GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT...

159
GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT BERDASARKAN PARAMETER FISIK DAN BIOLOGI (STUDI KASUS PADA 2 RUMAH SAKIT TIPE A) DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2016 SKRIPSI Oleh: Ukhty Rahmah Sari Manap NIM. 1112101000084 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Transcript of GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT...

Page 1: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

BERDASARKAN PARAMETER FISIK DAN BIOLOGI (STUDI KASUS

PADA 2 RUMAH SAKIT TIPE A) DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

2016

SKRIPSI

Oleh:

Ukhty Rahmah Sari Manap

NIM. 1112101000084

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

i

قطع عمله الا منا ثلثة منا سان انا نا اذا مات الا

له عوا صدقة وعلام ينتفع به وولد صالح يدا

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga

perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang

shaleh” (HR. Muslim)

Page 3: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

ii

LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR PERNYATAAN

Page 4: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

iii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, 12 April 2017

ABSTRAK

Ukhty Rahmah Sari Manap, NIM : 1112101000084

Gambaran Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Parameter Fisik

dan Biologi (Studi Kasus pada 2 Rumah Sakit Tipe A) di Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2016

xx + 132 halaman, 30 tabel, 2 bagan, 11 lampiran

ABSTRAK

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang

berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna. Dengan demikian, maka

rumah sakit memiliki risiko yang tinggi untuk menjadi lokasi penularan penyakit. Adapun

untuk mengurangi angka kejadian infeksi di rumah sakit maka dibutuhkan surveilans aktif

terkait faktor risiko terjadinya infeksi, dimana salah satunya adalah faktor lingkungan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sanitasi lingkungan,

khususnya parameter fisik dan biologi pada rumah sakit tipe A di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2016. Penelitian ini merupakan survei dengan desain studi cross sectional yang

dilakukan pada bulan Agustus – September 2016. Data yang digunakan adalah data

sekunder berupa hasil pengukuran kualitas lingkungan meliputi suhu, kelembaban,

pencahayaan, kadar debu PM10, dan angka kuman dalam udara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit yang menjadi partisipan masih

memiliki skor pemenuhan sanitasi lingkungan rumah sakit < 75% berdasarkan

Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah suhu,

kelembaban, tingkat pencahayaan, kadar debu, dan angka kuman dalam udara ruangan.

Berdasarkan hasil tersebut, maka rumah sakit pun disarankan untuk melakukan

sosialisasi ulang mengenai prosedur kerja, dan pentingnya pelaksanaan surveilans aktif

terkait faktor risiko lingkungan.

Daftar Bacaan : 92 (1978 – 2016)

Kata Kunci : Infeksi, Rumah Sakit, Lingkungan

Page 5: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

iv

STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

ENVIRONMENTAL HEALTH DEPARTMENT

Undergraduate Thesis, April 12th

2017

Ukhty Rahmah Sari Manap, NIM : 1112101000084

Overview of The Hospital Environmental Sanitation Based on Physical and

Biological Parameters (Case Study in 2 Type A Hospitals) at DKI Jakarta

Province 2016

xx + 131 pages, 30 tables, 2 charts, 11 appendix

ABSTRACT

Hospital is one of personal health care facility that serves as comprehensive

healthcare provider. Thus, the hospital has a high risk to become the location of disease

transmission. As for reducing the incidence of infection in hospitals, there need to be an

active surveillance relating to the risk factors of nosocomial infection, which one of them

is the environment.

The aimed of this research is to study the hospital environmental sanitation,

especially based on physical and biological parameters in Type A Hospitals at DKI

Jakarta Province 2016. This study used a descriptive survey approach, with cross-

sectional study design conducted in August – September 2016. The results of

environmental quality measurement were used as the secondary data.

The results showed that the participating hospital still have the total score below

75% with the environmental health requirements as regulated in Kepmenkes No.

1204/2004 requirements. The variables that were not complied include temperature,

humidity, light levels, dust levels, and microbe rate in indoor air.

Therefore, the hospital is suggested to re-socialize the working procedures, and

urgency about doing an active surveillance related to environmental risk factors.

Bibliography : 92 (1978 - 2016)

Keywords : Infection, Hospitals, Environment

Page 6: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Page 7: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

vi

Page 8: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ukhty Rahmah Sari Manap

Tempat/Tanggal Lahir : Bogor, 5 Juni 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Lebak Para No. 50 RT 008/02 Cijantung,

Pasar Rebo, 13770 Jakarta Timur

Telepon : (+62) 838 – 9656 – 0073

E - mail : [email protected]

[email protected]

Page 9: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

viii

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Gambaran Sanitasi Lingkungan

Rumah Sakit Berdasarkan Parameter Fisik dan Biologi (Studi Kasus pada 2

Rumah Sakit Tipe A) di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016” ditujukan untuk

menjelaskan secara ilmiah variasi sanitasi lingkungan di beberapa rumah sakit

sehingga kedepannya diharapkan dapat dilakukan tindakan perbaikan yang tepat.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D; Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM,

M.Kes; dan Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran, arahan, dan

pengembangan pemikiran kepada peneliti.

4. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan PP Jakarta yang telah memenuhi

permintaan data sanitasi lingkungan di rumah sakit sebagai bahan

penelitian.

5. Bapak, Ibu, Mas Agung, Mbak Sukma, Mas Lana, Mbak Tika, dan Mas

Dewa yang senantiasa memberikan dukungan moral ataupun materi, serta

penuh pemakluman terhadap segala hal.

6. Teman teman seperjuangan KEDUBES EURO, khususnya ENVIHSA 4

UIN Jakarta yang selalu siap membantu kapanpun dan dimanapun.

7. Cah „Kosan Apartemen Hijau‟ Tantri, Hanif, Anis, Ida, Ria, Ocha, Yuli,

Septi, Indah, Vinny, Irpan, dan Firman yang setiap hari telah memberikan

suntikan semangat, hiburan, dan keoptimisan.

Page 10: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

ix

8. Cah „Nggosip dan Ngopi‟ Septia Putri Arofi dan Sofiyulloh yang melalui

pemikiran kritisnya menjadi salah satu hiburan dan selingan yang (semoga)

berfaedah

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,

dimana tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak untuk menyempurnakan penelitian ini. Saya berharap, semoga penelitian ini

dapat bermanfaat bagi pihak yang membacanya.

Jakarta, 2017

Peneliti

Page 11: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

x

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii

DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 7

1.4 Tujuan ....................................................................................................... 7

1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 7

1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 7

1.5 Manfaat ..................................................................................................... 8

1.5.1 Rumah Sakit Terkait ......................................................................... 8

1.5.2 Peneliti Selanjutnya ........................................................................... 8

Page 12: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xi

1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10

2.1 Rumah Sakit ........................................................................................... 10

2.1.1 Pengertian ........................................................................................ 10

2.1.2 Jenis Rumah Sakit ........................................................................... 11

2.2 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ..................................................... 15

2.2.1 Ruang Bangunan Rumah Sakit ....................................................... 16

2.2.2 Konstruksi Bangunan Rumah Sakit ................................................ 17

2.2.3 Ruang bangunan .............................................................................. 19

2.2.4 Kadar Gas dan Debu dalam Udara .................................................. 23

2.2.5 Angka Kuman pada Udara .............................................................. 24

2.2.6 Pencahayaan .................................................................................... 25

2.2.7 Fasilitas Sanitasi .............................................................................. 27

2.2.8 Penyehatan Lantai dan Dinding ...................................................... 29

2.2.9 Rasio Tempat Tidur......................................................................... 30

2.2.10 Kebisingan ...................................................................................... 30

2.2.11 Suhu dan Kelembaban..................................................................... 31

2.3 Dampak Kesehatan ................................................................................. 35

2.3.1 Definisi Infeksi Nosokomial ........................................................... 35

2.3.2 Sumber Infeksi Nosokomial ............................................................ 36

2.3.3 Media Penularan Mikroorganisme .................................................. 37

Page 13: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xii

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Infeksi Nosokomial ................ 37

2.3.5 Jenis Penyakit yang Disebabkan oleh Infeksi Nosokomial ............ 39

2.3.6 Pencegahan dan Pengendalian ........................................................ 43

2.4 Kerangka Teori ....................................................................................... 44

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 47

3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 47

3.2 Definisi Operasional ............................................................................... 49

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 52

4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 52

4.2 Tempat dan Waktu penelitian ................................................................. 52

4.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 53

4.4 Sumber Data ........................................................................................... 55

4.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 55

4.6 Manajemen Data ..................................................................................... 63

4.7 Analisis Data .......................................................................................... 64

BAB V HASIL ..................................................................................................... 66

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Rujukan Nasional Penyakit Respirasi

(RS A) ............................................................................................................... 66

5.1.1 Visi, Misi, dan Nilai ........................................................................ 66

5.1.2 Kegiatan Pelayanan Medik ............................................................. 66

5.1.3 Kegiatan Penunjang Medik ............................................................. 67

Page 14: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xiii

5.1.4 Kegiatan Penunjang Non Medik ..................................................... 69

5.2 Sanitasi Lingkungan di Rumah Sakit A ................................................. 69

5.2.1 Suhu ................................................................................................ 71

5.2.2 Kelembaban..................................................................................... 71

5.2.3 Pencahayaan .................................................................................... 72

5.2.4 Kadar Debu ..................................................................................... 73

5.2.5 Angka Kuman dalam Udara ............................................................ 74

5.3 Gambaran Umum Rumah Sakit Rujukan Nasional Penyakit Infeksi (RS

B) 75

5.3.1 Visi, Misi, dan Nilai ........................................................................ 75

5.3.2 Kegiatan Pelayanan Medik ............................................................. 76

5.3.3 Kegiatan Penunjang Medik ............................................................. 77

5.3.4 Kegiatan Penunjang Non Medik ..................................................... 78

5.4 Sanitasi Lingkungan di Rumah Sakit B.................................................. 79

5.4.1 Suhu ................................................................................................ 80

5.4.2 Kelembaban..................................................................................... 81

5.4.3 Pencahayaan .................................................................................... 81

5.4.4 Kadar Debu ..................................................................................... 82

5.4.5 Angka Kuman dalam Udara ............................................................ 83

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 85

6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 85

Page 15: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xiv

6.2 Sanitasi Lingkungan ............................................................................... 86

6.2.1 Suhu ................................................................................................ 89

6.2.2 Kelembaban..................................................................................... 93

6.2.3 Pencahayaan .................................................................................... 97

6.2.4 Kadar Debu ..................................................................................... 99

6.2.5 Angka Kuman dalam Udara .......................................................... 102

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 107

7.1 Simpulan ............................................................................................... 107

7.2 Saran ..................................................................................................... 108

7.2.1 Rumah Sakit Terkait ..................................................................... 108

7.2.2 Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 110

LAMPIRAN ....................................................................................................... 122

Page 16: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xv

DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rekapitulasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan dan Jenis

Pelayanan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 ................................................... 12

Tabel 2.2 Rekapitulasi Rumah Sakit Berdasarkan Kelas di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2015 ........................................................................................................... 15

Tabel 2.3 Indeks Kadar Gas dan Bahan Berbahaya dalam Udara Ruang Rumah

Sakit ...................................................................................................................... 24

Tabel 2.4 Indeks Angka Kuman Berdasarkan Fungsi Ruang atau Unit Rumah

Sakit ...................................................................................................................... 24

Tabel 2.5 Indeks Pencahayaan Berdasarkan Fungsi Ruang atau Unit di Rumah

Sakit ...................................................................................................................... 25

Tabel 2.6 Indeks Perbandingan Jumlah Tempat Tidur, Toilet, dan Kamar Mandi

............................................................................................................................... 27

Tabel 2.7 Indeks Perbandingan Jumlah Karyawan, Toilet, dan Kamar Mandi .... 27

Tabel 2.8 Indeks Kebisingan Berdasarkan Fungsi Ruang atau Unit Rumah Sakit

............................................................................................................................... 30

Tabel 2.9 Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Berdasarkan Fungsi

Ruang atau Unit Rumah Sakit ............................................................................... 32

Tabel 2.10 Kejadian Pneumonia Nosokomial Berdasarkan Faktor Risiko

Kesehatan Lingkungan .......................................................................................... 40

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ............................................................ 49

Tabel 4.1 Rencana Kegiatan Penelitian ................................................................ 52

Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Tempat Tidur di RS A per Semester I Tahun 2016 67

Tabel 5.2 Distribusi Tenaga Medik di RS A per Semester I Tahun 2016 ............ 68

Page 17: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xvi

Tabel 5.3 Distribusi Tenaga Non Medik di RS A per Semester I Tahun 2016 .... 69

Tabel 5.4 Penilaian Inspeksi Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepmenkes

Nomor 1204/2004 di RS A Tahun 2016 ............................................................... 70

Tabel 5.5 Distribusi Pengukuran Suhu pada RS A .............................................. 71

Tabel 5.6 Distribusi Pengukuran Kelembaban pada RS A................................... 72

Tabel 5.7 Distribusi Pengukuran Pencahayaan pada RS A .................................. 72

Tabel 5.8 Distribusi Pengukuran Kadar Debu pada RS A ................................... 73

Tabel 5.9 Distribusi Angka Kuman dalam Udara pada RS A .............................. 74

Tabel 5.10 Distribusi Jumlah Tempat Tidur di RS B per Semester I Tahun 201676

Tabel 5.11 Distribusi Tenaga Medik di RS B per Semester I Tahun 2016 .......... 77

Tabel 5.12 Distribusi Tenaga Non Medik di RS B per Semester I Tahun 2016 .. 78

Tabel 5.13 Penilaian Inspeksi Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepmenkes

Nomor 1204/2004 di RS B Tahun 2016 ............................................................... 79

Tabel 5.14 Distribusi Pengukuran Suhu pada RS B ............................................. 80

Tabel 5.15 Distribusi Pengukuran Kelembaban pada RS B ................................. 81

Tabel 5.16 Distribusi Pengukuran Pencahayaan pada RS B ................................ 82

Tabel 5.17 Distribusi Pengukuran Kadar Debu pada RS B.................................. 83

Tabel 5.18 Distribusi Angka Kuman dalam Udara pada RS B ............................ 83

Page 18: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xvii

DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ................................................................... 46

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 48

DAFTAR GAMBAR

Page 19: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xviii

DAFTAR ISTILAH

DAFTAR ISTILAH

AC : Air Conditining

AHU : Air Handling Unit

ALOS : Average Lenght of Stay

BBTKL PP : Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Jakarta dan

Pengendalian Penyakit

BLU : Badan Layanan Umum

BOR : Bed Occupancy Rate

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CDC : The Centers for Disease Controll

CO : Carbondioxide

CO2 : Carbondioxide

CSSD : Central Sterile Supply Department

dB : Desibel

DBD : Demam Berdarah Dengue

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

DKI Jakarta : Daerah Khusus Ibukota Jakatra

EPAM : Environmental Particulate Monitor

FK : Fakultas Kedokteran

HAIS : Healthcare Associated Infections

HCHO : Formaldehida (formalin)

HCU : High Care Unit

HVAC : Heating, Ventilating, and Air Conditioning

ICCU : Intensive Cardiologi Care Unit

Page 20: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xix

ICU : Intensive Care Unit

IHEEM : Institute Of Healthcare Engineering & Estate Management

ILO : Infeksi Luka Operasi

ISK : Infeksi Saluran Kemih

ISO : International Standard Oganization

Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan

Kesling : Kesehatan Lingkungan

KMK : Keputusan Menteri Kesehatan

MDR : Multidrug Resistance

NICU : Neonatal Intensive Care Unit

NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health

NNISS : National Nosocomial Infections Surveillance System

NO2 : Nitrogen dioxide

Pb : Plumbum (Timbal)

PICU : Pediatric Intensive Care Unit

PM10 : Particulate Matter 10 mikron

POLRI : Polisi Republik Indonesia

RICU : Research, Information, and Communications Unit

Rn : Radon

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SFRKL : Surveilans Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan

SO2 : Sulfur dioxide

Page 21: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

xx

SOP : Standard Operational Procedure

TNI : Tentara Nasional Indonesia

TVOC : Total Volatile Organic Compounds

UGD : Unit Gawat Darurat

UPT : Unit Pelayanan Teknis

WHO : World Health Organization

Page 22: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai amanat Undang – undang Dasar 1945 pasal 28H, disebutkan bahwa

setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, yang kemudian semakin

ditegaskan dalam pasal 34 ayat (3) bahwa negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu bentuk fasilitas

pelayanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit.

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan

yang merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat dibutuhan dalam

mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan yang komprehensif. Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 menyebutkan bahwa rumah sakit

adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, serta gawat darurat. Dengan fungsi rumah sakit yang sedemikian

kompleks, maka rumah sakit menjadi tempat yang sangat ideal untuk menularkan

penyakit. Penularan penyakit tersebut disebabkan karena adanya kontak terus

menerus antara orang sehat, orang sakit, serta alat – alat kesehatan. Penularan

penyakit yang didapat dari rumah sakit disebut dengan infeksi nosokomial.

Saat ini kejadian infeksi nosokomial menjadi salah satu tolak ukur mutu

pelayanan sebuah rumah sakit. Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial akan

menjadi bukti buruknya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit (WHO, 2002).

Diketahui bahwa infeksi nosokomial merupakan salah satu penyakit yang paling

Page 23: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

2

banyak menyebabkan kematian, dan meningkatkan angka kesakitan pada pasien

sehingga menyebabkan adanya peningkatan fenomena double burden baik pada

pasien maupun kesehatan masyarakat (WHO, 2002). Sebuah survei oleh WHO

menyatakan bahwa sekitar 8,7% pasien yang dirawat di 55 rumah sakit pada 14

negara asal Timur Tengah, Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Eropa dinyatakan

memiliki infeksi nosokomial (WHO, 2002). Sementara itu dalam laporan National

Nosocomial Infections Surveillance System (2002) dilaporkan terdapat 5 – 6 kasus

infeksi nosokomial per 100 kunjungan ke rumah sakit.

Selain itu sangat dimungkinkan bahwa jumlah kejadian yang saat ini tercatat

masih kurang mewakili keadaan yang sebenarnya (WHO, 2008). Hal tersebut

disebabkan karena masih rendahnya pelaksanaan surveilans aktif oleh rumah

sakit. Kegiatan surveilans aktif merupakan salah satu langkah yang sangat

esensial untuk mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial. Adapun yang

termasuk salah satu tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya surveilans

aktif terkait infeksi nosokomial adalah teridentifikasinya faktor – faktor risiko

yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dimana

lingkungan termasuk didalamnya (WHO, 2002).

Kondisi lingkungan rumah sakit menjadi salah satu penyebab terjadinya

infeksi di rumah sakit (WHO, 2002). Hal tersebut juga disebutkan oleh Caldeira et

al. (2015) bahwa suhu dan kelembaban memiliki hubungan dengan peningkatan

jumlah jamur dan bakteri gram negatif pada kasus bakteremia nosokomial,

dimana semakin tinggi suhu dan kelembaban akan meningkatkan jumlah koloni.

Pernyataan tersebut juga turut didukung oleh Chen et al. (2013) melalui studinya

di China. Hal tersebut dikarenakan suhu dan kelembaban menjadi faktor penting

Page 24: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

3

yang mempengaruhi proses perkembangbiakkan patogen. Kemudian studi lainnya

oleh Dancer (2014) menyebutkan bahwa ada hubungan yang berarti antara jumlah

infeksi luka operasi nosokomial dengan buruknya kondisi sanitasi selama 2 bulan

proses perawatan yang dibuktikan dengan adanya jumlah total koloni yang

melebihi standar serta ditemukannya bakteri Staphylococcus au.

Dari contoh penelitian yang telah disebutkan, maka diketahui bahwa

lingkungan menjadi salah satu faktor risiko yang cukup mempengaruhi kejadian

infeksi. Menurut Departemen Kesehatan RI (1995), infeksi yang terjadi di rumah

sakit disebabkan oleh buruknya kualitas lingkungan pada rumah sakit sebesar 10 –

20%. Pernyataan tersebut kemudian didukung oleh studi yang dilakukan Suwarni

(2001) bahwa ada hubungan yang bermakna antara angka kuman di lantai ruang

perawatan dengan infeksi nosokomial. Selain itu, penelitian oleh Vinisia (2010)

juga turut menyebutkan bahwa ada pengaruh yang cukup tinggi antara bakteri

udara terhadap kejadian infeksi nosokomial di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Kemudian menurut Nugraheni et al. (2012) dalam studinya di RSUD Setjonegoro

diketahui masih banyaknya parameter lingkungan yang tidak memenuhi syarat di

ruang bedah seperti angka kuman pada lantai, angka kuman pada AC, angka

kuman pada dinding, angka kuman pada linen selimut, dan angka kuman pada

udara ruang sehingga sangat memungkinkan terjadinya infeksi silang.

Berdasarkan data BBTKL PP Jakarta (2015), maka diketahui bahwa

beberapa rumah sakit kelas A di Provinsi Jawa Barat, seperti RS Paru Dr. H. A.

Rotinsulu, RSUP Dr. Hasan Sadikin, dan Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo

adalah tidak memenuhi persyaratan lingkungan sesuai dengan aturan Permenkes

Nomor 1204/2004. Adapun parameter lingkungan yang tidak memenuhi syarat

Page 25: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

4

meliputi parameter suhu, kelembaban, dan angka kuman dalam udara yang diukur

di ruang bersalin, ruang bedah, serta ruang perawatan.

Jumlah rumah sakit per provinsi di Indonesia, maka Provinsi Jawa Timur

menempati urutan pertama, dan diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta. Akan tetapi

jika rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan tipenya, maka Provinsi DKI Jakarta

menjadi satu – satunya provinsi dengan jumlah rumah sakit tipe A terbanyak di

Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2015). Rumah sakit dikategorikan ke dalam

tipe A berdasarkan kompleksitas fasilitas dan kemampuan pelayanan medis yang

dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Dengan demikian, maka rumah sakit yang

termasuk dalam kategori tipe A memiliki risiko yang lebih besar untuk menjadi

tempat penularan penyakit. Hal ini kemudian didukung oleh Merlin (2012) yang

menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah ruangan rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak

memenuhi syarat Kepmenkes 1204/2004 berdasarkan data angka kuman di udara

sebesar 26 % dari tahun 2010 – 2011. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh

Rahyono (1997) bahwa terdapat ruang perawatan intensif di Ruamh Sakit Pusat

Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto yang tidak memenuhi persyaratan

berdasarkan jumlah angka kuman di udara. Oleh sebab itu, maka dibutuhkan

perhatian khusus kepada rumah sakit tipe A di Provinsi DKI Jakarta terkait upaya

manajemen sanitasi lingkungan guna mencegah penularan penyakit dari faktor

risiko lingkungan.

Menurut Nasution (2011), manajemen sanitasi lingkungan merupakan

tindakan pengelolaan lingkungan baik pada parameter fisik, kimia, dan biologi di

rumah sakit. Penyelenggaraan manajemen sanitasi lingkungan rumah sakit

Page 26: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

5

bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang aman dan

nyaman sehingga mampu mencegah terjadinya penularan penyakit di rumah sakit.

