Ganesha Ade Riemas (200110130091) Kelas c

download Ganesha Ade Riemas (200110130091) Kelas c

of 26

description

lapak limbah

Transcript of Ganesha Ade Riemas (200110130091) Kelas c

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUMPENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKANPengolahan Feses Sapi Perah dan Jerami Padi Secara Terpadu Menjadi Pupuk Organik Cair, Feed Additive, Biogas dan Pupuk Organik Padat

Oleh :Ganesha Ade Riemas200110130091

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN PENANGANAN LIMBAHFAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS PADJADJARANSUMEDANG2015IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPengolahan limbah ternak merupakan salah satu upaya yang memberi manfaat banyak. Pada satu sisi, pengolahan limbah akan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Disisi lain, pengolahan limbah memberikan keuntungan finansial karena pengolahannya menghasilkan produk yang mempunyai daya jual. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari kegiatan usaha pemeliharaan ternak, rumah pemotongan ternak, serta pengolahan produk ternak. Limbah terdiri dari bagian padat dan cair antara lain : feses, urin, sisa makanan, lemak, darah, kuku, bulu, tanduk, tulang, isi rumen.Feses Sapi Perah dan Jerami Padi merupakan jenis limbah yang mudah didapat. Petani di desa desa cenderung membakar sisa jeraminya yang dapat menyebabkan polusi udara. Peternak justru bisa memanfaatkan jerami dari padi ini untuk diolah menjadi media untuk pembuatan limbah yang dapat mengurangi polusi udara. Feses sapi perah merupakan limbah yang dapat menyebabkan polusi bau, jika tidak ditangani dan diolah dengan terpadu. Jika sudah dilakukan pengolahan terhadap feses sapi perah menjadi lebih berguna misalkan bisa menjadi pupuk, biogas, dsb serta bisa juga dijual dan mendapatkan penghasilan tambahan.Populasi manusia yang makin meningkat membuat meniningkat pula kebutuhan ekonomi serta kesadaran akan manfaat komoditi peternakan terhadap kesehatan maka skala usaha peternakan juga meningkat. Akibatnya limbah yang dihasilkan juga meningkat sehingga apabila tidak diambil tindakan untuk mengolah limbah, maka masalah yang ditimbulkan semakin besar. Pemanfaatan limbah peternakan tersebut salah satunya adalah dengan dijadikan pupuk organik padat (POP), pupuk organik cair (POC), biogas dan masih banyak lainnya sesuai dengan limbah dari komoditas atau jenis ternaknya yang kemudian menghasilkan produk yang mempunyai daya jual. Cara pembuatan dan teknik untuk membuat Pupuk Organik Cair, Feed Aditif, Biogas dan Pupuk Organik Padat mudah untuk dilakukan dengan peralatan yang mudah ditemukan.

1.2 Maksud dan TujuanMengetahui dan memahami cara atau teknik serta hal hal yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan pupuk organik cair, feed aditif, biogas dan pupuk organik padat.Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui :1. Proses Dekomposisi Awal2. Pembuatan pupuk organik cair3. Pembuatan feed aditif4. Pembuatan biogas5. Pembuatan pupuk organik padat.1.3 Waktu dan TempatPraktikum Pengelolaan Limbah Peternakan ini dilaksanakan oleh praktikan pada:Hari, tangggal: Rabu, 29 September s.d 1 Desember 2011Waktu: Pukul 12.30 s.d 14.30 WIB Tempat: Laboratorium Mikrobiologi dan Pengolahan LimbahFakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

IIKAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 KomposPengomposan merupakan suatu proses penguraian mikrobiologis alami dari bahan buangan organik maupun dari wastewater sludge. Kompos merupakan campuran pupuk dari bahan organik yang berasal dari tanaman (jerami, batang jagung, sayuran, buah, sampah kota) atau hewan atau keduanya yang telah melapuk sebagian dan dapat berisi senyawa-senyawa lain, seperti abu dan kapur.Saat ini proses pengomposan dari bahan buangan tersebut menjadi suatu produk akhir yang lebih bernilai telah berkembang dengan pesat, terutama oleh mereka yang lebih peduli terhadap pelestarian lingkungan, karena proses ini dipandang sebagai alternatif terbaik dalam manajemen pengelolaan sampah padat. Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena rasio C/N bahan organik segar masih tinggi (jerami 50-70, dedaunan 50-60, kayu-kayuan >400). Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik.Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerob (dengan oksigen) dan anaerob (tanpa oksigen). Pada tahap awal dekomposisi berlangsung intensif, dihasilkan suhu tinggi (65-70 0C) dalam waktu pendek. Waktu pengomposan bervariasi tergantung bahan dasar. Pengomposan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Mikroorganisme pengurai membutuhkan hara N, P, dan K untuk aktivitas metabolisme sel mikroba dekomposer. Proses dekomposisi menghasilkan panas yang dapat mematikan benih gulma dan telur hama penyakit. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan bioaktivator perombak bahan organik, seperti Trichoderma sp.Syarat-syarat pembuatan kompos adalah, ukuran bahan mentah sekitar 5-10 cm, tinggi timbunan 1,25-2 m, rasio C/N bahan kompos sekitar 20:1 35:1. Bahan kompos seperti biji-bijian yang keras dan berkayu, tanaman menjalar dan pangkasan pohon mempunyai rasio C/N tinggi. Timbunan kompos harus lembab, dengan kandungan air 50-60%. Selama proses dekomposisi, bahan kompos harus dibalik.Metode Pengomposan :Metode Indore. Pengomposan dilakukan di dalam lubang, yang dibuat dekat kandang ternak. Lubang berukuran kedalaman 1 m, lebar 1,5-2 m, panjang lubang tergantung dari ketersediaan bahan. Bahan dasar yang digunakan adalah campuran sisa/residu tanaman, kotoran ternak, urine ternak, abu bakaran kayu, dan air. Bahan yang keras tidak boleh melebihi 10%. Semua bahan yang tersedia disusun menurut lapisan-lapisan dengan ketebalan masing-masing 15 cm, dengan total ketebalan 1,0-1,5 m. Setiap lapisan disiram urine ternak secara merata, kelembaban tumpukan dijaga sekitar 90%. Pembalikan dilakukan 3 kali, yaitu pada 15, 30 dan 60 hari setelah kompos mulai dibuat. Metode Heap. Pengomposan dilakukan di permukaan tanah. Petak timbunan dibuat berukuran lebar 2 m, panjang 2 m dan tinggi timbunan 1,5 m. Lapisan dasar pertama adalah bahan yang kaya karbon setebal 15 cm (dedaunan, jerami, serbuk gergaji, dan batang jagung), lapisan berikutnya adalah bahan yang kaya nitrogen setebal 10-15 cm (residu sisa tanaman, rumput segar, kotoran ternak, dan sampah organik). Timbunan disusun hingga ketinggian 1,5 m. Kelembaban dijaga dengan menambahkan air secukupnya. Pembalikan dilakukan setelah 6 dan 12 minggu setelah proses pengomposan berlangsung.Metode Berkeley. Bahan dasar yang digunakan adalah: dua bagian bahan organik kaya selulosa dan satu bagian bahan organik kaya nitrogen dengan nilai rasio C/N 30:1. Bahan disusun berlapis-lapis hingga ketebalan berukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 m. Setelah 2-3 hari proses pengomposan berjalan terbentuk suhu tinggi, secara berkala kompos harus dibalik. Setelah hari ke-10, suhu mulai menurun dan bahan berubah menjadi remah dan berwarna coklat gelap. Pengomposan selesai setelah 2 minggu.

2.2 VermikomposVermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Jenis cacing tanah yang dapat digunakan adalah Eisenia foetida atau Lumbricus rubellus. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal selama ini. Keunggulan Vermikompos : 1) Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, p, K, Ca, Mg, S. Fe, Mn, AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan. 2) Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. 3) Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH tanah. 4) Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. 5) Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Vermikompos banyak mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri atas bahan -bahan yang berwarna gelap yang tidak larut dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat organik yang larut (asam-asam dan gula).

