gayannnn alkalosisss metabolikk
-
Upload
vivi-dwi-andriani -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of gayannnn alkalosisss metabolikk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis waktu dalam
keadaan tertidur, istilah pernapasan yang lazim igunakan mencakup dua proses
yaitu pernapasan yaitu pernapasan luar(eksterna)merupakan penyerapan O2 dan
pengeluaran CO2 dari tubuh secarah keseluruhan serta dalam pernapasandalam
(interna) merupakan penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel – sel serta
pertukaran gas(paru) dan sebuah pompa ventilasi paru.Sehubungan dengan organ
yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara ekspirasi
maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam yaitu pernapasan dada
dan pernapasan perut. Organ yang berperan dalam sistem pernapasan yaitu
hidung, pharynx, laring, trakhea, bronkus, bronkeolus, alveoli, dan paru-paru.
Pada sistem pernapasan juga terdapat keseimbangan asam dan basa dalam
tubuh sangat penting untuk mempertahankan proses kehidupan. Kadar kimia asam
basa sukar dipisahkan dengan konsentrasi ion H+. Konsentrasi ion H+ dalam
berbagai larutan dapat berubah dan perubahan ini dapat disebabkan oleh berbagai
macam gangguan fungsi sel.
Hampir semua reaksi biokimia di dalam tubuh kita tergantung dari pemeliharaan
konsentrasi ion hidrogen yang fisiologis. Konsentrasi ion hidrogen harus diatur
secara ketat karena perubahan dari konsentrasi ion hidrogen ini menyebabkan
disfungsi organ yang luas. Pengaturan ini (yang dikenal sebagai keseimbangan
asam basa) merupakan hal yang sangat penting bagi anesthesiologist.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas yang menjadi fokus pembahasan dari makalah ini adalah:
1) Keseimbangan asam basa respirasi
2) Ketidakseimbangan asam basa respirasi, yaitu:
a. Asidosis Respiratorik
b. Asidosis Metabolik
c. Alkalosis Respiratorik
d. Alkalosis Metabolik
3) Diagnosis gangguan asam basa
4) Tabel gangguan dan kompensasi asam basa
5) Penanganan gangguan asam basa
1.3. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih mendetail lagi tentang sistem repirasi khususnya pada
keseimbangan asam basanya.
1.4. Tujuan Khusus
1) Untuk memenuhi tugas sistem respirasi yang diberikan dosen pembimbing, Ibu
Eleni Kenanga P, S.Kep,Ners
2) Untuk memupuk kerjasama antar anggota kelompok
3) Untuk lebih menambah wawasan tentang materi sistem respirasi
4) Untuk mengetahui beberapa gangguan keseimbangan asam basa respirasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keseimbangan Asam Basa Respirasi
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H
secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H
dan bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan
berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan
saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion
H seperti nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan
intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara.
Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka
pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat
terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada
kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai
ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
amonia.
2.1.1. Definisi Kimia Asam Basa
Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH
Dalam setiap cairan biasa, molekul air terurai secara reversibel menjadi hidrogen
dan ion hidroksida:
Proses ini dikenal sebagai disosiasi konstan, KW:
Konsentrasi air tidak digunakan karena hasilnya tidak signifikan dan sudah konstan.
Oleh karena itu dengan pemberian [H+] atau [OH-] konsentrasi ion lainnya dapat
dihitung.
Contoh: Jika [H+] = 10-8 nEq/L, maka [OH-] = 10-14 ÷ 10-8 = 10-6 nEq/L
Nilai normal [H+] pada arteri adalah 40 nEq/L atau 40 x 10-9 mol/L. Konsentrasi ion
hidrogen sering dikenal sebagai pH, pH dari suatu larutan didefinisikan sebagai
logaritma negatif (base 10) dari [H+]. pH normal arteri adalah –log (40 x 10-9) = 7,40.
Konsentrasi ion hidrogen yang sesuai dalam kehidupan adalah antara 16 dan 160
nEq/L (pH 6,8 – 7).
Kadar kimia asam basa sukar dipisahkan dengan konsentrasi ion H+. Konsentrasi
ion H+ dalam berbagai larutan dapat berubah dan perubahan ini dapat disebabkan
oleh berbagai macam gangguan fungsi sel.
Beberapa Pengertian:
a. Skala pH
Peningkatan H+ membuat larutan bertambah asam dan penurunannya membuat
bertambah basa. Karena H+ ada dalam jumlah yang kecil, maka para ahli kimia
menggunakan skala pH sebagai cara untuk menyatakan H+.
pH adalah logaritma negatif dari kadar ion hidrogen (pH= -log H+). Dengan demikian
H+ sebesar 0,0000001 g/L sama dengan 10-7 g/L, sama dengan pH 7. Jadi pH
berbanding terbalik dengan H+. jika H+ meningkat maka ph menurun, demikian juga
jika H+ menurun, maka pH meningkat. pH yang rendah berarti larutan iru lebih asam,
sedangkan jika pH yang tinggi berarti larutan itu lebih alkali atau basa. pH rata-rata
dari darah atau cairan ekstraseluler adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal dari
pH darah yaitu dari 7,38-7,42.
b. Asam
Asam adalah substansi yang mengandung 1 atau lebih H+ yang dapat dilepaskan
dalam larutan. Dua tipe asam yang dihasilkan oleh proses metabolik dalam tubuh
adalah menguap dan tak menguap (volatile dan nonvolatile). Asam volatile dapat
berubah antara bentuk cairan maupun gas.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Karena karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-pau, maka
karbondioksida sering disebut sebagai asam volatile.
