Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

8
JMHT Vol. XV, (1): 83-90, April 2009 ISSN: 0215-157X 83 Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) Population Genetics of Javan Rhino (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) and It’s Conservation Strategy U Mamat Rahmat Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II, Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang, Banten Pendahuluan Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) merupakan spesies yang paling langka di antara 5 spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan sebagai critically endangered atau terancam punah dalam Red List Data Book yang dikeluarkan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) tahun 1978 dan mendapat prioritas utama untuk diselamatkan dari ancaman kepunahan. Selain itu, badak jawa juga terdaftar dalam Apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) tahun 1975. Jenis yang termasuk dalam Apendiks I adalah jenis yang jumlahnya di alam sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Pada saat ini penyebaran badak jawa di dunia terbatas di dua negara saja, yakni di Indonesia dan Vietnam. Di Indonesia, badak jawa hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dengan populasi yang relatif kecil, yakni sekitar 59-69 ekor (TNUK 2007). Di Vietnam, populasi badak jawa hanya terdapat di Taman Nasional Cat Tien yang diperkirakan tinggal 5-8 ekor (Polet and Mui 1999). Populasi kecil yang hanya terdapat di satu areal memiliki resiko kepunahan yang tinggi, sehingga upaya untuk menjamin kelestarian populasi badak jawa dalam jangka panjang merupakan salah satu prioritas program konservasi badak jawa di Indonesia. Secara alami badak jawa tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya dalam jangka panjang. Eksistensi badak jawa juga dinilai sangat rawan terhadap terjadinya bencana alam, degradasi habitat, inbreeding, penyakit, dan perburuan. Tanpa tindakan pengelolaan yang tepat dan direncanakan secara matang untuk jangka panjang, populasi badak jawa akan mengalami kepunahan. Selain itu, dinamika ekosistem alam di habitat badak jawa diduga akan memberikan pengaruh negatif terhadap eksistensi populasinya. Kelangsungan hidup badak jawa di TNUK masih terancam oleh berbagai faktor. Sebagai satwa yang memiliki sebaran terbatas, badak jawa lebih rentan (dibanding satwa lain yang tersebar luas) terhadap bahaya-bahaya bencana alam, misalnya ledakan Gunung Krakatau, gempa bumi dan tsunami. Sementara itu, badak jawa juga menghadapi ancaman yang semakin meningkat dari manusia. Perluasan pemukiman, perladangan liar, perambahan hutan dan kehadiran manusia berpotensi menimbulkan resiko penyakit baru dan menurunnya kualitas habitat. Badak jawa juga menghadapi ancaman yang paling besar yaitu diburu oleh manusia untuk diambil culanya. Ancaman terbesar ini Abstract Javan rhino (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) of which spread is limited in Indonesia and Vietnam is the rarest species among 5 species of rhino in the world. Without appropriate and long-term well organized management action, the population of javan rhino will be in extinction. This research studies about the usage potential of javan rhino population genetics data in designing javan rhino conservation program. The application of genetics study in conservation problem is based on the population genetics theory. The population genetics is one of population biology branch which studies about the factors determining genetic composition of population and how they play role in evolution process. The genetic characteristic identification can help to give the characteristic genetic information which has function as genetic marker or gen in javan rhino management. It can also help to do translocation the javan rhino especially for breeding management effort to avoid inbreeding and to improve the heterozygosis. The analyzing result shows that the management of conservation strategy which can make javan rhino population reaches the population viable minimum number is needed urgently. Furthermore, it also shows that translocation and reintroduction to build the second population of javan rhino is also important to do. Keywords: javan rhino, population genetics, translocation, second population *Penulis untuk korespondensi, e-mail: [email protected] Pemikiran Konseptual

Transcript of Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

Page 1: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (1): 83-90, April 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

83

Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822)

Population Genetics of Javan Rhino(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) and It’s Conservation Strategy

U Mamat RahmatKantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II,

Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang, Banten

Pendahuluan

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822)merupakan spesies yang paling langka di antara 5 spesiesbadak yang ada di dunia sehingga dikategorikan sebagaicritically endangered atau terancam punah dalam RedList Data Book yang dikeluarkan oleh IUCN(International Union for Conservation of Nature andNatural Resources) tahun 1978 dan mendapat prioritasutama untuk diselamatkan dari ancaman kepunahan. Selainitu, badak jawa juga terdaftar dalam Apendiks I CITES(Convention on International Trade in EndangeredSpesies of Wild Fauna and Flora) tahun 1975. Jenis yangtermasuk dalam Apendiks I adalah jenis yang jumlahnyadi alam sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akanpunah.

Pada saat ini penyebaran badak jawa di dunia terbatasdi dua negara saja, yakni di Indonesia dan Vietnam. DiIndonesia, badak jawa hanya terdapat di Taman NasionalUjung Kulon (TNUK) dengan populasi yang relatif kecil,yakni sekitar 59-69 ekor (TNUK 2007). Di Vietnam,populasi badak jawa hanya terdapat di Taman NasionalCat Tien yang diperkirakan tinggal 5-8 ekor (Polet andMui 1999). Populasi kecil yang hanya terdapat di satuareal memiliki resiko kepunahan yang tinggi, sehingga

upaya untuk menjamin kelestarian populasi badak jawadalam jangka panjang merupakan salah satu prioritasprogram konservasi badak jawa di Indonesia.

