GANGREN DIABETIK.docx
-
Upload
muhammad-hafidl-hasbullah -
Category
Documents
-
view
124 -
download
9
Transcript of GANGREN DIABETIK.docx
GANGREN DIABETIK
1. Pengertian Gangren Diabetik
Gangren diabetik adalah suatu bentuk dari kematian jaringan pada penderita
diabetes mellitus yang disebabkan karena berkurangnya atau terhentinya aliran darah
kejaringan tersebut.
Gangren diabetik merupakan suatu komplikasi jangka panjang dari penyakit
diabetes. Telah dilaporkan bahwa penderita diabetes lima kali lebih banyak terhadap
resiko penderita gangren. Insiden yang paling tinggi terjadi pada dekade 60 tahun.
Angka kematian oleh karena gangren diabetik adalah tinggi, begitu juga resiko
amputasi yang sangat besar, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan/kesadaran
penderita diabetes sehingga penderita datang biasanya sudah dalam keadaan lanjut
dan biasanya dengan keadaan gangren yang sudah berat, maka sebagai akibatnya
terpaksa harus diamputasi sert a memerlukan perawatan yang lebih panjang. Kelainan
ini didasarkan atas gangguan aliran darah perifer (angiopati di abetik perifer) ,
gangguan syaraf perifer (neuropati diabetik perifer) dan infeksi.
2. Klasifikasi
Klasifikasi gangren menurut berbagai para ahli ada:
Klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah gangren diabetes (Edmonds
2004 – 2005)
- Stage 1 : Normal foot
- Stage 2 : Hight risk foot
- Stage 3 : Ulcerated foot
- Stage 4 : Infected foot
- Stage 5 : Necrotic foot
- Stage 6 : Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2 peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya
dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer.
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan ditingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan
spesialistik.
Untuk stage 5 dan 6 jelas merupakan kasus rawat inap dan jelas sekali memerlukan
suatu kerja sama tim yang sangat erat dimana harus ada dokter bedah utamanya
bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekontruksi
Untuk optimalisasi pengelolaan gangren diabetes pada setiap tahap harus diingat
berbagai faktor yang harus dikendalikan yaitu :
- Mechanical control – Presure control
- Metabolic control
- Vascular control
- Education control
- Wound control
- Microbiological control – infection control
Klasifikasi gangren menurut Wagner
Tingkat 0 Resiko tinggi untuk mengalami luka pada kak Tidak ada luka
Tingkat 1 Luka ringan tanpa adanya infeks, biasanya luka yang terjadi akibat kerusakan saraf
Kadang timbul kalus Tingkat 2 Luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan
jaringan diskitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan pmbentukan abses.
Tingkat 3 Luka yang lebih dalam hingga ke tulang dan berbentuk absesTingkat 4 Gangren yang terlokalisasi, seperti pada jari kakim bagian
depan kaki atau tumit.Tingkat 5 Gangguan pada seluruh kaki
Baranoski S & Ayello EA (2003). Wound care ssential:Principles. New York. Lippincott Wiliam & Wilkins.
Klasifikasi gangren menurut Texas
0 I II IIIA Tidak ada luka Luka Superficial Luka sampai
tendon, kapsul sendi atau
tulang
Luka dengan abses,sellulitis,atau
sepsis sendi
B Infeksi Infeksi Infeksi InfeksiC Iskemik Iskemik Iskemik IskemikD Infeksi dan
iskemikInfeksi dan
iskemikInfeksi dan
iskemikInfeksi dan iskemik
3. Etiologi & Faktor Resiko
Beberapa faktor secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus/gangren
diabetes.
a.)Dimulai dari faktor pengelolaan penderita DM terhadap penyakitnya yang tidak baik,
adanya neuropati periofer dan autonom, merupakan faktor komplikasi vaskuler yang
memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor komplikasi kerentanan
terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM
tidak terkendali, serta faktor ktidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren
diabetik. Secara umum, gangrn diabetik biasanya terjadi karna neuropati perifer,
insufisiensi vaskuler perifer, dan infeksi (Clayton & Tom, 2009).
b.)Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah meliputi lama
penyakit diabetes yang melebihi 10 tahun, usia pasien yang loebih dari 40 tahun,
riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas
anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bonion atau kalkus), riwayat ulkus kaki
atau amputasii, pengendalian kadar gula yang buruk.
