gangguan pendengaran

110
BAB I PENDAHULUAN Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsinya. Sehingga tentunya dengan memahami dasar- dasar diharapkan dapat memahami patologi serta dapat memberikan pengobatan yang tepat pada telinga. Dengan mengaitkan ilmu dasar dan disiplin, pada akhirnya untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit-penyakit telinga dan juga keseimbangan. Karena pada telinga, selain fungsi pendengaran, yang lebih penting adalah fungsi keseimbangan. Maka dari itu makhluk hidup masih dapat tetap bertahan tanpa pendengaran, tetapi makhluk hidup tidak dapat bertahan bila terjadi gangguan pada keseimbangannya. Karena itu, secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang lebih dulu dari pendengaran. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. Dengan fungsinya sebagai organ pendengaran dan keseimbangan, kerja telinga cukup rumit dan berpangaruh terhadap kehidupan sehari- hari. 1 Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol. Dapat 1

Transcript of gangguan pendengaran

Page 1: gangguan pendengaran

BAB I

PENDAHULUAN

Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsinya.

Sehingga tentunya dengan memahami dasar-dasar diharapkan dapat memahami patologi serta

dapat memberikan pengobatan yang tepat pada telinga. Dengan mengaitkan ilmu dasar dan

disiplin, pada akhirnya untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit-penyakit telinga

dan juga keseimbangan. Karena pada telinga, selain fungsi pendengaran, yang lebih penting

adalah fungsi keseimbangan. Maka dari itu makhluk hidup masih dapat tetap bertahan tanpa

pendengaran, tetapi makhluk hidup tidak dapat bertahan bila terjadi gangguan pada

keseimbangannya. Karena itu, secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian

dari orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang lebih dulu dari pendengaran.

Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita

terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam.

Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. Dengan fungsinya sebagai organ

pendengaran dan keseimbangan, kerja telinga cukup rumit dan berpangaruh terhadap

kehidupan sehari-hari.1

Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli

sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.

Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising.5

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-

serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.5

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi

khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes Short Increment

Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance {ABLB}, audiometri

tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri impedans, elektrokokleografi,

Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA}, pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger,

audiometri nada murni secara berulang, impedans) dan pemeriksaan audiometri anak.

1

Page 2: gangguan pendengaran

BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI

Untuk mengetahui tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui terlebih dahulu

tentang anatomi telinga itu sendiri. Sehingga dapat memudahkan dalam menentukan bagian

mana yang mangalami gangguan dan dapat memberikan penanganan yang tepat. Pada

dasarnya, anatomi telinga terbagi atas tiga bagian. Yaitu :

A. Telinga Luar

Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari rawan

yang diliputi kulit. Telinga luar itu sendiri terdiri dari daun telinga dan liang telinga samapai

membrane timpani.1

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf

S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian

dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.

Pada asepertida bagian luar kulit liang teling terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasi kelenjar keringat =kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada

seluruh kulit liang telinga. Dan pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai

kelenjar serumen. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang

di sebelah medial. Kulit liang telinga langsung terletak diatas tulang. Seringkali ada

penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan rawan ini sehingga radang yang

ringanpun dapat terasa sangat nyeri karena tidak ada ruang untuk ekspansi.5

Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju

prosesus stiloideus posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang

telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan

2

Gambar 1. Telinga Luar

Page 3: gangguan pendengaran

pembedahan yang digunakan mencari saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura

timpanomastoideus.

1. Membrane Timpani

Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan peuncaknya,

umbo, mengarah ke medial. Membrana timfani umumnya bulat. Penting untuk disadari

bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus

maleus dan inkus, meluas melampauibatas atas membrana timfani, dan bahwa ada bagian

hipo timpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani

tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana

tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat

diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timfani yang disebut

membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).5

Terdapat bayangan yang menonjol di bagian bawah maleus pada membran timpani

yang disebut dengan umbo. Dari umbo inilah bermula suatu reflek cahaya (cone of light).

Dimana jika ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk

membran timpani kanan. Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh

membran timpani. Yang menyebabkan adanya reflek cahaya adalah adanya serabut sirkuler

dan radier.5

Membrane timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan

menarik garis searah prosesus longus maleus dan garis tegak lurus

pada garis umbo. Sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas

belakang, bawah-depan dan bawah-belakang untuk menyatakan

letak perforasi membrane timpani.

3

Gambar 2. Membran timpani 1

Gambar 3. Membran timpani 2

Page 4: gangguan pendengaran

B. Telinga Tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu bangunan berbentuk

kotak dengan enam sisi atau seperti bentuk kubus. Dinding posteriornya lebih luas daripada

dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial

meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit

pada bagian tengah.1

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada

bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya

adalah saraf facialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf facialis dan tendonnya

menembus, melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul

dari saraf fasialis dibawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di

medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani

kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-seabut

sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga

anterior lidah.1

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang disebelah seperolateral

menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah

aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah

dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Diatas kanalis ini,

muara tuba eustachius dan otot tensor timpani yang menempati daerah seperior tuba

kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.

4

Gambar 4. Telinga Tengah 1

Page 5: gangguan pendengaran

Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas

membran timpani dan dinding tulang hipotimpanum dibagian bawah. Bangunan yang paling

menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea yang

pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestrarotundum terletak di

posteroinferior dari promontorium, sednagkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada

batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis

terletak diatas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid

stapedius di pasterior.

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid berisi tiga dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa

kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak dibawah dura mater pada daerah ini. Pada dinding

anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol

ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya

untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista

yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan

yang dengan mudah dapat di palpasi di posterior aurikula.1

1. Tuba Eustachius

Tuba ustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Pada saat

lahir, tuba eustachius berjalan secara horisontal pada saat lahir dan mulai membelok ke

medial sebesar 45o pada orang dewasa. Bagian lateral tuba eustachius adalah yang bertulang,

sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak

di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya.

Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring diatas otot

5

Gambar 5. Telingah Tengah 2

Page 6: gangguan pendengaran

konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup, tetapi dapat terbuka melalui kontraksi otot

levatorpalatinum dan tensor palatinum yang masing-masing dipersarafi pleksus faringealis

dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara

pada kedua sisi membrana timpani.5

C. Telinga Dalam

Bentuk telinga dalam yang sedemikian kompleksnya sehingga terkadang disebut

sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran

yang terisi endolimfe. Satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan

rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe yang terdapat dalam

kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian

koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara

bagian kaklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita.

Koklea melingkar seperti rumah siput yang berupa dua setengah lingkaran. Aksis pada

spiral koklea dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri vertebralis.

Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suaru lamina spralis oseus untuk mencapai sel-

sel organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis

yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli bawah

berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner yang tipis.

Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus

koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala

berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui

suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya

(nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah).1

6

Gambar 6. Telinga dalam

Page 7: gangguan pendengaran

Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke paeks adalah organ Corti, yang

mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ

Corti sendiri terdiri dari serl rambut dalam (±3000) dan tiga baris sel rambut luar (±12.000).

ujung-ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Di permukaan

sel rambut menempel stereosilia yang bersifat gelatinosa dan aseluler, dan dikenal sebagai

membrana tektoria. Membrana tektoria disokong oleh suatu bangunan yang terletak di medial

yang disebut dengan limbus.

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga

merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang

tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis bermuara pada utrikulus. Masing-masing

kanalis mempunyai suatu ujungyang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel

rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe

dalam kanalis semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan

membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.1

D. Innervasi Telinga

Telinga dipersarafi oleh nervus kranial ke delapan yaitu nervus vestibulokoklearis.

Nervus vestibulokoklearis terdiri dari dua bagian : salah satu daripadanya pengumpulan

sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan

keseimbangan, serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada

pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus

menuju serebelum. Bagian koklearis pada nervus vestibulokoklearis adalah saraf pendengar

yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus

khusus yang berada tepat dibelakang talamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat

penerima akhir dalam korteks pendengaran (area 39-40) yang terletak pada bagian bawah

lobus temporalis.5

E. Vaskularisasi telinga

Telinga diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah kecil diantaranya adalah ramus

cochleae a. Labyrinthi yang memperdarahi bagian koklea, ramus vestibulares a.labyrinthi

yang memperdarahi vestibulum. V. Spiralis anterior, v. Spiralis posterior, V. Laminae

spiralis, Vv. Vestibulares, dan V. Canaliculi cochleae.

II. FISIOLOGI

A. Fisiologi Pendengaran

7

Page 8: gangguan pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara kemudian masuk ke liang telinga. Pada liang

telinga, suara dapat sangat membesar suara dalam rentang 2-4 kHz. Setelah itu gelombang

suara dapat pula menggetarkan tulang hingga ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan

membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang

akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian

perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. 2

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran

diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan

menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini

merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel

rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan

sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks serebri / korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.2

1. Gangguan Fisiologi telinga

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli kondiktif,

sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli

koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah

dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan

menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.5

Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. Fasialis yang disebut korda timpani. Bila

terdapat radang di telinga tengah dan atau trauma mungkin korda timpani terjepit, sehingga

timbul gangguan pengecap.

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) serta tuli

campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan

oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural

(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat

pendengaran, sedangkan tuli campur disebabkan kombinasi tuli konduktif dan tuli

sensorineural.

8

Page 9: gangguan pendengaran

Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi,nada murni dan bising. Bunyi

(frekuensi 20 Hz-18.000 Hz) merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh

telinga normal. Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misal dari garputala atau piano.

Bising (noise) dibedakan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa frekuensi,

spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.3

B. Fisiologi Keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya

tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan proprioseptif.

Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga

menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.2

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran

labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannnya

terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis

dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, yang

disebut dengan ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel

reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut

kupula.2

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan

endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia

menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke

dalam sel yang menyebabkan terjadinya

proses depolarisasi dan akan merangsang

pelepasan neurotransmiter eksitator yang

selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik

melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan

otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah

berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat

rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi

biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat

percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi

mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan

9

Gambar 7. Vestibulokoklear

Page 10: gangguan pendengaran

dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh

bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung

berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.2

III. PEMERIKSAAN

A. Anamnesis

Anamnesis sedikitnya harus menanyakan tentang gangguan pendengaran, kebisingan

dalam kepala (tinitus),pusing (vertigo) atau ketidakseimbangan,sekret telinga,dan nyeri

telinga.1

1. Kerusakan Pendegaran1

Pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat diajukan :

1. Apakah awitannya,mendadak atau perlahan-lahan? Lamanya ?

2. Telinga mana yang terkena , atau apakah menyerang keduanya ?

3. Apakah pendengaran membaik dan bemburuk bergantian?

4. Apakah hanya yang terdengar menjadi sunyi atau adakah juga gangguan dalam

pemahaman dan pada keadaan apa?

5. Apakah awitannya berhubungan dengan penyakit lain, trauma, paparan suara ribut,

atau penggunaan obat-obatan termasuk aspirin?

