Geologi sejarah

26
Nama : Kevin Muster Regulus Victor NPM : 270110130016 Kelas : D Fakultas : Teknik Geologi – Universitas Padjadjaran , Sumedang Mata Kuliah : Geologi Sejarah 1. Geologi sejarah menggunakan prinsip-prinsip geologi untuk merekonstruksi dan memahami sejarah bumi . Bidang ini berfokus pada proses-proses geologi yang mengubah permukaan dan bawah permukaan bumi , dan penggunaan stratigrafi , geologi struktur , serta paleontologi untuk menjelaskan urutan kejadian tersebut. Bidang ini juga berfokus pada evolusi tumbuhan dan binatang selama periode waktu berbeda dalam skala waktu geologi . Penemuan radioaktif dan perkembangan berbagai metode penentuan umur radiometrik pada paruh pertama abad ke-20 telah membawa arti penting untuk mendapatkan umur absolut dari umur relatif dalam sejarah geologi. Kaitannya dengan stratigrafi dimana ini adalah ilmu yang mempelajari urutan pembentukan batuan penyusun kerak bumi, terutama untuk batuan-batuan yang berlapis. Dengan mempelajari stratigrafi, dapat diketahui sejarah geologi dari bumi kita ini. Stratigrafi sangat berhubungan erat dengan ilmu geologi sejarah yang mempelajari sejarah dari bumi sejak terbentuknya hingga sekarang. Berikut akan disajikan beberapa contoh yang

description

vj

Transcript of Geologi sejarah

Page 1: Geologi sejarah

Nama : Kevin Muster Regulus Victor

NPM : 270110130016

Kelas : D

Fakultas : Teknik Geologi – Universitas Padjadjaran , Sumedang

Mata Kuliah : Geologi Sejarah

1. Geologi sejarah menggunakan prinsip-prinsip geologi untuk merekonstruksi dan

memahami sejarah bumi. Bidang ini berfokus pada proses-proses geologi yang

mengubah permukaan dan bawah permukaan bumi, dan

penggunaan stratigrafi, geologi struktur, serta paleontologi untuk menjelaskan urutan

kejadian tersebut. Bidang ini juga berfokus pada evolusi tumbuhan dan binatang

selama periode waktu berbeda dalam skala waktu geologi. Penemuan radioaktif dan

perkembangan berbagai metode penentuan umur radiometrik pada paruh pertama

abad ke-20 telah membawa arti penting untuk mendapatkan umur absolut dari umur

relatif dalam sejarah geologi. Kaitannya dengan stratigrafi dimana ini adalah ilmu

yang mempelajari urutan pembentukan batuan penyusun kerak bumi, terutama untuk

batuan-batuan yang berlapis. Dengan mempelajari stratigrafi, dapat diketahui sejarah

geologi dari bumi kita ini. Stratigrafi sangat berhubungan erat dengan ilmu geologi

sejarah yang mempelajari sejarah dari bumi sejak terbentuknya hingga sekarang.

Berikut akan disajikan beberapa contoh yang menggambarkan konsep-konsep

tersebut di atas. Moore (1941, h. 179) menyatakan bahwa “stratigrafi adalah cabang

ilmu geologi yang membahas tentang definisi dan pemerian kelompok-kelompok

batuan, terutama batuan sedimen, serta penafsiran kebenaannya dalam sejarah

geologi.” Menurut Schindewolf (1954, h. 24), stratigrafi bukan

“Schichtbeschreibung”, melainkan sebuah cabang geologi sejarah yang membahas

tentang susunan batuan menurut umurnya serta tentang skala waktu dari berbagai

peristiwa geologi (Schindewolf, 1960, h. 8). Teichert (1958, h. 99) menyajikan

sebuah ungkapan yang lebih kurang sama dalam mendefinisikan stratigrafi sebagai

“cabang ilmu geologi yang membahas tentang strata batuan untuk menetapkan urut-

urutan kronologinya serta penyebaran geografisnya.” Sebagian besar ahli stratigrafi

