GENDER!DALAM LINGKUNGAN SOSIAL …digilib.uin-suka.ac.id/15258/1/BAB I, VI, DAFTAR...
Transcript of GENDER!DALAM LINGKUNGAN SOSIAL …digilib.uin-suka.ac.id/15258/1/BAB I, VI, DAFTAR...
GENDER!DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN
(Studi tentiang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender
di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum
Krapyak Yogyakarta)
oleh: Marhumah
NIM: 04.3.448
DISERTASI
Diajuialn Kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Doktor
Dalam Ilmu Agama Islam
YOGYAKARTA 2008
1·,·! I C<XX>O:LW. . . ~:L _ . 1~ / ag·~
31 - ~ 2-o~~:: --,
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama NIM Jenjang
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448 : Doktor
Menyatakan, disertasi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.
Yogyakarta, 1 Agustus 2008 Saya yang menyatakan
ii
Promotor
Pro motor
DEPARTEMEN ACiAMA
l!Nl\'ERSITAS ISl.Al\1 NEGERI Sl'NA~ KAl.l.IAGA
Pl~OGl~AM PASCASAl~.IANA
Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A.
Dr. Partini, SU.
C:\Da1;1\S3\1101a dim1s'.Thk.rtf
( ~~ )
( C$-- ) ~
NOTADINAS
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Kepada Yth, Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Disampaikan <il.engan hormat, setelah melaku.kan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul:
GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren
Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis oleh:
Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana ~ang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diaju.kan ke P~ogram Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta untuk diujikan dalam Ujian !Terbuka Promosi Doktor (83) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam i Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'a~aikum wr. wb.
Vl
September 2008
Pr f. Dr. H.M. Amin Abdullah NIP.: 150216071
T
NOTADINAS
Assalamu 'alailct/m wr. wb.
K.epada Ytht Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Disampaikan dengan hormat; setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi !berjudul:
GENDIER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang l»eran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al
Muna'Wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Y ogyakarta)
yang ditulis oleh:
Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah; M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana y$1g disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal Z6 Nopember 2007~ saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program P~ana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan da1am Ujian Terbuka Promo$i Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Yogyakarta, 2 ~··zvb"' ,2008
Promotor/ Anggota Penilai;
Prof. Dr. t~in Nasution, M.A
NOTADINAS
Assalamu'alaikum wr.wb.
Kepada Yth, Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul:
GEND)ER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al
Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis ole~:
Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Dok.tor
Sebagaimana y~g disarankan dalam Ujian Pendahuluan {Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2001, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pasc$U".iana UIN Sunan Katijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Dok.tor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Dok.tor dalam Ilmu
Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Yogyakarta, J kjo ~008 Promotor/ Anggota Penilai,
Dr. Partini, S.U.
NOTADINAS
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Kepada Yth, Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah diserta$i berjudul:
GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al
Mun~wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis oleh:
Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pasqasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Proilll.osi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Y ogyakarta, °'j Agustus, 2008
Anggota Penilai,
Prof. Dr. H. Muhadjir Darwin
NOTADINAS
Assalamu 'alai'kum wr. wb.
Kepa.da Yth, Direktur Program Pascasarjana U1N Sunan Kalijaga Yogyakarta
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertaSi berjudul:
GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentan. Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al
Mun•wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis oleh:
Nam a. NIM Program1
: Ora. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana &ang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2~7, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program PascQ8arjana UIN Sunan Katijaga Yogyakarta untuk diujikan datam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Yogyakarta, rf"' ~ ~ ~008 Anggota Penilai,
~J Dr. Hamim Ilyas, MA
NOTADINAS
Assalamu 'alatkum wr. wb.
Kepada Yth; Direktur Program Pascasarjana UIN 8unan Kalijaga Yogyakarta
Disampaikan 1de11gan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul:
GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tenta~g Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al
Mun~wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Y ogyakarta)
yang ditulis dleh:
Nam a NIM Prograrti
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Dok.tor
Sebagaim~ yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2007, saya bcrpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pa$asarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Protnosi Dok.tor (83) dalam rangka memperoieh gelar Dok.tor dalam Ilmu Agama IslmJl.
Wassalamu'41/aikum wr.wb.
. ~/°' Y ogyakarta, I < / 2008
Anggota Penilai,
~
Dr. 8ekar Ayu Aryani, MA
~I ~.L..m-. , ...
0i .,/') ~\ ~~lS\ '-:-'~l .) .T"") .,/' J.>. J_),\11 oh ~\:S"" Jl ..:;...>-.) ~I ~\
~y._r}I ~...UI ~t-.U >-L. jf Nyai i.::.i~I J Kiait~I ,:_;.-e JS' '-: i ~ ~..UI JJ...UI
~ Js- ~t ~\; ~ 0l5' lh J d~~ ~ (Pesantren i.::.i~_r;WI) ~ts::.... )'I
~ uPL,a::>:. ~I J i.::.iLo ..,WI C:}j.f i _);.....; ~I gender ~I ~ olJWI ~ ~_rd\
~ ,4~)'1 ,oh V"'L.i Js- .i.::.i~_r;WI ~ J:-:-b >-L. JJ r g·.; .a! ..::..i~I J t~I
c.\::.il ~ U.i ~.:..·~_?WI c) ~\ ~ olJWI ~ ~_rdl ~ Jl ~I lh
6-.p\.:.L.1 ..::..i~~ ~1 cJ ~ lj":J.s. .) .T"" J ~A ~..u1 ~1 ~ ;1Jw1 ~ ~ .f J
lj":J.s. .) .T""} ~ ~1 ;1JWl.i 6-.pl.;.:. ~ ~Y o.)~ ~ ~ ·~ JS' )J.)~ c) .f..S_;>-\11 "1..WI ~~\ Js- ~WI ~~I 1..S..1.>-l :.r-J. ~ ~ i.::.i~l.,a::>:-1 c)
(. \::.i)' ~ y ..::..i~_r;WI c) ..::..i~l.,a::>:. ')IJ C}j_rll '4$') ii~\ ~ ,..:....i }I ~
~J -~JJ~ - ~µ1 oh . ..::..i~_r;WI c) o~L. ~I olJWI c) ~ ~y
J:-:-b ~I o\JWl.i 6-.p\.;L.I ..::..iliJWI J i.::.il$' }-JI J i.::.il..t ~I '-'lS"' o~ o _;:1WI J ~I
. ..::..i~_r;Wl~>-~i
JJ.) JJ4 ~I lh 0~ ,o":J.s.i oJ§' .ill aJLJJ ~l;.,.l ~~ Jl ~ _rll j.>-i ,:_;.-e
lh J~ .~~_?WI c) ~\ ~ o\JW\ ~ ~_rd\ c) ..:..i~\ J t~I
JJ.) ~J ,i.;:.i~_r;WI c) ~\ ~ olJWI ~ ~_rd4 ~WI .r..~ Jl ~I
J 4 -.::..i~_r;WI c) ~\ ~ olJWI a_,ai Jy ~µ1 J.fa c) ..::..i~I J t~I
J_}, ~i ~I lh JJ4 W-- ,i.;:.i~_r;WI c) ~I J ~ J ~y._?1 ~I~
~I ~I olJWli 6-.p\.:.L.1 ..::,..~})~\ii) ft!WI ~ j j')I.;.:. ,:_;.-" ~IJ...UI .)\_,ii) 1.r•:u..dl
.~...u1 ~w.1 j:-:-1.) ~t; J ~ J ~ .r..# J L4 ~_rdl ~
,t;_?lj-y.. c) ''i~ ~II J.?W) ")pl" J.?W c) ~\ lh >-l_r-l f ~ c: ~ i.:;_,\J)~ ) 40:? f ~Lr. ..::,..WJ\.:.,. J ~l..y ..::,..IJ:>. 'j..,. Js- ~\ ~ J ,~...UI V"' )µll o.l.4 ~_,ii J o Jb )'I ~ J ~ J..UI J >-JI$" }I J i.::.i~I J t~I
j:-:-..UI il~l.i ..::..ili~\ ..:.J1.. f ·uP~i ol:)- r-"'°I) J ~}::.ll JS~ }I ~ c:?." { ~i
.~I} ~y )I ~W.1 y-~~~I
--~ ~,
~. -·
~ t ~: t= s· ·~ ~ !~ .l = s ~· ~ ~ ~ t~ ~ .[. ~.: ~.. ~ ~· ~(;.( · ~. ~. .~·· f::: ·-. r b v. L s. ~ f E ~ b I.. t. [ ~· tr I.. r - <r- f I C.· £::- ~ ~1 }:. :_ \ :: ~ "i t' r-• Lr • ~ - t::. r ~ ~~
\t. ~ .f,:- • , • L 1..-r - .., ~! ,.... f ·L ~ 'v . - c.· - '·' .r - <>• ~. \ I.. 11 ,. L ~ ,c_. I... ('t· -• \
~t <t ··~· .v ·[" .~ 1" .c_. T. ~· E ~· t--. ~- ·~~·--:t· ··· - --t---+-'l\~ -~- t ~. ·k- c;; - .c_. ~ [ '~ ~ r. !..- ,. - r:, '. .r L - -• •· ~ . -·'- J.- -· J.-- • -• n - t I_,. - ,,- { 0 I ~ C.•
r-• } - <;.:f, 0 ... •· "i o• - ·f r. 'Ir.. 0 ,r I!- [ t \ ~ -• l- b ~ f 'l! . (_· ~· ~· . t:. " \... U\ ~· ' - . ~ ~ . ~
L.. : " 'l .r-· .r ·r r 1 .... - I_,. : (i• l :c f,. 1· I ~ 't_ - • L l . •_. \ ~ ,c_. . ~ V\• I.. l 'l 'ic,. ·~ .,.: 0 ~·· ~: :t.' £- c l 1 (. I { £ e I ~ ·r: ~ c;;-• f L }:_. -; L," c ·~ f ·r ~ s. I.. s. - . r ~ ~ Q 1 . ~. - t [ ~ - t- r f;: I..
. ~· 't.. Pt T. ~ 0 ~ T. ~i. ~· t e- n· ~ ~·· {: B 1· f ~ 1 ·~·· ~ I.. ~. C· .e-· ( .. - E ~ r. f t- E- J: ~ ·r.~ L -;i_ r ~ _ 1... .f,:- L. · ... .c_. :r }_ .r: 'ti l E - t_ ' -I!- .[... 0 I - ~ .~ ~ - I.. • <;.: c. . \.. f." ·- ~ 1... _:_ l- f· r-:- · C . 1... ( ·( ~ e: '(;.' ~ c.· ·( l- '( - (• [ ~· -. 1 - I.. '1:, 'it. L .§: C • ('t· o • C; - -~ "- i- . ~ f." - ~ ~ • ~ n• { 1 ,. f" I_,. V~ I ,. - - ~ • • [ l f - '._ f_ 't_ tr!~?_.~\-~~ t- f •C.· \::.~ f 1; · 1:-1, 1-- (.. f' ~ -~ ~ - _:_ ·~ " {o.1 ~ e-· - ~ -· v. • I... 'L - ~· ~ 0 ~ ~· f I • - ~ ,. I... .f' I...
·,V:: • t. IC.• \... • ·r 'f>[ ~ ~ ri J; ,. J; -• -• . I 4- [ • n· •C.· ~ ~ ~· i;; '[ ... C\ ~ I... - -, ·~ I!- - t ~ ~ - " \f
t (·· l ~ fl s . ~.. . = ~ ~ (• ~ ~ .c_.· ·l c; ~ ~ ~· : ~ ~ ( l. 't. {=: - ~ ~ L ,. [ 00 1... L ~ C· J.... (. £!... '( V\ l, C1 C.·
r-. - 1f. !:::- - ~ [ c:.. t •C.· .. '( ~·· ..,· ~ •l ~ - . ~ "~ -· - ........ 1... • 0 ,-.,, . • .c_.,... '- • 01 - i:i I ' ~ • I c. •C.• • '-- ---. ,.
~ f +. t f: -t ~· ~- ~ ·r. 1: ~ k t ; t 'i t ~ f.- ~ ~ ~ ~ 1 r .t 1... ~ F 't_ ~ - . 1- o ~· - ~ - 1... [ ·C.· - ~ r ~ f ~ -b ~ _:_ ~. ,c_. t ~ ~ ·r 0 ·~ ~· ~ [ q. - ~· ~ ~·~ t ~ 1 . ~~ ·~ •C.· ~·
• I li ~ \... \, I .~· f" .\I .\\ { 'l .l-\ \, • ~ I
·I. £ k fl· r 1 :: 'f ~. 't_ 'f \. f.° ·C •I. <y_- [ C t '0 • { ·f. . t. 1... ' ·~· ~:: ~ .c_. , t b '!::- ... c ~ ~ - ·r. ~ 1.· -~· ~ - ~· · ' .~ -~· I... c· r. ~ ~ lf 1
~ ~ - ,t' L f; f (-'I . •t:. ' ~ 1_, '( f. '( 1
l p 1, ~ f. ~ r - ~ • J.-• I... r '~ .r l ' " ~ - - ' '~ L ~ L ' • .~ l f { I...
I y. t- . ¥ L ~. 0 • • ~ I ~· . I }_ ~ E- ~ L s ~ ,. ~ ·- ~ ._ K ~: ~ t 1:: - ~ ~ b
ABSTRACT
The writing of this dissertation is inspired by an academic anxiety that the roles played by Kyai l:"µld Nyai as the leaders in Pesantrens are imbalanced. In turn, this imbalance affectS the gender specialization process that involves distribution of knowledge and p~wer between Kyais and Nyais as the leaders in the Pesantrens. Due to the academic tinxiety, this research views the process of gender socialization in Pesantrens as a process of production and reproduction of gender discourse that considers the relaitionship of power among the roles. Particular gender domination in Pesantrens will be analyzed as the implementation of particular relation of power in which one of the ~gent groups is more dominant than the other. At the same time, the structure of power in Pesantrens is used as an explanation about discourse production of particular gender that is dominant in Pesantrens. In turn, this discourse functions as regulation and nqrmalization of any action, behavior and gender relation among the members of the pesantren community.
To establisl,l the above formulation, this research examines the roles of Kyai and Nyai in gender socialization in Pesantrens. The research aims to describe the agent of gender socializa~ion in Pesantrens, to understand the roles of Kyai and Nyai in forming gender discourse, and to analyze the process and practice of education and learning in Pesantrens. This research also analyzes the learning methods and materials where gender am.d ideology of norms are introduced, developed, practiced, and institutionalized in Pesantrens.
This research is conducted in Al Munawwir and Ali Maksum Pesantrens in Y ogyakarta that involves field observations, focus group discussions, and in-depth interviews with a number of Kyais, Nyais, badals (assistants), school teachers, managers and stiiffs of the Pesantrens. In addition, a number of historical documents and biographies· are collected. The data ·are then analyzed using interpretative approach to reveal symbolic and textual meanings.
This research finds that Kyais and Nyais play significant roles in forming strong gender discourse in Islam in the pesantren environment from which strong influence on the students' views of gender issues may emerge. Nevertheless, Kyais have great power and influence in both Pesantrens. They are in stronger position and have greater chances to interact with students as teachers. The other socialization agent of gender includes teachers and peers. Each agent plays different roles in socializing gender in their 'current position. Their roles are categorized into 3: maximalist, moderate and minimalist. Only few Kyais play significant roles and influence because of their position lits the authority holders and main teachers in the Pesantrens.
Both authority holders in the Pesantrens have established strong normative gender discourse within the Pesantrens environment. The aspects of normative discourse have .powerful force to drive the process of gender socialization in Pesantrens. Gen<ller teaching in this discourse is brought and supported by all senior Kyais and Nyais1 and most of young Kyais. The teaching is also included in teaching materials that refer to classical texts. These texts comprise themes, teachings, and working plans fuat neither reflect the principles of gender equality nor consider female and male aspiration needs equally. This study finds that the process of gender
socialization in both Pesantrens is signified by the dominant strong model approach. This approach is characterized by several issues: the lecturing methods that are implemented a.S the main teaching method in the Pesantrens, repeated teaching materials by different teachers, the charisma and power of Kyais, Nyais, and teachers, and the enforc~ment aspects in the teaching materials in the Pesantrens. The dominance of traditional gender discourse represents the relationship of power within the body of the! Pesantrens that is dominated by the majority of Kyais, Nyais, and teachers, who make the gender discourse production possible. The condition will in turn support their power in the Pesantrens. This research recommends several crucial agenda to be ~en into consideration in the efforts to encourage the creation of more female-friendly and gender sensitive social and structural environment in the Pesantren milieu.
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan f ()nem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilamban~an dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan h,turuf dan sebagian dilambangkan dengan tanda. Sebagian lainnya dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus.
D~ bawah ini adalah daftar huruf Arab itu dan transliterasinya berdasarl$tn Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidilaln dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988.
ARAB LATIN ARAB LATIN l Tidak ~ 4
dilambangkan y b .b t ~ t .1:a ~ --~ s t '
~ J t G
L 4 u F
t kh J Q J d ~ K
J 4 J L
..) r f' M
.) z 0 N
LJ'I s _, w ,. sy H LJ'I 0
(.).Q $ 'i y
2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. a. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama HurufLatin Nama /
fa th a a a --kasra 1 1 -,,,--
.> qamma u u
b. Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
XVI
3.
Tanda dan huruf '-i· .....