Dengan demikian, maka penerapan manajemen sanitasi lingkungan di rumah sakit

merupakan kunci awal untuk tindakan pencegahan penyakit.

Rumah sakit A dan rumah sakit B merupakan salah satu rumah sakit tipe A

yang terletak di Provinsi DKI Jakarta. RS A merupakan rumah sakit rujukan

dengan bidang pengembangan respirasi yang disertai dengan pencapaian

akreditasi internasional untuk penanganan kasus Tuberkulosis. Sedangkan RS B

adalah rumah sakit rujukan nasional yang khusus melayani penyakit infeksi dan

menular lainnya. Pencapaian yang telah didapat oleh kedua rumah sakit tentu saja

harus disertai dengan peningkatan upaya manajemen sanitasi lingkungan sehingga

mampu menekan angka infeksi di rumah sakit berdasarkan faktor risiko

lingkungan.

Penelitian terkait faktor risiko lingkungan di rumah sakit Indonesia masih

sangatlah minim dilakukan. Studi ini hanya dilakukan di beberapa rumah sakit,

dan tidak melibatkan seluruh unit pelayanan medis di rumah sakit tersebut. Oleh

sebab itu, peneliti merasa bahwa penelitian dengan topik serupa perlu diperbanyak

mengingat urgensi yang dibutuhkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kemudian peneliti ingin mengetahui

mengenai gambaran sanitasi lingkungan berdasarkan parameter fisik dan biologi

pada rumah sakit tipe A di Provinsi DKI Jakarta tahun 2016.

Page 27: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

6

1.2 Rumusan Masalah

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif. Sementara itu, rumah

sakit yang termasuk dalam tipe A akan memiliki komplesitas pelayananan yang

tinggi akibat dari jenis pelayanan yang dilakukan. Dengan demikian, maka rumah

sakit tipe A akan menjadi tempat yang ideal untuk menularkan penyakit. Adapun

proses penularan penyakit di rumah sakit turut dipengaruhi oleh sanitasi

lingkungan sebesar 10 – 20% (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Berdasarkan data BBTKL PP Jakarta (2015), maka diketahui bahwa

beberapa rumah sakit kelas A di Provinsi Jawa Barat, seperti RS Paru Dr. H. A.

Rotinsulu, RSUP Dr. Hasan Sadikin, dan Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo

adalah tidak memenuhi persyaratan lingkungan sesuai dengan aturan Permenkes

Nomor 1204/2004. Adapun parameter lingkungan yang tidak memenuhi syarat

meliputi parameter suhu, kelembaban, dan angka kuman dalam udara yang diukur

di ruang bersalin, ruang bedah, serta ruang perawatan.

Provinsi DKI Jakarta menjadi satu – satunya provinsi dengan jumlah rumah

sakit tipe A terbanyak di Indonesia, dimana salah satunya adalah RS A dan RS B.

RS A merupakan rumah sakit dengan pencapaian akreditasi internasional untuk

penanganan kasus Tuberkulosis. Sedangkan RS B adalah rumah sakit rujukan

nasional yang khusus melayani penyakit infeksi dan menular lainnya. Dengan

memperhatikan fungsi kedua rumah sakit, maka rumah sakit tersebut memiliki

risiko menularkan penyakit dari aspek lingkungan sehingga dibutuhkan perhatian

khusus terkait upaya pencegahan infeksi dari faktor risiko lingkungan.

Page 28: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

7

Selain itu, diketahui masih sedikit penelitian yang meneliti mengenai faktor

sanitasi lingkungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit di

rumah sakit. Dengan melihat kondisi tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran sanitasi lingkungan berdasarkan

parameter fisik dan biologi di rumah sakit tipe A di Provinsi DKI Jakarta Tahun

2016.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran sanitasi lingkungan rumah sakit berdasarkan

parameter fisik dan biologi pada RS A dan RS B tahun 2016?

2. Bagaimana gambaran suhu pada RS A dan RS B tahun 2016?

3. Bagaimana gambaran kelembaban pada RS A dan RS B tahun 2016?

4. Bagaimana gambaran pencahayaan pada RS A dan RS B tahun 2016?

5. Bagaimana gambaran debu PM10 pada RS A dan RS B tahun 2016?

6. Bagaimana gambaran angka kuman dalam udara pada RS A dan RS B

tahun 2016?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran sanitasi lingkungan rumah sakit berdasarkan

parameter fisik dan biologi pada RS A dan RS B tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran sanitasi lingkungan rumah sakit berdasarkan

parameter fisik dan biologi pada RS A dan RS B Tahun 2016

Page 29: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

8

2. Diketahuinya gambaran suhu pada RS A dan RS B tahun 2016

3. Diketahuinya gambaran kelembaban pada RS A dan RS B tahun 2016

4. Diketahuinya gambaran pencahayaan pada RS A dan RS B tahun 2016

5. Diketahuinya gambaran debu PM10 pada RS A dan RS B tahun 2016

6. Diketahuinya gambaran angka kuman dalam udara pada RS A dan RS B

tahun 2016

1.5 Manfaat

1.5.1 Rumah Sakit Terkait

Hasil penelitian ini kemudian dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

program pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan di rumah sakit terkait

sehingga akan lebih mampu menekan risiko penularan penyakit di rumah sakit.

1.5.2 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi studi kesehatan

lingkungan khususnya penelitian dengan tema gambaran sanitasi lingkungan

bangunan di rumah sakit, dan penyakit menular yang kemudian dapat

memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu kesehatan.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan salah satu studi mengenai gambaran sanitasi

lingkungan pada rumah sakit tipe A di Provinsi DKI Jakarta. Adapun sanitasi

lingkungan yang diteliti meliputi agen fisik (pencahayaan, suhu, kelembaban,

debu), dan biologi yang terdapat dalam ruang operasi rumah sakit. Studi ini

merupakan survei dengan desain studi cross sectional deskriptif.

Page 30: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

9

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2016.

Kemudian berdasarkan sumber data yang digunakan, maka penelitian ini

menggunakan data sekunder. Lalu, cara pengumpulan data yang dilakukan adalah

dengan melakukan pengukuran kualitas lingkungan.

Page 31: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian

Menurut American Health Association (1974) yang dimaksud dengan

rumah sakit adalah sebuah organisasi tenaga medis profesional yang terorganisir

serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayan

kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta

pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Sementara itu menurut Wolper

dan Pena (1987) rumah sakit merupakan sebuah tempat dimana orang sakit

mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta gempat dimana pendidikan

klinik bagi mahasiswa bidang kesehatan.

Selanjutnya World Health Organization – WHO (2002) menjabarkan bahwa

rumah sakit adalah organisasi medis dan sosial yang memiliki fungsi untuk

menyediakan pelayanan kesehatan baik kuratif dan preventif bagi masyarakat

serta keluarganya. Hal serupa juga turut disebutkan dalam UU RI Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Pelayanan paripurna ini meliputi pelayanan kesehatan promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan menurut Adisasmito (2007) bahwa rumah

sakit adalah sebuah tempat yang terorganisasi serta memiliki fungsi untuk

Page 32: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

11

memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien, baik yang bersifat dasar, spesialis,

maupun subspesialistik.

2.1.2 Jenis Rumah Sakit

Dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

paripurna, maka penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit pun turut melibatkan

berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Berdasarkan pengelolaanya,

maka sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Tentang Rumah Sakit dibagi menjadi 2 (dua) yakni rumah sakit publik dan privat.

Yang dimaksud dengan rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, ataupun badan hukum yang bersifat nirlaba.

Sementara itu rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan

hukum dengan tujuan profit dalam bentuk perseroan terbatas ataupun persero.

Menurut Herlambang (2016) bahwa berdasarkan kepemilikannya, maka

terdapat beberapa jenis rumah sakit, yakni:

a. Rumah Sakit Milik Pemerintah, dimana rumah sakit tersebut didirikan

dan diselenggarakan oleh pemerintah yang merupakan Unit Pelaksanan

teknis (UPT) dari instansi Pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya

di bidang kesehatan, ataupun instansi pemerintah lainnya seperti

Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, kementerian atau lembaga

pemerintah non kementerian. Adapun pengelolaanya maka terbagi

menjadi 3 yaitu (1) Rumah Sakit Pemerintah Bukan Badan Layanan

Umum (BLU), (2) Rumah Sakit Pemerintah dengan Badan Layanan

Umum (BLU), dan (3) Rumah Sakit Milik Badan Usaha Milik Negara

(BUMN).

Page 33: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

12

a. Rumah Sakit Milik Swasta, dimana rumah sakit tersebut harus

berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di

bidang perumahsakitan. Adapun pengelolaannya maka diklasifikasikan

kembali menjadi 2 yaitu (1) Rumah Sakit Milik Perseroan Terbatas, dan

(2) Rumah Sakit Milik Yayasan.

Adapun rekapitulasi jumlah rumah sakit beserta kepemilikan, serta jenis

pelayanan terdapat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Rekapitulasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan dan Jenis

Pelayanan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

Kategori Kepemilikan RS Umum RS Khusus Total

RS Publik

Pemerintah 39 12 51

a. Kementerian Kesehatan 2 7 10

b. Pemerintah Provinsi 19 1 20

c. Pemerintah Kabupaten 0 0 0

d. Pemerintah Kota 5 1 6

e. Kementerian Lain 3 0 3

f. TNI 7 3 10

g. POLRI 2 0 2

Swasta Non Provit 31 22 53

RS Privat Swasta 46 27 73

BUMN 4 1 5

Total 120 62 182

Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit Online

Kemudian, berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit

maka Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit mengelompokkkannya menjadi 2, yakni rumah sakit umum dan

rumah sakit khusus. Adapun dalam penyelenggaraannya maka masing – masing

Page 34: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

13

jenis rumah sakit pun dikelola secara berjenjang. Klasifikasi jenjang ini juga telah

diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa klasifikasi

tersebut didapat berdasarkan fasilitas, serta kemampuan pelayanan dari rumah

sakit tersebut. Kemudian yang dimaksud dengan fasilitas adalah segala hal yang

terkait sumber daya manusia, sarana, prasarana maupun alat (alat medis dan non

medis) yang dibutuhkan oleh rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada

pasien.

a. Rumah sakit umum, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun klasifikasi dari

rumah sakit umum yaitu:

1. Rumah sakit umum kelas A, yaitu rumah sakit umum yang

memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12

(dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis.

2. Rumah sakit umum kelas B, yaitu rumah sakit umum yang

memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8

(delapan) spesialis lain, dan 2 (dua) subspesialis dasar.

3. Rumah sakit umum kelas C, yakni rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar, dan 4 (empat) spesialis penunjang

medik.

Page 35: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

14

4. Rumah sakit umum kelas D, yakni rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

5. Rumah sakit umum kelas D pratama, yakni rumah sakit umum

yang didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan

dan meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan tingkat kedua. Rumah sakit ini hanya dapat didirikan dan

diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan

sesuai dengan peraturan perundangan.

b. Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya yang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kedokteran.

Adapun klasifikasi jenjang rumah sakit khusus antara lain:

1. Rumah sakit khusus kelas A, yaitu rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan

medik spesialis dan subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.

2. Rumah sakit khusus kelas B, adalah rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan

medik spesialis dan subspesialis sesuai dengan kekhususan yang

terbatas.

3. Rumah sakit khusus kelas C, adalah rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan

Page 36: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

15

medik spesialis dan subspesialis sesuai dengan kekhususan yang

minimal.

Adapun rekapitulasi rumah sakit berdasarkan kepemilikan dan klasifikasi

kelas dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Rekapitulasi Rumah Sakit Berdasarkan Kelas di Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2015

Kategori Kepemilikan Kelas RS

Total A B C D Non Kelas

RS Publik

Kementerian Kesehatan 8 2 0 0 0 10

Pemerintah Provinsi 1 4 0 15 0 20

Pemerintan Kabupaten 0 0 0 0 0 0

Pemerintah Kota 0 3 1 2 0 6

Organisasi Non Profit 0 16 16 2 19 53

TNI 1 5 2 0 2 10

POLRI 1 0 0 1 0 2

Kementerian Lain 0 1 1 1 0 3

RS Privat

Swasta/Lainnya 0 18 21 3 12 54

Perusahaan 1 2 8 0 6 17

Perorangan 1 0 0 0 1 2

BUMN 1 2 2 0 0 5

Total 14 53 51 24 40 182

Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit Online (2015)

2.2 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Yang dimaksud dengan kesehatan lingkungan menurut WHO (2000) adalah

keseimbangan ekologi yang harus ada di antara manusia dengan lingkungannya

untuk dapat menjamin kondisi sehatnya sendiri. Kemudian berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, maka

Page 37: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

16

kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan

kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan

yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.

Dalam rangka mewujudkan kualitas lingkungan yan sehat secara koheren

dan disertai dengan keseimbangan ekologi, maka dibutuhkan standar dan

persyaratan yang telah dibakukan pada media lingkungan yang berdampak pada

kesehatan. Upaya – upaya pencegahan tersebut kemudian tertuang dalam sebuah

peraturan yang dibakukan. Adapun persyaratan kesehatan lingkungan yang harus

dipenuhi oleh rumah sakit telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 1204 tahun 2004.

2.2.1 Ruang Bangunan Rumah Sakit

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi mengenai lingkungan bangunan

rumah sakit yang telah diatur dalam KMK nomor 1204 tahun 2004 adalah:

a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus memiliki batas yang jelas,

dilengkapi dengan pagar yang kuat, dan tidak memungkinkan orang atau

binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas

b. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan

keseluruhan, sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan

dilengkapi dengan rambu parkir

c. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi

di daerah banjir harus menyediakan fasilitas atau teknologi untuk

mengatasinya

d. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.

Page 38: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

17

e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan

intensitas cahaya yang cukup

f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau tidak

terdapat genangan air dan dibuat landai menuju saluran terbuka atau

tertutup, tersedia luubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas

halaman

g. Saluran air limbah domestic dan limbah medis harus tertutup dan terpisah,

masing – masing dihubungkan langusng dengan instalasi penglahan

limbah

h. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat – tempat tertentu

yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah

i. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan

bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang

memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai

tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat,

dan binatang pengganggu lainnya.

2.2.2 Konstruksi Bangunan Rumah Sakit

a. Lantai, dimana harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan

ata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. Selain itu lantai

yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup

kea rah saluran pembuangan air limbah. Selanjutnya pertemuan lantai

dengan dinding harus berbentuk konus atau lengkung agar mudah

dibersihkan.

Page 39: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

18

b. Dinding, dimana permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan

menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang

mengandung logam berat.

c. Ventilasi, dimana ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di

dalam kamar atau ruangan dengan baik. Bila ventilasi alamiah tidak bisa

menjamin hal tersebut, maka ruangan harus dilengkapi dengan ventilasi

mekanis atau buatan yang disesuaikan dengan peruntukkan ruangan.

Kemudian luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.

d. Atap, dimana atap ini harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi bahan

perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Selain itu

idealnya atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus dilengkapi

dengan penangkal petir

e. Langit – langit, dimana langit – langit harus kuat, berwarna terang, dan

mudah dibersihkan. Selain itu kerangka langit – langit harus kuat dan

terbuat dari bahan yang anti rayap. Idealnya langit – langit memiliki

ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai.

f. Pintu, dimana pintu tersebut harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan

dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu

lainnya.

g. Konstruksi, seperti balkon, beranda, ataupun talang harus dikondisikan

agar tidak ada genangan air yang dapat memungkinkan tempat perindukan

nyamuk Aedes.

h. Lalu Lintas Antar Ruangan, dimana lalu lintas antar ruangan dan

pembagian ruangan harus dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan,

Page 40: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

19

sehingga akan memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta

menghindari risiko terjadinya kecelakaan atau kontaminasi. Selain itu

sebaiknya dilengkapi dengan pintu darurat yang mudah dijangkau apabila

terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya. Lalu apabila tersedia lift

atau tangga berjalan, maka harus dilengkapi dengan sarana pencegahan

kecelakaan.

i. Fasilitas Pemadam Kebakaran, dimana penggunaannya harus disesuaikan

dengan ketentuan yang berlaku.

j. Jaringan Instalasi, seperti instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas,

listrik, sistem penghawaan, dan sarana komunikasi. Penggunaan jaringan

instalasi ini harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman

digunakan. Selain itu pemasangan pipa air minum sangat tidak dianjurkan

jika bersilangan dengan pipa air limbah dan bertekanan negative untuk

meminimalisir pencemaran air minum.

2.2.3 Ruang bangunan

Ruang bangunan di rumah sakit harus ditata sedemikian rupa agar

penggunaannya sesuai dengan fungsinya dan memenuhi persyaratan kesehatan.

Oleh sebab itu maka perlu adanya dilakukan pengelompokkan ruangan

berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit sebagai berikut:

a. Zona dengan Risiko Rendah, yang meliputi ruang administrasi, ruang

computer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan

ruang pendidikan/pelatihan. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi

adalah:

1. Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang

Page 41: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

20

2. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,

kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan

dinding harus berbentuk konus

3. Langit – langit harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah

dibersihkan, berwarna terang, berkerangka kuat, dan dengan

ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai

4. Lebar pintu minimal 1,20 meter, dengan tinggi minimal 2,10 meter.

Selain itu ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai

5. Ventilasi ilmiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam

ruangan dengan baik. Apabila ventilasi udara tidak bisa menjamin

hal tersebut, maka ruangan harus dilengkapi dengan penghawaan

mekanis/buatan (exhauster)

6. Semua stop kontak dan saklar harus dipasang pada ketinggian

minimal 1,40 meter dari lantai.

b. Zona dengan Risiko Sedang, yang meliputi ruang rawat inap bukan

penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu

pasien. Adapun persyaratan bangunan yang harus dipenuhi sama dengan

persyaratan pada ruangan dengan zona risiko rendah.

c. Zona dengan Risiko Tinggi, yang meliputi ruang isolasi, ruang

perawatan intensif, laboratorium, ruang pengindraan medis (medical

imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah. Adapun

persyaratan bangunan yang harus dipenuhi adalah:

1. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang. Untuk dinding

ruang laboratorium harus terbuat dari porselen atau keramik dengan

Page 42: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

21

ketinggian minimal 1,50 meter dari lantai, dan sisanya dicat dengan

warna terang. Lalu untuk ruangan pengindraan medis harus

menggunakan cat warna gelap untuk menyerap pancaran sinar yang

dihasilkan dari alat yang terpasang. Selain itu, tembok pembatas

antara ruang sinar X dengan kamar gelap harus dipasang dengan

transfer cassette.

2. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,

kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan

dinding harus berbentuk konus

3. Langit – langit harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah

dibersihkan, berwarna terang, berkerangka kuat, dan dengan

ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai

4. Lebar pintu minimal 1,20 meter, dengan tinggi minimal 2,10 meter.

Selain itu ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai

5. Semua stop kontak dan saklar harus dipasang pada ketinggian

minimal 1,40 meter dari lantai.

d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi, yang meliputi ruang operasi, ruang

bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin,

dan ruang patologi. Adapun ketentuan yang harus dipenuhi terkait upaya

penyehatan lingkungan, antara lain:

1. Dinding terbuat dari bahan vynil atau porselin setinggi langit –

langit atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman,

serta berwarna terang

Page 43: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

22

2. Langit – langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dengan

ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai

3. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter.

Kondisi semua pintu kamar harus dalam keadaan selalu tertutup

4. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan,

dan berwarna terang

5. Terkhusus untuk ruang operasi, maka harus disediakan gelagar atau

gantungan lampu bedah dengan profil baja INP 20 yang dipasang

sebelum pemasangan langit – langit

6. Tersedianya rak dan lemari untuk menyimpan reagen yang siap

pakai

7. Ventilasi atau penghawaan sebaknya menggunakan AC yang

dilengkapi dengan anti bakteri. Pemasangan AC minimal 2 meter

dari lantai dengan aliran udara dari atas ke bawah. Sementara itu

untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ, maka harus

mengunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System

8. Harus dibuat ruang antara karena sangat tidak dianjurkan adanya

kontak langsung dengan udara luar

9. Perlu dipasang kaca mati jika dari ruang scrub – up ingin melihat

ke dalam ruang operasi. Selan itu diperlukan pemasangan loket

yang dapat dibuka dan ditutup untuk menhubungkan antara ruang

steril dari bagian cleaning.

10. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis

Page 44: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

23

11. Pemasangan gas medis harus dipasang secara sentral serta

diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit – langit.

Adapun untuk upaya tata laksana dalam pemeliharaan ruang bangunan,

maka terdapat beberapa hal yang dianjurkan untuk dilakukan, yakni:

a. Kegiatan pembersihan ruang minimal diakukan pagi dan sore hari

b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah merapikan

tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan

keluarga, dan sewaktu – waktu bila diperlukan

c. Cara pembersihan yang memungkinkan debu tersebar maka patut dihindari

d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan pel yang memenuhi syarat

dan bahan antiseptik yang tepat

e. Pada masing – masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel

tersendiri

f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali

setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar

g. Setiap percikan ludah, darah, atau eksudat luka pada dindig harus segera

dibersihkan dengan menggunakan antiseptik

2.2.4 Kadar Gas dan Debu dalam Udara

Adapun persyaratan tentang kualitas udara didalam ruang ruamh sakit yang

harus dipenuhi antara lain:

a. Tidak berbau, khususnya bebas dari H2S dan Amoniak

b. Kadar Particulate Matter diameter 10 mikron (PM10) dengan rata – rata

pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 µg/m3, dan tidak

mengandung debu asbes

Page 45: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

24

c. Memenuhi standar indeks kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara

ruang rumah sakit yang terangkum dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.3 Indeks Kadar Gas dan Bahan Berbahaya dalam Udara Ruang

Rumah Sakit

Parameter Kimia Rata – rata Waktu

Pengukuran

Konsentrasi Maksimal

sebagai Standar

Karbonmonoksida (CO) 8 jam 10.000 ug/m3

Karbondioksida (CO2) 8 jam 1 ppm

Timbal (Pb) 1 tahun 0,5 µg/m3

Nitrogen dioksida (NO2) 1 jam 200 µg/m3

Radon (Rn) - 4 pCi/liter

Sulfur dioksida (SO2) 24 jam 125 µg/m3

Formaldehida (HCHO) 30 menit 100 g/m3

Total senyawa organik

yang mudah menguap

(T.VOC)

- 1 ppm

2.2.5 Angka Kuman pada Udara

Memenuhi standar indeks angka kuman yang disesuaikan dengan ruang atau unit

yang disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.4 Indeks Angka Kuman Berdasarkan Fungsi Ruang atau Unit

Rumah Sakit

Ruang atau Unit Konsentrasi Maksimum Mikroorganisme

per m3 Udara (CFU/m

3)

Operasi 10

Bersalin 200

Pemulihan/perawatan 200 – 500

Obervasi Bayi 200

Page 46: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

25

Ruang atau Unit Konsentrasi Maksimum Mikroorganisme

per m3 Udara (CFU/m

3)

Perawatan Bayi 200

ICU 200

Jenazah/Autopsi 200 – 500

Pengindraan medis 200

Laboratorium 200 – 500

Radiologi 200

Sterilisasi 200

Dapur 200 – 500

Gawat darurat 200

Administrasi, pertemuan 200 – 500

Ruang luka bakar 200

Perawatan premature 200

2.2.6 Pencahayaan

Yang dimaksud dengan pencahayaan didalam ruang bangunan rumah sakit

adalah banyaknya penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang

bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara

efekif. Baik pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum maupun

khusus harus sesuai dengan perutukkannya yang terangkum dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.5 Indeks Pencahayaan Berdasarkan Fungsi Ruang atau Unit di

Rumah Sakit

Ruangan atau Unit Intensitas Cahaya (lux) Keterangan

Ruang pasien

- Saat tidak tidur

- Saat tidur

100 – 200

Maksimal 50

Warna cahaya sedang

Ruang operasi umum 300 – 500

Meja operasi 10.000 – 20.000 Warna cahaya sejuk

Page 47: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

26

Ruangan atau Unit Intensitas Cahaya (lux) Keterangan

atau sedang tanpa

bayangan

Anestesi, pemulihan 300 – 500

Endoscopi,

Laboratorium

75 – 100

Sinar X Minimal 60

Koridor Minimal 100

Tangga Minimal 100 Malam hari

Administrasi/Kantor Minimal 100

Ruang alat/Gudang Minimal 200

Farmasi Minimal 200

Dapur Minimal 200

Ruang cuci Minimal 100

Toilet Minimal 100

Ruang isolasi khusus

penyakit tetanus

0,1 – 0,5 Warna cahaya biru

Ruang luka bakar 100 – 200

Adapun upaya tata laksana pencahayaan dalam ruangan lingkungan antara

lain:

a. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus

mendapatkan cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya

b. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja maupun untuk

menyimpan barang atau peralatan perlu diberikan penerangan

c. Ruang pasien atau bangsal harus disediaakan penerangan umum dan

penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk,

Page 48: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

27

saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak

menimbulkan berisik.