Semua sumber-sumber lain dari H+ dianggap sebagai nonvolatile. Asam-
asam nonvolatiletak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk bisa dieksresi oleh
paru-paru, tapi harus dieksresikan melalui ginjal. Sekitar 20.000 mmol asam
karbonat dan 80 mmol asam nonvolatile diproduksi oleh tubuh setiap hari dan
dikeluarkan melalui paru-paru dan ginjal secara terpisah.
c. Basa
Kebalikan dari asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau
bersenyawa dengan ion hidrogen dari sebuah larutan. Basa yang kuat, seperti
natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat
dengan asam. Basa yang lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya
sebagian terurai dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam.
Henderson- hesecbach eqitasion menggambarkan hubungan antara pH, PaO2 dan
PaCO2.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-
basa darah:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang dibuang,
yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga
ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu
larutan penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan
dengankarbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang
masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan
lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran
darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit
bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus
menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru
dan di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan
(dihembuskan). Pusatpernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang
dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika
pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi
lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan
darah menjadi lebih asam Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan,
maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi
menit.
2.1.2. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Mekanisme homeostatik yang luar biasa mempertahankan pH plasma, suatu
indikator konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam rentang normal yang sempit antara
7,35-7,45. Mekanisme ini mencakup aktivitas bufer kimia, ginjal, dan paru-paru.
Pada tinjauan ulang, pH didefinisikan sebagai konsentrasi H+, makin banyak ion
hidrogen, makin asam suatu larutan dan makin rendah pH. Rentang pH yang sesuai
dengan kebutuhan hidup (6,8-7,8) menggambarkan perbedaan sebesar sepuluh kali
lipat pada konsentrasi ion hidrogen dalam plasma.
Bufer Kimia
Bufer kimia merupakan substansi yang mencegah perubahan besar dalam ph cairan
tubuh dengan membuang atau melepaskan ion-ion hidrogen, bufer dapat bekerja
dengan cepat untuk mencegah perubahan yang berlebihan dalam konsentrasi ion
hidrogen.
Sistem bufer utama tubuh adalah sistem bufer bikarbonat- asam karbonik.
Normalnya ada 20 bagian bikarbonat(HCO3-) untuk satu bagian asam karbonik
(H2CO3). Jika rasio ini berubah, maka nilai pH akan berubah. Rasio inilah yang
penting dalam mempertahankan ph, bukan nilai absolutnya. Perawat harus
mengingat bahwa karbondioksida merupakan asam potensial, jika CO2 dilarutkan
dalam air, ia akan berubah menjadi asam karbonik (CO2 + H2O = H2CO3). Karena
itu, ketika karbondioksida ditingkatkan, kandungan asam karbonat juga meningkat
dan sebaliknya.
Sistem bufer lain yang kurang penting adalah cairan ekstraseluler termasuk fosfat
anorganik dan protein plasma. Bufer intraseluler termasuk protein, fosfat organik
dan anorganik, dan dalam sel darah merah, hemoglobin.
Ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler, ginjal mampu
meregenerasi ion-ion bikarbonat dan juga mereabsorbsi ion-ion ini dari sel-sel
tubulus ginjal. Dalam keadaan asidosis respiratorik, dan kebanyakan kasus asidosis
metabolik, ginjal mengeksresikan ion-ion hidrogen dan menyimpan ion-ion
bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan
alkalosis metabolik dan respiratorik, ginjal mempertahankan ion-ion bikarbonat
untuk membantu mempertahankan keseimbangan. Ginjal jelas tidak dapat
mengkompensasi asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal.
Kompensasi ginjal untuk ketidakseimbangan secara relatif lambat (dalam beberapa
jam atau hari).
Paru-paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan
karena itu juga mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler.
Paru-paru melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons
terhadap jumlah karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk
respirasi. Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2)
juga mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang
dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga
menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi
kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik , frekuensi pernapasan
diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida ( untuk meningkatkan
beban asam).
2.2 Ketidakseimbangan Asam Basa Respirasi
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bisa
menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa,
yaitu asidosis atau alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam
(atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH
darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa
(atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya
pH darah.
Efek Fisiologis Alkalosis
Alkalosis meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan pergeseran kurva
disosiasi ke kiri, menyebabkan Hb lebih sulit melepaskan oksigen ke jaringan.
