Gereja Gedangan2
-
Upload
teddyyunantha -
Category
Documents
-
view
471 -
download
14
Transcript of Gereja Gedangan2
Gereja Gedangan, itulah nama sebuah gereja yang sering disebut-sebut
oleh banyak orang Katolik di Kota Semarang, di mana sebenarnya memiliki
nama Gereja Paroki Santo Yusup. Gereja pertama di Semarang ini sering
disebut dengan Gereja Gedangan karena gereja ini terletak di Jalan
Ronggowarsito yang dulunya bernama Gedangan. Gereja Gedangan ini sampai
sekarang masih terus aktif dan terlibat dalam kehidupan bergereja meskipun
sekarang gereja ini bisa dikatakan semakin menurun karena banyaknya factor
yang tidak mendukung “kelangsungan hidup” gereja ini.
1. Sejarah Singkat
Ada sedikit cerita dibalik pembangunan Gereja Santo Yusup Gedangan,
yakni berikut ini sejarah singkatnya :
Pada tanggal 20 September 1843 tahta suci mengangkat Betawi menjadi
vikariat Apostolik. Sebagai Vikaris Apostolik diangkat Mgr. J. groof. Beliau
dipindahkan dari Suriname dan tiba di Indonesia pada 21 April 1845. Segera
timbul konflik dengan pemerintah kolonial yang tidak biasa berurusan dengan
pejabat-pejabat gereja yang tidak diangkat oleh pemerintah sendiri dan masih
berpegang pada peraturan lama yang menentukan bahwa “hanya imam yang
diangkat dengan kepuasan pemerintah diakui sah dan boleh memimpin upacara
keagamaan di muka umum.”
Mgr. Grooff segera mulai menertibkan keadaan gereja dengan
memberhentikan beberapa pastor yang hidupnya tidak pantas sebagai seorang
imam. Salah seorang pastor dipecat adalah Pastor A. Grube, yang pada waktu
itu menjadi pastor di Semarang (1832-1845). PGPM Semarang menerima
keputusan itu dan segera menutup gereja dan menyegel tabernakel. Tetapi
pemerintah ternyata tidak mengakui pemecatan itu. Maka oleh pastor Grube
gereja dapat dibuka lagi. Namun sebagian besar uamat tidak mau mengikuti lagi
misa yang dipersembahkan oleh Pastor Grube. Dengan adanya peristiwa antara
1
pemerintah dengan Mgr. Grooff semakin meruncing. Dalam bulan Februari
1846 Mgr. Grooff dipaksa meninggalakan Indonesia. Akhirnya Raja Willem II
di Belanda yang cukup liberal turun tangan. Ia membenarkan tindakan-tindakan
mgr. Grooff dan mengharuskan imam-imam yang dipecat untuk pulang ke
Nederland. Juga Pastor Grube pulang ke Belanda. Setibanya di situ ia
melepaskan jubahnya dan kawin. Dengan demikian di seluruh Indonesia hanya
tinggal satu imam, yaitu Pastor Staal, Pr. Di kota
Padang.
Baru pada tanggal 17 Oktober 1846 Semarang mendapat pastor lagi,
yaitu Pastor H. van der Grinten, Pr. (1847-1854). Dalam tahun 1848 Mgr.
Vrancken, pengganti Mgr. Grooff, datang dari Betawi mengunjungi Semarang
dan menyatakan harapannya supaya di Semarang segera dibangun gereja yang
layak. Tetapi untuk itu dibutuhkan tanah dan modal. Pastor J. W. Sanders, Pr.
(1854-1858) mulai mencari tanah, pertama-tama di Heerenstraat (sekarang Jl.
Jend. Suprapto), tetapi gagal. Kemudian dia berhasil membeli tanah di Jl.
Cendrawasih, yaitu sebelah selatan Komedi ( bangunan yang sampai sekarang
masih ada, walaupun dalam keadaan terlantar). Tanah yang dulu dibelinya
sekarang menjadi Cendrawasih 23 dan ditempati oleh PT EMKL Marabunta.
