Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja...

31
Bab III SIKAP POLITIK GEREJA TORAJA A. Keadaan Geografis Kabupaten Tana Toraja Kabupaten Tana Toraja adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota kabupaten ini adalah Makale. Sebelum pemekaran, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.990 km² dan berpenduduk sebanyak 248.607 jiwa (2007). Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Daerah ini merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008, bagian utara wilayah kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Toraja Utara. Dalam bidang ekonomi kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditi andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh, cokelat dan vanili.

Transcript of Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja...

Page 1: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Bab III

SIKAP POLITIK GEREJA TORAJA

A. Keadaan Geografis Kabupaten Tana Toraja

Kabupaten Tana Toraja adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota

kabupaten ini adalah Makale. Sebelum pemekaran, kabupaten ini memiliki luas wilayah

1.990 km² dan berpenduduk sebanyak 248.607 jiwa (2007).

Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup

yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan

budaya Nias. Daerah ini merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008, bagian utara wilayah kabupaten ini

dimekarkan menjadi Kabupaten Toraja Utara. Dalam bidang ekonomi kebanyakan

masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditi andalan dari daerah Toraja adalah

sayur-sayuran, kopi, cengkeh, cokelat dan vanili.

Page 2: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Tana Toraja adalah salah satu tempat konservasi peradaban budaya Proto Melayu

Austronesia yang masih terawat hingga kini. Kebudayaan adat istiadat, seni musik, seni

tari, seni sastra lisan, bahasa, rumah, ukiran, tenunan dan kuliner yang masih sangat

Tradisional, membuat Pemerintah Indonesia mengupayakan agar Tana Toraja bisa dikenal

di dunia Internasional, salah satunya adalah mecalonkan Tana Toraja ke UNESCO untuk

menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009.1

B. Gambaran Umum Gereja Toraja

1. Sejarah Singkat Gereja Toraja

Cikal bakal Gereja Toraja berawal dari benih injil yang ditaburkan oleh guru-guru

sekolah Landschap (anggota Indische Kerk-Gereja Protestan Indonesia), yang dibuka oleh

pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Para guru ini berasal dari Ambon, Minahasa,

Sangir, Kupang, dan Jawa. Atas pimpinan dan kuasa Roh Kudus, terjadilah pembaptisan

yang pertama pada tanggal 16 Maret 1913 kepada 20 orang murid sekolah Lanschap di

Makale oleh Hulpprediker F. Kelleng dari Bontain. Pemberitaan injil kemudian di lanjutkan

secara intensif oleh Gereformerde Zendingsbond (GZB) yang datang ke Tana Toraja sejak 10

Nopember 1913. GZB adalah sebuah badan zending yang didirikan oleh anggota-anggota

Nederlandse Hervormde Kerk (NHK) yang menganut paham gereformeerd. GZB

berlatarbelakang pietis, dalam arti sangat mementingkan kesalehan dan kesucian hidup orang

Kristen. Injil yang ditaburkan oleh GZB di Tana Toraja tumbuh dan dibina oleh GZB selama

kurang lebih 34 tahun lamanya. Paham teologi GZB yang pietis itu banyak mempengaruhi

paham teologi warga Gereja Toraja sampai saat ini.2

1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Toraja

2 Sejarah Singkat Gereja Toraja, www. Bpsgerejatoraja.org, diunduh, 20 Juni 2012.

Page 3: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Pada tahun 1947 terjadilah babak baru dalam sejarah penginjilan di kalangan

masyarakat Toraja. tepatnya pada tanggal 25 – 28 Maret 1947 diadakanlah persidangan

Sinode I di Rantepao yang dihadiri oleh 35 utusan dari 18 Klasis. Sidang Sinode I ini

memutuskan bahwa orang-orang Toraja yang menganut agama Kristen bersekutu dan berdiri

sendiri dalam satu institusi gereja yang diberi nama Gereja Toraja.3

2. Bentuk

Gereja Toraja dalam menata kelembagaan sebagai alat pelayanan menerapkan

bentuk struktur pelayanan Presbiterial Sinodal, dengan pengertian yaitu : Bentuk

Presbiterial, adalah pengaturan tata hidup dan pelayanan gereja yang dilaksanakan oleh para

presbiteroi (Pendeta, Penatua, dan Diaken ) dalam satu jemaat. Bentuk Sinodal ( Sinode

artinya berjalan bersama) diwujudkan dalam proses pengambilan keputusan atau perumusan

kebijakan oleh Majelis Jemaat secara bersama-sama dalam Sidang Majelis Klasis dan Sidang

Majelis Sinode. Keputusan persidangan Majelis Klasis mengikat seluruh jemaat dalam

lingkup klasis bersangkutan. Keputusan Sidang Majelis Sinode mengikat seluruh jemaat

dalam lingkup Gereja Toraja4

Jadi bentuk Presbiterial Sinodal adalah pengaturan tata hidup dan pelayanan gereja

yang dilaksanakan oleh para presbiteroi (Pendeta, Penatua, Diaken) dalam satu jemaat,

dengan keterikatan dan ketaatan kepada kebersama-samaan dengan para presbiteroi dalam

lingkup yang lebih luas (Klasis dan Sinode).

Oleh karena itu dapat katakan bahwa sistem presbiterial sinodal yang dianut oleh Gereja

Toraja merupakan instrument yang sangat baik dalam mendukung sikap politik Gereja Toraja

terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Kalatiku Pembonan, Kebijakan otonomi

3 Ibid.

4 BPMS Gereja Toraja, Tata Gereja, Gereja Toraja, Rantepao: PT Sulo, 2008, Hlm. 31

Page 4: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

daerah merupakan kebijakan nasional yang berhasil didorong oleh orde reformasi untuk

mengubah paradigma pemerintahan dari arah sentralistik ke arah desentralistik. Pada

dasarnya, otonomi daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui

pelayanan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, peran serta atau partisipasi masyarakat,

dan peningkatan daya saing daerah.5

3. Sosial-Kultural

Gereja Toraja yang lahir dari pekabaran Injil kepada masyarakat suku Toraja, dalam

pertumbuhannya tidak dapat dilepaskan dari akar-akar budaya masyarakat Toraja. Dalam

kerangka demikian, Gereja Toraja di satu pihak bertanggungjawab memelihara, melestarikan,

dan mengembangkan identitas masyarakat Toraja, yang memiliki karakteristik yang khusus

baik dalam rangka mengisi kebhinekaan yang tunggal ika masyarakat bagi bangsa Indonesia

maupun pada pihak lain terpanggil memberikan kontribusi bagi pengembangan kemanusiaan

yang universal. Disadari dengan sungguh bahwa Gereja Toraja meskipun merupakan institusi

keagamaan, namun juga berwatak sosial kemasyarakatan yang tidak secara kebetulan

menyandang pada dirinya sebutan Toraja. Dengan nama itu terpatri tanggungjawab misi

pemeliharaan, pelestarian, pengembangan nilai-nilai budaya dan kemanusiaan yang dijunjung

tinggi oleh masyarakat Toraja dan yang memiliki karakter tersendiri. Keunikan budaya dan

masyarakat Toraja tidaklah memiliki tujuan pada dirinya sendiri sebagai simbol

keistimewaan dan prestise yang harus dipertaruhkan oleh masyarakat Toraja, tetapi harus

diterima sebagai instrument yang berfungsi menjadi sarana dan strategi bagi aktualisasi hidup

orang Toraja yang lebih manusiawi.6

5 Kalatiku Paembonan, Mendorong Realitas Kepemimpinan dalam Perspektif Sinodal Gereja Toraja, Buku kenangan

Emeritasi Pdt. D.P. Sumbung, hlm. 108. 6 BPS Gereja Toraja, Gereja dan Politik, 1999, Hlm. 7