Pertukaran H+keluar sel dengan K+ ekstraseluler yang masuk ke dalam sel
menyebabkan hipokalemia. Alkalosis meningkatkan jumlah binding site kalsium
pada protein plasma, menurunkan ionisasi plasma, sehingga menyebabkan depresi
sirkulasi dan iritabilitas neuromuscular. Alkalosis respiratori menurunkan cerebral
blood flow, meningkatkan resistensi vascular sistemik dan presipitasi vasospasme
koroner. Pada pulmonal, alkalosis respiratori meningkatkan tonus otot polos bronkus
(bronkokonstriksi) namun menurunkan rsistensi vascular pulmonal
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan
suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan
petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,
tergantung kepada penyebab utamanya.
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan
dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit
paru-paru atau kelainan pernafasan.
2.2.1. Asidosis Metabolik ( Kekurangan Basa Bikarbonat)
A. Definisi
Asidosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh rendahnya pH
(peningkatan konsentrasi hidrogen) dan rendahnya konsentrasi bikarbonat plasma.
Hal ini dapat diakibatkan oleh penambahan ion hidrogen atau kehilangan
bikarbonat. Asidosis metabolik secara klinis dapat dibagi menjadi dua bentuk
berdasarkan pada nilai - nilai gap anion (AG), yaitu asidosis gap anion tinggi dan
asidosis gap anion normal. Gap anion mencerminkan anion yang tidak terukur yang
normal dalam plasma (fosfst, sulfat, dan protein). Dengan mengukur gap anion
sangat membantu dalam diagnosisi banding asidosis metabolik. Gap anion dapat
dihitung dengan membagi jumlah konsentrasi bikarbonat dan klorida serum (anion
atau elektrolit bermuatan negatu elektrolit bermuatan negatif) darif) dari kadar
natrium serum (kati kadar natrium serum (kation atau elektrolit yang bermuatan
positif)
Gap anion = Na+ - (Cl- + HCO3-)
Nilai normal untuk gap anion adalah 8-16 mEq/L. anion tidak terukur dalam serum
normalnya berjumlah kurang dari 16 mEq/L dari pembentukan anion. Nilai gap anion
yang melebihi 16 mEq/L, menendakan penumpukan berlebih anion tidak terukur.
Asidosis gap anion tinggi terjadi akibat penumpukan berlebih asam terikat. Hal ini
terjadi dalam ketoasidosis, asidosis laktat, fase lanjut keracunan salisilat, uremia,
toksisitas metanol atau etilen glikol, dan ketoasidosis akibat kelaparan. Pada semua
contoh ini,secara abnormal kadar anion yang tinggi membanjiri sistem, sehingga
meningkatkan gap anion diatas batas normal.
Asidosis gap anion normal terjadi akibat kehilangan langsung bikarbonat, seperti
pada diare, fistula usus, dan ureterostomi, pemberian klorida berlebih dan
pemberian nutrisi parenteral tanpa bikarbonat atau zat terlarut yang menghasilkan
bikarbonat.
B. Etiologi
1) Penyebab utama dari asidois metabolik:
2) Gagal ginjal
3) Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
4) Ketoasidosis diabetikum
5) Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
6) Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid,
asetazolamid atau amonium klorida
7) Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala asidosis metabolik beragam bergantung pada keperawatan
asidosis. Tanda dan gejala ini dapaat mencakup sakit kepala, kelam pikir,
mengatuk, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan,mual dan muntah.
Vasodilatasi perifer dan penurunan curah jantung terjadi ketika pH turun di bawah 7.
Temuan pengkajian fisik tambahan termasuk penurunan tekanan darah, kulit dingin
dan kusam, adanya distrimia, dan manifestasi syok.
D. Evaluasi Diagnostik
Pengukuran gas darah arteri sangat berguna dalam mendiagnosis asidosis
metabolik. Peubahan nilai-nilai gas darah yang diperkirakan termasuk kadar
bikarbonat yang rendah (kurang dari 22 mEq/L) dan pH yang rendah (kurang dari
7,35). Hiperkalemia dapat menyertai asidosis metabolik, sebagai akibat dari
perpindahan kalium keluar dari sel-sel. Nantinya, sejalan dengan dikoreksinya
asidosis, kalium berpindah kembali kedalam sel-sel dan hipokalemia dapat terjadi.
Hiperventilasi penurunan kadar karbondioksida sebagai mekanisme kompensasi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perhitungan gap anion penting dalam
menetukan penyebab asidosis metabolik. Pemeriksaan elektrokardiogram akan
mendeteksi distrimia yang disebabkan oleh peningkatan kalium.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan pada mengoreksi defek metabolik. Jika penyebab masalah
adalah masukan klorida yang berlebihan, maka pengobatannya adalah ditunjukan
pada menghilangkan sumber klorida. Bila diperlukan diberikan bikarbonat. Meskipun
hiperkalemia terjadi dengan asidosis, hipokalemia dapat terjadi dengan kebalikan
dari asidosis dan perpindahan kalium kembali kedalam sel-sel. Karenanya, kadar
serum kalium dipantau dengan ketat dan hipokalemia dikoreksi sejalan dengan
berbaliknya asidosis.