Seorang arsitek segera membuat rencana untuk pembangunan gereja, tetapi
tidak pernah dilaksanakan karena keterbatasan uang. Sebagai langkah sementara
untuk menambah tempat di tempat ibadah darurat di Taman Sri Gunting, Pastor
Sanders melepaskan lantai atasnya dan ia sendiri pindah ke rumah lain. Pastor
berikut yang berada di Semarang adalah Mgr. J. Lijnen, Pr. (1858-1882). Dalam
bulan Oktober 1859 G.G mengunjungi Semarang dan sempat melihat keadaan
gereja darurat yang tidak memenuhi syarat itu, lalu menawarkan subsidi dari
pemerintah. Tetapi subsidi baru turun 10 tahun kemudian, dalam tahun 1869,
sebanyak f. 50.000.
Pada waktu itu PGPM sudah berhasil membeli sebidang tanah di sebelah
timur ja;an yang dulu dinamakan Zeestraat, kemudian kloosterstraat, lalu
Gedangan, dan sekarang Jalan Ronggowarsito. Arsitek W.I. van Bakel sudah
diberi tugas mebuat rencana pembangunan gereja dan umat sudah mulai
mengumpulkan batu bata. Kemudian kurang lebih 650 pancang dimasukkan ke
dalam yang kurang keras untuk menahan bangunan besar itu. Diatas pancang-
pancang itu dibuat fondasi daei batu kali serta lantai.
2
Batu pertama diletakkan oleh Pastor Lijnen pada 1 Oktober 1870. Dalam
itu ia didampingi oleh pastor P.J. den ouden yang sudah sejak 1848 tinggal di
Semarang sebagai Pastor pembantu. Peristiwa itu disaksikan oleh semua
pengurus gereja, arsitek,para suster, dan anank-anak dari panti asuhan. Beberapa
lama pembangunan terhenti karena panitia kehabisan uang. Lalu diteruskan lagi
sedikit demi sedikit. Dalam tahun 1873 usuk-usuk atapnya sudah mulai
dipasang. Tetapi pada 12 mei jam 8.30 sekonyong-konyong atapnya runtuh,
karena tiang-tiang di sebelah kanan kurang kuat. Menurut sumber lain, karena
kualitas batu bata yang dipakai kuarang baik, maka tembok sebelah kiri runtuh.
Syukurlah dalam musibah itu tidak ada korban. Setelah peristiwa itu tembok-
tembok dibangun kembali dengan batu bata yang diimpor dari Belanda, tetapi
gereja dibuat lebih rendah daripada rencana semula. Kapal-kapal Belanda sering
dating ke Indonesia dalam keadaan kosong. Lalu, supaya kapal-kapal itu tidak
terlalu ringan sehingga diombang-ambingkan gelombang laut, diisi saja dengan
batu bata. Di pelabuhan batu bata itu dijual dengan harga murah.
Ubin lantai merupakan sumbangan dari perusahaan keramik ragout di
Maastricht, Nederland. Tadinya direncanakan ujung menara berwujud lancip
dan tinggi. Tetapi akhirnya tidak jadi dilaksanakan karena bahaya gempa bumi.
Meskipun demikian, dalam buku karangan Pater A.I. van Aernsbergen, S.J.
tentang sejara gereja di Indonesia, yang diterbitkan tahun 1934, ditulis, “Gereja
ini, yang dibangun dengan gaya gotik sedikit serta diberi menara yang tegap,
sampai lama merupakan salah satu gereja paling bagus di Indonesia, dan
sekarang pun pantas dilihat, berkat polykromi (pengecatan berwarna banyak)
indah yang dibuat oleh Pastor van Hout S.J sekitar tahun 1900. Gereja ini dapat
memuat sekitar 800 orang.” Sebenarnya kalu kita ingin mendpat kesan tentang
bagaimanakah gaya gotik (lebih tepatnya gaya neo gotik) kita lebih baik melihat
kapel susuteran Gedangan.
Gereja Gedangan dengan Santo Yusup sebagi pelindungnya diresmikan
pada tanggal 12 Desember 1875 dan diberkati oleh Pastor Mgr. J. Lijnen.
Seluruh pembangunannya menghabiskan biaya f. 110.000. Biaya itu didapat
dari subsidi, dari pengumpulan dana terus-menerus, juga di kota-kota lain di
Indonesia, dari lotre dan akhirnya dari hasil penjualan tanah di Jalan
Cendrawasih yang tidak jadi dipakai untuk gereja serta penjualan gereja lama di
taman Srigunting, Pembangunan tidak meninggalkan utang.