6. Apakah ada riwayat kerusakan pendengaran dalam keluarga?

7. Adakah penyakit atau pembedahan pada telinga sebelumnya?

8. Apakah ada paparan dalam pekerjaan, militer,rekreasi atau paparan bising lainnya?

9. Adakah riwayat campak,mumps,influenza,meningitis,sifilis,penyakit virus yang

berat,atau penggunaan obat-obat ototksik seperti

kanamicin,streptomicin,gentamisin/diuretik tertentu?

2. Kebisingan Kepala1

1. Bagaimana sifat-sifat bising? Dapatkah dijelaskan seperti berdering,bernada

tinggi,mengaum,menggumam,mendesis (suara uap yang terlepas)atau berdenyut

(sinkron dengan denyut)?

10

Page 11: gangguan pendengaran

2. Apakah kebisingan terdengar sepanjang waktu/hanya pada ruangan yang sangat

sunyi

3. Apakah terdengarnya setelah suatu paparan bising di tempat kerja atau ditempat

lain?

3. Pusing1

1. Apakah pasien menjelaskan gejala-gejala sebagai kepala terasa

ringan,ketidakseimbangan,rasa berputar,atau cenderung untuk jatuh? Ke arah

mana? Apakah rasa pusing dipengaruhi oleh posisi kepala?apakah pusing pada saat

berbaring?apakah awitannya berkaitan dengan bangun yang terlalu cepat dari

berbaring?

2. Bagaimana frekuensi dan lamanya serangan?

3. Apakah pusing bersifat terus-menerus/episodik?

4. Berapa lama selang waktu serangan?

5. Gejala lainnya : mual,muntah,tinitus,rasa penuh dalam telinga,kelemahan,fluktuasi

pendengaran,atau kehilangan kesadraan?

6. Adakah riwayat penyakit umum : DM, gangguan neurologik,

arteriosklerosis,hipertensi,gangguan tiroid,sifilis anemia,keganasan,penyakit

jantung atau paru-paru?

7. Adakah riwayat alergik?

4. Sekret Telinga

1. Apakah diserrai gatal atau nyeri?1

2. Apakah sekret berdarah atau purulen? Apakah berbau?

3. Sudah berapa lama? Apakah sekret pernah keluar sebelumnya?

4. Apakah didahului oleh suatu infeksi saluran napas bagian atas / suatu keadaan

dimana telinga menjadi basah?

5. Nyeri Telinga

1. Tentukan sifat-sifat nyeri

11

Page 12: gangguan pendengaran

2. Apakah merupakan masalah berulang? Jika demikian,berapa sering terjadi?

3. Apakah nyeri hanya pada telinga atau menyebar atau berasal dari tempat lain?

4. Adakah yang mencetuskan nyeri, misalnya mengunyah,menggigit,batuk atau menelan.

5. Adakah gejala-gejala kepala dan leher lainnya?

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, harus dimulai dari inspeksi dan palpasi aurikula (pinna) dan

jaringan di sekitar telinga. Kemudian liang telinga juga harus diperiksa. Alat yang diperlukan

untuk pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop, pelilit kapas,

pengait serumen, pinset telinga dan garputala.5

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi

sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Dimulai dengan melihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun

telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi.

Dengan menarik daun telinga keatas dan kebelakang, liang telinga akan menjadi lebih lurus

dan akan lebih mempermudah melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah

otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan

tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa

telinga kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop

ditekankan pada pipi pasien.5

Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini

harus dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila

konsistensinya padat atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk

lempengan dapat di pegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan

menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau

karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang

telinga bersih.

Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil

pemeriksaannya dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif

(sensorineural). Uji penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan

Weber.5

12

Page 13: gangguan pendengaran

1. Pemeriksaan telinga

Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.

Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas, lesi cairan begitu pula

ukuran simetris dan sudut penempelan ke kepala.

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri,

harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid

dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang,

kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada

atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis seboroik dan dapat

terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.1

Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien

sedikit dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus

dipegang, dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit

ke luar, cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan

pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan

perlahan ke kanalis telinga,dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat

kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga

(biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke

depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif,

maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri. Setiap adanya cairan,

inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.1

Membrana timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda

harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya, umbo, manubrium mallei, dan prosesus

brevis. Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada lipatan

malleus dan daerah perifer, dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa atau deviasi

kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau massa di telinga tengah harus

dicatat. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik

hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumennya terdapat di

kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop. Bila

serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan

dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.

13

Page 14: gangguan pendengaran

a. Uji Ketajaman Auditorius

Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji

kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut

dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh.1

Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak

mendengar, pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak

1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan

ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan

detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri

(dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam

tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara

dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak

dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.1

b. Tes Penala

Penggunaan uji Weber dan Rinne

Memungkinkan kita membedakan kehilangan

akibat konduktif dengan kehilangan sensorineural.

1). Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang

dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

1. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak

lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah

pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus

akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya.

Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.

2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara

tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus

akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan

meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus

eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus

14

Gambar 8. Garpu Tala

Page 15: gangguan pendengaran

akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar

didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Tabel 1. Interpretasi tes Rinne

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne

Normal :

tes rinne positif

Tuli konduksi :

tes rine negatif (getaran dapat

didengar melalui tulang lebih lama)

Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

- Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.- Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

- Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa

maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,

tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien.

Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.1

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah

tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.

Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala

kedepan meatus akustukus eksternus.

2). Test Weber

Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga

pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya

kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang

mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih

keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama

tidak mendengar atau sam-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.1

15

Page 16: gangguan pendengaran

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan

terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani

misal : otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam

cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah

kanan.

Tabel 2. Interpretasi tes Weber

Interpretasi

16

Gambar 9. Tes Rinne dan Weber

Page 17: gangguan pendengaran

a.Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

b.Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

- Tuli konduksi sebelah kanan, misal adanya ototis media disebelah kanan.

- Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapigangguannya pada telinga kanan lebih hebat.

- Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan.

- Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan.

- Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

3). Test Swabach

Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)

dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran

yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo

temporal.1

Cara pemeriksaan :

Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang

sudah digetarkan pada puncak kepala pasien.

Pasien akan mendengar suara garputala itu

makin lama makin melemah dan akhirnya

tidak mendengar suara garputala lagi. Pada

saat garputala tidak mendengar suara

garputala, maka pemeriksai akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang

yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua

kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

17

Gambar 10. Tes Schwabach

Page 18: gangguan pendengaran

Contoh : Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan:

Hasil tes penala :

Telinga kanan Telinga kiri

Rinne Negative Positif

Weber Lateralisasi kekanan

Schwabach Memanjang Sesuai dengan pemeriksa

Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan

Table 3. Kesimpulan hasil tes penala

TES RINNE TES WEBER TES SCHWABACH DIAGNOSIS

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal

Negative Lateralisasi ke telinga yang

sakit

Memanjang Tuli konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang

sehat

Memendek Tuli sensorineural

Catatan Pada tuli konduktif < 30 dB,

Rinne bisa masih positif

4). Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar.

Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter.

Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6.1

5). Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat

menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-

8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan

melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya.

Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran

tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang

dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat

kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang

18

Page 19: gangguan pendengaran

berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku

pendengaran untuk nada murni.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi 20-20.000

Hz. Frekuensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-

hari. Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Tabel 4. Klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan

(Desibel)

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus

nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa

pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara

dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).

Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang

pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih

memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID)

19

Gambar 11. Pemeriksaan audiometri

Page 20: gangguan pendengaran

suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya

semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal

sunyi. Karena kita memberikan tes pada frekuensi tertentu dengan intensitas lemah, kalau ada

gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata

tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan ke penderita. Intensitas pad

pemeriksaan audiometri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya,

bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum

dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congek atau tidak (ada

cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang

telinga, untuk menentukan penyebab kurang pendengaran.3

IV. TULI KOKLEA DAN TULI RETROKOKLEA

Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli

sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.

Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising.5

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-

serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi

khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes Short Increment

Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance {ABLB}, audiometri

tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri impedans, elektrokokleografi,

Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA}, pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger,

audiometri nada murni secara berulang, impedans) dan pemeriksaan audiometri anak.5

A. Audiometri khusus

Untuk mempelajari audiometri khusus diperlukan pemahaman istilah rekrutmen

(recruitment) dan kelelahan (decay/fatigue). Rekrutmen adalah suatu fenomena, terjadi

peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar. Keadaan ini

khas pada tuli koklea. Pada tuli koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB , sedangkan

orang normal dapat membedakan bunyi 5 dB. Misalnya pada orang yang tuli 30 dB,ia dapat

membedakan bunyi 31 dB. Pada orang tua bila mendengar suara perlahan, ia tidak dapat

mendengar, sedangkan bila mendengar suara keras dirasakan nyeri di telinga.

Kelelahan (decay/fatigue) merupakan adaptasi abnormal, merupakan tanda khas dari

tuli retrokoklea.saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi

istirahat maka akan pulih kembali.

20

Page 21: gangguan pendengaran

Fenomena tersebut dapat dilavak pada pasien tuli saraf dengan melakukan pemeriksaan

khusus, yaitu :5

Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index)

Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness Balans Test)

Tes kelelahan ( Tone Decay)

Audiometri tutur (Speech Audiometri)

Audiometri Bekesey

1. Tes SISI

Tes ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea, dengan memakai fenomena

rekrutmen, yaitu keadaan koklea yang dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian

intensitas yang kecil, sehingg apasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil itu

(sampai 1 dB).1

Cara pemeriksaan itu, ialah dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih

dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dBdiatas ambang rangsang, jaid

50 dB. Setelah itu ditambahkan rangsangan 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3, dB, 2 dB, dan

terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakan berarti tes SISI positif.

Cara lain ialah tiap 5 detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung berapa

kali pasien dapat membedakan perbedaan itu. Bila 20 kali benar, berarti 100 %, jadi khas.

Bila yang benar sebanyak 10 kali, 50 % benar. Dikatakan rekrutmen positif, bila skor 70-100

%. Bila terdapat skor antara 0-70 %, berarti tidak khas. Mungkin pendengaran normal atau

tuli perseptif lain.

2. Tes ABLB

Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada

kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans

negatif. Bila balans tyercapai terdapat rekrutmen positif. Catatan: pada rekrutmen fungsi

koklea lebih sensitif.

Pada MLB (Monoaural Loudness Balans Test). Prinsipnya sama dengan ABLB.

Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli perseptif bilateral. Tes ini lebih sulit, karena yang

dibandingkan adalah 2 frekuensi yang berbeda pada 1 telinga (dianggap telinga yang sakit

frekuensi naik, sedangkan frekuensi turun yang normal)

3. Tone Decay

21

Page 22: gangguan pendengaran

Terjadinya kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Jadi, kalau

telinga yang dirangsang terus menerus, maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak

dapat mendengar pada telinga yang diperiksa itu. Ada 2 cara :5

TTD : threshold tone decay

STAT : supra threshold adaptation test

a. TTD

Pemeriksaan ini ditemukan oleh Garhart dan Rosenberg memodifikasinya. Cara

Garhart ialah dengan melakukan rangsangan terus menerus pada telinga yang diperiksa

dengan intensitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila setelah 60 detik

masih dapat mendengar, berarti tidak terdapat kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif.