Page 2: Geologi sejarah

Perancis juga tidak terlalu menekankan komposisi batuan sebagai sebuah domain dari

stratigrafi (Sigal, 1961, h. 3). Penentuan statigrafi didasarkan pada tingkat kesegaran

batuan serta hubungan antara satuan batuan. Dengan mempelajari aspek – aspek

biostatigrafi  dan lithostatigrafi grafik maka kita akan dapat menyusun sejarah geologi

suatu daerah yang kita pelajari atau kita selidiki,adapun kita juga mengetahui litologi

batuan atau batuan penyusun yang terjadi pada daerah kita, sehingga menghasilkan

kenampakan yang khas yang selanjutnya dikenal sebagai relief. Sedangkan kaitannya

dengan geologi struktur adalah dimana keadan geologi stuktur mempelejari bentuk

arsitektur kerak bumi beserta gejala – gejala geologi yang menyebabkan terjadinya

perubahan – perubahan bentuk { deformasi } pada batuan. Pada geologi struktur

regional terdiri dari struktur Primer dan sruktur Sekunder sehingga menjadi acuan

dalam menjelaskan semua fenomena di alam secara struktur dalam bentuk geologi

sejarah untuk dapat digunakan dalam eksplorasi sumber daya alam baik hidrokarbon,

hidrotermal dan lainnya. Struktur primer adalah struktur yang terbentuk pada saat

pembentukkan  batuan, seperti struktur sedimen pada batuan sedimen, sruktur aliran

pada batuan beku dan dan struktur batuan foliasi pada batuan metamorf. Struktur

sekunder adalah struktur yang terbentuk setelah proses pembentukkan batuan,

terutama akibat adanya tegasan eksternal yang bekerja selama atau sesudah

pembentukkan batuan. Bagian terbesar dari geologi struktur adalah contoh – contoh

sekunder adalah kekar, sesar, dan lipatan.

2. Studi Pulau Seribu menawarkan kita kesempatan untuk memepelajari geologi

struktur, stratigrafi dan geologi sejarah melalui sedimen karbonat modern, proses

pembentukan dan evolusi karang, distribusi fasies, geometri build-up, dan proses

diagenesis awal. Studi singkapan dan batuan inti karbonat berumur Oligo-Miosen di

Indonesia, menunjukkan bahwa hubungan kondisi dan facies serupa dengan

lingkungan karbonat modern yang analog. Pentingnya reservoir karbonat terhadap

sistem hidrokarbon regional dan global dimasukkan ke dalam perspektif. Oligo-

Miosen adalah umur saat produksi karbonat terjadi secara luas di Asia Tenggara.

Reservoir karbonat dari lapangan Arun, Natuna, Luconia, dan lapangan penting

lainnya diendapkan selama kurun waktu ini (Jordan dan Abdulla, 1992; Courteney,

Page 3: Geologi sejarah

dkk., 1989 ; Epting, 1989; Kusumastuti dkk., 2002). Lapangan ini menunjukkan

karakteristik yang dapat dikaitkan dengan tren global Oligo-Miosen. Kecenderungan

ini berdampak pada hampir-seragamnya perkembangan karbonat yang diendapkan di

daerah tropis selama kurun waktu ini dan bersama-sama dengan pengaruh lokal dari

iklim dan tektonik, dapat dimanfaatkan untuk menentukan mengapa interval sejarah

geologi ini sangat potensial dalam pembentukan reservoir hidrokarbon yang sangat

baik. Informasi dirangkum sebagai berikut.

1) Tiga transgresi besar orde-kedua terjadi selama akhir Tersier: akhir Oligosen-Miosen

awal, Miosen tengah, Miosen akhir-Pliosen awal (Hardenbol dkk, 1998). Kondisi di

mana produksi karbonat mampu mengimbangi transgresi ini, sangat memungkinkan

terbentuknya suksesi karbonat yang tebal, berelief tinggi, dan backstepping.

2) Dimulai pada Eosen-Oligosen, peristiwa pendinginan global yang signifikan dimulai

dengan lapisan es (ice sheets) di Antartika meluas dan perairan yang lebih dingin mulai

bersirkulasi ke laut dalam (Shackleton dan Kennett, 1975). Transisi dari kondisi

Greenhouse menjadi Icehouse mengakibatkan amplitudo fluktuasi permukaan laut yang

lebih tinggi, yaitu orde ke-3 dan ke-4. Fluktuasi ini, sering di orde 100 meter,

mengakibatkan penyingkapan sedimen ke permukaan menjadi sering dan sangat umum.

Kemunculan ini sering menyebabkan pembentukan lensa air tawar yang menginisiasi

proses diagenesis meteorik yang dihasilkan dari perkembangan bentang alam karst dan

sistem gua.

3) Bersamaan dengan inisiasi event pendinginan besar (major cooling event) di Oligosen,

pergeseran kimia laut terjadi, yang mendukung pembentukan aragonit dan high-

magnesium calcite (HMC) yang mendominasi terumbu karang-alga (Tucker dan Wright,

1990). Aragonite dan HMC lebih rentan daripada low-magnesium calcite untuk terlarut

dan ter-rekristalisasi bila terpapar dengan air meteorik. Diagenesis meteorik memberikan

efek yang signifikan terhadap porositas sekunder dan sistem permeabilitas pada sedimen

tersebut.

