GAMBARAN PEMBERDAYAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DI …eprints.ums.ac.id/47476/1/NASKAH...

16
GAMBARAN PEMBERDAYAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DI PONDOK PESANTREN NURUSSALAM DEMAK JAWA TENGAH PUBLIKASI ILMIAH Di ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Oleh: AFRIDA NOVITASARI J 210.120.006 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Transcript of GAMBARAN PEMBERDAYAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DI …eprints.ums.ac.id/47476/1/NASKAH...

GAMBARAN PEMBERDAYAAN PASIEN GANGGUAN JIWA

DI PONDOK PESANTREN NURUSSALAM DEMAK

JAWA TENGAH

PUBLIKASI ILMIAH

Di ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

AFRIDA NOVITASARI

J 210.120.006

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

1

GAMBARAN PEMBERDAYAAN PASIEN GANGGUAN JIWA

DI PONDOK PESANTREN NURUSSALAM DEMAK

JAWA TENGAH

Afrida Novitasari*. Arif Widodo**

Abstrak

Pengobatan terhadap pasien gangguan jiwa tidak selalu harus dilakukan di rumah sakit jiwa

dengan bantuan dokter dan perawat serta menggunakan obat-obatan kimiawi. Pengobatan

terhadap pasien gangguan jiwa juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menggunakan

sarana terapi dan pemberdayaan seperti halnya yang dilakukan di Pondok Pesantren Nurussalam.

Pemberdayaan di pondok pesantren Nurussalam tidak dilakukan oleh dokter ataupun perawat

kejiwaan melainkan oleh pengasuh yang berada di pondok pesantren tersebut. Penulisan artikel

ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan tentang proses pemberdayaan pasien gangguan jiwa

yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurussalam. Adapun objek penelitian yang kami gunakan

adalahpasien gangguan jiwa dan para pengurus pasien gangguan jiwa di pondok pesantren

Nurussalam. Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan

data dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data kualitatif

menggunakan konsep yang diberikan Miles dan Hubermen. Dari penelitian yang penulis lakukan

diperoleh hasil bahwa 1). proses masuknya pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren

Nurussalam, 2). penempatan asrama pasien gangguan jiwa dan kondisi pertama kali masuk, 3).

penggolongan pasien gangguan jiwa dan kriteria pasien yang lauak diberdayakan, 4). kegiatan

pemberdayaan yang bersifat fleksibel, 5). efektifitas pemberdayaan pasien gangguan jiwa.

Pemberdayaan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengobati pasien gangguan jiwa.

Hal ini dikarenakan pemberdayaan dilakukan dengan tujuan agar pasien dapat melakukan

kegiatan selayaknya manusia normal lainnya.

Kata Kunci : Pasien gangguan jiwa, pemberdayaan

Abstract

Treatment for psychiatric patient do not always have to be done in a mental hospital by the help

of doctors and nurses as well using chemical drugs. Treatment for psychiatric patients can also

be done in other ways, namely by using the means of therapy and empowerment as well as

performed in Pondok Pesantren Nurussalam. Empowerment in boarding schools is not done by a

doctor or nurse, but it is done by care takers of the boarding schools. This study aimed to

describe the process of empowerment of psychiatric patient conducted by Pondok Pesantren

Nurussalam. The objects of this research were the soul’s disorders patients and psychiatric

patient stewards in Pondok Pesantren Nurussalam. Type of this research was a descriptive

qualitative research. The techniques of collecting data used were observation, interviews, and

documentation. Qualitative data analysis techniques used concepts from Miles and Hubermen.

As the result, the researcher highlights several points i.e 1). The process of inclusion of

psychiatric patients in Pondok Pesantren Nurussalam, 2). Placement of psychiatric patients and

2

patients conditions in the first time enter the dormitory, 3). Classification of psychiatric patients

and criteria of decent patients to be empowerment, 4). Empowerment activities which are

flexible, 5). Effectiveness of psychiatric patients empowerment. Empowerment is one of the

effective ways to treat psychiatric patients. This is because empowerment is done with the goal

of keeping the patient to perform like other normal people should.

