G.H.A JUYNBALL

download G.H.A JUYNBALL

of 22

Transcript of G.H.A JUYNBALL

  • 1REVIEW JURNAL

    OTENTISITAS HADITS MUTAWATIR DALAM TEORICOMMON LINK G.H.A JUYNBALL

    A. PENDAHULUAN

    Hadits adalah sandaran hukum kedua ummat Islam setelah al-Quran,munculnya perdebatan antara pemerhati hadits serta adanya keragaman tingkatkeshahihan hadits menjadi persoalan yang komplek dan menuntut ummat Islammampu memilih dan memilah serta mengetahui derajat keshaihan hadits yangakan dijadikan sandaran hukum atau untuk pedoman dalam menjalanikehidupan.

    Salah satu hadits yang menjadi perbincangan pemerhati hadits yaituhadits mutawatir. hadits mutawatir diyakini derajatnya paling shahih danberasal lngsung dari nabi Muhammad SAW oleh karena itu wajib diamalkanummat Islam, namun hadits mutawatir dikalangan pemerhati hadits menjadiperbincangan yang pancang, masing-masing memliki cara dalam menilainyadan sampai kepada kesimpulan yang berbeda-beda, hingga timbul pertanyaan-pertanyaan baru yang menyisakan persoalan-persoalan baru juga terkait haditsmutawatir itu sendiri.

    Salah satu tokoh peneliti hadits yang aktif mengkaji hadits, tidakterkecuali hadits mutawatir yaitu G.H.A Juynboll. G.H.A Juynbollmempertanyakan hadits mutawatir beserta kreteria dan keabsahannya yangditentukan ulama hadits. G.H.A Juynboll dengan teori common linknyamenawarkan sebuah metode isnad dalam meneliti hadits untuk mencarijawaban mengenai sumber dan asal usul hadits khususnya hadits mutawatirdengan lebih akurat. Mozaki menganggap metode tersebut sebagai contohbaik dalam analisis isnad untuk menilai literatur hadits sebagai sumberpenelitian sejarah.

    Begitu halnya dengan Juynboll yang mempersoalkan keotentikan haditsmutatwatir. para ulama hadits-pun mempertanyakan hasil dari metode isnadG.H.A Juynboll dengan teori common link berikut dengan metodenya.

  • 2B. PEMBAHASAN1. Biografi Singkat G.H.A Juynboll

    G.H.A Juynboll lahir di leiden, belanda pada tahun 1935 M1. Iaadalah seorang pakar dalam bidang sejarah perkembangan awal haditsselama tiga puluh tahun lebih ia secara serius mencurahkan perhatiannyadalam melakukan penelitian hadits dari persoalan klasik hinggakontemporer. Ia adalah murid dari J. Brugmen, kepakarannya dalam kajiansejarah awal hadits menurut P.S. Van Koningsveld telah diakui ditingkatinternasional. Sehingga iapun disejajarkan dengan James Robson, FazlurRahman, M.M Azami, dan Michael Cook.2

    Semasa menjadi mahasiswa S1 Juynboll bergabung bersamasekelompok orang untuk mengedit satu karya yang kemudian menghasilkanseparo akhir dari kamus hadits. Pada tahun 1965 hingga 1966 dengan danabantuan dari The Nederlands Organization For The Advancement Of PureResearch (ZWO), ia tinggal di mesir untuk melakukan penelitian disertasimengenai pandangan para teolog mesir terhadap literatur hadits. Akhirnyadisertasi yang disusunnya itu dapat dipertahankannya pada hari kamispukul 14.15 dalam rangka meeraih gelar doktor dibidang sastra di fakultassastra universitas negeri leiden belanda3

    Setelah disertasinya diterbitkan oleh E.J Brill, Leiden pada tahun1969. Ia kemudian kembali melakukan penelitian mengenai hadits, selainmelaukan penelitian ia juga mengajar di berbagai universitas di Belanda, iaadalah ilmuan swasta yang kegiatan sehari-harinya sebgai daily Visitor diperpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Untuk melakukan penelitianhadits khusunya diruang baca koleksi timur tengah (Orintal Reading Room)dibawahseorang supervisor bernama Hans Van de Vlade.4

    1 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,2(ISLAMICA, Maret 2013), hlm.251

    2 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,Cet.1 (Yogyakarta: LKiSYogyakarta, 2009), hlm.15

    3 Ali Masrur, Asal Usul Hadits Telaah Atas Teori Common Link G.H.A. Juynboll, Disertasi(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2004),hlm. 18

    4 Ali Masrur, Asal Usul Hadits Telaah Atas Teori Common Link G.H.A. Juynboll, hlm.18-19

  • 3Sebgai seorang peneliti hadits Juynboll telah menghasilkan beberapkarya baik berupa buku maupun artikel, diantara karyanya yang utamayaitu terkait dengan hadits dan teori common link yaitu: The Authenticity ofthe Tradition Literature: Discusion in Modern Egypt, Muslim Trasition:Study in Chronology, Provenance, and Authorship of Early Hadith, danStudies on the Origins and Uses of Islamic Hadith5

    2. G.H.A Juynball Dan Teori Common LinkCommon link berarti kaitan bersama, ia merupakan istilah untuk

    seorang perawi hadits yang mendengar suatu hadits dari seorang yangotoritatif (berwenang), lalu ia menyampaikannya kepada sejumlah murid,dari si murid kemudian disiarkan ke beberapa murid yang lain. Perawitersebut masuk dalam matarantai perawi pertama yang meneruskan jalurperiwayatan hadits kepada lebih dari satu muridnya6. Jadi, common linkadalah seseorang perawi awal hadits yang kemudian menyebarkan haditssehingga hadits tersebut akhirnya diriwayatkan oleh banyak orang dalamberbagai tingkatan.