Secara alami badak jawa tidak akan mampumempertahankan eksistensinya dalam jangka panjang.Eksistensi badak jawa juga dinilai sangat rawan terhadapterjadinya bencana alam, degradasi habitat, inbreeding,penyakit, dan perburuan. Tanpa tindakan pengelolaan yangtepat dan direncanakan secara matang untuk jangkapanjang, populasi badak jawa akan mengalami kepunahan.Selain itu, dinamika ekosistem alam di habitat badak jawadiduga akan memberikan pengaruh negatif terhadapeksistensi populasinya.

Kelangsungan hidup badak jawa di TNUK masihterancam oleh berbagai faktor. Sebagai satwa yang memilikisebaran terbatas, badak jawa lebih rentan (dibanding satwalain yang tersebar luas) terhadap bahaya-bahaya bencanaalam, misalnya ledakan Gunung Krakatau, gempa bumi dantsunami. Sementara itu, badak jawa juga menghadapiancaman yang semakin meningkat dari manusia. Perluasanpemukiman, perladangan liar, perambahan hutan dankehadiran manusia berpotensi menimbulkan resiko penyakitbaru dan menurunnya kualitas habitat. Badak jawa jugamenghadapi ancaman yang paling besar yaitu diburu olehmanusia untuk diambil culanya. Ancaman terbesar ini

Abstract

Javan rhino (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) of which spread is limited in Indonesia and Vietnamis the rarest species among 5 species of rhino in the world. Without appropriate and long-term wellorganized management action, the population of javan rhino will be in extinction. This research studiesabout the usage potential of javan rhino population genetics data in designing javan rhino conservationprogram. The application of genetics study in conservation problem is based on the population geneticstheory. The population genetics is one of population biology branch which studies about the factorsdetermining genetic composition of population and how they play role in evolution process. The geneticcharacteristic identification can help to give the characteristic genetic information which has function asgenetic marker or gen in javan rhino management. It can also help to do translocation the javan rhinoespecially for breeding management effort to avoid inbreeding and to improve the heterozygosis. Theanalyzing result shows that the management of conservation strategy which can make javan rhinopopulation reaches the population viable minimum number is needed urgently. Furthermore, it also showsthat translocation and reintroduction to build the second population of javan rhino is also important todo.

Keywords: javan rhino, population genetics, translocation, second population

*Penulis untuk korespondensi, e-mail: [email protected]

Pemikiran Konseptual

Page 2: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

84

Tabel 1 Deskripsi ukuran tubuh badak jawa

Komponen yang diukur Ukuran Satuan Sumber 168–175 cm Hoogerwerf (1970) Tinggi badan 128–160 cm Ramono (1973)

±392 cm Hoogerwerf (1970) Panjang badan dari ujung moncong hingga ujung ekor 251–315 cm Ramono (1973) Berat tubuh 1600–2070 kg Ramono (1973) ±2280 kg Hoogerwerf (1970) Panjang kepala ±70 cm Hoogerwerf (1970) Rata-rata lebar kaki 27–28 cm Hoogerwerf (1970) Tapak kaki (dari kuku-kuku paling luar)

23/25–29/30 cm Ramono (1973)

Gambar 1 Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822).

disebabkan oleh berkembangnya anggapan bahwa culabadak mempunyai khasiat dalam pengobatan tradisionalCina. Selain itu, sebagai satwa yang memiliki sebaranterbatas, potensi terjadinya inbreeding menjadi semakinbesar, yang pada akhirnya dapat mengakibatkanterjadinya penurunan kualitas genetik badak.

Dengan demikian, penyelamatan kehidupan badakjawa di TNUK merupakan upaya yang memiliki nilaistrategis. Upaya ini perlu didukung oleh langkah strategisdan rencana tindakan konservasi dalam jangka panjangsecara insitu yang secara operasional mampumempertahankan dan mengembangkan populasi tersebutpada suatu tingkat yang aman dari ancaman kepunahan.Untuk pemecahan masalah secara tuntas diperlukankebijakan jangka panjang yang memperhatikan pula aspeklainnya. Mengingat badak jawa merupakan satu dari 5spesies badak di dunia yang paling langka, makakeanekaragaman genetik badak menurut populasi yangada perlu untuk diketahui dan dilestarikan melalui kegiatanpengelolaan dalam jangka panjang.

Bio-ekologi Badak JawaKlasifikasi dan morfologi Badak jawa termasuk dalamgolongan binatang berkuku ganjil atau Perissodactyla.Menurut Lekagul & McNelly (1977), badak jawa secarataksonomi dapat diklasifikasikan dalam kingdom animalia,phylum chordata, sub phylum vertebrata, super kelasgnatostomata, kelas mammalia, super ordo mesaxonia,ordo perissodactyla, super famili rhinocerotidea, familirhinocerotidae, genus Rhinoceros Linnaeus 1758 danspesies Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822.

