GAMBARAN SOSIODEMOGRAFI SERTA PREVALENSI DAN …eprints.ums.ac.id/68277/11/NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...
Transcript of GAMBARAN SOSIODEMOGRAFI SERTA PREVALENSI DAN …eprints.ums.ac.id/68277/11/NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...
GAMBARAN SOSIODEMOGRAFI SERTA PREVALENSI DAN
INSIDENSI KASUS GIGI IMPAKSI DI RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA PERIODE 2013-2017
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
jurusan Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Oleh:
RUWAEDA QUTBI
J520140058
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
GAMBARAN SOSIODEMOGRAFI SERTA PREVALENSI DAN
INSIDENSI KASUS GIGI IMPAKSI DI RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA PERIODE 2013-2017
Abstrak
Gigi impaksi merupakan keadaan patologis dimana gigi tidak berhasil erupsi pada
posisi yang normal. Faktor penyebab terjadinya impaksi adalah karena kekurangan
ruang, kista, gigi supernumerary, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali dan
kondisi sistemik. Populasi dapat mempengaruhi prevalensi dan insidensi gigi
impaksi di setiap Negara. Untuk mengetahui data sosiodemografi serta prevalensi
dan insidensi kasus impaksi gigi di RSUD Dr.Moewardi, Surakarta periode 2013-
2017. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif dengan cross
sectional study design. Subyek penelitian yaitu data sekunder berupa rekam medis
pasien yang terdiagnosa gigi impaksi tahun 2013 sampai dengan 2017. Dari 5548
rekam medis didapatkan prevalensi gigi impaksi tahun 2013-2017 (13,2%) dan
insidensi paling banyak pada tahun 2014 (7,5%). Sedangkan untuk data
sosiodemografi, dari 200 rekam medis didapatkan hasil impaksi lebih banyak
ditemukan pada perempuan (53%), dan paling banyak pada usia 20-29 tahun
(33,5%). Gigi impaksi paling sering terjadi pada rahang bawah (54%) sedangkan
gigi yang paling banyak terkena impaksi adalah gigi molar ketiga. Prevalensi gigi
impaksi paling banyak terjadi pada perempuan dan pada rentang usia 20-29 tahun,
sedangkan lokasi terjadi impaksi paling banyak pada rahang bawah dan gigi yang
paling sering terkena impaksi adalah gigi molar ketiga.
Kata Kunci : Gigi impaksi, Prevalensi, Insidensi
Abstrack
Impacted teeth is a pathological condition were the theeth fail to erupt in normal
position. Factors that cause impacted teeth are due to lack of space, cysts,
supernumerary teeth, retention of deciduous teeth, infection, trauma, anomalies
and systemic conditions. The population may affect the prevalence and incidence
of impacted teeth in each country. To know the sociodemographic data and
prevalence and incidence of impacted teeth in RSUD Dr.Moewardi, Surakarta
period 2013-2017. This study was using a retrospective descriptive method with
cross sectional study design. Research subjects are secondary data in the form of
medical records of patients who was diagnosed with impacted teeth in 2013 until
2017. From 5548 medical records obtained prevalence of impacted teeth period
2013-2017 (13,2%) and the most incidence in 2014 (7,5%). In sociodemographic
data, from 200 medical records found more impacted teeth occur in women (53%),
and the most in the age of 20-29 years (33,5%). Impacted teeth most often occurs
in the lower jaw (54%) while the most affected teeth was third molar. The most
prevalent of impacted teeth is occur in women and in 20-29 year old, while the
location of most impacted teeth on the lower jaw and the most affected teeth is the
third molar.
