Gangguan Hemostasis Stroke

34
BAB I PENDAHULUAN Stroke merupakan masalah medis yang utama, diperkirakan 1 dari 3 orang akan mengalami stroke dan 1 dari 7 orang akan meninggal karenanya. Stroke akan menjadi beban penderita maupun keluarganya, dan kemungkinan untuk bekerja kembali setelah serangan berlalu sulit bahkan untuk berkomunikasi dengan orang lain sekalipun. Kesulitan lain yang harus dihadapi adalah penurunan kemampuan mental penderita secara progresif. Penderita yang sembuh dari strokenya mungkin menghadapi kesulitan dalam penggunaan anggota geraknya secara tepat. Mungkin penderita kehilangan kemampuannya untuk sekedar membasuh tangan, menyisir rambut atau berpakaian sendiri (apraksia) atau penderita tidak dapat mengenali orang atau benda (agnosia). Penyakit ini merupakan penyebab umum kecacatan pada penduduk yang berusia pertengahan dan usia tua sehingga diperlukan perawatan jangka panjang bagi 1

Transcript of Gangguan Hemostasis Stroke

Page 1: Gangguan Hemostasis Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan masalah medis yang utama, diperkirakan 1 dari 3 orang

akan mengalami stroke dan 1 dari 7 orang akan meninggal karenanya. Stroke akan

menjadi beban penderita maupun keluarganya, dan kemungkinan untuk bekerja

kembali setelah serangan berlalu sulit bahkan untuk berkomunikasi dengan orang

lain sekalipun. Kesulitan lain yang harus dihadapi adalah penurunan kemampuan

mental penderita secara progresif. Penderita yang sembuh dari strokenya mungkin

menghadapi kesulitan dalam penggunaan anggota geraknya secara tepat. Mungkin

penderita kehilangan kemampuannya untuk sekedar membasuh tangan, menyisir

rambut atau berpakaian sendiri (apraksia) atau penderita tidak dapat mengenali

orang atau benda (agnosia).

Penyakit ini merupakan penyebab umum kecacatan pada penduduk yang

berusia pertengahan dan usia tua sehingga diperlukan perawatan jangka panjang

bagi penderita yang mengalami cacat berat. Selain itu stroke adalah problem

kedokteran yang amat penting di negara maju dan sebagai penyebab kematian

yang menduduki urutan kedua setelah penyakit jantung.

Gangguan hemostasis dapat menyebabkan terjadinya trombosis pada

pembuluh darah otak, yang menyebabkan terjadinya iskemik serebrovaskular.

Namun, mayoritas pasien yang mengalami kejadian serebrovaskular iskemik tidak

memiliki kelainan hemostasis yang jelas. Gangguan koagulasi yang

mempengaruhi terjadinya stroke tetap belum didapatkan secara pasti tetapi telah

1

Page 2: Gangguan Hemostasis Stroke

terlibat dalam stroke vena (trombosis vena serebri) daripada stroke arteri.

Kelainan fungsi trombosit, kelainan hemostatik herediter, dan cedera vaskular

dapat menyebabkan terjadinya trombosis. Penting untuk menyoroti pentingnya

faktor-faktor tersebut terhadap kejadian stroke, untuk menilai dampaknya

terhadap prognosis jangka panjang, dan menguraikan pendekatan kepada pasien

dengan stroke untuk evaluasi kelainan hemostatik.

2

Page 3: Gangguan Hemostasis Stroke

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GANGGUAN HEMOSTASIS

2.1.1. Definisi

Gangguan hemostasis adalah suatu gangguan pada mekanisme dalam

penghentian dan pencegahan perdarahan. Jika terjadi luka pada pembuluh darah

maka akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah, kemudian trombosit berkumpul

dan melekat pada pembuluh darah yang luka membentuk sumbat trombosit.

Faktor koagulasi akan diaktifkan sehingga membentuk benang fibrin yang

membuat sumbat trombosit menjadi non permeable maka dari ituperdarahan dapat

dihentikan. Gangguan hemostasis terdiri dari BT, aPTT, PT, TAT (pola kurva dan

nilai maksimal % ).1

2.1.2 Waktu perdarahan / Bleeding Time / BT

A. Definisi

Pemeriksaan waktu perdarahan ini berfungsi untuk menilai kemampuan

vaskuler dan trombosit untuk menghentikan perdarahan. Waktu perdarahan

dipengaruhi oleh faktor trombosit, pembuluh darah, faktor koagulasi. Pemeriksaan

ini merupakan tes yang kurangmemuaskan karena tidak dapat dilakukan

standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya, maupun

arahnya sehingga perbedaan korelasi antara hasil test ini dankeadaan klinik tidak