Menurut Hoogerwerf (1970), panjang kepala badakjawa mencapai 70 cm dengan rata-rata lebar kaki 27-28cm, sedangkan menurut Ramono (1973) ukuran tapak kakidiukur dari kuku-kuku yang paling luar berkisar antara23/25-29/30 cm. Deskripsi ukuran tubuh badak jawadisajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil pengamatan visual di lapangan,badak jawa memiliki bibir atas yang lebih panjang daribibir bawah dan berbentuk lancip menyerupai belalaipendek yang berfungsi untuk merenggut makanan. Selainitu, individu badak jawa jantan mempunyai cula tunggal

Pemikiran Konseptual

Page 3: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

85

Gambar 2 Penemuan dan penyebaran badak.

64

24

57

50

25 2528

38

44 4247

50 48 4852

58

64

56

64

52 5257

47

5760

5550

57 5558

0

10

20

30

40

50

60

70

1967

1968

1969

1971

1972

1973

1974

1975

1976

1977

1978

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1990

1993

1995

1996

1997

1999

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

Tahun

Jum

lah

bada

k

Gambar 3 Grafik distribusi hasil inventarisasi populasi badak jawa tahun 1967–2007.

yang tumbuh di bagian depan kepala yang sering disebutsebagai cula melati. Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwapanjang maksimum cula jantan 27 cm dan panjang rata-rata cula jantan dewasa 21 cm. Individu badak jantan yangbaru berumur kira-kira 11 bulan sudah mempunyai culasepanjang 5-7 cm.

Sejarah ringkas penemuan dan penyebaran Orang yangpertama kali menyatakan bahwa badak yang hidup di Jawatidak identik dengan badak india (Rhinoceros unicornis)adalah Camper (1772) seorang profesor zoologi di

Groningen. Menurut Raffles (1817) dan Marsden (1811),spesies badak jawa juga terdapat di Sumatera yang hidupsecara simpatrik dengan badak sumatera (Didermocerosatau Dicerorhinus sumatrensis). Risalah ilmiah secaraterinci tentang spesies badak jawa ini dilakukan olehDesmarest (1822) dan diberi nama Rhinoceros sondaicus(Sody 1941, Sody 1959, Guggisberg 1966 dalam Muntasib2002). Spesimen-spesimen yang diteliti oleh Desmarestdinyatakan berasal dari Sumatera, tetapi kemudiandipercaya bahwa asal spesimen tersebut dari Jawa. Di

Pemikiran Konseptual

Page 4: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

86

Sumatera, Malaya, dan Burma Selatan, spesies ini seringdisamakan dengan badak sumatera, sedangkan lebih keutara dan timur lagi spesies ini sering dinyatakan identikdengan badak india (Gambar 2).

Pada pertengahan abad ke-19, kondisi spesies badakjawa telah mendekati kepunahan di sebagian besar wilayahdistribusinya. Hal ini menyebabkan sulitnya menentukanbatas daerah penyebaran badak jawa pada saat itu.Sampai saat ini masih dipertanyakan apakah badak jawapernah hidup secara bersama-sama (simpatrik) denganbadak india di Lembah Brahmaputra (Irrawady) atauapakah spesies ini pernah hidup di sebelah UtaraBrahmaputra, misalnya di Sikkin. Namun demikian, secarapasti diketahui bahwa badak jawa pernah terdapat diBengal (Sunderbans), Assam, Thailand, Indocina, CinaTenggara dan pada abad XX masih ditemukan dalamjumlah kecil di Burma, Malaya dan Sumatera (Schenkel &Schenkel-Hulliger 1969).Kondisi populasi Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwapertumbuhan populasi badak jawa mengalami peningkatansejak tahun 1937, walaupun kegiatan inventarisasi dansensus baru dilaksanakan secara berkesinambungan sejaktahun 1967. Schenkel mulai melakukan sensus populasibadak jawa pada tahun 1967 dan diduga terdapat populasisebanyak 25 ekor (Schenkel & Schenkel-Hulliger 1969).Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan mulai tahun 1967sampai sekarang maka diketahui bahwa pertumbuhanpopulasi badak mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Perkembangan populasi badak jawa berdasarkanhasil inventarisasi yang dilakukan di Semenanjung UjungKulon disajikan pada Gambar 3. Sampai tahun 1981, lajupertumbuhan populasi badak jawa menunjukkan tingkatperkembangan yang relatif baik karena banyak dijumpaibadak muda dan dewasa. Selain itu masih dijumpai juga 7induk betina bersama anaknya (Sadjudin 1983).

Dugaan populasi terbesar diperoleh dari hasilinventarisasi pada tahun 1983, yakni berkisar antara 58-69 individu, disusul hasil inventarisasi tahun 1984 yangdiduga sebanyak 52 individu (Sadjudin 1983). SelanjutnyaSadjudin (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan populasibadak jawa di Ujung Kulon termasuk rendah karena padaperiode 1980-1983 hanya dapat dijumpai satu individumuda yang tergolong bayi. Inventarisasi badak jawaterakhir yang dilakukan pada bulan Juli 2007 menunjukkankisaran populasi sebesar 59-69 individu (TNUK 2007).