4) Pada Miosen awal, perkembangan karang meningkat di seluruh dunia dan karang

scleractinian muncul sebagai komponen frame-building yang dominan (Perrin, 2002).

Karang ini dapat tumbuh dengan cepat hingga 24 cm/tahun dalam studi modern (Davies,

Page 4: Geologi sejarah

1983), dan memungkinkan untuk terjadinya karbonat build-up yang dapat mengimbangi

kenaikan muka air laut yang paling cepat. Hal ini memberikan konstruksi rangka robust

untuk citra karbonat berelief tinggi pada seismik dan ditemukan di banyak daerah tropis

dan subtropis saat ini.

Kondisi ini menawarkan skenario reefal build-up yang mampu mengimbangi transgresi

terbesar laut, dan menghasilkan akumulasi sedimen tebal yang umumnya secara

mineralogi bersifat metastabil, meningkatkan kerentanannya terhadap leaching selama

penurunan muka air laut, yang sering terjadi, karena terjadinya Icehouse. Perkembangan

reservoir dengan porositas yang sangat baik dan memiliki net to gross tinggi umum

terjadi.

Dengan melihat build-up Pulau Seribu saat ini, kita mendapatkan gambaran mengenai

build-up Oligo-Miosen. Meskipun koral scleractinian terus berkembang, bumi masih

berada pada kondisi Icehouse dan sedimen masih berpotensi menjadi aragonitik dan

HMC. Lapangan Arun khususnya, memiliki hubungan erat dengan Pulau Seribu di

Yordania, 1998. Jordan menemukan facies yang mirip dan pola facies di Arun seperti

yang diamati di Pulau Seribu saat ini dan bahkan didokumentasikan kesamaan karang

yang luar biasa (semua kecuali satu genus dari 20 genus dicatat dari Arun ditemukan hari

ini di Pulau Seribu).

Latar belakang untuk setiap diskusi tentang perkembangan pertumbuhan karang dan

facies di nusantara adalah peran tektonisme. Kolisi lempeng Australia dan lempeng India

terhadap lempeng Asia berperan penting dalam membangun rezim iklim musiman yang

khas di kawasan Asia Tenggara. Gerakan berkelanjutan dari Lempeng Australia dan

Lempeng Pasifik menghasilkan susunan fragmen yang membentuk kepulauan dan dalam

proses menghasilkan beberapa perubahan yang luar biasa dan cepat pada permukaan laut

relatif dan tidak diragukan lagi berperan besar dalam banyak siklus frekuensi tinggi yang

terbukti dalam catatan sedimentasi karbonat Miosen di seluruh daerah.

Page 5: Geologi sejarah

Stratigrafi Lembar Jakarta Dan Kepulauan Seribu dengan cekungan sedimentasi tersier di

Jawa Barat yang terdiri dari tiga mandala sedimentasi, yaitu Mandala Paparan benua,

Mandala sedimentasi Cekungan Bogor dan Mandala Sedimentasi Banten. Mandala

Paparan Benua dicirikan oleh endapan paparan berupa batupasir kuarsa, batugamping dan

batulempung yang diendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Mandala Sedimentasi

Page 6: Geologi sejarah

Cekungan Bogor dicirikan oleh endapan aliran gravitasi yang terdiri dari komponen

batuan andesitan-basaltan, tufaa dan batugamping. Mandala ini meliputi Bandung, Bogor

dan Pegunungan Selatan. Mandala Sedimentasi Banten pada awal Miosen, endapan

sedimennya menyerupai endapan cekungan Bogor, sedangkan pada akhir Tersier

mendekati Paparan Benua.

Satuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Rengganis (Tmrs) yang berumur Miosen

Awal. Formasi ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Bojongmanik (Tmb) yang

berumur Miosen Tengah, sedangkan di bagian timur berkembang Formasi Klapanunggal

(Tmk). Formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Jatiluhur (Tmj). Formasi-

formasi tersebut di atas ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Genteng (Tpg) yang

berumur berumur Pliosen Awal. Formasi Genteng ditindih Formasi Serpong (Tpss)

berumur Pliosen Akhir. Formasi Serpong ditindih secara tidak selaras oleh Tufa Banten

(QTvb) yang berumur Plio-Plistosen. Tufa Banten ditindih Batuan Gunungapi Muda (Qv)

dan Andesit Gunung Sudamanik (Qvas) yang berumur Plistosen. Batuan terobosan yang

dijumpai di Lembar ini adalah Basalt Gunung Dago (Tmpb) yang berumur Mio-Pliosen.