2.2.7 Fasilitas Sanitasi

Yang termasuk didalam fasilitas sanitasi pada rumah sakit antara lain

meliputi air minum, toilet, kamar mandi, serta tempat sampah. Adapun untuk

pemenuhannya, maka dilakukanlah perhitungan berdasarkan hal berikut:

a. Indeks perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah fasilitas

sanitasi yang terdapat di rumah sakit, yang terangkum dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.6 Indeks Perbandingan Jumlah Tempat Tidur, Toilet, dan Kamar

Mandi

Jumlah Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi

s/d 10 1 1

s/d 20 2 2

s/d 30 3 3

s/d 40 4 4

*Setiap penambahan 10 tempat tidur harus ditambah 1 toilet dan 1 kamar

mandi

b. Indeks perbandingan jumlah karyawan dengan jumlah toilet dan kamar

mandi, yang terangkum dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.7 Indeks Perbandingan Jumlah Karyawan, Toilet, dan Kamar

Mandi

Jumlah Karyawan Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi

s/d 20 1 1

s/d 40 2 2

s/d 60 3 3

s/d 80 4 4

s/d 100 5 5

Page 49: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

28

Jumlah Karyawan Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi

*Setiap penambahan20 karyawan harus ditambah 1 toilet dan 1 kamar

mandi

Kemudiann terdapat beberapa upaya tata laksana yang bisa dilakukan oleh

pihak rumah sakit dalam rangka pemeliharaan fasilitas sanitasi di rumah sakit,

yang antara lain:

a. Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih, dimana harus memenuhi

persyaratan seperti:

1. Harus tersedia air minum yang sesuai dengan kebutuhan

2. Tersedia air bersih minimum 500 liter/tempat tidur/hari

3. Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang

membutuhkan secara berkesinambungan

4. Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus

menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan

positif

b. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi, dimana harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih

2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna

terang, dan mudah dibersihkan

3. Pada setiap unit ruangan harus tersediatoilet (jamban, peturasan, dan

tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan

kamar karyawan harus tersedia kamar mandi

Page 50: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

29

4. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi

dengan penahan bau (water seal)

5. Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan

dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya

6. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar

7. Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit

rawat inap dan karyawann, karyawan dan toilet pengunjung

8. Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah terjangkau

da nada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan

perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 – 20 pengunjung wanita, 1 (satu)

toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria

9. Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara

kebersihan

10. Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat

menjadi tempat perindukan nyamuk

2.2.8 Penyehatan Lantai dan Dinding

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi mengenai kondisi lantai dan

dinding yang harus steril dari mikoorganisme, yaitu:

a. Ruang operasi, 0 – 5 CFU/cm2 dan bebas dari patogen serta gas gangren

b. Ruang perawatan, 5 – 10 CFU/cm2

c. Ruang isolasi, 0 – 5 CFU/cm2

d. Ruang UGD, 5 – 10 CFU/cm2

Page 51: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

30

2.2.9 Rasio Tempat Tidur

Jumlah tempat tidur yang terdapat di rumah sakit kemudian akan

dibandingkan dengan luas lantai minimal untuk ruang perawatan ataupun kamar

isolasi. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:

a. Ruang bayi

1. Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur

2. Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur

b. Ruang dewasa

1. Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur

2. Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur

2.2.10 Kebisingan

Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga

mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan. Adapun persyaratan mengenai

kebisingan dalam ruang sesuai dengan peruntukkan di rumah sakit terangkum

dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.8 Indeks Kebisingan Berdasarkan Fungsi Ruang atau Unit Rumah

Sakit

Ruangan atau Unit Maksimum Kebisingan (waktu

pemaparan 8 jam dengan satuan dB)

Ruangan pasien

- Saat tidak tidur

- Saat tidur

45

40

Ruang operasi, umum 45

Anestesi, pemulihan 45

Endoskopi, laboratorium 65

Sinar X 40

Koridor 40

Page 52: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

31

Ruangan atau Unit Maksimum Kebisingan (waktu

pemaparan 8 jam dengan satuan dB)

Tangga 45

Kantor/Lobby 45

Ruang alat/Gudang 45

Farmasi 45

Dapur 78

Ruang cuci 78

Ruang isolasi 40

Ruang poli gigi 80

Adapun upaya tata laksana yang dapat dilakukan oleh rumah sakit dalam

rangka pemeliharaan ruangan dari kebisingan, antara lain:

a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus disesuaikan sehingga kamar dan

ruangan yang memerlukan suasana tenag terhindar dari kebisingan

b. Sumber – sumber kebisingan yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya

agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara (1) Pada

sumber bisingdi rumah sakit: peredaman, penyekatan, pemindahan,

pemeliharaan mesin – mesin yang menjadi sumber bising, dan (2) Pada

sumber bising dari luar rumah sakit: penyekatan/penyerapan bising dengan

penanaman pohon (green belt), meninggikan tembok, dan meninggikan

tanah (bukit buatan).

2.2.11 Suhu dan Kelembaban

Suhu adalah derajat panas atau dingin udara dalam suatu ruang watau

wilayah. Sementara itu kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara

dalam suatu ruang atau wilayah. Adapun persyaratan penghawaan ruangan

berdasarkan peruntukkannya yang harus dipenuhi oleh rumah sakit adalah:

Page 53: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

32

a. Ruangan tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, dan laboratorium

memerlukan perhatian khusus karena sifat pekerjaan yang dilakukan

b. Terkhusus ruang operasi maka ventilasi yang digunakan harus dijaga pada

tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan dengan

ruangan lainnya dirumah sakit

c. Ruangan yang tidak menggunakan AC (Air Conditioner), maka sistem

sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup dan mengikuti pedoman

teknis yang berlaku

d. Sistem suhu dan kelembaban ada baiknya diatur sedemikan rupa agar

memenuhi standar suhu, kelembaban, dan tekanan udara yang terangkum

dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.9 Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Berdasarkan

Fungsi Ruang atau Unit Rumah Sakit

Ruang atau Unit Suhu (°C) Kelembaban (%) Tekanan

Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif

Bersalin 24 -26 45 – 60 Positif

Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang

Obervasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang

Perawatan bayi 22 – 26 35 – 60 Seimbang

Perawatan prematur 24 – 26 35 – 60 Positif

ICU 22 – 23 35 – 60 Positif

Jenazah/Autopsi 21 – 24 - Negatif

Pengindraan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang

Laboratorium 22 – 26 35 – 60 Negatif

Radiologi 22 – 26 45 – 60 Seimbang

Sterilisasi 22 – 30 35 – 60 Negatif

Dapur 22 – 30 35 – 60 Seimbang

Gawat darurat 19 – 24 45 – 60 Positif

Page 54: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

33

Ruang atau Unit Suhu (°C) Kelembaban (%) Tekanan

Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang

Ruang luka bakar 24 – 26 35 – 60 Negatif

Adapun upaya tata laksana yang dapat dilakukan untuk pemeliharaan

penghawaan dan pengaturan udara di rumah sakit, antara lain:

a. ventilasi di rumah sakit ada baiknya mendapaatkan perhatian khusus.

Apabila ruangan menggunakan sistem pendingin, maka seharusnya

dipelihara dan dioperasikan sesuai dengan buku petunjuk penggunaan.

Selain itu, bagi rumah sakit yang menggunakan AC sentral maka harus

diperhatikan cooling tower – nya agar tidak menjadi tempat perindukan

Legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus

dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.

b. Suplai udara dan exhaust hendaknya secara digerakkan secara mekanis,

dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi

c. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang – kurangnya 1 (satu) fan

dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi

pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali

d. Pergantian supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual,

hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhauster

atau perlengkapan pembakaran.

e. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap

f. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan

Page 55: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

34

g. Suplai udara untuk daerah sensitif: ruang operasi, perawatan bayi, diambil

dekat langit – lanit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua)

buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai

h. Suplai udara di atas lantai

i. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya

tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC,

toilet, dan gudang

j. Ventilasi ruang – ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 2

beds. Saringan I dipasang dibagian penerimaan udara dari luar dengan

efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk

mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya

mempelajari khusus central air conditioning system.

k. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross

ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang

l. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi

dibandingkan ruang – ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air

conditioner)

m. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air

conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai

atau minimum 0,20 meter dari langit – langit.

n. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali

dalam sebulan harus di disinfeksi dengan menggunakan aerosol

(resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan electron presipitator atau

menggunakan penyinaran ultraviolet

Page 56: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

35

o. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan

pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman,

debu, dan gas).

2.3 Dampak Kesehatan

Terdapat penyakit yang ditimbulkan akibat dari buruknya sanitasi

lingkungan di rumah sakit. Dampak kesehatan tersebut didapatkan karena adanya

interaksi yang tidak seimbang antara lingkungan, agen penyakit, serta manusia.

2.3.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, yang berarti rumah sakit. Kata ini

juga dapat diartikan „berasal dari rumah sakit‟. Sedangkan yang dimaksud dengan

infeksi adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme),

dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai dengan gejala klinis. Dengan

demikian maka infeksi nosokomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang

dirawat atau setelah selesai dirawat atau setelah selesai dalam masa perawatan

(Nasution, 2011). Kemudian menurut Darmadi (2008) yang dimaksud dengan

infeksi nosokomial adalah infeksi yang trejadi di rumah sakit dan menyerang

penderita – penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan.

Sementara itu menurut Depkes RI (2002) infeksi nosokomial memiliki

beberapa kriteria khusus, seperti:

a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda

– tanda klinis dari infeksi yang diteliti

b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak dalam masa

inkubasi dari infeksi tersebut

Page 57: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

36

c. Tanda – tanda khusus infeksi tersebut mulai timbul sekurang – kurangnya

setelah 3 x 24 jam sejak memulai masa perawatan

d. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme

yang berbeda.

Istilah infeksi nosokomial kemudian diperbaharui menjadi Healthcare –

associated Infections (HAIs) dengan pengertian bahwa kejadian infeksi

nosokomial tiak hanya terjadi di rumah sakit tetapi juga di pelayanan kesehatan

lainnya. Selain itu infeksi ini tidak terbatas pada infeksi pada pasien saja namun

juga pada petugas kesehatan pada saat melakukan tindakan perawatan pasien

(Depkes RI, 2008).

2.3.2 Sumber Infeksi Nosokomial

Menurut Uliyah & Alimul (2006) terdapat beberapa sumber penyebab

terjadinya infeksi nosokomial, yang antara lain:

a. Pasien, dimana pasien ini menjadi faktor utama yang dapat menularkan

infeksi ke pasien lainnya

b. Petugas kesehatan, dimana dapat menyebarkan infeksi melalui kontak

langsung

c. Pengunjung, dimana pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang berasal

dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit.

d. Sumber lain, dimana yang dimaksud adalah lingkungan rumah sakit yang

meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat

yang ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas

kesehatan kepada pasien, ataupun sebaliknya.

Page 58: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

37

2.3.3 Media Penularan Mikroorganisme

Proses penularan mikroorganisme dalam infeksi nosokomial dapat melalui

berbagai cara. Menurut Uliyah & Alimul (2006) diketahui terdapat 4 (empat)

media penularan infeksi nosokomial yaitu:

a. Kontak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Patogen ini dapat

masuk melalui kontak langsung seperti bersentuhan dengan kulit, ataupun

kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi.

b. Makanan dan minuman, dimana patogen dapat masuk melalui makanan

atau minuman yang telah terkontaminasi seperti penyakit Tifus, ataupun

penyakit diare.

c. Serangga, dimana serangga menjadi salah satu media yang sesuai untuk

menularkan patogen seperti nyamuk Anopheles menyebarkan plasmodium

penyebab penyakit Malaria, ataupun Nyamuk Ae.aegypti yang

menyebarkan virus dengue penyebab penyakit DBD.

d. Udara, dimana udara dapat menjadi media penularan penyakit khususnya

pada sistem pernafasan

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Infeksi Nosokomial

Menurut Depkes RI (2002), infeksi nosokomial dapat dipengaruhi oleh

faktor yang berasal dari 2 (dua) hal, yakni endogen dan eksogen. Sumber endogen

adalah sumber yang berasal dari kondisi internal dari masing – masing host.

Adapun menurut Uliyah & Alimul (2006), faktor endogen yang dapat

mempengaruhi proses infeksi nosokomial adalah:

a. Sumber penyakit, dimana akan mempengaruhi apakah infeksi akan

berjalan cepat atau lambat

Page 59: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

38

b. Kuman penyebab, dimana akan menentukan jumlah mikroorganisme, serta

kemampuan virulensinya

c. Cara penularan, seperti kontak langsung ataupun tidak langsung, melalui

makanan atau minuman, udara, ataupun serangga.

d. Cara masuk dan proses penyebaran kuman, dimana memiliki

keberagaman. Hal tersebut bergantung pada sifat dari patogen tersebut.

e. Daya tahan tubuh, dimana semakin baik kondisi saya tahan tubuh

seseorang akan memperlambat proses infeksi atau mempercepat proses

penyembuhan.

f. Faktor lain, dimana status gizi, tingkat stress, ataupun usia juga akan

menjadi salah satu faktor pendukung dalam proses infeksi nosokomial

Sementara itu yang dimaksud dengan faktor eksogen adalah faktor yang

mempengaruhi infeksi nosokomial yang berasal dari kondisi luar host seperti

lingkungan yang terkontaminasi. Oleh sebab itu, maka pengelolaan faktor

lingkungan di rumah sakit haru memenuhi persyaratan kesehatan agar upaya

pencegahan infeksi nosokomial dapat berjalan dengan baik. Adapun faktor yang

berasal dari eksogen yang dapat mempengaruhi infeksi nosokomial adalah

(Parhusip, 2005):

a. Lama hari rawat, dimana diketahui bahwa pasien yang lebih lama dirawat

di rumah sakit akan memiliki tingkat risiko lebih tinggi untuk

mendapatkan infeksi nosokomial dibandingkan dengan pasien yang

dirawat lebih singkat. Menurut Ahmad (2003), diketahui bahwa jumlah

lama hari rawat pasien merupakan faktor yang cukup dominan untuk

mempengaruhi infeksi nosokomial di rumah sakit.

Page 60: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

39

b. Klasifikasi ruang rawat, dimana pasien yang dirawat pada ruangan dengan

tingkat kepadatan cukup tinggi, serta kondisi lingkungan ruang perawatan

yang kurang memadai maka akan sangat potensial menjadi media

penularan infeksi nosokomial

c. Kontak langsung antar pasien yang satu dengan pasien lainnya

d. Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang terkontaminasi dengan

pasien yang dirawatnya. Hal ini kemudian sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Coovadia et al. (1992) di ruang anak – anak selama 3

minggu, dimana diketahui bahwa 9 bayi terpapar dengan klebsilla

pneumonia yang berasal dari hidung dan tangan dokter, dan tangan

perawat.

e. Kondisi pasien yang lemah akibat komplikasi dan penyakit penyertayang

sedang dideritanya, dimana pasien dengan kondisi yang demikian akan

sangat rentan terinfeksi.

f. Cara desinfeksi sumber kuman, dimana akan menentukan apakah proses

infeksi cepat teratasi atau diperlambat. Hal – hal yang berkontribusi dalam

desinfeksi sumber kuman antara lain perilaku mencuci tangan, pH, suhu,

dan intensitas penyinaran.

2.3.5 Jenis Penyakit yang Disebabkan oleh Infeksi Nosokomial

Menurut French National Prevalence Survey (2002) infeksi nosokomial

yang paling sering terjadi antara lain infeksi saluran kemih sebesar 35%, infeksi

luka operasi sebesar 20%, pneumonia nosokomial sebesar 15%, dan bakteremia

nosokomial sebesar 15%.

Page 61: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

40

1. Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosokomial merupakan penyakit yang paling banyak

menyebabkan kematian pada pasien di rumah sakit. Penyebab terbanyak

adalah bakteri gram negatif ataupun stafilokokus (Djojodibroto, 2007).

Bakteri ini dapat ditularkan melalui cara kontak oral langsung, dan droplet

yang berasal dari dengan pengunjung, pasien, petugas kesehatan, ataupun

peralatan dan perlengkapan terapi yang terkontaminasi (Arias, 2000).

Menurut (Muttaqin, n.d.), klien dengan penyakit pneumonia sering

dijumpai bila bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk.

Hal ini kemudian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elynda &

Sulistyorini (2014) bahwa suhu, kepadatan hunian, dan sarana

pembuangan sampah memiliki hubungan dengan kejadian Pneumonia

pada Balita. Selain itu juga dijelaskan bahwa balita yang tinggal di

lingkungan dengan sanitasi tidak sehat memiliki risiko terkena pneumonia

5,7 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tinggal di lingkungan

sanitasi yang sehat.

Adapun penelitian serupa terkait faktor risiko kesehatan lingkungan

bangunan pada kejadian infeksi pneumonia nosokomial yang dilakukan di

ruang perawatan intensif terangkum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.10 Kejadian Pneumonia Nosokomial Berdasarkan Faktor Risiko

Kesehatan Lingkungan

Pengarang Tahun Populasi Penelitian Reservoir Sumber

Fisher-Hoch et 1981 Rumah Sakit Umum Sistem Menara

Page 62: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

41

Pengarang Tahun Populasi Penelitian Reservoir Sumber

al. pendingin pendingin

Amow et al. 1978 Unit Transplantasi

Ginjal

Konstruksi Debu

permukaan

Amow et al. 1991 Rumah Sakit Umum Sistem

Ventilasi

Penyaring

ventilator,

debu

permukaan

2. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu bentuk infeksi nosokomial

yang sering ditemukan pada pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU. ISK

ditandai dengan ditemukannya bakteri patogen pada sampel pemeriksaan

urine secara langsung atau dari hasil kultur urin (Soelaeman, 2004).

Sekitar 80% infeksi saluran kemih ini berhubungan dengan pemasangan

kateter (Brooks, 2003; WHO, 2002). Dengan demikian maka dapar

diketahui bahwa media penularan pada penyakit ISK adalah alat kesehatan

yang tidak steril. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soelaeman

(2004) melaporkan bahwa 40% pasien pemakai kateter terinfeksi infeksi

nosokomial, dimana 26% di antaranya menunjukkan bakteriuria, tetapi

hanya seperempat yang menunjukkan gejala infeksi saluran kemih.

3. Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi (ILO) dianggap nosokomial bila infeksi terjadi

dalam 30 hari setelah operasi atau 1 tahun bila dilakukan implantasi alat

Page 63: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

42

atau benda asing. Infeksi ini memiliki nilai insidensi yang bervariasi

berkisar antara 0.5 – 15%, bergantung dari tipe operasi dan penyakitnya

(Iwan, 2008). Pernyataan serupa juga dijabarkan oleh penelitian yang

dilakukan oleh Fitriyastanti et al. (2003) bahwa insidensi infeksi

nosokomial di pelayanan bedah RSUD Kota Semarang mencapai angka

11,2%. Infeksi nosokomial jenis ini biasanya didapatkan dari faktor

eksogen seperti kondisi lingkungan ataupun kebersihan alat yang

digunakan (Irma, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyastanti et al.

(2003) menunjukkan bahwa 11,4% tindakan medis yang dilakukan oleh

petugas kesehatan masih tidak memperhatikan aspek septik dan antiseptik

sehingga memperbesar risiko terjadinya infeksi nosokomial pada luka

operasi. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa kelas ruang rawat

berpeluang dalam mendukung adanya kejadian infeksi nosokomial,

dimana kecenderungan ada di ruang kelas III. Hal ini kemudian didasarkan

pada perbedaan kepadatan hunian dalam ruang serta penggunaan toilet

dengan perbandingan 1 toilet digunakan oleh 12 orang.

4. Bakteremia Nosokomial

Yang dimaksud dengan bakteremia adalah bakteri yang terdapat di

aliran darah yang dibuktikan dengan adanya pertumbuhan pada kultur

darah. Kontaminasi pada bakteremia ini bersumber dari faktor eksogen

pemicu kejadian infeksi nosokomial, yakni lingkungan dan kebersihan alat

kesehatan yang digunakan oleh praktisi (Nielsen, 2015). Selanjutnya

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janas et al. (1992) diketahui

bahwa jumlah penderita dengan biakan positif dari jarum infus terdapat

Page 64: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

43

bakteremia nosokomial adalah 2 kali lebih besar (8,8%) dibandingkan

dengan penderita dengan biakan negative (4,4%). Bakteremia selalu

dihubungkan dengan mortalitas pasien sebesr 14 – 37%, dimana mortalitas

ini 35% berasal dari Intensive Care Unit (Coburn, 2012).

2.3.6 Pencegahan dan Pengendalian

The Center for Disease Control and Prevention (CDC) (2008),

memperkirakan sekitar 30% nosokomial infeksi dapat dicegah apabila petugas

kesehatan mengikuti pedoman bagaimana cara mengkontrol infeksi dirumah sakit.