c.) Dari kultur pus pada gangren di abetik yang telah dilakukan pada pasien rawat inap
dari Departemen Penyakit Dalam pada tahun 2000 didapatkan data mengenai pola
kuman bakteri, kuman Gram negatip aerob sama seperti kuman anaerob tumbuh
dengan subur pada infeksi. nfeksi bakteri anaerob umumnya dihubungkan dengan
adanya nekrosis jaringan dan osteomyelitis. Infeksi ini sering menjadi penyulit ulkus
pada kaki neuropati dan iskemik. Ulkus menjadi pintu gerbang masuknya bakteri
dan sering polimikrobial yang meliputi bakteri gram positip ataupun gram negatif.
Jika pembuluh darah kaki mengalami trombosis yang kemudian menjadi nekrotik
dan gangren ini menjadi dasar terjadinya gangren diabetik. Kuman Gram negatip
tumbuh dengan subur pada infeksi yang terletak lebih dalam dari permukaan kulit
dimana kuman ini dengan cepat dapat menginfeksi aliran darah dan kadang kadang
dapat mengakibatkan bakteriemia yang dapat mengancam jiwa dari penderita
tersebut.
Berbagai kuman yang sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada gangren
diabetik adalah gabungan antara bakteri gram positip dan gram negatip. Leict er dkk
pada tahun 1988 melaporkan penyebab kuman gangren diabetik 72 % adalah gram
positip (Staphylococcus auerius 45%, St reptococcus sp 27%) dan 49% adalah
disebabkan oleh bakteri gram negatip (Proteus sp 23%, Pseudomonas sp 26%).
Manchester UK pada tahun 1999 menjumpai 56,7% infeksi gangren diabetik
disebabkan oleh kuman gram positip aerob (Staphylococcus sp 30,4%,
Streptococcus sp 23,65%), kuman gram negatip aerob 29,8% (Pseudomonas sp
20,8%, Proteus sp 9%) dan 13,5% disebabkan oleh kuman anaerob (Bakterioides
fragilis)
4. Patofisiologi
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki
diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor besar (Gibbons dkk.,
1995 ; Singh dkk., 2005) yaitu :
a.)Faktor kausatif
- Neuropati perifer (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik
biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan
sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan
termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan
tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga
menghilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot dikaki,
mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki
berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan kulit
kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat
pintasan arteriovenous di kulit , hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak
kulit, semuanya menjadikan kaki rentan terhadap trauma yang minimal.
- Tekanan plantar kaki yang tinggi
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan dengan dua
hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, and first
metatarsophalangeal joints) dan deformitas kaki. Pada pasien dengan
neuropati perifer, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun
kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan
plantar tinggi.
- Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki, 11%
karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat komplikasi
tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.
b.)Faktor kontributif
- Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifir terutama mengenai pembuluh
darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan
faktor kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali lebih tinggi pada pasien
diabetes dibanding dengan pasien non diabetes.
- Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik
termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi
matrik metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama gangguan
fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memiliki angka onikomikosis
dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan
mengalami infeksi. Pada DM, ditandai dengan hiperglikemia berkelanjutan
serta peningkatan mediator-mediator inflamasi, memicu respon inflamasi,
menyebabkan inflamasi kronis, namun keadaan ini dianggap sebagai
inflamasi derajat rendah, karena hiperglikemia sendiri menimbulkan
ganggguan mekanisme pertahanan seluler. Inflamasi dan neovaskularisasi
penting dalam penyembuhan luka, tetapi harus sekuensial, self-limited, dan
dikendalikan secara ketat oleh interaksi sel-molekul. Pada DM respon
inflamasi akut dianggap lemah dan angiogenesis terganggu sehingga terjadi
gangguan penyembuhan luka seperti terlihat pada gambar 2.1 (Tellechea
dkk, 2010)
Penyebab kelainan kaki pada penderita diabetes merupakan multifaktorial yang
saling kait mengkait yang kadang sulit dipisahkan satu dengan lainnya , tetapi untuk
memudahkan pengertian patofisiologi juga untuk tujuan pengobatan dapat dibagi
dalam beberapa faktor antara lain:
a.)Faktor Metabolik
Tingginya kadar gula darah dalam jangka pendek pada luka kaki akan sangat
menyulitkan penyembuhan, sementara luka yang disertai dengan infeksi juga akan
meningkatkan gula darah. Dalam jangka panjang tingginya kadar gula darah
merupakan hal yang paling mendasari terjadinya berbagai kelainan pada jaringan
tubuh penderita diabetes secara umum seperti arterosklerosis, gangguan lemak
darah, kekentalan plasma darah, kelenturan eritrosit, berkurangnya daya fagosit dari
p ada leukosit. Sorbitol yang dihasilkan pada jalur metabolik alternatif seperti polyol
pathway merupakan racun yang dapat merusak jaringa saraf, endotel, kornea,dan
sebagainya.
