Geomorfo
-
Upload
wahyu-satria-kencana -
Category
Documents
-
view
285 -
download
14
description
Transcript of Geomorfo
Laporan Resmi Mikropaleontologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Mikro paleontolgi merupakan ilmu yang mempelajari sisa organism yang
terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop ukuran fosil tersebut
berukuran micron.
Mikrolitologi membahas batuan sedimen mengunakan mikroskop
dinokular yang di bahas : warna,tekstur,pemilahan,struktur,ukuran
kristal ,mineral,semen dll.pada umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil
dari 0,5mm,untuk mempelajainya kadang-kadang mengunakan sayatan tipis dari
fosil tersebut.
FOSIL berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali dan/
sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan.
Sejarah Mikro Paleontology
Sebelum zaman masehi,fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera
sangat sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir
banyak yang menuis tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu
menjumpai fosil.
1).HERODOTUS dan STRABO pada abad ke lima dan ke tujuh
sebelum masehi menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka
mengatakan bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para
pekerja yang telah menjadi keras, padahal benda tersebut sebetulnya adalah
fosil-fosil numulites. Fosil fosil ini terdapat dalam batu gamping brumur
Eosen yang di gunakan sebagai bahan bangunan piramida di Negara
tersebut.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 1
Laporan Resmi Mikropaleontologi
2)AGRICOLA pada tahun 1546mengambarkan benda-benda aneh
tersebut sebagai “Stone Lentils”
3.)GESNER tahun 1565 menulis tentang sistematika paleontology.
4).VAN LEEWENHOEK (tahun 1660) menemukan miroskop,
terhadap fosil mikro berkembang dengan pesat.
5).BECCARIUS (tahun 1739) pertama kali menulis tentang
foraminifera yang dapat dilihat dengan mikrosop.
6).CARL VON LINEOUS adalah orang swedia yang
memperkenalkan tata nama baru (1758) dalam bukunya yang berjudul
(System Naturae) tata nama baru ini penting, karena cara penamaan ini lebih
sederhana dan sampai sekarang ini digunakan untuk penamaan binatang
maupun tumbuhan pada umumnya.
1)D’ORBIGNY (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang
digolongkan dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil
mikro seperti Ostracoda, Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak
Mikropaleontologi.
2)EHRENBERG dalam penyelidikan organisme mikro menemukan
berbagai jenis Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata, penyelidikan tentang
sejarah perkembangan foraminifera dilakukan oleh CARPENTER (1862)
dan LISTER (1894). Selain itu mereka juga menemukan bentuk-bentuk
mikrosfir dan megalosfir dari cangkang-cangkang foraminifera.
3).CHUSHMAN (1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil
foraminifera dan menitikberatkan penelitianya pada study determinasi
foraminifera, serta menyusun kunci untuk mengenal fosil-fosil
foraminifera.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 2
Laporan Resmi Mikropaleontologi
4).JONES (1956) banyak membahas fosil mikro diantaranya
Foraminifera, Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen serta
kegunaan fosil-fosil tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.
Kegunaan Fosil Foraminifera
Fosil foraminifera digunakan sebagai berikut:
Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu batuan
Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)
Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu
Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan
Evolusi kehidupan (urut-urutan perkembangan kehidupan suatu spesies)
Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi
Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau
Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme
selama sejarah kehidupan
Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HCL)
Makna Dan Tata Cara Penamaan Fosil
CARL VAN LINNEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan
tata nama baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (Systema Naturae)
mengusulkan Taxonomi, dan sampai sekarang digunakan orang banyak.
Tata cara penamaan yang digunakan adalah bahasa latin
Taxonomi adalah tata cara penamaan / sistematika penamaan tingkat
kehidupan yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah, yaitu :
Kingdom : Jumlahnya tertentu dan pasti (yakni : Flora dan Fauna).
Phylum : Tidak berubah dan pasti
Class :
Ordo :
Family :
Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 3
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Penamaan genus baru.
Species : Ulah masih dapat berubah/bertambah dengan penamaan
genus,species atau pun varietas baru
Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas
baru yang lebih unggul.
Sistematika Paleontologi
Taksonomi
CARL VAN LINNEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan tata
nama baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (Systema Naturae) mengusulkan
Taxonomi, dan sampai sekarang digunakan orang banyak. Tata cara penamaan
yang digunakan adalah bahasa latin
Taxonomi adalah tata cara penamaan / sistematika penamaan tingkat
kehidupan yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah, yaitu :
Kingdom : Jumlahnya tertentu dan pasti (yakni : Flora dan
Fauna).
Phylum : Tidak berubah dan pasti
Class :
Ordo :
Family :
Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan
Penamaan genus baru.
Species : Ulah masih dapat berubah/bertambah dengan
penamaan genus,species atau pun varietas baru
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 4
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan
varietas baru yang lebih unggul.
Penamaan Genus – Species.
Untuk tingkatan genus, hanya di beri nama satu suku kata dan di tulis
dengan huruf tegak,di awali dengan huruf besar.
Contoh : Globorotalia
Untuk tingkat species,nama genus di tambah satu suku kata (2 suku kata)
dan di tulis dengan huruf miring atau di garis bawahi untuk suku kata ke dua di
tulis dengan huruf kecil
Contoh: Globorotalia tumida
Kingdom Protista
Kingdom protista menurut HAECKEL (1866) binatang primitif bersel satu
termasuk Kingdom Protista yang dapat di bagi lagi menjadi 12 Phylum di
antaranya adalah Phylum Portozoa.
Phylum Protozoa
Class : 1. Flagellate/mastigophora
2. Sarcodina/rhizopoda
3. Sporozoa
4. Ciliate (infusoria)
Class sarcodina terbagi menjadi 7 ordo, yaitu :
Ordo : 1. Foramimifera – mempunyai bagian yang keras
2. Proteomixa
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 5
Laporan Resmi Mikropaleontologi
3. Mycetozoa
4. Amoebina---tidak mempunyai bagian yang keras
5. Testaccea
6. Heliozoa--- hanya dapat di lihat dengan mikoscop perbesaran tinggi dan
mempunyai bagian yang keras
7. Radiolaria
1.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari praktikum Mikro Palentologi ini adalah agar
mahasiswa (praktikan) dapat lebih memahami bagaimana menganalisis fosil
mikro dengan menggunakan mikroskop untuk dapat mengidentifikasikan macam-
macam fosil yang ada di indonesia, juga agar praktikan lebih memahami
mengenai fosil secara lebih mendetail. Dan dapat mengetahui kegunaan fosil.