Keywords: Impacted teeth, Prevalence, Incidence
2
1. PENDAHULUAN
Impaksi merupakan gagalnya erupsi gigi secara keseluruhan pada posisi yang
normal dikarenakan kurangnya ruang pada lengkung gigi, terhalang oleh gigi lain
atau perkembangan pada posisi yang tidak normal dan gigi impaksi bisa terjadi
secara penuh atau total maupun sebagian (Iman, 2008; Sadeta, 2013). Kasus
impaksi sering terjadi di masyarakat, namun tingkat prevalensinya berbeda disetiap
rahang (Sheikhi, 2017). Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga rahang bawah maupun rahang atas karena merupakan gigi yang paling
terahir tumbuh, ruangan yang dibutuhkan untuk tumbuh kurang adekuat, sedangkan
gigi impaksi terbanyak kedua adalah gigi kaninus rahang atas, di ikuti oleh gigi
premolar dan gigi insisivus (Anindita, 2015; Fobia, 2011; Nadershah, 2016).
Tanda dan gejala yang paling umum terjadinya gigi impaksi adalah rasa sakit
disekitar gusi atau rahang, pada telinga serta kepala dengan durasi yang lama, susah
untuk membuka mulut, perikoronitis, resorpsi gigi tetangga karena posisi benih gigi
yang tidak normal, kista dan fraktur rahang (Siagian, 2011; Zarrouq et al., 2017).
Beberapa peneliti sebelumnya dari berbagai negara yang telah melakukan
penelitian mengenai prevalensi dan insidensi gigi impaksi diantaranya penelitian
yang dilakukan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Gigi Universitas Bahria,
Karachi tahun 2012-2013 menunjukkan prevalensi impaksi gigi molar ketiga
sebesar 26%, di Rumah Sakit Universitas Sultan Qaboos di Muscat, Oman
menunjukkan prevalensi gigi impaksi sebesar 54,3% dan penderitanya lebih banyak
dari kalangan perempuan dibandingkan dengan laki-laki, di Fakultas Kedokteran
gigi Universitas Sarajevo tahun 2013 menunjukkan insidensi gigi impaksi sebesar
89,7% (Hosni et al., 2014; Amanat et al., 2014; Sadeta et al., 2013).
Penelitian lainnya yaitu di Indonesia sendiri pernah dilakukan di BP-RSGM
kota Manado menunjukkan 96,56% gigi impaksi dan kasus impaksi lebih banyak
terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan kelompok umur 18-
27 tahun (Chandha, 2007). Penelitian sebelumnya juga pernah dilakukan pada yang
suku Bugis dan Toraja tahun 2007 menunjukkan hasil bahwa 83,33% orang dengan
jenis kelamin perempuan pada suku Bugis dan 89,85% orang perempuan pada suku
Toraja mengalami gigi impaksi molar ketiga rahang bawah serta pada laki-laki
3
terdapat 86,05% pada suku Bugis dan 82,61% pada suku Toraja yang mengalami
gigi impaksi molar ketiga rahang bawah (Winata et al., 2011).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, terlihat prevalensi dan insidensi dari
kasus impaksi cukup tinggi, selain itu berdasarkan survey yang dilakukan oleh
penulis bahwa kasus gigi impaksi di RSUD Dr.Moewardi juga merupakan kasus
terbanyak kedua yang ditemukan pada bagian bedah mulut dikarenakan RSUD
Dr.Moewardi merupakan rumah sakit rujukan di Surakarta, sehingga penulis ingin
melakukan penelitian tentang tingkat prevalensi dan insidensi kasus gigi impaksi
untuk mengetahui data terbaru tentang prevalensi dan insidensi kasus gigi impaksi
di Indonesia khususnya di kota Surakarta.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif dengan cross
sectional study design. Penelitian dilakukan di ruang rekam medik RSUD
Dr.Moewardi Surakarta pada bulan januari sampai dengan bulan maret tahun 2018.
Subyek pada penelitian ini adalah data sekunder berupa rekam medis pasien yang
terdiagnosa gigi impaksi dari tahun 2013 sampai dengan 2017.