F. Kompensasi Paru-Paru Selama Asidosis Metabolik
Penurunan pH darah arteri menstimulasi pusat pernafasan di medulla. Hasil dari
peningkatan ventilasi aleolar akan menurunkan PaCO2 dan cenderung
menormalkan pH arteri. Respon paru terhadap PaCO2 yang rendah terjadi secara
cepat tetapi mungkin tidak mencapai keadaan yang diinginkan sampai 12-24 jam;
pH tidak pernah mencapai normal.PaCO2 secara normal turun 1-1,5 mmHg
dibawah 40 mmHg untuk setiap penurunan [HCO3-] plasma sebesar 1 mEq/L.
2.2.1.1 Asidosis Metabolik Kronik
Asidosis metabolik kronik biasanya timbul dengan gagal ginjal. Bikarbonat dan pH
turun dengan lambat, sehingga pasien asimptomatik sampai kadar bikarbonat
mendekati 15 mEq/L atau kurang. Kadar kalsium serum rendah diatasi sebelum
mengobati asidosis metabolik kronis untuk menghindari tetani yang diakibatkan oleh
peningkatan pH dan penurunan kadar kalsium terionisasi. Pengobatan asidosis
metabolik kronik dapat mencakup penggunaan preparat pengalkali dan hemodialisis
atau dialisis periotoneal.
2.2.2. Alkalosis Metabolik (Kelebihan Basa Bikarbonat)
A. Definisi
Alkalosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh pH yang tinggi
(penurunan konsentrasi ion hidrogen) dan konsentrasi bikarbonat plasma yang
tinggi. Kondisi ini diakibatkan oleh penambahan bikarbonat atau kehilangan ion
hidrogen.
B. Etiologi
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung
(seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium
dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan
keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
C. Manifestasi Klinik
Alkalosis secara primer dimanifestasikan oleh gejala-gejal yang berhubungan
dengan penurunan ionisasi kalsium, seperti kesemutan pada jari-jari tangan dan
kaki, pusing, dan hipertonik otot. Fraksi terionisasi kalsium serum menurun pada
adanya alkalosis karena lebih banyak kalsium berkaitan dengan protein serum.
Karena fraksi kalsium terionisasi yang mempengaruhi aktivitas neuromuskular,
gejala-gejala hipokalsemia sering merupakan gejala-gejala yang menonjol pada
alkalosis. Pernapasan terdepresi sebagian akibat aksi kompensatori oleh paru-paru.
Takikardia atrium dapat terjadi, dengan meningkatnya pH diatas 7,6 dan terjadi
hipokalemia, dapat terjadi ganguan ventrikel. Penurunan motilitas dan paralisis ileus
juga dapat terjadi.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas-gas darah menunjukan pH yang lebih tinggi dari 7,45 dan konsentrasi
bikarbonat serum lebih besar dari 2,6 mEq/L. Tekanan parsial karbondioksida akan
meningkat karena paru-paru berupaya untuk mengkompensasi kelebihan bikarbonat
dengan menahan karbondioksida. Hipoventilasi ini lebih menonjol pada pasien-
pasien semi-sadar, tidak sadar, atau lemah dibanding dengan pasien yang sadar.
Pasien semi-sadar dapat mengalami hipoksemia jelas sebagai akibat hipoventilasi.
Hipokalemia dapat menyertai alkalosis metabolik. Kadar klorida urin dapat
membantu dalam mengidentifikasi penyebab alkalosis metabolik jika riwayat pasien
tidak memberi informasi yang adekurat. Alkalosis metabolik adalah suatu situsi
dimana konsentrasi klorida urin mungkin perkiraan yang lebih akurat dibanding
dengan konsentrasi natrium urin. Konsentrasi klorida urin membantu untuk
membedakan antara muntah-muntah atau mengkonsumsi diuretik atau salah satu
penyebab kelebihan mineralokortikoid hipovolemia dan hipokloremia pada pasien
muntah-muntah atau kristik fibrosis, pasien yang diberi makan kembali, atau mereka
yang menggunakan diuretik menghasilkan konsentrasi klorida urin kurang dari 25
mEq/L. Tanda-tanda hipovolemia tidak ada konsentrasi klorida urin melebihi 40
mEq/L pada pasien dengan kelebihan mineralokortikoid untuk kebanjiran alkali;
pasien ini biasanya mempunyai volume yang lebih banyak. Konsentrasi klorida urin
harus kurang dari 15 mEq/L bila terdapat penurunan kadar klorida dan hipovolemia.
E.Penatalaksanaaan
Pengobatan ditunjukan pada memperbaiki kondisi yang mendasari. Klorida yang
mencukupi harus disuplai agar ginjal dapat mengabsorbsi natrium dengan klorida
(dengan memungkinkan ekskresi kelebihan karbonat). Pengobatab juga mencakup
pemulihan volume cairan normal dengan memberikan cairan natrium klorida (karena
penipisan volume berkelanjutan berfungsi untuk mempertahankan alkalosis). Jika
terjadi hipokalemia, kalium diberikan sebagai KCl untuk menggantikan baik
kehilangan K+ dan Cl-. Antagonis reseptor H2 histamin mengurangi pembentukan
HCl lambung. Inhibitor anhidrase sangat berguna dalam mengatasi alkalosis
metabolik pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi penambahan volume
yang cepat (pasien dengan gagal jantung kongestif). Karena penipisan volume
akibat kehilangan GI, panting artiny untuk memantau masukan dan haluaran
dengan cermat.