Pemantauan populasi badak jawa yang dilakukan olehTNUK dan WWF Ujung Kulon pada tahun 2001menemukan 3 individu badak yang baru lahir di daerahCikeusik Barat, Citadahan Timur, dan Citadahan. Namundemikian, pada tahun 2003 terjadi kematian satu individubadak jawa yang ditemukan di padang penggembalaanCibunar. Hasil otopsi oleh Dinas Peternakan ProvinsiBanten menunjukkan bahwa kematian badak tersebutterjadi secara wajar karena usia yang sudah tua. Kelahiranbadak jawa berikutnya diketahui terjadi pada bulan Juli

2006 yang dibuktikan dengan ditemukannya empatindividu anak badak jawa melalui camera trap (Rahmat2007). Berdasarkan hasil inventarisasi tahunan badak jawa,pada saat ini konsentrasi penyebaran badak jawa padaumumnya di daerah bagian selatan Semenanjung UjungKulon, yakni di daerah Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan,dan Cibunar. Sedangkan di sebelah utara terdapat didaerah Cigenter dan sekitarnya.Perilaku makan, sosial, dan kawin Hoogerwerf (1970)menyatakan bahwa badak jawa adalah salah satu jenismamalia herbivora besar dan berdasarkan jenismakanannya dapat digolongkan dalam jenis satwabrowser. Jenis makanannya adalah pucuk-pucuk daun baiktumbuhan pohon maupun semak belukar, ranting, kulitkayu, dan liana. Diameter cabang yang dimakan bervariasiantara 10-17 mm. Diameter pohon yang dicabut denganakarnya atau dirobohkan umumnya bervariasi antara 10-15 cm. Pada umumnya pohon yang bagian tumbuhannyadiambil oleh badak sebagai makanannya tidak matimelainkan tumbuh kembali sehingga diduga badak jawamemiliki mekanisme memelihara dan melestarikan sumberpakannya (Schenkel & Schenkel-Hulliger 1969,Hoogerwerf 1970, Sadjudin & Djaja 1984). Pohon dansemak belukar yang roboh seringkali tetap hidup dantumbuh pucuk-pucuk baru (jika pucuk lama dipatahkan)akan tumbuh terus dalam arah mendatar bila akar-akarnyatercabut. Ini semuanya menjadi tanda khas bagi kehadiransatwa tersebut selain jejak, kotoran, dan lain-lain.

Secara ekologi badak jawa termasuk satwa yangsoliter kecuali pada saat musim kawin dan mengasuh anak.Perilaku sosial umumnya hanya ditunjukkan pada masaberkembang biak, yakni sering dijumpai individu badakjawa dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atasjantan dan betina atau jantan, betina, dan anak (Schenkel& Schenkel-Hulliger 1969). Lama waktu berkumpultersebut sampai saat ini belum banyak diketahui sehinggaaktivitas berkelompok sering diduga berdasarkan dari lamawaktu berkumpul badak india, yakni 5 bulan (Gee 1952dalam Lekagul & McNeely 1977).

Menurut Schenkel & Schenkel-Hulliger (1969), biologireproduksi badak jawa hampir mirip dengan badak india(Rhinoceros unicornis). Oleh karena itu, sampai saat iniperilaku kawin badak jawa diduga sama dengan perilakukawin badak india. Berdasarkan pengamatan petugasTNUK bulan perkawinan badak jawa terjadi pada Agustusdan September. Menurut Gee (1964) dalam Lekagul &McNeely (1977), masa kawin badak india diduga berkisarantara 46 sampai 48 hari. Periode menyusui dan memeliharaanak berkisar antara 1 sampai 2 tahun dan lama kebuntingansekitar 16 bulan. Interval melahirkan adalah satu kali dalam4-5 tahun dengan jumlah anak yang dilahirkan satu ekor.Badak betina dapat digolongkan dewasa apabila telahberumur 3-4 tahun, sedangkan jantan sekitar umur 6tahun. Umur maksimum badak betina mampumenghasilkan keturunan adalah 30 tahun.

Pemikiran Konseptual

Page 5: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

87

Perilaku berkubang atau mandi Berkubang atau mandimerupakan salah satu aktivitas yang sangat penting bagibadak jawa. Tujuan dari aktivitas ini adalah sebagai saranauntuk beristirahat, menjaga kesehatan tubuh dari gigitanserangga, menurunkan suhu tubuh, serta membersihkantubuh dari kotoran, hama, dan penyakit. Aktivitasberkubang atau mandi, baik langsung maupun tidaklangsung sangat tergantung pada ketersediaan air dihabitatnya. Oleh karena itu, aktivitas berkubang bagibadak jawa di TNUK dipengaruhi oleh musim. Pada waktumusim hujan badak jawa relatif lebih sering melakukanaktivitas berkubang, yang disebabkan ketersediaan airtawar yang relatif merata di seluruh kawasan SemenanjungUjung Kulon, sedangkan aktivitas mandi lebih banyakdilakukan pada waktu musim kemarau.

Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa tempatkubangan tidak hanya berfungsi untuk berkubang,melainkan juga berfungsi sebagai tempat minum danmembuang air seni. Perilaku membuang air seni di tempatkubangan ini berfungsi sebagai alat untuk menandaidaerah jelajahnya. Rahmat (2007) menyatakan bahwamembuang urin atau kotoran ada kecenderungan dilakukansetelah berkubang. Artinya badak akan berkubangsepuasnya dan setelah selesai baru kencing atau buangkotoran. Hal ini terlihat dari air kencing atau kotoran yangditinggalkan di dalam kubangan masih dalam kondisi utuhbelum bercampur dengan lumpur.Habitat badak jawa Muntasib (2002) menyatakan bahwahabitat badak jawa terdiri atas komponen fisik, biologis,dan sosial. Komponen fisik habitat badak jawa adalahketinggian, kelerengan, kubangan, dan air (neraca airtanah, kualitas air, ketersediaan air, kondisi air permukaan).Komponen biologis habitat badak jawa adalah strukturvegetasi, pakan badak, dan satwa besar lain. Badak jawamenyukai daerah yang rendah yang memanjang di sekitarpantai, rawa-rawa mangrove, dan hutan sekunder. Akantetapi, di daerah perbukitan dan hutan primer jarang sekaliditemukan jejak badak (Hoogerwerf 1970). Badak jawalebih beradaptasi di lingkungan dataran rendah ketimbangdaerah pegunungan, khususnya apabila mereka hidupsimpatrik dengan badak sumatera (Dicerorhinussumatrensis) yang lebih beradaptasi dengan lingkunganpegunungan. Bila hanya badak jawa yang ditemukan disuatu wilayah, misalnya Pulau Jawa, mereka jugamenempati habitat pegunungan. Pada tahun 1839,Junghun bertemu dengan dua ekor badak jawa di puncakGunung Pangrango (Van Steenis 1972 dalam Muntasib2002).

Pada saat ini, Semenanjung Ujung Kulon merupakansatu-satunya habitat bagi populasi badak Jawa yang“viable” di dunia. Secara umum vegetasi di SemenanjungUjung Kulon dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu manusiadan letusan Gunung Krakatau pada 1883. Selain itu, tidaksemua kawasan Semenanjung Ujung Kulon ditempati olehbadak jawa dan menjadi habitat terpilih. Hal ini menunjukkan

bahwa habitat yang sesuai belum tentu disukai oleh badakjawa menjadi habitat terpilih. Ada faktor-faktor tertentudari komponen fisik maupun biotik habitat yang menjadipreferensi bagi badak jawa untuk menempati suatu ruanghabitat tertentu. Kehadiran badak jawa pada suatu habitatsangat dipengaruhi oleh faktor fisik dan biotik habitat itusendiri. Komponen habitat yang paling dominanmempengaruhi frekuensi kehadiran badak jawa pada suatuhabitat yang disukai di TNUK adalah kandungan garammineral (salinitas) dan pH tanah. Areal yang disukai olehbadak jawa di TNUK adalah areal yang memilikikarakteristik kandungan garam mineral sumber-sumber airyang berkisar antara 0,25-0,35o/o, pH tanah berkisar antara4,3-5,45, jarak dari pantai berkisar antara 0-600 meter,dan kandungan garam mineral pada permukaan dedaunanpakan badak adalah 0,35 o/o (Rahmat 2007).

Keanekaragaman Genetik pada Satwa LiarPeranan studi genetika dalam kegiatan konservasiKeragaman hayati (biodiversity) dibagi menjadi 3 kategoridasar, yaitu keragaman genetik, keragaman spesies, dankeragaman ekosistem. Keragaman genetik merupakanvariasi genetik didalam setiap spesies yang mencakupaspek biokimia, struktur, dan sifat organisme yangditurunkan secara fisik dari induknya dan dibentuk dariDNA. Keragaman spesies merupakan variasi seluruhtumbuhan, hewan, fungi, dan mikroorganisme yangmasing-masing tumbuh dan berkembangbiak sesuaidengan karakteristiknya. Keragaman ekosistem merupakanvariasi ekosistem yang merupakan unit ekologis yangmempunyai komponen biotik dan abiotik yang salingberinteraksi dan perpindahan energi. Kegiatan konservasidiperlukan guna mempertahankan keanekaragaman hayatitersebut, yang semakin terancam oleh kerusakanlingkungan akibat ulah manusia. Kerusakan lingkunganini tidak hanya dapat mengurangi populasi spesies hewandan tumbuhan, tetapi juga menyebabkan spesies-spesiestersebut terancam punah.

Ilmu konservasi biologi mempelajari individu danpopulasi yang sudah terpengaruh oleh kerusakan habitat,eksploitasi, dan perubahan lingkungan. Informasi inidigunakan untuk membuat suatu keputusan yang dapatmempertahankan keberadaan suatu spesies di alam. Sudahlebih dari satu dekade ini, studi genetik digunakan untukmendapatkan informasi yang lebih mendalam dalampengambilan keputusan tersebut. Dengan studi genetik,maka informasi tentang keragaman antar individu di dalamdan antar populasi, terutama pada spesies-spesies yangterancam punah dapat diketahui. Perkembangan teknikmolekuler sekarang ini seperti penemuan teknik PCR(Polymerase Chain Reaction) yang mampumengamplifikasi untai DNA hingga mencapai konsentrasitertentu, penggunaan untai DNA lestari (conserved)sebagai penanda dalam proses PCR, penemuan lokusmikrosatelit yang hipervariable, dan penemuan metode

Pemikiran Konseptual

Page 6: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

88

sekuensing DNA, telah menyebabkan ilmu genetikmolekuler mempunyai pengaruh yang sangat besar dalamstudi biologi suatu populasi. Terobosan-terobosan inibersamaan dengan berkembangnya teknik pemodelanmatematika melalui program-program komputer, telahmempermudah para peneliti untuk mendapatkan datagenetik suatu populasi yang sangat berguna dalammerancang program konservasi suatu spesies tertentu.

