4.0,
https://www.kompasiana.com/alzhein/5dedd7f2097f3679806087b2/peran-
internet-di-era-revolusi-industri-4-0. (diakses pada tanggal 30 April 2020).
Stewart, Andrew. Regulating Work in The Gig Economy: What Are The Option?,
The Economic and Labour Relations Review,
https://journals.sagepub.com/home/elrr, (diakses pada tanggal 3 Februari
2020).
Taryono, dkk. Perlindungan Bagi Pekerja di Era Revolusi Industri 4.0 dalam
Perspektif Hubungan Industrial Pancasila,
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/11266, (diakses pada
tanggal 3 Februari 2020).
ARTIKEL JURNAL
Agus Setiono, Beni. 2019. Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia Dalam
Menghadapi Revolusi Industri 4.0, Jurnal Aplikasi Pelayaran dan
Kepelabuhanan, Volume 9, Nomor 2.
Alamsyah, Reno. 2018. Analisis Dampak Industri 4.0 Terhadap Sistem
Pengawasan Ketenaganukliran Di Indonesia. Jurnal Forum Nuklir (JFN),
volume 12. Nomor 2.
Charda, Ujang. 2017. Model Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
dalam Hukum Ketenagakerjaan Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004. Wawasan Yuridika, Volume 1. Nomor 1.
Fatmawati, Dian dkk. 2019. Pekerja Muda dan Ancaman Deskilling-Skill Trap di
Sektor Transportasi Berbasis Daring. Jurnal Studi Pemuda 8. Nomor 1.
Healy, Joshua.dkk. 2017. Should we take the gig economy seriously? Labour &
Industry: a journal of the social and economic relations of work.
Kahfi, Ashabul. 2016. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja.
Jurisprudentie, Volume 3, Nomor 2.
Muhtarom, M. 2014. Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam
Pembuatan Kontrak, Jurnal SUHUF, Volume 26, Nomor 1.
Radu, Rozana dan Stephanie Borg Psaila, “‘Ubersation’ Demystified: Examining
Legal and Regulatory Responses Worldwide”, Paper preapred for
78
presentation at 5th Conference of the Regulating for Decent Work Network
at the International Labour Organization Office : 2.
Ruyter, Alex de. dkk. Gig Work and The Fourth Industrial Revolution: Conceptual
and Regulatory Challenges. Journal of International Affairs 72, No. 1.
Shu Ing Tay, et al. 2018. An Overview of Industry 4.0: Definition, Components, and
Government Initiatives. Journal of Adv Research in Dynamical & Control
Systems 10, 14-Special Issue.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan
Pekerja Harian Lepas.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Kep-100/Men/Vi/ 2004 Tahun 2004 tentang ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
79
LAMPIRAN - LAMPIRAN
80
PEDOMAN WAWANCARA FREELANCER
(PEKERJA HARIAN LEPAS)
PADA EVENT ORGANIZER DI JAKARTA
1. Sebutkan event dan EO yang pernah (Pekerja) partisipasi untuk menjadi
bagiannya?
2. Bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi freelancer atau
Pekerja Harian Lepas?
3. Apakah (Pekerja) menerima kontrak kerja?
4. Apa alasan (Pekerja) dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
5. Berapa Jam perharinya (Pekerja) bekerja saat mengurus suatu event?
6. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
7. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
8. Apakah (pekerja) menyetujui jika hasil wawancara akan dilampirkan di
skripsi penulis?
81
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Putri Citra (Mbak Put)
Usia : 23 Tahun
Tempat : Rumah Mbak Put
Hari/tgl : Selasa, 21 Juli 2020 pukul 19.45 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Mbak?
Hai Adjeng, kenalin ya nama saya Putri Citra panggil aja Mbak Pucit atau
Mbak Put juga boleh.
2. Saat ini kegiatannya apa, Mbak?
Saya masih kuliah di Universitas Gunadharma semester akhir dengan
mengambil jurusan management. Dan juga menjadi pengurus aktif di
komunitas Young On Top (YOT) cabang Tangerang selama dua tahun ini
yang bergerak untuk membuat event pada sektor pendidikan, kesehatan, dan
lingkungan.
3. Sebutkan event dan EO yang pernah (Pekerja) partisipasi untuk menjadi
bagiannya?
