“GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional...

37
“GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” SEBUAH KAJIAN TEOLOGIS-POLITIS SIKAP GEREJA TERHADAP WARGA JEMAAT YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF DI GKJW JEMAAT BANYUWANGI. Oleh, Fantri Galatia Rakristian NIM: 712012042 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016

Transcript of “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional...

Page 1: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

“GEREJA DAN CALON LEGISLATIF”

SEBUAH KAJIAN TEOLOGIS-POLITIS SIKAP GEREJA TERHADAP WARGA

JEMAAT YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF DI

GKJW JEMAAT BANYUWANGI.

Oleh,

Fantri Galatia Rakristian

NIM: 712012042

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2016

Page 2: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

i

Page 3: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

ii

Page 4: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

iii

Page 5: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

iv

Page 6: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

v

MOTTO

Amsal 23:18

Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.

1 Korintus 15:58

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam

pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Page 7: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

vi

Kata Pengantar

Segala Puji syukur yang tak terhingga Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas

rahmat dan kasih-Nya yang begitu besar dalam hidup ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir tepat pada waktunya dengan judul “Gereja dan Calon Legislatif.

Sebuah Kajian Teologis-Politis Sikap Gereja Terhadap Warga Jemaat Yang Mencalonkan

Diri Sebagai Anggota Legislatif Di GKJW Jemaat Banyuwangi”. Tugas akhir ini disusun

untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Sarjana Fakultas

Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam penyusunan tugas akhir tersebut penulis

banyak mendapatkan dorongan, saran, motivasi, semangat dan bimbingan dari berbagai pihak

yang mempunyai hubungan khusus dengan penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa

bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan Tugas Akhir ini tidak dapat

berjalan lancar sesuai dengan kehendak yang diinginkan penulis. Untuk itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

memberikan fasilitas, membantu, membina, membimbing penulis dalam menyelesaikan

Tugas Akhir tersebut, Oleh karena itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Pdt. Dr. Retnowati selaku dosen pembimbing I sekaligus Ibu Wali Studi selama

kurang lebih 4 tahun ini yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk

membimbing dan memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan

Tugas Akhir.

2. Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo sebagai pembimbing 2 yang telah memberikan

waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi yang baik dalam penulisan

Tugas Akhir Tersebut.

3. Seluruh dosen dan pegawai tata usaha (TU) Fakultas Teologi Universitas Kristen

Satya Wacana; Ibu Mariska, Kak Izak Latu, Pak Jopie Engel, Pak Tony Tampake,

Pak Yusak Setiyawan, Pak David Samiyono, Pak Rama Tulus, Pak Simon, Pak

Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak Astrid, Pak Nelman, Pak

Handri, Bu Budi, Mas Eko, Mas Adi, Bu Ningsih, yang telah membantu seluruh

proses dari awal perkuliahan sampai pada penulisan Tugas Akhir Tersebut yang

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Teologi.

4. Tiga orang hebat dalam hidup penulis yakni Ayah (Gede Rado), Ibu

(Kristiningsih) dan Adek (Johanes Dwi Pamungkas) yang senantiasa mendoakan,

Page 8: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

vii

memberi semangat, memberi motivasi dan membiayai penulis dalam proses

pendidikan yang penulis lalui selama kurang lebih 4 tahun.

5. Bapak Pdt. Sony Saksono Putro sekeluarga yang selalu memberikan dukungan,

motivasi dan semangat berupa materi maupun non-materi dalam proses

perkuliahan yang penulis tempuh.

6. Seluruh Majelis Jemaat GKJW Banyuwangi yang telah membantu penulis dalam

penulisan Tugas Akhir ini sebagai narasumber dalam penulisan tugas akhir ini dan

yang senantiasa memberikan dukungan dalam proses perkuliahan penulis baik

dalam bentuk materi maupun non-materi.

7. Keluarga besar Teologi angkatan 2012 “SAPI” Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacana yang selalu mememberikan semangat dan perhatian kepada

penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir dan telah menjadi keluarga selama 4

tahun di kota ini.

8. Sahabat terdekat penulis yakni Septaria Nugraini, Ni Nyoman Dewi Ajeng, Laura

Agustina, Angie Bunga, Handi Kurnianto (Gandos), Mas Bima Dwi Angga,

Chikita Edrini, Mas Rumere, Mas Denny, Richardo Pattiwael, Yohanes Candra

(Buntek), Krisarlangga Rio dan Ani untuk semangat dan motivasi kepada penulis

dalam masa-masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir.

9. Teman-teman Kost Kemiri 1 No 4A terkasih yakni Tamariska Fendy Putri,

Oktaviarti Waluyo, Firdiana Novelasari berserta Bapak Ibu Robby sekeluarga (FA

Brian, Yiska dan Rio) sebagai orang tua dan keluarga penulis selama berkuliah di

UKSW.

10. Keluarga besar Persekutuan Pelayanan Sekolah Minggu dan Ibu-ibu Komisi Anak

GKJ Salatiga yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan semangat untuk

penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Keluarga besar Campus Ministry UKSW yang senantiasa memberikan semangat

dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini hingga selesai.

CC teman sepelayanan : Grace Ade, Ongky, Timothy, Paul, Kak Juris, Kak

Ardhy, Kak Ega, Evi, Enggar, Agnes dan Pak Tri.

12. GKJ Salatiga yang senantiasa mendukung penulis dalam proses perkuliahan dan

pelayanan selama berada di Salatiga. Terimakasih Bp. Pdt. Stefanus Yossy dan

Ibu Pdt. Wiji Astuti serta Mbak Kristin dan Mbak Erna yang mempermudah

urusan penulis selama berpelayanan di GKJ Salatiga.

Page 9: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

viii

13. Keluarga besar GKJW Purwoasri dan Pepanthan Kunjang tempat penulis

melaksanakan Praktek Pendidikan Lapangan VI (PPL) untuk setiap sumbangan

pemikiran, wawasan, semangat, motivasi kepada penulis dalam mengerjakan

Tugas Akhir tersebut.

14. Teman-teman Paguyuban Mahasiswa Asal GKJW di UKSW “Among Dhami”

untuk setiap dukungan, semangat persaudaraan dan motivasi yang selalu diberikan

kepada penulis selama ini.

15. Teman-teman KPPM GKJW Banyuwangi yang telah memberikan dukungan doa

dan motivasi dalam proses perkuliahan penulis selama kurang lebih 4 tahun ini.

16. Nanda Pradipta si penyemangat ulung yang selalu mendoakan, memberi

dukungan, menghapus kejenuhan, memberikan inspirasi, meredakan emosi selama

masa-masa perkuliahan dan proses penyelesaian tugas akhir ini.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak

kekurangan dalam penulisan oleh karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang

penulis miliki. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis sendiri, gereja,

keluarga, masyarakat dan institusi yang terlibat dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Salatiga, 26 Agustus 2016

Fantri Galatia Rakristian

Page 10: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. i

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................................................ ii

KATA PENGANTAR....................................................................................................... vi

ABSTRAK......................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................. 4

1.5 Metode Penelitian.............................................................................................. 5

1.6 Sistematika Penelitian........................................................................................ 7

II. GEREJA DAN POLITIK..................................................................................... 8

2.1 Makna Gereja...................................................................................................

2.2 Model Gereja.................................................................................................... 10

2.3 Pengertian Politik............................................................................................. 11

2.3.1 Pengertian Politik Secara Umum....................................................... 12

2.4 Hubungan Gereja Dengan Politik.................................................................... 14

III. TEMUAN HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISA.......... 17

3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................................... 17

3.2 Kota Banyuwangi dan GKJW Jemaat Banyuwangi.................................... 17

3.3 Temuan Hasil Penelitian, Pembahasan dan Analisa................................... 18

3.3.1 Sikap Gereja Terhadap Warga Jemaat Yang Berpolitik Praktis......... 18

Page 11: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

x

IV. PENUTUP............................................................................................................ 23

4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 23

4.2 Saran............................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 25

Page 12: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga kali – 1999, 2004, dan

2009 – sejak era reformasi. Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004 mengalami

kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan, tidak berfungsinya undang-

undang kepemiluan, dan komisi pemilihan umum yang mengalami banyak permasalahan

berujung kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah standar. Dilatari oleh

bermasalahnya Pemilu 2009, harapan dan risiko dalam penyelenggaraan Pemilu 2014

sangatlah signifikan dan merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh 2.659

orang komisioner yang baru dipilih di tingkat nasional dan daerah.1

Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah sudah dilaksanakan pada

tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden juga sudah dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Pemilu

presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima tahun, namun pemilihan kepala eksekutif

tingkat sub-nasional atau daerah (Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan

secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada

Pemilukada yang berlangsung.2

Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat

berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum

adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah sebuah sistem

demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen

dan dalam struktur pemerintahan.3 Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi

peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat

dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu.