3
Tak lama kemudian kesehatan Pastor Lijnen mulai menurun dan beliau
akhirnya meninggal di Ungaran pada tanggal 10 juni 1882 di usia 67 tahun. Atas
permintaan umat katolik Semarang ia dimakamkan di kerkop Kobong pada 17
Juni 1882. Diatas makamnya didirikan tugu persegi empat dari marmer. Di
bagian depan terlihat potret Pastor Lijnen sendiri, di sebelah kiri dan kanan
relief gereja di Padang dan Semarang yang telah dibangunnya, dan di bagian
belakang Pastor Lijnen terlihat dikerumuni anank-anak yatim piatu, yang telah
mendapat perhatian begitu besar oleh Beliau. Pada tahun 1976 sebenarnya dari
pihak Gereja Gedangan berencana untuk memindahkan makam Pastor Lijnen di
kerkop Kobong karena kerkop Kobong akan ditutup. Tetapi pada hari-hari
berikutnya ternyata batu-batu marmer itu sudah diambil orangdan tidak pernah
ditemukan lagi. Sedangkan jenazah Mgr. Lijnen segera dipindahkan di kuburan
Girisonta, Ungaran.
Dalam tahun-tahun sesudah peresmiannya, Gereja Gedangan diperindah
terus. Pada tahun 1880 didirikan altar baru model gotik, yang dibuat di kota
Duesseldorf, Jerman, dan sekarang masih dipakai sebagai altar Sakramen
mahakudus. Pada tahun 1882 dibuat bangku komuni, tetapi sejak Konsili
Vatikan II tidak dipakai lagi. Pada tahun yang sama menara dilengkapi dengan
jam dan dua lonceng. Kemudian jendela-jendela dihias dengan kaca berwarna
(stained glass). Bangku-bangku yang sekarang digunakan dibuat pada tahun
1885. Pada tahun 1903 didirikan organ pipa dan dipasang juga gambar-gambar
jalan salib.
Itulah sejarah singkat pembangunan Gereja Gedangan yang sampai kini
masih aktif dalam pelayanan umat Katolik
2. Seputar Gereja Gedangan
Berdasarkan keterangan hasil wawancara dengan Romo Markus Irwan
Susiananta akrab dipanggil Romo Irwan, salah satu romo di Gereja Gedangan
yang mulai mengabdikan dirinya di Gereja Gedangan sejak 1 Oktober 2003.
Penulis mendapatkan begitu banyak wawasan tentang Paroki Gedangan dimana
Penulis tempati. Banyak sekali suka maupun duka yang Romo Irwan rasakan
selama dia menjadi romo. Sukanya adalah bahwa Beliau bisa menjadi lebih aktif
karena di Gereja Gedangan banyak sekali kegiatan yang bisa Beliau lakukan
baik intern atau ekstern gereja. Dukanya ialah ketika Beliau dipindahkan ke
4
Paroki lain, Beliau harus berusaha untuk beradaptasi lagi, tetapi bagi Dia hal itu
merupakan hal biasa yang pasti setiap orang biasa rasakan.
Gereja Gedangan yang diresmikan tanggal 12 Desember 1976 ini
memiliki luas wilayah yang bisa dikatakan sangat besar (tidak bisa
dipublikasikan). Di dalam perkembangannya gereja ini memiliki jumlah stasi
satu dengan terdapat 13 wilayah yang membawahi 59 lingkungan, di mana
setiap wilayahnya biasanya membawahi 4-6 lingkungan. Di samping itu, pada
gereja ini kita masih bisa menemukan adanya etnik budaya Jawa dikarenakan
sebagian besar umatnya adalah orang-orang Jawa dan yang cukup bisa
membanggakan lagi dari gereja ini adalah umatnya yang berjumlah cukup
banyak sekitar 12.000 orang dengan keadaan ekonomi kebanyakan kelas
menengah ke bawah, di mana sebagian besar pekerjaannya adalah buruh.