Page 5: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Hal lain yang membuat Gereja Toraja ikut tertantang adalah masih mengentalnya

semangat primordialisme kesukuan Toraja yang kurang menguntungkan bagi pengembangan

kehidupan bersama yang lebih luas, baik dalam lingkup kehidupan bergereja secara

ekumenais, maupun dalam lingkup hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.7

4. Analisis Konteks Gereja Toraja

Berikut ini penulis akan menguraikan analisis konteks Gereja Toraja berdasarkan keputusan

Sidang Sinode XXII di Jakarta.8

a. Kekuatan dan Kelemahan

1) Kekuatan

Bentuk kelembagaan Gereja Toraja menerapkan sistem Presbiterial Sinodal yang

terdiri dari 4 (empat) Wilayah yang membawahi 85 Klasis, 1001 jemaat dan 267 cabang

kebaktian, dan 56 tempat kebaktian yang tersebar di 13 propinsi di Pulau Sulawesi,

Kalimantan dan Jawa. Warga Gereja Toraja kurang lebih 500.000 Jiwa yang tersebar di

berbagai wilayah di Indonesia, sejak tahun 2010 sudah ada satu jemaat di Kualalumpur

Malaysia, dalam kerjasama dengan Geraja Presbiterian Malaysia. Hal ini merupakan

asset yang mampu memenuhi kebutuhan berbagai Sumber Daya yang diperlukan oleh

Gereja Toraja dalam mencapai visi dan tujuan akhirnya. 9

Kondisi medan pelayanan dengan letak geografis yang berbeda tersebut secara

otomatis menggambarkan keragaman dan perbedaan potensi dari masing- masing

wilayah pelayanan. Perbedaan potensi dari setiap wilayah pelayanan yang ada niscaya

7 Ibid, Hlm. 8.

8 Keputusan Sidang Sinode Am XXII di Jakarta, hlm. 141-149

9 Laporan pertanggungjawaban Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja Pada Sidang Majelis Sinode XXIII,

tanggal 2-9 Juli di Tallunglipu, Hlm. 8

Page 6: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

membutuhkan management (pengelolaan) yang kuat dan optimal, dengan tetap

mempertimbangkan karakteristik masing-masing medan pelayanan.

Di bidang sarana dan prasarana yang merupakan asset pendukung persekutuan,

pelayanan dan kesaksian misalnya rumah sakit, sekolah-sekolah, Perguruan Tinggi,

lembaga pelayanan sosial, membutuhkan peningkatan kapasitas baik dari sisi kuantitas

maupun kualitasnya.

Keberadaan lembaga Kelompok Pelayanan Kategorial (KARGT, PPGT, PWGT

dan PKB) merupakan “asset” yang memiliki peran strategis dalam Gereja Toraja.

Keberadaan lembaga-lembaga ini jika difungsikan dengan baik, akan memiliki peran

yang penting sebagai wadah untuk pembinaan mental dan spiritual, tetapi juga

mempersiapkan kader untuk berkarya dalam berbagai bidang termasuk bidang politik.

2) Kelemahan

Pada sisi fungsionaris pelayan / presbiteroi (Pendeta, Penatua, Syamas) perlu

mendapat perhatian khususnya keberadaan tenaga Pendeta yang prosentasenya belum

seimbang jika dibandingkan dengan kebutuhan jemaat dalam seluruh lingkup pelayanan

Gereja Toraja. Jumlah Pendeta yang ada saat ini sekitar 500 orang dengan perbandingan

797 jemaat dan 290 lebih cabang kebaktian dirasakan belum mampu memenuhi

kebutuhan pelayanan.

Selain itu, hal yang cukup mendasar yang menjadi masalah adalah adanya

kesenjangan potensi antar jemaat/wilayah pelayanan. Pada wilayah tertentu misalnya

wilayah IV yang umumnya tersebar di daerah perkotaan memiliki potensi Sumber Daya

yang mampu menjawab kebutuhan pelayanan wilayah yang bersangkutan, sementara

pada wilayah pelayanan yang terletak di daerah pelosok dan pedesaan umumnya masih

Page 7: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

mengalami kendala diseputar Sumber Daya untuk menjawab kebutuhan pelayanan di

wilayah tersebut. Keberadaan Penatua dan Syamas di masing masing wilayah juga

mengalami kesenjangan kualitas SDM sehingga hal tersebut sangat berimplikasi pada

kualitas persekutuan, pelayanan dan kesaksian pada masing-masing wilayah (klasis dan

jemaat). Kondisi keimanan warga jemaat banyak mengalami dekadensi (kemerosotan),

hal ini dapat terlihat dari prilaku warga jemaat yang banyak terseret kedalam arus negatif

globalisasi dan modernisasi seperti gaya hidup hedonisme, pragmatis dan kurang

berempati terhadap kondisi sosial/kemasyarakatan yang berkembang disekelilingnya,

serta perilaku negatif lainnya.

Salah satu faktor yang signifikan menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya

kualitas pembinaan mental spritual dalam pelayanan Gereja Toraja yang disebabkan

oleh mutu pelayanan dari para pelayan yang tidak mampu mengubah pribadi anggota

jemaat. walaupun akhir-akhir ini setiap tahun Gereja Toraja Mengadakan kegiatan yang

disebut Pekan Spiritual, tetapi menjadi pertanyaan sejauhmana kegiatan tersebut

membentuk karakter, mental dan spriritual warga jemaat, ataukah kegiatan tersebut

hanya sebatas seremonial saja? Semantara itu, konsentrasi para Presbiteroi (Pendeta,

Penatua, Diaken) lebih banyak tersita untuk mengurus dan mengelola Gereja pada sisi

kelembagaannya ketimbang berkonsentrasi pada tugas-tugas pembinaan mental-spiritual

warga jemaat selaku Gereja yang hakiki (orang / manusianya).

b. Peluang dan tantangan

Peluang

Gereja Toraja tumbuh dan berkembang dalam interaksi dengan budaya dan

peradaban masyarakat Toraja. Tak bisa dipungkiri bahwa Gereja Toraja tak dapat

Page 8: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

dipisahkan dengan masyarakat Toraja, hal merupakan peluang bagi gereja untuk

mengemban misi, berteologi dalam konteks agar masyarakat Toraja dapat menikmati

Injil dalam budaya mereka sendiri.

Pergeseran tatanan politik melalui penerapan otonomi daerah pada satu sisi

memberi ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat Toraja untuk mengekspresikan

aspirasi mereka sesuai kepentingan dan masa depan yang diinginkan. Salah satu

perwujudan dari otonomi daerah adalah pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah

(Pemilu Kada). Sebagaimana yang diatur dalam undang-undang Pemilu Kada bahwa

rakyat di daerah itulah yang akan memilih secara langsung siapa yang pantas menjadi

pemimpin mereka. Pemilihan langsung tersebut merupakan sebuah kesempatan (kairos)

bagi masyarakat Toraja termasuk warga Gereja Toraja pada khususnya, untuk terlibat

dalam proses demokrasi di tingkatan daerah.