Data sosiodemografi didapatkan dari rekam medis pasien dan dilakukan
dengan cara manual. Data yang telah di peroleh dari rekam medis kasus impaksi
gigi dari tahun 2013 sampai dengan 2017 selanjutnya diolah dengan menggunakan
SPSS 23.0 (Statistical Package for the Social Science) dan hasil dari data tersebut
disajikan dalam bentuk tabel serta diagram batang dan dianalisis secara deskriptif.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi kasus gigi impaksi berdasarkan jenis kelamin di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta
Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase
Laki-laki 94 47%
Perempuan 106 53%
Total 200 100%
Hasil dari tabel 1 kasus gigi impaksi berdasarkan jenis kelamin dari 200 rekam
medis lebih banyak ditemukan pada perempuan sebanyak 106 (53%) orang
disbanding pada laki-laki yaitu sebanyak 94 (47%) orang. Beberapa penelitian
sebelumnya juga mendapatkan hasil yang serupa bahwa gigi impaksi lebih sering
4
pada perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Fardi et al. (2011) menunjukkan
hasil dari 170 pasien terdapat 92 (54,1%) pada perempuan dan 78 (45,9%) pada
laki-laki, di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Winata et al. (2011) frekuensi
perempuan yang terkena gigi impaksi lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan
jumlah 189 (62,17%) perempuan dan 115 (37,82%) laki-laki (Fardi et al., 2011;
Winata et al., 2011).
Tingginya frekuensi pada perempuan dikarenakan adanya perbedaan masa
pertumbuhan antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan biasanya berhenti
pertumbuhannya ketika molar ketiga baru erupsi sedangkan pada laki-laki
pertumbuhan rahang masih berlangsung selama masa erupsi molar ketiga sehingga
memberikan ruang untuk gigi tersebut erupsi (Bereket et al., 2011). Selain itu
beberapa faktor penyebab seperti daya tekanan akibat pengunyahan, bentuk
makanan, proporsi besar gigi dan rahang dan tekanan kunyah laki-laki cenderung
lebih besar dibandingkan dengan perempuan sehingga akan berpengaruh pada
tumbuh kembang rahang nantinya, bentuk makanan juga dapat berpengaruh pada
perkembangan dimana perempuan lebih suka makan makanan yang lembut dan
tidak membutuhkan tenaga atau tekanan kunyah yang besar dibandingkan dengan
laki-laki (Fardi et al., 2011).
Tabel 2. Distribusi kasus gigi impaksi berdasarkan usia di RSUD Dr.Moewardi
surakarta
Kelompok usia Jumlah (orang) Persentase
≤19 19 9,5%
20-29 67 33,5%
30-39 66 33,0%
40-49 31 15,5%
50-59 12 6,0%
≥60 5 2,5%
Total 200 100%
Tabel 2 di atas mengenai distribusi gigi impaksi berdasarkan kelompok usia
dari 200 rekam medis yaitu paling banyak ditemukan pada rentang usia 20-29 tahun
berjumlah 67 orang dengan persentase 33,5% sedangkan paling sedikit adalah pada
usia 60 tahun ke atas berjumlah 5 orang dengan persentase 2,5%.
5
Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Muhamad et al. (2016) bahwa kelompok usia yang paling banyak
terkena impaksi adalah kelompok usia 21-30 tahun dengan jumlah 48 (50,0%) dari
206 pasien. Berdasarkan hasil penelitian ini semakin tinggi usia maka semakin
rendah angka kejadian gigi impaksi molar ketiga, hal ini dilihat dari pasien dengan
kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 31 orang atau 15,5%, kelompok usia 50-59
tahun sebanyak 12 orang atau 6,0% dan usia ≥60 tahun sebanyak 5 kasus orang atau
2,5% (Hashemipour et al., 2013). Beberapa penelitian menjelaskan mungkin ini
dikarenakan meningkatnya kesadaran tentang kesehatan gigi dan mulut serta
pengangkatan perawatan untuk impaksi sudah lebih awal dilakukan (Hassan, 2010).