Banyak yang telah saya ikuti, terutama di Young On Top (YOT) Pusat
karena memang awalnya dari Event Organizer sehingga yang dari Young
On Top (YOT) daerah Jabodetabek akan direkrut untuk berpartisipasi dalam
event yang dibuat oleh pusat. Tetapi saya dari tahun lalu sampai maret
kemarin hampir 8 (delapan bulan) bekerja disalah satu event jadi teamlab
nya di sana. Nama acaranya Future Park Jakarta.
4. Acaranya yang diselenggarain di mall Gandaria City ya mbak? Nama
penyelenggaranya apa ya Mbak Put?
Iya benar di Mall Gandaria City dan diselenggarakan oleh PT Sorak
Gemilang Persada.
5. Kemudian untuk masa kerjanya berapa lama untuk mengurus event di
Young On Top (YOT) dan Future Park Jakarta?
82
Di Young On Top (YOT) tergantung jobdesknya tetapi kalau dihitung
persiapan dan pelaksanaannya sekitar satu minggu karena bukan termasuk
tim utama. Dan kalau di Future Park Jakarta saya baru 8 (delapan) bulan,
berhenti sementara dikarenakan adanya pandemi Covid ini. Mungkin akan
lebih dari 8 (delapan) bulan jika tidak adanya pandemi.
6. Kemudian, bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi
freelancer atau Pekerja Harian Lepas?
Kalau di Young On Top (YOT) ajakan dari pegawai tetap di sana karena
sudah sering direkrut untuk membantu. Sedangkan acara Future Park
Jakarta yang dilaksanakan oleh PT Sorak Gemilang Persada, saya ikut
lowongan pekerjaan dengan melalui tahap-tahapan seleksi.
7. Apakah Mbak Put menerima kontrak kerja?
Mungkin dikarenakan waktu kerja yang relatif singkat dan jumlah
freelancer yang direkrut pun banyak di Young On Top (YOT) sehingga
tidak menerimanya. Sedangkan di PT Sorak Gemilang Persada saya
menerima kontrak kerja.
8. Apakah saya bisa melihat kontrak kerja dengan PT Sorak Gemilang
Persada?
Saya tidak memegangnya dikarenakan pada saat itu hanya diberikan satu
eksemplar dan dikembalikan kepada pihak pemberi kerja.
9. Sepertinya itu bukan kontrak kerja Mbak Put melainkan surat pernyataan.
Apakah di surat tersebut berisi pernyataan untuk menjaga kerahasiaan data
dari perusahaan?
Ah iya tertulis bahwa saya tidak boleh membocorkan data-data perusahaan
dari PT Sorak Gemilang Persada. Dan setelah saya menandatangani surat
tersebut, dikembalikan kepada ketua tim saya.
10. Apa alasan Mbak Put dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja? Karena
saya lihat jika tidak adanya pandemi Covid, Mbak Put akan mengurus event
Future Park Jakarta bisa sampai setahun lebih, sedangkan tidak menerima
kontrak kerja untuk waktu kerja yang lama.
83
Jika di Young On Top (YOT) sudah kebiasaan tanpa adanya kontrak kerja
sehingga saya sudah percaya bahwa mereka tidak akan lepas tanggung
jawab. Sedangkan PT Sorak Gemilang Persada masih baru dalam Event
Organizer memang mencari mahasiswa yang mau kerja tanpa adanya
kontrak dan pada saat itu saya melamar pekerjaan di sana karena untuk data
penelitian skripsi. Saya hanya kepikiran untuk satu event pasti tidak
membutuhkan waktu lama. Ternyata event Future Park Persada sudah 8
(delapan) bulan dan berjalan begitu saja. Apalagi saya mebutuhkan uang
untuk tambahan jajan kuliah. Yang penting bayaran tiap bulan lancar.
11. Berapa Jam perharinya (Pekerja) bekerja saat mengurus suatu event?
Pada acara yang diselenggarakan Young On Top saya bisa lebih dari 12 jam
pada saat persiapannya dan hari pelaksanaannya sekitar 10 jam selama 2
atau 3 hari. Sedangkan di acara Future Park Persada, sekitar 12 sampai 13
jam selama 4 (empat) hari dalam seminggu dikarenakan ada sistem
pembagian jam kerja dengan pegawai lainnya. Apalagi saya masih kuliah,
semester kemarin.
12. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Di Young On Top (YOT) saya mendapatkan makan siang, uang transport
dan gaji. Jika di Future Jakarta saya mendapatkan gaji.
13. Apakah dari pihak PT Sorak Gemilang Persada memberikan jaminan
kecelakaan kerja? Dikarenakan melihat Mbak Put yang bekerja di pameran
kemungkinan adanya kecelakaan kerja tinggi.
Tidak ada sama sekali hanya gaji yang diberikan tiap bulannya. Makanya
setelah mengobrol dengan kamu saya jadi kepikiran mengenai pentingnya
suatu kontrak kerja.
14. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
Jika Young On Top (YOT) sudah dipastikan tidak ada. Dikarenakan sudah
ada kepercayaan satu sama lain. Seperti mereka sudah mengetahui kinerja
saya dan saya pun mengetahui bahwa mereka akan memberikan hak (gaji,
makan siang, uang transport) kepada saya. Sedangkan selama 8 (delapan)
84
bulan saya bekerja sama dengan PT Sorak Gemilang Persada tidak adanya
pelanggaran dan sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh mereka.
Hanya pada awalnya saya cukup kaget dengan waktu kerjanya yang
lumayan lama dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya.
15. Baik terimakasih untuk Mbak Put atas waktunya. Apakah Mbak Put setuju
jika hasil wawancara ini akan saya lampirkan pada skripsi saya? Dan maaf
jika menggangu waktu istirahatnya malam ini!
Saya sangat senang bisa memberitahukan pengalaman saya dan bermanfaat
untuk kamu. Dan saya setuju selama informasi yang saya berikan tidak
disalahgunakan.
85
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Annisa Kurnia Nugraha (Kak Icha)
Usia : 22 Tahun
Tempat : Rumah Kak Icha
Hari/tgl : Rabu, 22 Juli 2020 pukul 16.15 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Kak?
Saya Annisa Kurnia tetapi lebih akrab dipanggil Icha.
2. Saat ini kesibukannya apa, Kak Icha?
Saya Kuliah semester akhir di Universitas Muhammadiyah Tangerang
(UMT).
3. Sebutkan event dan EO yang pernah Kak Icha partisipasi untuk menjadi
bagiannya?
Saya memiliki pengalaman untuk mensukseskan acara Asian Games 2018
dan Indonesian Para Games 2018 dan saat itu diselenggarakan oleh Komite
Penyelenggara Asian Games Indonesia (INASGOC).
4. Bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi freelancer atau
Pekerja Harian Lepas?
Kalau di dua acara tersebut sebutannya sebagai Volunteer. Dan saya
mengikuti sistem rekrutmen dari mengirimkan CV dan beberapa syarat
lainnya di web sampai wawancara.
5. Apakah Kak Icha menerima kontrak kerja?
Saya juga bingung apakah ini bisa disebut kontrak kerja atau hanya
pernyataan yang diberikan pihak INASGOC kepada saya. (Surat terlampir
diakhir)
6. Apa alasan Kak Icha dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
Sebenarnya saya baru pertama kali ikut serta dalam pelaksanaan event
sebesar ini. Dikarenakan biasanya hanya tingkat Universitas. Sehingga saya
tidak mengetahui pentingnya kontrak kerja.
7. Berapa Jam perharinya Kak Icha bekerja saat mengurus suatu event?
86
Segala informasi diberikan oleh ketua Tim saya sehingga saya cukup kaget
untuk sistem kerjanya. Acara Asian Games hampir 2 (dua) minggu saya
kerja tidak tentu untuk jam kerjanya. Terkadang bisa sampai larut malam
dan sampai pagi lagi. Dikarenakan saya kerja bukan di lapangan melainkan
dibalik meja yakni mengurus pemberkasan. Sedangkan untuk Asian Para
Games selama 10 hari. Dan untuk jam kerjanya tidak menentu tetapi lebih
ringan dibandingkan pada saat mengurus Asian Games.
8. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Hanya gaji saja yang diberikan oleh INASGOC. Mungkin dikarenakan
lingkungan kerja yang membuat nyaman dan adanya teman baru sehingga
saya merasa senang.
9. Bagaimana sistem pembayaran upah? Apakah Kak Icha menerima upah
setelah berakhirnya acara?