Tantangan

Di samping menjadi peluang, perjumpaan antara gereja dengan kebudayaan

toraja juga merupakan sebuah tatangan. Kondisi ini seringkali menghantarkan Gereja

Toraja dipersimpangan jalan untuk memutuskan apakah menarik garis demarkasi secara

tegas untuk menyatakan “ tidak ” terhadap adat-istiadat yang bertentangan dengan

firman Tuhan, ataukah “ membungkus “ ketidakberdayaan pimpinan umat (gereja)

terhadap eksistensi adat dan tradisi lokal dengan argumentasi “ bertheologi kontekstual

“ untuk melanggengkan adat sekaligus agar misi pelayanan pekabaran injil tertap

berjalan di tengah masyarakat Toraja yang masih memegang kuat tradisi nenek

moyangnya. Menurut Christian Tanduk bahwa perjumpaan budaya nenek moyang

orang toraja dan agama Kristen yang datang dari konteks Barat telah menciptakan

Page 9: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

kondisi masyarakat Toraja dalam suatu tarik-menarik. Pada satu sisi agama Kristen

diakui sebagai dasar iman, etos dan pandangan dunia yang lahir dalam budaya nenek

moyang mereka tetap berpengaruh, walaupun hal itu tidak nampak secara eksplisit. Hal

ini menyebabkan kondisi masyarakat Toraja sering menampilkan sikap dualisme dan

juga sering dikotomis. Pada satu sisi agama diakui (Alkitab menjadi pegangan), namun

di sisi lain petunjuk nenek moyang tetap menjadi pegangan (pemali).10

Otonomi daerah pada satu sisi merupakan peluang, namun pada sisi lain akan

menimbulkan pergeseran konflik dari pusat ke daerah yang berjalan secara alami,

situasi tersebut juga dipicu oleh ketidakmatangan mental para elit politik lokal dan

pemimpin masyarakat yang dapat menimbulkan solidaritas sempit melalui semangat

primordial, sektarianisme yang bisa bermuara pada gesekan sosial politik di tingkat

lokal. Berbagai praktik money politics (politik uang) yang mengiringi otonomi daerah

juga sangat berdampak buruk pada prilaku masyarakat yang semakin pragmatis dan

menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan hidup. Fenomena tersebut juga

menjadi tantangan Gereja Toraja selaku pengawal moral masyarakat.

Berbagai masalah sosial yang kini terjadi di Toraja yang notabene sebagai basis

utama pelayanan Gereja Toraja dan seluruh instrumen kelembagaan Gereja Toraja

berkedudukan di sana (mulai dari Jemaat, Klasis, Wilayah, hingga BPMS), semakin

mempertegas ketidakoptimalan fungsi pembinaan dan pelayanan mental spiritual

Gereja Toraja terhadap lingkungan sekitarnya.

Semakin maraknya peredaran narkoba, premanisme kelompok pemuda, sex

bebas/ prostitusi terselubung, kriminalitas, pencurian, perjudian, gaya hidup pragmatis

10

Christian Tanduk, Ketegangan Budaya Nenek Moyang dan Agama masyarakat Toraja, dalam Toraja menggugat, Budaya Toraja: di tengah Kepungan Agama dan Birokrasi, majalah sureq seni dan budaya, La Galigo Press, hlm. 13

Page 10: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

dan hedonis serta rentan terhadap money politic adalah gambaran penyakit sosial

masyarakat yang tumbuh karena semakin menipisnya kualitas keimanan masyarakat.

Kehadiran Gereja Toraja yang tersebar dibeberapa propinsi di tanah air

membuka ruang dan kesempatan yang strategis untuk turut berperan serta secara

signifikan bagi partsipasi penataan kebangsaan yang sedang membutuhkan gagasan-

gagasan pencerahan dan pemikiran yang bernas dalam upaya pencarian jati diri ke-

Indonesiaan yang tengah berada dalam masa transisi nilai dibidang politik, social,

ekonomi dan relasi antar umat beragama.Konflik horizontal ditengah masyarakat akibat

penggunaan simbol-simbol agama dan etnis telah memformat pola pikir masyarakat

dalam bingkai rumah kaca primordialitas. Sementara para elit politik juga seringkali

melakukan politisasi agama dan agamaisasi politik demi kepentingan sesaat dan tujuan

kelompok sempit yang dapat menghantarkan relasi keagamaan kejurang perpecahan

dan kekerasan agama. Realitas ini menjadi tantangan Gereja Toraja untuk turut

membangun kontrol yang signifikan bagi cara-cara yang pragmatis seperti itu.

Di balik maraknya orang menjalani kehidupan ritual keagamaan, termasuk

masyarakat kristiani, justru pada sisi lain terjadi arus balik di mana kehidupan

keagamaan itu menjadi terasing dari kehidupan. Inilah yang disebut sebagai irrelevansi

agama dan idolatri agama, karena dibalik bangkitnya semangat kegamaan dalam wujud

ritualisme, formalisme, dan vertikalisme, maka bersamaan dengan itu telah terjadi

keruntuhan moral dan etika para pengikut (umat) dari masing-masing agama. Bahkan

yang lebih tragis adalalah munculnya berbagai benturan antar umat agama diberbagai

pelosok di tanah air yang semakin melegitimasi sisi buruk kehidupan keagamaan di

Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa ajaran moral, etika dan kasih yang diajarkan

Page 11: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Gereja belum mampu menuntun gereja dan warganya untuk memasuki kehidupan

bermasyarakat secara baik dalam kehidupan majemuk.

Tragedi sosial dalam lingkup Nasional yang begitu beruntun (bencana alam

seperti: tsunami, gempa, longsor, banjir,dll) yang merenggut ribuan nyawa telah

menyinggung perasaan kemanusiaan seluruh komponen bangsa Indonesia. Kejadian ini

harus dilihat sebagai sebuah waktu Illahi (chairos Allah) untuk mengaktualisasikan

solidaritas kemanusiaan Gereja sekaligus mengembangkan sensitifitas dan solidaritas

sosial gereja sebagai lembaga pelayanan dalam arti luas untuk menegaskan

keberpihakan gereja bagi orang yang tengah menghadapi kesulitan tanpa memandang

latar belakang perbedaan sosial, agama, dan etnis.

Salah satu dampak negatif dari kebijakan desentralisasi (otonomi daerah) dalam

tatanan politik di tanah air menempatkan eksistensi Gereja pada posisi yang terjepit,

yang disebabkan adanya kepentingan-kepentingan sempit dari kelompok tertentu yang

tidak menghendaki Gereja tumbuh dan berkembang dibumi Indonesia. Kelompok

tersebut adalah para “ petualang-petualang ideology” yang sejak NKRI berdiri sudah

memaksakan kehendak mereka untuk mendirikan Negara Indonesia berdasarkan

platform agama tertentu. Mereka adalah golongan Islam radikal misalnya KPPSI

(Komite Persiapan dan Penegakan Syriat Islam) di Sulawesi Selatan pimpian Andi Aziz

Kahar Muzakkar, Front Pembela Islam (FPI) dll . Melalui media otonomi daerah, kini

gerakan tersebut kembali muncul ke permukaan dengan strategi regulasi di tingkat lokal

( lewat PERDA, dan aturan lokal lainnya) yang merupakan turunan dan reinkarnasi SKB

tahun 1969, bahkan lebih jauh dari itu kelompok-kelompok tersebut kini secara terang-

terangan berjuang untuk penerapan syariat agama tertentu di beberapa daerah. Realitas

Page 12: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

ini sungguh merupakan pengingkaran terhadap NKRI dan sangat rentan menimbulkan

konflik beragama. Secara khusus gerakan ini sangat meresahkan dan menjadi hambatan

bagi pertumbuhan gereja ke depan.

Mengemukanya berbagai gerakan radikal/fundamentalis dari kelompok tertentu

yang terekspresi melalui gerakan teroris merupakan persoalan yang harus diantisipasi

secara bijak oleh Gereja.

Pada satu sisi implikasi dari prilaku terorisme ini menimbulkan kewaspadaan

sekaligus phobia (ketakutan) dalam melakukan ritual keagamaan bagi umat Kristen,

namun pada sisi lain Gereja juga dituntut untuk berani melakukan perlawanan moral

terhadap tindakan-tindakan yang tidak manusiawi tersebut, sekaligus juga menjadikan

hal tersebut sebagai moment untuk menginstropeksi, re-stropeksi dan otokritik terhadap

strategi, mekanisme, bentuk-bentuk kehadiran Gereja di tengah -tengah masyarakat

majemuk di Indonesia.