    Common link adalah sebuah teori yang dipersiapkan untukmenyoroti otentisitas sumber Hadits melalui perspektif sejarah. G.H.AJuynboll berangkat pada asumsi-asumsi dasar yang sudah dikembangkanoleh beberapa orientalis terdahulu. Asumsi dasar G.H.A Juynball yangmenjadi pijakannya dalam meneliti hadits yaitu: The more transmissionlines comes together in one ternsmitter either reaching him or going awayfrom him, the more this transmitter and his transmission have claim tohistorycity.7

    Artinya teori common link berangkat dari asumsi dasar bahwasemakin banyak garis periwayatan, maka semakin besar klaim otentisitasHadits secara historis. Sebaliknya, jika suatu Hadits diriwayatkan dari

    5 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,hlm. 18

    6 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm. 2537 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,

    hlm. 63

  • 4Nabi melalui seseorang (sahabat) kepada tabiin dan kemudian kepadatabi al-tabiin yang pada akhirnya sampai pada common link, dan setelahitu jalur isnad bercabang ke luar, maka kesejarahan jalur tunggal itu tidakdapat dipertahankan. Idealnya, menurut Juynboll, seharusnyabercabangnya isnad itu dimulai semenjak generasi awal dari perawiHadits, akan tetapi, faktanya, sebagian besar jalur isnad baru mulaibercabang pada generasi kedua atau ketiga sesudah Nabi.8

    Dengan demikian jalur periwayatan hadits yang dapat dipercaya(reliable) adalah jalur periwayatan yang menggambarkan sebuah simpulsebagaimana yang digambarkan oleh diagaram berikut ini:

    Diagram 1: jalur periwayatan hadits9

    Dari diagram di atas,tanpak bahwa periwayatan hadits yang idealmenurut G.H.A Juynboll adalah periwayatan yang semenjak awalberkembang, dengan demikian jalur peeriwatan model ini mengambilbentuk sebagaima berikut: cl pcl pcl pcl (pcl ) sejumlahkoleksi10

    Berdasarkan asumsi dasar dan diagram tersebut jelaslah bahwamenurut G.H.A Juynboll jalur periwayatan hadits seharusnya berkembangsejak dari nabi kepada sejumlah besar sahabat dan kemudian memancarkepada sejumlah besar sahabat, selanjutnya para sahabat jugamenyampaikannya kepada sejumlah besar tabiin dan seterusnya hingga

    8 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm.2549 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits

    Nabi,hlm. 6410 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits

    Nabi,hlm.64

    Periwayat

    CL

    PeriwayatCL atau Lainnya

    PCL

  • 5sampai kepada kolektor hadits Sebagaimana digambarkan dalam diagram 1di atas atau lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 2 berikut ini.

    Diagram 2 : Jalur periwayatan hadits11

    Sebaliknya, Juynboll menyatakan ketika Hadits banyakdiriwayatkan secara perseorangan, maka otentisitasnya sulit dibenarkan.Hadits-Hadits itu adalah kemungkinan diproduksi sendiri oleh perawiyang kemudian disandarkan kepada generasi otoritatif sebelumnyahingga sampai kepada Nabi. Hadits-Hadits tersebut selanjutnyadisampaikan kepada generasi berikutnya dalam jumlah periwayatan yangbanyak pada tiap tingkatan isnad-nya12.

    Jalur periwayatan model ini menurut Juynboll tidak dapatdipertahan dan yang menjadi persoalan adalah mengapa nabi hanyamenyampaikan haditsnya hanya kepada seorang sahabat, dan mengapa jugaseorang sahabat tersebut menyampaikannya kepada seorang tabiin, begitujuga mengapa seorang tabiin hanya menyampaikan haditsnya hanya kepadaseorang tabiit tabiin?13.

    Adapun model periwayan hadits seperti ini disebut modelperiwayatan kanonik. lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 3 sebagaiberikut ini.

