GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

27
1 Laporan Penelitian GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG Oleh: Putu Dian Ariyanti Putri, Sari Wulan Dwi Sutanegara Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rinosinusitis adalah peradangan yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Penyakit ini hingga saat ini masih merupakan tantangan di bidang THT-KL, karena berdampak besar dalam berbagai aspek antara lain aspek kualitas hidup dan aspek sosioekonomi masyarakat. Penyebabnya bermacam – macam, antara lain alergi, infeksi bakteri, virus, dan jamur, perubahan cuaca, hormonal, obat - obatan. 1 Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai cermin dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah keuangan yang besar untuk masyarakat. Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional Questionnaire survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari keseluruhan populasi. Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada 16% orang dewasa di Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia dimana pada kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai 2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis kronis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Di Indonesia prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis kronis. 1,2,3 Kualitas hidup merupakan konsep yang mencakup karakter fisik maupun psikologis dalam konteks sosial. Dalam dunia kedokteran kualitas hidup juga

Transcript of GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

Page 1: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

1

Laporan Penelitian

GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA

PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA

TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG

Oleh:

Putu Dian Ariyanti Putri, Sari Wulan Dwi Sutanegara

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher

FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Rinosinusitis adalah peradangan yang mengenai mukosa hidung dan sinus

paranasal. Penyakit ini hingga saat ini masih merupakan tantangan di bidang

THT-KL, karena berdampak besar dalam berbagai aspek antara lain aspek kualitas

hidup dan aspek sosioekonomi masyarakat. Penyebabnya bermacam – macam,

antara lain alergi, infeksi bakteri, virus, dan jamur, perubahan cuaca, hormonal,

obat - obatan.1

Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai

cermin dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah

keuangan yang besar untuk masyarakat. Insiden dari rinosinusitis akut

berdasarkan Multi-nasional Questionnaire survey yang dilakukan pada tahun

2011 mencapai 6-10% dari keseluruhan populasi. Prevalensi dari rinosinusitis

kronis juga dilaporkan terjadi pada 16% orang dewasa di Amerika Serikat.

Prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia dimana pada kelompok

usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai 2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis kronis

lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Di Indonesia

prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan

perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis kronis.1,2,3

Kualitas hidup merupakan konsep yang mencakup karakter fisik maupun

psikologis dalam konteks sosial. Dalam dunia kedokteran kualitas hidup juga

Page 2: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

2

sangat terkait dengan status kesehatan. Dewasa ini aspek kualitas hidup mulai

dipertimbangkan sehubungan dengan pengambilan keputusan untuk

penatalaksanaan pasien. Adanya penilaian kualitas hidup terkait status kesehatan

berguna untuk mengetahui dampak suatu penyakit terhadap penderita dan untuk

mengevaluasi efek terapi. Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah

dalam praktik kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik

yang cukup serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait

kesehatan. 4

Sino-Nasal Outcome Test – 20 (SNOT-20) merupakan salah satu

instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup dari penderita dengan

rinosinusitis. SNOT 20 terdiri dari 20 poin yang dinilai secara personal oleh

penderita rinosinusitis. Hingga saat ini belum ada data tentang karakteristik

penderita rinosinusitis berdasarkan kuisioner SNOT-20, maka peneliti ingin

melakukan penelitian tentang gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis

berdasarkan SNOT-20.5

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah

gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20?

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita

rinosinusitis berdasarkan SNOT – 20.

I.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui karakterisktik penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang

Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung.

2. Mengetahui dampak rinosinusitis terhadap kualitas hidup penderita

rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja dan

Desa Tihingan Klungkung.

Page 3: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

3

I.4. Manfaat

Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi tentang gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh

Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung.

Disamping itu hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar strategi

manajemen penyakit secara holistik, terapi dan edukasi, sehingga diharapkan

dapat mencegah rekurensi dari penyakit ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal

Struktur hidung luar berbentuk piramida tersusun oleh sepasang tulang

hidung pada bagian superior lateral dan kartilago pada bagian inferior lateral.

Struktur tersebut membentuk piramid sehingga memungkinkan terjadinya aliran

udara di dalam kavum nasi. Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka

inferior, media, superior dan meatus. Meatus merupakan ruang diantara konka.