. -
.J .....• ~
Contoh:
Maddah
Nama
fat.Pa danya
Fat\la au dan wau
Gabungan huruf al
~ -kataba Jyt. - haula
Nama
adan i
adanu
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat Nama Hurufdan Nama danhuruf tanda '-i Fat.Pa dan a a dan garis di atas
Alifatau ya
-Kasradan i i dan garis di atas ya
:Qamma -u dan garis di atas J u
dan wau Contoh:
J\! - qala Jffi - qila
4. Ta Marbuthah a. Ta marbu!ah yang hidup atau mendapat harkat fat.pa, kasrah dan damma,
transliterasinya adalah /t/. b. Ta marbu!ah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
. adalah /hi. c. Kalau:pada kata yang terakhir dengan ta marbu!ah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbuthah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh: Jli,b \ti ~jj.) - rau<J.ah al-a!Ial
- rau<J.atul a!Ial
- al-Madinah-al-Munawwarah - al-Madinatul-Munawwarah
xvn
5. Syaddah ~tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tasydid, dalam transliterasi ini tanda syaddah t~rsebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh: \.li . .) Jy
6. Kata san<Jang
-rabbana - nazzala
Kaita sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu JI. Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamruiyah.
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengat!l bunyinya, yaitu /1/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang Hmgsung mengikuti kata sandang itu.
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengat!l aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.
B$k diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sempang.
Contoh: <>.JI o~I
7. Hamzah
- ar-rajulu - as-sayyidatu
Dmyatakan di depan bahwa hamzah ditrasliterasikan dengan apostrof. Namun itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bil~ hamzah itu di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan AI1ab berupa alif.
Contoh: J Js.I
8. PenulisaJjl. Kata
-mna - akala
Pada dasarnya setiap kata, baikfi 'ii, isim maupun harf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim di
xvm
rangkaia..1; maka dalam trasliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga denglfm kata lain yang mengikutinya. Contoh: ,:J.»Jl_, JAlll_,9_,li - Fa aufu al-kaila wa al-mizana
- Fa auful-kaila wal ntlzana · u~ 11 1.......t.l 1 - Ibrahim al-Khalil ~F-Y.•
- Ibrahlmul-Khalll '
9. Huruf~pital M¢skipun dalam sistem tulisan Arab, huruf kapital tidak dikenal,
dalam traPsliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD.
Htµuf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat.
Bila nama itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kap~tal tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. ~I ~'i4 ol.J .lll_, - Via laqad ra'ahu bil ufuq al-mubini
- Wa laqad ra'ahu bilufuqil mubini
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan k$.ta lain sehingga ada huruf atau harkat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh:
~.;-o'JI .Ji - Lillahi al-amrujami'an
XIX
KATA PENGANTAR
R4sa syukur selalu penulis panjatkan ke hadirat Allah yang t~lah
melimpahlqm kasih sayang-Nya, sehingga penulis mampu menyeles~ilcan
penulisM d~sertasi ini, suatu prestasi akademik tertinggi untuk ukuran 'Pergurnan
Tinggi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan disertasi ini penuh
chmgan liku-liku, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, baik
diawal perbiliahan, proses perkuliahan, proses penelitian di lapangan maupun
pada proses penulisan disertasi, suatu perjuangan yang luar biasa penulis h(ldapi,
karena pada proses ini, tidak jarang penulis telah merasa berdosa karena telah
mengabaikan anak yang penulis tunggu-tunggu selama sepuluh tahun untuk
memperoleh sang buah hati. Akan tetapi, semua ini penulis lakukan justru ingin
menunjukkan kepada mereka bahwa seorang perempuan untuk meraih jenjang
yang lebih tinggi dalam suatu karier harus berjuang dua kali lipat dibandingkan
dengan seorang laki-laki berjuang untuk hal yang sama.
Meskipun demikian, penulis sangat beruntung karena di akhir proses ini,
penulis mepdapatkan kesempatan untuk mengadakan uzlah (pengisoliran) ke
Kairo Mesir selama enam bulan, sebuah waktu yang tidak pendek untuk
meninggall~an keluarga dan meninggalkan rutinitas kegiatan di kampus. Pada
masa awal penulis berada di Kairo, terbersit dalam pikiran penulis bahwa rasanya
xx ".:: ...
tidak munglcin untuk meneruskan keberadaan di sana, dan bersikeras untuk
kembali ke 1)anah air dan berkumpul kembali bersama keluarga. Akhimya dengan
kesabaran dari seorang pria pendamping hidup yang telah meyakinkan penulis
bahwa beli*u mampu untuk mendampingi anak-anak di tengah kekangenan
mereka padf ibunya, akhimya penulis membatalkan niat untuk patah semangat
dan kembalil berkonsentrasi pada pekerjaan menulis disertasi.
P~ulis juga beruntung karena telah dipertemukan dengan dua
pembimbing yang dengan lemah lembut serta penuh kesabaran membimbing
penulis, yakni Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, MA. (Promotor I) dan Dr. Partini,
SU. (Promotor II). Oleh karena itu, kepada Prof Dr. Khoiruddin Nasution, MA.
dan Dr Pamni, SU, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
amat tulus. · Karena dengan dukungan serta bimbingan dari kedua beliau ini,
penulis dal!>at maju selangkah demi selangkah. Prof. Khoiruddin selalu
mengingatk:lm penulis akan ketelitian serta konsistensi dalam penulisan disertasi
ini, bahkan 'beliau selalu memberikan semangat penulis untuk selalu teliti dan
menekuni penulisan disertasi ini. Begitu pula Dr. Partini, SU., penulis merasa
berhutang budi kepada beliau karena penulis diberikan motivasi yang luar biasa
untuk bisa lebih giat lagi dan bersemangat dalam menulis, bahkan beliau selalu
menanyakan tentang basil penulisan disertasi ini, untuk itu terima kasih sekali
ibu.
Pep.ulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Amin Abdullah, selaku rektor dan dosen kami yang telah banyak memberikan
insprirasi serta dukungan kepada kami. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula
XXI
kepada Debm Fakultas Tarbiyah Drs. H. Rahrnad Suyud; M.Pd yang telah
rnernberikan dukungan yang luar biasa untuk selesainya disertasi ini, begitu pula
kepada Bapak Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag sebagai dekan baru yang rnernberikan
kesernpatan lkepada penulis untuk rnenyelesaikan disertasi ini secara baik. Begitu
pula kepadalstafFakultas Tarbiyah, saya rnengucapkan banyak terirna kasih.
Uqapan terirna kasih juga disarnpaikan kepada Bapak Direktur Pasca
Sarjana, Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain, yang telah rnernberikan kesernpatan
kepada penulis untuk rnengikuti program S3 ini serta rnernberikan pengarahan
yang sangat efektif bagairnana rnenyelesaikan kuliah dan rnelakukan penelitian
dalarn waktµ yang telah ditentukan oleh pihak pascasarjana. Ucapan terirna kasih
juga disain:paikan kepada asisten direktur serta para staf dan karyawan
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga yang sangat rnernbantu proses penyelesaian
adrninistrasi kuliah penulis di S3 ini.
Kepada pihak Pesantren Al-Munawwir, terima kasih yang tak terhingga
penulis sampaikan kepada KH. Zainal Abidin Munawwir beserta Ibu Nyai Ida
Zainal yang telah rnenerirna penulis rnengadakan penelitian di Pesantren, penulis
diterirna kapan saja penulis datang, bahkan ketika penulis datang sebelurn shalat
subuh karena akan ikut kegiatan shalat shubuh, terirna kasih sekali ibu Ida, begitu
pula karni mengikuti kegiatan KH. Zainal untuk rnengajar di Madrasah Salafiyah,
beliau selalu rnernberikan ternpat kepada penulis agar bisa duduk dan
rnendengarkan apa yang beliau sarnpaikan. Terirna kasih juga dihaturkan kepada
seluruh jaja.ran pirnpinan yang telah rnenerirna penulis dengan tulus, yang telah
rnernberikan kesernpatan kepada penulis untuk rnengadakan penelitian di
xx ii
Pesantren At Munawwir dan begitu pula kepada pimpinan Pesantren Ali Maksum
KR. A. Tabik Ali, Nyai Ida Rufaidah, dan seluruh pemimpin Pesantren yang
dengan ikhl~ menerima penulis dan memberikan kesempatan kepada penulis I
untuk mengi~ti kegiatan-kegiatan pesantren.
Pepulis mendapatkan kesempatan untuk menulis disertasi ini di Kairo : I
Mesir selarna enam bulan mulai September 2006 sarnpai Maret 2007. Untuk itu
penulis me11gucapkan banyak terima kasih kepada Kuasa Usaha Ad Interim
(KUAI) Bapak Muzammil Basyuni yang dengan rarnah menerima kami baik
dalam kead~ formal sebagai kuasa usaha Duta Besar maupun ketika acara yang
tidak forrna~, beliau menyambut karni dengan penuh kehangatan, begitu pula
kepada ibu Dian Muzammil Basyuni.
Uc$,pan terima kasih kepada Bapak ATDIKBUD KBRI Mesir, Bapak
Slarnet Sholeh, sebagai pejabat pendidikan dan kebudayaan Indonesia di Mesir,
beliau banyak membantu terutarna dalarn rangka mempertemukan dan
mengantarkain kami ke dua universitas yang memiliki kerjasama dengan UIN,
yakni Universitas Zaqazik dan Universitas el-Menia. Begitu pula kepada Thu
Slamet Sholeh yang telah banyak menunjukkan penulis akan tempat-tempat dan
perpustakaan penting di Mesir.
Terima kasih puia disampaikan kepada Bapak Mukhlashon, Bapak
Salim sebagai lokal staf ATDIKBUD Mesir yang telah banyak berkorban untuk
merancang j~wal-jadwal karni selama di Mesir dan mengadakan kunjungan ke
berbagai ternpat/perpustakaan dan menguruskan karni untuk perpanjangan izin
tinggal.
XX.Ill
Pehulis juga sangat berhutang budi kepada Prof.· DR. Zainab, dosen
Fakultas S~tra Universitas Zaqaziek, ahli gender dan HAM yang telah setia
berdiskusi engan penulis perihal konsep gender dalam Islam, dan di tengah-
tengah dis si yang hangat beliau sempat melontarkan kata-kata "anti
mutqgawwi ah" (i:lpakah kamu sud'lh menikah) sebuah pertanyaan yang memang
biastt dibedkan Of eh seseorang kepad'l aktivis p~rempuan yang sedang getol
memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan, keP.ada beliau kami . ,.,
menemulqm asa baru dalam penulisan disertasi.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Ibrahim Rifat ahli Tafsir
dan Hadis yang telah menyediakan perpustakaan pribadinya untuk kami datangi
dan kami mintai beberapa masukan terkait dengan kitab-kitab yang tersedia dan
menjadi sumber/ilham yang tidak sedikit bagi disertasi ini. Dedikasi serta
pengabdiatmya serta kesediaannya untuk membantu dan menyediakan seluruh
ruang rumahnya untuk arena perpustakaan menjadi renungan dan harapan
tersendiri bagi penulis untuk bisa mengikuti jejak pengabdian beliau. Untuk
semua bimbingan, arahan serta dukungan beliau, rasanya ucapan terima kasih
tidaklah cukup untuk membalasnya, hanya doa tulus semoga Allah akan
membalas semua hudi baiknya.
Dalam kesempatan ini, penulis juga menyampaikan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan segala dukungan baik
langsung m4tupun tidak langsung selama penulis menjalani studi di SJ UIN Sunan
Kalijaga Y Qgyakarta.
xxiv
Sedara khusus, penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman
PSW (Pusat 1Studi Wanita) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta atas diskusi-diskusi
yang hanga(t dan memberi dorongan yang sangat berarti untuk dapat
menyelesai~ tugas ini secara tepat waktu. i
Ter~ma kasih penulis sampaikan kepada The Ford Foundation Jakarta,
terima kasih ~epada Dr Rosalia Sciortino ketika beliau menjabat Program Officier
yang memb~rikan motivasi yang luar biasa kepada penulis untuk mengikuti
program doUtor sejak awal, begitu pula Dr. Meiwita Budhiharsana, Ph.D yang
telah memberikan dukungan moril dan materiil bagi penulis untuk segera
menyelesaikan disertasi ini.
Rasa bangga, hormat, dan syukur saya haturkan kepada kedua orang tua
Bapak KH. $yafi'i Al Ma'rufi (Alm) dan lbu Nyai Hj. Maimunah Sonhaji yang
telah mendidik serta membesarkan penulis. Beliau memberikan pelajaran yang
sangat berhatga bagi setiap kehidupan penulis. Nasihat serta pitutur beliau selalu
menjadikan i;trah bagi perjalanan hidup penulis.
Terlima kasih pula kepada buah hatiku Tasya Marisya Ayuningtyas dan
Anggun Mei~isya Asriningtyas yang selalu mengerti akan kesulitan ibunya dalam
menyelesai~ disertasi dan menggoda penulis dengan kata-kata yang khas "bu
ngetik sana toh bu, nanti dimarahi gurunya kalau menulisnya tidak selesai lo "
kata-kata itu pula yang memicu penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Begitu
pula kepada Ir. H. Teddy Syamsidi orang yang paling dekat baik secara fisik
maupun psikis, merupakan belahan jiwa yang selalu memberi semangat dan
xxv
nasihat. walaupun terkadang juga sempat bosan menerima nasihatnya, karena
tanpa dorongan serta nasihatnya, rasanya sulit tulisan ini akan terwujud.
Af4himya, hanya kepada Allah segala puji dipanjatkan, dan semoga
tulisan ini at a manfaatnya. Amin.
I I
XXVI
DAFTARISI
HALAMAN JUDUL .............................................................. . HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... n PERN"YATAAN .REKTOR......................................................................... iii DEWAN PENGUJI..................................................................................... iv PENGESAHAN PROMOTOR................................................................... v NOTA DINAS ··•·················· ................................................ Vll
ABSTRAK ......... :........................................................................................ Xll
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................... ...................................... xvi KATA PENGANlrAR ................................................................................ xx DAFTAR ISI .............................................................................................. xxvu DAFTAR TABEL ...................................................................................... xxix
BABI: PENDA~ULUAN A. Latar! Belakang Masalah ... .. ......... ......... .. . ... .. .. . .... ... ... ...... .... 1 B. Permasalahan Penelitian .... ................ ..... ...... ..... .... ...... ...... .... 11 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 12 D. Kajian Pustaka .............................................................. 13 E. Keratjgka Teori .............. ....................................................... 16
1. Te(>ri Pera.n ........................................................................ 16 2. Te9ri Sosialisasi dan Agen Sosialisasi ............................... 18 3. Te(>ri Kekuasaan dan Diskursus Gender ................................. 25 4. Te(>ri Qaf'Yj dan ~annldalam Diskursus Gender.................... 28
F. Metode Penelitian ................................................................... 33 1< Lokasi Penelitian ................................................................. 33 2. Subyek Penelitian ................................................................ 35 3. M~del Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data............... 35 4. Ujl Keabsahan Data............................................................. 37 5. Teknik Analisa Data............................................................ 37
G. Sistel!natika Penulisan ................................................ 39
BAB II: SETING SOSIAL PESANTREN AL-MUNA WWIR DAN PESANTREN ALIMAKSUM A. Sejarah Singkat Pesantren 42
1. P~santren Al Munawwir .............................. ...................... 43 2. Pesantren Ali Maksum ...................................................... 49
B. Karakteristik Pesantren ......................................................... 54 C. Metqde Pengajaran di Pesantren .......................................... 58
1. Mbtode Ceramah .............................................................. 58 2. ~tode Tanya Jawab ....................................................... 63 3. Metode Diskusi ............................................................... 67 4. ~tode Resitasi .............................................................. 69
D. Struktur Sosial Sekolah di Pesantren .................................... 71 E. ldentitas Gender di Pesantren . ... ... ..... . ..... ................ ..... .... .... ..... 80
xxvii
BAB III: AG~N SOSIALISASI GENDER DI PESANTREN A. Kiai ....................................................................................... .
1. Kiai senior ........................................................................ . 2J Kiai Muda ....................................................................... .
B. Ni)•ai ...................................................................................... . 11N . . i ya1 senior ............................................. : ......................... . 2] Nyai Muda ...................................................................... .
C. GUru .................................................................................... . D. T~man Sebaya ..................................................................... .
89 90 95
102 102 109 119 133
BAB IV: PELAKSANAAN SOSIALISASI GENDER DI PESANTREN
A. Peran dan Posisi Kiai/Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren . ... . ... .. .... .. . ...... ..... ... ... ... . .. ...... ...... ...... .... 148
B. Metode Sosialisasi Ajaran Gender di Pesantren ................... 158 1. Metode Penguatan Ajaran Gender Tradisional Secara
Tekstual ............................................................................. 159 2. Metode Sosialisasi Perubahan W acana Gender
'Secara Kontekstual.............................................................. 164 C. Media Kitab Klasik dalam Sosialisasi Gender .... ...... ...... ... . 171
BAB V: KETEGANGAN DALAM PROSES SOSIALISASI GENDER DIPESANTREN A. Dqminasi Normativitas Peran
Gender terhadap Kontekstualisasi Peran Gender .... ...... ...... .... 211 B. Dominasi Strong Model dalam Sosialisasi Gender
di Pesantren . ...... .. . ... ... . . . ... . ........ ...... ...... ....... ..... ............ ...... .. 219 C. Rtelasi Kekuasaan dalam Diskursus Gender di Pesantren........ 226
BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan .... ......................................................... 232 B. Saran/Rekomendasi................................................................... 239
DAFTAR PUSTAKA ... ......... ................................................... 243 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
hviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Santri PP Al- Munawwir Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2005!-2006 ........................................................................... 46
Tabel2 Jumlah Sanµ-i PP Al-Munawwir Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2005i-2006 .......................................................................... 4 7
Tabel 3 Jumlah Santri PP Ali Maksum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 200$-2006 ............................................................................ 51
Tabel 4 Jumlah Santri PP Ali Maksum Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2005:-2006 ............................................................................. 52
Tabel 5 Perbanding$n Karakteristik Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum ............ ................................................................... 57
Tabel 6 Perbandingl!ln Agen Sosialisasi Gender di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pesantren Ali Maksum .................................................... 77
Tabel 7 Perbanding$n Agen Sosialisasi Gender di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pesantren Al-Munawwir................................................... 79
Tabel 8 Perbandingan Perilaku Pertemanan Santri dalam Kelas antara Laki-laki dan Perempuan ................................................................... 138
Tabel 9 Perbandingan Perilaku Pertemanan Santri Satu Kamar antara Laki-laki dan Perempuan .................................................. 143
Tabel 10 Posisi Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender................................. 150
Tabel 11 Posisi Maksimalis dalam Sosialisasi Gender di Pesantren. (Dalam Perbandingan)........................................................................ 151
XXIX
Tabel 12 Perbandingan Posisi Moderat antara Kiai dan Nyai.......................... 152
Tabel 13 Posisi Minimalis dalam Sosialisasi Gender di Pesantren. (Dalam Perbandingan) ........................................................................ 153
Tebel 14 Faktor Penguatan Wacana Gender Tradisional Secara Tekstual......... 168
Tabel 15 Faktor Sosialisasi Perubahan Wacana Gender Tradisional Secara Kon~ekstual... ....... .. .... ... ... . ........ ....... ..... ...... .... ... . . ... .. . ... ........ .. 170
Tabel 16 Konstruksi 'Penyampaian Materi Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum (Dalam Perbandingan).................................................. ................................. 178
Tabel 17 Perbanding~n antara Proses dan Model Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum................................... 226
xxx
BABI
GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN
(Studi tent~ng Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren
Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
A. Latar Belakang
Pesantren memiliki tradisi yang kuat dalam mensosialisasikan nilai-nilai
dan menurunkan pemikiran para pendahulunya dari generasi ke generasi. Para
pemimpin p~santren, yaitu kiai dan nyai, adalah tokoh utama dalam proses ini.