    11 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan HaditsNabi,hlm. 65

    12 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm. 25413 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,

    hlm. 64

    TT

    NABI

    Sh Sh Sh

    TT T T TTTT

    TT TT TT TT TTTT TT TT TT TT TTTTTTTT

  • 6Diagram 3 model periwayatan hadits kanonik14

    Sebagaimana dijelaskan di atas, teori common link dikembangkanoleh Juynboll dari gagasan Joseph Schacht. Dalam The Origins ofMuhammadan Jurisprudence, Schacht menyatakan bahwa sistem isnadpada mulanya muncul dalam bentuk yang sangat sederhana, kemudianmencapai tingkat kesempurnaannya pada paruh kedua abad ketiga Hijriah,Schacht menyatakan bahwa isnad merupakan hasil rekayasa ulama abadkedua Hijriah dalam menyandarkan sebuah hadits kepada tokoh-tokohterdahulu hingga akhirnya sampai kepada Nabi untuk mencari legitimasiyang kuat eksistensi sebuah hadis15

    Teori tersebut berawal dari pemahaman Schacht terhadapperkembangan hadits sejalan dengan perkembangan hukum Islam.Menurutnya, hukum Islam baru dikenal sejak pengangkatan parahakim pada masa Dinasti Umayyah. Sekitar akhir abad pertamaHijriah, pengangkatan para hakim ditujukan kepada para fuqaha yangjumlahnya kian bertambah sehingga akhirnya menjadi aliran fiqhklasik. Untuk memperoleh legitimasi yang kuat terhadap putusan hukum

    14 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,hlm. 66

    15 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm. 254-255

    Tabiin

    Sahabat

    NABI

    (Tabiin)

    Common Link

    PeriwayatPeriwayat

    PeriwayatPeriwayat

    Koleksi KoleksiKoleksi Koleksi

    KoleksiKoleksiKoleksi

  • 7yang diambil, maka para hakim menyandarkan putusan-putusan itukepada tokoh-tokoh yang sebelumnya dipandang mempunyai otoritas.Penyandaran ini tidak hanya sampai kepada generasi di atas mereka,tetapi sampai kepada para sahabat dan akhirnya kepada Nabi.Tindakan ini melahirkan kelompok oposisi yang terdiri dari para ahlihadits.

    Para ahli hadits kemudian mempunyai pemikiran bahwa hadits-hadits formal yang berasal dari Nabi harus mampu menggantikanhasil-hasil putusan perkara yang sudah memasyarakat. Oleh karena itu,mereka membuat pernyataan-pernyataan yang diklaim sebagai laporan daripara saksi (perawi), baik yang mendengar ataupun yang melihat perkataanatau perbuatan Nabi yang kemudian diriwayatkan secara lisan dengandisertai isnad muttasil dan terpercaya.

    Proses penyandaran ke belakang seperti inilah yang kemudiandikenal dengan istilah projecting back atau backward projection(proyeksi ke belakang). Berdasar pemahaman seperti inilah kemudianSchacht berkesimpulan bahwa baik kelompok fiqh klasik maupunkelompok ahli hadits sama-sama memalsukan hadits. Oleh karenanyatidak ada hadits yang benar-benar berasal dari Nabi, yang ada hanyaproduk hadits yang terlahir dari persaingan antara para ulama tersebut.Schacht memberikan contoh, orang-orang Kufah seringkali mengaitkanteori-teori hukum mereka kepada Ibrahim al-Nakhai dan hal inidiikuti pula oleh orang-orang Madinah. Proses pengembalian pendapatkepada tokoh-tokoh di masa lampau ini kemudian berlanjut kepadatokoh-tokoh yang lebih klasik di kalangan sahabat, seperti IbnMasud, dan pada akhirnya kepada Nabi sendiri.

    Dengan demikian, baik Schacht maupun Juynboll sampai padapemahaman bahwa hadits-hadits Nabi adalah palsu. Perbedaannya, jikaSchacht secara meyakinkan menyatakan bahwa seluruh hadits, terutamahadits-hadits hukum, adalah hasil rekayasa para ulama abad kedua Hijriah,maka Juynboll melihat dari sisi kemungkinan terjadinya common link

  • 8para perawi tunggal yang menyebabkan hadits yang disampaikannyadinilai sebagai hadits yang tidak berasal dari Nabi, melainkan rekayasariwayatnya sendiri. Pada sisi yang lain16.

    Selain itu Juynboll juga mengatakan bahwa kita tidak akan pernahmenemukan metode yang sukses secara moderat untuk membuktikankesejarahan penisbatan hadits kepada Nabi SAW. Ia juga mengatakanbahwa metode kritik isnad memiliki beberapa kelemahan: 17

    a. Metode kritik isnad baru berkembang pada periode yang relatif sangatterlambat bila dipakai sebagai alat yang memadai untuk memisahkanantara materi hadits yang asli dan yang palsu

    b. Isnad hadits sekalipun shahih, dapat dipalsukan secara keseluruhandengan mudah

    c. Tidak diterapkannya metode yang tepat untuk memeriksa matan haditsBerangkat dari kelemahan dalam metode kritik hadits, Juynboll

    kemudian mengembangkan sebuah metode penelitian hadits untuk mencarijawaban mengenai sumber dan asal usul hadits dengan lebih akurat.Mozaki menganggap metode tersebut sebagai contoh baik dalam analisisisnad untuk menilai literatur hadits sebagai sumber penelitian sejarah.

    Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menerapkanmetode isnad Juynboll dengan teori common linknya tersebut yaitu:18

    a. Mencantumkan hadits yang akan ditelitib. Menelusuri hadits dalam berbagai koleksi haditsc. Menghinpun seluruh isnad haditsd. Menyusun dan merekonstruksi seluruh jalur isnad dalam satu bundel

    isnade. Mendeteksi common link, periwayat yang bertanggung jawab atas

    penyebaran hadits.

    16 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm.255-25617 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,

    hlm. 7918 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,

    hlm. 80

  • 93. Persfektif Ulama Hadits Tentang Hadits Mutawatira. Pengertian Hadits Mutawatir

    Secara bahasa mutawatir berasal dari kata mutatabi yang berartiyang datang berikut atau yang beriringan antara satu dengan yanglainnya dengan tak ada perselangan.19 Adapun secara istilah haditspengertian hadits mutawatir ada beberapa keterangan yaitu sbb:

    Khabar yang didasarkan kepada panca indera yang diberitakan

    oleh segolongan manusia yang berjumlah banyak yang mustahilmenurut adat, mereka bersatu lebih dahulu untuk mengabarkan beritaitu dengan jalan dusta20

    Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak dari

    sejumlah orang banyak pula yang mustahil menurut tradisi merekasepakat bohong.21

    Hadits-haits yang diriwayatkan oleh segolongan besar yang tidakterhitung jumlahnya dan tidak pula dapat diwahamkan, bahwa merekatelah sepakat berdusta, keadaan itu terus menerus hingga sampaikepada akhirnya22

    Pada keterangan lain disebutkan bahwa hadits mutawatir yaitusebagai berikut ini.

    Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah

    rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi

    19 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirajah Hadiets, Cet.2 (Djakarta: BulanBintang, 1961),hlm.10

    20 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirajah Hadiets,hlm. 1021 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Cet.2 (Jakarta:Amzah,2009), hlm.13122 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet.6 (Jakarta: Bulan

    Bintang, 1980),hlm.201

  • 10

    yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad dan semuanyabersandar kepada panca indra23.

    Sedangkan hadits mutawatir diriwayatkan oleh banyak perawiyang menurut adat kebiasaan mustahil mereka bersepakat untukberdusta tentang hadits yang mereka riwayatkan. Muhammad Ajjaj al-Khatib memberikan prasyarat, untuk menentukan kemutawatiransebuah hadits, juga harus diriwayatkan dari sejumlah perawi denganjumlah yang sepadan semenjak isnad pertama sampai terakhir danjumlah itu tidak berkurang pada setiap tingkatan isnad-nya.

    Senada dengan itu, Muhammad Abu Shuhbah dalam al-Wasitfi Ulum wa Mustalah al-Hadits menyatakan bahwa hadits mutawatirdiriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut nalar dan adatkebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta yang juga diriwayatkandari sejumlah perawi dengan jumlah yang sepadan semenjak isnadpertama sampai terakhir dengan syarat jumlah itu tidak berkurang padasetiap tingkatan isnad-nya dan sandaran beritanya berdasarkansesuatu yang dapat diindera seperti disaksikan, didengar, ataupunpembuktian lainnya.24

    Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa hadits mutawatiradalah hadits yang berdasarkan atas panca indra (penglihatan danpendengaran), yang diriwayatkan oleh banyak orang dan menurut akaltidak mungkin mereka bersepakat untuk bohong.

    b. Kreteria Hadits MutawatirMenentukan kriteria-kriteria hadits mutawatir dimaksudkan untuk

    menunjukkan validitas dan reliabilitas hadits mutawatir sehinggakebenarannya secara historis tidak diragukan. Serta untuk membedakanantara hadits mutawatir dan yang bukan, para ulama membuatkategorinya menjadi empat yaitu:25

    23 Nuruddin Itr, Ulumul Hadits, Cet.2 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012),hlm. 42824 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm.256-25725 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm. 257

  • 11

    1) Hadits itu diriwayatkan oleh perawi yang banyakDalam menentukan jumlah perawi atau kuntitas perawi para

    ulama berbeda pendapat menurut ibnu hajar hadits mutawatir tidakperlu ditentukan mengenai jumlah periwayatannya.26 Hal inidikarenakan tidak adanyadalil rinci yang menjelaskan banyaknyaperiwat hadits.

    Ada juga ulama yang memberikan pembatasan yang tetapdiantara mereka ada yang berpendapat 4 orang, 5 orang, 10orang(karena ia minimal jamak katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlahsahabat musa AS) bahkan ada yang berpendapat 300 lebih (jumlahtentara thalut dan perang badar), namun pendapat yang terpilihminimal 10 orang, seperti pendapat al-Ishthikhari.27

    2) Mustahil secara logika atau adat mereka sepakat berdustaJumlah perawi yang banyak ini secara logika mustahil

    terjadinya kesepakatan berbohong secara uruf ( tradisi). Melihatmasa awal pertumbuhan hadits yang tidak adanya fasilitas sepertitransportasi dan alat komunikasi sperti sekarang ini, dimana perluwaktu berbulan-bulan dalam kunjungan kesuatu negara, jadi jikaperiwayatan hadits berjumlah besar, sangat sulit bagi merekabahkan tidak mungkin mereka bersepakat untuk bohong dalamsuatu periwayatan.