Meatus media terletak diantara konka media dan inferior yang mempunyai peran

penting dalam patofisiologi rinosinusitis karena melalui meatus ini kelompok

sinus anterior berhubungan dengan hidung.6,7

Septum nasi merupakan struktur tengah hidung yang tersusun atas lamina

perpendikularis os etmoid, kartilago septum, premaksila dan kolumela

membranosa. Deviasi septum yang signifikan dapat menyebabkan obstruksi

hidung dan menekan konka media yang menyebabkan obstruksi kompleks

ostiomeatal dan hambatan aliran sinus. Meatus inferior berada diantara konka

inferior dan rongga hidung. Pada permukaan lateral meatus lateral terdapat muara

duktus nasolakrimalis. 6,7

Page 4: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

4

Gambar 1. Penampang sagital dari hidung dan sinus paranasal.6

Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior

cabang dari a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum

dan dinding lateral hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior,

sedangkan cabang a. etmoid posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area

olfaktorius. Terdapat anastomosis diantara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri

etmoid di daerah antero-inferior septum yang disebut pleksus Kiesselbach. Sistem

vena di hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran

infeksi menuju sinus kavernosus. Persarafan hidung terutama berasal dari cabang

oftalmikus dan cabang maksina nervus trigeminus. 6,7

Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi, humidifikasi,

penghangat udara dan resonansi suara. Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum

dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai

nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung mengadakan kontak

dengan permukaan mukosa hidung yang luas. Aliran turbulen tersebut tidak hanya

meningkatkan fungsi penghangat dan humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi. 6,7

Sinus paranasal terdiri atas empat pasang yaitu sinus maksila, sinus

etmoid, sinus sfenoid dan sinus frontal. Mukosa sinus dilapisi oleh epitel

respiratorius pseudostratified yang terdiri atas empat jenis sel yaitu sel kolumnar

bersilia, sel kolumnar tidak bersilia, sel mukus tipe goblet dan sel basal. Membran

mukosa bersilia bertugas menghalau mukus menuju ostium sinus dan bergabung

Page 5: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

5

dengan sekret dari hidung. Jumlah silia makin bertambah saat mendekati ostium.

Ostium adalah celah alamiah tempat sinus mengalirkan drainasenya ke hidung.7

Secara klinis berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding

lateral hidung, sinus dibagi menjadi kelompok sinus anterior dan posterior.

Kelompok sinus anterior terdiri dari sinus frontal, maksila dan etmoid anterior

yang bermuara ke dalam atau dekat infundibulum. Kelompok sinus posterior

terdiri dari etmoid posterior dan sinus sfenoid yang bermuara di atas konka media.

Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai

pertahanan tubuh terhadap infeksi melalui tiga mekanisme yaitu terbukanya

kompleks osteomeatal, transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal.8

Gambar 2. Penampang Koronal 4 pasang sinus paranasal. 6

Kompleks ostiomeatal atau KOM adalah jalur pertemuan drainase

kelompok sinus anterior yang terdiri dari meatus media, prosesus unsinatus, hiatur

semilunaris, infundibulum etmoid, bula etmoid, ostium sinus maksila dan resesus

frontal. KOM bukan merupakan struktur anatomi tetapi merupakan suatu jalur

yang jika mengalami obstruksi karena mukosa yang inflamasi atau massa yang

akan menyebabkan obstruksi ostium sinus, stasis silia dan terjadi infeksi sinus.6,7,9

Page 6: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

6

Gambar 3. Kompleks ostiomeatal (KOM), potongan koronal.6

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore merupakan sinus paranasal

terbesar. Dasar sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan palatum

durum. Dinding anteriornya berhadapan dengan fosa kanina. Gigi premolar kedua,

gigi molar pertama dam kedua tumbuh dekat dengan dasar sinus dan hanya

dipisahkan oleh membran mukosa, sehingga proses supuratif di sekitar gigi

tersebut dapat menjalar ke mukosa sinus. Silia sinus maksila membawa mukus

dan debris langsung ke ostium alamiah di meatus media. Perdarahan sinus maksila

dilayani oleh cabang a.maksila interna yaitu a.infraorbita, a.sfenopalatina cabang

nasal lateral, a.palatina descendens, a.alveolar superior anterior dan posterior.

Inervasi mukosa sinus maksila dilayani oleh cabang nasal lateroposterior dan

cabang alveolar superior n. infraorbital.6,7

Sinus frontal merupakan pneumatisasi superior os frontal oleh sel etmoid

anterior. Sinus ini mengalirkan drainasenya melalui resesus frontal. Perdarahan

dilayani oleh cabang supratroklear dan suborbital a. oftalmika, sedangkan vena

dialirkan ke sinus kavernosus. Inervasi mukosa dilayani oleh cabang

supratrokhlear dan supraorita n. V1. 6,7

Sinus etmoid terdiri dari sel etmoid anterior yang bermuara ke

infundibulum di meatus media dan sel etmoid posterior yang bermuara ke meatus

superior. Cabang nasal a.sfenopalatina dan a.etmoid anterior dan posterior, cabang

a.oftalmika dari sistem karotis interna melayani sinus etmoid dan aliran venanya

menuju sinus kavernosus. Inervasi dilayani oleh cabang nasal posterior nervus V2

dan cabang etmoid anterior dan posterior nervus V1. 6,7

Page 7: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

7

Sinus sfenoid merupakan sinus terakhir yang mengalami perkembangan

yaitu pada usia dewasa awal. Struktur penting yang terletak dekat dengan sinus ini

yaitu n.optikus dan kelenjar hipofisis yang terletak di atas sinus, pons serebri di

posterior, di lateral sinus sfenoid terdapat sinus kavernosus, fisura orbitalis

superior, a.karotis dan beberapa serabut nervus kranialis. Perdarahan dilayani oleh

cabang a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior. Inervasinya dipersarafi oleh cabang

etmoid posterior nervus V1 dan cabang sfenopalatina nervus V2. 6,7

Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah

patensi KOM, fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal.

