GEOLOGI DAERAH CIMAYANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN … · 2020. 4. 7. · Laboratorium Teknik Geologi...
Transcript of GEOLOGI DAERAH CIMAYANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN … · 2020. 4. 7. · Laboratorium Teknik Geologi...
GEOLOGI DAERAH CIMAYANG DAN SEKITARNYA
KECAMATAN BOJONGMANIK KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN
DAN
ANALISIS KIMIA DOLOMIT PADA BATUGAMPING
FORMASI PACIRAN DAERAH LERAN KULON
KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat
Pelaksanaan Tugas Akhir
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Pakuan
Disusun Oleh:
YUSUF MAULANA YULIANSYAH
NIM: 0551 14 009
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
Koordinator Tugas Akhir,
Ir. Djauhari Noor, M. Sc
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAKUAN
2020
L E M B A R P E N G E S A H A N T U G A S A K H I R
GEOLOGI DAERAH CIMAYANG DAN SEKITARNYA
KECAMATAN BOJONGMANIK KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN
DAN
ANALISIS KIMIA DOLOMIT PADA BATUGAMPING
FORMASI PACIRARAN DAERAH LERAN KULON
KABUPATEN TUBAN PROVINSI BANTEN
Diajukan sebagai salah satu syarat melaksanakan Tugas Akhir,
pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Pakuan, Bogor.
Penyusun,
Yusuf Maulana Yuliansyah
0551 14 009
Mengetahui,
Bogor, 24 Maret 2020
Pembimbing II,
Ir. Agus Karmadi, M.T
Pembimbing I,
Ir. Teti Syahrulyati, M,Si
i
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim Alhamdulilahirrabilalamin Arrahmanirrahim
Segala Puji dan syukur pengampuh panjatkan kehadirat Allah SWT yang
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada pengampuh dan kita semua selaku
manusia yang diridhoi oleh Allah SWT, Amin, sehingga salah satu bentuk dan
aktivitas yang di lakukan untuk pengajuan Tugas Akhir (TA) dapat terlaksanakan
dengan baik, dari segi materil maupun non materil.
Pembuatan proposal Tugas Akhir salah satu bentuk acuan awal mengenai
gambaran rencana pengampuh dalam tugas akhir, baik dari segi materil maupun
non materil, serta aktivitas yang akan dilaksanakan untuk tahapan penyelesaian
Tugas Akhir, pengampuh sadari hal demikian sebagai syarat pencapaian gelar
sarjana geologi Strata Satu (S1) di Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Pakuan Bogor.
Daerah penelitian yang dijadikan objek pengampuh dalam tugas akhir
adalah ―Geologi Daerah Cimayang dan Sekitarnya Kecamatan Bojongmanik
Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan Analisis Kimia Dolomit Pada
Batugamping Formasi Paciran Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur”.
Pada tahapan ini pengampuh mengucapkan rasa terimakasih dari bentuk
material maupun non material kepada :
1. Ibu Ir. Teti Syahrulyati, M.Si., sebagai Pembimbing Pertama yang
memberikan pengetahuan dan ilmu nya kepada pengampuh, dikemudian
hari tidak akan melupakan kebaikan beliau serta,
2. Bapak Ir. Agus Karmadi. M.T, sebagai Pembimbing Kedua yang
ii
senantiasa membimbing pengampuh dari jarak jauh serta dari dekat
dengan penyelesaian proposal pengampuh, dikemudian hari pengampuh
akan mengingat kritikannya.
3. Bapak Ir. Djauhari Noor, M.Sc., selaku Koordinator Tugas Akhir yang
memberikan blok pemetaan pengampuh dan penerimaan tugas akhir
pengampuh tanpa beliau pengampuh tidak akan mendapatkan
kesempatan untuk melaksanakan tugas akhir.
4. Bapak Ir. Solihin, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Geologi
Universitas Pakuan, yang senantiasa menjadi panutan pengampuh
sehingga sadar bahwa pengampuh harus menyelesaikan perkuliahan,
dengan kebijakan beliau.
5. Bapak Ir. Singgih Irianto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Pakuan. Yang menjadi pemimpin difakultas Teknik tentu
dengan adanya beliau fakultas Teknik menjadi jurusan yang disegani
karena profesionalitas beliau sendiri yang kritis.
6. Bapak Ir. Denny Sukamto Kadarisman, M.T, selaku Kepala
Laboratorium Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan. Dan
pendiri HMTG ―GEOI‖ yang membuat pengampuh semangat untuk
bergabung dengan jurusan Teknik Geologi Universitas Pakuan, semoga
HMTG ―GEOI‖ semakin berkarakter seperti visi perguruan tinggi
mandiri, unggul dan berkarakter.
7. Para Dosen di lingkungan Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik Universitas Pakuan yang telah memberikan pengetahuan yang
iii
berguna dan bekal manfaat bagi bekal pengampuh dikemudian hari,
pengampuh akan ingat dengan para Dosen dijurusan yang pengampuh
sudah anggap orang tua sendiri karena memberikan emosi dan empati
kepada pengampuh.
8. Para Staf dan Karyawan di lingkungan Fakultas Teknik pada umumnya
dan Program Studi Teknik Geologi pada khususnya, atas pelayanan
administrasi yang diberikan kepada pengampuh ini, pa ibnu pa ajat pa
yanto pa nana pengampuh akan ingat karena turut sertanya membantu
pengampuh dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Orangtua tercinta yang memberikan kasih dan sayangnya sejauh ini
kepada pengampuh, tidak akan pernah menyesal dengan dilahirkannya
pengampuh kedunia ini, membimbing pengampuh dari usia dini sampai
sejauh ini semoga pengampuh dapat memberikan kebermanfaatan bagi
khalayak orang banyak pengampuh saying kalian.
10. Seluruh rekan-rekan yang mengenal pengampuh dan Himpunan
Mahasiswa Teknik Geologi ―GEOI‖ Universitas Pakuan atas segala
dukungan dan bantuannya, khususnya lazuardi yang menjadi teman
diskusi tugas akhir ini, edi fikri dan adit membantu menyelesaikan peta,
serta sehab, iwa, yang membantu pengampuh Ketika kesulitan
mendalami kegeologian.
11. Pacar yang selalu memberikan support sistemnya Ketika sulit dia
menyemangati pengampuh menyelesaikan tugas akhir ini.
iv
Pengampuh menyadari betul bahwa dalam tugas akhir ini masih jauh dari
kata yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu kritikan untuk
pengampuh menjadi point yang akan dipertimbangkan. Semoga penugasan tugas
akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pengampuh dan pihak lain yang ikut
dalam kontestasi keilmuannya.
Bogor, 24 Maret 2020
Pengampuh,
Yusuf Maulana Yuliansyah
0551 14 009
v
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................ 4
1.3. Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian .................................... 4
1.4. Waktu Penelitian ..................................................................................... 5
1.5. Metode Penelitian ................................................................................... 6
1.5.1. Studi Literatur .......................................................................... 6
1.5.2. Rumusan Masalah .................................................................... 7
1.5.3. Data Lapangan .......................................................................... 7
1.5.4. Analisis ..................................................................................... 9
1.6. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 9
BAB II GEOLOGI REGIONAL .................................................................. 12
2.1. Fisiografi Regional ................................................................................. 12
2.1.1. Gunungapi Kuarter ................................................................... 13
2.1.2. Dataran Aluvial Utara Jawa Barat ............................................ 13
2.1.3. Antiklinorium Bogor (Zona Bogor) ......................................... 13
2.1.4. Kubah dan Pegunungan pada Zona Depresi Tengah ................ 14
2.1.5. Zona Depresi Tengah Jawa Barat (Zona Bandung) ................. 14
2.1.6. Pegunungan Selatan Jawa Barat ............................................... 14
2.2. Stratigrafi Regional ................................................................................. 18
2.2.1. Aluvium .................................................................................... 19
2.2.2. Endapan Pantai ......................................................................... 19
vi
Hal.
2.2.3. Batuan Gunungapi Kuarter ....................................................... 19
2.2.4. Basal ......................................................................................... 19
2.2.5. Lava Halimun ........................................................................... 19
2.2.6. Batuan Gunungapi Endut ......................................................... 19
2.2.7. Formasi Bojong ........................................................................ 20
2.2.8. Formasi Cipacar ........................................................................ 20
2.2.9. Tufa Citorek .............................................................................. 20
2.2.10. Tufa Malingping ....................................................................... 20
2.2.11. Formasi Genteng ...................................................................... 21
2.2.12. Formasi Cimanceuri ................................................................. 21
2.2.13. Anggota Batupasir Formasi Bojongmanik ............................... 21
2.2.14. Tufa Cikasungka ....................................................................... 21
2.2.15. Andesit ...................................................................................... 22
2.2.16. Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik ......................... 22
2.2.17. Anggota Batulempung Formasi Bojongmanik ......................... 22
2.2.18. Dasit .......................................................................................... 22
2.2.19. Diorit Kuarsa ............................................................................ 22
2.2.20. Formasi Badui .......................................................................... 22
2.2.21. Anggota Batugamping Formasi Badui ..................................... 23
2.2.22. Anggota Batulempung Formasi Sareweh ................................. 23
2.2.23. Anggota Batugamping Formasi Sareweh ................................. 23
2.2.24. Anggota Batulempung Formasi Cimapag ................................ 23
2.2.25. Formasi Cimapag ...................................................................... 23
2.2.26. Anggota Batugamping Formasi Cimapag ................................ 23
2.2.27. Anggota Tufa Formasi Citarate ................................................ 24
2.2.28. Anggota Batugamping Formasi Citarate .................................. 24
2.2.29. Batuan Malihan ........................................................................ 24
2.2.30. Granodiorit Cihara .................................................................... 24
2.2.31. Anggota Batugamping Formasi Cijengkol ............................... 24
2.2.32. Anggota Napal Formasi Cijengkol ........................................... 25
vii
Hal.
