Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

36
TUGAS OBSTETRI OLEH SEFTI ANGGRAINI NIM. 012035 AKADEMI KEBIDANAN MANNA

description

gangguan kenyamanan, infeksi, kelainan pada mammae

Transcript of Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

Page 1: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

TUGAS OBSTETRI

OLEH

SEFTI ANGGRAINI

NIM. 012035

AKADEMI KEBIDANAN MANNA

BENGKULU SELATAN

T.A. 2015

Page 2: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat

kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium

Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat

mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup

pada tahun 2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan dan nifas

sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah‐langkah untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya yang

sudah dilakukan pemerintah masih belum mampu mempercepat penurunan

AKI seperti diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan hasil

perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari

228 per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100 000 kelahiran hidup).

Diskusi sudah banyak dilakukan dalam rangka membahas mengenai sulitnya

menghitung AKI dan sulitnya menginterpretasi data AKI yang berbeda‐beda

dan fluktuasinya kadang drastis. (Depkes, 2013)

Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2002).

Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian

ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas

terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, diantaranya disebabkan oleh

adanya komplikasi masa nifas.

B. Tujuan Penulisan

Mengetahui patologi masa nifas serta penanganan yang dapat dilakukan

untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi dalam masa nifas.

1

Page 3: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Kenyamanan

1. Sistem Reproduksi pada Masa Nifas

a. Perubahan Ligamen

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang

sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur

menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum

menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak

jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan

oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi

agak kendor.

b. Perubahan pada Serviks

Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks

memanjang seperti celah. Karena hyper palpasi ini dank arena retraksi dari

serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu, setelah

involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya

sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada

retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir

sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir

belakang pada serviks.

c. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari

pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada

keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan

muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada

2

Page 4: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar

tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum

melahirkan.

Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat

sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum

dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina

hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium

dengan latihan harian.

d. Involusi Alat-Alat Kandungan

Rasa sakit, yang disebut after pains, (merian atau mules-mules)

disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca

persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila

terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat antisakit dan antimules.

e. Perubahan Sistem Pencernaan

Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia, dan

keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk

memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai

konsumsi camilan yang sering ditemukan. kerapkali untuk pemulihan

nafsu makan, diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali

normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun

asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari,

gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum

melahirkan diberikan enema.

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga

hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot

usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum,

diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau

dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri

yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid.

Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus

kembali normal.

3

Page 5: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

f. Sistem Urinarius 

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)

turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar

sterorid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan

funngsi ginjal selama masa pasca partum. Fungsi ginjal kembali normal

dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. diperlukan kira-kira

dua sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter

serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ;

1993). Pada sebagian kecil wanita, dilaktasi traktus urinarius bisa menetap

selama tiga bulan.

g. Diuresis Postpartum 

Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan

cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu mekanisme

untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis

luas, terutama pada malam hari, selama dua sapai tiga hari pertema setelah

melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar

estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan

hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan

mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan

melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan

berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran

kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut

kebalikan metabilisme air pada masa hamil (reversal of the water

metabolisme of pregnancy)

h. Uretra dan Kandung Kemih 

Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses

melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung

kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali disertai di

daerah-daerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang oedema, terisi penuh

dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak

sempurna dan urine residual kecuali jika dilakukan asuhan untuk

4

Page 6: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak

merasa untuk berkemih.

B. Infeksi Puerperalis

1. Pengertian

    Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh

masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu

persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 )

2. Faktor-faktor predisposisi infeksi puerperalis, diantaranya :

a. Persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar

b. Tindakan operasi persalinan

c. Tertinggalnya plasenta selaput ketubahn dan bekuan darah

d. Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam

jam

e. keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan

antpartum dan postpartum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi,

kelelahan dan ibu hamil dengan penyakit infeksi seperti pneumonia,

penyakit jantung dan sebagainya.