Transmisi ihnu yang dilakukan oleh para kiai dan nyai berlangsung secara
monolog, ntengingat posisi tradisional mereka sebagai pemegang otoritas
keagamaan. 1 Karenanya transmisi keilmuan yang berlangsung di pesantren, lebih
bersifat dogqiatis dan ideologis.
Sejak semula pesantren telah menjadi pusat pembelajaran dan dakwah.
Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren memainkan peran
sangat penting dalam sejarah pendidikan.2 Sebelum sistem pendidikan modern
diperkenalkan oleh Belanda, pesantren adalah satu-satunya sistem pendidikan
yang ada di ]ndonesia. Pesantren juga memainkan peran tidak tergantikan dalam
1 AbdWTahman Wahid, "Martin Van Bruinessen dan Pencariannnya" pengantar pada Martin Van Brµinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tari/cat (Bandung: Mizan, 1995) him. 11-12.
2 Zam~syari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta:LP3ES, 1982), hlm.18.
2
penyebaran I$lam di Indonesia. Pesantren menyediakan media sosialisasi formal
di mana keyakinan, norma, dan nilai-nilai Islam ditransmisikan serta ditanamkan
melalui berb.gai aktivitas pengajaran. Dengan kata lain, pesantren berfungsi pula
sebagai pengembang ajaran Islam dan pemelihara ortodoksi.3
Akibat kuatnya ortodoksi, ideologisasi dan dogmatisme dalam tubuh
pesantren, ajaran agama menjadi sangat normatif, simbolik dan kurang responsif
terhadap perkembangan masyarakat di luamya. Perkembangan wacana
keagamaan kontemporer belum mendapat respon secara produktif, bahkan kerap
kali dicurigai oleh komunitas pesantren sebagai agen yang melemahkan ajaran
Islam. Salalil satu bentuk ideologisasi ajaran agama dalam pesantren adalah
berkembang,.ya fundamentalisme agama yang bersifat lunak, seperti menolak
karya-karya,yang berada di luar komunitasnya. Kecenderungan seperti ini kiranya
akan berl~gsung dalam waktu yang cukup lama hingga pesantren bersedia
membuka dbl terhadap wacana baru tentang pluralisme, hak asasi manusia,dan
lingkungan bidup.
Dengan membuka diri terhadap wacana tersebut, pesantren akan belajar
untuk membuka ruang lebih luas bagi dialog dalam merespon wacana-wacana
keagamaan, dan sosial kemanusiaan. Salah satu wacana yang penting untuk
direspon adalah isu gender. Dalam perkembangan pemikiran Islam dewasa ini
telah terjadi dialog yang tidak mudah antara perspektif gender dengan ajaran
3 Endang Tunnudi, Perselingkuhan [(jai dan Kekuasaan (Y ogyakarta: LKiS, 2004), hlm.37.
3
Islam, terutaltla fikih klasik. Namun, perlu diyakini dalam proses dialog ini
bahwa antara, perspektif gender dengan ajaran Islam dapat terjadi dialog yang
produktif.
Pesan1fren sejak awal tahun 70-an telah menjadi subjek yang luas bagi
penelitian sosial, dan menarik perhatian para, akademisi dari sudut pandang
sejarah, sosiologi, politik, linguistik dan antropologi. Namun, relevansi isu gender
dengan berb~gai aspek kehidupan sosial di pesantren belum mendapat perhatian
yang memaQai dan baru muncul belakangan dalam cakupan yang terbatas.
Penelitian desertasi Zamakhsyari Dhofier pada tahun 1980-an dapat dikatakan
sebagai penelitian komprehensif pertama tentang pesantren. Sebagaimana
diisyaratkan oleh anak judulnya, " .. Studi tentang pandangan hidup Kiai",
perhatian Dhofier sepenuhnya adalah posisi dan peran kiai dalam kehidupan
sosio-religiu$ dan perkembangan pesantren.4
Dalarn naskah asli yang berbahasa lnggris, anak judul penelitiannya
menggambadcan tujuan Dhofier secara lebih spesifik, " ... A Study of the Role of
the Kiai in the Maintenance of the Traditional Ideology of Islam in Java."5
Kiai
nampak seb~ai pemain tunggal didukung sepenuhnya oleh jaringan kekerabatan,
intelektual dati simbolik para kiai yang terjalin lintas pesantren dan lintas generasi
para pimpinannya (yang lebih dikenal dengan istilah gus). Dalam hal ini, nyai
4 Zam:akhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta:LP3ES, 1982), hlm, 21. 5 Zaniakhsyari Dhofier, The Pesantren Tradition: A Study of the Role of the /(jai in the
Maintenance Of the Traditional Ideology of Islam in Java, disertasi PhD. pada the Australian National Univ4J'Sity (Cambera: The Australian National University, 1980).
4
tidak mendafPat tempat bersama hilangnya perhatian pada isu gender dalam
keseluruhan ~tudi Dhofier. i I
Gend~r merupakan atribut yang melekat pada laki-laki dan perempuan
yang dibentjuk secara kultural. Gender mernbedakan struktur setiap aspek
kehidupan s<l>sial manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin. 6 Sebagai konsep '
dalam anali!~is sosial, gender rnengacu pada seperangkat sifat, peran, tanggung
jawab, fung~i, hak dan perilaku yang melekat pada laki-laki dan perernpuan
sebagai b~tukan budaya. 7 Masyarakat rnenciptakan sikap dan perilaku
berdasarkan , jenis kelamin, termasuk rnenentukan apa yang seharusnya
rnernbedakan perernpuan dan laki-laki. Keyakinan tersebut diwariskan secara
turun-ternurun melalui proses sosialjsasi, baik dalam keluarga, rnasyarakat,
lernbaga pendidikan dan agama. Dalam lernbaga-lernbaga yang terakhir itulah
penelitian ini memusatkan perhatiannya.
Gen<ller juga dapat dipahami sebagai konsekuensi yang tirnbul akibat
perbedaan anatomi biologis yang mendorong munculnya aspek-aspek
kebudayaan~ Menurut Showalter, istilah gender rnulai populer di awal tahun 1977,
ketika sekelornpok ferninis London tidak lagi rnemakai isu-isu lama seperti
patriarchal atau sexist tetapi rnenggantinya dengan wacana gender (gender
6 Pe$ela Sue Anderson, A Feminist Philosophy of Religion (Blacwell:Blacwell Publisher, First Publishell, 1998), hlm. 6.
7 Julia Cleves Mosse,Gender dan Pembangunan (terj), (Y ogyakarta: Ritka WCC & PustakaPelaj$1', 1996), hlm.1-7.
5
discourse). 8 Sebelum itu istilah "gender'' sering digunakan secara rancu dengan
istilah "seks'r. Sosiolog lnggris, Ann Oakley, diakui sebagai orang pertama yang
membedakan istilah gender dan seks. 9
Sec8Iia garis besar, teori-teori gender dapat diklasifikasik.an menjadi dua
kelompok. Pertama adalah kelompok teori-teori nature yang mengatakan bahwa
perbedaan peran laki-laki dan perempuan ditentukan oleh faktor biologis.
Anatomi laki-laki, dengan sederet perbedaannya dengan perempuan, menjadi
faktor utama dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin. Laki-laki
menjalankan: peran-peran utama dalam masyarakat karena secara umum dianggap
lebih potensial, lebih kuat, dan lebih produktif.
Organ reproduksi perempuan beserta fungsi yang diasosiasik.an padanya,
seperti hamil, melahirkan, dan menyusui, dianggap membatasi ruang dan gerak
perempuan. ,Batasan ini tidak berlaku bagi laki-laki. Perbedaan inilah yang
melahirk.an pemisahan fungsi dan tangung jawab antara laki-laki dan perempuan.
Termasuk dalam kelompok teori ini adalah teori fungsionalis struktural, teori
sosio-biologis, dan psikoanalisa.
8 Patmu'ki telah menjadi fokus perdebatan dan mengalami berbagai perubahan arti dan imerpretasi. P~triarki selain sebagai kontrol reproduksi biologis dan seksualitas, terutama dalam perkawinan mtjnogami, juga sebagai kontrol terhadap kerja melalui pembagian kerja seksual dan sistim pewari~. Lihat Ratna Saptari & Brigitte Holzner, Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah1pengantar Studi perempuan (Jakarta, Kalyana Mitra, Grafitti, Jakarta, 199700), hlm. 92. Begitl,l pula Muhadjir Darwin yang mengemukakan bahwa idiologi Patriarki merupakan salah satu variasi dari idiologi begemoni yang membenarkan penguasaau suatu kelompok terhadap kelompok 1ain4ya. Dominasi seperti ini terjadi berdasarkan perbedaan jenis kelamin, agama, ras, atau kelas ekpnomi. Lihat Muhadjir Darwin dan Tukiran, Menggugat Budaya Patriarki (Yogyakarta: P)>K UGM-FF,2001), hlm.24. ~ Saptari & Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan So.vial, Sebuah
Pengantar Stu4/ perempuan (Jakarta, Kalyana Mitra, Grafitti, 1997), hlm. 89.
6
Kedua adalah kelompok teori-teori nurture yang melihat bahwa perbedaan
karakter dani peran sosial antara laki-laki dan perempuan lebih ditentukan oleh
faktor sosial•budaya. Perspektif ini menyimpulkan bahwa pembagian kerja antara
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak ditentukan oleh faktor biologis,
melainkan d~konstruksikan oleh budaya, yakni relasi kuasa (power relation) yang
secara turunttemurun dipertahankan oleh laki-laki. Pandangan ini didukung oleh
teori-teori kQnflik dan teori-teori feminis.
Isu gender dalam lingkungan pesantren adalah bagian dari persoalan
gender yang, lebih besar di Indonesia dalam dunia pendidikan dan agama. Salah
satu indikator utama persoalan gender di lingkungan pesantren adalah
kesenjangan:mencolok antara laki-laki dan perempuan. Miskinnya perhatian pada
isu perempuan dibarengi dengan dominannya figur kiai dan ustaz dalam wacana
tentang pesantren menunjukkan rendahnya sensitivitas gender secara lebih luas
dalam studi,.studi awal tentang pesantren. Kondisi ini mengandaikan setidaknya
tiga pandangan. Pertama, bahwa pesantren adalah lembaga sosial yang
diciptakan, dijalankan dan dikembangkan oleh laki-laki dengan kiai dan us~
sebagai kontributor utamanya. Oleh karenanya, kedua, posisi dan peran
perempuan dalam dunia pesantren dianggap tidak penting, subordinatif atau tidak
relevan. Ketiga, pesantren dipandang tidak menghasilkan implikasi-implikasi
sosial-politi~ yang khusus bagi kehidupan perempuan dan merugikan perempuan,
7
maka hal itu dianggap tidak penting bagi kehidupan sosial-keagamaan pada
konteks yang lebih luas.
Subordinasi peran dan posisi perempuan dalam wacana pesantren salah
satunya muncul dalam telaah Martin van Bruineessen. Studi van Bruineessen
meliputi cakupan yang lebih luas mengenai perkembangan tarekat-tarekat Islam
tradisional di Indonesia. Namun, tema pesantren menjadi perhatian utamanya.
Penelitian van Bruineessen tentang hubungan antara perkembangan pesantren dan
tarekat-tarebt Islam di Indonesia didominasi oleh nama-nama ulama laki-laki. Ia
menyebutkab. bahwa dalam kitab-kitab yang diajarkan di pesantren, tidak terdapat
nama pen~g perempuan. la menemukan sebuah kitab karya seorang
perempuan berjudul "Perukunan Jamaluddin". Penulis perempuan tersebut
bemama Fathimah Abdul Wahab Al-Bugisi.10 Namun, di halaman depan kitab
tersebut tertulis nama pengarang laki-laki dimana ia adalah paman penulis
sesungguhnya. Van Bruineessen menduga bahwa identitas penulis sesunguhnya
dengan sengaja disembunyikan dengan anggapan bahwa menulis kitab adalah
pekerjaan laki-laki.
Dalam hal materi ajar, kitab-kitab paling populer yang diajarkan dalam
pesantren, $eperti kitab Uqiidullujiin, 11 mengisyaratkan keberpihakan nyata
10 Martin van Bruineessen , Kitab Kuning, Pesantren dan Tari/cat (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 177-178.
11 Kitab ini adalah karya Muhammad Nawawi bin Umar bin 'Arabi atau yang terkenal dengan nama Syekh Nawawi al Bantani, lahir di Tanara Serang Banten pada tahun 1813M/l230H dan wafat di Makkah pada tahun 1897/1914. Syekh Nawawi dalam kitab tersebut membahas relasi hubungan su$i-istri, dengan memberikan tempat yang belum seimbang antara suami dan istri. Di
8
kepada laki-laki dan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri.
K.itab-kitab klasik ini dikarang oleh para penulis laki-laki dan dilestarikan di
pesantren-pesantren yang pada gilirannya mengasumsikan maskulinisasi
epistemologi pengetahuan agama. 12
Nyai dan terutama sekali kiai adalah tokoh-tokoh sentral di pesantren. Di
samping sebagai pimpinan, mereka adalah guru, teladan dan sumber nasihat bagi
para santri. Mereka memiliki peran yang substansial dalam mensosialisasikan
konsep dan ajaran agama di pesantren. Hubungan antara kiai dan nyai dengan
santri diikat1 dengan emosi keagamaan sedemikian rupa sehingga setiap
pandangan den pendapat kiai dan nyai adalah pegangan bagi para santrinya.
Hubungan ernosional keagamaan inilah yang membuat peran dan fungsi kiai dan
nyai menjadi1 sangat kuat dalam mensosialisasikan nilai-nilai baru terhadap para
santri.
Demildan kuatnya kedudukan kiai hingga Dhofier mempertimbangkannya
sebagai elemen pesantren yang paling csensial. Kiai memegang kekuasaan dan
satu sisi tam~aknya ia akan memberikan tempat yang tinggi kepada perempuan dengan menekankan ~ajiban menggauli istri dengan baik. (makrut). Di sisi yang lain dia menempatkan istri sebagai "bbdak'' milik suami yang dapat diperlakukan sesuai dengan kemauan pemiliknya. Ini tampaknya terj"'1i karena di satu sisi dia mendapatkan inspirasi dari ajaran Islam yang ada dalam al- Qur'an dan di sisi lain ia terkondisikan oleh budaya Timur Tengah yang paternalistik. Kitab Uqiidullqjiin SJl.Ogat populer, khususnya di kalangan pesantren, karena kitab ini dijadikan sebagai kitab rujukan ~i pasangan suami istri.
12 Istilah maskulinisasi epistemologi pengetahuan digunakan oleh Sandra Harding. Lihat Sandra Harding Conclusion: Epistimological Question, Feminst and Methodology; Social science Issue, (Bloomif\gton and Indianapolis: Indiana University Press, 1987), hlm. 181.
9
wewenang mutlak dalam sebuah kerajaan kecil yang disebut pesantren. 13 Struktur
hierarki pesantren beserta tradisi yang menopangnya mensyaratkan ketundukan
dan sikap ~ormat para santri secara mutlak dan berlaku pada aspek-aspek
kehidupan keagamaan, sosial, dan pribadi si santri. Lebih dari itu, ketundukan dan
rasa hormat ini berlaku seumur hidup si santri meski ia telah lulus dari pesantren
atau sang kiaii telah meninggal. 14
Sisi kl.in hierarki tersebut menggambarkan kuatnya pertalian antara kiai
dan para santrinya. Turmudi berpendapat bahwa kuatnya pertalian antara kiai dan
santri dibentuk oleh konsep-konsep supranatural yang secara mendalam mengakar
pada kepercayaan masyarakat Muslim Indonesia, dan Jawa khususnya. Dua
konsep supnmatural yang paling populer adalah barakah dan karamah yang
dipercaya hanya dimiliki oleh sang kiai.15 Kiai dipercaya memiliki kemampuan
melimpahkan kemurahan Tuhan kepada murid-muridnya, baik di dunia maupun di
akhirat. Pelimpahan barakah dari kiai dipercaya akan hilang apabila seorang
murid melupakan ikatan dengan kiainya. 16 Hal ini nampak bahwa status sosial kiai
sangat ditentukan oleh identitas kosmologisnya sebagai manusia adikodrati yang
13 ~akhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta:LP3ES, 1982), him. 55. 14 Zatnakhsyari Dhoti.er, Tramsi Pesantren, hlm. 82. 15 Endang Tunnudi, Struggling for the Umma: Changing Leadership Roles of Kiai in
Jombang, Eas( Java (Canberra: Australian National University Press, 2006) him. 73. Barakah seringkali dihqbungakan dengan karamah. lstilah terakhir ini merujuk pada atribut khusus yang disematkan kepada manusia suci yang dipandang mampu melimpahkan kemurahan Tuhan kepada orang lain Yan$ membutuhkan.
