Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

84
GBPP MATAKULIAH PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN UNTUK PROGRAM STRATA DI PERGURUAN TINGGI Taliziduhu Ndraha, Kybernolog 1 LATAR BELAKANG GBPP mata kuliah Pengantar Ilmu Pemerintahan ini semula ditulis sebagai bahan Workshop Penyusunan GBPP/SAP Semester I dan II Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN 2008/2009 di Jatinangor tgl 24 dan 25 November 2008, memenuhi undangan Dekan fakultas yang bersangkutan tgl 18 November 08 No 003/487/FMP/08. Sesuai saran berbagai fihak, naskah awal diperluas sehingga dapat digunakan sebagai pola dasar matakuliah Ilmu Pemerintahan untuk Program S1, S2, dan S3 Ilmu Pemerintahan. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan tiap stratum. Andaikan Ilmu Pemerintahan diibaratkan sebuah pohon-buah dengan buah (aspek Axiologi), batang (aspek Epistemologi), dan akarnya (aspek Ontologi), maka didaktik dan metodik (DM) pengajarannya diperlihatkan melalui Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Didaktik dan Metodik (DM) Pengajaran Ilmu Pemerintahan Dilihat dari Aspek-Aspek Body-Of-Knowledge (BOK) Bahan Ajar (X menunjukkan tingkat kedalaman) ------------------------------------- | METODIK PENGAJARAN | |-------------------------------------| | S1 | S2 | S3 | --------------------------------------|-----------|------------|------------| | | Axiologi (Buah) | X X X | X X | X | | |-------------------------|-----------|------------|------------| | DIDAKTIK | Epistemologi (Batang) | X X | X X | X X | | |-------------------------|-----------|------------|------------| | | Ontologi (Akar) | X | X X | X X X | ---------------------------------------------------------------------------- Dengan catatan bahwa perancangan DM harus dilakukan secara bertahap tetapi konsisten, Program S1, S2, dan S3, sebaiknya tersusun menurut skala interval dan tidak ordinal apa lagi nominal belaka (Gambar 1, sistem single input - single output). Sungguhpun demikian, dalam fase peralihan, program khusus atau tertentu, “darurat” atau terpaksa, sistem multi-input single output dapat juga digunakan, didukung dengan program matrikulasi yang sepadan. Jadi sedapat-dapatnya:

Transcript of Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Page 1: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

GBPP MATAKULIAH PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN

UNTUK PROGRAM STRATA DI PERGURUAN TINGGI Taliziduhu Ndraha, Kybernolog

1

LATAR BELAKANG GBPP mata kuliah Pengantar Ilmu Pemerintahan ini semula ditulis sebagai bahan Workshop Penyusunan GBPP/SAP Semester I dan II Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN 2008/2009 di Jatinangor tgl 24 dan 25 November 2008, memenuhi undangan Dekan fakultas yang bersangkutan tgl 18 November 08 No 003/487/FMP/08. Sesuai saran berbagai fihak, naskah awal diperluas sehingga dapat digunakan sebagai pola dasar matakuliah Ilmu Pemerintahan untuk Program S1, S2, dan S3 Ilmu Pemerintahan. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan tiap stratum. Andaikan Ilmu Pemerintahan diibaratkan sebuah pohon-buah dengan buah (aspek Axiologi), batang (aspek Epistemologi), dan akarnya (aspek Ontologi), maka didaktik dan metodik (DM) pengajarannya diperlihatkan melalui Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Didaktik dan Metodik (DM) Pengajaran Ilmu Pemerintahan

Dilihat dari Aspek-Aspek Body-Of-Knowledge (BOK) Bahan Ajar (X menunjukkan tingkat kedalaman)

------------------------------------- | METODIK PENGAJARAN | |-------------------------------------| | S1 | S2 | S3 | --------------------------------------|-----------|------------|------------| | | Axiologi (Buah) | X X X | X X | X | | |-------------------------|-----------|------------|------------| | DIDAKTIK | Epistemologi (Batang) | X X | X X | X X | | |-------------------------|-----------|------------|------------| | | Ontologi (Akar) | X | X X | X X X | ----------------------------------------------------------------------------

Dengan catatan bahwa perancangan DM harus dilakukan secara bertahap tetapi konsisten, Program S1, S2, dan S3, sebaiknya tersusun menurut skala interval dan tidak ordinal apa lagi nominal belaka (Gambar 1, sistem single input - single output). Sungguhpun demikian, dalam fase peralihan, program khusus atau tertentu, “darurat” atau terpaksa, sistem multi-input single output dapat juga digunakan, didukung dengan program matrikulasi yang sepadan. Jadi sedapat-dapatnya:

Page 2: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

jangan begini: apalagi begini: tetapi begini: (ordinal) (nominal, zig-zag) (interval) S3 ------>S3 S3 | | ilmu X | | | | | | | | | S2 | | | S2 ------>S2 | | | ilmu Y | S1 S1 S1 ilmu X ilmu Z ilmu X

Gambar 1 Skala DM Program Strata Ilmu Pemerintahan

2 SESI SATU

Sesi ini diisi dengan Penjelasan Umum, pandangan menyeluruh (overview) tetapi esensial (abstract, highlight) tentang Ilmu Pemerintahan (termasuk TIU) dan Sejarah Pengajaran Ilmu Pemerintahan di Indonesia. Semua mata kuliah yang terkait dengan Ilmu Pemerintahan mengacu pada Pengantar ini. Ilmu Pemerintahan yang diuraikan di sini adalah Ilmu Pemerintahan dalam konstruksi bangunan (body-of-knowledge) yang disebut Kybernologi. Dalam hubungan itu, Kybernologi bukan sekedar judul buku, tetapi sebuah bangunan ilmu pengetahuan. Khusus di lingkungan IPDN/IIP, Ilmu Pemerintahan merupakan mata kuliah tingkat institut dan diajarkan pada semua program, strata, fakultas dan jurusan. Perkuliahan tiap semester terdiri dari 14 sesi tatapmuka dan dua sesi ujian (UTS dan UAS) = 16 sesi. Dari referensi ditelusuri sumber-sumber asli dan ditambahkan sumber-sumber lainnya. GBPP ini secara berkala ditinjau dan dikembangkan. Salahsatu versi GBPP ini dimuat dalam Bab XI Kybernologi Sebuah Pengharapan (2009). Sejarah Pengajaran Ilmu Pemerintahan di Indonesia diawali dengan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan Bestuurswetenschappen di Belanda. Menurut G. A. Van Poelje dalam Pengantar Umum Ilmu Pemerintahan (1959), mulai tahun kuliah 1928-1929 pengajaran dalam Jurusan Ekonomi Kenegaraan diperluas dengan mata pelajaran Ilmu Pemerintahan dengan tujuan supaya jurusan ini lebih disesuaikan dengan kebutuhan mereka yang berhasrat untuk bekerja pada dinas umum. Pada tgl 25 Januari 1928, Guru Besar Luar Biasa di bidang Ilmu Pemerintahan dilantik, dan dengan dmeikian maka pengakuan Ilmu Pemerintahan sebagai mata pelajaran (berderajat Doktor) pada pengajaran tinggi di Belanda menjadi suatu kenyataan. Selama masa 1928-1933 dua orang Doktor Ilmu Pemerintahan dipromosikan, yaitu

Page 3: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Dr R. E. Berends dan Dr F. Breedsvelt. Di masa itu Ilmu Pemerintahan dianggap sebagai struktur supra ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ekonomi perusahaan. Uraian di atas kemudian disusuli dengan pengajaran Ilmu Pemerintahan pada kursus dan bestruursacademie Pamongpraja di zaman Belanda, paradigma Ilmu Pemerintahan di lingkungan UGM sampai tahun 80-an (Gambar 2), dan dewasa ini (Gambar 3), paradigma IIP-UNPAD, dan paradigma IPDN/IIP-Baru. ILMU POLITIK | -----------------------------|----------------------------- | | | | | ILMU ADM ILMU HUB- ILMU PE- ILMU PERBAN- TEORI PUBLIK INTERNASIONAL MERINTAHAN DINGAN POLITIK POLITIK

Gambar 2 Posisi Ilmu Pemerintahan Versi UGM

(Tradisi Sampai Tahun 80-an)

Natural turbulences dan social turbulences yang terjadi di belahan dunia maju, misalnya di Amerika, mengerakkan pengubahan dan pembaharuan konstruksi berbagai ilmu pengetahuan. Paradigma Public Administration, misalnya, berubah menjadi Development Administration (tahun 60-an, pasca PD II), dan berubah 1 NEGARA 2 POLITIK KE- PARTAIAN DAN PERWAKILAN MASYARAKAT 3

Gambar 3 Ranah Publik: Bidang Studi Jurusan Ilmu Pemerintahan

di Universitas Gadjah Mada (UGM)

lagi menjadi The New Public Administration (1970-an, pasca Perang Vietnam). Dua

Page 4: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

kali social turbulences (1965 dan 1998) dan sekali lagi natural turbulence (2004-2005) menimpa Indonesia, mendorong pembaharuan konstruksi Ilmu Pemerintahan. Turbulences itu ditanggapi dengan cara pendekatan yang berbeda oleh UGM dan Program Pascasarjana Kerjasama UNPAD-IIP (1996). Sejak tahun 2000-an, bidang kajian Jurusan Ilmu Pemerintahan di UGM dikonstruksi seperti Gambar 3 (A. Nurmandi, E. P. Purnomo, Suswanta, peny., Mencari Jatidiri Ilmu Pemerintahan, 2006), sedangkan Ilmu Pemerintahan di lingkungan Program Pascasarjana Kerjasama UNPAD-IIP direkonstruksi seperti Gambar 4. Rekonstruksi Gambar 4 bermula pada pendekatan kemanusiaan (Gambar 5). Melalui pendekatan ini, maka HAM, kebutuhan eksistensial Manusia, kebutuhan dasar masyarakat dan lingkungan hidupnya yang pertama-tama terlihat sebagai sasaran kajian, dan bukan Negara, kepentingan atau kekuasaan belaka. Rekonstruksi itu didorong oleh keinginan untuk mengembalikan Ilmu Pemerintahan pada posisi dan kualitasnya semula yaitu “ilmu yang bertujuan menuntun hidup bersama manusia dalam upaya NEGARA governent 1 ruang kekuasaan kewenangan negara 1--------------->2 PUBLIK pelayanan publik ruang publik 2 KEBIJAKAN PUBLIK governance kewajiban negara 1-------------->3 pelayanan civil ruang civil 3 MANUSIA HAM

Gambar 4 Interface Antara Negara Dengan Manusia mengejar kebahagiaan rohani dan jasmani yang sebesar-besarnya tanpa merugikan orang lain secara tidak sah” (G. A. van Poelje, Algemene Inleiding tot de Bestuurskunde, 1953. Rekonsturksi Ilmu Pemerintahan menurut pendekatan Gambar

Page 5: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

3 dan Gambar 4 terhadap fenomena pemerintahan digabung seperti Gambar 5 itu. Pendekatan seperti Gambar 5 itulah yang diajarkan di lingkungan IPDN/IIP ke depan, sebagai hasil pendaratan Bestuurskunde dan Bestuurswetenschap di bumi Indonesia. Pokok-pokok Kybernologi menurut perkembangannya yang terakhir terdapat dalam Bab I Kybernologi dan Pembangunan (2009). PENDEKATAN KEKUASAAN FENOMENA PENDEKATAN PEMERINTAHAN ILMU PEMERINTAHAN KEMANUSIAAN COMMON PLATFORM KONSTRUKSI GAMBAR 4 DAN LINGKUNGAN SEMUA ILMU BERNAMA KYBERNOLOGI PENGETAHUAN ILMU PEMERINTAHAN KONSTRUKSI GAMBAR 3

Gambar 5 Dua Macam Pendekatan

Referensi: Bab I Kybernologi 2003; Bab I dan Bab II dan Soewargono dalam Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005; Bab I dan Bab II Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; A. Nurmandi, E. P. Purnomo, Suswanta, peny., Mencari Jatidiri Ilmu Pemerintahan, 2006; Bab VIII Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab 3 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008. Bab 3 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008

3 SESI DUA

Melalui pendekatan metadisiplin: “Percaya agar (baru) tau (credo et intelligam),” ditemukan Ontologi Kybernologi dengan dua variable pemikiran: Kualitas Manusia dan Hubungan Pemerintahan (lihat Gambar 6). Perkembangan kemanusiaan yang memuncak pada kenegaraan, membentuk Hubungan Pemerintahan, yang disebut juga Hubungan Antara Janji dengan Percaya, Keadaan dengan Pengharapan.

Page 6: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

ALLAH mencipta CIPTAAN<---------------------HUBUNGAN PEMERINTAHAN---------------------> MAKHLUK MANUSIA-->MEMBUMI 1 CIPTAAN | MANUSIA | PENDUDUK-->BERMASYARAKAT | 2 CIPTAAN | MANUSIA | PENDUDUK | WARGAMA- | SYARAKAT-->BERBANGSA | 3 CIPTAAN | MANUSIA | PENDUDUK KUALITAS MASYARAKAT MANUSIA WARGABANGSA-->BERNEGARA | 4 CIPTAAN | MANUSIA | PENDUDUK | MASYARAKAT | BANGSA | WARGANE- | GARA----->BERPEMERINTAHAN 5 CIPTAAN MANUSIA 7 PENDUDUK YANG DI- MASYARAKAT PERINTAH BANGSA konstituen NEGARA pelanggan<------------hubungan pemerintahan------------>PEMERINTAH konsumer (peran) korban 6 mangsa

Gambar 6 Ontologi Kybernologi dengan 7 Terminal

Referensi: Bab 1, Bab 6 dan Bab 7 Kybernologi 2003; McIver, R. The Web of Government, 1961.

4 SESI TIGA

Epistemologi Ilmu Pemerintahan: Teori Kebutuhan. Pemikiran pemerintahan sejajar dengan pemikiran ekonomi, bermula dari “kebutuhan manusia” sejak “terjadinya” di dalam kandungan. Pikiran ini dideduksi dari Ontologi Pemerintahan di atas. Pemenuhan kebutuhan manusia selain bersifat komprehensif (segala bidang kehidupan) juga bersifat jangka panjang sejauh mungkin ke depan: “Gouverner c’est prevoir,” demikian ungkapan Perancis.

Page 7: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

------------------------------------------------------------------------- | | | 7 | | PENGORBANAN | | CIVIL SERVANT | | | | | | | | 4 5 6 9 | | ----INDI- -----CIVIL-–----acting---------CIVIL------- | | | VIDU RIGHTS action SERVICES | | | | | | | | | | | | | | 8 | | | | KESEMPATAN dan HARAPAN (HOPE) | | | | PELANGGAN UNTUK MENJADI KONSUMER, | | | | KORBAN dan MANGSA untuk SELAMAT | | | | | | 2 | | | 1 HUMAN 3 12 14 20 | MANU- ----RIGHTS-----HUMAN PUBLIC PUBLIC kontrol,-----| SIA & INS- NEEDS POLICY ACTOR evaluasi | TINCTS | | | | | | | 13 | | | | 11 | POLICY | 16 | | | -----PUBLIC---------IMPLE----------PUBLIC----- | | | CHOICE MENTATION | SERVICES | | | | | | | | | | | | | | 10 | | 15 | ----MASYA- | | penggunaan oleh KONSUMER | RAKAT | | HAK HIDUP KORBAN atau HAK MANGSA | | | | UNTUK MEMPERTAHANKAN DIRI | | | | KEPERCAYAAN (TRUST) terhadap PEMERINTAH | | | | PENGHARAPAN (HOPE) DI MASA DEPAN | | | | | | | --------------------------------------------- | | | 17 18 19 ----PRIVATE------ --BARANG---------MARKET CHOICE JASA (SATISFACTION) ---> 7pembentukan civil service --->14pembentukan public actor --->12pembuatan kebijakan publik --->15pemberdayaan (enabling, emp.*) --->13pengadaan public goods --->17privatisasi vs statalisasi *empowering

Gambar 7 Teori Kebutuhan

Kebutuhan perlu dibedakan dengan kepentingan. Pada dasarnya, kebutuhan, lebih-lebih kebutuhan dasar (asasi) bersifat objektif. Itulah sebabnya kebutuhan dasar itu diposisikan sebagai hak asasi manusia, dan pemenuhannya sebagai kewajiban negara. Semua orang membutuhkan makanan. Tetapi pada saat orang berniat dan berkesempatan memilih makan apa atau makan siapa dan kapan, maka dasar pertimbangannya adalah kepentingan. Jadi kepentingan itu subjektif. Maka berbahaya jika orang memilih (membeli) tanpa mengetahui apa yang sesungguhnya dia

Page 8: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

butuhkan. Perlu dikemukakan bahwa manusia (setiap orang) memiliki HAM begitu ia terbentuk dalam rahim ibunya, tetapi tidak dapat dan tidak mungkin ia dibebani KAM (kewajiban asasi) pada saat yang sama. Dia dapat terbebani KAM seiring dengan kemampuannya untuk bertanggungjawab. Referensi: Book Two Walter Lippmann The Public Philosophy, 1956, h. 84); Bab 4 Kybernologi 2003; Bab 2 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Dua Bab VI Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab V Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; dan referensi Teori Kebutuhan A. Maslow, dsb.

5 SESI EMPAT

Epistemologi Pemerintahan: Teori Pelayanan. Perlindungan dan pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat melalui public choice (public service, civil NEGARA------>PRODUK------>PELANGGAN | | --------------------- | | BERDAYA TAK BERDAYA | | | | KONSUMER KORBAN | --------------------- | | DIBERDAYAKAN TAK DIBERDAYAKAN | | | | KONSUMER MANGSA | ----------------------------- | | DISELAMATKAN TAK DISELAMATKAN | | | | *jika penyelamatan KORBAN* DIMANGSA, DISANTAP juga memberdayakan, | DIKORBANKAN korban jadi konsumer --------------------- | | DIBERDAYAKAN TAK DIBERDAYAKAN | | | | KONSUMER MANGSA

Gambar 8 Teori Pemberdayaan (Pelayanan)

Page 9: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

service, ruang Ilmu Pemerintahan) dan private choice (market service, ruang Ilmu Ekonomi). Kualitas pelayanan di sektor publik dan civil herus dibedakan dengan kualitas pelayanan di sektor privat dan bisnis.

Tabel 2 Pelayanan Publik dan Pelayanan Civil

--------------------------------------------------------------------------------- DIMENSI PELAYANAN PUBLIK PELAYANAN CIVIL --------------------------------------------------------------------------------- 1 DASAR Pasal 33 (2) UUD 45 Human Rights, Civil Rights, Constitu- Public Choice tional Rights, Conventions 2 TUJUAN Meningkatkan Kesejah- Melindungi, Menyelamatkan Manusia dan teraan Masyarakat Lingkungannya 3 STATUS Kewenangan Negara Kewajiban Negara (Gambar 4) 4 VISI Jangka pendek Jangka Panjang 5 YANG DI- Lapisan/Kelompok Masya- Individu pribadi sebagai pelanggan, LAYANI (YD) rakat sebagai pelanggan korban dan mangsa 6 SIKAP Fihak YD Menyesuaikan di- Fihak Yg Melayani (YM) menyesuaikan ri dgn Kondisi Fihak YM diri dgn YD 7 PROSPEK Semakin berkurang dengan Semakin meningkat, baik kualitas semakin majunya masy. maupun kuantitas dan kesebarannya 8 HARGA Diusahakan serendah- Tidak dibebankan langsung kpd fihak BIAYA rendahnya, dapat dibe- YD; “no price;” dibiayai oleh Negara bankan kepada fihak YD 9 PELAKU (YM) Aktor pemerintahan Civil Servant, “Artis” pemerintahan 10 SIFAT a Monopoli Negara tapi a Monopoli Negara dan tidak dapat dpt diprivatisasikan diprivatisasikan b Lebih normatif b Antisipatif berdasarkan asas Kualitas pelayanan Manajemen Bencana yaitu Waktu = Nol terdapat dlm dasar (langsung action, tak ada waktu utk hokum pelayanan ybs mencari dan menyiapkan “the 6M”) 11 FAKTOR Bergantung pada kemampu- Bergantung pada acting dan an dan kesempatan pelang- action civil servant dan “artis” gan menggunakan layanan pemerintahan 12 KUALITAS Pelanggan Percaya Kenda- Korban/Mangsa Berpengharapan TERTINGGI tipun Ybs Kecewa Dalam Ketidakberdayaannya 13 MASALAH supaya masyarakat percaya Supaya dalam diri korban tumbuh asa Bagaimana sementara mereka kecewa? sementara ia tidak berdaya? 14 SOLUSI Info tanpa kebohongan, Reformasi sepenuh hati pertanggungjawaban Bukti, bukan janji (responsibility) Sekarang, bukan nanti. . . . . ----------------------------------------------------------------------

Page 10: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Kepuasan pelanggan tidak dapat dijadikan kualitas pelayanan publik dan pelayanan civil, pertama karena di dalam ruang dua pelayanan itu tidak ada pilihan; kalaupun ada sangat mahal atau sangat berat, dan kedua karena dalam kekecewaan dan ketidakberdayaan sekalipun, kepercayaan masyarakat kepada negara dan pengharapan manusia terhadap masadepan bisa terbentuk dan terjaga, jika saja masyarakat (bisa) memahami (mengerti, menerima) pertanggungjawaban pemerintah, dan melihat adanya perubahan dan kemajuan yang konsisten ke depan. Di dalam Teori Pelayanan termasuk Teori Pemberdayaan, Teori Kerja, Careerism, dan Professionalism. Tetapi untuk Indonesia bisa terbalik, jika “meManusiakan manusia” (memulihkan atau mengembalikan Manusia ke dalam fitrahnya semula) dipandang sebagai pemberdayaan, maka di satu sisi, dalam Teori Pemberdayaan (Manusia dan Masyarakat) terletak Teori Pelayanan. Jika pelayanan itu diibaratkan penyembuhan penyakit, maka perlu diingat bahwa tidak merasa sakit belum tentu sehat. Menyehatkan berarti mencegah penyakit, dan mencegah selalu lebih baik ketimbang mengobati. Jadi di sisi lain pelayanan harus diarahkan pada

Tabel 3 Layanan Civil Berdasarkan UUD 1945

(Naskah Asli, Sebelum Amandemen) --------------------------------------------------------------------------- KEBUTUHAN PASAL --------------------------------------------------------------------------- TELAH DINYATAKAN SECARA JELAS, WALAUPUN BELUM SEMUANYA DIIMPLEMENTASIKAN TASIKAN: 1 HAK/PENGAKUAN SEBAGAI SOVEREIGN (VOTER/VOTING) 1 (2) 2 PENGAKUAN SEBAGAI JIWA DAN SEBAGAI WARGA NEGARA 26 3 KEBERSAMAAN KEDUDUKAN DI DEPAN HUKUM (KEADILAN) 27 (1) 4 PEKERJAAN DAN PENGHIDUPAN YANG LAYAK 27 (2) 5 KEMERDEKAAN BERSERIKAT, BERKUMPUL, MENGELUARKAN PIKIRAN 28 6 KEMERDEKAAN UNTUK MEMELUK AGAMA 29 (2) 7 PENGAJARAN 31 (1) 8 PEMELIHARAAN FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR 34 TIDAK/BELUM DINYATAKAN SECARA JELAS: 1 KEBEBASAN MEMILIH 2 KEPASTIAN HUKUM, KEKUATAN HUKUM 3 PERLINDUNGAN 4 KESELAMATAN 5 CONSUMERISM (bukan konsumtif!) dan sebangsanya --------------------------------------------------------------------------------