F. Kompensasi Paru-Paru Selama Alkalosis Metabolik
Peningkatan pH darah arteri akan menekan pusat pernafasan. Hasilnya
hipoventilasi alveolar cenderung menaikkan PaCO2 dan mengembalikan pH arteri
menjadi normal.Respon paru terhadap alkalosis metabolik secara umum sulit
diprediksi dibandingkan respon terhadap asidosis matabolik. Hipoksemia, sebagai
akibat dari hipoventilasi yang progresif, biasanya mengaktifkan axygen-sensitive
chemoreceptor; kemudian menstimulasi ventilasi dan membatasi respon
kompensasi paru. Konsekwensinya, PaCO2 biasanya tidak pernah naik diatas 55
mmHg pada respon terhadap alkalosis metabolik. Secara umum, PaCO2 dapat
diharapkan meningkat sebesar 0,25-1 mmHg untuk setiap peningkatan [HCO3-]
sebesar 1 mEq/L.
2.2.2.1. Alkalosis Metabolik Kronis
Alkalosis metabolik kronis dapat terjadi dengan terapi diuretik jangka panjang (tiasid
atau furosemid), adenoma vilosa, drainase eksternal cairan lambung, penipisan
kalium yang signifikan fibrosis kristik, dan ingesti kronis susu dan kalium karbonat.
Gejala-gejalanya sama dengan alkalosis metabolik akut dan karena penurunan
kalium, seringnya tampak PVC atau gelombang U. penatalaksanaan ditunjukan
pada perbaikan gangguan asam basa yang mendasari.
2.2.3. Asidosis Respiratorik ( Kelebihan Asam Karbonat )
A. Definisi
Asidosis respiratori adalah ganguan klinik di mana pH kurang dari7,35 dan tekanan
parsial karbondioksida arteri(PaCO2) lebih besar dari 42 mm Hg. Kondisi ini dapat
akut atau kronis.
Asidosis respiratori selalu akibat tidak adekuratnya ekskresi karbon dioksida
dengan tidak adekuratnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar
karbon dioksida plasma. Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya
menyebabkan penuraunan PaCO2.Asidosis respiratori akut merupakan kondisi
kedaruratan, seperti edema pulmonal akut, aspirasi benda
asing,atelektasis,pneumotoraks,takar lajak sedatif, sindom tidur apnea,pemberian
oksigen pada pasien dengan hiperkapnea kronis(kelebihan kadar karbondioksida
dalam darah), apneumonia berat, dan ARDS. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi
pada penyakit yang merusak oto-otot pernapasan yakni distrofi muskular, miastenia
grafis, dan syndrome guillian-bare. Ventilasi mekanik dapat berkaitan dengan
hiperkapnea jika frekuensi ventilasi alveolar yang efektif tidak adekurat. Ventilasi
terpaku pada pasien ini dan CO2 meningkat.
Acidosis respiratorik digambarkan sebagai peningkatan PaCO2 primer. Peningkatan
ini berdasar pada reaksi:
ke arah kanan akan menyebabkan peningkatan [H+] dan menurunkan pH arteri.
Sesuai dengan reaksi diatas, [HCO3-] sedikit sekali terpengaruh.
PaCO2 menggambarkan keseimbangan antara produksi CO2 dan pembuangan CO2:
B. Etiologi
Penyebab / Etiologi :
1. Over dosis obat
2. Trauma dada dan kepala
3. Edema paru- paru
4. Obstruksi jalan nafas
5. PPOM
C. Manifestasi Klinik
1. Pada keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan H2O menyebabkan
meningkatnya HCO3.
2. H2CO3 akan berdisosiasi enjadi H+ dan HOO– sehingga dalam analisa gas darah
didapatkan PaCO2 meningkat dan PH turun.
3. pH yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah sehingga
mempermudah pelepasan O2 ke jaringan sehingga saturasi turun.
4. PCO2 meningkat, CO2 jaringan dan otak juga meningkat. CO2 akan bereaksi
dengan H2O membentuk H2CO3.
5. Meningkatnya PaCO2 dan H+ akan menstimulasi pusat pernafasan di medulla
Oblongata sehingga timbul hiperventilasi. Secara klinis akan tampak respirasi cepat
dan dalam Analisa Gas Darah (AGD): PaCO2 turun.
6. Pusing, bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan CO2 dan H+akan
mengakibatkan pembuluh darah cerebral.