Menurut pendapat Bpk. Wahono, salah seorang umat yang bekerja di SD
Marsudirini Gedangan (depan Gereja Gedangan) ini. Beliau sangat senang bisa
ikut dalam umat Paroki Gedangan , karena banyak sekali item kegiatan yang
bisa diikuti seperti koor, lector, dll, serta hubungan antara umat dengan paroki
sangat akrab sekali. Juga saat Beliau melihat dari segi keterlibatan SD
Marsudirini Gedangan yang Beliau bekerja di dalamnya, Beliau sangat senang
karena dari pihak paroki mau memberi kesempatan pada SD Marsudirini
Gedangan untuk ikut swerta dalam pelayanan gereja. Hal itu sering diwujudkan
dalam bentuk mengirimkan wakil dari murid untuk berpatisipasi dalam kegiatan
seperti koor, lector, misdinar, dll. Beliau sebagai umat terkadang juga
menemukan adanya umat yang tidak bisa atau tidak mau ikut aktif dalam
kegiatan kegerejaan. Tetapi menurut Beliau kesemua hal itu bisa dimaklumi
karena biasanya masalah tersebut disebabkan adanya kawin campur atau beda
agama serta kesibukkan setiap pribadi orang yang pastinya berbeda-beda satu
sama lainnya. Dan saran Beliau masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan
adanya saling pengertian antara pasangan yang kawin campur (beda agama)
serta dapat membagi waktu bagi mereka yang sibuk sehari-harinya.
Itulah isi secara umum Gereja Gedangan menurut Romo Irwan selaku
perwakilan romo di Gereja Gedangan dan juga Bapak Wahono mewakili umat
di Keparokian Gedangan Semarang.
5
3. Struktur Dewan Paroki
Di dalam suatu organisasi tentu saja ada suatu struktur yang menopang
system kerja organisasi tersebut, yang mana bila di paroki sering disebut dengan
Dewan Paroki. Maka berikut inilah skema struktur Dewan Paroki Gereja
Gedangan.
Ketua Umum (Pastor Kepala)Wakil Ketua Umum (Pastor Pembantu)
Pengurus Harian Ketua I,II,III (ketua)(awam)Sekretaris I+IIBendahara I+IIPengurus Stasi
Dewan Paroki Inti Korwil (sejauh ada)Anggota yang ditunjuk
Ketua-ketua Seksi-seksiKetua-ketua Wilayah-wilayahatau dan Stasi-stasi
Dewan Ketua-ketua/ Pamong-pamong/ Lingkungan-Paroki Pleno
lingkungan/dan Kring-kring
Wakil-wakil dari (sejauh ada):Organisasi-organisasi,biara-biara,karya pstoral profesional,karya pastoral karitatif,tokoh-tokoh lain.
Catatan :
1. De fakto di keuskupan Agung Semarang pada garis besarnya sudah
terdapat 3 macam type paroki, yakni :
Paroki tanpa stasi: kebanyakan paroki dalam kotamadya.
Paroki dengan stasi: kebanyakan paroki pinggiran kota dan paroki desa.
Paroki berentuk semacam federatif, yakni terdiri dari beberapa stsi uang
mempunyai kedudukan sejajar. Bila bentuk ini karena situasi khusus dirasakan
dan dialami sebagai bentuk yang paling baik berfungsi, dapat terus
6
diperkembangkan dengan catatan Pastor Kepala ex officio menjadi Ketua
Umum untuk Dewan masing-masing stasi.
Di Gereja Gedangan terdapat juga skema/bagan kepengurusan Paroki
Gedangan yang lebih detail, di mana dalam skema berikut ini digambarkan
struktur setiap seksi-seksinya. Berikut adalah skema kepengurusannya
berdasarkan beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Gereja Gedangan.
KETUA UMUM
WAKIL KETUA UMUM
KETUA I-KETUA II-KETUA III `
SEKRETARIS I-SEKRETARIS II STASIBENDAHARA I-BENDAHARAII
SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI WILAYAH WIL.
PEWARTAAN LITURGI P. S. E. P. K. K. K. KHUSUS
LINGKUNGAN LINGK.
Sub seksi Sub seksi Sub seksi Sub seksi KelompokPen.
