gambaran umum kota batu

12
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak Geografis dan Administrasi Letak geografis Kota Batu ± 100 Km sebelah Selatan Kota Surabaya. Secara geografis Kota Batu terletak pada posisi antara 7°55´30" sampai dengan 7°57´30" Lintang Selatan dan 150°7´0" sampai dengan 118°19´0" Bujur Timur. Topografi Kota Batu merupakan wilayah pegunungan dengan ketinggian 600- 3000 mdpl, dengan suhu udara antara 17° C - 25° C. Kota Batu memiliki luas 151,37 km 2 dan berpenduduk 159.617 jiwa, berbatasan dengan: - Sebelah Selatan : Kecamatan Dau dan Kecamatan Wagir - Sebelah Barat : Kecamatan Pujon - Sebelah Timur : Kecamatan Karangploso dan Kecamatan Dau - Sebelah Utara : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Prigen Kota Batu adalah kota pemekaran dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Status Kota administratif Batu menjadi Kota Batu ditetapkan sejak turunnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri pada akhir Oktober 2001 dan mulai aktif dalam kegiatan pemerintahan tahun 2002. Sampai saat ini, dalam format administrasi pemerintahan masih dalam pembenahan, hal tersebut terlihat jelas dari beberapa kantor Dinas Pemerintahan yang sampai sekarang masih bergabung antar satu dengan yang lain. Kota Batu memiliki 19 desa dan empat kelurahan yang tersebar di tiga Kecamatan (Kecamatan Batu; empat Desa dan empat Kelurahan, Kecamatan Bumiaji; delapan Desa, Kecamatan Junrejo; tujuh Desa) dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,83 persen per tahun dari total penduduk pada tahun 2003 sebesar 158.854 jiwa (Kota Batu, 2003). 5.2 Kondisi Umum Agroindustri Pangan Olahan Sesuai dengan topografi wilayah dan iklim, pertanian Kota Batu didominasi oleh komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buah- buahan dan tanaman bunga. Di samping itu pada beberapa wilayah juga diusahakan tanaman pangan seperti: padi, jagung, palawija dan tanaman pangan lainnya. Luas areal dan produksi komoditas pertanian Kota Batu disajikan dalam Tabel 5 berikut ini:

description

gambaran umum kota batu.

Transcript of gambaran umum kota batu

Page 1: gambaran umum kota batu

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis dan Administrasi

Letak geografis Kota Batu ± 100 Km sebelah Selatan Kota Surabaya.

Secara geografis Kota Batu terletak pada posisi antara 7°55´30" sampai dengan

7°57´30" Lintang Selatan dan 150°7´0" sampai dengan 118°19´0" Bujur Timur.

Topografi Kota Batu merupakan wilayah pegunungan dengan ketinggian 600-

3000 mdpl, dengan suhu udara antara 17° C - 25° C. Kota Batu memiliki luas

151,37 km2 dan berpenduduk 159.617 jiwa, berbatasan dengan:

- Sebelah Selatan : Kecamatan Dau dan Kecamatan Wagir

- Sebelah Barat : Kecamatan Pujon

- Sebelah Timur : Kecamatan Karangploso dan Kecamatan Dau

- Sebelah Utara : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Prigen

Kota Batu adalah kota pemekaran dari Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Status Kota administratif Batu menjadi Kota Batu ditetapkan sejak turunnya Surat

Keputusan Menteri Dalam Negeri pada akhir Oktober 2001 dan mulai aktif dalam

kegiatan pemerintahan tahun 2002. Sampai saat ini, dalam format administrasi

pemerintahan masih dalam pembenahan, hal tersebut terlihat jelas dari beberapa

kantor Dinas Pemerintahan yang sampai sekarang masih bergabung antar satu

dengan yang lain.

Kota Batu memiliki 19 desa dan empat kelurahan yang tersebar di tiga

Kecamatan (Kecamatan Batu; empat Desa dan empat Kelurahan, Kecamatan

Bumiaji; delapan Desa, Kecamatan Junrejo; tujuh Desa) dengan rata-rata laju

pertumbuhan penduduk sebesar 1,83 persen per tahun dari total penduduk pada

tahun 2003 sebesar 158.854 jiwa (Kota Batu, 2003).