2.3 POC (Pupuk Organik Cair)Pupuk adalah bahan yang ditambahkan kedalam tanah untuk menyediakan esensial bagi pertumbuhan tanaman. pupuk juga merupakan Vitamin bagi tanah yang dapat membuat tanah lebih gembur dan subur. dengan tanah yang gembur dan subur itulah, maka tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan Buah dan Daun yang besar, sehat, dan dalam jumlah banyak. Pupuk Organik Cair adalah jenis pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah.Pupuk Organik Cair adalah pupuk yang dapat memberikan HARA yang sesuai dengan Kebutuhan Tanaman pada tanah, karena bentuknya yang cair, maka jika terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah maka dengan sendirinya tanaman akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang dibutuhkan.Pupuk Organik Cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat,sebab itu tadi pupuk ini 100 persen larut dam merata. Juga Pupuk Organik Cair ini mempunyai kelebihan dapat secara cepat mengatasi Defesiensi Hara dan tidak bermasalah dalam pencucian Hara juga mampu menyediakan hara secara cepat. Pupuk Organik Cair tidak merusak humus Tanah walaupun seringkali digunakan. selain itu pupuk ini juga memiliki zat pengikat larutan hingga bisa langsung digunakan pada tanah tidak butuh interval waktu untuk dapat menanam tanaman.

2.4 BiogasBiogas merupakan salah satu jenis biofuel, bahan bakar yang bersumber dari makhluk hidup dan bersifat terbarukan. Berbeda dari bahan bakar minyak bumi dan batu bara, walaupun proses awal pembuatannya juga dari makhluk hidup, namun tidak dapat diperbaharui karena pembentukan kedua bahan bakar tersebut membutuhkan waktu jutaan tahun.Pada umumnya semua jenis bahan organik dapat dijadikan sumber biogas, tetapi bahan organik homogen, misal: limbah kotoran sapi, babi, dan manusia, dan bahan organik yang memiliki rasio C/N sebesar 8-20 adalah sumber yang paling cocok untuk dijadikan sumber biogas. Biogas tersusun atas berbagai macam gas yang didominasi oleh gas metan (55-75 %) dan karbondioksida (25-45 %). Biogas memiliki nilai kalori yang cukup tinggi, sebesar 6000 watt jam (setara dengan setengah liter minyak diesel), sehingga dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif bagi masyarakat.Komponen biogas yang paling penting adalah gas methan, selain itu juga gas-gas lain yang dihasilkan dalam ruangan yang disebut digester. Biogas yang dihasilkan oleh biodigester sebagian besar terdiri dari 54% 70% metana (CH4), 27 45% karbondioksida (CO2), 3%-5% nitrogen (N2), 1%-0% hidrogen (H2), 0,1% karbon monoksida (CO), 0,1% oksigen (O2) dan sedikit hidrogen sulfida (H2S). Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 45 sesudah biodigester terisi penuh, dan mencapai puncaknya pada hari ke 2025. Akan tetapi perlu juga dipertimbangan ketinggian lokasi pembuatannya karena pada suhu dingin biasanya bakteri lambat berproses sehingga biogas yang dihasilkan mungkin lebih lama. Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas :1. Kelompok bakteri fermentatif, yaitu: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae 2. Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio,3. Kelompok bakteri metana, yaitu Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus.Sedangkan terkait dengan temperatur, secara umum ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:1. Psicrophilic (suhu 40 200 C), biasanya untuk negara-negara subtropics atau beriklim dingin,2. Mesophilic (suhu 200 400 C),3. Thermophilic (suhu 400 600 C), hanya untuk men-digesti material, bukan untuk menghasilkan biogas.Dengan demikian, untuk negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated digester (digester tanpa pemanasan) pada kondisi kondisi temperatur tanah 200 300 C.Untuk memperoleh biogas dari bahan organik, diperlukan alat yaitu Digester Biogas/Biodigester, yang bekerja dengan prinsip menciptakan suatu tempat penampungan bahan organik pada kondisi anaerob (bebas oksigen) sehingga bahan organik tersebut dapat difermentasi oleh bakteri metanogen untuk menghasilkan biogas. Biogas yang timbul kemudian dialirkan ketempat penampungan biogas sedangkan lumpur sisa aktifitas fermentasi dikeluarkan lalu dijadikan pupuk alami yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian maupun perkebunan. Digester biogas memiliki tiga (3) macam tipe dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Ketiga tipe biogas tersebut adalah : 1. Tipe fixed domed plant Terdiri dari digester yang memliki penampung gas dibagian atas digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan lumpur sisa fermentasi (slurry) ke bak slurry. Jika pasokan kotoran ternak terus menerus, gas yang timbul akan terus menekan slurry hingga meluap keluar dari bak slurry. Gas yang timbul digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang diberi katup/kran. a) Keunggulan : tidak ada bagian yang bergerak, awet (berumur panjang), dibuat di dalam tanah sehingga terlindung dari berbagai cuaca atau gangguan lain dan tidak membutuhkan ruangan (diatas tanah) b) Kelemahan : rawan terjadi kertakan di bagian penampung gas, tekanan gas tidak stabil karena tidak ada katup gas. 2. Tipe floating drum plantTerdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa bergerak. Penampung gas ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya. a) Kelebihan : konstruksi alat sederhana dan mudah dioperasikan. Tekanan gas konstan karena penampung gas yang bergerak mengikuti jumlah gas. Jumlah gas bisa dengan mudah diketahui dengan melihat naik turunya drum. b) Kelemahan : digester rawan korosi sehingga waktu pakai menjadi pendek. 3. Tipe baloon plant Konstruksi sederhana, terbuat dari plastik yang pada ujung-ujungnya dipasang pipa masuk untuk kotoran ternak dan pipa keluar peluapan slurry. Sedangkan pada bagian atas dipasang pipa keluar gas.a) Kelebihan : biaya pembuatan murah, mudah dibersihkan, mudah dipindahkanb) Kelemahan : waktu pakai relatif singkat dan mudah mengalami kerusakan.

