Geologi Lingkungan Kawasan Aliran Sungai Gintung Kabupaten Purbalingga1
-
Upload
roid-faqih-musthafa -
Category
Documents
-
view
933 -
download
3
description
Transcript of Geologi Lingkungan Kawasan Aliran Sungai Gintung Kabupaten Purbalingga1
GEOLOGI LINGKUNGAN
”Kawasan Sekitar Aliran Sungai Gintung, Kabupaten Purbalingga”
Roid Faqih Musthafa-I1C006028
Puslitbang Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi ”Dokter Bumi” Universitas JenderalSoedirman.
Lokasi : Aliran Sungai Gintung, Desa Arenan, Kec. Karangmoncol, Kab. Purbalingga
Koordinat : S 07o21.108’, E 109o24.118’
Tanggal : 15-17Juni 2009
Peta geologi daerah aliran sungai Gintung.
Ket :
- Lokasi ! : padaformasi ligung(desa Arenan)
- Lokasi 2 : zonasesar (desakaliori)
- Lokasi 3 : zonalonsor (desapagerandong)
Geomorfologi, batuan, mineral, geopedologi, iklim, dan air.
Sungai gintung merupakan salah satu anakan dari sungai klawing yang terletak di
Kecamatan Kaligondang, Purbalingga. Stadia sungai telah mencapai dewasa dengan morfologi
sungai yang banyak berkelok dan banyak memiliki point-bar baik di sebelah kanan maupun di
sebelah kirinya. Secara lokal sungai gintung terletak pada lembah endapan aluvial kuarter yang
terdiri dari kerakal, kerikil, pasir hingga lempung diantara perbukitan kecil. Pada dataran sungai
relatif landai hingga ke teras sungai. Teras sungai terlihat jelas, ketinggian teras mencapai 8m
dari floodplan sungai yang terbagi menjadi 2 teras. Sungai gintung di Purbalingga pada dasarnya
terletak pada 2 formasi yaitu pada bagian bawah aliran yang mendekati percabangan dengan
sungai klawing termasuk dalam formasi ligung (endapan kuarter) berupa lanau-batulempung
tufan, batupasir tufan silang siur, dan konglomerat dan pada aliran ke arah hulu melewati formasi
kalibiuk (endapan pliosen) berupa napal lempungan bersisipan batupasir dan kaya moluska.
Kandungan tuf pada formasi ligung mungkin akibat dari aktifitas vulkanis Gunung Slamet.
Sungai gintung mendapat banyak pasokan air dari beberapa anakan sungainya seperti
sungai kuning, sungai tambra, sungai wotan, sungai wuri, sungai bodas, sungai kuripan, sungai
karang dan beberapa anakan sungai kecil lainya yang sebagian besar berasal dari formasi
kumbang (tersier) dan melewati beberapa formasi seperti formasi tapak dan formasi kalibiuk
baik berupa sungai konsekuen maupun sungai subsekuen. Sepanjang sungai gintung banyak
kelimpahan batuan volkanik, batuan beku, dan batuan sedimen. Pada umumnya batuan beku dan
volkanik yang dijumpai berupa andesitik, tuf, dan kadang dijumpai diorit. Batuan beku dan
volkanik tersebut kemungkinan berasal dari periode Tersier dan Kuarter, tetapi jika merunut arah
aliran sungai gintung sebelah timur yang mengarah ke formasi kumbang, kemungkinan besar
batuan tersebut berasal dari tersier. Hal ini dikuatkan dari adanya diorit walaupun dalam jumlah
yang kecil. Diorit tersebut kemungkinan dari intrusi-intrusi tersier lokal pada formasi halang
disebelah utara formasi kumbang. Sedangkan pada tuf yang berasal dari formasi kumbang telah
mengalami mineralisasi berwarna kehijauan berupa munculnya mineral ziolit. Pada sungai
gintung sebelah barat, batuan andesitik dapat dimungkinkan berasal dari erupsi G. Slamet
maupun dari formasi kumbang. Kelimpahan batuan sedimen berupa jasperoid, calsedonit,
batupasir, konglomerat, batulempung, tetapi jarang dijumpai breksi yang menandakan jauh dari
sumber batuan induk. Kesemuanya itu terdapat pada endapan kuarter di point-bar Isungai
berupa bongkah kecil sampai pasir dan lempungan. Bahkan aliran sungai gintung sebelah timur
dijumpai moluska pada batupasir dan napal yang berasal dari formasi kalibiuk maupun formasi
tapak. Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan Peta Tanah Departemen Kehutanan,
komposisi tanah di Purbalingga didominasi tanah latosol coklat dan regosol coklat (19,22%),
aluvial coklat tua (17,79 %) dan grumosol kelabu (17,33 %) dan yang paling sedikit adalah
litosol (0,74 %)..