    3) Jumlah banyak itu terjadi pada setiap lapisan isnadAdanya jumlah banyak orang pada setiap tingkatan

    (thabaqat), jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebgaian sanadsaja maka tidak dinamakan mutawatir tapi dinamakan ahad.

    4) Sandaran berita berdasar pada indera

    26 Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi,hlm.117

    27 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hlm.131

  • 12

    Maksud dari pancaindra adalah berita itu didengar dengantelinga atau dilihat dengan mata atau disentuh dengan kulit.Sandaran berita pada panca indra misalnya ungkapan periwayatan. (kami dengar) (kami sentuh atau kami melihat(Rasulullah SAW melakukan begini dan seterusnya)28

    c. Macam-Macam Hadits MutawatirDi samping itu, selain memberikan kreteria hadits mutawatir para

    ulama hadits juga membagi hadits mutawatir menjadi dua, yaitu:291) Mutawatir lafzi

    Ada beberapa pandangan mengenai pengertian haditsmutawatir lafzi yaitu sebagai berikut.

    Hadits mutawatir lafzi adalah hadits yang mutawatir sanadnyadengan satu redaksi.30

    Yaitu hadits yang mutawatir lafal dan maknanya.

    Sedangkan menurut Thahir al-Jaziri dalam kitabnya taujih an-nadzhar yang dikutif oleh hasbi ash Shiddieqy disebutkan bahwahadits mutawatir lafzi juga adalah:

    Hadits yang sesuai lafal para perawinya baik denganmenggunakan satu lafal atau lafal lain yang satu makna danmenunjukkan kepada makna yang dimaksud secara tegas.31

    Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa haditsmutawatir lafzi adalah hadits yang memiliki satu lafaz danterkadang juga satu makna yang tegas kepada makna yang dimasud.

    2) Mutawatir manawi

    28 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hlm. 132-13329 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball, hlm.25730 Nuruddin Itr, Ulumul Hadits,hlm. 43131 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hlm. 134-135

  • 13

    Hadits mutawaatir maknawi yaitu:

    Hadits yang mutawatir maknanya bukan lafalnya.Mutawatir maknawi adalah suatu yang mutawatir maksud

    makna hadits secara kongklusif, bukan makna dari lafalnya, maknalafal boleh berbeda antara periwayatn para perawi tetapi maksudkesimpulannya sama.

    Sebagian ulama juga mendifinisikannya sebagai berikut:

    Hadits yang berbeda lafal dan maknanya tetapi kembalikepada suatu makna yang umum.

    Dapat kita tarik kesimpulan bahwa hadits mutawatir maknawiadalah hadits yang lafal dan maknanya tidak sama namuan tetapkembali kepada makna yang umum.

    hadits mutawatir lafzi baik lafaz maupun maknanya bersifatmutawatir, diriwayatkan oleh banyak perawi semenjak awal sampaiakhir isnad dengan memakai redaksi yang sama. Menurut al-Khatib,hadits mutawatir lafzi diriwayatkan secara lafaz dari banyak orangyang mustahil mereka sepakat untuk berdusta dari awal hinggaakhir sanad. Sedangkan hadits mutawatir manawi hanya maknanyasaja yang mutawatir bukan lafaznya. Dengan kata lain, haditsmutawatir manawi adalah hadits yang periwayatannya disepakatimaknanya, akan tetapi lafaznya tidak.32

    Hadits mutawatir kategori ini disepakati proses transmisinyasecara maknawi, walaupun redaksinya berbeda-beda. Menurut Jalalal-Din Abd al-Rahman b. Abi Bakr al-Suyuti dalam Tadrib al-Rawi fi Sharh al-Nawawi, hadits mutawatir manawi adalah haditsyang dinukilkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka

    32 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm. 258

  • 14

    bersepakat untuk berdusta atas kejadian yang berbeda-beda tetapibertemu pada titik persamaan.

    Para ulama berbeda pendapat tentang keberadaan haditsmutawatir, terutama kategori lafzi. Berhubung hadits ini mensyaratkanbahwa dari segi isnad harus ada banyak perawi yang meriwayatkannyasemenjak awal sampai akhir isnad dan kesamaan redaksi padamatannya, maka tidak banyak hadits yang diriwayatkan dengancara ini.