IIIALAT, BAHAN dan PROSEDUR KERJA3.1 Alat1. Wadah besar/ember2. Karung3. Chooper/kapak mencacak jerami4. Timbangan5. Terpal berukuran 2m x 2m6. Tongkat Bambu7. Jarum 8. Tali pengikat9. kardus berbentuk lingkaran10. Digester /tong plastic berukuran volume 30L11. Penampung gas/ban karet12. kran 13. selang plastic14. 4buah bak penyaring15. ember 16. kompor17. panic pemanas air18. karton tebal yang telak dilubangi3.2 Bahan1. Jerami 7,5kg2. Feses sapi perah 15kg3. Air4. Air panas (80oC)5. Molasses 5%6. Cacing tanah 250gram3.3 Prosedur Kerja3.3.1 Dekomposisi Awal1. Menghitung perbandingan C/N = 302. Menghitung air dari masing-masing campuran feses dan jerami.3. Menimbang 7,5 kg jerami padi yang telah di chopper dengan panjang 2-3cm.4. Menimbang 15 kg feses sapi perah.5. Mencampurkan sedikit demi sedikit seluruh jerami padi dan feses sapi perah hingga homogen.6. Memasukan jerami kering sebanyak 0,5 kg dibagian dasar jerami, lalu campuran jerami padi dan fese kedalam karung yang telah dijahit kedua ujungnya sehingga bisa berdiri tegak.7. Memadatkan campuran di dalam karung.8. Menusukan tongkat bambu untuk memasukan sebanyak-banyaknya O2 ke dalam karung sambil memadatkan campuran jerami dan feses hingga penuh.9. Memasukan 0,5kg jerami kering dibagian paling atas.10. Meletakan kardus berbentuk lingkaran dibagian atas lalu menutup karung bagian atas.11. Meletakan karung di tempat yang terlindung dari sinar matahari.12. Melubangi karung di bagian atas (A), tengah (B), dan bawah (C).13. Menyimpan dan mengamati perubahan suhu pada masing-masing titik setiap hari selama 1 minggu.14. Membongkar hasil dekomposisi hasil dekomposisi dan mengamati kondisi fisik hasil dekomposisi.15. Mengangin-angin hingga kering untuk bahan baku POC dan POP.