Tabel 3. Distribusi kasus gigi impaksi berdasarkan lokasi rahang di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta
Lokasi Jumlah (orang) Persentase
Maksila 25 12,5%
Mandibula 108 54,0%
Maksila dan mandibula 67 33,5%
Total 200 100%
Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa distribusi gigi impaksi berdasrakan lokasi
rahang dari 200 rekam medis paling banyak ditemukan pada mandibula berjumlah
108 kasus dengan persentase 54,0% dan pada maksila dan mandibula berjumlah 67
kasus dengan persentase 33,5%, paling sedikit ditemukan pada maksila berjumlah
25 kasus dengan persentase 12,5%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh
Hashemipour et al. (2013) di negara Iran bagian tenggara dengan hasil paling
banyak terdapat pada mandibula dibandingkan dengan maksila maupun keduanya
yaitu 336 (28,8%) pada maksila, 640 (54,9%) pada mandibula dan 189 (16,3%)
pada kedua rahang, penelitian oleh Hassan didapatkan kasus impaksi paling banyak
terdapat pada mandibula dibandingkan dengan maksila sebanyak 306 (53,1%), pada
mandibula dan 184 (31,8%) pada maksila (Muhamad et al., 2016; Rehman, 2012).
Mandibula lebih banyak terjadi impaksi karena perkembangan ruang
retromolar. Perkembangan ramus mandibula memiliki relasi dengan resorpsi
permukaan anterior dan deposisi terjadi gigi impaksi pada mandibula karena tidak
mendapatkan ruang yang cukup untuk erupsi. Mandibula merupakan tulang
6
terkeras dan sangat kuat pada wajah, sehingga pada proses pertumbuhan gigi geligi
dapat terjadi obstruksi atau terhambat pada tempat tumbuhnya gigi yang
mengakibatkan gigi mengalami impaksi (Anindita, 2015; Spiotto et al., 2013).
Tabel 4. Distribusi kasus gigi impaksi berdasarkan elemen gigi di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
Elemen gigi Kasus Persentase
Gigi 18 73 17,5%
Gigi 28 61 14,6%
Gigi 38 134 32,1%
Gigi 48 109 26,1%
Gigi 17 3 0,7%
Gigi 27 3 0,7%
Gigi 37 8 1,9%
Gigi 47 3 0,7%
Gigi 16 2 0,5%
Gigi 26 2 0,5%
Gigi 46 2 0,5%
Gigi 15 3 0,7%
Gigi 35 2 0,5%
Gigi 45 1 0,2%
Gigi 13 4 1,0%
Gigi 23 2 0,5%
Gigi 22 1 0,2%
Gigi 32 1 0,2%
Gigi 11 1 0,2%
Gigi 21 2 0,5%
Total 417 100%
Tabel 4 distribusi gigi impaksi berdasarkan elemen gigi yang paling banyak
terjadi pada gigi molar ketiga mandibula dengan jumlah 243 (58,2%) dari 200
rekam medis dan yang paling sedikit ditemukan pada insisivus lateral maksila
maupun mandibula sebanyak 1 (0,2%). Afify dan Zamawi pada tahun 2012 di Saudi
Arabia bagian barat dalam penelitiannya menemukan hasil dimana dari 186 total
7
gigi impaksi terdapat 140 gigi molar ketiga yang impaksi baik pada maksila
maupun mandibula, mereka juga menemukan impaksi pada gigi caninus maksila
sebanyak 29 gigi impaksi, pada premolar mandibula sebanyak 5 kasus dan pada
gigi lainnya terdapat 12 kasus impaksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Winata et al. (2011) di RSGM Universitas Sam
Ratulangi bahwa gigi yang paling banyak terkena impaksi adalah gigi molar ketiga
maksila 367 (50,34%) dan mandibula 337 (46,22%). Hal ini menunjukkan dari
beberapa penjabaran hasil penelitian sebelumnya bahwa baik pada maksila maupun
mandibula, molar ketiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi,
ini dikarenakan ada beberapa faktor penyebab seperti yang dikemukakan oleh Paul
dalam Winata antara lain lokasi erupsi terlalu sempit yang diakibatkan oleh
overcrowded gigi atau proposrsi lengkung rahang dengan besar gigi tidak sesuai
misalnya lengkung rahang yang terlalu kecil dibandingkan dengan ukuran gigi yang
ada dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya impaksi. Pada penelitian ini,
penulis tidak melakukan pemerikasaan secara komprehensif dimana penulis hanya
melihat rekam medik pasien sehingga analisis penyebab impaksi tidak dapat
dipaparkan lebih lanjut (Afify dan Zawawi, 2012; Winata et al., 2011).