Situasi dan kecenderungan umum yang akan banyak mewarnai perjalanan umat

manusia (termasuk Gereja) di awal abad 21 akan diwarnai dengan issu-issu besar seperti

: globalisasi dan tingginya penghargaan akan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM),

perjuangan terhadap nilai demokratisasi, perhatian terhadap lingkungan hidup seperti

pembangunan berkelanjutan, kebangkitan agama-agama dan kesetaraan Gender.

terhadap berbagai kondisi tersebut diperlukan apresiasi secara professional dalam rangka

memahami perubahan tanda-tanda jaman yang sedang berlangsung. Fenomena

Globalisasi tersebut berlangsung begitu cepat dan tanpa disadari kita (gereja) telah

berada di dalam pusarannya. Globalisasi di bidang politik ditandai dengan kemenangan

ideologi dengan pendekatan sistem demokrasi atas komunisme, dibidang ekonomi

Page 13: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

melalui kemenangan ekonomi liberal-kapitalisme, dibidang sosial-budaya ditandai

dengan perjuangan civil society, dibidang teknologi dengan akselerasi teknologi

informasi, komunikasi dan transportasi.

Globalisasi juga ditandai dengan adanya apresiasi dan penghargaan yang tinggi

terhadap ilmu pengetahuan (knowledge based society). Melalui berbagai kemajuan

tersebut, sekat ruang dan waktu terasa semakin maya dan membuka kemungkinan bagi

seluruh komponen umat manusia untuk bias berinteraksi secara langsung tanpa adanya

kendala. Kemajuan ini akan memungkinkan setiap manusia dari berbagai latar belakang

social-budaya-ekonomi-geografis dapat berinteraksi dan bekerjasama bagai pencapaian

tujuan bersama, namun pada sisi lain persaingan dalam situasi yang bebas ini dapat

berdampak pada kesenjangan kehidupan yang makin besar di bidang ekonomi dan

penguasaan sumber daya strategis lainnya oleh kelompok-kelompok tertentu yang

mampu menguasai faktor-faktor determinan dalam globalisasi tersebut. Dampak negatif

lain dari arus globalisasi adalah pola hidup masyarakat yang cenderung pragmatis

karena fasilitas yang serba instan, dampak kebebasan informasi yang mengarah pada

prilaku sex bebas, gaya hidup hedonis, dan penggunaan modernisasi teknologi untuk

kegiatan negatif dan kriminalitas. Berbagai fenomena ini harus menjadi faktor yang

perlu diantisipasi Gereja Toraja dalam menata pola persekutuan, pelayanan dan

kesaksian di tengan warga gereja dan warga masyarakat yang lebih luas.

Page 14: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

5. Warisan Teologis

Jika kita memperhatikan sejarah Gereja Toraja di atas, maka dapat dikatakan

bahwa warisan teologis yang dianut oleh Gereja Toraja adalah sedikit banyak dipengaruhi

oleh pandangan peitisme. Seperti yang diketahui bahwa Gereja Toraja lahir dari peran

Gereformerde Zendingsbond (GZB) yang berlatarbelakang pietis, dalam arti sangat

mementingkan kesalehan dan kesucian hidup orang Kristen. Injil yang ditaburkan oleh GZB

di Tana Toraja tumbuh dan dibina oleh GZB selama kurang lebih 34 tahun lamanya. Paham

teologi GZB yang pietis itu banyak mempengaruhi paham teologi warga Gereja Toraja

sampai saat ini. Sehubungan dengan hal tersebut, Van den End mengatakan bahwa:

“GZB mewakili sayap kanan Gereja Hervormd, yang berpegang pada ajaran

Calvinis, tetapi menggabungkannya dengan kesalehan peitis. Unsur pietis berarti

bahwa pertobatan merupakan pokok utama dalam pemberitaan Firman dan dalam

penggembalaan Jemaat. selaku orang-orang Calvinis, mereka mementingkan

unsur-unsur objektif, khususnya jabatan gereja dan organisasi gereja. Namun,

pengaruh pietisme dalam lingkungan mereka menyebabkan mereka tidak

fanatik”11

Hal ini memiliki dampak terhadap lemahnya kepedulian warga Gereja Toraja

terhadap tanggungjawab kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kondisi yang

demikian tidak memungkinkan tumbuhnya kesadaran warga Gereja untuk melihat bidang

politik sebagai bidang pelayanan dan kesaksian iman Kristen.

C. Sikap Gereja Toraja Tentang Politik

Jika ditelusuri tentang bagaimana sikap atau pandangan Gereja Toraja tentang politik

maka hal tersebut dapat ditemukan dalam Pengakuan Iman Gereja Toraja Bab VII ayat 6,

yang terkait dengan hubungan antara pemerintah dengan gereja,. Dalam pengakuan tersebut

dikatakan bahwa:

11

Van den End, Menawarkan Hidangan, Menyusun Menu, Identitas GZB dan Dampaknya Terhadap Gereja Toraja, Orasi Pada Acara Wisuda Sarjana/Pascasarjana STAKN Toraja, 1 oktober 2005, Hlm. 4

Page 15: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

“Pemerintah dan lembaga-lembaganya adalah alat di tangan Tuhan untuk

menyelenggarakan kesejahteraan, keadilan dan kebenaran serta memerangi

kejahatan dalam tanggungjawab kepada Tuhan dan kepada rakyat. Oleh sebab itu

kita wajib mendoakan dan membantu pemerintah agar dapat menjalankan

tugasnya sesuai kehendak Allah untuk kesejahteraan manusia”.12

Melalui pengakuan tersebut, dapat dikatakan bahwa Gereja Toraja secara eksplisit

merumuskan prinsip dan konsepnya tentang peranannya di bidang politik,khususnya dalam

hubungannya dengan pemerintah. Tetapi hal tersebut belum secara tegas menggambarkan

mengenai peran profetis gereja jika pemerintah tidak menjalankan fungsi sebagaimana

mestinya yaitu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

Dari pengakuan Iman Gereja Toraja tersebut di atas, kemudian dijabarkan lebih lanjut

oleh Gereja Toraja dalam keputusan-keputusan sidang sinode. Ada dua keputusan Sidang

Sinode Gereja Toraja yang memuat tentang bagimana sikap Gereja Toraja terhadap politik.

Keputusan tersebut antara lain:

a. Keputusan Sidang Sinode Am Geraja Toraja XXI di Palopo.

Dalam keputusan pasal 18 tentang Gereja dan Politik, sidang sinode

merumuskan bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta pendeta dalam gereja

dan masyarakat, maka SSA XXI Gereja Toraja mendukung hasil konsultasi

Gereja dan Politik yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Sinode Gereja

Toraja untuk dipedomani oleh jemaat-jemaat dalam Gereja Toraja.

Konsultasi tersebut menghasilkan visi dan misi Gereja Toraja dalam bidang

politik. Visi dan misi tersebut adalah:

1. Visi

Visi Gereja Toraja dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

adalah menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah sehingga nama Tuhan

12

BPMS Gereja Toraja, Pengakuan Iman Gereja Toraja, Rantepao: PT Sulo, 2008, hlm. 153

Page 16: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

dikuduskan, kehendak-Nya (keadilan, kebenaran, demokrasi, HAM, partisipasi

dalam pemeliharaan lingkungan hidup) diberlakukan. Orientasi kepedulian dan

perhatian gereja haruslah terarah kepada kepada kepentingan rakyat banyak dan

merasa terpanggil untuk berada di pihak mereka yang tertindas, tercecer, terjepit,

dsb. Atau dengan kata lain, gereja terpanggil untuk berada di pihak saudara-

saudara Kristus yang paling hina.