3

Page 4: Gangguan Hemostasis Stroke

begitu baik. Menurut Thompson Waktu perdarahan tidak efektif untuk menilai

resiko perdarahan maupun untuk menilai respon terapi.1,2

Apabila terjadi luka pada pembuluh darah kecil maka akan terjadi

vasokonstriksi yang secara reflektoris yang menyebabkan aliran darah ke daerah

luka berkurang dan kemudian akan dipertahankan oleh faktor lokal 5–

hidroksitriptamin (5–HT, serotonin) dan epinefrin.3,4

B. Cara pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya waktu perdarahan

pada luka yang mengenai kapiler. Ada 2 macam cara yaitu : cara Ivy dan Duke.

Pada cara Ivy, mula –mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg

didaerah lengan atas, kemudian dilakukan tindakan antiseptis dengan kapas

alcohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan

dengan lanset sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan pada saat darah keluar. Setiap

30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Stopwatch dihentikan setelah darah

tidak keluar lagi. Nilai rujukan berkisar antara 1 – 6 menit.

Pada cara Duke, mula – mula dilakukan tindakan antiseptis pada anak

daun telinga, kemudian tusuk tepi anak daun telinga dengan lanset. Stopwatch

dijalankan pada saat darah keluar . Setiap 30 detik darah yang keluar dihisap

dengan kertas saring. Stopwatch dihentikan jika darah tidak keluar lagi. Nilai

rujukan: 1 sampai 3 menit. Pada pemeriksaan ini tusukan harus dalam, sehingga

dihasilkan bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5mm atau

lebih.4,5

4

Page 5: Gangguan Hemostasis Stroke

2.1.3. activated Partial Thromboplastin Time / aPTT

A. Definisi

Pemeriksaan ini berfungsi untuk menguji faktor koagulasi jalur intrinsik

dan jalur bersama yaitu faktor koagulasi V, VIII, IX, XII, prekalikren, kininogen,

protrombin, dan fibrinogen.1

Faktor V atau disebut juga proakselerin / faktor labil, merupakan unsur

globulin akselerator, yaitu suatu glikoprotein yang mempunyai homologi dengan

faktor VIII dan seruloplasmin. Di sintesis di dalam hati , lien serta ginjal. Di

temukan di trombosit dan plasma. Mempunyai berat molekul 330 kDa. Fungsi

dari faktor V ini adalah sebagai kofaktor dalam aktivasi protrombin oleh faktor

Xa, ketika faktor V diaktifkan menjadi faktor Va oleh sejumlah kecil trombin,

unsur ini terikat dengan reseptor spesifik pada membran trombosit.2

Faktor VIII atau Faktor antihemofilia A / globulin antihemofilia / AHG

adalah suatu glikoprotein yang disintesis di hati. Di aktifkan oleh trombin.

Fungsinya adalah ketika di ubah menjadi faktor VIIIa merupakan kofaktor dalam

aktivasi faktor X oleh faktor IXa. Faktor IX nama lainnya faktor antihemofiflia B /

faktor Christmas merupakan komponen tromboplastin plasma ( PTC ). Di aktifkan

oleh faktor XIa yang dipengaruhi oleh Ca2+.2

B. Mekanisme kerja jalur intrinsik

Pada pembuluh darah yang luka maka terjadi pembentukan kompleks

aktivator Faktor X. Kontak antara Faktor XII dengan permukaan asing seperti

5

Page 6: Gangguan Hemostasis Stroke

serat kolagen menyebabkan aktivasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Adanya

kofaktor High Molecular Weight Kininogen ( HMWK ) maka faktor XIIa akan

mengubah prekalikren menjadi kalikren yang meningkatkan aktivasi faktor XII

selanjutnya denga adanya kofaktor HMWK. Kalikren akan mengaktifkan faktor

VIII menjadi faktor VIIIa. Faktor IXa bersama dengan faktor V, PF 3,

kalsiummengubah faktor X menjadi faktor Xa yang akan mengubah protrombin

menjadi trombin. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer yang

akhirnya membentuk fibrin polimer insolubel.3,4

C. Cara pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan, yaitu

plasma ditambah reagen tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium

pada suhu 37° C. Reagen tromboplastin parsial merupakan fosfolipid sebagai

pengganti Platelet Factor 3. Nilai rujukan aPTT adalah antara 20 – 40 detik. Hasil

memanjang bila didapatkan defisiensi faktor jalur intrinsik yaitu faktor V,

fibrinogen dan jalur bersama faktor VIII dan fibrinogen atau didapatkan inhibitor