7. Aliran darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan mendepresi
Susunan Saraf Pusat
8. Gagalnya mekanisme pernafasan dan meningkatnya PaCO2 akan menstimulasi
ginjal untuk meningkatkan NaHCO3 yang berfungsi sebagai sistem buffer mejadi
lebih asam. Hal ini urin menjadi asam dan HCO3 meningkat, pernafasan dangkal
dan lambat.
9. Meningkatnya ion H+ mempengaruhi mekanisme kompensasi sehingga H+masuk
intrasel dan Kalium (K) intrasel masuk ke dalam plasma.
10. Ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis yang kritis akan mendepresi otak dan
fungsi jantung. Secara klinis akan tampak: PaCO2 menurun, pH turun, hiperkalemia,
penurunan kesadaran dan aritmia.
Bila PaCO2 secara kronis diatas nilai 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi sensitif
secara relatif terhadap karbondioksida sebagai stimulan perbapasan menyisakan
hipoksemia sebagai doronganutama pernapasan. Pemberian oksigen dapat
menghilangkan stimulus hipoksemia, dan pasien mengalami “nekrosis
karbondioksida,” kecuali situasi ini diatasi dengan cepat. Karenanya, oksigen harus
diberikan dengan sangat waspada.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas darah arteri menunjukan pH kurang dari 7,35 dan PaCO2 lebih besar
dari 42 mmHg pada asidosis akut. Bila kompensasi telah terjadi secara sempurna
(retensi bikarbonat oleh ginjal), pH arteri mungkin dalam batasan normal lebih
rendah. Bergantung pada etiologi dari asidosis respiratorik tindakan diagnostik lain
dapat mencakup evaluasi elektrolit serum, rontgen dada untuk menentukan segala
penyakit pernapasan, dan skrin obat jika diduga terjadi takar lajak obat.
Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai akibat
PPOK mungkin juga tampak.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berada
sesuai dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi
digunakan sesuai indikasi. Sebagai contoh, bronkodilator membantu menurunkan
spasme bronkhial, dan antibiotik yang digunakan untuk infeksi pernapasan.
Tindakan hygiene pulmonari dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan
saluran pernapasan dari mukus dan drainase pluren. Hidrasi yang adekurat (2-3
1/hari) di indikasikan untuk menjaga membran mukosa tetap lembab dan karenanya
memfasilitasi pembuangan sekresi. Oksigen suplemen diberikan bila diperlukan.
Ventilasi mekanik, yang digunakan secara waspada dapat memperbaiki ventilasi
pulmonari. Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak bijaksana dapat menyebabkan
eksresi karbondioksida yang demikian cepat sehingga ginjal tidak mampu untuk
mengeliminasi kelebihan biokarbonat dengan cukup cepat untuk mencegah
alkalosis dan kejang. Untuk alasan ini, kenaikan PaCO2 harus diturunkan secara
lambat. Membaringkan pasien dalam posisi semifowler memfasilitasi ekspansi
dinding dada.
2.2.3.1 Asidosis Respiratorik Akut
Respon kompensasi terhadap peningkatan PaCO2 secara akut (6-12 jam) adalah
terbatas. Sistem penyangga yang berperan secara primer dilakukan oleh
hemoglobin dan pertukaran H+ ekstraseluler dengan Na+ dan K+ dari tulang dan
kompartemen cairan interstisial. Respon ginjal untuk mempertahankan bikarbonat
dalam jumlah lebih sangat terbatas pada keadaan yang akut. Sebagai hasilnya,
[HCO3-] plasma meningkat hanya sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan 10
mmHg dari PaCO2 di bawah 40 mmHg.
2.2.3.2 Asidosis Respiratorik Kronis
Kompensasi ginjal yang maksimal menandakan terjadinya asidosis respiratorik
kronis. Kompensasi ginjal dapat dinilai hanya setelah 12-24 jam dan mungkin
mencapai maksimal setelah 3-5 hari. Selama waktu itu, peningkatan PaCO2 yang
bertahan sejak lama menyebabkan kompensasi ginjal yang maksimal. Selama
asidosis respiratorik kronis, [HCO3-] plasma meningkat sekitar 4 mEq/L untuk setiap
peningkatan 10 mmHg dari PaCO2 dibawah 40 mmHg.
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat waspada pada pasien yang
mengalami retensi CO2 dimana terjadi hipoksia ketimbang hiperkapnea yang
mengstimulasi ventilasi.
2.2.4. Alkalosis Respiratorik (Kekurangan Asam Bikarbonat)
A. Definisi
Alkalosis respiratorik adalah kondisi klinis dimana pH arterial lebih tinggi dari 7.45
dan PaCO2 kurang dari 38 mmHg. Seperti halnya pada asidosis respiratorik, kondisi
akut dan kronis dapat terjadi pada alkalosis respiratorik.
Alkalosis respiratorik selalu dikarenakan oleh hiperventilasi,yang menyebabkan
kelebihan “blowing off” karbondioksida dan selanjutnya penurunan dalam
konsentrasi asam karbonik plasma. Penyebab dapat mencakup ansiestas yang
ekstrim, hipoksemia, intoksitkasi, salisilat, fase dini, bakterimia gram negatif dan
ventilasi berlebihan oleh ventilasi mekanik.