Endapan termuda permukaan di daerah ini terdiri dari batupasir tufaaan dan

konglomerat/Kipas Aluvium (Qav), Endapan Pematang Pantai (Qbr) dan Aluvium (Qa),

serta di lain tempat tumbuh Batugamping Koral (Ql).

Struktur yang terdapat pada lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu berupa lipatan, sesar

dan kelurusan. Lipatan, dijumpai di bagian tenggara, berupa antiklin, dengan sumbu

berarah baratlaut – tenggara, yang melipat Formasi Klapanunggal. Sesar yang dijumpai di

daerah ini ada 3 macam, yaitu sesar naik, dijumpai dibagian baratdaya, merupakan

kontak antara Formasi Bojongmanik dan Batuan Gunungapi Muda dengan arah baratlaut

– tenggara. Sesar geser mengiri dijumpai dibagian baratdaya Lembar yang menyesarkan

Formasi Bojongmanik. Sesar turun, dijumpai di bagian tenggara Lembar, berarah

baratlaut – tenggara dan memotong Formasi Klapanunggal. Kelurusan ini kemungkinan

merupakan zona lemah yang berupa sesar atau kekar. Struktur geologi tersebut di atas,

kemungkinan akibat gaya kompresi dengan arah timurlaut – baratdaya.

Page 7: Geologi sejarah

Sejarah geologi di mulai pada Miosen Awal. Pada Kala itu daerah ini merupakan tepian

selatan dari cekungan busur belakang tempat diendapkan Formasi Rengganis oleh arus

yang dipengaruhi gayaberat (gravity flows). Kemudian daerah ini mengalami

pengangkatan. Pada Miosen Tengah daerah ini merupakan cekungan laut dangkal di

bagian timur dan diendapkan Formasi Klapanunggal, yang menjemari dengan Formasi

Jatiluhur. Sedangkan dibagian barat berkembang sedimentasi Formasi Bojongmanik.

Formasi-formasi tersebut kemudian terangkat, terlipatkan, tersesarkan dan diterobos oleh

Basalt G. Dago pada Mio-Pliosen. Pada Pliosen Awal bagian utara daerah ini mengalami

penurunan dan berlingkungan laut dangkal (litoral), serta diendapkan Formasi Genteng.

Selanjutnya daerah ini terangkat kembali sehingga merupakan daratan, dan terbentuk

endapan sungai tua Formasi Serpong. Pengangkatan ini diikuti kegiatan gunungapi, yang

menghasilkan Tufa Banten yang terdiri dari batuan gunungapi yang berumur Plio-

Plistosen. Pada Plistosen awal terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan

Gunungapi Muda dan terjadi parasit, yang menghasilkan Andesit Sudamanik. Sedangkan

ditempat lain terjadi genanglaut (atau mjungkin penurunan) sehingga memungkinkan

tumbuhnya batugamping koral yang terus tumbuh sampai sekarang. Hasil kegiatan

gunungapi di bagian selatan membentuk morfologi tinggi, akan tetapi akibat proses erosi

dan gerakantanah maka terbentuk endapan kipas aluvium. Sumber daya mineral yang ada

berupa batugamping, lempung, pasir, kerikil andesit basalt dan mungkin minyak bumi. 

3. Pemetaan Geologi (Measure Section) merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-

informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi

yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan

batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin

mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi

geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa

alterasi mineral.

Page 8: Geologi sejarah

contoh peta geologi (formasi batuan)

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-

informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili

intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian

peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap

eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap

prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.

Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan

dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi

lapangan atau dengan cara tali-kompas.

Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas

dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau

auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti

pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit. Sehingga dengan demikian dapat dilakukan

measure stratigrafi untuk mengetahui litologi dan pengendapan dari daerah measure section

secara lebih terperinci. Dimana measure stratigrafi atau stratigrafi terukur adalah suatu cara

untuk menerangkan urut-urutan lapisan batuan berdasarkan kedudukan dan ketebalannya. Kolom

Page 9: Geologi sejarah

stratigrafi terukur ini sendiri bertujuan untuk menjelasakan proses pengendapan, umur geologi

secara relatif maupun absolut (menggunakan mikrofosil) dan proses-proses yang terjadi setelah

pengendapan berlangsung. Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai

arti penting dalam penelitian geologi dan pengukuran penampang stratigrafi merupakan salah

satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan. Secara umum tujuan

pengukuran penampang stratigrafi adalah:

a)      Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi

(formasi, kelompok, anggota dan sebagainya).

b)      Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.

c)      Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urut-

urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil dan untuk menafsirkan lingkungan

pengendapan.