2.2.33. Formasi Cikotok ....................................................................... 25
2.2.34. Anggota Batupasir Formasi Cijengkol ..................................... 25
2.2.35. Formasi Cicarucup .................................................................... 26
2.2.36. Anggota Konglomerat Formasi Bayah ..................................... 26
2.2.37. Anggota Batulempung Formasi Bayah .................................... 26
2.2.38. Anggota Batugamping Formasi Bayah .................................... 26
2.3. Struktur Geologi Regional ...................................................................... 28
2.4. Sejarah Geologi Regional ....................................................................... 29
BAB III ANALIS KIMIA DOLOMIT PADA BATUGAMPING
FORMASI PACIRAN KABUPATEN TUBA PROVINSI JAWA
TIMUR .................................................................................................. 32
3.1. Pendahuluan ............................................................................................ 32
3.1.1. Latar Belakang .......................................................................... 32
3.1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................. 33
3.1.3. Rumusan Masalah .................................................................... 33
3.1.4. Metode Penelitian ..................................................................... 33
3.2. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 34
3.2.1. Geologi Regional ...................................................................... 34
3.2.2. Dasar Teori ............................................................................... 40
BAB IV RENCANA PENELITIAN DAN ANGGARAN BIAYA ............. 47
4.1. Perencanaan Waktu Penelitian ................................................................. 47
4.2. Rencana Anggaran Biaya Penelitian ........................................................ 47
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1.1. Petunjuk Letak Peta dan Peta Indeks Daerah Penelitian ........ 3
Gambar 1.2. Bagan Alir Metode Penelitian ................................................ 4
Gambar 2.1. Zona Fisiografi Pulau Jawa Bagian Barat (van Bemmelen,
1949) ...................................................................................... 10
Gambar 2.2. Peta Morfometri di Daerah Penelitian.................................... 15
Gambar 2.3. Peta Pola Aliran Sungai di Daerah Penelitian ........................ 16
Gambar 2.4. Peta Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan Peta Geologi
Regional ................................................................................. 25
Gambar 2.5. Pola Umum Struktur Pulau Jawa (Soejono Martodjojo dan
Pulunggono, 1994) ................................................................. 26
Gambar 2.6. Estimasi Susunan Geometris Molekul ................................... 43
ix
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1. Klasifikasi Relief Berdasarkan Sudut Lereng dan Beda
Tinggi ....................................................................................... 13
Tabel 2.2. Kolom Stratigrafi Pada Peta Geologi Lembar Leuwidamar ..... 16
Tabel 3.1. Mineral yang Mengandung Unsur Ca, Mg ............................... 39
Tabel 4.1. Perencanaan Waktu Penelitian ................................................. 45
Tabel 4.2. Rencana Anggaran Biaya Penelitian ........................................ 45
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lepas
Lampiran I : Peta Topografi
Lampiran II : Peta Geologi Regional
Lampiran III : Peta Pola Aliran Sungai
Lampiran IV : Peta Morfometri
Lampiran V : Peta Rencana Lintasan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi merupakan ilmu kebumian. Terminologinya (ilmu peristilahannya)
berasal dari bahasa yunani Geos dan Logos yang artinya bumi dan ilmu, Orang
yang mempelajarinya disebut juga sebagai ahli geologi, geologiawan, atau
geologist. Geologi, kelompok ilmu yang mempelajari Bumi secara menyeluruh,
pembentukan, komposisi, sejarah dan proses-proses alam yang telah dan sedang
berlangsung (menjadikan muka bumi seperti saat ini). Mengutip dari Chester k.
Wentworth dalam jurnalnya “A Scale of grade and class Terms for Clastic
Sediment” ilmu geologi menyajikan kesulitan dalam peristilahan (term),
pengetahuan terus bertumbuh, untuk melakukan penyelidikan apa pun,
peristilahan dalam geologi mengupayakan gagasan yang lebih tepat dan pasti,
dalam semua cabang ilmu pengetahuan. istilah-istilah tersebut tanpa pandang bulu
baik dalam pengertian lama ataupun baru, tetapi dalam geologi, kesulitan tentang
peristilahan dan konsep baru itu sangat sulit luar biasa, didalam buku Djauhari
Noor ―Prinsip-prinsip stratigrafi” seperti menemukan pengertian yang universal
Geologi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan kebumian yang mempelajari
segala sesuatu mengenai planet bumi beserta isinya yang pernah ada. Geologi
merupakan kelompok dari ilmu-ilmu yang membahas perihal sifat-sifat dan
bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur, sejarah dan proses-proses yang
bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukannya di alam
semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta
2
hingga sekarang.
Lalu pada sejarahnya para ilmuan modern telah mengkonsepkan dan
mengembangkan geologi seperti James Hutton (bapak geologi modern).
menerbitkan bukunya yang berjudul: Theory of the Earth 1795 dimana ia
mencetuskan doktrin Uniformitarianism (―The present is the key to the past‖,
artinya gaya atau proses yang membentuk permukaan bumi seperti yang kita
amati sekarang ini, telah berlangsung sejak terbentuknya bumi). Kemudian Tahun
1912, Alfred Wegener mencetuskan teori pengapungan benua, yang ―menduga‖
bahwa pada mulanya benua Amerika Selatan dan Afrika bersatu, dan kemudian
berpisah menjadi seperti saat sekarang yang terpisah oleh samudra Atlantik. Sejak
tahun 1960 berkembanglah Teori Pengapungan Benua ( Continental Drift ) yang
sekarang di kenal dengan Teori Tektonik Lempeng. Teori ini dapat menjelaskan
dan menyderhanakan banyak hal mengenai gejala-gejala alam yang semula di
anggap misterius. Seperti gempa bumi yang datangnya secara tiba-tiba dan
gunung api yang tiba-tiba meletus.
Ilmu geologi merupakan ilmu yang sangat nyata (practical science), karena
ilmu geologi berdasarkan hasil observasi dan dapat dibuktikan (tested).
Pengetahuan tentang ilmu kimia, fisika, matematika dan biologi yang memadai
akan sangat menunjang dalam mempelajari geologi. Ilmu geologi terus
berkembang dan terbagi lagi menjadi ilmu-ilmu yang menjadi dasar geologi.
Cabang-cabang ilmu geologi tersebut diantaranya : Mineralogi, Petrologi,
stratigrafi, Paleontologi, Geologi Struktur, Geomorfologi, Geofisika, Geokimia,
dan lain sebagainya.
3
Mengenai Informasi Literatur terdahulu dan Secara administrasi, daerah
penelitian terletak di Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten, sedangkan menurut pembagian fisiografi Jawa, daerah penelitian
termasuk ke dalam Kubah dan Pegunungan pada Zona Depresi Tengah, van
Bemmelen (1949).
Daerah Cimayang dan Sekitarnya memiliki tatanan geologi yang cukup
menarik untuk dilakukan pengkajian agar dapat diketahui sejarah geologinya.
Berdasarkan Sujatmiko dan Santosa (1970) dalam Peta Geologi Lembar
Leuwidamar di daerah penelitian tersusun oleh Anggota Batulempung Formasi
Bojongmanik, Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik, Anggota Batupasir
Formasi Bojongmanik, Formasi Genteng, Tuf Malingping, Batuan Gunungapi
Endut dan Basalt. Selain itu di daerah penelitian juga terdapat patahan dan lipatan
berupa sinklin dan antiklin di lokasi penelitian. Stratigrafi regional daerah
penelitian lembar leuwidamar, jawa (1109-3). pusat penelitian pengembangan
geologi dengan kepala direktur Rab Sukamto, ini ditunjukan antara lain : Pada
bagian utara penyebaranya ketimur laut dan barat laut formasi genteng (Tpg) serta
penyebaran dibawahnya didominasi anggota batupasir formasi bojongmanik
(Tmbs), lalu pada bagian timur penyebarannya didominasi oleh anggota
batugamping formasi bojongmanik (Tmbl), kemudian anggota batulempung
formasi bojongmanik (Tmbc) dan pada bagian selatan didominasi batuan
gunungapi endut (Qpv), serta ada basalt batuan beku (Qb) dan tuf malingping
dibarat daya lokasi penelitian (Tpmt).
4
Sehingga berdasarkan hal tersebut, pengampuh tertarik untuk melakukan
penelitian di Daerah Cimayang dan Sekitarnya, Kecamatan Bojongmanik,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hasil yang diharapkan dapat memberikan
informasi-informasi geologi mencakup geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi,
dan sejarah geologi untuk pengembangan dan peningkatan wilayah penelitian.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah salah satu syarat menyelesaikan studi
strata satu (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas
Pakuan. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
memberikan gambaran mengenai kondisi geologi yang meliputi : geomorfologi,
stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi daerah penelitian berdasarkan
pengamatan unsur-unsur geologi di lapangan. Sehingga hasil penelitian ini
digambarkan dalam bentuk peta lintasan, peta geomorfologi, dan peta geologi
daerah penelitian.
1.3. Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian
Secara geografis daerah penelitian terletak pada 106°6'25" BT‒106°10’38"
BT dan 6°33’52" LS ‒ 6°37'41" LS. Dengan luas daerah penelitian kurang lebih
7x7 km atau sekitar 49 km2, berada pada Peta Rupabumi lembar Leuwidamar dan
Gunungkencana.
Secara administratif daerah penelitian termasuk pada 9 desa yaitu Desa
Badur, Desa Bojongmanik, Desa Cempaka, Desa Cimayang, Desa Cirinten, Desa
Harjawan, Desa kadudamas, Desa Kadurahayu, Desa Mekarmanik, Desa
Parakanlima, Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
5
Daerah penelitian termasuk pada Peta Geologi Lembar Leuwidamar tahun
1992 dengan skala peta 1 : 100.000, (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Bandung) dan Peta
Rupabumi Indonesia lembar Leuwidamar No. 1109-334 dan Gunungkencana No.
1109-333 dengan skala 1 : 25.000, (Badan Informasi Geospasial , 1999).
Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan
roda 4 dari Kota Bogor menuju Kabupaten Lebak penulis menggunakan
kendaraan roda 4, berhenti di Terminal lebak lalu dilanjutkan menggunakan
kendaraan roda 4 menuju Desa Cimayang dengan total waktu tempuh ± 6 jam
perjalanan.
Gambar1.1 Petunjuk Letak Peta dan Peta Indeks Daerah Penelitian (Tanpa Skala).
1.4. Waktu Penelitian
Penelitian ini memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan dimulai sejak bulan
Maret hingga September 2020. Kegiatan tugas akhir dilaksanakan dimulai dari
kegiatan kegiatan lapangan ( April-Mei 2020), paska lapangan (Juni - September
2020).
DIAGRAM LOKASI PETUNJUK LETAK PETA
Peta Indeks
6
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan agar penelitian yang dilakukan memiliki
tahapan-tahapan penelitian yang jelas dan teratur, sehingga tahapan yang
dilakukan selama penelitian dapat mencapai apa yang diharapkan dari tujuan
penelitian tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan
penelitian adalah pemetaan geologi permukaan, dimana pada bagan alir tersebut
terdiri dari tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada saat penelitian. Bagan
alir metode penelitian tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 1.3)
1.5.1. Studi Literatur
Tahapan ini merupakan tahap paling awal sebelum melakukan penelitian di
lapangan, hal-hal yang perlu dilakukan pada tahapan ini diantaranya:
Rumusan Masalah Studi
Literatur
Analisis
Pemetaan Lapangan
Analisis Studio
Laporan Akhir
Analisis Lab
Gambar 1.2 Bagan Alir Metode Penelitian
7
1. Mempelajari hasil-hasil penelitian yang telah ada dan berhubungan
dengan daerah penelitian.