Dalam pemilihan legislatif tentu saja banyak warga masyarakat yang turut ambil

bagian, masyarakat bukan hanya memilih para kandidat yang ada tetapi masyarakat juga

menjadi kandidat calon legilatif yang nantinya akan dipilih. Para calon legislatif masuk dalam

partai politik untuk menjadi calon legislatif, dan pastinya para calon ini masuk partai politik

1 http://www.rumahpemilu.org/in/read/3351/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-Indonesia

diunduh pada tanggal 26 September 2015 Pk. 20.00 WIB 2 http://terasmakalah.blogspot.com/2011/02/makalah-pemilu-indonesia.html diunduh pada tanggal 26

September 2015 Pk. 20.00 WIB 3 http://marskrip.blogspot.com/2009/12/pemilu-di-indonesia.html diunduh pada tanggal 26 September

2015 Pk. 20.00 WIB

Page 13: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

2

dengan niat yang baik, mereka memiliki harapan untuk memberikan kesejahteraan bagi

rakyat Indonesia jika dirinya terpilih saat Pemilu. Di antara orang-orang yang mencalonkan

diri itu ada banyak orang Kristen yang ikut ambil bagian dalam pencalonan diri sebagai

anggota legislatif, mereka adalah warga gereja yang baik, warga gereja yang dapat menjadi

panutan warga gereja lainnya.

Dalam perkembangan sejarah kehidupan bangsa Indonesia, kata politik mengalami

pembelokan makna. Istilah politik yang sejatinya menunjuk pada pengelolaan kehidupan

bersama dalam suatu komunitas cenderung dimaknai sebagai sesuatu yang kotor, diwarnai

pemutar balikan kebenaran, sebuah permainan orang atau kelompok tertentu untuk

kepentingan mereka sendiri.4

Secara umum dapatlah dirumuskan konsep atau pengertian politik sebagai interaksi

atara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan

yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah

tertentu.5

Gereja bukan Negara, bukan pula bawahan atau atasan Negara. Berkaitan peran

Kristen dalam penguatan masyarakat politik maka kita perlu mencermati kemunculan

berbagai parpol yang menggunakan simbol-simbol Kristen. Mendirikan partai Kristen di

Indonesia itu baik. Tetapi mestilah didasarkan pada prinsip teologis yang benar. Sebab jika

tidak partai-partai yang mengusung symbol-simbol Kristen hanya akan menjadi sekedar alat

untuk mendapatkan suara kaum Kristiani, sedangkan praktik berpolitiknya sama bobroknya

bahkan bisa lebih korup dari partai-partai non Kristen. Dalam realitas berpolitik sekarang,

kekecewaan terhadap parpol bersimbol Kristen menjadi buktinya. Dari pada banyak

membangun banyak partai Kristen lebih baik kita membangun lebih banyak organisasi-

organisasi non pemerintah yang dapat mendorong penguatan masyarakat sipil.6

Gereja sebagai persekutuan Kristen memegang peranan yang sangat penting bagi

kelakuan orang Kristen. Gereja harus memperlengkapi anggotanya untuk melayani dalam

dunia. Gereja sudah pasti memiliki fungsi yang jelas. Menurut Malcolm Brownlee Gereja

memiliki tujuh fungsi yang menyangkut keputusan etis antara lain Gereja sebagai jemaat

pertanggungan-jawab etis, Gereja sebagai jemaat pengampunan, Gereja sebagai jemaat

4 Mery Kolimon, Teologi Politik, Makasar: Oase Intim, 2013, hlm 229

5 Warsito Utomo, Kristianitas Dalam Kancah Perpolitikan Nasional, Yogyakarta: Yayasan Taman

Pustaka Kristen Indonesia, 2014, hlm 81 6 Ibid, 38

Page 14: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

3

pendidikan moral, Gereja sebagai pembentuk tabiat moral, Gereja sebagai jemaat dukungan

moral, Gereja sebagai jemaat diskusi moral dan Gereja sebagai jemaat perbuatan moral.7

Dari ketujuh fungsi gereja di atas dalam butir yang kelima dikatakan fungsi gereja

sebagai jemaat dukungan moral. Gereja sebagai dukungan moral secara garis besar anggota-

anggota jemaat dapat saling mendukung pendirian etis mereka masing-masing. Di dalam

Perjanjian Baru menggambarkan anggota-anggota gereja sebagai tubuh “yang rapih tersusun

dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan tingkat pekerjaan

tiap-tiap anggota.” Gereja membantu jemaatnya untuk “menerima pertumbuhannya dan

membangun dirinya dalam kasih” (Ef 4:16), Jadi Gereja juga dapat dikatakan sebagai sarana

yang membantu jemaat menjadi pribadi yang lebih baik dengan bersama-sama bertumbuh

dan membangun kehidupan bersama dengan jemaat lainnya dengan kasih. Anggota-anggota

gereja dipersatukan dalam satu tubuh dengan satu kepala, setiap jemaat dituntut agar mau

melayani satu dengan yang lain.

Pandangan Brownlee mengenai fungsi gereja sebagai jemaat moral ini mengandaikan

bahwa jika ada warga gereja yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif gereja sudah

sepatutnya untuk mendukung warga tersebut, mendukung tidak selalu berarti harus memilih

warga tersebut tetapi dukungan itu dapat diwujudkan dengan cara memberi perhatian,

semangat, doa dan bahkan juga pikiran-pikiran sederhana atau konstruktif. Jelasnya

mengikuti pendapat dari Brownlee ini para calon legislatif tidak boleh dibiarkan berjuang

secara bebas. Mereka perlu pendampingan dan penguatan dari komunitas imannya

Dalam kenyataannya sering terdengar keluh-kesah dari para calon legislatif Kristen

tentang kurangnya bahkan tidak adanya perhatian dan dukungan dari Gereja. Tentu saja ada

pertimbangan-pertimbangan tertentu dari Gereja saat mengambil sikap ini tetapi keluhan ini

pun layak diberi perhatian.

Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Banyuwangi adalah gereja yang sedang berjuang

dalam menyikapi persoalan mengenai jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota

legislatif di aras Kabupaten. Peristiwa ini adalah pengalaman pertama untuk GKJW

Banyuwangi karena sebelumnya belum pernah ada warga jemaat yang mencalonkan diri

sebagai anggota legislatif. Seperti yang dialami oleh salah seorang jemaat GKJW

Banyuwangi yang pada saat itu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan kurang

7 Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, hlm 169-181

Page 15: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

4

mendapatkan respon yang baik dari Gereja dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai

politik di dalam sebuah gereja. Masalah inilah yang terjadi di GKJW Jemaat Banyuwangi,

gereja yang kurang memiliki pemahaman mengenai pendidikan politik gereja akan bersikap

apatis dan cenderung tidak memberi dukungan kepada jemaatnya yang mencalonkan diri

sebagai anggota legislatif.

Menurut saya permasalahan ini menarik karena ada calon legislatif Kristen yang

berjuang untuk menduduki bangku parlemen dengan niat yang baik demi mensejahterakan

masyarakat, jika saja calon legislatif ini mendapat dukungan dari Majelis jemaat pasti calon

legislatif Kristen ini dapat lebih semangat dan lebih giat lagi dalam melakukan perjuangannya

mendapatkan kursi pemerintahan itu. Jikalau kelak akhirnya berhasil menduduki kursi

legislatif kesadaran bahwa kursi itu di peroleh berkat perhatian, dukungan dan pendampingan

jemaat bisa menjadi modal untuk menumbuh-kembangkan etika politik yang bermartabat

serta membawa nama baik orang Kristen. Maka dari itu Gereja harus benar-benar memberi

dukungan dengan baik.