Sebaliknya, bila setelah 60 detik tidak mendengar, berarti terdapat kelelahan, hasilnya positif.

Kemudian intensitas bunyi ditambah 5 dB (jadi 45 dB), maka pasien dapat mendengar lagi.

Rangsangan dapat diteruskan dengan 45 dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa

penambahan intensitasnya.

Penambahan 0-5 dB : normal, 10-15 dB : ringan (tidak khas), 20-25 dB : sedang (tidak khas),

> 30 dB : berat (khas terdapat kelelahan).

Pada rosenberg : bila penambahan kurang dari 15 dB dinyatakan normal, sedangkan lebih

dari 30 dB : sedang.

b. STAT

Prinsipnya ialah pemeriksaan pada 3 frekuensi : 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz pada 110

dB SPL. SPL adalah intensitas yang ada secara fisika sesungguhya. 110 dB SPL = 100 dB SL

(pada frekuensi 500 dan 2000 Hz).1

Artinya nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL, diberikan terus

menerus selama 60 detik dan dapat mendengar, berarti tidak terdapat kelelahan. Bila kurang

dari 60 detik maka terdapat kelelahan (decay)

4. Audiometri Tutur (Speech Audiometry)

Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata).

Monosilabus = satu suku kata, bisilabus = dua suku kata. Kata-kata ini disusun dalam daftar

yang disebut : phonetically balance word LBT (PB, LIST).5

22

Page 23: gangguan pendengaran

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder.

Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit membedakan bunyi S, R, N,C H, CH, sedangkan pada

tuli retrokoklea lebih sulit lagi.

Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya “kasar”, sedangkan

kata “pasar” didengarnya “padar”.

Apabila kata yang betul : speech discrimination score:

90-100 % : pendengaran normal

75-90 % : tuli ringan

60-75 % : tuli sedang

50-60 % : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari

< 50 % : tuli berat

Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan

sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid)

Istilah :

SRT : (speech reception test) : kemampuan untuk mengulangi kata-kata yang benar

sebanyak 50 %, biasanya 20-30 dB diatas ambang pendengaran

SDS (speech discrimination score) : skor tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang

pada intensitas tertentu.

5. Audiometri Bakessy

Macam audiometri ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip

pemeriksaan ini ialah dengan nada yang terputus (intrupted sound) dan nada yang terus

menerus (continues sound). Bila da suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan

didaptkan grafik seperti gigi gergaji, garis yang menarik adalah periode suara yang dapat

didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar. Pada telinga normal ,

amplitudo 10 dB. Pada rekrutmen amplitudo lebih kecil.

B. Audiometri Objektif

Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat 4 cara pemeriksaan, yaitu

audiometri impedans, elektrokokleografi (E.Coch), evoked response audiometry. Oto

accoustic emmision (emisi otoakustik).5

1. Audiometri Impedans

Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu

pada meatus akustikus eksterna.

23

Page 24: gangguan pendengaran

Didapatkan istilah :

Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya, ada

cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan membran

timpani dan membran timpani yang sangat lentur

Fungsi tuba Eustachius, untuk mengetahui tuba Eustachius terbuka atau tertutup

Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-

80 dB diatas ambang dengar.

Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks sapedius menurun, sedangkan pada lesi

retrokoklea, ambang itu naik.

2. Elektrokokleografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari

evoke electropotential cochlea. Caranya ialah dengan elektroda jarum, membran timpani

ditusuk sampai promontorium, kemudian dilihat grafiknya. Pemeriksaan ini cukup infasuf

sehingga saat ini sudah jarang dilakukan. Pengembangan pemeriksaan ini yang lebih lanjut

dengan elektrode permukaan (surface elekctrode), disebut BERA (brain evoked response

audiometry).5

3. Evoked response audiometry

Dikenal juga sebagai Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA), Evoked

Response Audiometry (ERA) atau Auditory Brainstem Response (ABR) yaitu suatu

pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N. VIII. Caranya dengan merekam

potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga

dalam hingga inti-inti tertentu di batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

elektroda permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau

lobulus telinga. Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasif dan bersifat objektif.

Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah

pemberian rangsangan sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan melalui head

phone akan menempuh perjalanan melalui saraf VIII di koklea (gelombang I), nukleus

koklearis (gelombang II), nukleus olvarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis

(gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V), kemudian menuju ke kortex auditorius di

lobulus temporal otak. Perubahan potensial listrik di otak akan di terima oleh ketiga elektroda

di kulit kepala, dari gelombang yang timbul di setiap nukleus saraf sepanjang jalur saraf

pendengaran tersebut dapat dinilai bentuk gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat

24

Page 25: gangguan pendengaran

pemberian rangsang suara sampai mencapai nukleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian

setiap keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nukleus saraf dapat memberi arti

klinis keadaan saraf pendengaran, maupun jaringan otak sekitarnya. BERA dapat

memberikan informasi mengenai keadaan neurofisiologi, neuroanatomi dan saraf-saraf

tersebut hingg apusat-pusat yang lebih tinggi dengan menilai gelombang yang timbul lebih

akhir atau latensi yang memanjang.

Pemeriksaan BERA sangat bermanfaat terutama pada keadaan tidak memungkinkan

dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat

dan tingkah laku, intelegensia rendah, cacat ganda, kesadaran menurun. pada orang dewasa

dapat untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau ada kecurigaan tuli

saraf retrokoklea.

Cara melakukan pemeriksaan BERA, menggunakan 3 buah elektroda yang diletakkan

di verteks atau dahi dan dibelakang kedua telinga (pada prosesus mastoideus), atau pada

kedua lobulus preaurikuler yang dihumbungkan dengan preamplifier. Untuk menilai fungsi

batang otak umumnya digunakan bunyi rangsang click, karena dapat mengurangi artefak.

Rangsang ini diberikan melalui head phone secara unilateral dan rekaman dilakukan pada

masing-masing telinga. Reaksi yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf

pendengaran dapat dibedakan menjadi beberapa bagian. Pembagian ini berdasarkan waktu

yang diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai menimbulkan reaksi

berbentuk gelombang, yaitu : early response timbul dalam waktu kurang dari 10 mili detik,

merupakan reaksi dari batang otak. Midle response antara 10-50 mili detik, merupakan reaksu

dari talamus dan korteks auditorius primer, late response antara 50-500 mili detik, merupakan

reaksi dari area auditorius primer dan sekitarnya5.

Penilaian BERA :

Masa laten absolut gelombang I,II,V

Beda masing-masing masa laten absolut (interwave latency I-V, I-III, III-V)

Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)

Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)

Rasio amplitudo gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V

kepuncak gelombang I, yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas.

4. Otoaccoustic Emmision/ OAE

Emsis otoakustik merupakan respons koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar

yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar dipersrafi oleh serabut

25

Page 26: gangguan pendengaran

saraf eferen dan memiliki elektromotilitas. Sehingg apergerakan rambut akan menginduksi

depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang kecil diinduksi menjadi besar, akibatnya suara

yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukan bahwa emisi otoakustik

adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Dedangkan sel rambut

dalam dipersarafi serabut aferen yang berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan listrik

dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri.5

Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga (probe) ke

dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara

(loudspeaker) yang berfungsi memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap

suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan

dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea. Pemeriksaan sebaiknya

dilakukan di ruangan yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising

lingkungan.

Emsisi otoakustik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Emisi otoakustik spontan

(Spontaneus Otoaccoustic Emmision/ SOAE) dan Evoked Otoaccoustic Emmision/EOAE.

SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus dari luar,

didapatkan 60 % pada telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai nilai klinis yang rendah.

EOAEmerupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus suara. Terdapat 3 jenis

EOAE yang dikenal, yaitu :

1. Stimulus frequency otoaccoustic emmision (SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan

oleh nada murni yang terus menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan jarang

digunakan

2. Transiently evoked otoaccoustic emmision (TEOAE), merupakan respon stimulus klik

dengan waktu cepat yang timbul 2-2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE tidak

dapat dideteksi pada telinga dengan ambang dengar lebih dari 40 dB

3. Distortion product otoaccoustic emmision (DPOAE). Terjadi karena stimulus dua nada

murni (F1, F2) dengan frekuensi tertentu. Nada murni yang diberikan akan merangsang

daerah koklea secara terus menerus.

C. Pemeriksaan Tuli Anorganik

Pemeriksaan ini diperlukan untuk memeriksa seseorang yang pura-pura tuli, misalnya

untuk mengklaim asuransi, terdapat beberapa cara pemeriksaan antara lain :5

Cara strenger : memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga,

kemudian pada sisi yang sehat nada dijauhkan

26

Page 27: gangguan pendengaran

Dengan audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu, hasil

audiogramnya berbeda

Dengan impedans

Dengan BERA

D. Audiologi Anak

Untuk memeriksa mabang dengar anak dilakukan di dalam ruangan khusus (free

field). Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara :

Free field test : menilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap

rangsang bunyi yang diberikan. Anak diberi rangsang bunyi sambil bermain,

kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat yang digunakan dapat berupa

neometer atau viena tone

Audiometrri bermain. Pemeriksaan audiometri nada murni pada anak yang dilakukan

sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif

BERA, menilai fungsi pendengaran secara objektif, dapat dilakukan pada anak yang

tidak kooperatif yang sulit diperiksa dengan konvensional

Echocheck dan emisi otoakustik. Menilai fungsi koklea secara objektif dan dapat

dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat bermanfaat untuk program

skrining pendengaran pada bayi dan anak.

V. GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Proses belajar mendengar pada bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena

menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi

dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi gangguan

pendengaran pada usia sedini mungkin.1

Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai keterbelakangan

mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Umumnya sorang bayi atau anak

yang mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai pasien

terlambat bicara (delayed speech).

Gangguan pendengaran dibedakan menjadi tuli sebagian (hearing impaired) dan tuli

total (deaf). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang namun masih dapat

dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu dengar, sedangkan

27

Page 28: gangguan pendengaran

tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga tidak

dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi (amplikasi).

A. Perkembangan Auditorik

Perkembangan auditorik manusia sangat erat hubungannya dengan perkembangan

otak. Neuron dibagian korteks mengalami proses pematangan dalam waktu 3 tahun pertama

kehidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat

cepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, upaya untuk melakukan deteksi gangguan

pendengaran harus dilakukan sedini mungkin agar habilitasi pendengaran sudah dapat

dimulai pada saat perkembangan otak masih berlangsung.

B. Perkembangan Auditorik Pranatal

Telah terbukti bahwa koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah

usia gestasi 20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan telah dapat memberikan

respon terhadap suara yang ada disekitarnya, namun reaksi janin masigh bersifat refleks

seperti refleks moro, terhentinya aktifitas (cessaciattion reflex) dan auro palpebral.