Key word: psychiatric patients, empowermet

PENDAHULUAN

Penderita gangguan jiwa saat ini mengalami peningkatan, berdasarkan Kesehatan RI

tahun 2007 jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di Indonesia sekitar 28 juta orang, dengan

kategori ringan yaitu 11,6% dan kategori berat yaitu 0,46%. Riskesdas tahun 2013 menunjukkan

prevalensi gangguan mental emosi yang memiliki gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar

6% untuk usia 15 tahun keatas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa

berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 juta atau sekitar 400.000 orang.

Penderita gangguan jiwa terbanyak terdapat pada DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi

Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Sedangkan jumlah masyarakat yang mengalami gangguan jiwa

mengunjungi pelayanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit, atau pelayanan kesehatan

lainnya tahun 2009 terdapat 1,3 juta orang, jumlah kunjungan itu diperkirakan sebesar 4,09%

(Profil Kesehatan Kab/ Kota Jawa Tengah Tahun 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan, di Pondok Pesantren Nurussalam banyak penderita

gangguan jiwa dari berbagai kota yang ada di Indonesia. Data dari Pondok Pesantren

Nurussalam, pada tahun 2016 terdapat 255 pasien gangguan jiwa yang melakukan rehabilitasi di

pondok tersebut. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami

gangguan jiwa, bahkan mungkin penderita gangguan jiwa setiap tahunnya akan terus bertambah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberdayaan pada penderita gangguan

jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam Demak Jawa Tengah.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah respon maladaptive terhadap stressor dari lingkungan internal dan

eksternal, melalui pikiran, dan perilaku yang menyimpang dari norma-norma atau budaya

setempat, mengganggu fungsi, kegiatan sosial, pekerjaan dan fisik (Townsend, 2005). Menurut

3

(Maramis, 2005), gangguan jiwa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: faktor somatik

(somatogenik), psikologik (psikogenik), dan sosial budaya (sosiogenik).

Tanda dan gejala penderita gangguan jiwa menurut (Abdul, 2011) yaitu adanya

gangguan kognitif, gangguan perhatian, gangguan ingatan, gangguan asosiasi, gangguan

pertimbangan, gangguan pikiran, gangguan kesadaran, gangguan kemauan, gangguan emosi dan

afek, dan gangguan psikomotor

Konsep Dasar Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan suatu wacana umum yang sering dijadikan kata kunci bagi

kemajuan dan keberhasilan bagi pembangunan di masyarakat. Pemberdayaan tidak hanya

menumbuhkan dan mengembangkan nilai ekonomi bahkan dapat menambah nilai sosial dan

budaya (Alfitri, 2011).

Menurut Sumodiningrat (2004) pemberdayaan bersifat sementara yaitu sampai

masyarakat atau individu dapat mandiri, kemudian masyarakat dapat dilepas meskipun masih

dalam penjagaan dari jauh.

1. Dalam proses belajar mandiri pada pemberdayaan terdapat beberapa tahap yaitu:Tahap

penyadaran dan pembentukan perilaku sadar bahwa seseorang merasa membutuhkan

peningkatan pada dirinya sendiri.

2. Tahap transformasi kemampuan yang meliputi wawasan dalam pengetahuan, cakap dalam

keterampilan agar dapat mengambilan peran di dalam masyarakat.

3. Tahap peningkatan intelektual, cakap dalam keterampilan sehingga memiliki inisiatif dan

kemampuan yang inovatif yang menghantarkan pada individu yang mandiri (Sulistiyani,

2004).