Prisip yang di bawa oleh calon anggota legislatif ini merupakan nilai universal bagi

semua masyarakat dan agama terutama nilai dalam agama Kristen, seharusnya GKJW

Banyuwangi memberi dukungan secara khusus untuk mereka, rupanya gereja kurang

memberikan perhatian, dukungan dan semangat untuk mereka. Maka dari itu penulis tertarik

untuk melakukan pembahasan mengenai hal tersebut yang akan saya tuangkan dalam tulisan

ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah pokok dalam

penelitian ini adalah Bagaimana sikap gereja terhadap jemaat yang mencalonkan diri sebagai

anggota legislatif di GKJW Jemaat Banyuwangi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi Gereja tentang

pemahaman mengenai pendidikan politik gereja dalam menghadapi warga jemaat yang

berpolitik. Sehingga tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk menganalisa dan

melakukan kajian kritis mengenai sikap gereja terhadap warga jemaat yang mencalonkan diri

sebagai anggota legislatif.

1.4 Manfaat Penelitian

Page 16: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

5

Melalui penelitian ini akan dihasilkan karya ilmiah yang diharapkan dapat menjadi sumber

pustaka yang bermanfaat bagi kalangan intelektual dan warga Gereja. Manfaat dari penelitian

ini adalah:

1. Memberikan manfaat baru kepada jemaat GKJW Banyuwangi mengenai politik di

dalam gereja.

2. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai pendidikan politik kepada GKJW

Banyuwangi melalui tulisan ini.

3. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai pendidikan politik kepada para

pembaca karena jarang sekali di temui sebuah karya ilmiah yang membahas

mengenai pendidikan politik di dalam gereja.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif. Metode

ini digunakan karena dapat memberikan hasil yang lebih mendetail dan mendalam. Menurut

Mardilis, metode adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan dalam proses penelitian.

Sedangkan penelitian dimengerti sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang

dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan

sistematis untuk mewujudkan kebenaran.8 Jadi metode penelitian adalah cara atau teknis

yang dilakukan dalam ilmu pengetahuan secara sabar, hati-hati dan sistematis untuk

memperoleh kebenaran. Karenanya metodologi penelitian merupakan suatu pengkajian

dalam mempelajari peraturan-paraturan yang terdapat didalam penelitian.9

Berdasarkan penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah metode dalam penelitian status kelompok

manusia, suatu subjek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat suatu

gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.10

Menurut Bogdan dan Taylor, memberikan

definisi tentang pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati.11

8 Mardilis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1990) hal 24

9 Husaini Usman, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) hal 42

10 Mohammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia, 1998) hal 63

11 Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995) hal 3

Page 17: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

6

Oleh sebab itu untuk keperluan penelitian dalam rangka pengumpulan data maka

penulisan ini merupakan hasil dari penelitian lapangan dan kepustakaan.

1) Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Observasi

Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah observasi langsung. Menurut Kartini

Kartono observasi langsung adalah teknik observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan

ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas dalam konteks sosial yang tengah ia selidiki.12

Oleh

sebab itu, penulis menggunakan teknik ini untuk memungkinkan penulis mengamati dari

dekat hal-hal yang menjadi fokus penelitian serta melibatkan diri ditengah-tengah aktivitas

hidup mereka. Observasi yang saya lakukan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

gereja mempersiapkan warga jemaatnya untuk ikut ambil bagian dalam ajang perpolitikkan,

baik dalam program kegiatan yang ada digereja maupun pembinaan-pembinaan yang

dilakukan gereja khususnya dalam bidang perpolitikkan.

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bentuk komunikasi yang bersifat verbal atau lisan,

yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kenyataan hidup yang dialami oleh

masyarakat maupun individu dalam berbagai aspek kehidupan seperti yang didefinisikan

oleh Vredenberght, wawancara adalah mengumpulkan data mengenai sikap dan kelakuan,

pengalaman, cita-cita dan harapan manusia seperti dikemukakan oleh responden atas

pertanyaan peneliti atau wawancara.13

Proses pengambilan data melalui wawancara ini, saya

akan mewawancarai warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan

pimpinan GKJW Banyuwangi (Pendeta dan Majelis Jemaat) dan warga jemaat yang bekerja

di bidang politik (anggota KPU).

c. Studi Kepustakaan

Teknik ini dipakai dalam rangka mengadakan studi mengenai sejumlah literatur yang

berkaitan dengan penelitian. Literature ini dipakai untuk mempertanggung jawabkan hasil

penelitian serta peneliti dapat memperoleh pengertian dan pemahaman yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti.

12

Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial (Bandung: Alumni, 1980) hal 147 13

Jacob Vredenberght, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1990) hal 88

Page 18: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

7

1.6 Sistematika Penulisan

Penulis membagi sistematika penulisan penelitian ini dalam empat bagian. Pertama,

menjelaskan tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Kedua,

berisikan tentang Gereja dan Politik serta hubungan Gereja dan Politik dan bagaimana

keterlibatan peran Gereja terhadap Politik. Ketiga, dibahas hasil penelitian yang meliputi

permasalahan-permasalahan yang ditemukan. Keempat, bagian ini berisi penutup yang

meliputi kesimpulan berupa temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian,

pembahasan, analisis dan saran-saran yang berupa kontribusi dan rekomendasi untuk

penelitian yang mendatang.

Page 19: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

8

BAGIAN II

“Gereja dan Politik”

Gereja dan politik merupakan permasalahan yang sangat serius di sepanjang perjalanan

pelayanan gereja. Meskipun demikian, Gereja dalam hubungannya dengan politik bukanlah

sesuatu yang harus dihindari melainkan sesuatu yang perlu dihadapi dan dilayani. Gereja

perlu berperan dalam masalah-masalah sosial dan politik. Untuk maksud tersebut, pada

bagian ini akan diuraikan apa itu Gereja dan Politik serta hubungan Gereja dan Politik dan

bagaimana keterlibatan peran Gereja terhadap Politik.

2.1 Makna Gereja

Untuk memperoleh pemahaman yang utuh mengenai gereja, saya mencoba untuk

memaparkan beberapa pemikiran teolog kristen yang membahas hal yang berkaitan dengan

gereja.

Teolog kristen yang bernama Hans Kung mengatakan, konsep kita tentang gereja pada

dasarnya dipengaruhi oleh bentuk gereja pada satu waktu tertentu. Pada saat yang sama, ada

satu faktor yang konstan dimana variasi-variasi yang bersifat sejarah bisa merubah

pandangan manusia tentang gereja dan teologi dari masing-masing zaman.14

Hal tersebut

ingin menjelaskan bahwa ada elemen-elemen yang mendasar dan prespektif dalam gereja

dimana hal itu dinyatakan dari gereja itu sendiri. Hans Kung menyebutnya sebagai “essence”

(intisari, pokok), hal itu digambarkan dari sumber-sumber yang menentukan gereja secara

permanen.15

Berkaitan dengan “essence of the church”, Louis Berkhof menyebutkan, Gereja Katolik

memiliki pemahaman yang sangat berbeda dengan gereja Protestan. Katolik memahami

gereja sebagai suatu organisasi yang eksternal, yakni terdiri dari Bishop, Uskup Agung,

Cardinal, Paus. Sementara Protestan memahami gereja sebagai komunitas orang percaya

yang bersifat spiritual. Gereja secara alamiah termasuk orang-orang yang percaya dari segala

jaman dan tidak ada yang lain. Gereja merupakan tubuh Yesus Kristus yang spiritual, tidak

ada tempat bagi orang yang tidak percaya.16

14

Hans Kung, The Church, terj. Ray and Rossallen ockenden, cet 13 (London: Burns & Oates limited,

1969), 4. 15

Ibid 16

Louis Berkhof, A Summary of Christian, cet 2 (London: Billing and Sons LTD, 1962), 139-140

Page 20: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

9

1. Gereja sebagai Organisasi

Perjanjian Lama mempergunakan dua konsep yang dapat dipertukarkan untuk

melukiskan umat Allah, masing-masing hanya dengan sedikit makna berbeda. Pertama,

qohal yang berarti panggilan. Hal itu mempresentasikan kumpulan atau pertemuan anak-anak

Israel. Kata yang lain adalah ‘edah, dari akar kata “to appoint” yang artinya menunjuk.

Menunjuk kepada masyarakat Israel yang besar sebagaimana dipresentasikan dalam

penunjukan kepala-kepala suku Israel secara resmi.