Menurut Uliyah & Alimul (2006) terdapat beberapa tindakan yang dapat

dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit,

yang antara lain:

a. Dekontaminasi, yaitu upaya mengurangi dan atau menghilangkan

kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang

melalui desinfeksi dan sterilisasi denan cara fisik dan kimiawi.

b. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan untuk

menggambarkan usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh. Tindakan aseptik ini bertujuan untuk

mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada

permukaan benda hidup atau mati agar alat – alat kesehatan dapat

digunakan dengan aman

c. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh

lainnya.

Page 65: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

44

d. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua benda asing dengan

mengalirkan air

e. Desinfeksi, yaitu tindakan mengurangi atau menghilangkan jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit dengan cara fisik dan kimiawi.

Desinfeksi ini bisa dilakukan dalam tingkatan yang tinggi seperti dengan

merebus ataupun dengan melarutkannya dengan bahan kimia tertentu.

Akan tetapi, tindakan ini masih menyisakan bakteri endospora.

f. Sterilisasi, yaitu tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme

termasuk bakteri endospora denagn cara fisik dan kimiawi.

2.4 Kerangka Teori

Menurut Achmadi (2012) proses terjadinya suatu penyakit disebabkan oleh

adanya hubungan interaksi antara manusia dengan komponen lingkungan yang

memiliki potensi bahaya penyakit. Menurutnya, proses perjalanan penyakit ini

terdiri dari 4 simpul, yaitu sumber, wahana, host, dan penyakit. Pada simpul

sumber, maka dapat diketahui bahwa agen penyakit tersebut dapat berupa agen

fisik, kimia, ataupun biologi. Agen penyakit tersebut bersumber dapat dari

kejadian penyakit yang alamiah ataupun dari hasil kegiatan manusia. Kemudian

pada simpul wahana, maka yang termasuk didalamnya antara lain udara, air,

pangan, serangga, ataupun kontak langsung. Selanjutnya yang dimaksud pada

simpul ketiga, yaitu host adalah perilaku – perilaku yang mendukung komponen

yang terdapat dalam simpul 1 untuk menyebabkan penyakit. Lalu pada simpul

akhir, maka dapat diketahui bahwa kejadian penyakit tersebut menjadi outcome

dari hubungan interaktif dari simpul 1 hingga 3.

Page 66: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

45

Lalu, jika teori tersebut di aplikasikan dengan proses terjadinya infeksi

nosokomial, maka dapat diketahui bahwa infeksi nosokomial dapat berasal dari

berbagai sumber, seperti pasien, pengunjung, petugas rumah sakit, ataupun

lingkungan pada bangunan rumah sakit yang dimana dapat berupa agen fisik,

kimia, ataupun biologi. Sementara itu berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 1204/2004, maka diketahui bahwa status penyehatan lingkungan

bangunan rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa indikator yang antara lain

lingkungan bangunan, konstruksi bangunan, ruang bangunan, kualitas udara

ruang, pencahayaan, suhu, kelembaban, kebisingan, fasilitas sanitasi rumah sakit,

jumlah tempat tidur, dan penyehatan lantai dan dinding. Adapun persyaratan

tersebut harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam rangka menghindari risiko dan

gangguan kesehatan lainnya berdasarkan pertimbangan bahwa rumah sakit

menjadi salah satu tempat yang potensial untuk menularkan penyakit. Oleh sebab

itu, maka hal – hal demikian kemudian diatur mengenai upaya pemenuhannya

dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat diketahui kerangka teori dari

penelitian ini dapat terangkum dalam Bagan 2.1

Page 67: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

46

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Page 68: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

47

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Sanitasi lingkungan yang melingkupi ruang bangunan di rumah sakit dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diketahui bahwa pencahayaan turut

berkontribusi pada besar suhu suatu ruangan. Sementara itu suhu dan kelembaban

udara dalam ruang rumah sakit juga menjadi salah satu syarat idealnya lokasi

berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial, sehingga

akan turut menentukan kualitas udara suatu ruang. Kelembaban yang tinggi juga

mengindikasikan bahwa sirkulasi udara di ruangan tersebut buruk, yang salah

satunya karena minimnya jumlah ventilasi baik alami maupun mekanis.

Kekurangan ventilasi ini kemudian akan menyebabkan debu partikulat

terperangkap didalam ruangan.

Sementara itu, hal – hal yang termasuk dalam aspek sanitasi lingkungan

pada ruangan di rumah sakit tidak seluruhnya diteliti, seperti faktor konstruksi

bangunan, kebisingan, rasio jumlah toilet, serta rasio jumlah tempat tidur. Hal

tersebut disebabkan oleh adanya pertimbangan mengenai keseriusan dampak yang

ditimbulkan terhadap kesehatan, khususnya terkait kejadian infeksi nosokomial di

rumah sakit. Selain itu peneliti juga turut mempertimbangkan hasil yang homogen

dari data yang akan diteliti.

Selanjutnya, faktor sanitasi lingkungan diketahui dapat meningkatkan

peluang terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. Dengan demikian maka

dirasa perlu mengetahui upaya pemenuhan yang dilakukan oleh rumah sakit

Page 69: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

48

sebagai tindakan pengendalian infeksi nosokomial yang kemudian dilihat

pemenuhannya berdasarkan Kepmenkes Nomor 1204/2004.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat diketahui bahwa kerangka

konsep pada penelitian ini terangkum dalam Bagan 3.1.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Page 70: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

49

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel/

Subvariabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Sanitasi Lingkungan

Ruang Bangunan RS

Hasil penjumlahan skor

pemenuhan pada lembar

pengukuran

Pengukuran Lembar

pengukuran

1. Memenuhi syarat; jika

memiliki skor ≥ 75%

dari nilai yang

seharusnya

2. Tidak memenuhi syarat;

jika memiliki skor <75%

dari total nilai yang

seharusnya

(Kemenkes, 2004)

Ordinal

2. Suhu Derajat panas yang

terdapat dalam ruang

Pengukuran Thermometer 1. Memenuhi syarat; jika

hasil pengukuran 22 – 23

°C

2. Tidak memenuhi syarat;

jika hasil pengukuran

Ordinal

Page 71: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

50

No Variabel/

Subvariabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

>23 °C

(Kemenkes, 2004)

3. Kelembaban Persentase uap air yang

terkandung dalam udara

Pengukuran Hygrometer 1. Memenuhi syarat; jika

hasil pengukuran 35 –

60%

2. Tidak memenuhi syarat;

jika hasil pengukuran

>60%

(Kemenkes, 2004)

Ordinal

4. Pencahayaan Besarnya penyinaran

yang terdapat dalam

suatu ruang

Pengukuran Luxmeter 1. Memenuhi syarat; jika

hasil pengukuran

maksimal 100 – 200 lux

2. Tidak memenuhi syarat;

jika hasil pengukuran

>200 lux

(Kemenkes, 2004)

Ordinal

Page 72: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

51

No Variabel/

Subvariabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

5. Kadar debu Partikulat berdiameter 10

mikron yang terdapat

didalam suatu ruang

dengan rata-rata

pengukuran 8 jam atau 24

jam

Pengukuran Environmental

Particulate

Monitor

(EPAM) 5000

1. Memenuhi syarat; jika

hasil pengukuran ≤150

µg/m3

2. Tidak memenuhi syarat;

jika hasil pengukuran

>150 µg/m3

(Kemenkes, 2004)

Ordinal

6. Angka kuman dalam

udara

Banyaknya koloni

mikroorganisme yang

terkandung dalam udara

per meter kubik

Pengukuran MASS 100 NT 1. Memenuhi syarat; jika

hasil pengukuran

maksimal 200 CFU/m3

udara

2. Tidak memenuhi syarat;

jika hasil pengukuran

>200 CFU/m3 udara

(Kemenkes, 2004)

Ordinal

Page 73: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

52

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan survei dengan disain penelitian studi cross

sectional deskriptif dimana melakukan pengamatan dan pengukuran sanitasi

lingkungan dengan menggunakan alat laboratorium pada waktu yang bersamaan.

4.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah sakit kelas A. Pemilihan rumah sakit

tersebut berdasarkan pertimbangan dari angka BOR, angka LOS, serta pencapaian

akreditasi paripurna A minimal sejak tahun 2014. Penelitian ini kemudian akan

dilaksanakaan pada bulan Agustus hingga November 2016. Adapun proses

kegiatan dapat dilihat pada bagan berikut:

Tabel 4.1 Rencana Kegiatan Penelitian

Jenis Kegiatan

Bulan

Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov

Penyusunan proposal penelitian

Pengambilan data

Pengolahan data

Analisis data

Penyusunan laporan

Page 74: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

53

4.3 Populasi dan Sampel

Penelitian ini memiliki populasi berupa rumah sakit kelas A di Provinsi DKI

Jakarta. Kemudian untuk sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan

teknik purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

a. RS milik Pemerintah, dimana didapatkan 39 rumah sakit.

b. RS Kelas A sejak tahun 2014, dimana kemudian didapatkan 11 rumah

sakit

c. RS dengan akreditasi paripurna sejak 2014, dimana didapatkan 8 rumah

sakit

d. RS dengan angka BOR (Bed Occupancy Rate) > 70%, yang kemudian

didapatkan 6 rumah sakit

e. RS dengan ALOS (Average Lenght of Stay) > 8 hari, yang kemudian

diperoleh 2 rumah sakit.

Adapun kedua rumah sakit yang menjadi sampel penelitian ini berdasarkan

kriteria tersebut adalah RS A dan RS B. Untuk dapat melihat rincian lengkap dari

partisipasi responden yang menjadi sampel dapat dilihat pada Bagan 4.1.

Page 75: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

54

Rumah Sakit di DKI

Jakarta

( N = 182 )

Rumah Sakit milik

Pemerintah di DKI

Jakarta

( n = 51 )

Rumah Sakit milik

Pemerintah di DKI

Jakarta yang termasuk

dalam Kelas A sejak

2014

( n = 11 )

Rumah Sakit dengan

akreditasi paripurna

( n = 8 )

Rumah Sakit dengan

angka BOR > 70%

( n = 6 )

Rumah Sakit dengan

angka ALOS > 8 hari

( n = 2 )

Bagan 4.1 Bagan Alir Pelibatan Rumah Sakit sebagai Partisipan Penelitian

Page 76: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

55

Berdasarkan Bagan 4.1, maka dapat diketahui bahwa response rate dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.4 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai sumber data penelitian.

Adapun data sekunder yang diperlukan yaitu hasil pengukuran lingkungan berupa

suhu, kelembaban, tingkat pencahayaan, kadar debu PM10, dan angka kuman pada

udara. Data ini bersumber dari laporan kegiatan Surveilans Faktor Kesehatan

Lingkungan (SFRKL) pada Pelayanan Kesehatan oleh BBTKL PP Jakarta Tahun

2016.

Sementara itu, untuk mendukung peneliti dalam menggali informasi maka

dibutuhkan data pendukung. Adapun sumber data yang digunakan sebagai data

pendukung adalah data primer berupa hasil observasi dan wawancara.

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk data yang merupakan hasil pengukuran, maka instrumen yang

digunakan berupa formulir penilaian inspeksi rumah sakit yang terlampir sebagai

lampiran III dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004. Adapun dalam

melakukan upaya pengukuran variabel lingkungan tersebut, maka digunakanlah

beberapa prosedur kerja, yang antara lain:

Page 77: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

56

1. MASS 100 NT, dimana digunakan untuk mengukur jumlah total koloni

mikroorganisme yang terdapat di udara. Adapun tahapan kerja yang

dilakukan yaitu

a. Menentukan titik pengukuran

b. Mengangkat tutup pada kepala bagian atas, dan membersihkannya

dengan menggunakan alcohol swab.

c. Meletakkan cawan petri yang berwarna biru. Bila diperlukan, maka

gunakan kunci Allen berdiameter 3mm untuk membantu proses

pemasangan cawan petri, khususnya untuk penyesuaian 3 pengungkit.

d. Pastikan cawan petri biru sudah terpasang dengan benar dan tidak lagi

goyah ataupun mudah tergeser. Hal ini dapat dipastikan dengan cara

meletakkan sampling head secara horizontal

e. Menekan tombol „yes‟ selama 5 detik untuk mengaktifkan MASS 100

NT yang ditandai dengan warna biru pada layar LED. Setelah

menyala, maka akan terlihat pada layar mengenai volume udara yang

dapat ditampung oleh alat, tanggal, serta daya baterai yang tersisa

f. Pilih „menu‟ untuk mengatur pengaturan sampling

g. Dengan menggunakan tombol panah, maka pilihlah „process setting

h. Pada bagian „mode‟ pilihlah STD untuk mode „standard sampling‟

i. Menekan tombol „back‟ untuk kembali ke menu utama

j. Menekan tombol „start‟ untuk memulai sampling. Karena telah diatur

dengan mode „standard sampling‟ , maka alat akan berhenti dengan

sendirinya jika volume sampling telah terpenuhi yang ditandai dengan

warna merah pada layar LED.

Page 78: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

57

k. Menekan tombol „menu‟ yang dilanjutkan dengan memilih „shut

down‟ lalu OK

l. Menbuka penutup head sampling dan membersihkannya kembali

dengan menggunakan alcohol swab

m. Mengangkat petri dish yang udah siap di inkubasi

n. Memberi label keterangan sampling pada petri dish yang akan di

inkubasi

2. Luxmeter, dimana digunakan untuk mengukur jumlah penyinaran yang

terdapat didalam suatu ruang dalam satuan lux. Adapun tahapan kerja

yang harus dilakukan sesuai dengan SNI 16-7062-2004 tentang

Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja adalah

a. Mendeskripsikan area pengukuran.

1) Menghitung luas ruangan.

2) Menggambar denah ruangan (tata letak/lay out ruangan).

3) Mencatat warna ruangan.

4) Mencatat kondisi cuaca saat pengukuran.

b. Mendeskripsikan desain pencahayaan yang ada di area kerja.

1) Mencatat jumlah lampu yang digunakan.

2) Mencatat jenis lampu yang digunakan.

c. Menentukan titik pengukuran berdasarkan luas ruangan/area kerja dan

meja kerja.

1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi : titik potong garis

horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1

(satu) meter.

Page 79: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

58

2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi :

titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah

pada jarak setiap 3 (tiga) meter.

3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi : titik potong garis

horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 (enam)

meter.

4) Pengukuran setempat dilakukan dengan meletakkan alat di atas

meja kerja.

d. Memastikan keadaan pintu dan jendela diperlakukan seperti kegiatan

sehari-hari penggunaan ruangan tersebut.

e. Menyiapkan alat Lux Meter.

f. Memastikan alat Lux Meter dalam kondisi yang baik/lengkap.

g. Memasang baterai pada Lux Meter.

h. Menekan tombol power ON/OFF dan memastikan alat menunjukan

angka 0.00.

i. Membuka sensor cahaya dan mengatur range pengukuran (200, 2000,

20000, atau 200000).

j. Melakukan pengukuran di setiap titik dengan meletakkan Lux Meter

di atas meja kerja (pengukuran setempat) atau setinggi 100cm dari

lantai (pengukuran umum).

k. Mengarahkan sensor cahaya pada permukaan daerah yang akan diukur

kuat penerangannya dan menunggu hingga angka pada display terlihat

stabil.

Page 80: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

59

l. Menekan tombol D/H unutk menghentikan angka saat pengukuran

(lakukan sebanyak 3 kali pengukuran pada tiap titik).

m. Membaca dan mencatat hasil pengukuran pada display Lux Meter.

n. Menutup kembali sensor cahaya saat penelitian telah selesai.

o. Mematikan alat dengan menekan tombol ON/OFF.

p. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengukuran.

3. Hygro – Thermometer, dimana merupakan alat pembacaan langsung untuk

mengukur kelembaban dan suhu kering pada suatu ruangan, dengan unit

pengukuran yang disarankan oleh International Standard Organization

(ISO) adalah persentase untuk kelembaban, serta celcius atau derajat

kelvin untuk suhu. Adapun tahapan langkah kerja yang harus dilakukan

sesuai dengan SNI 16-7061-2004 tentang Pengukuran Iklim Kerja (Panas)

yaitu

a. Melakukan tahapan persiapan yaitu, tersedianya daya baterai pada alat

b. Melakukan kalibrasi pada alat yang akan digunakan di laboratorium

terakreditasi

c. Melakukan penentuan titik pengukuran untuk suhu dan kelembaban

yakni pada titik tengah ruangan

d. Meletakkan alat di atas bidang datar pada titik pengukuran selama ± 15

menit

e. Pengukuran dilakukan 3 kali dalam 8 jam kerja, yaitu pada awal shift

kerja, pertengahan shift kerja, dan akhir shift kerja.

f. Mencatat skala yang ditunjukkan oleh alat pada lembar observasi.

Page 81: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

60

4. Environmental Particulate Monitor (EPAM) 5000, dimana digunakan

untuk menukur kadar partikulat dalam suatu ruang dengan satuan mg/m3.

adapun tahapan kerja yang dilakukan sesuai dengan buku manual

penggunaannya yaitu:

a. Melakukan pengecekan baterai. Sebelum digunakan, pastikan baterai

EPAM 5000 harus terisi penuh. Untuk mengisi baterai, gunakan EDC

EPAN, indikator LED pada baterai akan berubah menjadi hijau jika

baterai sudah penuh. Waktu untuk mengisi baterai sekitar 22 jam jika

penggunaan alat selama 24 jam.

b. Tekan ON/OFF untuk menyalakan EPAM

c. Tekan Enter untuk ke menu utama

d. Untuk melihat setting pada alat, pilih Special Function dari menu

utama, kemudian pilih Date/Time, kemudian pilih View Date/Time.

Tekan Enter untuk kembali ke layar Date/Time.

e. Untuk merubah setting pada alat, pilih Special Functions dari menu

utama, kemudian pilih Date/Time, kemudian pilih View Date/Time.

Kemudian masukkan data tangga dan waktu dengan menggunakan

tanda panah ke atas atau ke bawah. Tekan Enter jika sudah selesai

melakukan perubahan pengaturan. Pengaturan ini penting dilakukan

untuk menetapkan tanggal dan waktu data pengukuran diambil.

f. Untuk pengukuran alarm, pilih Special Functions dari menu utama,

kemudian pilih Set Alarm. Atur alarm sesuai dengan kebutuhan. Tekan

Enter jika sudah selesai pengaturan.

Page 82: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

61

g. Untuk menghapus data. Pilih Special Functions dari menu utama,

kemudian pilih System Options. Kemudian pilih Erase Memory. Tekan

Yes untuk menghapus data.

h. Kemudian lakukan pengaturan mengenai ukuran partikulat yang akan

diukur dengan memilih Special Function dari menu utama.

i. Pilih System Options.

j. Pilih Extended Options.

k. Pilih Size Select.

l. Pilih 10 µm – E untuk partikulat berukuran 10 µm.

m. Masukkan inlet sampling 10 impactor jet kedalam kepala sensor dari

EPAM 5000.

n. Pasang filter cassete ke kepala sensor EPAM 5000.

o. Lakukan Manual Zero/Auto Zero.

p. Kemudian melakukan kalibrasi alat, yang dimulai dengan memilih

Special Function dari menu utama.

q. Pilih System Options.

r. Pilih Extended Options.

s. Pilih Calibration Options.

t. Pilih Manual Zero/Auto Zero. Jika memilih Manual Zero, maka tekan

lagi Manual Zero dan tunggu hingga 99 detik. Kemudia menu utama

akan muncul jika proses telah selesai.

u. Selanjutnya alat siap digunakan untuk melakukan pengukuran, yang

dimulai dengan menekan tombol ON/OFF pada alat

v. Pilih run, dan pilih Continue atau overwrite data

Page 83: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

62

w. Untuk menghapus semua data sebelumnya yang telah terekam dalam

alat, pilih Overwrite, kemudia pilih Yes untuk megkonfirmasi, jika

pilih No, akan proses sampling akan tetap dapat dilakukan tanpa

mempengaruhi memori data

x. Untuk menambahkan data poin untuk ke lokasi penyimpanan data

pada pengukuran yang berturut turut pilih Continuation

y. Untuk pengambilan sampel tanpa fitur alarm tekan Run, untuk

pengambilan sampel dengan fitur alarm tekan Alarm-Continue.

z. Internal pump akan aktif dan memulai proses pengukuran. Pada layar

akan muncul data Run.

aa. Tekan enter untuk stop pengukuran data dan kembali ke menu utama

bb. Pilih Special Functions

cc. Pilih System Options

dd. Pilih Sample Rate. Pilih 1 second untuk maksimal pengukuran adalah

6 jam, pilih 10 second untuk maksimal pengukuran adalah 60 jam,

pilih 1 menit untuk maksimal pengukuran adalah 15 hari, dan pilih 30

menit untuk maksimal pengukuran adalah 15 bulan.

ee. Sampel yang ada akan diambil setiap detik dan akan dirata – ratakan

sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

ff. Setelah melakukan pengukuran, maka ada baiknya melihat kembali

hasil yang telah didapat dengan memilih Review Data

gg. Pilih Statistics

hh. Jika memori meletakkan data poin di lokasi lain, maka layar akan

menampilkan scanning data memori, lanjut ke step kk. Tapi jika

Page 84: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

63

memori telah dibersihkan dari semua data poin yang ada, maka tidak

ada data yang tersimpan.

ii. Untuk memilih lokasi, jika ingin melihat hasil dari lokasi yang

berbeda, maka dapat memilih New Tag dan dilanjutkan ke step kk.

jj. Tekan enter untuk lokasi data yang ingin dilihat. Untuk melihat nilai

lokasi yang lebih kecil tekan panah ke bawah, jika ingin melihat nilai

lokasi data yang lebih besar tekan panah atas. Pilih digit atau ruang

selanjutnya dengan menekan Enter.

kk. Data pertama yang akan terlihat adalah lima layar statistic ketika data

dihitung. Pilih layar statistic dengan menekan panah bawah atau panah

atas.

4.6 Manajemen Data

1. Pemeriksaan Data

Data hasil pengukuran sanitasi lingkungan diperiksa kelengkapan

pencatatannya seperti tanggal pengambilan sampel, alamat, parameter yang

diukur, dan besar pemenuhan parameter. Selain itu, untuk data observasi

maka dilakukan pengecekan kembali apakah seluruh komponen penilaian

sudah terisi atau belum. Kemudian untuk hasil wawancara dilakukan

pemeriksaan mengenai kelengkapan pertanyaan yang diajukan sesuai dengan

pedoman wawancara serta adanya rekaman wawancara.

2. Pemasukan Data

Data hasil pengukuran dan hasil observasi yang sudah diperiksa

kemudian dimasukkan ke dalam komputer dalam bentuk tabular dengan

Page 85: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

64

menggunakan software Microsoft Excel. Adapun untuk data hasil wawancara

maka dimasukkan ke dalam komputer dalam bentuk transkrip percakapan

dengan menggunakan software Microsoft Word.