Pengukuran suatu penampang stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan singkapan yang

menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan satuan stratigrafi yang resmi.

Dalam pengaplikasian biozonasi dalam bidang geologi ialah dalam penentuan umur batuan

sedimen, penentuan kematangan suatu hidrokarbon, dan korelasi. Penentuan umur batuan dapat

menggunakan dua metode :

·         penentuan umur absolut

·         penentuan umur relatif

Penentuan umur absolut menggunakan waktu paruh dari unsur radioaktif yang ada dalam batuan

tersebut (DATING). Penentuan umur relatif dengan membandingkan umur batuan tersebut

dengan umur batuan lain yang sudah diketahui umurnya, dengan membandingkan posisi

stratigrafinya. Penentuan umur batuan dengan zonasi foraminifera termasuk penentuan umur

relatif batuan. Umumnya yang digunakan untuk penentuan biozonasi umur batuan adalah

foraminifera planktonik kecil. Penentuan zonasi umur batuan dengan menggunakan foraminifera,

merupakan prinsip dalam biostratigrafi. Biostratigrafi merupakan tubuh lapisan tubuh batuan

yang dipersatukan berdasarkan kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda

terhadap batuan di sekitarnya. Banyak klasifikasi biozonasi yang diusulkan oleh beberapa

peneliti berdasarkan foraminifera plankton, diantaranya : Zonasi Bolli (1957, 1966), Blow

(1969), Postuma (1971), Bronnimann & Resig (1971), Berggren (1972, 1973),Kennet &

Page 10: Geologi sejarah

Srinivasan (1983) dan Bolli & Sanders (1985). Biozonasi Blow (1969) adalah yang paling sering

dipakai di Indonesia, untuk berbagai keperluan, baik penentuan umur batuan sedimen maupun

korelasi. Salah satu faktornya adalah karena sifat kesederhanaan pemakaiannya, dimana dalam

tatanama hanya menggunakan notasi huruf P (untuk Paleogen) dan N (untuk Neogen) dan angka

(1-22/23) untuk bagian yang lebih rinci dari zonanya.

Dalam biozonasi foraminifera dikenal adanya istilah ZONA, yaitu suatu lapisan atau tubuh

batuan yang dicirikan oleh satu takson fosil atau lebih. Ada beberapa macam zona dalam

biostratigrafi :

a.       Zona kumpulan

b.      Zona kisaran

c.       Zona Puncak

d.      Zona selang

e.       Zona rombakan

f.       Zona padat

4.

5. Rangkaian pegunungan muda dunia seperti Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteran

merupakan hasil pengangkatan dari geosinklin utama yang terbentuk pada era Paleozoikum

muda. Jadi siklus pembentukan pegunungan muda dimulai dari pembentukan geosinklin utama

pada era Paleozoikum muda. Pada era Mesozoikum bawah/tua, Indonesia masih bersambung

dengan Eropa lewat laut yang dikenal dengan nama Latu Tethys. Fosil-fosil yang terbentuk pada

masa yang sama di kedua bagian dunia tersebut menunjukkan kesamaan. Oleh karena itu

penelitian-penelitian geologi di Indonesia masih dapat menggunakan Tarikh Geologi Eropa

untuk menentukan umur batuan sampai dengan pra tersier. Akan tetapi untuk batuan yang

terbentuk pada era prakambrium di Indonesia, sulit ditentukan umumnya karena tidak

diketemukan fosil yang berasal dari era tersebut.Kalaupun sudah ada kehidupan pada

prakambrium, fosil yang terbentuk pada masa itu sudah mengalami kerusakan akibat proses-

prose endogen yang sangat aktif di Indonesia. Di samping itu endapan prakambrium telah

tertimbun jauh di bawah lapisan endapan yang lebih muda. Pada akhir Sekunder-Awal Tersier,

terjadilah peristiwa geologi hebat yang dikenal sebagai Revolusi Alam I di Indonesia, yaitu

dasara laut Tethys mengalami pengangkatan membentuk pegunungan Sirkum Mediteran.