3. Pencegahan yang dapat dilakukan dalam upaya menurunkan infeksi

puerperalis sebagai berikut :

1)   Pencegahan pada waktu hamil

1. Meningkatkan keadaan umum penderita

2. Mengurangi faktor predisposisi infeksi kala nifas

2)  Saat persalinan

1. Perlukan dikurangi sebanyak mungkin

2. Perlukaan yang terjadi perdarahan post partum

3. Mencegah terjadi perdarahan post partum

4. Kurang melakukan pemeriksaan dalam

5. Hindari persalinan yang berlangsung lama

3)  Kala nifas

1. Lakukan mobiliasi dini sehingga darah lokia keluar dengan lancar

5

Page 7: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

2. Perlukaan dirawat dengan baik

3. Rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi

nosokomial

4. Pengobatan Infeksi Kala Nifas

1. Sebaliknya segera dilakukan pengambilan (kultur) dari secret vagina,

luka operasi dan darah serta uji kepakaian untuk mendapatkan

antibiotiika yang tepat dalam pengobatan

2. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat

3. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan

antibiotikan spectrum luas (broad spectrum) menunggu hasil

laboratorium

4. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita infus atau

tranfusi diberikan perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang

dijumpai

5. Pengobatan Kometarapi

a. Kemasan sulfonamide

b. Kemasan penislin

c. Tetrasiklin, ertiromisin dan kloramfenikal

d. Jangan diberikan politerapi antibiotika yang sangat berlebihan

e. Tidak ada gunanya memberikan obat-obatan yang mahal kalau

evaluasi penyakit dan hasil laboratorium tidak dilakukan

C. Kelainan Pada Mammae (Mastitis)

a. Pengertian

Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan

payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses

payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).

b. Penyebab

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak

ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus) .Bakteri

seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu

6

Page 8: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu) dan

mastitis juga dapat disebabkan oleh : payudara tidak disusukan secara

adekuat ; payudara bengkak ; penyangga payudara yang terlalu ketat; ibu

diet jeleg ; kurang istirahat sehingga anemia yang menimbulkan infeksi.

c. Etiologi

Mastitis dapat disebabkan karena keradangan biasa atau oleh agen

infeksi seperti bakteri dan jamur. Bakteri yang dapat menimbulkan

mastitis antara alain adalah :

Staphylococcus aureus. Merupakan bakteri utama yang paling

sering menyebabkan mastitis. Dapat menyebabkan mastitis subklinis

maupun klinis. Memiliki protein A pada membrannya sebagai faktor

virulensi, yang bersifat antifagositik dengan cara berikatan dengan bagian

dari IgG untuk mengacaukan opsonisasi. Selain itu, polisakarida yang ada

di kapsulanya juga bersifat antifagositik. Staphylococcus  menghasilkan

produk ekstraseluler seperti katalase, koagulase, staphylokinase, lipase,

dan hyaluronidase. Semuanya berperan untuk menembus membran

mukosa, kecuali katalase. Katalase digunakan untuk mengubah oksigen

peroksida menjadi oksigen dan air. Selain itu, lipase juga berfungsi untuk

melindungi bakteri ini dari asam lemak bakterisisdal pada saluran

mammae. Bentukan akut dari Staphylococcus adalah beberapa

kebengkakan dan sekresi purulent dan fibrosis. 

d. Gejala

Tanda-tandanya yaitu rasa panas dingin disertai dengan kenaikan

suhu, penderita merasa lesu, tidak nafsu makan,penyebab staphylococcus

aureus,mammae membesar, nyeri pada suatu tempat kulit merah,

membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan.

Adanya bengkak,rasa nyeri di payudara kemerahan pada payudara,

payudara keras dan menonjol, suhu tubuh meningkat, infeksi terjadi 1-3

minggu pasca persalinan.

Gejala mastitis non-infeksius : ibu memperhatikan adanya bercak

panas,atau area nyeri tekan yang akut; ibu dapat merasakan bercak kecil

7

Page 9: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

yang keras di daerah nyeri tekan tersebut; ibu tidak mengalami demam dan

merasa bai-baik saja.

Gejala mastitis infeksius: ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada

obat seperti flu,ibu dapat mengeluh karena sakit kepala ; ibu demam

dengan suhu diatas 380C, terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas

pada payudara ; kulit payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya

(tanda-tanda akhir) ; kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang

pembengkakan.

e. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi

payudara.

f. Pengobatan

1. Untuk mengurangi rasa sakit dan demam dapat diberikan pengobatan

analgetika-antipiretik. (asetaminofen, ibuprofen (Thylenol))

2. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika.

(Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari atau

eritromisin 250 mg per oral 3 x sehari selama 10 minggu)

3. Bantulah agar ibu

a) Kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak dan

nyeri

b) Bayi mulai menyusu dari payudara yang mengalami peradangan

c) Selalu menyusui bayinya.

d) mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat cukup.

e) Sangga payudara dengan bra untuk ibu menyusui

f) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

g) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan( evaluasi

3 hari)

8

Page 10: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

D. Gangguan Jalan Lahir

1. Pengertian

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat

dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.