yaitu FDP ( fibrin degradation product ). Jka terjadi peningkatan fibrinogen dan

faktor VIII maka aPTT memendek.Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk

memantau pemberian heparin.5,6

2.1.4. Protrombin Time / PT

A. Definisi

Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai faktor koagulasi jalur ekstrinsik

dan jalur bersama yaitu faktor koagulasi V, VII, X, protrombin, dan fibrinogen

6

Page 7: Gangguan Hemostasis Stroke

serta untuk memantau efek antikoagulan oral. Faktor VII atau prokonvertin,

merupakan unsur akselerator konversi protrombin serum ( SPCA ) dan

kotromboplastin.1,2

Faktor X atau Stuart – Prower, disintesis di hati. Diaktifkan pada

permukaan trombosit yang sedang aktif oleh kompleks protrombinase ( Ca2+,

faktor VIIIa dan IXa ) dan oleh faktor VIIa yang dipengaruhi oleh faktor jaringan

dan Ca2+.3

Protrombin merupakan glikoprotein rantai tunggal yang disintesis dalam

hati. Mempunyai berat molekul 72 kDa. Regio aminal pada protrombin

mengandung 10 residu GIa dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin.

Setelah terikat dengan kompleks faktor Va dan Xa pada membran trombosit,

protrombin dipecah oleh faktor Xa pada 2 tempat untuk menghasilkan molekul

trombin 2 rantai yang aktif yang kemudian dilepas oleh permukaan trombosit.

Fibrinogen atau faktor I merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut

dengan panjang 47,5 nm serta terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida non identik

(A, B2, B3) yang dihubungkan secara kovalen oleh ikatan disulfida. Ke tiga rantai

tersebut disintasi oleh hati.3

B. Mekanisme jalur ekstrinsik

Faktor VII diaktifkan menjadi faktor VIIa dipengaruhi kalikren, dengan

adanya ion kalsium dan tromboplastin jaringan yang dikeluarkan oleh pembuluh

darah yang luka. Faktor VII bersama IXa, PF3,kalsium mempengaruhi faktor X

menjadi Xa dan bersama PF3, kalsium, faktor V mempengaruhi pembentukan

7

Page 8: Gangguan Hemostasis Stroke

protrombin menjadi trombin. Trombin menativasi faktor XIII menjadi faktor

XIIIa, kemudian terbentuk fibrin polimer insoluble karena adanya faktor XIIIa.3,4

C. Cara pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan yaitu

dengan cara plasma ditambah reagen tromboplastin jaringan dan ion kalsium

kemudian diinkubasi pada suhu 37° C. Nilai rujukannya adalah 11 – 15 detik. Jika

hasil PT memanjang maka penyebabnya adanya defisiensi faktor koagulasi jalur

ekstrinsik dan jalur bersama serta adanya inhibitor.5,6

2.1.5. Test agregasi trombosit ( TAT )

A. Definisi

Test Agregasi Trombosit adalah test untuk menilai fungsi agregasi

trombosit. Metoda yang masih dianggap sebagai baku emas adalah yang

berdasarkan perubahan transmisi cahaya.2,3

B. Mekanisme agregasi trombosit

Jika pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan

ikat yang ada dibawah sel endotel terbuka. Hal ini menyebabkan terjadinya adhesi

trombosit yaitu suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing

terutama serat kolagen. Disamping melekat pada permukaan asing, trombosit juga

melekat pada trombosit lain dan proses ini disebu agregasi trombosit. Agregasi

trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang

melekat pada serat sub endotel. Agregasi yang terbentuk disebut agregasi

8

Page 9: Gangguan Hemostasis Stroke

trombosit primer yang bersifat reversibel. Trombosit pada agregasi primer akan

mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi sekunder yang bersifat irevesibel.

Disamping ADP, untuk terjadinya agregasi trombosit diperlukan oin kalsium dan

fibrinogen. Agregasi trombosit terjadi karena adanya pembentukan ikatan antara

fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit dengan perantara ion kalsium.

Mula – mula ADP akan terikat pada reseptornya dipermukaan trombosit dan

interaksi ini menyebabkan reseptor untuk fibrinogen terbuka sehingga

memungkinkan fibrinogen dan reseptornya untuk berikatan. Kemudian ion

kalsium akan menghubungkan fibrinogen tersebut, sehingga terjadi agregasi

trombosit. ADP yang terikat pada permukaan trombosit akan mengaktifkan enzim

fosfolipase A2 yang akan memecah fosfolipid yang terdapat pada dinding

trombosit yang kemudian akan melepaskan asam arakhidonat.1,2

Asam arakhidonat akan diubah oleh enzim siklo-oksigenase menjadi

prostaglandin G2 (PGG2) yang kemudian akan diubah menjadi prostaglandin H2 (

PGH2 ) oleh enzim peroksidase. PGH2 akan diubah oleh enzim tromboksan

sintetase menjadi tromboksan A2 ( Tx A2 ) yang akan merangsang agregasi

trombosit.1,3,4

9

Page 10: Gangguan Hemostasis Stroke

2.2 GANGGUAN HEMOSTASIS YANG MENYEBABKAN STROKE

Gangguan hemostasis dapat menyebabkan terjadinya trombosis pada

pembuluh darah otak, yang menyebabkan terjadinya iskemik serebrovaskular.