    Dari hasil penelitian para ulama, mereka sampai pada kesimpulanyang sebagai berikut: Pertama, Ibn Hibban dan al-Khazimiberkesimpulan bahwa tidak ada hadits mutawatir lafzi. Kedua, Ibnal-Salah dan al-Nawawi menyimpulkan bahwa jumlah haditsmutawatir lafzi sangat sedikit sehingga sukar dikemukakan contohnyaselain hadits tentang ancaman Rasulullah terhadap orang yangmendustakan sabdanya dengan siksa neraka serta beberapa haditslainnya. Ketiga, kesimpulan Ibn Hajar al-Asqalani adalah bahwahadits mutawatir lafzi memang sedikit tetapi bukan sangat sedikitapalagi tidak ada. Pendapat bahwa hadits mutawatir sedikit sekali, atautidak ada, terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang keadaan paraperawi serta sifat-sifatnya yang menghendaki bahwa mereka itutidak mungkin mufakat untuk berdusta.33

    d. Contoh-Contoh Hadits Mutawatir1) Contoh hadits mutawatir lafzi

    Di antara dasar argumentasi tentang adanya hadits mutawatirlafzi adalah kitab-kitab yang sudah masyhur bahwa riwayathadits dari berbagai jalur sanad yang menurut adat dan nalarmustahil mereka terjadi kesepakatan dusta tentunya memberikankontribusi keilmuan. Contoh hadits mutawatir lafzi adalah:

    33 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm. 258

  • 15

    Barangsiapa berdusta atas namaku, maka hendaklah iamenempati tempat duduknya di neraka.

    Hadits ini diriwiyatkan oleh lebih dari tujuh puluh sahabatNabi, demikian seterusnya pada tiap tabaqah sanadnyadiriwayatkan oleh banyak perawi34

    2) Contoh hadits mutawatir maknawiSedangkan hadits mutawatir manawi jumlahnya lebih banyak

    karena tidak mensyaratkan kesamaan redaksi matan hadits, tetapicukup makna hadits-hadits itu sama, yang diriwayatkan olehbanyak orang pada tiap generasi perawi sampai kolektor hadits.Contoh hadits mutawatir manawi adalah hadits berikut ini:

    Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niat.35

    Selain hadits di atas, contoh lain hadits mutawatir manawiyaitu hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa yangdiriwayatkan dalam lebih dari seratus hadits. Hadits tentang ruyah,bilangan rakaat dalam salat, membaca al-Quran dengan jahr(keras) pada waktu salat Maghrib, Isya, dan Subuh, tawaf di Baytal-Allah, melempar jumrah manasik haji dan lainnya. 36

    e. Kitab-kitab hadits mutawatirAda beberapa literatur yang sengaja mengoleksi Hadits-Hadits

    mutawatir, di antaranya al-Azhar al-Mutanatshirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah yang disusun berdasarkan bab-bab tertentu, Jalal al-Dinal-Suyuti dalam Qatf al-Azhar, dan Nazm al-Mutanathir min al-Haditsal-Mutawatir karya Muhammad Ibn Jafar al-Kattani37 kemudiansetelah itu muncul karangan al-Ustadz Syekh Abdul Aziz al-Ghammari,yaitu; Ithaf Dzawil Fadhail al-Musythahirah Fi al-Waqaa min al-Ziyadah ala al-Azhar al-Mutanatshirah fi al-Hadits al-Mutawathirah.

    34 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm. 25935 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits,hlm.20236 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm.25937 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm.259

  • 16

    Dalam kitab yang terakhir ini ia menyebutkan jumlah hadits mutawatiryang benar.38

    C. Analisia Kritis Terhadap Teori Common LinkTeori common link ala Juynboll bukan tanpa cela. Setidaknya ada

    beberapa hal yang menjadi kelemahan teori tersebut, antara lain:1. Aspek Definitif Hadits Mutawatir

    Bagi Juynboll, definisi hadits mutawatir selama ini masih problematiskarena perumusannya mengalami berbagai perubahan yang tidaksederhana. Sepintas pernyataan Juynboll itu dapat diterima dengan merujukpada bukti historis berupa karya-karya ulama hadits sejak abad keempathingga kesembilan hijriah dan seterusnya.

    Asumsi Juynboll tersebut dapat ditanggapi sebagai berikut: pertama,perubahan dan bahkan perbedaan definisi dalam suatu konsep keilmuanmerupakan tabiat ilmu pengetahuan yang terus berkembang dan berevolusi.Kedua, hadits mutawatir yang diterapkan pada momen tertentu adalahsesuatu yang wajar. Ketiga, Juynboll tidak membuktikan siapa dan dalamkasus apa istilah mutawatir sering digunakan secara longgar atau bahkansecara salah Keempat, bukti historis yang diajukan Juynboll terhadapkonsep mutawatir, masih menyisakan problem dan bisa dikritik kembali39

    Selain itu, dari pembahasan tentang hadits mutawatir di atas dapat kitalihat bahwa pengertian hadits mutawatir sangat jelas walapun para ulamamendifinisikan hadits mutawatir dengan kalimat yang berbeda-beda namunmemiliki makna yang sama atausampai kepada kesimpulan yang samayaitu hadits mutawatir adalah hadits yang berdasarkan atas panca indra(penglihatan dan pendengaran), yang diriwayatkan oleh banyak orang danmenurut akal tidak mungkin mereka bersepakat untuk bohong.

    2. Analisis Kriteria Hadits MutawatirSebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk menunjukkan validitas

    dan reliabilitas hadits mutawatir serta untuk membedakan antara hadits

    38 Nuruddin Itr, Ulumul Hadits,hlm.433-43439 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm.

  • 17

    mutawatir dengan hadits yang lain, para ulama membuat kriteria-kriterianya, antara lain: a). hadits diriwayatkan oleh banyak perawi; b).tidak ada kesepakatan naluriah untuk berdusta; c). jumlah massal itu terjadipada setiap lapisan isnad; dan d) validasi berita hadits secara inderawi.