2. Misi

Gereja yang diutus dan berada di dunia yang majemuk, dituntut untuk

melaksanakan tugas kenabiannya secara positif, kritis, kreatif, dan realistis dalam

berbagai segi kehidupan, antara lan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan

pertahanan keamanan. Dalam hubungannya dengan pemerintah, maka gereja

terpanggil untuk menyatakan sikap yang jelas, yaitu mendukung pemerintah (bd.

Rm 13), namun secara kritis menegur dengan kasih pemerintah yang tidak

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Tuhan. Berdasarkan hal tersebut,

maka Gereja Toraja bertanggungjawab untuk memperlengkapi, membimbing, dan

mengarahkan warganya agar berkualitas dalam arti yang luas, sehingga dapat

tetap berfungsi sebagai garam, dan terang dunia, baik pada aras lokal, regiaonal,

nasional maupun internasional.

Gereja Toraja terpanggil untuk membina warganya melihat bidang politik

sebagai bidang misi Kristen, sehingga warga gereja dapat memilih arah politik

yang benar, baik dan tepat, sesuai dengan iman Kristiani. Itu berarti pilihan arah

politik warga gereja harus dipandang sebagai panggilan dan pilihan iman. 13

13

BPS Gereja Toraja, Ibid, hlm. 15-18.

Page 17: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Menurut Pdt. Dr. I.P. Lambe’, konsultasi tersebut dilatarbelakangi

pemahaman bahwa pasca reformasi bangsa Indonesia mengalami masa transisi.

Dalam masa transisi itu orang-orang Kristen harus memainkan peran mereka

sebagai bagian integral dari bangsa ini. Jika tidak, bangsa ini akan diatur tanpa

kehadiran kita komunitas Kristiani. Kita akan menjadi kelompok yang secara

sosial politis tersisih.14

Hal lain yang menjadi keputusan dalam sidang tersebut adalah perihal

mengenai fungsionaris Gereja Toraja yang terlibat dalam bidang politik praktis.

Dalam keputusan tersebut dikatakan bahwa fungsionaris Gereja Toraja yang

penuh waktu harus meninggalkan kedudukannya apabila menduduki jabatan

Ketua / Sekretaris / Bendahara (KBS) dalam organisasi politik dan atau anggota

legislatif. Pengisian jabatan yang ditinggalkan, ditetapkan melalui Rapat Kerja

Gereja Toraja. Yang dimaksud fungsionaris Gereja Toraja adalah para pejabat

penuh waktu yang diangkat oleh persidangan atau oleh BPS Gereja Toraja pada

tingkat unit kerja. Pendeta Gereja Toraja yang memilih menjadi KSB (Ketua,

Sekretaris, dan bendahara), atau anggota legislatif dalam suatu partai politik

apabila ingin kembali melaksanakan tugas kependetaan sesuai dengan ketentuan

dalam Gereja Toraja, harus mengajukan permohonan kembali kepada BPS Gereja

Toraja untuk penempatan selanjutnya”.15

3.

14

Hasil Wawancara dengan Pdt. Dr. I.P. Lambe’, Mantan Ketua Umum BPS Gereja Toraja, Mantan anggota DPD RI, dan Mantan Sekum PGI 15

Himpunan Keputusan, Sidang Sinode Am XXI Gereja Toraja, di Palopo, 9-18 Juli 2001, Hlm. 157

Page 18: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

b. Keputusan Sidang Sinode Am XXII pada tanggal 3-8 Juni 2006 di Jakarta.

Dalam sidang sinode tersebut dirumuskan keputusan yang terkait dengan

sikap politik Gereja Toraja, secara khusus mengenai Pengembangan peran

kebangsaan (gereja dan politik. Keputusan tersebut menyatakan bahwa sikap

antusias masyarakat Indonesia untuk melakukan pemilihan pemimpin negara

secara langsung merupakan suatu kemajuan dalam proses demokratisasi yang

cukup memberi harapan. 16

Namun berkaitan dengan itu, suatu hal yang patut direnungkan adalah

“apakah pemilihan langsung tersebut merupakan jalur yang dengan sengaja

dipilih untuk membawa masyarakat kepada kehidupan demokrasi yang berdamai

sejahtera?” Pertanyaan semacam ini tetap relevan untuk dikemukakan oleh karena

fakta-fakta di lapangan menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara sampai

saat ini masih tetap mengindikasikan adanya ketegangan antara kehendak politik

(political will) penyelenggara negara dan kepentingan kelompok-kelompok

tertentu. 17

Dalam konteks yang demikian ini, “demokrasi” pun masih potensil

menjadi kendaraan untuk sekedar mememenuhi kepentingan pribadi, kepentingan

kelompok atau kepentingan golongan sendiri, yang pada akhirnya dapat

berimplikasi pada terabaikannya kepentingan pihak lain. Peluang bagi terjadinya

kondisi yang demikian ini akan semakin diperbesar oleh masih kurang dan belum

meratanya kedewasaan berpolitik sebagian rakyat Indonesia. 18

16

Himpunan Keputusan Sidang Sinode Am XXII Gereja Toraja, di Jakarta, 2-8 Juli 2006, Hlm. 74 17

Ibid 18

Ibid, hlm. 75

Page 19: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Dalam kondisi ini Gereja Toraja terpanggil untuk mengupayakan

pemberdayaan dan pendewasaan politik warganya secara terprogram dan

sistematis. Gereja perlu, secara sengaja, melakukan upaya-upaya pemberdayaan

bagi warganya agar dapat melakukan kewajiban politiknya, memperjuangkan

hak-hak politiknya secara konstruktif, menjamin berlangsungnya hubungan

harmonis dan sinergis dengan sesama komponen bangsa. Patut dicatat bahwa

upaya-upaya untuk memperjuangkan hak-hak politik tersebut harus tetap

dipahami sebagai upaya memperjuangkan dan mewujudkan damai sejahtera Allah

bagi semua. Karena itu, upaya tersebut juga harus tetap berlangsung dalam

hubungan yang baik dengan Allah Sang Pencipta, sumber kedamaian dan

kesejahteraan.19

Dari hasil keputusan sidang sinode tersebut di atas, Gereja Toraja kemudian

menjabarkannya dalam program kerja Badan Pekerja Sinode. Adapun rapat kerja

Badan Pekerja Sinode yang memuat tentang sikap politik Gereja Toraja yaitu:

a. Rapat Kerja IV Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja, tahun 2006.

Sikap Gereja Toraja terhadap politik nampak dalam program Bidang Pembinaan

Warga Gereja Dan Pekabaran Injil. Program tersebut yaitu:

- Pendidikan politik warga Jemaat, yang dilaksanakan melalui khotbah yang

dimuat dalam buku membangun jemaat.

- Pencerdasan warga Jemaat dalam menyikapi isu-isu HAM

19

ibid

Page 20: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

b. Rapat kerja I Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, tahun 2011.

Sikap politik gereja tampak dalam program mengenai Peningkatan peran

Ekumenis Kebangsaan, dan Pengelolaan Pluralitas, yang terdiri atas:

- Pemberdayaan dan pendewasaan politik warga jemaat sehingga mampu

melaksanakan kewajiban dan memperjuangkan hak politiknya dengan benar.

- Pendidikan politik dan pendampingan warga jemaat yang berminat dan

berpotensi di bidang politik.

- Pengembangan peran gereja dalam proses legislasi-Pendampingan bagi warga

gereja yang berperan dalam bidang politik.

- Pendampingan dan advokasi HAM

- Penyampaian suara kenabian kepada pemerintah dan lembaga-lembaga sosial

demi kehidupan yang adil,bermoral, dan damai-sejahtera.