Dari data penelitian iklim dan curah hujan, Purbalingga memiliki iklim tropis yang relatif
basah dengan kelembaban relatif antara 74,6 % sampai 87,6 %, suhu udara 26oC – 31oC, dan
curah hujan rata-rata 3.720 mm, dengan bulan basah (curah hujan > 200 mm) mencapai 10 bulan,
bulan lembab (CH antara 100 – 200) 2 bulan dan bulan kering (CH 0-100 mm) 0 bulan. Dengan
demikian menurut typologi Zona Agroklimat dapat diklasifikasikan pada kelas A1 menurut
Oldeman atau klas A menurut Schmit-Fergusson. Berdasarkan interpretasi foto udara dan citra
satelit, daerah Purbalingga memiliki banyak mata air (130 buah) yang mengalir pada 66 sungai
dengan panjang total 643 km. Sumber-sumber air tersebut telah dimanfaatkan untuk irigasi, air
bersih maupun air minum dalam kemasan. Total Debit air mencapai 2.923 lt/detik, sedangkan
yang telah dimanfaatkan baik untuk air bersih (PDAM), air sumur untuk kebutuhan penduduk
maupun yang dipergunakan industri Air Minum dalam Kemasan baru 573,5 lt/detik. Dengan
demikian persediaan air permukaan di wilayah Purbalingga cukup melimpah. Kecukupan
persediaan air ini (2.349,5 lt/detik) mengindikasikan bahwa Purbalingga menjadi daerah yang
secara umum tidak pernah mengalami kekeringan yang nyata, dimana kondisi ini sangat
memungkinkan untuk berlangsungnya cocoktanam. Hal ini diperkuat dengan valuation
penginderaan jauh yang menyatakan bahwa 90 % wilayah Purbalingga tidak mengalami
kekeringan sepanjang tahun. Hal itu dilihat dari skala regional Kabupaten Purbalingga, jika
dilihat dari skala local sungai gintung dan dilihat dari geomorfologiny, suplai air dari DAS
termasuk luas dalam skala lokal karena dikelilingi oleh perbukitan. Oleh sebab itu aktifitas
eksogenik oleh air lebih dominan. Erosi dan pengendapan juga dipengaruhi oleh musim yang
ada. Erosi terjadi disemua permukaan baik pada lereng, teras sungai, maupun pada dinding
sungai. Pengendapan juga terjadi pada tepi sungai dan tikungan sungai berupa batuan, pasir, dan
lempungan. Sedangkan pelapukan dominant pada daerah perbukitan.
Struktur Geologi
Pada umumnya aktifitas endogen yang terjadi berupa perlipatan perlapisan tersier
maupun kuarter. Pada formasi ligung beberapa ditemukan berupa sesar normal/turun (Gambar 1)
periode kuarter skala kecil pada perlapisan N 170o E/ 10o yang memotong dari lapisan
konglomerat sampai ke lapisan batulempung dibawahnya. Sedangkan pada sungai gintung
bagian timur, di desa Kaliori yang merupakan pertemuan 3 sungai yaitu sungai kuning, sungai
tambra, dan sungai gintung, terdapat sesar mendatar kiri (Gambar 2) yang membentang
sepanjang 7 km melewati formasi tapak, formasi kalibiuk, dan diduga formasi ligung. Selain
dilapangan, kenampakan ini dapat dilihat dari peta geologi regional lembar Purwokerto-Tegal.