16 Zatjlakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, him. 82.
10
mengemban1 perwujudan ilahi.17 Identitas ini dalam banyak hal berfungsi sebagai
penyedia legitimasi sosial bagi tindakan dan perilaku warga pesantren lainnya.
Dalam setiap kegiatan, semua warga pesantren sangat bergantung pada restu kiai.
Di hadapan • kiai, segala tindakan dan perilaku yang tidak diperkenankan dijaga
supaya ti~ terjadi.18
Isu ¥ender merupakan wacana yang baru bagi dunia pesantren, dalam
perkemban~ya mengundang sikap resisten dan kontroversi karena dipandang
sebagai unsur yang datang dari Barat dan tidak berakar pada tradisi pesantren. Isu
gender masµk dalam komunitas pesantren, diakui atau tidak, didorong oleh
sensitivitas gender yang muncul sebagai sikap kritik atas berbagai bias kultural
dalam tubuh pesantren. Rekonstruksi ini perlu dilakukan dengan
mempertimqangkan sarana-sarana kebudayaan untuk membangun pemaknaan
yang mendulrung kesetaraan antar laki-laki dan perempuan. Proses ini diharapkan
dapat mengeliminasi ketimpangan gender yang saat ini masih teraplikasi dalam
kehidupan sosial. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan agama, merupakan basis
proses rekonstruksi kebudayaan yang bersumber dari pemaknaan teologis atas
realitas sosial aktual. Latar belakang inilah yang mendasari pemilihan lokasi
penelitian di Pesantren Krapyak Y ogyakarta dengan mempertimbangkan
17 Chtunaidi SyariefRomas, Ke/cerasan Kerajaan Surgawi (Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2003) him. 99.; 18
M8$tuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994) him. 66.
11
Pesantren Al·Munawwir sebagai representasi pesantren salaf, dan Pesantren Ali
Maksum sebagai representasi pesantren modem
Penelitian ini memusatkan perhatian pada peran kiai dan nyai dalam
sosialisasi di~kursus gender di lingkungan sosial pesantren. Kata kunci dalam
penelitian ini adalah "peran" dalam kaitannya dengan serangkaian proses
mensosialiSa$ikan gender. Fenomena peran dalam sosialisasi gender meliputi
ucapan verbal, tindakan, dan ekspresi yang dapat bersifat simbolik dari perilaku
kiai dan nyai;dalam lingkungan sosial pesantren.
B. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan
masalah pen¢litian ini sebagai berikut:
l. Siapa saja agen sosialisasi gender di pesantren? Bagaimana peran masing
masit!lg agcn dalam proses sosialisasi gender? Adakah agen yang paling
dominan dalam mensosialisasikan gender di pesantren?
2. Bagaimanakah peran kiai dan nyai dalam mensosialisasikan dan
mempengaruhi cara pandang wacana gender di pesantren? Sejauh
manakah peran antara kiai dan nyai berimbang?
3. Bagaimanakah proses sosialisasi gender di pesantren, berkenaan dengan
materi dan metode?
12
C. Tujuan cJan Kegunaan Penelitian
Mengacu pada masalah penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini
bertujuan sel>agai berikut:
1. Mengkaji agen-agen sosialisasi gender di pesantren dan menganalisis
peTillUlya masing-masing dalam proses sosialisasi gender di pesantren.
2. Memetakan peran kiai dan nyai dalam mensosialisasikan dan
mempengaruhi cara pandang gender di pesantren.
3. Menganalisis proses pendidikan dan pengajaran gender di pesantren.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Berauna sebagai masukan kepada Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren
Ali ,Maksum dalam memperbaiki si~tem pendidikan pesantren yang
berk~setaraan
2. Berguna bagi ilmu pendidikan Islam untuk memperkaya pengembangan
konsep pendid~ Islam dan memasukan perspektif gender di dalam
materi pelajaran dan manajemen pendidikan Islam
3. Berguna untuk memberikan arahan penelitian lanjutan yang lebih mampu
melibat hubungan gender dan kekuasaan di pesantren
13
D. Kajian J>ustaka
Pen~litian tentang pesantren telah banyak dilakukan yang menunjukkan
keragaman ! dari berbagai segi, sebagian besar penelitian berbicara tentang
"Tradisi Pesantren" (Zamakhsyari Dhofier, 1980), ''Nilai-nilai Pendidikan di
Pesantren" (Mastuhu, 1994), "Dinamika Intelektual Pesantren" (Abdurrahman
Mas'ud, 2004), "Kiai dan kekuasaan" (Endang Turmudi, 2007), yang kesemuanya
memandang pesantren dari sudut pandang sejarah, sosiologi, politik dan
antropologi; Namun, relevansi isu gender dengan berbagai aspek kehidupan sosial
di pesantnm belum mendapat perhatian yang memadai dan baru muncul
belakangan 1dalam cakupan yang terbatas.
Perijatian pada isu gender muncul pada studi-·studi pesantren pada periode
berikutnya .. Penting untuk disebutkan di sini adalah sebuah karya Mas'udi dan
van Bruineessen (1993) tentang posisi perempuan dalam kitab kuning. Keduanya
secara kriti$ menganalisa berbagai pandangan, baik yang terungkap maupun yang
tersirat, mtmgenai perempuan yang ada dalam berbagai kitab kuning yang
diajarkan <iii pesantren-pesantren. Keduanya melihat bahwa pandangan kitab
kuning terl\adap perempuan secara garis besar adalah negatif. Hal ini disebabkan
oleh bias kelaki-lakian yang secara mendalam mempengaruhi pola pikir di
dalamnya.
Gender sebagai tema utama dalam studi diJakukan oleh Kusumawati
yang memPahas Kesetaraan gender dalam perspektif Islam di Pesantren Nurul
14
Ummah Kotagede Yogyakarta (2000). Studi ini menemukan perbedaan penafsiran
yang terjadi: antara para kiai pengasuh pesantren di satu sisi dengan para nyai dan
santri di sisi yang lain mengenai konsep Islam terhadap relasi laki-laki dan
perempuan. Kusumawati melihat bahwa perbedaan ini terjadi meski masing
masing pihak berangkat dari dua sumber yang sama, yaitu al-Qur' an dan hadis.
Para kiai pe~gasuh pesantren mendasarkan penjelasan mereka pada teks al-Qur' an
dan hadis, $ementara para nyai lebih mengandalkan interpretasi mereka dengan
mempertim~angkan pengalaman pelaksanaan aktivitas-aktivitas yang dipandang
sebagai tugas-tugas pokok perempuan. Salah satu hasil temuan Kusumawati yang
penting adalah bahwa konsep kesetaraan gender yang diberlakukan di Pesantren
Nurul Ummah justru mengukuhkan pembagian kerja tradisional antara laki-laki
dengan perempuan.
Sebuah studi yang secara khusus memusatkan perhatiannya pada :figur
nyai dalam: pesantren dilakukan oleh Faiqoh. Penelitiannya dilakukan dalam
bentuk studi kasus tentang pengalaman hidup seorang nyai dalam mengelola
sebuah pe$Jltren di Jawa dan mendukung suaminya sebagai pemimpin
pesantren. 191 Penulis menerapkan pembagian kerja tradisional domestik-publik
dalam mengamati peran tokoh yang ditelitinya, dengan penekanan kuat pada
peran ekon~mi dan sosial tokoh bersangkutan. Penelitian faiqoh menyimpulkan
bahwa nyaii memainkan peran yang sangat penting dalam turut menjaga
19 Faiqoh, Nyai Agen Perubahan di Pesantren (Jakarta: Kucica, 2003), him. 272-273.
15
keberlangsm:~gan pesantren sebagai lembaga pendidikan serta menciptakan
inovasi-inov~i dalam praktik pengajaran di dalamnya.20 Pandangan ini
bertentangan: dengan anggapan umum tentang absennya kontribusi perempuan
dalam dinamjka pesantren.
Perb~daan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
bahwa penetitian sebelumnya belum memberi perhatian pada dinamika sosio
kultural dimana konsep-konsep, norma-norma, kepercayaan dan perilaku gender
para pelaku sosial pesantren terbentuk, sating berkontestasi dan berubah. Lebih
dari itu, studi-studi tersebut di atas juga belum menelaah peran kiai dan khususnya
nyai dalam cinamika tersebut. Perhatian khusus terhadap proses sosialisasi gender
adalah salah satu upaya untuk mendekati dinamika tersebut. Perbedaan penelitian
ini dengan · penelitian-penelitian sebelumnya adalah perhatiannya terhadap
dinamika produksi dan reproduski diskursus gender serta penekanannya pada
peran perempuan dalam diskursus gender di lingkungan pesantren.
Pendekatan ini melokalisir pesantren sebagai sebuah lembaga sosial yang
utuh dan lengkap dengan batas-batas geografis, norma-norma sosial, perilaku
khusus para anggotanya, serta ciri-ciri sosial khusus yang membedakannya dari
lembaga sosial yang lain. Karena pesantren merupakan sebuah komunitas sosial
tersendiri di mana kiai, ustaz, santri dan pengurus pesantren hidup bersama.
Dalam kehi<ilupan komunal tersebut, nilai-nilai Islam menjadi landasan beserta
20 Ibid, him. 34 7.
16
norma-norm~ yang pada gilirannya membentuk kebiasaan-kebiasaan tersendiri
yang ekslu$if dan membedakan komunitas pesantren dari masyarakat yang
diluamya. ~elasi sosial yang berlangsung dalam pesantren sedemikian khusus
hingga men~iptakan pesantren seperti sebuah keluarga besar. Dalam keluarga
tersebut, kiai/nyai pemimpin pesantren adalah orang tua pengasuh dibantu oleh
beberapa guru termasuk santri, terlibat aktif dalam kehidupan sosial di pesantren.
Terkait dengan persoalan sosialisasi gender tersebut, penelitian ini
merupakan usaha untuk menjawab beberapa isu yang belum diteliti mengenai
peran kiai dan nyai dalam sosialisasi gender di pesantren. Titik berat akan
diberikan pada posisi dan peran nyai. Keberadaan para nyai memegang peranan
yang, sangat 1penting dalam mensosialisasikan ide-ide kesetaraan gender menurut
Islam apabila mereka memiliki kesempatan dan otoritas yang lebih signifikan.
Diharapkan, • apabila posisi nyai lebih berimbang dengan kiai, maka peluang
terciptanya relasi gender yang seimbang dan non-diskriminatif dalam lingkungan
pesantren a1qm semakin terbuka.
E. Kerangb Teori
1. Teori Pel1ln
Dalam penelitian ini, perspektif peran digunakan sebagai salah satu
bagian kerangka teori untuk memahami tindakan, perilaku dan aktivitas sosial
yang terlibat, baik disadari ataupun tidak, dalam proses pembentukan diskursus
17
gender di lingkungan pesantren. Penelitian ini mengacu pada elaborasi konseptual
terhadap teo.-i, peran yang dilakukan oleh Biddle dan Thomas dalam karya mereka
Role Theory: Concept and Research. Dalam pengertian yang paling luas diterima
di kalangan1 teoretikusnya, peran dipahami sebagai seperangkat preskripsi
mengenai tindakan yang seharusnya dilakukan oleh individu pada posisi
tertentu. 21 Setiap individu dalam masyarakat diasumsikan memiliki posisi sosial.
Peran yang dijalankan individu ditentukan oleh posisi sosial ini. Posisi sosial
seseorang, pada gilirannya, ditentukan oleh sejumlah aspek sosial termasuk
norma-nonna sosial, tuntutan dan tata aturan, peran yang dijalankan orang lain
pada posisi , yang serupa, clan kapasitas serta kepribadian tertentu individu
bersangkuta.n. Peran kemudian dipahami sebagai hasil dari berbagai preskripsi
sosial, perilaku individu lain terhadap pelaku tindakan, dan variasi yang
ditampilkan i individu-individu lain dalam memainkan peran serupa yang
dimunculkan dalam kerangka kerja yang diciptakan oleh faktor-faktor tersebut di
atas.22
Namlilil demikian, ide tentang peran sendiri diterapkan secara berbeda-
beda dalam J!nemahami tindakan dan perilaku individu. Selain sebagai preskripsi,
perspektif p~ran juga digunakan sebagai deskripsi dan evaluasi terhadap tindakan
individu. Se~entara tindakan secara spesifik mengacu pada proses, yang nampak
21 B11lPe J. Biddle dan Edwin J. Thomes, Role Theory: Concept and Research (New York: Jolm Wiley & Sons, Inc, 1966), him. 29.
22 Ibid, him. 4.
18
dan tidak narnpak, dan perilaku individu yang dapat timbul sebagai inisiatifbebas
individu berijadapan dengan perilaku yang diarahkan terhadapnya. Kerangka kerja
teori peran tldak menolak adanya perbedaan di antara individu-individu dalam
memainkan perannya dalam posisi sosial yang sama. Namun, yang ditekankan
adalah determinasi sosial yang mempengaruhi munculnya perbedaan semacam
•tu 23 1 •
Dalarn disertasi ini, perspektif peran digunakan terutama sebagai kerangka
deskriptif da$ evaluatif terhadap tindakan dan perilaku individu kiai dan nyai serta
aktor-aktor s9sialisasi gender lain dalam pesantren. Tindakan dan perilaku mereka
dilukiskan dalam konteks posisi sosiat yang mereka miliki di pesantren, baik
sebagai pemimpin, pembina, dan guru. Posisi ini ditentukan oleh aspek-aspek
sosial termasuk norma, tuntutan, dan tata aturan yang beredar di jaringan dunia
pesantren secara luas. Posisi mereka juga ditentukan oleh peran yang dijalankan
orang lain pada posisi serupa dart kapasitas yang mereka miliki sebagai individu
dalam posisi 1tersebut.
2. Teori Sosialisasi dan Agen Sosialisasi
Perhatian para ahli psikologi perkembangan sebagian besar dicurahkan
pada sosialisasi gender pada masa anak-anak dengan menitikberatkan pengaruh
hubungan antara anak dengan orang tua terhadap identitas beserta perilaku gender
23 Ibid.
19
anak-anak. Sosialisasi diterangkan sebagai proses di mana anak-anak belajar
mengenal iqentitas dan peran gender dalam keluarga dan masyarakat. 24 Sosialisasi
bersifat kornpleks, interaktif dan melibatkan sekurangnya tiga komponen yaitu:
observasi, imitasi dan intemalisasi.25 Anak-anak pada awalnya mengamati
tindakan dan perilaku orang yang lebih dewasa di sekitar mereka, terutama orang
tua terde~. Selanjutnya, mereka mengimitasi tindakan yang teramati tersebut
dan belajar memberi penekanan berbeda terhadap perilaku gender yang dianggap
"pantas" clan ''tidak pantas". Oakley mengkaitkan imitasi dan intemalisasi dengan
identifikasi diri subjek bergender. Ia mengacu pada tendensi untuk mereproduksi
tindakan-tinKiakan, sikap dan tanggapan mental, baik yang terekspresi secara
terbuka-nyata maupun melalui model-model simbolik.26
MesJdpun demikian, kerangka sosialisasi gender juga digunakan untuk
memahami 1proses identifikasi stereotipe gender yang terjadi pada remaja dan
individu y$lg lebih dewasa.27 Sepanjang masa perkembangannya berlanjut,
individu berada di luar ikatan keluarga dan m.emasuki komunitas yang lebih luas
24 C~I Nagy Jacklin, "Female and Male: Issues of Gender", dalam American Psychologist, '1989, Vol. 44. No. 2, blm. 131 dan Robert C. Johnson, "The Black Family and Black Comm~ity Development", dalam Journal of Black Psychology, 1981, Vol. 8, him. 25.
zs A.: Walker, "Conceptual Perspectives on Gender and Family Caregiving''. dalam J. Dwyer, & R. ¢oward (eds.), Gender, Families, !Jnd Elder Care (Newbury Park, CA: SAGE, 1992) him. 35.
26 Ann Oakley, Sex, Gender, and Society (London: Maurice Temple Smith, 1972), him. 179.
27 Dua contoh studi yang menerapkan kerangka sosialisasi gender untulc masa perkembangaq. lebih lanjut adalah: Aziz Talbani dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between T~tion and Modernity: Gender Role Socialization in South Asian Immigrant Culture", dalam JourndJ of Adolescence, 2000, Vol. 23, him. 615-627; dan Carrie Paechter, "Learning Masculinities :and Feminities: Power/Knowledge and Legitimate Peripheral Participation", dalam Women's Studies International Forum, 2003 Vol. 26, No. 6, him. 541-552.
20
di rnana pr<j>ses sosialisasi berlanjut, terutarna dalarn lernbaga pendidikan dan
agarna. Sepkjang periode tersebut, peran-peran gender terintemalisasi sebagai
bagian dari kepribadian dan identitas individu. 28 Sosialisasi di sini secara khusus
berfungsi menyiapkan individu untuk rnernasuki kehidupan dalarn rnasyarakat
yang lebih dewasa.29 Pada tahap ini, sc>sialisasi gender rnenghasilkan sistern
referensi yang lebih tegas rnengenai perilaku-perilaku yang dianjurkan dan yang
dilarang. 30 Perilaku yang dianjurkan adalah perilaku yang didorong dan
diutarnakan oleh rnasyarak.at, sernentara perilaku yang dilarang adalah perilaku
yang diangg~p tabu oleh rnasyarakat.
Dengan kerangka sosialisasi, pesantren dapat dipandang sebagai lembaga
sosial di rnana proses sosialisasi gender pada tahap paska anak-anak berlangsung.