5.2 Kondisi Umum Agroindustri Pangan Olahan

Sesuai dengan topografi wilayah dan iklim, pertanian Kota Batu

didominasi oleh komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buah-

buahan dan tanaman bunga. Di samping itu pada beberapa wilayah juga

diusahakan tanaman pangan seperti: padi, jagung, palawija dan tanaman pangan

lainnya. Luas areal dan produksi komoditas pertanian Kota Batu disajikan dalam

Tabel 5 berikut ini:

Page 2: gambaran umum kota batu

Tabel 5. Jenis, Luas dan Produksi Tanaman Sayur Kota Batu

No Komoditi Luas (Ha) Produksi (Ton)

1. Bawang Merah 1.054 11.673

2. Bawang Putih 53 532

3. Bawang Daun 130 1.800

4. Kentang 929 11.031

5. Kubis 561 10.246

6. Sawi Putih 5650 9.100

7. Wortel 991 14.929

8. Cabe Merah 84 1.008

9. Buncis 59 708

10. Labu Siam 13 132

11. Tomat 119 2.023

12. Seledri 15 225

Sumber: Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2004

Pada Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa berbagai jenis komoditas sayur-

sayuran diusahakan oleh petani Kota Batu dengan jenis yang dominan antara lain:

Wortel, Kentang, Bawang Merah, Kubis dan Sawi Putih. Hal ini menunjukkan

bahwa komoditas sayur-sayuran merupakan komoditas andalan bagi sebagian

besar petani sebagai sumber penghasilannya. Sebagian besar sayur-sayuran

diusahakan di wilayah Kecamatan Bumiaji karena sesuai dengan topografinya

yang memungkinkan komoditas tersebut diusahakan. Disamping sayur-sayuran

Kota Batu juga menghasilkan berbagai jenis buah-buahan dataran tinggi,

sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 6. Jenis, Jumlah Pohon dan Produksi Tanaman Buah Kota Batu

No Komoditi Jumlah Pohon Produksi (Ton)

1 Apel 2.631.919 14.744

2 Jeruk 29.840 136

3 Alpokat 14.830 224

4 Kesemek 2.319 58

Sumber: Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2004

Page 3: gambaran umum kota batu

Kota Batu sangat dikenal sebagai penghasil buah apel yang mempunyai

ciri khas tersendiri dibandingkan dengan buah apel dari daerah lain. Pada tabel

diatas menunjukkan bahwa apel masih menjadi buah-buahan dominan yang

diusahakan oleh para petani di Kota Batu, diikuti oleh jeruk, alpokat dan kesemek.

Sektor pertanian masih merupakan sumber penghasilan sebagian besar

masyarakat perdesaan di Kota Batu. Masyarakat Kota Batu sebagian besar bekerja

sebagai petani sebanyak 29.882 orang atau sebesar 53.52 %. Dalam distribusi

persentase PDRB Kota Batu tahun 2005, sektor pertanian menempati urutan

terbesar kedua dengan konstribusi sebesar 21,17 % (ADHB) dan 23,54 %

(ADHK). Sementara sektor industri pengolahan (didominasi oleh konstribusi sub

sektor makanan dan minuman olahan) memberikan 8,34 % (ADHB) dan 8,33 %

(ADHK).

Seiring dengan keberadaan Kota Batu yang tumbuh secara alami sebagai

sebuah kawasan agropolitan, menjadi pendorong adanya integrasi pembangunan

ekonomi wilayah, terutama melalui pengembangan sistem agribisnis terpadu. Masyarakat

petani di Kota Batu telah cukup lama menggeluti industri kecil rumah tangga yang

bergerak dalam usaha agroindustri pangan olahan.

Menjamurnya usaha agroindustri pangan olahan selama lima tahun

terakhir di Kota Batu sangat berpotensi menjadi pendorong Kota Batu sebagai

Kota Pengembangan Kawasan Agropolitan. Penetapan Kota Batu sebagai

Kawasan Agropolitan memungkinkan tumbuhnya usaha budidaya (on farm) yang

meliputi usaha Agribisnis hulu berupa penyediaan sarana pertanian, Agribisnis

hilir (prosessing dan pemasaran hasil pertanian) dan jasa-jasa pendukungnya.