Namun, mayoritas pasien yang mengalami kejadian serebrovaskular iskemik tidak

memiliki kelainan hemostasis yang jelas. Gangguan koagulasi yang

mempengaruhi terjadinya stroke tetap belum didapatkan secara pasti tetapi telah

terlibat dalam stroke vena (trombosis vena serebri) daripada stroke arteri.

Kelainan fungsi trombosit, kelainan hemostatik herediter, dan cedera vaskular

dapat menyebabkan terjadinya trombosis. Penting untuk menyoroti pentingnya

faktor-faktor tersebut terhadap kejadian stroke, untuk menilai dampaknya

terhadap prognosis jangka panjang, dan menguraikan pendekatan kepada pasien

dengan stroke untuk evaluasi kelainan hemostatik.8

Secara umum, pasien yang mengalami hiperkoabilitas/diskrasia darah dan

stroke, rentan untuk mengalami kejadian serebrovaskular berulang. Pasien-pasien

ini biasanya lebih muda dibandingkan pasien stroke pada populasi umum dan

tidak memiliki faktor risiko vaskular. Kelainan hematologi yang diketahui

diperkirakan mencapai sekitar 4% dari semua kejadian stroke, tetapi jumlah ini

mungkin lebih tinggi pada orang muda.9

2.2.1 Resistensi APC dan faktor V Leiden

Cacat bawaan yang paling umum menyebabkan trombosis vena adalah

resistensi herediter terhadap aktivasi protein C (APC), yang disebabkan oleh

mutasi pada faktor V (faktor V Leiden) dan yang menyebabkan faktor V yang

telah aktif tidak dapat dibelah oleh APC. Hal ini terjadi pada 5-7% dari populasi

10

Page 11: Gangguan Hemostasis Stroke

normal, 20% pasien dengan trombosis vena dalam (DVT), dan 60% yang

mengalami DVT rekuren.11

Tidak ada penelitian yang menghubungan antara faktor V Leiden dan

kejadian stroke arteri, sehingga kejadian faktor ini pada pasien dengan stroke

tidak diketahui. Secara umum, bagaimanapun, faktor V Leiden lebih berkorelasi

dengan mekanisme trombosis vena daripada trombosis arteri. Oleh karena itu,

Faktor V Leiden dicurigai terkait dengan emboli paradoksal atau dengan

trombosis sinus venosus lebih daripada dengan mekanisme stroke arteri. Keadaan

heterozigot, tidak seperti keadaan homozigot, belum terbukti menjadi faktor risiko

untuk terjadinya tromboemboli vena rekuren.12

2.2.2 Defisiensi antagonis trombin

Defisiensi protein C, protein S, dan antitrombin III (ATIII) semuanya

sangat langka terjadi, dengan frekuensi mulai dari 1 kejadian per 1000 orang

sampai 1 per 5000 pada populasi umum. Dalam sebuah studi oleh Martinez dkk,

10 dari 60 pasien (17%) mengalami stroke iskemik akut yang disebabkan

kekurangan protein C, protein S, atau ATIII.10

Trombosis vena serebral lebih sering terjadi daripada stroke arteri. Tidak

ada hubungan yang jelas ditemukan antara protein C atau kekurangan ATIII

dengan stroke arteri, meskipun pasien dengan tingkat protein C yang rendah pada

saat stroke akut memiliki hasil yang buruk. Namun, sebuah studi prospektif tidak

menemukan adanya kekurangan protein bebas S pda 23% dari pasien muda

penderita stroke dengan penyebab yang tidak pasti, tetapi temuan ini dapat

11

Page 12: Gangguan Hemostasis Stroke

dikaitkan dengan tingkat C4b yang lebih tinggi (sebuah reaktan fase akut yang

menurunkan tingkat protein bebas S). Setelah defisiensi protein C, protein S, atau