Sakramen Pro Diakon Pen. Non Hub. AntarSanta
Monica
Sub seksi Sub seksi Sub seksi Sub seksi Kelompok
Katekis Putra Altar Kesehatan WKRILegio
Mariae
Sib seksi Sub seksi Sub seksi Sub seksi Kelompok
Bina imam Lektor Koperasi Mudika M. E.
PIA,PIK,PID
Sub seksi Sub seksi Kelompok
KoorRukun
KematianPend.
Keluarga
Sub seksi Sub seksi Kelompok
Paramenta Tenaga KerjaPD.
Karismatik
Sub seksi Kelompok
Hias AltarKeluarga
Kasih
Sub seksi Kelompok
Tata Tertib K.K.M.K
Kelompok
Pasukris
7
4. Apa Saja Kegiatan-kegiatan Paroki Gedangan?
Ada berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan Paroki Santo Yusup
Gedangan , Semarang ini, baik itu yang bersifat harian, mingguan, bulanan,
maupun tahunan, yang pastinya tiap kegiatan memiliki manfaat dan dampak
yang brbeda-beda di setiap bidangnya.
Macam-macam kegiatan yang dilakukan oleh Paroki Santo Yusup
Gedangan ini adalah antara lain :
Gerakan Karismatik
Gerakan ini lahir dalam tahun limapuluhan abad yang lalu
dalam gereja-gereja Protestan di Amerika Serikat, kemudian
dalam tahun 1967 juga dikembangkan di antara umat Katolik di
Amerika, lalu meluas di Negara-negara lain. Sejak tahun 1978 di
paroki Gedangan juga dimulai suatu Kelompok Doa Karismatik.
Salah satu daya tarik Gerakan Karismatik adalah spontanitasnya
serta adanya lagu-lagu khas yang biasanya dinyanyikan dengan
penuh semangat oleh seluruh kelompok.
Persekutuan Doa Karismatik di paroki Gedangan
dipelopori oleh Romo J. van Waijenburg dan kemudian
dibimbing oleh Romo G. Oosthout sampai sekarang. Persekutuan
ini juga sering dilakukan dengan cara mengadakan sebuah retret-
retret singkat seelama dua sampai tiga hari pernah diadakan di
komplek Susteran Gedangan, di Magelang dan di Muntilan.
Kemudian dirasa perlu membangun rumah khusus untuk retret,
maka dibangunlah rumah retret Girisonta yang diresmikan
tanggal 22 Maret 1931. Dan sampai sekarang masih digunakan
dan room-romo dari Gereja gedangan kadang-kadang masih
menyempatkan diri untuk membimbing retret tersebut.
Tim Lektor
Suatu keistimewaan Paroki Gedangan adalah adanya
“Tim Lector Gereja St. Yusup”, yang lahir pada 6 Agustus 1968
dan sudah merayakan pesta peraknya dalam tahun 1993.
8
Pembinanya sejak awal sampai sekarang adalah Bapak Victor
Roesdianto alias Kak Roes.
Tim ini sangat berdisiplin dan berlatih secara rutin setiap
minggu sekali “untuk meningkatakan kualitas dan kepribadian
lector” dan sekaligus mewujudkan persaudaraan di antara para
anggotanya. Selain mereka bertugas setiap akhir pecan untuk
membacakan Bacaan Pertama, Kedua serta Pengumuman,
mereka juga ditugaskan setiap tahun untuk membaca Kisah
Sengsara pada hari Minggu Palwa dan untuk mengadakan
visualisasi Sengsara Kristus pada hari Jumat Agung pagi serta
visualisasi Kelahiran Kristus dalam Misa Malam Natal.
Marriage Encounter atau ME
Di Semarang untuk pertama kali diadakan pada 21
Januari 1977 dan diikuti oleh 26 pasangan suami istri (pasutri).
ME mengadakan weekend-weekend untuk pasutri-pasutri,
dengan tujuan menghayati janji-janji perkawinan dengan lebih
dalam, sehingga hubungan suami istri menjadi lebih akrab. ME
menjadi suatu berkat bagi para paustri yang pernah
mengikutinya.
Kelompok Karayawan Muda Katolik (KKMK)
Untuk Paroki Gedangan didirikan pada 21 Januari 1995
untuk professional muda, yang sudah di atas umur Mudika.