Page 11: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

pemberdayaan. Lihat juga Gambar 4, Gambar 7, dan Gambar 9 di bawah. Adapun perbedaan antara pelayanan civil dengan pelayanan publik sebagai berikut (Tabel 2 dan Tabel 3) Referensi: Bab III Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005; Bab 5 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bab I Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, 2007; Bab III Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab 11 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008; Bab V Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008

6

SESI LIMA Epistemologi Ilmu Pemerintahan: Teori Governance. Setiap masyarakat (unit kultur) digerakkan oleh tiga subkultur, yaitu subkultur ekonomi (SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). Interaksi antar tiga subkultur itu disebut governance. Bagaimana governance terbentuk, bagaimana masyarakat melindungi dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi tiga subkultur itu, bagaimana subkultur bekerja (berinteraksi) satu dengan yang lain, bagaimana interaksi antar governance, diterangkan melalui Teori Governance. Subkultur ekonomi (SKE) berfungsi membentuk nilai dari sumberdaya yang ada. Pada gilirannya hal ini menimbulkan ketidakadilan, karena peroleh nilai bergantung pada sumberdaya yang berawal pada sumberdaya alami (SDA) sebagaimana adanya. Manusia mengatasi hal ini melalui pelestarian SDA dan fungsi pengaturan SKE di hulu, fungsi implementasinya (pengurusan) di tengah. Dalam rangka menegakkan peraturan (kebijakan pengaturan SKE), memaksimalkan pengurusan (meredistribusi nilai ke dalam masyarakat di tengah, dan mempertanggungjawabkan fungsi-fungsi itu kepada masyarakat di hilir), terbentuklah subkultur kekuasaan (SKK). Watak koruptif kekuasaan melahirkan pemikiran tentang pentingnya subkultur sosial (SKS) dalam masyarakat. SKS pada hakikatnya terdiri dari dua kualitas: sebagai pelanggan dan sebagai konstituen, yang memiliki hak eksistensial, HAM, dan hak-hak derivatif. Sebagai pelanggan ia menyampaikan kebutuhannya ke hulu melalui kualitasnya sebagai konstituen, dan memonev redistribusi nilai oleh SKK di hilir. Kebijakan otonomi Daerah berdasarkan UU 32/04, Pasal 1 butir 2, 3 dan 4, sesuai dengan teori ini. Di sana dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah (Kepala Daerah dan jajarannya, local government) bersama DPRD adalah penyelenggara pemerintahan Daerah. “Pemerintahan” Daerah dalam hubungan itu setara dengan local governance. Konsep governance lebih luas ketimbang konsep government. Dalam Gambar 9 terlihat juga bahwa konsep pemerintahan lebih luas daripada konsep pembangunan pemerintahan. Di bawah konteks pemerintahan daerah, pemerintahan sama dengan

Page 12: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

policy making + policy implementation. Pembangunan itu sendiri berada di dalam policy implementation di ruang SKE. Policy implementation dapat dibedakan dengan policy implementation monitoring and evaluation, and feedback. Gambar 9 berawal pada Gambar 4 tentang interface antara konsep Manusia dengan konsep Negara. Interface itu membentuk ruang Masyarakat. Interaksi antar subkultur masyarakat ----------------------- | NEGARA | 2 3 -----mengontrol----- -----mengontrol------ | memberdayakan | | membayar | | | | | | | | | | | | mengontrol SKK | | | | | di hulu | | | constituent ------ SKE--------|--------->SKK----------|-------->SKS------- | pemain | | | penonton | | | | wasit | pelanggan | | | | | | | mengontrol SKK | | | ----------|-|---------- di hilir | | pembangunan | | | | | | | meredistribusi | | | membentuk, | | nilai via pela- | | | |----meningkatkan,--- ---yanan civil, -----| | | | mencipta nilai pelayanan public | | | | 1 (inc.pemberdayaan) | | | | 4 | | | | MASYARAKAT | | | | | | | ------melayani-------5---------pasar-------- | | | | MANUSIA | | | ---------------------------feedback--------------------------- 6

Gambar 9 Teori Pemerintahan (Governance): Interaksi Antar Tiga Subkultur Melalui 6 Rute

Subkultur Ekonomi (SKE), Subkultur Kekuasaan (SKK), dan Subkultur Sosial (SKS

dgn kualitas Sebagai Pelanggan dan Constituent) yang Disebut juga Subkultur Pelanggan (SKP)

masyarakat melalui tiga terminal, yaitu SKE, SKK, dan SKS. Lintasan gerak dari terminal ke terminal disebut rute. Gambar 10 menunjukkan 5 rute dasar interaksi antar tiga subkultur. Rute 5 menunjukkan rute pelayanan pasar, sedangkan Rute 6 feedback ke dalam interaksi.

Page 13: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Tabel 4 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

----------------------------------------------------------------------------- PENGATURAN PENGURUSAN MONEV DAN FEEDBACK LOCAL GOVERNANCE ----------------------------------------------------------------------------- 1 DPRD -- DPRD DPRD 2 KEPALA PEMERINTAH -- LOCAL GOVERNMENT DAERAH DAERAH (LOCAL GOVERNMENT) -----------------------------------------------------------------------------

Sepanjang Rute 5 pada Gambar 10 dilakukan pemantauan dan evaluasi redistribusi ---------------------- | NEGARA | SKK mengontrol SKS sbg konsti- dan memberdaya- tuen mengontrol --kan SKE via kebi-- -SKK di hulu via UU-- | jakan & impl.nya | | dan PERDA | 2 | | | | 3 | | petaruh, petarung | | | | | SBG KONSTITUEN ------ SKE------------------>SKK-------------------->SKS--------- | “pemain” | | | SBG PELANGGAN | | | | “wasit” | ”penonton” | | | | | | | | | | | | | | | | SKS sbg pelanggan | | | | | | | mengontrol SKK via | | pembangunan | | | | monev & feedback | | | | | | | di hilir | | | ---------|-|---------- | | | | | | 5 | | | | membentuk, me- | | memberdayakan, | | | | 1 ningkatkan, men- | | meredistribusi<-- 4 | | |---cipta nilai se--- -----nilai via pe- | | | | cara berkelan- layanan civil & ----| | | | jutan pelayanan publik | | | | | | | | MASYARAKAT (PUBLIK) | | | | | | | -------melayani----------------pasar---------- | | | | MANUSIA | | | ---------------------------feedback------------------------------

Gambar 10 Pemerintahan (Governance); Interaksi Antar Tiga Subkultur

(Tiga Terminal SKE, SKK, dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, 4, dan 5

Page 14: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

nilai (Rute 4) berdasarkan standar yang telah ditetapkan melalui Rute 3. Hasil evaluasi dijadikan masukan ke dalam Rute 3. Teknik penampilan rute feedback tidak terlihat pada Gambar 10 dan Gambar 11 melainkan pada Rute 6 Gambar 12 sebagai masukan buat Rute 3. Di sana jelas, hasil evaluasi dijadikan masukan ke dalam Rute 6 melalui terminal SKK, terus ke SKS. Dalam Teori Governance juga termasuk Teori Hubungan Pemerintahan (governance relations). Dengan memasukkan konsep stakeholder (Bab I Kybernologi ---------------------- | NEGARA | | | SKK mengontrol SKS sbg konsti- ---dan memberdaya--- ---tuen mengontrol--- | kan SKE via kebi- | | SKK di hulu via UU | | jakan & impl.nya | | dan PERDA | 2 | | | | 3 | | petaruh, petarung | | | | | SKS “BANDAR” ------ SKE---------|-------->SKK----------|----->STAKEHOLDER----- | ”pemain” | | | ”penonton” | | | | ”wasit” | | | | | | | | | | SKS sbg PELANGGAN | | | | | | | mengontrol SKK via | | pembangunan | | | | monev & feedback | | | | | | | di hilir | | | ---------|-|---------- | | | | | | 5 | | | | membentuk, me- | | memberdayakan, | | | | 1 ningkatkan, men- | | meredistribusi<-- 4 | | |---cipta nilai se--- -----nilai via pe- | | | | cara berkelan- layanan civil & ----| | | | jutan pelayanan publik | | | | | | | | | | | | MASYARAKAT (PUBLIK) | | | | | | | -------melayani----------------pasar---------- | | | | MANUSIA | | | ---------------------------feedback------------------------------

Gambar 11 Stakeholder Pemerintahan (Hubungan Pemerintahan

Antara Pemerintah (SKK) dengan Yang Diperintah (SKE dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, dan 4

Page 15: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

dan Pembangunan, 2009), Gambar 9 mengalami modifikasi (Gambar 11). Pelangganlah yang merupakan stakeholder masyarakat. Jika pemerintahan diibaratkan perjudian, bandarlah stakeholdernya; pemerintah hanya petaruh dan petarung selama masajabatan lima tahunan belaka.

Kendatipun pada hakikatnya pembangunan terletak dalam ruang SKE (Gambar 9), mengingat masyarakat belum berdaya dan belum otonom di bidang pembangunan, untuk sementara pembangunan diletakkan di ruang SKK. Dalam hubungan itu, pembangunan oleh SKK adalah strategi pemberdayaan SKS sampai pada suatu saat peran ekonomi SKS otonom, sehingga pembangunanpun secara bertahap tetapi pasti beralih ke ruang SKE. Dilihat dari sudut ini, penyerahan sebagian kewenangan negara (pusat) kepada masyarakat (daerah) dapat diartikan sebagai sebuah strategi privatisasi dari badan publik kepada badan privat. Gambar 11 menunjukkan Hubungan Pemerintahan, yaitu hubungan antara fihak Pemerintah (SKK, masyarakat pemangku kekuasaan) dengan fihak Yang Diperintah (SKE dan SKS). SKE adalah masyarakat dalam perannya sebagai Pekerja, sedangkan SKS adalah masyarakat dalam perannya selaku Pelanggan dan Konstituen. Hubungan (rute) antar tiga terminal (dalam Gambar 9 terlihat empat) diperjelas (diurai) menjadi enam rute berkesinambungan. Gambar 12 merupakan 2 janji (kebi- 3 5 jakan/rencana mandat, kuasa monev terhadap & penepatan- (trust, hope) kinerja SKK ---nya) berda- -- ----tuntutan,--- ----rute 2 & 4--- | sarkan etika | | (UU, Perda) | | via rute 2 | | otonom di hulu | | di hulu | | di hilir | | | | | | | | | | - SKE-------------- SKK-------------- SKS------------- SKK-- | | | | | | | | | redistribusi | | | | | | | | nilai via pe- | | pertanggung- | | | | nilai berke- | | lay civil,pe- | | jawaban etik | | | --lanjutan utk--- --lay publik &-- -----menurut----- | | hidup pemberd masy etika otonom | | 1 di tengah di hilir | | 4 6 | | | | | --------------------pemerintahan (governance)--------------------

Gambar 12 Sistem dan Proses Pemerintahan

Melalui Rute 1, 3, 4, 5, 6, 3, dan 2

Page 16: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

rekonstruksi Gambar 7-1 Kybernologi (2003, 106) tentang hubungan antara Janji (commitment) dengan Percaya (trust) dan Harapan (hope). Dengan argumentasi tertentu, misalnya untuk rezim yang sedang berjalan, peneliti bebas menentukan rute awal penelitiannya dan menandainya dengan angka 1 (pada Gambar 12, rute Nilai Berkelanjutan Untuk Hidup), sehingga prosesnya berjalan dari 1 ke, 4, 5 dan 6, berlanjut ke 3, kembali ke 2, 1, demikian terus-menerus. Tetapi untuk rezim yang baru terpilih, angka 1 itu diletakkan pada rute Mandat (Gambar 12 pada rute 3), sehingga rutenya menjadi 3, 2, 1, 4, 5, 6, kembali ke 3. Referensi: Bab I Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (2005); Bagian Pertama Bab 8 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Tiga Bab V dan Bab XIV Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab VI dan Bab VII Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab I Kybernologi dan Pembangunan, 2009

7

SESI ENAM Epistemologi Pemerintahan: Teori Kinerja. Kosakata “kinerja” tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata itu berasal dari kata “kerja” ditambah sisipan “in” antara “k-” dengan “-e” menjadi “kinerja.” Hal itu terjadi misalnya pada kata “kanti” menjadi “kinanti,” “ganjar” menjadi “ginanjar,” “reka” menjadi “rineka,” “rakit” menjadi “rinakit,” dan sebagainya. Lingua franca ini terbentuk sebagai padanan kata Inggris performance yang sebenarnya berarti tampilan atau penampilan, ----->LINGKUNGAN--------membentuk------->GOVERNANCE-------- | 7 faktor 3 subkultur | | | | keselarasan | keseimbangan | keserasian feedback MASYARAKAT dinamika | keberlanjutan | interaksi antar | tiga subkultur | | | GOOD GOVERNANCE evaluasi oleh KINERJA | ----BAD GOVERNANCE<------pelanggan------GOVERNANCE<-------- Lingkungan Governance: 4 sistem ekonomi 1 sejarah 5 sistem sosialbudaya 2 lokalitas 6 kondisi dan posisi geografik 3 sistem politik 7 Weltanschauung masyarakat

Gambar 13 Model Dasar Teori Kinerja

Page 17: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

perilaku atau acting. Dalam hubungan ini, performance terlihat lebih sebagai proses ketimbang sebagai output. Walaupun output atau outcomenya mengecewakan, tetapi jika prosesnya dapat dipertanggungjawabkan, kinerja governance bisa dikualifikasi good (Tabel 2). Jika kinerja interaksi antar tiga subkultur governance berkualitas good, maka governance itu disebut good governance. Apa yang dimaksud dengan good governance, bagaimana supaya kinerja governance itu good, diterangkan melalui Teori Kinerja. Teori ini terkait dengan Teori Governance dan Implementasi Kebijakan. Perlu diingat bahwa PIP IPDN/IIP terletak di sini. Kinerja harus distandardisasi (ref. Bab III Kybernologi Sebuah Profesi, 2007). Grafik kinerja bisa naik-turun (NT, fluktuatif), naik-turun dan maju-mundur (NT-MM), dan naik-turun, maju-mundur, dan timbul-tenggelam (NT, MM dan TT). Kinerja pemerintahan merupakan proses dan hasil keseluruhan interaksi antar tiga subkultur sebagaimana ditunjukkan oleh angka 1 sd 6 pada Gambar 9 dan Gambar 12, dengan catatan sebagai berikut: 1. Keselarasan adalah tingkat ketepatan waktu dan arah tiga subkultur pada tujuan bersama jangka panjang, agar keberhasilan yang satu tidak merusak tetapi sebaliknya mendukung keberhasilan yang lainnya 2. Keseimbangan adalah tingkat bargaining power dan keluasan pengambilan kesempatan berperan yang relatif sama antar tiga subkultur apada suatu saat, sesuai dengan hukum rantai yang menyatakan bahwa kekuatan sebuah rantai sama dengan kekuatan matarantainya yang terlemah 3. Keserasian adalah tingkat empati (empathicability?) sikap dan harmoni kinerja tiga subkultur yang berbeda-beda, pada suatu saat 4. Dinamika adalah tingkat kecepatan dan ketepatan perubahan (adaptabilitas) hubungan antar subkultur dari kondisi heterostasis ke homeostasis dan sebaliknya/selanjutnya 5. Keberlanjutan (kelestarian, kesinambungan, keterusberlangsungan), adalah tingkat kelancaran proses jangka panjang interaksi antar tiga subkultur sesuai dengan norma (standar) yang (telah) disepakati bersama Referensi: Bab 4 dan Bab 6 Kybernologi 2003; Bagian Pertama Bab 4 dan Bab 9 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Tiga Bab VIII Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab I Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab II Kybernologi dan Pembangunan, 2009

Page 18: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

8 SESI TUJUH

Epistemologi Ilmu Pemerintahan: Metodologi. Sebagai alat, setiap ilmu dan penggunaannya oleh masyarakat melalui governance dalam berkinerja, adalah metodologi. Metodologi di sini meliputi Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan ---KONSTRUKSI-- SCIENTIFIC ---ONTOLOGI ---ILMU---| |---BOK---->ACADEMIC | | ---BAHAN BAKU-- ENTERPRISE | | | | | | ---------- | | | | | FIL- | EPIS- METO- | PENE- ---PUSTAKA----- | | --->SAFAT---|---TEMO- ---DO- ---|---LI- ---| |--- | | ILMU | LOGI LOGI | TIAN ---LAPANGAN---- | | | | | | | | | | | | | | | | PE- ---DIDAKTIK---- | | ---AXIOLOGI ---NGA- --| |<------------->| | | JARAN ---METODIK----- | | | | | | | ---------------------NILAI-------------------- | | | ----------------------------------FEEDBACK---------------------------------

Gambar 14 Genealogi Metodologi

BOK Body Of Knowledge

Metodologi Pengajaran Ilmu Pemerintahan. Genealogi Metodologi tersebut sebagai berikut (Gambar 14). Perbedaan antara Epistemologi dengan Metodologi terletak pada titikpandang. Epistemologi memusatkan perhatian pada substansi atau objek -- METODOLOGI PENELITIAN -- -------------- METODOLOGI ILMU -------------- | | | | | | | berfungsi: | | | | identifikasi | | | | deskripsi | | diolah diuji | | dikon- BODY OF eksplanasi | D A T A -------> INFO ------> PENGE- ---------->KNOWLED- ------------------> ILMU | TAHUAN struksi GE (BOK) diagnosis | | prediksi(f’casting) | | eksperimentasi | direkam self-control | | diwaris- | kembang- | kan FENOMEN | FAKTA <---------------------- METODOLOGI PENGAJARAN <------------------------- penggunaan ilmu termasuk learning process

Gambar 15 Hubungan Antar Tiga Metodologi

Page 19: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

pengetahuan dan hubungannya dengan objek lainnya, baik objek forma maupun objek materia (known, knowable, dan unknown), sedangkan Metodologi memusatkan perhatian pada proses bagaimana mengetahui (knower dan knowing process).

Hubungan lebih rinci antar ketiga spesi Metodologi ditunjukkan melalui Gambar 15. Dari uraian di atas terlihat bahwa objek materia Ilmu Pemerintahan (Kybernologi) bukan negara tetapi masyarakat. Negara adalah objek materia Ilmu Politik. Penemuan objek materia ini melalui pendekatan metadisiplin (Gambar 5 dan Gambar 6). Dilihat dari sisi ini, penempatan Ilmu Pemerintahan dalam Ilmu-Ilmu Sosial oleh Universitas Padjadjaran, dan tidak dalam Ilmu Politik, dipandang tepat. Objek formanya adalah interaksi antar tiga subkultur masyarakat (governance, layanan publik dan layanan civil, Gambar 7, dan Gambar 10) yang disebut juga hubungan pemerintahan dengan pelanggan sebagai titiktolak utama pembelajaran (SKS, Gambar 11). Objek forma inilah yang membedakan sekaligus menghubungkan Kybernologi dengan disiplin (ilmu) lainnya. Setiap penelitian Ilmu Pemerintahan dari berbagai segi (aspek, arah) didaratkan pada beachhead ini, dan sebaliknya dari sini ke segala segi (aspek) kemasyarakatan, bahkan ruang eksakta dan humaniora. Pernyataan masalah penelitian (problem statement) “Implementasi kebijakan (di bidang) kesehatan masyarakat tidak efektif,” belum mendarat pada Ilmu Pemerintahan, masih di angkasa Ilmu Politik, karena yang dinyatakan adalah perihal kebijakan negara (politik) dan implementasinya. Pernyataan “Tingkat kesehatan masyarakat masih rendah,” mendarat pada Ilmu Pemerintahan, karena yang dinyatakan adalah apa yang dialami oleh masyarakat sebagai pelanggan pelayanan kesehatan. Pernyataan tersebut disusul dengan pertanyaan penelitian: “Mengapa tingkat kesehatan masyarakat masih rendah?” Melalui analisis teoretik diperoleh jawaban (hipotesis): “Tingkat kesehatan masyarakat masih rendah, karena kebijakan (bidang) kesehatan tidak diimplementasikan dengan baik.” Dengan perkataan lain, “Tingkat kesehatan masyarakat bergantung pada (dipengaruhi oleh) implementasi kebijakan pemerintah di bidang kesehatan.” Quod erat demonstrandum. Pendekatan yang digunakan adalah monodisiplin, multidisiplin, interdisiplin, dan lintasdisiplin. Referensi: Bab 36 dan 35 Kybernologi 2003; Bab IV dan Bab V Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005; Bagian Kedua Bab 14 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Tiga Bab II Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab XVII dan Bab XIX Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab IX, Bab X, Bab XI, Bab XII, dan Bab XIII Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab 7, Bab 8 dan Bab 16 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008; Bab IX

Page 20: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

dan Bab XVII Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab VII, Bab VIII, Bab IX, Bab X, dan Bab XIII Kybernologi dan Pembangunan, 2009

9

SESI DELAPAN UTS. Ujian klasikal terdiri dari 5 soal. Kelas dibagi menjadi 7 kelompok, tiap kelompok membuat tugas terstruktur tentang suatu sesi berupa sebuah makalah.

10

SESI SEMBILAN Axiologi Ilmu Pemerintahan: Teori Nilai. Konstruksi tiga komponen: kualitas, nilai, dan norma, Gambar 16. Nilai dan asas, asas-asas pemerintahan, Gambar 17. Visi pemerintahan Gambar 18. Gambar 16, Gambar 17, dan Gambar 18 menunjukkan model identifikasi (terbentuknya) nilai secara induktif, deduktif, dan visionary. Setiap pemenuh kebutuhan, bernilai. Nilai intrinsik, nilai ekstrinsik, dan nilai ideal. Nilai sebagai inti budaya. Ilmu itu amaliah dan amal itu ilmiah. Dalam governance SKE berfungsi (Gambar 10) menambah, merawat, atau membentuk nilai dari sumberdaya yang ada, dan menciptakan sumberdaya baru. perilaku ditimbang disepakati -->ENTITAS-------->KUALITAS--------->NILAI-------------->NORMA | bisa dipaksakan (N) | | | | | feedback N<H dievaluasi ditegakkan | ---------------N=H<--------------HASIL--------------------- N>H (H)

Gambar 16 Identifikasi Nilai Secara Induktif

Pada Gambar 16, entitas itu adalah apa saja. Misalnya PNS dengan 8 kualitasnya. Pertama kesetiaan, kedelapan kepemimpinan. Setiap tahun tiap kualitas dimonev. Angka 90 adalah nilai kesetiaan, tetapi angka 91 disepakati sebagai norma minimal yang harus terpenuhi agar yang bersangkutan dapat dipromosi. Penemuan nilai secara deduktif bersumber pada Filsafat Pemerintahan yang berisi berbagai buah pikiran, yang dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih dan menetapkan prinsip (azas) sebagai sumber nilai hipotetik untuk diuji secara empirik. Bisa terjadi, kinerja seorang pejabat yang terpilih dengan suara terbanyak, ternyata bad, sehingga perlu dicari azas baru sebagai alternatif azas suara terbanyak yang sudah ada.