3. Analisa Data

Data hasil pengukuran yang telah di input kemudian dilakukan

perhitungan jumlah skor sesuai dengan aturan perhitungan pada Kepmenkes

Nomor 1204/2004. Selain itu untuk data hasil observasi maka dilakukan

perhitungan banyaknya upaya tata laksana yang dilakukan oleh rumah sakit.

4. Penyajian Data

Data yang telah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel

maupun grafik berdasarkan variabel pengukuran lingkungan di masing –

masing rumah sakit, sehingga akan lebih memudahkan pembaca dalam

memahami informasi yang disampaikan. Adapun untuk hasil wawancara

ditampilkan dalam bentuk narasi.

4.7 Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah univariat dengan bantuan software

Microsoft Excel yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing –

masing variabel. Adapun tahapan analisis yang harus ditempuh, adalah:

1. Mengisi lembar pengukuran dan lembar pengukuran

Lokasi Upaya Kesling

( a )

Komponen Penilaian

( b )

Nilai

( c )

Skor

( d )

1. Ruang Bedah/Operasi

(bobot 2)

Angka kuman maksimal 15

Kadar debu maksimal 10

Page 86: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

65

Lokasi Upaya Kesling

( a )

Komponen Penilaian

( b )

Nilai

( c )

Skor

( d )

Pencahayaan 5

Suhu 10

Kelembaban 5

2. Ruang

Kebidanan/Perawatan

(bobot 2)

Angka kuman maksimal 15

Kadar debu maksimal 10

Pencahayaan 5

Suhu 10

Kelembaban 5

TOTAL SKOR

2. Melakukan perhitungan nilai sesuai dengan hasil pengukuran. Apabila

hasil pengukuran memenuhi persyaratan yang diatur oleh Kepmenkes

Nomor 1204/2004, maka komponen penilaian tersebut akan memperoleh

nilai sesuai dengan apa yang tercantum pada Kolom C. Sebaliknya, jika

hasil pengukuran tidak memenuhi syarat maka komponen penilaian akan

memperoleh nilai 0 (nol).

3. Menghitung skor komponen penilaian dengan cara mengalikan bobot pada

lokasi upaya kesling (Kolom A) dengan nilai yang diperoleh (Kolom C).

4. Melakukan rekapitulasi skor pada tabel.

5. Pengambilan konklusi sesuai dengan pemenuhan Kepmenkes Nomor

1204/2004 untuk rumah sakit kelas A, yaitu memenuhi syarat jika total

skor yang diperoleh adalah minimal 75% dari total skor yang seharusnya.

Page 87: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

66

BAB V

HASIL

5 BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Rujukan Nasional Penyakit Respirasi

(RS A)

5.1.1 Visi, Misi, dan Nilai

Dalam melaksanakan fungsinya selaku UPT dari Kementerian Kesehatan,

maka visi yang diusung oleh RS A adalah menjadi rumah sakit pusat respirasi

terkemuka di Asia Pasifik. Sedangkan misi yang dilakukan oleh RS A untuk

mencapai tujuan tersebut adalah

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang berorientasi ada mutu dan

keselamatan pasien

2. Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pelatihan kedokteran dan tenaga

kesehatan lain

3. Mengembangkan pelayanan yang terintegrasi dengan penelitian dan

pendidikan dalam bidang kesehatan respirasi, dan

4. Melaksanakan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis yang

berstandar internasional

Kemudian untuk menjalankan kesemua hal tersebut, maka ada beberapa

nilai yang dijalankan oleh segenap pekerja di RS A, yakni Profesionalisme,

Integritas, Kolaborasi, Kesempurnaan, dan Orientasi.

5.1.2 Kegiatan Pelayanan Medik

Kegiatan pelayanan medik yang dilakukan oleh RS A terdiri dari beberapa

unit kegiatan, seperti pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan

Page 88: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

67

gawat darurat, serta kamar operasi. Adapun daya tampung yang dimiliki oleh

pelayanan rawat inap yaitu sebesar 600 tempat tidur, dengan rincian komposisi

sebagai berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Tempat Tidur di RS A per Semester I Tahun

2016

Kelas Jumlah Tempat Tidur (unit)

Puspa Utama (Griya Puspa):

- Utama I

- Utama II

- Bayi

4

41

4

Kelas I 60

Kelas II 99

Kelas III 310

MDR 12

Level 11A 18

NICU 3

AI – ICU 2

AI – Observasi 4

ICCU 6

ICU 8

RICU 5

Intermediate Ward 20

HCU 4

TOTAL 600

Sumber: Bagian Rekam Medis dan SIM RS A (2016)

5.1.3 Kegiatan Penunjang Medik

Kegiatan pelayanan penunjang medis yang disediakan oleh RS A terdiri dari

kegiatan pelayanan CT – Scan, gizi, pelayanan medik terpadu, laboratorium

klinik, laboratorium patologi, laboratorium mikrobiologi, radiodiagnostik dan

Page 89: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

68

radioterapi, rehabilitasi medik, CSSD, pemulasaran jenazah, serta apotik. Adapun

sumberdaya manusia yang dimiliki oleh RS A dalam menjalankan kegiatan

operasional penunjang medik, yakni:

Tabel 5.2 Distribusi Tenaga Medik di RS A per Semester I Tahun 2016

Jabatan Fungsional Jumlah

(Orang)

Jabatan Fungsional Jumlah

(Orang)

Dokter Umum dan Spesialis

Dokter umum 51 Dokter spesialis A 8

Dokter spesialis Og 14 Dokter spesialis Urologi 2

Dokter spesialis pd 10 Dokter spesialis Orthopedi 2

Dokter spesialis B 5 Dokter spesialis Kulit dan Kelamin 5

Dokter spesialis Radiologi 8 Dokter spesialis Forensik 1

Dokter spesialis Rehabilitai

Medik

5 Dokter spesialis Patologi Anatomi 2

Dokter spesialis An 6 Dokter spesialis Kesehatan Jiwa 2

Dokter spesialis Jp 6 Dokter spesialis Saraf 5

Dokter spesialis M 6 Dokter spesialis Bedah Saraf 2

Dokter spesialis THT 8 Dokter spesialis Bedah Plastik 1

Dokter spesialis PK 3 Dokter spesialis Bedah Toraks 4

Dokter spesialis Paru 25 Dokter spesialis Bedah Orthopedi 0

Dokter Gigi dan Spesialis

Dokter gigi 7 Dokter gigi spesialis Anak 2

Dokter gigi spesialis Bedah

Mulut

2 Dokter gigi spesialis Konservasi 2

Perawat dan Spesialis

Ners 65 Perawat gigi 8

Perawat lainnya 602 Perawat Komunitas 0

Tenaga Kesehatan Lainnya

Bidan Klinik 55 Apoteker 14

Radiografer 4 Analis farmasi 73

Page 90: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

69

Jabatan Fungsional Jumlah

(Orang)

Jabatan Fungsional Jumlah

(Orang)

Radioterapis 20 Epidemiologi 2

Elektromedis 10 Adminitrasi kesehatan 10

Analis kesehatan 44 Kesehatan lingkungan 5

Refraksionis 4 Terapi wicara 1

Rekam medik 20 Dietisien 26

Teknisi transfusi darah 8 Fisioterapi 11

TOTAL 1176

Sumber: Bagian Rekam Medis dan SIM RS A (2016)

5.1.4 Kegiatan Penunjang Non Medik

Kegiatan pelayanan non medik yang disediakan oleh RS A terdiri dari

pelayanan sanitasi, masjid, dapur, laundry, teknik, parkir, ambulans, dan kantin.

Tabel 5.3 Distribusi Tenaga Non Medik di RS A per Semester I Tahun 2016

Jabatan Fungsional Jumlah (Orang)

Administrasi keuangan 2

Informasi teknologi 7

Hukum 5

Perpustakaan 1

Lainnya 718

TOTAL 733

Sumber: Bagian Rekam Medis dan SIM RS A (2016)

5.2 Sanitasi Lingkungan di Rumah Sakit A

Pengukuran sanitasi lingkungan yang dilakukan di RS A meliputi

pengukuran suhu, kelembaban, tingkat pencahayaan, kadar debu, serta angka

kuman dalam udara. Adapun pemenuhan yang dilakukan oleh rumah sakit sesuai

Page 91: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

70

dengan standar Kepmenkes Nomor 1204/2004 dapat dilihat melalui tabel

rekapitulasi penilaian berikut:

Tabel 5.4 Penilaian Inspeksi Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepmenkes

Nomor 1204/2004 di RS A Tahun 2016

Lokasi Upaya Kesling Komponen Penilaian Nilai Skor

1. Ruang Klinik Bedah

(bobot 2)

Angka kuman maksimal 15 0

Kadar debu maksimal 10 0

Pencahayaan 5 10

Suhu 10 0

Kelembaban 5 0

2. Ruang Klinik

Kebidanan

(bobot 2)

Angka kuman maksimal 15 0

Kadar debu maksimal 10 0

Pencahayaan 5 10

Suhu 10 0

Kelembaban 5 0

TOTAL SKOR 20

Berdasarkan Tabel 5.4, maka dapat diketahui bahwa hasil penilaian inspeksi

sanitasi yang dilakukan di RS A berdasarkan Kepmenkes Nomor 1204/2004

adalah tidak memenuhi syarat. Hal ini disimpulkan dari besarnya total skor yang

diperoleh, yaitu 20 (dua puluh). Suatu rumah sakit dengan tipe A akan

dikategorikan memenuhi syarat jika skor yang diperoleh adalah minimal 75% dari

total skor yang seharusnya. Kemudian komponen penilaian yang memenuhi baku

mutu adalah tingkat pencahayaan, baik di Ruang Klinik Bedah maupun di Ruang

Klinik Kebidanan RS A. Adapun rincian yang didapat dari pengukuran pada

masing – masing komponen penilaian dapat dilihat pada penjabaran berikut:

Page 92: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

71

5.2.1 Suhu

Pengukuran besar suhu dalam ruangan dilakukan di Ruang Klinik Bedah

dan Klinik Kebidanan pada RS A. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP

Jakarta, dimana hasil ukur tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni

memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam

Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit.

Tabel 5.5 Distribusi Pengukuran Suhu pada RS A

Lokasi Pengambilan Suhu ( °C )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Klinik Bedah 26,8 19 – 24 TMS

Ruang Klinik Kebidanan 25,4 22 – 24 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.5, maka dapat diketahui bahwa suhu ruang yang

terdapat di ruang klinik bedah RS A adalah tidak memenuhi syarat. Hal ini

disimpulkan dari hasil pengukuran yang menunjukkan nilai yang lebih besar

dibandingkan dengan baku mutu. Adapun baku mutu untuk suhu ruang tersebut

telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004, dimana disebutkan untuk ruang

klinik bedah memiliki suhu ruang ideal berkisar antara 19 – 24° C dan untuk

ruang klinik kebidanan memiliki suhu ruang ideal berkisar antara 22 – 24° C.

5.2.2 Kelembaban

Pengukuran besar kelembaban dilakukan di Ruang Klinik Bedah dan Klinik

Kebidanan pada RS A. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta,

dimana hasil ukur tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni memenuhi

syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam Kepmenkes

Page 93: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

72

Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit.

Tabel 5.6 Distribusi Pengukuran Kelembaban pada RS A

Lokasi Pengambilan Kelembaban ( % )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Klinik Bedah 67 45 – 60 TMS

Ruang Klinik Kebidanan 65 45 – 60 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.6, maka dapat diketahui bahwa kelembaban pada ruang

klinik bedah dan ruang klinik kebidanan RS A adalah tidak memenuhi syarat. Hal

ini diketahui dari hasil pengukuran yang melebihi dari baku mutu yang telah

diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004, dimana menyebutkan bahwa

kelembaban ideal untuk ruang klinik bedah ataupun kebidanan berkisar antara 45

– 60 %.

5.2.3 Pencahayaan

Pengukuran besar pencahayaan dilakukan di Ruang Klinik Bedah dan

Klinik Kebidanan pada RS A. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta,

dimana hasil ukur tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni memenuhi

syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam Kepmenkes

Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit.

Tabel 5.7 Distribusi Pengukuran Pencahayaan pada RS A

Lokasi Pengambilan Pencahayaan ( lux )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Klinik Bedah 409 300 – 500 MS

Page 94: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

73

Lokasi Pengambilan Pencahayaan ( lux )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Klinik Kebidanan 351 300 – 500 MS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.7, maka dapat diketahui bahwa tingkat pencahayaan di

Ruang Klinik Bedah dan Ruang Klinik Kebidanan RS A adalah memenuhi syarat.

Hal ini diketahui dari hasil pengukuran yang berada di dalam batasan baku mutu

yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004. Peraturan tersebut

menjabarkan bahwa tingkat pencahayaan yang sesuai untuk ruang klinik bedah

ataupun kebidanan berkisar antara 300 – 500 lux.

5.2.4 Kadar Debu

Pengukuran besar kadar debu dilakukan di Ruang Klinik Bedah dan Klinik

Kebidanan pada RS A. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta,

dimana hasil ukur tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni memenuhi

syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam Kepmenkes

Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit.

Tabel 5.8 Distribusi Pengukuran Kadar Debu pada RS A

Lokasi Pengambilan Kadar Debu ( µg/m

3 )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Klinik Bedah 159 150 TMS

Ruang Klinik Kebidanan 163 150 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.8, maka dapat diketahui bahwa kadar debu dengan

besar diameter 10 mikron di Ruang Klinik Bedah dan Ruang Klinik Kebidanan

Page 95: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

74

RS A adalah tidak mememuhi syarat. Hal ini diketahui dari hasil pengukuran yang

melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004

yaitu 150 µg/m3.

5.2.5 Angka Kuman dalam Udara

Pengukuran angka kuman dalam udara pada penelitian ini menggunakan

alat berupa MASS 100 NT oleh tim BBTKL PP Jakarta. Terdapat 2 (dua) hasi

ukur dari variabel ini, yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai

dengan persyaratan dialam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Tabel 5.9 Distribusi Angka Kuman dalam Udara pada RS A

Lokasi Pengambilan Angka Kuman dalam Udara ( CFU/m

3 )

Hasil Ukur Kuman Dominan Baku Mutu Status

Ruang Klinik Bedah 550 Bacillus sp. 10 TMS

Ruang Klinik Kebidanan 800 Staphylococcus sp. 200 – 500 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.9, maka dapat diketahui bahwa hasil pengukuran baik

di Ruang Klinik Bedah ataupun Klinik Kebidanan RS A, keduanya tidak

memenuhi syarat karena melebihi baku mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes

Nomor 1204 Tahun 2004. Berdasarkan hasil pengukuran juga diketahui bahwa

kuman dominan yang terdapat di Ruang Klinik Bedah adalah Bacillus sp

sedangkan kuman dominan yang terdapat di Ruang Klinik Kebidanan adalah

Staphylococcus sp.

Page 96: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

75

5.3 Gambaran Umum Rumah Sakit Rujukan Nasional Penyakit Infeksi

(RS B)

5.3.1 Visi, Misi, dan Nilai

Adapun visi yang ingin dicapai oleh RS B sebagai salah satu UPT dari

Kementerian Kesehatan adalah menjadi rumah sakit rujukan nasional dan pusat

kajian penyakit infeksi yang terdepan setingkat Asia Pasifik Tahun 2019.

Sedangkan untuk mencapai hal tersebut, maka upaya yang dilakukan oleh RS B

antara lain:

1. Menyelenggarakan pengelolaan penyakit infeksi, termasuk new

emerging, re – emerging, dan tropical medicine secara paripurna dan

profesional berbasis kualitas dan keamanan

2. Menyelenggarakan kajian, penelitian yang sesuai dengan standar ilmiah,

etik, serta berbasis bukti dan nilai pengembangan, pencegahan, dan

penanggulangan penyakit infeksi, termasuk new emerging, re –

emerging, dan tropical medicine

3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan penyakit infeksi, termasuk

new emerging, re – emerging, dan tropical medicine secara profesional

4. Menyelenggarakan jejaring pelayanan, pendidikan dan penelitian di

bidang penyakit infeksi, termasuk new emerging, re-emerging, dan

tropical medicine baik di lingkup nasional maupun internasional

Kemudian, dalam melaksanakan kegiatan operasional maka dibutuhkan

nilai – nilai yang harus diamalkan oleh segenap karyawan di RSPI – SS, yakni:

1. Responsive (R), dimana siap untuk memberikan bantuan kepada yang

membutuhkan pelayanan

Page 97: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

76

2. Satisfication (S), dimana memberikan pelayanan lebih dari yang

diharapkan

3. Profesionalism (P), dimana memberikan pelayanan ramah dan bermutu

sesuai dengan standar profesi

4. Integrity (I), dimana menjalankan tugas degan penuh tanggung jawab,

dapat dipercaya, disiplin, konsisten, serta berkualitas

5.3.2 Kegiatan Pelayanan Medik

Kegiatan pelayanan medik yang dilakukan oleh RS B terdiri dari beberapa

unit kegiatan, seperti pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan

isolasi, serta kamar operasi. Adapun daya tampung yang dimiliki oleh pelayanan

rawat inap yaitu sebesar 189 tempat tidur, dengan rincian komposisi sebagai

berikut:

Tabel 5.10 Distribusi Jumlah Tempat Tidur di RS B per Semester I Tahun

2016

Kelas Jumlah Tempat Tidur (unit)

VVIP 0

VIP 2

Kelas I 26

Kelas II 16

Kelas III 115

ICU 3

PICU 0

NICU 0

Bayi Baru Lahir 5

HCU 5

ICCU 0

Kamar Bersalin 1

Ruang Operasi 2

Page 98: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

77

Kelas Jumlah Tempat Tidur (unit)

Ruang Isolasi 14

TOTAL 189

5.3.3 Kegiatan Penunjang Medik

Kegiatan pelayanan penunjang medis yang disediakan oelh RS B terdiri dari

kegiatan pelayanan CT – Scan, gizi, pelayanan medik terpadu, laboratorium

klinik, laboratorium patologi, laboratorium mikrobiologi, radiodiagnostik dan

radioterapi, rehabilitasi medik, serta apotik. Adapun sumberdaya manusia yang

dimiliki oleh RS B dalam menjalankan kegiatan operasional penunjang medik,

yakni:

Tabel 5.11 Distribusi Tenaga Medik di RS B per Semester I Tahun 2016

Jabatan Fungsional Jumlah

(Orang) Jabatan Fungsional

Jumlah

(Orang)

Dokter Umum dan Spesialis

Dokter umum 30 Dokter spesialis A 5

Dokter spesialis Og 2 Dokter spesialis Urologi 0

Dokter spesialis pd 3 Dokter spesialis Orthopedi 0

Dokter spesialis B 2 Dokter spesialis Kulit dan Kelamin 2

Dokter spesialis Radiologi 2 Dokter spesialis Forensik 0

Dokter spesialis Rehabilitai

Medik

1 Dokter spesialis Patologi Anatomi 0

Dokter spesialis An 3 Dokter spesialis Kesehatan Jiwa 0

Dokter spesialis Jp 0 Dokter spesialis Saraf 2

Dokter spesialis M 2 Dokter spesialis Bedah Saraf 1

Dokter spesialis THT 2 Dokter spesialis Bedah Plastik 0

Dokter spesialis PK 2 Dokter sub spesialis 1

Dokter spesialis Paru 5 Dokter spesialis Bedah Orthopedi 1

Dokter Gigi dan Spesialis

Page 99: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

78

Jabatan Fungsional Jumlah

(Orang) Jabatan Fungsional

Jumlah

(Orang)

Dokter gigi 2 Dokter gigi spesialis Anak 0

Dokter gigi spesialis Bedah

Mulut

0 Dokter gigi spesialis Konservasi 0

Perawat dan Spesialis

Ners 21 Perawat gigi 2

Perawat lainnya 187 Perawat Komunitas 0

Tenaga Kesehatan Lainnya

Bidan Klinik 15 Apoteker 5

Radiografer 9 Analis farmasi 13

Radioterapis 0 Epidemiologi 3

Elektromedis 9 Biostatistik 1

Analis kesehatan 5 Kesehatan lingkungan 6

Refraksionis 0 Terapi wicara 0

Rekam medik 9 Nutrisionis 5

Teknisi transfusi darah 0 Fisioterapi 3

TOTAL 361

5.3.4 Kegiatan Penunjang Non Medik

Kegiatan pelayanan non medik yang disediakan oleh RS B terdiri dari

pelayanan administrasi, sanitasi, masjid, dapur, laundry, teknik, parkir, ambulans,

dan kantin.

Tabel 5.12 Distribusi Tenaga Non Medik di RS B per Semester I Tahun 2016

Jabatan Fungsional Jumlah (Orang)

Administrasi keuangan 10

Informasi teknologi 0

Hukum 2

Perpustakaan 1

Perencanaan 2

Page 100: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

79

Jabatan Fungsional Jumlah (Orang)

Jaminan Kesehatan 8

Pelaporan 1

Sanitasi 1

Lainnya 134

TOTAL 159

5.4 Sanitasi Lingkungan di Rumah Sakit B

Penilaian sanitasi lingkungan yang dilakukan di RS B meliputi pemenuhan

suhu, kelembaban, tingkat pencahayaan, kadar debu, serta angka kuman dalam

udara. Adapun upaya pemenuhan yang dilakukan oleh rumah sakit sesuai dengan

standar Kepmenkes Nomor 1204/2004 dapat dilihat melalui tabel rekapitulasi

penilaian berikut:

Tabel 5.13 Penilaian Inspeksi Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan

Kepmenkes Nomor 1204/2004 di RS B Tahun 2016

Lokasi Upaya Kesling Komponen Penilaian Nilai Skor

1. Ruang Operasi II

(bobot 2)

Angka kuman maksimal 15 0

Kadar debu maksimal 10 20

Pencahayaan 5 10

Suhu 10 0

Kelembaban 5 0

2. Ruang ICU

(bobot 2)

Angka kuman maksimal 15 30

Kadar debu maksimal 10 20

Pencahayaan 5 0

Suhu 10 0

Kelembaban 5 0

TOTAL SKOR 80

Page 101: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

80

Berdasarkan Tabel 5.13, maka dapat diketahui bahwa hasil penilaian

inspeksi sanitasi yang dilakukan di RS B berdasarkan Kepmenkes Nomor

1204/2004 adalah tidak memenuhi syarat. Hal tersebut diketahui dari perolehan

skor yang masih kurang dari 75% dari total skor yang seharusnya. Adapun

komponen penilaian yang memenuhi baku mutu adalah angka kuman maksimal,

kadar debu maksimal, dan pencahayaan. Lalu, untuk rincian yang didapat dari

hasil pengukuran pada masing – masing komponen penilaian dapat dilihat pada

penjabaran berikut:

5.4.1 Suhu

Pengukuran besar suhu ruangan dilakukan di Ruang Operasi II dan Ruang

ICU, RS B. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta, dimana hasil ukur

tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni memenuhi syarat dan tidak

memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun

2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Tabel 5.14 Distribusi Pengukuran Suhu pada RS B

Lokasi Pengambilan Suhu ( °C )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Operasi II 24,2 19 – 24 TMS

Ruang ICU 26,5 22 – 23 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.14, maka dapat diketahui bahwa suhu ruangan yang

terdapat di Ruang Operasi II maupun Ruang ICU RS B adalah tidak memenuhi

syarat. Hal tersebut dikarenakan hasil pengukuran yang didapat melebihi baku

mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004, dimana

Page 102: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

81

menyebutkan bahwa suhu ideal untuk ruang operasi berkisar antara 19 – 24° C,

sedangkan untuk ruangan ICU adalah 22 – 23° C.