2. Mempelajari Peta Geologi Lembar Leuwidamar skala 1 : 100.000.
3. Analisis Peta Topografi skala 1 : 25.000.
1.5.2. Rumusan Masalah
Penelitian yang dilakukan di daerah Cimayang, Kecamatan Bojongmanik,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Proses pembentukan bentang alam (geomorfologi) di daerah penelitian
yang dikendalikan oleh struktur, proses-proses geomorfologi dan stadia
geomorfiknya.
2. Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian, baik penyebaran
lapisan batuan secara vertikal dan lateral, umur satuan batuan, lingkungan
pengendapan dan hubungan stratigrafinya.
3. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa kekar,
struktur patahan, dan mekanisme pembentukan struktur.
4. Sejarah geologi daerah penelitian serta mekanisme pembentukan daerah
penelitian.
1.5.3. Data Lapangan
Tahapan ini merupakan tahap pengambilan data di lapangan untuk
menjawab permasalahan yang ada yaitu dengan melakukan pemetaan geologi
lapangan yang mencakup:
1. Pemetaan geologi permukaan yang terdiri dari pengamatan singkapan
pada jalur lintasan yang sudah direncanakan, pengukuran kedudukan
8
batuan (strike/dip), pemerian singkapan secara megaskopis, sampling dan
plotting pada peta rupabumi sebagai peta dasar.
2. Pengambilan conto batuan untuk analisis petrografi dianggap mewakili
dari jenis litologi pada satuan batuan dan pengambilan conto batuan untuk
analisis mikropaleontologi diambil pada bagian bawah dan atas satuan
batuan.
3. Pengukuran unsur-unsur struktur meliputi pengukuran kedudukan dari tiap
lapisan batuan, kedudukan kekar, sesar, dan unsur- unsur struktur lainnya.
4. Pengambilan foto serta pembuatan sketsa singkapan, morfologi sebagai
bukti pendukung dalam penyusunan laporan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan perlu didukung peralatan yang
standar lapangan, peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian di
lapangan, yaitu:
1. Peta Rupa bumi Indonesia lembar Leuwidamar No. 1109-334 dan
Gunungkencana No. 1109-333 dengan skala 1 : 25.000, (Badan Informasi
Geospasial, 1999).
2. Peta Topografi daerah penelitian.
3. Peta Geologi Regional daerah penelitian.
4. Kompas geologi.
5. Avenza Maps Application (cellular phone software)
6. Palu geologi batuan sedimen.
7. Loupe dengan pembesaran 10x.
8. Larutan HCl 10%.
9
9. Laptop.
10. Pita ukur dan meteran
11. Kantong sampel sebagai tempat conto batuan untuk analisis laboratorium.
12. Alat tulis.
13. Komparator besar butir.
14. Kamera digital.
1.5.4. Analisis
Tahapan ini merupakan kelanjutan dari penelitian lapangan yang telah
dilakukan sebelumnya. Tahapan ini pada metode penelitian merupakan tahapan
analisis. Dimana yang termasuk dalam tahapan ini adalah tahapan studio dan
tahapan laboratorium.
1.5.4.1 Tahapan Studio
Tahapan studio meliputi pekerjaan-pekerjaan :
1. Analisa struktur geologi, yaitu dengan menganalisis data-data struktur yang
diperoleh dari kegiatan pemetaan pada tahapan lapangan dengan
menggunakan perangkat lunak komputer StereoNet dan Dips. Sehingga
dapat ditentukan analisis kinematika dan analisis dinamika dari struktur
geologi yang berkembang pada daerah penelitian.
2. Analisa Geomorfologi, yaitu menganalisis sudut lereng pada setiap unsur
unsur morfologi sehingga dapat diketahui kemiringan lerengnya.
3. Analisa Stratigrafi, yaitu menganilisis sebaran batuan dan
mengelompokannya menjadi satuan batuan berdasarkan litostratigrafi.
4. Pembuatan peta-peta berupa peta lintasan, peta geologi, peta geomorfologi,
10
penampang geologi dan geomorfologi untuk dapat menceritakan urut-
urutan kejadian pada daerah penelitian. Dikerjakan dengan bantuan
perangkat lunak ArcMap 10.4 dan Corel Draw X7.
1.5.4.2 Tahapan Laboratorium
Dalam tahapan ini meliputi :
1. Analisis petrografi, yaitu analisis sayatan tipis dibawah mikroskop
polarisasi untuk mengetahui kandungan dan komposisi mineral, tekstur
dan struktur batuan, hingga penamaan batuan tersebut.
2. Analisis mikropaleontologi, yaitu analisis mikro fosil untuk mengetahui
jenis fosil. Dimana hal ini berguna untuk mengetahui umur batuan serta
lingkungan pengendapan batuan. Analisis yang dilakukan disini terdiri
dari preparat fosil yang dihasilkan dari analisis mikrofosil dari 2 contoh
batuan.
1.5.5. Laporan Akhir
Tahapan penyusunan laporan akhir merupakan kegiatan yang dilakukan
guna menyusun keseluruhan informasi dari hasil kegiatan penelitian secara tertulis
yang mana merupakan kesimpulan dari hasil penelitian. Meliputi pembahasan
mengenai geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan sejarah geologi.
1.6 Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan ini penulis membagi laporan kedalam 7 bab, yaitu :
1. KATA PENGANTAR
2. DAFTAR ISI
3. BAB I : PENDAHULUAN
11
4. BAB II : GEOLOGI REGIONAL
5. BAB III : STUDI KASUS
6. BAB IV : PERECANAAN WAKTU DAN ANGGARAN PENELITIAN
7. BAB V : PENUTUP
8. DAFTAR PUSTAKA
9. LAMPIRAN
12
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1. Fisiografi Regional
Pembagian geomorfologi regional di Indonesia umumnya tidak terlepas dari
pembagian zona-zona fisiografi yang telah dibuat oleh van Bemmelen (1949).
Menurut van Bemmelen (1949), daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona
fisiografi yaitu :
1. Gunungapi Kuarter
2. Dataran Aluvial Utara Jawa Barat
3. Antiklinorium Bogor (Zona Bogor)
4. Kubah dan Pegunungan pada Zona Depresi Tengah
5. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona Bandung)
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat
Gambar 2.1 Zona Fisiografi Pulau Jawa Bagian Barat (van Bemmelen, 1949)
13
2.1.1 Gunungapi Kuarter
Zona ini menutupi sebagian zona yang ada di bawahnya, dicirikan oleh
morfologi gunungapi yang berbentuk kerucut dan perbukitan, tersebar dari barat
ke timur yang tersusun dari material produk Gunungapi Kuarter.
2.1.2. Dataran Aluvial Utara Jawa Barat
Daerah ini mulai dari ujung barat Pulau Jawa, memanjang ke timur mengikuti
pantai utara Jawa Barat ke Kota Cirebon dengan lebar sekitar 40 km. Daerah ini
umumnya mempunyai morfologi yang datar. Sebagian besar terdiri dari endapan
aluvial sungai dan lahar dari gunung berapi serta sedimen tersier yang sedikit
terlipat.
2.1.3 Antiklinorium Bogor (Zona Bogor)
Zona ini terletak di sebelah selatan dari Dataran Aluvial Utara Jawa Barat,
membentang mulai dari Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka
dan Kuningan. Zona Bogor umumnya mempunyai morfologi perbukitan yang
memanjang barat-timur dengan lebar maksimum sekitar 40 km. Zona ini dapat
disebut sebagai Antiklinorium Bogor karena disusun oleh batuan sedimen Tersier
yang terlipat dengan banyak batuan intrusif seperti ditemukan di komplek
Pengunungan Sanggabuana, Purwakarta. Pada daerah timur Purwakarta,
perbukitan ini membelok ke selatan membentuk perlengkungan di sekitar Kota
Kadipaten.
14
2.1.4 Kubah dan Pegunungan pada Zona Depresi Tengah
Zona ini merupakan daerah pegunungan yang memperlihatkan bentuk-bentuk
kubah yang dikontrol oleh struktur geologi dan litologi. Secara fisiografi, zona ini
sangat mendekati Sumatra dibandingkan dengan bagian Pulau Jawa sebelah
timurnya. Beberapa kesamaan gejala morfologi serta banyaknya tufa asam di
daerah Lampung dan Banten (Banten tuff) telah dijadikan dasar pertimbangan ini.
2.1.5 Zona Depresi Tengah Jawa Barat (Zona Bandung)
Zona Bandung terletak di bagian selatan Antiklinorium Bogor (Zona Bogor),
memiliki lebar antara 20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhan
ratu, menerus ke timur melalui Cianjur, Bandung hingga Kuningan.
Sebagian besar Zona Bandung bermorfologi perbukitan curam yang
dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup luas dan menamakan lembah
tersebut sebagai depresi diantara gunung yang prosesnya diakibatkan oleh
tektonik (intermontane depression). Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri
atas batuan sedimen berumur Neogen yang ditindih secara tidak selaras oleh
batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik yang kuat, batuan tersebut
membentuk struktur lipatan besar yang disertai oleh pensesaran. Zona Bandung
merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah
proses pengangkatan berakhir.
2.1.6 Pegunungan Selatan Jawa Barat
Zona ini terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek, 1946
menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di
15
Lembah Cimandiri, Sukabumi. Zona ini bermorfologi berupa perbukitan
bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan bagian dari Zona Bandung
berbatasan secara langsung dengan dataran tinggi (plateau) Zona Pegunungan
Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini oleh Pannekoek (1946)
dinamakan sebagai Plateau Jampang.
Berdasarkan pembagian zona fisiografis diatas dan letak geografisnya, maka
daerah penelitian termasuk ke dalam Kubah dan Pegunungan pada Zona
Depresi Tengah, yang memperlihatkan bentuk-bentuk kubah yang dikontrol oleh
struktur geologi dan litologi.
Berdasarkan hasil interpretasi peta topografi, pembagian satuan
geomorfologi pada daerah penelitian pada tahapan ini baru pada tahapan
morfometri dan kenampakan pada peta kontur. Dimana pembagian satuan
geomorfologi didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi. Dalam pembagian
secara morfometri ini, penulis menggunakan pembagian satuan berdasarkan
klasifikasi van Zuidam (1979), dimana pembagian satuan bentangalam didasarkan
atas pembagian kelas persen lereng.
Kelas
Lereng Proses, Karakter dan Kondisi Lahan Warna
0 - 2º
(0-2 %)
Datar hingga hampir datar; tidak ada proses yang
berarti. Hijau
2 - 4º
(2–7 %)
Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi
lembar dan erosi alur (sheet and rill erosion), rawan
erosi.