Konsep Dasar Pesantren

Pesantren adalah tempat pendidikan yang lebih menekankan tentang agama islam dan

difasilitasi asrama yang bersifat permanen sebagai tempat tinggal santri-santri tersebut (Qomar,

2007). Tujuan pokok pesantren adalah menciptakan ulama yaitu orang yang lebih mendalami

ilmu agama islam (Nafi’, 2007). Sedangkan tujuan umum pesantren adalah membina masyarakat

agar berkepribadian muslim (beriman dan taqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, dan bermanfaat

bagi sesama) sesuai yang diajarkan agama islam dan menerapkan rasa tersebut dalam kehidupan

sehari-hari serta dapat menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan

Negara (Qomar, 2007). Pondok pesantren memiliki beberapa peran. Peran utama sebagai

4

lembaga pendidikan, tetapi pondok pesantren juga menerapkan beberapa peran sebagai lembaga

bimbingan keagamaan, keilmuan, pengembangan masyarakat, pelatihan, dan menjadi simpul

budaya (Nafi’, 2007).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi deskriptif. Metode

pendekatan penelitian kualitatif yaitu salah satu metode penelitian yang menghasilkan data

deskriptif yang berupa lisan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati (Basrowi, 2008).

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan

fenomenologi berusaha menjelaskan makna konsep atau fenomena pengalaman yang terjadi pada

beberapa partisipan dalam situasi yang dialami sehingga tidak ada batasan dalam memahami

fenomena yang dikaji (Damadi, 2013). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli 2016 di

Pondok Pesantren Nurussalam Demak, Jawa Tengah.

Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Teknik

purposive sampling yaitu pengambilan sampel sesuai dengan kriteria yang relevan dengan

masalah penelitian tertentu. Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, yaitu 3

pengasuh pasien gangguan jiwa dan 2 pasien gangguan jiwa yang sesuai kriteria. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi, wawancara dengan menggunakan panduan

wawancara dan dokumentasi.

Analisa data pada penelitian ini yaitu menggunakan mode milles and Hubermen dikutip

oleh (Moleong, 2010) yaitu Reduksi Data (Data Reduction), Penyajian Data (Data Display),

Verivikasi (Conclusion Drawing).

Berikut merupakan panduan wawancara yang digunakan untuk melakukan penelitian:

1. Pada pengurus Pondok Pesantren

a. Bagaimana proses masuknya pasien gangguan jiwa ke pondok pesantren?

b. Bagaimana kondisi pasien saat masuk ke Pondok Pesantren?

c. Apa saja kegiatan yang dilakukan di Pondok Pesantren?

d. Bagaimana pemberdayaan yang diterapkan di Pondok Pesantren Nurussalam?

e. Apakah pasien laki-laki dan perempuan memiliki pemberdayaan yang berbeda?

f. Harus melalui tahap apa sajakah jika dilakukan pemberdayaan?

g. Apa saja kriteria pasien yang dapat dilakukan pemberdayaan?

5

h. Apa macam-macam pemberdayaan yang dapat diterapkan pada pasien gangguan jiwa?

i. Pada hari apa kegiatan pemberdayaan pasien gangguan jiwa dilaksanakan?

j. Bagaimana perbedaan perawatan di Pondok Pesantren dengan di Rumah Sakit Jiwa?

k. Apakah perbedaan pasien yang dirawat di Pondok Pesantren dengan yang di Rumah sakit

Jiwa?

l. Apakah bisa diceritakan saat keadaan dimana pasien dapat kembali pulang kerumah?

2. Pada pasien gangguan jiwa

a. Apa saja kegiatan yang dilakukan di Pondok Pesantren?

b. Pada hari apa kegiatan tersebut dilakukan?

c. Berapa lama kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan?

HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan penelitian di Pondok Nurussalam Demak didapatkan 5 tema yaitu:

1. Proses masuknya pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam.

Secara umum proses masuknya pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam

didasari dengan dua sumber meliputi keluarga dan satpol PP yang bekerjasama dengan dinas

social kabupaten setempat. Berikut hasil wawancara dari partisipan:

“Disini ada dua sumber ya masuknya itu dari dua sumber yang pertama itu dari keluarga dan

kedua satpol PP”(P 1),

“Dari yang saya tahu itu pasien itu dikirim sama keluarga terus satpol pp sama dinas

sosial”(P 2),

“Biasanya pasien dimasukin kepondok itu dari keluarga sama satpol PP” (P 3).