KKMK menjadi sub seksi dari seksi Kerawam paroki. Tujuan
mereka adalah mengikuti Kristus secara konkret, berarti
melibatkan diri dalam kehidupan menggereja aatu lebih
konkretlagi: terjun dalam swemua kegiatan paroki dan juga
terbuka bagi masyarakat umum dengan tidak memandang agama.
Kelompok Doa Meditatif Taize
Diperkenalkan di Gedangan pada 22 April 1998 oleh
Frater dari Jangli. Mereka bertemu sebualan sekali untuk berdoa
bersama. Doa yang diutamakan adalah “Doa Repetitif”, berarti
kata-kata sederhana dinyanyikan berulang-ulang kali dengan lagu
sederhana. Lagu-lagu itu telah dikembangkan di biara ekumenis
9
di dekat Taize, Perancis, dan bisa dinyanyikan juga dengan
Bahasa Indonesia.
Kelompok atau Tim Lazarus
Merupakan bagian dari Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT)
yang telah dibentuk di beberapa Negara dan didirikan di paroki
Gedangan sejak tahun 1987 dengan mendapat inspirasi dari
kehidupan Ibu Teresa di Calcutta, India. Ibu Teresalah yang telah
mendirikan Kongregsi Misionaris Cinta Kasih. Tim Lazarus
bergerak di bawah naungan PSE.
Sejak tahun 1991 mereka mengontrak sebuah rumah
untuk menampung “wanita tua, dalam keadaan sakit, miskin dan
tidak ada yang merawat”, diberi nama “Wisma Rela Bhakti” dan
akhirnya mereka memiliki rumah sendiri. Pada tanggal 15
Oktober 1997 KKIT mendapat kebahagiaan dikunjungi oleh dua
suster dari Kongregasi Misionaris Cinta Kasih.
Natalan Bersama
Perayaan Paskah, dll.
Dalam uraian di atas, Penulis tidak bisa menyebutkan semua
perkumpulan atau kegiatan yang ada satu per satu. Ada begitu banyak model
kegiatan dan gerakan yang baru sehingga mungkin ada yang belum Penulis
tuliskan karena keterbatasan Penulis.
6. Keunikan-Keunikan Gereja Gedangan
10
11
Lukisan kaca jendela yang sangat indah, rasanya sekarang sudah tidak banyak seniman yang sanggup melakukannya, yang ada, hanya bentuk kaca-kaca berwarna, membentuk lukisan dengan timah untuk mengikatnya, bukan lukisan. Di jendela gedangan, terdapat 12 lukisan, masing-masing dengan lukisan Santo Santa. Gambar di atas adalah Santa Elisabeth. Berturut-turut dari arah altar :
Sisi Kiri Sisi KananBunga Leli St. Elisabeth Bunga Leli St. AnnaSt. Ignatius Loyola St. Petrus claver St. Fransiscus Asisi St. CaeciliaSt. Alotsius St. Fransiscus St. Antonius Padua Bunga LeliSt. Agnes Bunga Leli St. Yohanes Berchmans
St. Stanislaus Kostka
LUKISAN TRIFORIUM
Triforium adalah bagian dari interior (ruang dalam) Gereja-gereja gaya
gotik dan sesudahnya. Tempatnya terletak di atas kolom. Pada Gereja Gedangan
diisi dengan lukisan-lukisan.
Ada 12 lukisan besar di triforium kiri dan kanan gedung gereja yang
menceritakan Doa Bapa kami.
Lukisan terdiri dari 3 bagian utama:
Bagian I:
12
Doa Bapa Kami, terdiri dari 8 lukisan di sisi kiri dan kanan, diapit oleh;
Bagian II:
Dua lukisan Kutipan Injil Yohanes 6:49 sebagai Pengapit Awal (terletak paling
depan, kiri dan kanan).
Bagian III:
Dua likisan Ucapan salam pada Bunda maria dan pujian pada Yesus sebagai
Pengapit Akhir.
BAGIAN DALAM GEREJA YANG BERSEJARAH
Patung Hati Kudus Yesus, terbuat dari kayu berdiridi atas nisan Mgr. Lijnen, yang bisa diselamatkan dari Pekuburan Kobong.Di tempai ini dulu Bejana Baptis terletak.
Dan masih banyak lagi lainnya………
13
~The End~
14