Page 11: Geologi sejarah

Pengangkatan dari geosinklin utama ini digolongkan Geo Undasi oleh Van Bemmelen atau

General Undation oleh Stille. Akibatnya, hubungan antara Indonesia dengan Eropa terputus,

organisme di Indonesia dan Eropa berkembang menurut lingkungannya sendiri-sendiri,

menghasilkan fosil yang berbeda pula. Dengan demikian penelitian-penelitian geologi di

Indonesia madih mengalami kesulitan untuk menentukan umur lapisan batuan, karena Tarikh

Geologi Eropa tidak bisa digunakan lagi akibat perbedaan kandungan fosilnya. Untuk mengatasi

masalah tersebut maka Verbeek dan Fennema berusaha menyusun Tarikh Geologi

Indonesia berdasarkan litologi pada tahun 1938. Sebenarnya penyusunan Tarikh Geologi

Indonesia harus didasarkan pada penelitian Paleontologi, tidak dibenarkan menyusun Tarikh

Geologi atas dasar litologi, sebab umur lapisan batuan tidak dapat ditafsirkan dari jenis

batuannya.

Dasar pemikiran Verbeek dan Fennema menyusun Tarikh Geologi Indonesia atas dasara litologi

adalah:

1. Secara sadar mereka mengambil pendirian yang bertentangan dengan dalil yang melarang

penyusunan Tarikh Geologi atas dasar litologi, mengingat tidak adanya petunjuk lain

yang dapat digunakan untuk menentukan umur lapisan batuan. Dengan kata lain terpaksa

mereka lakukan mengingat kebutuhan yang sangat mendesak, bukan tidak tahu kalau

Tarikh Geologi mestinya disusun atas dasar hasil penelitian Paleontologi.

2. Mereka berpendirian bahwa dimana-mana di pulau Jawa khususnya dalam periode

Neogen dimulai dengan aktivitas vulkanisme yang sangat dahsyat, menghasilkan batuan

andesit dan basal.

3. Kalau harus melakukan penelitan paleontologi terlibeh dahulu untuk menyusun Tarikh

Geologi Indonesia, akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat

banyak, disamping merka bukan ahli paleontologi.

4. Mereka menuyusun Tarikh Geologi Indoenesia berdasarkan litologi, sambil berusaha

pula mencari hubungan/petunjuk yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam

melakukan korelasi atau penasabahan dengan Eropa. Dengan kata lain Tarikh Geologi 

yang dibuat dimaksudkan untuk sementar saja, kalau Tarikh Geologi Eropa bisa

digunakan atau sudah ada Tarikh Geologi yang disusun berdasarkan penelitian

paleontologi maka tidak usah menggunakan Tarikh Geologi atas dasar litologi yang

dibuatnya. Dengan demikian maka stratigrafi di Indonesia untuk periode Tersier dan

Page 12: Geologi sejarah

Kuarter menggunakan Tarikh Geologi buatan Verbeek dan Fennema walaupun banyak

kelemahan dan kekurangannya. Akan tetapi meskipun banyak kekurangannya, Tarikh

Geologi tersebut masih digunakan sampai sekarang, sebab belum ada tarikh lain yang

lebih baik.

Tarikh Geologi yang disusun berdasarkan litologi sangat bermanfaat bagi ilmu tanah

karena langsung menunjukkan bahan asal/batuan induk tanah dan mencerminkan sifat-

sifat tanah yang dihasilkan. Yang terpenting dari Tarikh Geologi Indonesia buatan

Verbeek dan fennema adalah perlapisan batuan pada periode Miosen yang diberi kode

M1, M2, dan M3.

1. Etage M1 (tingkatan Breksi), yaitu perlapisan batuan yang terbentuk sesudah

terbentuknya gunung api tua di Indonesia. Tanah yang berasl dari batuan ini umumnya

kaya mineral bahan vulkanik sehingga dianggap baik atau potensi kesuburannya tinggi.

2. Etage M2 (tingkatan Mergel), yaitu batuan yang terbentuk setelah lapisan M1. Tanah

yang berasla dari batuan ini umunya berupa tanah margalit, suatu campuran antara

lempung dan kapur. Sifatnya kurang baik karena pekat, sulit merembeskan air sehingga

tata air tanah menjadi kurang baik.

3. Etage M3 (tingkatan Kapur), yaitu batuan yang terbentuk setelah lapisan M2. Tanah yang

berasal dari batuan ini berupa tanah-tanah kapur yang mempunyai sifat minerla-

mineralnya cepat tercuci ke lapisan bawah dan tata air kurang baik.

Pada akhir Tersier/awal Kuarter terjadi peristiwa alam besar berikutnya yang dikenal

sebagai Revolusi Alam II di Indonesia, dimana terjadi pelipatan hebat dan pembentukan

pegunungan baru. Beberapa bagian dari geosinklin yang tertutup sedimen seperti di

pantai timur Sumatera, Pantai Utara Jawa dan pantai Selatan dan Barat Kalimantan

mengalami pelipatan hebat membentuk pegunungan seperti Pegunungan Suligi - Lipat

Kain di Sumatera dan Pegunungan Kendeng di Jawa.Memasuki periode Kuarter

(Pleistosen) terjadilah 4 kali zaman es / zaman glasial diselingi interglasial yang

pengaruhnya terasa di seluruh dunia. Diperkirakan suhu di bumi turun sekitar 2 derajat

Celcius sehingga lapisan es di daerah kutub meluas ke arah lintang rendah (di Amerika

Utara mencapai lintang 40 derajat LU) menyebabkan air laut turun sekitar 70 meter.