Page 21: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Konstruksi visi menurut Teori Visi seperti Gambar 18. Envisioning dimulai juga dari Fakta tetapi bukan sisi “keberhasilan” sesaat (jangka pendek) tetapi sisi kecenderungan yang sedang berjalan (trend), “kondisi yang given” (takdir) dan relatif tidak dapat ber-(di-) ubah. Mengenvision (“melihat” dengan matahati dan mataiman) apa yang akan atau dapat terjadi 20 tahun ke depan, jika kondisi dan kecenderungan (arah perubahan) yang ada sekarang (Fakta, Gambar 18, 1 kiri) terus berlanjut, sebagaimana adanya. Apapun yang terlihat melalui pendekatan ini, apakah baik apakah buruk, itulah Visi (Gambar 18, angka 2). Visi itu objektif, berisi nilai intrinsik. Pasal 1 butir 12 UU 25/04 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mendefinisikan visi sebagai “Rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.” Visi yang dibuat berdasarkan definisi itu selalu diberi nilai superlatif, “ter-,” “paling-,” “satu-satunya,” “tiada banding, tiada tanding,” dan sebangsanya. Iklan pemikat. Apakah yang dimaksud --------------------->FILSAFAT PEMERINTAHAN | | | | | ASAS-ASAS (YANG ADA) | | | deduksi | | | ------------------------- | | | | | | | NORMA NILAI | TERTULIS TIDAKTERTULIS | | | | | | | ---------------- | | | | | | | | | | -->CUKUP TIDAK CUKUP | | | | | | | DIPERLUKAN | | | NILAI BARU | | ---DITEMUKAN<----UNTUK DIJA- <---------- | JADIKAN | NORMA | | | | | TIDAK DITEMUKAN | | | | -----------------DIPERLUKAN ASAS BARU

Gambar 17 Identifikasi Nilai Secara Deduktif

Page 22: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

dengan “yang diinginkan” dalam definisi itu? Mimpi? Angan-angan? Simbol belaka? Atau sesuatu yang mengikat (formal), yang harus dicapai? Jika yang terakhir itu artinya, apa bedanya visi dengan tujuan? Gambar 18 menunjukkan perbedaan itu. Goal (tujuan) adalah rumusan formal yang ditetapkan sebagai respons terhadap visi yang terlihat (penglihatan) jauh di depan. Misi itu adalah jalan dan upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Demikian pentingnya misi itu sehingga mendapat julukan mission sacre. Dari teori ini bersumber pokok-pokok bahasan berikut (sesi 10 dan seterusnya). KE DEPAN tujuan jangka panjang cita-cita, obsesi masy. yg ditetapkan secara kearifan lokal sadar dan formal berda- | sarkan idea dan visi 4 3 IDEA----------------------C--------------------->GOAL | S4R4 | b HARAPAN | | S3R3 | D 20 tahun E arah B MISI | S2R2 | | a MASALAH | | S1R1 | FAKTA SEKARANG-----------------A--------------------->VISI 1 dua puluh tahun 2 kecenderungan internal apa yg terlihat bila & eksternal, kondisi yg keadaan berjalan menu- takberubah dan takbisa rut fakta sekarang diubah (takdir) (terminal 1)

Gambar 18 Teori Visi

Tujuan Jangka Panjang Berisi Nilai Ideal Melalui Envisioning Pemerintahan

(Menggunakan Pola UU 25/04 dan UU 17/07) Kebijakan Jangka Panjang 20 Tahun (S strategi, R rezim 5 tahunan)

Referensi: Bab VII M. J. Langeveld, Menuju Ke Pemikiran Filsafat, 1957; Bab 37 Kybernologi 2003; Bagian Tiga Bab VIII Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise (2006) dan Bab I Kybernologi Sebuah Profesi (2007); Bab III Teori Budaya Organisasi, 2005

11 SESI SEPULUH

Axiologi Ilmu Pemerintahan: Kepamongprajaan. Duabelas nilai kepamongprajaan di dalam governance (Gambar 19). Kepamongprajaan sebagai superstruktur profesi pemerintahan melalui pendekatan lintas sektoral bermula pada Visi. IPDN/IIP

Page 23: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

didirikan untuk membentuk tenaga-tenaga pemerintahan yang berkualitas kepamongprajaan ini. Tentang hal ini, van Poelje dalam Pengantar Umum Ilmu Pemerintahan (1959) menyatakan: -------------------------------KYBERNOLOGI------------------------------- | | (ILMU PEMERINTAHAN BARU) | | | | | | | | | | | KEAHLIAN KEAHLIAN | | DI BIDANG----------GENERALIS----------DI BIDANG | | PEMERINTAHAN | PEMERINTAHAN | | | | | | | | | | | | PROFESI | PROFESI | | BIDANG PE- | BIDANG PE- | | MERINTAHAN | MERINTAHAN | | | --------------------- | | | | | vooruitzien | | | TEOLOGI PEMERINTAHAN | conducting | PEMERINTAHAN TEKNOLOGI PEMERINTAHAN DAERAH | coordinating | DAERAH PEMERINTAHAN | | | peace-making | | | | | | residue-caring | | | | KEBIJAKAN | turbulence-serving | KEBIJAKAN | |--------------BIDANG-----|---KEPAMONGPRAJAAN---|-----BIDANG--------------| | KEAGAMAAN | Freies Ermessen | PEKERJAAN UMUM | | | | gen & spec function | | | | | | omnipresence | | | KYBERNOLOGI* KEPALA KANTOR | responsibility | KEPALA DINAS KYBERNOLOGI KEBERAGAMAAN AGAMA |magnanimous-thinking | PEK. UMUM PEK. UMUM | | | statesmanship | | | | | --------------------- | | | PROFESI | PROFESI | | BIDANG | BIDANG | | KEAGAMAAN | PEK. UMUM | | | | | | | | | | | | KEAHLIAN | KEAHLIAN | | DI BIDANG----------SPESIALIS----------DI BIDANG | | TEOLOGIA PEK. UMUM | | | | | | | | | --------------TEOLOGI TEKNOLOGI------------- CIVIL *KYBERNOLOGI KETUHANAN?

Gambar 19 Duabelas Nilai Kepamongprajaan. Kepamongprajaan Sebagai Superstruktur Berbagai Profesi Sektoral Pemerintahan

Hubungan Antara Kybernologi Dengan Ilmu-Ilmu Lain Dalam Hal Ini Teologi Dua Hibrida yaitu Teologi Pemerintahan

dan Kybernologi Keberagamaan (KeTuhanan?)

. . . . . . bahwa berbagai ilmu pengetahuan yang bertalian dengan salah satu bagian dari penguasaan (beheer) perusahaan partikelir pada akhirnya bermuara pada suatu ajaran perusahaan umum (algemene bedrijfsleer) yang meliputi kesemuanya dan bahwa ajaran

Page 24: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

tentang penguasaan perusahaan-perusahaan partikelir ini setidak- tidaknya untuk sebagian merupakan syarat bagi adanya ilmu pengetahuan yang lebih tinggi daripadanya, ialah Ilmu Pemerintahan (Bestuurskunde, Bestuurswetenschap) yang aksiologi utamanya di Indonesia adalah Kepamongprajaan (Gambar 19). Referensi: Bab XIII Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, 2007; Bab XX Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab VI Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab 1, Bab 2, Bab 4, Bab 5, dan Bab 6 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008; Bab 1 dan Bab 7 Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab XIV Kybernologi dan Pengharapan, 2009.

12

SESI SEBELAS Axiologi Ilmu Pemerintahan: Kebijakan (dalam bahasa UU 32/04: Penyelenggaraan) Pemerintahan. Konsep-konsep terkait: Filsafat, Kearifan (Kebijaksanaan, Wisdom), Asas (Principles, Beginselen), Nilai, Kebijakan (Policy), dan “Kebijaksanaan” (“Bijak sana, Bijak sini,” Korupsi). Kebijakan dalam ruang governance sebagai penyelenggaraan otonomi masyarakat (daerah). Lihat juga Gambar 16, Gambar 17, dan Gambar 18. Berbeda dengan konstruksi kebijakan menurut Ilmu Politik, konstruksi kebijakan dalam Kybernologi terlihat melalui Gambar 20. Ia diletakkan di dalam bingkai (frame) invention dengan scientific policy policy im- ----->RESEARCH----------->INVENTION----------->POLICY------------------ | enterprise making (input) plementation | | | | | |----------------------------with or without----------------------------| | | | | | I<O moni- scientific | ------FEEDBACK<---I=O----EVALUATION<---------INNOVATION<--------------- I>O toring (output) movement

Gambar 20 Model Axiologi Kybernologi Melalui Kebijakan

innovation. Membanting cermin pada saat muka terlihat buruk (“Buruk muka, cermin dibelah”) dan membuat cermin baru, bukanlah inovasi. Menemukan cara membenahi muka buruk sehingga menjadi baik, itulah inovasi (“Buruk muka, muka dibenah”).

Page 25: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Policy implementation diberi kekuatan lanjutan research sebagai scientific movement. Diharapkan dengan demikian, bukan kekuasaan politik tetapi premises ilmupengetahuan dan teknologi yang memegang peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Referensi: Bab 6 dan Bab 37 Kybernologi 2003; Bagian Pertama Bab 5 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bab III, Bab VI, dan Bab VII Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, 2007; Bab 12 Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab 7 dan Bab 8 Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008

13

SESI DUABELAS Axiologi Ilmu Pemerintahan: Manajemen Pemerintahan. Birokrasi, Administrasi Publik, dan Manajemen, merupakan tiga sisi atau dimensi Implementasi Kebijakan dari berbagai sudut pandang.. Jika pada aras statal pertimbangan politik yang dominan, semakin ke bawah (masyarakat, daerah), (seharusnya) pertimbangan manajemen semakin dominan.

1 a 2 b 3 c 4 d 5 ---> LK ------------> IP ------------> TP ------------> OP ------------> LK --- | info kebijakan implementasi “marketing” | | distribusi | | | j -- komunikasi penggunaan -- e | | | | | b<g pembandingan pantauan manfaat, guna | ---- FB <----b=g---- HEV <------------ EV -------------MON <-------------OC --- 10 b>g 9 h 8 g 7 f 6 i

Gambar 21 Manajemen Pemerintahan

1LK lingkungan sebagai sumber, IP input, TP throughput, proses OP output, 5LK lingkungan sebagai pelanggan, OC outcome, MON monitor, EV evaluasi, HEV hasil evaluasi, FB feedback

Di dalam Manajemen Pemerintahan terletak Manajemen Pembangunan. Lihat Gambar 10. Manajemen Pemerintahan tidak linier atau terpotong-potong mengikuti rezim politik, tetapi siklik (cyclic, berulang) atau sirkuler (circular, lingkaran) sesuai dengan hukum sistem. Jika dilihat dari pendekatan sistem, Manajemen Pemerintahan seperti Gambar 21. Terminal dan rute sepanjang siklus atau sirkel pemerintahan bersifat kritikal. Oleh sebab itu seluruh terminal dan rute manajemen terkait (planning, organizing, actuating, dan controlling) diatur setara (jangan seperti sekarang, hanya perencanaan yang diutamakan) dalam satu peraturan. Jika digabung dengan Gambar 18, maka Manajemen Pemerintahan 20 tahunan sebagai Gambar 22.

Page 26: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

R1 R2 R3 R4 O---5---|---5---|---5---|---5-->20 rel (runway) jangka panjang | | | | R1 O-------|-------|-------|------>20 | | | | R2 O-------|-------|-------|------>20 | | | | R3 O-------|-------|-------|------>20 | | | | R4 O-------K1------K2------K3----->20 | K4 R rezim 5 tahunan; O orientasi 20 ke depan K1234 = kinerja R1R2R3R4 selama 20 tahun (expected output, bulat) 0 – 20 rel (landasan) jangka panjang

Gambar 22 Manajemen Pemerintahan

Berskala Jangka Panjang (20 Tahun) UU 25/04 dan UU 17/07

Referensi: Bab 10, Bab 13, dan Bab 14 Kybernologi 2003; Bagian Pertama Bab 5 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bab X Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab 12, Bab 13, dan Bab 17 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008; Bab II Kybernologi dan Pembangunan, 2008

14 SESI TIGABELAS

Axiologi Ilmu Pemerintahan: Seni Pemerintahan dan Teknologi Pemerintahan. Pentingnya Seni (dan Teknologi) diungkapkan oleh Will Durant dalam The Story of Philosophy (1956, xxvi): “Every science begins as philosophy and ends as art.” Proposisi Durant ini menerangkan mandulnya suatu ilmu dan pincangnya hubungan antara teori dengan praktik. “Ah, itu sih teori,” demikian keluhan berbagai kalangan. Penyebab kemandulan dan kepincangan itu terletak di hulu (keringnya Filsafat dan lemahnya teori) dan di hilir (miskinnya Seni praktik atau implementasi: “Benar, tetapi. . . . ,” “Setuju, namun. . . .” Seni Pemerintahan menunjukkan upaya penumbuhkembangkan kreativitas dan efektivitas. Ruangnya dalam Model 1 Gambar 23. Dalam hubungan itu, kepemimpinan adalah seni, “how to get things done through the leader him- (her-) self.” Selanjutnya Teknik dan Teknologi Pemerintahan menunjukkan kemahiran, kehematan, dan efisiensi. Ruangnya dalam Model 2 Gambar yang sama. Kombinasi Model 1 dengan Model 2 menghasilkan Model 3, Gambar 23.

Page 27: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

kreativitas efektivitas | | Ikons-----1---->Omaks<--- | | -------------->3-------------- | | -----Imin------2---->Okons | | kemahiran kehematan efisiensi

Gambar 23 Seni Pemerintahan dan Teknik Pemerintahan

I input, O output, kons konstan (seadanya), maks maksimum, min minimum

Referensi: Bab 12, Bab 19, Bab 30, dan 34 Kybernologi 2003; Bab I Kybernologi dan Pengharapan (2009).

15 SESI EMPATBELAS

Axiologi Ilmu Pemerintahan: Etika Pemerintahan. Perbedaan dan kaitan antara Etika dengan Moral: Pertimbangan Moral berlangsung dalam masyarakat, sedangkan pertimbangan Etik berlangsung di dalam kalbu (lubuk hati, hati nurani, hati sanubari, insan kamil) sendiri. Etika Pemerintahan adalah Etika Otonom, sanksi pelanggaran dan reward penaatannya bersumber dari diri sendiri, sementara sanksi dan reward Moral dari masyarakat. Dengan pegangan Moral saja, Iblis bisa bercahaya seperti Malaikat, Serigala berbulu Domba, dan Musang berbulu Ayam, Jadi bukan “disumpah,” tetapi “bersumpah.” Kode Etik Profesional, dan Etiket Pergaulan Politik/Diplomatik adalah aplikasi Etika Pemerintahan. Tetangga Etika Pemerintahan adalah Teologi Pemerintahan. Seperti telah dikemukakan, ada Hak Asasi dalam arti bawaan, yang terbentuk sejak dalam kandungan, tetapi tidak ada Kewajiban Asasi dalam arti itu; kewajiban tumbuh sejajar dengan pertanggungjawaban (kemampuan bertanggungjawab). Teori Tanggungjawab menurut Herbert J. Spiro dalam Responsibility in Government (1969). Kunci Etika Pemerintahan terletak pada pertimbangan etik dan pertanggungjawaban etik (Terminal 6 dan Terminal 10 Gambar 24).

Page 28: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

1 2 3 4 5 6 ----->apakah------>kualitas--->nilai--->norma--->kesadaran---->pertimbangan---- | etika? dasar etik etik etik etik etik otonom | | etika otonom | | | | | | | etika heteronom yg-benar guna tertanam norma me- diskusi antar | | yg-baik dlm kuat, lu- nerangi norma dlm kalbu | | yg-wajib hidup as, jelas nurani kebebasan memi- | | lih, kesepakatan | | | | 10 9 8 7 | | 11 pertanggung- perilaku tindakan keputusan | ----etikalitas<----------jawaban<-------etik<------etik<----------etik<-------- | etik | | | | | | | menaati kadar | --kinerja- berprakarsa keetikan sanksi etik* | berjanji* | | | | | ----------- merasa malu | | | merasa bersalah | pada pada menyesal | orang diri mohon maaf | lain sendiri mohon ampun | | | janji bertobat | | nazar,sumpah bernazar | perjan- pengakuan membayar tebusan | jian credo kesediaan berkorban | commitment self- mengaku bersalah | | commitment mengundurkandiri dari jabatan | | | mengasingkandiri | | agar mengi- menyakitidiri | | kat, perlu bersumpah | | disaksikan mengorbankandiri | | | bunuhdiri | ----------- *setiap commit- | | dikontrol | ment atau janji | ---dibandingkan---- harus disertai | kesenjangan dite- dievaluasi sanksi yg mengikat | rangkan setulus & | diri sendiri dan --sejujurnya, risi- -------- orang lain, dinya- ko & konsekuensi takan secara terbuka ditanggung sendiri

Gambar 24 Etika Pemerintahan (1 sd 11 Terminal)

Referensi: Bab 15 dan Bab 16 Kybernologi 2003; Bagian Pertama Bab 7 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Dua Bab II dan Bab III, dan Bagian Tiga Bab XVI Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab XV Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5 Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab III dan IV Kybernologi dan Pengharapan (2009)

16

SESI LIMABELAS Penguatan Tiga Subkultur Governance: Reformasi Pemerintahan. Reformasi Pemerintahan lebih sebagai fungsi ketimbang momentum, artinya berjalan terus- menerus, konsisten, dan akumulatif. Reformasi Pemerintahan bertujuan membangun

Page 29: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

POLITIK (NEGARA) | | public choice waktu | ruang | SUMBER-SUMBER----nilai----PEMERINTAHAN----informasi----ILMUPENGTAHUAN teknologi | sumberdaya | kontrol di hulu dan kontrol di hilir | | MASYARAKAT PELANGGAN

Gambar 25 Lingkungan Pemerintahan

Pemerintahan yang sehat dengan mencegah sejauh mungkin pemerintahan yang sakit. Dalam hubungan itu fenomena birokrasi tidak cukup diterangkan hanya oleh Teori Kebijakan Publik, Teori Politik, Sosiologi dan Ilmu Hukum. Diperlukan bangunan teori yang lebih tinggi, yaitu grand theory yang mencakup semuanya. Grand theory yang dimaksud adalah Teori Hubungan antara Negara dengan Manusia (Gambar 4). Menurut teori itu terjadi hubungan timbal-balik antara keduanya. Hubungan itu berturut-turut berisi public choice, nilai, info, dan kontrol di hulu dan di hilir. Oleh sebab itu, pada aras makro, Reformasi Pemerintahan berarti reformasi lingkungan pemerintahan yang terdiri dari Politik (Negara), Sumber-sumber, Ilmu Pengetahuan, dan Masyarakat (Gambar 25), dan inovasi Birokrasi itu sendiri. Birokrasi itu ibarat sebuah mobil. Manfaatnya bergantung pada penggunanya. Sesehat dan sekuat apapun Birokrasi, jika pengguna (politik, politisi) menyalahgunakannya, ia menjadi biropatologik. Secerdas apapun sebuah temuan ilmiah, kalau tidak digunakan, tidak berguna. Memang, “power tends to corrupt.” Referensi: Bab 9 Kybernologi 2003; Bagian Kedua Bab 18 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Dua Bab I dan Bab IX Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab IX Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, 2007; Bab 2, Bab 12, Bab 13, Bab 14, dan Bab 15 Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab I dan Bab II Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab 8 Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab VI dan Bab XII Kybernologi dan Pembangunan, 2009

Page 30: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

17 SESI ENAMBELAS

UAS. Sama seperti UTS, UAS juga terdiri dari ujian klasikal dengan 5 soal, dan tugas struktural bagi tiap kelompok. Untuk itu kelas dibagi menjadi 7 kelompok, tiap kelompok mambahas satu sesi kuliah. Distribusinya menggunakan undian. 1112081144 1212081427SDGORODTG 1312081506 1912081058 0401091050 0801091014SDGOROTDUSADS 3103090818SDG 0904090953SDG 1104091755SDG

Page 31: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

RINGKASAN ----------------------------------------------------------------------- | SESI | URAIAN HALAMAN | |-----------------------------------------------------------------------| | 1 | Penjelasan Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 | | | Sejarah Pengajaran Ilmu Pemerintahan di Indonesia | | ONTOLOGI | | 2 | Ontologi Ilmu Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . 5 | | EPISTEMOLOGI | | 3 | Teori Kebutuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 | | 4 | Teori Pelayanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 | | 5 | Teori Governance. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 | | 6 | Teori Kinerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16 | | 7 | Metodologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 | | 8 | UTS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 | | AXIOLOGI | | 9 | Teori Nilai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 | | 10 | Kepamongprajaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22 | | 11 | Kebijakan Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . . . 24 | | 12 | Manajemen Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . . . 25 | | 13 | Seni dan Teknik Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . 26 | | 14 | Etika Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27 | | 15 | Reformasi Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . . . 28 | | 16 | UAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 | -----------------------------------------------------------------------

Page 32: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

GBPP MATAKULIAH KEPAMONGPRAJAAN Taliziduhu Ndraha, Kybernolog

1

LATARBELAKANG Kompas 11 Oktober 07 h. 15 meluncurkan berita berjudul “Presiden Ubah IPDN Menjadi IIP,” dengan subjudul “Sistem Pengasuhan Dihapuskan, Diubah Kepamongan.” Di kiri bawah terdapat tulisan: “‘Di IIP ada tambahan ilmu baru sebagai pendukung dalam aspek pemerintahan,’ ujar Mardiyanto” (Menteri Dalam Negeri). Pukul 082337 pagi itu anak saya Pram mengonfirmasi berita itu pada saya seraya menanyakan ilmu apa yang dimaksud. Segera saya melaporkan berita itu via SMS kepada beberapa pejabat yang berkompeten, antara lain Plt Kepala Badan Diklat Dr H. Muh. Marwan, drs, MSi, Plt Rektor IPDN Dr J. Kaloh, SU, Prof. Dr Tjahya Supriatna, SU, dan Prof. Muchlis Hamdi, MPA, PhD. Informasi dari pak Khasan Effendy (IPDN) pukul 112207 tentang ilmu apa yang dimaksud: “Pemahaman saya pembaharuan dan pengembangan Ilmu Pemerintahan salah satunya Kybernologi. . . . .” Dari 08159676440, seorang pejabat Badan Diklat Depdagri tgl 121007 pukul 223338 diperoleh info: “Benar, prof. Yang beliau maksudkan adalah Kybernologi dan Kepamongprajaan,” dilanjutkan pada pukul 224923: “Benar, prof. Kita jadikan proposal yg prof. buat sebagai dasar keilmuan pembentukan IIP Regional.” Apakah ini berita jurnalistik yang setelah dibaca menjadi basi dan dilupakan orang? Atau lanjutan sejarah? Di dalam sistem kurikulum IPDN terbaru (Peraturan Rektor IPDN tgl 15 September 2007 No. 895.5-273 Tahun 2007, Ilmu Pemerintahan (secara implisit Kybernologi) sebagai core curriculum IPDN pada tingkat institut (dijadikan menu semua fakultas dan jurusan) diajarkan sebelum core curriculum institut lainnya yaitu Kepamongprajaan. Jika Kybernologi berbentuk body-of-knowledge (BOK, disiplin, ilmu) dan derajat akademiknya bulat (Sarjana S1, Magister S2, dan Doktor S3), bagaimana dengan Kepamongprajaan sebagai matakuliah baru? Apakah hanya seperangkat teori seperti Teori-Teori Pembangunan, sebuah Bidang Kajian (field of study), seperangkat Kebijakan dan Peraturan, atau sebuah topik Seminar? Yang jelas, Kepamongprajaan yang pamornya timbul tenggelam selama seratus tahun terakhir, dan jejaknya nyaris lenyap disapu perubahan zaman, kembali menarik dengan semakin gamangnya penyelenggaraan Negara dan pemerintahan di tanahair. Kegamangan itu terlihat pada hubungan antara pusat dengan daerah. Semakin