Contoh Kegunaan Fosil Foraminifera
Fosil foraminifera digunakan sebagai berikut:
Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu batuan
Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)
Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu
Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan
Evolusi kehidupan (urut-urutan perkembangan kehidupan suatu spesies)
Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi
Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau
Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme
selama sejarah kehidupan
Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HCL)
1.3 Metode Penulisan
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 6
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Berdasarkan dengan hasil analisis fosil dan materi-materi yang telah diajarkan
oleh asdos kepada praktikan serta studi pustaka.
1.4 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel, antara lain :
Palu geologi
Kompas geologi
Plastik/tempat sampel
Buku catatan lapangan
Alat tulis
HCl 0,1 N
Peta lokasi pengambilan sampel
Sedangkan peralatan lain guna menyajikan fosil, antara lain :
Wadah sampel
Larutan H2O2
Mesin pengayak
Ayakan menurut skala Mesh
Tempat sampel yang telah dibersihkan
Alat pengering / oven
Dan untuk memisahkan fosil, peralatan yang diperlukan antara lain :
Cawan tempat contoh batuan
Jarum
Lem unuk merekatkan fosil
Tempat fosil
BAB II
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 7
Laporan Resmi Mikropaleontologi
DASAR TEORI
II.1 Mikropalentologi
Mikro paleontolgi merupakan ilmu yang mempelajari sisa organism yang
terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop ukuran fosil tersebut
berukuran micron.
Mikrolitologi membahas batuan sedimen mengunakan mikroskop
dinokular yang di bahas : warna,tekstur,pemilahan,struktur,ukuran
kristal ,mineral,semen dll.pada umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil
dari 0,5mm,untuk mempelajainya kadang-kadang mengunakan sayatan tipis dari
fosil tersebut.
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil,
ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang
berukuran sangat renik (mikroskopis),yang dalam pengamatannya harus
menggunakan Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro).
Pembahasan mikropaleontologi ini sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik
dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada
ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana
biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur
relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu Batuan berdasarkan kandungan
fosil yang terkandung dalam Batuan tersebut. Oleh karena itu diadakanlah
praktikum Mikropaleontologi dengan acara Biostratigrafi, praktikum ini dilakukan
agar memudahkan mahasiswa dalam membuat analisa masalah Biostratigrafi.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 8
Laporan Resmi Mikropaleontologi
FOSIL berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali dan/
sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan.
II.2 Foraminifera
Foraminifera di bagi menjadi dua yaitu foram besar dan foram kecil. Foram
besar disebut juga fosil mikro karena untuk menanalisis atau mengamati fosil
foram besar langka awalnya adala harus di sayat dulu, kemudian dianalisis pakai
alat bantu yang di sebut mikroskop/
Foraminifera dari kata foramen yang berarti lubang kecil. Sangat jelas bila
mengamati rumahnya / test / shell / cangkang penuh lubang yang kecil dan halus.
Golongan ini merupakan binatang ber sel satu yang sederhana, didapatkan
protoplasma dan didapatkan satu atau lebih inti (nucleous/oli)
Gambar 1 Foraminifera
Aperture adalah lubang utama pada test, sebagai tempat keluarnya protoplasma
yang berfungsi sebagai pseudopodia atau kaki semu
Perkembangbiakan Foraminifera
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 9
Aperture
Dinding/Wall
Bulu getar
Pseudopodia
Protoplasma
Nucleous/inti
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Pada golongan ini didapatkan dua cara perkembangbiakan yaitu secara
sexual dan a –sexsual, keduanya merupakan satu siklus perkembangan
A-sexual → Megalosfeer → Protoconch besar, test kecil
Sexual → Mikrosfeer → Protoconch kecil, test besar
Dimorfisme : satu macam individu membentuk dua macam bentuk berlainan
Gambar 2: perkembangbiakan foraminifera
Gambar 3: Siklus Perkembangbiakan Foraminifera
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 10
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 4: Siklus Perkembangbiakan Foraminifera
Klasifikasi Foraminifera
Foraminifera dibedakan atas foram kecil dan foram besar. Foram kecil
berdasarkan cara hidupnya dapat dibedakan menjadi foram planktonik dan
benthonik.
Morfologi Foraminifera
Bentuk luar foraminifera,jika di amati di bawah mikroskop dapat
menunjukan beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkan
foraminifera,meliputi :
a. Dinding, lapisan terluar dari cangkan foraminifera yang berfungsi melindungi
bagian tubuhnya.dapat terbuat dari zat-zat organik yang di hasilkan sendiri
atau dari material asing yang di ambil dari sekelilingnya.
b. Kamar, bagian dalam foraminifera di mana protoplasma berada
c. Septa, sekat-sekat yang memisahkan antara kamar.
d. Suture, suatu bidang yang memisahkan antara dua kamar yang berdekatan.
e. Aperture, lubang utama dalam cangkan foraminifera yang berfungsi sebagai
mulut atau juga jalan keluarnya protoplasma.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 11
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 5: bentuk luar foraminifera
Ciri-ciri Morfologi
Komposisi dinding test (bahan pembentuk test)
Bentuk test, bentuk kamar. Susunan kamar dan jumlah kamar.
Bentuk dan letak mulut, aperture utama dan aperture tambahan,
jumlah aperture.
Bentuk dan letak ormentasi / hiasan.
Radiolarian
Radiolarian merupakan sala satu kelompok yang sangat menarik untuk
dipelajari dari phylum protozoa.kehidupan radiolariaberada pada daerah pelagic
atau laut dalam dan hidup dalam endoskeleton yang komplek.
Tubuh radiolarian terbentuk dari silica dengan bentuk yang sering dijumpai
berupa bentuk simetri membulat dan sangat indah.
Pengambaran dari radiolarian yang terkenal telah dibuat oleh Ernest
Haeckel (berkebangsaan jerman)dan di publikasikan dalam buku die radiolarian
(Berlin,1962) serta koleksi-koleksi dari fosil ini oleh Ernest Haeckel dibuat
dalam Report On The Radiolaria pada tahun 1973-1876.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 12
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar6:.Morfologi dan bagian-bagian dari cangkang radiolarian.
Radiolarian juga merupakan sala satu dari jenis planktonik dan pertama
kali muncul sejak jaman pra-kambrian serta merupakan sala satu jenis organisme
yang pertama kali muncul.
Radiolaria termasuk dari organism jenis uniceluler dan memiliki cangkang
dengan komposisi dari silica.Radiolaria hidup pada linkungan marine atau laut
dan hidu dengan baik secara individual maupun secara koloni.
Secara fofmal radiolarian termasuk dari phylum protozoa subphylum
sarcodina klas actinopoda subklas radiolarian.radiolaria terdiri dari dua ordo besar
phaedaria dan polichistina.
