GAYA HIDUP HEDONISME DALAM IKLAN TELEVISI
of 167
/167
Embed Size (px)
Transcript of GAYA HIDUP HEDONISME DALAM IKLAN TELEVISI
TELEVISI
and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout)
SKRIPSI
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat
Program Studi Ilmu Komunikasi
UNIVERSITAS SULTAN ANGENG TIRTAYASA
Televisi (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink
and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout).Skripsi Konsentrasi
Ilmu Humas: Program Ilmu Komunikasi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Iman
Mukhroman, S.Sos., M.Si. Pembimbing II: Dipl. Ing Rangga Galura
Gumelar, M.Si.
Iklan televisi merupakan media massa yang efektif dalam mengkonstruksi simbol
dan makna pesan yang dideskripsikan melalui visualisasi gambar dan daya tarik
fisik yang apik. Pendeskripsian Iklan Magnum versi pink and black dan Magnum
versi Indonesia Raisa Hangout akan simbol dan makna gaya hidup dengan ukuran
kesenangan sebagai pusat utamanya dikonstruksi menjadi suatu hal yang
semestinya. Hedonisme adalah paham yang menganut kesenangan sebagai
moralitas terbaik,hal tersebut berdampak pada sikap negatif yang yang
menyangkut pada etika dan moral seseorang dimasyarakat seperti timbulnya sikap
acuh, individualis dan egois. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika lima
kode pemikiran Roland Barthesyang berupa kode hermeneutik, kode semik, kode
simbolik, kode proairetik, serta kode gnomik yang terdapat pada kedua iklan
magnum. Paradigma pada penelitian ini adalah konstruktivisme dengan metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif menggunakan teknik pengumpulan
data berupa wawancara, dan pengamatan video pada kedua iklan magnum. Hasil
penelitian ini adalah a)kode hermeneutik,simbol berperan dalam membentuk
makna gaya hidup akan kesenangan b)kode semik,pengkonstruksian nilai-nilai
wanita modern dibentuk menjadi kualitas impian kesenangan wanita kini, c) kode
simbolik,penggunaan properti seperti pakaian, aksesoris, kesan warna, teknik
pengambilan gambar untuk menangkap penggambaran situasi setting tempat
suasana yang terbangun serta ekspresi yang menjadi visualisasi daya tarik pesan,
d) kode proairetik,simbol kesenangan dipetakan seakan mengiring hidup hanya
untuk kesenangan semata, e) kode gnomik,konstruksi cara hidup bangsa luar yang
divisualisasikan oleh simbol dan makna sehingga kita merasa lumrah memandang
kebudayaan barat.
Kata kunci : iklan magnum versi pink and black dan magnum versi Indonesia
Raisa hangout, gaya hidup hedonisme, semiotika, lima kode Roland Barthes.
ABSTRACT
Neni Dianti. 6662110871.Thesis.HedonismLifestyle in Television Advertising
(Semiotics Analysis Roland Barthes on Magnum Ad Version Pink and Black
and Magnum Indonesia Version Raisa Hangout). Concentration of Science
Thesis PR : Communication Studies Program Faculty of Social and Political
Sciences : University of Sultan Agung Tirtayasa .Supervisor I: Iman
Mukhroman, S.Sos., M.Si. Supervisor II: Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar,
M.Si.
Television advertising is an effective mass media in constructing symbols and the
meaning of the message described through the epic visualization of the image and
the physical attractivenes.Description of magnumad version pink and black and
magnum versions Indonesia Raisa Hangout constitute a symbols and meanings of
the lifestyle with the measure of main centers constructed as the pleasure becomes
a real thing.Hedonism is belief that adhering pleasure as the best morality, it have
an impact the negative attitude that concerns on ethical and moral person in the
community such as the incidence of indifference, individualist and selfish.This
research uses five codes semiotic analysis of Roland Barthes.The purpose of this
research is to explain and elaborate five code signssystem of Roland Barthes in
the form of hermeneuticscode, semiccode, symbolic code, code proairetic, and
gnomik code (cultural) was contained in bothmagnumad. Paradigm of this
research is constructivism with the research method used qualitative using data
collection techniques such as interviews and observations on both video
magnumad. Theresults of this research is a) hermeneutics code, symbol meaning
of establish lifestyle to pleasure, b) semic code construction of modern women's
values are molded into the quality of women's pleasure dreams.c) symbolic code,
use properties such as clothes, accessories, color impression, shooting techniques
to capture the depiction of a place setting situationand the expression becomes the
visualization to appeal of the message, d) proairetic code, the pleasure symbol
mapped a life as only for mere pleasure, e) code gnomik, construction western
way of life which visualized by symbols and meanings that we felt common of
Western culture.
Keywords: magnum ad version pink and black and magnum version Indonesia
Raisa hangout, hedonistic lifestyle, semiotic, five code Roland Barthes.
MOTTO
i
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan
nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna
memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada
program studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Hubungan Masyarakat di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi berjudul
“Gaya Hidup Hedonisme dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Roland
Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink and Black dan Magnum Indonesia Versi
Raisa Hangout)”.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih atas segala rahmat serta doa, dukungan,
motivasi, bimbingan, dan bantuan yang tak terhingga dalam proses penelitian
serta penyusunan skripsi ini kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si. selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si. selaku ketua prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
4. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.I.Kom. selaku seketaris prodi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
6. Iman Mukhroman, M.Si. selaku dosen pembimbing I skripsi yang
membantu memberikan saran serta masukan dalam proses menyelesaikan
skripsi ini.
7. Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar, M.Si. selaku dosen pembimbing II
skripsi yang membantu memberikan banyak Saran dan arahan serta
masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Angga Ari Priyono selaku narasumber pihak Unilever.
9. Bapak Drs. Alex Sobur, M.Si yang sangat baik hati membantu berdiskusi
analisis semiotik, jika saya ibaratkan bapak bagaikan “padi” yang semakin
keatas semakin merunduk.
10. Bapak Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil selaku dosen filsafat Diksat yang
menjadi teman diskusi semiotik.
11. Teruntuk jalan menuju Surgaku Bapak Manisman dan Ibu Nyarni
tersayang yang tidak lepas memberikan doa terkuat, dukungan dan tekat
terbesar serta kesabaran yang tidak akan pernah terhingga baik batin
maupun finansial.
13. My best Tanya Aulia Aryanda, Siti Nurfatihah, Laras Pandu Febriana,
Lifah Sudjatmika, yang selalu menjadi teman berbagi cerita hidup serta
dalam proses menuju sarjana.
14. Ilmu Komunikasi 2011 kelas C, Humas C , kawan Jurnalistik yang selalu
menjadi bagian dari tawa canda dan sulit bersama, kawan menguras otak
Roland Barthes.
15. K-friends Resty Fitriya, Desy Puji R, Debby Dwipani, Dien eka, Yuni.
16. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah
SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua,
khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan.
Wassalamualikum Wr. Wb.
Serang, Oktober 2015
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. ............... 8
1.3 Identifikasi Masalah ......................................................... ............... 10
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................. ............... 10
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................... ............... 11
2.1 Komunikasi Massa ............................................................ ............... 13
2.2 Iklan .................................................................................. ............... 18
2.2.3 Komposisi Warna ................................................................. 27
2.4 Etika dan Moral ................................................................ ............... 39
2.4.1 Etika ...................................................................................... 39
2.6.1 Ice cream Magnum Pink Pomegranate Dan Black
Espresso ............................................................................. ...47
2.7 Kerangka Berfikir ............................................................................. 51
2.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................ .52
3.1 Paradigma Penelitian ....................................................... ................ 54
3.2 Metode Penelitian ........................................................... ................ 55
3.3 Instrumen Penelitian ........................................................ ................ 57
3.3.1 Informan Penelitian .................................................... ..............58
3.5 Unit Analisis .................................................................... ............... .63
3.6 Keabsahan Data ............................................................... ................ 65
4.1.1 Sejarah Ice cream Magnum ......................................................................... 70
4.1.1.1 Profile Model pada Ice cream Magnum
Pink Pomegranate Dan Black Espresso ................... 72
4.1.1.2 Profile Model pada Ice cream Magnum
Indonesia versi Raisa Hangout................................. 74
4.1.2 Pembahasan .......................................................................... 76
4.1.3 Makna dan tanda pada Magnum Pink and Black ................ 78
4.1.4 Makna dan tanda pada Magnum Raisa Hangout ................ 81
vi
Tabel 2.2 Peta Barthes............................................................................................ 33
Tabel 4.1 Macam rasa pada es krim Magnum ..................................................................................... 69
Tabel 4.2 Single Raisa............................................................................................ 75
viii
Gambar 2.2 Triangle Meaning..............................................................................30
Gambar 2.3 Semiotika Saussure............................................................................31
ix
Screenshot Official Magnum Twitter
Screenshot Official Magnum Facebook
Hasil wawancara bapak Angga Ari P.
Surat keterangan narasumber Drs. Alex Sobur, M.Si
Hasil wawancara narasumber Drs. Alex Sobur, M.Si
Surat keterangan narasumber Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil
Hasil wawancara narasumber Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil
Scan kartu sit-in sidang
Iklan televisi merupakan efek terencana yang menjadi wahana penciptaan
refleksi realitas sosial yang dikontruksi menjadi suatu hal yang nampak biasa dan
nyata. Lewat iklan permainan otak dikontruksi menjadi sebuah kognisi yang real
yang hidup dalam pemikiran akan pembenaran setiap perkataan iklan. Iklan
adalah salah satu media tontonan yang didalamnya produk diciptakan sebagai
rangkaian tontonan yang diisi dengan berbagai tanda,citra, dan makna. 1 Iklan
merekayasa dan memunculkan pengalaman yang seolah-olah real sehingga kita di
dominasi pada pemikiran akan dunia yang diciptakan oleh iklan, lewat media
iklan pendeskripsian gaya hidup dengan ukuran kesenangan sebagai pusat
utamannya menjadi suatu hal yang semestinya seperti halnya hedonisme. Jika
ditelaah lebih lanjut hedonisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi
sebagai tujuan utama dalam hidup. Berdasarkan asal katanya, hedonisme
berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata Hedone yang mempunyai arti kesenangan. 2
Hedonisme dikenal sebagai sikap manusia yang berupaya menghindari
kesakitan dan berusaha mencari kesenangan dalam hidupnya, namun hedonisme
yang berkembang dan kita kenal sekarang adalah sikap yang berusaha mencari
1 Piliang Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies antara Matinya Makna.
Bandung. Jalasutra. Hal 289. 2 Bertens K. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 235
2
kesenangan melalui barang yang dinilai mewah, suasana tempat yang modern dan
high class. Hal ini tidak lepas dari peran simbol atau tanda yang melekat dan
merefleksikan suatu makna yang diciptakan oleh iklan. Iklan menciptakan realitas
bahwa hedonisme adalah bentuk kesenangan yang baik. Unsur hedonisme di
dalam iklan bahkan sudah menjadi habit karena mainset kita sudah di atur bahwa
kesenangan adalah hak kita dalam hidup. Hedonisme yang ditampilkan iklan
memainkan peran theater of mind wujud kebahagian diri. Gambaran iklan life
style merupakan citra yang dibangun dalam upaya penjabaran gaya hidup modern.
Iklan membidik moral generasi muda sebagai rentetan aksinya yang
mampu mendefinisikan simbol kesenangan dalam bentuk yang lain, dengan begitu
generasi muda akan menjadikan hedonisme atau gaya hidup yang bermandikan
kesenangan sebagai wadah untuk meninggalkan pola hidup dahulu yang berusaha
di tembus dan dikontruksikan oleh iklan.
Hedonisme diciptakan iklan karena hedonisme awalnya muncul akibat dari
kondisi dimana manusia mulai mempertanyakan tujuan hidupnya, 3 dan melalui
sifat dasar manusia yang menginginkan kesenangan atau kepuasan rasa dan
menghindari adanya rasa sakit. Realitas lainnya yang diciptakan iklan adalah
identitas sosial yang dibentuk melalui simbol strata dan kelas sosial ikut hadir dari
prilaku hedonisme, adanya kelas sosial menjadikan orang yang berada dirantai
atas dapat melakukan kesenangan termasuk dapat melakukan hal apapun, dengan
mengiming-imingi mimpi akan kualitas kaum urban maka iklan mendefinisikan
pemahaman hedonis sebagai motivasi hidup.
3 Dani Vardiansyah 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta. Indeks Hal 99.
3
berupa simbol-simbol, tulisan-tulisan, gambar-gambar, suara melalui
proses penyeleksian dan manipulasi tertentu sesuai keinginan ataupun
ideologi media tersebut. 4
Gaya hidup (life style) yang ditampilkan antara kelas sosial satu dengan
kelas sosial lainnya dalam banyak hal tidaklah sama. Bahkan ada kecendrungan
masing-masing kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang ekslusif untuk
membedakan dirinya dengan kelas yang lain. 5
Realitas sosial akan identitas yang dibentuk iklan mencapai pada titik
perubahan dengan keseriusan manusia dalam mencari posisi istimewa untuk
terlihat popularitasnya. Perubahan sosial adalah proses transformasi yang terjadi
di dalam struktur masyarakat baik di dalam pola pikir dan pola tingkah laku yang
berlangsung dari waktu ke waktu. 6 Jika masyarakat mau berfikir secara
konsekuen, kehadiran sikap hedonisme juga memiliki sisi negatif dimana
anggapan bahwa kesenangan sebagai moralitas terbaik bagi dirinya mengandung
sisi egoisme yang sangat tinggi, sikap acuh dan timbulnya kelas sosial yang akan
berdampak buruk pada etika dan moral seseorang dimasyarakat. Namun
pendefinisian kesenangan merupakan hal yang universal bagi setiap makhluk
untuk mencari nilai kebahagian dalam batas dan kontrol sosial yang ada
dilingkungan masyarakat. Seperti halnya hedonisme yang juga hadir dalam iklan
magnum versi pink and black serta magnum Indonesia versi Raisa yang mampu
4 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 152 5 Narwoko J. Dwi Bangong Suyanto. 2014. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta.
Prenada. Hal 183. 6 Bernard Raho. 2014. Sosiologi. Yokjakarta. Moya Zam Zam. Hal 305
4
menciptakan identitas „life style buah hasil dari proses konstruk interaksi simbol
atau tanda sebagai komponen yang terdapat pada iklan tersebut. Penyetaraan
sebuah ice cream dengan komponen seperti mobil mewah, suasana pesta yang
terdapat pada iklan magnum versi pink and black serta suasana cafe modern
dengan figure cantik pada iklan magnum Indonesia versi Raisa mampu
menciptakan kesan yang baru bagi sebuah ice cream dimana posisinya diibaratkan
sama dengan benda mewah lainnya.
Figure pada sebuah iklan magnum versi pink and black serta magnum
Indonesia versi Raisa dicitrakan melalui penonjolan kaum wanita yang dianggap
sebagai simbol pergaulan, penggunaan wanita sebagai role model karena wanita
dianggap sebagai pilar bagi pembangkit hasrat daya tarik. Iklan juga menjadikan
wanita sebagai bahan sell item karena setiap bagian tubuhnya adalah kebahagiaan
bagi pasar hidupnya kapitalis. Kognisi kita akan orang barat juga berubah melalui
kontruksi iklan dengan anggapan bahwa bangsa mereka adalah bangsa dengan
ikon kemajuan. Itulah sebabnya mengapa iklan senang menggunakan bangsa luar
sebagai penunjang daya tarik.
Ira Noviarti, Director of Ice cream, Media & Consumer Market Insight PT
Unilever Indonesia, Tbk, saat peluncuran di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta,
Jumat (15/8) mengatakan:
menjadi trigger bagi mereka yang tadinya tidak ingat, jadi ingat.
Sifatnya disruptive , Magnum berusaha menjadi produk yang selalu diingat
oleh konsumen. Karena pada dasarnya Magnum tidak sekadar menjual es
krim, melainkan gaya hidup.” (http://www.tabloidnova.com/ ) 7
7 http://www.tabloidnova.com/ artikel Senin, 18 Agustus 2014 diakses pada 19:31 01/03/2015.
pengikut akun twitter official milik magnum Indonesia mencapai 95.4K atau
95400 ribu dan jumlah pengikut facebook official magnum Indonesia 10.141.553
sampai Agustus 2015 ini. Hal ini membuktikan bahwa iklan tersebut mampu
menyampaikan pesan akan makna ice cream sebagai bagian dari gaya hidup. Pada
akun resmi Raisa sendiri follower yang tergabung mencapai 5,26M sehingga raisa
memiliki kekuatan yang besar untuk dapat menyampaikan citra baru mengenai
sebuah ice cream kepada penggemarnya.
Melalui wawancara yang dilakukan pada 29 September 2015, Regional
Sourcing Export ice cream Unilever mengatakan bahwa ice cream magnum
menjadi penjualan ice cream terfavorit dibandingkan dengan produk ice cream
Walls lainnya. Bahkan market sharenya menguasai penjualan ice cream produk
kompetitor lainnya seperti ice cream Meiji dan ice cream Campina.
Melihat data yang ada, Unilever merupakan penguasa pasar ice cream
dengan tingkat penguasaan 47,8% total pangsa pasar es krim di Indonesia.
"Penambahan kapasitas dan jalur distribusi, pangsa pasarnya akan tumbuh
20%. 8 Bisnis media beroprasi dengan mengkonstruksi para audiensnya
berkaitan dengan gaya hidup mereka, para pemilik manufaktur melihat
konsumen mereka dikaitan dengan ceruk pasar dan kelompok sosial yang
memiliki gaya hidup. 9 Bahkan tergambar jelas dalam Tagline “Different ice
8 http://investasi.kontan.co.id/news/plafon-belanja-modal-unvr-rp-1-triliun-saja di akses pada
26/04/2015 22:40 PM 9 Graeme Burton. 2012. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta. Percetakan Jalasutra. Hal 59.
pleasure seekers yang berarti para pencari kesenangan. Kesenangan tersebut
diarahkan dengan gaya hidup yang berusaha diciptakan melalui simbol-simbol
dalam iklan. Dengan adanya studi kajian semiotik ini maka peneliti melihat tanda
yang menghasilkan makna baru tidak hanya benda yang dapat mewakili sebuah
makna namun sikap, prilaku maupun emosi juga dapat menjadi studi kajian
semiotik.
Dengan melihat fenomena ini maka hal ini pula yang menjadikan iklan
Magnum versi Pink Pomegranate dan Black Espresso serta Magnum Indonesia
versi Raisa sebagai objek penelitian, hal ini karena peneliti melihat dominasi
tentang penjabaran kesenangan yang merujuk pada sikap hedonisme dimana
kesenangan digambarkan dengan hidup dalam kemewahan menjadi sesuatu
motivasi hidup yang baik. Penggambaran wanita sebagai role model juga
didukung melalui konstruksi visualisasi pembenaran fisik wanita. Semiotik tidak
hanya melihat bagaimana tanda menujukkan suatu makna namun semiotik juga
mempelajari bagaimana tanda itu dikonstruksi dan dibentuk bukan dengan cara
yang alamiah namun hasil pemikiran manusia yang berusaha menciptakan makna
baru. Kedua iklan tersebut tentulah memiliki kesamaan akan konsepsi figure
wanita yang dikonstruksi akan pengambaran kesenangan melalui gaya hidup
kaum urban kelas atas seperti apa yang digambarkan pada kedua iklan magnum
tersebut adalah sebuah impian, namun magnum Indonesia versi Raisa hangout
memvisualisasikan citra kemewahan dengan cara yang lebih halus, tidak seperti
7
iklan mangnum versi pink and black dimana kesenangan dan kemewahan yang
digambarkan begitu luar biasa dengan penggunaan mobil sport, suasana clubbing,
suasana pesta megah, dan pengambaran prilaku wanita independent, pada versi
Indonesia iklan magnum mengambarkan prilaku wanita justru lebih mengacu
pada proses sang wanita bersosialisasi dan bergaul, suasana shopping mall, kafe
penggunaan ponsel Iphone serta nampak peran wanita yang bekerja.