2. Penanganan Umum

Penanganan umum distosia bahu :

Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu,

khususnya pada persalinan dengan bayi besar.

Siapkan beberapa orang untuk membantu.

3. Diagnosis

"Distosia bahu tidak dapat diprediksi"

Diagnosis distosia bahu :

Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.

Dagu tertarik dan menekan perineum.

Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di

belakang simfisis pubis.

Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala

terhadap perineum sehingga tampak masuk kembali ke dalam

vagina.

4. Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang

menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang

bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah

ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu

depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal

untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan

tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan

terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa

lahir mengikuti kepala.

9

Page 11: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

5. tiologi

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,

kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada

makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang

pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat

menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau

kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami

pemanjangan kala II sebelah bahuberhasil melipat masuk ke dalam

panggul.

6. Komplikasi Maternal

Perdarahan pasca persalinan

Fistula Rectovaginal

Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral

neuropathy”

Robekan perineum derajat III atau IV

Rupture Uteri

E. Penatalaksanaan

1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat

diperlukan.

2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah

melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.

3. Lakukan episiotomi.

F. Gangguan Traktus Urinarius

1. Definisi

Infeksi Traktus Urinarius ( ITU ) adalah masuknya kuman atau bibit

penyakit dimana pada urin yang diperiksa ditemukan mikroorganisme

lebih dari 10.000 per ml. Urine yang diperiksa harus bersih, segar, dan di

ambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan fungsi

suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari normal ini

10

Page 12: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

disebut dengan bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala,

disebut bakteriuria asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-

gejala yang disebut bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2006).

2. PATOGENESIS

Kebanyakan infeksi traktus urinarius disebabkan oleh bakteri gram

negatif, terutama Eskerisia koli, spesies pseudomonas dan organisme yang

berasal dari kelompok Enterobakter. Jumlah seluruhnya mencapai lebih

dari 80% kultur positif infeksi saluran kencing. Sementara kebanyakan

organisme tersebut adalah Eskerisia koli, infeksi jamur, misalnya spesies

kandida yang meningkat bersamaan dengan munculnya HIV/AIDS dan

penyebarannya menggunakan antibiotika berspektrum luas.

3. ETIOLOGI

Infeksi traktus urinarius merupakan jenis infeksi nosokomial yang

paling sering terjadi disekitar 40% dari seluruh infeksi pada Rumah Sakit

setiap tahunnya. Organisme yang menyerang bagian tertentu sistem urine

menyebabkan infeksi saluran kencing yaitu ginjal (Pielonefritis), kandung

kemih (Sistitis), atau urine (Bakteriuria).

Salah satu penyebaranya organismenya dapat melalui :

a. penggunaan kateter dalam jangka pendek

b. penggunaan kateter yang lebih lama

c. Terlalu lama menahan kencing

d. Kurang minum

e. Penggunaan toilet yang tidak bersih

f. Kebiasaan cebok yang salah

4. PENANGANAN

1. Wanita hamil dengan infeksi ini harus di rawatinapkan. Karena

penderita sering mengalami mual dan muntah, mereka umumnya

datang dengan keadaan dehidrasi.

2. Bila penderita dalam keadaan syok, lakukan tindakan yang sesuai

untuk mengatasi syok tersebut. Segera lakukan pemasangan infus

11

Page 13: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

untuk restorasi cairan dan pemberian medikamentosa. Pantau tanda

vital dan diuresis secara berkala.

3. Bila terjadi ancaman partus prematurus, lakukan pemberian antibiotika

seperti yang telah diuraikan di atas dan penatalaksanaan partus

prematurus.

4. Lakukan pemeriksaan urinalisis dan biakan ulangan.

5. Terapi antibiotika sebaiknya diberikan secara intravena. Ampisilin

bukan merupakan pilihan utama karena sebagian besar

mikroorganisme penyebab terbukti resisten terhadap antibiotika jenis

ini.

6. Walaupun golongan aminoglikosida cukup efektif tetapi pemberiannya

harus dengan memperhatikan kemampuan ekskresi kreatinin karena

pada pielonefritis akut, sering terjadi gangguan fungsi ginjal secara

temporer.