Patensi KOM memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan

debris serta memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga

mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung pada

karakteristik silia yaitu struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi

mukus juga bergantung kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat

mempengaruhi transport mukosiliar.5,6

2.2. Definisi dan Epidemiologi Rinosinusitis

Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan

sinus paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari

mukosa hidung, sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan

gejala-gejala obstruksi nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun

sinusitis. 10,11

Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional Questionnaire

survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari keseluruhan

populasi. Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada 16%

orang dewasa di Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan

peningkatan usia dimana pada kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun

mencapai 2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis kronis lebih sering dijumpai pada wanita

dibandingkan dengan pria. Di Indonesia prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun

2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan perkiraan sebanyak 30 juta penduduk

menderita rinosinusitis kronis.1,2,3

Page 8: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

8

2.3. Etiologi Rinosinusitis

Umumnya penyebab sinusitis adalah rinogenik yang merupakan perluasan

infeksi dari hidung dan dentogenik yang berasal dari infeksi pada gigi. Infeksi

pada sinus paranasal dapat disebabkan oleh interaksi dari beberapa etiologi seperti

faktor mikrobial, lingkungan, dan faktor host yang terdiri dari gangguan anatomi,

genetik fisiologi dan imunitas.11

2. 4. Patogenesis Rinosinusitis

Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan

kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM).

Disamping itu mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang

berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan.

Bila terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka

hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada

kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi

konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga

memperberat gangguan yang ditimbulkannya.10,11

Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,

berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini

berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat

lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih. Apabila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak

dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan

ventilasi sinus maksila dan frontal. Gangguan ventilasi akan menyebabkan

penurunan pH dalam sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi

menjadi lebih kental sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman

patogen. Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi

dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine,

proteases, arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide dan lain-

lain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa hidung dan

akhirnya menyebabkan disfungsi mukosiliar yang mengakibatkan stagnasi mukus

Page 9: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

9

dan menyebabkan bakteri semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi

inflamasi akan kembali terjadi.10,11

Bakteri dapat berkembang menjadi kuman patogen bila lingkungannya

sesuai. Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir,

sehingga bakteri anaerob akan berkembang baik. Bakteri juga akan memproduksi

toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan

menjadi hipertropi, polipoid atau terbentuk polip dan kista. Kuman didalam sinus

dapat berasal dari rongga hidung sebelum ostium tertutup ataupun merupakan

kuman komensal didalam rongga sinus. Virus dan bakteri yang masuk kedalam

mukosa akan menembus kedalam submukosa, yang diikuti adanya infiltrasi sel

polimorfonuklear, sel mast dan limfosit, kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat

kimia seperti histamin dan prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan

vasodilatasi kapiler, sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat dan

terjadilah udema di submukosa. Selain virus dan bakteri sebagai penyebab infeksi

pada peradangan rongga sinus juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal dan

sistemik.10,11

Faktor predisposisi lokal antara lain: septum deviasi, edema atau hipertrofi

konka, rinitis alergi, rinitis vasomotor, barotrauma, korpus alienum, rinolit dan

sebagainya. Faktor predisposisi sistemik yang mempengaruhi antara lain infeksi

saluran nafas atas oleh karena virus, keadaan umum yang lemah, malnutrisi, DM

yang tidak terkontrol dan iritasi udara sekitar. 10,11

2. 5. Gejala dan Tanda Klinis

Berdasarkan anamnesis, penderita biasanya mengeluh adanya nyeri

terutama pada daerah sinus yang terkena disertai dengan sakit kepala, hidung

buntu, hidung berair atau gangguan penghidu. Keluhan lain yang antara lain

adanya rasa dahak di tenggorok, nyeri gigi, nafas berbau, nyeri telinga atau telinga

terasa penuh, nyeri pada gigi dan demam. 1,10,11

Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat terjadinya edema atau perubahan

warna pada daerah disekitar wajah. Bila terdapat sinusitis pada saat di palpasi

maka bagian disekitar pipi dan sekitar mata akan terasa sakit. Pemeriksaan

Page 10: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

10

intraoral dilakukan untuk mengevaluasi keadaan gigi, dimana gigi yang terjadi

ganggren atau karies dapat menjadi penyebab terjadinya sinusitis dentogen. 10,11

Rinoskopi anterior dilakukan utnuk mengevaluasi keadaan mukosa

hidung, menilai adakah inflamasi, sekret pada mukosa hidung dan meatus media,

deformitas atau deviasi pada septum. 10,11

2. 6. Pemeriksaan Penunjang

Transluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai

untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan

radiologik tidak tersedia. Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain

Waters, PA dan Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto

rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema

permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan edema tampak

seperti suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus. Pembengkakan

permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila

biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal. Jika

cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya air fluid

level pada foto dengan posisi tegak. 10,11

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada

penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-

Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.

CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan

visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal,

rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita,

lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek

osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas. 10,11

CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan

sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk

digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.

Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi

Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid,

Page 11: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

11

Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :

Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit. 10,11

Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan

karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan

faktor lokal penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya

kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat

mengetahui adanya polip atau tumor. 10,11

2. 7. Diagnosis

Berdasarkan Task Force on Rhinosinusitis yang dibentuk oleh American

Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) diagnosis

rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala mayor atau satu gejala

mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor antara lain nyeri pada

wajah, hidung tersumbat, hidung berair atau sekret purulen, hiposmia atau

anosmia, dan demam pada kondisi akut. Kriteria minor antara lain nyeri kepala,

demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada

telinga. Rinosinusitis dikatakan akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau

kurang, subakut bila gejala terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih

dari 12 minggu.10,11

2.8. Penatalaksanaan

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi

septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip,

kista, jamur, karies atau ganggren gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk

melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan.1,10,11

Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial

yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.

Antibiotika dapat diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus

mencakup β-laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu

amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,

makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 –

14 atau lebih jika diperlukan. Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika

Page 12: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

12

alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan

kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazole. Jika dengan

antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada

faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi

maupun CT-Scan. 1,10,11

Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi

antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung

dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung,

meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum

adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan

tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-

hati.Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan

hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama

(lebih dari 7 hari) akan menyebabkan rinitis medika mentosa. 1,10,11

Alergi berperan sebagai penyebab rinosinusitis kronis pada lebih dari 50%

kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga

kemungkinan imunoterapi. Karena antihistamin generasi pertama mempunyai

efek antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine,

acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine. 1,10,11

Kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi

lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan

perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis. Penggunaannya

kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat

semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang

karena udema di rongga hidung dan meatus medius hilang. Sedangkan

kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat selama

dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat

diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung

terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot merata.1,10,11

Rinosinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat

dan optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan

bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior,

Page 13: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

13

Caldwell-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

(BSEF) dapat dilaksanakan. Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan

usaha pemulihan drainase dan ventilasi sinus melalui ostium alami. Namun

dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang

pula modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwell-Luc yang

hanya mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar

tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat

sembuh kembali. 1,10,11

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat

dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan

konservatif yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah dengan

penggunaan endoskop yang memiliki pencahayaan yang terang, sehingga

lapangan operasi lebih jelas dan rinci. Bila terdapat kelainan patologi dirongga-

rongga sinus, jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal

dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini ventilasi sinus lancar

secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila

dan frontal dapat teratasi. 1,10,11

2.9. Komplikasi

Kompikasi rinosinusitis telah menurun sejak ditemukan antibiotika.

Komplikasi yang dapat terjadi ialah osteomielitis dan abses subperiostal yang

paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-

anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral. Komplikasi

lain yang dapat terjadi yaitu kelainan orbita yang disebabkan oleh sinus paranasal

yang berdekatan dengan mata. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui

tromboflebitis dan perkontinuitatum. Variasi yang dapat timbul ialah udema

palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat

terjadi trombosis sinus kavernosus. Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis,

abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Kelainan paru

seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai

dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma

bronkial. 11

Page 14: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

14

2.10. Efek Rinosinusitis Terhadap Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan pengalaman personal yang merefleksikan bukan

hanya status kesehatan tetapi faktor lain yang mempengaruhi kehidupan penderita

yang hanya bisa dideskripsikan oleh penderita tersebut sendiri. Salah satu bagian

dari kualitas hidup adalah kualitas hidup yang berhubungan dengan status

kesehatan, yang dapat didefinisikan sebagai pengalaman individu yang subjektif

baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kesehatan,

penyakit, dan disabilitas. Hal tersebut diatas sangat tergantung pada usia

penderita, kebiasaan, ekspektasi dan kemampuan fisik serta mental.4

Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik

kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup

serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. Hal

tersebut disebabkan karena gejala yang ditimbulkan seperti hidung tersumbat yang

diikuti oleh rinore, gangguan penciuman, nyeri pada wajah dan nyeri kepala yang

dapat memberikan dampak terhadap aktivitas harian penderita. Gejala tersebut

mengakibatkan penurunan prodiktifitas dan kehilangan hari kerja yang cukup

signifikan yaitu sekitar 3% hari kerja penduduk produktif atau 73 juta hari kerja.