Glikolisasi non enzimatik juga sangat berperan dalam patofisiologi terjadinya
komplikasi diabetes secara umum. Dengan glikolisasi non enzimatik protein protein
terutama protein yang turn overnya panjang yang terendam dalam glukosa yang
relatif tinggi akan berobah menjadi protein yang terglikosilasi yang bersifat
irreversibel yang disebut dengan Advance Glycosilation E ndproduck (AGE). AGE
ini akan mempunyai sifat khemis dan fisis yang berbeda dengan protein asalnya
yang belum terglikosilasi. Glikosilasi globin pada hemoglobin menyebabkan
kelenturan eritrosit yang mengandung glikosilated globin tersebut menjadi kurang
lentur sehingga akan memperlambat gerakannya pada tingkat kapiler. Pada eritrosit
disamping kelenturannya yang menurun juga ada kecendrungan aggregasi, secara
keseluruhan akan memperlambat aliran darah yang juga diperberat dengan plasma
kental. Glikosilasi jaringan elastin dan kollagen pada dinding pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah tersebut menjadi kurang elastis sehingga
kelenturannya berkurang dan hal ini akan dapat menyebabkan tekanan darah
meningkat. Glikosilasi protein plasma menyebabkan plasma menjadi lebih kental
dan hal ini juga akan mengganggu kelancaran sirkulasi.
b.)Kelainan Vaskuler berupa Makroangipati dan Mikroangipati
Hal ini menyebabkan aliran darah kekaki menjadi berkurang yang juga akan diikuti
dengan berkurangnya suplai oksigen dan makanan disamping berkurangnya
kemampuan sistim immunologis tubuh pada tempat tersebut. Terbentuknya
makroangiopati terutama disebabkan oleh arterosklerosis dan arterosklerosis ini
sendiri dipengaruhi oleh ba nyak faktor seperti tekanan darah, dislipidemi, umur dan
lainnya
Mikroangiopati merupakan hal yang kompleks yang didasari oleh perobahan
perobahan sehubungan dengan buruknya kontrol diabetes secara umum.
c.) Faktor Neuropati
Neuropati yang terjadi merupakan kombinasi otonomik dengan sensorik yang berat .
Hal ini menyebabkan berkurangnya sensasi nyeri yang sangat pe nting dalam
reflek menghindar terhadap tr auma. Neuropati otonomik pada kaki menyebabkan
fungsi ke lenjar keringat berkurang sehingga kulit kering, elastisitas menurun, dan
sering menimbulkan retak dengan infeksi. Selain itu neuropati otonomik juga dapat
m enyebabkan edema dan bertambahnya shunting arterovenosus sehingga
memudahkan timbulnya lesi. Neuropati motoris yang sering mengenai bagian ujung
pada kaki menyebabkan atropi otot dan hal ini selanjutnya akan menyebabkan
deformitas telapak kaki sehingga juga be rperanan dalam timbulnya lesi pada kaki.
d.)Faktor Mekanis
Tekanan ringan secara terus menerus akan menyebabkan nekrosis iskemik seperti
pemakaian kaus kaki atau sepatu yang ketat yang cukup lama. Nekrosis iskemik
selanjutnya akan menjadi ganggren atau ja ringan tersebut digantikan dengan
jaringan tersebut digantikan dengan jaringan ikat dan pembentukan kallus yang
merupakan salah satu predisposisi terjadinya ulserasi. Tekanan yang sedang terjadi
pada waktu berjalan tampa alas kaki dapat menyebabkan autolisis. Bila hal ini
terjadi pada satu tempat secara kronis maka akan terjadi pelepasan enzim
lisosomal yang selanjutnya terjadi pecah jaringan dan ulserasi. Tekanan berat
secara langsung akan menyebabkan perlukaan jaringan misalnya terpijak benda
tajam . Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya sensori nyeri dan baru menyadari
kalau sudah disertai dengan infeksi yang agak berat.
e.)Faktor Infeksi
Kurangnya perasaan sakit menyebabkan pasien tidak menyadari kalau ada luka
dan dengan luka terbuka tanpa perawatan akan mengundang infeksi, baru akan
disadari kalau infeksi cukup berat seperti sellulitis yan luas bahkan
kadang sampai terjadi osteomielitis.