Penerapan studi genetik dalam permasalahankonservasi didasari oleh teori genetika populasi. Genetikapopulasi merupakan salah satu cabang ilmu biologipopulasi yang mempelajari tentang faktor-faktor yangmenentukan komposisi genetik suatu populasi danbagaimana faktor-faktor tersebut berperan dalam prosesevolusi. Genetika populasi juga meliputi studi terhadapberbagai faktor yang membentuk struktur genetik suatupopulasi dan menyebabkan perubahan-perubahanevolusioner suatu spesies sepanjang waktu. Anggotasuatu populasi satwa mempunyai sejumlah lokus yangterdiri atas pasangan alel. Jumlah semua alel yangberlainan disebut lengkang gen (gene pool). Gen-gendalam lengkang mempunyai hubungan dinamis denganalel lainnya dan dengan lingkungan tempat populasi ituhidup. Faktor-faktor lingkungan memiliki kecenderunganuntuk merubah frekuensi gen sehingga menyebabkanterjadinya evolusi dalam populasi (Thohari dkk. 1995).

Prinsip dasar dalam genetika populasi adalah prinsipHardy-Weinberg yang menduga bahwa dalam kondisitertentu, frekuensi alel dan genotype akan tetap konstandalam suatu populasi dan keduanya saling berhubungansatu sama lain. Kondisi-kondisi tertentu yang dimaksuddalam prinsip Hardy-Weinberg meliputi reproduksi antarindividu yang dilakukan secara seksual dan acak, tidakada seleksi alam, kejadian mutasi diabaikan, tidak adaindividu yang keluar atau masuk dari suatu populasi, danukuran populasi yang cukup besar. Jika kondisi initerpenuhi oleh suatu populasi, maka populasi tersebutdisebut sebagai populasi yang berada dalamkeseimbangan Hardy-Weinberg (Hardy-WeinbergEquilibrium). Keseimbangan Hardy-weinberg sangatpenting dalam konservasi dan kejadian evolusi genetikkarena penyimpangan dari keseimbangan ini merupakandasar untuk mendeteksi kejadian inbreeding, fragmentasipopulasi, migrasi, dan seleksi.Ukuran populasi minimum yang mampu bertahan hidupPengelolaan suatu populasi satwa liar harus didasarkanpada ukuran populasi minimum yang mampu bertahanhidup (minimum viable population). Menurut Gilpin danSoul (1986) dalam Thohari dkk. (1995), suatu populasi akanbertahan dalam kondisi hidup untuk suatu interval waktutertentu. Populasi yang terdiri atas sejumlah kecil individuakan membawa resiko biologis yang sangat besar dalamhal pengurangan variabilitas genetik dan peningkataninbreeding . Peningkatan inbreeding khususnyaberhubungan dengan masalah kelangsungan hidup

populasi, karena sering menimbulkan tekanan yaitupengurangan ketahanan hidup, berat kelahiran, dankesuburan, yang secara langsung akan membahayakankemampuan hidup dari seluruh populasi (Templeton andRead 1983 dalam Thohari dkk 1995).

Untuk mencegah terjadinya inbreeding, langkah-langkah yang harus diambil adalah menghindarkan ukurankecil populasi awal dan membatasi perubahan dalamkoefisien inbreeding (tidak lebih dari 1% per generasi).Ukuran efektif populasi adalah fungsi dari sejumlahindividu yang secara nyata memberikan kontribusi gamet-gamet kepada generasi berikutnya dalam kondisi idealyang tinggi. Secara umum, ukuran populasi efektif adalahberkisar antara 1/3-1/4 dari ukuran populasi sebenarnya.Dengan demikian, kebutuhan minimum untukpemeliharaan jangka pendek dikonversikan dalampopulasi yang berjumlah tidak kurang dari 150-200individu. Selanjutnya, untuk pemeliharaan jangka panjangdari populasi tertutup, ukuran populasi efektif harusberjumlah minimum 500 individu (Thohari dkk. 1995).Peranan penanda DNA dalam konservasi genetik Analisiskeragaman genetik pada level DNA akan memberikankeuntungan yang berlipat ganda dibandingkan dengananalisis yang dilakukan pada level protein karenainformasi yang terdapat pada sekuens DNA jauh lebihbanyak daripada informasi yang terdapat pada sekuensprotein. Beberapa penanda DNA telah digunakan dalamanalisis genetik suatu populasi yaitu DNA mitokondria,lokus Major Histocompatibility Complex (MHC), SingleNucleotida Polymorphism (SNP), dan mikrosatelit padakromosom Y yang diperoleh secara biparental. Beberapahal yang perlu diperhatikan dalam memilih penanda DNAdalam analisis keragaman genetik suatu populasi adalahbahwa polimorfisme yang terdapat dalam penanda DNAbersifat netral dan keragaman genomik suatu populasidapat diwakili hanya dengan penggunaan sejumlah lokusbebas.