3.3.2 Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC)1. Menimbang subtract yang telah dikeringkan2. Memanaskan air hingga 80oC.3. Merendam subrat kering dengan air panas selaman 1-2 jam4. Menyaring subrat yang telah direndam hingga dihasilkan suspense yang kental dan hitam pekat sebanyak 4 liter serta suspense encer sebanyak 1 liter.5. Melakukan pengomposan dan aerasi pada suspense hingga menjadi larutan.3.3.3 Pembuatan Probiotik (Feed Additive)1. Menimbang suspense encer hasil ekstrasi POC.2. Memasukan hasil timbangan kedalam wadah fermentasi.3. Menimbang molasses sebanyak 5% dari berat suspense encer.4. Memasukan molasses kedalam suspense dan menghomogenisasikan.5. Melakukan proses fermentasi anaerob selama 1 minggu.6. Mengamati tampilan fisik, warna, dan bau setelah proses fermentasi3.3.4 Pembuatan Biogas1. Menyiapkan instalasi biogas yang terdiri dari digester dan ban karet penampung gas.2. Merangkai instalasi biogas yang terdiri dari digester yang dilengkapi kran gas dibagian penutupnya.3. Menghubungkan selang plastic kran dari digester ke lubang angin.4. Menetukan kadar air subtract dan menghitung jumlah air yang perlu ditambahkan.5. Memasukan campuran subtract hingga mencapai dari volume tong6. Menyisipkan sealer yang terbuat dari karet antara tong dan penutupnya.7. Mengunci tong dan penutup dengan menggunakan klem.8. Menginkubasi selama 1minggu dan mengamati setiap hari perubahannya berupa pembentukan gas.9. Melakukan uji nyala api setelah inkubasi selama 1 minggu.3.3.5 Pembuatan Pupuk Organik Padat (POP)1. Mengangin-anginkan subtract padat hasil ekstraksi POC selama 1 minggu.2. Menimbang 3,5 kg subtract lalu memasukannya kedalam wadah plastic berukuran 30x40x14 cm.3. Menimbang cacing tanah sebanayk 250 gram dan memasukannya ke dalam media.4. Menutup wadah dengan karton tebal yang telah dilubangi.5. Menyimpang subrat yang ditambah cacing dan mengamati setelah 1 minggu saat cacing tanah dapat di panen.

IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil4.1.1. Dekomposisi AwalTabel 1. Pengukuran SuhuHari, TanggalSuhu (oC)

Jumat, 2/10/2015A. 62

B. 61

C. 62

Sabtu, 3/10/2015A. 63

B. 62

C. 63

Minggu, 4/10/2015A. 31

B. 33

C. 39

Senin, 5/10/2015A. 30

B. 32

C. 32

Selasa, 6/10/2015A. 25

B. 26

C. 25

A. 28

B. 30

C. 30

Rabu, 7/10/2015A. 30

B. 31

C. 31

Hasil dekomposisi : Tidak berbau, Mudah dihancurkan, Terdapat warna putih..Bobot Awal = 14,5 kg terdiri dari feses dan jeramiBobot Akhir = 12,36 kg terdiri dari feses dan jeramiPenyusutannya =