    Menurut Juynboll, kriteria-kriteria hadits mutawatir tersebutsebenarnya tidak berguna. Satu-satunya kriteria yang dapat diterapkan padaberbagai periwayatan hadits mutawatir yaitu banyaknya jumlah perawipada tiap-tiap tabaqah isnad, dan mengesampingkan kriteria-kriterialainnya yang dapat dikritisi sebagai berikut: a). Antara-kriteria bisa salingmenguatkan, b). pernyataan Juynboll bahwa kriteria hadits mutawatirhanya dapat diterapkan pada periwayatan massal dengan cara yang tidakberstandar layak dipertanyakan pula, sebab cara pengukuran ke-mutawatir-an suatu hadits yang didasarkan pada keempat kriteria di atas dengansendirinya menunjukkan bahwa hadits mutawatir dapat diukur berdasarkanpada kriteria yang standar. c). kalau dikatakan bahwa kriteria yangdigunakan tidak sistematis, hal ini masih menyisakan pertanyaan. Sebab,dari sisi ke-mutawatir-an suatu hadits, kriterianya sudah jelas dan dari sisiriwayat bi al-mana, para ulama hadits telah menentukan segalapersyaratannya.40

    G.H.A Juynboll yang hanya menerima satu kreteria dalammenentukan hadits mutawatir adalah kurang tepat karena masing-masingkreteria tersebut saling melengkap dan saling menguatkan, antarabanyaknya periwayat atau validasi secara indrawi adalah sama-samamembuka menguatkan dalam mejaga kemungkinan tidak terjadinyakesepakan bohong,

    3. Analisis Jumlah Jalur IsnadJumlah jalur isnad pada hadits mutawatir, menurut para ulama hadits

    harus banyak pada tiap-tiap tabaqah-nya. Mereka berbeda pendapat tentang

    40 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm.262-263

  • 18

    batas minimal dari kriteria banyak itu. Sebagian ulama mengatakan bahwajumlah minimal itu adalah empat perawi.

    Ulama lain berpendapat 5, 7, 10, 12, 40, 70, dan bahkan ada yangberpendapat tiga ratus orang lebih. Mengutip pendapat sebagian ulama, al-Suyuti menyatakan bahwa pendapat yang terpilih adalah 10 orang karenamerupakan batas minimal bilangan banyak. Jumlah 10 ini juga dinyatakanoleh Mahmud al-Tahhan. Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, tidak disyaratkanbilangan dalam jumlah tertentu. Karena banyak itu adalah jumlah yangmenghasilkan keyakinan pasti terhadap kebenaran sebuah berita.

    Jadi, menurut ulama hadits, hadits mutawatir diriwayatkan olehbanyak perawi yang terdiri atas empat perawi atau lebih. Perawi yangbanyak itu terjadi sejak perawi pertama (dari kalangan sahabat), perawitabaqah kedua (para tabiin), tabaqah ketiga (para tabi al-tabiin), danseterusnya sampai para kolektor (mukharrij) hadits. Dengan demikian,proses periwayatan melibatkan banyak orang sehingga tidak mungkinmereka bersepakat dusta tentang hadits yang mereka riwayatkan dankarenanya berita (hadits) yang disampaikan terjamin kebenarannya.

    Tentang hal ini, Juynboll mempersoalkan jumlah perawi, apakahmenunjuk pada sekumpulan jalur tunggal yang tidak menunjukkankoherensi sehingga tidak mungkin disusun sebuah isnad atau menunjukpada sekumpulan isnad yang jika disusun akan membentuk sebuahlingkaran isnad.

    Penjelasan Juynboll ini berbeda dengan keterangan para ulama haditstentang bagaimana proses periwayatan hadits mutawatir. Penggunaanistilah jalur tunggal (singgle strand) yang terdiri dari tiga atau empat perawidan istilah lingkaran isnad jarang atau bahkan tidak pernah dipergunakanoleh ulama hadits. Ketika melakukan itibar hadits, para ulamamemaparkan jalur-jalur isnad tanpa mencari mana jalur tunggal dan manayang bukan dalam lingkaran isnad. Keterangan Juynboll di atas sangatdipengaruhi oleh teori common link yang selalu fokus pada kemungkinan

  • 19

    adanya jalur tunggal periwayatan hadits yang berupa kaitan bersama dantempat ditemukannya pemalsuan hadits.

    4. Analisis Argumentasi Keotentikan Hadits MutawatirKetika menjelaskan tentang keberadaan hadits mutawatir, terutama

    hadits mutawatir lafzi, para ulama hadits mendasarkan pada hadits yangberbunyi.