Dalam pemilihan penanda DNA harus disesuaikandengan tujuan analisis yang ingin dicapai. Untuk analisiskeragaman genetik dan struktur populasi, maka markerDNA yang umum digunakan lebih dari satu dekadeterakhir adalah mikrosatelit karena sifatnya yangpolimorfik dan kodominan. Mikrosatelit dapat digunakanuntuk sejumlah analisa molekuler seperti pemetaangenetik, linkage analysis dalam kaitannya dengan genpenyebab penyakit tertentu, dan sejumlah analisis genetikpopulasi. Dalam analisis genetik populasi, keragamanlokus mikrosatelit telah digunakan untuk mengetahuikeberadaan hibridasi antar spesies. Perbandingan derajatkeragaman mikrosatelit antar spesies dan populasi jugaberguna dalam penilaian keragaman genetik secarakeseluruhan. Mikrosatelit juga dapat digunakan untukmenduga ukuran populasi, derajat substruktur populasitermasuk jumlah migrasi antar subpopulasi sertahubungan genetik di antara subpopulasi yang berbeda.

Pemikiran Konseptual

Page 7: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

89

Selain itu, mikrosatelit juga dapat digunakan dalam analisissilsilah dan kekerabatan serta sejarah populasi. Data yangdiperoleh dari analisa genetik populasi inilah yangkemudian digunakan sebagai landasan untuk merancangprogram konservasi terhadap suatu spesies tertentuterutama bagi spesies-spesies yang terancam punah.Manfaat konservasi genetik Sampai saat ini, penelaahanatau identifikasi sifat genetik dari jenis-jenis yangdilindungi baik flora maupun fauna belum mendapatperhatian yang mendalam, baik untuk kepentinganpelestarian maupun kepentingan pemanfaatannya.Padahal pada era teknologi canggih dewasa ini, orangmakin menyadari betapa pentingnya sumber daya genetikdalam menunjang pemecahan berbagai permasalahan dankebutuhan hidup dan kehidupan umat manusia sepertiuntuk pengobatan, peningkatan produktivitas hasil-hasilpertanian dalam arti luas, dan pemantauan dinamikapopulasi sumberdaya hayati tersebut.

Menurut Masyud (1992), dalam rangka upayakonservasi sumber daya alam hayati terutama bagi satwa-satwa yang dilindungi, aplikasi dari hasil identifikasi sifat-sifat genetik ini mempunyai manfaat yang sangat besardan strategis. Hasil identifikasi sifat-sifat genetik dapatmembantu memberikan informasi mengenai tingkatkelangkaan atau tingkat kekritisan spesies yaitu denganmelihat heterosigositas atau derajat polimorfisme. Hasilidentifikasi sifat-sifat genetik juga dapat membantumenentukan jumlah populasi minimum atau jumlahpopulasi efektif yang dapat dibenarkan harus ada padasuatu lokasi guna menjamin kelestarian jenis tersebut.Dalam hal ini, jumlah populasi efektif (Ne) adalah jumlahindividu dalam suatu populasi yang dianggapmenurunkan gen-gennya secara efektif. Ne biasanya jauhlebih kecil dari N (jumlah total dalam populasinya).Identifikasi sifat-sifat genetik juga dapat membantumemberikan suatu informasi genetik khas yang berfungsisebagai genetik penciri atau gen-gen penanda dalampengelolaan satwa liar, seperti untuk mengidentifikasi asalusul satwa hasil sitaan, mencirikan kekebalan terhadapsuatu penyakit, atau menentukan kuota pemanenan lestari.Kegunaan lainnya adalah dapat membantu upaya-upayapenangkaran, seperti untuk mengatur perkawinan agarterhindar dari inbreeding dan meningkatkan heterosigositas,serta dapat membantu upaya restocking dan pendistribusianulang satwa hasil penangkaran dan atau hasil sitaan ke habitataslinya di alam guna mencegah kemungkinan polusi genetikyaitu melalui informasi sifat genetik tersebut dapat digunakansebagai bahan rujukan dalam menentukan individu-individuyang secara genetik dapat dibenarkan untuk restocking danpendistribusian ulang.