Dalarn proses ini, diedarkan seperangkat wacana dan ide-ide yang rnenyediakan
pengertian bagi santri rnengenai identitas rnereka sebagai laki-laki atau
perernpuan. Lebih dari itu, proses tersebut juga rnemproduksi pesan-pesan,
norma-norm~ tuntutan, tata aturan dan simbol-simbol yang mernbentuk sistern
referensi bagi perilaku santri berdasarkan gender rnereka.
Kiai, nyai, badal, guru dan teman sebaya dipaharni sebagai agen-agen
sosialisasi g¢nder. Agen sosialisasi adalah orang-orang atau kelompok sosial yang
28 Arul Oakley, Sex, Gender, and Society (London: Maurice Temple Smith, 1972) him. 186.
29 Robert C. Johnson, op cit him. 26. 30 Mo.-itgomery, "Gender differences in Patterns of Child-Parent Caregiving
Relationships'\ dalam J. Dwyer, dau R. Coward (Eds.), Gender, Families, and Elder Care, (Newbury Park, CA: SAGE, 1992) him. 65-83.
21
menyediakan atau mengedark:an informasi-informasi kunci mengenai nilai-nilai,
perilaku dan. pesan-pesan gender.31 Pada masa anak-anak, informasi ini
dibutuhk:an $ebagai media imitasi dan identi:fikasi gender mereka. 32 Pada tahap
menuju keqewasaan, infonnasi-informasi merupakan referensi mengenai
bagaimana itidividu belajar menjadi bagian yang absah dari sebuah komunitas dan
berpartisipasi di dalamnya sebagai individu yang mengemban simbol-simbol
feminin atau maskuJin. 33 Dalam konteks pesantren, sosialisasi gender
dimungkinkan oleh peran yang dimainkan oleh kiai, nyai, badal, guru dan teman
sebaya dal3Jlll posisi mereka masing-masing.
Para : agen sosialisasi gender tidak berdiri otonom satu sama lainnya.
Pesan-pesan i gender yang mereka sampaikan juga seringkali tidak konsisten dan
berkontradi~i. 34 Pada saat yang sama, mereka juga mempresentasik:an perbedaan
level kekua$aan. Proses sosialisasi gender, karenanya, dapat dipahami sebagai
sebuah kon¢stasi di mana wacana, ide-ide dan pesan-pesan gender yang berbeda
sating bergesek:an. Salah satu implikasi dari kondisi demikian adalah
dihasilkannya ketidakseimbangan kekuasaan di mana salah satu kelompok lebih
31 Li.titda L. Lindsey, Gender Roles: A Sociological Perspective (New Jersey: Pearson education, Inc,, Upper Saddle River, 2005), him. 61.
32 Susan A. Basow, Gender Streotypes and Roles (California: Pacific Grove, 1992), him. 120.
33 carrie Paechter, "Learning Masculinities and Feminities: Power/Knowledge and Legitimate Peripheral Participation", dalam Women's Studies International Forum, 2003 Vol. 26, No. 6, him. 54;1.
34 Linda L. Lindsey, Gender Role, him. 61.
22
diuntungkan daripada kelompok yang lain.35 Dalam konteks pesantren, fenomena
sosialisasi gender dapat dipahami sebagai arena kontestasi antara para agen
sosialisasi y$11g membawa pesan-pesan dan wacana gender yang berbeda atau
bahkan ber~wanan. Kontestasi ini dapat menciptakan ketidakseimbangan
kekuasaan an'tar anggota masyarakat pesantren.
Berd~kan posisi subjeknya -dalam hal ini santri- sosial.isasi gender
dalam pesantlren dikategorikan dalam dua model, yaitu strong model dan reflexive
model. Pembedaan ini mengikuti kategori yang diciptakan oleh Brittan dan
Myrnard (1964). Pada strong model, para santri dipandang sebagai subjek yang
dapat dibentuk, diproduksi dan ditentukan oleh kekuatan sosial di luarnya dan
kekuatan agen-agen sosialisasi. Dalam konteks ini, santri dipandang sebagai
penerima pa$if dan mengkonfirmasi berbagai kepercayaan sosial yang beredar di
dunia pesan11ren. Sementara reflexive model berlangsung dua proses. Pertama,
subjek dipandang terlibat secara aktif dalam sosialisasi, bukan sekedar penerima
pasif, dan memiliki kapasitas untuk memilih, menginterpretasi, memodifikasi dan
menentukan apakah akan memilih atau menolak pesan-pesan sosial-kultural.
Kedua, sosi~isasi gender berlangsung sebagai sebuah proses negosiasi, bersifat
situasional, tlan mernpunyai makna yang lebih kontekstual.
SesUlllgguhnya bagaimana proses sosialisasi gender berlaugsung telah lama
menjadi tema besar, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan. Sosialisasi
35 Ibid.
23
gender yang1 dialami laki-laki dan perempuan terjadi sejak masa bayi lahir. Proses
ini terjadi melalui pemberian atribut-atribut terhadap bayi yang secara sosial
mengidentif1kasi jenis kelaminnya. 36 Terdapat empat teori besar yang
menjelaskan sosialisasi gender pada masyarakat, atau keluarga, yakni
psychoanaly,tic, social learning, cognitive-developmental dan gender schema. 37
Teori psychoanalytic atau psychoanalytic theory of gender mengemukakan
pengalaman: pada fase kanak-kanak yang krusial. Pengalaman ini mempengaruhi
kepribadian 1dan psikologi anak, sehingga tanpa disadari individu akan melakukan
apa yang pemah mereka alami ketika masih kanak-kanak. Kecenderungan ini
disebut seb~gai uncounscious (perilaku yang tidak disadarinya), dan hal ini
bersifat peonanen. 38 Salah satu pandangan pokok teori ini adalah bahwa anak
perempuan lebih bersifat komunal atau lebih mampu beradaptasi dan lebih mudah
bersosialisasi dengan masyarakat. Sementara anak laki-Iaki lebih bersifat agentic,
individual, dan acuh tak acuh terhadap lingkungan. Anak-anak juga
mengidentifikasi persamaan seks. Bila anak Iaki-laki mengidentifikasi pada ayah,
maka anak perempuan mengidentifikasikan dirinya kepada ibu.
Teoti social learning memberi tekanan pada kemampuan belajar anak
anak terhadap lingkungan di sekitarnya, khususnya keluarga. 39 Dalam teori ini,
36 Yoyce McCarl Nielsen, Sex and Gender in Society, Perspectives on Stratification (Universw of Colorado, Wafeland Press Inc. 1990), him. 169.
3 Susan A. Basow, Gender Streotypes and Roles (California: Pacific Grove, 1992), him. 118-126 dan Linda L. Lindsey, Gender Roles, him. 56-59.
38 S4San A Basow, Gender Streotypes and Roles, him. 110-111. 39 SUSa.n A Basow, Susan A. Basow, Ibid, him. 112
24
lingkungan !merupakan aspek yang sangat penting dalam mengembangkan
identitas dan perilaku gender pada anak-anak. Mereka belajar memainkan peran
yang dibawanya melalui perlakuan, penghargaan, dan hukuman yang diterima
secara berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan teori ini,
ditekankan bahwa perkembangan gender anak-anak dan remaja muncul sebagai
hasil pengamatan dan imitasi terhadap perilaku gender orang lain, seperti orang
tua, orang dewasa lain, teman sebaya, lingkungan sekitar dan media massa. Anak
anak memiliki kemampuan untulc secara bebas memilih model-model yang
memperlihatkan perilaku maskulin dan feminin. Orang tua sering menggunakan
hadiah (rewards) dan hukuman (punishment) untuk mengajarkan anak perempuan
menjadi femJ!iin dan anak laki-laki menjadi maskulin. 40
Sedangkan pandangan utama teori cognitive-development adalah bahwa
remaja membentulc dunia gender mereka sendiri secara aktif. Bentuk gender anak
anak muncul setelah mereka mengembangkan suatu konsep tentang gender pada
saat mereka, memahami diri mereka secara konsisten sebagai laki-laki atau
perempuan. Berdasar teori Kohlberg, anak laki-laki, misalnya, akan menjadi laki
laki tanpa peduli apakah ia mengenakan pakaian-pakaian yang menunjukkan
identitas gender perempuan atau sebaliknya.
Pend~katan keempat, gender schema, dianggap lebih maju dan
menjanjikanldari pada ketiga pendekatan sebelumnya. Teori ini mendasarkan pada
40 Ibid.
25
kemampuan · anak-anak dalam menyusun skema dalam pemikiran yang berguna
untuk memahami dunia di luar mereka, menginterpretasi, serta mengolah
informasi-informasi baru yang mereka terima.41 Teori ini mengasumsikan bahwa
identitas gender anak-anak diciptakan terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh
perkemban~ skema secara lebih kompleks dan lebih khusus pada komunitas di
mana anak berkembang. Pada masyarakat yang perbedaan gender sangat rigid,
anak-anak tnengembangkan skema gender secara lebih kompleks dan rigid
mengikuti informasi yang mereka terima dari kultur bersangkutan. 42
3. Teori Kekuasaan dan Diskursus Gender
Penelitian ini juga akan menganalisa sosialisasi gender dalam kaitannya
dengan perwujudan kekuasaan dalam lingkungan pesantren. Pendekatan ini
merujuk pada pandangau-pandangan Michel Foucault mengenai kaitan kekuasaan
dan pengetahuan. Proses sosialisasi gender dalam lembaga agama melibatkan
kekuasaan tnelalui sejumlah aspek, sebagai berikut; mencakup pendisiplinan
tindakan dan perilaku menurut sistem nilai tertentu;43 menuntut pengakuan dan
penerimaan atas otoritas, nilai-nilai, ritus, simbol dan supremasi kebenaran
41 Linda L. Lindsey, Gender Roles. him. 59. 42 Ibid. 43 Rosenthal, D. A. dan Feldman, S. S., "The Acculturation of Chinese Immigrants:
Effects on Faniily Functioning of Length of Residence in Two Cultural Contexts", dalam Journal o/Genetic P~chology, 1990, Vol. 4, him. 495-514.
26
budaya tertcimtu;44
melibatkan kontrol budaya,45 serta pelembagaan norma melalui
simbolisasi 1figur-figur dan model-model kepercayaan tertentu.46 Lebih dari itu,
sosialisasi gender dapat dipandang sebagai salah satu strategi dan mekanisme
yang dijalartkan masyarakat dan komunitas untuk mempertahankan kekuasaan.47
Sosialisasi gender mengedarkan pesan-pesan, wacana, nilai-nilai, norma-
norma, kep¢rcayaan dan model-model yang merepresentasikan kontruksi gender
tertentu. Unsur-unsur tersebut termasuk dalam apa yang disebut Foucault dengan
diskursus (discourse). Menurut Foucault, dalam diskursus inilah pengetahuan
berpadu dengan kekuasaan.48 Hal itu dapat dikatakan bahwa setiap ide, ajaran,
pesan dan pengertian tentang laki-laki dan perempuan dalam masyarakat selalu
mengandung perwujudan kekuasaan. Semua pengetahuan adalah konsekuensi dari
hadimya rezim kekuasaan tertentu. Pada saat yang sama, kekuasaan beroperasi
dengan teru$-menerus menciptakan pengetahuan. Seperti dikatakan Foucault:
"Kekuasaan beroperasi terus-menerus menciptakan pengetahuan dan begitu jugjl sebaliknya, pengetahuan mengasumsikan ::oebentuk implikasi dari ke~asaan. ..Pengetahuan dan kckuasaan terintegrasi satu sama lainnya dan tiW!k ada momen dalam suatu periode waktu di mana pengetahuan akan lepas daii ketergantungannya akan kekuasaan•.49
44 AZiz Talbani dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between Tradition and
Modernity: G~nder role socializ.ation in South Asian immigrant culture", dalam Journal of Adolescence, 2000, Vol. 23, him. 616.
45 Jbi4. 46
Hitst, J.S. and Thomas L. "Introduction: Playing for Real: Hindu Role Models, Religion and Qender", dalam Hirst, J.S. and Thomas L.(ed), Playing/or Real: Hindu Role Models, Religion and Oender, (Oxford: Oxford University Press, 2004), him. 2-3.
47 ruiiz Talbani dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between Tradition and
Modemi7s: Gender role socialization in South Asian immigrant culture'', him. 616 8
Michel Foucault, The History of Sexuality: An Introduction, terj. R. Hurley. (HarmondswoJlfh: Penguin, 1978), him. 100.
49 Michel Foucault, Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings, 1972-
1977, C. Gord• (ed.) {Bringhton: Harvester, 1980) him. 52.
27
Ke~asaan memungkinkan bentuk-bentuk pengetahuan untuk membentuk
realitas sos.al yang mereka gambarkan dan analisis. Kekuasaan clan pengetahuan
berimplikasi secara langsung satu sama lainnya. Hubungan kekuasaan antar
pelaku sosial selalu membentuk sebuah arena pengetahuan.50 Demikian pula tidak
ada penget~uan, " .. yang tidak secara bersamaan mengandaikan dan membentuk
relasi kekuasaan."51
Bagi Foucault, semua diskursus memiliki fungsi ideologis. Produksi
pengetah~ selalu berjalin dengan rejim kekuasaan historis tertentu yang bersifat
spesifik, kc¢enanya setiap masyarakat menjalankan sistem kebenarannya sendiri
yang memi•iki fungsi regulasi dan normalisasi. 52 Analisis terhadap diskursus
kekuasaan bukan ditujukan pada validitas atau nilai kebenaran, melainkan pada
bagaimana . sebuah diskursus beroperasi dalam kaitannya dengan struktur
kekuasaan dalam sebuah institusi sosial.53 Seperti dinyatakan Foucault,
" .. ~alahnya bukan menyusun garis pembeda antara diskursus yang termasuk dal~ kategori ilmiah atau benar dan diskursus yang termasuk dalam kategori lain, tetapi melihat bagaimana efek historis dari kebenaran yang diproduksi dalam sebwUi diskursus yang pada dirinya sendiri tidak benar atau tidak salah. " 54
so Michel Foucault, Discipline and Punish: the Birth of the Prison (Harmondsworth: Peregrine, 1977) hlm. 27.
SI Ibid. 52 ~is McNay, Foucault and Feminism: Power, Gender and the Self (Boston:
Northeeastem!University Press, 1992) him. 25. S3 Ibid.
S4 Michel Foucault, Power/Knowledge (Bringhton: Harvester, 1980) hlm. 118.
28
Data.pi perspektif feminis, makna "efek historis" dari kebenaran dipahami
sebagai ko~ekuensi negatif dari produksi diskursus gender yang mapan bagi
kehidupan ~rempuan.
Merujuk pada kerangka teori Foucault tersebut, penelitian ini akan
memandang1 proses sosialisasi gender di pesantren sebagai proses produksi dan
reproduksi diskursus gender yang mengandaikan perwujudan relasi kekuasaan
tertentu di antara peran-perannya. Dominasi diskursus gender tertentu dalam
pesantren akan dianalisis sebagai perwujudan dari relasi kekuasaan tertentu di
mana salah $a.tu kelompok agen lebih dominan terhadap kekompok agen lainnya.
Pada saat yang sama, struktur kekuasaan dalam pesantren digunakan sebagai
penjelasan tentang produksi diskursus gender tertentu yang dominan dalam
pesantren. Diskursus ini pada gilirannya memiliki fungsi regulasi dan normalisasi
atas segala • tindakan, perilaku dan relasi gender di antara anggota komunitas
pesantren.
4. Teori Q4f'f dan 4arml dalam Diskursus Gender
Bagian penting lain dalam kerangka teori yang diterapkan dalam
penelitian m.i adalah perspektif gender dalam Islam. Perspektif ini berguna untuk
memetakan :muatan ide dan pesan-pesan gender yang terkandung dalam diskursus
gender yang tengah berkontestasi di pesantren. Sejumlah pemikir Islam telah
menempuh •upaya-upaya untuk mengintegrasikan tuntutan kesetaraan gender ke
29
dalam ajal'$1 Islam. Upaya-upaya ini menghasilkan beberapa teori yang memberi
tekanan pa,da pemenuhan HAM dan kesetaraan gender. Di antara teori-teori
tersebut ak$n diterapkan di sini sebagai kerangka analisis.
Dal$m memahami perspektif Islam dalam isu perempuan dan gender,
terdapat dotongan kuat untuk memusatkan perhatian pada: pesan-pesan universal
kemanusiaan dalam Islam;55 semangat moral Islam yang menopang kesetaraan;56
prinsip hukum yang substansial dalam al-Qur'an dan hadis;57 pandangan
pandangan etika al-Qur'an;58 dan watak dasar humanistik dan progresif Islam.59
Dalam tema-tema penting kandungan al-Qur' an, misalnya tentang asal usul
kejadian manusia, etika religius, dan hukum keluarga Islam, terdapat semangat
dasar yang mendorong kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. 60 Ajaran-ajaran
Islam juga mengandung prinsip-prinsip keadilan yang secara tegas menopang
standart uni~ersal hak-hak asasi manusia.61
Salah satu kerangka teori yang berada dalam haluan ini adalah konsep
pembedaan 1 qaf'f dan -?annJ. Qaf'f, menurut Abdullahi an-Nairn, adalah aturan
ss ~am hat ini misalnya Abdullahi Ahmed An-Na'im, Dekonstruksi Syariah (Yogyakarta: LK.iS,1994), him. 338.
56 Mi$alnya Nazaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur'an, Cet. I
(Jakarta: Par&.qtadina, 1999). s
7 Mi~alnya Masdar F. Mas'udi, Islam and Hak-Hak Reproduksi Perempuan (Bandung: Mi7.an, 1997), :blm.25
ss Misalnya Khaled Abou-El Fadl, "Faith-Based Assumptions and Determination Demeaning tq Women", dalam R. Hidayat, S. Schlossberg, dan A;H. Rambadeta (eds.) Islam, Women and the New World Order, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga, 2006) him. 2-16.
s9
Mi$alnya Asghar Ali Engineer, The Rights of Women in Islam (New York: St.Matrin's Press, 1996), ll.lm. 12.