Hijau Muda
4 - 8º
(7-15 %)
Miring; sama dengan di atas, tetapi dengan besaran yang
lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah. Kuning
8 -16º
(15-30 %)
Agak curam; Banyak terjadi gerakan tanah dan erosi
terutama longsoran yang bersifat nendatan. Jingga
Tabel 2.1. Klasifikasi Relief Berdasarkan Sudut Lereng dan Beda Tinggi ( Van Zuidam, 1979)
16
Berdasarkan hasil perhitungan kemiringan lereng yang mengacu pada
klasifikasi van Zuidam (1985), maka daerah penelitian terbagi menjadi 6 satuan:
A. Satuan Lereng Datar
Satuan ini menempati ± 5 % luas daerah penelitian, pada peta morfometri di
wakili oleh warna hijau. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 0 – 2
o.
B. Satuan Lereng Agak Miring
Satuan ini menempati ± 5 % luas daerah penelitian, pada peta morfometri di
wakili oleh warna hijau muda. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 2 –
4o.
C. Satuan Lereng Miring
Satuan ini menempati ± 10 % luas daerah penelitian, pada peta morfometri
di wakili oleh warna kuning. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 4 – 8
o.
D. Satuan Lereng Agak Curam
Satuan ini menempati ± 60 % luas daerah penelitian, pada peta morfometri
di wakili oleh warna jingga. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 8 – 16
o.
E. Satuan Lereng Curam
Satuan ini menempati ± 28 % luas daerah penelitian, pada peta morfometri
di wakili oleh warna merah muda. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan
16 – 35
o.
16 - 35º
(30-70 %)
Curam; Proses denudasional intensif, erosi dan gerakan
tanah sering terjadi. Merah Muda
35 - 55º
(70-140 %)
Sangat curam; Batuan umumnya mulai tersingkap,
proses denudasional sangat intensif, sudah mulai
menghasilkan endapan rombakan (kolovial).
Merah
>55º
(>140%)
Curam sekali batuan tersingkap; Proses denudasional
sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh
(terbatas).
Ungu
17
F. Satuan Lereng Sangat Curam
Satuan ini menempati ± 2 % luas daerah penelitian, pada peta morfometri di
wakili oleh warna muda. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 35 – 55
o.
Gambar 2.2 Peta Morfometri di Daerah Penelitian
Berdasarkan hasil interpretasi peta topografi, didapatkan bahwa pola aliran
sungai yang berkembang pada daerah penelitian adalah pola aliran dendritik.
Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya
menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol
oleh litologi batuan yang homogen.
18
Gambar 2.3 Peta Pola Aliran Sungai di Daerah Penelitian
2.2. Stratigrafi Regional
Menurut penelitian Sujatmiko dan santosa (1970) bahwa stratigrafi daerah
penelitian berdasarkan Peta Geologi Lembar Leuwidamar dengan skala 1 :
100.000 susunan nya dari tua hingga termuda adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Kolom Stratigrafi Pada Peta Geologi Lembar Leuwidamar ( Van Zuidam, 1979)
19
2.2.1 Qa Aluvium
Formasi ini terdiri dari atas kerakal, pasir, lempung, lumpur (endapan
sungai) dan endapan teras.
2.2.2 Qc Endapan Pantai
Formasi ini terdiri atas kerikil pasir, lempung, rombakan batugamping
koral dan cangkang moluska atau kerang, gosong pasir dan batugamping terumbu.
2.2.3 Qv Batuan Gunungapi Kuarter
Formasi ini terdiri atas breksi gunungapi, tuf, lava, dan aglomerat.
Menindih tidak selaras Formasi/satuan batuan yang lebih tua.
2.2.4 Qb Basal
Formasi ini berumur Plistosen, terdiri atas breksi gunungapi bersusunan
andesit - basal, lava, tuf dan aglomerat. Breksi ini menjemari dengan Lava
Halimun (Qvl), dan menutupi secara tidak selaras formasi / satuan batuan yang
berumur lebih tua.
2.2.5 Qvl Lava Halimun
Formasi ini Plistosen, bercirikan lava bersusunan basal dan andesit
2.2.6 Qvp Batuan Gunungapi Endut
Formasi ini berumur Plistosen terdiri atas endapan gunungapi bersusunan
andesit dan basal (breksi gunungapi), lava dan tuf. Batuan gunungapi ini menindih
tidak selaras formasi/satuan batuan yang lebih tua.
20
2.2.7 Qpb Formasi Bojong
Formasi ini terdiri atas batupasir gampingan, batulempung pasiran, napal
atau lensa batugamping, batupasir tufaan, tuf dan gambut, berumur Plistosen
Awal dan bercirikan sedimen laut dan sedikit sedimen darat, dengan sisipan
gambut. Formasi Bojong diduga menjemari dengan Batuan Gunungapi Endut
(Qpv).
2.2.8 Tpc Formasi Cipacar
Formasi ini terdiri atas batupasir tufaan, batulempung tufaan, tufa breksi,
konglomerat, tufa dan napal, berumur Pliosen Akhir bercirikan sedimen klastik
yang kaya akan fosil moluska dan bersisipan dengan sedimen laut, dan
diendapkan pada lingkungan laut dangkal - darat. Formasi Cipacar tertindih
selaras oleh Formasi Bojong (Qpb) atau tertindih tidak selaras oleh formasi/satuan
batuan lain yang lebih muda, serta menindih tidak selaras Tuf Malingping (Tpmt)
clan Formasi Genteng (Tpg).
2.2.9 Tpv Tufa Citorek
Formasi ini terdiri atas tufa batuapung, tufa sela, tufa kaca, breksi tufan
dan lava.
2.2.10 Tpmt Tufa Malingping
Formasi ini terdiri atas breksi tufan, tufa batuapung, tufa sela, tufa dasit,
lava, batupasir tufan dan lempung tufan.
21
2.2.11 Tpg Formasi Genteng
Formasi ini terdiri atas tufa batuapung, batupasir tufan, breksi
konglomerat, napal dan kayu terkersikan, berumur Pliosen Awal dan bercirikan
sedimen epiklastik tufan dengan kayu terkersikkan, terendapkan pada lingkungan
darat. Formasi Genteng (Tpg) dapat dikorelasikan dengan Formasi
Cimanceuri (Tpm), menjemari dengan Tuf Malingping (Tpmt), dan tertindih tidak
selaras oleh Formasi Cipacar (Tpc).
2.2.12 Tpm Formasi Cimanceuri
Formasi ini terdiri atas konglomerat, batupasir gampingan, tufa dasit,
breksi dan batugamping, berumur Pliosen Awal dan bercirikan sedimen klastik
dengan serakan fosil moluska, diendapkan pada lingkungan laut dangkal - iitoral.
Hubungan formasi ini dengan formasi/satuan batuan di atasnya tidak jelas, diduga
tertindih selaras oleh Tuf Citorek (Tpv).
2.2.13 Tmbs Anggota Batupasir Formasi Bojongmanik
Formasi ini terdiri atas batupasir, batulempung bitumen, napal berfosil,
batupasir tufan, tuf batuapung dan sisipan lignit. Formasi Bojongmanik (Tmb)
menjemari dengan Tuf Cikasungka (Tmkt), tertindih tidak selaras oleh Formasi
Genteng (Tpg) atau Formasi Cipacar (Tpc), dan diterobos oleh Andesit (Tma) atau
Dasit (Tmda).
2.2.14 Tmkt Tufa Cikasungka
Formasi ini terdiri atas tufa, breksi tufan, batupasir tufaan, batulempung
tufaan dan kayu terkersikan atau sisa tumbuhan.
22
2.2.15 Tma Andesit
Formasi in berumur Miosen Akhir, bersusunan andesit, berbentuk retas
atau lensa "Lacolith".
2.2.16 Tmbl Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik
Formasi ini terdiri atas batugamping dan batugamping pasiran.
2.2.17 Tmbc Anggota Batulempung Formasi Bojongmanik
Formasi ini erdiri atas batulempung, batulempung pasiran dan lignit.
2.2.18 Tmda Dasit
Formasi ini berumur Miosen Akhir, bersusunan dasit atau liparit,
berbentuk retas atau terobosan kecil seperti Stock.
2.2.19 Tmqd Diorit Kuarsa
Formasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, bersusunan
dioritik kuarsa, berbentuk lacolith (Gunung Malang), dan di tempat lain berupa
retas atau stock.
2.2.20 Tmd Formasi Badui
Formasi ini terdiri atas konglomerat, batupasir dan tufa, berumur akhir
Miosen Tengah dan dicirikan oleh sedimen klastik kasar, diendapkan pada
lingkungan neritik - darat. Formasi Badui (Tmd) diperkirakan tertindih selaras
oleh Formasi Bojongmanik (Tmb), dan tertindih tidak selaras oleh formasi/satuan
batuan yang lebih muda lainnya.
23
2.2.21 Tmdi Anggota Batugamping Formasi Badui
Formasi ini bercirikan batugamping berselingan dengan batulempung dan
napal.
2.2.22 Tms Anggota Batulempung Formasi Sareweh
Formasi ini bercirikan oleh batuan klastik halus yaitu batulempung,
batupasir, napal dan tufa. Berumur Miosen Tengah.
2.2.23 Tmsl Anggota Batugamping Formasi Sareweh
Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut, dan dicirikan oleh
batugamping terumbu, dengan bermofologi karst.
2.2.24 Tmck Anggota Batulempung Formasi Cimapag
Formasi ini dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastik halus di bagian atas
Formasi Cimapag. Terdiri atas batulempung dan batupasir.
2.2.25 Tmc Formasi Cimapag
Formasi ini berumur akhir Miosen Awal, merupakan sedimen
gunungapi, terdiri dari Alas breksi atau konglomerat dengan komponen dari
rombakan batuan yang lebih tua, lava, urat kuarsa, dan batuan yang terubah,
terendapkan pada lingkungan laut - darat. Formasi Cimapag (Tmc) setempat
tertindih tidak selaras oleh Formasi Sareweh atau formasi batuan yang lebih
muda lainnya, serta menindih tidak selaras Formasi batuan yang lebih tua.
2.2.26 Tmcl Anggota Batugamping Formasi Cimapag
Formasi ini terdiri atas batugamping, napal dan batulempung. Terdapat di
24
bagian bawah formasi Cimapag.
2.2.27 Tmt Anggota Tufa Formasi Citarate
Formasi ini terdiri atas breksi tufa gampingan, batupasir, konglomerat,
batugamping dan tufa. Satuan ini terletak di bagian atas formasi Citarate,
terendapkan pada lingkungan litoral - darat, dicirikan oleh batuan epikistik tufan.