Page 33: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

dominan politik dekonsentrasi terhadap desentralisasi, pusat terhadap daerah, semakin melembaga kepamongprajaan. Di zaman berlakunya UU 5/74, semakin otoriter Negara, semakin berkuasa kekepalawilayahan ketimbang kekepaladaerahan. Semakin luas otonomi daerah, kepamongprajaan semakin kehilangan ruang hidupnya. Mungkinkah sebuah lembaga mengadvokasikan otonomi seluas-luasnya dan pada saat yang sama membuka ruangan bagi kepamongprajaan? Bagaimana hal itu bisa terjadi, apa maknanya, dan apa manfaatnya? Apakah hal itu menunjukkan bahwa sesungguhnya di atas panggung yang sama yang satu memerlukan yang lain, tidak saling membunuh seperti disangka orang? Di samping kegamangan, muncul beberapa kebingungan. Pertama, “Praja” berarti kerajaan, kota, Negara, sedangkan “pamong” berarti pengasuh, penyelenggara. Jadi “pamongpraja” sesungguhnya identik dengan “pemerintah” dan “pemerintahan,” seperti “government” yang dapat diartikan “pemerintah” dan juga “pemerintahan.” Kalau kedua konsep itu mengandung arti yang sama, mengapa dijadikan dua matakuliah yang berbeda? Kedua, kalau pemerintahan itu identik dengan pamongpraja, apakah seluruh perangkat eksekutif atau hanya perangkat Departemen Dalam Negeri yang dapat disebut pamongpraja? Ketiga, bagaimana dengan pendapat Bayu Surianingrat dalam Pamong Praja dan Kepala Wilayah (1980) yang membedakan pamongpraja dalam arti luas dan pamongpraja dalam arti sempit? Keempat, adakah dan jika ada di manakah terletak perbedaan signifikan antara Kybernologi dengan Kepamongprajaan? Kelima, bagaimana konstruksi hubungan teoretik antara keduanya? Maka sambil meraba-raba sini-sana, didorong oleh curiosity seadanya, walau terundung alergi debu, pilek dan flu, selagi semua orang asyik menikmati tidak kurang dari sepuluh hari libur bersama, di negeri yang menurut ramalan ulama-pedagang politisi-birokrat buruh-cendekiawan, pada tahun 2030 menjadi nomor lima terbesar sedunia, saya membolak perpustakaan dan menjelajah warisan berbentuk huruf dan kalimat. Saya menemukan Drs S. Pamudji, MPA, “Membina Dinas Pamong Praja ke Arah Dinas Karier Dalam Administrasi Negara,” dalam Berita IIP No. 21 Tahun 1971, yaitu Pidato Ilmiah pada Hari Wisuda Alumni APDN Malang dan Peresmian IIP tgl 25 Mei 1967 di Malang, sebuah dokumen akademik yang 40 tahun kemudian dimuat dalam Kybernologi: Sebuah Profesi, 2007, Bab VI. Pidato itu menunjukkan bahwa pembentukan IIP dijiwai oleh semangat Kepamongprajaan. Dokumen pemikiran tentang Kepamongprajaan periode 70-80-an diwakili oleh Drs Bayu Surianingrat, Pamong Praja dan Kepala Wilayah, 1980. Sesudah itu, Kepamongprajaan, baik sebagai berita maupun sebagai pustaka, mengalami masa sunyi yang lama, sampai tahun 2004 ketika Forum Komunikasi Alumni IIP

Page 34: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

menerbitkan Jurnal Pamong Praja. Memang, sejak tahun 80-an IIP menerbitkan majalah Widyapraja, namun “praja” dalam hubungan itu lebih sebagai sukunama ketimbang sebuah makna, Dalam Jurnal Pamong Praja terdapat beberapa artikel yang nadanya sama, berkisar pada masalah pendidikan pamongpraja. Misalnya John R. G. Djopari, “Pendidikan Pamong Praja di Indonesia” (1, 2004), Azis Haily, “Kepamongprajaan Ditinjau Dari Perubahan Paradigma Pendidikan dan Peranan Pemerintahan Umum” (5-2006), dan Hyronimus Rowa, “Sejarah Pendidikan Pamong Praja di Indonesia” (7-2007). Dipacu oleh terus digunakannya nama “pamong” oleh STPDN dan kemudian IPDN, dipertegas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 2005 tentang Statuta IPDN, yang menyatakan bahwa IPDN adalah lembaga pendidikan pamongpraja, perhatian terhadap Kepamongprajaan terus mekar. Dr Lexie M. Giroth, SIP, MSi, menulis Pamong Praja, Kybernologi dan Metakontrologi (2005), terbitan Program Pascasarjana IPDN. IPDN sendiri tidak tinggal diam. IPDN menyelenggarakannya Seminar Nasional Dalam Konteks Kepamongprajaan di kampus Jatinangor pada tgl 22 September 2007. Dalam seminar itu Prof. Dr Ateng Syafrudin, SH, menyajikan makalah tentang “Ilmu Pemerintahan Dalam Konteks Kepamongprajaan,” dilengkapi dengan sejumlah bahan yang lebih tua dan otentik mewakili zamannya, “Pamongpraja Sebagai Golongan Karya Pemerintahan Umum,” Bandung 20 Mei 1963, dan “Jabatan Pamongpraja (Dahulu Pangrehpraja) Dalam Penelitian Antropologi Budaya dan Hukum Adat,” Bandung, 20 Mei 1963. Saya juga tergerak untuk menulis beberapa makalah. Guna mengantisipasi kemungkinan untuk menjadikan Kepamongprajaan sebagai matakulian di IPDN, saya mencoba melengkapi pendekatan deskriptif dan normatif yang digunakan oleh para penulis di atas, dengan mengembangkan sisi teoretik tulisan guru saya S. Pamudji. Maka lahirlah “Memorial Lecture Ilmu Pemerintahan: Kepamongprajaan Dalam Sistem Pemerintahan,” dalam Kybernologi: Sebuah Charta Pembaharuan, 2007, Bab XIII, “Kepamong-prajaan” dalam Kybernologi: Sebuah Scientific Movement, 2007, Bab XX, dan “Kepamongprajaan: Fungsi dan Peran Pamongpraja Dalam “Era Otonomi Daerah,” disiapkan untuk Seminar di Kabupaten Landak Kalimantan Barat pada tgl 26 Oktober 2007, dari bahan-bahan yang amat sangat terbatas. Sama seperti titian yang saya gunakan tatkala saya akhirnya menemukan Kybernologi, kembali saya menggunakan pendekatan metadisiplin (Ontologi), dengan titiktolak yang berbeda. Kybernologi bermula dari Manusia dengan kebutuhannya sebagai fakta di panggung dunia, Kepamongprajaan terlihat di panggung bernama Negara dengan pemerintah sebagai aktornya. Kybernologi mempelajari bagaimana memulihkan Manusia dari korban dan mangsa menjadi

Page 35: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

consumer, seperti fitrahnya semula sebagai ciptaan ALLAH, melalui interaksi subkultur ekonomi (SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur pelanggan (SKP) suatu governance, Kepamongprajaan mempelajari SKK seperti apa yang diharapkan bersinerji dengan SKE dan SKP sedemikian rupa sehingga kinerja governance yang bersangkutan berkualitas good (good governance). Dilihat dari pendekatan tersebut, Manusia dengan Negara berinterface pada situs SKK bernama Kepamongprajaan. Derajat akademik bahan ajaran (didaktik) Kepamongprajaan berada pada tingkat mezzo (meso-). Lebih padat-nilai (Axiologi) ketimbang -------------------------------KYBERNOLOGI-------------------------------- | | (ILMU PEMERINTAHAN BARU) | | | | | | | | | | | KEAHLIAN KEAHLIAN | | DI BIDANG----------GENERALIS-----------DI BIDANG | | PEMERINTAHAN | PEMERINTAHAN | | | | | | | | | | | | PROFESI | PROFESI | | BIDANG PE- | BIDANG PE- | | MERINTAHAN | MERINTAHAN | | | --------------------- | | | | | vooruitzien | | | TEOLOGI PEMERINTAHAN | conducting | PEMERINTAHAN TEKNOLOGI PEMERINTAHAN DAERAH | coordinating | DAERAH PEMERINTAHAN | | | peace-making | | | | | | residue-caring | | | | KEBIJAKAN | turbulence-serving | KEBIJAKAN | |--------------BIDANG-----|---KEPAMONGPRAJAAN---|------BIDANG--------------| | KEAGAMAAN | Freies Ermessen | PEKERJAAN UMUM | | | | gen&spec function** | | | | | | omnipresence | | | KYBERNOLOGI* KEPALA KANTOR | responsibility | KEPALA DINAS KYBERNOLOGI KEBERAGAMAAN AGAMA |magnanimous-thinking | PEK. UMUM PEK. UMUM | | | statesmanship | | | | | --------------------- | | | PROFESI | PROFESI | | BIDANG | BIDANG | | KEAGAMAAN | PEK. UMUM | | | | | | | | | | | | KEAHLIAN | KEAHLIAN | | DI BIDANG----------SPESIALIS-----------DI BIDANG | | TEOLOGIA PEK. UMUM | | | | | | | | | --------------TEOLOGI TEKNOLOGI------------- CIVIL *KYBERNOLOGI KETUHANAN? **generalist&specialist function

Gambar 1 Sistem Nilai Kepamongprajaan dan Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan

Page 36: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

padat-teori. Jika “pengasuhan” dihapus dari panggung metodik (lihat Bab IX Kybernologi: Sebuah Profesi), maka apapun substitusinya, harus berangkat dari Sistem Nilai Kepamongprajaan ini. Mengingat governance merupakan Epistemologi Ilmu Pemerintahan, maka Kepamongprajaan sebagai bahan-ajaran merupakan salah satu komponen Kybernologi pada sisi Axiologi. Inilah dasar peletakan Kepamongprajaan dalam sistem kurikulum IPDN, pada semester sesudah Kybernologi diajarkan. Kebijakan Presiden (Perpres 1/09 tgl 12 Januari), untuk tetap menggunakan nama IPDN dan tidak IIP seperti dijanjikan 15 bulan yang lalu, tidak mengurangi derajat akademiknya, bahkan posisinya sebagai lembaga pendidikan tinggi kepamongprajaan dikukuhkan. Berdasarkan uraian di atas, disusunlah 14 butir GBPP KepamongPrajaan (+ UTS dan UAS = 16 sesi) tentatif, modifikasi bahan yang pernah diterbitkan dalam Bab 6 Kybernologi dan Kepamongprajaan (2008), dan pengembangan Bab XIV Kybernologi dan Pengharapan (2009), sebagai berikut.

2 SESI SATU

Pemerintahan. Bahannya diambil dari Sesi Lima GBPP Ilmu Pemerintahan (Kybernologi). Bahan ini didahului dengan pembahasan singkat Teori Nilai (Sesi Sembilan GBPP Ilmu Pemerintahan). Menurut Teori Governance, setiap masyarakat (unit kultur) digerakkan oleh tiga subkultur, yaitu subkultur ekonomi (SKE, pembangunan itu sendiri berada di dalam policy implementation di ruang SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). Bagaimana masyarakat melindungi dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi tiga subkultur itu, bagaimana governance terbentuk, bagaimana subkultur bekerja (berinteraksi) dan berkontrol satu terhadap yang lain, diterangkan melalui Teori Governance. Kebijakan otonomi Daerah berdasarkan UU 32/04, Pasal 1 butir 2, 3 dan 4, sesuai

Tabel 1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

----------------------------------------------------------------------------- PENGATURAN PENGURUSAN MONEV DAN FEEDBACK ----------------------------------------------------------------------------- 1 DPRD -- DPRD 2 KEPALA DAERAH PEMERINTAH DAERAH -- (PEMERINTAH DAERAH) -----------------------------------------------------------------------------

Page 37: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

dengan teori ini. Di sana dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah (local government) bersama DPRD adalah penyelenggara pemerintahan Daerah. “Pemerintahan” Daerah dalam hubungan itu setara dengan local governance. Penyelenggaraan itu meliputi pengaturan (lebih tepat: pembuatan kebijakan) dan pengurusan (implementasi kebijakan dan monev-nya). Konsep governance lebih luas ketimbang konsep government. Dalam Gambar 1 terlihat juga bahwa konsep pemerintahan lebih luas daripada konsep pembangunan pemerintahan. Di bawah konteks pemerintahan daerah, pemerintahan sama dengan policy making + policy implementation + policy implementation monitoring and evaluation (Tabel 1). ----------------------- | NEGARA | 2 3 -----mengontrol----- -----mengontrol------ | memberdayakan | | membayar | | | | | | | | | | | | mengontrol SKK | | | | | di hulu | | | constituent ------ SKE--------|--------->SKK----------|-------->SKS------- | pemain | | | penonton | | | | wasit | pelanggan | | | | | | | mengontrol SKK | | | ----------|-|---------- di hilir | | pembangunan | | | | | | | meredistribusi | | | membentuk, | | nilai via pela- | | | |----meningkatkan,--- ---yanan civil, -----| | | | mencipta nilai pelayanan public | | | | 1 (inc.pemberdayaan) | | | | 4 | | | | MASYARAKAT | | | | | | | ------melayani-------5---------pasar-------- | | | | MANUSIA | | | ---------------------------feedback--------------------------- 6

Gambar 2 Teori Pemerintahan (Governance): Interaksi Antar Tiga Subkultur

Subkultur Ekonomi (SKE), Subkultur Kekuasaan (SKK), dan Subkultur Sosial (SKS dgn kualitas Sebagai Pelanggan dan

Constituent) yang Disebut juga Subkultur Pelanggan (SKP)

Page 38: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Gambar 2 berawal pada Teori Ilmu Pemerintahan tentang interface antara konsep Manusia dengan konsep Negara. Interface itu membentuk ruang Masyarakat. Interaksi antar subkultur masyarakat melalui tiga terminal, yaitu SKE, SKK, dan SKS. Lintasan gerak dari terminal ke terminal disebut rute. Gambar 3 menunjukkan 5 rute dasar interaksi. Sepanjang Rute 5 dilakukan pemantauan dan evaluasi redistribusi nilai (Rute 4) berdasarkan standar yang telah ditetapkan melalui Rute 3. Hasil evaluasi dijadikan masukan ke dalam Rute 3. Teknik penampilan rute ---------------------- | NEGARA | | | SKK mengontrol SKS sbg konsti- ---dan memberdaya--- ---tuen mengontrol--- | kan SKE via kebi- | | SKK di hulu via UU | | jakan & impl.nya | | dan PERDA | 2 | | | | 3 | | petaruh, petarung | | | | | SBG KONSTITUEN ------ SKE------------------>SKK-------------------->SKS--------- | “pemain” | | | SBG PELANGGAN | | | | “wasit” | | | | | | | | | | “penonton” | | | | | | | | | | | | | | | | SKS sbg pelanggan | | | | | | | mengontrol SKK via | | pembangunan | | | | monev & feedback | | | | | | | di hilir | | | ---------|-|---------- | | | | | | 5 | | | | membentuk, me- | | memberdayakan, | | | | 1 ningkatkan, men- | | meredistribusi<-- 4 | | |---cipta nilai se--- -----nilai via pe- | | | | cara berkelan- layanan civil & ----| | | | jutan pelayanan publik | | | | | | | | | | | | MASYARAKAT (PUBLIK) | | | | | | | -------melayani----------------pasar---------- | | | | MANUSIA | | | ---------------------------feedback------------------------------

Gambar 3 Pemerintahan (Governance) Interaksi Antar Tiga Subkultur

(Tiga Terminal SKE, SKK, dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, 4, dan 5

Page 39: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

feedback tidak terlihat pada Gambar 3 dan Gambar 4 melainkan pada Rute 6 Gambar 5 sebagai masukan buat Rute 3. Di sana jelas, hasil evaluasi dijadikan masukan ke dalam Rute 6 melalui terminal SKK, terus ke SKS. Dalam Teori Governance juga termasuk Teori Hubungan Pemerintahan (governance relations). Dengan memasukkan konsep stakeholder (Bab I Kybernologi dan Pembangunan, 2009), Gambar 2 mengalami modifikasi (Gambar 3): ---------------------- | NEGARA | | | SKK mengontrol SKS sbg konsti- ---dan memberdaya--- ---tuen mengontrol--- | kan SKE via kebi- | | SKK di hulu via UU | | jakan & impl.nya | | dan PERDA | 2 | | | | 3 | | petaruh, petarung | | | | | SKS “BANDAR” ------ SKE---------|-------->SKK----------|----->STAKEHOLDER----- | ”pemain” | | | ”penonton” | | | | ”wasit” | | | | | | | | | | SKS sbg PELANGGAN | | | | | | | mengontrol SKK via | | pembangunan | | | | monev & feedback | | | | | | | di hilir | | | ---------|-|---------- | | | | | | 5 | | | | membentuk, me- | | memberdayakan, | | | | 1 ningkatkan, men- | | meredistribusi<-- 4 | | |---cipta nilai se--- -----nilai via pe- | | | | cara berkelan- layanan civil & ----| | | | jutan pelayanan publik | | | | | | | | | | | | MASYARAKAT (PUBLIK) | | | | | | | -------melayani----------------pasar---------- | | | | MANUSIA | | | ---------------------------feedback------------------------------

Gambar 4 Stakeholder Pemerintahan (Hubungan Pemerintahan

Antara Pemerintah (SKK) dengan Yang Diperintah (SKE dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, dan 4

Gambar 3 menunjukkan Hubungan Pemerintahan, yaitu hubungan antara fihak Pemerintah (SKK, masyarakat pemangku kekuasaan) dengan fihak Yang Diperintah

Page 40: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

(SKE dan SKS). SKE adalah masyarakat dalam perannya sebagai Pekerja, sedangkan SKS adalah masyarakat dalam perannya selaku Pelanggan dan Konstituen. Hubungan (rute) antar tiga terminal (dalam Gambar 2 terlihat empat) diperjelas (diurai) menjadi enam rute berkesinambungan. Gambar 5 merupakan rekonstruksi Gambar 7-1 Kybernologi (2003, 106) tentang hubungan antara Janji (commitment) dengan Percaya (trust) dan Harapan (hope). Dengan argumentasi tertentu, misalnya untuk rezim yang sedang berjalan, peneliti bebas menentukan rute awal penelitiannya dan menandainya dengan angka 1 (pada Gambar 4, rute Nilai Berkelanjutan Untuk Hidup), sehingga prosesnya berjalan dari 1 ke, 4, 5 dan 6, berlanjut ke 3, kembali ke 2, 1, demikian terus-menerus. 2 janji (kebi- 3 5 jakan/rencana mandat, kuasa monev thd & penepatan- (trust, hope) kinerja SKK ---nya) berda- -- ----tuntutan,--- ---rute 2 & 4 --- | sarkan etika | | (UU, Perda) | | via rute 1 | | otonom di hulu | | di hulu | | di hilir | | | | | | | | | | - SKE-------------- SKK-------------- SKS------------- SKK-- | | | | | | | | | redistribusi | | | | | | | | nilai via pe- | | pertanggung- | | | | nilai berke- | | lay civil, | | jawaban etik | | | --lanjutan utk--- --pelay publik-- -----menurut----- | | hidup & pemberday etika otonom | | 1 masyarakat di hilir | | di tengah | | 4 | | | --------------------pemerintahan (governance)--------------------

Gambar 5 Hubungan Pemerintahan

Pemerintahan sebagai Sistem dan Proses Via Rute 1, 2, 3, 4, 5 dan 6

Tetapi untuk rezim yang baru terpilih, angka 1 itu diletakkan pada rute Mandat (Gambar 5 pada rute 3), sehingga rutenya menjadi 3, 2, 1, 4, 5, 6, kembali ke 3. Pemerintahan mengandung (bekerja pada) duabelas nilai dasar. Duabelas nilai dasar itu disebut Kepamongprajaan. Referensi: Bagian Pertama Bab 8 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Tiga Bab V dan Bab XIV Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006;

Page 41: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Bab VI dan Bab VII Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab I Kybernologi dan Pembangunan, 2009

3

SESI DUA Nilai Satu VOORUITZIEN (lengkapnya Besturen is vooruit zien; Gouverner c’est prevoir; To govern is to foresee). Mengamong adalah memandang (envision) sejauh mungkin ke depan, tidak hanya sebatas masa jabatan masakerja, dan masahidup. Berdasarkan UU 25/04 dan UU 17/07, kendatipun masajabatan seseorang hanya lima tahun, ia wajib memperhitungkan dan mengantisipasi apa yang harus, akan, dan dapat terjadi minimal 20 tahun ke depan agar terjamin kesinambungan kinerja rezim yang berbeda-beda melalui rel atau runway yang sama. Visi Bangsa Indonesia di tengah dunia yang sedang berubah. Diuraikan posisi Indonesia di tengah perubahan global dan bagaimana visi Bangsa Indonesia dahulu dan sekarang. Teori tentang visi, lihat “TOR Talkshow Visi Indonesia 2045” dalam Kybernologi: Sebuah Profesi, 2007, Bab I, bandingkan dengan Dadang Solihin, “Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa, dan Tantangan Ilmu Pemerintahan,” dalam Kybernologi: Jurnal Ilmu Pemerintahan Baru, edisi perdana Agustus 2007. Lihat juga Bab II Kybernologi dan Pembangunan KE DEPAN tujuan jangka panjang cita-cita, obsesi yg ditetapkan secara sistem nilai, ke- sadar dan formal berda- arifan masy. ybs sarkan idea dan visi 4 3 IDEA-------------------------------------------->GOAL R7 | | 7 HARAPAN R6 | | R5 | 38 tahun R4 6 MISSION | R3 | | R2 5 MASALAH | | R1 | FAKTA SEKARANG-------------------------------------->VISION 1 tigapuluhdelapan tahun 2 kondisi yg takbisa apa yg terlihat bila diubah (takdir), keadaan berjalan menu- dan atau takbisa rut kondisi yg tak (sulit) berubah R = rezim berubah (fakta, 1)

Gambar 6 Fakta, Visi, Idea, Goal, Masalah, Misi, dan Harapan

(2008). Jerman dan Amerika dapat digunakan sebagai ilustrasi. Obsesi para kanselir sebelum Helmut Köhl adalah mempersatukan Jerman, mengembalikan Jerman pada