Priode iklan yang dimulai pertengahan tahun 2014 lalu berakhir sekitar
akhir tahun 2014. Peneliti menggunakan analisis semiotika sebagai acuan dalam
membongkar bentuk prilaku hedonisme pada iklan ini. Peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai hedonisme karena studi kajian mengenai hedonisme dalam
sebuah iklan masih jarang terutama di perguruan tinggi tempat peneliti menuntut
ilmu. Hedonisme yang hadir sekarang ini dijabarkan dengan kondisi lain dimana
sesuatu yang baik karena disenangi, sehingga moral yang baik disetarakan dengan
kesenangan dalam masa kini. Hedonisme tidak hanya terlihat melalui prilaku
manusia yang mencari kebahagiaan dengan barang mewah namun hedonis juga
dapat direspresentasikan dengan cara baru yaitu sikap manusia yang berkaitan
dengan moral, hal ini menjadi sisi negatif ketika iklan yang mengambarkan
kesenangan akan kemewahan tersebut meninggalkan dampak psikologis bagi
khalayak dimana mereka mulai berfikir hanya untuk kenikmatan dunia saja,
ketika hal yang mendatangkan kesenangan pada diri seseorang memiliki efek
merugikan bagi orang lainnya dan menyangkut tindak etika ataupun melanggar
norma yang berlaku tentu hal tersebut menjadi suatu permasalahan serius, ulasan
lain yang berkaitan dengan gaya hidup hedonisme sebagai contoh iklan rokok
8
yang juga menggunakan benda mewah, suasana club
serta penggunaan wanita sebagai pendukung visual saja, peran wanita pada iklan
magnum yang menjadi objek kajian peneliti lebih dominan dan dikontruksi bahwa
wanita memiliki kedudukan yang pantas untuk melakukan kesenangan dirinya
terlepas dari hakekatnya sebagai peran yang melahirkan keturunan. Peneliti juga
tertarik mengkaji iklan ini karena pencitraan kemewahan yang diberikan oleh
sebatang ice cream yang mampu menciptakan gaya hidup melalui penyetaraannya
dengan sebuah mobil dan situasi club, suasana cafe, suasana pesta berada pada
satu tempat yang sama dengan sebuah ice cream,
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, studi mengenai tanda dan
segala yang berhubungan dengan tanda lainnya, cara berfungsinya, pengiriman
dan penerimaan oleh penggunannya. Menurut Preminger (2001), semiotik
menggangap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan merupakan tanda-tanda,
atau ingin mempelajari sistem, aturan, dan konvensi yang memungkinkan tanda-
tanda tersebut memiliki arti tertentu. Tujuan analisis semiotik tersebut adalah
menemukan makna tanda-tanda dan termasuk hal-hal tersembunyi di balik sebuah
iklan. 11
Alasan peneliti menggunakan analisis semiotika milik Roland Barthes
karena peneliti percaya bahwa lima kode Barthes tepat untuk menjelaskan dan
menjabarkan simbol dan makna yang tergambar pada iklan kedua iklan magnum,
tidak hanya ingin mengupas apa yang berusaha disampaikan dan apa maksud dari
10 https://www.youtube.com/watch?v=GuaG-pohETI diakses pada 22/11/2015 21:21 PM 11 Rosady Ruslan. 2010. Metode penelitian public relation dan komunikasi. Jakarta. PT
Rajagrafindo Persada. H 225
9
simbol dan makna yang nampak, namun pola tindak, prilaku, serta peran budaya
dimana pada penelitian ini terdapat objek penelitian hedonisme yang merupakan
sentuhan budaya terlebih pada kedua iklan yang menggunakan budaya barat serta
iklan versi Indonesia dengan bintang Raisa yang juga berkiblat pada budaya barat.
Barthes juga melihat bahwa makna berkaitan dengan mitos, dimana mitos
merupakan pengkodean makna serta nilai-nilai sosial yang ada. Terkait dengan
penelitian ini gaya hidup hedonis dapat dilihat melalui kacamata nilai-nilai sosial
kultural bangsa kita yang mulai dikontruksikan menuju pola hidup bangsa luar
yang dideskripsikan melalui kesenangan untuk tujuan hidup manusia. Peneliti
juga memahami bahwa tanda adalah bentuk fisik yang dapat dilihat dan didengar
dan merujuk pada suatu aspek atau objek dari realitas yang ingin
dikomunikasikan. Lima kode Barthes di gunakan karena tujuannya bukan hanya
untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi namun lebih banyak
untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling
meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk buatan,
melalui analisis ini peneliti dapat menjabarkan maksud makna dari detailnya tanda
dan simbol yang dibangun untuk menghasilkan sebuah definisi gaya hidup yang
terdapat didalam iklan magnum versi pink and black serta magnum Indonesia
versi Raisa, baik makna konotatif, makna simbolik, makna kultural dalam sebuah
iklan.
Peneliti berusaha mencari sistem tanda yang ada di dalam kedua iklan ini
melalui cuplikan video yang akan dipilah menjadi potongan gambar sehingga
terpilihlah 16 scene potongan gambar dari kedua iklan yang menjadi objek
10
penelitian. Dengan melihat gaya hidup hedonisme di kalangan generasi muda
yang dikontruksi iklan televisi, maka asumsi yang melatar belakangi penelitian ini
adalah dengan penggambaran dari segi visual warna, teknik pengambilan gambar,
tanda, simbol serta kode-kode yang tekadung dalam iklan televisi ice cream
magnum versi pink and black serta magnum Indonesia versi Raisa Hangout.
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan masalah yang telah di uraikan di atas, maka fokus masalahnya
adalah “Bagaimana gaya hidup hedonisme ditampilkan dalam sebuah iklan
televisi ice cream Magnum Versi Pink And Black dan Magnum Indonesia Versi
Raisa Hangout?”
Identifikasi masalah dalam penelitian ini peneliti berupaya mencari sistem
tanda Roland Barthes yang tercermin berupa lima kode Barthes :
1. Kode Hermeneutik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta
Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout?
2 Kode Semik pada Iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
3 Kode Simbolik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
4 Kode Proaretik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
5 Kode Gnomik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
Sistem tanda Roland Barthes :
1. Kode Hermeneutik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta
Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout
2. Kode Semik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
3. Kode Simbolik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
4. Kode Proaretik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
5. Kode Gnomik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
khususnya ilmu komunikasi yang berbasis pada pengembangan penelitian
mengenai analisis semiotika terutama semiotika dalam iklan yang jarang
ditemukan di perguruan tinggi Sultan Ageng Tirtayasa.
b. Manfaat teoritis
1. Dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk tahap
selanjutnya.
12
2. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pembaca agar selalu ingat
bahwa perkembangan budaya hendaknya disikapi dengan cerdik, dengan
mempelajari kajian semiotika maka kita akan paham bagaimana seseorang
membagun sebuah makna melalui sebuah tanda dan simbol.
13
kumpulan individu. Denis mcquail mengatakan bahwa komunikator dalam
komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan suatu organisasi. Pesan
tersebut seringkali diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan
mempunyai nilai tukar dan acuan simbolik yang mengandun nilai kegunaan. 12
Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Bittner mengenai arti
komunikasi massa yaitu pesan yang dikomunikasikan memalui media massa pada
sejumlah besar orang. ( mass communication is massages communicated through
a mass medium to be a large number of people). 13
Sedangkan menurut Jay Black
dan Frederick C. Whitney (1988) disebutkan, “ mass communication is a procces
whereby mass-produced massage are transmitted to large, anonymous, and
heterogeneous masses of receiver (komunikasi massa adalah sebuah proses
dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan
kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen).
Fungsi-fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C.
Whitney antara lain: (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain
(memberikan hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the
12 Dennis Mcquail.1987.Teori Komunikasi Massa.Jakarta.Erlangga. Hal 33 13
Ardianto Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung. Refika Offset. Hal 3
14
Ketika kita membahas mengenai beberapa komponen
komunikasi massa , maka tidak terlepas dari peran filter. Sebagai mana kita
ketahui audiens media massa sangatlah banyak jumlahnya, tersebar dan heterogen
(berbeda usia, jenis kelamin, agama, latar belakang sosial, tingkat penghasilan,
pekerjaan, dan lain-lain). Sudah tentu masing-masing audiens memiliki lingkup
pengalaman (field of experience) dan kerangka acuan ( frame of reference) yang
berbeda-beda, sehingga pemaknaan terhadap pesanpun berbeda. Bagaimana media
massa mengantisipasi hambatan dengan mempertimbangkan faktor yang menjadi
sumber hambatan.
1. Cultural (budaya)
Pengindraan kita diwarnai, diganggu, dan dibiaskan oleh budaya kita.
Edward T. Hall, seorang antropolog, telah menulis mengenai peran budaya dalam
usaha komunikasi manusia, dalam bukunya The silent Language, pada bukunya ia
menunjukan bagaimana budaya mempengaruhi cara manusia menyampaikan dan
menerima pesan. Menurut Hall budaya adalah komunikasi itu sendiri, budaya
pada intinya menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku disuatu tempat
dengan segala aspeknya. Tidak jarang perbedaan budaya mengakibatkan adanya
perbedaan presepsi terhadap suatu pesan. Misalnya, adakalanya suatu yang
diangap wajar disuatu budaya tertentu mungkin bisa dianggap tidak wajar dan
tidak pantas bagi budaya lain. Dalam konteks komunikasi massa, sebuah pesan
14 Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Yogjakarta. Cespur. Hal 11.
15
disampaikan komunikator dan pesan yang di terima khalayak. Contohnya saja
budaya luar yang terasa biasa ketika dua orang pasangan yang belum menikah
tinggal dan hidup di dalam satu rumah yang sama, ketika budaya tersebut
diterapka di negara kita maka akan sangat tidak sesuai dengan norma dan sistem
agama kita, hal itu mungkin dapat diterima biasa saja ketika seseorang memiliki
filter longgar, namun ketika seseorang yang berfilter rapat melihat situasi ini maka
ia akan dengan tegas menolak dan menjauhkan itu dalam kehidupannya.
2. Psychological (tatanan psikologi)
Ketika sebuah tayangan yang dikhususkan untuk orang dewasa ditonton oleh
anak-anak maka efek yang dihasilkan akan sangat berbahaya karena pola pikir
anak sangat berbeda dengan orang dewasa.
3. Physical
Kondisi fisik juga menjadi faktor filter terhadap pesan yang disampaikan
media massa dapat berbeda, misalnya faktor ketika kodisi fisik internal seseorang
sedang terganggu akibat sakit, maka ia akan menyaring dan menerima pesan yang
berbeda dengan kondisi saat ia sedang dalam keadaan sehat. Faktor kondisi fisik
eksternal juga mempengaruhi proses penyaringan filter dan penerimaan pesan,
ketika lingkungan dimana ia tinggal sangat bising, atau ruangan yang dia tempati
telalu panas maka hal tersebut dapat menghampat penyaringan pesan.
16
khalayak. Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan
yang signifikan. Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi
massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama
televisi, yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peran
penting dalam transmisi sikap,persepsi dan kepercayaan. 15
2.1.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa
:
atau organisasi sehingga dalam penyebaran pesannya harus sejalan dengan
kebijaksanaan lembaga atau organisasi yang mewakilinya.
2. Komunikan bersifat heterogen, merupakan kumpulan anggota masyarakat
yang terlibat dalam proses komunikasi masa, keberadaannya terpencar-
pencar antara satu dan yang lainnya dan tidak saling mengenal, masing-
masing berbeda dalam hal umur, jenis kelamin, agama, ideologi, tingkat
ekonomi, pekerjaan, pengalaman, dan lain-lain.
3. Proses komunikasi bersifat satu arah, karena melalui media massa maka
komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung.
Bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
4. Media massa menimbulkan keserempakan, komunikan menerima pesan
dari komunikasi massa diterima secara serempak.
15 Ardianto Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Hal 58 16
Ardianto Elvinaro & Lukiati Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal.7
17
melalui media adalah terbuka untuk semua orang.
6. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, setiap komunikasi
melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi
antarpesona, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi
massa, yang penting adalah unsur isi.
7. Umpan balik tertunda (delayed), komponen umpan balik atau lebih
populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam bentuk
komunikasi apa pun. Efektifitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari
feedback yang disampaikan oleh komunikan.
8. Stimulasi alat indra ”terbatas” dalam komunikasi massa, stimulasi alat
indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah,
pembaca hanya melihat. Pada siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya
mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan
indra penglihatan dan pendengaran.
dibagi menjadi beberapa bagian. Secara sederhana Stamm dan Bowes (1990)
membagi kedua bagian dasar. Pertama, efek primer meliputi terpaan, perhatian,
dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif
.
18
Ketika zaman modern semakin memiliki peran besar bagi tumbuhnya
proses sosialisasi, media massa televisi juga memiliki pengaruh yang cukup besar
pada kehidupan manusia. Sebagai mana radio siaran, penemuan televisi telah
melalui beberapa eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir pada abad
19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan
Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan
William jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar
melalui kabel. 18
didengar maupun dilihat, berpikir dalam gambar yang merupakan kegiatan
merangka gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya
mengandung makna tertentu, serta pengoperasian lebih kompleks.
Dalam dunia periklanan, media merupakan alat penting untuk diseminasi
pesan iklan. Seorang praktisi pengiklan harus melakukan kajian yang hati-hati
dalam memilih media mana yang akan digunakan ntuk beriklan karena sebagian
besar anggaran pengiklan dihabiskan untuk membeli ruang dan waktu media. 19
Iklan dapat didefinisikan sebagai bentuk komunikasi nonpersonal yang
menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang
18
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Hal 135
19 Rachmat Kriyanto. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media
Grup. Hal 367.
Iklan
merupakan suatu kegiatan yang digunakan untuk mempersuasi konsumen oleh
sejumlah atau suatu institusi bukan personal dan iklan dalam definisi ini
merupakan pengisi suatu media massa karena ia harus menggunakan media yang
spesifik dan menerpa banyak orang. Iklan adalah sebagai salah satu bentuk
komunikasi yang berhubungan dengan bagaimana pesan-pesan promosi
disampaikan. 21
penjual untuk mengkomunikasikan infoemasi persuasif tentang produk ( ide,
barang, jasa) ataupun organisasi sebagai alat promosi yang kuat. 22
Berdasarkan tujuan beriklan, maka iklan bisa dibedakan berdasarkan tiga jenis,
yaitu:
untuk:
b. Memberitahukan perubahan harga atau kemasan
c. Menjelaskan cara kerja produk
d. Mengurangi ketakukan konsumen
f. Menganjurkan kegunaan baru dari produk tertentu
20 Rachmat Kriyantono. 2012. Public Relation Writing Teknik Produksi Media Relation Dan
Publisitas Korporat. Jakarta. Kencana. Hal 199. 21 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 151 22
Suyanto M. 2005. Strategi Perancangan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia. Yogjakarta. Andi
Offset. Hal 3.
a. Memilih merek tertentu.
c. Mengubah presepsi konsumen tentang merek tertentu.
d. Membujuk konsumen untuk membeli sekarang atau menerima
penawaran.
dalam waktu dekat.
c. Menjalin hubungan baik dnegan konsumen.
d. Mengingatkan dimana membeli produk tersebut.
e. Memantapkan atau meneguhkan bahwa pilihan konsumen tepat.
Selain tiga tujuan tersebut, iklan berfungsi menciptakan kesadaran (brand
image). Orang memiliki kesan tertentu tentang apa yang diiklankan. Perusahaan
iklan selalu berusaha menciptakan kreatif iklan sebaik-baiknya, baik dari segi
warna, ilustrasi, model iklan, maupun lay out yang menarik. Berdasarkan sifatnya
iklan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu iklan komersil dan iklan
non komersil. Iklan komersil adalah iklan yang bersifat menjual produk atau jasa
secara langsung sedangkan iklan non komersil adalah iklan yang bersifat tidak
secara langsung menjual produk dan jasa. Iklan ini menjual ide dan gagasan untuk
21
perusahaan.
Citra dan pesan yang setiap harinya di sebarkan oleh iklan merupakan
gambaran dari kehidupan sosial masyarakat. Karena iklan berupaya untuk dapat
mempersuasikan khalayak maka iklan dibuat menarik.
Iklan merek sama dengan kemasannya yang menjadi bagian dari
personalitas merek itu sendiri. Iklan yang berpakaian elok dan menyenangkan
jelas lebih diterima dari pada iklan yang berbicara pada kita dengan cara yang
menggangu. 23
iklan dianggap mendorong tumbuhnya sikap materialistik.
David Potter dari Universitas Stanford dalam bukunya yang berjudul
People Of Plenty, menyebutkan:
masyarakat, karena iklan hanya menonjolkan nilai-nilai material.
Meskipun pengaruhnya tidak kalah dari institusi-institusi lainnya, iklan
tidak punya tujuan maupun tanggung jawab sosial. Disini iklan sering
dikritik. Disamping itu, iklan juga tidak selamanya peduli terhadap soal
benar atau salah. Iklan hanya berurusan dengan soal bagaimana
mempengaruhi nilai-nilai dan prilaku orang-orang sebagai konsumen, serta
mendorong mereka untuk melakukan konsumsi. 24
Pada beberapa iklan yang menonjolkan pencitraan, diperoleh beberapa
kategorisasi pengunaan pencitraan dalam iklan televisi sebagai berikut: 25
(1) citra
perempuan, wanita digambarkan sebagai pilar,citra pigura serta citra pergaulan
yang tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga dilihat sebagai subjek
23 Max Sutherland & Alice K. Sylvester. 2005. Advertising And The Mind Of Customer Iklan
yang Berhasil, yang Gagal dan Penyebabnya. Jakarta. Ppm. Hal 116. 24
Rivers William L. Jay W. Jensen Theodore Peterson. 2004. Media Massa Dan Masyarakat
Modern. Jakarta. Prenada Media. Hal 340. 25 Burhan Bungin. 2008. Sosiologi Komunikasi Teori,Paradigma, dan Diskrusus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Kencana. Hal 220-224.
22
pergulatan perempuan yang menempatkan dirinya dalam realitas sosial. (2) Citra
maskulin, citra ini biasanya adalah stereotip nyata laki-laki dalam realitas sosial.
(3) Citra kemewahan dan ekslusif, dengan tanpa sadar citra iklan telah
memindahkan simbol-simbol itu ke dalam pilihan-pilihan mereka. (4) Citra kelas
sosial, biasanya individu remaja dan perempuan lebih menyukai pencitraan ini.