ATIII diidentifikasi, penting untuk membedakan antara kasus bawaan dan

diperoleh.10

2.2.3 Mutasi gen Protrombin

Laporan penelitian menunjukkan bahwa Transisi G-to-A pada posisi

nukleotida 20210 (G20210A) pada gen protrombin dianggap sebagai faktor risiko

trombosis vena serebral. Keadaan heterozigot, tidak seperti keadaan homozigot,

belum terbukti menjadi faktor risiko tromboemboli vena rekuren. Mutasi ini

belum jelas terkait dengan stroke iskemik akut.13

2.2.4 Kelainan fibrinolisis Herediter

Displasminogenemia disebabkan oleh mutasi genetik yang menyebabkan

molekul fibrinogen membentuk bekuan yang tahan terhadap fibrinolisis atau yang

mengikat dengan peningkatan aviditas trombosit untuk menyebabkan trombosis.

Hal ini menyebabkan hipofibrinolisis oleh berbagai mekanisme, termasuk

menurunnya tingkat sirkulasi plasminogen, suatu fungsi plasminogen yang tidak

normal, peningkatan konsentrasi inhibitor aktivator plasminogen, atau penurunan

tingkat aktivator plasminogen.10

Meskipun hubungan dengan stroke secara per se belum dijelaskan, mutasi

ini dapat meningkatkan risiko episode trombotik vena dan arteri, termasuk stroke,

12

Page 13: Gangguan Hemostasis Stroke

dan harus dipertimbangkan pada pasien muda dengan stroke dan riwayat DVT

berulang.10

2.2.5 Gangguan eritrosit

Meskipun penyakit sel sabit itu sendiri tidak mengubah keadaan

hemostasis, hal tersebut diyakini menjadi faktor risiko stroke karena kerusakan

pembuluh darah. Mekanisme tersebut adalah penyempitan segmental yang

progresif dari arteri karotid internal dan bagian distal dari lingkaran Willis dan

cabang proksimal dari arteri intrakranial mayor. Penyumbatan sel sabit pada

pembuluh darah mikrosirkulasi dan serebral juga telah dilaporkan terjadi.

Insiden stroke pada pasien dengan hemoglobin SS adalah sebesar 10%;

pada mereka dengan hemoglobin SC sebesar 2-5%. Insiden puncak infark otak

adalah sekitar usia 10 tahun. Gangguan eritrosit lain, seperti polycythemia vera,

menyebabkan terjadinya pengurangan aliran darah otak yang terkait dengan

hiperviskositas.10

2.2.6 Gangguan yang berkaitan dengan fungsi trombosit yang abnormal

Sebagian besar oklusi mikrovaskular pada thrombositopenik purpura

trombotik (TTP) adalah sekunder untuk beberapa kejadian trombi platelet-fibrin

mikrovaskuler yang melibatkan arteri kecil dan kapiler. Sebagian besar dari studi

terhadap produk degradasi fibrin dan koagulasi dalam batas normal, tapi sering

ditemukan peningkatan fibrinogen plasma.10

13

Page 14: Gangguan Hemostasis Stroke

Trombositopenia akibat heparin adalah gangguan di mana pasien

mengembangkan antibodi terhadap heparin yang diarahkan pada trombosit untuk

menyebabkan aktivasi. Dua jenis yang telah diidentifikasi adalah: perembangan

Tipe I yaitu 1-5 hari setelah diberikan terapi heparin dan merupakan kondisi jinak

yang menghasilkan agregasi platelet. Tipe II berkembang selama 6-10 hari setelah

pemberian terapi heparin dan merupakan faktor risiko stroke berulang.11

Gangguan myeloproliferatif, khususnya trombositosis esensial dan

polycythemia vera, menempatkan pasien untuk berisiko lebih tinggi pada kejadian

trombotik, termasuk stroke. Aterosklerosis dan disfungsional trombosit, lebih dari

jumlah trombosit yang meningkat, diyakini berkontribusi pada kejadian trombotik

serebral. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal juga menyebabkan kejadain

trombotik serebrovaskular, terutama terkait dengan trombosis vena.12

2.2.7 Sindrom Autoantibodi

Antifosfolipid syndrome (APS) (yaitu, adanya antibodi antifosfolipid [aPL]

atau antikoagulan lupus [LA]) terjadi pada 10% pasien dengan stroke iskemik

akut. Jumlah ini lebih tinggi pada pasien yang lebih muda. Telah disadari bahwa

antibodi aPL ini penting, karena berhubungan dengan keadaan hiperkoagulasi

yang ditandai dengan kejadian matinya janin, trombositopenia, dan vena dan

trombosis arteri.10

Tiga jenis utama dari antibodi aPL yang relevan secara klinis adalah

antibodi anticardiolipin (aCL), LA, dan antibodi anti-β2-glikoprotein I (anti-β2

GPI). Pada pasien dengan APS, kesesuaian aCL dan LA mungkin hingga 70%.