2.2.28 Tmtl Anggota Batugamping Formasi Citarate
Formasi ini terdiri atas batugamping, napal dan batupasir. Terletak di
bagian bawah formasi Citarate, berumur awal Miosen Awal, bercirikan
Batugamping terumbu, mengandung pecahan kuarsa dan feldspar,
terendapkan pada lingkungan laut.
2.2.29 Tomm Batuan Malihan
Formasi ini diperkirakan berumur Oligo-Miosen, terdiri dari; Sekis, Gneiss
dan Arnfibolit. Tersingkap di bagian utara tubuh batuan terobosan Granodiorit
Cihara (Tomg).
2.2.30 Tomg Granodiorit Cihara
Formasi ini berumur Oligo-Miosen, bercirikan batuan granitoid,
menerobos formasi/satuan batuan berumur Eosen hingga Miosen Awal, terutama
Formasi Cikotok (Temv) dan Formasi Bayah (Teb). Bentuk tubuh terobosan
cukup luas atau berupa pipa.
2.2.31 Tojl Anggota Batugamping Formasi Cijengkol
Formasi ini terdiri atas batugamping, napal, batulempung dan batupasir
25
gampingan. berumur akhir Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir, bercirikan
batugamping berselingan napal atau batulempung dan terendapakan pada
lingkungan neritik, tersingkap di bagian utara lembar.
2.2.32 Tojm Anggota Napal Formasi Cijengkol
Formasi ini terdiri atas napal, batupasir, batulempung dan batubara,
berumur Oligosen Awal - Akhir, bercirikan sedimen klastik halus, terendapkan
pada lingkungan paralik - neritik, tersingkap di daerah selatan dan utara lembar.
2.2.33 Temv Formasi Cikotok
Formasi ini terdiri atas breksi gunung api, tufa, lava, batuan terubah dan
urat kuarsa, berumur Miosen Akhir hingga Miosen Awal, bercirikan batuan
gunungapi andesit - basal, dengan urat kuarsa atau urat bijih sulflda,
sebagian terubah, dan terendapkan pada lingkungan neritik - darat. Formasi
Cikotok menindih tidak selaras Formasi Bayah (Teb atau Tebm), menjemari
dengan Formasi Cicarucup (Tet), Formasi Cijengkol (Toj) dan Formasi Citarate
(Tmt), serta tertindih tidak selaras oleh Formasi Cimapag (Tmc). Formasi ini
diterobos aleh Granodiorit Cihara (Tomg) yang diduga adalah salah satu penyebab
terbentuknya batuan metamorf berderajat rendah.
2.2.34 Toj Anggota Batupasir Formasi Cijengkol
Formasi ini terdiri dari batupasir, konglomerat, breksi, tufa dan batubara,
berumur Oligosen Awal, terendapkan pada lingkungan paralik, bercirikan
sedimen epiklastik kasar dengan alas konglomerat, tersingkap di daerah selatan
Lembar. Formasi Cijengkol menindih tidak selaras Formasi Bayah dan tertindih
26
selaras oleh Formasi Citarate dan menjemari dengan Formasi Cikotok (Temv).
2.2.35 Tet Formasi Cicarucup
Formasi ini terdiri atas konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung, tuf
dan batugamping, berumur Eosen Akhir, diendapkan pada lingkungan paralik
hingga Litoral, bercirikan sedimen klastik yang kaya feldspar, dengan sisipan
batugamping dan tuf bersusunan menengah. Formasi ini menjemari dengan
Formasi Cikotok (Temv), dan bersama Formasi Bayah tertindih tidak selaras
dengan Formasi Cijengkol.
2.2.36 Teb Anggota Konglomerat Formasi Bayah
Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung, tuf
dan batubara. Satuan ini berumur Eosen dan diendapkan pada lingkungan paralik,
bercirikan sedimen klastik kasar yang berasal dari rombakan batuan granit dan
metamorf Formasi Ciletuh (Pra-Tersier), bersisipan batubara, tersingkap di bagian
selatan.
2.2.37 Tebm Anggota Batulempung Formasi Bayah
Formasi ini terdiri atas batulempung gampingan, batulempung hitam,
serpih dan batupasir, berumur Eosen dan berlingkungan pengendapan neritik
dan tersingkap di bagian utara.
2.2.38 Tebl Anggota Batugamping Formasi Bayah
Formasi ini terdiri atas batugamping dan napal, menjemari dengan
Anggota Batulempung (Tebm). Formasi Bayah, menindih selaras Formasi Ciletuh
(di Lembar Jampang) dan tertindih selaras oleh Formasi Cicarucup (Tet).
27
Berdasarkan hasil studi dari Peta Geologi lembar Leuwidamar dengan
skala 1 : 100.000 oleh Sujatmitko dan Santosa (1970) serta beberapa hasil peneliti
terdahulu, maka diperkirakan urut - urutan stratigrafi pada daerah penelitian
terbagi atas 7 satuan litostratigrafi. Satuan – satuan batuan tersebut yaitu sebagai
berikut (tua ke muda):
1. Basalt (Qb).
2. Batuan Gunungapi Endut (Qpv).
3. Tuf Malingping (Tpmt).
4. Formasi Genteng (Tpg).
5. Anggota Batupasir Formasi Bojongmanik (Tmbs).
6. Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik (Tmbl).
7. Anggota Batulempung Formasi Bojongmanik (Tmbc).
Gambar 2.4 Peta Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan Peta Geologi Regional
28
2.3. Struktur Geologi Regional
Kontrol struktur Pulau Jawa sangat dipengaruhi aktivitas tektonik lempeng
yang aktif yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Akibat dari
aktivitas lempeng tektonik tersebut di Pulau Jawa berkembang tiga pola struktur
geologi yang dominan (Gambar 2.5), yaitu Pola Meratus yang berarah timurlaut
– baratdaya. Pola Sunda yang berarah utara – selatan. Dan Pola Jawa yang berarah
timur – barat (Pulunggono dan Martodjojo. 1994).
Pola Meratus memiliki arah timurlaut – baratdaya dan berumur Kapur Akhir
hingga Paleosen (80-52 juta tahun yang lalu). Rezim tektonik kompresi lempeng
Indo-Australia yang tersubdaksi ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan
terbentuknya pola Meratus ini. Salah satu sesar yang mencerminkan pola Meratus
di Pulau Jawa adalah Sesar Cimandiri yang terbentang mulai dari Teluk
Pelabuhan Ratu hingga ke Subang, yang berada di sisi barat dari daerah
Gambar 2.5 Pola Umum Struktur Pulau Jawa (Soejono Martodjojo dan Pulunggono, 1994)
29
penelitian. Sesar tersebut tergolong sesar mendatar dengan arah timurlaut -
baratdaya. Di Jawa Tengah, singkapan batuan Pra-Tersier di Lok Ulo juga
menunjukkan arah ini.
Pola struktur yang berkembang setelah pola Meratus adalah pola Sunda.
Pola struktur ini berarah utara - selatan dan berumur Eosen Awal hingga Oligosen
Akhir (53-32 juta tahun yang lalu). Setelah rezim kompresi pada pola Meratus
terjadi penurunan kecepatan gerak dari lempeng Indo-Australia sehingga terjadi
rezim tektonik regangan pada masa ini yang membentuk struktur dengan pola
Sunda. Purnomo dan Purwoko (1994) menyebut periode ini sebagai Paleogene
extensional Rifting. Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola Sunda umumnya
berkembang di utara Jawa (Laut Jawa).
Pola Jawa merupakan pola struktur dengan arah timur - barat yang berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen (32 juta tahun yang lalu). Pola struktur ini
terbentuk akibat rezim kompresi yaitu subduksi Lempeng Indo-Australia yang
berada di selatan Jawa hingga ke arah Sumatera. Di Jawa Tengah hampir semua
sesar di jalur Serayu Utara dan Selatan mempunyai arah yang sama, yaitu barat-
timur. Salah satu sesar yang mencerminkan pola Jawa adalah Sesar Baribis
Kabupaten Majalengka dengan arah barat-timur.
2.4 Sejarah Geologi Regional
Secara umum lembar Leuwidamar memiliki struktur geologi lipatan antiklin
dan sinklin dengan pola atau arah relatif barat timur disertai struktur sesar-sesar
transversal yang berarah utara – selatan yang memotong dan menggeser sumbu-
sumbu antiklin. Secara lokal di beberapa tempat terdapat penyimpangan arah
30
sumbu antiklin dan sinklin yang disebabkan oleh adanya pembentukan Kubah
Bayah. Komplek gunung api yang termasuk dalam Kubah Bayah merupakan hasil
gerak pengangkatan dan penurunan yang menerus sejak Eosen sampai Plio-
Pleistosen. Gerak-gerak tersebut didahului oleh periode pembentukan cekungan,
transgresi, regresi, intrusi, dan pengkubahan yang disertai oleh periode pelipatan,
pematahan, serta pembentukan daratan dan gunung api. Evolusi kegiatan
tektonika dan struktur regional di lembar Leuwidamar diperkirakan mulai dari
Oligo-Miosen hingga Pliosen Tengah.
Pada kala Eosen, daerah bagian selatan diduga merupakan cekungan laut dan
sebagian daratan. Di dalam cekungan itu terbentuk Formasi Bayah yang bahannya
bersumber dari hasil denudasional batuan tua. Kemudian selaras di atas Formasi
Bayah terendapkan Formasi Cicarucup. Pada pasca Eosen Akhir terjadi kegiatan
gunungapi yang berlangsung hingga Miosen Awal dan menghasilkan Formasi
Cokotok. Selama Oligosen dan setelah terbentuk kembali cekungan laut hingga
litoral, terendapkan Formasi Cijengkol yang menindih takselaras Formasi Bayah
dan diduga menjemari dengan Formasi Cikotok.
Pada kala Oligo-Miosen terjadi pengkubahan di daerah Bayah yang terkenal
dengan Kubah Bayah akibat penerobosan batuan Granodiorit Cihara ke dalam
Formasi Cikotok. Selama ini pula terjadi kegiatan orogenesa terhadap Formasi
Bayah sampai Formasi Cijengkol yang menghasilkan lipatan yang berarah
timurlaut-baratdaya dan juga terjadi sesar normal dan sesar mendatar dengan arah
timur-barat dan timurlaut-baratdaya. Penerobosan Granodiorit Cihara ini terjadi di
bagian selatan, sedangkan di bagian tengah terjadi suatu cekungan yang cukup
31
luas dengan alas batuan tua dan berlingkungan laut hingga darat. Cekungan
tersebut menerus hingga Miosen Awal. Pada Akhir Miosen Awal terjadi
pengangkatan dan terendapkan Formasi Cimapag yang menindih takselaras
Formasi Citarate.