Batas kontak antara formasi ligung dan formasi kalibiuk pada zona sesar sulit ditemukan di
lapangan dikarenakan singkapan pada batas kontas tersebut di daerah bukit yang telah lapuk dan
bahkan hancur menjadi tanah. Hal ini dapat diamati dari kelurusan bukit dan morfologi sungai.
Gambar 1. Sesar turun pada formasi Ligung
Gambar 2. Sesar mendatar kiri pada formasi Kalibiuk
Bencana Alam
Dari geomorfologi, iklim, lapisan batuan dan formasi batuan serta struktur geologi yang
ada daerah sekitar aliran sungai gintung termasuk rawan akan banjir dan tanah longsor pada
musim penghujan. Dari data yang diperoleh berdasarkan perbincangan dengan penduduk sekitar
banjir sering datang tiba-tiba terlebih saat musim hujan baik karena hujan lebat di daerah sekitar
maupun banjir kiriman dari hulu, tetapi masyarakat sekitar pada umumnya sudah paham benar
kapan terjadi banjir dan kapan harus menyelamatkan diri dari banjir saat berada di sungai.
Sedangkan tanah longsor terjadi pada perbukitan di sekitar aliran sungai gintung. Seperti pada
jalan menuju desa Kaliori melewati desa Pagerandong, beberapa jalan nyaris putus akibat
longsoran. Daerah bukit didominasi oleh lempungan dengan fragmen antar butiran lepas-lepas.
Sedangkan jika pada formasi kalibiuk, diduga pernah mengalami longsor purba akibat
sesar(Gambar). Lapisan konglomerat yang berada di atas lapisan batulempung bergeser tegas,
akan tetapi karena kemiringan perlapisan yang relatif datar (<5 derajat/ <10 %) pergeseran tidak
membentak panjang, hanya skala mikro. Walaupun pergeseran itu kuarang dari 1 meter, hal ini
dapat dijadikan studi lebih lanjut untuk kemungkinan longsoran yang dapat terjadi. Untuk
potensi bencana alam lain yang sering terjadi berupa angin puting beliung.
Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh aliran sungai gintung memiliki cukup potensi untuk
dijadikan wisata alam, misalnya pada daerah pertemuan sungai kuning, sungai tambra, dan
sungai gintung yang menyebabkan arus relatif tenang sehingga banyak dijumpai berbagai jenis
ikan seperti bawal, mujair, melem, dan lain sebagainya. Selain tempatnya yang jauh dari jalan
utama dan harus melewati perbukitan, daerah ini juga di dukung dengan tidak adanya jembatan
yang menghubungkan daerah satu dengan lainya sehingga nuansa alami lebih berkesan. Bagi
yang suka dengan tantangan, lintasan ini cukup menarik sebagai jalur/trak motocross maupun
penggemar lintas alam. Dilihat dari segi geologi kawasan ini memiliki daya tarik sebagai lokasi
pengamatan struktur geologi (sesar mendatar, antiklin, dan sinklin) pada formasi kalibiuk dengan
kemiringan perlapisan rata-rata 30 derajat, sedimentasi dengan adanya pertemuan 3 sungai dan
luasnya area pointbar maupun delta sungai, morfologi sungai, geomorfologi karena kenampakan
perbukitan sekitar, dan mungkin masih terdapat hal lain yang menarik jika dilakukan observasi
dan penelitian lebih lanjut. Selain itu sungai gintung juga menjadi sumber air pertanian, bahan
galian tambang golongan C karena kelimpahan kandungan pasir, kerikil, dan batuan lain sebagai
bahan baku bangunan, dan budidaya perikanan. Pada dasarnya data yang telah diperoleh masih
sebagian dan diperlukan data lebih lanjut agar upaya dalam pengembangan wilayah dapat lebih
optimal mengingat daerah tersebut juga memiliki beberapa potensi bencana alam yang dapat
berdampak negatif terhadap penduduk sekitar dan perlu dikaji lebih lanjut agar dampak yang
terjadi dapat diminimalisis bahkan dapat berdaya guna.
Foto lokasi formasi kalibiuk