Jumlah pasien yang memiliki kasus gigi impaksi di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta dari tahun 2013 sampai dengan 2017 adalah 5548 dan total populasi dari
semua pasien di RSUD Dr. Moewardi sebanyak 1.778.152 orang. Prevalensi dari
jumlah kasus tersebut dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Angka prevalensi =jumlah kasus gigi impaksi
jumlah pasien di RS Moewadi× K
=5548
1.778.152×10000%
=13,2%
Angka prevalensi selama lima tahun yaitu dari tahun 2013 hingga 2017 terdapat
13,2% kasus gigi impaksi di setiap 10.000 orang dari total populasi dengan jumlah
1.778.152 orang.
Penelitian Alsehaimy et al. (2014) di Jeddah mendapatkan tingkat prevalensi
pasien impaksi sebanyak 19,2% dari 2000 subyek. Syed et al. (2011) di wilayah
Asir dalam penelitiannya mengungkapkan tingkat prevalensi sebesar 18,8% dari
8
3800 subyek. hasil penelitian ini termasuk rendah dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan di negara lain, Perbedaan prevalensi dari penelitian
tersebut dikarenakan beberapa faktor seperti karakteristik dari populasi yang diteliti
atau desain penelitian dan ukuran sampel juga mempengaruhi hasil dari setiap
penelitian (Alsehaimy et al., 2014; Syed et al., 2013).
Gambar 1. Distribusi jumlah kasus baru gigi impaksi di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta dari tahun 2013 sampai dengan 2017
Gambar 2. Distribusi angka insidensi kasus gigi impaksi di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta dari tahun 2013 sampai dengan 2017
Berdasarkan gambar 1 dan 2 di atas dapat dideskripsikan bahwa jumlah pasien
yang terdiagnosa memiliki gigi impaksi pada setiap tahun tidak selalu mengalami
kenaikan dari tahun 2013 sampai dengan 2017 dan insiden kasus impaksi yang
paling banyak terjadi pada tahun 2014, dari data di atas dapat diketahui juga angka
insidensi pada setiap tahun dan total populasi pasien RSUD Dr.Moewardi tahun
1057
1742
1374
573802
0
500
1000
1500
2000
2013 2014 2015 2016 2017
jum
lah k
asus
Tahun
Distribusi jumlah kasus baru gigi impaksi di RSUD Dr.
Moewardi dari tahun2013 sampai dengan 2017
5.9%
7.9% 7.7%
3.2%4.5%
0
2
4
6
8
10
2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Distribusi angka insidensi kasus gigi impaksi di RSUD Dr.
Moewardi dari tahun 2013 sampai 2017
9
2013 hingga 2017 berjumlah 1.778.152 orang, sehingga dapat dihihitung dengan
rumus : Angka insidensi =jumlah kasus baru gigi impaksi (2013−2017)
jumlah pasien di RS Moewardi (2013−2017) × k
Angka insidensi tahun 2013 = 1057
1.778.152× 10.000% = 5,9%
Angka insidensi tahun 2014 = 1742
1.778.152× 10.000% = 7,9%
Angka insidensi tahun 2015 = 1374
1.778.152× 10.000% = 7,7%
Angka insidensi tahun 2016 = 573
1.778.152× 10.000% = 3,2%
Angka insidensi tahun 2017 = 802
1.778.152× 10.000% = 4,5%
Hasil dari perhitungan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari
tahun 2013 hingga 2017 kasus gigi impaksi yang paling banyak terjadi pada tahun
2014 yaitu terdapat 7,9% kasus baru gigi impaksi pada setiap 10.000 orang dari
total populasi yang berjumlah 1.778.152 orang.