Page 42: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

posisi terhormat di Eropah, membebaskannya dari bayang-bayang Amerika, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh Jerman. Köhl berhasil. Ia dijuluki The Bismarck atau Bismarck II. Kendatipun demikian, pada pemilu berikutnya rezimnya tidak terpilih, sebab bangsa Jerman sadar bahwa obsesi berikutnya berbeda, zaman sudah berubah, yang dibutuhkan ke depan adalah merawat dan menjaga hasil yang telah dicapai, konon pula berkelahi memperebutkannya. Maka Schröder-pun, seorang yang tidak dikenal secara luas, menggantikannya. Ia terpilih bukan karena kegagalan Köhl, tetapi karena perannya dalam sejarah berbeda. Kehadiran Obama dalam sejarah Amerika bertolakbelakang dengan Schröder. Di samping kecerdasan, karisma, dan popularitas, ia hadir pada saat yang tepat, ambruknya Amerika Serikat di bawah Bush dan krisis ekonomi global. Tetapi sebaiknya hal ini tidak diperdagangkan menjadi eforia bahwa Indonesia berhasil membentuk Obama (karena ia pernah sekolah di Menteng dan tinggal di Indonesia selama empat tahun, bahkan lengkap dengan foto-foto segala) menjadi harapan Amerika, tetapi bahwa bangsa Amerika telah berhasil “melting,” sedangkan bangsa Indonesia semakin “separating,” menuju “despairing.” Berdasarkan uraian di atas, kepemimpinan yang dibutuhkan Indonesia ke depan adalah kepemimpinan visioner jangka panjang dari kebangsaan ke kesebangsaan Indonesia melalui pengurangan kesenjangan vertikal antar lapisan masyarakat dan pengurangan kesenjangan horizontal antar daerah secara konsisten dan berkelanjutan sehingga pada suatu saat setiap orang berkesempatan menikmati hasil pengorbanannya (Bhinneka Tunggal Ika). Ajaran ini juga didasarkan pada anggapan bahwa setiap perubahan berkesinambungan dan berkelanjutan. Jika difahami sungguh-sungguh dan arif, baik fenomena alam maupun fenomena KeTUHANAN, tidak ada yang mendadak. Ada tanda-tandanya, ada nubuatannya. ALLAH mengutus Nabi-NabiNYA untuk membawa firmanNYA. Alam juga demikian, ia mengutus angin dan kilat. Jika hal ini direnungkan, tidak mungkin terjadi adanya penggusuran paksa, tidak akan ada bangunan liar, atau penduduk yang tidak memiliki akte kelahiran. Rezim yang terdahulu mewariskan jejak langkahnya kepada rezim yang kemudian, demikian seterusnya. Visi dan Misi Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Misi Negara menjadi visi Depdagri, begitu hirarkinya. Misi Depdagri diidentifikasi melalui fungsi lininya (line functions, Tabel 2). Bila diperhatikan dengan saksama, terlihat dengan sangat jelas bahwa ditjen Kelompok A berfungsi sebagai fungsi lini pemerintahan yang memproses “Tunggal Ika,” sementara ditjen Kelompok B mengelola “keBhinnekaan” nusantara. Dengan perkataan lain, dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia, departemen yang secara khusus berperan menjalankan misi

Page 43: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Tabel 2 FUNGSI LINI DEPARTEMEN DALAM NEGERI

-------------------------------------------------------------------------------- KELOMPOK A KELOMPOK B -------------------------------------------------------------------------------- 1 Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 1 Ditjen Otonomi Daerah 2 Ditjen Pemerintahan Umum 2 Ditjen Bina Pembangunan Daerah 3 Ditjen Administrasi Kependudukan 3 Ditjen Pemberdaayaan Masyarakat Dan Desa 4 Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah --------------------------------------------------------------------------------

Pemerintahan Indonesia yaitu mengelolaan keunikan tiap masyarakat menjadi kekuatan matarantai nusantara, mengurangi kesenjangan vertikal dan horizontal antar masyarakat secepatnya, sehingga “the people who get pains are the people who share gains,” dan memproses kesebangsaan guna mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika, adalah Departemen Dalam Negeri. Referensi: Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2007, Bab II dan Bab XVII, Bab I Kybernologi Sebuah Profesi (2007).

4 SESI TIGA

Nilai Dua CONDUCTING. Mengamong adalah menciptakan harmoni antar kegiatan dengan instrumen yang berbeda dan dilakukan oleh aktor yang berlain-lainan, oleh conductor, dengan mengoreksi sedini dan setegas mungkin tiap “bunyi, nada” atau langkah sumbang senyaris (sekecil) apapun, guna membangun kinerja bersama semua komponen yang berbeda-beda pada sebuah unitkerja, namun yang bergerak di dalam wilayah kerja atau daerah (kota) yang sama. Fungsi conducting memerlukan dan membentuk sikap komprehensif: memandang totalitas (keseluruhan) dulu baru bagian-bagiannya, atau memandang sesuatu sebagai bagian integral (dalam kerangka) suatu kebulatan (keseluruhan). Dua syarat pembentukan harmoni adalah kapabilitas dan akseptabilitas. Kesumbangan nada itu diketahui dari gap antara skenario pertunjukan dan lagu yang dimainkan, dengan nada atau bunyi sebagaimana terdengar oleh penonton dan terlebih konduktor. Konduktor harus menguasai skenario dan lagu, memiliki pancaindera yang sensitif (peka) serta suasana hati yang cerah, menyimak sambutan penonton (pelanggan), sehingga mampu merasakan kesumbangan senyaris apapun itu

Page 44: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

(kapabilitas). Ketika konduktor melakukan kewajibannya membentuk dan menjaga harmoni dengan menggunakan otoritasnya, mungkin dengan kekerasan, tindakannya harus dapat diterima oleh para pemain (akseptabilitas). Konduktor akseptabel pada aras mikro manakala ia dapat dipercaya (tatkala ia memenuhi janjinya: menaati skenario dan lagu, mengindera bunyi dengan halus dan jelas, merespons penonton dengan penuh perhatian, dan melakukan koreksi tanpa pandang bulu dan tidak memihak), dan pada aras makro bilamana ia sanggup menumbuhkan pengharapan dalam diri pendengar dan pemain tatkala walau lambat tapi pasti terjadi perbaikan terus-menerus: semakin berkurangnya kesenjangan vertikal antar lapisan masyarakat dan semakin berkurangnya kesenjangan horizontal antar daerah, sehingga pada suatu saat, dalam wadah negara kesatuan (pot) terjadi melting antar tiap kekuatan yang selama ini mengklaim bahwa dia yang benar, yang lain salah. conducting --------->INFO----------------------->PLAN (GOAL--->TARGET T)-- | (HARMONY) | | | | | ---------------------------------------------- | | | | | | orchestra organizing ORCHESTRA | | ----->HARMONY-------------------------->ORGANIZATION meet? match?--- | for harmony keeping | | | | | | | | ---------------------------------------------- | | | | | | | | ORCHESTRA performance | | | -->ORGANIZATION--------------------->EXPECTED RESULT (R)---- | | best performance | | | | | ---------------------------------------------- | | | | | | controlling | | --->EXP. RESULT---------------->R = T; R > T; R < T------------------- | | | | | monev | | | ? ---> R = T ---> ? | --------FEEDBACK------------------ ? ---> R > T ---> ? <------- ? ---> R < T ---> ?

Gambar 7 Fungsi Conducting

(Sebuah Masyarakat Diibaratkan Sebuah Orkestra)

Referensi: Bab 6, Bab 11, Bab 16, dan Bab 19 Kybernologi (2003); Bab II, Bab III, dan Bab V Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008)

Page 45: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

5 SESI EMPAT

Nilai Tiga COORDINATING. Mengamong adalah membangun komitment bersama antar unit kerja yang berbeda-beda dalam suatu wilayah, agar yang satu tidak merugikan tetapi mendukung yang lain, dalam rangka mencapai kinerja masing-masing unit kerja secara optimal dalam rangka mencapai tujuan bersama secara keseluruhan. Semakin independen hubungan antara unitkerja yang satu dengan unitkerja yang lain, semakin diperlukan koordinasi. Kata kuncinya adalah berkoordinasi, sehingga koordinasi bisa berjalan tanpa koordinator. Sesungguhnya koordinasi tidak dapat diprojekkan, karena terpasang (inherent) di dalam setiap tugas-kewajiban seseorang. Jadi berkoordinasi itu tidak memerlukan biaya! Demikian pentingnya koordinasi ini sehingga sebagaimana halnya sebuah perguruan tinggi memiliki Kalender Akademik, setiap wilayah seharusnya memiliki Kalender Pemerintahan yang meliputi jadual Koordinasi itu. Koordinasi di Indonesia sangat, sangat lemah. Koordinasi merupakan sebuah proses yang inputnya informasi, dan outputnya kesepakatan yang mengikat fihak-fihak (pejabat) yang berkoordinasi. Jadi agar kesepakatan itu berkekuatan mengikat, yang berkoordinasi haruslah pejabat-pejabat yang berwenang membuat kebijakan dan mengambil keputusan. Produk rapat koordinasi lemah (tidak mengikat, melainkan sekedar laporan) karena biasanya setelah memperdengarkan keynote speech, amanat, dan sebangsanya, sang pejabat ini “kabur” diikuti pejabat-pejabat lain. Di dalam ruangan sisa pegawai eselon pencatat dan pelapor, konsultan (pemborong), dan tukang sapu, tukang parkir, dan petugas catering. proses divergent proses convergent heterostasis homeostasis

BHINNEKA kesenjangan TUNGGAL IKA

proses coordinating proses conducting menjamin kinerja menjamin kinerja masing-masing bersama

GAMBAR 8 Hubungan Coordinating dengan Conducting

di dalam Sistem. Gerak dari Kondisi Heterostasis ke Homeostasis, kembali ke Heterostasis, Terus-menerus

Page 46: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Coordinating dengan conducting berkaitan erat. Jika semakin independen hubungan antara unitkerja yang satu dengan unitkerja yang lain, semakin diperlukan coordinating, maka semakin interdependen unit kerja satu dengan yang lain, semakin diperlukan conducting. Karena menurut Teori Sistem, setiap komponen (unit kerja) merupakan bagian sebuah keseluruhan (sistem), maka hubungan antara keduanya dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8). Referensi: Bab 14 Kybernologi (2003); Bab XVII Kybernologi dan Kepamongprajaan (2008). Saul M. Katz, “Exploring A Systems Approach to Development Administration,” dalam Fred W. Riggs (ed.) Frontiers of Development Administration (1971)

6 SESI LIMA

Nilai Empat PEACE-MAKING (PEACE-KEEPING). Mengamong adalah membangun kedamaian, kerukunan, keamanan, dan ketertiban dari “akar rumput” (grass root) ke atas oleh Pamong (Pamongdesa) terbawah melalui kesepakatan (beslissing) konsisten terus-menerus dengan warga masyarakat (via peran Pamongpraja), sebagaimana di zaman dahulu Kepaladesa diakui dan berperan sebagai Hakim Perdamaian Desa. Tidak seperti ketertiban model “sapulidi.” Perbedaan dan konflik, kompetisi dan perlombaan, pertaruhan dan pertarungan, sesungguhnya tidak menceraiberaikan, juga tidak menciptakan permusuhan sehingga terjadi perang semua lawan semua, tetapi justru mempersatukan jika semua fihak menjunjung tinggi sportivitas.

Tabel 3 Sikap Terhadap Sesama ----------------------------- | I WANT YOU TO | |-----------------------------| | LOSE | WIN | -----------------------------------------------------------| | | LOSE | LOSE-LOSE 1| LOSE-WIN 2| | I WANT YOU TO |-------------------------------------------| | | WIN | WIN-LOSE 3| WIN-WIN 4| -----------------------------------------------------------

Perang seperti itu terjadi beradasarkan anggapan bahwa kedamaian bisa terbentuk melalui proses menang-kalah, kalah-menang (win-lose, lose-win), atau kalah-kalah (lose-lose; kalau aku tidak, kaupun tidak!), seperti proses pemilu di Indonesia. Proses ini didorong oleh naluri primitif manusia yaitu pemenang berhak menguasai yang

Page 47: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

kalah (spoil system), Tabel 3. Naluri ini mengubah perilaku manusia menjadi kanibalistik yaitu memangsa diri sendiri (sistem kanibalistik, lihat Bab IX

ORGANISASI (PARTAI POLITIK, dsb) | | melayani | membayar ---------MASYARAKAT<--------PEJABAT/PEGAWAI<--------NEGARA<-------- | | | | | transaksi | | | | | | ---->membayar------- | | | ----------------------------->membayar-----------------------------

Gambar 9 Masyarakat Membayar Berkali-kali

(Sistem Kanibalistik)

Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, 2007). Kanibalisme itu dalam polity dan birokrasi Indonesia, terlihat sah-sah saja (Gambar 9). “Kedamaian” yang diperoleh melalui proses kalah-menang ini menyisakan “duri dalam daging,” “api dalam sekam,” dan “air tenang namun penuh buaya ganas kelaparan.” Peace-making (dengan Manajemen Konflik) berarti: 1. Meneliti dan mengidentifikasi sejauh mungkin sumber ketidakdamaian di dalam diri manusia dan di dalam masyarakat 2. Mengidentifikasi dan mengantisipasi sedini mungkin setiap potensi konflik 3. Menyelesaikan sedini mungkin tiap konflik pada sumbernya 4. Tidak “menabung” “kesalahan” orang untuk dijadikan “peluru” guna “menembak” orang yang bersangkutan 5. Tidak menggunakan “kesalahan” orang lain untuk membenarkan diri sendiri (“Don’t take the example of other as an excuse for your wrongdoing,” bandingkan Effendi Gazali, Kompas 070509h06 tentang Kompas 220409 soal “jangan galak-galak”) 6. Tidak bersikap: “Kalo gue gak dapet, elu juga gak boleh dapet;” sikap ini bisa berakhir pada pelenyapan si “elu” 7. Tidak mengclaim kinerja bersama (bangsa) sebagai kinerja sendiri (parpol tertentu), hanya karena parpol atau koalisi parpol itu mayoritas di parlemen, sebab yang membiayai parlemen itu seluruh bangsa Upaya di atas dapat terjadi manakala pemimpin informal dan pemimpin formal suatu masyarakat berada sedekat mungkin dengan warga masyarakatnya. Sudah barang tentu yang dianggap kedekatan di sini tidak semata-mata kedekatan fisik tetapi lebih

Page 48: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

sebagai kedekatan yang dapat diukur dengan jarak sosial (social distance), dan jarak kekuasaan (power distance) yang sedekat dan sedinamik mungkin. “Sedekat dan sedinamik mungkin” artinya tidak status quo, atau static equilibrium, melainkan interaksi antar tiga subkultur masyarakat (SKE, SKK, SKS) bergerak lancar dan sehat dari kondisi homeostasis ke kondisi heterostasis, kembali ke kondisi homeostasis, demikian terus-menerus (ref. Saul M. Katz, “Exploring A Systems Approach to Development Administration,” dalam Fred. W. Riggs, ed., Frontiers of Development Administration, 1970) . Selain itu, kedekatan yang dimaksud bukan hanya berbentuk simpati tetapi lebih dalam bentuk empati (ref. Bagian Kedua Bab XIV Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005, tentang Verstehen). Untuk mempelajari latarbelakang dan penyebab ketidakdamaian (social unrest), dalam sesi ini perlu juga dibahas teori-teori proses sosial, seperti Teori Aksi-Reaksi, Teori Tantangan dan Jawaban (Challenge and Response), Teori Dialektika (Thesis-Antithesis-Synthesis) yang salah satu bentuknya dalam kearifan sosial disebut “Mengail Di Air Keruh,” Teori Pertukaran Perilaku (Exchange Theories) dan sebagainya (ref. Margaret M. Paloma, Sosiologi Kontemporer, Bagian Satu, 1984). Membangun dan menjaga kedamaian ini diakui paling sulit, ibarat “meniti buih.” Namun walaupun sukar, buahnya amat manis. Menurut pengalaman nonekmoyang, “Kalau pandai meniti buih, selamat badan ke seberang,” disertai peringatan: “Sepandai-pandai tupai meloncat, sesekali terpeleset jua!” Referensi: Bab 18 Kybernologi (2003), Bab III Kybernologi dan Pengharapan (2009), dan bab-bab lain yang relevan.

7

SESI ENAM Nilai Lima RESIDUE-CARING. Mengamong adalah mengurus (sesuatu yang dianggap) sampah, golput, sepah, bengkalaian, pecundang, buangan, cemaran, atau sisa-sisa, kendatipun orang lain yang berpesta. Mengamong adalah mengurus apa saja, baik urusan yang tidak/belum termasuk tupoksi unitkerja manapun, maupun urusan yang tak satu unitkerjapun bersedia mengurusnya karena tidak menguntungkan bahkan merugikannya. Pengurusannya harus sesegera mungkin, karena semakin cepat dan tidak menentu perubahan, semakin banyak produksi sampah. Mengamong adalah memberikan perhatian yang sama dan sepadan kepada semua fihak, baik yang dianggap berkesalahan (buruk, jelek), maupun yang dipandang tidak berkesalahan (benar, baik) baik yang merasa dirugikan, ataupun fihak yang merasa diuntungkan, sebagai akibat suatu kebijakan, keputusan, atau tindakan pemerintahan. Dasarnya adalah kearifan lokal “Datang tampak muka, pergi

Page 49: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

tampak punggung,” “Berjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke pulau.” Bekerja sampai tuntas! Tidak boleh ada urusan yang berjalan setengah, atau persoalan yang tidak berjawab. Dianggap orang sudah hilang ditelan zaman, tau-tau suatu saat meledak! Ajaran ini adalah pengembangan (modifikasi) Teori Sisa (Residue Theory) yang digunakan di zaman Belanda dulu. Teori Pelayanan, Teori Pemberdayaan, dan Etika Pemerintahan, merupakan pelajaran dasar nilai ini. Landasan konstitusionalnya Pasal 27 dan 34 UUD 1945. Tindakan walikota memerintahkan Polisi Pamong Praja untuk menghalau para pedagang K5 dan mengusir para penghuni bangunan liar yang dianggap membangkang, dalam rangka menegakkan Perda tentang K3, dapat dibenarkan. Tetapi jika dengan penghalauan dan pengusiran itu pedagang K5 dan warga liar itu dalam waktu lama kehilangan pekerjaan, tiada tempat bernaung, anak-anaknya terlantar dan putus sekolah, masuk kolong jembatan, menjadi sampah masyarakat, maka Walikota dapat dituduh melanggar konstitusi. Referensi: Bab III Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (2005), Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008), Bab 2, Bab 3, dan Bab 5, serta tulisan lain yang relevan

8 SESI TUJUH

Nilai Enam TURBULENCE-SERVING. Mengamong adalah mengantisipasi dan melayani dalam arti memberdayakan, melindungi dan menyelamatkan manusia dan lingkungannya, bangsa dan negara, terhadap segala sesuatu yang sifatnya oleh manusia dianggap mendadak, berdayahancur besar, tiba-tiba, di luar perhitungan, tak disangka-sangka, force majeure, baik sebagai akibat perilaku alam, dampak kebijakan publik yang keliru ternyata, maupun perilaku masyarakat. Pengamongan didasarkan pada anggapan bahwa WAKTU SAMA DENGAN NOL. Anggapan ini sesuai dengan kearifan sehari-hari berbunyi “Sediakan Payung Sebelum Hujan,” “Lebih baik mencegah daripada mengobati.” Jika terjadi kebakaran, tidak ada waktu untuk memperlebar jalan agar Tanki Pemadam Kebakaran bisa lewat dan masuk, tidak ada MANAJEMEN NORMAL (MN) MANAJEMEN TURBULENTIA (MT) --> -------------------- membentuk----> --------------------------- | LONG-TERM-BASED (LTB) ZERO-TIME-BASED (ZTB) | | | | | | | -------------------------- FEEDBACK (FB)---------------------------

Gambar 10 Manajemen Nasional Amfibia Serbacuaca (MANAS)

Page 50: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

waktu untuk mencari sumber air atau merancang pelatihan. Seharusnya langsung bertindak dan berhasil. Kerangka pemikirannya sebagaiberikut (Gambar 10) dan hipotesisnya berbunyi: “MANAS = Manajemen Normal Yang Berhasil Diarahkan Pada (Membentuk) Manajemen Turbulentia, dan Manajemen Turbulentia yang Berhasil Memberikan Feedback Pada Manajemen Normal” terus-menerus. Pengujian hipotesis itu terlihat pada Gambar 11. QUALITY ZTB 4-------------------------------------------4 M | | | A | | | N | | | A | | | J 3--------------------------------3----------| E | | | | M | | | | E | | | | N | | | | 2---------------------2----------|----------| T | | | | | U | | | | | R | | | | | B | | | | | U 1----------1----------|----------|----------| L | | | | | E | | | | | N | | | | | T | | | | | I LTB --------1----------2----------3----------4-A----> TIME 0 M A N A J E M E N N O R M A L

Gambar 11 Manajemen Normal Berkemampuan Manajemen Turbulentia

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin lama kualitas (kapasitas) manajemen normal semakin tinggi sehingga pada akhir LTB turbulentia dapat dihadapi dengan ZTB action. Dalam banyak hal, “payung” itu seharusnya disediakan oleh pemerintah (SKK). Hak dan wewenang membawa (menimbulkan) kewajiban. Beberapa tahun yang lalu, masyarakat digemparkan oleh berita media tentang longsornya sebuah tambang galian pasir di sebuah daerah di Jawa Barat. Puluhan penambang tewas.

Page 51: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Penambangan pasir, batu, dan tanah, merupakan sumber PAD kategori retribusi izin Galian-C. Sudah barang tentu fihak plat merah angkat bahu. Perda tentang retribusi hanya berisi prosedur permohonan izin, tarif, dan sanksi buat pemegang izin bila tidak memenuhi kewajibannya. Di sana tidak tercantum perlindungan terhadap penambang, kewajiban pemda untuk mengontrol penambangan agar tidak berbahaya, dan tidak ada sanksi bagi pemda bila wanprestatie, lalai melakukan kewajibannya. Meledaknya pipa Pertamina beberapa waktu yang lalu di seputar Lapindo, jebolnya Situ Gintung Tangerang Selatan dinihari Jumat tgl 270309, disebabkan oleh kelalaian pemerintah dan masyarakat membaca peringatan dari Ilmu Sifat Barang tentang metal fatigue (kejenuhan metal) dan engineering life (masa layakpakai) setiap teknologi, material dan barang. Dalam hubungan itu semua, mengamong berarti menyelenggarakan pemerintahan dalam kondisi serbacuaca (all weather governance). Ini berkaitan dengan Nilai Satu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Manusia buat kelalaian dan suka lupa, sehingga perkara yang seharusnya dapat diantisipasi, terasanya mendadak atau di luar kemampuan. Buahnya malapetaka! Banyak sekali referensi pokok bahasan ini, bertaburan di seluruh seri Kybernologi mulai dari Bab V Beberapa Konstruksi Utama (2005), Bab 10 Kybernologi Scientific Movement (2007), Bab 10 Kybernologi Kepamongprajaan (2008), Bab 7 Kybernologi Metamorphosis (2008), sampai pada pustaka Manajemen Bencana (Disaster Management).