Kota Batu terbagi dalam 3 (tiga) Kawasan Agropolitan berdasarkan

pembagian wilayah Kecamatan yang ada. Masing-masing Kecamatan memiliki

titik tekan yang berbeda antara satu dengan yang lain, dikarenakan adanya

perbedaan tipologi kawasan, jenis produk unggulan dan keterkaitan wilayah

terhadap pertumbuhan Kota Batu secara umum. Sesuai dengan topografi wilayah

dan iklim, pertanian Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Batu didominasi oleh

komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman

bunga. Sedangkan di Kecamatan Junrejo banyak diusahakan budidaya sayur-

sayuran dan tanaman pangan seperti: padi, jagung dan palawija.

Page 4: gambaran umum kota batu

Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Banyaknya Pelaku usaha

Agroindustri Pangan Olahan

No Kecamatan Desa/Kelurahan

Luas

Wilayah

(Km2)

Jml.Pelaku

Usaha

(orang) 1. Batu 1. Kel Songgokerto 5,17 7

Lw = 482,50 2. Kel Ngaglik 3,78 3

Pddk : 3. Kel Sisir 8,89 12

74.749 4. Kel Temas 4,23 3

5. Desa Sumberejo 4,39 3

6. Desa Sidomulyo 3,39 6 7. Desa Pesangrahan 5,94 4

8. Desa Oro-Oro Ombo 12,46 3

2. Bumiaji 1. Desa Punten 2,81 14

Lw = 553,30 2. Desa Tulung Rejo 12,49 6

Pddk = 3. Desa Sumber Gondo 5,73 1

47.546 4. Desa Bulukerto 5,48 1

5. Desa Gunungsari 3,42 -

6. Desa Bumiaji 4,78 12

7. Desa Pandanrejo 3,34 1

8. Desa Giripurno 17,26 -

3. Junrejo 1. Desa Torongrejo 5,19 1

Lw = 331,60 2. Desa Beji 3,18 15 Pddk = 3. Desatlekung 9,67 1

36.559 4. Desa Mojorejo 2,63 11

5. Desa Junrejo 4,88 1

6. Desa Dadaprejo 2,89 1

7. Desa Pendem 4,72 1

Jumlah 108

Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Tabel 7 diatas menggambarkan keberadaan kegiatan agroindustri pangan

olahan secara umum di Kota Batu, meliputi antara lain: produksi krupuk ikan,

minyak kacang, tahu, tempe, kue kering, mi bihun, jahe instan, kacang telur,

kripik kentang, kripik apel, jenang apel, jenang strawberry, sari apel, sari jeruk,

dan lain-lain. Dalam penelitian ini, keberadaan kegiatan produksi di bidang

agroindustri pangan olahan di Kota Batu dikelompokkan lagi secara lebih spesifik

ke dalam kelompok kegiatan produksi pangan olahan yang memiliki keterkaitan

erat dengan keberadaan bahan baku lokal di Kota Batu antara lain sebagai berikut:

1. Usaha Kripik: Kripik Kentang, Kripik Apel, Kripik Nangka, Kripik

Wortel, Kripik Kesemek, Kripik Salak dan Kripik Nanas.

2. Usaha Sari Buah: Sari Apel, Sari Jeruk, Sari Strawberry, Cuka Apel, Sari

Tamarillo, Sirup Tamarillo.

3. Usaha Jenang: Jenang Apel, Strawberry, Nanas dan Jenang Wortel.

Page 5: gambaran umum kota batu

5.3 Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan

Perkembangan usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu

menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelaku usaha perorangan sebesar 31,42

%, sedangkan Organisasi Kelompok Usaha tidak mengalami peningkatan, seperti

terlihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Jumlah Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan Kodya Batu

No. Organisasi Usaha Tahun

2005

Tahun

2006 Persentase Kenaikan

1.

2.

Perorangan

Kelompok

35

4

46

4

31,42

-

Jumlah 39 50 Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Dari data Tabel 8 menunjukkan bahwa karakteristik pelaku usaha

perorangan adalah 24 orang berjenis kelamin laki-laki (52,17%), 22 orang

perempuan (47,83%). Kemudian dari 46 (100%) pelaku usaha perorangan,

terdapat 11 orang atau 23,9 % pelaku usaha non pribumi (cina). Hal ini dapat

mengindikasikan adanya pasar yang cukup kompetitif dalam usaha agroindustri

pangan olahan di Kota Batu. Menurut keterangan yang diperoleh selama

penelitian, keberadaan pelaku usaha non pribumi (cina) bahkan telah lama eksis

dan tampil sebagai pioner perkembangan beberapa jenis komoditas agroindustri

pangan olahan, hingga kemudian juga berkembang di tengah-tengah masyarakat

luas.