Pasien gangguan jiwa berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda, tidak

hanya dari kabupaten setempat, tetapi dari berbagai daerah bahkan ada juga yang berasal dari

luar pulau Jawa.

2. Penempatan asrama pasien gangguan jiwa dan kondisi pasien pertama masuk.

a. Penempatan asrama pasien gangguan jiwa.

Tidak seperti di rumah sakit jiwa pada umumnya, di pondok pesantren Nurussalam

terdapat penempatan terhadap pasien laki-laki dan perempuan. Penempatan antara pasien

laki-laki dan perempuan ini di tempatkan pada dua ruang yaitu asrama laki-laki dan

asrama perempuan. Asrama pasien laki-laki berada di depan asrama perempuan yang

menghadap barat dengan pintu tertutup teralis besi sedangkan asrama perempuan

menghadap keselatan. Berikut hasil wawancara dari partisipan:

“Pembedaan asrama antara laki-laki dan perempuan itu sejak awa” (P 1),

6

“Oh ya jelas beda mbak, diruang saya itu hanya pasien laki-laki saja soalnya saya juga

pengurus pasien laki-laki” (P 2),

“Pasti beda soalnya ini kan pondok pesantren kalo dipondok pesantren kan tidak bisa

dicampur” (P 3).

b. Kondisi pasien gangguan jiwa.

Kondisi pasien gangguan jiwa di pondok pesantren Nurussaam dibagi menjadi 3

macam yaitu pasien gangguan jiwa berat, pasien gangguan jiwa sedang dan pasien

gangguan jiwa ringan. Berikut hasil wawancara dari partisipan:

“Ya rata-rata dalam kondisi tidak sadar ya, jadi bukan hanya tingkatannya rata-rata

yang masuk tidak hanya stress ringan, tidak hanya depresi, sudah dalam takaran

gangguan jiwa karena perilakunya mereka sudah melenceng”(P 1),

“Wah kalo pasien masuk itu bisa dikatakan sangat parah mbak, ada yang ngamuk, ada

yang ngomong sendiri, dan ada yang murung gitu mbak” (P 2),

“Biasanya pasien kalo pertama kali masuk itu ngomong terus, ngamuk g sadar diri gitu

mbak, pokoknya parah gitu” (P 3).

3. Penggolongan pasien gangguan jiwa dan kriteria pasien yang layak diberdayakan.

a. Penggolongan pasien gangguan jiwa

Pondok Pesantren melakukan penggolongan pada pasien gangguan jiwa berdasarkan

tingkatan. Penggolongan tersebut terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu pasien gangguan jiwa

berat, sedang, dan ringan. Berikut hasil wawancara dari partisipan:

“Jadi yang pertama adalah yang parah, parah itu kategorinya yang masih brutal

emosinya mudah tersulut, , kalau untuk tingkatan menengah berarti sudah bisa diajak

komunikasi bisa bisa apa itu bisa menahan emosinya bisa mengendalikan emosi,

tingkatan ringan itu kalau disini sudah mendekati kesembuhan”(P 1),

“Kondisi parah mbak masih suka ngamuk, kalo sudah dilakukan terapi beberapa kali

sama dilakukan pendekatan nanti pasien dikatakan kondisi menengah atau lumayan

mbak, kalo sudah baik nanti kondisinya jadi ringan mbak” (P 2),

“Kalo penggolongan paling parah, golongan sedang sama golongan ringan aja” (P 3).

b. Kriteria pasien yang layak diberdayakan.