Dalam Septuaginta, keduanya secara umum diterjemahkan sebagai “synagoge” (a

coming together atau datang bersama). Dalam Yudaisme yang kemudian, dengan penyebaran

dari orang-orang Yahudi mengikuti pembuangan dan synagoge berubah menjadi pusat-pusat

ibadah, pusat pemberian hukum atau pusat kehidupan sosial komunitas Yahudi.17

Selanjutnya dalam tradisi Ibrani dalam “gathered people” atau sejumlah orang-orang

yang dikumpulkan mewujud konsep qahal, ‘edah dan synagoge, menjadi bersifat

menembuskan (redemtively) memperbaharui expresi dalam kata “the eklesia”menjadi kata

“church” dalam Perjanjian Baru. Konsep tersebut mengidentifikasi “called out” (dipanggil

keluar) dan bersatu atau bersambung kembali bersama-sama kedalam umat Allah yang

diperbaharui. Komunitas gereja ini ditemukan dalam kesaksian dari para Nabi dan para

Rasul, dilembagakan atau terlembaga melalui Kristus sebagai Kepala Gereja, dan berkuasa

melalui Roh Kudus.18

2. Gereja sebagai Ibu (Induk) orang percaya

Seorang teolog yang bernama Henry Betterson dalam buku The Early Christian Fathers,

sebagaimana dikutip oleh Spykman19

, mengatakan bahwa Calvin menghidupkan terus

perumpamaan yang tradisional dari gereja yang bersifat institusi sebagai “ibu dari orang-

orang percaya.” Diantara bapa-bapa gereja awal, Cyprian adalah orang-orang yang sangat

kuat mengekspresikan peran yang material dari gereja. Dalam pernyataannya yang klasik ia

mengatakan bahwa “Dia tidak dapat memiliki Tuhan sebagai BapaNya jika tidak dapat

memiliki Gereja sebagai Ibunya.20

17

Gordon J Spykman, Reformational Theology: A New Paradigma for Doing Dogmatis (USA. William

B. Aedmans Publishing Company, 1992) 18

Ibid, hal 346 19

Ibid 20

Ibid, hal 429-430

Page 21: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

10

Spykman menulis, dari tugas Ibu dalam gereja berkembang masuk ke dalam satu dogma

pengerasan selama masa medieval. Analog yang dimunculkan adalah “diluar perahu Nuh”

pengrusakan atau kehancuran tidak dapat dihindari, dengan demikian “diluar pintu-pintu

gereja tidak ada keselamatan. Setelah itu, doktrin dari extra ecclesiam nulla salus pemisahan

dari ‘ibu gereja’ menunjuk kepada kematian spiritualitas.

Sebagai suatu institusi sosial, gereja hidup bersama atau berdampingan dengan institusi-

institusi lainnya dalam masyarakat, sebagai rumah, sekolah, asosiasi-asosiasi yang bersifat

politik, organisasi-organisasi buruh, media, bisnis dan bagian-bagian aktivitas lainnya.

Dalam konteks ini gereja sebagai institusi mengklaim identitasnya dan integritasnya serta

panggilannya yang khas. Dalam upaya pemenuhan mandat ini, gereja umat Allah berkumpul,

di dorong kepada tindakan secara patuh sebagai satu komunitas orang-orang percaya dalam

lingkungan kehidupan yang lain.

2.2 Model Gereja

Seorang teolog fundamental, Avery Dulles21

, ia mencoba menampilkan 5 model gereja,

yakni :

a. Gereja sebagai institusi : Hakekat gereja adalah sebagai institusi yang memberikan

kehidupan kekal bagi para anggota. Karena itu mudah untuk dipahami bahwa gereja

disamakan dengan ibu yang penuh cinta. Menurut Dulles, ciri khas dari model ini

adalah penekanan pada kekuasaan dan otoritas hirarkis. Kedua, posisi klerus

diutamakan pada hirarki. Ketigas, penekanan pada aspek yuridis. Keempat, sifat

tirumfalis Gereja (kesatuan tempur) ditonjolakan.22

b. Gereja sebagai Mystical Communion atau persekutuan yang bersifat mistik : Menurut

Dulles model gereja ini diawali dengan pembahasan tentang relasi-relasi sosial.

Model gereja ini menekankan unsur pemersatu yaitu rahmat dan karunia batiniah dari

Roh Kudus. Hakekat gereja sebagai Tubuh Mistis adalah bahwa gereja bersifat

spiritual dan adikodrati. Berkaitan dengan itu, tujuan Gereja dalam model gereja

sebagai persekutuan mistis adalah memimpin orang-orang kepada persatuan dengan

Allah.23

21

Avery Dulles, Models of the Church, A Critical Assessmens Of The Church in All Its Aspects, 1974,

hal 13-83 22

Yusak B. Setyawan, Eklesiologi, Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2013, hal 46 23

Ibid, 51

Page 22: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

11

c. Gereja sebagai Sakramen : Dalam model gereja ini, sakramen dipahami sebagai suatu

tanda dari rahmat yang menyatakan diri. Oleh karena itu, sakramen selalu bersifat

dinamis. Hakekat gereja dalam model Gereja sebagai sakramen adalah bahwa Gereja

adalah sakramen Yesus yang bertujuan memurnikan dan mengintensifkan jawaban

manusia terhadap rahmat Kristus.24

d. Gereja sebagai Pewarta atau Pembawa Berita : Model gereja ini sejalan dengan gereja

model sakramen, dimana di pahami sebagai suatu simbol yang terlihat sebagai suatu

anugerah dari Allah. Dasar dari model ini adalah pewarta yang mencoba untuk

mewartakan bahwa seorang Raja akan datang untuk membawa sebuah perubahan

dalam dunia. Dengan kata lain secara sederhana tujuan dari model pewartaan ini

adalah membawa Misi besar gereja yaitu menjadikan semua bangsa murid Kristus

(Matius 28:18-20).25

e. Gereja sebagai Hamba : Menurut Dulles metode teologis yang dikembangkan dalam

model ini adalah bersifat sekular dan diagonal. Bersifat sekular karena Gereja sudah

seharusnya mengambil dunia sebagai tempat berteologi karena model ini sangat

relevan untuk situasi baru. Dunia modern membutuhkan sesuatu yang hanya dapat

diberikan oleh Gereja, yakni iman akan Kristus, pengharapan akan datangnya

Kerajaan Allah, perjuangan nilai-nilai damai, keadilan, persaudaraan dan sebagainya.

Kritik profetis terhadap institusi sosial, membangun masyarakat seturut gambaran

Kerajaan yang dijanjikan.26

2.3 Pengertian Politik

2.3.1 Pengertian Politik secara Umum

Di Yunani Kuno adanya kota sebagai kesatuan politik, termasuk yang

terbentuk di daerah-daerah urban dan wilayah-wilayah pinggiran yang meliputinya,

merupakan hal yang normal, bahkan suatu kesatuan kota yang bersifat swatantra

dengan tingkatan otonomi dan kekuasaan kepolisian (demi keamanan) yang baik,

merupakan idaman. 27

Politik adalah seni untuk mencari dan mengkombinasikan berbagai

kemungkinan untuk mengarahkan masyarakat kepada sebuah cita-cita dari

24

Ibid, 55 25

Ibid, 58 26

Ibid, 61 27

Sirait, Sabam, Politik Kristen di Indonesia. Suatu tinjauan Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001,

hal 25

Page 23: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

12

masyarakat itu. Politik dijiwai oleh cita-cita yang diyakininya sebagai keinginan

seluruh masyarakat. Sebab itu, politik mesti sanggup mayakinkan warga bahwa apa

yang dikejarnya adalah apa yang dikehendaki seluruh masyarakat. Politik memiliki

arah, yakni cita-cita yang mendorong untuk tidak menerima saja keadaan yang ada.

Kadar keberhasilannya ditentukan oleh cita-cita itu sendiri yang mewarnai

keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan. Moralitas sebuah politik ditentukan oleh

kesanggupannya untuk secara konsekuen mencari yang terbaik dari berbagai

kemungkinan yang ada demi membawa seluruh masyarakat kepada sebuah kehidupan

yang mencermintan martabat luhur manusia. Apabila politik mencerminkan

kesesuaian dengan cita-cita ini, maka dia dapat mengharapkan agama menjadi

motivator bagi masyarakat untuk melaksanakan apa apa yang diaturnya28

. Artinya

keberhasilan sebuah politik tidak hanya diukur berdasarkan pencapaian cita-cita,

tetapi juga kualitas jalan yang diretas menuju cita-cita itu. Disinilah letak moralitas

politik yakni kesanggupannya untuk menjalankan kekuasaan menuju sebuah cita-cita

seluruh masyarakat.