Untuk pelaku usaha kelompok, sebagian besar terdiri dari para Ibu Rumah

Tangga/Remaja Putri, yaitu sebanyak 104 orang atau sebesar 89,65%. Kemudian

sisanya sebanyak 12 orang laki-laki, atau sebesar 10,35%. Keberadaan para

pelaku usaha agroindustri pangan olahan kelompok yang terdiri dari mayoritas

kaum perempuan, menunjukkan adanya korelasi positif pemanfaatan tenaga kerja

perempuan yang umumnya kurang produktif menjadi jauh lebih produktif dengan

adanya kegiatan pengolahan produk-produk agroindustri pangan olahan tersebut.

Kegiatan di sektor agroindustri pangan olahan ini, membawa manfaat adanya

peningkatan nilai tambah dari produk-produk pertanian yang mereka hasilkan.

Page 6: gambaran umum kota batu

Tabel 9. Data Pelaku Usaha Perorangan Tahun 2006

No Nama Alamat Jenis Usaha 1 CV. Jawara Torongrejo Sari Apel

2 Marsilah Sisir Kripik Kentang

3 Ngatmini Sisir Kripik Kentang

4 Lilik Sisir Kripik Kentang

5 Miati. Hj Ngaglik Sari Apel, strawberry

6 Edi Antoro, Ir Ngaglik Sari-Jenang Apel, strawberry, jeruk, jambu,

cuka apel.

7 Harianti Ngaglik Sari Apel, Kripik Apel 8 Sadi Songgo Kerto Sari Apel

9 Alam Sarana Makmur Songgo Kerto Sari Apel

10 Sismurtiana Ngaglik Sari Apel

11 Edi Suprapto Sisir Kripik Apel, Nangka

12 Khotob Sidomulyo Kripik Kentang

13 Rudi Kuswoyo Sidomulyo Kripik Nangka

14 Eko Suparisno Sidomulyo Kripik Kentang

15 Sucipto Gunawan Temas Sari Apel

16 Jayadi Temas Kripik Nangka, Apel, salak, nanas

17 Mashudi Bumiaji Jenang Apel, strawberry

18 Samsul Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel, Kripik Nangka

19 Istana Tlekung Kripik Kentang

20 Rumanah Beji Kripik Kentang

21 Ismail Sisir Sari Apel, Jenang Apel, Jenang Wortel

22 Mastika Temas Sari Apel

23 Kadir Rasidi Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kesemek,

Sirup Tamarillo

24 Sriwidayati Junrejo Kripik Nangka, Salak, Wortel

25 Mindarto Tulungrejo Sari-Sirup-Jenang Tamarillo,

26 Elly Sisir Cuka Apel

27 Panorama Sisir Sari Apel 28 Marsilah Sisir Kripik Kentang

29 Agrofood Junrejo Sari Apel

30 Sukadi Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel

31 Kartodirjo Junrejo Kripik Kentang

32 Ngatemi Junrejo Kripik Kentang

33 Nur Junrejo Kripik Kentang

34 Dua Putra Jaya Beji Sari Apel

35 Tirta Agro Songgokerto Sari Apel

36 Agrokonta Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel

37 GG Ngaglik Kripik Kentang

38 Batu Bumi Bulukerto Sari Apel

39 Agro Mandiri Bumiaji Kripik Nangka, Apel 40 Lovina Ngaglik Kripik Nangka

41 Agro 2000 Mojorejo Sari Apel

42 Artika Dwipa Oro-oro Ombo Sari Apel

43 Srianah Tirtatama Beji Kripik Kentang

44 Diplomat Temas Sari Apel, Jenang Apel

45 AF Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel

46 Arum Sari Bumiaji Sari Apel

Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Page 7: gambaran umum kota batu

Tabel 10. Data Kelompok Pelaku Usaha Pangan Olahan 2006

No Nama Alamat Jenis Usaha Jumlah

Anggota 1 Kelompok Wanita

Tani ”Bromo Semeru” Sisir Sari Apel, Jenang Apel,

Jenang Nanas, Jenang

Wortel, Kripik Kentang.

25

2 Kelompok Wanita PKK Mahkota Alam

Temas Sari Apel, Kripik Kentang, Kripik Pisang (rasa coklat,

rasa jagung bakar), Kripik

Singkong.