Phaedaria merupakan jenis radiolarian yang memiliki cangkang dari silica
yang bercampur dengan material organic artinya tidak murni berkomposisi
silica,sedangkan polycystina merupakan jenis radiolarian yang memiliki cangkang
dari silica murni (umumnya opal)
Jenis polysyctina ini yang sangat banyak terekam dalam batuan kerana
komposisi cangkangnya yang berupa silica murni.polycystina terbagi dua sub
orde yaitu spumellaria dan naselaria.
Determinasi Radiolaria
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 13
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Seperti cara penyajian fosil mikro pada umumnya,radiolarian juga
mengunakan cara-cara yang sama,hanya saja dalam proses penguraian
batuannya mengunakan asam hidroflourik (10%).cara penyajian hingga
determinasi dan penamaan juga sama seperti fosil mikro lainnya.contoh
foraminifera.
Berikut merupakan contoh-contoh fosil radiolaria yang umum dijumpai :
Gambar7: Auxoprunum stauraxonium Gambar 8:Lamprocyclus maritalus
Gambar9: Euchitonia furcata Gambar10: Dictyocoryne truncatum
1. Fosil Planktonik
Fosil Planktonik (mengambang), ciri-ciri :
– Susunan kamar trochospiral
– Bentuk test bulat
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 14
Laporan Resmi Mikropaleontologi
– Komposisi test Hyaline
Ekologi Foraminifera Planktonik
Foraminifera plankton lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan jika
dibandingkan dengan foraminifera benthos. Foraminifera plankton penting
digunakan untuk memecahkan problem-problem geologi, antara lain :
1. Sebagai fosil penunjuk
2. Korelasi
3. Menentukan lingkungan pengendapan
Foraminifera plankton tidak selalu hidup di permukaan air laut, tetapi
pada kedalaman tertentu :
1. Hidup antara 30 – 50 meter
2. Hidup antara 50 – 100 meter
3. Hidup pada kedalaman 300 meter
4. Hidup pada kedalaman 1000 meter.
Metode determinasi fosil, dapat dilakukan dengan cara :
1. Membandingkan dengan koleksi fosil yang ada
2. Menyamakan fosil, yang belum dikenal dengan gambar-gambar yang
ada dileteratur/publikasi
3. Langsung mendeterminasi fosil yang belum dikenal tersebut dengan
mempelajari ciri-ciri morfologinya
4. Kombinasi 1,2 dan 3
5. Morfologi fosil yang dideterminasi masing-masing fosil berbeda,
karena hal ini tergantung dari jenis fosil dan karakteristik morfologi
tubuhnya baik fosil makro & mikro
. Pengenalan Genus Dan Spesies Foraminífera Planktonik
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 15
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar11. Genus Spesies Foraminífera Planktonik
Batasan mengenai foraminifera plangtonik
Genus pada mesozoic
Test trochospiral
.Aperture utama pada umbilicus, didapatkan tegilla
o Ada Keel : Globotruncana
o Tanpa Keel : Rugoglobigerinita
Aperture utama pada umbilicus – extra umbilicus, ddapatakan aperture
tambahan pada bagian suture
o Ada Keel : Rotalipora
o Tanpa Keel : Ticinella
Aperture utama umbilicus - extra umbilicus, dibatasi oleh lip/flap
o Ada Keel : Praeglobotruncana
o .Tanpa Keel : a.Kama globular – ovate : Hedbergella
.Kamar clavate – radial elongate : Clavihedbergella
Genus Kenozoiikum
.Test Trochospiral
.Aperture Umbilical
o Tanpa BULLA
- .Aperture dengan atau tanpa lip : Globigerina
- Aperture tertutup oleh flap atau umbilical tooth : Globoquadrina
- Aperture utama dengan / tanpa lip, aperture tambahan pada suture :
Globigerinoides
- .Aperture sekundair pada suture : Condeina
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 16
Laporan Resmi Mikropaleontologi
o Dengan BULLA
- Aperture utama tertutup oleh bulla dengan satu atau lebih infralaminal
aperture : Catabsydrax
- .Aperture utama tertutup oleh tegilla dengan sejumlah infralaminal :
Globigerinita
- .Aperture utama tertutup oleh bulla, didapatkan aperture biasanya
tertutup oleh sutural bulla : Globigerinoita
.Aperture extra umbilical – umbilical
o Tanpa bulla
- Tanpa aperture sekunder pada suture
– .Kamar ovate – angular rhomboid / angular conical dengan tanpa keel
: Globorotalia
– .Kamar radial elongate, clavete / cylindrical, tanpa keel :
Hastigerinella
– .Dengan aperture sekunder sutural pada spiral side : Truncorotoloides
Penamaan Genus – Species
Untuk tingkatan genus, hanya di beri nama satu auku kata dan di tulis
dengan huruf tegak,di awali dengan huruf besar. Contoh : Globorotalia
Untuk tingkat species,nama genus di tambah satu suku kata (2 suku kata)
dan di tulis dengan huruf miring atau di garis bawahi untuk duku kata ke dua di
tulis dengan huruf kecil. Contoh: Globorotalia tumida
2. Fosil Benthonik
Fosil Benthonik (di dasar laut),
ciri-ciri :
– Susunan kamar planispiral
– Bentuk test pipih
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 17
Laporan Resmi Mikropaleontologi
– Komposisi test adalah aglutine dan aranaceous
Ekologi Foraminifera Benthos
Foram kecil benthos sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan foraminifera besar dipakai untuk penentuan
umur foram kecil benthos sudah sejak lama dipakai dan sangat berharga
untuk mengetahui lingkungan pengendapan purba. Lingkungan laut di
bagi menjadi :
1. Zona neritik : kedalaman 0-200m
2. Zona bathyal : kedalaman 200-300m
3. Zona abysal : kedalaman lebih 3000m
Susunan Kamar Foraminífera Bentonik
Gambar 12: Susunan Kamar Foraminífera Bentonik
Genus Pada Mesozoic
Test Planspiral
Aperture utama equatorial , dibatasi oleh lip
o .Ada KEEL : Planomalina
o Tanpa KEEL : a.Kamar globular – ovate : Globigerinelloides
o .Kamar radial elongate : Hastigerinoides
Genus Kenozoiikum
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 18
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Test Planspiral
.Aperture equatorial
o Kamar spherical – ovate : Hastigerina
o .Kamar spherical pada permulaan kemudian radial elongate / clavete :
Clavigerinella
o .Kamar sub-globular / radial elongate dengan tubulo spine : Hankenina
.Aperture utama equatorial dengan aperture sekunder, kamar sub-globular
dengan tubulo spine : Cibrohankenina
Apertur Foraminífera Bentonik
Lubang utama pada test foraminifera , tempat keluarnya protoplasma,
biasanya pada permukaan septa atau pada kamar terakhir
Ada tiga macam aperture
o .Primary aperture , lubang utama yang terleta pada kamar terakhir
o .Secondary aperture, lubang tambahan yang terletak pada kamar utama
o Accessory aperture, lubang yang nampak tidak langsung kamar utama