Selama Miosen Tengah terjadi proses orogenesa yang menyebabkan
perlipatan dengan arah timur-barat terhadap formasi berumur tua dan sesar normal
dan sesar mendatar dengan arah timurlaut-baratdaya. Terutama pada Formasi
Cikotok terjadi beberapa urat kuarsa dengan mineralisasi sulfida, diantaranya
emas, perak, tembaga dan pirit.
Selama Miosen Akhir terjadi perlipatan busur pada Formasi Citarate dan
Formasi Cimapag, diikuti oleh sesar normal dan sesar mendatar dengan arah
timur-barat atau timurlaut-baratdaya. Selama periode Pliosen Awal sampai
Pliosen Tengah terjadi pengangkatan sehingga Kubah Bayah menjadi daratan.
Selama periode Pliosen Tengah sampai Pliosen Akhir terjadi orogenesa yang
menyebabkan terjadinya perlipatan dengan arah timur-barat dan timurlaut-
baratdaya, sesar normal, sesar mendatar dan sesar diagonal dengan arah utara-
selatan, timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Sedangkan di bagian selatan
terjadi pengkubahan lanjutan terhadap Kubah Bayah, yang diikuti sesar bongkah
dan diagonal dengan arah timur-barat atau utara-selatan.
32
BAB III
ANALISIS KIMIA DOLOMIT PADA BATUGAMPING
FORMASI PACIRAN KABUPATEN TUBAN
PROVINSI JAWA TIMUR
3.1 Pendahuluan
3.1.1 Latar Belakang
Kabupaten Tuban merupakan daerah yang akan kaya sumber daya mineral
dan batuan terutama pada batuan batugamping di formasi paciran kabupaten
Tuban.
Batugamping merupakan salah satu golongan batuan sedimen yang paling
banyak jumlahnya. Batugamping itu sendiri terdiri dari batugamping non-klastik
dan batugamping klastik. Batugamping klastik merupakan hasil rombakan jenis
batugamping non-klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi dan
terakhir sedimentasi. Sedangkan batugamping non-klastik merupakan koloni dari
binatang laut antara lain Coelenterata, Molusca, Protozoa dan Foraminifera.
Batugamping merupakan bahan baku utama dalam pembuatan semen portland.
Pemboran batugamping kadang menemukan kadar yang rendah dengan kata lain
tidak dapat dijadikan bahan baku utama pembuatan semen portland sehingga
mempengaruhi analisis kimia batugamping tersebut.
Batugamping mengandung kalsit dan dolomit yang disusun oleh unsur-
unsur Ca, C, O dan Mg. Pada tabel periodik Ca dan Mg terdapat satu golongan,
yaitu alkali tanah. Pada proses geokimia sebagian besar unsur Ca bersenyawa
dengan unsur C dan O, maka terbentuk mineral kalsit; bila senyawa tersebut
33
terdapat unsur Mg maka terbentuk mineral dolomit.
3.1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan analisis kimia dolomite
terhadap batugamping dengan menggunakan metode petrografi dan geokimia.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui genesa pembentukan Mg dan
Ca pada dolomite di batugamping.
3.1.3 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan diambil di beberapa stasiun pengamatan dan
permasalah yang diambil dalam penelitian ini sebagai berikut :
Untuk menentukan kadar mineral kalsit dan dolomit dalam batugamping
Genesa yang terjadi pada mineral yang terkandung dalam dolomite.
3.1.4 Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian maka diperlukan beberapa tahapan, yaitu:
3.1.4.1 Tahap Studi Literatur dan Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan studi literatur regional yang bertujuan untuk
mengenali kondisi geologi daerah penelitian secara regional terdahulu sehingga
penulis dapat memperoleh informasi tatanan geologinya secara optimal yang
optimal nantinya sangat membantu dalam analisis lebih lanjut. Hasil dari studi
refrensi ini adalah sebuah ringkasan geologi regional daerah penelitian. Studi
literatur ini dilakukan pada beberapa refrensi yang mendukung penelitian secara
keilmuan sehingga dalam pembahasannya akan ditunjang dengan latar belakang
serta teori yang kuat.
34
3.2 TINJAUAN PUSAKA
3.2.1 Geologi Regional
Untuk memudahkan dalam penelitian menggunakan stratigrafi regional
pada Peta Geologi Lembar Jatirogo (Situmorang, Smith dan Van Vessen, 1992),
dan Peta Geologi Lembar Tuban (Hartono dan Suharsono, 1997) Skala 1:100.000
yang diterbitkan oleh Puslitbang Geologi.
A. Endapan Kuarter (Holosen)
Aluvium merupakan satuan batuan yang berumur paling muda yaitu Kuarter
(Holosen) tersusun oleh pasir, lempung, lanau dan kerikil hasil dari kegiatan
sungai (fluviatil) dan gelombang. Endapan fluvial terbentuk akibat aktivitas
Bengawan Solo dan anak sungainya yang mengendapkan material yang terbawa
pada saat banjir atau melimpah. Saat ini proses pengendapannya masih
berlangsung. Endapan yang dijumpai pada dataran pantai dominan berukuran
pasir berasal dari material yang terbawa aliran sungai dan masuk ke dalam laut.
Material tersebut telah mengalami sortasi oleh gelombang laut dan
mempunyai ukuran yang seragam. Material yang berukuran lebih halus (lanau dan
lempung) tersuspensi dalam air laut yang kemudian diendapkan di dasar laut.
B. Formasi Lidah
Formasi lidah tersusun oleh batulempung, lempunghitam di bagian atas dan
batupasir dibagian bawah. Dijumpai pada bagian tengah yaitu di daerah Bate
Ngrayung dan Jojogan. Batulempung yang ditemukan berwarna kelabu kebiruan
bersifat kurang kompak dan tidak berlapis. Lempung hitam bersifat pasiran
35
banyak mengandung sisa tumbuhan. Sedangkan batupasir berwarna coklat
kehitaman, berbutir halus hingga kasar, bersifat kurang kompak dijumpai adanya
struktur perairan bersilang mengandung mineral kuarsa dan foraminifera kecil dan
moluska. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera yang ada ditafsirkan bahwa
formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan diperkirakan berumur
Plio-Plistosen.
C. Formasi Paciran
Formasi Paciran terdiri dari batugamping dolomitan yang umumnya berupa
terumbu, tersebar paling luas bila dibandingkan dengan formasi yang lain.
Organisme pembentuknya adalah ganggang, koral, litotamnium dan foraminifera.
Berwarna putih, kelabu, coklat hingga merah daging, tanah hasil pelapukannya
berwarna merah, sangat kompak dan sebagian terhablurkan terutama pada bagian
atas, secara setempat bersifat dolomitan dan gloukunitan, tidak dijumpai adanya
perlapisan. Pada permukaan batuan umumnya berongga dan tajam akibat adanya
proses pelarutan oleh air. Banyak dijumpai sungai bawah tanah dan gua
batugamping yang secara setempat ditemukan endapan fosfat.
Umur dari formasi ini sulit untuk ditentukan karena tidak ditemukan adanya
fosil penunjuk yang dapat dipergunakan untuk menentukan umurnya. Berdasarkan
kedudukan stratigrafi yang menjemari dengan Formasi Mundu maka Formasi
Paciran diduga berumur Pliosen yang diendapkan pada kondisi lingkungan laut
terbuka, tenang dan hangat sehingga memungkinkan tumbuhnya organisme.
D. Formasi Mundu
Formasi Mundu terdiri dari napal, batulempung lanauan dan batugamping
36
napalan. Tersebar pada arah barat-timur sesuai dengan arah berkembangnya
struktur antiklinorium dengan lokasi penyebaran di Kedungringin pada sayap
antiklin Lodan dan Mrayun - Kalangtengah, Sidomukti, dan sekitar Jojogan.
Napal yang ditemukan berwarna putih, kelabu, kehijauan bersifat kurang
kompak hingga kompak dengan struktur perlapisan yang hampir mendatar yang
pada permukaannya dijumpai adanya rekahan. Pada bagian bawah umumnya
bersifat lempungan dan pasiran kaya akan foraminifera kecil dan moluska secara
setempat dijumpai adanya jejak galian cacing. Batulempung lanauan berwarna
kelabu kehitaman, merupakan lensa dan konkresi di dalam napal. Sedangkan
batugamping napalan yang dijumpai bersifat lempungan mengandung mineral
kuarsa, glaukonit dan foraminifera. Batuan ini merupakan sisipan dalam napal dan
sebarannya tidak merata. Lingkungan pengendapannya merupakan lingkungan
pengendapan laut dalam sampai neritik dan berumur Pliosen.
E. Formasi Ledok
Formasi Ledok tersusun oleh batupasir glaukonitan berselingan dengan
batugamping pasiran yang dijumpai berwarna kelabu kehijauan, bersifat
gampingan mulai dari kurang kompak hingga kompak. Mineral pembentuk
utama batupasir ini adalah kepingan kuarsa dan glaukonit berukuran halus
hingga kasar dengan bentuk menyudut tanggung hingga membundar tanggung,
terpilah sedang, tersemen oleh batuan karbonat serta berlapis baik dengan tebal
lapisan antara 20 - 40 cm, pada beberapa tempat menunjukkan adanya
struktur silang-siur. Secara berangsur ke arah atas ukuran butirnya semakin
kasar dan jumlah glaukonitnya juga semakin banyak. Batugamping pasiran
37
yang dijumpai berwarna kelabu muda, kompak dan berlapis baik dengan
ketebalan antara 15 - 20 cm, mengandung mineral kuarsa dan glaukonit serta
foraminifera kecil dalam jumlah yang banyak.
Formasi Ledok diendapkan pada lingkungan laut dangkal (litoral) pada kala
Miosen Akhir, dijumpai disekitar daerah Jatirogo yang menyebar ke arah barat-
timur. Nama sebelumnya adalah Anggota Ledok Formasi Globigerina (Trooster,
1937).
F. Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo tersusun oleh napal pasiran yang berselingan dengan
batugamping pasiran. Tersebar memanjang pada arah barat- timur di daerah
Banjarsari, Terongan dan G. Nalatita - Kebonduren sampai Ketringan Wetan.
Napal pasiran yang dijumpai berwarna kelabu kehijauan sampai coklat
kekuningan, mengandung foraminifera kecil yang melimpah, mineral kuarsa,
glaukonit dan mika secara setempat ditemukan bekas galian cacing. Batugamping
pasiran yang secara teratur berselingan dengan napal pasiran, secara umum
berwarna kelabu sampai coklat mengandung mineral kuarsa, glaukonit dan
foraminifera kecil, dijumpai perlapisan dengan ketebalan antara 15 - 20 cm.