Pada penderita diabetes luka sedikit saja dikaki harus mendapat perhatian besar
bahkan dikatakan ini merupakan suatu hal yang darurat. Sering hal ini tidak
diperhatikan bahkan dokter pun sering tidak memeriksa kaki penderita
diabetes kalau tidak dikeluhkan oleh penderita. Sementara penderita tidak akan
mengeluh kalau luka tersebut tidak cukup serius.
Kerentanan infeksi pada penderita dibetes lebih tinggi kalau dibandingkan dengan
penderita non diabetes sehingga penderita diabetes sering terkena infeksi, bahkan
kuman oportunistik juga dapat menjadi masalah pada penderita diabetes seperti
misalnya kandidiasis. Juga pada kaki penderita diabetes lebih rentan terhadap
infeksi yang disebabkan oleh beberapa hal :
a. Makro dan mikroangiopati yang terjadi sehingga suplai oksigen dan bahan
makanan lainnya kekaki menjadi berkurang termasuk mobilisasi fagosit ketempat
lesi
b. Menurunnya kekuatan sistim immunitas humoral Menurunnya keasaman yang
terjadi pada kulit penderita diabetes.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasiggnpembuluhdarahdapatberupa:
Nyeritungkaibawahsaatistirahat
Padaperabaanterasadingin
Kesemutandancepatlelah
Pulsasipembuluhdarahkurangkuat
Kaki menjadipucatbiladitinggikan.
Adanyaulkus/gangrene
Adanyaangiopati :penurunanasupannutrisi, oksigensertaantibiotikasehingga kaki
sulitsembuh (Levin, 1993).
Adanyaneuropatiperifer:terjadinyagangguansensorikdanmotorik.
Gangguan sensorik: Hilang/menurunnyasensasinyeripada kaki,
shgjikamengalami trauma tidakterasanyeri, ygtiba-tibamenyebabkanulkuspada
kaki.
Gangguan Motorik: atrofiotot kaki sehinggamerubahtitiktumpu kaki.
6. Penatalaksanaan
Sebelum diberikan suatu pengobatan terhadap gangren dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap pus pada jaringan ulkus/gangren tersebut. Terdapatnya pus
pada bagian tubuh menunjukkan adanya infeksi akibat dari invasi mikroorganisma
kedalam rongga, jaringan ataupun organ tubuh. Pemeriksaan ini akan banyak
membantu memastikan diagnosa bakteriologik penyakit infeksi
yang menimulkan pembentukan dari pus.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan spesimen pus yang
memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan bakteriologik, pengambilan dari pada
pemeriksaan ini dapat diambil setiap saat tetapi sebaiknya sebelum pemberian dari
antibiotik.
Prosedur dari pengambilan sampel ini dapat dilakukan dalam 2cara yaitu
a.)Luka/ulkus
- Bersihkan luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan NaCl fisiologis
sebanyak 3 kali unt uk menghilangkan kotoran dan lapisan eksudat atau pus yang
mengering
- Tanpa menyentuh bagian kapas usapkan bagian kapas pada daerah ulkus tanpa
menyentuh bagian tepi ulkus
- Kemudian kapas lidi dapat terus dilakukan inokulasi pada agar untuk dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi.
b.)Abses
- Dilakukan pemeriksaan disinfeksi dengan povidone iodine 10% diatas abses atau
bagian yang akan ditusuk/insisi. Bersihkan sisa povidone iodine dengan kapas
alkohol 70%.
- Tusukkan jarum dan hisap dengan spuit steril cairan pus.
- Cabut jarum dan kemudian tutup dengan kapas lidi Teteskan cairan aspirasi pus
pada lidi kapas steril. Kapas lidi dapat langsung diinokulasi pada agar atau dapat
juga kedalammedia transport. Sisa pus pada spuit dapat dimasukkan kedalam
wadah steril dan dikirim ke laboratorium.