Lembaga Politik yang paling menarik di Atena adalah Sidang Ecclesia dan

Dewan Limaratus29

. Sidang Ecclesia dihadiri oleh semua laki-laki yang berusia 20

tahun keatas. Tugas sidang adalah membuat undang-undang dan melakukan

persidangan sepuluh kali dalam setahun. Tugas sidang sangat mirip dengan legislatif

dinegara-negara modern. Dalam perkembangan jaman kata politik juga berkembang

sesuai dengan perkembangan manusia dan jaman. Menurut Karl W Deuch, seperti

yang dikutip Sabam Sirait, Politic is the making of decision by politic means (politik

adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan-kebijakan public

bagi seluruh masyarakat)30

.

Istilah “politik” berasal dari kata Yunani polis yang memiliki arti “benteng,

kota, negara atau bentuk negara tertentu, yakni demokrasi” dan politea yang berarti

“penduduk atau warga negara, hak warga negara, kewarganegaraan tata negara dan

bentuk pemerintahan”. Selain itu, istilah politik dipakai untuk menunjukkan kepada

dimensi kekuasaan dalam masyarakat atau sistem sosial. Ini tampak dalam definisi

politik yang dikemukakan oleh Robert Dahl. Baginya, politik adalah pola tetap relasi-

28

Paulus Budi Kleden. Teologi Terlibat. Maumere: Ledalero, 2003 hal 202 29

George Sabine sebagaimana dikuti oleh Sabam Sirait, Politik Kristen di Indonesia: Suatu tinjauan

Etis, BPK Gunung Mulia, 2001 hal 25-26 30

Karl W Deuch, dikutip oleh Sabam Sirait, Politik Kristen di Indonesia: Suatu tinjauan Etis, BPK

Gunung Mulia, 2001 hal 24-25

Page 24: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

13

relasi manusia, yang secara signifikan, melibatkan kontrol, pengaruh, kekuasaan, atau

otoritas31

. Kekuasaan politik merupakan salah satu unsur atau bagian dari kekuasaan

sosial itu. Politik terkait dengan penggunaan dan penyelenggaraan kekuasaan untuk

mengatur keseluruhan kehidupan suatu masyarakat.32

Sejalan dengan itu, Andrew Heywood33

kemudian menunjukkan empat

karakter dasar dari politik, yakni yang pertama, politik adalah suatu aktivitas; kedua,

politik adalah sebuah aktivitas sosial; ketiga: politik berkembang dari realitas

perbedaan pandangan, keinginan, kebutuhan dan kepentingan; keempat, perbedaan-

perbedaan terkait erat dengan konflik. Karena politik mencakup ekspresi dari

pandangan-pandangan yang berbeda, kompetisi antara ragam tujuan yang saling

bersaing atau benturan kepentingan maka politik berkenan hadir dengan keputusan-

keputusan kolektif yang mengikat kelompok masyarakat.

Sebagai wilayah keputusan-keputusan yang memaksa dan mengikat

masyarakat, politik menjadi sebuah ruang terbuka bagi semua pihak atau komponen

dalam masyarakat itu. Politik adalah ruang publik di mana berlangsung interaksi dan

saling pengaruh antara berbagai komponen dengan bobot kekuasaan masing-masing.

Dalam ruang publik itu berlangsung kegiatan-kegiatan atau upaya-upaya untuk

memperoleh dan menggunakan kekuasaan politik mengandaikan suatu koordinasi

mutual antara ragam aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh semua komponen

masyarakat tersebut. Dalam konteks pemahaman ini, kordinasi mutual tersebut

sekaligus merupakan mekanisme prinsip dalam manajemen konflik antara berbagai

ragam pandangan, kepentingan dan tujuan komponen-komponen masyarakat.

Sehingga dapat dikatakan bahwa politik adalah komunitas polis atau

komunitas sipil, yang menata kehidupan bersamanya berdasarkan tujuan-tujuan

bersama (public).34

Dari pengertian politik secara umum jika dihubungkan dengan keterlibatan

gereja dalam dunia politik sebenarnya gereja juga terpanggil untuk melakukan

31

Robert A. Dahl, Modern Political Analysis (new Jersey: Prentice-Hall, 1976),3 32

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1998), 37 mengartikan kekuasaan

politik sebagai kemampuan untuk memengaruhi kenijakan umum (Pemerintah), baik terbentuknya maupun

akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan pemegang kekuasaan sendiri. 33

Andrew Heywood, Political Theory-An Introduction (New York: ST Martin’s Press, Inc,1999), 52 34

J. Philip Wogaman, Christian Perspektive On Politics (Louisville Westminster John Knox Press,

2000), 12-13

Page 25: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

14

kesejahteraan bagi umatnya dalam bidang politik dan bedanya adalah ketika gereja,

pendeta atau warga jemaatnya terlibat dalam politik praktis untuk kekuasaan atau

untuk kepentingan gereja dan atau pribadi mereka sendiri. Politik secara umum

adalah strategi atau kegiatan untuk mencapai suatu tujuan, dan pengertian politik jika

dikaitkan dengan apakah warga jemaat boleh berpolitik? Tentu saja boleh, asalkan

politik berdasarkan hati nurani, seperti berbela rasa, dapat membawa kesejahteraan

dan juga dapat membawa keadilan bagi orang yang membutuhkan. Dengan bercermin

pada Yesus maka sikap politik gereja adalah berpihak pada nilai keadilan dan

kebenaran. Itu berarti wajib hukumnya bagi gereja untuk berteologi tentang politik. 35

2.4 Hubungan Gereja dan Politik

Dalam pandangan Wogaman gereja mula-mula menunjukkan sikap yang

ambivalen terhadap pemerintahan. Disatu pihak pemerintah dianggap berasal dari

Allah (jika ia melakukan kebaikan), dan di pihak lain pemerintah dianggap sebagai

iblis36

. Gereja berfungsi untuk mengajarkan kepatuhan, moral, disiplin, dan rasa

hormat, juga mengajar umat dan para pelayan akan tanggungjawab mereka; dengan

kata lain, gereja memberi petunjuk atau arahan kepada semua tugas dan etika

pelayanan duniawi. Hal ini berarti bahwa tugas pengajaran bukanlah persoalan satu

pemberitahuan yang bersifat umum belaka namun, scara spesifik juga melatih setiap

lingkungan tentang kehendak Tuhan dan satu hal pasti ini juga terdapat dalam

hubungan tugas secara politisi.

Gereja memang tidak boleh bergantung pada kekuasaan. Tetapi adalah

tanggungjawab gereja untuk ikut mengarahkan kekuatan-kekuatan politik dalam

kehidupan bersama untuk tujuan mendirikan tanda-tanda syalom Allah. Itu tidak

berarti bahwa gereja kemudian harus menjadi satu kekuatan atau partai politik. Dalam

rangka mengarahkan kekuatan-kekuatan politik untuk melayani keadilan dan

kebenaran, gereja perlu tampil sebagai kekuatan moral dan etika37

. Sementara itu, dari

pihak gereja diharapkan adanya pendampingan pastoral yang terus menerus bagi

setiap warganya yang terlibat di dalam politik praktis. Mereka tidak boleh dibiarkan

berjalan sendiri. Gereja tidak boleh hanya mencela warganya yang terlibat politik,

35

Ebenhaizer I. Nuban Timo. Umat Allah Di Tapal Batas. Salatiga: Alfa Design, 2011 hal 306 36

J Philip Wogaman, Christian Prespectives on Politics, (Louisville Westminster John Knox Press,

2000) hal 36 37

Ibid, 307

Page 26: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

15

tetapi tidak pernah memahami secara persis apa yang diperjuangkan warganya38

.

Dengan demikian, gereja benar-benar secara bertanggungjawab melibatkan diri dalam

persoalan-persoalan menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan. Didalam

melakukan itu, lembaga gereja tidak boleh mengidentikkan diri dengan partai-partai

politik, termasuk partai politik yang bernapaskan Kristen. Gereja adalah sebuah

institusi yang berada di atas semua partai politik. Hanya dengan demikianlah gereja

akan memiliki kekuatan moral.