16

3 Pusat Pelatihan Pertanian dan

Pedesaan Swadaya

(P4S) Tulungkaryo

Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kentang dan Kesemek, Sari

Apel, Sirup Tamarillo.

45

4 Kelompok Wanita

Tani ”Sri Rejeki”

Junrejo Kripik Nangka, Apel, Salak,

Kentang, Wortel, Singkong.

30

Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Keberadaan Kelompok-kelompok Wanita Tani memberikan pengaruh positif

dalam memberdayakan ibu-ibu dan remaja putri. Adanya keterlibatan peranan

wanita sebagai pelaku usaha mandiri dalam kegiatan agroindustri di Kawasan-

kawasan Agropolitan Kota Batu, jelas berdampak positif terhadap meningkatnya

kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Secara umum, dengan aktivitas usaha

agroindustri tersebut, para kaum wanita dapat memperoleh manfaat yang cukup

besar, baik dari aspek sosial maupun aspek ekonomi. Hal ini pada gilirannya dapat

membuka peluang tercapainya standar kualitas hidup yang lebih baik. Keterlibatan

kaum wanita dalam Kelompok-kelompok Usaha Agroindustri yang cukup dominan,

menunjukkan bahwa para wanita di Kota Batu memiliki ketertarikan yang lebih

besar dibandingkan kaum pria untuk bergabung ke dalam Kelompok Usaha

Agroindustri. Padahal, sebelum adanya aktivitas usaha agroindustri tersebut,

umumnya para kaum wanita hanya melakukan kerja-kerja domestik rumah tangga

saja.

Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Todaro (2000), bahwa

generalisasi penting mengenai kemiskinan adalah bahwasanya kemiskinan itu lebih

banyak diderita oleh kaum wanita. Terungkap fakta di berbagai negara-negara Dunia

Ketiga, yang paling menderita adalah kaum wanita dan anak-anak. Merekalah yang

paling menderita kekurangan gizi dan paling sedikit menerima pelayanan kesehatan.

Selain itu, akses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas dalam memperoleh

pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial dan

Page 8: gambaran umum kota batu

program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah.

Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi mereka, sehingga

posisi mereka secara finansial jauh kurang stabil dibandingkan dengan kaum pria.

Berkembangnya kegiatan usaha agroindustri pangan olahan diatas, apabila

dibina dan diarahkan dengan sungguh-sungguh, akan menimbulkan iklim yang

menguntungkan bagi dunia usaha dan daya serap tenaga kerja yang cukup besar.

Tetapi upaya pembinaan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh

Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian & Perdagangan Kota Batu baru dalam

tahap pembinaan dibidang ketahanan pangan, pembinaan pengembangan pangan

olahan non beras disektor pertanian. Oleh karena itu, perlu diupayakan pembinaan

yang lebih intensif dan dukungan kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan

Agroindustri pangan olahan tersebut.

Kondisi potensi sumber daya alam yang dimiliki Kota Batu sayangnya masih

belum diimbangi oleh potensi sumber daya manusia yang lebih produktif agar dapat

mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Ini terlihat dari data

Departemen Pendidikan Kota Batu menunjukkan 36,24 persen (57,571 Orang)

penduduk Kota Batu yang berpendidikan SD, angka tersebut adalah angka terbesar

pertama yang kemudian diikuti penduduk berpendidikan Tamat SLTP sebesar

32.257 orang (20,50%). Sisanya menunjukkan tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat

SLTA dan sarjana sebesar 11,67 persen. Tabel berikut menunjukkan komposisi

penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Batu tahun 2003.

Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(Orang) Persentase

1.

2.

3. 4.

5.

6.

Tidak Sekolah

Tidak Tamat SD

Tamat SD Tamat SLTP

Tamat SLTA

Sarjana

15.606

10.655

57.571

32.257

24.221

18.544

9,82

6,70

20,50

36,24

1,25

11,67

Jumlah 158.854 100

Sumber: Pemerintah Kota Batu, 2003

Selanjutnya, potensi sumber daya manusia yang terus mengalami kenaikan

sebesar 1,8 persen per tahun di Kota Batu sayangnya tidak dimbangi dengan

Page 9: gambaran umum kota batu

ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap angkatan kerja. Kondisi

tersebut kemudian memunculkan tekanan (push factor) inovasi baru dari

masyarakat untuk menciptakan usaha baru yang mampu memberikan pendapatan

untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Latar belakang pendidikan pelaku usaha

agroindustri memiliki korelasi positif dengan kreatifitas dan inisiatif membuka

peluang sektor ekonomi produktif.