60 N~ddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur'an. him. 67. 61
Abdullahi Ahmed An-Na'im, Dekonstruksi Syariah. him. 338.
30
yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis yang menuangkan prinsip-prisip
universal dan hakiki, seperti prinsip kesetaraan, toleransi, non-diskriminatif dan
menjunjung! tinggi hak-hak asasi manusia.62 Dalam kaitannya dengan hukum
Islam, qaf'I juga bisa dipahami sebagai hukum-hukum yang substansial.63
Pertimbanpn-pertimbangan hukum substansial adalah prinsip-prinsip hukum
dalam al-Qur' an yang mengajarkan kesetaraan, keadilan dan keseimbangan dalam
relasi gender.
Sedangkan ~annJ adalah berbagai aturan yang terkandung dalam al
Qur'in dan hadis yang bersifat spesifik, parsial, dan temporal.64 Masdar F.
Mas'udi m~mahami ~annJ sebagai aturan-aturan hukum yang parsial, Hal itu
dimaksudka!D sebagai hukum yang mengatur relasi laki-laki dan perempuan dalam
konteks masyarakat secara spesifik dan operasional. Terdapat kesepakatan yang
luas di kalangan peneliti hukum Islam bahwa penekanan yang berlebihan pada
~annJ yang1selama ini terjadi pada tradisi hukum positiflslam telah menghasilkan
diskriminasi perempuan dan menciptakan ketimpangan gender dalam masyarakat
Islam.
Dalam penelitian ini, konsep pembedaan qaf 'T dan ~ dapat digunakan
untuk menganalisa kecenderungan pesan-pesan gender yang terkandung dalam
diskursus g@ndet di pesantren yang disosialisasikan oleh agen-agen yang berbeda.
62 ibid 63 ~dar F. Mas'udi, Islam and HaJc..Hak Reproduksi Perempuant, hlm.29 64 Abdullah Ahmed An-Na'im, Dekonstruksi Syariah, him 338
31
Diskursus gender di pesantren yang berbeda akan memberikan penekanan yang
berbeda tedt.adap aspek-aspek moral universal dan aspek-aspek hukum spesifik
dan temporal dalam ajaran-ajaran gender yang diedarkan.
Teori lain yang bertolak dari penekanan pada aspek-aspek ajaran
kemanusia$ universal dalam Islam dikemukakan oleh Asghar Ali Engineer.
Menurutny$, untuk memahami ajaran relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam
perlu dibed- antara aspek-aspek ajaran yang bersifat normatif dengan aspek-
aspek ajaran yang bersifat kontekstual-historis. Aspek-aspek pertama bersifat
pasti dan universal, sedangkan aspek-aspek kedua bersifat historis dan secara
spesifik dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang ada
pada masanya. Menurut Engineer, setiap ajaran agama harus dipahami menurut
konteks kultural dan semangat transendental normatifuya, apakah sebuah ayat al
Qur'an misalnya terkait dengan konteks historis atau normatif.65 Al-Qur'an tidak
hanya meniandung muatan-muatan hukum saja, akan tetapi juga prinsip-prinsip
yang mendasar dari sebuah ajaran agama, antara lain watak dasar agama yang
cenderung humanistik dan progresif serta menjunjung hak asasi manusia.
Unruk keperluan penelitian ini, teori Engineer dapat digunakan untuk
menganalis$. muatan pesan-pesan gender yang beredar dalam proses sosialisasi
gender yan$ berlangsung di pesantren. Teori ini diterapkan untuk melihat aspek
aspek kontekstualitas dan normativitas ajaran Islam yang mendapat tekanan dalam
65 Asghar Ali Engineer, The Right of Women in Islam (St. Martin's Press, New York.
1992), him. IS.
32
dikursus gender di pesantren clan melihat pesan-pesan gender yang diartikulasikan
oleh para agetl sosialisasi.
Dengan kerangka teori sebagaimana dirangkum di atas, maka struktur
analisis dalatn penelitian desertasi ini dapat digambarkan dengan kerangka
konseptual yang bisa digarnbarkan dengan bagan berikut:
PESANTREN sebagai Lembaga Sosial
Agen Sosialialisasi
NYAI KIAi
PERAN
Badal Guru
:·······················,, Relasi i Santri i·········· kekuasaan -pengetahuan . . . . ......................... !---·---, i Wacana ! i i ! Pesan l ! Ajaran j
l Nilai l Diskursus Gender i Norma i ·············· I I '--~~~~~~~--j Aturan i i ; ! Model l L----···...,....J
Bagan di atas menggarnbarkan proses sosialisasi gender yang berlangsung
dalarn pesantren. Pesantren dipandang sebagai sebuah lembaga sosial
33
dengan ciri-ciri yang khusus. Dalam proses sosialisasi tersebut, masing-masing
agen sosialisasi memainkan perannya berdasar konteks posisi sosial mereka
ma.sing-masing. Penekanan diberikan pada peran kiai dan nyai. Proses sosialisasi
tersebut m~libatkan distribusi pengetahuan dan kekuasaan antara para anggota
lingkungan pesantren dalam waktu yang bersamaan. Sosialisasi memproduksi dan
mereproduksi diskursus gender dalam pesantren. Diskursus tersebut mencakup
berbagai elemen temasuk nilai-nilai, nonna-nonna, ajaran, model atau contoh
perilaku, att,lran serta pesan-pesan gender lainnya. Diskursus seringkali bersifat
inkonsisten,, akhimya tidak ada diskursus tunggal melainkan terdapat beberapa
diskurus berbeda yang saling berkontestasi.
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PP Al-Munawwir dan PP Ali Maksum.
Keduanya terletak di Dusun Krapyak, Y ogyakarta, dan dipilih berdasarkan aspek
kedekatannya tersebut. Di awal berdirinya, kedua pesantren berada dalam
lembaga Al-Munawwir. Perkembangan yang sangat pesat mengharuskan
pesantren ini dibagi menjadi dua dengan bidang garapan dan konsentrasi masing
masing. Pe$antren Al-Munawwir lebih kepada lembaga pendidikan sala.fi
(tradisional), sementara Pesantren Ali Makshum lebih kepada pendidikan khalafi
(modem).
34
PP Al-Munawwir mempunyai tiga betas kompleks dengan masing
masing dipini.pin oleh seorang kiai dan nyai. Disebut kompleks karena berada
dalam satu · kawasan dan bersebelahan dengan rumah kiai yang memimpin
kompleks b~rsangkutan. Jarak antara satu kompleks dengan yang lain berkisar
beberapa ra,tus meter. Tujuan pendidikan di Pesantren Al-Munawwir lebih
ditekankan kepada kemampuan membaca dan pendalaman ilmu al-Qur' an. PP Al
Munawwir mempunyai tiga lembaga pendidikan: I) Madrasah Huff adz, yang
mengkhususkan santrinya menekuni al-Qur'an, 2) Madrasah Salafiyah, yang
menitikberatkan pada materi-materi keislaman yang salafi, tanpa materi
pendidikan umum, 3) Al Ma'had Al-Aly, yang merupakan lembaga pendidikan
paling tinggi.
Pesantren Ali Maksum mempunyai tujuh kompleks. Berdasarkan
manajemen lembaga pendidikannya, pesantren ini tergolong modem dan
menerapkan: sistem persekolahan yang klasikal. Dengan sistem evaluasi yang
sudah map~, lembaga pendidikan di bawahnya mengikuti kurikulum nasional di
bawah Departemen Agama dengan status Disamakan. Lembaga tersebut adalah:
1) Madrasal!t Tsanawiyah (setingkat SMP) untuk santri putra dan putri; 2)
Madrasah Aliyah (setingkat SMA), 3) Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa.
Dusun .Krapyak termasuk dalam Kecamatan Panggungharjo dan dikenal
dengan posisinya yang strategis, hanya 3,5 km dari kota kecamatan dan 3,5 km
dengan kota:kabupaten, serta 3 km dengan kota provinsi. Dusun Krapyak dikenal
35
sebagai dae.rrah santri yang kaya akan sumber daya manusia, terutama di bidang
keagamaan. iDaerah pesantren ini juga bisa ditempuh dengan jalur bus kota yang
bisa mengh1'bungkan berbagai pusat pendidikan dan perbelanjaan di Y ogyakarta.
2. Subjek P~nelitian
Suli>jek penelitian ini adalah para kiai dan nyai yang memegang
pesantren clan terlibat dalam pengelolaan pesantren, badal kiai dan nyai yang
menjadi asi~n dengan memberikan pengajaran di pesantren/madrasah serta
berdomisili <Iii pesantren. Adapun jumlah keseluruhan subyek penelitian adalah 46
orang. Deng~ perincian, 18 orang perempuan dan 28 orang laki-laki. Kelompok
ini dipilih berdasarkan tingkat sosialisasinya masing-masing sesuai dengan data
yang dibutuhkan.
3. Model Peaelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan dukungan data
kualitatif dan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam,
observasi laµgsung, Focus Group Discussion (FGD), dan dokumentasi. Data
kuantitatif juga diperoleh dari sejumlah penelitian sebelumnya dengan tema
terkait yang1 menyediakan data-data empiris berkenaan dengan gender dalam
dunia pesantren. Data kuantitatif akan diolah untuk menghasilkan keterpilahan
36
dan rasio s111bjek penelitian, daiam hal ini pimpinan pesantren, guru, dan santri,
berdasar petbedaan jenis kelamin.
Menurut Reinharz, penelitian yang berkosentrasi pada isu gender
memerlukan metode wawancara mendalam.66 Di sini Reinharz menunjuk pada
strategi untuk mendorong keterlibatan aktiv responden dalam pembicaraan
mengenai t~ma penelitian. Diharapkan dengan model ini subjek penelitian mampu
mengungkap pandangan dan perspektif mereka sebanyak-banyaknya daJam
bahasa mereka sendiri. Wawancara mendalam terutama dilakukan terbadap kiai
dan nyai serta badal untuk mengungkap persepsi dan respon mereka tentang
wacana g$1der di pesantren dan peran yang mereka mainkan dalam
mensosialis~ikan gender terhadap santri. Wawancara juga dilakukan terhadap
guru madra$ah.
Sem~tara obeservasi diterapkan untuk memaksimalkan kemampuan
peneliti darl segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan
dan sebagainya. Observasi juga memberikan kesadaran dari peneliti maupun yang
diteliti tentang kondisi yang sedang diamati.67 FGD diterapkan untuk
mendapatkan informasi dari subjek penelitian secara lebih dialogis melalui umpan
balik antar :Subjek penelitian. FGD merupakan sarana untuk rekonfirmasi data
yang telah diperoleh. FGD dilakukan ketika penulis diundang sebagai pembicara
66 ShWamit Reinharz, Metode-metode Feminis dalam Penelitian Sosial, (terj. Lisabona
Rahman), (Jaiqlrta: WRI, 2005), him. 21. 67
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Roesdakarya, 1998), him. 126.
37
dalam sebuah seminar tentang "Perempuan dan Tantangan Pesantren." Kegiatan
ini dilak:uka.Q. dengan cara menarik pendapat para peserta melalui pertanyaan dan
meminta mereka untuk berdiskusi tentang isu-isu tertentu terkait tema utama
seminar.
4. Uji Keal>sahan Data
Uji keabsahan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dilak:ukan
dengan teknik trianggulasi terhadap sumber data maupun teknik pengumpulan
data. Terdapat empat teknik trianggulasi sebagai metode pemeriksa yang
memanfaatlqm pengguna sumber, metode, penyidik dan teori.68 Dalam penelitian
ini dipilih jenis trianggulasi dengan sumber dan teori. lni dilakukan dengan
beberapa pr~sedur, yaitu: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data
basil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan subjek penelitian di
forum publi~ dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3) mengkonfirmasi basil
wawancara dari antara satu subjek dengan subjek lainnya; dan 4) membandingkan
basil wawaneara dengan laporan dokumen-dokumen yang berkaitan.
5. Teknik Analisa Data
Analisis gender diterapkan sebagai pendekatan analisis terbadap data hasil
penelitian ini. Analisis ini diterapkan terhadap sejumlah aspek berikut: a) profil
68 lbili, hlm.178.
38
kegiatan dan peran para subjek penelitian, khususnya kiai, nyai dan badal dalam
proses pen(i!idikan dan pengajaran di pesantren; b) akses terhadap penentuan
kebijakan di pesantren; c) kontrol terhadap sumber-sumber yang tersedia dalam
pesantren; dan d) faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kegiatan, akses dan
kontrol terhadap lembaga pesantren.
Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam melukiskan
apa yang ada pada alam berpikir informan. Pengalaman atau pendapat pribadi
tidak secara. langsung tercermln dalam bahasa (cerita). Sebelum diungkapkan,
aspek-aspe~ tersebut mengalami penyaringan refleksi dan ingatan yang selektit69
sehingga subjektivitas dalam menginterpretasi baik oleh subjek penelitian maupun
oleh peneliti harus dianggap sebagai bagian dari proses interpretasi itu sendiri.
Metode observasi berfungsi mempertajam interpretasi terhadap masalah-masalah
yang ditelili karena konstruksi realitas oleh subjektivitas berpotensi untuk
dipahami secara berbeda oleh laki-laki dan perempuan.
Data basil analisis kemudian disajikan dengan cara yang sederhana dan
terstruktur dengan maksud supaya mudah dipahami. Pada bagian akhir desertasi
ini, sejumlah pokok kesimpulan ditarik berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
atas data. Jrokok-pokok kesimpulan ini merupakan temuan-temuan utama yang
diperoleh dalam pelaksanaan penelitian ini sebagai upaya untuk menjawab
69 R.;µna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah Pengantar Studi perempuan, (Jakarta: Kalyana Mitra, Grafitti, 1997), him. 465.
39
pertanyaan penelitian yang diajukan. Penarikan kesimpulan dilakukan setelah
memverifikasi data selama penelitian berlangsung. Reduksi data, penyajian data
dan penari~ kesimpulan merupakan langkah-langkah yang saling terkait dan
dikerjakan Secara berkesinambungan.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini membahas tentang gender dalam lingkungan sosial pesantren
(Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al
Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Y ogyakarta). Agar pembahasan
dapat dilakukan secara sistematis dan terarah, ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah pertama. Setelah mengemukakan pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan
pustaka, k~gka teori dan metodologi yang digunakan, langkah berikutnya
yang dikemukakan adalah teori peran, sosialisasi dan agen sosialisasi. Pada
langkah ini dikemukakan pula hubungan antara kekuasaan dan diskursus gender
yang sating mempengaruhi serta perspektif gender dalam Islam.
Langkah kedua yang diambil adalah mengemukakan tentang setting
sosial pesaJlltren, yang meliputi sejarah, karekteristik, metode pengajaran,
struktur sos!al clan identitas gender di pesantren. Setting sosial pesantren penting
40
untuk mem~erikan gambaran bagaimana dinamika, struktur dan kultur pesantren
berjalan dan 1dinamisasi kehidupan pesantren tergambarkan.
Langkah ketiga menganalisis agen sosialisasi gender di pesantren yang
berperan pepting dalam sosialisasi gender di pesantren. Ada empat komponen
agen dalam sosialisasi, yang meliputi kiai senior dan kiai muda, nyai senior dan
nyai muda, ,guru serta teman sebaya. Penjelasan ini sangat penting untuk melihat
peran masing-masing agen serta siapa yang paling dominan dalam
mensosialisasikan gender di pesantren, serta implikasinya pada materi sosialisasi
gender di pe$antren.
Langkah keempat, secara lehih detail mengkritisi pelaksanaan
sosialisasi gender di pesantren dengan cara melihat peran dan posisi kiai dan nyai
dalam sosialisasi gender, begitu pula dengan metode yang dipakai serta media
kitab klasik yang dipakai dalam sosialisasi gender.
Langkah kelima menganalisis ketegangan dalam proses sosialisasi
dengan cara melihat bagaimana dominasi normativitas peran gender terhadap
kontekstualiaasi peran gender, serta penggunaan kekuasaan dalam
mensosialisasikan gender. Secara lebih detail dibahas tiga isu penting yang sangat
berguna untttk memahami proses dan konteks sosialisasi gender di Pesantren Al
Munawwir dan Pesantren Ali Maksum. Ketiga isu tersebut adalah berlangsungnya
proses sosiailisasi gender, model sosialisasi gender yang dominan, dan hubungan
kekuasaan dalam sosialisasi gender di kedua pesantren. Ketiga isu tersebut akan
41
didiskusikan menurut tiga kerangka teori yang berbeda, masing-masing adalah:
normativitas dan kontekstualitas isu gender, strong model versus reflexive model
dalam sosialisasi gender, dan teori diskursus dan kekuasaan Michel Foucault.
I,.angkah keenam merumuskan berbagai kesimpulan sebagai basil
pembaha5$11 dari pembahasan sebelumnya dalam bentuk pemyataan-pernyataan
yang sekaligus menjawab permasalahan-pertanyaan yang diangkat dalam tulisan
ini.
A. Kesimpulan
BAB VI
PENUTUP
Bendasarkan analisa di muka tentang sosialisasi gender di Pesantren
Al-Munawrwir dan Pesantren Ali Maksum, dapat disimpulkan sehagai herikut:
1. Berkai"$1 dengan peran kiai dan nyai dalam mensosialisasikan dan
mempengaruhi cara pandang tentang gender di pesantren, maka ditarik
lima kesimpulan pokok sehagai herikut:
Pertama, kiai dan nyai secara garis besar memainkan peran yang
sangiit hesar dalam diskursus gender di lingkungan pesantren dan
merrtpengaruhi pandangan para santri herkenaan dengan isu gender
dalam Islam. Posisi keduanya sehagai pelaku paling penting dalam
kehidupan pesantren merupakan sum.her pengaruh terkuat dalam cara
pandang dan apa yang dipikirkan santri tentang laki-laki dan perempuan.