Dalam pencitraan kelas sosial dalam iklan televisi, kehidupan kelas sosial dalam
iklan televisi menjadi acuan dan digambarkan kehidupan bergengsi dan modern.
(5) Citra kenikmatan, kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia kemewahan
dan kelas sosial tertinggi karena itu kenikmatan menjadi simbol sosial tertinggi.
(6) Citra manfaat,umumnya orang memertimbangkan faktor manfaat sebagai hal
utama dalam sikap memilih karena itu manfaat sebagai „nilai dalam keputusan
seseorang. (7) Citra persahabatan, iklan televisi juga melakukan pencitraan
terhadap persahabatan, sebagai jalan keluar terhadap banyaknya problem rendah
diri dikalangan remaja. (8) Citra seksisme dan seksualitas, ketika menampilkan
citra ini iklan televisi menjadi daya tarik menarik dan dianggap menjadi hiburan
yang menyegarkan.
Dari delapan citra tersebut, maka iklan ice cream magnum ini setidaknya
memiliki citra perempuan yang dikonstruksikan sebagai pilar role mode dan
pengambaran sebuah ice cream tersebut, baik suasana, gaya hidup (pola hidup)
dimana citra sosok wanita „berani ditembus dalam tradisi untuk diciptakan citra
baru yang bukan lagi sosok yang hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan dapur
seperti pada mitos yang terkandung dalam budaya kita, namun ice cream magnum
membuat wanita memimpikan citra dimana wanita juga memiliki kehidupan yang
23
dipenuhi kesenangan, kemewahan, keglamoran, independent tergambar pada
wanita masa kini hadir dan bergembira dalam gaya hidup. Penggambaran self
image wanita dalam ice cream magnum digambarkan apik seperti pengambaran
wanita yang dikonstruksi wanita cantik yang memiliki badan dan tubuh ramping,
rambut panjang, kaki jenjang. Di dalam kedua iklan magnum tersebut juga
tergambar citra kemewahan dan ekslusif, citra kelas sosial, serta citra kenikmatan
yang digambarkan menjadi identitas produk ice cream tersebut.
Kontroversi yang berkembang di seputar keberadaan iklan berkaitan
dengan kenyataan, bahwa di dalam iklan sering kali terdapat jurang antara apa
yang dilukiskan tentang sebuah produk, dengan realitas produk itu
sesungguhnya. 26
Proses konstruksi iklan atas realitas sosial dibentuk dalam tahapan dimana
iklan dirancang berdasarkan konsep dasar pemasaran dengan memperhatikan
prilaku sosial masyarakat sebagai wacana kajian. Wacana kajian dimaksud
berkembang melalui media interaksi simbolis dan „permainan semiotika yang
dikemas dalam wacana kreatifitas, seni, sosial, budaya populer yang spektakuler.
Sehingga menghasilkan sebuah tahaan proses dalam koridor realitas sosial. 27
26 Yasraf Amir Piliang. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies antara Matinya Makna.
Bandung. Jalasutra. Hal 279.
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Kencana. Hal 209
24
1. High Angle (Bird eye view)
Pengambilan gambar dilakukan dari atas dari ketinggian tertentu
sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-
benda lain yang tampak dibawah sedemikian kecil. Pada posisi kamera ini
kesan yang akan disampaikan kepada penonton adalah suatu kekuatan atau rasa
superioritas bahkan efek tersebut akan semakin meningkat jika ada
penambahan jarak yang ditimbulkan. Oleh karena itu high angle diciptakan
dengan maksud untuk mengurangi rasa superioritas dan sekaligus objek tadi
akan melemah kedudukannya. Kesan yang mucul adalah rasa tertekan pada
subjek, kesedihan hina, kecil dan kejauhan.
2. Normal Angle (eye level/chest level)
Pengambilan gambar yang normal dalam sebuah adegan. Posisi kamera
ini pada umumnya setinggi dada atau sejajar dengan ketinggian kita atau
penglihatan manusia pada umumnya. Sudut pengambilan gambar ini digunakan
pada suatu acara yang gambarnya tetap statis.
3. Low Angle (frog eye view)
Pengambilan gambar dari bawah objek. Kesan yang ditimbulkan dari
sudut pandang ini adalah keagungan atau kejayaan. Objek terkesan lebih tinggi,
besar, gagah, angkuh, sombong, berwibawa.
Dan juga terdapat macam bidang pandangan pada saat perekaman gambar:
28 http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_ diakses
Shot sangat jauh, menyajikan bidang pandangan yang sangat luas,
kamera mengambil keseluruhan pandangan. Obyek utama dan obyek lainnya
nampak sangat kecil dalam hubungan nya dengan latar belakang lokasi secara
keseluruhan. Biasanya dalam ukuran ini tokoh jarang terlihat sebab yang ingin
diperlihatkan adalah tempat kejadian secara luas.
2. VLS (Very Long Shot)
Pada shot ini latar belakang atau setting nampak lebih dominan dari
objek utamanya. Shot ini bertujuan untk menunjukan setting yang digunakan
dalam sebuah adengan dengan interaksi tokoh utama dalam setting tersebut.
3. LS (Long Shot)
bidang pandangan yang lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih
didominasi oleh latar belakang yang lebih luas. Biasanya dibuat untuk
menunjukkan suasana lingkungan dari tokoh film tersebut, seperti gambar yang
terlihat dimana terdapat suasana sebuah gedung dan suasana panggung terbuka.
4. MLS (Medium Long Shot)
Shot yang menyajikan bidang pandangan yang lebih dekat obyek
manusia biasanya ditampilkan dari atas lutut sampai di atas kepala.
5. MS (Medium Shot)
Di sini obyek menjadi lebih besar dan dominan, obyek manusia
ditampakkan dari atas pinggang sampai di atas kepala. Latar belakang masih
nampak sebanding dengan obyek utama Tidak memiliki variasi sebab hampir
26
seluruh type of shot yang menggunakan medium diambil ke Long Shot atau ke
Close Up. Oleh karena itu type of shot ini memiliki keunikan sendiri yaitu bahwa
gestur tokoh terlihat lebih jelas namun lingkungannya hampir tidak terlihat, jadi
pusat perhatian penonton diarahkan pada gerak tubuh tokohnya saja.
6. MCU (Medium Close Up)
Shot amat dekat, obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala.
MCU ini yang paling sering dipergunakan dalam televisi.
7. CU (Close UP)
Shot dekat, obyek menjadi titik perhatian utama di dalam shot ini, latar
belakang nampak sedikit sekali. Untuk obyek manusia biasanya ditampilkan
wajah dari bahu sampai di atas kepala untuk menunjukan detail objek atau
kedekatan suatu objek tertentu.
Shot yang menampilkan bagian tertentu dari tubuh manusia. Obyek
mengisi seluruh layar untuk menunjukan ekspresi seorang tokoh.
9. ECU ( Extreme Close Up)
Shot yang menampilkan bagian tertentu dari tubuh manusia. Shot ini
biasanya digunakan untuk maksud tertentu atau menunjukan detail objek tertentu
yang sangat perlu diketahui oleh penonton dan objek yang di shot memiliki peran
penting dalam sebuah cerita.
2.2.3 Komposisi Warna
iklan. warna memegang peran penting dalam sebuah iklan, yakni untuk
mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan iklan tersebut. Warna juga
mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas.
Psikologi dan arti warna: 29
Tabel 2.1 Makna Warna
Diandalkan.
Merah Muda Cinta, Kasih Sayang, Kelembutan, Feminin.
29
Kuning Muda, Gembira, Imajinasi
Hitam Elegan, Kuat, Sophisticated
Ungu motivasi yang hangat, sopan, mudah bergaul.
Filosofi warna yang terdapat dalam Iklan ice cream magnum salah
satunya, merah muda (pink) adalah warna yang feminin, pegunaan warna merah
muda di identikkan dengan hal yang bersifat kewanitaan. Efek cinta romantis juga
bisa timbul dari warna merah muda ini, agak sedikit berbeda dengan warna merah
yang lebih menggambarkan berani. Hitam menandakan suram, menakutkan dan
gelap bahkan elegan namun dalam iklan ice cream ini hitam lebih mencerminkan
kepada sexy dan elegan,serta independent.
2.3 Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar
konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu
yang lainnya. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukan
pada adanya hal lain.
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda.
untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih
lanjut. Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami
dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan „tanda.
Maka dari itu semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli
semiotika, Umberto Eco menyebutkan tanda sebagai suatu „kebohongan dan
dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda
itu sendiri. 30
atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. 31
Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti
kata Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penanda. Lebih jelasnya
lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi
yang terjadi dengan sarana sign „tanda-tanda dan berdasarkan pada sign system
(code) „sistem tanda (Segers, 2000:4)
Hjelmslev (dalam Chistomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai “suatu
keterhubungan antara wahana Ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content
plan)”. 32
30 Wibowo,Indiwan Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 7-9. 31 Rachmat Kriyanto. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media
Grup. Hal 265. 32 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 16.
30
a. Tanda
Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera
manusia dan merupakan sutu yang merujuk hal lain diluar tanda itu sendiri.
b. Acuan tanda (object)
Konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
c. Pengguna tanda (interpretant)
Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke
suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda.
Gambar 2.2 triangle meaning
terdiri dari:
2. Konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar disebut signified berasal
dari kesepakatan.
Kode merupakan sistem pengorganisasian tanda. Kode mempunyai
sejumlah unit tanda. Jika kode sudah diketahui maka makna akan bisa dipahami.
Saussure merumuskan dua cara pengorganisasian tanda ke dalam kode, yaitu: 33
1. Paradigmatik
digunakan.padigmatik digunakan untuk mencari oposisi-oposisi (simbol-simbol)
yang ditemukan dalam teks (tanda)yang bisa membantu memberikan makna.
Dengan kata lain, bagaimana oposisi-oposisi yang tersembunyi dalam teks
menggeneralisasikan makna.
2. Syntagmatic
Dalam semiotik, sintagma digunakan untuk menginterpretasikana teks (tanda)
berdasarkan urutan kejadian/ peristiwa yang memberikan makan atau bagaimana
urutan kejadian/ peristiwa mengeneralisasikan makna.
Semiotika revolusioner dan semanalisis Julia Kristeva. Kristeva
menjadikam semiotika struktural Saussure sebagai objek subversi dan
33 Kriyanto Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media
Grup. Hal 267-271
pembongkaran, ia melihat semiotika milik saussurean sebagai suatu wacana yang
hanya menawarkan makna tunggal, disebabkan didalam menjelajahi ruang
epistemologisnya, menolak hadirnya subjek agen perubahan dan subversi bahasa.
Van Zoest menyebut Kristeva sebagai pencetus munculnya semiotika ekspansif.
Ciri aliran ini ialah adanya sasaran akhir untuk kelak mengambil alih kedudukan
filsafat. Karena begitu terarah pada sasaran, semiotika jenis ini terkadang disebut
ilmu total baru. Dalam semiotika jenis ini pengertian „tanda kehilangan tempat
sentralnya digantikan dengan „produksi arti. Penelitian yang menilai tanda terlalu
statis, terlalu non historis dan terlalu reduksionitis, diganti oleh penelitian yang
disebut praktik arti. Karya-karya Kristeva mengenai bahasa , subjektivitas dan
seksualitas yang secara khusus dilandasi psikoanalisis Lacanian tersebut, menjadi
pusat perdebatan dikalangan feminis konteporer. Bagi sementara orang, ia
memang dikenal sebagai teoritis feminis. Kristeva membedakan dua praktik
pembentukan makna wacana, 1) signifikasi yaitu makna yang dilembagakan dan
dikontrol secara sosial (tanda disini berfungsi sebgai refleksi dai konvensi kode-
kode sosial yang ada), dan 2) significance adalah proses penciptaan yang tanpa
batas dan tak terbatas, pelepasan ransangan-rangsangan dalam diri manusia
melalui ungkapan bahasa. 34
Analisis Roland Barthes yang pertama adalah ia menciptakan lima kode
yang bukan hanya membangun suatu sistem klasifikasi unsur narasi tetapi juga
untuk menunjukan bahwa tindakan yang masuk akal, rincian yang paling
meyakinkan, atau teka-teki yang menarik. Kode tersebut adalah kode
34 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 79-82
33
hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik. Yang
kedua dan paling fenomenal adalah peta tanda Roland Barthes tentang bagaimana
tanda bekerja.
2. CONNOTATIVE SIGNIFIER
4. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Disinilah penyempurnaan semiologi Saussure,
yang berhenti pada penanda dalam tataran denotatif.
Tidak dapat disangkal bahwa semiotika belakangan ini menunjukan
perhatian besar dalam prosuksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik
dan budaya, itu sebabnya banyak tokoh yang mengkaji sistem tanda ini seperti
diantaranya Charles Sanders Peirce, Ferdinand de Saussure, Roman Jakobson,
Louis Hjelmslev, Roland Barthes, Umberto Eco, Julia Kristeva dan lainnya.
34
2.3.2 Riwayat Hidup Roland Barthes
Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebalah
barat daya Prancis. Ayahnya seorang perwira angkata laut, meninggal dalam
sebuah pertempuran dilaut uatara sebelum usia Barthes genap mencapai satu
tahun. Sepeninggal ayahnya, ia kemudian diasuh oleh ibu, kakeh dan neneknya.
Ketika berusia sembilan tahun, ia pindah ke Paris bersama ibunya yang bergaji
kecil sebagai penjilid buku. Antara tahun 1943 dan 1947 ia menderita penyakit
TBC. Masa-masa istirahatnya di Pyreenees itu dimanfaatkan untuk membaca
banyak hal, sehingga kemudian ia berhasil ,menerbitkan artikel pertamanya
tentang Andre Gide. Setahun kemudian ia kembali ke Paris dan masuk Universitas
Sorbonne dengan mengambil studi bahasa latin, satra perancis dan klasik (Yunani
dan Romawi).
Barthes telah banyak menulis buku yang beberapa diantaranya menjadi
rujukan penting untuk studi semiotika diIndonesia. Karya-karya pokok Barthes
antara lain, le degre zero de lacriture atau „nol derajat dibidang menuliskritik
Barhes pada kebudayaan borjuis sangat menonjol dalam buku ini. Pada tahun
1954 Barthes menerbitkan Michelet, Mythologies (1957), Tour De France,
Critical Essays (1964), Critism and Truth (1966), The Fashion System (1967),
S/Z (1970) dan karya-karya lain yang mampu menginspirasi bidang kajian
semiotika. 35
35 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 63
35
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
getol mempraktikan linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intektual dan
kritikus sastra Perancis yang ternama; eksponen penerapan stukturalisme dan
semiotika pada studi sastra.
lima kode yang ditinjau Barthes adalah
1. Kode hermeneutik atau kode teka-teki yang berkisar pada harapan pembaca
untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.
Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi
tradisional. Didalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan
suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam cerita.
2. Kode semik atau kode konotatif yang menawarkan banyak sisi. Dalam
proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa
konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan
konotasi kata atau frase yang mirip. Perlu dicatat bahwa Barthes
menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”.
3. Kode simbolik merupakan aspek pengokodean fiksi yang paling khas
bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.
Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi
biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses
produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui
proses.
36
4. Kode proaretik atau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai
perlengkapan utama teks yang dibaca orang. Artinya semua tes yang bersifat
naratif. Secara teoritis, Barthes memandang bahwa setiap lakuan dapat
dikomodifikasikan.
5. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan
acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh
budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional di definisi oleh acuan ke apa
yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal
kecil yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu.
Dalam setiap esainya, Barthes seperti dipaparkan Cobley & Jansz (1999:44),
membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan
waktu untuk menguraikan dan menunjukan bahwa konotasi yang terkadung dalam
mitodologi-mitodologi tersebut biasanya merupakan hasil kontruksi yang cermat.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda, membutuhkan kearifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara
panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua, yang dibangun diatas sitem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke dua
ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies secara tegas
ia dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
37
Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. 36
Barthes menulis:
Such sign system can become an element of a more comprehensive sign
system. If the extension is one of content, the primary sign (E1 R1 C1)
become the expression of a secondary sign system:
Dengan begitu primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign
adalah satu dari connotative semoitics. Konsep connotative inilah yang menjadi
kunci penting dari model Roland Barthes.
Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifer (ekspresi) dan signified (content) di dalam
sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi
yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk meunjukan
signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari
kebudayaan. Konotasi memiliki makna yang subjektif, dengan kata lain denotasi
adalah apa yang digambarkan tanda pada sebuah objek, sedangkan makna
konotasi adalah bagimana cara menggambarkannya.
Konotasi berkerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak
disadari. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gelaja alam. Mitos merupakan
36 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 63-69.
38
prosuk kelas sosial yang sudah mempunyai sesuatu dominasi. Mitos adalah suatu
wahana dimana ideologi terbentuk. 37
Mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, Tetapi melalui anggapan yang
berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak
hidup dalam masyarakat. Ia mungkin hidup dalam „gosip kemudian ia dibuktikan
dengan tindakan nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang
ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu
terhadap sesuatu hal yang dinyatakan dalam mitos. 38
Sesungguhnya kehidupan
manusia, dan dengan sendirinya hubungan antarmanusia, dikuasai oleh mitos-
mitos. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita.
Mitos ini menyebabkan kita menyukai atau membencinya. Dengan demikian
mitos akan menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap sesuatu hal
yang dinyatakan dalam mitos. Hanya lewat persentuhan diri kita dengan hal
tertentu tadi, kita dapat mengetahui kebenaran ataukah kesalahan dari mitos tadi.
Persentuhan ini mungkin dapat memperkuat mitos itu, atau mungkin pula dapat
meniadakannya. Ini selanjutnya akan memungkinkan kita berbeda anggapan dari
yang terdapat dalam satu mitos yang pernah kita hidupi, meskipun ia tidak selalu
mengambil arah demikian. Namun yang pasti, perkenalan dengan sesuatu akan
dapat saja menghasilkan mitos-mitos baru, yang berbeda dari mitos yang ada
sebelumnya, mungkin bahkan menentangnya. 39
37 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 21-22 38 Umar Junus. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta. Sinar Harapan. Hal 74. 39
Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana. Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 130.
39
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah,
istilah “etika” pun berasal dari bahasa Yunani kuno ethos yang dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak
(ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang mejadi latar
belakang begi terbentuknya istilah „etika yang oleh filsuf Yunani besar
Aristoteles (384-322 s.M) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral. Etika
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Jika kita melihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika membedakan tiga
arti: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3)
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Baik dan buruk dalam arti etis seperti dimaksudkan memainkan peran
dalam kehidupan setiap manusia. Etika dibagi atas tiga pendekatan yaitu:
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan atau
tidak, adat istiadat. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada
individu-individu tertentu, kebudayaan, subkultur dan sebagainya, karena etika ini
hanya melukiskan dan ia tidak memberikan penilaian.
b. Etika normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang yang
berkaitan dengan masalah moral. Disini ahli bersangkutan tidak bertindak pada
penonton netral seperti etika deskriptif, tetapi ia melibatkan diri dalam
mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Etika normatif
meninggalakan sikap netral dengan mendasarkan pendiriannya atas norma.
c. Metaetika
Metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari
segi tata bahasa. 40
Etika juga termasuk filsafat, tetapi ia memiliki kedudukan tersendiri. Etika selalu
dikaitan dengan filsafat moral atau filsafat yang dikaitan dengan moralitas 41
2.4.2 Moral
Kata yang cukup dekat dengan „etika adalah „moral kata terkhir ini
berasal dari bahas latin mos (jamak mores) yang berarti juga kebiasaan, adat.