4.1.2 Pupuk Organik Cair1) Feses dan Jerami yang sudah diangin-anginkan = 2,5 kg2) Filtrat yang didapat = 10 liter3) Jumlah Air yang ditambahkan = 3,1 liter4.1.3 Feed AdditiveHasil secara umum terdapat lalat buah yang mendatangi.4.1.4 BiogasMolasses ya ditambahkan adalah 5% dari hasil dekomposisi awalHasil gas metan pada penampung terdapat gas banyak. Yaitu ditandai dengan berhasilnya perakuan uji nyala api dan penutup dari tong terlihat menggelembung.4.1.2 Pupuk Organik PadatHasil dari vermikompos yaitu tidak adanya bau dan warnanya menjadi coklat kehitaman seperti tanah. Kondisi cacing setelah 2 minggu ukuran tubuhnya menjadi besar.4.2 Pembahasan4.2.1 Dekomposisi AwalDekomposisi awal pada proses pengomposan feses sapi perah harus dilakukan untuk mengubah senyawa kompleks seperti karbohidrat, protein serta lipid yang terkandung didalamnya terurai menjadi senyawa sederhana. Sebelum melakukan dekomposisi diperlukan perhitungan C/N ratio untuk memenuhi kebutuhan bakteri pengurai. Dekomposisi feses sapi perah dapat dicampur dengan jerami padi. Hal tersebut untuk membantu meningkatkan kadar C yang dibutuhkan oleh bakteri. Bakteri membutuhkan karbon (C) sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai pertumbuhan bakteri (pembentukan sel). Jerami padi pada proses dekomposisi sangat baik karena pada dasarnya pengembalian jerami padi kedalam tanah sebagai bahan organik sangat baik karena jerami banyak mengandung unsur hara terutama hara makro seperti N, P, K, S, Ca, dan Mg serta hara mikro seperti Cu , Mn dan Zn (Adiningsih, 1999 dikutip dari Kalsi, 2008). Soetanto (2002) dalam Kalsi (2008) mengatakan bahwa hasil panen sebanyak 5 ton gabah akan menyerap hara dari dalam tanah sebanyak 150 kg N, 20 Kg P, dan 20 Kg S. Hampir semua unsur K dan sepertiga N, P, dan S tinggal dalam jerami padi. Selanjutnya ditambahkan bahwa jerami padi mengandung senyawa N dan C yang berfungsi sebagai substrat metabolisme bagi mikrobia tanah, termasuk gula, pati, selulose, hemi selulose, pektin, lignin, lemak dan protein.Ekawati (2003) dalam Kalsi (2008) mengatakan bahwa komposisi kimia jerami padi adalah 36,65% selulosa, 6,55% lignin, 0,3152% polifenol, 41,3% C-organik, 1% N, 0,33% K, dengan rasio C/N 41,3. Tingginya kandungan selulosa dan lignin menyebabkan jerami padi sulit untuk didekomposisi oleh mikroba. Oleh karena itu diperlukan suatu dekomposer yang memiliki aktifitas selulolitik yang tinggi dengan dikeluarkanya enzim selulase.Gotaas (1956) dalam Marlina (2009), secara teoritis nisbah karbon dan nitrogen yang dibutuhkan oleh mikroba adalah 30:1. Berdasarkan penelitian McGauhey dan Golueke (1953) dalam Marlina (2008) menunjukan bahwa kisaran optimal dari nisbah karbon dan nitrogen adalah 26-35. Nisbah C/N terlalu tinggi akan memperlambat proses pengomposan. Bila nisbah C/N terlalu rendah mengakibatkan kehilangan nitrogen sebagai amonia.McGauhey dan Golueke (1953), Gootas (1956) dan Wiley (1957) dalam Marlina (2009), kelembaban optimum yang menghasilkan dekomposisi terbaik berkisar antara 50-60 % (dari asfeed). Bila terlalu tinggi menyebabkan tumpukan bahan kompos menjadi padat dan terlalu basah sehingga jumlah udara yang tersedia bagi bakteri menjadi erkurang dan pengomposan menjadi berlangsung anaerob yang menghasilkan bau dan lamban. Sehingga pada proses dekomposisi awal yang berlangsung secara aerobic perlu penambahan oksigen atau rongga udara dengan bantuan tongkat bamboo sehingga meminimalisir terjadinya pengomposan anaerobic.Penambahan jerami padi kering pada alas bawah untuk menyerap kelebihan air pada bahan campuran sedangkan penambahan jerami padi kering pada alas atas untuk menyerap bau yang timbul pada proses dekomposisi awal.Jerami yang akan dihomogenkan bersama feses sapi perah perlu dicacah untuk memperluas luas permukaan. Hal tersebut untuk memudahkan bakteri mengurainya. Partikel yang lebih kecil akan menghasilkan campuran kompos yang lebih homogen sehingga membantu mempertahankan suhu optimum yang diperlukan