Jika terjadi pada anak sekolah maka akan menurunkan kemampuan belajar anak

tersebut. Masalah yang lebih kompleks seperti gangguan tidur, gangguan

psikologis seperti perubahan suasana hari, depresi, cemas, lemas, dan disfungsi

seksual merupakan hal yang bisa muncul karena gejala rinosinusitis yang

timbul.4,12,13,14

Saat ini penilaian penatalaksanaan rinosinusitis menyangkut kualitas hidup

terkait kesehatan menjadi sangat penting. Pengukuran kualitas hidup terkait

kesehatan terhadap rinosinusitis terus dikembangkan yang ditandai dengan

banyaknya alat ukur yang telah di validasi antara lain nasal symptom

questionnare, Rhinosinusitis Outcome Measure (RSOM-31), Sinonasal Outcome

Test-16 (SNOT-16), SNOT-20, SNOT-22, Chronic Sinusitis Survey (CSS),

Rhinosinusitis Disability Index (RSDI), Rhinosinusitis Symptom Inventory (RSI),

Rhinosinusitis Quality of Life survey (RhinoQoL).4

Page 15: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

15

2.11. Sino-Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20)

SNOT-20 adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai

kualitas hidup penderita rinosinusitis. SNOT-20 terdiri dari 20 poin penilaian

yang diisi secara personal dengan memberikan skor pada masing-masing poinnya.

Instrumen ini menilai masalah kesehatan yang berkaitan dengan sinusitis dengan

hubungannya ada masalah fisik, keterbatasan fungsional dan kondisi emosional.

SNOT-20 merupakan modifikasi dari 31-item Rhinosinusitis Outcome Measure.

Validitas SNOT-20 untuk menilai kualitas hidup penderita sudah dilakukan

dengan konsistensi internal, reliabilitas dan hasil tes validitas yang dianalisis.

SNOT-20 merupakan instrumen yang mudah dilengkapi oleh penderita dan dapat

digunakan pada praktek klinik sehari-hari. SNOT-20 juga dapat membantu

menilai derajat dan efek dari rinosinusitis terhadap status kesehatan, kualitas

hidup dan mengukur respon terapi yang diberikan.5,16,17,18

Total skor SNOT-20 dihitung sebagai nilai rata-rata untuk semua 20 item.

Kisaran skor SNOT-20 adalah 0-5, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan

terkait rinosinusitis beban kesehatan yang lebih besar.4

SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor yaitu pertanyaan yang berkaitan

dengan gejala hidung, gejala hidung dan wajah, fungsi dan gangguan tidur dan

hal-hal yang berkaitan dengan masalah psikologis. Poin pertanyaan yang

berhubungan dengan gejala rinologi yaitu hidung buntu, bersin, hidung berair,

sekret kental dan post nasal drip. Poin yang berkaitan dengan gejala telinga dan

wajah yaitu telinga terasa penuh, pusing, nyeri telinga dan nyeri pada wajah atau

nyeri tekan. Susah tidur, terbangun pada malam hari dan tidur kurang berkualitas

merupakan poin yang berkaitan dengan gangguan tidur. Lemas, penurunan

produktifitas, penurunan konsentrasi, frustasi atau kurang istirahat atau iritabel,

sedih dan malu merupakan poin yang berkaitan dengan masalah psikologis. Dua

pertanyaan lain yaitu batuk dan terbangun dengan lelah tidak diklasifikasikan

sebagai salah satu dari 4 konstruksi mayor diatas.15

Page 16: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

16

III. KERANGKA KONSEP

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada tanggal 25

Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014 dan

Desa Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014.

4.2. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan

potong lintang. Kuisioner SNOT-20 digunakan untuk menilai kualitas hidup

penderita rinosinusitis.

4.3. Penentuan Sumber Data

4.3.1. Populasi penelitian

Populasi terjangkau adalah penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang,

Desa Tamblang dan Desa Tihingan Klungkung.

4.3.2. Sampel penelitian

Seluruh penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa Tihingan

Klungkung dan Desa Tamblang Kubutambahan yang datang pada saat dilakukan

Infeksi (bakteri, virus, jamur)

Obstruksi KOM

Rinosinusitis

Kualitas hidup

Lingkungan Host

Page 17: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

17

pemeriksaan kesehatan di balai desa setempat. Sampel diambil dengan teknik

purposive sampling berdasarkan ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan

karakteristik populasi.

Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah penderita yang memenuhi

kriteria mayor dan minor berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria

Eksklusi adalah penderita dengan keganasan pada kepala leher dan penderita tidak

kooperatif.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : rinosinusitis

Variabel tergantung : kualitas hidup

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1. Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan

sinus paranasal. Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya

2 gejala mayor atau satu gejala mayor disertai dengan 2 gejala minor.

Kriteria mayor antara lain nyeri pada wajah, hidung tersumbat, hidung berair

atau sekret purulen, hiposmia atau anosmia, dan demam pada kondisi akut.

Kriteria minor antara lain nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri

gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis dikatakan

akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala

terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu.

2. Kualitas hidup adalah komponen penilaian terhadap kesehatan, dan kualitas

hidup yang dipengaruhi oleh kesehatan yang terdiri dari aspek problem fisik,

keterbatasan fungsional dan emosional. Variabel ini diukur menggunakan

kuisioner Sino Nasal Outcome Test-20 (SNOT-20).

3. Jenis kelamin adalah karakteristik baik secara biologi maupun fisiologi yang

dikategorikan sebagai perempuan dan laki-laki.

4. Usia adalah lama hidup yang dihitung dari tahun kelahiran.

Page 18: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

18

4.5. Kerangka Penelitian

4.6. Analisis Data

Hasil penelitian disajikan secara desriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

V. HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang

Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Pada penelitian ini didapatkan total

sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang. Data karakteristik

sampel berdasarkan masing-masing desa disajikan dalam tabel 1. Total sampel

dari Desa Yeh Embang yaitu 35 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 19

orang (54,3%) dan 16 orang (45,7%) perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25

- 45 tahun sebanyak 16 orang (45,7%). Sampel Desa Tamblang terdiri dari 10

orang (58,8%) laki-laki dan 7 orang (41,2%) perempuan. Rentang usia terbanyak

yaitu 25-45 tahun sebanyak 6 orang (35,3%). Dari Desa Tihingan didapatkan

sampel laki-laki sebanyak 9 orang (56,3%) dan 7 orang (43,7%) perempuan.

Populasi

Anamnesis Pemeriksaan THT

Sampel

SNOT-20

Hasil

Analisa Data

Kriteria Inklusi dan eksklusi

Page 19: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

19

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur

Desa Karakteristik N %

Yeh Embang Jenis Kelamin Laki-laki 19 54,3

Perempuan 16 45,7

Umur ˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

5

16

10

4

14,3

45,7

28,6

82,8

Tamblang Jenis Kelamin Laki-laki 10 58,8

Perempuan 7 41,2

Umur ˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

2

6

5

4

11,8

35,3

29,4

23,5

Tihingan Jenis Kelamin Laki-laki 9 56,3

Perempuan 7 43,7

Umur ˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

1

8

6

1

6,25

50,0

37,5

6,25

Total Jenis Kelamin

Umur

Laki-laki

Perempuan

˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

38

30

8

30

21

9

55,9

44,1

11,8

44,1

30,9

13,2

Page 20: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

20

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh

Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret

pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Nilai rata-rata

total skor SNOT-20 yaitu 1.80. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Skor SNOT-20 di Desa Yeh Embang

Nilai Rata-rata

Hidung buntu

Bersin

Hidung berair

Batuk

Postnasal drip

Sekret kental pada hidung

Telinga penuh

Pusing

Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan

Sulit tidur

Terbangun di malam hari

Tidur kurang berkualitas

Lelah saat bangun

Lemas

Produktivitas menurun

Penurunan konsentrasi

Frustasi/kurang istirahat/Iritabel

Sedih

Malu

Total skor SNOT-20

2.62

2.51

2.11

1.49

2.09

2.49

1.57

1.60

0.60

1.91

1.71

1.63

1.69

1.82

2.43

1.94

2.43

1.57

1.06

1.23

1.80

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa

Tamblang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24),

Page 21: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

21

sekret pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Nilai rata-rata

total skor SNOT-20 yaitu 3.22. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Skor SNOT-20 di Desa Tamblang

Nilai Rata-rata

Hidung buntu

Bersin

Hidung berair

Batuk

Postnasal drip

Sekret kental pada hidung

Telinga penuh

Pusing

Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan

Sulit tidur

Terbangun di malam hari

Tidur kurang berkualitas

Lelah saat bangun

Lemas

Produktivitas menurun

Penurunan konsentrasi

Frustasi/kurang istirahat/Iritabel

Sedih

Malu

Total skor SNOT-20

2.24

2.41

1.82

1.64

2.17

2.29

1.41

1.41

0.76

1.82

1.58

1.41

1.52

1.52

2.05

1.29

1.52

1.29

1.00

1.00

3.22

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa

Tihingan, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56),

hidung berair (2.50), sekret pada hidung (2,43) dan lemas (2.31). Nilai rata-rata

total skor SNOT-20 yaitu 1.66. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.