Dalam bahasa Inggris dan bahasa yang lain termasuk bahasa Indonesia mores
masih dipakai dengan arti yang sama. Moralitas (dari kata Latin moralis)
mempunyai arti yang pada dasanya sama dengan „moral. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang bekenaan dengan baik dan buruk.
Nilai moral mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 42
1. Berkaitan dengan tanggung jawab
40 K Bertens. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 4-19. 41 Ibid. Hal 27 42 K Bertens. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 142-147
41
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Tapi hal yang sama dapat
dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Yang khusus menandai nilai moral ialah
bahwa nilai ini beraitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.
Manusia sendiri yang membuat tingkah lakunya menjadi baik dan buruk dari
sudut moral karena itu dikatakan bahwa manusia sendiri yang menjadi nilai
moralnya.
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung
semacam undangan atau imbauan. Tetapi pada nilai-nilai moral tuntutan ini lebih
mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan „imbauan
dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini yang
menimbulkan „suara dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau
menentang nilai-nilai moral dan menuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.
3. Mewajibkan
Nilai-nilai moral mewajibkan kita karena kewajiban absolut yang melekat
pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagi
manusia sebagai manusia. Orang yang tidak megakui nilai moral mempunyai
cacat sebagai manusia. Tetapi mungkin beberapa orang memilih beberapa nilai
moral dan menolak nilai moral lainnya. Dengan cara lain dapat dikatakan juga
bahwa kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari
kenyataan bahwa nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan,
sebagai totalitas, karena kewajiban moral tidak datang dari luar, tidak ditentukan
oleh instasi lain tetapi berakar pada dalam kemanusiaan tu sendiri.
42
Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikut sertakan nilai-nilai
lain dalam suatu tingkah laku moral. Nilai moral tidak memiliki „isi tersendiri.
Tidak ada nilai moral yang „murni terlepas dari nilai-nilai lain.
2.5 Gaya Hidup
Gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi citra rasa seseorang
di dalam fashion, mobil, hiburan, dan rekreasi, bacaan, dan hal-hal yang lainnya.
Gaya meunjukan pakaian dan gaya hidup digunakan untuk menggambarkan
bagaimana seseorang berpakaian.
Dari sudut pandang antropologi/sosiologi perkotaan, konsep gaya hidup
umumnya digunakan, “to describe the way of living of grups of people forming a
cultural unity in one way or another” (Nas & v.d Sande) Dalam pemahaman Nas
dan v.d Sande, gaya hidup menunjuk pada frame of reference (kerangka acuan)
yang di pakai seseorang dalam tingkah laku. Dua aspek yang ditekankan disini
adalah bahwa individu berusaha membuat seluruh aspek hidupnya berhubungan
dalam suatu pola tertentu, dengan mengatur strategi bagaimana ia ingin dipresepsi
oleh orang lain. Aspek yang lain, yaitu strategi komunikasi, penting karena
mencerminkan bahwa pada dasarnya individu memiliki kebebasan untuk
mengatur cara hidupnya.
keputusan cita rasanya. 43
Sepanjang sejarah barangkali tidak ada filsafat moral yang lebih mudah
dimengerti dan akibatnya tersebar lebih luas seperti hedonisme ini. Maka tidak
mengherankan, jika pandangan ini sudah timbul pada awal sejarah filsafat. Atas
pertanyaan “apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia”, para hedonis menjawab:
kesenangan (hedone dalam bahasa Yunani). Adalah baik apa yang memuaskan
keinginan kita, apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan
dalam diri kita. Sebagai sebuah ideologi dalam filsafat etika, hedonisme
merupakan paham yang menyatakan bahwa sesuatu itu dianggap baik, jika dapat
memuaskan keinginan manusia dan mendatangkan kesenangan.
Dalam hedonisme terkandung kebenaran yang mendalam dimana manusia
menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari
ketidaksenangan. Hedonisme adalah pandangan yang menyamakan “baik secara
moral” dengan “kesenangan”. Tendensi hedonistis terutama nampak pada filsafat
moral Inggris, John Locke (1632-1704) menandaskan:
Kita sebut baik apa yang menyebabkan atau meningkatkan kesenangan,
sebaliknya kita namakan jahat apa yang dapat mengakibatkan atau
meningkatkan ketidaksenangan apa saja atau mengurasi kesenangan apa
saja dalam diri kita.
Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 167-
169
44
Dalam dunia modern sekarang ini rupanya hedonisme masih hadir dalam
bentuk yang lain. Hedonisme merupakan etika implisit yang mungkin tanpa
disadari dianut oleh banyak individu. Kini esensi filosofis dari hedonisme lebih
mengarah pada pemikiran liberal seperti kesenangan berpesta, atau memiliki
benda mewah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persamaan persepsi
mengenai apa-apa saja yang sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-
apa saja aktivitas yang bisa mendatangkan penderitaan. Sikap hedonis menurut
pengamatan Teuku Jacob (1988) identik dengan hidup enak dan berfoya-foya
tanpa memperdulikan lagi akibat-akibat pada masa depan yang menggejala
sebagai sikap hidup yang memuja kenikmatan dan kebahagiaan dari sisi materi
saja. Lebih jauh Jacob mengatakan bahwa sikap hedonistik yang identik dengan
hidup dalam kesenangan tersebut berpangkal pada ketidak pastiaan. Kenyataan
bisa berbalik kapan saja secara tiba-tiba. Oleh karena itu para hedonis berfikir
bahwa hari ini adalah segala-galanya. Hedonisme diperkirakan disebabkan karena
rasa terancam, kemudian berbalik menjadi ancaman. 44
Dalam filsafat Yunani hedonisme sudah ditemukan pada Aristippos dari
Kyrene (sekitar 433-355 S.M.), seorang murid Sokrates. Sokrates telah bertanya
tentang manusia, tapi ia sendiri tidak memberikan jawaban yang jelas atas
pertanyaan itu dan hanya mengeritik jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh
orang lain. Aristippos menjawab: yang sungguh baik bagi manusia adalah
kesenangan. Hal itu terbukti karena sudah sejak masa kecilnya manusia merasa
tertarik akan kesenangan dan bila telah tercapai ia tidak mencari sesuatu yang lain
44
Jurnal Konsep Hedonisme Epikuros dan Situasi Indonesia Masa Kini. Dra. Sri Sudarsih, M.
Hum.Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
45
lagi, Sebaliknya, ia selalu manjauhkan diri dari ketidaksenangan. Bagi Aristippos
kesenangan itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain dari pada
gerak dalam badan. Mengenai gerak itu ia membedakan tiga kemungkinan: gerak
yang kasar dan itulah ketidaksenangan, misalnya, rasa sakit; gerak yang halus
itulah kesenangan; sedangkan tiadanya gerak merupakan suatu keadaan netral,
misalnya, jika kita tidur. Aristippos menekankan lagi bahwa kesenangan harus
dimengerti sebagai kesenangan aktual, bukan kesenangan dari masa lampau dan
kesenangan di masa mendatang. Sebab, hal-hal terakhir ini hanyalah ingatan akan
atau antisipasi atas kesenangan. Yang baik dalam arti yang sebenarnya adalah
kenikmatan kini dan di sini. Jika kita melihat pandangan Aristippos ini sebagai
keseluruhan, perlu kita simpulkan bahwa ia mengerti kesenangan sebagai badani,
aktual dan individual. Akan tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan.
Aristippos pun mengakui perlunya pengendalian diri.
Filsuf Yunani lain yang melanjutkan hedonisme adalah Epikuros (341-270
S.M). Epikuros melihat kesenangan (hedone) sebagai tujuan hidup manusia.
Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan. Epikuros mengakui
adanya kesenangan yang melebihi tahap badani. Ia juga tidak membatasi
kesenangan pada kesenangan aktual saja. Dalam menilai kesenangan, ia
memandang kehidupan sebagai keseluruhan termasuk juga masa lampau dan masa
depan.
Konsep keutamaan Epikurous adalah kebijaksanaan dalam menyikapi
hidup dimana orang bijak akan hidup sedemikian rupa hingga ia sehat dan tenang
jiwanya, serta ketenangan dimana kenikmatan sesungguhnya dicapai dengan
46
ketenangan badan,pikiran, dan jiwa, lebih jauh ia juga membahas tiga masalah
yang menanggu ketenangan. Pertama ketakutan akan dewa-dewa, kedua ketakutan
akan kematian dan ketiga ketakutan akan masa depan dan nasib. Epikurous
menganggap ketakutan tersebut tidak berdasar karena hal-hal macam itu sudah
pasti. 45
Sigmund Freud memperlihatkan bahwa kecendruangan manusia itu bahkan
terdapat pada taraf tidak sadar. Seringkali manusia mencari kesenangan tanpa
diketahuinya. Tidak bisa disangkal keinginan akan kesenangan merupakan
dorongan yang sangat mendasar dalam hidup manusia. Namun kesenangan saja
tidak cukup untuk manjamin sifat etis suatu perbuatan.
Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan, mereka
berfikir sesuatu adalah baik karena disenangi. Jika dipikirkan secara konsekuen,
hedonis mengandung suatu egoisme. Karena hanya memperhatikan kesenangan
dirinya saja. Yang di maksud egoisme di sini adalah egosime etis atau egoisme
yang menyatakan bahwa saya tidak mempunyai kewajiban moral membuat suatu
yang lain daripada yang terbaik bagi diri saya sendiri. 46
Kritik berat dalam argumentasi hedonisme terdapat loncatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Dari anggapan bahwa kodrat manusia adalah
mencari kesenangan yang sampai pada menyetarakan kesenanagan dengan
45 Jurnal Konsep Hedonisme Epikuros dan Situasi Indonesia Masa Kini. Dra. Sri Sudarsih, M.
Hum.Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. 46 K Bertens. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 235-240.
47
moralitas yang baik. Secara logis hedonisme harus membatasi diri pada suatu
etika deskriptif saja namun pada kenyataannya kebanyakan manusia membiarkan
tingkah lakunya dituntun oleh kesenangan. Keberatan lainnya jika dipikirkan
secara konsekuen, hedonisme mengandung suatu egoisme, karena hanya
mementingkan kepentingan dirinya saja dimana ia berfikir tidak memiliki
kewajiban moral membuat sesuatu yang lain selain apa yang terbaik bagi diri saya
sendiri.
manusia. Kebahagiaan etis berangkat dari kemampuan manusia untuk
merealisasikan bakat dan kesenangan diri.
2.6 Ice cream Magnum
2.6.1 Ice cream Magnum versi pink and black
Pada awal iklan yang tayang pada pertengahan tahun 2014 ini, terlihat
seorang wanita asal Argentina (Carla Moure) dengan mengengam sebuah ice
cream yang menggunakan dress pink diatas lutut tersenyum menyeringai melihat
pemandangan didepannya dimana terdapat red carpet dan para paparazi tengah
memotret siapapun yang datang. Kamera berputar dengan shot low angle dan
dengan seketika wanita itu berganti penampilan menggunakan dress hitam bling
bersuasana sexy dan elegant berbeda dari sebelumnya dimana wanita itu terlihat
ceria, dan gembira. Wanita itu masuk mengikuti alur pesta dan berubah kembali
mengenakan dress pink ditengah-tengah suasana club, pada akhir iklan nampak
seorang lelaki tampan mengenakan stelan jas menjemput sang wanita dan mereka
saling bertatapan intens.
48
Sesuai dengan tagline Different Ice creams for Different Moments, kedua varian
ini hadir sebagai pilihan terbaru bagi pleasure seekers untuk mendapatkan
kenikmatan memanjakan yang benar-benar berbeda. Betapa tidak, kedua varian
terbaru dari Magnum ini menawarkan karakter pleasure yang berbeda yang dapat
dinikmati di berbagai suasana, yaitu: Magnum Pink, lembutnya es krim premium
dengan rasa pomegranate (buah delima) segar berpadu dengan pomegranate swirl
yang dilapisi dengan cokelat putih tebal berwarna pink yang mewah, serta
Magnum Black, nikmatnya es krim vanilla premium berpadu dengan rasa
espresso yang kuat yang dilapisi dengan dark chocolate.
Inovasi ini kembali terlihat dari betapa Magnum Pink dan Magnum Black
dihadirkan di Indonesia melalui sebuah pleasurable journey yang begitu istimewa.
Diawali dengan keterlibatan jutaan pleasure seeker di Indonesia yang
berpartisipasi dalam national vote selama bulan April-Mei lalu untuk memilih
varian mana (Magnum Pink atau Magnum Black) yang akan diluncurkan di
Indonesia, hasil vote menunjukkan bahwa Magnum Pink memiliki pemilih
terbanyak.
Namun, karena perbedaan hasil voting kedua varian begitu tipis, untuk
mengapresiasi antusiasme para pleasure seekers di dalam national vote ini,
Magnum akhirnya memutuskan untuk meluncurkan Magnum Pink dan Magnum
Black secara bersamaan di Indonesia, yang istimewa, dengan misi besar
“Elevating the Beauty of Indonesia”, warna Pink sebagai pemenang national vote
telah dipergunakan Magnum untuk mengangkat keindahan 8 situs ikonik di
berbagai penjuru Indonesia. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan Philips
49
Indonesia, perusahaan yang dikenal sebagai pemimpin di bidang inovasi teknologi
pencahayaan dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
budayanya, Magnum juga percaya bahwa keindahan Indonesia juga terpancar dari
kreativitas masyarakatnya. Untuk itu, Magnum turut melibatkan industri kreatif
Indonesia khususnya dunia fashion dalam rangkaian peluncuran ice cream
magnum. 47
Penggunaan iklan luar sebagai role model merupakan bentuk pengkiblatan
bangsa kita yang dikognisikan untuk hidup seperti layaknya bangsa luar. Sang
pembuat iklan berupaya membuat makna yang jelas mengenai sebuah ice cream
dengan mentransfer nilai gaya hidup mewah dalam setiap detail iklan kerap
tergambar hampir disetiap detiknya, nilai kenikmatan ice cream tersebut di
simbolkan melalui peran wanita yang hakekatnya merupakan pengontrol harsat
dimana nilai wanita dalam setiap iklan merupakan gairah secara visual.
2.6.2 Ice cream Magnum Indonesia versi Raisa Hangout
Pada awal iklan terlihat Raisa sang penyanyi cantik yang di gemari kaum
muda sedang mengengam sebatang ice cream dengan tersenyum mengenakan
dress pink dan jaket kulit berwarna hitam duduk memakan ice cream dengan
sangat nikmat sambil mengambil gambar dirinya dengan ponsel, tidak berapa
lama teman wanitanya menghampiri dengan sangat gembira sepulangnya dari
aktivitas shopping, hal ini digambarkan dalam latar belakang suasana tempat. Lalu
47
mereka berfoto bersama dengan mengenggam ice cream di sebuah cafe mewah.
Pada akhir iklan terlihat gambar produk magnum dengan brand Unilever.
Seperti halnya kebanyakan iklan yang hadir di luar dimana wanita menjadi
komposisi utama dalam bumbu visual reproduksi sebuah iklan. Pengambaran
sikap hedonistik didalam iklan ini didominasi dengan peran wanita, mengapa
wanita berusaha dimaknai sebagai mahluk yang lebih banyak melakukan sikap
hedon yang berupaya mencari kesenangan? Hal itu karena wanita pada peran
tradisional negara kita merupakan wanita yang melakukan aktifitas „belakang
rumah (dapur), iklan ini tanpa sadar membangkitkan sikap untuk bersenang-
senang tanpa memikirkan hidup susah lainnya.
51
Tabel 2.3 Kerangka Berfikir
fiksi
Penelitian terdahulu sangat penting menghindari kesamaan dengan penelitian
yang telah ada sebelumnya juga berfungsi sebagai bahan acuan peneliti dalam
menambah referensi, maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian
yang telah ada sebelumnya dan beberapa penelitian terdahulu dirangkum dan
dibandingkan dengan penelitian peneliti dalam tabel, sebagai berikut:
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian Hedonisme dalam
purnomo.
L100090149
Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang
dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan sejawatnya.
Kontruktivisme mengatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi
menurut kategori konseptual dari pikiran, realitas tidak menggambarkan diri
individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas
tersebut. Konstruktivisme meyakini bahwa segala sesuatu ada karena kontruksi
tertentu. 48
Peneliti melihat iklan televisi ice cream Magnum versi pink and black
serta magnum Indonesia versi raisa hangout yang banyak dipengaruhi budaya luar
dan tertuang dalam setiap detail iklan sebagai tanda akan nilai-nilai budaya baru
yang hadir ditengah masyarakat kita akibat dari proses kontruksi pikiran manusia
yang berupaya menghasilkan label identitas pada iklan yang menjadi objek kajian
peneliti. Sifat hedonisme yang dalam bahasa Yunani berarti “kesenangan” tidak
hanya dicirikan bersifat matrealis saja melainkan pola hidup yang ditandai dengan
kesenangan hidup kaum urban karena pada setiap detail pengambilan gambar,
emosi, ekspresi, warna, suasana, model iklan, nilai budaya yang terdapat pada
iklan ice cream magnum menggambarkan (lifestyle) gaya hidup baru dan apa
48
Rekatama Media. Hal 157-158
57
yang melatar belakangi ice cream menjadi sebuah tren atau life style. Terutama
melalui media/ penyebaran informasi yang memainkan peran khusus dalam
mempengaruhi budaya yang menampilkan sebuah cara memandang kehidupan.
3.2 Metode Penelitian
peneliti menggunakan teknik analisis semiotika lima kode milik Roland Barthes
dengan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara
berfikir induktif, yaitu berangkat dari hal-hal khusus (fakta empiris) menuju hal-
hal umum (tataran konsep) Menurut Strauss dan Corbin seperti yang dikutip oleh
Basrowi dan Sukidin bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur statistik atau cara kuantifikasi lainnya. 49
Tujuannya
berbagai metode yang ada. 50
Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian
mendalam tentang ucapan, tulisan, tingkah laku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting
tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat
umum terhadap kenyataan sosial dari prespektif partisipan. Pemahaman tersebut
tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis
49
Rosady Ruslan. 2010. Metode Penelitian Public Relations Dan Komunikasi. Jakarta. PT
Rajagrafindo Persada. Hal 215 50 Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya. Hal 5.
terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik
suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan
tersebut.
Metode penelitian dengan teknik analisis semiotika yakni suatu ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah seperangkat yang kita
pakai dalam upaya mencari jalan didunia ini ditengah-tengah manusia dan
bersama manusia. Semiotika dalam istilah Barthes, pada dasarnya hendak
mempelajari kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). 51
Maka, hasil dari penelitian ini akan berisi :
Sistem tanda Roland Barthes yang tercermin dari iklan magnum versi pink and
black serta magnum Indonesia versi raisa hangout dalam lima kode Barthes
1. Kode Hermeneutik yang merupakan kode teka-teki yang berkisar pada
harapan pembaca untuk mendapat kebenaran bagi pertanyaan yang muncul
dalam teks.