utnuk pertumbuhan optimum bakteri.Selama proses dekomposisi terjadi peningkatan suhu selama bakteri masih bekerja, selain itu dapat membunuh mikroba patogen, meningkatkan evaporasi, dan mempercepat laju degradasi bahan organik material kompos. Pada suhu diatas 40oC, bakteri mesofilik akan pindah kelapisan luar dan kemudian digantikan oleh bakteri thermofilik. Suhu optimal berdasarkan oksidasi bahan organik menjadi CO2 dan air adalah 60oC (Wiley, 1957; Schulze, 1962; Bach et al., 1984; Kiyohiko et al., 1985 dalam Marlina, 2008), namun McKinley dan Vestal (1984) menyatakan suhu 55OC sudah cukup optimal untuk aktivitas mikroba. Selama proses dekomposisi juga terjadi peningkatan suhu mencapai 62oC, hal tersebut berarti bakteri yang bekerja adalah bakteri thermofilik, jamur dan actinomycetes. Jamur dapat mendekomposisi selulosa dan hemiselulosa sekitar 50% dari total yang tersedia. Kemudian terjadi penurunan suhu menjadi kisaran 30oC, serta terdapat warna putih pada substrat yang merupakan ciri terdapat kapang yang menandakan bahwa proses dekomposisi awal berhasil.4.2.2 Pupuk Organik Cair (POC)Substrat hasil dekomposisi awal terlebih dahulu diangin-anginkan agar dapat dijadikan sebagai pupuk organik cair. Substrat tersebut perlu direndam selama beberapa menit dalam air panas untuk mendapatkan filtrat. Setelah substrat tersebut terlarut, dilakukan penyaringan untuk mengambil filtrat tersebut. Selama proses penyaringan, kapang yang belum terlarut dapat dilarutkan kembali dengan penambahan air panas. Penyaringan dilakukan secara perlahan karena apabila ditekan akan mengakibatkan terjadinya pemampatan susbtrat. Filtrat tersebut masih berupa starter yang belum siap jadi untuk dijadikan pupuk organik cair. Perlu adanya proses fermentasi sehingga memunculkan starter berupa gumpalan kuning (orange) pada bagian atas poc yang dapat digunakan sebagai starter bahan pakan ternak. Pupuk organik cair yang telah siap tidak memiliki bau dan tidak ada gumpalan atau endapan.Salah satu faktor yang dapat menyebabkan pembuatan pupuk organik cair gagal dibuat adalah terkena sinar matahari langsung. Karena sinar matahari dapat membunuh mikroorganisme yang membantu proses fermentasi dalam pembuatan pupuk organik cair tersebut. Dari 2,5 kg substrat dengan pelarut air panas 10 liter didapatkan hasil filtrat sebanyak 6,9 liter. Untuk mendapatkan filtrat 10 liter, maka kelompok kami menambahkan kembali air sebanyak 3,1 liter.4.2.3 Feed AdditiveFeed additive merupakan bahan bukan pakan yang ditambahkan pada pakan dalam jumlah sedikit dengan tujuan tertentu. Dalam praktikum kali ini ciri dari feed aditif yang baik adalah bau dari filtrat yang telah ditambahkan oleh probiotik sudah tidak berbau feses lagi. Terdapat lalat buah yang datang yang dapat menandakan juga bahwa proses pembuatan feed aditif tersebut berhasil. Bisa dibuktikan dengan cara meminum filtrat tersebut dan tidak terjadi apapun pada orang yang sudah meminumnya.4.2.4 BiogasSimamora (1989), gas bio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Bahan gas bio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gas bio dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1978). Feses dari semua ternak ruminansia pada hakekatnya potensial untuk pembuatan gas bio, tetapi yang paling baik untuk dikembangkan di masyarakat adalah ternak sapi potong atau sapi dan kerbau, karena jumlah produksi feses per hari cukup banyak (Sihombing, 1979). Limbah organik yang diproses menjadi gas bio selain menghasilkan bahan bakar juga menghasilkan sludge yang kualitasnya sebagai pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan kompos dan relatif tidak mengandung bibit penyakit (Apandi, 1979; Junus, 1995). Pertanyaan tersebut sesuai dengan praktikum yang kita lakukan yaitu menggunakan feses ternak sapi sebagai bahan yang dibuat untuk pembuatan biogas.Tabel 1. Komposisi biogas (%) kotoran sapi dengan sisa peralatan pertanianJenis GasKotoran SapiBiogas campuran kotoran sapi dan sisa pertanian