Berdasarkan hasil keputusan rapat kerja Badan Pekerja Sinode maka, Gereja Toraja

mengadakan Konsultasi Pekabaran Injil.. Dalam hasil Konsultasi III Pekabaran Inji

ditekankan tentang demokratisasi.20

Sejak tahun 1998, upaya demokratisasi di Indonesia semakin marak. Dalam kurun

waktu yang lama warga masyarakat hampir tidak mempunyai kebebasan untuk

mengungkapkan pendapatnya. Oleh karena semuanya diatur dari “atas”, maka

budaya paternalistik yang memang sudah berakar dalam budaya tradisional, tumbuh

subur dalam masyarakat. Dalam banyak hal “keseragaman” ditekankan. Kenyataan

ini menjadi rongrongan terhadap realitas kemajemukan yang sejak zaman nenek

20

Hasil Konsultasi III Pekabaran Injil Gereja Toraja, PSP Tangmentoe, 20-25 Mei 2005.

Page 21: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

moyang dihargai, terutama karena semangat kekeluargaan yang masih

kental. Namun, ketidaksiapan menerima kesempatan (iklim demokratis) ini,

menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kebebasan mengungkapkan pendapat.

Perjuangan bagi kepentingan pribadi dan kelompok sering lebih diutamakan

daripada kepentingan bersama yang membangun masyarakat. Tidak jarang terjadi

pemaksaan kehendak secara anarkhis dengan memanipulasi pola hubungan

mayoritas-minoritas, bahkan menggunakan kekuatan dan kekerasan fisik maupun

berbagai bentuk kuasa lainnya (misalnya kuasa uang, kedudukan, dsb).

Demokrasi yang diharapkan adalah demokrasi yang dapat menjadi saluran

ekspresi kedaulatan rakyat. Demokrasi semacam ini mestinya didorong secara luas

dan ditopang dengan penegakan hukum yang diwarnai dengan keadilan dan

kebenaran. Dengan jalan begitu setiap warga negara dapat menggunakan hak-hak

politiknya secara bertanggungjawab sambil menjalankan kewajiban politiknya secara

tulus. Semua upaya demokratisasi itu perlu didukung dengan penegakan supremasi

hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia, termasuk hak anak untuk hidup dan

berkembang secara sehat, hal yang seringkali tidak diperdulikan. Tumpuan dasarnya

satu, yakni Pancasila sebagai wujud konsesnus nasional. Dalam konteks demikian,

gereja seharusnya melihat demokrasi sebagai anugerah Tuhan bagi masyarakat

Indonesia yang pluralistik. Demokrasi, meski bukan satu-satunya jalan, adalah sebuah

prinsip universal yang alkitabiah. Ia dapat menjadi paradigma untuk menjabarkan

instrumen penyelenggaraan hidup bernegara yang relevan bagi masyarakat dunia

yang semakin majemuk. Dengan pemahaman demikian, demokrasi dapat dilihat

sebagai sebuah sistem yang dapat menyanggah keutuhan dan kesatuan masyarakat.

Page 22: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Itu juga berarti, bahwa demokrasi merupakan alat untuk mencegah penimpangan-

penyimpangan yang dipromosikan dan diperjuangkan oleh kelompok-kelompok

tertentu yang menghendaki hegemoni, baik berdasarkan agama maupun ideologi lain

yang bercorak eksklusif-diskriminatif. Gereja dan warganya hanya dapat

berpartisipasi mengerjakan demokratisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, bila ia melihat setiap manusia sebagai sesama mahkota ciptaan Allah yang

kepadanya Allah mempercayakan pelayanan pendamaian di tengah dunia ini supaya

seluruh makhluk memuliakan Allah.

Kehidupan dan kehadiran jemaat adalah kehidupan yang menghadirkan tubuh

Kristus yang dikorbankan dan dibagikan untuk seluruh umat manusia dan segala

mahluk. Dengan pandangan demikian, gereja dapat secara aktif, terencana dan

sistematis menyelenggarakan pendidikan politik bagi warganya, tentu saja dalam

perspektif teologis-alkitabiah. Nilai demokrasi perlu ditumbuhkembangkan di dalam

kehidupan keluarga, antara lain dengan mengembangkan sikap saling menghargai di

antara anggota keluarga, memberi ruang dan kesempatan kepada setiap anggota

keluarga untuk mengungkapkan pandangannya tanpa rasa takut atau ditakut-takuti.

Dengan demikian, dalam kehidupan berjemaat setiap orang percaya dapat menghargai

orang lain dan terbuka membicarakan perbedaan-perbedaan pendapat dalam semangat

persaudaraan di dalam Kristus serta berupaya saling mendukung melampaui

perbedaan-perbedaan yang ada. Cara hidup seperti ini akan sangat berharga bagi

kesaksian gereja di tengah masyarakat yang majemuk.

Sebagai salah satu bentuk implementasi sikap Gereja Toraja terhadap, tergambar

melalui surat-surat penggembalaan yang dikeluarkan oleh Badan pekerja Sinode

Page 23: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Gereja Toraja dalam setiap momen Pemilihan Umum dan Pemilukada. Berikut ini

penulis memaparkan dua contoh surat penggembalaan dari Badan Pekerja Sinode

kepada Jemaat-jemaat. Surat penggembalaan itu antara lain:

a. Surat Penggembalaan Menghadapi Pemilihan Umum Republik Indonesia Tahun

2009. Beberapa hal yang ditekankan dalam surat tersebut adalah:

Dalam menghadapi cara memilih yang tidak mudah ini membutuhkan niat

dan kehendak untuk saling membantu memberi pemahaman sehingga suara

kita tidak menjadi sia-sia. Banyak di antara kita yang tidak biasa dengan

budaya baca tutis sehingga menjadi bingung ketika tiba-tiba dihadapkan pada

kertas berukuran besar yang berisi tanda-tanda dan tulisan yang maknanya

mungkin asing. Mari sating memberi informasi tentang cara sah memberi

suara. Merupakan langkah yang baik katau Majetis Jemaat (dengan tetap

menjaga netralitas, tidak memihak) dapat berinisyatif bekerja sama dengan

KPU/PPK/PPS menyosialisasikan cara memberi suara yang benar.

PEMILU ini merupakan bagian dari proses panjang membawa bangsa ini

keluar dari kritis multidimensional yang belum juga berakhir (sejak 1998

hingga sekarang). Sementara itu, bersama bangsa-bangsa di dunia, kita juga

sedang menghadapi krisis keuangan dan ekonomi global. Karena itu, hak

untuk memilih hendaknya dipergunakan sesuai dengan suara hati yang telah

dijernihkan dan dipertajam dengan pertimbangan-pertimbangan yang sudah

disebutkan di atas.

Gunakanlah hak pilih kita datam PEMILU ini dan jangan GOLPUT (tidak

ikut memilih). SSA XXll Gereja Toraja telah menugaskan kita untuk berperan

Page 24: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

aktif dalam pembangunan bangsa kita. Jika tidak mempergunakan hak pilih,

maka hal itu dapat berarti kita menyerahkan pengambilan keputusan

seluruhnya kepada orang lain yang sangat mungkin tidak sejalan dengan yang

sesungguhnya merupakan harapan kita sendiri. Di samping itu, kita patut

menyadari bahwa PEMILU tahun 2009 ini menentukan pemenangnya dengan

perolehan suara terbanyak. Satu suara sungguh sangat menentukan seseorang

terpilih sebagai pemenang. Dan sangat mungkin satu suara itu adatah suara

kita. Kita semua memiliki panggilan untuk menegakkan Republik lndonesia

menjadi semakin adil, damai, dan sejahtera.