Walaupun pada dasarnya gereja dan politik tidak terpisahkan namun harus

dikatakan pula bahwa gereja dan politik juga harus dipisahkan. Karena memiliki

tujuan yang berbeda. Makna politik baik secara umum dalam Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru dan juga makna Gereja sebenarnya dapat dikatakan bahwa Gereja

memiliki satu tugas yang penting dalam hal peraturan-peraturan atau tata tertib yang

bersifat politis. Bagi Gereja menegaskan, menguatkan dan menolong berfungsi untuk

menopang setiap otoritas dan kedamaian secara umum39

. Gereja dengan misinya

persekutuan, kesaksian dan pelayanan sedangkan politik dengan misinya merebut

kekuasaan duniawi. Sehingga jika gereja terkooptasi dengan politik maka makna

gereja untuk menjadi pembawa kedamaian dan kesejahteraan akan hilang diganti

dengan persaingan. Namun, justru disinilah letak panggilan orang Kristen selaku

komunitas iman bersama dengan saudara-saudaranya yang lain (yang tidak seiman)

tetap melaksanakan panggilan politisnya tanpa harus menarik diri hanya karena

semata-mata ia orang beriman40

. Karena Allah mengasihi dan menghendaki agar

kehidupan keagamaan, kemasyarakatan dan politik tidak dipisah-pisahkan, melainkan

dipersatukan menjadi satu kesatuan batin yang erat41

.

Menghadapi berbagai persoalan dan pertanyaan yang datang dari modernisme

ini, sikap Gereja adalah menolak kompetensi politis para warga dan menempatkan

diri sebagai satu-satunya instansi yang mengetahui apa yang benar untuk semua orang

secara politis. Gereja adalah ibu yang merasa diperlengkapi dengan kesanggupan ilahi

untuk dapat menemukan dan merumuskan apa yang benar untuk seluruh bidang

kehidupan, juga dalam bidang politik. Gereja memiliki kompetensi yang terbatas,

38

Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Ghetto: Gereja Di Dalam Dunia. BPK Gunung Mulia, 2015, hal

188 39

Martinus TH Mawene. Teologi Kemerdekaan. BPK Gunung Mulia, 2004, hal 47 40

ibid, 163-177 41

O. Notohamidjojo. Iman Kristen dan Politik. BPK Gunung Mulia (Jakarta, 1972) hal 15

Page 27: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

16

sebab itu dia tidak dapat berbicara secara otoritatif tentang semua hal, termasuk

tentang politik. Untuk membantu memberikan arah dan kerangka moral dalam

penentuan sikap otonom itu, Gereja merasa wajib untuk memberikan pertimbangan-

pertimbangannya tentang politik, tetapi sikap politis yang diambil para beriman

dalam persoalan politik konkret adalah haknya yang mesti diakui42

.

Politik dapat didefinisikan sebagai seni untuk menemukan, merumuskan dan

mengatur yang mungkin. Politik bermula ketika seorang berani melihat kemungkinan,

menangkap alternatif. Sarana yang dipakai untuk mengatur dan mewujudkan yang

mungkin itu adalah kekuasaan. Kekuasaan adalah sarana yang dibutuhkan oleh politik

untuk mewujudkan apa yang dilihatnya sebagai yang mungkin. Sebuah kemungkinan

merupakan alternatif untuk apa yang secara riil ada. Kemungkinan senantiasa

dihadapkan pada yang faktis. Adanya kemungkinan menunjukkan bahwa yang faktis

itu bukanlah sebuah kemutlakkan. Kalau demikian, maka memikirkan dan

menunjukkan adanya kemungkinan berarti menolak kuasa mutlak dari yang faktis.43

Gereja harus melibatkan diri dalam bidang politik, tapi keterlibatannya adalah

keterlibatan sebagai bagian dari masyarakat tanpa sebuah kuasa magisterial yang

melegitimasikan pilihan politis tertentu para warganya. Hal inilah yang mendasari

pluralisme politis didalam gereja. Karena gereja bukan bagai politik atau aliran

politik tertentu, maka didalam gereja boleh ada berbagai macam afiliasi politis. Tanpa

mengindahkan pluralisme ini kita akan menjadi otorite, merasa mempunyai hak dan

kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi orang. Dalam kenyataan, justru hal

inilah yang hendak dilawan dan diatasi gereja dengan keterlibatannya. 44

42

Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009 hal 78 43

Ibid, 201 44

Ibid, 214-215

Page 28: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

17

Bagian III

3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ialah GKJW Jemaat Banyuwangi yang berada di Kota

Banyuwangi. Sebagaimana keberadaan Gereja sejak awal permunculannya di tengah

dunia hingga saat ini tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan politik, demikian

juga dengan gereja di Jawa Timur sejak berdiri hingga sekarang selalu memiliki

hubungan dengan politik. GKJW secara institusi adalah sebuah lembaga gerejawi

yang berada di Jawa Timur, “Gereja dan Negara” merupakan organisasi yang

berbeda, tetapi menyangkut orang-orang yang sama yakni seluruh masyarakat sebagai

warga negara.45

3.2 Kota Banyuwangi dan GKJW Jemaat Banyuwangi

Kecamatan kota Banyuwangi merupakan pusat kota di Kabupaten

Banyuwangi dengan luas wilayah 30,13 Km2 yang terdiri dari 18 Kelurahan.

Masyarakat kota Bayuwangi terdiri dari orang Banyuwangi asli atau orang “Using”,

etnis Jawa, Madura dan etnis lainnya. Wilayah kecamatan kota Banyuwangi

merupakan daerah pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, daerah pemukiman,

sawah, tambak dan pelabuhan ikan laut. Jumlah penduduk kota Banyuwangi sesuai

dengan data BPS Banyuwangi sampai dengan bulan Mei 2016 sebanyak 104.623

dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 28.943 KK. Bahasa sehari-hari yang

digunakan oleh penduduk adalah bahasa “Using” yaitu bahasa asli Banyuwangi,

bahasa Jawa, dan didaerah pesisir pantai biasanya menggunakan bahasa Madura dan

Melayu. Bahasa “Using” adalah bahasa asli Banyuwangi yang hampir sama dengan

bahasa Jawa dan sedikit terpengaruh dengan bahasa Bali dan logat bahasanya

memang khas walaupun mirip dengan logat bahasa Jawa pada umumnya.

Greja Kristen Jawi Wetan Jemaat Banyuwangi terletak di pusat kota

Banyuwangi, berhadapan langsung dengan RSUD Blambangan Banyuwangi. Sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa perkembangan jumlah

warga jemaat dari waktu ke waktu memang sulit untuk mendapatkan catatan yang

jelas, sehingga peneliti hanya mencatat sejauh data yang diperoleh dikantor GKJW

45

Hutomo Widodo.Napak Tilas 60th GKJW Jemaat Banyuwangi.Banyuwangi: Panitia HUT GKJW

Jemaat Banyuwangi, 2007 hal 2

Page 29: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

18

Jemaat Banyuwangi yakni 190 KK. Pendeta yang menjabat di GKJW Jemaat

Banyuwangi pada saat ini adalah Pdt. Sony Saksono Putro, Msi.

Sejauh ini program-program kegiatan GKJW Jemaat Banyuwangi sesuai

dengan kegiatan tahunan 2015-2016 yang telah disusun oleh Majelis Agung. Sesuai

data yang diperoleh oleh penulis hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh GKJW

secaraumum belum ada kegiatan yang menyangkut pembinaan politik, tetapi kegiatan

yang dilakukan oleh GKJW hanyalah sebatas membina rohani dan spiritualitas iman

warga jemaat.46

3.3 Temuan Hasil Penelitian, Pembahasan dan Analisa

3.3.1 Sikap Gereja Terhadap Warga Jemaat Yang Berpolitik Praktis

Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan warga jemaat yang

mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Peneliti menemukan hasil penelitian

bahwa sejauh ini perhatian dari pemerintah mengenai kehidupan kekristenan di

Banyuwangi kurang baik, aspirasi yang diberikan oleh umat kristen kurang

mendapatkan respon yang semestinya dan bagi anak-anak Kristen yang bersekolah di

Sekolah Negeri kurang mendapatkan pendidikan agama Kristen yang baik karena

beberapa daerah di Banyuwangi tidak memiliki guru Agama Kristen. Beberapa asalan

yang disampaikan oleh warga jemat tersebut itu menjadi motivasinya untuk menjadi

wakil orang Kristen di kursi pemerintahan dan beliau berharap bahwa dengan

keberadaannya sebagai anggota legislatif dapat menjadi perantara aspirasi umat

Kristen di Banyuwangi. Beberapa permasalahan yang disebutkan diatas

dilatarbelakangi karena tidak adanya anggota legislatif Kristen yang menjabat sebagai

anggota legislatif di Kabupaten Banyuwangi. Namun keinginan beliau kurang

mendapatkan respon yang baik dari pihak gereja, padahal gereja telah mengetahui

bahwa ada warga jemaatnya yang ikut ambil bagian dalam pencalonan sebagai

anggota legislatif.47

Observasi selanjutnya kepada warga jemaat lainnyayang juga mencalonkan

diri sebagai anggota legislatif.48

Dalam observasi ini, penulis juga menemukan bahwa

warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif ini ternyata kurang

mendapatkan dukungan dan perhatian dari gereja. Warga jemaat ini adalah salah satu