Metan (CH4)65,754-70

Karbon dioksida (CO2)27,045-57

Nitrogen (N2)2,30,5-1,0

Karbon monoksida (CO)00,1

Oksigen (O2)0,16,0

Propana (C3H8)0,7-

Hidrogen sulfide (H2S)-Sedikit

Nilai kalor (kkal/m2)6,5154800-6700

Sumber : Harahap,dkk (1978)

4.2.5 Pupuk Organik Padat (POP)Substrat hasil ekstrasi dari pupuk organik cair masih mengandung bahan-bahan yang bernutrisi. Untuk menguraikannya menjadi pupuk organik padat yang siap digunakan diperlukan penguraian dengan bantuan seperti cacing tanah. Cacing tanah dapat memakan semua jenis bahan organik. Kotoran cacing yang biasa disebut casting ini kaya akan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, serta mengandung vitamin, enzim dan mikroorganisme yang baik bagi kesuburan tanah. Cacing tanah yang digunakan dalam vermikompos terdiri dari Lumbricus rubellus, Eisenia fetida, Pheretima asiatica dan Perionyx excavatius. Menurut Tapiador (1981) dalam Marlina (2009) memperkirakan bahwa dari 1000 ton bahan organik segar dapat diubah menjadi 300 ton vermikompos. Proses pembuatan vermikompos dilakukan dengan tiga tahapan yaitu pengadaan bahan organik, perbanyakan cacing tanah dan proses pengomposan. Bahan organik yang digunakan adalah substrat hasil POC karena masih terkandungnya bahan organik yang tidak ikut terlarut dalam air, kemudian ditambahkan cacing tanah dan disimpan kurang lebih 2 minggu. Setelah 2 minggu proses pengomposan dapat terlihat kondisi cacing yang ada sudah mulai membesar dalam hal ukuran tubuhnya, kemudian hasil dari proses vermikompos yaitu tidak adanya bau dan warnanya sudah coklat kehitaman. Kemudian didiamkan kembali selama satu minggu dan tidak terdapat perubahan. Hal tersebut sudah tergolong kedalam klasifikasi pupuk organik padat yang sudah matang sehingga bisa untuk siap pakai.

VKESIMPULANBerdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa :1. Proses dekomposisi awal diawali dengan mencampur jerami dengan feses sapi perah agar homogen, kemudian disimpan dalam karung selama satu minggu dan dicatat suhunya. Hasil dekomposisi awal yang baik yaitu terdapat warna putih pada substrat dan sudah tidak berbau feses lagi.2. Pembuatan Pupuk Organik Cair diawali denngan merendam substrat dengan air panas selama 1-2 jam. Kemudian disaring pada bak penyaring yang akan menghasilkan filtrat. Dari 2,5 kg substrat dengan penambahan air sebanyak 13,1 liter bisa didapatkan hasil 10 liter filtrat.3. Pembuatan feed additive yaitu melakukan filtrasi terlebih dahulu kemudian menambahkan molasse sebanyak 5% pada filtrat. Hasil dari feed additive yang baik adalah memiliki bau yang wangi, ada lalat buah yang datang menuju ember.4. Pembuatan biogas diawali dengan menimbang substrat kemudian menambahkan molasse sebanyak 5%, kemudian dihomogenkan. Disimpan dalam tong selama 1 minggu. Biogas yang baik memiliki ciri menggelembung pada bagian tutup tong dan berhasil pada saat pengujian nyala api.5. Pembuatan Pupuk Organik Padat dibantu oleh cacing, untuk mempercepat proses pemecahan bahan organik. Dengan menambahkan 250 gram cacing dalam kurang lebih 3,5 kg substrat dan disimpan dalam 2 minggu. Pupuk Organik Padat yang baik mempunyai ciri warna sudah seperti warna tanah dan sudah tidak berbau feses.

DAFTAR PUSSTAKAApandi, M. 1979. Pemanfaatan Instalasi Gas Bio dalam Bidang Peternakan. Kertas Kerja Seminar Nasional Lembaga Penelitian Peternakan.Harahap, F., Apandi, M. dan Ginting, S. 1978. Teknologi Gas Bio. Pusat Teknologi Pembangunan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.Junus, Mohammad. 1995. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Kasli. 2008. Pembuatan Pupuk Hayati Hasil Dekomposisi Beberapa Limbah Organik dengan Dekomposernya. Jerami Volume 1 Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.Marlina, Eulis Tanti. 2009. Biokonversi Limbah Industri Peternakan. UNPAD Press. Bandung.Sihombing, D. T. H. 1979. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.Simamora, S. 1989. Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal Waste Management). Teknologi Energi Gasbio. Fakultas Politeknik Pertanian IPB. Bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan K.

LAMPIRAN

Gambar 1. Proses Memasukan Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi

Gambar 2. Proses Mencampurkan Feses Sapi Perah dan Jerami Padi

Gambar 3. Proses Filtrasi

Gambar 4. Digester Biogas

Gambar 5. Vermicomposting

Gambar 6. Hasil dari vermicomposting setelah 2 minggu