2. Kode Semik, yaitu makna konotatif.
3. Kode Simbolik dimana terdapat aspek pengokodean fi
and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout)
SKRIPSI
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat
Program Studi Ilmu Komunikasi
UNIVERSITAS SULTAN ANGENG TIRTAYASA
Televisi (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink
and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout).Skripsi Konsentrasi
Ilmu Humas: Program Ilmu Komunikasi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Iman
Mukhroman, S.Sos., M.Si. Pembimbing II: Dipl. Ing Rangga Galura
Gumelar, M.Si.
Iklan televisi merupakan media massa yang efektif dalam mengkonstruksi simbol
dan makna pesan yang dideskripsikan melalui visualisasi gambar dan daya tarik
fisik yang apik. Pendeskripsian Iklan Magnum versi pink and black dan Magnum
versi Indonesia Raisa Hangout akan simbol dan makna gaya hidup dengan ukuran
kesenangan sebagai pusat utamanya dikonstruksi menjadi suatu hal yang
semestinya. Hedonisme adalah paham yang menganut kesenangan sebagai
moralitas terbaik,hal tersebut berdampak pada sikap negatif yang yang
menyangkut pada etika dan moral seseorang dimasyarakat seperti timbulnya sikap
acuh, individualis dan egois. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika lima
kode pemikiran Roland Barthesyang berupa kode hermeneutik, kode semik, kode
simbolik, kode proairetik, serta kode gnomik yang terdapat pada kedua iklan
magnum. Paradigma pada penelitian ini adalah konstruktivisme dengan metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif menggunakan teknik pengumpulan
data berupa wawancara, dan pengamatan video pada kedua iklan magnum. Hasil
penelitian ini adalah a)kode hermeneutik,simbol berperan dalam membentuk
makna gaya hidup akan kesenangan b)kode semik,pengkonstruksian nilai-nilai
wanita modern dibentuk menjadi kualitas impian kesenangan wanita kini, c) kode
simbolik,penggunaan properti seperti pakaian, aksesoris, kesan warna, teknik
pengambilan gambar untuk menangkap penggambaran situasi setting tempat
suasana yang terbangun serta ekspresi yang menjadi visualisasi daya tarik pesan,
d) kode proairetik,simbol kesenangan dipetakan seakan mengiring hidup hanya
untuk kesenangan semata, e) kode gnomik,konstruksi cara hidup bangsa luar yang
divisualisasikan oleh simbol dan makna sehingga kita merasa lumrah memandang
kebudayaan barat.
Kata kunci : iklan magnum versi pink and black dan magnum versi Indonesia
Raisa hangout, gaya hidup hedonisme, semiotika, lima kode Roland Barthes.
ABSTRACT
Neni Dianti. 6662110871.Thesis.HedonismLifestyle in Television Advertising
(Semiotics Analysis Roland Barthes on Magnum Ad Version Pink and Black
and Magnum Indonesia Version Raisa Hangout). Concentration of Science
Thesis PR : Communication Studies Program Faculty of Social and Political
Sciences : University of Sultan Agung Tirtayasa .Supervisor I: Iman
Mukhroman, S.Sos., M.Si. Supervisor II: Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar,
M.Si.
Television advertising is an effective mass media in constructing symbols and the
meaning of the message described through the epic visualization of the image and
the physical attractivenes.Description of magnumad version pink and black and
magnum versions Indonesia Raisa Hangout constitute a symbols and meanings of
the lifestyle with the measure of main centers constructed as the pleasure becomes
a real thing.Hedonism is belief that adhering pleasure as the best morality, it have
an impact the negative attitude that concerns on ethical and moral person in the
community such as the incidence of indifference, individualist and selfish.This
research uses five codes semiotic analysis of Roland Barthes.The purpose of this
research is to explain and elaborate five code signssystem of Roland Barthes in
the form of hermeneuticscode, semiccode, symbolic code, code proairetic, and
gnomik code (cultural) was contained in bothmagnumad. Paradigm of this
research is constructivism with the research method used qualitative using data
collection techniques such as interviews and observations on both video
magnumad. Theresults of this research is a) hermeneutics code, symbol meaning
of establish lifestyle to pleasure, b) semic code construction of modern women's
values are molded into the quality of women's pleasure dreams.c) symbolic code,
use properties such as clothes, accessories, color impression, shooting techniques
to capture the depiction of a place setting situationand the expression becomes the
visualization to appeal of the message, d) proairetic code, the pleasure symbol
mapped a life as only for mere pleasure, e) code gnomik, construction western
way of life which visualized by symbols and meanings that we felt common of
Western culture.
Keywords: magnum ad version pink and black and magnum version Indonesia
Raisa hangout, hedonistic lifestyle, semiotic, five code Roland Barthes.
MOTTO
i
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan
nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna
memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada
program studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Hubungan Masyarakat di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi berjudul
“Gaya Hidup Hedonisme dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Roland
Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink and Black dan Magnum Indonesia Versi
Raisa Hangout)”.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih atas segala rahmat serta doa, dukungan,
motivasi, bimbingan, dan bantuan yang tak terhingga dalam proses penelitian
serta penyusunan skripsi ini kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si. selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si. selaku ketua prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
4. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.I.Kom. selaku seketaris prodi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
6. Iman Mukhroman, M.Si. selaku dosen pembimbing I skripsi yang
membantu memberikan saran serta masukan dalam proses menyelesaikan
skripsi ini.
7. Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar, M.Si. selaku dosen pembimbing II
skripsi yang membantu memberikan banyak Saran dan arahan serta
masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Angga Ari Priyono selaku narasumber pihak Unilever.
9. Bapak Drs. Alex Sobur, M.Si yang sangat baik hati membantu berdiskusi
analisis semiotik, jika saya ibaratkan bapak bagaikan “padi” yang semakin
keatas semakin merunduk.
10. Bapak Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil selaku dosen filsafat Diksat yang
menjadi teman diskusi semiotik.
11. Teruntuk jalan menuju Surgaku Bapak Manisman dan Ibu Nyarni
tersayang yang tidak lepas memberikan doa terkuat, dukungan dan tekat
terbesar serta kesabaran yang tidak akan pernah terhingga baik batin
maupun finansial.
13. My best Tanya Aulia Aryanda, Siti Nurfatihah, Laras Pandu Febriana,
Lifah Sudjatmika, yang selalu menjadi teman berbagi cerita hidup serta
dalam proses menuju sarjana.
14. Ilmu Komunikasi 2011 kelas C, Humas C , kawan Jurnalistik yang selalu
menjadi bagian dari tawa canda dan sulit bersama, kawan menguras otak
Roland Barthes.
15. K-friends Resty Fitriya, Desy Puji R, Debby Dwipani, Dien eka, Yuni.
16. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah
SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua,
khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan.
Wassalamualikum Wr. Wb.
Serang, Oktober 2015
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. ............... 8
1.3 Identifikasi Masalah ......................................................... ............... 10
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................. ............... 10
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................... ............... 11
2.1 Komunikasi Massa ............................................................ ............... 13
2.2 Iklan .................................................................................. ............... 18
2.2.3 Komposisi Warna ................................................................. 27
2.4 Etika dan Moral ................................................................ ............... 39
2.4.1 Etika ...................................................................................... 39
2.6.1 Ice cream Magnum Pink Pomegranate Dan Black
Espresso ............................................................................. ...47
2.7 Kerangka Berfikir ............................................................................. 51
2.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................ .52
3.1 Paradigma Penelitian ....................................................... ................ 54
3.2 Metode Penelitian ........................................................... ................ 55
3.3 Instrumen Penelitian ........................................................ ................ 57
3.3.1 Informan Penelitian .................................................... ..............58
3.5 Unit Analisis .................................................................... ............... .63
3.6 Keabsahan Data ............................................................... ................ 65
4.1.1 Sejarah Ice cream Magnum ......................................................................... 70
4.1.1.1 Profile Model pada Ice cream Magnum
Pink Pomegranate Dan Black Espresso ................... 72
4.1.1.2 Profile Model pada Ice cream Magnum
Indonesia versi Raisa Hangout................................. 74
4.1.2 Pembahasan .......................................................................... 76
4.1.3 Makna dan tanda pada Magnum Pink and Black ................ 78
4.1.4 Makna dan tanda pada Magnum Raisa Hangout ................ 81
vi
Tabel 2.2 Peta Barthes............................................................................................ 33
Tabel 4.1 Macam rasa pada es krim Magnum ..................................................................................... 69
Tabel 4.2 Single Raisa............................................................................................ 75
viii
Gambar 2.2 Triangle Meaning..............................................................................30
Gambar 2.3 Semiotika Saussure............................................................................31
ix
Screenshot Official Magnum Twitter
Screenshot Official Magnum Facebook
Hasil wawancara bapak Angga Ari P.
Surat keterangan narasumber Drs. Alex Sobur, M.Si
Hasil wawancara narasumber Drs. Alex Sobur, M.Si
Surat keterangan narasumber Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil
Hasil wawancara narasumber Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil
Scan kartu sit-in sidang
Iklan televisi merupakan efek terencana yang menjadi wahana penciptaan
refleksi realitas sosial yang dikontruksi menjadi suatu hal yang nampak biasa dan
nyata. Lewat iklan permainan otak dikontruksi menjadi sebuah kognisi yang real
yang hidup dalam pemikiran akan pembenaran setiap perkataan iklan. Iklan
adalah salah satu media tontonan yang didalamnya produk diciptakan sebagai
rangkaian tontonan yang diisi dengan berbagai tanda,citra, dan makna. 1 Iklan
merekayasa dan memunculkan pengalaman yang seolah-olah real sehingga kita di
dominasi pada pemikiran akan dunia yang diciptakan oleh iklan, lewat media
iklan pendeskripsian gaya hidup dengan ukuran kesenangan sebagai pusat
utamannya menjadi suatu hal yang semestinya seperti halnya hedonisme. Jika
ditelaah lebih lanjut hedonisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi
sebagai tujuan utama dalam hidup. Berdasarkan asal katanya, hedonisme
berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata Hedone yang mempunyai arti kesenangan. 2
Hedonisme dikenal sebagai sikap manusia yang berupaya menghindari
kesakitan dan berusaha mencari kesenangan dalam hidupnya, namun hedonisme
yang berkembang dan kita kenal sekarang adalah sikap yang berusaha mencari
1 Piliang Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies antara Matinya Makna.
Bandung. Jalasutra. Hal 289. 2 Bertens K. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 235
2
kesenangan melalui barang yang dinilai mewah, suasana tempat yang modern dan
high class. Hal ini tidak lepas dari peran simbol atau tanda yang melekat dan
merefleksikan suatu makna yang diciptakan oleh iklan. Iklan menciptakan realitas
bahwa hedonisme adalah bentuk kesenangan yang baik. Unsur hedonisme di
dalam iklan bahkan sudah menjadi habit karena mainset kita sudah di atur bahwa
kesenangan adalah hak kita dalam hidup. Hedonisme yang ditampilkan iklan
memainkan peran theater of mind wujud kebahagian diri. Gambaran iklan life
style merupakan citra yang dibangun dalam upaya penjabaran gaya hidup modern.
Iklan membidik moral generasi muda sebagai rentetan aksinya yang
mampu mendefinisikan simbol kesenangan dalam bentuk yang lain, dengan begitu
generasi muda akan menjadikan hedonisme atau gaya hidup yang bermandikan
kesenangan sebagai wadah untuk meninggalkan pola hidup dahulu yang berusaha
di tembus dan dikontruksikan oleh iklan.
Hedonisme diciptakan iklan karena hedonisme awalnya muncul akibat dari
kondisi dimana manusia mulai mempertanyakan tujuan hidupnya, 3 dan melalui
sifat dasar manusia yang menginginkan kesenangan atau kepuasan rasa dan
menghindari adanya rasa sakit. Realitas lainnya yang diciptakan iklan adalah
identitas sosial yang dibentuk melalui simbol strata dan kelas sosial ikut hadir dari
prilaku hedonisme, adanya kelas sosial menjadikan orang yang berada dirantai
atas dapat melakukan kesenangan termasuk dapat melakukan hal apapun, dengan
mengiming-imingi mimpi akan kualitas kaum urban maka iklan mendefinisikan
pemahaman hedonis sebagai motivasi hidup.
3 Dani Vardiansyah 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta. Indeks Hal 99.
3
berupa simbol-simbol, tulisan-tulisan, gambar-gambar, suara melalui
proses penyeleksian dan manipulasi tertentu sesuai keinginan ataupun
ideologi media tersebut. 4
Gaya hidup (life style) yang ditampilkan antara kelas sosial satu dengan
kelas sosial lainnya dalam banyak hal tidaklah sama. Bahkan ada kecendrungan
masing-masing kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang ekslusif untuk
membedakan dirinya dengan kelas yang lain. 5
Realitas sosial akan identitas yang dibentuk iklan mencapai pada titik
perubahan dengan keseriusan manusia dalam mencari posisi istimewa untuk
terlihat popularitasnya. Perubahan sosial adalah proses transformasi yang terjadi
di dalam struktur masyarakat baik di dalam pola pikir dan pola tingkah laku yang
berlangsung dari waktu ke waktu. 6 Jika masyarakat mau berfikir secara
konsekuen, kehadiran sikap hedonisme juga memiliki sisi negatif dimana
anggapan bahwa kesenangan sebagai moralitas terbaik bagi dirinya mengandung
sisi egoisme yang sangat tinggi, sikap acuh dan timbulnya kelas sosial yang akan
berdampak buruk pada etika dan moral seseorang dimasyarakat. Namun
pendefinisian kesenangan merupakan hal yang universal bagi setiap makhluk
untuk mencari nilai kebahagian dalam batas dan kontrol sosial yang ada
dilingkungan masyarakat. Seperti halnya hedonisme yang juga hadir dalam iklan
magnum versi pink and black serta magnum Indonesia versi Raisa yang mampu
4 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 152 5 Narwoko J. Dwi Bangong Suyanto. 2014. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta.
Prenada. Hal 183. 6 Bernard Raho. 2014. Sosiologi. Yokjakarta. Moya Zam Zam. Hal 305
4
menciptakan identitas „life style buah hasil dari proses konstruk interaksi simbol
atau tanda sebagai komponen yang terdapat pada iklan tersebut. Penyetaraan
sebuah ice cream dengan komponen seperti mobil mewah, suasana pesta yang
terdapat pada iklan magnum versi pink and black serta suasana cafe modern
dengan figure cantik pada iklan magnum Indonesia versi Raisa mampu
menciptakan kesan yang baru bagi sebuah ice cream dimana posisinya diibaratkan
sama dengan benda mewah lainnya.
Figure pada sebuah iklan magnum versi pink and black serta magnum
Indonesia versi Raisa dicitrakan melalui penonjolan kaum wanita yang dianggap
sebagai simbol pergaulan, penggunaan wanita sebagai role model karena wanita
dianggap sebagai pilar bagi pembangkit hasrat daya tarik. Iklan juga menjadikan
wanita sebagai bahan sell item karena setiap bagian tubuhnya adalah kebahagiaan
bagi pasar hidupnya kapitalis. Kognisi kita akan orang barat juga berubah melalui
kontruksi iklan dengan anggapan bahwa bangsa mereka adalah bangsa dengan
ikon kemajuan. Itulah sebabnya mengapa iklan senang menggunakan bangsa luar
sebagai penunjang daya tarik.
Ira Noviarti, Director of Ice cream, Media & Consumer Market Insight PT
Unilever Indonesia, Tbk, saat peluncuran di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta,
Jumat (15/8) mengatakan:
menjadi trigger bagi mereka yang tadinya tidak ingat, jadi ingat.
Sifatnya disruptive , Magnum berusaha menjadi produk yang selalu diingat
oleh konsumen. Karena pada dasarnya Magnum tidak sekadar menjual es
krim, melainkan gaya hidup.” (http://www.tabloidnova.com/ ) 7
7 http://www.tabloidnova.com/ artikel Senin, 18 Agustus 2014 diakses pada 19:31 01/03/2015.
pengikut akun twitter official milik magnum Indonesia mencapai 95.4K atau
95400 ribu dan jumlah pengikut facebook official magnum Indonesia 10.141.553
sampai Agustus 2015 ini. Hal ini membuktikan bahwa iklan tersebut mampu
menyampaikan pesan akan makna ice cream sebagai bagian dari gaya hidup. Pada
akun resmi Raisa sendiri follower yang tergabung mencapai 5,26M sehingga raisa
memiliki kekuatan yang besar untuk dapat menyampaikan citra baru mengenai
sebuah ice cream kepada penggemarnya.
Melalui wawancara yang dilakukan pada 29 September 2015, Regional
Sourcing Export ice cream Unilever mengatakan bahwa ice cream magnum
menjadi penjualan ice cream terfavorit dibandingkan dengan produk ice cream
Walls lainnya. Bahkan market sharenya menguasai penjualan ice cream produk
kompetitor lainnya seperti ice cream Meiji dan ice cream Campina.
Melihat data yang ada, Unilever merupakan penguasa pasar ice cream
dengan tingkat penguasaan 47,8% total pangsa pasar es krim di Indonesia.
"Penambahan kapasitas dan jalur distribusi, pangsa pasarnya akan tumbuh
20%. 8 Bisnis media beroprasi dengan mengkonstruksi para audiensnya
berkaitan dengan gaya hidup mereka, para pemilik manufaktur melihat
konsumen mereka dikaitan dengan ceruk pasar dan kelompok sosial yang
memiliki gaya hidup. 9 Bahkan tergambar jelas dalam Tagline “Different ice
8 http://investasi.kontan.co.id/news/plafon-belanja-modal-unvr-rp-1-triliun-saja di akses pada
26/04/2015 22:40 PM 9 Graeme Burton. 2012. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta. Percetakan Jalasutra. Hal 59.
pleasure seekers yang berarti para pencari kesenangan. Kesenangan tersebut
diarahkan dengan gaya hidup yang berusaha diciptakan melalui simbol-simbol
dalam iklan. Dengan adanya studi kajian semiotik ini maka peneliti melihat tanda
yang menghasilkan makna baru tidak hanya benda yang dapat mewakili sebuah
makna namun sikap, prilaku maupun emosi juga dapat menjadi studi kajian
semiotik.
Dengan melihat fenomena ini maka hal ini pula yang menjadikan iklan
Magnum versi Pink Pomegranate dan Black Espresso serta Magnum Indonesia
versi Raisa sebagai objek penelitian, hal ini karena peneliti melihat dominasi
tentang penjabaran kesenangan yang merujuk pada sikap hedonisme dimana
kesenangan digambarkan dengan hidup dalam kemewahan menjadi sesuatu
motivasi hidup yang baik. Penggambaran wanita sebagai role model juga
didukung melalui konstruksi visualisasi pembenaran fisik wanita. Semiotik tidak
hanya melihat bagaimana tanda menujukkan suatu makna namun semiotik juga
mempelajari bagaimana tanda itu dikonstruksi dan dibentuk bukan dengan cara
yang alamiah namun hasil pemikiran manusia yang berusaha menciptakan makna
baru. Kedua iklan tersebut tentulah memiliki kesamaan akan konsepsi figure
wanita yang dikonstruksi akan pengambaran kesenangan melalui gaya hidup
kaum urban kelas atas seperti apa yang digambarkan pada kedua iklan magnum
tersebut adalah sebuah impian, namun magnum Indonesia versi Raisa hangout
memvisualisasikan citra kemewahan dengan cara yang lebih halus, tidak seperti
7
iklan mangnum versi pink and black dimana kesenangan dan kemewahan yang
digambarkan begitu luar biasa dengan penggunaan mobil sport, suasana clubbing,
suasana pesta megah, dan pengambaran prilaku wanita independent, pada versi
Indonesia iklan magnum mengambarkan prilaku wanita justru lebih mengacu
pada proses sang wanita bersosialisasi dan bergaul, suasana shopping mall, kafe
penggunaan ponsel Iphone serta nampak peran wanita yang bekerja.