Page 22: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

22

Tabel 4. Skor SNOT-20 di Desa Tihingan

Nilai Rata-rata

Hidung buntu

Bersin

Hidung berair

Batuk

Postnasal drip

Sekret kental pada hidung

Telinga penuh

Pusing

Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan

Sulit tidur

Terbangun di malam hari

Tidur kurang berkualitas

Lelah saat bangun

Lemas

Produktivitas menurun

Penurunan konsentrasi

Frustasi/kurang istirahat/Iritabel

Sedih

Malu

Total skor SNOT-20

2.93

2.56

2.50

1.19

1.93

2.43

1.44

1.75

0.63

1.81

1.50

1.31

1.31

1.13

2.31

1.31

1.69

1.5

1.06

1.5

1.69

VI. PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

rancangan potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk

mengetahui adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian

dilanjutkan dengan pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran

kualitas hidup penderita rinosinusitis.

Page 23: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

23

SNOT-20 adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai

kualitas hidup penderita rinosinusitis. SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor

yaitu poin pertanyaan berkaitan dengan gejala rinologi, gejala hidung dan wajah,

fungsi dan gangguan tidur dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah psikologis.

SNOT-20 merupakan modifikasi dari RSOM-31 yang sudah divalidasi untuk

menilai kualitas hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal,

reliabilitas dan hasil tes validitas yang dianalisis. Schalek4 mengemukakan bahwa

diperlukan tiga kriteria dalam merumuskan pengukuran dari kualitas hidup yaitu

penggunaan nilai secara global, menilai keparahan dan gejala yang paling

berpengaruh dan kemungkinan untuk penderita menambahkan gejala lain yang

mengganggu. Hal ini menunjukkan bahwa SNOT-20 merupakan pengukuran yang

terbaik terutama untuk menilai hasil operasi. Penelitian yang dilakukan van

Oene12 juga menyebutkan bahwa poin tertinggi untuk pemilihan kuisioner kualitas

hidup untuk rinosinusitis adalah RSOM-31 dan SNOT-20.

Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang dari 3 desa yaitu Desa Yeh

Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Dari ketiga desa, sampel yang

terbanyak merupakan sampel dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38

orang (55,9%) dan 30 orang (44,1%) berjenis kelamin perempuan. Usia terbanyak

merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (44,1%). Penelitian

yang dilakukan oleh Zbislawski13 juga menunjukkan bahwa penderita rinosinusitis

lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu

52,7% dan 47,3%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wang2 yang

menunjukkan bahwa rinosinusitis lebih banyak terjadi pada perempuan daripada

laki-laki.

Berdasarkan nilai rata-rata tiap poin pertanyaan SNOT-20 yang didapatkan

di Desa Yeh Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.62), bersin

(2.51), sekret pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4).

Hal tersebut menunjukkan bahwa 3 poin tertinggi merupakan bagian dari gejala

hidung dan 2 poin selanjutnya merupakan masalah psikologis yang terjadi akibat

adanya gangguan pada hidung tersebut. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada

sampel yang ada di Desa Tamblang, dimana 4 pertanyaan tertinggi merupakan

gejala pada hidung yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24), sekret pada hidung

Page 24: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

24

(2,29), post nasal drip (2.17) dan aspek psikologis yaitu lemas (2.05). Hasil yang

didapatkan pada sampel di Desa Tihingan dimana 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu

hidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50), sekret pada hidung (2,43)

dan lemas (2.31).

Hal tersebut diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pynnonen5, poin tertinggi dari pertanyaan SNOT-20 yaitu hidung buntu, hidung

berair, terbangun saat malam dan penurunan konsentrasi. Hasil yang sama juga

ditunjukkan oleh Piccirillo16 dimana 5 poin dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu

post nasal drip, nyeri wajah atau nyeri tekan, hidung buntu, terbangun dengan

lelah dan lemas. Bezerra dkk18 juga menemukan bahwa item pertanyaan yang

dirasakan paling buruk meliputi hidung buntu, bersin, post nasal drip, sekret

kental, dan susah tidur. Seluruh penelitian ini menunjukkan adanya hubungan

gejala yang dirasakan, dalam hal ini merupakan gejala pada hidung yang akan

menyebabkan gangguan pada psikologis dan gangguan tidur pada penderita.

Kualitas hidup penderita rinosinusitis dipengaruhi oleh berat ringannya gejala

yang muncul, umur, kebiasaan, ekspektasi serta ketidakmampuan secara fisik dan

psikologis.

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

rancangan potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk

mengetahui adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian

dilanjutkan dengan pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran

kualitas hidup penderita rinosinusitis. Pada penelitian ini didapatkan total 68

orang dari 3 desa yaitu Desa Yeh Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan.

Distribusi jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (55,9%) dan perempuan

30 orang (44,1%). Usia terbanyak merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu

sebanyak 30 orang (44,1%).