tetapi pada aksesori struktur (bulla, tegilla)
Mempelajari aperture sangat penting terutama dalam klasifikasi. Secara
sistimatis kita tekankan mengetahui letak (position) dan bentuk (shape) aperture.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 19
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar13 : macam-macam Apertur Foraminífera Bentonik
Letak Aperture
Terminal : aperture terletak pada kamar terakhir, terutama dijumpai
pada test tidak terputar (uncoiled) yaitu, Uniserial, Biserial dan
Triserial
Gambar 14: letak apertur
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 20
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Apertual face : pada permukaan septa kamar akhir, bisa terletak pada
baian atas, tengah, bawah dan tersebar merata
Gambar 15: Apertual face
.Umbilical : terletak pada bagian umbilicus. Misal pada Gobigerina,
Globoquadrina
Gambar 16 ; Umbilical
Umbilicus – extra umbilicus : terletak pada umbilicus dan melebar
sampai bagian tepi. Misal pada Globorotalia
Gambar 17: Umbilicus – extra umbilicus
.Pheripheral : terletak pada bagian tepi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 21
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 18: Pheripheral
Sutural : terletak pada bagian suture
Gambar 19: Sutural
. Interiomarginal (Equatorial) : terletak pada bagian dasar kamar akhir,
terutama pada susunan kamar terputar
Gambar 20: Interiomarginal
Infralaminal : terletak sepanjang tepi accessory structure (bulla, tegilla)
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 22
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 21: Infralaminal
.Intralaminal : terletak menembus accessory structure (bulla, tegilla)
Gambar 22: Intralaminal
Bentuk Aperture
.Bulat
Contoh pada Lagena, Frondicularia, Palmula, Astrorhizidae
Gambar 23: Bentuk Aperture
Radiate : lubang buat kemudian didapatkan ridges yang radier. Misal
pada Nodosaridae, Polymorphiridae, Robulus
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 23
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 24: Radiate
Phyaline : lubang terletak pada jun leher/neck. Misal pada Uvigerina,
Lagenidae, Astrorhizidae, Siphonina
Gambar 25: Phyaline
Slitlike : celah. Contoh pada Nonon, Pullenia, Nonionella, Textularia
Gambar 26; Slitlike
Cressentic : bulan sabit (horse shoe shape)
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 24
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 27: Cressentic
.Virguline : koma Misa pada Vigulina, Bulimina
Gambar 28: Virguline
Ectosolenian : aperture terletak dalam leher (auter neck). Misal pada
Polymorphinidae, Lagenidae
Gambar 29: Ectosolenian
.Entosolenian : mempunyai internal neck. Misal pada Entosolenia
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 25
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 30: Entosolenian
.Cribate : saringan Misal pada Cribostonum, Fabularia, Trematophere
Gambar 31: Cribate
. Dendritik : seperti pohon dengan cabang-cabangnya Misal pada
Dendritina
Gambar 32: Dendritik
Aperture bergigi : bifid tooth, mono tooth
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 26
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Gambar 33: Aperture bergigi
BAB III
PREPARASI FOSIL
III.1 Pengambilan Contoh Batuan
Teknik Dokumentasi
Berikut merupakan tahap-tahap dalam pengambilan sampel batuan yang
mengandung fosil mikro, yaitu :
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 27
Laporan Resmi Mikropaleontologi
1 Sampling
Sampling adalah pengambilan sampel batuan di lapangan untuk dianalisis
kandungan mikrofaunanya. Fosil mikro yang terdapat dalam batuan mempunyai
bahan pembentuk cangkang dan morfologi yang berbeda, namun hampir seluruh
mikrofosil mempunyai satu sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat
kecil dan kadang sangat mudah hancur, sehingga perlu perlakuan khusus dalam
pengambilannya. Sangat diperlukan ketelitian serta perhatian dalam pengambilan
sampel, memisahkan dari material lain, lalu menyimpannya di tempat yang aman
dan terlindung dari kerusakan secara kimiawi dan fisika Beberapa prosedur
sampling pada berbagai sekuen sedimentasi dapat dilakukan, seperti :
a. Spot Sampling, dengan interval tertentu merupakan metode terbaik untuk
penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan
batugamping. Pada metode ini dapat ditambahkan channel sample (sampel
paritan) sepanjang kurang lebih 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.
b. Channel sample, dapat dilakukan pada penampangg lintasan yang pendek
3 – 5 m, pada litologi yang seragam atau pada perselingan batuan dan dilakukan
setiap perubahan unit litologi.
2 Kualitas Sampel
Pengambilan sampel batuan untuk analisis mikropaleontologi harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
-. Bersih, sebelum mengambil sampel harus dibersihkan dari semua
kepingan pengotor
-. Representatif dan Komplit, harus dipisahkan dengan jelas antara
sampel batuan yang mewakili suatu sisipan atau suatu lapisan batuan. Ambil
sekitar 300-500 gram (hand specimen) sampel batuan yang sudah dibersihkan.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 28
Laporan Resmi Mikropaleontologi
-. Pasti, apabila sampel terkemas dengan baik dalam suatu kemasan
kedap air yang ditandai dengan tulisan tahan air, yang mencakup segala hal
keterangan tentang sampel tersebut seperti nomer sampel, lokasi, jenis batuan dan
waktu pengambilan, maka hasil analisis sampel pasti akan bermanfaat.
Ketidakhati-hatian kita dalam memperlakukan sampel batuan akan
berakibat fatal dalam paleontologi maupun stratigrafi apabila tercampur baur,
terkontaminasi ataupun hilang.
3 Jenis Sample
Jenis sampel disini ada 2 macam, yaitu :
-. Sampel permukaan, sampel yang diambil langsung dari pengamatan
singkapan di lapangan. Lokasi & posisi stratigrafinya dapat diplot pada peta.
Sampel bawah permukaan, sampel yang diambil dari suatu pemboran.
Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan dapat dipisahkan menjadi :
Inti bore (core), seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil
secara utuh.
Sampel hancuran (ditch-cutting), lapisan pada kedalaman tertentu
dihancurkan dan dipompa keluar, kemudian ditampung.
Sampel sisi bor (side-well core), diambil dari sisi-sisi dinding bor dari
lapisan pada kedalaman tertentu.