9

SESI DELAPAN Nilai Tujuh FREIES ERMESSEN. Mengamong adalah menunjukkan keberanian untuk melakukan turbulence serving di atas, jika perlu (tiada pilihan lain) diluar batas aturan yang ada. Keputusan dan tindakan Fries Ermessen diambil atas inisiatif sendiri, berdasarkan keputusan batin yang dipilih secara bebas, untuk dipertanggungjawabkan kemudian kepada semua fihak, dan dari berbagai segi, dan siap menanggung segala risikonya secara pribadi (tanpa kambing hitam). Freies Ermessen berbeda dengan diskresi yang memberikan keleluasaan bertindak bagi pejabat dalam batas aturan yang berlaku, atau sepanjang tidak dilarang secara tegas dalam aturan perundangan. Di negara hukum yang menganut pendekatan progressif, ajaran ini tidak digunakan lagi, misalnya Jerman. Tetapi di Indonesia yang masih menganut pendekatan hukum positif (tiada aturan hukum = tiada pelanggaran dan kejahatan), terlebih mengingat kesadaran hukum yang rendah dan budaya hukum

Page 52: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

yang lemah, ajaran Fries Ermessen masih diperlukan. Bung Karno menggunakannya tgl 5 Juli 1959 (noodverordeningsrecht). Apakah Pak Harto juga tahun 1965 dan berikutnya? Yang jelas Mahasiswa tahun 1998 merobohkan pemerintahan yang sah. noodverorde- aturan hukum aturan hukum noodverorde- ningsrecht positif positif ningsrecht | | | | | | | | | tanggungjawab | | tanggungjawab | | pribadi | | pribadi | |<--------------|----FREIES ERMESSEN----|-------------->| | berdasarkan | | dasarkankan | | etika otonom | | etika otonom | | | | | | |<-------DISKRESI------>| | | | | | -------------------------------------------------------

Gambar 12 Freies Ermessen dan Diskresi

Nilai ini erat berkaitan dengan Politik Pemerintahan, Etika Pemerintahan, Hukum Pemerintahan (khususnya Hukum Darurat/Bahaya), dan Teori Kedaulatan. Referensi: Bayu Surianingrat, Mengenal Ilmu Pemerintahan (1980); E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia (1959: 441, 460); Bab III Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan (2007).

10 SESI SEMBILAN

Nilai Delapan GENERALIST AND SPECIALIST FUNCTION. Mengamong adalah (belajar untuk) mengetahui sedikit demi sedikit tentang semakin banyak (luas) hal (to know less and less about more and more, berpengetahuan luas) guna mengidentifikasi dan membangun kebersamaan (tunggal ika) antar masyarakat yang berbeda-beda. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang luas, tumbuh kreativitas, innovativeness. Kreativitas merupakan lahan subur untuk menumbuhkembangkan Seni Pemerintahan: kepandaian (art, skill, craft) menjawab suatu masalah dengan alat atau cara yang berbeda pula. Mengamong juga adalah (belajar untuk) mengetahui semakin banyak (dalam) tentang semakin sedikit hal (to know more and more about less and less, berpengetahuan mendalam) guna mengidentifikasi perbedaan senyaris apapun antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Untuk itu, mengamong berarti berupaya untuk semakin mengenal kualitas, watak, kekhususan (uniqueness) suatu masyarakat. Dengan keahlian yang dalam, tumbuh ketelitian, kemahiran, dan presisi, sebagai prasyarat untuk membangun Teknologi Pemerintahan

Page 53: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

yang tepat. Gambar 1 di atas menunjukkan hubungan antara fungsi generalist dengan fungsi specialist tersebut. Kepamongprajaan sebagai superstruktur profesi pemerintahan melalui pendekatan lintas sektoral bermula pada visi untuk membentuk tenaga-tenaga pemerintahan yang berkualitas kepamongprajaan. Tentang hal ini, van Poelje dalam Pengantar Umum Ilmu Pemerintahan (1959) menyatakan: . . . . . . bahwa berbagai ilmu pengetahuan yang bertalian dengan salah satu bagian dari penguasaan (beheer) perusahaan partikelir pada akhirnya bermuara pada suatu ajaran perusahaan umum (algemene bedrijfsleer) yang meliputi kesemuanya dan bahwa ajaran tentang penguasaan perusahaan-perusahaan partikelir ini setidak- tidaknya untuk sebagian merupakan syarat bagi adanya ilmu pengetahuan yang lebih tinggi daripadanya, ialah Ilmu Pemerintahan dengan Kepamongprajaan sebagai salah satu bentuk Aksiologinya. Nilai ini mengandung implikasi politik. Oleh pengetahuan dan pengalaman yang luas dan dalam itu, seorang pamong siap ditempatkan di mana saja dan mampu mengerjakan tugas apa saja yang telah didalaminya. Seorang yang berasal dari daerah A sejak kecil tinggal mencari nafkah dan bergaul dengan banyak orang di berbagai kota, terakhir di kota B. Pada tahun 2008 ia ingin dicaleg untuk dapil A, daerah kelahirannya, namun karena daerah A belum mengenalnya dengan baik, tidak ada “kendaraan” yang mengusungnya, sementara di kota B pesaingnya banyak. Lihat Bab 19 dan Bab 30 Kybernologi (2003).

11

SESI SEPULUH Nilai Sembilan RESPONSIBILITY. Mengamong adalah mempertanggungjawabkan kepada pelanggan (bukan hanya atasan!): satu, pelaksanaan tugas (perintah, amanat, mandat), dua, sumpah dan janji jabatan atau profesi (kontraktual), tiga, self- commitment (janji kepada diri sendiri, nazar, pengakuan, dan sumpah-sebagai-bukti, yang agar mengikat perlu disaksikan), dan empat, tindakan yang ditempuh berdasarkan Freies Ermessen, kepada para pelanggan produk-produk Negara. Mempertanggungjawabkan artinya menjawab (menerangkan) secara terbuka segala sesuatu yang menimbulkan pertanyaan pelanggan, dan jika jawaban tidak dipercaya, yang bersangkutan menanggung sendiri segala akibat dan risikonya. Pertanggungjawaban dapat diterangkan melalui Teori Tanggungjawab yang dikembangkan dari Teori Tanggungjawab Herbert J. Spiro dalam Responsibility in Government (1969), Gambar 13. Menurut Spiro, tanggungjawab diartikan sebagai accountability, obligation, dan cause. Tanggungjawab sebagai accountability adalah

Page 54: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

perhitungan atas pelaksanaan perintah kepada pemberi perintah. Tanggungjawab sebagai obligation memiliki tiga dimensi, yaitu berjanji (bersumpah, kewajiban menepati janji (lepas dari sebab dan akibat), dan kesediaan memikul risiko. -------------------- | | ------>DASAR | RESPONSIBILITY | | | | | KEKUASAAN, | | |------>KEBIJAKAN, ----> ACTION -------|-> ACCOUNTABILITY --|-------------- | MANDAT (KKM) | | | | | | | | | | | | | | KKM, CITRA | | | |------>JANJI ---------> ACTION -------|-> OBLIGATION ------|--> ACTION ---| | POSISI* penepatan janji | kewajiban bertang- | memikul re- | | | | gungjawab, lepas | ward & pu- | | | | dari sebab akibat | nishment | | KONDISI FREIES ERMESSEN | | | | PERUBAHAN VOLITION, FREE- | | | |------>TRANSFOR- ----WILL (CHOICE)----|-> CAUSE -----------|--> ACTION ---| | MASI LING- DISCRETION | | | | KUNGAN CONSCIENCE | | | | | | | | | | | | | punishment | BERHASIL | -------HOPE <---------- TRUST --------|-- RISK, PRICE -----|--- ATAU <---- | reward | GAGAL | | --------------------- *lepas dari tinggi atau rendah, struktural atau fungsional, formal atau informal, “noblesse oblige,” status membawa kewajiban

Gambar 13 Konstruksi Teori Tanggungjawab:

Teori Herbert J. Spiro, 1969, dimodifikasi dan dikembangkan

Tanggungjawab sebagai cause adalah sesuatu yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk bertindak, yang disebut rasa atau kesadaran akan tanggungjawab dengan kesediaan untuk menanggung risiko atau akibatnya. Yang digunakan dalam Kybernologi adalah pertanggungjawaban etik. Yang dimaksud dengan etika di sini adalah etika otonom, yang dianut oleh pelaku tanpa terikat dengan fihak lain. Pertanggungjawaban seorang yang bersumpah tanpa diperintah (jadi bukan disumpah melainkan lahir dari dalam hatinuraninya sendiri)

Page 55: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

itulah pertanggungjawaban etik otonom. Gambar 14 menunjukkan bahwa pertanggungjawaban etik itu terletak pada Terminal 10, satu di antara 11 terminal. Terminal 6 menunjukkan perbedaan antara keputusan etik dengan keputusan bukan-etik. Keputusan etik diambil berdasarkan diskusi dan kebersepakatan antar norma yang tertanam di dalam hatinurani pelaku sendiri, sedangkan keputusan bukan-etik diambil berdasarkan kebersepakatan masyarakat di sekitar pelaku. Keputusan etik diwarnai dengan keteguhan hati (disiplin) pelaku memegangnya, walaupun merugikan diri sendiri. Misalnya hukum sistem antri “First come, first serve” oleh si A dipegang sebagai norma etik perilakunya. Pada saat antri sebagai nomor 6 sementara tiket sisa 5, seseorang (B) di depannya yang kebetulan menoleh, --- 1 2 3 4 5 6 ----->apakah------>kualitas--->nilai--->norma--->kesadaran----->pertimbangan---- | etika? dasar etik etik etik etik etik otonom | | etika otonom | | | | | | | etika heteronom yg-benar guna tertanam norma me- diskusi antar norma | | yg-baik dlm kuat, lu- nerangi dlm kalbu, kebebas- | | yg-wajib hidup as, jelas nurani an memilih, kesepa- | | katan, kesediaan | | memikul sanksi etik | | | | 10 9 8 7 | | 11 pertanggung- perilaku tindakan keputusan | ----etikalitas<----------jawaban<-------etik<------etik<-----------etik<-------- | etik | | | | | | | menaati kadar | --kinerja- berprakarsa keetikan sanksi etik* | berjanji | | | | | ------------- merasa malu | | | merasa bersalah | pada pada menyesal | orang diri mohon maaf | lain sendiri mohon ampun | | | janji bertobat | | nazar,sumpah bernazar | perjan- pengakuan membayar tebusan | jian credo kesediaan berkorban | commitment self- mengaku bersalah | | commitment mengundurkandiri dari jabatan | | | mengasingkandiri | | agar mengi- menyakitidiri | | kat, perlu bersumpah | | disaksikan mengorbankandiri | | | bunuhdiri | ------------- | | dikontrol | | ----dibandingkan---- | kesenjangan dite- dievaluasi *dinyatakan | rangkan setulus & | secara otonom --sejujurnya, risi- --------- dan terbuka ko & konsekuensi ditanggung sendiri

Gambar 14 Etika Pemerintahan (1 sd 11 Terminal)

Page 56: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

rupanya mahasiswanya ---, mempersilakannya untuk maju dan pasti dapat tiket. Tetapi si A tidak mau, walaupun menguntungkannya. Sebab bila ia maju, selain sistem terganggu, norma etik di dalam hatinuraninya jadi rusak. Begitu dia mendapat tiket dengan cara demikian, ia sudah mulai jadi pecundang! Lihat Bab 8 Kybernologi (2003), Bab II dan Bab III Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008); Bab III dan Bab IV Kybernologi dan Pengharapan (2009)

12 SESI SEBELAS

Nilai Sepuluh MAGNANIMOUS-THINKING. Mengamong adalah mengonstruksi pikiran besar, pikiran yang memiliki kekuatan menerobos zaman, yang terbentuk berdasarkan kemerdekaan berfikir dan kemerdekaan mengeluarkan buah pikiran (Pasal 28 UUD 1945). Berbeda dengan buah tangan yang dapat dinikmati sekejap, atau buah hati yang “ada uang abang disayang, tanpa uang abang melayang,” buah pikiran dapat diwariskan dan menjadi pelajaran bagi generasi ribuan tahun yang akan datang. Berpikir besar identik dengan berfilsafat. Berpikir menurut hukum logika, rerambu nalar sehat. Nilai ini berkaitan erat dengan Nilai Satu di atas. Alinea keempat Pembukaan UUD tentang kecerdasan merupakan landasan konstitusional nilai ini. Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah pikiran besar, tetapi sejak diundangkan menjadi PP 66/51, tidak pernah diajarkan dan tidak dibudayakan menjadi pola perilaku bangsa. Adakalanya seperangkat buah pikiran terlihat melawan arus, berbeda dengan “pikiran besar” yang sudah ada. Oleh sebab itu dibenci dan tidak laku. Buah pikiran seperti itu, bila tahan banting, terkadang baru diakui “besarnya” kemudian. Jauh liku yang (harus) ditempuh oleh sebuah pikiran, sebelum ia diakui besar dan menjadi sejarah. COGITO, pemi- WISDOM, sosial- mar- policy policy imple- -->ERGO----------->BUAH ----------->NILAI-------->POLICY-------->POLICY---------------- | SUM kiran PIKIRAN isasi 3 keting AGENDA making 5 mentation | | 1 2 4 | | | | | | | | 6 | | 8 belajar dari 7 monitoring PERBUATAN scientific movement | ---FEEDBACK<---------------SEJARAH<-------------------BESAR<--------------------------- sejarah evaluation scientific enterprise

Gambar 15 Dari Buah Pikiran, Perbuatan Besar, dan Sejarah

Melalui Delapan Terminal

Page 57: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Pada aras mikro, temuan-temuan akademik (invensi) harus dijadikan masukan bagi pembuatan kebijakan publik guna melahirkan inovasi (Bab XI Kybernologi dan Pengharapan, 2009). Tanpa pengajaran dan pembudayaan, buah pikiran sebesar apapun, tidak berguna. Lihat Filsafat Pemerintahan, Bab 20 Kybernologi (2003).

13

SESI DUABELAS Nilai Sebelas OMNIPRESENCE. Mengamong berarti tidak memosisikan diri sebagai pangreh, tidak hanya membangun citra (image building) pemerintahan tetapi merendahkan hati sedemikian rupa sehingga pemerintah itu tidak terlihat sebagai sesuatu yang jauh dan yang asing, tetapi terasa hadir di mana-mana dan kapan saja sebagai bagian dari dan sama dengan “kita.” Ia melihat apa yang “kita” lihat, dan merasakan apa yang “kita” rasakan. Semakin tinggi dan asing pemerintah memosisikan dirinya, semakin samar, seragam, kotor dan sampah “kita” terlihat olehnya, semakin mendarat ia bersama “kita,” barulah semakin terasa olehnya betapa satu dengan yang lain berbeda-beda, ada yang terbuang dan terinjak, ada yang mandi uang bergelimang dosa, di sini nestapa dan melarat, di sana papa dan hina. Satu-satunya jembatan antar budaya dan antar frame-of-reference (FOR) yang berlainan, antara pemerintah (P) dengan yang diperintah (Y) adalah salingpengertian. P P P turun secara pribadi (personally) serendah mungkin da- ri posisinya, menempatkan diri seutuhnya setara dgn kon- disi Y dgn tulus, emik & etik, sehingga oleh Y ia dite- rima sebagai seorang sesama di antara mereka, berbuka diri mengamati, mendengar & merekam isyarat, prilaku & perkataan Y sebagaimana adanya begitu keluar dari Y tan- pa dipengaruhi oleh P. Mengingat Y heterogen, katakanlah terdiri dari 10 sub-Y, maka jika waktu yg digunakan P = utk berbicara 10 menit, waktu yg harus disediakannya utk mendengar, sambil merekam, 10 x 10 = 100 menit, belum terhitung waktu yang diperlukannya untuk bersosialisasi, membangun rapport, membangun kebersamaan melalui peri- laku etik & emik, mengamati & merekam amatannya. P mela- wan arus? Ya, ia tdk populer di kalangan politisi dan birokrasi, bahkan oleh parpol ia dituduh pengkhianat. Tetapi percayalah, 99% rakyat ada di didepannya dan se- jarah bertinta emas terbentang di belakangnya. Ialah Semar, ialah Nelson Mandela Y Y

Gambar 16 Membentuk (Membangun) Pengertian Yang Empatik

(Saling-mengerti)

Page 58: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Pengertian dan saling-mengerti, cepat atau lambat dapat terbentuk dan tercapai melalui pelbagai cara di dalam masyarakat. Salah satu cara yang dikenal dalam metodologi adalah pembentukan pengertian dan pencapaian saling-mengerti melalui empati (empathy, bukan emphaty). Konsep empati tidak terpisahkan dengan konsep pengertian (understanding). Salah satu bentuk understanding adalah empathic understanding yang dalam bahasa Jerman disebut Verstehen. “It (Verstehen) must mean an act of sympathetic imagination or empathic identification on the part of inquirers that allowed them to grasp the psychological state (i.e. motivation, belief, intention, or the like) of an individual actor,” demikian Schwandt. Bisa saja peneliti bermaksud mengenal seorang aktor dengan motif ketertarikan (sympathetic imagination) dan bukan karena ingin mengenalnya sebagaimana adanya. Menurut Max Weber, Verstehen adalah “empathic understanding or an ability to reproduce in one’s own mind the feelings, motives, and thoughts behind the action of others.” Dengan menggunakan FOR-nya, seorang pejabat atau peneliti bisa saja mengaku bahwa ia mengerti kondisi atau kualitas suatu masyarakat dengan memandang pakaian orang yang lalulalang: ada sejumlah orang yang berpakaian kotor, lusuh, dan bau keringat, sedangkan pakaiannya sendiri bersih, rapi dan wangi. Iapun menandai orang-orang tersebut sebagai warga masyarakat tertinggal dan diberi definisi seperti di atas.

14 SESI TIGABELAS

Nilai Duabelas DISTINGUISHED STATESMANSHIP. Mengamong berarti “exhibits great wisdom and ability in dealing with important public issues.” berkepe- berkepe- mimpinan terpilih mimpinan MASA JA- --->MASYARAKAT---------->PEMIMPIN----------->KEPALA----------->BATAN------- | informal tersaring formal & BERAKHIR | | informal | | | | | | PEMIM- tidak terpilih (lagi), mantan | | -------PIN IN- <-------------------------------- | | | FORMAL kembali ke dalam masyarakat | | | | | | | | | | | | ----------------| referensi |--------- | | | | | | | PEMIMPIN rezim lain yang terpilih | -------FORMAL <--------------------------------- naik ke singgasana kekuasaan

Gambar 17 Proses Kepemimpinan

Page 59: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Mengamong juga berarti memosisikan diri di atas semua kepentingan partial. Berbeda dengan perang, pemilu bukan menang kalah tetapi terpilih atau tidak terpilih,

bagi rezim terpilih lima tahunan, fihak yang takterpilih kembali menjadi controlling reference jangka panjang (Gambar 17). Merayakan saat pengembalian (penyerahan) jabatan (mandat) ketimbang saat memangku jabatan (pelantikan), menyatakan secara terbuka pengunduran diri dari “kendaraan yang mengusungnya” begitu terpilih menjadi pejabat publik, memaknai uang bukan solusi tetapi beban (karena harus dipertanggungjawabkan), menggunakan Etika Otonom dan bukan Etika Heteronom (Bagian Dua Bab X Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006). Seorang statesman tidak pernah merasa berjasa, karena tindakan apapun yang dilakukannya telah mendapat imbalan dari negara dan masyarakat. Tetapi sebaliknya ia selalu merasa berhutang, karena ia telah berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada masyarakat, dan ia berusaha menepatinya, serta memikul sendiri tanggungjawabnya. Seorang negarawan tidak mengclaim kinerjanya sebagai kinerja partai yang mengusung atau didukungnya, karena selama menjabat ia digaji dan mendapat fasilitas serta kehormatan, bukan dari partai tetapi dari seluruh bangsanya. Selama masa jabatannya, seorang negarawan tidak melakukan perbuatan yang menguntungkan hanya satu fihak, walau cuti sekalipun, sebab cuti itu hanya akal-akalan. Pada saat seorang pejabat yang sedang cuti kampanye, walaupun ia menggunakan kendaraan umum dan mengenakan kaus oblong, pengaruhnya tetap terasa, ia mendapat pengawalan, perlindungan dan perlakuan sebagai seorang pejabat. Wawasan Kepamongprajaan sebagai kenegarawanan mengemuka di masa STPDN, walaupun di masa itu belum didefinisikan dan belum diprogramkan. Kini saatnya untuk mencerahkan dan membangkitkannya. Pada sesi ini, kepamongprajaan dilihat sebagai fungsi yang dibutuhkan pada tingkat regional dan global, baik antara Utara dengan Selatan, maupun antar Timur, Barat, dan Tengah. Kepamongprajaan di sini terlihat sebagai kualitas yang mampu melahirkan buah pikiran besar, roh zaman. Dengan kualitas itu---kenegarawanan---kepamongprajaan berarti kemampuan melahirkan pikiran besar, membuat sejarah (history making) melalui perbuatan besar, sehingga buah pikiran besar pamong praja Indonesia – yaitu mereka yang memiliki kualitas kepamongprajaan – tahun 2009 mempengaruhi perjalanan sejarah Indonesia di tengah-tengah dunia beratus-ratus tahun kemudian: “Her citizens, imperial spirit, rule the present from the past” (Alfred North Whitehead, Pidato Sambutan Forum American Association of the Collegiate Schools of Business, 1927). Bahan ajaran untuk sesi ini terdapat dalam berbagai sumber, terutama Badan Diklat Depdagri sendiri. Bab V Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008), Bab I dan Bab III Kybernologi dan Pengharapan (2009).

Page 60: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

15 SESI EMPATBELAS

Apakah Kepamongprajaan? Dalam GBPP di atas Kepamongprajaan didefinisikan nilai dasar pemerintahan (governance). Sesuai dengan Teori Nilai, jika perilaku suatu entitas diamati, terlihat satu atau lebih kualitas. Jika kualitas entitas tersebut dalam ruang pemerintahan ditimbang, hasilnya adalah duabelas nilai dasar pemerintahan. Nilai yang disepakati menjadi norma. Norma bersifat formal, berkekuatan mengikat. Body-of-norms (BON, hasil rekonstruksi norma, bandingkan dengan rekonstruksi pengetahuan menjadi BOK, Gambar 15) disebut ideologi, dan ideologi yang disakralisasi, menjadi dogma. Kalau dogma dipatuhi “tanpa reserve,” apa yang terjadi? Jika norma ditegakkan (digunakan), terlihat output (OP) atau outcome (OC). OP dan OC dimonev, dan apapun hasil analisisnya, dijadikan feedback buat entitas yang bersangkutan (lihat Gambar 16). Di Indonesia biasanya norma di-“tegakkan” dengan sikap “benar, tapi. . . . ,” “baik, tapi. . . ,” “yang diucapkan atau ditulis begini, tetapi yang dilakukan lain,” atau “itu kan teori,” sehingga OP dan atau OC tidak dipercaya atau jauh dari harapan (Gambar 18). perilaku ditimbang disepakati -->ENTITAS-------->KUALITAS--------->NILAI-------------->NORMA | bisa dipaksakan (N) | | | | | dipatuhi disakral- direkon- | |---- ? <------------DOGMA<-----------BON*<---------------1-| | mutlak isasi struksi | | | | | | feedback N<H monev oleh ditegakkan | |------------ ? <-----N=H<------------HASIL---------------2-| | N>H pelanggan (H) | | | | | | dibenarkan monev oleh “ditegakkan” | ---- ? <------------- ? <-----------“HASIL”<-------------3- pembenaran penguasa** dipermainkan

Gambar 18 Kepamongprajaan Menurut Teori Nilai:

Tiga Opsi, Opsi 1, Opsi 2, dan Opsi 3 (BON* = Ideologi; **Monev Direkayasa)

Opsi 3, Siapa Jagonya?