46

Hasil Observasi Program Kerja Tahunan GKJW Banyuwangi 47

Wawancara dengan Bapak R, 1 Juni 2016, pukul 09.00 WIB 48

Wawancara dengan Bapak G, 3 Juni 2016, pukul 13.00 WIB

Page 30: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

19

anggota Majelis GKJW Banyuwangi namun warga jemat yang mencalonkan diri

sebagai anggota legislatif ini menerangkan kurang adanya perhatian yang khusus

diberikan oleh gereja, bukan perhatian untuk memilih beliau disaat hari pemilihan

anggota legislatif tetapi yang mereka butuhkan adalah dukungan kesiapan diri untuk

menghadapi proses yang dijalani sebelum dan sesudah pemilihan anggota legislatif.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa dukungan dari gereja sangat

mempengaruhi kehidupan warga jemaat termasuk dukungan untuk warga jemaat yang

mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Dukungan dan perhatian dari gereja

akan memberikan kekuatan tersendiri bagi warga jemaat, namun hal tersebut

nyatanya kurang dirasakan oleh warga jemaat tersebut.

Observasi ketiga dalam penelitian ini bersama Pendeta Jemaat GKJW

Banyuwangi49

. Dalam penelitian ini penulis menemukan hasil penelitian yakni

GKJW masih belum membuka “kran” dalam proses membangun pemahaman warga

jemaat supaya “melek” politik. Dihampir semua gereja termasuk sampai Sinode juga

masih gamang dalam memberlakukan proses memahamkan politik kepada warga

jemaat. Beberapa pendeta GKJW pernah mengusulkan untuk mengadakan Seminar

Wawasan Kebangsaan ternyata dalam lingkup Majelis Jemaat dan Majelis Daerah

tidak disetujui. Hal tersebut terjadi karena adanya trauma politik masa lalu yang

menggabungkan antara Agama dan Politik yang berakhir pada suatu kecelakaan

politik yang pernah terjadi di masa lalu sehingga memunculkan pemikiran para

politikus yang terdahulu bahwa Agama tidak boleh berpolitik, Gereja tidak boleh

berpolitik, politik itu dosa dsb. Banyak presepsi negatif yang ditanamkan sehingga

untuk membuka kembali wawasan yang baru butuh proses dan untuk GKJW

Banyuwangi proses itu sendiri tidak dapat dimulai dari lingkup lokal tetapi proses itu

dimulai dari Sinode di dalam memahami hal itu. Selain itu, hal penting yang

ditemukan adalah bahwa gereja memang tidak berpolitik praktis tetapi gereja harus

melek politik, supaya apapun yang terjadi di lingkungan dimana gereja ada, gereja

tidak tinggal diam tetapi gereja berbuat sesuatu.

Sekalipun GKJW Banyuwangi kurang memberikan dukungan yang aktif

untuk warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tetapi secara

pribadi sebagai Pendeta jemaat, beliau tetap memberikan perhatian untuk Bapak R.

49

Wawancara dengan Bapak Pdt. Soni, 3 Juni 2016, pukul 16.00 WIB

Page 31: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

20

Bentuk perhatian yang diberikan adalah dengan melakukan perkunjungan pastoral

kerumah Bapak R, mendoakan, memberi motivasi supaya siap menghadapi apapun

yang terjadi nanti, memberikan nasehat jikalau Bapak R terpilih menjadi anggota

legislatif. Namun Pdt. Soni tidak pernah secara langsung ketika diatas mimbar

mendoakan dan menyebut nama Bapak R karena itu akan menimbulkan kesenjangan

sosial antar warga jemaat dan akan memunculkan pemikiran bahwa terjadi politik

praktis di atas mimbar.

Seperti pendapat seorang tokoh gereja yaitu, Dr. Nasikun mengatakan bahwa

gereja tidak harus berpolitik praktis. Meski demikian, tugas profetik (kenabian) di

bidang politik harus dilakukan. Karena kekuatan gereja dalam arti jumlah konstituen

kecil. Nasikun mengaku bahwa dirinya termasuk orang yang tidak setuju dengan

politik kristen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang hendak diperjuangkan

oleh gereja adalah nilai-nilai, itu saja yang dipegang, dimana nilai itu bisa ditemukan

dalam keadaan politik saat ini. Ternyata jika dilihat lebih jauh dan mendalam maka

kontribusi gereja lebih penting dalam proses politik dalam mendorong bekerjanya

suatu proses politik yang sesuai dengan nilai-nilai kristiani.

Observasi keempat dalam penelitian ini bersama warga jemaat GKJW

Banyuwangi yang menjadi anggota panitia pengawas pemilu di Banyuwangi.50

Dalam penelitian ini peneliti menemukan hasil penelitian mengenai kehidupan politik

di Banyuwangi khususnya dalam hal partisipasi warga Kristen yang sangat

memprihatinkan karena pada periode ini kursi DPR di Banyuwangi ada 50 namun

hanya 1 saja perwakilan dari Agama Kristen dan ini merupakan masalah besar bagi

warga gereja (baik Kristen maupun Katolik) karena hal ini akan mempengaruhi

aspirasi warga Kristen.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sudah saatnya gereja mulai

membuka diri akan masalah politik ini, karena politik juga menjadi salah satu

tanggungjawab bagi gereja. Kurangnya perhatian gereja terhadap kehidupan

perpolitikan di Banyuwangi menyebabkan perhatian yang seharusnya diberikan

kepada umat yang beragama Kristen juga terhambat. Seperti yang ditemukan peneliti

saat melakukan penelitian, saat ini di Kabupaten Banyuwangi tidak memiliki BIMAS

50

Wawancara dengan Bapak Drs. Cipto Nugroho (Anggota Panita Pengawas Pemilu Kab.

Banyuwangi), 4 Juni 2016, pukul 09.00 WIB

Page 32: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

21

(Bimbingan Masyarakat) Kristen dimana tugas BIMAS Kristen adalah melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang bimbingan masyarakat Kristen.51

Tidak

adanya BIMAS Kristen dikarenakan tidak adanya perwakilan dari umat yang

beragama Kristen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sudah saatnya semua

warga gereja membuka diri dengan kehidupan politik yang ada disekitar karena

ketika warga jemaat belum mampu membuka diri untuk menerima dan memahami

politik secara baik dapat menyebabkan masalah dan tantangan yang di hadapi oleh

umat Kristen di Banyuwangi tidak segera mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Dewasa ini Politik dianggap sebagai “bisnis” yang kotor. Padahal politik

sendiri memiliki makna yang luhur yaitu bagaimana cara mengatur kota (polis).

Tetapi siapakah yang membuat politik menjadi kotor? Hal itu tentu para pelakunya

dan bukan politiknya. Suatu negara akan maju jika para politisi dapat jujur dan

integritas yang tinggi.52

Bekerja dengan pengertian bahwa kita semua adalah peserta,

keterlibatan dalam politik bukan menyangkut hal mencari “kekuasaan”, akan tetapi

menyangkut bahwa kita diwakili secara wajar ketika berpartisipasi dalam

pemerintahan. Dalam keikutsertaan ini, kita memiliki kesempatan dalam voting

pejabat-pejabat kita yang terpilih dan meyakinkan adanya pilihan yang cukup pada

waktu voting. Jika kita sungguh mempercayai bahwa pemerintah ditahbiskan oleh

Tuhan, keistimewaan dan kesempatan ini harus dinikmati dan dijalankan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di GKJW Jemaat Banyuwangi Hasil

penelitian tentang hubungan gereja dengan warga jemaat yang berpolitik yaitu secara

umum terdapat dua faktor dari pihak warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai

anggota legislatif dan dari pihak gereja yang masih belum terbuka dengan politik.