Sebenernya untuk penerimaan gaji ini tepat waktu dan tidak diakhir acara.
Melainkan setelah saya mengirimkan absen per 5 (lima) hari kemudian 2
(dua) hari setelahnya saya menerima gajinya. Tetapi saya sempat
mendengar kabar jika ada beberapa divisi yang mendapatkan gajinya
terlambat. Alhamdulillahnya tidak ada masalah dari tim saya.
10. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pihak INASGOC?
Jika dijumlahkan keseluruhan harinya di acara Asian Games dengan Para
Games yakni 34 hari. Tidak ada pelanggaran, walaupun hanya diberikan
surat tugas dan surat pernyataan saja. Dan itu hanya pernyataan dari satu
pihak saja yakni dari INASGOC. Saya bersyukur tidak ada kendala sama
sekali. Tetapi mungkin awalnya saya cukup kaget pada jam kerjanya yang
tidak menentu dan tidak adanya tambahan gaji setelah saya lembur.
11. Apakah Kak Icha menyetujui jika hasil wawancara dan surat pernyataannya
akan dilampirkan di skripsi penulis?
Saya menyetujuinya. Iya, saya senang telah menceritakan pengalaman dan
dapat pembelajaran terhadap kontrak kerja setelah mengobrol dengan Mbak
Adjeng.
87
SURAT PERNYATAAN ANNISA KURNIA
88
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Diana Fajriati (Mbak Diana)
Usia : 23 Tahun
Tempat : Telpon Whatsapp
Hari/tgl : Minggu, 26 Juli 2020 pukul 21.00 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Mbak?
Hai, nama saya Diana Fajriati. Biasa dipanggi Diana sama temen-temenku.
2. Mbak Diana sekarang kesibukannya apa?
Aku sekarang freelance dari rumah. Soalnya lagi pandemi seperti ini takut
juga keluar rumah.
3. Sebutkan event dan EO yang pernah Mbak Diana partisipasi untuk menjadi
bagiannya?
a. Young On Top: Digital Startup Connect,
b. Green Festival 2019
c. Young On Top National Conference 2019
4. Sepertinya sebagian besar ikut serta dalam kegiatan yang di selenggarakan
Young On Top ya Mbak Diana?
Iya benar, karena pada awalnya sekali ikut sistem rekrutmennya kemudian
akhirnya dipercaya ikut bantu ngurusin di acara-acara selanjutnya yang
diselenggarakan oleh Young On Top.
5. Apakah Mbak Diana menerima kontrak kerja?
Tidak sama sekali. Mungkin karena saya sudah sering bekerja sama dengan
mereka. Sehingga saya percaya saja
6. Apa alasan Mbak Diana dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
Saya nyaman di situasi yang kerjanya seperti ini. Karena setiap hari gak
masuk kerja dan tidak dituntut waktu yang cukup panjang. Merasa lebih
fleksibel. Karena badan saya juga mudah lelah dan sakit.
7. Menurut Mbak Diana seberapa pentingnya adanya kontrak kerja bagi
Pekerja Harian Lepas?
89
Penting banget soalnya kan kontrak kerja seperti perjanjian, jadi selama
proses pelaksanaan nantinya harus sesuai dengan apa yang disetujui oleh
saya dan mereka. Tetapi balik lagi, terkadang terlalu malas dan merasa ribet
jika adanya kontrak kerja. Selama saya percaya dengan pihak yang
memberikan kerja yasudah secara lisan saja.
8. Berapa Jam perharinya Mbak Diana bekerja saat mengurus suatu event?
Gak menentu, terkadang 6 (enam) sampai 8 (delapan) jam perharinya ini
untuk hari pelaksanaannya. Terkadang pra acara bisa lebih dari 8 (delapan)
jam, karena untuk membantu persiapan dan mengecek lapangan saat event.
9. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Standar biasanya kalo EO kasih ke freelancer. Gaji, makan siang sudah pasti
saya dapat dan terkadang ada tambahan uang transport. Sebenernya yang
membuat saya memilih kerja sebagai freelancer dikarenakan jumlah uang
yang diterima cukup besar.
10. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
Tidak ada, karena sudah saling percaya antara saya dengan pihak Young On
Top (YOT) sehingga saya tidak perlu merasa takut jika nantinya pekerjaan
saya tidak dibayar. Walaupun pekerjaan yang relatif singkat tetapi dari
pihak Young On Top (YOT) dirasa sudah cukup memberikan haknya
kepada freelancer.