14

Page 15: Gangguan Hemostasis Stroke

Sampai dengan 10% pasien dengan antibodi aPL semata-mata positif pada anti-β2

antibodi GPI. Mekanisme terjadinya trombosis adalah heterogen dan mencakup

lesi katup jantung yang emboli, tingkat hiperkoagulabilitas, dan endoteliopati

vaskular serebral. Hal tersebut cenderung mengganggu dalam beberapa cara

dengan fungsi sel endotel normal melalui jalur antikoagulan protein C dan protein

S.10

Pada tahun 2006, diperbarui Kriteria Sapporo untuk APS. Kriteria

klinisnya termasuk trombosis pembuluh darah dan morbiditas kehamilan. Kriteria

laboratorium pada 2 atau lebih pemeriksaan terpisah lebih dari 12 minggu

meliputi:14

• Antibodi ACL (imunoglobulin [Ig] G atau IgM; titer menengah atau tinggi

> 40 GPL / MPL atau > persentil ke-99, di mana GPL merupakan unit

fosfolipid IgG dan MPL adalah unit fosfolipid IgM)

• antibodi Anti-β2-glikoprotein I (IgG atau IgM > 99 persentil)

• LA

Terdapat bukti bahwa setidaknya satu lipoprotein, lipoprotein (a) (Lp (a)),

meningkat pada populasi yang dipilih dengan penyakit serebrovaskular. Banyak

penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan Lp (a) menjadi faktor risiko

yang potensial untuk stroke, terutama pada orang muda. Namun, peran yang jelas

dari pengobatan Lp (a) yang tinggi dalam mencegah stroke belum ditetapkan.10.14

15

Page 16: Gangguan Hemostasis Stroke

2.2.8 Evaluasi pada Pasien Dengan Gangguan Hemostasis dan Stroke

Karakteristik pasien dan pemeriksaan fisik

Gangguan hemostasis atau hiperkoagulabilitas harus dicurigai pada pasien

dengan stroke iskemik yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

• Lebih muda dari 50 tahun dengan stroke yang tidak diketaui penyebabnya

dengan jelas

• Riwayat stroke yang tidak jelas

• Riwayat trombosis vena sebelumnya

• Riwayat keluarga yang menderita trombosis

• Terdapat kelainan pada hasil tes skrining koagulasi rutin

Selain itu, sindrom antifosfolipid (APS) harus dicurigai pada pasien

dengan riwayat keguguran, demensia, neuropati optik, dan trombositopenia, serta

sindrom lupus-like dan "migrain komplikata". Meskipun diketahui adanya stroke,

keterlibatan korteks serebral dan subadjacent white matter oleh mikrotrombi

fibrin platelet merupakan tempat yang paling sering.15

Beberapa temuan fisik mengarah pada diagnosis gangguan hemostasis

pada stroke. Diskrasia darah lebih umum menjadi faktor predisposisi trombosis

pada arteri besar. Gangguan hemostasis (diskrasia darah) jaeang dapat

menyebabkan stroke lakunar atau stroke kardioembolik.15

2.2.9 Diagnosis

Pada pasien yang didiagnosis mengalami gagguan hemostasis darah, harus

dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah adanya trombosis di

tempat lain, termasuk trombosis vena. Dalam beberapa kasus, sindrom

16

Page 17: Gangguan Hemostasis Stroke

antifosfolipid (APS) dikaitkan dengan sindrom Sneddon, yang dimanifestasikan

oleh penyakit livedo reticularis dan serebrovaskular.15

Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi gangguan

hemostasis darah terhadap stroke termasuk adanya stroke kardioembolik; sindrom

diseksi; displasia fibromuskular; sindrom lacunar; sirkulasi anterior stroke,

trombosis vena serebral; cerebellar, intrakranial, dan perdarahan subarachnoid;

hematoma epidural dan subdural, kejang dan epilepsi; aterosklerotik penyakit dari

arteri karotis, dan serangan iskemik transien (TIA).15

Penyakit metabolik juga telah dikaitkan dengan stroke, termasuk

hiperglikemia/ hipoglikemia, sindrom encephalomyopathy mitokondria, asidosis

laktat, dan episode strokelike (Melas); asidemia methylmalonic, dan asidemia

propionat.15

2.2.10 Penatalaksanaan terhadap Gangguan Hemostasis

Pengobatan gangguan hemostasis yang dapat menyebabkan stroke masih

kontroversial. Risiko dan manfaat pengobatan harus dipertimbangkan dalam

konteks jumlah episode terjadinya trombosis. Pada pasien yang tidak diobati

dengan antikoagulan, profilaksis harus dipertimbangkan selama masa yang

berisiko tinggi, seperti kehamilan, imobilisasi, atau periode pasca operasi.16

1. Penatalaksaaan Umum menurut rekomendasi berbasis bukti

Pasien yang mengalami stroke iskemik atau transient ischemic attack

(TIA) dengan trombofilia hereditas harus dievaluasi terhadap terjadinya deep vein