C. Perkembangan Wicara

Bersamaan dengan proses maturasi fungsi auditorik, berlangsung pula perkembangan

kemampuan bicara. Kemahiran wicara dan berbahasa pada sesorang hanya dapat tercapai bila

input sensorik (auditorik) dan motorik dalam keadaan normal.

Awal dari proses belajar bicara terjadi saat lahir. Sulit dipastikan usia absolut tahapan

perkembangan bicara, namun pada umumnya akan mengikuti tahapan sebagai berikut.

Tabel 5. Tahapan Perkembangan Bicara

Usia Kemampuan

Neonatus Menangis (reflex vocalization).

Mengeluarkan suara mendengkur seperti

suara burung (cooing).

Suara seperti berkumur (gurgles).

2 – 3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling).

4 – 6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan

kombinasi huruf hidup (vowel) dan huruf

mati (konsonan).

28

Page 29: gangguan pendengaran

Suara berupa ocehan yang bermakna, seperti

“pa..pa, da..da”.

7 – 11 bulan Dapat menggabung kata atau suku kata yang

tidak mengandung arti, terdengar seperti

bahsanasing (jargon).

Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri

(echolallia).

Memahami arti tidak, mengucapkan salam.

Mulai memberi perhatian terhadap nyanyian

atau musik.

12 – 18 bulan Mampu menggabungkan kata atu kalimat

pendek.

Mulai mengucapkan kata pertama yang

mempunyai arti (true speech).

Usia 12 – 14 bulan mengerti instruksi

sederhana, menunjukkan bagian tubuh dan

nama mainannya.

Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6 –

1kata.

Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar, oleh

karenanya dengan memahami tahap perkembangan bicara dapat diperkirakan adanya

gangguan pendengaran. Berdasarkan kenyataan tersebut beberapa hal berikut ini perlu

medapat perhatian terhadap kemungkinan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak.

Tabel 6.

Tabel 6. Perkiraan Adanya Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak

Usia Kemampuan bicara

12 bulan Belum dapat mengoceh (babling) atau meniru

bunyi

18 bulan Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang

mempunyai arti

24 bulan Perbendaharaan kata kurang dari 10 kata

30 bulan Belum dapat merangkai kata

29

Page 30: gangguan pendengaran

D. Penyebab Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak

1. Masa Prenatal

a. Genetik herediter

b. Non genetik seperti gangguan / kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur

anatomik dan kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi jodium)

Selama masa kehamilan, periode paling penting adalah trimester pertama, sehingga

setiap gangguan atau kelianan yang terjadi pada masa tersebut dapat mengakibatkan ketulian

pada bayi. Infeksi bakteri maupun virus pada ibu hamil seperti toksoplasmosis, rubella,

cytomegalovirus, herpes dan sifilis (TORCHS) dapat berakibat buruk pada perkembangan

bayi yang akan dilahirkan.5

Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik berpotensi mengganggu proses

organogenesis dan merusak se-selrambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro

steptomisin, gentamisin, barbiturat, thalidomide, dll.

Selain itu, malformasi anatomi telinga seperti atresia liang telinga dan aplasia koklea juga

akan menyebabkan ketulian.

2. Masa Perinatal

Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor risiko

terjadinya gangguan pendengaran/ ketulian seperti prematur, berat badan lahir rendah (<2500

gr, hiperbilirubinemia, asfiksia (lahir tidak menangis).

Umumnya ketulian yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal adalah tuli snsorineural

bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat berat.

3. Masa Postnatal

Adanya infeksi virus atau bakteri seperti rubela, campak, parotis, meningitis,

ensefalitis, perdarahan pada liang telinga tengah, trauma temporal juga dapat menyebabkan

tuli saraf atau tuli konduktif.5

E. Pemeriksaan Pada Bayi dan Anak

Beberapa pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak :

Behavioral observation audiometry

Timpanometri

Audiometri bermain

Otoacoustic emission

Brainstem evoked rensponse audiometry

30

Page 31: gangguan pendengaran

1. Behavioral observation audiometry

Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan

respon yang disadari. Metoda ini dapat mengetahui seluruh sistem auditorik termasuk pusat

kognitif yang lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk mengetahui respons

subyektif sistem auditorik pada bayi dan anak, dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi

pendengaran yaitu pada pengukuran alat bantu dengar (hearing aid fitting). Pemeriksaan ini

dapat digunakan pada setiap tahap usia perkembangan bayi, namun pilihan jenis tes harus

disesuaikan dengan sia bayi.

Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang cukup tenang (bising lingkungan tidak

lebih dari 60 dB), idealnya pada ruangan kedap suara (sound proof room). Sebagai sumber

bunyi sederhana dapat digunakan tepuk tangan, tambur, bola plastik berisi pasir, remasan

kerta minyak, bel, terompet karet, mainan yang mempunyai bunyi frekuensi tinggi (squaker

toy) dll.

Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi frekuensi dan intensitasnya. Bila tersedia bisa

dipakai alat bantuan pabrik seperti baby reactometer, neometer, viena tone (frekuensi 3000

Hz dengan pilihan intensitas 70,80,90 dan 100 dB).

Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap sumber bunyi tersebut.

Pemeriksaan behavioral observation audiometry dibedakan menjadi behavioral refleks

audiometry dan behavioral response audiometry.

a. Behavioral Reflex Audiometry

Dilakukan pengamatan respon behavioral yang bersifa6 refleks sebagai reaksi

terhadap stimulus bunyi.

Respons behevioral yang dapat diamati antara lain : mengejapkan mata (auropaprebral

reflex), melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu

cessation reflex), denyut jantung meningkat, refleks moro (paling konsisten). Refleks

auropalpebral dan moro rentan terhadap efek habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan

berulang-ulang bayi jadi bosan sehingga tidak memberi respon walaupun dapat mendengar.

Stimulus dengan intensitas sekitar 65-80 dBHL diberikan melalui loudspeaker, jadi

merupakan metode sound field atau dikenal juga sebagai free field test. Stimulus juga dapat

diberikan melalui noisemaker yang dapat dipilih intensitasnya. Pemeriksaan ini tidak dapat

menentukan ambang dengar.1

31

Page 32: gangguan pendengaran

Bila kita mengharapkan terjadinya refleks moro dengan stimulus bunyi yang keras,

sebaiknya dilakukan pada akhir prosedur karena bayi akan terkejut, takut dan menangis,

sehingga menyulitkan observasi selanjutnya.

b. Behavioral Response Audiometry

Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan, stimulus akustik akan menghasilkan pola

respon khas berupa menoleh atau menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi diluar lapang

pandang. Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horizontal, dan dengan bertambahnya

usia bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari arah bawah. Selanjutnya bayi mampu mencari

sumber bunyi dari bagian atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi dari

segala arah akan tercapai pada usia 13-16 bulan.

Teknik behavioral response audiometry yang sering kali digunakan adalah tes

distraksi dan tes visual reinforcement audiometry (VRA).

1) Tes Distraksi

Tes ini dilakukan dalam ruang kedap suara, menggunakan stimulus nada murni. Bayi

dipangku oleh ibu atau pengasuh . diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa pertama bertugas

untuk menjaga konsentrasi bayi , misalnya memperlihatkan mainan yang tidak terlalu

menarik perhatian, selain memperhatikan respon bayi. Pemeriksa kedua memberikan

stimulus bunyi, misalnya audiomeer yang terhubung dengan pengeras suara.

Respon terhadap stimulus bunyi adalah dengan menggerakkan bola mata atau

menoleh ke arah sumber bunyi. Bila tidak ada respon terhadap stimulus bunyi, pemeriksaan

diulang sekali lagi. Kalau teteap tidak ada hasil, pemeriksaan ke tiga dilakukan lagi 1 minggu

kemudian. Seandainya tetap tidak ada respon, harus dilakukan pemeriksaan audiologik

lanjutan yang lebih lengkap.

2) Visual reiforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontrol neuromotor berupa

kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Pada masa ini respon unconditioned

berubah menjadi respon conditioned. Pemeriksaan pendengaran berdasarkan respon

conditioned yang diperkuat dengan stimulus visual dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi

diberikan bersamaan dengan stimulus visual, bayi akan memberi respon orientasi atau

melokalisir bunyi dengan cara menoleh ke arah sumber bunyi. Dengan intensitas yang sama

diberikan stimulus bunyi saja (tanpa stimulus visual), bila bayi memberi respon diberi hadiah

berupa respon visual. Pad ates VRA juga diperlukan 2 orang pemeriksa. Pemeriksaan VRA

32

Page 33: gangguan pendengaran

dapat menentukan ambang pendengara, namun karena stimulus diberikan dengan pengeras

suara, maka respon yang terjadi merupakan tajam pendengaran pada telinga yang lebih baik.1

3) Play Audiometry

Pemeriksaan play audiometry (conditioned play audiometry) meliputi teknik melatih

anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam

suatu aktivitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih (conditioned) untuk

memasukkan benda tertentu ke dalam kotak segera setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2

orang pemeriksa, yang satu bertugas memberikan stimulus melalui audiometer, dan

pemeriksa kedua bertugas melatih anak dan mengamati respons. Stimulus biasanya diberikan

melalui headphone. Dengan mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi

terkecil yang dapat menimbulkan respons dapat ditentukan ambang pendengaran pada

frekuensi tertentu (spesifik).5

2. Timpanoetri

3. Audiometri Nada Murni

4. Otoacoustic Emission

5. Brainstem Evoked Response Audiometry

VI. GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI

Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada usia lanjut

dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok

geriatri umumnya tuli sensorineural, namun dapat juga tuli konduktif atau tuli campuran.

Organ-organ pendengaran akan mengalami proses degeneratif. Pada telinga luar

terjadi perubahan pada berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga.

Kelenjar-kelenjar sebasea dan seruminosa mengalami gangguan fungsi sehingga produksinya

berkurang, juga terjadi penyusutan jaringan lemak sebagai bantalan di sekitar liang telinga.

Hal ini menyebabkan kulit daun telinga maupun liang telinga menjadi kering dan mudah

mengalami trauma. Serumen cenderung mengumpul, mengeras, dan menempel dengan

jaringan kulit liang telinga.1

Bagian liang telinga 2/3 dalam mudah luka saat mengeluarkan kotoran karena kulit

yang melapisinya lebih tipis.

Serumen cenderung menumpuk karena terjadi peningkatan produksi serumen dari

bagian 1/3 liang telinga, bertambah banyaknya rambut liang telinga, yang tampak lebih tebal

dan panjang.

33

Page 34: gangguan pendengaran

Bagian telinga lain seperti membran timpani, tulang-tulang pendengaran, otot-otot di

telinga tengah juga mengalami perubahan walaupun tidak terlalu bermakna.