Berdasarkan hasil penelitian Fernado et al. (2006)yang melakukan penelitian tentang keanekaragaman

genetik, sejarah evolusi (silsilah) dan konservasi badakjawa dengan cara menganalisis DNA mitokondria(mtDNA) dari 2 populasi badak jawa yang masih hidup diTNUK dan di Taman Nasional Cat Tien (TNCT) di Vietnam.Oleh karena statusnya yang terancam punah, maka dalampengambilan contoh badak jawa sangat terbatassehingga DNA yang diekstrak berasal dari kotorannya(feses). Bagian-bagian dari mtDNA gen 12S rRNA dan D-Loop kemudian diamplifikasi dengan PCR dan disekuen.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahuibahwa pada Lokus 12S, semua sampel dari TNUK danmuseum Bogor memiliki haplotipe yang identik. Semuacontoh dari TNCT adalah haplotipe tunggal yang berbedadari haplotipe TNUK dengan 4 transisi. Rangkaian badakjawa yang dipublikasikan (Tougard et al. 2001) identikdengan haplotipe dari TNUK. Metode yang berbeda darianalisis filogenetik semuanya menempatkan badak jawadan badak india sebagai anggota yang kekerabatannyajauh dari clade badak bercula satu (Gambar 1). Perbedaanrangkaian interspecies yang teramati antara badak jawadan badak india adalah 3,3-3,5% dan antara 2 generabadak afrika adalah 4,0-4,7%. Perbedaan rangkaian padasegmen 12S antara 2 haplotipe badak jawa dari TNUKdan TNCT adalah 0,5%, perbedaan antara subspesies daribadak putih (C. s. simum dan C. s. cottoni) adalah 0,9%dan antara badak hitam (D. b. michaeli dan D. b. minor)adalah 0,5%. Tidak ada perbedaan rangkaian yang teramatipada adaptif adalah hal yang harus segera dilakukan gunapenyelamatan badak jawa tersebut. Jika kitamengkonservasikan badak jawa, komunitas konservasiinternasional juga perlu memainkan peran penting,terutama dalam masalah penyediaan dana dan mendukungserta mendampingi kearifan lokal dalam konservasi danmanajemen badak jawa. Apabila kita tidak melakukanupaya yang cepat, ini akan sungguh-sungguh tragiskarena kita membiarkan badak jawa punah di depan mata.

KesimpulanDalam rangka menunjang upaya-upaya konservasi

badak jawa, maka usaha identifikasi keanekaragamangenetik badak jawa mempunyai arti dan manfaat yangsangat penting. Data yang diperoleh dari analisis genetikpopulasi ini dapat digunakan sebagai landasan untukmerancang program konservasi terhadap suatu spesiestertentu terutama bagi spesies-spesies yang terancampunah termasuk badak jawa.

Berdasarkan hasil studi, maka perlu dilakukanpengaturan strategi yang tepat agar populasi badak jawamencapai angka minimum viable population. Selain itu,perlu dilakukan kegiatan translokasi dan reintroduksiuntuk membangun populasi kedua (second population).

Pemikiran Konseptual

Page 8: Genetika Populasi dan Strategi Konservasi Badak Jawa ...

JMHT Vol. XV, (2): 83-90, Agustus 2009 Artikel IlmiahISSN: 0215-157X

90

Daftar PustakaMasy’ud B. 1992. Identifikasi Sifat Genetik Satwa

Dilindungi: Sisi Penting Kegiatan KonservasiKeanekaragaman Hayati. Media Konservasi 3(4):41-46.

Fernando P et al. 2006. Genetic Diversity, Phylogeny andConservation of the Javan Rhinoceros (Rhinocerossondaicus). http://www.ingentaconnect.com/content/klu/coge/2006/00000007/00000003/00009139;jsessionid=4jcef1vt1nd0j.alice?format=print. [18Nopember 2008].

Hoogerwerf A. 1970. Udjung Kulon: The Land of the LastJavan Rhinoceros. E.J. Brill Leiden. hlm 286-296.

Lekagul B, McNeely J. 1977. Mammals of Thailand. TheAssociation for the Conservation of Wildlife.Bangkok.

Muntasib H. 2002. Penggunaan Ruang Habitat oleh BadakJawa (Rhinoceros sondaicu s Desm. 1822) di TamanNasional Ujung Kulon [Disertasi]. FakultasKehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Polet G, Mui TV. 1999. Javan rhinoceros in Vietnam. HoChi Minh City. Vietnam: Publishing House.

Rahmat UM. 2007. Analisis Tipologi Habitat Preferensial

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest1822) di Taman Nasional Ujung Kulon [Tesis].Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ramono WS. 1973. Javan rhinoceros in Udjung Kulon.Direktorat PPA. Bogor.

Sadjudin HR, Djaja B. 1984. Monitoring Populasi BadakJawa (Rhinoceros sondaicus Desm., 1822) diSemenanjung Ujung Kulon. Fakultas BiologiUniversitas Nasional.

Sadjudin HR. 1983. Dasar-dasar Pemikiran bagi PengelolaBadak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desm., 1822)di Ujung Kulon. Taman Nasional Ujung Kulon.Labuan.

Schenkel R, Schenkel L.-Hulliger. 1969. The Javanrhinoceros (Rhinoceros sondaicus Desm., 1822) inUdjung Kulon Nature Reserve, Its Ecology andBehavior. Field Study 1967 and 1968. Acta TropicaSeparatum 26 (2).

Taman Nasional Ujung Kulon. 2007. Laporan SensusBadak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest,1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Pandeglang.

Thohari M et al. 1995. Genetika Populasi Gajah Sumatera(Elephas maximus sumatranus) dan KonsepPengelolaan Populasinya Secara Lestari. MediaKonservasi 4(4): 209-221.

Pemikiran Konseptual