11. Apakah Mbak Diana menyetujui jika hasil wawancara akan dilampirkan di
skripsi penulis? Dan maaf jika mengganggu waktu istirahatnya, saya
ucapkan terimakasih!
Iya boleh. Maaf juga karena saya bisanya larut malam seperti ini. Semoga
pengalaman saya bermanfaat untuk yang lain ya.
90
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Irvan Setiawan (Kak Irvan)
Usia : 25 Tahun
Tempat : Telpon Line
Hari/tgl : Rabu, 22 Juli 2020 pukul 21.40 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Kak?
Nama saya Irvan Setiawan, panggil aja Irvan.
2. Kak Irvan sekarang kesibukannya apa?
Kerja sebagai Project Manager di Ok Oce
3. Sebutkan event dan EO yang pernah (Pekerja) partisipasi untuk menjadi
bagiannya?
Sudah sering mengikuti event. Mungkin ngebahas beberapanya aja ya yang
di tahun lalu itu saya dipercaya sebagai tim dari MDRT Day Indonesia 2019
dan Hi, Tech! 2019
4. Bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi freelancer atau
Pekerja Harian Lepas?
Pada saat awal pertama kali pastinya mengikuti prosedur lowongan kerja
dari perusahaan yang bersangkutan. Namun seiring berjalannya waktu
dikarenakan sudah sering mengurus event dari Event Organizer yang satu
dengan yang lain akhirnya saya memiliki relasi dengan pihak-pihak
tersebut. Sehingga selanjutnya saya langsung direkrut dan dimasukkan ke
dalam tim.
5. Apakah Kak Irvan menerima kontrak kerja?
Tergantung keadaan, terkadang pihak dari Event Organizer tidak
memfasilitasi sehingga saya pun tidak meminta kontrak kerja tersebut.
Selama hak saya terpenuhi oleh mereka. Maka saya merasa tidak
membutuhkan kontrak tersebut saat mengurus event ini.
91
6. Apakah kakak tidak merasa takut jika suatu waktu hak tersebut tidak
terpenuhi?
Pada awalnya takut, tetapi dikarenakan sudah kenal dengan pemberi kerja
dan juga sudah terbiasa dengan situasi yang bekerja tanpa adanya kontrak
sehingga saya merasa aman-aman saja.
7. Apa alasan Kak Irvan dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
Ya mungkin dikarenakan sudah terbiasa sehingga saya merasa lebih
fleksibel. Walaupun saya merasa adanya kontrak memang sangat
dibutuhkan. Tetapi untuk situasi yang bekerja kurang lebih hanya dua
minggu, menurut saya terlalu kaku adanya kontrak kerja.
8. Berapa Jam perharinya (Pekerja) bekerja saat mengurus suatu event?
Hampir 10 jam, tetapi jika mendekati hari pelaksanaan bisa menjadi over
time.
9. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Tidak terlalu banyak sebenarnya. Biasanya yang sudah menjadi standarisasi
diberikan oleh pihak Event Organizer adalah fee dan makan. Ada juga yang
bayarannya lebih tinggi tetapi tidak dapat makan.
10. Bagaimana pendapat kak Irvan mengenai Freelancer yang merasa haknya
belum terpenuhi oleh pemberi kerja?
Sebenarnya tidak banyak yang berfikiran seperti ini. Dikarenakan hampir
sebagaian freelancer yang tertarik untuk bekerja di event organizer
membutuhkan uang tambahan. Dalam waktu yang singkat, jumlah uang
yang dibayarkan relatif lebih banyak. Sehingga jika hak utamanya yakni
pembayaran uang sesuai dengan kesepakatan awal. Maka hak-hak lainnya
dianggap biasa saja. Walaupun itu melanggar hak dari si freelancer.
11. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
Sejauh ini belum pada saya pribadi. Mungkin jika bisa dikonsepkan seperti
ini, bahwa kedua belah pihak merasa saling membutuhkan dan
menguntungkan. Seperti pihak Event Organizer tidak perlu mencari orang
lain dikarenakan sudah mengetahui kinerja dari freelancer sebelumnya
92
karena efisien dari segi waktu. Kemudian freelancer sudah mengatahui
bahwa hak utamanya sudah terpenuhi di Event Organizer tersebut. Sehingga
jika adanya suatu pelanggaran maka pihak freelancer akan memilih diam
agar dapat dipekerjakan kembali.