Untuk mendukung pertumbuhan kegiatan agroindustri Kota Batu, langkah

strategis yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber

daya manusia Kota Batu sebagai mesin penggerak kebijakan yang sudah ditetapkan.

Kondisi tersebut bila diusahakan secara sungguh-sungguh memungkinkan terjadinya

keseimbangan antara potensi sumberdaya alam dan potensi sumber daya manusia,

agar tidak terjadi efek pemborosan sumberdaya (environmental degradation)

kawasan Kota Batu. Potensi sumber daya alam yang dimiliki seharusnya masih bisa

dioptimalkan dengan baik apabila mutu sumber daya manusia manusia pelaku

Agroindustri dapat ditingkatkan lebih baik. Tabel 12 berikut menunjukkan dari

pengamatan terhadap 38 responden tingkat pendidikan pelaku usaha Agroindustri

Kota Batu pertengahan tahun 2006.

Tabel 12. Tingkat Pendidikan Responden Pelaku Usaha Agroindustri Kota Batu

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1.

2.

3. 4.

5.

6.

Tidak Sekolah

Tidak Tamat SD

Tamat SD Tamat SLTP

Tamat SLTA

Sarjana

-

-

5 9

9

15

-

-

13,17 23,68

23,68

39,47

Jumlah 38 100

Sumber: Survei lapangan, 2006

Dari Tabel 12 diatas, dapat dilihat bahwa berbeda dengan keberadaan tingkat

pendidikan masyarakat Kota Batu pada umumnya, maka justru mayoritas pelaku

usaha agroindustri pangan olahan secara berturut-turut didominasi oleh Sarjana

sebanyak 39,47 persen, Tamat SLTP 23,68 persen dan Tamat SLTA 23,68 persen,

Tamat SD 13,17 persen.

Page 10: gambaran umum kota batu

Tingkat pendidikan pelaku usaha agroindustri pangan olahan yang relatif

tinggi terbukti dapat mempengaruhi pengelolaan usaha, baik dalam kegiatan

produksi, penerapan inovasi-inovasi baru, kebersihan dan kesehatan lingkungan

produksi, sanitasi maupun kegiatan pengembangan usaha dan pemasaran. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara tingkat pendidikan dengan

munculnya inovasi produk agroindustri yang dihasilkan di Kota Batu.

Selanjutnya, mengenai pengalaman berusaha yang dimiliki oleh para pelaku

usaha agroindustri pangan olahan dalam menjalankan usahanya bervariasi antara 2-

40 tahun, seperti terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 13. Karakteristik pengalaman berusaha responden pelaku usaha agroindustri

pangan olahan

No Lama Usaha

(Tahun)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1.

2.

3.

4.

5.

1-5

6-10

11-15

15-20

>20

33

2

1

1

1

86,84

5,26

2,63

2,63

2,63

Jumlah 38 100 Sumber: Survei lapangan, 2006

Dari Tabel 13 diatas, dapat dilihat bahwa karakteristik pengalaman berusaha

responden pelaku usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu sebagian besar

telah menjalankan usahanya selama 1-5 tahun sebanyak 33 orang (86,84 %).

Menurut keterangan yang diperoleh selama penelitian, faktor adanya krisis moneter

berkepanjangan dan kenaikan harga BBM yang berdampak pada pemutusan

hubungan kerja, ternyata membuat para ibu rumah tangga bangkit menyelamatkan

keluarganya dengan membuat usaha di bidang agroindustri pangan olahan, mulai

dari skala rumah tangga.

Kemudian secara berturut-turut lama usaha antara 6-10 tahun sebanyak 2

orang (5,26 %), dan selama 11-15 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Sedangkan

untuk lama usaha antara 15-20 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Serta lebih dari 20

tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Lamanya pengalaman berusaha yang dimiliki

dalam menjalankan usaha agroindustri pangan olahan akan mempengaruhi seberapa

besar optimalisasi kegiatan pengelolaan usaha yang dijalankan. Keadaan ini dapat

Page 11: gambaran umum kota batu

juga dilihat dari seberapa baik keteraturan proses produksi dengan menggunakan

teknologi yang sudah ada, maupun pemasaran produksi yang dihasilkan.