Priode iklan yang dimulai pertengahan tahun 2014 lalu berakhir sekitar
akhir tahun 2014. Peneliti menggunakan analisis semiotika sebagai acuan dalam
membongkar bentuk prilaku hedonisme pada iklan ini. Peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai hedonisme karena studi kajian mengenai hedonisme dalam
sebuah iklan masih jarang terutama di perguruan tinggi tempat peneliti menuntut
ilmu. Hedonisme yang hadir sekarang ini dijabarkan dengan kondisi lain dimana
sesuatu yang baik karena disenangi, sehingga moral yang baik disetarakan dengan
kesenangan dalam masa kini. Hedonisme tidak hanya terlihat melalui prilaku
manusia yang mencari kebahagiaan dengan barang mewah namun hedonis juga
dapat direspresentasikan dengan cara baru yaitu sikap manusia yang berkaitan
dengan moral, hal ini menjadi sisi negatif ketika iklan yang mengambarkan
kesenangan akan kemewahan tersebut meninggalkan dampak psikologis bagi
khalayak dimana mereka mulai berfikir hanya untuk kenikmatan dunia saja,
ketika hal yang mendatangkan kesenangan pada diri seseorang memiliki efek
merugikan bagi orang lainnya dan menyangkut tindak etika ataupun melanggar
norma yang berlaku tentu hal tersebut menjadi suatu permasalahan serius, ulasan
lain yang berkaitan dengan gaya hidup hedonisme sebagai contoh iklan rokok
8
yang juga menggunakan benda mewah, suasana club
serta penggunaan wanita sebagai pendukung visual saja, peran wanita pada iklan
magnum yang menjadi objek kajian peneliti lebih dominan dan dikontruksi bahwa
wanita memiliki kedudukan yang pantas untuk melakukan kesenangan dirinya
terlepas dari hakekatnya sebagai peran yang melahirkan keturunan. Peneliti juga
tertarik mengkaji iklan ini karena pencitraan kemewahan yang diberikan oleh
sebatang ice cream yang mampu menciptakan gaya hidup melalui penyetaraannya
dengan sebuah mobil dan situasi club, suasana cafe, suasana pesta berada pada
satu tempat yang sama dengan sebuah ice cream,
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, studi mengenai tanda dan
segala yang berhubungan dengan tanda lainnya, cara berfungsinya, pengiriman
dan penerimaan oleh penggunannya. Menurut Preminger (2001), semiotik
menggangap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan merupakan tanda-tanda,
atau ingin mempelajari sistem, aturan, dan konvensi yang memungkinkan tanda-
tanda tersebut memiliki arti tertentu. Tujuan analisis semiotik tersebut adalah
menemukan makna tanda-tanda dan termasuk hal-hal tersembunyi di balik sebuah
iklan. 11
Alasan peneliti menggunakan analisis semiotika milik Roland Barthes
karena peneliti percaya bahwa lima kode Barthes tepat untuk menjelaskan dan
menjabarkan simbol dan makna yang tergambar pada iklan kedua iklan magnum,
tidak hanya ingin mengupas apa yang berusaha disampaikan dan apa maksud dari
10 https://www.youtube.com/watch?v=GuaG-pohETI diakses pada 22/11/2015 21:21 PM 11 Rosady Ruslan. 2010. Metode penelitian public relation dan komunikasi. Jakarta. PT
Rajagrafindo Persada. H 225
9
simbol dan makna yang nampak, namun pola tindak, prilaku, serta peran budaya
dimana pada penelitian ini terdapat objek penelitian hedonisme yang merupakan
sentuhan budaya terlebih pada kedua iklan yang menggunakan budaya barat serta
iklan versi Indonesia dengan bintang Raisa yang juga berkiblat pada budaya barat.
Barthes juga melihat bahwa makna berkaitan dengan mitos, dimana mitos
merupakan pengkodean makna serta nilai-nilai sosial yang ada. Terkait dengan
penelitian ini gaya hidup hedonis dapat dilihat melalui kacamata nilai-nilai sosial
kultural bangsa kita yang mulai dikontruksikan menuju pola hidup bangsa luar
yang dideskripsikan melalui kesenangan untuk tujuan hidup manusia. Peneliti
juga memahami bahwa tanda adalah bentuk fisik yang dapat dilihat dan didengar
dan merujuk pada suatu aspek atau objek dari realitas yang ingin
dikomunikasikan. Lima kode Barthes di gunakan karena tujuannya bukan hanya
untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi namun lebih banyak
untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling
meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk buatan,
melalui analisis ini peneliti dapat menjabarkan maksud makna dari detailnya tanda
dan simbol yang dibangun untuk menghasilkan sebuah definisi gaya hidup yang
terdapat didalam iklan magnum versi pink and black serta magnum Indonesia
versi Raisa, baik makna konotatif, makna simbolik, makna kultural dalam sebuah
iklan.
Peneliti berusaha mencari sistem tanda yang ada di dalam kedua iklan ini
melalui cuplikan video yang akan dipilah menjadi potongan gambar sehingga
terpilihlah 16 scene potongan gambar dari kedua iklan yang menjadi objek
10
penelitian. Dengan melihat gaya hidup hedonisme di kalangan generasi muda
yang dikontruksi iklan televisi, maka asumsi yang melatar belakangi penelitian ini
adalah dengan penggambaran dari segi visual warna, teknik pengambilan gambar,
tanda, simbol serta kode-kode yang tekadung dalam iklan televisi ice cream
magnum versi pink and black serta magnum Indonesia versi Raisa Hangout.
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan masalah yang telah di uraikan di atas, maka fokus masalahnya
adalah “Bagaimana gaya hidup hedonisme ditampilkan dalam sebuah iklan
televisi ice cream Magnum Versi Pink And Black dan Magnum Indonesia Versi
Raisa Hangout?”
Identifikasi masalah dalam penelitian ini peneliti berupaya mencari sistem
tanda Roland Barthes yang tercermin berupa lima kode Barthes :
1. Kode Hermeneutik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta
Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout?
2 Kode Semik pada Iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
3 Kode Simbolik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
4 Kode Proaretik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
5 Kode Gnomik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout?
Sistem tanda Roland Barthes :
1. Kode Hermeneutik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta
Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout
2. Kode Semik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
3. Kode Simbolik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
4. Kode Proaretik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
5. Kode Gnomik pada iklan Magnum Versi Pink and Black Serta Magnum
Indonesia Versi Raisa Hangout
khususnya ilmu komunikasi yang berbasis pada pengembangan penelitian
mengenai analisis semiotika terutama semiotika dalam iklan yang jarang
ditemukan di perguruan tinggi Sultan Ageng Tirtayasa.
b. Manfaat teoritis
1. Dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk tahap
selanjutnya.
12
2. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pembaca agar selalu ingat
bahwa perkembangan budaya hendaknya disikapi dengan cerdik, dengan
mempelajari kajian semiotika maka kita akan paham bagaimana seseorang
membagun sebuah makna melalui sebuah tanda dan simbol.
13
kumpulan individu. Denis mcquail mengatakan bahwa komunikator dalam
komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan suatu organisasi. Pesan
tersebut seringkali diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan
mempunyai nilai tukar dan acuan simbolik yang mengandun nilai kegunaan. 12
Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Bittner mengenai arti
komunikasi massa yaitu pesan yang dikomunikasikan memalui media massa pada
sejumlah besar orang. ( mass communication is massages communicated through
a mass medium to be a large number of people). 13
Sedangkan menurut Jay Black
dan Frederick C. Whitney (1988) disebutkan, “ mass communication is a procces
whereby mass-produced massage are transmitted to large, anonymous, and
heterogeneous masses of receiver (komunikasi massa adalah sebuah proses
dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan
kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen).
Fungsi-fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C.
Whitney antara lain: (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain
(memberikan hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the
12 Dennis Mcquail.1987.Teori Komunikasi Massa.Jakarta.Erlangga. Hal 33 13
Ardianto Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung. Refika Offset. Hal 3
14
Ketika kita membahas mengenai beberapa komponen
komunikasi massa , maka tidak terlepas dari peran filter. Sebagai mana kita
ketahui audiens media massa sangatlah banyak jumlahnya, tersebar dan heterogen
(berbeda usia, jenis kelamin, agama, latar belakang sosial, tingkat penghasilan,
pekerjaan, dan lain-lain). Sudah tentu masing-masing audiens memiliki lingkup
pengalaman (field of experience) dan kerangka acuan ( frame of reference) yang
berbeda-beda, sehingga pemaknaan terhadap pesanpun berbeda. Bagaimana media
massa mengantisipasi hambatan dengan mempertimbangkan faktor yang menjadi
sumber hambatan.
1. Cultural (budaya)
Pengindraan kita diwarnai, diganggu, dan dibiaskan oleh budaya kita.
Edward T. Hall, seorang antropolog, telah menulis mengenai peran budaya dalam
usaha komunikasi manusia, dalam bukunya The silent Language, pada bukunya ia
menunjukan bagaimana budaya mempengaruhi cara manusia menyampaikan dan
menerima pesan. Menurut Hall budaya adalah komunikasi itu sendiri, budaya
pada intinya menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku disuatu tempat
dengan segala aspeknya. Tidak jarang perbedaan budaya mengakibatkan adanya
perbedaan presepsi terhadap suatu pesan. Misalnya, adakalanya suatu yang
diangap wajar disuatu budaya tertentu mungkin bisa dianggap tidak wajar dan
tidak pantas bagi budaya lain. Dalam konteks komunikasi massa, sebuah pesan
14 Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Yogjakarta. Cespur. Hal 11.
15
disampaikan komunikator dan pesan yang di terima khalayak. Contohnya saja
budaya luar yang terasa biasa ketika dua orang pasangan yang belum menikah
tinggal dan hidup di dalam satu rumah yang sama, ketika budaya tersebut
diterapka di negara kita maka akan sangat tidak sesuai dengan norma dan sistem
agama kita, hal itu mungkin dapat diterima biasa saja ketika seseorang memiliki
filter longgar, namun ketika seseorang yang berfilter rapat melihat situasi ini maka
ia akan dengan tegas menolak dan menjauhkan itu dalam kehidupannya.
2. Psychological (tatanan psikologi)
Ketika sebuah tayangan yang dikhususkan untuk orang dewasa ditonton oleh
anak-anak maka efek yang dihasilkan akan sangat berbahaya karena pola pikir
anak sangat berbeda dengan orang dewasa.
3. Physical
Kondisi fisik juga menjadi faktor filter terhadap pesan yang disampaikan
media massa dapat berbeda, misalnya faktor ketika kodisi fisik internal seseorang
sedang terganggu akibat sakit, maka ia akan menyaring dan menerima pesan yang
berbeda dengan kondisi saat ia sedang dalam keadaan sehat. Faktor kondisi fisik
eksternal juga mempengaruhi proses penyaringan filter dan penerimaan pesan,
ketika lingkungan dimana ia tinggal sangat bising, atau ruangan yang dia tempati
telalu panas maka hal tersebut dapat menghampat penyaringan pesan.
16
khalayak. Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan
yang signifikan. Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi
massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama
televisi, yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peran
penting dalam transmisi sikap,persepsi dan kepercayaan. 15
2.1.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa
:
atau organisasi sehingga dalam penyebaran pesannya harus sejalan dengan
kebijaksanaan lembaga atau organisasi yang mewakilinya.
2. Komunikan bersifat heterogen, merupakan kumpulan anggota masyarakat
yang terlibat dalam proses komunikasi masa, keberadaannya terpencar-
pencar antara satu dan yang lainnya dan tidak saling mengenal, masing-
masing berbeda dalam hal umur, jenis kelamin, agama, ideologi, tingkat
ekonomi, pekerjaan, pengalaman, dan lain-lain.
3. Proses komunikasi bersifat satu arah, karena melalui media massa maka
komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung.
Bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
4. Media massa menimbulkan keserempakan, komunikan menerima pesan
dari komunikasi massa diterima secara serempak.
15 Ardianto Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Hal 58 16
Ardianto Elvinaro & Lukiati Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal.7
17
melalui media adalah terbuka untuk semua orang.
6. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, setiap komunikasi
melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi
antarpesona, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi
massa, yang penting adalah unsur isi.
7. Umpan balik tertunda (delayed), komponen umpan balik atau lebih
populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam bentuk
komunikasi apa pun. Efektifitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari
feedback yang disampaikan oleh komunikan.
8. Stimulasi alat indra ”terbatas” dalam komunikasi massa, stimulasi alat
indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah,
pembaca hanya melihat. Pada siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya
mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan
indra penglihatan dan pendengaran.
dibagi menjadi beberapa bagian. Secara sederhana Stamm dan Bowes (1990)
membagi kedua bagian dasar. Pertama, efek primer meliputi terpaan, perhatian,
dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif
.
18
Ketika zaman modern semakin memiliki peran besar bagi tumbuhnya
proses sosialisasi, media massa televisi juga memiliki pengaruh yang cukup besar
pada kehidupan manusia. Sebagai mana radio siaran, penemuan televisi telah
melalui beberapa eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir pada abad
19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan
Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan
William jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar
melalui kabel. 18
didengar maupun dilihat, berpikir dalam gambar yang merupakan kegiatan
merangka gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya
mengandung makna tertentu, serta pengoperasian lebih kompleks.
Dalam dunia periklanan, media merupakan alat penting untuk diseminasi
pesan iklan. Seorang praktisi pengiklan harus melakukan kajian yang hati-hati
dalam memilih media mana yang akan digunakan ntuk beriklan karena sebagian
besar anggaran pengiklan dihabiskan untuk membeli ruang dan waktu media. 19
Iklan dapat didefinisikan sebagai bentuk komunikasi nonpersonal yang
menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang
18
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Hal 135
19 Rachmat Kriyanto. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media
Grup. Hal 367.
Iklan
merupakan suatu kegiatan yang digunakan untuk mempersuasi konsumen oleh
sejumlah atau suatu institusi bukan personal dan iklan dalam definisi ini
merupakan pengisi suatu media massa karena ia harus menggunakan media yang
spesifik dan menerpa banyak orang. Iklan adalah sebagai salah satu bentuk
komunikasi yang berhubungan dengan bagaimana pesan-pesan promosi
disampaikan. 21
penjual untuk mengkomunikasikan infoemasi persuasif tentang produk ( ide,
barang, jasa) ataupun organisasi sebagai alat promosi yang kuat. 22
Berdasarkan tujuan beriklan, maka iklan bisa dibedakan berdasarkan tiga jenis,
yaitu:
untuk:
b. Memberitahukan perubahan harga atau kemasan
c. Menjelaskan cara kerja produk
d. Mengurangi ketakukan konsumen
f. Menganjurkan kegunaan baru dari produk tertentu
20 Rachmat Kriyantono. 2012. Public Relation Writing Teknik Produksi Media Relation Dan
Publisitas Korporat. Jakarta. Kencana. Hal 199. 21 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 151 22
Suyanto M. 2005. Strategi Perancangan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia. Yogjakarta. Andi
Offset. Hal 3.
a. Memilih merek tertentu.
c. Mengubah presepsi konsumen tentang merek tertentu.
d. Membujuk konsumen untuk membeli sekarang atau menerima
penawaran.
dalam waktu dekat.
c. Menjalin hubungan baik dnegan konsumen.
d. Mengingatkan dimana membeli produk tersebut.
e. Memantapkan atau meneguhkan bahwa pilihan konsumen tepat.
Selain tiga tujuan tersebut, iklan berfungsi menciptakan kesadaran (brand
image). Orang memiliki kesan tertentu tentang apa yang diiklankan. Perusahaan
iklan selalu berusaha menciptakan kreatif iklan sebaik-baiknya, baik dari segi
warna, ilustrasi, model iklan, maupun lay out yang menarik. Berdasarkan sifatnya
iklan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu iklan komersil dan iklan
non komersil. Iklan komersil adalah iklan yang bersifat menjual produk atau jasa
secara langsung sedangkan iklan non komersil adalah iklan yang bersifat tidak
secara langsung menjual produk dan jasa. Iklan ini menjual ide dan gagasan untuk
21
perusahaan.
Citra dan pesan yang setiap harinya di sebarkan oleh iklan merupakan
gambaran dari kehidupan sosial masyarakat. Karena iklan berupaya untuk dapat
mempersuasikan khalayak maka iklan dibuat menarik.
Iklan merek sama dengan kemasannya yang menjadi bagian dari
personalitas merek itu sendiri. Iklan yang berpakaian elok dan menyenangkan
jelas lebih diterima dari pada iklan yang berbicara pada kita dengan cara yang
menggangu. 23
iklan dianggap mendorong tumbuhnya sikap materialistik.
David Potter dari Universitas Stanford dalam bukunya yang berjudul
People Of Plenty, menyebutkan:
masyarakat, karena iklan hanya menonjolkan nilai-nilai material.
Meskipun pengaruhnya tidak kalah dari institusi-institusi lainnya, iklan
tidak punya tujuan maupun tanggung jawab sosial. Disini iklan sering
dikritik. Disamping itu, iklan juga tidak selamanya peduli terhadap soal
benar atau salah. Iklan hanya berurusan dengan soal bagaimana
mempengaruhi nilai-nilai dan prilaku orang-orang sebagai konsumen, serta
mendorong mereka untuk melakukan konsumsi. 24
Pada beberapa iklan yang menonjolkan pencitraan, diperoleh beberapa
kategorisasi pengunaan pencitraan dalam iklan televisi sebagai berikut: 25
(1) citra
perempuan, wanita digambarkan sebagai pilar,citra pigura serta citra pergaulan
yang tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga dilihat sebagai subjek
23 Max Sutherland & Alice K. Sylvester. 2005. Advertising And The Mind Of Customer Iklan
yang Berhasil, yang Gagal dan Penyebabnya. Jakarta. Ppm. Hal 116. 24
Rivers William L. Jay W. Jensen Theodore Peterson. 2004. Media Massa Dan Masyarakat
Modern. Jakarta. Prenada Media. Hal 340. 25 Burhan Bungin. 2008. Sosiologi Komunikasi Teori,Paradigma, dan Diskrusus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Kencana. Hal 220-224.
22
pergulatan perempuan yang menempatkan dirinya dalam realitas sosial. (2) Citra
maskulin, citra ini biasanya adalah stereotip nyata laki-laki dalam realitas sosial.
(3) Citra kemewahan dan ekslusif, dengan tanpa sadar citra iklan telah
memindahkan simbol-simbol itu ke dalam pilihan-pilihan mereka. (4) Citra kelas
sosial, biasanya individu remaja dan perempuan lebih menyukai pencitraan ini.
Dalam pencitraan kelas sosial dalam iklan televisi, kehidupan kelas sosial dalam
iklan televisi menjadi acuan dan digambarkan kehidupan bergengsi dan modern.