12. Apakah Kak Irvan menyetujui jika hasil wawancara akan dilampirkan di
skripsi penulis? Terimakasih dan maaf jika mengganggu waktu istirahatnya
Kak Irvan
Saya setuju. Iya tidak apa-apa.
93
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Nurul Awaliah (Kak Nurul)
Usia : 22 Tahun
Tempat : Telpon Line
Hari/tgl : Kamis, 23 Juli 2020 pukul 16.45 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Kak?
Hai saya Nurul Awaliah dan biasa dipanggil Nurul.
2. Kak Nurul kuliah dimana?
Saya di Universitas Gunadharma yang ada di Karawaci .
3. Sebutkan event dan EO yang pernah Kak Nurul partisipasi untuk menjadi
bagiannya?
Volunteer the path of future, Volunteer Millenial Peace, Big Bad Wolf Book
Fair (BBW) 2019 dan 2020.
4. Bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi freelancer atau
Pekerja Harian Lepas?
Untuk yang volunteer biasanya ada relasi entah teman dekat atau dari yang
dulunya pernah saya urus eventnya di EO tersebut. Tapi ada beberapa
seperti di BBW yang mengikuti prosedurnya karena ada tahap seleksi untuk
dapat menjadi freelancer di sana.
5. Apakah Kak Nurul menerima kontrak kerja?
Saya terima kontrak yang dari BBW selama 2 (dua) tahun tersebut. Tetapi
untuk Volunteer the path of future dan volunteer Millenial Peace, dari pihak
EO nya tidak memfasilitasi sehingga saya juga tidak menanyakan hal
tersebut.
6. Melihat BBW kak Nurul mendapatkan kontrak kerja. Kemudian mengapa
saat acara Volunteer the path of future dan volunteer Millenial Peace dapat
bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
Saya merasa untuk seru-seruan saja dan menambah pengalaman karena
pada saat itu saya sedang liburan semester kuliah.
94
7. Apakah menurut kak Nurul bahwa kontrak kerja itu penting?
Sangat penting. Tetapi balik lagi, saya melihat kondisi tersebut. Jika dari
pihak EO tidak memfasilitasi maka saya pun tidak memaksakan untuk
diharuskan membuat kontrak kerja. Karena akan terasa canggung.
8. Berapa Jam perharinya kak Nurul bekerja saat mengurus suatu event?
8 (delapan) jam dan sebenarnya kalau kerja jadi freelancer lebih fleksibel
untuk waktunya. Bisa dikerjakan di siang hari atau malam hari untuk pra
eventnya. Namun lebih banyak lemburnya. Jika dibandingkan dengan BBW
yang saya dapat kontrak kerja. Tertulis di kontrak jam kerja selama 8
(delapan) jam maka sesuai waktunya. Dikarenakan adanya sistem shift
dengan freelancer lainnya
9. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Standar dari perusahaan EO biasanya memberikan uang makan dan gaji
10. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
Tidak pernah, ya saya berharap semoga saja tidak ada hal seperti itu. Saya
tahu bahwa waktu kerja saya relatif lebih singkat sehingga tidak terlalu
terlihat jika adanya suatu pelanggaran. Mungkin lebih merasa informasi
yang didapatkan dari pihak EO bersifat lisan. Sehingga hal yang terjadi saat
pelaksanaan terkadang ada yang tidak sesuai. Contohnya pembayaran
dilakukan dengan cash setelah berakhirnya acara pada saat itu, namun
ternyata dari pihak EO nya memberitahu jika pemabayaran akan di transfer
paling lambat satu hari kerja. Tetapi hal seperti ini menurut saya biasa saja
selama nominal pembayaran sesuai dengan kesepakatan diawal.
11. Apakah kak Nurul menyetujui jika hasil wawancara akan dilampirkan di
skripsi penulis? Terimakasih dan maaf yak kak Nurul mengganggu waktu
istirahatnya
Saya sangat setuju. Tidak apa-apa, saya senang jika dapat memberitahu hal
tersebut.