III.2 Penyajian Fosil
Teknik Penyajian Fosil
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 29
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Fosil mikro dalam batuan sering terdapat bersamaan dengan batuan lain
yang telah direkatkan oleh semen,oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dahulu
dari batuan penyusunnya sebelum melakukan penelitian.
Karena dalam penelitian diperlukan fosil yang benar-benar bersih dari
pengotor dan lepas dari iktan semennya,maka batuan sedien yang belum begiu
kompak perlu diurai menjadi butir-butir yang lepas,sedangkan untuk batuan yang
telah kompak dimana penguraian butirnya tidak memungkinkan,perlu dilakukan
secara khusus,misalnya dengan sayatan tipis,kemudian diteliti dengan mikroskop.
Teknik penguraian batuan
Proses penguraian batuan sedimen dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu
proses penguraian secara fisik dan penguraian secara kimia.
Proses penguraian secara fisik
Cara ini digunakan terutama untuk batuan sedimen yang belum begitu
kompak dan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
-. Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet sampai menjadi pecahan-
pecahan dengan diameter 3-6 mm
-. Pecahan-pecahan batuan direndam dalam air
-. Kemudian direas-remas dalam air
-. Diaduk dengan mesin aduk atau alat pengaduk yang bersih
-. Dipanaskan selama 5-10 menit
-. Didinginkan
Umumnya batuan sedimen yang belum begitu kompak, apabila mengalami
proses-proses tersebut akan terurai.
Proses penguraian secara kimia
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 30
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Bahan-bahan larutan kimia yang biasa digunakan dalam penguraian batuan
sedimen antara lain : asam asetat, asam nitrat dan hydrogen piroksida.
Penggunaan larutan kimia sangat tergantung dari macam butir pembentuk batuan
dan jenis semen. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penguraian batuan tersebut
perlu diteliti jenis butirannya, masa dasar dan semen. Hal ini dikerjakan dengan
seksama agar fosil mikro yang terkandung didalamnya tidak rusak atau ikut larut
bersama zat pelarut yang digunakan
Contoh :
-. Batulempung dan Lanau : penguraian batuan dilakukan dengan menggunakan
larutan Hydrogen Pyroksida (H2O2).
Teknik Proses Pengayakan
Dasar proses pengayakan adalah bahwa fosil-fosil dan butiran lain hasil
penguraian terbagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan ukuran butirnya
masing-masing yang ditentukan oleh besar lubang. Namun, perlu diperhatikan
bahwa tidak semua butiran mempunyai bentuk bulat, tetapi ada juga yang panjang
yang hanya bisa lolos dalam kedudukan vertikal. Oleh karena itu, pengayakan
harus digoyang sehingga dengan demikian berarti bahwa yang dimaksudkan
dengan besar butir adalah diameter yang kecil / terkecil
Pengayakan dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering :
a Cara kering
-. Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai
-. Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit
-. Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit
-. Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang
b Cara basah
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 31
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Cara ini pada prinsipnya sama dengan cara kering, tetapi pada umumnya
menggunakan ayakan yang kecil. Pengayakan dilakukan dalam air.
Teknik Pemisahan Fosil
Fosil-fosil dipisahkan dari butiran lainnya dengan menggunakan jarum.
Untuk menjaga agar fosil yang telah dipisahkan tidak hilang, maka fosil perlu
disimpan di tempat yang aman. Setelah selesai pemisahan fosil, penelitian
terhadap masing-masing fosil dilakukan.
a. Saringan dengan 30 – 80 – 100 mesh
b. Wadah pengamatan mikrofosil
c. Jarum pengutik
d. Slide karton Jerman 40 x 25 mm)
e. Slide karton (model internasional,
75 x 25 mm)
Gambar 34: Alat-alat pengajian
BAB IV
HASIL PENELITIAN
IV.1 Geologi Regional Daerah Penelitian
Daerah penelitian secara administratif termasuk kecamatan kokap,
kabupaten kulomprogo,daerah istimewa yogyakarta.sedangkan secara geografis
terletak pada 07° 4700” LS-07° 51 30”LS dan 110°04,30” BT-110°09,00”BT
dengan luas daerah penelitian 68,9km2 (8,3km x 8,3km).geomorfologi daerah
penelitian di bagi menjadi empat satauan geomorfologi, yaitu: satuan bukit
terisolir, satauan perbukitan vulkanik terdenudasi,sataun perbukitan homoklin,dan
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 32
Laporan Resmi Mikropaleontologi
satauan endapan aluvial.pembagian tersebut mengacu pada klasifikasi R.A.Van
Zuidam (1983).sedangkan pola aliran sungai yang berkembang adalah dendritik
dan subparalel.pegunungan seluruhnya hampir terkikis oleh jumlah sunagai yang
menbentuk serangkaian lembah yang memancar.lembah-lembah sungai yang
umumnya menbentuk V,dengan tebing-tebing yang terjal,di beberap tempat
terdapat air terjun yang mencapai 30 m.stadia erosi di pegunungan kulomprogo di
pengaruhi oleh susunan litilogi, makin keras batauannya, makin tahan terhadap
pelapukan,sehingga pada tempat akan memiliki tingkat erosi yang
berbeda.morfologi di komplek kulonprogo terbentuk pada awal plestosen bersama
dengan pembentukan struktur sesar yang tersebar ke seluruh pegunungan ini (Van
Bemmelen 1949).
Berdasarkan kumpulan mineral ubahannya, daerah penelitian dapat di
kelompokkan menjadi 4 zona ubahan hidrothermal, yaitu zona klorit-kalsit,epidot-
aktinolik, sebanding dengan zona ubahan propilitik : zona kuarsa-serisit-klorit-
kalsit sebangding dengan ubahan filik : zona kuarsa-ilit-kalsit sebanding dengan
zona ubahan argilik : zona dickite-kaolinit sebanding dengan zona ubahan
advanced argilic.dengna demikian,di perkirakan bahwa proses ubaha terjadi pada
kisaran temperatur antara 120°C-320°C dengan kondisi Ph larutan 4-7.siatem
ubahan hidrothermal di daerah penelitian termasuk dalam sistiemepithermal
bersulfisa rendah.
Menurut Van Bemmelen (1949),urutan stragrigrafi pada daerah kulomprogo
dari lapisan tua ke daerah muda adalah sebagai berikut :
1.Formasi Nangulan
Di daerah kulomprogo formasi nangulan merupakan formasi tertua yang
tersingkap di daerah tersebut. formasi nangulan tersusu atas lapisan batu pasir,
napal, lempung, dan lignit yang menyisip di antara napal dengan batu pasir.
Berdasarkan kandungan faunanya, formasi nangulan di bagi menjadi 3 anggota
yaitu :
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 33
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Axinea beds
Mempunyai ketebalan 40 m dan di endapkan di daerah tepi laut. Formasi
ini tersusun atas batu pasir kuarsa dan lempung pasiran yang di sisipi oleh napal
dan serpih, tidak banyak di jumpai fosil foraminifera.