B. Etiologi
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu
banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah.
Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
a. rasa nyeri
b. sirosis hati
c. kadar oksigen darah yang rendah
d. demam
e. overdosis aspirin.
C. Manifestasi Klinis
tanda klinis terdiri dari pening karena vasokontriksi dan penurunan aliran
darah serebral, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, kebas dan kesemutan
karena penurunan ionisasi kalsim, tinitus, dan pada waktunya kehilangan
kesadaran.
1. Penurunan PaCO2 berakibat Penurunan H2CO3, penurunan H+ dan HCO3 -, serta
meningkatkan pH darah sehingga AGD: PH naik, PaCO2 turun dan HCO3 turun
2. Meningkatnya K+ dalam serum, H+ intrasel keluar dan diganti K yang ada dalam
ekstrasel. H+ bergabung dengan HCO3- menjadi H2CO3 yang berakibat pH semakin
rendah. AGD: pH turun, HCO3 naik dan K turun
3. Hipokapnia akan merangsang Carotik dan aortik dan aortic bodiea----- frekuensi
denyut jantung naik tanpa naiknya tekanan darah, perubahan EKG dan kelelahan
4. Pada saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi cerebral dan tururnnya perfusi
darah ke otak dengan gejala: Kecemasan, dispnea, keringat dingin, pernafasan
cheyne stokes, pusing dan kesemutan.
5. Jika hipokapnia lebih dari 6 jam, ginjal akan meningkatkan sekresi HCO3 dan
menurunkan ekskresi H+
6. Keadaan PaCO2 yang turun terus menerus menyebabkan vasokonstriksi ---
meningkatkan hipoxia serebral dan perifer.
7. Alkalosis berat, Hambatan ionisasi Ca meningkatkan eksitasi syaraf dan konstraksi
otot dengan gejala: Kejang, hiperefleksi, koma.
D. Evaluasi Diagnostik
Analisis gas-gas darah arteri membantu dalam mendiagnosis alkalosis respiratorik.
Pada keadaan akut, pH naik diatas normal sebagai akibat rendahnya PaCO2 dan
kadar bikarbonat ( ginjal tidak dapat merubah kadar bikarbonat dengan cepat). Pada
fase kompensasi, ginjal sudah mempunyai waktu yang cukup untuk menurunkan
kadar bikarbonat hingga mendekati kadar normal. Evaluasi elektrolit serum di
indikasikan untuk mengidentifikasi semua penurunan kalium karena hidrogen ditarik
keluar sel dalam pertukaran dengan kalium. Penurunan kalium, karena alkalosis
berat menghambat ionisasi kalsium sehingga mengakibatkan spasme karkopedal
dan tetani atau penurunan pospat karena alkalosis, sehingga menyebabkan ambilan
pospat oleh sel meningkat.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan bergantung pada penyebab mendasar dari alkalosis respiratorik. Jika
penyebabnya adalah ansiestas, pasien di instruksikan untuk bernapas lebih lambat
ubtuk menimbulkan akumulasi CO2 atau bernapas dalam sistem tertutup (seperti
kantung kertas). Sedatif mungkin diperlukan untuk menghilangkan hiperventilasi
pada pasien yang sangat gelisah. Pengobatan untuk alkalosis penyebab lainnya
diarahkan pada memperbaiki masalah yang mendasari.
2.2.4.1 Alkalosis Respiratorik Kronis
Keadaan ini terjadi sebagai akibat hipokapnia kronik, sehingga mengakibatkan
penurunan bikarbonat serum. Insufisiensi hepatik kronis dan tumor serebral adalah
faktor resiko. Pasien biasanya asimptomatik dan evaluasi diagnostik serta rencana
asuhan adalah sama dengan alkalosis respiratorik akut.
2.3 Gangguan Asam Basa Campuran
Pada waktunya pasien dapat secara simultan mengalami baik ketidakseimbangan
respiratorik maupun metabolik ph normal pada adanya perubahan PCO2 dan
konsentrasi pH dan konsentrasi HCO3 plasma dengan cepat menunjukan gengguan
campuran satu-satunya gangguan campuran yang tidak dapat terjadi adalah
campuran asidosis respiratorik dan alkalosis, karena tidak mungkin untuk terjadi
hipoventilasi dan hiperventilasi alveolar secara bersamaan. Suatu contoh tentang
gangguan campuran adalah kejadian simultan asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik selama henti napas dan henti jantung.
2.4 Diagnosis Gangguan Asam Basa
Interpretasi status asam basa dari analisis gas darah membutuhkan pendekatan
sistematis. Rekomendasinya adalah sebagai berikut :
1) Memeriksa pH arteri ; apakah terdapat asidemia atau alkalemia?
2) Memeriksa PaCO2 ; apakah perubahan PaCO2 sesuai dengan komponen
respiratori?
3) Jika perubahan PaCO2 tidak menjelaskan perubahan pH arteri, apakah perubahan
[HCO3-] mengindikasikan komponen metabolik?
4) buat diagnosis tentative.