Berdasarkan fosil foraminifera yang dijumpai disimpukan bahwa Formasi
wonocolo diendapkan pada lingkungan laut dalam pada kala Miosen Akhir bagian
bawah. Nama lain dari Formasi Wonocolo adalah Anggota Wonocolo Formasi
Globigerina (Trooster, 1937), Anggota Wonocolo Formasi Kawengan (Brouwer,
1957), dan Lapisan Wonocolo (Van Bemmelen, 1949).
38
G. Formasi Ngrayong
Tersebar di daerah bagian utara Kabupaten Tuban dan bagian Tengah. Pada
bagian utara memanjang arah barat timur mulai dari Ngandang - Ngaglik - Sima -
Sriwing sampai Cakrawa dan Mliwang - Bugang terletak pada sayap antiklin
Lodan. Pada bagian tengah dijumpai di tersebar di sekitar Mawun - Tawiwiyah
dan Sidonganti - Barikulon. Tersusun oleh batupasir kuarsa yang berselingan
dengan batugamping dan batulanau.
Batupasir kuarsa yang dijumpai berwarna putih sampai kuning
kecoklatan, berbutir halus sampai sedang yang semakin kasar ukuran butirnya
ke arah atas, berbentuk menyudut tanggung, kondisi batuannya kurang
kompak sampai lepas tersusun oleh mineral kuarsa, felspar, mika dan mineral
hitam. Struktur perlapisan yang ada kurang baik dan secara setempat dijumpai
lapisan batubara setebal 20 - 50 cm.
Batugamping berwarna coklat kekuningan, kompak berlapis baik dengan
ketebalan antara 10 - 50 cm, mengandung foraminifera besar. Di bagian bawah,
batugamping ini merupakan lensa dan semakin ke arah atas semakin tebal dan
semakin rapat. Batulempung, berwarna kelabu, coklat hingga ungu merupakan
selingan dibagian tengah dan atas, setempat menyerpih dan mengandung
mika dan foraminifera kecil. Secara setempat dijumpai endapan gypsum dan
sisa tumbuhan.
H. Formasi Tawun
Formasi Tawun tersusun oleh napal pasiran berselingan dengan
batugamping bioklastika. Napal pasiran yang dijumpai berwarna coklat
39
kekuningan, berbutir halus sampai sedang dan berlapis dengan ketebalan dari 5
sampai 10 cm. Batugamping bioklastika berwarna coklat sampai kelabu berlapis
dengan ketebalan antara 20 - 40 cm dan banyak mengandung foraminifera besar.
Berdasarkan kandungan foraminifera besar yang ditemukan menunjukkan bahwa
formasi ini berumur Miosen Awal dengan kondisi lingkungan pengendapannya
laut agak dangkal.
Formasi ini tersebar di bagian utara yaitu di bagian tengah Kali (K.)
Boncong dan di hulu K. Lambang dengan sebaran berarah timur – barat
membentuk antiklin Lodan, sedangkan dibagian selatan menerus ke kabupaten
Bojonegoro. Penamaannya berasal dari Desa Tawun yang nama sebelumnya
"Orbitoiden Kalk (OK)" (Trooster, 1937; Marks, 1957) dan Anggota Tawun
Formasi Tuban (Brouwer, 1957).
I. Forrmasi Bulu
Tersusun oleh batugamping pasiran dengan sisipan napal pasiran. Tersebar
sangat terbatas pada beberapa daerah yaitu sayap antiklin Jamprono (G. Batang -
G. Tewu), antiklin Sentul (G. Bancang - G. Geritan).
BATUGamping pasiran berwarna putih - kalbu hingga coklat kekuningan,
berbutir halus hingga kasar, menunjukkan struktur pelat (platy) setebal
antara 5 - 20 cm, pada umumnya dijumpai adanya struktur perlapisan silang -
siur, kompak dan secara setempat pejal, mengandung mineral kuarsa,
foraminifera, moluska dan koral. Napal pasiran berwarna coklat
kekuningan mengandung foraminifera dan cangkang moluska.
Dari hasil pengamatan foraminifera besar yang dapat dikenali disimpulkan
40
bahwa Formasi Bulu diendapkan di lingkungan laut dangkal pada kala Miosen
Tengah bagian atas.
3.2.2 Dasar Teori
Batugamping mengandung kalsit dan dolomit yang disusun oleh unsur-
unsur Ca, C, O dan Mg. Pada tabel periodik, Ca dan Mg terdapat dalam satu
golongan, yaitu golongan alkali tanah. Kedua unsur tersebut karaktemya relatif
sama, mempunyai konfigiirasi elektron pada blok s2 energi untuk melepaskan
elektron pada kulit terluar hampir sama, dan mudah membentuk ion sehingga
keberadaan cenderung bersama-sama membentuk asosiasi tinsur. Di alam kedua
unsur tersebut tidak stabil, sedangkan pada kondisi stabil dalam bentuk ion Ca
dan Mg. Pada proses geokimia sebagian unsur Ca hanya bersenyawa dengan
unsur C dan O, maka terbentuklah mineral kalsit; bila senyawa tersebut terdapat
unsur Mg maka terbentuklah mineral dolomit. Susunan senyawa dalam mineral
kalsit (CaCO ) dengan komposisi Ca = 40,04 %; C=12,0 %; O=47,96 %
atau CaO 56,03 %; COz = 43,96 %, sedangkan mineral dolomit [CaMg(CO3)z)
dengan komposisi Ca—21,73%, Mg=l3,l 8%, C=l3,03%, O=52,06%, CaO-
30,4%, MgO=21,7%, CO2 '47,9%.
Sumber Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) di alam. Di kerak bumi. rata-
rata kandungan Calsium (3,6%) dan Magnesium (1.93 %). Sebagian mineral
pembentuk batuan sebagai sumber Ca dan Mg diantaranya seperti pada Tabel 1 di
bawah ini.
41
Tabel 3.1 Mineral yang Mengandung Unsur Ca, Mg.
Karena proses kimia dan fisika batuan/mineral menjadi lapuk, mengakibatkan
unsur-unsur kimia pembentuk mineral terurai. Unsur-unsur tersebut akan
termobilisasi sesuai dengan sifatnya masing-masing. Seperti dalam tabel periodik,
unsur Ca dan Mg terdapat dalam satu golongan, sehingga mempunyai sifat kimia
dan fisikanya relatif sama, sehingga cenderung dijumpai pada kondisi yang relatit
sama.
Mineral yang mengandung Ca dan Mg pada umiimnya lebih mudah lapuk
dibandingkan mineral lainnya ' . Karena pelapukan, kadar Ca dan Mg dalam
mineral (batuan) cenderung menjadi koloid bersama-sama air.
Berkurang/bertambahnya Ca dan Mg dalam batuan disebabkan karena :
1. terbawa air akibat perkolasi.
2. diserap oleh organisme (fiora dan fauna).
3. diserap oleh partikel-partikel tanah liat.
4. di daerah beriklim kering karena tidak ada pencucian (flushing) oleh air.
Mineral Rumus Kimia
Amfibol Apatit Biotit Dolomite Magnesit Kalsit Plagioklas Hornblende Olivin Serpentin
Ca My (Si O )4 Ca ( PO4 )3 ( Cl, F ) K ( Mg,Fe )3 ( Al Si O to ) (OH)z
Ca Mg ( CO3 )2 MgCO CaCO3
(Na,Ca ) Al Si Ot
Ca3 Al 2 My F3 .Si Op ( OH )2 ( Fe, Mg ) Si 0 4 ltt M Si 2 0 9
42
Pada curah hujan rendah, pencucian kecil, sehingga terdapat kandungan
kalsium dan magnesium terjadi pengurangan kecil dan diendapkan sebagai
mineral-mineral kalsium karbonat, kalsium sulfat, magnesium sulfat. Klasifikasi
batugamping berdasarkan pembentukannya dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu:
1. Batugamping organik, merupakan kumpulan dari sisa flora dan fauna yang
telah mati{fosil) dan terendapkan. Di masa hidupnya flora dan fauna,
memerlukan unsur-unsur Ca, Mg, O dan C yang terdapat dalam air. Proses
kimia yang terjadi pada flora dan fauna setelah matt menjadi fosil dan
terbcntuklah sistem kristal mineral tanpa merubah bentuk fisik fosil. Secara
mineralogi fosil tersebut tersusun oleh mineral kalsit (CaCO ) dan atau
dolomit CaMg( ›)z Pada umumnya fosil fauna mengandung kalsit
bermagnesium dengan kadar 4 %-16 % mol MgCO3 , sedangkan fosil flora
sekitar 7,7 %- 28,75 % mol MgCO '7’ Bila mineral kalsit atau dolomil
sebagian besar berukuran kecil (+ 0,2 mikron atau lebih) disebut lumpur
karbonat' 5’, karena berukuran kecil, mempunyai sifat optik dan fisik yang relaif
sama, maka kedua mineral tesebut sulit dibedakan. Karena proses geologi
kumpulan fosil tersebut menjadi batugamping.
2. Batugamping endapan kimia, terbentuk dari kristalisasi larutan yang jenuh
mengandung larutan Ca dan atau Mg. Umumnya bentuk kristalnya baik,
ukuran relatif besar. Dalam air senantiasa terdapat unsur CO2, sehingga terjadi
proses pengendapan kimia pembentukan mineral kalsit dan dolomit secara
kimia sebagai berikut:
43
Ca ( HCO, ) CaCOs + ltio + 2
CaCO + COz H2O Ca ( HCOj )2
Ca+2 + 2( HCO3) Ca ( HCO3 ) CaCO3 * H2O + CO2
CaCO mengendap sebagai kristal mineral kalsit. Reaksi tersebut akan berjalan
terns selama persyaratan kondisi fisika kimia terpenuhi, dan akan terjadi
akumulasi sehingga terbentuk batu gamping yang lazim disebut batu
gamping kristalin. Bila unsur—unsur tersebut di atas ada penambahan garam
Mg maka akan terbentuk mineral dolomit dengan reaksi sebagai berikut:
Mg+2 + Ca ( HCO3)2 Ca Mg (CO, )z + 2H+
3. Batugamping sedimen mekanik adalah batu gamping yang terbentuk dari
rombakan batu gamping yang telah ada. Karena proses fisika dan kimia batuan
tersebut menjadi lapuk kemudian tertranspotasi oleh air dan diendapkan di
tempat lain dan mengalami proses geologi menjadi batu gamping klastik.
Unsur utama adalah CaCO (kalsit) dan CaMg(CO3)2 (dolomit), umumnya
batuan ini dicirikan dengan adanya frakmen dan matrik dan lebih mudah
dikenali.
Batugamping umumnya bersama putih kadang-kadang kelabu, kemerahan.