5.4.2 Kelembaban

Pengukuran tingkat kelembaban dilakukan di Ruang Operasi II dan Ruang

ICU, RS B. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta, dimana hasil ukur

tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni memenuhi syarat dan tidak

memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun

2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Tabel 5.15 Distribusi Pengukuran Kelembaban pada RS B

Lokasi Pengambilan Kelembaban ( % )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Operasi II 66 45 – 60 TMS

Ruang ICU 67 35 – 60 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.15, maka dapat diketahui bahwa tingkat kelembaban

yang terdapat dalam Ruang Operasi II dan Ruang ICU RS B adalah tidak

memenuhi syarat. Kesimpulan tersebut didapatkan berdasarkan hasil pengukuran

yang melebihi baku mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004

yang menyebutkan bahwa kelembaban ideal yang terdapat dalam sebuah ruang

operasi berkisar antara 45 – 60 %, dan untuk ruang ICU berkisar antara 35 – 60%.

5.4.3 Pencahayaan

Pengukuran besar pencahayaan dilakukan di Ruang Operasi II dan Ruang

ICU, RS B. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta dengan

menggunakan alat luxmeter. Hasil ukur tersebut kemudian dibagi menjadi 2 (dua)

kategori, yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan

Page 103: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

82

persyaratan dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Tabel 5.16 Distribusi Pengukuran Pencahayaan pada RS B

Lokasi Pengambilan Pencahayaan ( lux )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Operasi II 383 300 – 500 MS

Ruang ICU 201 300 – 500 TMS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.16, maka dapat diketahui bahwa tingkat pencahayaan

di Ruang Operasi II RS B adalah memenuhi syarat. Hal ini diketahui dari hasil

pengukuran yang berada pada rentang baku mutu yang telah diatur oleh

Kepmenkes Nomor 1204/2004. Namun sebaliknya, diketahui bahwa hasil

pengukuran di Ruang ICU RS B adalah tidak memenuhi syarat karena berada

dibawah baku mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004.

Peraturan tersebut menyebutkan bahwa tingkat pencahayaan ideal yang dimiliki

oleh ruang operasi ataupun ruang ICU berkisar antara 300 – 500 lux.

5.4.4 Kadar Debu

Pengukuran besar kadar debu dilakukan di Ruang Operasi II dan Ruang

ICU, RS B. Pengukuran dilakukan oleh tim BBTKL PP Jakarta menggunakan alat

EPAM 500 dengan panjang diameter filter 10 mikron. Hasil ukur tersebut

kemudian dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni memenuhi syarat dan tidak

memenuhi syarat berdasarkan persyaratan dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun

2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Page 104: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

83

Tabel 5.17 Distribusi Pengukuran Kadar Debu pada RS B

Lokasi Pengambilan Kadar Debu ( µg/m

3 )

Hasil Ukur Baku Mutu Status

Ruang Operasi II 33 150 MS

Ruang ICU 105 150 MS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan Tabel 5.17, maka dapat diketahui bahwa kadar debu dengan

diameter 10 mikron pada Ruang Operasi II dan Ruang ICU RS B adalah

memenuhi syarat. Informasi tersebut diketahui dari hasil pengukuran yang berada

di bawah baku mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004.

Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pada idealnya ruang operasi ataupun

ruang ICU memiliki kadar debu berdiameter 10 mikron adalah maksimal 150

µg/m3.

5.4.5 Angka Kuman dalam Udara

Pengukuran angka kuman dalam udara pada penelitian ini menggunakan

alat berupa MASS 100 NT oleh tim BBTKL PP Jakarta. Terdapat 2 (dua) hasi

ukur dari variabel ini, yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai

dengan persyaratan dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Tabel 5.18 Distribusi Angka Kuman dalam Udara pada RS B

Lokasi Pengambilan Angka Kuman dalam Udara ( CFU/m

3 )

Hasil Ukur Kuman Dominan Baku Mutu Status

Ruang Operasi 2 50 Staphylococcus sp. 10 TMS

Ruang ICU 40 Streptococcus sp. 200 MS

Keterangan

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Page 105: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

84

Berdasarkan Tabel 5.18, maka dapat diketahui bahwa angka kuman dalam

udara di Ruang Operasi II RS B adalah tidak memenuhi syarat dengan kuman

dominan Staphylococcus sp. Hal tersebut dikarenakan hasil pengukuran pada

ruangan tersebut berada diatas baku mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes

Nomor 1204/2004, yaitu 10 CFU/m3. Sementara itu, angka kuman dalam udara di

Ruang ICU RS B adalah memenuhi syarat karena berada dibawah baku mutu

yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004, yaitu 200 CFU/m3.

Page 106: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

85

BAB VI

PEMBAHASAN

6 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Setiap penelitian tentu saja memiliki keterbatasan. Keterbatasan inilah yang

kemudian harus dikelola oleh Peneliti untuk mengurangi kerancuan dalam

menampilan hasil penelituan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara

lain:

1. Pada penelitian ini tidak bisa dilakukan analisis perbandingan antar rumah

sakit. Hal tersebut dikarenakan adanya ketidaksetaraan jenis ruangan yang

dijadikan sebagai lokasi pengukuran pada masing – masing rumah sakit.

2. Adanya ketidaksesuaian rata – rata lama pengukuran kadar debu yang

dilakukan oleh peneliti dengan standar yang telah ditetapkan oleh

Kepmenkes Nomor 1204/2004. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan

bahwa pengukuran kadar debu partikulat dalam ruangan dilakukan dengan

rata – rata lama pengukuran minimal 8 jam atau 24 jam. Akan tetapi,

dalam praktiknya peneliti hanya melakukannya dengan rata – rata lama

pengukuran 1 jam. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

jenis lokasi pengukuran yang cenderung statis terkait sumber cemaran

debu partikulat. Walaupun demikian, hal ini kemudian masih dapat

dimaklumi karena berdasarkan NIOSH Manual of Analytical Methods

0600 bahwa pengukuran debu partikulat dapat dilakukan dalam rentang

waktu 45 menit – 8 jam.

Page 107: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

86

6.2 Sanitasi Lingkungan

Rumah sakit merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang terdapat

di Indonesia. Disinilah kemudian berkumpul orang sakit maupun orang sehat

sehingga dimungkinkan menjadi tempat penularan penyakit. Selain itu, rumah

sakit kemudian juga berpotensi untuk menjadi tempat terjadinya pencemaran

lingkungan dan gangguan kesehatan lainnya. Untuk menghindari risiko serta

gangguan kesehatan lainnya yang disebabkan oleh kegiatan yang berlangsung di

rumah sakit, maka perlu dilakukan penyelenggaraan sanitasi lingkungan di

kawasan rumah sakit. Adapun standar dalam pelaksanaan sanitasi lingkungan

rumah sakit telah tertuang dalam Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan, 2004).

Namun, perlu diketahui bahwa pelaksanaan sanitasi lingkungan di kawasan

rumah sakit menjadi hal yang sulit direalisasikan. Hal ini kemudian sejalan

dengan WHO (2008) yang menyebutkan bahwa hal tersebut dikarenakan jenis

aktivitas yang dilakukan di rumah sakit yang dapat dikategorikan memiliki

potensi cukup besar untuk menimbulkan bahaya kesehatan. Bahaya kesehatan

tersebut bukan hanya mengancam pasien, namun juga pengunjung serta pekerja

rumah sakit. Jika melihat pada jumlah pekerja, dan daya tampung pasien yang

dimiliki oleh rumah sakit maka akan semakin tergambar jelas mengenai risiko

penularan penyakit di rumah sakit. Hal inilah yang menyebabkan sanitasi

lingkungan di rumah sakit menjadi sulit untuk dipenuhi karena kawasan rumah

sakit merupakan salah satu tempat yang sangat kompleks.

Hal ini terbukti dengan hasil dari pengumpulan data yang dilakukan oleh

Peneliti. Diketahui bahwa hasil pengukuran terhadap variabel angka kuman dalam

Page 108: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

87

udara, pencahayaan, kadar debu, suhu, dan kelembaban dari 2 (dua) rumah sakit

tipe A di Provinsi DKI Jakarta adalah masih adanya variabel yang tidak

memenuhi syarat seperti angka kuman dalam udara, suhu, dan kelembaban. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya pemenuhan yang dilakukan oleh

rumah sakit terhadap persyaratan kesehatan lingkungan di rumah sakit yang diatur

dalam Kepmenkes Nomor 1204/2004.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua rumah sakit tersebut, maka baik

RS A ataupun RS B mengakui bahwa kurangnya kerjasama antar semua pihak

yang terlibat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya pemenuhan

persyaratan kesehatan lingkungan di RS tersebut. Menurut mereka, pemenuhan

persyaratan kesehatan lingkungan dalam rangka pengendalian infeksi di rumah

sakit tidak hanya menjadi tanggungjawab tim sanitasi saja, namun juga

melibatkan banyak pihak seperti tim sarana dan prasarana. Hasil observasi

menunjukkan bahwa hasil pemantauan suhu dan kelembaban yang dilakukan oleh

Tim Sarana dan Prasarana seharusnya diserahkan juga kepada Tim Sanitasi untuk

kemudian dilakukan analisis risiko terhadap ancaman penularan penyakit di

rumah sakit. Namun, penerapan alur kerja tersebut ternyata masih belum

terlaksana sehingga menyebabkan adanya kesulitan Tim Sanitasi dalam

melakukan pemantauan persyaratan kesehatan lingkungan.

Hal ini sesuai dengan penjabaran WHO (2002) yang menyebutkan bahwa

pelaksanaan kegiatan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit merupakan

tanggung jawab dari semua orang yang terlibat pada kegiatan di rumah sakit yang

bersangkutan, mulai dari pengunjung, pasien, dan pekerja. Menurut WHO (2008)

untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dalam rangka pencegahan infeksi di

Page 109: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

88

rumah sakit, maka dibutuhkan sebuah momen khusus untuk memberikan

pengarahan dan pelatihan kepada pekerja, khususnya yang terlibat langsung dalam

upaya pemeliharaan hygiene dan sanitasi di rumah sakit. Pada momen tersebut

diharapkan pekerja mampu memahami pentingnya mengikuti prosedur kerja yang

berlaku untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja, pasien, dan

pengunjung dari risiko tertular penyakit. Selain peningkatan tanggung jawab

kepada pekerja, maka peningkatan tersebut juga perlu dilakukan kepada pasien

dan pengunjung sehingga upaya pencegahan infeksi di rumah sakit berjalan lebih

komprehensif.

Diketahui bahwa objek yang perlu dilindungi dari infeksi penyakit di rumah

sakit adalah pekerja, pasien, dan pengunjung selama 24 jam sehari dan 7 hari

semingggu. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut, maka dibutuhkan banyak

tenaga dengan latar belakang pendidikan yang multidisiplin sehingga dapat

dilakukan upaya pemantauan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, untuk

memudahkan pelaksanaan upaya pemantauan yang terintegrasi guna mencegah

infeksi di rumah sakit, maka WHO (2002) menyebutkan bahwa monitoring

pemenuhan kondisi lingkungan rumah sakit ini dapat dilakukan oleh tim khusus.

Tim ini memiliki tanggung jawab untuk membuat perencanaan, koordinasi, dan

upaya pemantauan berkala mengenai pengendalian infeksi secara komprehensif

dan terintegritas dengan semua departemen.

Diketahui bahwa baik RS A ataupun RS B, keduanya telah memiliki tim

khusus tersebut dengan deskripsi kerja berupa kegiatan pemantauan kejadian

infeksi nosokomial di rumah sakit tersebut. Adapun pekerja yang tergabung

didalam tim khusus tersebut merupakan tenaga manajerial yang bekerja secara

Page 110: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

89

mandiri dan tidak tergabung dalam departemen manapun. Hal ini kemudian tidak

sesuai dengan penjabaran WHO (2002) yang menyebutkan bahwa tim khusus ini

dianjurkan merupakan perwakilan dari seluruh departemen sehingga akan

meningkatkan peran dan tanggung jawab untuk upaya pencegahan infeksi di

rumah sakit. Selain itu melihat dari banyaknya jumlah pekerja dan daya tampung

pasien yang harus dillindungi, maka tim khusus ini juga memiliki peran untuk

mengurangi kejadian tanggung gugat kepada tim sanitasi di rumah sakit. Hasil

dari kegiatan tersebut pun dapat diolah menjadi data epidemiologi untuk

keperluan investigasi wabah, evaluasi mengenai efektivitas dari kegiatan

dekontaminasi, serta menilai kebutuhan pelatihan staf sehingga proses

pencegahan infeksi nosokomial pun akan lebih optimal.

6.2.1 Suhu

Bangunan rumah sakit menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang

membutuhkan perhatian khusus dalam perencanaan, pembangunan,

pengoperasian, dan pemeliharaan terutama pada sarana dan prasarana instalasi tata

udara. Terlebih lagi dengan pertimbangan adanya ruangan dengan tindakan medik

yang membutuhkan sistem tata udara yang tidak boleh berhenti untuk melindungi

pasien, staf, dan peralatan medik dari kontaminasi. Selain itu, terdapat juga

ruangan dengan fungsi beragam berdasarkan jenis dan tingkat keparahan penyakit,

sehingga juga akan dibutuhkan perlakuan sistem tata udara yng berbeda pula. Hal

inilah yang kemudian menjadikan sistem tata udara di rumah sakit begitu

kompleks. Adapun sistem tata udara di rumah sakit memiliki korelasi dengan

HVAC (Heating, Ventilating, and Air Conditioning). HVAC ini merupakan

kumpulan alat dengan fungsi yang berbeda – beda yang saling bekerja sama untuk

Page 111: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

90

mengendalikan beberapa parameter kritis tata udara di rumah sakit yang salah

satunya adalah suhu ruangan (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Paulisa et al. (2008) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan suhu

adalah derajat panas atau dingin suatu benda atau ruangan. Pemantauan suhu di

rumah sakit menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan

suhu ruangan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangbiakkan

bakteri. Hal ini kemudian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah

& Hakim (2011) yang menyebutkan bahwa korelasi tersebut memiliki nilai

signifikansi (p) sebesar 0,0472.

Diketahui juga bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan bagi bakteri sangat

bervariasi dan bergantung pada jenis bakteri itu sendiri. Pada suhu yang tepat

(optimal), sel bakteri dapat memperbanyak diri dan tumbuh sangat cepat.

Sedangkan pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi, ia masih dapat

memperbanyak diri, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil dan tidak secepat jika

dibandingkan dengan pertumbuhan pada suhu optimalnya (Waluyo, 2007). Oleh

sebab itu, bakteri dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan suhu

idealnya yakni psikrofil, mesofil, termofil, dan hipertermofil (Madigan et al.,

2009).

Berdasarkan kegiatan pengambilan data maka diketahui bahwa 4 titik

(100%) yang dilakukan pengukuran variabel suhu berstatus tidak memenuhi

syarat karena melebihi baku mutu yang telah diatur dalam Kepmenkes Nomor

1204/2004. Adapun titik pengukuran tersebut berasal dari 2 (dua) rumah sakit

dengan rincian ruang klinik bedah (26,8° C) dan ruang klinik kebidanan (25,4° C)

dari RS A, serta ruang operasi (24,2° C) dan ruang ICU (26,5° C) dari RS B.

Page 112: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

91

Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, maka tidak terpenuhinya hasil

pengukuran suhu ruangan oleh pihak rumah sakit tentu akan memiliki dampak

yang tidak menguntungkan. Jika tidak segera dilakukan upaya perbaikan, maka

ruangan dengan suhu yang tidak memenuhi syarat tersebut akan berisiko untuk

mendukung perkembangan mikroorganisme. Adapun mikroorganisme yang

dimungkinkan berkembangbiak sesuai dengan suhu pada hasil pengukuran adalah

mikroorganisme pada kelas mesofil, yang antara lain Bacilllus psychrophilus,

Pseudomonas fluorescens, Amoeba preoteus, Skeletonema costatum, Candida

scotti, dan Saccaromyces cerevisiae (Prescott, 2008). Terlebih jika melihat fungsi

yang dijalankan oleh rumah sakit, maka dapat dikatakan bahwa rumah sakit

merupakan lokasi yang ideal untuk menularkan penyakit. Hal ini kemudian

sejalan dengan penelitian Paulutu et al. (2014) yang menyebutkan bahwa tidak

terpenuhinya parameter suhu memiliki hubungan dengan keberadaan bakteri

Staphylococcus aureus di ruang rawat inap kelas II dan III RSUD Toto Kabila.

WHO (2008) menyebutkan bahwa terdapat banyak rumah sakit yang masih

belum mampu untuk memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan dalam

pengoperasionalan kegiatannya. Adapun penyebabnya sangat bervariasi seperti

tidak tersedianya sumberdaya, kurangnya keterampilan, serta minimnya dukungan

dari tim manajerial rumah sakit. Selain itu dibutuhkan upaya yang berkelanjutan,

kerjasama yang multidisiplin, dan durasi yang cenderung lama untuk

merealisasikan hal tersebut.

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Tim Instalasi Sanitasi dari

kedua rumah sakit, baik dari RS A ataupun RS B menyatakan bahwa penyebab

tidak terpenuhinya standar tersebut dimungkinkan karena waktu pengukuran

Page 113: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

92

dilakukan ketika jam kunjungan sedang berlangsung. Jam kunjungan ternyata

memiliki korelasi tidak langsung dengan suhu yang diukur oleh peneliti. Hal ini

dikarenakan pertambahan jumlah orang yang berada di suatu ruangan akan turut

meningkatkan suhu ruangan tersebut sehingga akan memicu perkembangbiakkan

mikroorganisme. Hal ini kemudian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Paulutu et al. (2014) dimana jumlah orang dalam ruang mampu meningkatkan

jumlah Staphylococcus aureus di RSUD Toto Kabila. Hal serupa juga disebutkan

oleh Mirhoseini et al. (2015) dan Ramos (2014) bahwa kepadatan penghuni

didalam rumah sakit akan meningkatkan frekuensi perpindahan orang yang ada di

ruangan tersebut sehingga menyebabkan minimnya jumlah oksigen yang tersuplai

di ruangan tersebut. Dengan demikian, maka semakin padat penghuni di suatu

ruangan maka akan semakin tinggi juga suhu yang terdapat di ruangan tersebut.

Sementara itu, menurut Batti et al. (2013) suhu ruangan yang tidak memenuhi

syarat akan menyebabkan kelembaban tidak memenuhi syarat sehingga akan

menjadi sangat ideal untuk menjadi tempat perkembangan mikroorganisme. Hal

inilah yang kemudian akan memberikan kontribusi pada proses penularan infeksi

nosokomial di rumah sakit.

Fernstrom & Goldbaltt (2013) menyebutkan bahwa tidak terpenuhinya

standar minimal tentang sanitasi lingkungan di area rumah sakit, khususnya

terkait lingkungan fisik akan menjadi menjadi salah satu pemicu meningkatnya

jumlah kasus infeksi nosokomial di rumah sakit. Gagal dalam pemenuhan standar

ini memiliki banyak dampak yang ditimbulkan seperti pemenuhan biaya

operasional kesehatan, dan peningkatan angka morbiditas ataupun mortalitas

pasien. Oleh karena itu, dirasa perlu melakukan upaya pencegahan yang salah

Page 114: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

93

satunya adalah dilakukannya monitoring rutin terhadap kondisi lingkungan rumah

sakit. Hal ini kemudian sejalan dengan penelitian Li & Hou (2015), yang

menyatakan bahwa monitoring kondisi lingkungan tersebut merupakan

pendekatan yang efektif dalam rangka pencegahan infeksi nosokomial di rumah

sakit.

6.2.2 Kelembaban

Kualitas udara dalam ruang yang baik adalah kondisi udara yang terbebas

dari bahan pencemar baik secara fisik, kimia, dan biologi yang dapat

mengakibatkan ketidaknyamanan, ritasi, ataupun terganggunya status kesehatan

dari penghuni ruangan tersebut (Candrasari & Mukono, 2013). Salah satu

parameter kritis dari kualitas udara dalam ruang adalah kelembaban. Kelembaban

merupakan representasi dari uap air yang terkandung di udara (Jjemba, 2004).

Kelembaban tanpa disadari ternyata turut menyumbang peran pada status

kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kelembaban yang

berpengaruh secara langsung dapat terlihat dari adanya ketidaknyamanan ketika

kita bernafas di lingkungan dengan udara yang berkadar air tinggi. Hal tersebut

akan menyebabkan jaringan pada organ pernafasan menjadi basah dan memicu

kerentanan serta kerusakan tubuh pada penyakit (IHEEM, 2015). Selain itu,

Maheshwari (2012) juga turut menjelaskan bahwa kelembaban udara dengan

kategori rendah akan menyebabkan hilangnya panas tubuh akibat proses

metabolisme berlebihan melalui ekskresi keringat.

Selain berpengaruh secara langsung, kelembaban juga memiliki peran tidak

langsung terhadap kesehatan. Menurut IHEEM (2015), diketahui bahwa

kelembaban adalah salah satu aspek dari lingkungan fisik yang turut memberikan

Page 115: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

94

pengaruh terhadap perkembangbiakkan mikroorganisme patogen. Bila terpapar

oleh kelembaban dengan < 40%, maka mikroorganisme patogen tersebut akan

bergabung menjadi satu sehingga akan terbentuk ukuran partikel yang lebih besar.

Ukuran yang semakin besar tersebut tentu saja akan mempercepat

mikroorganisme untuk jatuh pada permukaan tubuh ataupun benda lainnya, dan

tidak lagi melayang di udara. Menurut CDC (2008), permukaan lingkungan rumah

sakit seperti kasur ataupun meja kerja berpotensi untuk menimbulkan kontaminasi

silang antar pekerja, pasien, dan pengunjung yang melakukan kontak langsung

dengan benda yang terkontaminasi. Dengan demikian, maka jalur penularan

mikroorganisme pun akan semakin kompleks karena penularan tidak hanya terjadi

melalui media udara namun juga melalui media barang ataupun kontak langsung.

Hal inilah yang kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi rumah sakit untuk

kerap memantau tingkat kelembaban didalam ruangan di rumah sakit, terlebih lagi

pada area dengan tingkat risiko tinggi seperti ruang operasi dan ruang ICU.