thrombosis (DVT), yang merupakan indikasi untuk terapi antikoagulan jangka

17

Page 18: Gangguan Hemostasis Stroke

pendek atau jangka panjang, tergantung pada keadaan seseorang (kelas I, derajat

bukti A).16

Jika tidak ada tromboemboli vena, terapi antikoagulan jangka panjang atau

antiplatelet merupakan terapi yang wajar (kelas IIa, derajat bukti C). Untuk

kejadian berulang dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan jangka panjang

(kelas IIb, derajat bukti C).16

Rekomendasi umum lainnya adalah bahwa untuk pasien dengan stroke

iskemik kriptogenik atau TIA dan kemungkinan sindrom antifosfolipid (APS),

terapi antiplatelet merupakan terapi yang wajar (kelas IIa, tingkat B bukti). Untuk

pasien dengan stroke iskemik atau TIA dan APS pasti dengan penyakit oklusi

vena dan arteri pada beberapa organ, keguguran, dan livedo reticularis,

antikoagulan oral merupakan terapi yang rasional diberikan (rasio normalisasi

internasional [INR] 2-3) (kelas IIa, derajat bukti B).16

2. Pemberian Antikoagulan

Pasien dengan keadaaan hiperkoagulasi seperti resistensi pengaktifan

protein C (APC), defisiensi protein C, protein S, atau antitrombin III (ATIII), atau

sindrom antifosfolipid (APS) ditatalaksana dengan antikoagulan untuk profilaksis

stroke, terutama jika terjadi deep vein trombosis (DVT) atau terjadi peristiwa

trombotik berulang. Regimen antikoagulasi biasanya dimulai dengan pemberian

heparin intravena (IV), menjaga nilai activated partial thromboplastin time

(aPTT) tetap pada 2-3 kali normal, sampai diberikannya antikoagulan oral (yaitu,

warfarin) akan mampu mencapai waktu protrombin (PT) terapeutik (rasio

normalisasi internasional [INR]).16

18

Page 19: Gangguan Hemostasis Stroke

Pada defisiensi protein C dan S, pemberian heparin sebelum warfarin

sangat penting untuk menghindari terjadinya nekrosis kulit akibat warfarin.

Tingkat antikoagulasi pada PT (INR) yang dibutuhkan untuk profilaksis stroke

masih belum pasti. Dalam pengobatan APS, sebuah penelitian retrospektif

melaporkan bahwa dari 3,0-3,5 INR lebih efektif dibandingkan dengan USD

secara rutin digunakan dari 2,0-3,0, namun, 2 studi prospektif menunjukkan

bahwa INR sebesar 2,0-3,0 cukup pada APS. Sebuah fraksi yang cukup besar dari

ahli saraf menghindari pengobatan pasien stroke dengan bolus heparin, karena hal

ini diyakini akan meningkatkan risiko perdarahan intrakranial.15,16

Hasil penelitian Antiphospholipid Antibodies in Stroke Study (APASS)

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara aspirin dan warfarin untuk

pengobatan pasien dengan antibodi anticardiolipin (aCL) atau lupus anticoagulant

(LA). Hal ini penting untuk menekankan APASS yang tidak melihat secara

khusus APS. Namun, tercatat bahwa risiko trombosis berulang meningkat pada

pasien yang memiliki antibodi aCL dan LA. Selain itu, pasien yang terdaftar

dalam APASS memiliki titer antibodi yang rendah aCL dan INR rendah, dan

penelitian ini dikritik karena keterbatasan ini.16

Dengan demikian, dalam memutuskan apakah pasien perlu diobati dengan

warfarin, status LA dan titer antibodi aCL yang tinggi juga harus diingat, dan

intensitas antikoagulasi yang tinggi (target INR> 3,0) harus dipertimbangkan pada

pasien yang tepat. Sebuah uji klinis dengan APS didefinisikan dan titer tinggi

antibodi aCL dan LA dengan rejimen warfarin intensitas tinggi mungkin dapat

menangani masalah ini.16

19

Page 20: Gangguan Hemostasis Stroke

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan hemostasis adalah suatu gangguan pada mekanisme dalam

penghentian dan pencegahan perdarahan. Jika terjadi luka pada pembuluh darah

maka akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah, kemudian trombosit berkumpul

dan melekat pada pembuluh darah yang luka membentuk sumbat trombosit.