Perubahan mikroskopis struktur telinga tengah menurut Etholm dan Belai (1974)

didapatkan:

1. Membran timpani menipis dan lebih kaku

2. Arthritis sendi sering terjadi pada antar tulang-tulang pendengaran

3. Atrofi dan degenerasi serabut-serabut otot pendengaran di telinga tengah

4. Proses penulangan dan perkapuran pada tulang rawan di sekitar Tuba Eustachius.

Struktur telinga bagian dalam yaitu sensorik, saraf, pembuluh darah, jaringan

penunjang, maupun sinaps saraf, rentan terhadapat proses degeneratif. Organ corti paling

rentan terhadap proses degeneratif. Perubahan pada sel-sel rambut luar di bagian basal koklea

sangat besar pengaruhnya dalam penurunan ambang pendengaran pada usia lanjut.

A. Tuli Konduktif Pada Geriatri

Pada telinga luar dan telinga tengah proses degeneratif dapat menyababkan kelainan

berupa;

1. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga

2. Atrofi dan bertambah kakunya liang telinga

3. Penumpukan serumen

4. Membran timpani bertambah tebal dan kaku

5. Kekauan sendi tulang-tulang pendengaran

Kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi kelenjar serumen

berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga terjadi serumen prop,

membran timapani bertambah kaku dan tebal , kekakuan pada persendian tulang-tulang

pendengaran menyebabkan tuli konduksi.

B. Tuli Saraf pada Geriatri

Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya pada usia 65 tahun,

simetris pada telinga kiri dan kanan, terjadi pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.5

1. Etiologi

Presbikusis merupakan akibat proses degenerasi yang memiliki hubungan dengan

faktor-faktor herediter, pola makanan, arterioskerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat

34

Page 35: gangguan pendengaran

multifaktor. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin,

laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan.

2. Patologi

Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea

perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ

Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria vaskularis.

Ukuran sel-sel ganglion, saraf, dan myelin akson saraf juga mengalami penurunan jumlah.

3. Klasifikasi

Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Schuknecht dkk menggolongkan

presbikusis menjadi 4 jenis yaitu

Tabel 7. Klasifikasi Presbikusis

No. Jenis Patologi

1 Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti, jumlah

sel-sel rambut dan sel-sel penunjang berkurang.

2 Neural Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik

berurang.

3 Metabolik

(Strial presbycusis)

Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun.

Fungsi sel dan keseimbangan bio-kimia/bioelektrik

koklea berkurang.

4 Mekanik

(Cochlear presbycusis)

Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis.

Atrofi ligamentum spiralis.

Membran basilaris lebih kaku.

4. Gejala Klinik

Keluhan utama presbukusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan

dan progresif, simetris pada kedua telinag. Kapan berkurangnya pendenngan tidak diketahui

pasti.5

Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat

mendengar suara percakapan, tapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan

cepat di tempat dengan latar belakang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara

35

Page 36: gangguan pendengaran

ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf

(recruitment).

5. Diagnosis

Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani suram, mobilitasnya

berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometrik nada

murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris.

Pada tahap awal terdapat penurunan tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz. Ini

khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.

Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar,

kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada tahap lanjut

terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.

Pemeriksaan audiometrik tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara

(speech discrimination). Tampak pada presbikusis neural dan koklear.

6. Penatalaksanaan

Rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan

alat bantu dengar (hearing aid). Perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran

(speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training).1

VII. TULI MENDADAK

A. Definisi

Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis

ketuliannya ialah sensorineural, penyebabnya tidak dapat langsung diketahui, biasanya terjadi

pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak sebagai penurunan

pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada

pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari.5

Kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat permanen, kelainan ini

dimasukkan ke dalam darurat neurotologi.

Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain iskemia koklea, infeksi

virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat

ototoksik, penyakit meniere dan neuroma akustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai

etiologi dan sesuai dengan definisi diatas adalah iskemia koklea dan infeksi virus.

36

Page 37: gangguan pendengaran

B. Etiologi

1. Iskemia koklea

Dapat disebabakan oleh spasme, thrombosis atau perdarahan arteri auditiva interna.

Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligaen

spiralis pembentukan jaringan ikat dan penulangan.

2. Infeksi virus

Ex: virus parotis, virus campak, virus influenza B, dan mononucleosis menyebabakn

kerusakan pada organ corti, membrane tektoria, dan selubung myelin saraf akustikus.

3. Trauma kepala

4. Trauma bising yang keras

5. Perubahan tekanan atmosfer

6. Autoimun

7. Obat ototoksin

8. Penyakit Meniere

9. Neuroma akustik

C. Gejala

1. Timbul mendadak atau menahun secara tidak jelas

2. Terkadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan, namun biasanya menetap

3. Dapat unilateral atau bilateral

4. Disertai tinitus dan vertigo

D. Diagnosis

1. Anamnesis

Bagaimana proses terjadinya tuli, gejala yang menyertai serta faktor predisposisi.

2. Pemeriksaan fisik dan THT

Tekanan darah, pada pemeriksaan otoskop tidak ditemukan kelainan

3. Audiologi

a. Tes penala: rinne positif, weber lateralisasi ke telinga yang sehat, Schwabach

memendek. (tuli sensorineural).

b. Audiometri nada murni : tuli sensorineural ringan sampai berat.

1). Tes SISI, skor 100% atau kurang dari 70% (kesan : dapat ditemukan rekrutmen)

2). Tes Tone decay, kesan : bukan tuli retrokoklea.

37

Page 38: gangguan pendengaran

c. Audiometri tutur, speech discrimination score < 100% (kesan : tuli sensorineural)

d. Audiometri Impedans : timpanogram tipe A (normal) refleks stapedius ipsilateral

negati atau positif. Kesan : tuli sensorineural koklea

4. Laboratorium

Untuk memeriksa kemungkinana infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen,

hipotiroid, penyakit autoimun, faal hemostatis.

5. Pemeriksaan penunjang lainnya.

E. Penatalaksanaan3

1. Total bed rest selama dua minggu

2. Vasodialtasi complamin injeksi

3 x 1200 mg (4 ampul) selama 3 hari

3 x 900 mg (3 ampul) selama 3 hari

3 x 600 mg (2 ampul) selama 3 hari

3 x 300 mg (1 ampul) selama 3 hari

Disertai tablet vasodilator oral tiap hari

3. Prednisone (kortikosteroid) 4 x 10 mg (2 tablet) tapering off tiap 3 hari (hati-hati pada

pasien diabetes)

4. Vitamin C 500 mg 1 x 1 tablet/hari

5. Neurobion (neurotonik) 3 x 1 tablet/hari

6. Diet rendah garam dan rendah kolesterol

7. Inhalasi oksigen 4 x 15 menit (2liter/menit)

8. Obat anti virus sesuai penyebabnya

9. Hipertonik oksigen terapi (HB)

10. Pemasangan alat bantu dengar

11. Psikoterapi

Evaluasi pendengaran dilakukan setiap minggu dalam satu bulan (kallinen et al,1997):5

Sangat baik perbaikan lebih dari 30dB pada 5 frekuensi

Sembuh perbaikan ambang pendengaran kurang dari 30dB pada frekuensi 250Hz,

500Hz, 1000Hz, 2000Hz, dan di bawah 25dB pada frekuensi 4000Hz

Baik bila rerata perbaiakn 10-30 dB pada 5 frekuensi

Tidak ada perbaikan terdapat perbaikan kurang dari 10 dB pada 5 frekuensi.

38

Page 39: gangguan pendengaran

39

Page 40: gangguan pendengaran

VIII. NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL)

Berdasarkan survei "Multi Center Study" di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4

negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya

yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India 6,3%). Angka prevalensi sebesar 4,6%

tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta

penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75 juta - 140 juta diantaranya terdapat

di Asia Tenggara.

Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah penggunaan

mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, dan lain sebagainya. Akibatnya kebisingan makin

dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak pada kesehatan. Biaya yang harus

ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis

dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu komunikasi yang berakibat menurunnya

kualitas bisnis dan pendidikan. Sama halnya dengan akibat yang ditimbulkan pada

masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya berdekatan dengan sumber bising. Trauma akustik

ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat bising, gangguan sistemik yang

timbul akibat kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung kerugiannya secara

nominal dapat mencapai milyaran rupiah.

Industri yang terutama membawa risiko kehilangan pendengaran antara lain

pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian (peledakan, pengeboran), mesin-mesin

berat ( pencetakan besi, proses penempaan, dll), pekerjaan mengemudikan mesin dengan

mesin pembakaran yang kuat (pesawat terbang, truk, bajaj, kenderaan konstruksi, dll),

pekerjaan mesin tekstil dan uji coba mesin-mesin jet. Pada umumnya gangguan pendengaran

yang disebabkan bising timbul setelah bertahun-tahun pajanan. Kecepatan kemunduran

tergantung pada tingkat bising, komponen impulsif dan lamanya pajanan, serta juga pada

kepekaan individual yang sifat-sifatnya tetap tidak diketahui.5

Salah satu bising industri yang dianggap perlu untuk diteliti adalah bising pesawat

terbang. Penelitian mengenai pengaruh bising pesawat terbang terhadap kemampuan

pendengaran pekerja telah banyak dilakukan. Diantarannya yaitu penelitian yang dilakukan

di London Inggris dimana peneliti membandingkan antara subjek dengan tingkat kebisingan

pesawat terbang yang tinggi dengan tingkat kebisingan pesawat terbang yang rendah.

Hasilnya adalah didapat kejadian gangguan pendengaran lebih tinggi pada subjek dengan

tingkat kebisingan pesawat terbang yang tinggi. Penelitian lainnya juga menunjukkan hal

40

Page 41: gangguan pendengaran

yang sama, dimana pada pekerja bandara laki-laki di Korea menunjukkan perbedaan yang

significant pada kejadian hilangnya pendengaran (lebih dari 25 dB) antara subjek yang

terpapar bising dengan yang tidak terpapar bising pesawat terbang (p< 0.5). Hampir 60,8 %

dari pekerja yang terpapar bising tersebut tercatat sebagai pengguna HPDs (Hearing

Protective Devices).

Mengingat besarnya masalah tersebut dan pentingnya kesehatan indera pendengaran

sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia, maka

diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap masalah kesehatan indera pendengaran

khususnya tuli akibat pemajanan bising (TAB/NIHL).

A. BISING

1. Definisi

Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi

terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang

menghalangi gaya hidup. Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau

kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

manusia dan kenyamanan lingkungan atau semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.1

2. Baku Tingkat Kebisingan

Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang

diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan

gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku tingkat kebisingan (Nilai

Ambang Batas, NAB) peruntukan kawasan/lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 8. Baku tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan

kawasan/lingkungan

Peruntukan kawasan / lingkungan

kegiatan

Tingkat kebisingan

(dB)

Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan pemukiman 55

2. Perdagangan dan jasa 70

3. Perkantoran dan perdagangan 65

41

Page 42: gangguan pendengaran

4. Ruang terbuka hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60

7. Rekreasi 70

8. Khusus :- Bandar udara- Stasiun

Kereta Api - Pelabuhan Laut- Cagar

Budaya 

70

Lingkungan Kegiatan

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah dan sejenisnya 55

3. Tempat ibadah dan sejenisnya 55

B. Tuli Akibat Bising

1. Definisi

Tuli akibat bising (TAB) adalah tuli sensorineural yang terjadi akibat terpapar oleh

bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama.5

2. Faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan yaitu intensitas kebisingan,

frekwensi kebisingan, lamanya waktu pemaparan bising, kerentanan individu, jenis kelamin,

usia dan kelainan di telinga tengah. Tuli sensorineural dapat disebabkan oleh toksin (seperti

arsen dan quinine) dan antibiotika seperti streptomisin yang dapat merusak koklea.