Dari hasil pengumpulan data diketahui bahwa 4 titik (100%) yang dilakukan

pengukuran tingkat kelembaban memiliki status tidak memennuhi syarat setelah

dibandingkan dengan baku mutu yang terdapat di Kepmenkes Nomor 1204/2004.

Titik pengukuran ini berasal dari 2 (dua) rumah sakit dengan rincian ruang klinik

(67%) bedah dan ruang klinik kebidanan (65%) dari RS A, serta ruang operasi

(66%) dan ruang ICU (67%) dari RS B.

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat tergambarkan bahwa masih

minimnya pemenuhan sanitasi lingkungan di kawasan rumah sakit, khususnya

mengenai tingkat kelembaban. Jika ditinjau dari urgensinya yang dapat

berdampak pada proses penularan infeksi nosokomial, maka pihak rumah sakit

Page 116: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

95

seharusnya cukup peduli terhadap pemenuhan tingkat kelembaban dalam ruang di

area rumah sakit. Hal tersebut dapat dipertimbangkan dari adanya kebutuhan

mikroorganisme akan kelembaban dengan tingkat tertentu untuk dapat bertahan

hidup (Mirhoseini et al., 2015). Hal ini dapat terlihat dari variasi kebutuhan akan

kelembaban yang dimiliki oleh bakteri, jamur, ataupun virus. Diketahui bakteri

Legionella pneumophila memiliki kelembaban ideal sebesar 65%, namun akan

mati dengan cepat pada tingkat kelembaban 35% atau kurang. Lain halnya dengan

virus Polio yang bukan hanya bertahan, namun turut berkembangbiak pada

tingkat kelembaban 80% (Bry - Air Inc., 2009).

Diketahui bahwa semakin tinggi tingkat kelembaban udara di suatu ruang,

maka akan diiikuti dengan semakin tingginya kandungan uap air di udara ruangan

tersebut. Kelembaban dengan kadar uap air yang tinggi ini memiliki peran penting

terhadap pertumbuhan mikroorganisme, baik jamur ataupun bakteri karena uap air

merupakan media bertahan hidup untuk mikroorgansmi di udara (Jjemba, 2004).

Hal ini pun disepakati oleh Fithri et al. (2016) yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan antara kelembaban dan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang

dengan nilai koefisien korelasinya (r) = 0,28 yang artinya memiliki tingkat

hubungan sedang. Selain itu, penelitian tersebut menghasilkan hubungan antara

dua variabel dengan nilai positif. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi

kelembaban udara dalam ruang menyebabkan semakin tinggi pula jumlah koloni

bakteri udara dalam ruang. Sementara itu, menurut Wulandari (2013)

menyebutkan bahwa ada hubungan signifikan antara kelembaban udara dengan

keberadaan koloni jamur udara dimana memiliki pvalue sebesar 0.0001 dan nilai

koefisien korelasi sebesar (r) = -0,33 yang memiliki arti berhubungan sedang.

Page 117: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

96

Hubungan antara dua variabel tersebut menunjukkan nilai negatif yang berarti

bahwa semakin tinggi kelembaban udara dalam ruang menyebabkan menurunnya

jumlah koloni jamur udara dalam ruang.

Kemudian, Imaniar (2013) turut menambahkan bahwa semakin lembab

suatu ruangan, maka akan semakin besar peluang bagi mikroorganisme

melakukan perpindahan. Hal tersebut dikarenakan partikel air memiliki

kemampunan untuk memindahkan sel – sel yang berada di permukaan menuju

udara ataupun sebaliknya. Selain itu, menurut IHEEM (2015) disebutkan bahwa

kelembaban suatu ruangan juga turut mempengaruhi efisiensi dari kegiatan

desinfeksi permukaan ruangan. Tingkat kelembaban dibawah 40% akan membuat

mikroorganisme, khususnya bakteri berspora menjadi sulit untuk dihilangkan.

Diketahui beberapa spora dari Bacillus.sp tidak sepenuhnya musnah walaupun

sudah terpapar chlorine dioxide selama 30 menit dengan persentase kelembaban

20 – 30. Namun, spora tersebut akan musnah seluruhnya selama paparan 15 menit

jika kelembaban ruangan tersebut dimodifikasi menjadi 70%, dimana merupakan

kelembaban ideal untuk kawasan rumah sakit.

Berdasarkan banyaknya bahan yang layak dijadikan pertimbangan bagi

rumah sakit, maka peneliti pun memandang perlu untuk melakukan pemantauan

tingkat kelembaban di rumah sakit secara rutin, khususnya di area dengan tingkat

risiko tinggi seperti ruang ICU ataupun ruang operasi. Hasil dari pemantauan ini

pun diharapkan dapat dikomunikasikan dengan departemen terkait sehingga

proses pelaksanaan pemantauan lebih secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga

rantai penularan infeksi nosokomial dapat diputus.

Page 118: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

97

6.2.3 Pencahayaan

Rumah sakit menjadi salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dengan jenis

kegiatan yang kompleks. Terlebih jika rumah sakit tersebut merupakan salah satu

rumah sakit dengan tipe klasifikasi A yang artinya rumah sakit tersebut memiliki

minimal 16 (enam belas) jenis pelayanan yang siap diberdayakan. Maka, semakin

jelas terlihat bahwa semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh rumah

sakit dimana salah satunya adalah pencahayaan. Menurut Kemenkes RI dalam

Kepmenkes Nomor 1405 Tahun 2002 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan

untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

Pencahayaan turut menyumbang peran pada status kesehatan secara

langsung maupun tidak langsung. Peran pencahayaan yang berpengaruh secara

langsung dapat terlihat dari adanya ketidaknyamanan ketika kita melakukan

aktivitas dengan tingkat ketelitian yang tinggi namun tidak didukung dengan

pencahayaan yang cukup. Hal ini tentu saja akan memicu untuk terkena gangguan

penglihatan akibat lelahnya syaraf mata ketika melakukan fokus secara

berlebihan. Selain itu, kondisi yang demikian juga memiliki risiko untuk

menghasilkan pekerjaan yang tidak memuaskan, serta berbahaya baik untuk

pekerja maupun objek kerja (Surahmawati & Rusmin, 2015).

Peran tidak langsung dari pencahayaan selanjutnya terhadap status

kesehatan terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Paulutu et al. (2014) dan

Abdullah & Hakim (2011) bahwa pencahayaan ruangan memiliki hubungan

dengan keberadaan angka kuman dalam udara, khususnya Staphylococcus aureus.

Sedangkan menurut Fithri et al. (2016) menyebutkan bahwa ada hubungan antara

Page 119: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

98

pencahayaan dan jumlah koloni bakteri udara dengan nilai koefisien korelasinya

(r) = -0,39 atau berkekuatan sedang. Hubungan antara dua variabel tersebut

menunjukkan nilai negatif yang menandakan bahwa semakin tinggi nilai

pencahayaan dalam ruang menyebabkan menurunnya jumlah koloni bakteri udara

dalam ruang. Hal tersebut dikarenakan tingkat pencahayaan yang tinggi akan

menurunkan kadar kelembaban disekitarnya sehingga akan menghambat

perkembangan mikroorganisme. Berdasarkan kondisi tersebut, maka Peneliti

merasa perlu untuk terus melakukan pemantauan secara berkala mengenai

pemenuhan tingkat pencahayaan di rumah sakit, khususnya pada area dengan

risiko penularan penyakit tinggi.

Berdasarkan hasil pengumpulan data maka diketahui bahwa 3 dari 4 titik

(75%) yang dilakukan pengukuran tingkat pencahayaan memiliki status

memenuhi syarat setelah dibandingkan dengan baku mutu yang terdapat di

Kepmenkes Nomor 1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan di

Rumah Sakit. Titik pengukuran ini berasal dari 2 (dua) rumah sakit dengan rincian

ruang klinik bedah (409 lux) dan ruang klinik kebidanan (351 lux) dari RS A,

serta ruang operasi (383 lux) RS B. Sementara itu, yang tidak memenuhi syarat

adalah hasil pengukuran yang berasal dari ruang ICU (201 lux) RS B.

Berdasarkan jenis ruangan yang tidak memenuhi syarat, maka ruang ICU

termasuk dalam kategori pelayanan kritis dimana pasien yang dirawat keadaanya

belum stabil akibat pasca operasi ataupun bukan operasi sehingga dibutuhkan

pemantauan yang intensif dan ketat. Dengan demikian, pelaksanaan upaya

pemenuhan standar, persyaratan mutu, keamanan, dan keselamatan harus

diutamakan (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan penjelasan tersebut

Page 120: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

99

maka dapat diketahui bahwa pemenuhan tingkat pencahayaan dalam ruang oleh

RS B masih harus ditingkatkan kembali.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan di ruang ICU

RS B masih dibawah standar Kemenkes Nomor 1204/2004, yakni 300 – 500 lux.

Tim Instalasi Sanitasi RS B menuturkan bahwa tidak terpenuhinya standar

tersebut dikarenakan ruangan yang menjadi lokasi pengukuran sedang tidak

menerima pasien sehingga tingkat pencahayaan yang terdapat didalam ruangan

tidak diatur sedemikian rupa. Hal ini kemudian Peneliti anggap wajar karena

menurut Kementerian Kesehatan RI (2012) rumah sakit dapat mempertimbangkan

aspek efisiensi,dan penempatan energi terkait pemenuhan tingkat pencahayaan

buatan dalam ruangan.

Walaupun termasuk dalam upaya efisiensi dan hemat energi, Peneliti

kemudian menyarankan ruangan rumah sakit agar dikondisikan sedemikian rupa

dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Ruangan

tersebut tetap memiliki risiko untuk menularkan penyakit walaupun sedang tidak

digunakan. Menurut Jawetz et al. (2004) dan Surahmawati & Rusmin (2015)

bakteri lebih menyukai kondisi gelap atau minim penyinaran karena terdapatnya

besar penyinaran yang menyerupai sinar matahari secara langsung dapat

menghambat pertumbuhan bakteri.

6.2.4 Kadar Debu

Yang dimaksud dengan debu adalah partikel yang disebabkan oleh aktivitas

pengolahan, penghancuran, pelembutan, ataupun pengepakan dari bahan – bahan

organik dan anorganik. Selanjutnya debu tersebut dibagi menjadi 2 (dua)

berdasarkan diameternya. Debu dengan diameter >45 mikron dimasukkan

Page 121: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

100

kedalam kategori deposite particulate matter karena debu dengan ukuran yang

demikian hanya akan berada di udara sementara lalu akan mengendap karena

adanya daya gravitasi. Selanjutnya debu dengan ukuran <45 mikron termasuk ke

dalam kategori total suspended particulate matter karena memiliki sifat yang

tidak mudah mengendap dan tetap melayang di udara. Adapun yang

mempengaruhi debu tetap melayang di udara antara lain adalah akibat adanya

pergerakan udara dan aktivitas manusia (Mayasari, 2011).

Berdasarkan hasil pengambilan data maka diketahui bahwa masih terdapat

hasil pengukuran kadar debu dalam ruangan di rumah sakit yang tidak memenuhi

syarat. Didapatkan 2 dari 4 titik (50%) yang dilakukan pengukuran diketahui

memiliki status tidak memenuhi syarat terhadap pemenuhan tingkat kadar debu di

Kepmenkes Nomor 1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan di

Rumah Sakit. Titik pengukuran ini berasal dari 2 (dua) rumah sakit dengan

rincian, ruang ICU serta ruang operasi RS B. Sementara itu, yang tidak memenuhi

syarat adalah hasil pengukuran yang berasal dari ruang klinik bedah dan ruang

klinik kebidanan RS A.

Diketahui bahwa jumlah partikulat debu turut mempengaruhi keberadaan

mikroorganisme di suatu ruang atau wilayah. Menurut McKinney (1962)

menyebutkan bahwa mikroorganisme yang terdapat di udara hanya bersifat

sementara dan memiliki jenis yang beragam (Triyantoro et al., 2015). Udara pada

dasarnya bukanlah media pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme karena

komposisi udara yang tidak sesuai (Iriantanto, 2007). Udara hanya menjadi media

pembawa partikulat, debu, dan percikan cairan yang kesemuanya memungkinkan

adanya kandungan mikroorganisme. Dengan demikian, maka jumlah partikulat

Page 122: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

101

debu akan menjadi indikator peluang adanya mikroorganisme yang terkandung

didalam udara. Hal ini kemudian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Mirhoseini et al. (2015) bahwa ada hubungan antara jumlah partikulat

berukuran >10 mikron dengan jumlah mikroorganisme yang terkandung didalam

udara. Kemudian menurut Imaniar (2013) semakin tinggi konsentrasi dan semakin

kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak jumlah mikroba di udara.

Selain itu, partikulat debu akan tetap melayang – layang di udara akibat

adanya pergerakan di udara karena banyaknya jumlah aktivitas. Hal ini kemudian

sesuai dengan hasil observasi bahwa pengukuran yang dilakukan ketika sedang

diberlakukannya jam kunjungan. Jam kunjungan di rumah sakit kemudian akan

meningkatkan jumlah aktivitas yang terdapat didalam ruangan sehingga

menyebabkan peningkatan arah pergerakan angin, terbawanya debu ataupun

partikulat dari luar ruangan, dan suhu ruangan. Hal ini kemudian yang akan

semakin meningkatkan peluang untuk penularan mikroorganisme penyebab

penyakit. Berdasarkan kondisi tersebut, maka Peneliti merasa perlu untuk terus

melakukan pemantauan secara berkala mengenai pemenuhan kadar debu ataupun

partikulat di rumah sakit, khususnya pada waktu khusus seperti pada saat

diberlakukannya jam kunjungan. Selain itu, Peneliti juga merasa penting untuk

dilakukan pembatasan mengenai jumlah pengunjung dan durasi kunjungan untuk

mengurangi pergerakan arah angin yang memungkinkan terbawanya partikulat

debu dari luar ruangan. Kemudian, pemantauan berkala ini dirasa semakin penting

untuk diterapkan khususnya pada area dengan jenis aktivitas yang beragam dan

area berisiko tinggi.

Page 123: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

102

6.2.5 Angka Kuman dalam Udara

Rumah sakit menjadi salah satu tempat terkonsentrasinya berbagai jenis

mikroba patogen yang berasal dari berbagai sumber (reservoir), dan sekaligus

menjadi tempat yang memungkinkan terjadinya proses penularan, baik langsung

maupun tidak langsung. Mikroba tersebut dapat berasal dari penderita, baik yang

sedang menjalani rawat jalan, rawat inap, berada di poliklinik ataupun di bangsal

perawatan. Selain sumber yang telah disebutkan, rumah sakit juga memiliki

potensi untuk menularkan patogen penyebab penyakit yang bersumber dari

limbah rumah sakit, petugas kesehatan, keluarga yang sedang melakukan

kunjungan (Darmadi, 2008). Bahkan menurut Ramos (2014) rumah sakit juga

menjadi salah satu tempat yang ideal untuk mempelajari proses penularan

mikroba patogen kepada manusia melalui media lingkungan dan bangunan.

Berdasarkan konsep segitiga Epidemiologi Host, Agent, dan Environment

yang dikemukakan oleh Gordon dan La Richt (1950), maka dapat diketahui

bahwa mikroba patogen (agent) akan dapat menimbulkan penyakit jika bertemu

dengan penjamu (host) yang rentan. Kemudian lingkungan rumah sakit yang

merupakan bagian dari environment akan memiliki kedudukan yang cenderung

berpihak kepada agent. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah reservoir di

rumah sakit sehingga menjadi tempat ideal untuk terjadinya proses penularan

penyakit (Rajab, 2008).

Adapun proses perjalanan patogen menuju penjamu melalui beberapa jalur

penularan, baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu jalur penularan

patogen tersebut adalah melalui udara atau juga disebut dengan air-borned

disease. Jalur penularan ini memiliki peluang penularan cukup tinggi terlebih jika

Page 124: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

103

didukung oleh ruangan yang cukup tertutup sehingga secara teknis akan memiliki

sirkulasi udara dan pencahayaan yang kurang baik (Darmadi, 2008). Bahkan,

Fernstrom & Goldbaltt (2013) memperkirakan bahwa mikroorganisme dengan

jalur penyebaran udara mampu menyebabkan infeksi nosokomial sebesar 10 –

20%. Lalu, untuk mengetahui apakah media udara memiliki potensi untuk

menyebabkan penyakit atau tidak, maka salah satu caranya adalah dengan

mengetahui jumlah kuman yang terdapat dalam udara yang kemudian

dibandingkan dengan baku mutu.

Pada tahap pengambilan data, diketahui bahwa 3 dari 4 titik (75%)

pengukuran angka kuman yang berasal dari 2 (dua) rumah sakit menunjukkan

bahwa angka kuman yang terkandung dalam udara ruang adalah tidak memenuhi

syarat karena ketika dibandingkan dengan baku mutu maka hasil pengukuran

menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai yang telah diatur dalam Kepmenkes

Nomor 1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan di Rumah Sakit.

Adapun 3 (tiga) titik tersebut memiliki rincian berupa 2 (dua) titik pengukuran

berupa ruang klinik bedah dan ruang klinik kebidanan dari RS A, dan 1 (satu) titik

pengukuran berupa ruang ICU dari RS B.

Adapun hasil wawancara dengan salah satu staff di Instalasi Kesehatan

Lingkungan dan Pertamanan RS A, menyebutkan bahwa kondisi tidak

terpenuhinya standar penilaian inspeksi sanitasi lingkungan, terkhusus pada

komponen angka kuman dalam udara di Ruang Klinik Kebidanan adalah waktu

pengukuran yang bertepatan dengan waktu kunjungan. Pernyataan ini sependapat

dengan penelitian yang dilakukan oleh Park et al. (2013), Scaltriti et al. (2007),

dan Obbard & Fang (2003) yang menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat

Page 125: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

104

meningkatkan jumlah mikroorganisme secara signifikan adalah jumlah orang

yang berada di ruangan tersebut. Mikroorganisme udara di rumah sakit tidak

hanya bersumber dari pasien, namun juga dari pekerja rumah sakit dan

pengunjung. Pertambahan jumlah orang dengan beragam kondisi ini sangat

dimungkinkan menjadi salah satu media pembawa patogen penyakit sehingga

akan sangat meningkatkan risiko paparan khususnya pada pasien rawat inap (Park

et al., 2013; Mirhoseini et al., 2015). Selain itu, Scaltriti et al. (2007) turut

menyebutkan bahwa frekuensi terbukanya pintu ruangan juga turut mempengaruhi

jumlah mikroorganisme didalam ruangan. Frekuensi tersebut nantinya akan

dijadikan sebagai bahan perhitungan tentang seberapa banyak perpindahan yang

dilakukan oleh pengunjung ataupun staf pekerja rumah sakit.

Lain halnya dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh salah seorang staff di

Instalasi Kesehatan Lingkungan RS B. Ia mengaku bahwa pihaknya selaku

penanggung jawab kegiatan desinfeksi ruangan merasa sulit untuk mengendalikan

jumlah mikroorganisme di Ruang Operasi. Hasil penelitian ini ternyata juga

sejalan dengan apa yang telah terlaporkan dalam Laporan Implementasi RKL dan

RPL dari RS B Periode Semester I Tahun 2016 bahwa pemeriksaan bakteri udara

dalam ruang telah terlaksana sebesar 100% namun untuk pemenuhannya masih

sebesar 50%. Menurutnya, pemenuhan yang masih dibawah standar ini terjadi

karena terbatasnya alat yang tersedia di RS B ketika proses dekontaminasi

berlangsung. Alat ini diketahui mengalami kerusakan sehingga tidak memenuhi

syarat minimal dalam pelaksanaan dekontaminasi ruangan yang telah diatur dalam

Kepmenkes Nomor 1204/2004. Peraturan ini menyebutkan bahwa dalam

melaksanakan dekontaminasi maka diharuskan untuk menggunakan peralatan

Page 126: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

105

sterilisasi uap atau gas dengan suhu sekitar 134°C. Terjadinya kerusakan alat ini

kemudian tidak mendukung alat yang digunakan untuk menghasilkan suhu hingga

134°C.

Menurut CDC (2008) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses

pemusnahan bakteri di rumah sakit, dimana salah satunya dapat berasal dari faktor

intrinsik seperti karakteristik dari mikroorganisme itu sendiri. Diketahui bahwa

dengan mikroorganisme yang berjumlah besar tentu akan membutuhkan waktu

pemusnahan yang lebih lama. Selain itu, setiap mikroorganisme memiliki tingkat

resistensi yang bervariasi terhadap zat kimia yang digunakan dalam kegiatan

dekontaminasi. Dengan demikian, untuk pemusnahan mikroorganisme dengan

tingkat resistensi tinggi maka dibutuhkan waktu paparan yang lebih lama serta

dengan konsentrasi kimiawi yang lebih pekat. Kemudian, yang termasuk ke dalam

faktor ekstrinsik antara lain kondisi lingkungan fisik ataupun kimia seperti suhu,

pH, arah pergerakan udara, kesadahan air, dan kelembaban (Ramos, 2014). Hal ini

yang kemudian diharapkan tim sanitasi rumah sakit dan tim pengendalian infeksi

nosokomial rumah sakit mampu melakukan pemantauan secara berkala terkait

upaya pemenuhan standar persyaratan kesehatan lingkungan di rumah sakit.

Sementara itu, berdasarkan jenis mikroorganismenya maka bakteri yang

sering ditemukan pada umumya berasal dari jenis basil gram positif baik berspora

maupun non spora, basil gram negatif dan kokus gram positif. Bakteri ini

umumnya terdapat dalam mulut dan tenggorokan orang normal seperti

Staphylococcus sp., dan Streptococcus sp. yang ditemukan di udara melalui batuk,

bersin, dan berbicara. Beberapa jenis mikroorganisme lain yang terdeteksi

mencemari udara antara lain Pseudomonas sp., Klebsiella sp., Proteus sp.,

Page 127: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

106

Bacillus sp. dan golongan jamur (Waluyo, 2007). Kemudian jika melihat hasil

pengukuran, maka diketahui bahwa bakteri dominan yang terkandung dalam

udara dengan jumlah yang tidak memenuhi syarat adalah bakteri Bacillus sp. dan

Staphylococcus sp. Adapun jenis penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Bacillus

sp. antara lain penyakit antrax oleh Bacillus anthracis. Penyakit ini termasuk yang

memiliki risiko kematian tinggi dan sangat mudah ditularkan oleh perorangan

sehingga sering juga menyebabkan kepanikan pada warga (CDC, 2008). Lalu

bakteri Staphylococcus sp. memiliki karakteristik sulit dimusnahkan oleh bahan

desinfektan yang mengandung ammonia, baking soda, cuka, boraks, dan detergen

cair (CDC, 2008).