Sebaliknya pada masa interglasial di mana iklim kembali normal, suhu naik lagi sekitar 2

Page 13: Geologi sejarah

derajat Celcius, maka daerah es mundur ke arah kutub dan air laut naik kembali sekitar

70 meter. Perunahan ketinggian permukaan air laut ini berpengaruh pada pulau-pulau di

paparan Sunda dan Sahul. Pada zaman glasial di mana permukaan air laut turun, pulau-

pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan bersambung tanpa terpisahkan oleh laut, sebaliknya

pada zaman interglasial pulau-pulau tersebut terpisah oleh laut. Beberapa bukti yang

menunjukkan bahwa pulau-pulau di Indonesia bagian Barat tersebut pernah bersambung

satu sam lain adalah:

1. Diketemukan oleh ekspedisi laut adanya alur-alur sungai di dasar laut. Sungai-sungai dari

pantai utara Jawa dan sungai-sungai dari pantai selatan Kalimantan bergabung kemudian

bermuara di Selat Makasar, sedang sungai-sungai dari pantai timur Sumatera dan pantai

barat Kalimantan bergabung kemudian bermuara di Laut China Selatan.

2. Jenis ikan di sungai-sungai Jawa Utara dan Kalimantan Selatan sejenis, sedang jenis ikan

di sungai-sungai Sumatera Timur dan Kalimantan Barat sejenis.

3. Flora dan fauna di di Sumatera, Jawa dan Kalimantan sejenis, bahkan sejenis dengan

fauna dan flora di Asia Tenggara.

4. Diketemukan timah endapan di dasar laut sekitar pulau Bangka, Belitung, dan Singkep,

suatu petunjuk bahwa endapan timah dasar laut tersebut tidak berasal dari pegunungan

Bukit Barisan yang terbawa air, melainkan daerah tersebut dahulu merupakan kaki

gunung.

Page 14: Geologi sejarah

Jika mengacu pada Indonesia dengan beragam pulau yang banyak, maka tentu tidak dapat

ditafsirkan pembentukan pulau secara terperinci , namun disini akan dijelaskan keterbentukan

pulau di Indonesia secara garis besar dengan pulau-pulau yang besar di Indonesia ini. Indonesia

telah dikenal luas sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. 2/3 wilayah negara ini adalah

lautan, berjajar di atasnya belasan ribu pulau yang sambung menyambung dari Sabang sampai

Merauke. Terhampar garis pantai yang amat panjang, hutan tropis yang senantiasa menghijau

karena terguyur hujan sepanjang tahun dengan berbagai satwa cantik di dalamnya dan puncak-

puncak vulkanik yang mengintip di berbagai penjuru. 

Dalam berbagai literatur keilmuan, disebutkan bahwa jumlah pulau yang dimiliki Indonesia

sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak pulau itu, pernahkah anda berpikir untuk mengetahui

bagaimana proses pembentukannya? Mengapa kita bisa memiliki penampang alam yang

sedemikian uniknya ini, yang jarang dimiliki oleh banyak negara lain? Untuk itu kali ini saya

akan mengajak anda belajar bersama tentang proses terbentuknya "Zamrud Khatulistiwa".

Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia

belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara yang bertabrakan

dengan lempeng bumi bagian utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan

Page 15: Geologi sejarah

Gunung Himalaya. Konon proses yang terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam itu

menyebabkan sebagian anak benua di selatan terendam air laut, sehingga yang muncul di

permukaan adalah gugusan-gugusan pulau (nusantara) yang merupakan mata rantai gunung

berapi.

Lalu bagaimana menurut teori geologi modern? Menurut ilmu kebumian yang lazim saat ini,

pembentukan kepualuan Indonesia terkait dengan teori tektonik lempeng. Teori tektonik

lempeng (tectonic plate) adalah teori yang menjelaskan pergerakan di kulit bumi sehingga

memunculkan bentuk permukaan bumi seperti yang sekarang kita diami. 