Adanya perbedaan komposisi yang cukup tajam mengenai lama usaha para

responden mencerminkan fenomena umum agroindustri yang berkembang di Kota

Batu. Jika menilik tentang sejarah munculnya kegiatan agroindustri di Kota Batu,

maka akan diperoleh keterangan-keterangan dan data bahwa sebenarnya kegiatan

agroindustri seperti itu memang telah lama berkembang. Hanya saja, munculnya

keterlibatan masyarakat belakangan ini, terutama dalam kurun 1-5 tahun,

menunjukkan adanya pertumbuhan yang sangat signifikan. Beberapa faktor

pendorong yang menjadikan masyarakat petani di Kota Batu tergerak untuk

mengusahakan sektor agroindustri, adalah karena faktor rendahnya harga jual hasil

produk pertanian dan kebutuhan untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas.

Faktor rendahnya harga jual produk pertanian yang terkadang tidak

sebanding dengan biaya produksi, menyebabkan masyarakat petani di Kota Batu

mulai mencari alternatif usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah produk-

produk pertanian yang mereka hasilkan. Kegiatan usaha agroindustri muncul

terutama setelah krisis ekonomi berkepanjangan di tanah air. Keadaan tersebut

mendorong masyarakat petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar

dengan jalan meningkatkan kemampuan daya saing produk pertanian, dari kegiatan

pengolahan yang dilakukan. Selanjutnya, dengan kegiatan usaha agroindustri

tersebut secara bersamaan memberikan multiplier effect terhadap pemanfaatan

tenaga kerja yang lebih luas.

Keberadaan mayoritas pelaku usaha memiliki latar belakang keluarga yang

bekerja sebagai petani. Ini menunjukkan fenomena Kota Batu sebagai sebuah

kawasan agropolitan, telah selangkah lebih maju karena tidak hanya berhenti pada

lapang produksi-pasar agribisnis saja. Berkembangnya kesadaran keluarga petani

untuk menjalankan usaha agroindustri tentunya merupakan jaminan adanya nilai

tambah (vallue added) produk-produk pertanian. Lebih lanjut, komposisi pelaku

usaha agroindustri pangan olahan kaitannya dengan latar belakang pekerjaan petani

seperti terlihat dalam tabel berikut:

Page 12: gambaran umum kota batu

Tabel 14. Latar Belakang Pekerjaan Pelaku Usaha Agroindustri

No Profesi Sebelumnya Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1.

2.

3.

4.

Petani

Pedagang

Pegawai Negeri

Lain-lain

21

9

5

3

55,26

23,68

13,16

7,89

Jumlah 38 100 Sumber: Survei lapangan, 2006

Dari Tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar pelaku usaha agroindustri

memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 21 orang (55,26 %), pedagang sebanyak

9 orang (23,68), Pegawai Negeri 5 orang (13,16%), dan beragam pekerjaan lainnya

sebanyak 3 orang (7,89 %). Keadaan ini memberikan gambaran ideal adanya

keterlibatan masyarakat petani secara optimal dalam kegiatan agroindustri pangan

olahan di Kota Batu, sehingga para petani dapat memperoleh manfaat paling besar

dari meningkatnya nilai tambah (value added) produk-produk pertanian yang

dihasilkan.

Selanjutnya, adanya keterlibatan pedagang (23,68 %) dalam kegiatan usaha

agroindustri ini, menunjukkan bahwa secara umum usaha agroindustri pangan

olahan memberikan prospek yang sangat cerah. Kemampuan produk agroindustri

melakukan penetrasi pasar hingga ke luar daerah menjadi pertimbangan utama

bahwa perkembangan agroindustri pangan olahan ini masih memiliki peluang pasar

yang sangat besar. Apalagi, jika menilik terhadap kekhususan produk agroindustri

yang memiliki ciri khas tersendiri, terkait dengan ketersediaan bahan baku pertanian

yang menjadi komoditas unggulan Kota Batu.

Sedangkan adanya keterlibatan Pegawai Negeri dalam usaha agroindustri ini,

menjadi jawaban tersendiri bahwa kegiatan agroindustri dapat dilakukan sebagai

pekerjaan sampingan yang dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan.

Bahkan, dari beberapa responden yang memiliki pekerjaan sebelumnya sebagai

PNS, menyatakan bahwa mereka bersedia mundur dari status PNS agar dapat lebih

leluasa mengembangkan potensi bisnis usaha agroindustri yang mereka kelola secara

mandiri.