    Barangsiapa berdusta atas namaku, maka hendaklah ia

    menempati tempat duduknya di neraka.Menurut Juynboll, dalam beberapa isnad yang mendukung matan

    hadits yang dianggap berasal dari Nabi tersebut, Shubah adalah common

    link tertua dan paling teruji kebenarannya. Hadits tersebut muncul karenaShubah marah melihat maraknya pemalsuan hadits yang dilakukan oleh

    para ahli hadits sezamannya, terutama para tukang cerita (qussas) yangsuka menambahi matan hadits. Untuk menghentikan gerakan pemalsuanhadits yang dirasa akan membahayakan ajaran Islam, maka Shubah

    membuat matan hadits yang mencaci kebohongan itu. Hanya saja, menurutJuynboll, hadits anti-kebohongan tersebut tidak terdeteksi oleh para ahlihadits hingga sekarang41

    Menurut Ibnu as-Shalah hadits di atas diriwayatkan lebih dari 70orang, 10 diantanya adalah para sahabat yang digembirakan nabi masuksurga.42 demikian seterusnya pada tiap tabaqah sanadnya diriwayatkan olehbanyak periwayat.

    Menurut Abu Bakar al-Sayri, hadits ini diriwayatkan secara marfuoleh enam puluh sahabat. Sebagian ahli huffaz (parapenghafal hadits)mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh enam puluh dua sahabat,termasuk sepuluh sahabat yang telah diakui akan masuk surga. Menurut

    41 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm.26742 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hlm.,hlm.35

  • 20

    mereka, tidak diketahui hadits lain yang dalam sanadnya terkumpul sepuluhsahabat yang diakui masuk surga kecuali hadits ini. Pendapat laindikemukakan oleh Ibrahim al-Harabi dan Abu Bakar al-Bazari bahwahadits ini diriwayatkan oleh enam puluh sahabat. Menurut Abu al-Qasim b.Manduh, hadits tersebut diriwayatkan oleh lebih dari delapan puluh orangsahabat. Sebagian pendapat menyebutkan diriwayatkan oleh lebih dariseratus sahabat, bahkan menurut lainnya dua ratus sahabat.

    Hadits tersebut menjadi dasar tentang larangan berdusta terhadap Nabidan salah satu kriteria hadits mutawatir adalah kemustahilan para perawisepakat berdusta. Kejujuran menjadi kunci pokok kebenaran periwayatan.Suatu hadits yang dibuat atau diriwayatkan secara dusta tidak dapatditerima dan dinilai sebagai hadits palsu, baik hal itu dilakukan secaraindividual maupun kolektif43

    43 Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,hlm.266

  • 21

    D. Kesimpulan

    Hadits mutawatir adalah hadits yang berdasarkan atas panca indra(penglihatan dan pendengaran), yang diriwayatkan oleh banyak orang danmenurut akal tidak mungkin mereka bersepakat untuk bohong, haditsmutawatir tergolong hadits yang paling shohih dan bersumber langsung dariNabi Muhammad SAW

    Oleh karena itu hadits mutawatir jumlahnya sedikit dibandingkan yanglain, dalam memntukan hadits mutawatir para ulam sangat hati-hati hinggapara ulama hadits telah memberikan kreteria hadits mutawatir untukmenunjukkan validitas dan reliabilitas hadits mutawatir sehingga kebenarannyasecara historis tidak diragukan, Adapun kreterianya yaitu: a). haditsdiriwayatkan oleh banyak perawi; b). tidak ada kesepakatan naluriah untukberdusta; c). jumlah massal itu terjadi pada setiap lapisan isnad; dan d) validasiberita hadits secara inderawi.

    sedangkan Juynboll dengan metode isnad teori common linknya telahmenemui kegagalan dalam memberikan jawaban mengenai sumber dan asalusul hadits disebabkan teori tersebut masih banyak kekurangan hingga masihbisa menimbulkan pemalsuan sanad hadits yang tentunya akan berdanfakterhadap derajat keshahihan hadits itu sendiri, sehingga apa yang ditentukanulama hadits terkait pengeritan kreteria hadits mutawatir lebih tepat dijadikantolak ukur untuk menilai hadits mutawatir.

  • 22

    Daftar Pustaka

    Ash Shiddieqy, M. Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirajah Hadiets, Cet.2 Djakarta:Bulan Bintang, 1961

    Ash-Shiddieqy,T.M. Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet.6. Jakarta:Bulan Bintang, 1980

    Idri, Otentisitas Hadith Mutawatir Dalam Teori Common Link G.H.A Juynball,2ISLAMICA, Maret 2013

    Itr, Nuruddin. Ulumul Hadits, Cet.2 Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadits, Cet.2, Jakarta:Amzah,2009Masrur, Ali. Asal Usul Hadits Telaah Atas Teori Common Link G.H.A. Juynboll,

    Disertasi Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2004Masrur, Ali. Teori Common Link G.H.A Juynboll, Melacak Akar Kesejarahan

    Hadits Nabi, Cet.1 Yogyakarta: LKiSYogyakarta, 2009Nasrullah, Metodologi Kritik Hadits, Studi Takhrij al-Hadits dan Kritik Sanad, 4,

    Jurnal Hunafa, Desember 2007Zuhdi, Masyfuk. Pengantar ilmu hadits, Cet.4, Surabaya:Bina Ilmu 1983