Page 128: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

107

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Hasil penilaian inspeksi sanitasi lingkungan yang dilakukan di RS A dan RS

B adalah tidak memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes Nomor 1204/2004

dengan rincian sebagai berikut:

1. Hasil pengukuran suhu ruangan yang dilakukan di RS A adalah tidak

memenuhi syarat pada ruang klinik bedah dan klinik kebidanan.

Sementara itu, hasil pengukuran suhu ruangan di RS B adalah tidak

memenuhi syarat pada ruang operasi II dan ruang ICU.

2. Hasil pengukuran kelembaban ruangan yang dilakukan di RS A adalah

tidak memenuhi syarat pada ruang klinik bedah dan klinik kebidanan.

Sementara itu, hasil pengukuran kelembaban di RS B adalah tidak

memenuhi syarat pada ruang operasi II dan ruang ICU.

3. Hasil pengukuran pencahayaan ruangan yang dilakukan di RS A

berdasarkan Kepmenkes Nomor 1204/2004 adalah memenuhi syarat pada

ruang klinik bedah dan klinik kebidanan. Sementara itu, hasil pengukuran

pencahayaan ruangan yang dilakukan di RS B adalah tidak memenuhi

syarat pada ruang ICU.

4. Hasil pengukuran kadar debu yang dilakukan di RS A berdasarkan

Kepmenkes Nomor 1204/2004 adalah tidak memenuhi syarat pada ruang

klinik bedah dan klinik kebidanan. Sementara itu, hasil pengukuran kadar

Page 129: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

108

debu yang dilakukan di RS B adalah memenuhi syarat pada ruang operasi

II dan ruang ICU.

5. Hasil pengukuran angka kuman dalam udara ruangan yang dilakukan di

RS A adalah tidak memenuhi syarat pada ruang klinik bedah dan klinik

kebidanan. Sementara itu, hasil pengukuran angka kuman dalam udara

ruangan yang dilakukan di RS B adalah tidak memenuhi syarat pada ruang

operasi II.

7.2 Saran

7.2.1 Rumah Sakit Terkait

1. Untuk pemenuhan persyaratan sanitasi lingkungan secara umum, maka di

kedua rumah sakit disarankan untuk melakukan upaya pengarahan berkala

kepada pekerja di instalasi sanitasi mengenai pentingnya pemantauan

kualitas kesehatan lingkungan guna mengurangi infeksi di rumah sakit.

2. Melakukan sosialiasi mengenai prosedur kerja yang berlaku perlu

dilakukan kembali, khususnya mengenai pendokumentasian dan

pengkomunikasian hasil kegiatan antar departemen.

3. Untuk pemenuhan persyaratan angka kuman dalam udara di kedua rumah

sakit maka disarankan agar RS A melakukan upaya pemantauan angka

kuman sesuai dengan jadwal, sedangkan untuk RS B diharapkan agar

mampu melakukan upaya pemantauan secara manual sebagai bentuk

kegiatan cadangan ketika alat sedang tidak bisa dioperasikan.

Page 130: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

109

7.2.2 Peneliti Selanjutnya

1. Melakukan pengukuran variabel dengan minimal 3 jumlah titik pada satu

ruangan sehingga akan diperoleh hasil rata – rata pengukuran. Hal ini tentu

bertujuan untuk meminimalisir bias

2. Melakukan pengumpulan data dengan meminimalisisr peluang terjadinya

bias informasi, seperti tidak melakukan pengukuran ketika jam kunjungan

berlangsung

3. Melakukan uji bivariat pada variabel persyaratan kesehatan lingkungan

sehingga akan lebih tergambarkan mengenai interaksi hubungan antar

variabel.

Page 131: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

110

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.T. & Hakim, B.A., 2011. Lingkungan Fisik dan Angka Kuman

Udara Ruangan di Rumah Sakit Umum Haji Makassar, Sulawesi Selatan.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, V(5), pp.206 - 2011.

Achmadi, U.F., 2012. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Adisasmito, W., 2007. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Raja

Grafindo.

Ahmad, 2003. Kunci Pengendalian Infeksi Nosokomial. Padang: Angkasa Rasa.

Amow, P., Anderson, R. & Mainous, D., 1978. Pulmonary aspergillosis during

Hospital Renovation. Am Rev Respir Dis, (113), pp.49 - 53.

Apriadji, W.H., 2004. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

Arias, K.M., 2000. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Azmir, 2009. Pengaruh Air Lindi Tempat Pembuangan Akhir Sampah terhadap

Kualitas Air Tambah Ikan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

Kota Medan. Thesis. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatra Utara.

Azwar, A., 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara

Sumber Widya.

Page 132: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

111

Barus, T.A., 2002. Pengantar Limnologi. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Batti, H.T.S., Ratag, B.T. & Umboh, J.M.I., 2013. Analisis Hubungan Antara

Kondisi Ventilasi, Kepadatan Hunian, Kelembaban Udara, Suhu dan

Pencahayaan Alami Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Universitas Sam Ratulangi Manado.

Bry - Air Inc., 2009. Environmental Temperature Control Systems For Hospitals

and Infirmaries. [Online] Available at: http://bry-

air.com/casestudies/environmental-temperature-control-systems-for-

hospitals-and-infirmaries/ [Accessed 10 January 2017].

Bustan, M.N., 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Caldeira, S.M. et al., 2015. Weather Parameters and Nosocomial Bloodstream

Infection: A Case Referent Study. Rev Saude Publica, 49(19), pp.1 - 7.

Candrasari, C.R. & Mukono, J., 2013. Hubungan Kualitas Udara dalam Ruang

dengan Keluhan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kabupaten

Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Lingkungan, VII(1), pp.21 - 25.

CDC, 2008. Guideline for Desinfection and Sterilization in Healthcare Facilities.

North Carolina: Department of Health & Human Services USA.

Chen, Y., Xu, X., Liang, J. & Lin, H., 2013. Relationship Between Climate

Conditions and Nosocomial Infections Rates. African Health Sciences,

12(2), pp.339 - 343.

Page 133: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

112

Coburn, B., 2012. Does This Adult Patient with Suspected Bacteremia Require

Blood Cultures? JAMA.

Coovadia, Y. et al., 1992. Multiresisten Klibsella Pneumonie in a Neonatal

Surgery: The Important of Maintenance of Infection Controll Policies and

Procedures in The Prevention Outbreak. Journal of Hospital Infection, (22),

pp.197 - 205.

Dancer, S.J., 2014. Controlling Hospital-acquired Infections: Focus on The Role

of The Environment and New Technologies for Decontamination. Clinical

Mivrobiology Reviews, 27(4), pp.665 - 690.

Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika.

Depkes RI, 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Direktorat

Jendral PPM & PL dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan.

Depkes RI, 2008. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya: Kesiapan Menghadapi

Emerging Infectious Disease. 2nd ed. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan, 2015. Sistem Informasi Rumah Sakit

Online. [Online] Available at:

http://sirs.buk.depkes.go.id/rsonline/report/propinsi.php?alamat_prop=DKI+

JAKARTA&aktif=0 [Accessed Juni 2016].

Page 134: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

113

Ditjen PPM & PLP, 1990. Pedoman Surveilans dan Pencegahan Infeksi

Nosokomial. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Djojodibroto, D., 2007. Respirologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Elynda, S.R. & Sulistyorini, L., 2014. Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah

terhadap Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo,

Kecamatan Simokerto, Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(2),

pp.126 - 133.

Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Fekadu, S. & Getachewu, B., 2015. Microbial Assessment of Indoor Air of

Teaching Hospital Wards: A Case of Jimma University Specialized

Hospital. Ethiopia Journal Health Science, XXV(2), pp.117 -122.

Fernstrom, A. & Goldbaltt, M., 2013. Aerobiology and Its Role in the

Transmission of Infectious Disease. Journal Pathogens.

Fisher-Hoch, S., Tobin, J. & Nelson, A., 1981. Investigation and Control of

Legionnaires Disease in District general Hopital. Lancet, I, pp.933 - 936.

Fithri, N.K., Handayani, P. & Vionalita, G., 2016. Faktor - faktor yang

Berhubungan dengan Jumlah Mikroorganisme Udara dalam Ruang Kelas

Lantai 8 Universitas Esa Unggul. In Forum Ilmiah Volume XIII Nomor 1.

Jakarta, 2016. Universitas Esa Unggul.

Fitriyastanti, D., Sulchan, M. & Sayono, 2003. Beberapa Faktor yang Terkait

dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Luka Operasi di RSUD Kota

Page 135: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

114

Semarang Tahun 2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(1),

pp.38 - 44.

Garha, H., 1991. Study on Nosocomial Infection in The Departement of Child

Health Hasan Sadikin General Hospital Padjajaran University. Disertasi.

Bandung: Padjajaran University.

Herlambang, S., 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

IHEEM, 2015. Controlling Humidity for Healthier Hospitals. Journal of The

Institute of Healthcare Engineering and Estate Management, 69(1), pp.2 -

7.

Imaniar, E., 2013. Kualitas Mikrobiologi Udara di Inkunator Unit Peritologi

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek bandar Lampung. Bachelor

Thesis. bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Iriantanto, K., 2007. Mikrobiologi: Menguak dalam Mikroorganisme. 2nd ed.

Bandung: CV. Yrama Widya.

Irma, F.A., 2012. Profil Resistensi Antimikroba terhadap Flora Normal Dicavum

Nasi pada Petugas di Kamar OPrasi Bedah Jnatung dan Petugas Post

Operasi Intensive Care Unit Jantung RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis.

Medan: Program Magister Kedokteran Klinik Ilmu Patologi Klinik

Universitas Sumatra Utara.

Page 136: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

115

Janas, Sutoto & Punjabi, N.H., 1992. Pencemaram Jarum Infus Intervena (IV) di

Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular Jakarta. Buletin Penelitian

Kesehatan, 20(2), pp.48 - 55.

Jawetz, Melnick & Adelberg, 2004. Medical Microbiology. 23rd ed. Lange.

Jjemba, P.K., 2004. Environmental Microbiology Principles and Applications.

New Hampshire: Science Publisher.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit:

Ruang Perawatan Intensif. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara

pada Bangunan Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Penunjang

Medik dan Sarana Kesehatan.

Kementerian Kesehatan, 2008. Pedoman Manajerial Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Lainnya. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta, Provinsi

DKI Jakarta, Indonesia: Pusat Data dan Informasi.

Kementerian Kesehatan, 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun

2015 - 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Page 137: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

116

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Kusnoputranto, 1986. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Li, C.S. & Hou, P.A., 2015. Bioaerosol Characteristics in Hospital Clean Rooms.

Science Total Environment, (15), pp.169 - 176.

Lowburry, E.J.L., Ayliffe, G.A.J., Geddes, A.M. & Williams, J.D., 1981. Control

of Hospital Infection: A Practical Handbook. 2nd ed. Springer - Science

Business Media.

Madigan, M.T., Martinko, J.M. & Parker, J., 2009. Biology of Microorganism.

12th ed. New York: Prentice Hall International.

Maheshwari, K., 2012. Room Ventilation Systems. In Operating RoomDesign

Manual. Cleveland: American Society of Anesthesiologist. pp.1 - 6.

Masloman, A.P., Kandou, G.D. & Tilaar, C.R., 2015. Analisis Pelaksanaan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD dr. Sam

Ratulangi Tondano. JIKMU, pp.238 - 249.

Mayasari, K., 2011. Pengukuran Kadar Debu Dan Perilaku Pekerja Serta

Keluhan Kesehatan di Tempat Pertukangan Kayu Desa Tembung

Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010. MiniThesis. Medan: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

Mirhoseini, S.H. et al., 2015. Monitoring of Airborne Bacteria and Aerosolsin

Different Wards of Hospitals - Particle Counting Usefulness in Investigation

Page 138: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

117

of Airborne Bacteria. Annals of Agricultural and Environmental Medicine,

22(4), pp.670 - 673.

Muttaqin, A., n.d. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nasution, S.A., 2011. Perbedaan Sanitas Lingkungan dan Perilaku Petugas

Kesehatan di Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau

Kesdam I/BB Medan Tahun 2010. Tesis. Medan: Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatra Utara.

National Nosocomial Infections Surveillance System, 2002. National Nosocomial

Infections Surveillance (NNIS) System Report, data summary from January

1992 through June 2004, issued October 2004. Summary Report. Georgia:

Centers for Disease Control and Prevention National Nosocomial Infections

Surveillance.

Nielsen, S., 2015. The Incidence and Prognosis of Patients with Bacteremia.

Danish Medical Journal.

Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nugraheni, R., Suhartono & Winarni, S., 2012. Infeksi Nosokomial di RSUD

Setjonegoro, Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat

Indonesia, 11(1), pp.94 - 100.

Page 139: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

118

Obbard, J. & Fang, L., 2003. Airborne Concentrations of Bacteria in A Hospital

Environment iin Singapore. Water Air Soil Pollutant, 144, pp.333 - 341.

Parhusip, 2005. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi

Nosokomial serta Pengendaliannya di BHG UPF Paru RS Dr.

Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK USU. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Park, D.-U., Yeom, J.-K., Lee, W.J. & Lee, K.-M., 2013. Assessment of The

Levels of Airborne Bacteria, Gram-Negative Bacteria, and Fungi in Hospital

Lobbies. International Journal of Environmental Research and Public

Health, 10, pp.541 - 555.

Paulisa, O., Gustanti, D. & Buchori, A., 2008. Fisika Kelompok Teknologi dan

Kesehatan. Bandung: grafindo.

Paulutu, S., Kadir, S. & Bialangi, S., 2014. Pengaruh Lingkungan Fisik dan

Jumlah Pengunjung Pasien Terhadap Keberadaan Staphylococcus aureus

pada Udara Ruang Rawat Inap Kelas II dan III RSUD Toto Kabila. Karya

Ilmiah Mahasiswa. Gorontalo: Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Universitas Negeri Gorontalo.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 tentang Perizinan Rumah

Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340/2010 tentang Klasifikasi Rumah

Sakit.

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.

Page 140: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

119

PERDALIN, 2003. Jakarta: Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia

PERDALIN.

Prescott, 2008. Microbiology. 7th ed. USA: McGraw - Hill Book Company.

Rajab, W., 2008. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ramos, T., 2014. Building Science Measurement for The Hospital Microbiome

Project. Thesis. Chicago: Department of Civil, Architectural and

Environmental Engineering Illinois Institute of Technology.

Saktiyono, 2004. IPA Biologi untuk SMP dan MTs Kelas VII. 1st ed. Jakarta:

Erlangga.

Salwati, L., 2012. Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang ICU Rumah Sakit.

Jurnal Kedokteran Syah Kuala, 12(1), pp.47 - 52.

Scaltriti, S. et al., 2007. Risk Factors for Particulate and Microbial Contamination

of Air in Operating Theatres. Hospital Infection, 66, pp.320 - 326.

Slamet, 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Soemirat, 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Spagnolo, A.M. et al., 2013. Operating Theater Quality and Prevention of

Surgical Site Infections. Journal Prevention Medical HYG, 54, pp.131 -

137.

Page 141: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

120

Surahmawati & Rusmin, M., 2015. Gambaran Kualitas Fisik Bakteriologis Udara

dalam Ruang dan Gejala ISPA di Pondok Pesantren Bahrul Ulum

Kabupaten Gowa Tahun 2014. Higiene, I(2), pp.84 - 91.

Triatmodjo, P., 1993. Gambaran Hygiene Lingkungan Beberapa Rumah Sakit di

Jakarta Ditinjau dari Sudut Mikrobiologi dalam Kaitannya dengan Infeksi

Nosokomial. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, XXI(1).

Triyantoro, B., Suparmin & Utami, D.B.K., 2015. Studi Angka Lempeng Total

(ALT) Mikroba dan Staphylococcus pada Mesin Fingerprint Perkantoran.

Jurnal Riset Kesehatan, IV(1), pp.677 - 680.

Tuman, 2001. GIS Development. [Online] Available at:

http://gisdevelopment.net/tutorials [Accessed September 2015].

Uliyah, M. & Alimul, H., 2006. keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit.

Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

Wardhana, 2000. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Weinstein, R.A., 1998. Nosocomial Infection Update. Emerging Infectious

Disease, IV(3), pp.416 - 420.

WHO, 2002. Prevention of Hospital Acquired Infections. Malta: World Health

Organizatiion.

Page 142: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

121

WHO, 2008. Essential Environmental Standards in Health Care. Switzerland:

WHO Press.

Wulandari, 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Streptococcus

di Udara pada Rumah Susun di Bandarharjo Semarang. Skripsi. Semarang:

Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Yayasan Spiritia, 2007. Yayasan Spiritia. [Online] Available at:

http://spiritia.or.id/cst/dok/ku1.pdf. [Accessed Mei 2016].

Page 143: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

122

LAMPIRAN

LAMPIRAN

Page 144: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

123

Lampiran 1 Instrumen Penelitian

PENILAIAN INSPEKSI SANITASI RUMAH SAKIT

Nama Rumah Sakit :

Alamat Rumah Sakit :

Kelas Rumah Sakit : - A/B/C/D (RS Pemerintah, BUMN/BUMD)*

- Utama/Madya/Pratama (RS Swasta)*

- I/II/III/IV (RS TNI/POLRI)*

Jumlah Tempat Tidur : ………………………….. (buah)

Tanggal Pemeriksaan : ……..… / ……………. / ………...

Variabel Upaya

Kesling Komponen Penilaian Hasil Pengukuran Nilai

Sk

or

Ruang

Perawatan

(bobot 2)

Rasio luas lantai dengan

tempat tidur

Dewasa: … m2/tt 15

Anak/Bayi: … m2/tt 15

Rasio tempat tidur dengan

kamar mandi

… tt/km 15

Angka kuman … CFU/m3 udara 15

… CFU/cm2 lantai 15

… CFU/cm2 dinding 15

Kadar debu dalam udara … µg/m3

udara 10

Pencahayaan … lux 5

Suhu Tanpa AC: … °C

Dengan AC: … °C

10

Kelembaban Tanpa AC: …%

Dengan AC: …%

5

Kebisingan … dBA 5

Page 145: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

124

DAFTAR CHECKLIST

No Komponen Penilaian Ya Tidak

Pencahayaan

1.. Ruangan tersedia penerangan umum

2. Ruangan tersedia penerangan untuk malam hari

3. Tersedia saklar dekat pintu masuk Ruangan

4. Saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah

dijangkau dan tidak menimbulkan berisik

Fasilitas Sanitasi

1. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak

licin, berwarna terang, dan mudah dibersihkan

2. Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet

(jamban, peturasan, dan tempat cuci tangan)

tersendiri.

3. Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan

air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk

4. Dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk

memelihara kebersihan

5. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi

dilengkapi dengan penahan bau (water seal)

6. Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan

langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang

khusus lainnya

7. Toilet dan kamar mandi terpisah antara pria dan

wanita, unit rawat inap dan karyawann, karyawan

dan toilet pengunjung

8. Lubang penghawaan berhubungan langsung dengan

udara luar

Kebisingan

1. Adanya pengendalian sumber bising di rumah sakit

seperti peredaman, penyekatan, pemindahan,

Page 146: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

125

No Komponen Penilaian Ya Tidak

pemeliharaan mesin – mesin yang menjadi sumber

bising.

2. Adanya pengendalian sumber bising dari luar rumah

sakit seperti penyekatan/penyerapan bising dengan

penanaman pohon (green belt), meninggikan tembok,

dan meninggikan tanah (bukit buatan).

Penghawaan

1. Adanya buku petunjuk penggunaan sistem pendingin

ruangan

2. Pemantauan kualitas udara ruang dilakukan

minimum 2 (dua) kali setahun.

3. Dilakukan desinfeksi minimal 1 (satu) kali dalam

sebulan

4. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust

fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian

minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum

0,20 meter dari langit – langit

5. Penghawaan alamiah seperti lubang ventilasi

menggunakan sistem silang (cross ventilation)

6. Ventilasi ruang ICU dilengkapi dengan saringan 2

beds.

7. Disediakan 2 (dua) buah exhaust fan didekat lantau

dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai

8. Suplai udara di atas lantai

9 Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap

10 Sistem dibuat keseimbangan tekanan

11 Suplai udara di ruang ICU diambil dekat langit –

langit

12 Pergantian supply udara dari luar, kecuali unit ruang

individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin,

minimal 7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan

Page 147: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

126

No Komponen Penilaian Ya Tidak

pembakaran.

13 Suplai udara dan exhaust digerakkan secara mekanis,

dan exhaust fan diletakkan pada ujung sistem

ventilasi

14 Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang –

kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm

dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi

pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai

dengan 12 kali

Page 148: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

127

PEDOMAN WAWANCARA

1. Struktur organisasi dari Instalasi HSE di Rumah Sakit terkait

2. TUPOKSI dari Instalasi HSE di Rumah Sakit terkait

3. Input (6M) dari Instalasi HSE di Rumah Sakit terkait. Man (jumlah SDM, jenjang

pendidikan, pelatihan); Money; Method (SOP kerja, aspek pematuhan,

sosialisasi); Material; Machine (Alat lengkap? Kalibrasi? Perawatan?); Market

(jejaring kerja)

4. Proses kerja dari Instalasi HSE di Rumah Sakit terkait? Jadwal pelaksanaan

pengukuran variabel lingkungan? Penanggung jawab?

5. Apakah terdapat pihak ke – 3 yang turut terlibat dalam penanganan praktik

sanitasi ruang bangunan di RS terkait?

6. Apakah Instalasi HSE pernah melakukan pengukuran secara mandiri? Kapan

terakhir kali? Berapa kali periode nya? Bagaimana hasilnya?

7. Apakah RS ini pernah dilakukan inspeksi mendadak dari lembaga pemerintahan

yang berwenang? Apa? Kapan? Bagaimana hasilnya?

8. Apa baku mutu lingkungan yang digunakan oleh rumah sakit? Lalu bagaimana

pemenuhannya? Variabel lingkungan apa saja yang tidak terpenuhi?

9. Hambatan yang dirasakan selama proses kerja? Lalu bagaimana strategi

penanggulangannya?

10. Apakah terdapat organisasi penanganan infeksi nosokomial di rumah sakit

tersebut? Apakah pernah terjadi integrasi informasi dengan lembaga tersebut?

11. Bagaimana tanggapan pemangku kebijakan/top management terhadap hasil yang

dicapai oleh Instalasi HSE RS? Apresiasi? Reward? Punishment?

Page 149: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

128

12. Menurut Ibu/Bapak, seberapa penting sanitasi lingkungan bangunan ini dijaga?

Dari rasio angka 1 – 10?

13. Apa pendapat Ibu/Bapak tentang sanitasi lingkungan dengan timbulnya suatu

penyakit? (menyebutkan masing – masing variabel)

Page 150: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

129

Page 151: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

130

Page 152: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

131

Page 153: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

132

Page 154: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

133

Page 155: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

134

Page 156: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

135

Page 157: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

136

Page 158: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

137

Page 159: GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35901/1/Ukhty... · Kepmenkes Nomor 1204/2004. Variabel yang tidak memenuhi syarat adalah

138