Ajaran Yesus Kristus adalah pedoman kita dalam segala hal. Sebagai

pengikut Yesus Kristus, dengan tegas kita harus menolak segala bentuk

kekerasan, manipulasi, kebencian, perpecahan, dan suap (politik uang). Kita

harus mengutamakan persekutuan dan tidak membiarkan perbedaan dukungan

dan pilihan (calon legistatif dan partai politik) merusak koinonia kristiani kita.

lbarat sebuah permainan olahraga, PEMILU akan berakhir dengan kepastian

akan ada sedikit saja yang keluar sebagai pemenang dan jauh lebih banyak

yang akan keluar sebagai yang kalah. Memang semua peserta telah berusaha

dengan sepenuh kemampuannya, tetapi semua peserta harus menjunjung

tinggi nilai sportivitas. Sebagai orang beriman, kita semua sebaiknya

menghadapi PEMILU ini dalam suasana hati yang siap dan terbuka menanti

dengan tenang kehendak Tuhan.

b. Surat Penggembalaan Menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah 2010.

Ada beberapa hal yang ditekankan dalam surat tersebut adalah:

Page 25: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

Pada tahun 2010 ini terjadi pemilihan kepala daerah dan atau walikota di

beberapa daerah di mana anggota-anggota Gereja Toraja berdomisili. Kami

menyeru segenap anggota Gereja Toraja yang memiliki hak memilih di daerah

masing-masing untuk menggunakan hak pilihnya pada hari pemilihan yang

sudah ditetapkan. Pemilihan umum Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah atau

walikota/Wakil Walikota ini merupakan kesempatan yang baik bagi kita

sebagai rakyat terlibat langsung menentukan pemimpin tertinggi di kabupaten

dan atau provinsi masing-masing. Tuhan telah menempatkan kita hidup dalam

sebuah masyarakat yang majemuk.

Kita hidup dalam masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda

dalam banyak aspek: Suku, agama, kepercayaan, ras, budaya, bahasa, adat-

istiadat, golongan, dll. Kita juga hidup dalam masyarakat yang masih sedang

berjuang melawan musuh-musuh damai-sejahtera: Kejahatan korupsi,

ketidakadilan, kekerasan, lemahnya penegakan hukum, pengangguran,

kurangnya lapangan kerja, penyalahgunaan narkoba, rendahnya mutu

pendidikan dan kesehatan, dan kemiskinan (moral dan kebutuhan hidup

sehari-hari).

Oleh karena itu pemimpin daerah yang kita butuhkan adalah pemimpin

yang memiliki karakter iman dan moral yang jelas dan tegas sehingga bisa

menjadi contoh yang dapat ditiru dan diteladani oleh masyarakat. Kita butuh

pemimpin yang akan mampu mengelola kemajemukan dan memimpin

masyarakat mengatasi penyakit yang selama ini menyebabkan kemiskinan.

Kita butuh pemimpin yang dengan iman memiliki hati yang tulus mau

Page 26: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

mengasihi dan mencintai rakyat; pemimpin yang dapat membangun dan

meningkatkan mutu kehidupan bersama kita seluruh rakyat secara adil, bijak,

utuh, dan menyeluruh.

Mari memilih calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang

mengutamakan kepentingan umum lebih daripada kepentingan pribadi, suku,

golongan, atau kelompok sendiri dan dapat berlaku adil bagi semua komponen

rakyat sehingga tercipta "damai sejahtera bagi semua". Kami menghimbau

segenap anggota Gereja Toraja untuk secara tegas menolak cara-cara yang

melawan Firman Tuhan dalam upaya meraih kursi kekuasaan. Misalnya suap,

ancaman (menakuti-nakuti), kekerasan, penyebaran fitnah terhadap pasangan

calon tertentu. Pegang teguhlah Visi Gereja Toraja, "Damai Sejahtera Bagi

Semua". Pada masa kampanye mungkin suasana politik akan dinamis. Mari

kita semua berdoa dan berusaha sungguh-sungguh supaya kampanye

berlangsung dengan damai dan penuh penghormatan atas hak-hak asasi tiap

orang. Kami menghimbau segenap anggota Gereja Toraja untuk mendoakan

secara khusus kegiatan pemilihan umum kepala daerah atau walikota baik

dalam doa-doa pribadi maupun dalam ibadah-ibadah hari Minggu menjelang

PEMILU KADA.

Berdasarkan hal-hal di atas, penulis menyimpulkan bahwa Gereja Toraja secara

prinsip telah menyadari bahwa politik adalah bagian dari bidang pelayanan gereja. Gereja

Toraja telah menyadari pentingnya partisipasi atau peran gereja dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Gereja dipanggil untuk menyatakan sikap politiknya dengan

memperjuangkan demokrasi, hak-hak asasi manusia (HAM), tegaknya kebenaran hukum,

Page 27: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

dan memperjuangkan nasib orang banyak, serta membela hak orang lemah, miskin dan

tersisih.

Namun hal yang prinsip itu belum sejalan dengan realitas. Sebagai salah satu contoh,

warga jemaat maupun masyarakat pada umumnya masih rentan terhadap praktek politik

uang (money politic). Kenyataan ini menurut penulis merupakan bentuk dari belum

dipahaminya makna politik sebagai perjuangan bersama untuk kesejahteraan masyarakat,

politik masih dipahami sebagai medan untuk saling merebut kekuasaan. Hal tersebut

disadari oleh Gereja Toraja yang tampak dalam laporan Badan Pekerja Sinode pada SSA

XIII di Tallunglipu. Hal yang menyebabkan sikap politik gereja masih sebatas konseptual

karena antara lain Gereja Toraja dalam sejarah masa lampau tidak memiliki wawasan

teologis yang jelas mengenai keterlibatannya dalam bidang politik, yang pada gilirannya

mengakibatkan ketidakjelasan visi dan misi gereja dalam bidang politik. Sehubungan

dengan itu, ada dua hal yang perlu dicatat:

1. Adanya pengaruh tradisi teologi pietis yang cenderung menjauhkan gereja dari

bidang politik. Sebagimana yang penulis telah uraikan sebelumnya.

2. Belum dirumuskannya secara sistematis langkah-langkah strategik yang harus

ditempuh oleh Gereja Toraja dalam mengimplementasikan sikap politiknya.

D. Sikap Politik Gereja Toraja Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.

Otonomi Daerah merupakan salah satu bagian dari dinamika politik di Indonesia pasca

reformasi. Adapun sikap politik Gereja Toraja terkait dengan otonomi daerah tampak dalam

konsultasi III PI Gereja Toraja. Dalam konsultasi tersebut dirumuskan bahwa:

Dalam rangka partisipasi yang luas dari masyarakat, pemberlakuan Undang-

undang No 22 tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah (Otoda) sebagai salah satu

bentuk penjabaran prinsip dan sistem demokrasi perlu disambut dengan baik.

Sekaitan dengan itu, distribusi kekuasaan melalui pengembangan wilayah atau

Page 28: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

daerah semestinya tidak terlepas dari kepentingan pertumbuhan nasional. Nilai

dan semangat yang terkandung dalam Undang-undang ini sejalan dengan nilai dan

semangat yang melandasi bentuk Presbiterial Sinodal yang dianut oleh Gereja

Toraja. Sebagaimana halnya otonomi daerah harus dikembangkan dalam

kerangka NKRI, demikian halnya kemandirian jemaat-jemaat harus dibina dalam

kerangka keutuhan gereja. Dalam bingkai pemikiran seperti di atas, pertumbuhan

dan kemandirian jemaat-jemaat/klasis-klasis perlu didorong dan ditempatkan

dalam perjalanan dan kesaksian bersama (sinode) Gereja Toraja dalam konteks

masyarakat Indonesia.21

Berkaitan dengan itu, Peran Gereja Toraja dalam pelaksanaan otonomi daerah di

Kabupaten Tana Toraja tampak dalam proses pemekaran kabupaten sehingga kabupaten

Toraja Utara dapat berdiri. Peran tersebut nampak melalui perjuangan para wakil-wakil

rakyat yang berasal dari Toraja baik di tingkat DPRD Kabupaten, DPRD provinsi, DPR RI,

dan DPD RI. Pemekaran bertujuan untuk mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat.