Yogyakarta beds
Mempunyai ketebalan 60 m,terdiri dari batu pasir karbonatan dan
lempung banyak molluska.
Discoclylina beds
Ketebalan 200 m, tersusun atas batu pasir tuffan, andesit dan batu pasir
halus, banyak sekali di jumpai fosil discocyclina.
Menurut hartono (1969,vide darwin kadar,1975),diatas discocyclina beds
terdapat zona globigerina marls 49 berumur eosen akhir.menurut harsono
pringgopawiro dan purna masing-masing (1973 vide darwin kadar),berdasarkan
kandungan fosil foraminifera plangtonik, maka di perkirakan formasi nangulan
mempunyai kisaran umur antara eosen tengah sampai ologosen akhir.menurut
mereka formasi nangulan di bagi menjadi 2 anggota yaitu:
o Anggoata kalisonggo,pada lapisan bagian bawah
o Anggota kaliseputih,pada lapisan bagian atas
2. Formasi Andesit Tua.
Formasi andesit tua teretak diatas formasi nangulan,formasi ni tersusun
atas breksi andesit, tuff, aglomerat dan lava andesit. Litologi yang menyusun
formasi ini merupakan produk gunung api atau volkanik.menurut darwin kadar
(1986), vide van bemmelen (1949) litologi seperti pada formasi andesit tua di
jumpai di jawa, sumatra dan beberapa dan yang menpuerah lain.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 34
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Menurut harsono pringgopawiro dan purnamaningsih (1973 vide darwin
kadar,1973),menyatkan bahwa kisaran umur pada fosmasi andesit tua adalah
miosen awal. Stratigrafi daerah penelitian yaitu terdiri dari :
1. Formasi jonggrangan dan formasi sentolo terletak di selaras dia atas
formasi andesit tua yang mempunyai hubungan saling menjari. Penyusun
formasi jonggrangan bagian bawah berupa breksi tuff, batu pasir yang
mengandung moluska dengan lensa-lensa lignit. Bagian atas dari formasi
jonggrangan tersusun atas batu gamping berlapis yang berkhir dengan
batu gamping terumbu.
Darwin kadar (1975) menyebutkan bahwa formasi sentolo bagian bawah
tersusun oleh batu pasir konglomerat, batu gamping, dan semakin ke atas
berkembang napal yang berseling dengan batu gamping,bagian atas di jumpai batu
gamping berlapis yang berseling dengan lapisan tipis napal.berdsarkan kisaran
umur dari fosil foraminifera sentolo berkisar antara miosen sampai pliosen.
2. Endapan Aluvial terdiri dari kerakal,pasir dan rombakan gunung api yang
menumpang tidak selaras di atas formasi jonggrangan dan formasi
sentolo,endapan aluvial mempunyai kisaran umur holosen.
Tabel 1stigrafi lingkungan pengendapan
AGE STRATIGRAFI
Holosen Aluvial
Pleistosen Old merapi volcanic
Upper Miocene
Midlle Miocene Sentolo beds
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 35
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Lower Miocene Jonggrangan beds
Ologocene Old andesit formation
Eocene Upper eocence of nangulan
I. 4. Waktu, Lokasi Pengambilan Sampel, dan Kesampaian Daerah
Waktu
Waktu pelaksaan Fild Trip pada hari minggu, 2011 dari jam 08:30 – 15:30 WIB.
Lokasi pengamatan sempel
Lokasi Daerah Pengamatan, yaitu di Daerah Kulung Progo meliputi daerah
G.Perem,Sentolo..Termasuk Kab. Kulung Progo,kota Yogyakarta, kira-kira
sebelah utara kota Yogyakarta. Kesampaian daerah kira-kira 35 km dari kota
Yogyakarta. Berada di daerah wates.
Kesampaian Daerah
Dalam kesampaian, para prktikan di bagi perkelompok, yaitu: TOP,
BATTOM dan MIDDLE. Saat itu saya masuk kelompok A3, dan mendapat
bagian BOTTOM, yaitu bagian paling bawah dari lokasi. Di lokasi pengamatam
para praktikan mengamati, batuan sedimen yang terisi oleh fosil mikro. Kami
mengukur bidang perlapisan yang ada pada lokasi pengamatan. Mendeskripsikan
batuan sedimen berbutir halus. Setelah itu mengukur streke dan dip lokasi lokasi
pengamatan.
Setelah itu mengabil sempel batuan sedimen yang berbutir halus,untuk di
lakukan proses preparasi fosil, proses preparasi fosil dilakukan di laboraturium
IST,Akprind untuk di deskripsikan dengan mikroskop dan mengetahui jenis fosil
mikro dari sempel batuan sedimen berbutir halus.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 36
Laporan Resmi Mikropaleontologi
IV.2 Determinasi Fosil
Beberapa cara mendeterminasi foraminifera untuk memberikan nama
genusnya,antara lain dengan :
1. Membandingkan dengan fosil yang ada
2. Menyamakan foram, yang belum di kenal dengan gambar-gambar
yang ada di leteratur
3. Langsung mendeterminasi fosil farom yang belum di kenal tersebut
dengan pempelajari ciri-ciri morfologinya
4. Kombinasi 1,2,& 3
Berikut ini merupakan determinasi antara fosil planthonik dan fosil benthonik di
Lokasi Daerah Pengamatan, yaitu di Daerah Kulung Progo meliputi daerah
G.Perem,Sentolo. Termasuk Kab. Kulung Progo, kota Yogyakarta,
Dari pengamatan lapangan untuk LP I, sampel yang dibawah untuk analisa mikro
fosil adalah sebagai berikut:
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 TOP
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):3
o (dorsal):7
Jumlah putaran:
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 37
Laporan Resmi Mikropaleontologi
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Aperture :Accesory Aperture
Hiasan pada :
o -Permukaan : Racticulata
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Globorotalia inflate
Deskripsi:
No.Peraga :-Mesh 40 TOP
Jenis Fosil : Foraminifera Benthonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : Membulat tanggung
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : aglutine
Jumlah kamar
o (ventral):1
o (dorsal):7
Jumlah putaran:
o (ventral):7
o (dorsal) :7
Aperture :corong
Hiasan pada :
o -Permukaan costae
o Aperture:-
o Suture:-
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 38
Laporan Resmi Mikropaleontologi
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Nodogerina Parkari
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 TOP
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):3
o (dorsal):7
Jumlah putaran:
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Aperture :Primary Aperture
Hiasan pada :
o -Permukaan : Smooth
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Globigerina bullides
Deskripsi:
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 39
Laporan Resmi Mikropaleontologi
No.Peraga :-Mesh 40 TOP
Jenis Fosil : Foraminifera Benthonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : Membulat tanggung
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : aglutine
Jumlah kamar
o (ventral):7
o (dorsal):7
Jumlah putaran:
o (ventral):7
o (dorsal) :7
Aperture :virgaripe/bulimne
Hiasan pada :
o -Permukaan test: Smooth
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Nodogerina Parkari
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 TOP
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 40
Laporan Resmi Mikropaleontologi
o (ventral):1
o (dorsal):1
Jumlah putaran:
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Aperture :bulat
Hiasan pada :
o -Permukaan : -
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Urbulena universal
Deskripsi:
No.Peraga :-Mesh 40 middle
Jenis Fosil : Foraminifera Benthonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : Pipih