Mereka hukan hanya salah satu sum.her informasi utama ajaran-ajaran
agama yang mengandung pesan-pesan dan muatan gender, tetapi juga
contoh hidup hagaimana ajaran-ajaran itu dipraktekkan.
Kedua, para kiai di kedua pesantren, meskipun demikian,
memegang peranan yang lehih luas dan menentukan dalam sosialisasi
gender di pesantren dihandingkan para nyai. Mereka memiliki pengaruh
lehib. hesar, posisi yang lehih kuat, dan kesempatan yang lehih hanyak
233
dalam berinteraksi dengan santri, dibandingkan dengan para nyai.
Dalruin sejarah berdirinya kedua pesantren, laki-laki memiliki posisi
lebih. utama; kyai dan guru laki-laki berjumlah lebih banyak dan
memcgang mata ajaran jauh lebih banyak; tanggung jawab mengajar di
lembaga pensantren lebih banyak, peran yang lebih luas dalam
meneµtukan pengelolaan pesantren; dan posisi yang lebih menentukan
dalanjt pengambilan keputusan di lembaga pesantren.
Ketiga, peran yang dimainkan oleh para kiai dan nyai dapat i
dikat~gorikan tiga kategori, yakni maksimalis, moderat dan minimalis.
Peran pertama adalah peran dengan pengaruh terbesar yang hanya
dimiIUci oleh pimpinan pesantren, pengajar langsung madrasah dan
pengambil keputusan dalam tubuh pesantren. Peran ini hanya dijalankan
oleh kiai dan badal. Peran kedua, moderat, juga dijalankan oleh para
jajaran pemimpin pesantren dan pengajar. Para kiai muda dan nyai
senior ada disini. Para nyai muda pada umunya berperan pada kategori
minimalis. Para pelaku dalam kategori ini adalah para anggota keluarga
pesanitren tetapi tidak mengajar di pesantren dan tidak mengikuti
peng~bilan keputusan di pesantren. Peran minimalis dijalankan hanya
sebagai figur dan menjadi contoh dalam perilaku bagi para santri,
khusQ.snya santri putri.
Keempat, walaupun tidak begitu tegas, terdapat beberapa aspek
yang 'membedakan sosialisasi gender yang dilakukan oleh nyai senior
dan nyai mud.a. Para nyai senior lebih bersifat tradisionalis dan patuh
234
meng:ikuti segala ketetapan pesantren, sementara para nyai muda kadang
juga bersikap kritis atas relasi dan perbedaan akses dan kontrol antara
laki-laki dan perempuan di lingkungan pesantren. Apabila para nyai
senior: cenderung menekankan pentingnya keterpeliharaan lembaga
pesantren, para nyai muda mencoba membangun kesadaran para santri
akan pentingnya kesetaraan gender. Nyai senior bertahan mengajarkan
teks-t1ks yang sudah lama digunakan pesantren dalam sosialisasi !
gendet, sedangkan nyai muda juga memikirkan perlunya perubahan
perilaku terlebih dahulu daripada perubahan pola keilmuan di pesantren.
Kelima, kecenderungan perbedaan serupa juga berlaku antara
para kiai senior dan kiai muda. Pada satu sisi, para kiai senior bersikap
tradisionalis dan tekstualis dengan sepenuhnya memegang kuat ajaran
dari teks-teks yang mereka ajarkan. Pada sisi yang lain, para kiai muda
telah tnemulai pembaharuan pemahaman dan lebih bersifat kontekstual
daripada tekstual. Apabila kiai senior berusaha menutup diri dari
pemikiran baru demi menjaga otoritas teks-teks klasik, kiai muda mulai
memberikan telaah ulang dan penjelasan baru terkait dengan
perkembangan keadaan. Meski demikian, mereka juga cenderung curiga
terhadap perkembangan wacana gender kontemporer. Bagi kiai senior,
keterpeliharaan keilmuan yang dimiliki pesantren lebih utama,
sedangkan kiai muda menekankan pentingnya mempelajari ilmu-ilmu
baru. Akhirnya, para kiai semor cenderung menutup perkembangan
wacaJ:11a gender yang lebih setara, sementara kiai muda
235
mensosialisasikan isu gender yang lebih setara dengan menumbuhkan
daya kritis santri.
2. Selain, kiai dan nyai, agen-agen sosialisasi gender di Pesantren Al
Munaiwwir dan Ali Maksum juga termasuk guru dan teman sebaya santri.
Tentang masing-masing agen ini, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
Pertama, pada manajemen pengajaran sekolah dan struktur
lembaga madrasah, terdapat ketimpangan peran antara guru laki-laki dan
guru perempuan di mana guru laki-laki lebih dominan. Selain jumlah
mereka yang jauh lebih banyak, para guru laki-laki mengajar subjek
yang lebih diutamakan dan menyangkut bagian-bagian pokok
peng~aran di madrasah. Sedangkan, jumlah guru perempuan jauh lebih
sedikit dan mereka mengajar subjek yang dianggap lebih ringan. Kondisi
ini menutup peluang guru perempuan untuk ambil bagian dalam
membahas materi inti yang sarat dengan muatan sosialisasi penguatan
gender. Guru laki-laki mendapat akses untuk mengajar di Tsanawiyah
putra : dan putri, sedangkan guru perempuan hanya dimungkinkan
mengajar di Tsanawiyah dan Aliyah putri saja, kecuali untuk mata
pelajaran umum tertentu. Penelitian ini juga menemukan adanya
pengutamaan kepada santri laki-laki dalam segala aspek pengajaran di
sekolah.
236
Kedua, teman sekelas dan teman sekamar memberikan pengaruh
yang berarti terhadap perilaku dan pandangan santri tentang perbedaan
laki-laki dan perempuan serta identitas mereka sebagai laki-laki atau
perempuan. Hubungan pertemanan menyediakan potensi yang besar bagi
terjadinya penguatan normativitas peran gender. Melalui hubungan
pertemanan streotipe gender dipertahankan dan dilestarikan sehingga
norma-norma yang berlaku dalam pesantren yang membedakan laki-laki
dan p~rempuan tetap terlembaga.
3. Berkenaan dengan cara, materi, dan metode sosialisasi gender yang
berjala.n di kedua pesantren sebagai subjek dari penelitian ini, dapat
diambil kesimpulan berikut.
Pertama, perilaku kiai, nyai dan badal menunjukan dua tendensi
dalam sosialisasi gender, yaitu bermaksud melanggengkan stereotipe
gender tradisional, dan bermaksud mengadakan perubahan peran gender
secara lebih setara. Tendensi ke arah pelanggengan stereotipe gender
tradisional nampak lebih kuat daripada tendensi ke arah perubahan.
Kedua, sosialisasi gender di Pesantren Al-Munawwir dan Ali
Maksum berlangsung melalui dua cara, yakni pelanggengan peran
gender secara normatif dan pendekatan dialog antara ajaran normatif
dengllUl konteks historis kekinian. Cara pertama dilakukan dengan
maksud mempertahankan wacana gender tradisional yang sudah
bert$un-tahun beredar dalam lingkungan pesantren. Cara ini berjalan
237
melalui tiga mekanisme: 1) pengajian yang disampaikan secara terns
menerus; 2) penekanan materi gender tradisional dalam pengajaran di
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah dan
Madrasah Salafiyah; dan 3) melalui pengajian mingguan di pesantren
yang , diik:uti para penduduk sekitar pesantren. Cara kedua sosialisasi
gender dilakukan dengan mendialogkan pesan dan muatan teks-teks ..
klasik dengan perkembangan kondisi kontemporer dalam rangka
mencari pemahaman barn yang lebih memadai. Pemaknaan ini pada
umumnya memiliki tiga saluran, yaitu: 1) sosialisasi gender dalam
peng4jian-pengajian kita;, 2) khutbah Jum'at; dan 3) khutbah nikah.
Ketiga, wacana gender yang beredar dan diajarkan di pesantren
terkandung dalam materi-materi pendidikan pokok, yang diajarkan
berdaiSarkan kitab-kitab kuning. Topik dan kerangka pembahasan dalam
kitab..;kitab rujukan tersebut tidak menunjukkan prinsip kesetaraan
gender dan belum mempertimbangkan kebutuhan laki-laki dan
perempuan secara seimbang. Dalam beberapa bagian, bahkan
perempuan ditampilkan sebagai objek seksual bagi laki-laki.
4. Berkepaan dengan proses sosialisasi gender yang berlangsung di
lingkungan Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum, dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, proses normativitas peran gender tradisional dalam
pesantren merupakan arus utama dalam sosialisasi gender di kedua
238
pesantren. Ajaran-ajaran tentang gender di dalamnya didukung oleh
semw kiai dan nyai senior dan sebagian besar kiai muda. Kitab-kitab
klasik bahan ajar dan peraturan pengajaran di pesantren mendukung
dominasi wacana ini. Di samping itu, terdapat orientasi kepada diskursus
gender baru yang lebih bersifat kontekstual, meski masih sangat
terbaµs dan belum secara signifikan mempengaruhi diskursus gender di
kedua pesantren.
Kedua, pendekatan strong model mendominasi proses sosialisasi
gender di lingkungan kedua pesantren. Model ini dicirikan oleh:
pene:rapan ceramah sebagai arus utama metode pengajaran, pola
penyampaian materi yang berulang-ulang, wibawa dan otoritas keilmuan
kiai, nyai dan guru dan terdapat unsur paksaan dalam muatan pesannya.
Model ini didukung oleh sejumlah peraturan di pesantren dan madrasah.
Model ini sejalan dengan tendensi normativitas peran gender dan sejalan
sepe111uhnya dengan otoritas dan pendekatan Kiai dan Nyai.
Ketiga, terdapat relasi kekuasaan yang dilibatkan dalam diskursus
gender yang dominan di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali
Maksum. Dominasi diskursus gender tradisional dalam Islam dalam
tubuh pesantren adalah wujud relasi kekuasaan kelompok berkuasa,
yakni mayoritas para pengajar dan pemegang otoritas di pesantren, yang
memungkinkan mereka untuk memproduksi diskursus gender yang pada
gilirannya mendukung kekuasaan mereka di pesantren. Aspek-aspek
kekuasaan dalam sosialisasi gender di kedua pesantren meliputi:
239
pendisiplinan tindakan dan perilaku para santri dan anggota lingkungan
pesan1lren lainnya, pengakuan dan penerimaan atas otoritas, nilai-nilai,
ritus, ,simbol dan kebenaran tertentu yang berlaku di pesantren, dan
pelempagaan norma-norma gender.
B. Saran/Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan dan diskusi di atas, penelitian 1m
mengajukan beberapa pokok rekomendasi/saran sebagai berikut.
Pertama: Perlunya upaya untuk membuka sikap tertutup para
pemegang otoritas di pesantren terhadap perkembangan wacana gender
dalatn Islam kontemporer yang lebih ramah perempuan. Upaya ini
dapat dilakukan dengan melibatkan pihak pesantren, baik: kiai, nyai,
guru, maupun badal, dalam mengatasi masalah-masalah kontemporer
perempuan yang memerlukan pemahaman baru tentang relasi gender
dalatn Islam. Dengan demikian, kalangan pesantren akan belajar untuk
lebih empati dan memahami isu-isu gender kontemporer secara lebih
historis dan menggunakan ilmu mereka untuk memahami situ.asi
tersebut. Kajian-kajian altematif seputar gender dalam Islam atau
gender dan pesantren perlu digalakkan di lingkungan pesantren dengan
melibatkan tokoh-tokoh muda pesantren, khususnya perempuan, yang
bersifat lebih dinamis dan terbuka.
Kedua: Upaya sosialisasi isu gender kontemporer seyogyanya
dilakukan tanpa menempatkan pihak pesantren sebagai objek kritik.
240
Diperlukan model pemahaman gender dalam Islam yang mampu
me111gakomcdasi prinsip-prinsip konsep gender tradisional dalam Islam
supf!.ya pihak pesantren, khususnya para kiai, tidak merasa asing dan
merasa berkonfrontasi dengan ajaran yang benar-benar baru dan
seolWl-olah tidak Islami. Model pemahaman demikian diharapkan
tid~ menimbulkan kekawatiran pihak penguasa pesantren akan
otoritas mereka akibat masuknya ide-ide baru dalam wacana gender.
Perlunya juga pemaknaan ulang atas tradisi Ah/us Sunnah wa al
Jamiah dengan mengintegrasi prinsip keadilan gender dengan prinsip
prinsip ajaran tradisi yang dapat mengakomodasi tuntutan kesetaraan
gender. Langkah-langkah ini dapat ditempuh oleh perguruan tinggi
berbasis Islam atau lembaga-lembaga studi Islam.
Ketiga: Secara khusus, diperlukan sosialisasi prinsip-prinsip
dasar konsep kesetaraan dalam Islam, prinsip keadilan gender, dan
beberapa landasan hukum tentang sosialisasi gender ke dalam
lingkungan intelektual pesantren. Sosialisasi INPRESS No. 9 Tahun
2000 serta Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Pemberdayaan
Perempuan ke dalam lingkungan pesantren, kiranya akan sangat
penting dan membantu untuk mendorong sikap pesantren supaya lebih
terbuka terhadap isu-isu kontemporer yang secara langsung
metnpengaruhi kehidupan perempuan. Hal ini dimaksudkan untuk
metnberikan penekanan akan pentingnya kesetaraan gender dalam
pel)yelenggaraan kehidupan pendidikan dan keagamaan di pesantren.
241
Upaya ini dapat dilakukan oleh pemerintah, perguruan tinggi Islam
atau .lembaga studi berbasis Islam.
Keempat: Apabila sensitivitas gender di kalangan pemegang
otori.tas dan subjek pengajar di pesantren mulai terbentuk, langkah
selrun.jutnya adalah memperkenalkan dunia pesantren dengan model
mo~el pendidikan dan pengajaran berbasis gender, misalnya gender
inc/l!,sive teaching (pembelajaran berbasis gender). Langkah ini dapat
diikUti dengan memperkenalkan konsep manajemen berbasis gender,
mis(iilnya model gender sensitive management, dalam struktur
pesantren dan madrasah dengan harapan manajemen dan struktur
pesantren lebih ramah dan akomodatif terhadap kepentingan dan
aspirrasi perempuan. Langkah-langkah ini kurang menumbuhkan
komitmen di kalangan pengelola pesantren dan madrasah untuk
menerapkan. prinsip kesetaraan gender dalam kegiatan pendidikan dan
kehidupan beragama.
. Kelima: Perlunya mendorong agar model pembelajaran yang
berc;orak lebih dialogis dan diskursif dalam sistem pendidikan
pesantren untuk lebih berkembang dan membudaya. Model ini akan
menciptakan kultur yang lebih terbuka dan dialogis di kalangan santri,
kiai, nyai dan para guru sendiri. Sistem pendidikan di pesantren
diharapkan mampu menghasilkan santri yang lebih artikulatif dan
eks[presif dalam mengemukakan pikiran dan pandangannya. Langkah
ini · dapat ditempuh oleh pemerintah atau perguruan tinggi berbasis
242
Islam dengan melibatkan pesantren ke dalam berbagai program
pendidikan altematif.
243
Daftar Pustaka
Abdullah, Amin, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, Y:ogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
"Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multirelijius", Pidato Pengukuhan Guru Besar Filsafat, IAIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta, 3 Mei 2000.
Abou El Fadl, Khaled M, Atas Nama Tuhan, Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, terj. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi, 2003.
Abu Zayd, 1'!Iasr Hamid, Dekonstruksi Gender: Kritik Wacana Perempuan d~lam Islam, terj. Nur Ikhwan dkk, Yogyakarta: PSW UINSamha, 2003.
___ , Tekstualitas al-Qur'an: Kritik terhadap Ulumul Qur'an, terj. Khoiron Nahdhiyyin, Yogyakarta: LKiS, 1993.
An-Nairn, Abdullahi Ahmed, Dekonstruksi Syari 'ah, terj. Akhmad Suaedy, Yogyakarta: LKiS, 1994.
Andersen, Margaret L. Thingking About Women, Sociological Perspective on Sex and Gender, University of Delaware, 2003.
Al-Jabiri, Muhammad Abed, Muhammad Abed aFormasi Nalar Arab: Kritik Tradisi menuju Pembebasan dan Pluralismo Wacana Intereligius, Yogyakarta, Terj. Imam Khoiri, Yogyakarta: IRCiSOD, 2003.
Al-Mawie Abdurrauf, Jsyrotin-Nisa wa Tarbiyatiil Auliidwal hudii, Kairo: Maktabah Ibnu Sina, 1992.
Al Malibar1~ Zainuddin Ibn Abd Aziz, Jrsyiidul 'Ibiid Ra Sa5ilil Rasyiid, Surabaya: Maktabah wa Matha' ah, tt.
Al-Qarni, Aidh, Menjadi Wanita Paling Bahagia, Jakarta: Al-Qisti, 2004
Anwar, Zaip.ah & Rashidah Abdullah, Islam, Reproductive Health and Women's Rights, Kuala Lumpur: SIS, 1999.
244
Anderson, Pamela Sue, A Feminst Philosoplry of Religion, NY: Blackwell .Publishers, 1998.
Al-Bana, Jamal, al- Mar'ah al Muslimah bain Ta.hiir al-Qur'an wa Taqyld al-Fuqah<i, Kairo: Darul Fikr al Islami, t.t
Al -Jalil, Malik, Husnul Uswah Bima Tabata Min-Allah wa Rasiilihi ff al- Uswah, Kairo: Maktabah darul Fikri al- Arab1, tt.
As- Sya'row1, Muhammad Mutawali, Fatawa an-Nis<i, Kairo: Maktabah at Turats Al Islam, 2001.
Ali Engineer, Asghar, The rights of Women in Islam, New York: St . Martin's Press, 1992.