95
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Rezki (kak Rezki)
Usia : 23 Tahun
Tempat : Telpon Whatsapp
Hari/tgl : Selasa, 21 Juli 2020 pukul 17.10 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Kak? Dan kesibukan saat ini apa?
Kenalin nama saya Rezki. Saat ini saya menempuh pendidikan di
Universitas Gunadharma jurusan Psikologi semester akhir. Dan juga saya
dipercaya menjadi presiden suatu komunitas di Tangerang.
2. Baik kak Rezki, pertama yang saya tanyakan perihal pengalaman event dan
EO yang pernah kak Rezki partisipasi untuk menjadi bagiannya?
Sebenarnya banyak, tetapi bahas acara terakhir yang saya bantu saja ya.
Saya menyelenggarakan family gathering pada suatu perusahaan kemudian
saya juga pernah menjadi usher di working zone.
3. Bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi freelancer atau
Pekerja Harian Lepas?
Untuk suatu event yang bisa dibilang besar, ada sistem rekrutmen. Tetapi
dikarenakan saya sudah sering berpartisipasi pada suatu acara sehingga
biasanya beberapa pegawai dari suatu event organizer akan langsung
menghubungi saya.
4. Apakah kak Rezki menerima kontrak kerja?
Tidak pernah, mungkin melihat latar belakang saya yang direkrut untuk
membantu mengurus event dalam waktu yang relatif singkat biasanya
sekitar 2 minggu dari tahap pra sampai pasca event. Sehingga dari pihak EO
nya tidak membuat kontrak kerja. Apalagi saya sudah sering membantu EO
tersebut, bisa dibilang dari awal bentuk perjanjiannya secara lisan sehingga
sampai saat ini terbiasa menerapkan hal tersebut.
5. Apa alasan kak Rezki dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
96
Membantu teman, hal tersebut yang membuat saya merasa tidak
memerlukan kontrak kerja saat saya menjadi freelancer. Dan saya juga
merasa adanya kontrak kerja terasa lebih kaku dan akan canggung dengan
pihak Event Organizer. Berawal dari hal tersebut saya akhirnya terbiasa
bekerja tanpa adanya kontrak kerja.
6. Melihat hal tersebut, bagaimana pendapat kak Rezki mengenai pentingnya
suatu kontrak kerja pada freelancer?
Ya relatif sebenernya. Kebanyakan Event Organizer lebih memilih
freelancer dibandingkan merekrut dan menjadikannya pegawai tetap.
Dalam satu event, contohnya akan membutuhkan sampai 100 pekerja
tambahan pada saat pelaksanaan suatu acara. Namun, dari pihak Event
Organizer hanya membutuhkan kurang lebih 6 orang pegawai tetap untuk
dapat menjadi tim inti. Ya bisa dikatakan jumlah rekrutmen freelancer yang
bisa dibilang banyak pastinya akan sulit untuk Event Organizer membuat
satu persatu kontrak kerja. Tetapi jika waktu kerjanya yang lebih dari satu
bulan menurut saya dibutuhkan adanya kontrak kerja.
7. Bisa dikatakan, freelancer yang jangka waktu kerjanya (kurang dari 2 (dua)
minggu) yang relatif singkat tidak memerlukan adanya kontrak kerja?
Ya sebenernya balik lagi kesepakatan freelancer dengan Event
Organizernya seperti apa diawal. Tetapi biasanya freelancer mengikuti dari
pihak Event Organizer. Dan mengganggap tidak terlalu penting kontrak
kerja tersebut.
8. Berapa jam perharinya kak Rezki bekerja saat mengurus suatu event?
Biasanya 8 (delapan) jam perharinya tetapi terkadang suka lembur.
9. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Pihak Event Organizer biasanya memberikan makan dan gaji pastinya.
10. Bagaimana sistem pemberi kerja dalam pembayaran upah?
Setelah acara biasanya diberikan secara cash atau transfer paling lama satu
hari kerja.
11. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
97
Saya belum pernah, ya jangan sampai adanya pelanggaran.
12. Apakah kak Rezki menyetujui jika hasil wawancara akan dilampirkan di
skripsi penulis? Terimakasih atas waktunya dan maaf menggangu waktu
istirahatnya.
Iya tidak apa-apa dan saya sangat setuju. Dan berharap nantinya informasi
dari saya dapat bermanfaat oleh orang lain.