Batu gamping mudah dikenali dengan meneteskan HC1 10 % dengan reaksi
kimia:
CaCO3 + 2 HC1 —> CaCl, + CO2 + H2O
Gas carbon dioksida (CO2) mengeluarkan asap dan berbuih. Apabila batu
gamping banyak mengandung mineral dolomit, umumnya lapisan soil tipis., karena
dolomite lebih resisten dibandingkan kalsit.
44
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kalsit dan dolomit
bersama- sama adalah :
1. Sifat Kimia Ca dan Mg ' i’)
• Dalam sistem periodik termasuk logam alkali tanah (golongan II)
• Kedua unsur mudah membentuk ion, energi ionisasi
Ca = 6,111 eV,
Mg = 7,644 eV
• Konfigurasi elektron pada blok S2, Elektron valensi / bilangan oksidasi 2
• Energi ikat Mg — 919 KI/mol dan Ca = 817 KI/mol
Dengan sifat kimia Ca dan Mg yang hampir mirip kecenderungannya untuk
bersama-sama membentuk mineral kasit dan dolomit.
2. Estimasi Geometri molekul CaCO3 2
Elektron valensi Ca 2
Elektron valensi CaCO3 0
Elektron valensi C 4
Elektron valensi 30 6
Jumlahelektron 12
Jumlah pasangan elektron 12/ 2 =6
Susunan elektron : ( sp3d
2 ) hexagonal sistem / trigonal piramid sub sistem
mempunyai bilangan koordinasi 6 terdiri dari 2 PEI dan 4 PEB, artinya jumlah 6
anion yang mengelilingi kation yang disebut hexagonal sistem dengan struktur kristal
disebut oktahedral. Bilangan koordinasi dari kation ditentukan oleh rasio radius
kation dan anion . Kekuatan mtiatan yang disumbangkan oleh Ca orlslah 2/6=1/3
45
kepada anion (CO3).
3. Konfigurasi Elektron :
20Ca = 1s2 2s2
2p63 2 3p6 4s2 i8 Ca +2
= 1s2
2s 2
2p 6
3s2
3p 6
3 S 3 p 3 d
i8 Ca 2+
CO z
2s 2p 2s 2p
6 C — 1s° 2s2 2p
2
2s 2p
8 O ' 1s2 2s
2 2p
4 x x x
2s 2p 3s
to Mg°† =1s° 2s’ 2p6
CO32-
Gambar 3.1 Estimasi Susunan Geometris Molekul CaCO3
CaCO3 mempunyai orbital hibriditasi sp3d
2 dengan susunan electron 2PEI (
pasangan electrotl lkat) dan 4 PEB ( pasangan electron bebas) bentuk struktur
molekul trigonal bipiramid. CaC 3 terdiri atom Ca sebagai pusat dikelilingi COi 2
46
dengan bilangan koordinasi 6 membentuk mineral CaCO . Ion Mg2° lebih mudah
mengisi pasangan electron bebas Ca untuk berikatan karena Mg mempunyai
energi ikat lebih besar dibandingkan Ca sehingga terbentuk mineral CaMg(CO3)2
dolomit.
47
BAB IV
PERENCANAAN PENELITIAN DAN ANGGARAN BIAYA
4.1 Perencanaan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama 6 bulan yang dimulai sejak bulan
Maret sampai dengan Agustus tahun 2020. Rincian jadwal penelitian yang
dilaksanakan dapat dilihat pada tabel (4.1)
4.2 Rencana Anggaran Biaya Penelitian
ADMINISTRASI KETERANGAN JUMLAH
SK Pembimbing
Rp 1.000.000,00-
Pengajuan Kolokium
Rp 1.100.000,00-
Sidang
Rp 1.150.000,00-
TOTAL Rp 3.250.000,00-
PEMBUATAN PROPOSAL
TUGAS AKHIR KETERANGAN JUMLAH
Print 58 lembar x 2.000 Rp 116.000,00-
Jilid
Rp 5.000,00-
TOTAL Rp 121.000,00-
No KEGIATAN MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Adminitrasi dan
Persiapan
2 Proposal
3
Pengumpulan data
Lapangan dan
Sampling
4 Pengolahan data
5 Pengolahan Studio dan
Laboratorium
6 Konsultasi/Bimbingan
7 Kolokium/Seminar
8 Sidang
19 Pembuatan Laporan
Tabel 4.1 Rencana Waktu Penelitian
Tabel 4.2 Anggaran Biaya Penelitian
48
PENYEDIAAN ALAT KETERANGAN JUMLAH
Pensil 2 x 2.500 Rp 5.000,00-
Serutan 1 x 2.000 Rp 2.000,00-
Penghapus 2 x 2.000 Rp 4.000,00-
Pensil Warna 25.000 1set Rp 25.000,00-
Penggaris 25.000 1set Rp 25.000,00-
Spidol 9 x 6.000 Rp 54.000,00-
Buku Catatan 1 x 10.000 Rp 10.000,00-
Peta RBI 2lembar x 10.000 Rp 80.000,00-
Peta Geologi dan Topografi 4lembar X 10.000 Rp 150.000,00-
Plastik Sampel 3pcs x 20.000 Rp 60.000,00-
Pita 2rol x 20.000 Rp 40.000,00-
Solatif 2rol x 20.000 Rp 40.000,00-
Baterai 30 x 8.000 Rp 240.000,00-
Obat-obatan
Rp 150.000,00-
TOTAL Rp 955.000,00-
LAPANGAN KETERANGAN JUMLAH
Transportasi (PP Bogor-Lebak) 2org x 150x2 Rp 300.000,00-
Konsumsi (30 hari)
2org x 50.000/hari x
30hari Rp 3.000.000,00-
Camp 650.000/30hari Rp 650.000,00-
Transpotasi Lapangan 40.000 x 30hari Rp 1.200.000,00-
TOTAL Rp 5.150.000,00-
ANALISA LABORATORIUM KETERANGAN JUMLAH
Analisa Mikropaleontologi 6 sample x 50.000 Rp 300.000,00-
Analisa Sayatan Petrografi 8 sample x 50.000 Rp 400.000,00-
Geokimia 6 sample x 450.00 Rp. 2.700.000.00-
TOTAL Rp 3.400.000,00-
PENYUSUNAN LAPORAN KETERANGAN JUMLAH
Print Peta 12(A2) lembar x 10.000 Rp. 120.000,00-
6rangkap x 90lembar x
2.000/lembar Rp 1.080.000,00-
TOTAL Rp 1.200.000,00-
49
Sub Total Rp 14.0760.000,00-
Biaya Tak Terduga (10% Sub
Total)
Rp 1.100.000,00-
TOTAL ANGGARAN BIAYA Rp 15.186.000,00-
50
BAB V
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya mulai dari
pembahasan mengenai geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi maupun sejarah
geologi daerah penelitian, maka dapat disimpulkan secara garis besar adalah
sebagai berikut :
1. Berdasarkan fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949), daerah
penelitian termasuk kedalam Kubah dan Pegunungan pada Zona Depresi
Tengah.
2. Ruang lingkup daerah penelitian yakni Daerah Cimayang, Kecamatan
Bojongmanik, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
3. Berdasarkan interpretasi dari peta topografi, dan hasil penghitungan
kemiringan lereng yang mengacu pada klasifikasi van Zuidam 1985, maka
daerah penelitian terbagi menjadi: datar, sedikit miring, miring, agak
curam, curam, sangat curam. Pola aliran sungai secara umum, pola aliran
pola aliran sungai dendritik.
4. Stratigrafi daerah penelitian secara beruruttan dari tua ke muda terdiri atas:
Anggota Batulempung Formasi Bojongmanik, Anggota Batugamping
Formasi Bojongmanik, Anggota Batupasir Formasi Bojongmanik, Formasi
Genteng, Tuf Malingping, Batuan Gunungapi Endut dan Basalt.
5. Berdasarkan hasil dari studi dari interpretasi peta geologi regional, maka
ada beberapa unsur struktur yang berkembang pada daerah penelitian
berupa patahan dan lipatan.
51
6. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai sejak Oligosen Akhir sampai
Pliosen
Dengan demikian pengampuh mengharapkan dengan pelaksanaan tugas
akhir pada Daerah Cimayang dan Sekitarnya Kecamatan Bojongmanik,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dapat mengidentifikasikan fenomena geologi
yang terdapat pada daerah tersebut sesuai dengan harapan pengampuh, sehingga
menghasilkan tulisan yang bermanfaat bagi pengampuh.
52
DAFTAR PUSTAKA
Badan Informasi Geospasial, 2010, Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar
Leuwidamar No. 1109-334 dan Gunungkencana No. 1109-333
dengan skala 1:25.000, Badan Informasi Geospasial (BIG), Edisi :
1–1999, Cibinong, Bogor.
Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, The Hague Martinus
Nijhoff, Vol. 1A, Netherlands.
Hartono dan Suharsono, 1997. Geologi Lembar Talun. Pusat penelitian dan
pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber
Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.
Hiskia Achmad Drs, Ms Tupamahu Ir, Struktur Atom, Struktur Molekul dan
Sistem Periodik. Bandung.
Noor, Djauhari., 2014. Geomorfologi, Edisi Pertama, Penerbit Deepublish (CV
Budi Utama), Jalan Kaliurang Km 9,3 Yogyakarta 55581.ISBN
602280242-6, h.326.
Soejono dan Pulunggono, 1994. Pola Umum Struktur Pulau Jawa.
Sujatimiko dan Santosa, 1970. Geologi lembar Leuwidamar, Pusat penelitian dan
pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber
Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.
Situmorang, Smith dan Van Vessen, (1992). Geologi Lembar Jatirog, Pusat
penelitian dan pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi
dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi,
Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Informasi Geospasial, 2010, Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar
Leuwidamar No. 1109-334 dan Gunungkencana No. 1109-333
dengan skala 1:25.000, Badan Informasi Geospasial (BIG), Edisi :
1–1999, Cibinong, Bogor.
Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, The Hague Martinus
53
Nijhoff, Vol. 1A, Netherlands.
Hartono dan Suharsono, 1997. Geologi Lembar Talun. Pusat penelitian dan
pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber
Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.
Hiskia Achmad Drs, Ms Tupamahu Ir, Struktur Atom, Struktur Molekul dan
Sistem Periodik. Bandung.
Noor, Djauhari., 2014. Geomorfologi, Edisi Pertama, Penerbit Deepublish (CV
Budi Utama), Jalan Kaliurang Km 9,3 Yogyakarta 55581.ISBN
602280242-6, h.326.
Soejono dan Pulunggono, 1994. Pola Umum Struktur Pulau Jawa.
Sujatimiko dan Santosa, 1970. Geologi lembar Leuwidamar, Pusat penelitian dan
pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber
Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.
Situmorang, Smith dan Van Vessen, (1992). Geologi Lembar Jatirog, Pusat
penelitian dan pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi
dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi,
Bandung.