Tingkat insidensi kasus gigi impaksi setiap tahun tidak selalu mengalami
kenaikan dimana insidensi kasus gigi impaksi dari tahun 2013 sampai dengan 2017
yang paling banyak mengalami insiden impaksi adalah pada tahun 2014 dengan
jumlah 1742 (7,9%) kasus dan pada tahun 2016 mengalami penurunan yang sangat
drastis yaitu dengan jumlah 573 (3,2%) kasus. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Anwar di Malaysia, menunjukkan insidensi kasus
impaksi selam 6 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan 2005, pada tahun 2000
terdapat 2 (0,8%) kasus, tahun 2001 terdapat 20 (7,6%) kasus, tahun 2002 terdapat
34 (12,9%) kasus, tahun 2003 terdapat 50 (18,9%) kasus, tahun 2004 terdapat 77
(29,2%) kasus, dan pada tahun 2005 terdapat 81 (51,5%) kasus. Hal ini terlihat
bahwa setiap tahun kasus impaksi di rumah sakit Penang Malaysia selalu
mengalami peningkatan yang signifikan (Anwar et al., 2008).
Penyebab angka insidensi kasus gigi impaksi pada tahun 2016 menurun
mungkin dikarenakan sudah dilakukan pemeriksaan dan sudah dilakukan
perawatan dari tahun sebelumnya, RSUD Dr.Moewardi juga merupakan penyedia
pelayanan kesehatan tingkat ketiga salah satunya penyebab turun drastis pada tahun
2016 karena pasien tidak perlu melakukan pemeriksaan mengenai gigi impaksi
10
dikarenakan sudah dilakukan dan ditangani di penyedia pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan kedua.
4. PENUTUP
Prevalensi kasus gigi impaksi berdasarkan jenis kelamin lebih banyak terjadi pada
perempuan, berdasarkan usia yang paling banyak terjadi pada rentang usia 20-29
tahun, sedangkan untuk elemen gigi dan lokasi rahang yang paling banyak terkena
impaksi adalah molar ketiga dan impaksi paling banyak terjadi pada mandibula,
untuk prevalensi kasus gigi impaksi keseluruhan dari tahun 2013-2017 adalah 5548
dengan angka prevalensi 13,2% sedangkan tingkat insidensi kasus gigi impaksi dari
tahun 2013-2017 tidak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya dan insiden
kasus impaksi paling banyak yaitu pada tahun 2014 dengan angka insidensi 7,9%.
5. DAFTAR PUSTAKA
Afify, A.R., dan Zawawi, K.H., 2012. The Prevalence of Dental Anomalies in the
Western Region of Saudi Arabia, ISRN Dentistry, 1–5.
Alsehaimy, M., Ahmed, M.A.J., Mokhtar, H., Jadu, F.M.,2014. Prevalence of
Impacted Third Molars in Jeddah, Saudi Arabia: A Retrospective Study.
Journal of American Science.10(10s), 1–4.
Al-Anqudi, S. M., Al-Sudairy, S., Al-Hosni, A., dan Al-Maniri, A., 2014.
Prevalence and Pattern of Third Molar Impaction: A Retrospective Study of
Radiographs in Oman. Sultan Qaboos University Medical Journal, 14(3),1–6.
Amanat, N., Mirza, D., Rizvi, K.F., 2014. Pattern of Third Molar Impaction :
Frequency and Types Among Patients Attending Urban Teaching Hospital of
Karachi. Pakistan Oral & Dental Journal, 34(1), 1–4.
Anindita, P.S., Sahetapy, T., 2015. Prevalensi Gigi Impaksi Molar Tiga Partial
Erupted Pada Masyarakat Desa Totabuan. Jurnal E-Gigi, 3(2), 2–7.
Anwar, N., Khan, A. R., Narayan, K. A., Manan, A., 2008. A Six-year Review of
the Third Molar Cases Treated in The Dental Department of Penang Hospital
in Malaysia. Dental Research Journal. 5(2), 53–60.
Bayoumi, A.M., Baabdullah, R.M., Bokhari, A.F., dan Nadershah, M., 2016. The
Prevalence Rate of Third Molar Impaction Among Jeddah Population.
International Journal of Dentistry and Oral Health Citation: Bayoumi AM Int
J Dent Oral Health, 2(4), 1-5.