5) bandingkan perubahan [HCO3-] dengan perubahan PaCO2. Apakah terdapat
kompensasi? Karena pH arteri berhubungan dengan rasio PaCO2 dan [HCO3-],
dimana kompensasi pulmonal maupun renalis selalu terjadi perubahan PaCO2 dan
[HCO3-] yang searah. Perubahan yang berlawanan arah mengindikasikan gangguan
asam basa campuran. jika mekanisme kompensasi yang terjadi lebih atau kurang
dari yang diharapkan, maka terjadi gangguan asam basa campuran.
6) hitung gap anion plasma pada kasus asidosis metabolik.
7) ukur konsentrasi klorida urin pada kasus alkalosis metabolik
8) Pendekatan alternatif yang cepat namun kurang tepat adalah dengan
menghubungkan perubahan pH dengan perubahan CO2 dan HCO3. pada gangguan
respiratori, setiap perubahan 10 mmHg CO2 akan menyebabkan perubahan pH
arteri 0,08 U dengan arah yang berlawanan. Selama gangguan metabolik, setiap
perubahan 6 mEq HCO3 juga merubah pH arteri 0,1 dengan arah yang sama. Jika
perubahan pH melebihi atau kurang dari yang diprediksikan, maka mungkin terjadi
gangguan asam basa campuran.
2.5 Kompensasi Paru-Paru
Perubahan pada ventilasi alveolar bertanggung jawab untuk kompensasi paru dari
PaCO2 yang diperantarai oleh kemoreseptor pada batang otak. Reseptor ini
berespon terhadap perubahan pada pH cairan serebrospinal. Ventilasi permenit
meningkat 1-4 L/menit untuk setiap peningkatan 1 mmHg PaCO2. Faktanya, paru-
paru bertanggung jawab untuk mengeliminasi kira-kira 15 mEq karbondioksida yang
diproduksi setiap hari sebagai produk metabolisme karbohidrat dan lemak. Respon
kompensasi paru juga penting dalam pertahanan melawan perubahan pada pH
selama gangguan metabolik.
2.6 Tabel Gangguan Dan Kompensasi Asam Basa
GANGGUAN PERISTIWA AWAL KOMPENSASI
Asidosis
Respiratorik
PaCO2 , HCO3 normal atau pH Ginjal meneliminasi H+ dan
menahan HCO3
Alkalosis
Respiratorik
PaCO2 , HCO3 normal atau , pH Ginjal menghemat H+ dan
mengeksresi HCO3
Asidosis Metabolik PaCO2 normal atau ,HCO3 , pH Paru-paru mengeliminasi
CO2, menghemat HCO3
Alkalosisi Metabolik PaCO2 normal atau , HCO3 , pH Paru-paru ventilasi untuk
PCO2 , ginjal menghemat
H+ untuk mengekresikan
HCO3
2.7 Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Mengembalikan nilai PH pada keadaan normal
2. Koreksi keadaan asidosis repiratorik: Naiknya ventilasi dan mengoreksi
penyebab
3. Koreksi keadaan alkalosis respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi penyebab
4. Koreksi keadaan asidosis metabolik:
a. Pemberian Bicarbonat IV / oral
b. Terapi penyebab
c. Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan mengobati
penyebab
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis.
Asam adalah Suatu cairan yang mampu mengeluarkan / melepaskan H+ (donor
proton).
Basa adalah Suatu cairan yang mampu menerima H+ (akseptor
proton).
Henderson- hesecbach eqitasion menggambarkan hubungan antara pH, PaO2 dan
PaCO2.
2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam
(atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH
darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa
(atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya
pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan
suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan
petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,
tergantung kepada penyebab utamanya.
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan
dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit
paru-paru atau kelainan pernafasan
3.2. Saran
Dari penulisan makalah diatas diharapkan para pembaca dapat memahami isi
dari penulisan makalah tersebut , makalah ini juga bisa dijadikan referensi awal
untuk pembahasan mengenai keseimbangan asam basa dan gangguan
keseimbangan asam basa agar dapat menambah wawasan pembaca, dan untuk
para mahasiswa keperawatan makalah ini juga dapat dijadikan sebagai bahan untuk
belajar agar mahasiswa lebih memahami pelajaran tentang Sistem Respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur c guyton, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, alih bahasa, petrus
Andriyanto.-edisi 3- Jakarta : EGC, 1990.
Ganong, William F, Buku Ajar Fisiologi kedokteran, editor edisi bahasa indonesia:
H.M. Djauhari widjajakusumah.-edisi 20- Jakarta : EGC,2002.
http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/keseimbangan-asam-basa.html, tanggal 02
september pukul 11.30 wib
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2136601/keseimbangan
asam dan basa -plasma-darah/#ixzz27jZCQJqQ/11.15/28/09/2012
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. Buku ajar keperawatan medikal bedah; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester, Ellen
Panggebean. –ed.8.- Jakarta: EGC, 2001
Syaifuddin, Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, editor: Monica Ester,-
edisi 3- Jakarta : EGC, 2006.