Pengobatan pada gangren diabetik meliputi :
a.)Konservatif
Pengobatan konservatif gangren diabetik pada dasarnya sama dengan pengobatan
ulkus oleh sebab apapun, yaitu meliputi:
Perawatan luka
Ulkus yang terjadi pada kaki dievaluasi dengan teliti, termasuk dalamnya luka
harus ditelusuri d enga peralatan tumpul yang steril sehingga dapat diket ahui
persis kedalaman dari luka tersebut, jaringan nekrotik dibuang dan permu kaan
luka harus cukup lebar untuk memudahkan masuknya oksigen kemudian luka
dibersihkan dengan menggunakan antiseptik seperti yodium povidon setelah
menggunakan larutan perhidrol. Bila luka agak dalam maka dilakukan tampon
untuk menyerap debris. Drainase pus harus menyeluruh dan ekstensif kemudian
dilakukan kompres luka dengan larutan NaCl 0,9% hangat untuk merangsang
pertumbuhan granulasi dari jaringan.
Antibiotika
Pemberian antibiotika lokal harus dihindari oleh karena dapat menimbulkan alergi,
disamping dapat merusak jaringan yang sehat disekitarnya. Pemberian antibiotika
sistemik dianjurkan sesuai dengan hasil dari kultur dan tes sensitifiti, Sebelum
didapatkan hasil tes sensitifiti dapat diberikan gabungan dari Penicillin dan
Streptomyciin atau Ampisillin.
7. Proses Penyembuhan Luka
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan dimana secara
spesifik terdapat suubstansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman
dan luas luka, dibagi menjadi luka superfisial yaitu terbatas pada lapisan epidermis,
luka partial thickness yaitu hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan
bagian atas dermis, luka full thickness yaitu jaringan kulit yang hilang pada jaringan
epidermnis, dermis dan fasia tidak mengenai otot, serta luka yang sudah mengenai
otot, tendon dan tulang (Gitarja, 2008). Terminologi luka dapat bila dihubungkan
dengan waktu penyembuhan, dapat dibagi menjadi luka akut yaitu luka dengan masa
pemnyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan luka, dan luka kronis yaitu luka
yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, karena faktor eksogen atau
endogen (Clayton & Tom, 2009).
Tahap penymbuhan luka menurut Smeltzer (2002) adalah sebagai berikut:
Fase 1 Fase 2 Fase 3Inflamasi: respon vaskular dan seluler
- Hari 1-5 - Vasokontriksi - Retraksi - Hemostatis - Vasodilatasi
Proliferasi:- Minggu 1-3- Fibroblast - Kolagen - Makrofag - Angiogenesis- Granulasi - Epitelisasi
Maturasi:- Minggu 3-2 bulan - Maturasi - Kolagen bertambah - Parut - remodeling
Bentuk-bentuk penyembuhan luka
a.) Healing by Primary (penyatuan primer)
Tepi luka bisa menyatu klembali, permukaan brsioh, biasanya terjadi karena
suatu insiosi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung
dari bagian internal ke eksternal. Luka dibuat secara aseptik, dengan
pengrusakan jaringan minimum dan penutupan dengan baik, sepertio dengan
suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika
luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan
pembentukan jaringan parut minimal.
b.) Healing by Secondary Intention (Granulasi)
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses pemnyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya. Pada luka terjadi pembentukan pus (supurasi) atau tepi luka tidak
saling merapat, proses perbaikannya kurang sempurna dan membutuhkan
waktu yang lama.
c.) Delayed Primary Healing (tetriary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual. Luka dalam baik yang belum
disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali nantinya, dua permukaan
granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan
parut yang lebih dalam dan luas.
Daftar Pustaka
Clayton. Wr.Jr. & Tom. A.E. (2009). A Review of The Pathophysiology: Clasification
and Treatment of foot Ulcer in Diabetic Patient.
http:www.clinical_diabetes_melitus./article.htm# Diakses 16 Februari 2015
Gitarja.W.S. (2008). Perawatan Luka Diabetes. Edisi 2. Bogor:Wocare Publishing
Price, SA. & Wilson, LM. (2006). Pathophysiology: Clinical Concept of Disease Process
6th ed. USA: Elsevier Science
Smeltzer, S.C. & Bare, GB. (2002). Brunner & Suddarth’s: Textbook of Medical
Surgical Nursing 8th. USA: Philadelphia. Lippincott