98
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Deffa (Kak Deffa)
Usia : 23 Tahun
Tempat : Telpon Line
Hari/tgl : Kamis, 23 Juli 2020 pukul 12.13 WIB
1. Sebelum memulai wawancara, bisa memperkenalkan diri terlebih dahulu,
Kak? Dan kesibukan saat ini apa?
Nama saya Deffa. Saya kuliah di Universitas Negri Jakarta dan saya juga
sering jadi freelancer di Young On Top tapi itungannya hanya membantu
mempersiapkan acaranya, bukan yang menjadi pegawai tetap.
2. Apakah selama adanya pandemi covid ini tetap mempersiapkan event yang
seharusnya diselenggarakan tahun ini?
Semua acara sudah dipastikan mundur dari jadwal sebelumnya.
Dikarenakan acara yang kami selenggarakan, sudah dipastikan akan
mengumpulkan banyak orang dalam jumlah besar.
3. Baik kak Deffa, apakah bisa memberitahukan event dan EO yang pernah
kak Deffa partisipasi untuk menjadi bagiannya?
Sudah banyak banget, mungkin aku sebutin beberapa divisinya aja ya yang
aku bantu di Young On Top. Pernah jadi koordinator admin, usher, dan
koordinator acara.
4. Bagaimana sistem perekrutannya untuk dapat menjadi freelancer atau
Pekerja Harian Lepas di Young On Top?
Awalnya dari teman yang kerja di sana. Kemudian join dan ya yaudah
langsung diterima aja. Mungkin karena bukan pegawai tetap jadi sistem
rekrutmennya lebih mudah.
5. Apakah kak Deffa menerima kontrak kerja?
Tidak. Karena dari pihak Event Organizernya tidak memfasilitasi dan saya
juga tidak menanyakannya ya akhirnya hanya ada perjanjian secara lisan
saja.
99
6. Apakah perjanjian lisan tersebut mudah dipahami dan memenuhi hak dasar
dari seorang freelancer?
Pada awalnya dari pihak Event Organizer secara personal akan menjelaskan
mengenai acara yang akan diselenggarakan dan dikerjakan. Dan jika ada
yang merasa belum jelas bisa ditanyakan langsung kepada pihak terkait.
Dan jika melihat hal tersebut, menurut saya sudah memenuhi hak dasar dari
seorang freelancer, dan juga cukup baik dalam memfasilitasi seorang
freelancer yang hanya bekerja sekitar satu minggu.
7. Apa alasan kak Deffa dapat bekerja tanpa adanya kontrak kerja?
Terlalu kaku jika menerima kontrak kerja seperti itu, karena menurut saya
volunteer merupakan suatu kegiatan yang tidak seperti magang. Sehingga
untuk seorang freelancer tidak membutuhkan adanya kontrak kerja.
8. Berapa Jam perharinya (Pekerja) bekerja saat mengurus suatu event?
Ya tidak menentu, biasanya saat pelaksanaan acara bisa dari jam 5 (lima)
pagi sampai 6 (enam) sore. Dan tidak menuntut kemungkinan saat pra acara
bisa sampai lembur di venue. Karena acara yang diselenggarakan bisa
sampai selama 3 (tiga) hari.
9. Apa saja jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada penerima
kerja?
Untuk seorang freelancer, makan dan fee sudah menjadi jaminan dasar. Dan
biasanya dari pihak event organizer menambahkan t-shirt dan juga snack.
10. Apakah ada pelanggaran kerja oleh pemberi kerja?
Tidak ada. Makanya saya sering membantu di sana.
11. Apakah kak Deffa menyetujui jika hasil wawancara akan dilampirkan di
skripsi penulis? Terimakasih dan maaf menggangu istirahat siangnya.
Iya tidak apa-apa dan saya menyetujuinya.
100
KONTRAK KERJA
Narasumber : Dina Oktavia (Kak Dina)
Usia : 22 Tahun
Pemberi Kerja : PT Mandiri Inti Bersama Gemilang
Waktu Kerja : 1 - 20 Maret 2020
101
102
103
104
105
106
107
KONTRAK KERJA
Narasumber : Emilia Nurani (Kak Emil)
Usia : 26 Tahun
Pemberi Kerja : PT Kanahama Sejahtera Indonesia
Waktu Kerja : 10 Agustus – 17 September 2017
108
109