7. Terapi kombinasi antibiotika yang efektif adalah gabungan sefoksitin

1-2 gram intravena setiap 6 jam dengan gentamisin 80 mg intravena

setiap 12 jam. Ampisilin 2 gram/siproksin 2 gram intravena dan

gentamisin 2x80 mg.

8. Bila setelah penanganan yang adekuat dalam 48 jam pertama, ternyata

sebagian gejala masih ada, pertimbangkan kemungkinan

mikroorganisme resisten terhadap antibiotika yang diberikan,

nefrolitiasis, abses perinefrikata obstruksi sekunder akibat kehamilan.

G. Kelainan pada Uterus

1. Retroflexio Uteri

Pengertian

Adalah uterus hamil yang semakin lama semakin besar terkurung dalam

rongga panggul,tidak dapat keluar memasuki rongga perut.

Kehamilan pada retrofleksi uteri tidak banyak dijumpai karena

kemampuan mobilisasi uterus selama hamil dan melepaskan diri dari

ruangan pelvis minor.

12

Page 14: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

Jarang sekali kehamilan pada uterus dalam retroflexio mencapai umur

cukup

Penyebab

Terkurung uterus,mungkin uterus retrofleksi,tertahan karena adanya

perlekatan-perlekatan atau oleh sebab lain yang tidak diketahui

(fiksata).Terdapat kemungkinan dari nasib kehamilannya :

a. Koreksi spontan : dimana pada kehamilan 3 bulan korpus dan

fundus naik masuk kedalam rongga perut.

b. Abortus : hasil konsepsi terhenti berkembang dan

keluar,karena sirkulasi terganggu.

c. Koreksi tidak sempurna : dimana bagian yang melekat tetap

tertinggal sedangkan bagian uterus yang hamil naik masuk ke

dalam rongga perut disebut retrofleksia uteri gravidi partialis.Nasib

kehamilan selanjutnya bisa abortus, partus prematurus,terjadi

kesalahan letak dan bersalin biasa.

Diagnosa

Diagnosa Subjectif

Adanya gangguan miksi,defekasi rasa sakit dan penuh di dalam rongga

panggul.Keluhan muncul pada UK di atas 16 minggu,dimana uterus

mengisi rongga panggul.

Penatalaksanaan

Salah satu penanganan yang masih dianjurkan adalah melakukan

tidur dengan kedudukan dada-kaki beberapa waktu dengan harapan

agar retrofleksi uteri gravidi dapat lepas dari ruangan pelvis

minor.Disamping itu dapat pula dilepaskan dengan kedudukan

tidur dada-kaki dan mendorong uterus gravidus keluar dari ruangan

pelvis minor.

Bila tidak terjadi perlekatan dapat dilakukan :

a. Reposisi digital jika perlu dalam narkosa

13

Page 15: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

b. Koreksi dengan posisi genu-pektoral selama 3 x 15 perhari atau

langsung dikoreksi melalui vagina dengan 2 jari mendorong

korpus uteri kearah atas keluar rongga panggul

c. Posisi trendelenberg dan istirahat

d. Reposisi operatif.

2. Prolapsus Uteri

Pengertian

Prolapsus uteri atau turunnya uterus dapat dibagi menjadi 3 tingkat :

a. Tingkat I : Uterus turun dengan serviks uteri sampai introitus

vagina

b. Tingkat II : Sebagian uterus keluar dari vagina

c. Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina dengan

inversion vaginae.

Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkurang karena setelah

bulan ke IV uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi

ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.Kadang-kadang disertai

pula dengan sistokel dan rektokel.

Penyebab

Terjadi karena kelemahan ligament endopelvik terutama

ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi

elangosiopoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada

enterokele.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik

pertumbuhannya dan kurang kerenggangannya

Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan

menopause.

Persalinan lama dan sulit:

a. Meneran sebelum pembukaan lengkap

b. Laserasi dinding vagina bawah pada kala 2

c. Penatalaksaan pengeluaran plasenta

14

Page 16: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

d. Reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik

Pada menopause

Karena hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar

panggul menjadi melemah.

Diagnosa

Diagnosa Subjektif

Pasien biasanya merasa adanya suatu benda yang mengganjal

atau menonjol di genetalia eksterna

Rasa sakit dipanggul dan pinggang(backache).Biasanya jika

penderita berbaring keluhan menjadi berkurang.

Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:

a. Kencing sering dan sedikit-sedikit ,mula-mula pada siang

hari kemudian bila lebih berat pada malam hari.

b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan

sepenuhnya.

c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing

ketika batuk,mengejan.

Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:

a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel

b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel

dari vagina

Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :

a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita

waktu berjalan dan bekerja.Gesekan porsio uteri oleh celana

menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio

uteri.

b. Leukhorea karean kongesti pembuluh darah didaerah

serviks dan karena infeksi serta luka pada porsio uteri.

Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul

dan rasa penuh di vagina.

15

Page 17: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

Diagnosa Objectif

Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan

ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari.Apakah porsio

uteri pada posisi normal tau porsio sampai introitus vagina

atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.Selanjutnya

penderita diminta berbaring dengan posisi litotomi ditentukan

pula panjangnya servik uteri.Servik uteri yang lebih panjang

dari biasa dinamakan elongasio kolli.

Pada sistokel dijumpai didinding vagina depan benjolan kistik

lembek dan tidak nyeri tekan.Benjolan ini bertambah besar

jika penderita mengejan.Jika dimasukkan kedalam kandung

kencing kateter logam,kateter itu diarahkan kedalam sistokel

dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.

Menegakkan diagnose rektokel mudah yaitu menonjolnya

rectum kelumen vagina sepertiga bagian bawah.Penonjolan ini

berbentuk lonjong,memanjang dari proksimal ke distal ,kistik

dan tidak nyeri.Untuk memastikan diagnosis jari dimasukkan

kedalam rectum dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel

yang menonjol ke lumen vagina.

Penatalaksaan

Indikasi melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari

beberapa factor seperti umur penderita,keinginannya untuk

mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus,tingkat prolapsus

dan adanya keluhan.

3. Kelainan Bawaan Uterus

Pengertian

Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus

muller yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses

penyatuan.

16

Page 18: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

Penyebab

Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan,

dalam berkembangnya kedua saluran muller dan dalam kanalisasi.

Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila kedua saluran muller

berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan sedikitpun sehingga

terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina. Uterus subseptus

terdiri atas 1 korpus uteri dengan septum yang tidak lengkap, 1

serviks, 1 vagina, cavum uteri kanan dan kiri terpisah secara tidak

lengkap. Uterus arkuatus hanya mempunyai cekungan di fundus uteri.

Kelainan ini paling ringan dan sering dijumpai. Uterus birkornis

unilateral. Radi mentarius terdiri atas 1 uterus dan disampingnya

terdapat handuk lain. Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus, 1 serviks

yang berkembang dari satu saluran kanan dan kiri. Kelainan ini dapat

menyebabkan abortus, kehamilan ektopik dan kelainan letak janin.

Penatalaksanaan

Tindakan operatif.

17

Page 19: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat

genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam

kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam

masa nifas oleh sebab apapun. (Rustam Mochtar, 1998)

Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti

eksogen (kuman datang dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat lain

dalam tubuh), dan endogen ( dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang

terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak

patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.

Yang termasuk ke dalam infeksi masa nifas yaitu bendungan payudara,

infeksi payudara. Selain infeksi nifas masalah yang sering terjadi dalam masa

nifas adalah gangguan psikologis yang bisa berbentuk depresi post partum,

post partum blues dan postpartum psikosa.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan

kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai patologis dalam masa nifas

sesuai kebutuhan ibu dan bayi.

18

Page 20: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

DAFTAR PUSTAKA

Hulliana, M. 2003. Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta : Pupaswara.

Mansjoer, A. 2001. Kamus Kedokteran. Jakarta : FKUI.

Manuaba, I.B.G. (1998). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi, edisi II jilid I. Jakarta : EGC.

Nursalam. 2001.Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika.

Perinasia. 2007. Manajemen Laktasi. Jakarta : Perinasia.

Pusdiknakes.2003. Konsep Asuhan Kebidanan, Buku I. Jakarta : Pusdiknakes.

Saifuddin, A.B. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC.

19

Page 21: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk orang tua yang telah

memberikan dukungan secara materil dan nonmaterial. Terima kasih juga untuk

pembimbing mata kuliah yang telah memberikan bimbingan sehingga penulis

dapat menyelesaikan laporan ini hingga selesai.

Makalah Farmakologi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan

saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan lapang dada.

Manna, September 2015

Penulis

i

20

Page 22: Gangguan Kenyamanan, Infeksi, Kelainan Pada Mammae

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan .............................................................................. 1

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................... 2

BAB III PENUTUP ...............................................................................................

18

A. Kesimpulan .......................................................................................

18

B. Saran .................................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA

ii

21