Ali Syekh, Muhammad Bin Ibrahim, Zlnatul Mar'ah wa Tajmll, Kairo: Maktabah at Tura~ al Islam, 2003.
Al-Qosimi, Jamaluddin, Maui<fotul Mukminln, Kairo: Huqiiq 'J;"ob'ah MahfucJoh, tt.
Al-Ghazali, 1 Imam, lfJ.ya' ulumuddin, I-IV, Kairo: Maktabah Misr, 1998.
Al-Khosyiat, Muhammad Usman, Wa Laisa ad- Zakarukal- Un~a, Kairo: Maktabah Qur'an Al Qohiroh, 1984.
Arivia, Gadis, Filsafat Belperspektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003.
Ariani Arimbi, Diah, Reading the writings of Contemporary Indonesian Muslim Women Writers: Representation, Identity and Religion of M'USlim Women in Indonesia Fictions, Desertasi Doktoral pada Faculty of Arts and Social Sciences, University of New South Wales: University of New South Wales, 2006
Asrama Pu1!ri Y ayasan Ali Maksum, Pedoman Pelaksanaan Pengajian, Yogyakarta, t.p, 2005.
Badan Petencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)-CIDA, Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan, Jakarta: 2001.
245
Barja, Ahm~, al- AJ;liq Lil Banln wal Banit ,I-II, Surabaya: Ahmad Nabhan, tt.
Barias, Asma, Cara Quran Membebaskan Perempuan, terj. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi, 2005.
Basow, Susan A. Gender Stereotypes and Role, California: Cole Publishing Company, 1980.
Bisri, Cholil, "Gus Dur di antara Para Kyai" dalam Ahmad Suaedy (ed), Gila Gus Dur, Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid, Ylogyakarta: LKiS, 2000.
BurhanuddiQ, Jajat dkk, Ulama Perempuan, Jakarta: Gramedia, 2002.
Bruce Joyce1 & Marsha Weil, Models of Teaching, Prentice-Hall, New J¢rsey: Englewood Cliffs, 1980.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan, 1994.
, NU; Tradisi, Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, ---Yogyakarta: LKiS, 1994.
Bodgan, R. · & Biklen, S.K, , Qualitative Research for Education: an Introduction to the Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, Inc 1982.
Darwin, Mu.hadjir, Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Pub/ik, Yogyakarta: Media Wacana, 2005.
Ellin Weiler, Ar Rajulu wa al Mar'ah, Libanon: Dar al-Firosyah, 2001
Fadillah d:wk, Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Hambatan, dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia, Malang: Averroes dan· I{ID, 2006.
Faiqoh, Nyai Agen Perubahan di Pesantren, Jakarta: Kucica, 2003
Fakih, Mansour, Ana/isis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Fatkhi, Mu,hammad, Az-zawij wal-Muwifiq wa al-Mitsiill, Kairo: Maktabah al Khaniji, 1998.
246
______ _, Kalfa Tastiidinii Zaujuka: Da 'wah Iii- lmt<i"' wa-1 lstimta' bi az- Zawiij, Kairo: Maktabah al Haniji, 2000.
Frieze H, Irene, ( ed), Women and Sex Roles, A. Social Psychological Perspective, W.W.Norton & Company, Inc, 1978.
Freud, Sigmund, Psikoanalisis Sigmund Freud. terj. Alimandan Yogyakarta: Ikin Teralitera, 2002.
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), Wajah Baru Relasi Suami-lstri, Telaah Kitab 'Uqud al Lujjayn, Yogyakarta: LKiS, 2001.
Foucault, Michel, The History of Sexuality: An Introduction. terj. R. Nurley. Harmondsworth: Penguin, 1978.
______ :, Power/Knowledge: Selected interviews and Other Writings, 1972-1977, C. Gordon (ed). Bringhton: Harvester, 1980
------- , Discipline and Punish: the Birth of the Prison, (terj) A. Sheridan, Harmondsworth: Peregrine, 1977.
Giddens, Anthony, Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, terj. Adi Laksono Sujono, Pasuruan: Pedati, 2003.
Gloria Bowles dan Renate Duelli Klein, Theories of Women's Sudies, London: Routledgge & Kegan Paul, t.t
Harvey et all, Contemporary Issues in Educational Psychology, Boston: Michigan State University, 1974.
Hall, Roberta M.. The Classroom Climate: A Chilly One for Women. "Project on the Status of Education of Women, Association of American Colleges. Washington, D.C: TP, 1982.
Hasballah, Aly, al-Furqiih baina az-zaujiiini' Wama Yata'a/aqu bihii min 'lddatin wa Nasabin, Kairo: Maktabah Darul Fikr Al Araby, t.t.
Hasyim, Syafiq, Hal-ha/ yang Tak Terpikirkan tentang lsu-isu keperempuanan da/am Islam, Bandung: Mizan, 2001.
247
Hekman, S~san. Gender and Knowladge :Elements of Postmodern Feminism, London: Polity Press, 1990
Hidayat, Ralitmad, Rmu yang Seksis, Y ogyakarta: Jendela, 2004.
Horikoshi, l-firoko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1987.
Jacklin, C~ol Nagy, "Female and Male: Issues of Gender", d~lamAmerican Psychologist, 1989, Vol. 44. No. 2,
Kementeriari Pemberdayaan Perempuan, Panduan Pelaksanaan !NP RES No 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: t.p, 2002.
Kemmis, S, ,dan Mc Taggart, R. The Action Reaserch Planner, Victoria: Diakin University Press, 1988.
Kenny, Susan, Developing Comm'tmities for The Future, Melbourne: Nelson, An International Thomson Publishing Company, 1994.
Lorber, J. dan S. Farrell, The Social Construction of Gender, London: Sage Publication, 1991.
McNay, Lojs, Foucault and Feminism: Power, Gender and the Self, Boston: Northeeastern University Press, 1992
Makhzanji, Akhmad Al 'Adi wa at-Tasiimu Ji !Jouil al Islam, Kairo: Maktabah Usroh, 2006.
Mahfud, Sabal Wajah Baru Fiqh Pesantren, Jakarta : Citra Pustaka, 2004
Marcoes, Lies & Johan Hendrik Meuleman, Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: INIS, 1993.
Masudi, Masdar Farid, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Bandung, Mizan, 2001.
Mas'ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan Tradisi, Y ogyakarta: LKiS, 2004.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994
248
Mandy Macdonald, Gender dan Perubahan Organisasi, terj. Omi Intan Naomi, Yogyakarta: INSIS, 1999.
Memissi, Fatimah, Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry, Oxford: Basil Blackwell, 1991.
Miles, Mattaw B dan Huberman, A. Michael, Analisis Data Kualitatif. terj. Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press, 1991.
Muhyiddin bin Y ahya bin Syaraf an- Nawawi, Syarih al Arbaln an- Nawawi, Kairo: Dar ibn al- Jauzi, 2003.
Mosse, Julia' Cleves, Gender dan Pembangunan, terj. Hartian Silawati Yiogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Moelong, L,exy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.
Muhtarom, Reproduksi U1ama di Era Globalisasi, Y ogyakarta: Pustaka Rielajar, 2005.
Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan, Yogyakarta: LKiS, 2001.
Muhdlor, Zµhdi, KH. Ali Maksum, Perjuangan dan Pemikirannya, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1989.
Mulia, Musdah, Muslimah Reformis, Bandung: Mizan, 2004.
Musthofa Muhammad Yaumi, Abdul, al-Islam wa al dawlah al- Madaniyah, Mesir: Maktabah Usroh, 2006.
Nielsen, Y oyce McCarl, Sex and Gender in Society, Perspectives on Stratification, Colorado: University of Colorado Press, 1990.
Panitia Penerimaan Santri Baru, Buku Pedoman Madrasah Tsanawiyah &- Madrasah Aliyah Ali Maksum, Y ogyakarta, 2004.
____ , Profil Madrasah Diniyah Ali Maksum, Y ogyakarta, 2004.
Paechter, Carrie "Learning Masculinities and Feminities: Power/Knowledge and Legitimate Peripheral Participation", da.lam Women's Studies International Forum, 2003 Vol. 26.
249
Peter L. B~rger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Jakarta: LP3ES, 1990.
Pengurus Pusat PP Al-Munawwir Krapyak Y ogyakarta, Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al-.Munawwir Krapyak Yogyakarta, Y ogyakarta, 2001.
Pengurus Madrasah Salafiyah III PP Al Munawwir, Pondok Pesantren Putri Al }.funawwir & Madrasah Salafiyah III , Y ogyakarta, 2003.
Philip Batay-Franco Gasbar, Kalfa Tugayyir al-Mar'ah al-Siyisah wa Iimaia Yuqowwamu al-Raju/, terj. Suzan Kholil, Kairo: Maktabah Usroh, 2006.
Qosim Ja'far, Muhammad Anas, al- Huqiiq as- Siyasiyah Iii- Mar 'ah, Kairo: Dar an- Nahcj.ah al Arabiyah, 2000.
Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Jakarta: Kalyana Mitra-Grafitti 1997.
Rosenthal, D. A. dan Feldman, S.S., "The Acculturation of Chinese Immigrants: Effects on Family Functioning of Length of Residence in Two Cultural Contexts", dalam Journal of Genetic Psychology, 1990, Vol. 4.
Ryan Pott, an-Niswiyah wa al- Mawiithinah, terj. Ayman Bikr, Kairo: Maktabah Usroh, 2005.
Sa'id Romdlon, Muhammad, Al-Mar'ah Baina Thogyiin Ni~om al Qarbi lli'a Lathoif Tasyri' Robbiini, Libanon: Darl al- Fik, 1996.
Schimmel, Annemarie, Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spritualitas Islam, Bandung: Mizan, 1998.
Syarief Romas, Chumaidi, Kekerasan Kerajaan Surgawi, Y ogyakarta: I<reasi\Vacana,2003
Sachiko Murata, The Tao of Islam, State University of New York Press, 1992.
250
Sandra Harding, Conclusion: Epistimological Question, Feminst and Methodology; Social science Issue, Indianapolis: Indiana University Press, 1987.
Schimmel, Annemarie, ·Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spritualitas Islam, Bandung: Mizan, 1998.
Shafrudden Al-Musawi, Menggugat Abu Hurairah: Menelusuri Jejak Langkah dan Hadis-hadisnya, Jakarta: Pustaka Zahra, 2002.
Shihab, M. · Quraish, Tafsir al- Misbih: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur 'an, Jakarta: Lentera Hati, 2000.
Spradley, James.P, Metode Etnograji, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997.
Samiyah Hasan al-Samati, al- Mar'ah wa al-Mujtama' al-Mu'~hirah, Kairo: Maktabah Usroh, 2006.
Suhardono, Edy, Teori Peran, Konsep Derivasi dan Implikasinya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.
Shulamit ll.einharz, Feminist Methods in Social Research, Oxford University Press, Inc. 1992.
Streanbrink~ Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1986.
Talbani Aziz, dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between Tradition and Modernity: Gender Role Socialization in South Asian Immigrant Culture", dalam Journal of Adolescence, lOOO, Vol. 23.
Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, Y ogyakarta: lKiS, 2004.
Tong, Roesemarie, Feminist Thought: A Comprehensive Introduction, London: Unwin Hyman. 1989.
Thomas A, Angelo dan K. Patricia Cross, Classroom Assessment Tekniques" in Classroom Assessment Tehniques, A Handbook for College Teachers, r1 Edition, Sage Publications, 1997.
Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur'an, Jakarta, Paramadina, 2001.
251
Wadud, Aminah, Qur'an and Women: Rereading the Sacred from a Women's Perspective. New York: Oxford University Press, 1999.
Weiler, Ellin, ar-Rajulu wa al- lt1ar'ah, Libanon: Dar al- Firosyah, 2001.
Weedon, C. Feminist Practice and Post Structuralist Theory, London: Basil Blackwell, 1976.
W.Santrock, Jhon, Adolescente, Perkembangan Remaja, terj. Shinto B.Adelai, Jakarta: Erlangga, t.t.
Yusuf Qarqawi, Markaz al Marah ff Hayiit al Isliimiyah, Kairo: Maktabah Qohiroh, 2005.
, al-Usrah Kama Yuilduhii al-Isliim, Kairo: Maktabah ____ _,___
Qohiroh, 2005.
____ ,______, an-Niqiib lil-Mar'ah baina Qauli bi- Bid'atihf wa Qauli bi Wujubi5i, Kairo: Maktabah Qohiroh, 2005.
Zamakhsya11i Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup f(yai, Jakarta: LP3ES, 1982.
Zakiyah Khjjaz1, al Marah wa as- Zawiijwa al Huqiiq as-Syabiib, Kairo: Maktabah Usroh, 2006.
A. ldentitas Diri
Nama Tempat/tanggal lahir Pekerjaan NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor
Alamat Rumah
Ayah Ibu Ayahmertua lbu Mertua Suami Anak
B. Riwayat pendidlkan:
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
: Marhumah : Bangkalan, 12 Maret 1962 : Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta : 150241785 : IV B Lektor Kepala dalam Ilmu Hadist : Fakultas Tarbiyah UIN SUKA, Jalan Laksda Adisucipto
Y ogyakarta. : Kepuh no 68 RT 04/RW 23 Wedomartani Ngemplak
Yogyakarta : KH. Syafi'i Al Ma'rufi (Alm) : Nyai. Hj. Maimunah Shonhaji : H. Didi Suhardiman (Alm) : Fathimah (Alm) : Ir. H. Teddy Syamsidi : Tasya Marisya Ayuningtyas (5th) Anggun Meirisya Asriningtyas (4th) : [email protected]
No. Tahun Jenjang Nama Fakultas Jurusan/ Tempat Lemhaga Program
Studi 1 1976 MI PonPes Pasuruan
Sidogiri 2 1979 MTs PonPes Cukir Jombang 3 1982 MA PonPes Cukir Jombang 2 1984 !Sarjana IAIN Tarbiyah PAI Yogyakarta
Mud.a 3 1988 Do kt oral IAIN Tarbiyah PAI Yogyakarta 4 1999 .s2 UNY Pas ca PLS Yogyakarta 5 2008 S3 UIN Pas ca Pendidik
an Islam
C. Pendidikan TaQlbahan:
1. 1999 . McGill University, Canada . Fellowship/or Women's Studies (3 bulan) 2. 2001 . University Of Hawaii-East West Center Honolulu. Summer Seminar on
Population, ~'Researching Sensitive issues in Sexuality and Reproductive Health" (2 bulan)
3. 2006. Al M~ia University, Kairo (6 bulan)
D. Pengalaman Organisasi :
1. 1986-1987 : Ketua PMII Putri (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Cabang Y ogyakarta.
2. 1991-1993. : Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU DIY 3. 1995- : Dewan Pendiri YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat)
Yogyakarta 4. 1993-1995. : Wakil Ketua BKOW (Badan Kordinasi Organisasi Wanita)
Propinsi DIY. 5. 2000-2006. : Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak MUI
(Majles Ulatna Indonesia) Propinsi DIY. 6. 2001-2006. · : Sekretaris Eksekutif PSW (Pusat Studi Wanita) UIN Sunan
Kalijaga Y ogyakarta. 7. 2007- Sekarang: Direktur Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
E. Seminar Intern~tional:
1. 1997. International Seminar "Islam and Family Planning" Ford Foundation-Al Azhar Univ~rsity, Cairo.
2. 1999. International Seminar "Women's and Reproductive Righf' Ford Foundation-:Mujadilah Foundation, Philipina.
3. 2006. Islam,: Women and The New World Order, Center For Women's Studies -DENIDA
F. Karya Tulis :
1. Buku: a. 2002 " Perempuan dalam Kitab As-Silakh fi Bayin An Nika.J; (karya
Muh~mad Kholil Al bangkalani Al Manduri), dalam buku " Gender dan Islam :Teks dan Konteks, PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
b. Editor buku: 2003 " Membina Keluarga Mewaddah wa Rahmah dalam Bingkai Sunnah Nabi'", PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta-FF Jakarta.
2. Artikel:
c. 2003 ~'Anjuran Menikah", dalam buku "Membina Keluarga Mewaddah wa Rahm,ah dalam Bingkai Sunnah Nabi'', PSW IAIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta-FF Jakarta.
d. 2003 ~' Konsep Najkah dalam Hadis '', dalam buku "Perempuan tertindas?, kajian-kajian hadis-hadis "Misoginis" . PSW IAIN Sunan Kalij$ga Y ogyakarta-FF Jakarta.
a. 2001. /bu Nyai sebagai Pemimpin Pesantren, Jumal Penelitian Agama" Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta Penelitian Agama" Pusa~ Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta.
b. 2002; Nikah Mut'ah dalam literature kitab hadis, Jumal Musawaa, Vol. 1 No.2 September 2002.
c. 2003. Peningkatan kemampuan Dosen dalam pembelajaran berperspektif gend~r di IAIN Sunan Kalijaga. Jumal "Penelitian Agama" Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Vol. XII 1Januari2003.
d. 2007. Pendekatan Hermeneutik dalam Hadis-hadis tentang Wali Nikah, Jumal Musawaa, Vol 5 no 2, April 2007.
3. Penelitian:
a. 2000, Nyai lstijabah dan Model kepemimpinannya, P3M IAIN Y ogyakarta.
b. 2000, Perempuan dan Perceraaian di Gunungkidul, P3M IAIN Y ogyakarta.
c. 2001 lmplementasi Hak-hak Reproduksi dalam Islam.Ford Foundation, Jakarta.
d. 2001, Peningkatan Peran Dosen dalam Pembelajaran Berperspektif Gender, Dana Unggulan DikNas RI.
e. 2003 Kesenjangan Gender pada Kualitas Akademik di IAIN (Studi tentang perb~dingan tiga IAIN di Jawa).
f. 2005. 1 Sikap Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga terhadap Persoalan Gender dan Hak-hak Reproduksi dalam Islam. PSW IAIN-CIDA MORA Project
Y ogyakarta, 1 Agustus 2008
Marhumah