Secara khusus terdapat 3 sikap GKJW Jemaat Banyuwangi dalam menyikapi warga

jemaat yang berpolitik praktis. Pendeta secara pribadi mendukung dan memberi

motivasi kepada warga jemaatnya yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Para anggota majelis dengan tegas menolak adanya warga jemaat yang mencalonkan

diri sebagai anggota legislatif dengan alasan bahwa akan menimbulkan pemasalahan

baru didalam kehidupan berjemaat. Dari pihak warga jemaat lainnya mengalami

kegamangan karena tidak tahu harus bersikap seperti apa jika ada warga jemaat yang

51

http://bimaskristen.kemenag.go.id/index.php/about-dbk diunduh pada tanggal 19 Juli 2016, pukul

16.46 WIB 52

Franz Magnis Suseno. Etika Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama (Jakarta 1991) hal 8

Page 33: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

22

berpolitik praktis. Ketiga sikap yang terjadi itu akhirnya membuat GKJW

Banyuwangi tidak memiliki sikap yang jelas dalam merespon warga jemaat yang

berpolitik praktis.

Page 34: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

23

Bagian IV

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian di Greja Kristen Jawi Wetan Jemaat Banyuwangi dan

menganalisa data maka penulis dapat mengetahui tentang bagaimana peran peran gereja

terhadap warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Berdasarkan hasil

penelitian yang peneliti lakukan maka ada beberapa temuan-temuan penting yang peneliti

dapatkan.

Gereja bukan lembaga surgawi yang terpisah dari konteksnya, tetapi gereja adalah

lembaga yang bersentuhan dengan realitas pergumulan umatnya. Oleh karena itu gereja dapat

memberikan makna bagi dimensi politik yang melekat pada warganya yang sekaligus juga

warga negara. Dalam konteks kondisi di Indonesia, misalnya seperti Pemilihan Calon

Anggota Legislatif, dimana semua keputusan diserahkan kepada rakyat sebagai pemilih,

maka apa peran yang dapat dilakukan oleh gereja? Apakah gereja harus berjuang bagi

terpilihnya warga jemaat yang ikut ambil bagian dalam hal ini? Atau gereja mesti

memperjuangkan siapa saja yang memiliki komitmen tinggi terhadap penegakkan keadilan

dan sebuah masyarakat anti diskriminasi serta mampu melahirkan pemerintahan yang bersih.

GKJW Jemaat Banyuwangi dipanggil kedunia untuk membina, membimbing dan

mengarahkan jemaatnya demi menjawab setiap kebutuhan warga jemaat termasuk

mendampingi warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif namun saat ini

GKJW Banyuwangi masih kurang terbuka dengan politik sehingga Pendeta hanya melayani

pendampingan warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif secara pribadi.

Selain itu, pemahaman politik yang kurang dimiliki oleh warga jemaat sehingga membuat

warga jemaat mengalami kegamangan akan sikap yang seharusnya dilakukan sebagai warga

jemaat. GKJW Jemaat Banyuwangi dapat dikatakan memilih untuk berhati-hati dalam

mengambil sikap mengenai warga jemaat yang berpolitik praktis seperti yang dilakukan oleh

Majelis Jemaat, tujuannya untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi pepecahan dalam gereja

karena tidak semua warga jemaat memiliki pehamaman politik yang baik. Jika warga jemaat

salah bersikap, maka gereja yang akan bertanggungjawab memperbaiki keadaan.

Berdasarkan teori Malcolm Brownlee53

. Gereja adalah salah satu sumber dukungan

moral, dukungan yang dimaksudkan adalah dukungan jiwa dan semangat, dukungan tenaga,

53

Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya. Jakarta: BPK,

2012, 176

Page 35: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

24

dukungan materi dan dukungan rohani. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa gereja

kurang menjalankan fungsinya secara maksimal berkaitan dengan masalah tersebut, dalam

hal ini gereja belum menjadi unit yang memberikan perhatian bagi warga jemaat yang

memiliki tujuan untuk menjadi anggota legislatif. Melalui penelitian ini diketahui bahwa

gereja memiliki peran yang penting dalam memberikan berbagai dukungan bagi warga

jemaatnya.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka terdapat yang

mungkin dapat dipakai dan dilihat kembali fungsinya dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab gereja kepada warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif

di GKJW Jemaat Banyuwangi.

1. Para pelayan gereja harus menyadari bahwa mereka mempunyai tanggung jawab yang

sangat besar terhadap jemaatnya yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Mereka harus melayani setiap kebutuhan jemaat terlepas bagaimana keadaan dari

jemaat itu sendiri.

2. Gereja memiliki fungsi dalam dukungan moral yang bertujuan untuk menyiapkan,

memberi semangat, menopang dan membimbing warga jemaat yang mencalonkan diri

sebagai anggota legislatif. Dalam hal ini untuk selalu memberikan dorongan dan

motivasi yang baik kepada warga jemaat tersebut untuk siap dan tetap semangat

menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.

3. Bagi Sinode GKJW sudah semestinya mulai berani memberikan pendidikan politik

yang lebih mendalam kepada warga jemaat supaya warga jemaat tidak mengalami

kegamangan jika menghadapi pergulatan politik.

Page 36: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

25

Daftar Pustaka

Berkhof, Louis, A Summary of Christian, cet 2.London: Billing and Sons LTD, 1962.

Budiardjo, Miriam.Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta: Gramedia, 1998.

Brownlee, Malcolm. Pengambilan Keputusan Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Dahl, Robert A. Modern Political Analysis.New Jersey: Prentice-Hall, 1976.

Dulles, Avery. Models of the Church, A Critical Assessmens Of The Church in All Its

Aspects, 1974.

Heywood, Andrew.Political Theory-An Introduction.New York: ST Martin’s Press, Inc,1999.

Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni, 1980.

Kung, Hans.The Church, terj. Ray and Rossallen ockenden, cet 13.London: Burns & Oates

limited, 1969.

Kleden, Paulus Budi. Teologi Terlibat. Maumere: Ledalero, 2003.

Kolimon, Mery. Teologi Politik, Makasar: Oase Intim, 2013.

Mardilis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara, 1990) .

Mawene, Martinus TH. Teologi Kemerdekaan. BPK Gunung Mulia, 2004.

Moleong, Lexi. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995.

Nazir, Mohammad Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia, 1998.

Notohamidjojo,O.Iman Kristen dan Politik. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972.

Sirait, Sabam.Tentang Gereja dan Politik. NARWASTU, Maret 2001.

Sirait, Sabam, Politik Kristen di Indonesia. Suatu tinjauan Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2001.

Suseno, Franz Magnis. Etika Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Setyawan, Yusak B. Eklesiologi, Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2013

Page 37: “GEREJA DAN CALON LEGISLATIF” - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10501/2/T1_712012042_Full... · Agus, Pak Kris, Kak Iren, Bu Fery, Pak Jopie, Kak

26

Spykman, Gordon J, Reformational Theology: A New Paradigma for Doing Dogmatis. USA:

William B. Aedmans Publishing Company, 1992.

Timo, Ebenhaizer I. Nuban. Umat Allah Di Tapal Batas. Salatiga: Alfa Design, 2011.

Usman, Husaini. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Utomo, Warsito. Kristianitas Dalam Kancah Perpolitikan Nasional, Yogyakarta:

Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2014.

Vredenberght, Jacob. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1990.

Wogaman, J. Philip.Christian Perspektive On Politics (Louisville Westminster John Knox

Press, 2000.

Widodo, Hutomo.Napak Tilas 60th GKJW Jemaat Banyuwangi.Banyuwangi: Panitia HUT

GKJW Jemaat Banyuwangi, 2007.

Yewangoe, Andreas A. Tidak Ada Penumpang Gelap. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Yewangoe, Andreas A.Tidak Ada Ghetto: Gereja Di Dalam Dunia. BPK Gunung Mulia,

2015.

http://bimaskristen.kemenag.go.id/index.php/about-dbk diunduh pada tanggal 19 Juli 2016

Pk. 16.46 WIB

http://marskrip.blogspot.com/2009/12/pemilu-di-indonesia.html diunduh pada tanggal 26

September 2015 Pk. 20.00 WIB.

http://terasmakalah.blogspot.com/2011/02/makalah-pemilu-indonesia.html diunduh pada

tanggal 26 September 2015 Pk. 20.00 WIB.

http://www.rumahpemilu.org/in/read/3351/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-

Indonesia diunduh pada tanggal 26 September 2015 Pk. 20.00 WIB.