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : aglutine
Jumlah kamar
o (ventral):6
o (dorsal):6
Jumlah putaran:
o (ventral):6
o (dorsal) :6
Aperture :Primary apertur
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 41
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Hiasan pada :
o -Permukaan : smooth
o Aperture:Primary apertur
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Siponodasaria montereyana
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 middle
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):3
o (dorsal):3
Jumlah putaran:
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Aperture :Primary Aperture
Hiasan pada :
o -Permukaan : Racticulata
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 42
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Nama fosil:Globorotalia inflate
Deskripsi:
No.Peraga :-Mesh 40 Middle
Jenis Fosil : Foraminifera plangtonik
Susunan kamar : trochospiral
Bentuk kamar : Membulat tanggung
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : hialine
Jumlah kamar
o (ventral):6
o (dorsal):3
Jumlah putaran:
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Aperture :Secendari
Hiasan pada :
o -Permukaan tes:-
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Globorotalia bullades
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 middle
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 43
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):3
o (dorsal):3
Jumlah putaran:
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Aperture :Primary Aperture
Hiasan pada :
o -Permukaan : Racticulata
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Globigerinoides Salculifer
Deskripsi:
No.Peraga :-Mesh 40 middle
Jenis Fosil : Foraminifera Benthonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : Membulat tanggung
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : aglutine
Jumlah kamar
o (ventral):1
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 44
Laporan Resmi Mikropaleontologi
o (dorsal):11
Jumlah putaran:
o (ventral):11
o (dorsal) :11
Aperture :Primary aperture
Hiasan pada :
o -Permukaan test : Umbilical plung
o Aperture:Radiate
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Nodogerina Parkari
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 bottom
Jenis Fosil : Foraminifera Bentonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : Pipih
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Aglutine
Jumlah kamar
o (ventral):1
o (dorsal):11
Jumlah putaran:
o (ventral):11
o (dorsal) :11
Aperture :Primari Aperture
Hiasan pada :
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 45
Laporan Resmi Mikropaleontologi
o -Permukaan : Umbilical Plung
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Nodogenerina Parkari
Deskripsi:
No.Peraga :-Mesh 40 bottom
Jenis Fosil : Foraminifera Benthonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : Pipih
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):1
o (dorsal):3
Jumlah putaran:
o (ventral):3
o (dorsal) :3
Aperture :Radiate
Hiasan pada :
o -Permukaan test :smooth
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Dentalina lipesi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 46
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 Bottom
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):2
o (dorsal):2
Jumlah putaran:
o (ventral):2
o (dorsal) :2
Aperture :Primary Aperture
Hiasan pada :
o -Permukaan :raticulate
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Orbulina Bilobata
Deskripsi:
No.Peraga :-Mesh 40 Bottom
Jenis Fosil : Foraminifera Benthonik
Susunan kamar : Planispiral
Bentuk kamar : pipih
Suture : Melengkung Lemah
Komposisi : aglutine
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 47
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Jumlah kamar
o (ventral):1
o (dorsal):5
Jumlah putaran:
o (ventral):5
o (dorsal) :5
Aperture : Primary apertur
Hiasan pada :
o -Permukaan test: Umbilical plug
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil: Dentalian
Deskipsi:
No.Peraga :-Mesh 40 Bottom
Jenis Fosil : Foraminifera Planthonik
Susunan kamar : trocospiral
Bentuk kamar : membulat
Suture : Melengkung lemah
Komposisi : Hyaline
Jumlah kamar
o (ventral):5
o (dorsal):8
Jumlah putaran:
o (ventral):1
o (dorsal) :1
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 48
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Aperture :Primary apertur
Hiasan pada :
o –Permukaan test : Reticulate
o Aperture:-
o Suture:-
o Umbical:-
o Peri-peri:-
Nama fosil:Eoglobigerina operta
BAB V
APLIKASI FORAMINIFERA
V.1 Penentuan Umur Relatif
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 49
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Dalam menentukan umur lelatif batuan, dapat mengetahui stratigrafi
lingkungan pengendapan, yaitu meneliti unsur kandunang batuan yang terdapat
fosil maka dapt di ketahui umur relatif. Dalam dunia perminyakan umur relatif
dan jenis fosil sangatlah penting, guna mengetahui terdapatnya minyak bumi pada
lapisan batuan sedimen untuk di lakukan eksprlorasi minyak bumi. Beberapa fosil
yang di gunakan dalm menentukan umur relatif dengan menggunakan fosil
foraminifera Makro dan foraminifera Mikro.
V.2 Penentuan Linkungan Pengendapan
Penentuan Umur Batuan Foraminifera Plantonik.
Terdiri dari dua metode yaitu :
Penentuan umur absolute
Umumnya di lakukan dengan menhitun waktu paruh dari unsur-unsur radioaktif
yang terkandung dalam batuan tersebut.
Penentuan umur relatif
Adalah menbandingkan umur batuan tersebut dengan batuan lain yang
sudah di ketahui atau menpunyai hubungan posisi stratigrafi yang jelas.salah satu
cara penenutan umur relatif ini adalah dengan menelit kandungan fosil yang ada
dalam batuan tersebut. Penentuan umur batuan dengan mengunakan analisa fosil
foraminiera telah banyak di lakukan. Analisa foraminifera di tunjang pula oleh
kemajuan ilmu ini yang sangata pesat sehingga banyak perusahaan perminyakan
yang selalu mengunakan analisis ini sebagai salah satu tahapan dalam eksplorasi
yang mererka lakukan.penelitian foraminifera menhasilkan banyak bionesa
foraminifera yang di pakai sebagai acuan dalam analisisnya.beberapa biozonasi
foraminifera yang digunakan dan di kenal di indonesia sebagai berikut :
Hal ini terlihat dari nilai Z yang lebih besar yaitu 1,58-2,01 untuk
foraminifera plangtonik dan 5,26-5,75 pada foraminifera besar (Z score adalah
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 50
Laporan Resmi Mikropaleontologi
perbangdingan tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan jumlah
biozona yang menyusunnya).seluruh biozonasi planktonik mengunakan datum
pemuncuan awal dan aklhir spesies marker tertentu untuk manbatasi masing-
masing zonanya. Prinsip zona selang banyak di gunakan dalam penarikan batas-
batas zona setiap boizonasi.boizonasi foraminifera kecil (benthos), selain
digunakan untuk penentuan lingkungan purba, beberapa spesies foraminifera kecil
(bentonik) dapat di gunakan untuk penentuan umur.