3. Patogenesis

Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut.

Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya

degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-

sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan

bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti

hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan

hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi

intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan

semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga

dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.1

42

Page 43: gangguan pendengaran

4. Gambaran Klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech

discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan

kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,

seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian

biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya

dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.5

Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss )

adalah bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan tuli derajat sangat

berat ( profound hearing loss ).

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi

adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan

ambang dengar menetap ( permanent threshold shift). Reaksi adaptasi merupakan respons

kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan

ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. Peningkatan

ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar

akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam

beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. Peningkatan ambang

dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap

akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi (explosif) atau berlangsung lama yang

menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti,

sel-sel rambut, stria vaskularis, dan lainnya.(7,8)

Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. Apabila paparan bising dihentikan,

tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan, kerusakan telinga dalam mula-

mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat

terjadi pada frekwensi 4000 Hz, dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada

frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15

tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga

mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan

konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

5. Diagnosis

43

Page 44: gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan

biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami

kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga

ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa

keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses

yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja

bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada

pekerja lain atau pada pihak keluarga.5

Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai gendang

telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan

seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang menimbulkan gangguan

pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan

telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan

untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu

pendengaran

6. Penatalaksanaan

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapt dipergunakan alat pelindung telinga

terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung

kepala (helmet).

Oleh karena itu akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat menetap, bila

gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume

percakapan biasa, dapat dicoba pemAsangan alat bantu dengar/ ABD (hearing aid). Apabila

pendengaran sudah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat

berkomunikasi denga adekuat perlu dilakukan psikoterapiagar dapat menerima keadaannya.

Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengara dengan

ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan

anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena

pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar

dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah

mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea

(cochlear implant).

44

Page 45: gangguan pendengaran

7. Pemeriksaan5

a. Sound Level Meter ( SLM )

SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang

terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat lainnya. Alat ini

mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dan dari frekwensi 20 – 20.000 Hz. SLM dibuat

berdasarkan standar ANSI ( American National Standard Institute ) tahun 1977 dan

dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan

secara kasar frekwensi bising tersebut.

Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara

rendah yang kira-kira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi

telinga untuk batas antara 55 – 85 dB. Sedangkan jaringan frekwensi C berhubungan dengan

reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB.

b. Audiometri

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran

seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer, maka derajat

ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai.

Alat yang dikenal sebagai audiometer, dikembangkan pada awal 1920-an, mencontoh

rangkaian oktaf dari skala C seperti pada garputala. Intensitas nada dapat dipertahankan pada

tingkat tertentu, tidak seperti garputala dimana intensitas nada segera berkurang setelah

dibunyikan. Nada dapat pula diinterupsi sesuai kehendak, atau intensitas dapat dilemahkan

pada interval tertentu dengan hambatan elektris, dengan demikian intensitas bunyi dapat

dihitung. Hanya tinggal menambahkan satuan intensitas, suatu notasi decibel dan kontunuitas

intensitas, dan lahirlah suatu era modern audiometri nada murni.

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus

nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa

pendengaran yang normal grafik berada di atas. Grafiknya terdiri atas skala desibel. Suara

dipresentasikan dengan earphone (air conduction) dan skull vibrator (Bone conduction). Bila

terjadi air bone gap maka diindikasikan adanya CHL (Conduction hearing Loss). Turunnya

nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL (Sensorineural

Hearing Loss).

Pada pemeriksaan audiometri, pasien menggunakan headphone sesuai dengan telinga

yang diperiksa (warna merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri). Pemeriksaan

dimulai pada frekwensi 1000 Hz, selanjutnya 2000 Hz, 4000 Hz & 8000 Hz. Kemudian

dilanjutkan pemeriksaan pada 1000Hz dan menurun (500 Hz, 250 Hz, 125 Hz). Pada masing-

45

Page 46: gangguan pendengaran

masing frekuensi pemeriksaan ambang dengar dimulai dengan intensitas diatas perkiraan

ambang dengarnya, selanjutnya diturunkan sampai pasien tidak mendengar stimulus

bunyinya (tidak menunjuk jari). Ambang dengar pasien adalah intensitas terkecil yang dapat

didengar oleh pasien. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada ruangan kedap suara atau jika

tidak ada dapat digunakan ruangan yang sunyi.

8. Prognosis

Tuli akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap,

dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan. Penggunaan alat bantu dengar

hanya sedikit manfaatnya bagi pasien, bahkan alat tersebut hanya memberikan rangsangan

vibrotaktil dan bukannya perbaikan diskriminasi bicara pada pasien tersebut. Untuk sebagian

pasien dianjurkan pemakaian implan koklearis. Implan koklearis dirancang untuk pasien-

pasien dengan tuli sensorineural.1

IX. GANGGUAN TELINGA AKIBAT OBAT OTOTOKSIK

Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran, dan

dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten, daftar obat-obatan ototoksik semakin

bertambah.5

46

Page 47: gangguan pendengaran

A. Definisi

kerusakan karena efek toksik obat di telinga dalam, kokleal, dan atau vestibuler.

B. Gejala

Tinitus, gangguan pendengaran dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas.

Tinitus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural oleh sebab apapun, dan sering kali

mendahului serta lebih mengganggu dari pada tulinya sendiri.

Tinitus yang berhubungan dengan ototoksisitas cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar

antara 4 KHz sampai 6 KHz. Pada kerusakan yang menetap, tinitus lama kelamaan tidak

begitu kuat, tetapi juga tidak pernah hilang.

Loop diuretic dapat menimbulkan tinitus yang kuat dalam beberapa menit setelah

penyuntikan intravena, tetapi pada kasus-kasus yang tidak begitu berat dapat terjadi tuli

sensorineural secara perlahan-lahan dan progresif dengan hanya disertai tinitus yang ringan.

Tinitus ddan kurang pendengaran yang reversible dapat terjadi pada penggunaan salisilat dan

kina serta tuli akut yang disebabkan oleh loop diuretics dapat pulih dengan menghentikan

pengobatan segera. Tuli ringan juga pernah dilaporkan sebagai akibat antibiotik

aminoglikosida, tetapi biasanya menetap atau hanya sebagian yang pulih kembali. Kurang

pendengaran yang disebabkan antibiotika biasanya terjadi setelah 3-4 hari, tetapi mungkin

akan lebih jelas setelah dosis pertama.

Tuli akibat ototoksik yang menetap malahan dapat terjadi berhari-hari, berminggu-

minggu, atau berbulan-bulan, setelah selesai pengobatan. Biasanya tuli bersifat bilateral,

tetapi tidak jarang yang unilateral.

Kurang pendengaran akibat pemakaian obat ototoksik bersifat tuli sensorineural.

Antibiotika yang bersifat ototoksik mempunyai ciri penurunan yang tajam untuk frekuensi

tinggi pada audiogram., sedangkan diuretik yang dapat menimbulkan ototoksisitas biasanya

menghasilkan audiogram yang mendatar atau sedikit menurun.

Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan ototoksisitas sangat sering

ditemukan, oleh karena pemberian gentamisin dan streptomisin. Terjadinya secara perlahan-

lahan dan beratnya sebanding dengan lama dan jumlah obat yang diberikan serta keadaan

fungsi ginjalnya.

Terdapat juga gangguan keseimbangan badan dan sulit memfiksasikan pandangan,

terutama setelah perubahan posisi.

Antibiotika aminoglikosida dan loop diuretic adalah dua dari obat-obat ototoksik yang

potensial berbahaya yang biasa ditemukan.

47

Page 48: gangguan pendengaran

C. Mekanisme Ototoksik

Akibat penggunaan obat obat yang bersifat ototoksik akan dapat menimbulkan

angguan fungsional pada telinga dalam yang disebabkan telah terjadinya struktur anatomi

pada organ telinga dalam. Kerusakan yang timbul oleh preparat ototoksik tersebut antara

lain :5

1. Degenerasi striae vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan semua

jenis obat ototoksik.

2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ corti dan labirin

vertibularis, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih

terpengaruh dari pada sel rambut dalam , dan perubahan degeneratif ini terjadi

dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian apeks.

3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi dari

sel epitel sensori.

a. Aminoglikosida

Tuli yang diakibatkan bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan kehilangan

sel-sel rambut pada putaran basal koklea. Dapat juga terjadi tuli unilateral dan dapat disertai

gangguan vestibular.3

Obat-obat tersebut adalah : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,

tobramisin, amikasin dan yang terbaru adalah netilmisin dan sisomisin. Netilmisin

mempunyai efek seperti gentamisin tetapi sifat ototoksisitasnya jauh lebih kecil. Sisomisin

juga mempunyai efek ototoksisitas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan

aminoglikosida lain.3

Khusus untuk pemakaian streptomisin memerlukan perhatian yang lebih. Hal ini

harus dilakukan oleh karena streptomisin merupakan salah satu obat golongan

aminoglikosida, yang sampai saat ini masih digunakan sebagai terapi anti-tuberkulosis

kategori II. Penggunaan obat ini masih dilema, karena efek samping streptomisin yang

menyebabkan tuli sensorineural dengan gejala tersering tinitus atau rasa penuh pada telinga

dna gangguan keseimbanga, sedangkan obat ini perludiberikan pada jangka waktu tertentu

yang tidak boleh terputus.

b. Eritromisin

Gejala pemberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang pendengaran

subjektif tinitus yang meniup dan kadang-kadang disertai vertigo. Pernah dilaporkan bahwa

48

Page 49: gangguan pendengaran

terjadi tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan tinitus setelah pemberian intravena dosis

tinggi atau oral. Biasanya gangguan pendengaran dapat pulihsetelah pengobatan dihentikan.