Bereket, C., Çakir-Özkan, N., Şener, I., Kara, I., Aktan, A. M., Arici, N., 2011.
Retrospective Analysis of Impacted First and Second Permanent Molars in
The Turkish Population: A Multicenter Study. Medicina Oral, Patologia Oral
y Cirugia Bucal, 16(7), 12–16.
Chandha, M.H., dan Zahbia , Z.N., 2007. Pengaruh Bentuk Gigi Geligi Terhadap
Terjadinya Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah. Dentofasial Jurnal
Kedokteran Gigi, 2(6), 65–65.
Fardi, A., Kondylidou-Sidira, A., Bachour, Z., Parisis, N., Tsirlis, A., 2011.
11
Incidence of Impacted and Supernumerary Teeth - A Radiographic Study in a
North Greek Population. Medicina Oral, Patologia Oral y Cirugia Bucal,
16(1), e56–61.
Fobia, S.W., dan Rahardjo, B.D., 2011. Pengambilan Gigi Kaninus dan Gigi
supernumerary yang terpendam pada maksila. Maj Ked Gi, 167–172.
Hashemipour, M.A., Tahmasbi-Arashlow, M., Fahimi-Hanzaei, F., 2013. Incidence
of Impacted Mandibular and Maxillary Third Molars: A Radiographic Study
in a Southeast Iran Population. Medicina Oral, Patologia Oral y Cirugia
Bucal, 18(1), 1–6.
Hassan, A. H., 2010. Pattern of Third Molar Impaction in a Saudi Population.
Clinical, Cosmetic and Investigational Dentistry, 2, 109–113.
Iman, T., dan Firmansyah, D., 2008. Fraktur Patologis Mandibula Akibat
Komplikasi Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah. Indonesian Journal of
Dentistry. 15(4), 192-195.
Winata, L., Umboh, J.M.L., dan Riwudjeru, D.J., 2011. Gambaran Gigi Impaksi
Pasien Yang Berkunjung Di Bp-Rsgm Universitas Sam Ratulangi Pada Tahun
2011, 189.
Muhamad, A., Nezar, W., Azzaldeen, A., 2016. Prevalence of Impacted Mandibular
Third Molars in Population of Arab Israeli : A Retrospective Study. IOSR
Journal of Dental and Medical Sciences, 15(1), 1–10.
Rehman, A.U., Ayaz, H., 2012. Pattern of Impacted Mandibular Third Molar in
Patients Reporting to Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Khyber
College of Dentistry, Peshawar. JKCD, 2(2), 50–53.
Sadeta, S., Prohic, S., komsic, S., Vukovic, A., S., 2013. Incidence of impacted
Mandibular third molars in population of Bosnia and Herzegovina: a
retrospective radiographic study. Journal of Health Sciences, 3(2), 151–158.
Sheikhi, M. Sheikhi, M., Kheir, M.K., dan Sadeghi, M.A., 2017. Epidemiological
Status of Third Molars in an Iranian Population. Avicenna J Dent Res, 9(1), 1–
5.
Siagian, K. V., 2011. Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah Dengan
Komplikasinya Pada Dewasa Muda. Jurnal Biomedik, 3(3), 186–194.
Spiotto, M. T., Juodzbalys, G., Daugela, P., 2013. Mandibular Third Molar
Impaction: Review of Literature and a Proposal of a Classification. Journal of
Oral and Maxillofacial Research, 4(2), 1–12.
Syed, K. B., Kota, Z., Ibrahim, M., Bagi, M. A., Assiri, M. A., 2013. Prevalence of
Impacted Molar Teeth among Saudi Population in Asir Region, Saudi Arabia
- A Retrospective Study of 3 Years. Journal of International Oral Health, 5(1),
43–47.
Zarrouq, S.A., Karrar, M.A., dan Awooda, E.M., 2017. Evaluation of the
Symptoms and Pattern of Impaction of Mandibular Third Molars among
undergraduate dental Students from the University of Medical Sciences and
Technology (UMST), Sudan. Scholars Journal of Dental Sciences (SJDS),
4(1), 22-26