Pergerakan diawali dengan menunjamnya lempeng dasar samudera yang disebabkan oleh

desakan lempeng benua yang lebih tebal dan keras dan di tempat inilah terbentuk palung laut

(dasar laut yang dalam dan memanjang). Dampak dari pergerakan lempeng terhadap wilayah

Indonesia membuat wilayah Indonesia rawan akan gempa bumi (namun juga kaya sumber daya

mineral). Padahal Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng besar dunia (Lempeng

Eurasia, Indo-Australia, Filipina dan Pasifik).

Lempeng-lempeng itu selalu bergerak 5-9 cm per tahun dan karena massa batuan yang bergerak

besar maka energi yang dihasilkan besar pula. Hal tersebut berdampak bukan hanya pada

banyaknya aktivitas vulkanis dan tektonis di Indonesia, tapi juga tenaga besar yang terjadi pada

fenomena-fenomena tersebut.

  

Adanya pergerakan subduksi antara dua lempeng kemudian menyebabkan terbentuknya deretan

gunung berapi dan parit samudera. Demikian pula subduksi antara lempeng Indo-Australia dan

Page 16: Geologi sejarah

lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain adalah Bukit

Barisan di Pulau Sumatera dan deretan gunung berapi di sepanjang pulau Jawa, Bali dan

Lombok, serta parit samudera yang tak lain adalah Parit Jawa (Sunda).

Lempeng tektonik terus bergerak hingga suatu saat gerakannya mengalami gesekan atau

benturan yang cukup keras. Fenomena seperti inilah yang dapat menimbulkan gempa, tsunami

dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan bumi. Dari tiga tipe batas lempeng yang

dikenal (konvergen, divergen dan shear), terbentuknya kepulauan Indonesia dapat dijelaskan

sebagai batas lempeng konvergen dimana terjadi tumbukan antara lempeng Indo-Australia dari

selatan, lempeng Pasifik dari timur dan lempeng Asia dari utara. Setelah dijelaskan panjang lebar

tentang dasar keilmuannya, selanjutnya mari kita masuk ke pembahasan inti. Indonesia terdiri

dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Rangkaian pulau-

pulau ini menjadi bagian utama dari kepulauan Nusantara. Di dalamnya terdapat lebih dari 400

gunung berapi dan 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi

itu terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut (bahkan Indonesia merupakan

tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif/Ring of Fire, sehingga terdapat puluhan

patahan aktif yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia). Lalu bagaimana proses pembentukan

pulau-pulau utama ini?

Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Lombok hingga kepulauan Nusa Tenggara : 

Pulau-pulau tersebut terbentuk karena adanya aktivitas vulkanisme di bawah permukaan bumi,

hasil yang dapat dirasakan di permukaan bumi adalah adanya lava (cairan larutan magma pijar

yang mengalir keluar dari dalam bumi). Lama kelamaan lava tersebut memadat bertambah besar

membentuk sebuah busur pulau. Proses seperti ini dikenal sebagai Island Arc.

Pulau Sulawesi :   

Pulau Sulawesi terbentuk akibat pertemuan lempeng Filipina, Indo-Australia, Eurasia dan

lempeng mikro lain di daerah tersebut.

Pulau Papua dan Kalimantan : 

Keduanya terbentuk dari pecahan super benua pada awal terbentuknya permukaan bumi. Teori

tektonik lempeng menyebutkan bahwa dahulu seluruh daratan di muka bumi ini adalah satu

daratan yang sangat luas bernama Pangea, kemudian induk benua ini terpecah menjadi dua yaitu

Page 17: Geologi sejarah

Godwana (di Utara) dan Laurasia (di Selatan). Seiring berjalannya waktu kedua lempeng besar

tersebut terpecah-pecah kembali menjadi benua-benua seperti sekarang.

Pulau-pulau kecil : 

Proses terbentuknya pulau-pulau ini lebih sederhana dibanding yang lain. Mereka berasal dari

endapan pecahan kerang, koral dan binatang laut lainnya. Semakin lama semakin besar dan

akhirnya terbentuklah sebuah pulau baru.

Demikianlah pembelajaran singkat kita mengenai proses terbentuknya kepulauan Indonesia. Hal

yang dapat dipetik adalah bagaimana kita dapat menjaga keindahan alam yang ada ini sebagai

sebuah warisan agung proses pembentukan muka bumi. Kekayaan mineral yang ada di dalamnya

bukanlah benda tak berharga yang dapat digunakan tanpa pertimbangan keseimbangan

kehidupan. Selain itu semoga proses yang telah dijelaskan di atas menyadarkan kita untuk

senantiasa siap menghadapi berbagai bencana alam yang memang menjadi bagian tak

terpisahkan dari kepulauan nusantara.