Antibiotika lain seperti vankomisin, viomisin, capreomisin, minosiklin dapat

mengakibatkan ototoksisitas bila diberikan pada pasien yang terganggu fungsi ginjalnya.

c. Loop diuretics

Ethycrynic acid, furosemide dan bumetadine adalah diuretik yang kuat yang disebut

loop diuretics karena dapat menghambat reabsorpsi elektrolit-elektrolit dan air pada cabang

naik dari lengkung henle. Walaupun diuretik tersebut hanya memberikan sedikit efek

samping tapi menunjukkan derajat potensi ototoksisitas, terutama bila diberikan kepada

pasien dengan insufisiensi ginjal secara intravena. Biasanya gangguan pendengaran yang

terjadi ringan, tetapi pada kasus-kasus tertentu dapat menyebabkan tuli permanen.

d. Obat anti inflamasi

Salisilat termasuk aspirin dpaat mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi tinggi

dan tinitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan pendengaran akan pulih dan tinitus akan

hilang.

e. Obat antimalaria

Kina dan klorokuin adalah obat antimalaria yang biasa digunakan. Efek

ototoksisitasnya berupa gangguan pendengaran dan tinitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan

biasanya pendengaran akan pulih dan tinitusnya hilang. Perlu dicatat bahwa kina dan

klorokuin dapat melalui plasenta. Pernah ada laporan kasus tentang tuli kongenital dan

hipoplasia koklea karena pengobatan malaria pada ibu hamil.

f. Obat anti tumor

Gejala yang ditimbulkan CIS palatinum, sebagai ototoksisitas adalh tuli subjektif,

tinitus dan otalgia, tetapi dapat juga disertai dengan gangguan keseimbangan. Tuli biasanya

bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8 KHz, kemudian terkena ke frekuensi

yang lebih rendah. Kurang pendengaran biasanya mengakibatkan menurunnya hasil speech

discrimination score. Tinitus biasanya samar-samar. Bila tuli ringan pada penghentian

pengobatan pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat, biasanya bersifat menetap.

g. Obat tetes telinga

Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosida seperti

neomisin dan polimiksin B. Terjadinya ketulian tersebut dapat menembus membran tingkap

bundar (round window membrane. Walaupun membran tersebut pada manusia 3x lebih tebal

dibandingkan pada baboon (± > 65 mikron), tetapi dari hasil penelitian masih dapat ditembus

49

Page 50: gangguan pendengaran

obat-obat itu. Sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotika aminoglikosida

diperlukan untuk infeksi telinga luar.

D. Penatalaksanaan

Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu

pemberian obat-obat ototoksik terjadi pada gangguan telinga dalam (dapat diketahui secara

audiometrik), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera dihentikan. Berat

ringannya ketulian yang terjadi tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya

pengobatan. Kerentanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat itu

sendiri.5

Apabila ketulian sudah terjadi dapat divoba melakukan rehabilitasi antara lain dengan

alat bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditory trainining, termasuk cara menggunakan sisa

pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca

bahasa isyarat. Pada tuli total biilateral mungkin dapat dipertimbangkan pemasangan implan

koklea (Cochlear implant).

E. Prognosis

Sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan, kerentanan

pasien. Pada umumnya prognois tidak begitu baik malah mungkin buruk.

X. OTITIS EKSTERNA

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh

bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis

eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini

menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel

skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk

50

Page 51: gangguan pendengaran

melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut

adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides

(11%). Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga

bagian luar.5

Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat

menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga

terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis

eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum

disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau jamur.

Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang

pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak

tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca

(1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan.

Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel

dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk

(1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat

menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik.

A. Definisi

Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman

maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga,

deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kambuhan. Pengobatan amat

sederhana tetapi membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan

liang telinga.

B. Etiologi

Swimmer’s ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang,

kebanyakan pada usia remaja dan dewasa muda. Terdiri dari inflamasi, iritasi atau infeksi

pada telinga bagian luar. Dijumpai riwayat pemaparan terhadap air, trauma mekanik dan

goresan atau benda asing dalam liang telinga. Berenang dalam air yang tercemar merupakan

salah satu cara terjadinya otitis eksterna (swimmer’s ear). Bentuk yang paling umum adalah

bentuk boil (Furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar.

Pada otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago

dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma, iritan, bakteri

51

Page 52: gangguan pendengaran

atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan disebabkan alergi pemakaian topikal obat

tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn,

gentamicin, polimixin, anti bakteri (Holmes et al, 1982) dan anti histamin. Sensitifitas poten

lainnya adalah metal dan khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut

yang mungkin digunakan untuk mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang paling

umum dari liang telinga luar seperti otitis eksterna difusa akut pada lingkungan yang lembab.

C. Patofisiologi

Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel

kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga

dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa

mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk

disana.4

Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air

yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada

saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.

D. Klasifikasi Otitis Eksterna

1. Penyebab tidak diketahui :

Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis

Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil.

Otitis eksterna membranosa.

Meningitis kronik idiopatik.

Lupus erimatosus, psoriasis.

2. Penyebab infeksi

Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis,

erisipelas.

Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna

granulosa, perikondritis.

Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.

Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.

Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum kontangiosum,

variola dan varicella.

Protozoa

52

Page 53: gangguan pendengaran

Parasit

3. Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata,

ekskoriasi, neurogenik.

4. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi karena

obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik.

5. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom vesikel

dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi).

6. Perubahan senilitas.

7. Deskrasia vitamin.

8. Diskrasia endokrin.

E. Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul)

Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang

telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di liang telinga

di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes.

Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan

sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan).

Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun

telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga.

Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta :5

1. Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10%

ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan

insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%.

2. Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup

berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250

qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB.

3. Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa).

Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu adanya

penyakit diabetes mellitus.

F. Otitis Eksterna Difus

Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri.

Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu

Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis

53

Page 54: gangguan pendengaran

dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan

gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret

yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang

berasal dari kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media.5

Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung

antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang

meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik.

G. Otomikosis

Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah

tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida

albikans atau jamur lain.5

Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering

pula tanpa keluhan. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam

asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.

Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara

topikal.

H. Gejala Klinis

Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak

sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang

hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan

ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya

tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan

bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan

perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit

yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit

dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan

dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang

hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.5

Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari otitis

eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga.

Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa

sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa gatal

54

Page 55: gangguan pendengaran

disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis

eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.

Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut.

Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif

pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan

timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan

yang digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman

hantaran suara.

Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi :

1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga

menyempit.

2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat

positif

3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak

4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.

Menurut Senturia HB (1980) :

Eritema kulit, sekret yang kehijau-hijauan dan edema kulit liang telinga merupakan

tanda-tanda klasik dari otitis diffusa akuta. Bau busuk dari sekret tidak terjadi. Otitis eksterna

diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu :

1. “Pre Inflammatory“

2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat)

3. Radang kronik

I. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain

meliputi :

1. Otitis eksterna nekrotik

2. Otitis eksterna bullosa4

3. Otitis eksterna granulose

4. Perikondritis yang berulang

5. Kondritis

55

Page 56: gangguan pendengaran

6. Furunkulosis dan karbunkulosis

7. Dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika.

Karsinoma liang telinga luar yang mungkin tampak seperti infeksi stadium dini

diragukan dengan proses infeksi, sering diobati kurang sempurna. Tumor ganas yang paling

sering adalah squamous sel karsinoma, walaupun tumor primer seperti seruminoma, kista

adenoid, metastase karsinoma mamma, karsinoma prostat, small (oat) cell“ dan karsinoma sel

renal. Adanya rasa sakit pada daerah mastoid terutama dari tumor ganas dan dapat

disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan biopsi.

XI. OTITIS MEDIA

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media

supuratif dan otitis media nonsupuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis

media musinosa, otitis media efusi/OME).1

“Skema pembagian otitis media”

56

Page 57: gangguan pendengaran

Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media

supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK/ OMP).

Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma =

aerotitis) dan media serosa kronis. Selain itu terdapat pula otitis media spesifik, seperti otitis

media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media

adhesiva.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis Media Perforata (OMP)

atau dalam sebutan sehari-hari adalah congek. Otitis Media Supuratif Kronik ialah infeksi

kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari

telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening

atau berupa nanah.

A. Otitis media supuratif akut

Telinga tengah biasanya steril, meskipuun terdapat mikroba di nasofaring dan faring.

Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknnya mikroba ke dalam telinga

tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.5

Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.

Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi

tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah dan terjadi

peradangan. Selain itu pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernapasan atas.

Pada anak, makin sering anak terserang ISPA maka makin besar kemungkinan

terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba eustachius yang

pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.

1. Patologi

57

Page 58: gangguan pendengaran

Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik seperti Sreptokokus

Hemolitikus, S. Aureus, Pnemokokus, selain itu kadang-kadang ditemukan juga H.Influenza,

E.Coli, streptokokus anhemolitikus, Proteus Vulgaris, dan Pseudomonas Aurugenosa.

H.infuenza sering ditemukan pada anak dibawah usia 5 tahun.4

2. Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah, akibat infeksi dapat dibagi dalam 5 stadium.

1.Stadium oklusi Eustachius, 2. Stad.hiperemis, 3.Stad.Supurasi, 4.perforasi, 5.Resolusi.

keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani.5

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.

Tanda adanya oklusi Tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat

terjadinya tekanan negatif dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara. Kadang-kadang

membran timpani (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi

tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang

disebabkan oleh virus atau alergi.

b. Stadium Hiperemis (pre supurasi).

Pada stadium hiperemis tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani atau

seluruh membran timpani tampak hiperemisatau edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin

bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

c. Stadium supurasi.

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta

terbentuknya eksudat yang purulen ducavum timpani, menyebabkan membran timpani

menonjol (bulging) kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit,

nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri ditelinga bertambah berat.

Apabila tekanan pus dicavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan

pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa

dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan

berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka

kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar. Dengan miringotomi,

luka insisi akan menutup kembali, sedangkan bila ruptur maka perforasi tidak mudah

menutup kembali.

d. Stadium perforasi.

58

Page 59: gangguan pendengaran

Karena beberapa sebab sseperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman

yang tinggi maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar dari telinga

tengahke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah menjadi tenang dan suhu badan turun.

Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.

e. Stadium resolusi.

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan

normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan kering. Bila

daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi akan terjadi meskipun

tanpa pengobatan. OMA berubak menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang

keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa atau sequele

berupa otitis media serosa jika sekret menetap dicavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

3. Gejala klinik OMA

Bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat

berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang

tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau

orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh

ditelinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu

tubuh tinggi dapat sampai 39,5 C ( pasa stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba

tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang kejang dan kadang kadang anak memegang

telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang

telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.5

4. Terapi

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi,

pengobatan terutama untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif

ditelinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCL efedrin 0,5% dalam

larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk

yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati.

Antibiotikka diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau

alergi.1

Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika.

Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilim. Terapi awal

diberikan penisilin intamuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat didalam darah,

59

Page 60: gangguan pendengaran

sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, ganggguan pendengaran sebagai gejala

sisa, dan kekambuhan. Antibiotik dianjurkan diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien

alergi penisilin maka diberikan eritromisin.

Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam

4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau eritromisin 40

mg/kgBB/hari.4

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan

miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala klinis lebih cepat

hilang dan ruptur dapat dihindari.

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang sekret keluar secara

berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah oabt cuci telinga H2O2 adekuat.

Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalamwaktu 7-10 hari.

Pada stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir diliang telinga luar

melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya

edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3

minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah

terjadi mastoiditis.Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih 3

minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.

Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulanatau dua

bulan,maka keadaan ini otitis media supuratif kronis (OMSK).

5. Komplikasi

Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub-

periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitits dan abses otak). Sekarang dengan

antibiotika, komplikasi jenis itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.

B. Otitis media supuratif kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP)

atau dalam sebutan sehari-hari congek.5

1. Definisi

60

Page 61: gangguan pendengaran

Yang disebut OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi

membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah dengan perforasi membran

timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret

mungkin ecer atau kental, bening atau berupa nanah.

2. Perjalanan penyakit

Otitis media kaut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif

kronis apabila prosesnya sudah lebih dari dua bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,

disebut otitis media supuratif subakut.

Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah erapi yang

terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh

pasien rendah (gizi buruk) atau higiene yang buruk.

3. Letak Perforasi

Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.

Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Pada

perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih

ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung

berhubungan dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang

terletak di pars flaksida.Jenis-Jenis Perforasi dapat dibagi menjadi:5

a. Perforasi Sentral kecil b. Perforasi Sentral (Sub Total)

c. Perforasi Atik d. Perforasi Postero Superior/ Marginal

61

Page 62: gangguan pendengaran

4. Klasifikasi OMSK

Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis :4

a. OMSK tipe Benigna

Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai

tulang.Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan

komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma.

b. OMSK tipe Maligna

Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu

kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatom

dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kongenital dan didapat. OMSK tipe maligna dikenal

juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe

maligna letaknya di atik atau marginal, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada

OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.

5. Epidemiologi

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi kondisi sosial,

ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higienis dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan

prevalensi OMSK dilaporkan pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi

tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.

6. Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang

dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,

tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius.

7. Patogenesis dan Patologi

62

Page 63: gangguan pendengaran

Karena OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK, akan

dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan oleh Infeksi di

Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba eustakius , yang

sangat berperan penting dalam patofisiologi OMA pada anak berbeda dengan orang dewasa.

Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada

dewasa.5

8. Gejala Klinis

a. Telinga Berair (Otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe

jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi

iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret

biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.

Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena

rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan

adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan

tuberkulosis.

b. Gangguan Pendengaran

63

Page 64: gangguan pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya

ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan

mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya

didapat tuli konduktif berat.

c. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri

merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau

trombosis sinus lateralis.

d. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi

dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan

udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya

karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah

terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan

keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna yang perlu diperhatikan mengingat OMSK

tipe ini seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan

diagnosis dini yang menjadi pedoman yaitu adanya perforasi pada marginal atau pada atik.

Sedangkan pada kasus yang lanjut dapat terlihat adanya Abses atau fistel retroaurikular,

jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani, pus yang selalu

aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) dan foto rontgen mastoid adanya gambaran

kolesteatom.1

9. Diagnosis OMSK

a. Anamnesis

Gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah otorrhoe dan supurasi kronik telinga

tengah yang umumnya bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer).

Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan

produk degenerasinya. Bakteri penginfasi sekunder, seperti stafilokokus, Proteus vulgaris,

dan Pseudomonas aeruginosa, serta sejumlah bakteri anaerob yang merupakan bagian dari

flora campuran, selalu ditemukan dalam sekret telinga kronik. Jika sekret encer berbau busuk

dan bercampur darah, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan.

64

Page 65: gangguan pendengaran

Gejala penting lainnya adalah gangguan pendengaran, yang biasanya konduktif

namun dapat pula bersifat campuran. Nyeri tidak lazim dikeluhkan, namun jika ada mungkin

akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater, atau dinding sinus lateralis atau

adanya pembentukan abses otak.

Vertigo juga merupakan gejala serius pada OMSK. Memberi kesan adanya fistula,

akibat erosi pada labirin tulang paling sering pada kanalis semisirkularis horizontal.

Pedoman klinik OMSK tipe bahaya adalah perforasi pada marginal atau pada atik.

Sedangkan pada kasus lanjut dapat terlihat, abses atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan

granulasi diliang telinga luar yang berasal dari dalam serta terlihat kolesteatoma pada telinga

tengah.1

b. Pemeriksaan otoskopi

Ototskopi dilakukan untuk melihat perforasi, letaknya dan jenisnya, sekret yang

keluar, serta ada tidaknya komplikasi kolesteatoma.

c. Pemeriksaan audiologi

Untuk memeriksa fungsi pendengaran yakni dengan : (1) tes penala, (2) tes berbisik,

(3) Audiometri nada murni.

d. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk melihat

struktur-struktur telinga tengah. Dan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan

anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

65

Page 66: gangguan pendengaran

10. Penatalaksanaan

a. Terapi OMSK

Terapi OMSK sering memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang,

karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain

disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu:

a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah

berhubungan dengan dunia luar.

b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.

c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.

d. Gizi dan higiene yang kurang.

1). Tipe Benigna

Prinsip terapinya ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang

keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama

3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memeberikan obat tetes

telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Karena semua obat tetes yang

mengandung antibiotik bersifat ototoksik. Sehingga dianjurkan penggunaan obat tetes telinga

jangan diberikan terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah

tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila

pasien alergi terhadap penisilin). Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah

resistensi terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin asam klavulat.5

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan,

maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk

menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,

mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta

memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya

infeksi berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu

melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

2). Tipe Maligna

66

Page 67: gangguan pendengaran

Prinsip terapi ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa

timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi

sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler,

maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan

mastoidektomi.5

c. Jenis Pembedahan pada OMSK5

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada

OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

1) Mastoidektomi sederhana

Indikasi : Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif

tidak sembuh. Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan

patologik. Tujuan : Agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi

pendengaran tidak diperbaiki.

2) Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.

Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan

patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid

diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah

komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.

Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.

3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak

kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga

direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid,

dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.

4) Miringoplasti

Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama

timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya

67

Page 68: gangguan pendengaran

adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan

perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian

ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

Komplikasi : Infeksi, Kegagalan graft, Kondroitis, Trauma nervus korda timpani,

Tuli sensorineural dan vertigo, Peningkatan tuli konduksi, Stenosis kanal auditori eksternal.

5) Timpanoplasti

Indikasi : Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK

benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.

Tujuan : Untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada

operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi

tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan

maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.1

Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani

dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula

operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12 bulan.

6) Timpanoplasti dengan Pendekatan ganda (Combined approach tympanoplasty)

Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan

jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta

memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa

meruntuhkan dinding posterior liang telinga).

Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan

melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan

melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK maligna belum

disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan kolesteatoma.

Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan

komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis,

kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus

sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan

sebagai komplikasi segera.5

68

Page 69: gangguan pendengaran

Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur,

stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang

dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi.

Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu

melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di

dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah

kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah

tidakdikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena

operasisebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma.

Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-

Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan

padasaraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan.

Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo

pascaoperasidapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera

operasi.Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah

aditus adantrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa

kolesteatoma danmatriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin.

Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem

konduksitelinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding

sinus danduramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas

dapatditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran

berhenti.Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari

dapatmenyebabkan perdarahan besar.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar darah pertahanan telinga tengah yang

normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke seluruh struktus disekitarnya.

Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa seperti

mukosa saluran napas, mampu menglokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar

kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bilasawar ini runtuh, maka

struktur lunakdisekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya

abses periosteal, suatu komplkasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah

kedalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan parese n.fasialis atau labirinitis. Bila

kearah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis

dan abses otak.

69

Page 70: gangguan pendengaran

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu terbentuknya

jaringan granulasi. Pada otitis media supuratif akut atau eksaserbasi akut penyebaran

biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronis,

penyabaran terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lalainnya ialah toksi masuk melalui

jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus

perilimfatik dan duktus endolimfatik.Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat

diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intrakranial.

11. Komplikasi

Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya

yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media

mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.

Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan

menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,

tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada

OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.1

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari

OMSK berhubungan dengan kolesteatom.Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi

sebagai berikut :

a. Komplikasi telinga tengah

1) Perforasi persisten membrane timpani

2) Erosi tulang pendengaran

3) Paralisis nervus fasial  

b. Komplikasi telinga dalam

1) Fistel labirin

2) Labirinitis supuratif

3) Tuli saraf ( sensorineural)

c. Komplikasi ekstradural

1) Abses ekstradural

2) Trombosis sinus lateralis

3) Petrositis

d. Komplikasi ke susunan saraf pusat

1) Meningitis

70

Page 71: gangguan pendengaran

2) Abses otak

3) Hindrosefalus otitis

C. Otitis media serosa

1. Definisi

Otitis media serosa adalah keradangan non bakterial mukosa kavum timpani yang

ditandai dengan terkumpulnya cairan yang tidak purulen (serous atau mukous). Sinonim :

otitis media efusa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, glue ear.4

2. Patofisiologi

Gangguan fungsi tuba Eustachius merupakan penyebab utama. Gangguan tersebut

dapat terjadi pada :4

Keradangan kronik rongga hidung, nasofaring, faring misalnya oleh alergi

Pembesaran adenoid dan tonsil

Tumor nasofaring

Celah langit-langit

3. Diagnosis

a. Anamnesis

Tekinga terasa penuh, terasa ada cairan (grabeg-grebeg)

Pendengaran menurun

Terdengar suara dalam telinga sewaktu menelan atau menguap

b. Pemeriksaan

Pada otoskopi membran timpani berubah warna kekuning-kuningan,

refleks cahaya berubah atau menghilang

Dapat terlihat air fluid level atau air bubles

c. Pemeriksaan penunjang

Audiogram : tuli konduktif

Timpanogram : tipe B atau tipe C

4. Diagnosis banding

Otitis media supuratif akut tipe kataral

5. Penyulit

Otitis media kronis

71

Page 72: gangguan pendengaran

Mastoiditis kronis

Timpanosklerosis

6. Terapi

a. Tahap I :

Miringotomi dan pasang ventilating tube (gromet)

Obat-obat gangguan fungsi tuba : dekongestan oral atau lokal (lihat terapi

otitis media supuratif akut)

b. Tahap II :

Bila ada pembesaran tonsil dan atau adenoid, dilakukan adenotonsilektomi

Bila ada faktor alergi dilakukan perawatan alergi.

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli kondiktif,

sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli

koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah

72

Page 73: gangguan pendengaran

dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan

menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.

Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. Fasialis yang disebut korda timpani. Bila

terdapat radang di telinga tengah dan atau trauma mungkin korda timpani terjepit, sehingga

timbul gangguan pengecap.

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) serta tuli

campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan

oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural

(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat

pendengaran, sedangkan tuli campur disebabkan kombinasi tuli konduktif dan tuli

sensorineural.

Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli

sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.

Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-

serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi

khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes Short Increment

Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance {ABLB}, audiometri

tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri impedans, elektrokokleografi,

Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA}, pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger,

audiometri nada murni secara berulang, impedans) dan pemeriksaan audiometri anak.

73