Nilai rata-rata pertanyaan tertinggi didapatkan pada pertanyaan yang

berhubungan dengan gejala hidung yaitu hidung buntu, hidung berair, sekret

Page 25: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

25

kental, dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan lainnya didapatkan dari poin

yang berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas dan penurunan konsentrasi.

7.2. Saran

Penelitian mengenai penilaian kualitas hidup yang berkaitan dengan

rinosinusitis perlu dilakukan untuk membantu menilai derajat dan efek dari

rinosinusitis terhadap status kesehatan, kualitas hidup serta mengukur

keberhasilan tindakan operasi yang dilakukan.

Page 26: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Fokkens w, Lund Vm Bachert C, Clement P, Hellings P, Holmstrom M, Jones

N, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012.

Rhinology. 2012;50(23): 45:1-305.

2. Wang DY, Wardani RS, SinghK, Thanaviratananich S, Vicente G, Xu G, et al.

A survey on the management of acute rhinosinusitis among Asian physicians.

Rhinology. 2011 Sep;49(3):264-71.

3. Soetjipto D, Wardhani RS. Guidline Penyakit THT di Indonesia. PP

PERHATI-KL.2007.

4. Schalek P. Rhinosinusitis-Its Impact on Quality of Life. Dalam : Marseglia

GL, editor. Peculiar Aspects of Rhinosinusitis. Edisi ke-1. China: InTech,

2011;h.3-26.

5. Pynnonen MA, KimHM, Terrell JE. Validation of the Sino-Nasal Outcome

Test 20 (SNOT-20) Domains in Nonsurgical Patients. Am J Rhinol Allergy.

2009;23:40-45.

6. Krouse JH and Stachler RJ. Anatomy and Physiology of the Paranasal

Sinuses. Dalam : Brook I, penyunting. Sinusitis From Microbiology To

Managemen. New York: Taylor & Francis Group. 2006; hal: 95-108.

7. Ballenger JJ. Anatomy and Physiology of The Nose and Paranasal Sinuses.

Dalam: Snow JB and Ballenger JJ, penyunting. Otorhinolaryngology Head

and Neck Surgery. Edisi ke-16. Spanyol: BC Decker Inc. 2003; hal: 547-60.

8. Walsh WE and Kern RC. Sinonasal Anatomy and Physiology. Dalam: Bailey

BJ and Johnson JT, penyunting. Head & Neck Surgery Otolaryngology. Edisi

ke-5. Volume ke-1. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2014; hal:

359-370.

9. Welch KC and Goldberg AN. Sinusitis. Dalam: Mahmoudi M, penyunting.

Allergy & Asthma, Practical Diagnosis and Management. New York:

McGrawHill. 2008; hal: 62-7.

10. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA,

Kramper M, et al. Clinical Practice Guideline (Update) : Adult Sinusitis.

Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2015;152(2S):S1-S39.

Page 27: GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA ...

27

11. Johnson JT, Rosen CA, editor. Bailey’s Head and Neck Surgery

Otolaryngology. Edisi ke-5. Volume ke-1. Philadelphia : Lippincott Williams

& Wilkins, 2014:h. 535-549.

12. Van Oene CM, van Reij EJF, Sprangers MAG, Fokkens WJ. Quality

Assessment of Disease-Spesific Quality of Life Questionnaires for Rhinitis

and Rhinosinusitis: A systematic review. Allergy. 2007;62:1359-1371.

13. Teul I, Zbislawski W, Baran S, Czerwinski F, Lorkowski J. Quality of Life of

Patients With Diseases of Sinuses. Journal of Physiology and Pharmacology.

2007;58(5):691-697.

14. Kalpaklioglu AF, Baccioglu A. Evaluation of Quality of Life: Impact of

Allergic Rhinitis on Asthma. J Investig Allergol Clin Immunol.

2008;18(3):168-173.

15. Browne JP, Hopkins C, Slack R, Cano SJ. The Sinonasal Outcome Test

(SNOT): Can we make it more clinically meaningful?. Otolaryngology-Head

and Neck Surgery. 2007;136:736-741.

16. Piccirillo JF, Merritt MG, Richards ML. Psycometric and Clinimetric Validity

of The 20-item Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20). Otolaryngology-Head

and Neck Surgery. 2002;126:41-47.

17. Lupoi D, Sarafoleanu C. SNOT-20 and VAS Questionnaires in Establishing

The Success of Different Surgical Approaches in Chronic Rhinosinusitis.

Romanian Journal of Rhinology. 2012;2(8):203-208.

18. Bezerra TFP, Piccirillo JF, Fornazieri MA, Pilan RM, Adi TRT, Pinna FR, et

al. Cross-Cultural Adaptation and Validation of SNOT-20 in Portuguese.

International Journal of Otolaryngology. 2011:20:1-5.