(5) Citra kenikmatan, kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia kemewahan
dan kelas sosial tertinggi karena itu kenikmatan menjadi simbol sosial tertinggi.
(6) Citra manfaat,umumnya orang memertimbangkan faktor manfaat sebagai hal
utama dalam sikap memilih karena itu manfaat sebagai „nilai dalam keputusan
seseorang. (7) Citra persahabatan, iklan televisi juga melakukan pencitraan
terhadap persahabatan, sebagai jalan keluar terhadap banyaknya problem rendah
diri dikalangan remaja. (8) Citra seksisme dan seksualitas, ketika menampilkan
citra ini iklan televisi menjadi daya tarik menarik dan dianggap menjadi hiburan
yang menyegarkan.
Dari delapan citra tersebut, maka iklan ice cream magnum ini setidaknya
memiliki citra perempuan yang dikonstruksikan sebagai pilar role mode dan
pengambaran sebuah ice cream tersebut, baik suasana, gaya hidup (pola hidup)
dimana citra sosok wanita „berani ditembus dalam tradisi untuk diciptakan citra
baru yang bukan lagi sosok yang hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan dapur
seperti pada mitos yang terkandung dalam budaya kita, namun ice cream magnum
membuat wanita memimpikan citra dimana wanita juga memiliki kehidupan yang
23
dipenuhi kesenangan, kemewahan, keglamoran, independent tergambar pada
wanita masa kini hadir dan bergembira dalam gaya hidup. Penggambaran self
image wanita dalam ice cream magnum digambarkan apik seperti pengambaran
wanita yang dikonstruksi wanita cantik yang memiliki badan dan tubuh ramping,
rambut panjang, kaki jenjang. Di dalam kedua iklan magnum tersebut juga
tergambar citra kemewahan dan ekslusif, citra kelas sosial, serta citra kenikmatan
yang digambarkan menjadi identitas produk ice cream tersebut.
Kontroversi yang berkembang di seputar keberadaan iklan berkaitan
dengan kenyataan, bahwa di dalam iklan sering kali terdapat jurang antara apa
yang dilukiskan tentang sebuah produk, dengan realitas produk itu
sesungguhnya. 26
Proses konstruksi iklan atas realitas sosial dibentuk dalam tahapan dimana
iklan dirancang berdasarkan konsep dasar pemasaran dengan memperhatikan
prilaku sosial masyarakat sebagai wacana kajian. Wacana kajian dimaksud
berkembang melalui media interaksi simbolis dan „permainan semiotika yang
dikemas dalam wacana kreatifitas, seni, sosial, budaya populer yang spektakuler.
Sehingga menghasilkan sebuah tahaan proses dalam koridor realitas sosial. 27
26 Yasraf Amir Piliang. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies antara Matinya Makna.
Bandung. Jalasutra. Hal 279.
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Kencana. Hal 209
24
1. High Angle (Bird eye view)
Pengambilan gambar dilakukan dari atas dari ketinggian tertentu
sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-
benda lain yang tampak dibawah sedemikian kecil. Pada posisi kamera ini
kesan yang akan disampaikan kepada penonton adalah suatu kekuatan atau rasa
superioritas bahkan efek tersebut akan semakin meningkat jika ada
penambahan jarak yang ditimbulkan. Oleh karena itu high angle diciptakan
dengan maksud untuk mengurangi rasa superioritas dan sekaligus objek tadi
akan melemah kedudukannya. Kesan yang mucul adalah rasa tertekan pada
subjek, kesedihan hina, kecil dan kejauhan.
2. Normal Angle (eye level/chest level)
Pengambilan gambar yang normal dalam sebuah adegan. Posisi kamera
ini pada umumnya setinggi dada atau sejajar dengan ketinggian kita atau
penglihatan manusia pada umumnya. Sudut pengambilan gambar ini digunakan
pada suatu acara yang gambarnya tetap statis.
3. Low Angle (frog eye view)
Pengambilan gambar dari bawah objek. Kesan yang ditimbulkan dari
sudut pandang ini adalah keagungan atau kejayaan. Objek terkesan lebih tinggi,
besar, gagah, angkuh, sombong, berwibawa.
Dan juga terdapat macam bidang pandangan pada saat perekaman gambar:
28 http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_ diakses
Shot sangat jauh, menyajikan bidang pandangan yang sangat luas,
kamera mengambil keseluruhan pandangan. Obyek utama dan obyek lainnya
nampak sangat kecil dalam hubungan nya dengan latar belakang lokasi secara
keseluruhan. Biasanya dalam ukuran ini tokoh jarang terlihat sebab yang ingin
diperlihatkan adalah tempat kejadian secara luas.
2. VLS (Very Long Shot)
Pada shot ini latar belakang atau setting nampak lebih dominan dari
objek utamanya. Shot ini bertujuan untk menunjukan setting yang digunakan
dalam sebuah adengan dengan interaksi tokoh utama dalam setting tersebut.
3. LS (Long Shot)
bidang pandangan yang lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih
didominasi oleh latar belakang yang lebih luas. Biasanya dibuat untuk
menunjukkan suasana lingkungan dari tokoh film tersebut, seperti gambar yang
terlihat dimana terdapat suasana sebuah gedung dan suasana panggung terbuka.
4. MLS (Medium Long Shot)
Shot yang menyajikan bidang pandangan yang lebih dekat obyek
manusia biasanya ditampilkan dari atas lutut sampai di atas kepala.
5. MS (Medium Shot)
Di sini obyek menjadi lebih besar dan dominan, obyek manusia
ditampakkan dari atas pinggang sampai di atas kepala. Latar belakang masih
nampak sebanding dengan obyek utama Tidak memiliki variasi sebab hampir
26
seluruh type of shot yang menggunakan medium diambil ke Long Shot atau ke
Close Up. Oleh karena itu type of shot ini memiliki keunikan sendiri yaitu bahwa
gestur tokoh terlihat lebih jelas namun lingkungannya hampir tidak terlihat, jadi
pusat perhatian penonton diarahkan pada gerak tubuh tokohnya saja.
6. MCU (Medium Close Up)
Shot amat dekat, obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala.
MCU ini yang paling sering dipergunakan dalam televisi.
7. CU (Close UP)
Shot dekat, obyek menjadi titik perhatian utama di dalam shot ini, latar
belakang nampak sedikit sekali. Untuk obyek manusia biasanya ditampilkan
wajah dari bahu sampai di atas kepala untuk menunjukan detail objek atau
kedekatan suatu objek tertentu.
Shot yang menampilkan bagian tertentu dari tubuh manusia. Obyek
mengisi seluruh layar untuk menunjukan ekspresi seorang tokoh.
9. ECU ( Extreme Close Up)
Shot yang menampilkan bagian tertentu dari tubuh manusia. Shot ini
biasanya digunakan untuk maksud tertentu atau menunjukan detail objek tertentu
yang sangat perlu diketahui oleh penonton dan objek yang di shot memiliki peran
penting dalam sebuah cerita.
2.2.3 Komposisi Warna
iklan. warna memegang peran penting dalam sebuah iklan, yakni untuk
mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan iklan tersebut. Warna juga
mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas.
Psikologi dan arti warna: 29
Tabel 2.1 Makna Warna
Diandalkan.
Merah Muda Cinta, Kasih Sayang, Kelembutan, Feminin.
29
Kuning Muda, Gembira, Imajinasi
Hitam Elegan, Kuat, Sophisticated
Ungu motivasi yang hangat, sopan, mudah bergaul.
Filosofi warna yang terdapat dalam Iklan ice cream magnum salah
satunya, merah muda (pink) adalah warna yang feminin, pegunaan warna merah
muda di identikkan dengan hal yang bersifat kewanitaan. Efek cinta romantis juga
bisa timbul dari warna merah muda ini, agak sedikit berbeda dengan warna merah
yang lebih menggambarkan berani. Hitam menandakan suram, menakutkan dan
gelap bahkan elegan namun dalam iklan ice cream ini hitam lebih mencerminkan
kepada sexy dan elegan,serta independent.
2.3 Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar
konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu
yang lainnya. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukan
pada adanya hal lain.
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda.
untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih
lanjut. Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami
dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan „tanda.
Maka dari itu semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli
semiotika, Umberto Eco menyebutkan tanda sebagai suatu „kebohongan dan
dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda
itu sendiri. 30
atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. 31
Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti
kata Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penanda. Lebih jelasnya
lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi
yang terjadi dengan sarana sign „tanda-tanda dan berdasarkan pada sign system
(code) „sistem tanda (Segers, 2000:4)
Hjelmslev (dalam Chistomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai “suatu
keterhubungan antara wahana Ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content
plan)”. 32
30 Wibowo,Indiwan Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 7-9. 31 Rachmat Kriyanto. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media
Grup. Hal 265. 32 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 16.
30
a. Tanda
Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera
manusia dan merupakan sutu yang merujuk hal lain diluar tanda itu sendiri.
b. Acuan tanda (object)
Konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
c. Pengguna tanda (interpretant)
Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke
suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda.
Gambar 2.2 triangle meaning
terdiri dari:
2. Konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar disebut signified berasal
dari kesepakatan.
Kode merupakan sistem pengorganisasian tanda. Kode mempunyai
sejumlah unit tanda. Jika kode sudah diketahui maka makna akan bisa dipahami.
Saussure merumuskan dua cara pengorganisasian tanda ke dalam kode, yaitu: 33
1. Paradigmatik
digunakan.padigmatik digunakan untuk mencari oposisi-oposisi (simbol-simbol)
yang ditemukan dalam teks (tanda)yang bisa membantu memberikan makna.
Dengan kata lain, bagaimana oposisi-oposisi yang tersembunyi dalam teks
menggeneralisasikan makna.
2. Syntagmatic
Dalam semiotik, sintagma digunakan untuk menginterpretasikana teks (tanda)
berdasarkan urutan kejadian/ peristiwa yang memberikan makan atau bagaimana
urutan kejadian/ peristiwa mengeneralisasikan makna.
Semiotika revolusioner dan semanalisis Julia Kristeva. Kristeva
menjadikam semiotika struktural Saussure sebagai objek subversi dan
33 Kriyanto Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media
Grup. Hal 267-271
pembongkaran, ia melihat semiotika milik saussurean sebagai suatu wacana yang
hanya menawarkan makna tunggal, disebabkan didalam menjelajahi ruang
epistemologisnya, menolak hadirnya subjek agen perubahan dan subversi bahasa.
Van Zoest menyebut Kristeva sebagai pencetus munculnya semiotika ekspansif.
Ciri aliran ini ialah adanya sasaran akhir untuk kelak mengambil alih kedudukan
filsafat. Karena begitu terarah pada sasaran, semiotika jenis ini terkadang disebut
ilmu total baru. Dalam semiotika jenis ini pengertian „tanda kehilangan tempat
sentralnya digantikan dengan „produksi arti. Penelitian yang menilai tanda terlalu
statis, terlalu non historis dan terlalu reduksionitis, diganti oleh penelitian yang
disebut praktik arti. Karya-karya Kristeva mengenai bahasa , subjektivitas dan
seksualitas yang secara khusus dilandasi psikoanalisis Lacanian tersebut, menjadi
pusat perdebatan dikalangan feminis konteporer. Bagi sementara orang, ia
memang dikenal sebagai teoritis feminis. Kristeva membedakan dua praktik
pembentukan makna wacana, 1) signifikasi yaitu makna yang dilembagakan dan
dikontrol secara sosial (tanda disini berfungsi sebgai refleksi dai konvensi kode-
kode sosial yang ada), dan 2) significance adalah proses penciptaan yang tanpa
batas dan tak terbatas, pelepasan ransangan-rangsangan dalam diri manusia
melalui ungkapan bahasa. 34
Analisis Roland Barthes yang pertama adalah ia menciptakan lima kode
yang bukan hanya membangun suatu sistem klasifikasi unsur narasi tetapi juga
untuk menunjukan bahwa tindakan yang masuk akal, rincian yang paling
meyakinkan, atau teka-teki yang menarik. Kode tersebut adalah kode
34 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 79-82
33
hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik. Yang
kedua dan paling fenomenal adalah peta tanda Roland Barthes tentang bagaimana
tanda bekerja.
2. CONNOTATIVE SIGNIFIER
4. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Disinilah penyempurnaan semiologi Saussure,
yang berhenti pada penanda dalam tataran denotatif.
Tidak dapat disangkal bahwa semiotika belakangan ini menunjukan
perhatian besar dalam prosuksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik
dan budaya, itu sebabnya banyak tokoh yang mengkaji sistem tanda ini seperti
diantaranya Charles Sanders Peirce, Ferdinand de Saussure, Roman Jakobson,
Louis Hjelmslev, Roland Barthes, Umberto Eco, Julia Kristeva dan lainnya.
34
2.3.2 Riwayat Hidup Roland Barthes
Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebalah
barat daya Prancis. Ayahnya seorang perwira angkata laut, meninggal dalam
sebuah pertempuran dilaut uatara sebelum usia Barthes genap mencapai satu
tahun. Sepeninggal ayahnya, ia kemudian diasuh oleh ibu, kakeh dan neneknya.
Ketika berusia sembilan tahun, ia pindah ke Paris bersama ibunya yang bergaji
kecil sebagai penjilid buku. Antara tahun 1943 dan 1947 ia menderita penyakit
TBC. Masa-masa istirahatnya di Pyreenees itu dimanfaatkan untuk membaca
banyak hal, sehingga kemudian ia berhasil ,menerbitkan artikel pertamanya
tentang Andre Gide. Setahun kemudian ia kembali ke Paris dan masuk Universitas
Sorbonne dengan mengambil studi bahasa latin, satra perancis dan klasik (Yunani
dan Romawi).
Barthes telah banyak menulis buku yang beberapa diantaranya menjadi
rujukan penting untuk studi semiotika diIndonesia. Karya-karya pokok Barthes
antara lain, le degre zero de lacriture atau „nol derajat dibidang menuliskritik
Barhes pada kebudayaan borjuis sangat menonjol dalam buku ini. Pada tahun
1954 Barthes menerbitkan Michelet, Mythologies (1957), Tour De France,
Critical Essays (1964), Critism and Truth (1966), The Fashion System (1967),
S/Z (1970) dan karya-karya lain yang mampu menginspirasi bidang kajian
semiotika. 35
35 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 63
35
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
getol mempraktikan linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intektual dan
kritikus sastra Perancis yang ternama; eksponen penerapan stukturalisme dan
semiotika pada studi sastra.
lima kode yang ditinjau Barthes adalah
1. Kode hermeneutik atau kode teka-teki yang berkisar pada harapan pembaca
untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.
Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi
tradisional. Didalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan
suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam cerita.
2. Kode semik atau kode konotatif yang menawarkan banyak sisi. Dalam
proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa
konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan
konotasi kata atau frase yang mirip. Perlu dicatat bahwa Barthes
menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”.
3. Kode simbolik merupakan aspek pengokodean fiksi yang paling khas
bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.
Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi
biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses
produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui
proses.
36
4. Kode proaretik atau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai
perlengkapan utama teks yang dibaca orang. Artinya semua tes yang bersifat
naratif. Secara teoritis, Barthes memandang bahwa setiap lakuan dapat
dikomodifikasikan.
5. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan
acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh
budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional di definisi oleh acuan ke apa
yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal
kecil yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu.
Dalam setiap esainya, Barthes seperti dipaparkan Cobley & Jansz (1999:44),
membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan
waktu untuk menguraikan dan menunjukan bahwa konotasi yang terkadung dalam
mitodologi-mitodologi tersebut biasanya merupakan hasil kontruksi yang cermat.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda, membutuhkan kearifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara
panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua, yang dibangun diatas sitem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke dua
ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies secara tegas
ia dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
37
Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. 36
Barthes menulis:
Such sign system can become an element of a more comprehensive sign
system. If the extension is one of content, the primary sign (E1 R1 C1)
become the expression of a secondary sign system:
Dengan begitu primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign
adalah satu dari connotative semoitics. Konsep connotative inilah yang menjadi
kunci penting dari model Roland Barthes.
Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifer (ekspresi) dan signified (content) di dalam
sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi
yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk meunjukan
signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari
kebudayaan. Konotasi memiliki makna yang subjektif, dengan kata lain denotasi
adalah apa yang digambarkan tanda pada sebuah objek, sedangkan makna
konotasi adalah bagimana cara menggambarkannya.
Konotasi berkerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak
disadari. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gelaja alam. Mitos merupakan
36 Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 63-69.
38
prosuk kelas sosial yang sudah mempunyai sesuatu dominasi. Mitos adalah suatu
wahana dimana ideologi terbentuk. 37
Mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, Tetapi melalui anggapan yang
berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak
hidup dalam masyarakat. Ia mungkin hidup dalam „gosip kemudian ia dibuktikan
dengan tindakan nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang
ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu
terhadap sesuatu hal yang dinyatakan dalam mitos. 38
Sesungguhnya kehidupan
manusia, dan dengan sendirinya hubungan antarmanusia, dikuasai oleh mitos-
mitos. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita.
Mitos ini menyebabkan kita menyukai atau membencinya. Dengan demikian
mitos akan menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap sesuatu hal
yang dinyatakan dalam mitos. Hanya lewat persentuhan diri kita dengan hal
tertentu tadi, kita dapat mengetahui kebenaran ataukah kesalahan dari mitos tadi.
Persentuhan ini mungkin dapat memperkuat mitos itu, atau mungkin pula dapat
meniadakannya. Ini selanjutnya akan memungkinkan kita berbeda anggapan dari
yang terdapat dalam satu mitos yang pernah kita hidupi, meskipun ia tidak selalu
mengambil arah demikian. Namun yang pasti, perkenalan dengan sesuatu akan
dapat saja menghasilkan mitos-mitos baru, yang berbeda dari mitos yang ada
sebelumnya, mungkin bahkan menentangnya. 39
37 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 21-22 38 Umar Junus. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta. Sinar Harapan. Hal 74. 39
Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana. Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 130.
39
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah,
istilah “etika” pun berasal dari bahasa Yunani kuno ethos yang dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak
(ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang mejadi latar
belakang begi terbentuknya istilah „etika yang oleh filsuf Yunani besar
Aristoteles (384-322 s.M) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral. Etika
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Jika kita melihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika membedakan tiga
arti: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3)
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Baik dan buruk dalam arti etis seperti dimaksudkan memainkan peran
dalam kehidupan setiap manusia. Etika dibagi atas tiga pendekatan yaitu:
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan atau
tidak, adat istiadat. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada
individu-individu tertentu, kebudayaan, subkultur dan sebagainya, karena etika ini
hanya melukiskan dan ia tidak memberikan penilaian.
b. Etika normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang yang
berkaitan dengan masalah moral. Disini ahli bersangkutan tidak bertindak pada
penonton netral seperti etika deskriptif, tetapi ia melibatkan diri dalam
mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Etika normatif
meninggalakan sikap netral dengan mendasarkan pendiriannya atas norma.
c. Metaetika
Metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari
segi tata bahasa. 40
Etika juga termasuk filsafat, tetapi ia memiliki kedudukan tersendiri. Etika selalu
dikaitan dengan filsafat moral atau filsafat yang dikaitan dengan moralitas 41
2.4.2 Moral
Kata yang cukup dekat dengan „etika adalah „moral kata terkhir ini
berasal dari bahas latin mos (jamak mores) yang berarti juga kebiasaan, adat.