Tabel 2: Penentuan Umur Relatif
Umur Oligosen Miosen
Foraminifera
plantonik
Upper Lower middle upper
N
1
N
2
N
3
N
4
N
5
N
6
N
7--N14 ---N24
1. Orbulina universa
2. Globigerinoides
rubery
3. Gs. Sacculifer
4. Gt. Rubery
5. Gt.
Pseudabuloides
6. Urbulina universa
7. Gt. Tosaensis
8. Gt. Buloides
9. Gt. Mayeri
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 51
Laporan Resmi Mikropaleontologi
10. Gs. Duminitus
11. Gobolotalia
12. Globigerina
cipenencis
13. Gs. Sacculifer
14. Gs. Saculifer
15. Gs. Rubery
16. Gt. Buloides
17. Gs. Saculifer
18. Gs. Ruber
19. Hedbergela
20. Gs.mayeri
21. Gs.sicanus
22. Gs.fistolosus
23. Gs.obesa
24. Gq.altispira
25. Gs.immaturus
Penentuan Lingkungan Pengendapan Foraminifera Benthonik
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 52
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan
umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba.
Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
– Pada kedalaman 0 – 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius,
banyak dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina,
Eggerella, Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding
cangkangnya dibuat dari pasiran.
– Pada kedalaman 15 – 90 m (3-16º C), dijumpai genus Cilicides,
Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan
Triloculina.
– Pada kedalaman 90 – 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna,
Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan
Textularia.
– Pada kedalaman 300 – 1000 m (5-8º C), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Tabel 3: Lingkungan pengendapan
Lingkungan
pengendapanLitoral Neritik Batial
Foraminifera
bentonik0-5 m
Tepi I
5-20 m
Tepi II
20-100 m
Tepi III
100-200 m
200-
2000m
Tabel 5: Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan cimsdde dan mark
heaven 1955.
Ratio % Kedalaman (m)
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 53
Laporan Resmi Mikropaleontologi
0 – 10 0 – 70
10 – 20 0 – 70
20 – 30 60 -120
30 – 40 120 – 600
40 – 50 120 – 600
50 – 60 550 – 700
60 – 70 650 – 825
¿=¿ 1919+1
== 0,95
Berdasarkan Cimsdde dan Mark Heaven (1955) dalam memakai rumus
perhitungan ratio. Menghasilkan hasil mencapai 0,95, maka dari itu dapat
mengambil kesimpulan bahwa linkungan pengendapannya adalah 0 – 70 meter
yang menunjukan pada Zona Neritik Tipe II.
BAB VI
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 54
Laporan Resmi Mikropaleontologi
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Untuk melanjutkan pembelajaran atau perkuliaan semester berikutnya
kuliah mikro paleontologi dan praktikumnya sebagai dasar bagi saya, karena
mikropaleontologi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang memiliki
peranan penting bagi seorang geologisist sehingga sangatlah penting untuk
mengikuti praktikum mikropaleontologi karena dengan praktikum
mikropaleontologi praktikan bisa mengetahui umur relatif suatu batuan,
lingkungan pengendapan dan iklim purba. setelah selesainya praktikum ini
praktikan mampu melakuka pekerjaan mikropaleontologi yang di mulai dari
pengambilan sampel sampai analisis fosil, penentuan nama fosil foraminifera
dengan mengunakan sistem taxonomi, penentuan umur relatif suatu batuan, dan
lingkungan pengendapan.
VI.2.Saran
1 Tingkatkan aturan yang telah di tegakan supaya tahun demi tahun harus
ada perubahan.
2 Sebaiknya kita menghargai waktu untuk dalam praktikum dan tegas karena
dalam teori juga, praktikan pelajari fosil foram besar beserta dengan cara
menayat fosil foram besar tetapi dipraktikum tidak ada.
3 Sebaiknya modul praktikum di up-date setiap tahun agar lebih baik dan
lengkap dan sebaiknaya di wajibkan bagi semua praktikan untuk
memilikinya.pastikan setiap praktikan wajib memiliki modul asli tanpa
kopi, maka akan menjadi investasi demi kemajuan lab.
4 Dalam mendiskripsi fosil sebaiknya asisten menggoreksi hasil yang telah
deskripsi oleh praktikan supaya praktikan lebih mengerti lagi dalam
penamaan suatu fosil.
5 Cara menjelaskan tentang pendeskrisian tolong lebih mendetail lagi,
supaya para praktikan mengerti apa yang di jelaskan oleh asisten dosen.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 55
Laporan Resmi Mikropaleontologi
6 Lebih semangat dalam memberikan ilmu kepada para praktikan, karna
ilmu apa yang asisiten berikan sangat berpengaruh di kemudian hari. Dan
sekian saran yang saya ingin sampaikan semoga dapat meningkatkan
kwalitas dalam pembelajaran di laboraturium. Mohon maaf jika ada
beberapa kesalahan dalam penyusunan laporan dan kesalahan selama
proses praktikum.
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 56
Laporan Resmi Mikropaleontologi
DAFTAR PUSTAKA
www.hhtp. Fosilforaminifera.com
Kholik Abdul,2005,foraminifera bentonik dari berbagai bahan dunia,PPPT
MIGAS “LEMIGAS”,Jakarta
Postuma JA,manual of planctonic foraminifera,elsevier publishing company
amsterdam london,new york
Sanjoto siwi,defri h,sri p.k,.2005,buku petunjuk praktekum mikropaliontologi
ista yogyakarta
Sanjoto siwi,suharsono,1994,petunjuk praktekum mikropaleontologi dasar,
Ordo foraminifera,ista yogyakarta
http/www.foraminifera ,com
http/www.geolab.unc.edu
http/www.lemigas.esdm.go.id
http/www.paleontology.com
http/www.radiolaria,org/
http/www.micropaleontology.com
http/www.ucmp.berkeley.edu
http://en.wikipedia.org/wiki/foraminifera
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 57
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 58
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 59
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 60
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 61
Laporan Resmi Mikropaleontologi
Nama : Yoni SetiawanNim : 101.10.1021 62