Menurut Pdt. Soleman Batti’, M.Th, pemekaran dipandang sebagai strategi politis karena

dengan adanya pemekaran, sudah ada dua kabupaten yang mayoritas penduduknya Kristen.

Oleh karena itu ketika ada forum pertemuan dalam konteks provinsi Sulawesi Selatan maka

ada dua bupati yang dapat berbicara dan mendorong agar Sulawesi Selatan terhindar dari

pemikiran sektarian. Pemikiran sektarian itu sudah mulai tampak melalui perda-perda

syariah.22

Sementara itu, Menurut Pdt. I.Y. Panggalo, D.Th., sekarang ini agak sulit jika peran

Gereja Toraja dihubungkan secara langsung dengan otonomi daerah. Tetapi menurutnya

peran secara tidak langsung tampak dalam peran gereja dalam mendampingi dan

memfasilitasi dua kubu terkait proses pemekaran yakni kubu yang menentang pemekaran

dan kubu yang mendukung pemekaran kabupaten. Oleh karena itu menurutnya, otonomi

daerah merupakan peluang sekaligus tantangan. Otonomi daerah merupakan peluang karena

21

Hasil Konsultasi III Pekabaran Injil Gereja Toraja, PSP Tangmentoe, 20-25 Mei 2005.hlm 107 22

Wawancara dengan Pdt. Soleman Batti’, Ketua Umum Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, periode 2006-2011

Page 29: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

merupakan kesempatan bagi kabupaten Tana Toraja untuk dimekarkan. Dengan adanya

pemekaran, maka wilayah kabupaten Tana Toraja dikelola oleh dua pemerintahan yakni

kabupaten Tana Toraja (induk) dan kabupaten Toraja Utara (hasil pemekaran). Otonomi

daerah merupakan sebuah tantangan karena dapat berpotensi menimbulkan fanatisme

kedaerahan. Menurut I.Y. Panggalo peran Gereja Toraja dalam pelaksanaan otonomi daerah

hanya sebatas memberdayakan warga masyarakat dalam hal partisipasi politik serta

memberikan pendampingan dan pendidikan politik bagi warga gereja dan warga masyarakat

pada umumnya. Terkait dengan nilai-nilai budaya, I.Y. Panggalo mengatakan bahwa

semestinya nilai-nilai budaya mewarnai pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tana

Toraja misalnya nilai-nilai Tongkonan yakni gotong-royong dan seharusnya pemerintah

bekerjasama dengan Gereja untuk mencapai maksud tersebut.23

Selain pemekaran, otonomi daerah dengan sistem pemilihan langsung, maka sebagai

kaum minoritas di wilayah provinsi Sulawesi Selatan, kabupaten Tana Toraja menjadi

daerah yang dipertimbangkan. Tetapi otonomi daerah juga dengan sistem pemilihan

langsung berpotensi menciptakan disintegrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh

karena itu peran gereja sangat dibutuhkan. Menurut Samuel Eban, SH. Gereja harus

memainkan peran profetisnya agar sistem perpolitikan dapat berjalan sebagaimana

mestinya. Dalam rangka mencapai harapan tersebut, gereja harus menyiapkan Sumber Daya

Manusia, oleh sebab itu Tana Toraja harus dijadikan daerah atau pusat pendidikan.24

Selain itu, Kabupaten Tana Toraja sebagai salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan,

yang sebagian besar penduduknya adalah warga Gereja Toraja, maka dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah semestinya sistem pemerintahan dikelola bernafaskan nilai-

23

Hasil Wawancara dengan Pdt. I.Y. Panggalo, D.Th., Ketua I Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, yang membidangi Pembinaan Warga Gereja dan Pekabaran Injil. 24

Hasil wawancara dengan Samuel Eban, SH, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tana Toraja.

Page 30: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

nilai Kristiani. Karena itu Gereja Toraja akan mendorong pihak legislatif (DPRD) untuk

mengeluarkan perda-perda yang berkaitan dengan pemberantasan penyakit sosial misalnya

tentang judi, prostitusi, narkoba, dan lain-lain.25

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa secara prinsip Gereja Toraja

menerima dan setuju terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Sikap tersebut tidak

bertentangan dengan sikap Gereja Toraja tentang politik secara umum, sebagaimana yang

telah diuraikan sebelumnya. Karena Gereja Toraja menyadari bahwa pelaksanaan otonomi

daerah adalah bagian dari pelaksanaan proses demokrasi di Indonesia.

Namun menurut penulis, Gereja Toraja belum secara serius menjadikan otonomi daerah

sebagai sebuah isu politik dalam rangka memberdayakan warganya maupun warga

masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya. Pada hal struktur presbiterial sinodal yang

dianut Gereja Toraja sejalan dengan semangat pelaksanaan otonomi daerah yakni memberi

kewenangan kepada jemaat-jemaat secara otonom untuk memberdayakan potensi masing-

masing.

Ketidakseriusan Gereja Toraja terhadap pelaksanaan otonomi daerah tampak jelas dalam

tidak dijadikannya menjadi isu sentral dalam keputusan sidang sinode, sebagai wadah

pengambilan keputusan tertinggi dalam lingkup Gereja Toraja. Bahkan tidak pernah dibahas

dalam rapat kerja (program) Badan Pekerja Sinode sebagi wadah untuk menjabarkan secara

teknis keputusan Sidang sinode. Otonomi daerah hanya bagian terkecil dari hasil konsultasi

III PI, sebagimana yang telah diuraikan sebelumnya.

Oleh karena itu sebagai dampak dari hal di atas, maka pemahaman Gereja Toraja

terhadap pelaksanaan otonomi daerah hanya sebatas pertimbangan pragmatis. Hal tersebut

tampak dalam hasil wawancara penulis dengan pimpinan sinode, yang telah diuraikan

25

Hasil wawancara dengan Pdt. Musa Salusu, M.Th, Ketua Umum BPS Gereja Toraja, periode 2011-2015

Page 31: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2972/4/T2_752011031_BAB III... · Gambaran Umum Gereja ... Sebagaimana yang diatur

sebelumnya bahwa proses pemekaran kabupaten Tana Toraja sebagai implementasi

Undang-undang otonomi daerah, dipandang oleh Gereja Toraja untuk memperkuat posisi

sebagai kaum minoritas di tengah kaum mayoritas Islam di Sulawesi Selatan.

Menurut kesimpulan penulis, akibat dari tidak maksimalnya peran Gereja Toraja

terhadap pelaksanaan otonomi daerah mengakibatkan proses demokrasi dan terciptanya

pemerintahan yang bersih di Kabupaten Tana Toraja belum terlaksana dengan baik.

Sehingga proses KKN masih marak, sebagimana telah diuraikan pada Bab I dan pertarungan

elit-elit politik lokal dalam memperebutkan kekuasaan pada tingkat daerah tidak bisa

dihindari. Hal ini muncul pada kisruh pemilihan kepala daerah pada tahun 2010 yang

melibatkan konflik elit politik dan masyarakat yang notabene adalah warga Gereja Toraja.

contoh kasus ini merupakan bukti gagalnya sikap politik Gereja Toraja yang

terimplementasi hanya melalui surat penggembalaan, tanpa pendampingan secara serius dan

holistic kepada warga jemaat dan warga masyarakat. Sehingga menurut penulis secara

prinsip sikap politik Gereja Toraja terhadap otonomi daerah sejalan dengan prinsip terhadap

bidang politik pada umumnya, tetapi tidak dibarengi dengan langkah-langkah strategik

dalam proses pelaksanaannya.