Page 61: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Dalam hubungan ini, di Indonesia (sebaiknya) kepamongprajaan dijadikan dan digunakan sebagai: 1 Identitas, nama suatu entitas. Aparat penegak perda: Polisi Pamong Praja; mahasiswa IPDN disebut Praja; lulusan IPDN Pamong Praja Muda 2 Kualitas. Perilaku yang terlihat di dalam ruang pemerintahan (governance) mulai dari tingkat statal, lokal, sampai pada tingkat rukun tetangga menunjukkan 12 kualitas kepamongprajaan 3 Nilai. Setiap kualitas ditimbang guna melihat, sejauh mana kualitas memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat 4 Norma. Agar berkekuatan mengikat, suatu tingkat nilai pada suatu saat disepakati sebagai norma yang harus diindahkan dan ditegakkan oleh semua fihak. Mengingat perubahan eksternal dan internal, secara periodik harus dilakukan monev dan pembaharuan norma 5 Fungsi. Diperlukan kekuatan pengikat kebhinnekaan menjadi tunggal ika. Kekuatan itu adalah fungsi yang dapat dicharge di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan (di) daerah. Sekarang kekuatan itu dicharge dalam diri gubernur provinsi. Mengapa tidak di dalam diri kepala daerah? 6 Lembaga. Norma dapat dilembagakan menjadi sebuah unitkerja . Dahulu, pamongpraja dilembagakan menjadi unitkerja pusat di daerah (kepala wilayah dan jajarannya) 7 Struktur Kepamongprajaan dalam tiga tingkatan: Tingkat Bawah: Pamong Desa/Kelurahan, mulai dari Ketua Rukun Tetangga sampai dengan Kepala Desa/Kelurahan dan perangkatnya Tingkat Menengah: Pamong Praja, mulai dari Camat, Kepala Daerah, dengan perangkatnya masing-masing Tingkat Tinggi: Pamong Bangsa/Negara, mulai dari Kepala Lembaga Negara, Menteri, sampai pada Presiden di pucuknya, dengan perangkat masing-masing 8 Profesi. Profesi Kepamongprajaan meliputi penerapan Kepamongprajaan sebagai norma melalui kebijakan publik di dalam praktik pemerintahan, dan Diklat Kepamongprajaan guna membentuk kader-kader tenaga berkualitas Kepamongprajaan yang disebut Pamongpraja (Perpres 1/09) 9 Pendidikan Kepamongprajaan. Pendidikan Kepamongprajaan meliputi Program Vokasional (Diploma), Program Program Strata dan Program Profesional, bertujuan a. Membentuk kader-kader Pamongpraja yang dibutuhkan mendesak oleh Depdagri dan Pemda b. Membangun Kepamongprajaan sebagai sistem nilai dasar pemerintahan c. Merekonstruksi terus-menerus Ilmu Pemerintahan Baru (Kybernologi) sebagai sumber dan dasar profesi pemerintahan

Page 62: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

10 Standar kompetensi pamongpraja. Pamongpraja dalam arti luas adalah tenaga pemerintahan yang memiliki roh dan 12 nilai dasar pemerintahan. Pamongpraja dalam arti sempit adalah tenaga professional di bidang (yang memiliki kualitas) kepamongprajaan. Konsep profesi, professional, dan profesionalisme, terdapat dalam Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005, Bab IC. Perlu dibedakan standar kompetensi fungsional dengan standar kompetensi struktural. Yang dijelaskan dalam sesi ini adalah standar kompetensi fungsionalnya. Standar kompetensi struktural bersifat normatif, dan ditetapkan saat pelembagaannya. Bahan untuk sesi ini masih harus diidentifikasi dan didefinisikan, lihat Bab II Kybernologi dan Kepamongprajaan (2007). Kendatipun ini sesi terakhir tetapi tidak berarti termudah---last but not least---bahkan mungkin yang tersukar. Oleh sebab itu, begitu Kepamongprajaan ini diajarkan mulai Sesi Satu, kesukaran ini harus diantisipasi! ------>PENELITIAN--->TEMUAN---->KEBIJAKAN--->PEMBAHARUAN-- | (invensi) | (inovasi) | -->KEPAMONG- | | | PRAJAAN | | | | | | | ------>DIKLAT--->KADER PAMONGPRAJA-- | | | ----------------FEEDBACK<-----------------MONEV<------------------

Gambar 19 Kepamongprajaan Sebuah Ruang Pembelajaran

3001090852SDG 2903090733SDG 1104091600SDG File GBPP KEPAMONGPRAJAAN BARU

Page 63: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

RINGKASAN DUABELAS NILAI KEPAMONGPRAJAAN

1 Nilai Satu Vooruitzien. . . . . . . . . . . . . . . . . . 41 2 Nilai Dua Conducting. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43 3 Nilai Tiga Coordinating . . . . . . . . . . . . . . . . . 45 4 Nilai Empat Peace-making. . . . . . . . . . . . . . . . . 46 5 Nilai Lima Residue-caring . . . . . . . . . . . . . . . . 47 6 Nilai Enam Turbulence-serving . . . . . . . . . . . . . . 48 7 Nilai Tujuh Freies Ermessen . . . . . . . . . . . . . . . 50 8 Nilai Delapan Generalist & Specialist Function. . . . . . 51 9 Nilai Sembilan Responsibility . . . . . . . . . . . . . . 52 10 Nilai Sepuluh Magnanimous-thinking. . . . . . . . . . . . 55 11 Nilai Sebelas Omnipresence. . . . . . . . . . . . . . . . 56 12 Nilai Duabelas Distinguished Statesmanship. . . . . . . . 57

Page 64: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

DAFTAR PUSTAKA KYBERNOLOGI

1 Kybernologi dan Pengharapan (Sirao Credentia Center, 2009) 2 Kybernologi dan Pembangunan (Sirao Credentia Center, 2008) 3 Kybernologi Sebuah Metamorphosis (Sirao Credentia Center, 2008) 4 Kybernologi dan Kepamongprajaan (Sirao Credentia Center, 2008) 5 Kybernologi Sebuah Profesi (Sirao Credentia Center, 2007) 6 Kybernologi Sebuah Scientific Movement (Sirao Credentia Center, 2007) 7 Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan (Sirao Credentia Center, 2007) 8 Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise (Sirao Credentia Center, 2006) 9 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama (Sirao Credentia Center, 2005) 10 Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (Rineka Cipta, 2005) 11 Teori Budaya Organisasi (Rineka Cipta, 2005) 12 Kybernologi I dan II (Rineka Cipta, 2003) 13 Metodologi Ilmu Pemerintahan (Rineka Cipta, 1997) 14 Metodologi Pemerintahan Indonesia (Bina Aksara, 1988)

Page 65: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

MARDIYANTO, MENTERI DALAM NEGERI RI: “Di IIP Ada Tambahan Ilmu Baru Sebagai Pendukung Dalam Aspek Pemerintahan.” Kompas 11 Oktober 2007 “Presiden Ubah IPDN Menjadi IIP,” “Sistem Pengasuhan Dihapuskan, Diubah Kepamongan” Apa yang dimaksud dengan “Ilmu Baru?” 08159676XXX 121007223338 “Benar, prof. Yang beliau maksudkan adalah Kybernologi dan Kepamongprajaan,” 224923 “Benar, prof. Kita jadikan proposal yang prof. buat sebagai dasar keilmuan pembentukan IIP Regional.”

Page 66: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Taliziduhu Ndraha, Kybernolog

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

KYBERNOLOGI DAN KEPAMONGPRAJAAN

JAKARTA, 2009

Page 67: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

DAFTAR ISI I GBPP PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN 1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 Sesi Satu Penjelasan Umum, Sejarah Pengajaran Ilmu Pemerintahan di Indonesia. . . . . . . . . . . . 2 ONTOLOGI 3 Sesi Dua Ontologi Ilmu Pemerintahan . . . . . . . . . 5 EPISTEMOLOGI 4 Sesi Tiga Teori Kebutuhan . . . . . . . . . . . . . . 6 5 Sesi Empat Teori Pelayanan. . . . . . . . . . . . . . 8 6 Sesi Lima Teori Governance. . . . . . . . . . . . . . 11 7 Sesi Enam Teori Kinerja . . . . . . . . . . . . . . . 16 8 Sesi Tujuh Metodologi . . . . . . . . . . . . . . . . 18 9 Sesi Delapan UTS. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 AXIOLOGI 10 Sesi Sembilan Teori Nilai . . . . . . . . . . . . . . 20 11 Sesi Sepuluh Kepamongprajaan. . . . . . . . . . . . . 22 12 Sesi Sebelas Kebijakan Pemerintahan . . . . . . . . . 24 13 Sesi Duabelas Manajemen Pemerintahan. . . . . . . . . 25 14 Sesi Tigabelas Seni dan Teknik Pemerintahan . . . . . 26 15 Sesi Empatbelas Etika Pemerintahan. . . . . . . . . . 27 16 Sesi Limabelas Reformasi Pemerintahan . . . . . . . . 28 17 Sesi Enambelas UAS. . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 RINGKASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31 II GBPP KEPAMONGPRAJAAN 1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32 2 Sesi Satu Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . . 36 3 Sesi Dua Nilai Satu Vooruitzien . . . . . . . . . . . 41 4 Sesi Tiga Nilai Dua Conducting. . . . . . . . . . . . 43 5 Sesi Empat Nilai Tiga Coordinating. . . . . . . . . . 45 6 Sesi Lima Nilai Empat Peace-making. . . . . . . . . . 46 7 Sesi Enam Nilai Lima Residue-caring . . . . . . . . . 47 8 Sesi Tujuh Nilai Enam Turbulence-serving. . . . . . . 48 9 Sesi Delapan Nilai Tujuh Fries Ermessen . . . . . . . 50 10 Sesi Sembilan Nilai Delapan Generalist & Specialist Function . . . . . . . . . . . . . . . . 51 11 Sesi Sepuluh Nilai Sembilan Responsibility. . . . . . 52 12 Sesi Sebelas Nilai Sepuluh Magnanimous-thinking . . . 55 13 Sesi Duabelas Nilai Sebelas Omnipresence. . . . . . . 56 14 Sesi Tigabelas Nilai Duabelas Distinguished Statesmanship . . . . . . . . . . . . . 57 15 Sesi Empatbelas Apakah Kepamongprajaan? . . . . . . . 59 RINGKASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62

Page 68: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

DAFTAR PUSTAKA KYBERNOLOGI. . . . . . . . . . . . . . . . 63 III DIKLAT PROFESIONAL KEPAMONGPRAJAAN 1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64 2 Kerangka Pemikiran. . . . . . . . . . . . . . . . . . 65 3 Program Diklat Profesional Kepamongprajaan. . . . . . 72 IV DEWAN PERWAKILAN DAERAH 1 DPD Di Pentas Politik . . . . . . . . . . . . . . . . 77 2 Perspektif Kybernologi. . . . . . . . . . . . . . . . 79 3 DPD Perspektif Kybernologi Politik. . . . . . . . . . 91 4 Apakah DPD Itu? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99 V USULAN PEMBENTUKAN LABORATORIUM LAPANGAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 1 Pengertian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101 2 Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101 3 Perspektif Kybernologi Administrasi Kependudukan. . . 104 4 Pentingnya Laboratorium Lapangan Administrasi Kependudukan . . . . . . . . . . . . . . 107 5 Penyelenggaraan Laboratorium Lapangan Administrasi Kependudukan . . . . . . . . . . . . . . 108 VI PERAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 Pemerintahan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116 2 Posisi Strategis Departemen Dalam Negeri Dalam Sistem Pemerintahan . . . . . . . . . . . . . . 117 3 Otonomi Daerah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118 4 Penyelenggaraan Otonomi Daerah. . . . . . . . . . . . 118 5 Peran Camat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 119 VII KOMENTAR TERHADAP DRAFT PEDOMAN KURIKULUM, DIKLAT KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 121 2 Sekolah Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Negeri. . . . 121 3 Kurikulum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 125

Page 69: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

PENGANTAR REKTOR INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Pada tgl 22 Mei 2003, Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) meluncurkan satu produk akademik bernama Kybernologi. Kybernologi adalah sebuah bangunan pengetahuan (body-of-knowledge, BOK) pemerintahan (governance), hasil penelitian terhadap fenomena pemerintahan dari sudut (pendekatan) Manusia. Melalui proses pembelajaran Program S1, S2 dan S3 sejak tahun 1994 (antara lain bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran), BOK tersebut kini telah mencapai derajat keilmuan tertinggi yang utuh dan lengkap, seperti terlihat dalam buku ini. Bahkan sisi Axiologinya berkembang menjadi satu bidangkajian dan program diklat baru bernama Kepamongprajaan. Perkembangan akademik ini langsung mendukung kebijakan baru Pemerintah yang menetapkan IPDN sebagai Penyelenggara Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009. Dengan demikian Kybernologi bukan hanya judul seri buku yang terbit sejak tahun 2003, melainkan sebuah BOK yang terus berkembang, hasil rekonstruksi dan buah pendaratan Bestuurskunde dan Bestuurswetenschap (Ilmu Pemerintahan) di bumi Indonesia. GBPP matakuliah berisi roh ilmu yang bersangkutan, dalam hal ini Kybernologi dan Kepamongprajaan. GBPP dua subjek ini dirancang, diajarkan, didiskusikan, diujicobakan sejak awal 2008 (Bab 6 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008), dan telah beberapa kali berubah. Pembahasan dan sosialisasi draft akhir ini di lingkungan IPDN (Pimpinan, Dosen dan Praja), dilakukan pada tanggal 8 Mei 2009 di Jatinangor, dalam forum Scientific Traffic dan di lingkungan Badan Diklat Departemen Dalam Negeri dalam Rapat SEPIMDAGRI tanggal 19 dan 20 Mei 2009 di Jakarta. Buku ini diharapkan menjadi pegangan bagi segenap Masyarakat Akademik di lembaga-lembaga perguruan tinggi di atas, dalam menjalankan proses belajar-mengajar di bidang Ilmu Pemerintahan (Kybernologi) melalui Tridharma Perguruan Tinggi: pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta mewujudkan Duabelas Nilai Kepamongprajaan sebagai pola perilaku pemerintahan Indonesia dan pemerintahan daerah ke depan. Di samping hibrida Kybernologi bernama Kybernologi Pertanian oleh DR Ir Abdul Samad Melleng, MM, Kybernolog dan seorang pejabat Departemen Pertanian (Bab VI dan Bab VII Kybernologi dan Pengharapan, 2009), Kybernologi ini menyajikan

Page 70: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

sebuah hibrida baru, yaitu Kybernologi Politik dengan mengambil Dewan Perwakilan Daerah sebagai sasaran kajian. Kybernologi tidak hanya berorientasi ke hilir, tetapi juga ke hulu. Orientasi ke hulu ini dipicu oleh hiruk-pikuk Pemilu 2009 yang menurut para pengamat disebabkan oleh patologipolitik dan patologibirokrasi kependudukan yang sudah kronik dan parah. Maka sebuah usulan pembentukan Laboratorium Lapangan Administrasi Kependudukan (UU 23/06, PP 37/07, dan Perpres 25/08), diluncurkan. Walaupun usulan ini ditulis untuk IPDN, namun sesungguhnya dialamatkan dan ditawarkan kepada semua fihak yang peduli dengan masadepan Indonesia. Jakarta, Juni 2009 Prof. Dr Hj. NGADISAH, MA

Page 71: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

DIKLAT PROFESIONAL KEPAMONGPRAJAAN Kerangka Pemikiran

9 KYBERNOLOGI --------------------------ILMU PEMERINTAHAN BARU-------------------------- | | (KOMPONEN PENDIDIKAN STRATA) | | | | | | | 8 8 | | KEAHLIAN KEAHLIAN | | DI BIDANG----------GENERALIS-----------DI BIDANG | | PEMERINTAHAN | PEMERINTAHAN | | | | | | | | | | | | 7 | 7 | | PROFESI KOMPONEN PROFESI | | BIDANG PE- ---10--PENDIDIKAN--10-------BIDANG PE- | | MERINTAHAN DIPLOMA MERINTAHAN | | | | | | | | | | | | | --------------------- | | | 6 | vooruitzien | 6 | AGRO- PEMERINTAHAN | conducting | PEMERINTAHAN TEKNOLOGI PEMERINTAHAN DAERAH | coordinating | DAERAH PEMERINTAHAN | | | peace-making | | | | | | residue-caring | | | | 5 | turbulence-serving | 5 | | KEBIJAKAN | | KEBIJAKAN | |------------->BIDANG<----|---KEPAMONGPRAJAAN---|----->BIDANG<-------------| | PERTANIAN | | PEKERJAAN UMUM | | | | Freies Ermessen | | | | | | gen&spec function* | | | | 4 | omnipresence | 4 | KYBERNOLOGI KEPALA DINAS | responsibility | KEPALA DINAS KYBERNOLOGI PERTANIAN PERTANIAN |magnanimous-thinking | PEK. UMUM PEK. UMUM | | | statesmanship | | | | | --------------------- | | | | | | | | 3 | 3 | | PROFESI KOMPONEN DIKLAT PROFESI | | BIDANG-----11----PROFESIONAL----11-----BIDANG | | PERTANIAN KEPAMONGPRAJAAN PEK. UMUM | | | | | | | | | | | | 2 | 2 | | KEAHLIAN | KEAHLIAN | | DI BIDANG----------SPESIALIS-----------DI BIDANG | | PERTANIAN | PEK. UMUM | | | | | | | | | | |

Page 72: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

| 1 | 1 | -------------AGRONOMI-------ILMU-ILMU LAINNYA-------TEKNOLOGI------------- CIVIL *generalist&specialist function

GAMBAR TIGA KOMPONEN SISTEM PENDIDIKAN TINGGI KEPAMONGPRAJAAN

PENDIDIKAN STRATA (9), PENDIDIKAN DIPLOMA (VOKASIONAL, 10), PENDIDIKAN PROFESIONAL (11), DAN HUBUNGAN KYBERNOLOGI DENGAN ILMU PENGETAHUAN LAINNYA

1 LATAR BELAKANG

Di dalam dokumen-dokumen tradisional Depdagri, APDN dan IIP lebih dikenal sebagai “perguruan tinggi kedinasan di lingkungan Departemen Dalam Negeri.” Sementara itu sejak tahun 90-an yang lalu, misalnya Permendagri No 43 Tahun 2005 tentang Statuta IPDN, IPDN disebut sebagai “lembaga pendidikan kader pamongpraja di lingkungan Departemen Dalam Negeri.” Perpres 1/09 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 mengenai penggabungan STPDN ke dalam IIP yang namanya sekaligus diubah menjadi IPDN, lebih tegas. Di sana dengan jelas dinyatakan bahwa IPDN “menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang kepamongprajaan yang diselenggarakan melalui sistem pendidikan tinggi kepamongprajaan,” (pasal 2A, ht TN). Jika dikaitkan dengan butir 3 “Mengingat” Perpres tersebut, sistem pendidikan tinggi kepamongprajaan merupakan subsistem pendidikan tinggi nasional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003. Perpres tersebut meletakkan dasar yang kokoh (raison d’ētre) bagi eksistensi IPDN ke depan. Di satu fihak, kebijakan tersebut merupakan sebuah perubahan dan kemajuan, tetapi di fihak lain terkuak kembali memori sosial masalalu tentang hubungan pusat dengan daerah, di masa pemerintahan raja-raja (pangrehpraja), Belanda (pangrehpraja dan pamongpraja), dan rezim Soeharto (kepala wilayah). Apakah Indonesia kembali ke masalalu? Apakah makna kepamongprajaan itu di masa depan? Oleh sebab itu, sekurang-kurangnya lima topik di bawah ini perlu segera difikirkan kembali, diidentifikasi, didefinisikan, dan dijelaskan: 1. Kepamongprajaan dalam Sistem Pemerintahan Indonesia 2. Sistem Pendidikan Tinggi Nasional 3. Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan 4. Hubungan antara sistem pendidikan tinggi nasional dengan sistem pendidikan tinggi kepamongprajaan 5. Penyelenggaraan sistem pendidikan tinggi kepamongprajaan (di dalamnya termasuk Diklat Profesional Kepamongprajaan)

2 KERANGKA PEMIKIRAN

Page 73: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Dalam peta eksplorasi pemikiran tentang Diklat Profesional Kepamongprajaan, sekurang-kurangnya tujuh terminal harus disinggahi untuk dapat mencapai lima topik di atas, seperti terlihat dalam Gambar 1. PEMERIN- KEPAMONG- PROFESI- DEP- SISDIK DIKLAT PROFESIONAL TAHAN----->PRAJAAN---->ONALISME-->DAGRI-->DAGRI--->IPDN-->KEPAMONGPRAJAAN 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Satu, pemerintahan. Identifikasi dan definisi Sistem Pemerintahan Indonesia dapat dilakukan melalui pendekatan kekuasaan (Ilmu Politik), dan dapat pula dilakukan menurut pendekatan kemanusiaan dan lingkungannya (Ilmu Pemerintahan, Kybernologi). Dalam kerangka pemikiran ini digunakan pendekatan Kybernologi (kybernân = besturen = steering). Kybernologi adalah sebuah body-of-knowledge (BOK) baru, hasil pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap dan Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia (Gambar 2). Pemerintahan (governance) adalah interaksi antar tiga subkultur tiap masyarakat (unit kultur), yaitu subkultur ekonomi (SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). 2 3 5 janji(kebijakan, mandat, kuasa monev oleh SKS rencana)& pene- (trust, hope) selaku pelangan patan/implemen- dari SKS selaku terhadap kinerja --tasinya,kontrol- ----konstituen---- ----SKK rute 2---- | sumber-sumber | | (UU,PERDA) | | dan rute 4 | | (SDA,SDM,SDB) | | melalui pe- | | via rute 1 | | di hulu | | milu di hulu | | di hilir | | | | | | | | | | | | | | stakeholder -- -SKE--------------- SKK---------------- SKS-------------- SKK--- | pemain, | | | | pemba- wasit penonton | | | ngunan | | | | | | | | | | redistribusi | | | | | | nilai berke- | | nilai via pe- | | pertanggung- | | | | lanjutan utk | | lay civil,pe- | | jawaban etik | | | ---hidup, hasil--- ----lay publik---- ------menurut----- | | pengelolaan & pemberdayaan etika otonom | | sumber-sumber masyarakat di hilir | | 1 di tengah 6 | | 4 |