Dalam bahasa Inggris dan bahasa yang lain termasuk bahasa Indonesia mores
masih dipakai dengan arti yang sama. Moralitas (dari kata Latin moralis)
mempunyai arti yang pada dasanya sama dengan „moral. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang bekenaan dengan baik dan buruk.
Nilai moral mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 42
1. Berkaitan dengan tanggung jawab
40 K Bertens. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 4-19. 41 Ibid. Hal 27 42 K Bertens. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 142-147
41
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Tapi hal yang sama dapat
dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Yang khusus menandai nilai moral ialah
bahwa nilai ini beraitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.
Manusia sendiri yang membuat tingkah lakunya menjadi baik dan buruk dari
sudut moral karena itu dikatakan bahwa manusia sendiri yang menjadi nilai
moralnya.
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung
semacam undangan atau imbauan. Tetapi pada nilai-nilai moral tuntutan ini lebih
mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan „imbauan
dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini yang
menimbulkan „suara dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau
menentang nilai-nilai moral dan menuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.
3. Mewajibkan
Nilai-nilai moral mewajibkan kita karena kewajiban absolut yang melekat
pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagi
manusia sebagai manusia. Orang yang tidak megakui nilai moral mempunyai
cacat sebagai manusia. Tetapi mungkin beberapa orang memilih beberapa nilai
moral dan menolak nilai moral lainnya. Dengan cara lain dapat dikatakan juga
bahwa kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari
kenyataan bahwa nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan,
sebagai totalitas, karena kewajiban moral tidak datang dari luar, tidak ditentukan
oleh instasi lain tetapi berakar pada dalam kemanusiaan tu sendiri.
42
Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikut sertakan nilai-nilai
lain dalam suatu tingkah laku moral. Nilai moral tidak memiliki „isi tersendiri.
Tidak ada nilai moral yang „murni terlepas dari nilai-nilai lain.
2.5 Gaya Hidup
Gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi citra rasa seseorang
di dalam fashion, mobil, hiburan, dan rekreasi, bacaan, dan hal-hal yang lainnya.
Gaya meunjukan pakaian dan gaya hidup digunakan untuk menggambarkan
bagaimana seseorang berpakaian.
Dari sudut pandang antropologi/sosiologi perkotaan, konsep gaya hidup
umumnya digunakan, “to describe the way of living of grups of people forming a
cultural unity in one way or another” (Nas & v.d Sande) Dalam pemahaman Nas
dan v.d Sande, gaya hidup menunjuk pada frame of reference (kerangka acuan)
yang di pakai seseorang dalam tingkah laku. Dua aspek yang ditekankan disini
adalah bahwa individu berusaha membuat seluruh aspek hidupnya berhubungan
dalam suatu pola tertentu, dengan mengatur strategi bagaimana ia ingin dipresepsi
oleh orang lain. Aspek yang lain, yaitu strategi komunikasi, penting karena
mencerminkan bahwa pada dasarnya individu memiliki kebebasan untuk
mengatur cara hidupnya.
keputusan cita rasanya. 43
Sepanjang sejarah barangkali tidak ada filsafat moral yang lebih mudah
dimengerti dan akibatnya tersebar lebih luas seperti hedonisme ini. Maka tidak
mengherankan, jika pandangan ini sudah timbul pada awal sejarah filsafat. Atas
pertanyaan “apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia”, para hedonis menjawab:
kesenangan (hedone dalam bahasa Yunani). Adalah baik apa yang memuaskan
keinginan kita, apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan
dalam diri kita. Sebagai sebuah ideologi dalam filsafat etika, hedonisme
merupakan paham yang menyatakan bahwa sesuatu itu dianggap baik, jika dapat
memuaskan keinginan manusia dan mendatangkan kesenangan.
Dalam hedonisme terkandung kebenaran yang mendalam dimana manusia
menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari
ketidaksenangan. Hedonisme adalah pandangan yang menyamakan “baik secara
moral” dengan “kesenangan”. Tendensi hedonistis terutama nampak pada filsafat
moral Inggris, John Locke (1632-1704) menandaskan:
Kita sebut baik apa yang menyebabkan atau meningkatkan kesenangan,
sebaliknya kita namakan jahat apa yang dapat mengakibatkan atau
meningkatkan ketidaksenangan apa saja atau mengurasi kesenangan apa
saja dalam diri kita.
Alex Sobur. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal 167-
169
44
Dalam dunia modern sekarang ini rupanya hedonisme masih hadir dalam
bentuk yang lain. Hedonisme merupakan etika implisit yang mungkin tanpa
disadari dianut oleh banyak individu. Kini esensi filosofis dari hedonisme lebih
mengarah pada pemikiran liberal seperti kesenangan berpesta, atau memiliki
benda mewah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persamaan persepsi
mengenai apa-apa saja yang sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-
apa saja aktivitas yang bisa mendatangkan penderitaan. Sikap hedonis menurut
pengamatan Teuku Jacob (1988) identik dengan hidup enak dan berfoya-foya
tanpa memperdulikan lagi akibat-akibat pada masa depan yang menggejala
sebagai sikap hidup yang memuja kenikmatan dan kebahagiaan dari sisi materi
saja. Lebih jauh Jacob mengatakan bahwa sikap hedonistik yang identik dengan
hidup dalam kesenangan tersebut berpangkal pada ketidak pastiaan. Kenyataan
bisa berbalik kapan saja secara tiba-tiba. Oleh karena itu para hedonis berfikir
bahwa hari ini adalah segala-galanya. Hedonisme diperkirakan disebabkan karena
rasa terancam, kemudian berbalik menjadi ancaman. 44
Dalam filsafat Yunani hedonisme sudah ditemukan pada Aristippos dari
Kyrene (sekitar 433-355 S.M.), seorang murid Sokrates. Sokrates telah bertanya
tentang manusia, tapi ia sendiri tidak memberikan jawaban yang jelas atas
pertanyaan itu dan hanya mengeritik jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh
orang lain. Aristippos menjawab: yang sungguh baik bagi manusia adalah
kesenangan. Hal itu terbukti karena sudah sejak masa kecilnya manusia merasa
tertarik akan kesenangan dan bila telah tercapai ia tidak mencari sesuatu yang lain
44
Jurnal Konsep Hedonisme Epikuros dan Situasi Indonesia Masa Kini. Dra. Sri Sudarsih, M.
Hum.Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
45
lagi, Sebaliknya, ia selalu manjauhkan diri dari ketidaksenangan. Bagi Aristippos
kesenangan itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain dari pada
gerak dalam badan. Mengenai gerak itu ia membedakan tiga kemungkinan: gerak
yang kasar dan itulah ketidaksenangan, misalnya, rasa sakit; gerak yang halus
itulah kesenangan; sedangkan tiadanya gerak merupakan suatu keadaan netral,
misalnya, jika kita tidur. Aristippos menekankan lagi bahwa kesenangan harus
dimengerti sebagai kesenangan aktual, bukan kesenangan dari masa lampau dan
kesenangan di masa mendatang. Sebab, hal-hal terakhir ini hanyalah ingatan akan
atau antisipasi atas kesenangan. Yang baik dalam arti yang sebenarnya adalah
kenikmatan kini dan di sini. Jika kita melihat pandangan Aristippos ini sebagai
keseluruhan, perlu kita simpulkan bahwa ia mengerti kesenangan sebagai badani,
aktual dan individual. Akan tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan.
Aristippos pun mengakui perlunya pengendalian diri.
Filsuf Yunani lain yang melanjutkan hedonisme adalah Epikuros (341-270
S.M). Epikuros melihat kesenangan (hedone) sebagai tujuan hidup manusia.
Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan. Epikuros mengakui
adanya kesenangan yang melebihi tahap badani. Ia juga tidak membatasi
kesenangan pada kesenangan aktual saja. Dalam menilai kesenangan, ia
memandang kehidupan sebagai keseluruhan termasuk juga masa lampau dan masa
depan.
Konsep keutamaan Epikurous adalah kebijaksanaan dalam menyikapi
hidup dimana orang bijak akan hidup sedemikian rupa hingga ia sehat dan tenang
jiwanya, serta ketenangan dimana kenikmatan sesungguhnya dicapai dengan
46
ketenangan badan,pikiran, dan jiwa, lebih jauh ia juga membahas tiga masalah
yang menanggu ketenangan. Pertama ketakutan akan dewa-dewa, kedua ketakutan
akan kematian dan ketiga ketakutan akan masa depan dan nasib. Epikurous
menganggap ketakutan tersebut tidak berdasar karena hal-hal macam itu sudah
pasti. 45
Sigmund Freud memperlihatkan bahwa kecendruangan manusia itu bahkan
terdapat pada taraf tidak sadar. Seringkali manusia mencari kesenangan tanpa
diketahuinya. Tidak bisa disangkal keinginan akan kesenangan merupakan
dorongan yang sangat mendasar dalam hidup manusia. Namun kesenangan saja
tidak cukup untuk manjamin sifat etis suatu perbuatan.
Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan, mereka
berfikir sesuatu adalah baik karena disenangi. Jika dipikirkan secara konsekuen,
hedonis mengandung suatu egoisme. Karena hanya memperhatikan kesenangan
dirinya saja. Yang di maksud egoisme di sini adalah egosime etis atau egoisme
yang menyatakan bahwa saya tidak mempunyai kewajiban moral membuat suatu
yang lain daripada yang terbaik bagi diri saya sendiri. 46
Kritik berat dalam argumentasi hedonisme terdapat loncatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Dari anggapan bahwa kodrat manusia adalah
mencari kesenangan yang sampai pada menyetarakan kesenanagan dengan
45 Jurnal Konsep Hedonisme Epikuros dan Situasi Indonesia Masa Kini. Dra. Sri Sudarsih, M.
Hum.Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. 46 K Bertens. 2007. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal 235-240.
47
moralitas yang baik. Secara logis hedonisme harus membatasi diri pada suatu
etika deskriptif saja namun pada kenyataannya kebanyakan manusia membiarkan
tingkah lakunya dituntun oleh kesenangan. Keberatan lainnya jika dipikirkan
secara konsekuen, hedonisme mengandung suatu egoisme, karena hanya
mementingkan kepentingan dirinya saja dimana ia berfikir tidak memiliki
kewajiban moral membuat sesuatu yang lain selain apa yang terbaik bagi diri saya
sendiri.
manusia. Kebahagiaan etis berangkat dari kemampuan manusia untuk
merealisasikan bakat dan kesenangan diri.
2.6 Ice cream Magnum
2.6.1 Ice cream Magnum versi pink and black
Pada awal iklan yang tayang pada pertengahan tahun 2014 ini, terlihat
seorang wanita asal Argentina (Carla Moure) dengan mengengam sebuah ice
cream yang menggunakan dress pink diatas lutut tersenyum menyeringai melihat
pemandangan didepannya dimana terdapat red carpet dan para paparazi tengah
memotret siapapun yang datang. Kamera berputar dengan shot low angle dan
dengan seketika wanita itu berganti penampilan menggunakan dress hitam bling
bersuasana sexy dan elegant berbeda dari sebelumnya dimana wanita itu terlihat
ceria, dan gembira. Wanita itu masuk mengikuti alur pesta dan berubah kembali
mengenakan dress pink ditengah-tengah suasana club, pada akhir iklan nampak
seorang lelaki tampan mengenakan stelan jas menjemput sang wanita dan mereka
saling bertatapan intens.
48
Sesuai dengan tagline Different Ice creams for Different Moments, kedua varian
ini hadir sebagai pilihan terbaru bagi pleasure seekers untuk mendapatkan
kenikmatan memanjakan yang benar-benar berbeda. Betapa tidak, kedua varian
terbaru dari Magnum ini menawarkan karakter pleasure yang berbeda yang dapat
dinikmati di berbagai suasana, yaitu: Magnum Pink, lembutnya es krim premium
dengan rasa pomegranate (buah delima) segar berpadu dengan pomegranate swirl
yang dilapisi dengan cokelat putih tebal berwarna pink yang mewah, serta
Magnum Black, nikmatnya es krim vanilla premium berpadu dengan rasa
espresso yang kuat yang dilapisi dengan dark chocolate.
Inovasi ini kembali terlihat dari betapa Magnum Pink dan Magnum Black
dihadirkan di Indonesia melalui sebuah pleasurable journey yang begitu istimewa.
Diawali dengan keterlibatan jutaan pleasure seeker di Indonesia yang
berpartisipasi dalam national vote selama bulan April-Mei lalu untuk memilih
varian mana (Magnum Pink atau Magnum Black) yang akan diluncurkan di
Indonesia, hasil vote menunjukkan bahwa Magnum Pink memiliki pemilih
terbanyak.
Namun, karena perbedaan hasil voting kedua varian begitu tipis, untuk
mengapresiasi antusiasme para pleasure seekers di dalam national vote ini,
Magnum akhirnya memutuskan untuk meluncurkan Magnum Pink dan Magnum
Black secara bersamaan di Indonesia, yang istimewa, dengan misi besar
“Elevating the Beauty of Indonesia”, warna Pink sebagai pemenang national vote
telah dipergunakan Magnum untuk mengangkat keindahan 8 situs ikonik di
berbagai penjuru Indonesia. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan Philips
49
Indonesia, perusahaan yang dikenal sebagai pemimpin di bidang inovasi teknologi
pencahayaan dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
budayanya, Magnum juga percaya bahwa keindahan Indonesia juga terpancar dari
kreativitas masyarakatnya. Untuk itu, Magnum turut melibatkan industri kreatif
Indonesia khususnya dunia fashion dalam rangkaian peluncuran ice cream
magnum. 47
Penggunaan iklan luar sebagai role model merupakan bentuk pengkiblatan
bangsa kita yang dikognisikan untuk hidup seperti layaknya bangsa luar. Sang
pembuat iklan berupaya membuat makna yang jelas mengenai sebuah ice cream
dengan mentransfer nilai gaya hidup mewah dalam setiap detail iklan kerap
tergambar hampir disetiap detiknya, nilai kenikmatan ice cream tersebut di
simbolkan melalui peran wanita yang hakekatnya merupakan pengontrol harsat
dimana nilai wanita dalam setiap iklan merupakan gairah secara visual.
2.6.2 Ice cream Magnum Indonesia versi Raisa Hangout
Pada awal iklan terlihat Raisa sang penyanyi cantik yang di gemari kaum
muda sedang mengengam sebatang ice cream dengan tersenyum mengenakan
dress pink dan jaket kulit berwarna hitam duduk memakan ice cream dengan
sangat nikmat sambil mengambil gambar dirinya dengan ponsel, tidak berapa
lama teman wanitanya menghampiri dengan sangat gembira sepulangnya dari
aktivitas shopping, hal ini digambarkan dalam latar belakang suasana tempat. Lalu
47
mereka berfoto bersama dengan mengenggam ice cream di sebuah cafe mewah.
Pada akhir iklan terlihat gambar produk magnum dengan brand Unilever.
Seperti halnya kebanyakan iklan yang hadir di luar dimana wanita menjadi
komposisi utama dalam bumbu visual reproduksi sebuah iklan. Pengambaran
sikap hedonistik didalam iklan ini didominasi dengan peran wanita, mengapa
wanita berusaha dimaknai sebagai mahluk yang lebih banyak melakukan sikap
hedon yang berupaya mencari kesenangan? Hal itu karena wanita pada peran
tradisional negara kita merupakan wanita yang melakukan aktifitas „belakang
rumah (dapur), iklan ini tanpa sadar membangkitkan sikap untuk bersenang-
senang tanpa memikirkan hidup susah lainnya.
51
Tabel 2.3 Kerangka Berfikir
fiksi
Penelitian terdahulu sangat penting menghindari kesamaan dengan penelitian
yang telah ada sebelumnya juga berfungsi sebagai bahan acuan peneliti dalam
menambah referensi, maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian
yang telah ada sebelumnya dan beberapa penelitian terdahulu dirangkum dan
dibandingkan dengan penelitian peneliti dalam tabel, sebagai berikut:
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian Hedonisme dalam
purnomo.
L100090149
Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang
dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan sejawatnya.
Kontruktivisme mengatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi
menurut kategori konseptual dari pikiran, realitas tidak menggambarkan diri
individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas
tersebut. Konstruktivisme meyakini bahwa segala sesuatu ada karena kontruksi
tertentu. 48
Peneliti melihat iklan televisi ice cream Magnum versi pink and black
serta magnum Indonesia versi raisa hangout yang banyak dipengaruhi budaya luar
dan tertuang dalam setiap detail iklan sebagai tanda akan nilai-nilai budaya baru
yang hadir ditengah masyarakat kita akibat dari proses kontruksi pikiran manusia
yang berupaya menghasilkan label identitas pada iklan yang menjadi objek kajian
peneliti. Sifat hedonisme yang dalam bahasa Yunani berarti “kesenangan” tidak
hanya dicirikan bersifat matrealis saja melainkan pola hidup yang ditandai dengan
kesenangan hidup kaum urban karena pada setiap detail pengambilan gambar,
emosi, ekspresi, warna, suasana, model iklan, nilai budaya yang terdapat pada
iklan ice cream magnum menggambarkan (lifestyle) gaya hidup baru dan apa
48
Rekatama Media. Hal 157-158
57
yang melatar belakangi ice cream menjadi sebuah tren atau life style. Terutama
melalui media/ penyebaran informasi yang memainkan peran khusus dalam
mempengaruhi budaya yang menampilkan sebuah cara memandang kehidupan.
3.2 Metode Penelitian
peneliti menggunakan teknik analisis semiotika lima kode milik Roland Barthes
dengan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara
berfikir induktif, yaitu berangkat dari hal-hal khusus (fakta empiris) menuju hal-
hal umum (tataran konsep) Menurut Strauss dan Corbin seperti yang dikutip oleh
Basrowi dan Sukidin bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur statistik atau cara kuantifikasi lainnya. 49
Tujuannya
berbagai metode yang ada. 50
Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian
mendalam tentang ucapan, tulisan, tingkah laku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting
tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat
umum terhadap kenyataan sosial dari prespektif partisipan. Pemahaman tersebut
tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis
49
Rosady Ruslan. 2010. Metode Penelitian Public Relations Dan Komunikasi. Jakarta. PT
Rajagrafindo Persada. Hal 215 50 Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya. Hal 5.
terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik
suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan
tersebut.
Metode penelitian dengan teknik analisis semiotika yakni suatu ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah seperangkat yang kita
pakai dalam upaya mencari jalan didunia ini ditengah-tengah manusia dan
bersama manusia. Semiotika dalam istilah Barthes, pada dasarnya hendak
mempelajari kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). 51
Maka, hasil dari penelitian ini akan berisi :
Sistem tanda Roland Barthes yang tercermin dari iklan magnum versi pink and
black serta magnum Indonesia versi raisa hangout dalam lima kode Barthes
1. Kode Hermeneutik yang merupakan kode teka-teki yang berkisar pada
harapan pembaca untuk mendapat kebenaran bagi pertanyaan yang muncul
dalam teks.
2. Kode Semik, yaitu makna konotatif.
3. Kode Simbolik dimana terdapat aspek pengokodean fi