Gangguan hemostasis dapat menyebabkan terjadinya trombosis pada

pembuluh darah otak, yang menyebabkan terjadinya iskemik serebrovaskular.

Namun, mayoritas pasien yang mengalami kejadian serebrovaskular iskemik tidak

memiliki kelainan hemostasis yang jelas.

Gangguan koagulasi yang mempengaruhi terjadinya stroke tetap belum

didapatkan secara pasti tetapi telah terlibat dalam stroke vena (trombosis vena

serebri) daripada stroke arteri. Kelainan fungsi trombosit, kelainan hemostatik

herediter, dan cedera vaskular dapat menyebabkan terjadinya trombosis.

Pasien yang mengalami hiperkoabilitas/diskrasia darah dan stroke, rentan

untuk mengalami kejadian serebrovaskular berulang. Pasien-pasien ini biasanya

lebih muda dibandingkan pasien stroke pada populasi umum dan tidak memiliki

faktor risiko vaskular. Kelainan hematologi yang diketahui diperkirakan mencapai

sekitar 4% dari semua kejadian stroke, tetapi jumlah ini mungkin lebih tinggi pada

orang muda.

20

Page 21: Gangguan Hemostasis Stroke

DAFTAR PUSTAKA

1. Colman RW.Hirs J, Marder VJ, Cewes AW, George JN. 2002. Hemostasis

and Thrombosis; Basic Principles and clinical practice . 4th edition.

Lippincott and Willkin. Hagerstown.

2. Fogelson A. Computational modeling of blood clotting: platelet aggregation

and coagulation. Available from: http://www.ima.umn.edu/biology/

wkshpabstract/fogelson1.html, 2001.

3. Rahayuningsih. Agregasi trombosit. Bagian Patologi Klinik FK UI-RSCM.

1997.

4. Dahlback B. 2002. Blood Coagulation. Lancet 355; 1627 – 355.

5. George JN. 2002. Platelets. Lancet. 355 : 1531 – 9.

6. Ruggeri ZM. Old concepts and new developments in the study of platelet

aggregation. J Clin Invest 2000; 106 ( 6 ) : 699 – 701.

7. Ratnoff OD and Forbes CD. Eds 1996. Disorder of Haemostasis, 3rd edn.

WB Saunders, Philadelphia. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases.

In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders.

2007.

8. Svensson PJ, Dahlbäck B. Resistance to activated protein C as a basis for

venous thrombosis. N Engl J Med. Feb 24 1994;330(8):517-22.

9. Israels SJ, Seshia SS. Childhood stroke associated with protein C or S

deficiency. J Pediatr. Oct 1987;111(4):562-4.

10. Hart RG, Kanter MC. Hematologic disorders and ischemic stroke. A

selective review. Stroke. Aug 1990;21(8):1111-21.

11. Ridker PM, Hennekens CH, Lindpaintner K, Stampfer MJ, Eisenberg PR,

Miletich JP. Mutation in the gene coding for coagulation factor V and the risk

of myocardial infarction, stroke, and venous thrombosis in apparently healthy

men. N Engl J Med. Apr 6 1995;332(14):912-7.

12. Zöller B, Dahlbäck B. Linkage between inherited resistance to activated

protein C and factor V gene mutation in venous thrombosis. Lancet. Jun 18

1994;343(8912):1536-8.

21

Page 22: Gangguan Hemostasis Stroke

13. Reuner KH, Ruf A, Grau A, Rickmann H, Stolz E, Jüttler E, et al.

Prothrombin gene G20210-->A transition is a risk factor for cerebral venous

thrombosis. Stroke. Sep 1998;29(9):1765-9.

14. Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, Branch DW, Brey RL, Cervera R, et al.

International consensus statement on an update of the classification criteria

for definite antiphospholipid syndrome (APS). J Thromb Haemost. Feb

2006;4(2):295-306.

15. Sen, Souvik. Blood Dyscrasias and Stroke. 2011. Medscape Reference.

Available at URL: http://emedicine.medscape.com/article/1160261.htm.

Accessed on June 2012.

16. Sacco RL, et al. Guidelines for prevention of stroke in patients with ischemic

stroke or transient ischemic attack: a statement for healthcare professionals

from the American Heart Association/American Stroke Association Council

on Stroke: co-sponsored by the Council on Cardiovascular Radiology and

Intervention: the American Academy of Neurology affirms the value of this

guideline. Stroke. Feb 2006;37(2):577-617.

22