Page 74: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

| | ---------------------pemerintahan (governance)-------------------------

Gambar 2 Sistem dan Proses Pemerintahan (Governance)

Digerakkan oleh Tiga Subkultur (Terminal) Melalui Rute 3, 2, 1, 4, 5, 6, dan 3

(pelay = pelayanan)

Dua, Kepamongprajaan. Supaya kinerja interaksi antar tiga subkultur itu good, dan dengan demikian governance menjadi good governance, interaksi itu harus dikendalikan dan diarahkan oleh sebuah kekuatan yang disebut kepamongprajaan. Kepamongprajaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari 12 (duabelas) nilai sebagai berikut: 1. Vooruit zien (memandang sejauh mungkin ke depan) 2. Conducting (membangun kinerja bersama melalui perilaku aktor yang berbeda-beda) 3. Coordinating (membangun kinerja masing-masing melalui kesepakatan bersama yang mengikat) 4. Peace-making (membangun kerukunan dan kebersamaan) 5. Residue-caring (mengelola “sampah,” “sisa,” “yang beda,” “yang salah,” “yang kalah,” dan “yang terbuang”) 6. Turbulence-serving (mengelola ledakan yang dianggap mendadak atau di luar kemampuan, force majeure) 7. Fries Ermessen (keberanian bertindak untuk kemudian mempertanggungjawabkannya) 8. Generalist and Specialist Function (knowing less and less about more and more, and more and more about less and less) 9. Omnipresence (terasa hadir di mana-mana) 10. Responsibility (menjawab dengan jelas dan jujur, men(t)anggung risiko secara pribadi menurut Etika Otonom) 11. Magnanimous-thinking (-mind, berpemikiran besar dan kuat menerobos zaman membuat sejarah) 12. Distinguished statesmanship (kenegarawan-utamaan, selama memangku masajabatan publik, berdiri di atas semua kepentingan, tidak memihak, impartial) Orang yang memangku 12 nilai tersebut disebut Pamong Praja, baik dalam arti formal maupun dalam arti informal. Tiga, Profesionalisme. Nilai terbentuk melalui kerja. Pekerjaan yang ditekuni seumur hidup disebut profesi. Kualitas kerja diharapkan professional agar kinerjanya

Page 75: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

good. Pengertian “professional,” dan “profesionalisme” itu dapat dideduksi dari konsep “profesi” yang diuraikan dalam Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (2005, Bab I sub C, h. 38-9). Di sana dijelaskan bahwa profesi berarti, “a reasonably clear-cut occupational field, which ordinarily requires higher education at least through the bachelor’s level, which offers a lifetime career to its members (Richard J. Stillman II, Public Administration: Concepts and Cases, 1984). Dikemukakan lebih lanjut bahwa “first, professions are based on the presence of a systematic theory. . . . . Second, professions all have professional authority. . . . . Third, standards of training and competence are set by the profession itself. . . . . Fourth, professions have a code of ethics. Finally, professions are encircled by a professional culture. A professional group has a common language. Professional associations and training centers promulgate a set of norms and values among professionals (Warren B. Brown dan Dennis J. Moberg, Organization Theory and Management. A Macro Approach, 1980). Supaya berguna dan efektif, profesionalisme kepamongprajaan di atas digunakan, dalam hal ini di ruang pemerintahan, khususnya Departemen Dalam Negeri. Empat, Pemerintahan “Dalam Negeri,” yang dilembagakan menjadi Departemen Dalam Negeri. Pembicaraan tentang Departemen Dalam Negeri tidak dapat dipisahkan dari Visi dan Misi Bangsa Indonesia. Di zaman raja Asoka (ca 269-232) terdapat dua agama besar di Asia, yaitu Hindu dan Buddha. Untuk memperkokoh kekuasaannya, ia menganjurkan perdamaian di mana-mana. Pada suatu tiang batu peninggalannya tercantum sebuah pernyataan yang dapat disebut Doktrin Asoka, berbunyi: “Barangsiapa merendahkan agama lain dan memuji agamanya sendiri, (berarti) merendahkan agamanya sendiri.” Dalam kitab Sutasoma, Empu Tantular mengemas ajaran itu dalam seloka yang sebagian berbunyi “bhinneka tunggal ika,” lengkapnya “Bhinneka Tunggal Ika, Tanhana Dharmma Mangrva,” artinya berbeda-beda tetapi satu jua, tahan karena benar serta satunya cipta, rasa, karsa, kata dan karya berdasarkan kebenaran yang tunggal. Dalam kerajaan Majapahit (1292-1525) nilai ideal “berbeda (beragam) tetapi (ber)satu” itu menjadi kenyataan: raja Hayam Wuruk (memerintah 1350-1389) beragama Hindu, sedangkan perdana menterinya Gadjah Mada (menjabat 1331-1364) beragama Buddha. Bertolak dari sejarah yang menunjukkan bahwa Bhinneka Tunggal Ika sebagai sistem nilai ideal di zaman dahulu bisa menjadi kenyataan, maka adalah tepat tatkala Presiden Soekarno dalam pidato HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tgl 17 Agustus 1950 menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah sesanti (credo) bangsa Indonesia, bahkan dapat disebut visi (walaupun Presiden Soekarno tidak secara eksplisit menyatakan demikian) bangsa Indonesia dalam membangun bangsa (Nation Building), kesebangsaan, dan membentuk watak (Character Building) bangsa.

Page 76: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Bhinneka Tunggal Ika itu merupakan sebuah sistem nilai yang terdiri dari dua komponen besar yaitu “bhinneka” (fakta, das Sein) dan “tunggal ika” (ide, das Sollen). Antara dua komponen itu terjadi hubungan timbal-balik (interaksi) bahkan hubungan dialektik terus-menerus. Bhinneka Tunggal Ika itu kemudian dijadikan hukum positif dalam bentuk PP 66/1951. Tatkala Bangsa Indonesia masih berada di seberang jembatan yang bernama KEMERDEKAAN, visinya adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya alinea pertama dan kedua. Visi tersebut semakin jelas lima tahun

BHINNEKA------------------------------------------------>TUNGGAL IKA masyarakat yang proses pengelolaan sehingga semua masing-masing keunikan menjadi ke- masyarakat merasa memiliki keunikan kuatan matarantai sebangsa dan ber- sehingga yang satu dan pengurangan ke- sama-sama memba- berbeda dengan senjangan vertikal ngun masa depan yang lain; sepan- dan horizontal an- jang sejarah per- tar masyarakat se- bedaan itu menim- cepatnya bulkan kesenjangan vertikal dan hori- zontal antar ma- syarakat

Gambar 3 Model Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Misi Bangsa Indonesia

kemudian setelah menyeberangi jembatan, diperkaya dengan Bhinneka Tunggal Ika. Gambar 3 menunjukkan misi Pemerintah Indonesia yaitu memproses pengelolaan keunikan tiap masyarakat menjadi kekuatan matarantai nusantara dan mengurangi kesenjangan vertikal dan horizontal antar masyarakat secepatnya.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, departemen manakah yang secara khusus berperan menjalankan misi guna mewujudkan visi di atas? Sejak semula, Departemen Dalam Negeri menduduki posisi strategik dalam sistem pemerintahan RI. Sejumlah departemen/kementerian “teknis” berasal dari departemen ini. Menterinya juga

Tabel 1 FUNGSI LINI DEPARTEMEN DALAM NEGERI

---------------------------------------------------------------------- KELOMPOK A KELOMPOK B ---------------------------------------------------------------------- 1 Ditjen Kesatuan Bangsa dan 1 Ditjen Otonomi Daerah Politik

Page 77: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

2 Ditjen Bina Pembangunan Daerah 2 Ditjen Pemerintahan Umum 3 Ditjen Pemberdayaan Masyarakat 3 Ditjen Administrasi dan Desa Kependudukan 4 Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah ----------------------------------------------------------------------

dikenal sebagai satu di antara triumvirate di samping Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan, dan berperan sebagai pembina politik dalam negeri. Dari dahulu Departemen Dalam Negeri mengelola sistem pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasi, desentralisasi, dan pembantuan (medebewind). Tetapi yang terpenting adalah misinya mengelola kebhinnekaan dan mewujudkan ketunggalikaan bangsa Indonesia. Hal itu terlihat pada fungsi lini Departemen Dalam Negeri yang dewasa ini terdiri dari tujuh direktorat jenderal (ditjen). Ketujuh direktorat jenderal ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok (Tabel 1). Bila diperhatikan dengan saksama, terlihat dengan sangat jelas bahwa dua kelompok itu merupakan fungsi lini Departemen Dalam Negeri. Ditjen Kelompok A berfungsi sebagai unit kerja yang memproses “Tunggal Ika,” sementara ditjen Kelompok B mengelola “keBhinnekaan” nusantara. Dengan perkataan lain, dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia, departemen yang secara khusus berperan menjalankan misi pemerintahan Indonesia yaitu mengelolaan keunikan tiap masyarakat (bhinneka) menjadi kekuatan matarantai nusantara, mengurangi kesenjangan vertikal antar masyarakat dan kesenjangan horizontal antar daerah secepatnya, sehingga “the kesadaran dan rasa kesebangsaan terbentuk secara berkelanjutan (tunggal ika), adalah Departemen Dalam Negeri. Mengingat posisi dan peran Departemen Dalam Negeri yang strategis itu, maka ke dalam sistem, proses, dan pelaku pemerintahan departemen itu perlu dicharge 12 Nilai Kepamongprajaan di atas. Lima, Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan. Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (input) terlihat dalam Statuta unitkerja penyelenggaraannya, dalam hal ini Statuta IPDN. Sejauh ini Statuta yang dimaksud belum ada. Pasal 2 Permendagri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tatakerja IPDN (menunjukkan proses) yang seharusnya ditetapkan berdasarkan Statuta, dapat dijadikan pegangan sementara. Di sana ditetapkan bahwa IPDN menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesi di bidang kepamongprajaan. Proses bergantung pada sistem (termasuk pelaku, yaitu tenagakerja penyelenggara IPDN) dan output (tenaga, kader Pamongpraja) input throughput output

Page 78: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

sistem pendidikan tinggi SDM-------------------------------->PAMONGPRAJA kepamongprajaan

Gambar 4 Proses Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan

bergantung pada proses. Seseorang berkualitas Pamongpraja, melalui Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan yang merupakan Subsistem Pendidikan Tinggi Nasional. Berdasarkan Pasal 2 Permendagri 1/09 di atas, tenaga berkualitas kepamongprajaan itu diproduksi melalui Program Pendidikan Akademik dan Program Pendidikan Profesi. Program Pendidikan akademik itu terdiri dari Program Pendidikan Diploma dan Program Pendidikan Strata. Referensi tentang topik ini terdapat dalam Kybernologi Sebuah Scientific Movement (2007), Kybernologi Sebuah Profesi (2007), dan Kybernologi dan Kepamongprajaan (2008). Enam, IPDN. Berdasarkan uraian di atas, IPDN memangku tanggungjawab penyelenggaraan Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Dengan sistem ini diharapkan, kebutuhan masyarakat akan layanan kepamongprajaan melalui Departemen Dalam Negeri, dapat terpenuhi PROGRAM --1--PENDIDIKAN | DIPLOMA PROGRAM | -----PENDIDIKAN-----| | AKADEMIK | SISTEM PENDIDIKAN | | PROGRAM TINGGI KEPAMONG------| --2--PENDIDIKAN PRAJAAN (IPDN) | STRATA | PROGRAM --3--PENDIDIKAN PROFESI

Gambar 5 Tiga Program Pendidikan Kepamongprajaan IPDN (Program 1, 2, dan 3)

segera. Satu di antara tiga program tersebut, yaitu program 3 (Gambar 5) merupakan inti makalah ini. Perbedaan antara Program Pendidikan Akademik (1+2) dengan Program Pendidikan Profesi (3) terletak pada pertama, latarbelakang pendidikan, posisi dalam organisasi pemerintahan, dan prospek ke depan. Dasar teoretiknya terlihat pada Gambar 6. Program Pendidikan Akademik ditujukan pada pembentukan tenaga pemerintahan dengan Ilmu Pemerintahan (Kybernologi) sebagai core

Page 79: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

curriculum pada tingkat institut. Lulusannya disebut Pamongpraja Muda, dan prospeknya ke depan sebagai kader. Sebagian tenaga melalui program ini. Kualitas produk (lulusan) bergantung pada Organizational design IPDN. Organizational design IPDN bermula pada identifikasi produk unitkerja yang dibutuhkan oleh pelanggan (masyarakat, SKS), dalam hal ini tenaga berkualitas Pamong Praja, bukan layanan administratif kepada masyarakat. Produksi tenaga berkualitas Pamong Praja adalah pelayanan akademik atau pendidikan, bukan pelayanan birokrasi atau administratif. Unitkerja yang memroduksi langsung tenaga Pamong Praja di bawah institut adalah fakultas. Oleh sebab itu, unsur pelaksana IPDN adalah fakultas dan Jurusan, bukan biro dan bagian. Garis antara Rektor sebagai unsur kepala dengan Dekan dan Jurusan disebut garis lini (line function) atau garis komando hirarkik. Dalam menjalankan tugasnya, Rektor, Dekan, dan Kepala Jurusan, dibantu oleh unsur staf, yaitu biro dan bagian di bawahnya. MENTERI DALAM NEGERI | KEPALA BADAN DIKLAT (a/n)--------|--------SEKRETARIS JENDERAL (a/n) | REKTOR----------------- | | |---------PEMBANTU REKTOR (a/n) | | | BIRO | | DEKAN-------------- | | | | | BAGIAN | | KEPALA JURUSAN---------- | | | | | SUBBAGIAN | TENAGA AKADEMIK | PESERTA DIDIK | MASYARAKAT PELANGGAN

Gambar 6 Struktur Organisasi IPDN (Yang Disarankan)

Tujuh, Program Diklat Profesional Kepamongprajaan. Diklat ini disiapkan khusus buat sebagian tenaga yang direkrut dari lulusan program pendidikan non-kepamongprajaan, dengan core curriculum yang sifatnya spesialis.

3

Page 80: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

PROGRAM DIKLAT PROFESIONAL KEPAMONGPRAJAAN Dalam Gambar 6, Agronomi dan Teknologi Civil (1), sebagai contoh, yang menghadirkan ahli pertanian dan ahli pekerjaan umum (2). Para ahli ini terpanggil untuk memangku profesi di bidangnya masing-masing (3) sehingga keahliannya menjadi keahlian profesional. Ketika ia memasuki ruang profesi pemerintahan 9 -------------------------------KYBERNOLOGI-------------------------------- | | (KOMPONEN PENDIDIKAN STRATA) | | | | | | | 8 8 | | KEAHLIAN KEAHLIAN | | DI BIDANG----------GENERALIS-----------DI BIDANG | | PEMERINTAHAN | PEMERINTAHAN | | | | | | | | | | | | 7 | 7 | | PROFESI KOMPONEN PROFESI | | BIDANG PE- --10---PENDIDIKAN---10------BIDANG PE- | | MERINTAHAN DIPLOMA MERINTAHAN | | | | | | | | --------------------- | | | 6 | vooruitzien | 6 | AGRO- PEMERINTAHAN | conducting | PEMERINTAHAN TEKNOLOGI PEMERINTAHAN DAERAH | coordinating | DAERAH PEMERINTAHAN | | | peace-making | | | | | | residue-caring | | | | 5 | turbulence-serving | 5 | | KEBIJAKAN | | KEBIJAKAN | |------------->BIDANG<----|---KEPAMONGPRAJAAN---|----->BIDANG<-------------| | PERTANIAN | | PEKERJAAN UMUM | | | | Freies Ermessen | | | | | | gen&spec function* | | | | 4 | omnipresence | 4 | KYBERNOLOGI KEPALA DINAS | responsibility | KEPALA DINAS KYBERNOLOGI PERTANIAN PERTANIAN |magnanimous-thinking | PEK. UMUM PEK. UMUM | | | statesmanship | | | | | --------------------- | | | 3 | 3 | | PROFESI KOMPONEN DIKLAT PROFESI | | BIDANG----11-----PROFESIONAL-----11----BIDANG | | PERTANIAN KEPAMONGPRAJAAN PEK. UMUM | | | | | | | | | | | | 2 | 2 | | KEAHLIAN | KEAHLIAN | | DI BIDANG----------SPESIALIS-----------DI BIDANG | | PERTANIAN | PEK. UMUM | | | | | | | | | | | | 1 | 1 | -------------AGRONOMI-------ILMU-ILMU LAINNYA-------TEKNOLOGI------------- CIVIL *generalist&specialist function

GAMBAR 6 SISTEM NILAI KEPAMONGPRAJAAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN KYBERNOLOGI DAN ILMU PENGETAHUAN LAINNYA

Page 81: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

(misalnya menjadi PNS), tenaga yang bersangkutan bersentuhan dengan kepamongprajaan sebagai kualitas, dan berpeluang untuk menjadi kepala dinas (4). Pada saat itu ia memasuki ruang kepamongprajaan sebagai lembaga dan struktur (lihat Sesi Empatbelas GBPP Kepamongprajaan dalam buku ini). Dalam struktur itu, ia terlibat dalam proses kebijakan (5) pemerintahan daerah (6). Pada saat yang sama, profesinya meluas ke bidang profesi pemerintahan. yang menuntut penguasaan fungsi generalis (7), berkeahlian profesional bidang pemerintahan (8), yang bersumber pada Ilmu Pemerintahan (Kybernologi, 9), terus ke 10 dan 11. Di antara 9 terminal yang terlihat pada Gambar 6, Terminal 5 yang bersifat critical. Criticalness terminal itu terletak pada kenyataan bahwa kebijakan pemerintahan sejauh ini dianggap berada di dalam ruang politik, sehingga terminal itu rawan konflik antara pertimbangan politik kekuasaan dengan pertimbangan keahlian profesional (ilmupengetahuan dan teknologi). Pada aras statal, hal ini analog dengan posisi dualistik menteri dalam struktur negara RI, yaitu sebagai pembantu presiden (ruang politik kekuasaan) dan sebagai kepala departemen/kementerian pemerintahan (ruang keahlian profesional, ilmupengetahuan dan teknologi). Pada aras statal memang superioritas pertimbangan politik kekuasaan tidak dapat dihindarkan, tetapi diharapkan semakin ke bawah (masyarakat, daerah otonom), pertimbangan keahlian profesional (ilmupengetahuan dan teknologi) semakin dominan. Ironinya profesionalisme, ilmupengetahuan dan teknologi itu terkonsentrasi di pusat-pusat politik kekuasaan, sementara masyarakat bawah tidak memiliki akses ke sana. Dengan Diklat Profesional Kepamongprajaan, pemerintah daerah diharapkan mampu menyediakan pelayanan pemerintahan berbasis keahlian profesional bidang masing-masing (pertanian, dsb, specialist function) berdasarkan pertimbangan kepamongprajaan (generalist function) bagi manusia dan masyarakat di bawah, dan bukan pelayanan pemerintahan guna membangun kekuasaan politik. Sudah barang tentu, diklat ini harus didukung oleh reformasi pemerintahan daerah. Setiap kewenangan yang diserahkan kepada masyarakat (daerah) harus diatur dalam peraturan daerah (perda), setiap perda harus dilembagakan menjadi dinas daerah, dan dan setiap dinas daerah harus diperkuat dengan tenaga ahli profesional melakukan tugasnya didukung fasilitas yang sepadan, karena selaku unsur pelaksana, dinas daerahlah yang merupakan garisdepan pemerintahan daerah. Diklat di Indonesia terkesan lebih sebagai alat promosi jabatan atau kenaikan pangkat seseorang, ketimbang sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Page 82: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

Produktivitas suatu unitkerja tidak bergantung pada salah seorang tenaganya yang didiklatkan, melainkan pada teamwork dan semangat kelompok seluruh unitkerja dalam hubungannya dengan unitkerja lain. Demikian Nilai Dua dan Nilai Tiga Kepamongprajaan. Metodologi diklat harus berubah. Diklat dirancang per unitkerja dengan anggota sekitar 20 – 30 orang (unitkerja eselon 3 atau eselon 2), dengan kepala unit kerja sendiri dan seluruh warga unit kerja yang bersangkutan sebagai pesertanya, belajar bersama. Supaya sosialisasi Diklat Profesional Kepamongprajaan ini berjalan cepat, digunakan metodologi TOT (dengan kepala unitkerja sebagai peserta awal) dan atau Ujicoba dengan menggunakan Test Unit dan Control Unit. Desain kurikulum juga perlu diubah. Sejauh ini kurikulum diklat terkesan didesain sebanyak-banyaknya karena semuanya dianggap penting, dan para peserta dicharge dengan sebanyak-banyaknya jam pelajaran dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ambil contoh desain Sepimxxxxx Tingkat Madya yang dirancang buat pejabat eselon IV atau tenaga yang diprojeksikan ke eselon III. Para peserta dijejali 468 jam pelajaran (40 jam Materi Dasar, 264 jam Materi Inti, dan 164 jam Materi Penunjang) selama 30 harikerja, berarti 15,6 jam tiap hari. Didaktik pembelajaran yang diusulkan ialah, belajar-bersama (per unitkerja) materi pelajaran terpilih sesedikit mungkin dalam waktu sesingkat mungkin, dengan metodik sedemikian rupa sehingga para peserta mampu belajar sendiri lebih lanjut dan menggunakan pelajaran itu dalam melakukan tugas pelayanan kepada masyarakat dengan penuh tanggungjawab. Core curriculum Diklat Profesional Kepamongprajaan diidentifikasi di kalangan

Tabel 2 Duabelas Nilai Kepamongprajaan ------------------------------------------------------------------ NILAI CABANG ILMU/KAJIAN TERKAIT ------------------------------------------------------------------ 1 Nilai Satu Vooruitzien. . . . . . 1 Kybernologi 2 Ilmu Filsafat 2 Nilai Dua Conducting. . . . . . . 3 Kepemimpinan Pemerintahan 3 Nilai Tiga Coordinating . . . . . 4 Ilmu Administrasi Publik 4 Nilai Empat Peace-making. . . . . 5 Sosiologi Pemerintahan 5 Nilai Lima Residue-caring . . . . 6 Etika Pemerintahan 6 Nilai Enam Turbulence-serving . . 7 Manajemen Bencana 8 Ekologi Pemerintahan 7 Nilai Tujuh Freies Ermessen . . . 9 Hukum Pemerintahan 8 Nilai Delapan Gen&Spec Function . 10 Manajemen Pemerintahan 9 Nilai Sembilan Responsibility . . . Etika Pemerintahan

Page 83: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

10 Nilai Sepuluh Magnanimous- Thinking. . . . . . . . . . . . . 11 Ilmu Sejarah 11 Nilai Sebelas Omnipresence. . . . . Etika Pemerintahan 12 Nilai Duabelas Distinguished Statesmanship . . . . . . . . . . 12 Ilmu Politik ------------------------------------------------------------------ cabang ilmu yang aksiologinya mengandung nilai kepamongprajaan tertentu (Tabel 2). Sudah barang tentu, tabel di atas masih bersifat tentatif. Di samping itu masih perlu diidentifikasi matadiklat dasar dan matadiklat penunjang yang belum tercakup dalam Tabel 2.

Page 84: Gbpp Dan Sap Pengantar Ilmu Pemerintahan

1504090825SDG