Kegiatan pemberdayaan di Pondok Pesantren Nurussalam tidak dapat diikuti oleh

seluruh pasien gangguan jiwa. Pasien yang dapat mengikuti kegiatan pemberdayaan

tersebut merupakan pasien yang telah memenuhi kriteria dan telah mengalami beberapa

kali proses seleksi. Kriteria-kriteria tersebut meliputi, pasien sudah dapat berkomunikasi

dengan baik, sudah dapat mengontrol emosi, dan sudah mampu untuk memahami dirinya

sendiri. Berikut hasil wawancara dari partisipan:

“Kami hanya berani mengikut sertakan pasien-pasien dengan tingkatan menengah dan

tingkatan ringan jadi mereka otomatis komunikasi sudah nyambung”(P 1),

7

“Biasanya pasien yang sudah bisa diajak komunikasi, bisa diatur sama pengurus yang

lebih penting apa itu tidak ngamuk bisa ngontrol emosi mbak” (P 2),

“Ya pasiennya di pilih mbak yang sudah bisa ikut kegiatan di pondok yang sudah tidak

ngamuk, bisa diatur itu yang bisa dikutkan kegiatan” (P 3).

4. Kegiatan pemberdayaan yang bersifat fleksibel.

a. Kegiatan pemberdayaan.

Pondok pesantren Nurussalam mempunyai beberapa kegiatan untuk pasien gangguan

jiwanya. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan terapi dan kegiatan pemberdayaan. Ciri dari

pondok pesantren ini adalah kegiatan pemberdayaan.

Kegiatan untuk pasien laki-laki adalah pembangunan, peternakan, pertanian,

permebelan, dan kegiatan untuk pasien perempuan adalah memasak, mencuci, dan

menjaga toko. Berikut hasil wawancara partisipan:

“Laki-laki dan perempuan berbeda kalau untuk yang laki-laki paling utama itu adalah

kegiatan pemberdayaan di peternakan ayam, selain dipeternakan ada juga pertukangan,

sedangkan untuk perempuan biasanya pemberdayaannya untuk kegiatan-kegiatan

keseharian ala-ala perempuan contoh mencuci, kemudian melipat baju, memasak, bahkan

beberapa kami perbantukan juga dikantin” (P 1),

“Pembangunan, ngasih makan ternak, sama pertukangan kayu terkadang juga ada

pertanian tergantung kondisi pasiennya juga sama kondisi lapangan yang bisa

dikerjakan” (P 2),

“Pemberdayaan itu macam-macam tapi kalo perempuan lebih ke pekerjaan rumah tangga

kayak masak, nyuci baju, jaga toko ya seperti itu” (P 3).

b. Jadwal pemberdayaan

Dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan pasien gangguan jiwa pengurus tidak

menetapkan jadwal khusus bagi pasien gangguan jiwa. Sehingga jadwal kegiatan

pemberdayaan pasien gangguan jiwa di pondok pesantren Nurussalam bersifat fleksibel.

Berikut hasil wawancara partisipan:

“Iya sangat fleksibel karena melihat kondisi dilapangan juga” (P 1),

“Disini tidak ada hari-hari yang pasti dilakukan kegiatan mbak, mengikuti kondisi yang

ada disini saja” (P 2),

“Tidak ada jadwal, harinya juga tidak pasti” (P 3).

8

5. Efektifitas pemberdayaan pasien gangguan jiwa.

Pasien gangguan jiwa di pondok pesantren Nurussalam sudah dapat dikatakan membaik

dan dapat di kembalikan ke masyarakat jika telah mengikuti kegiatan terapi, kegiatan

pemberdayaan dan kegiatan lain yang dilakukan di pondok pesantren. Kegiatan pemberdayaan

pasien gangguan jiwa ini dinilai sangat efektif untuk pengobatan pasien gangguan jiwa.

Karena sifatnya kegiatan pemberdayaan ini membuat pasien selalu merasa disibukkan dengan

kegiatan-kegiatan positif, sehingga pasien dapat terhindar dari kegiatan yang kurang positif

seperti berhalusinasi, dan lain-lain. Berikut hasil wawancara partisipan:

“Kalau menurut takaran kami sangat efektif ya justru pasien yang kegiatan yang

pemberdayaannya banyak itu lebih cepat sembuh lebih cepat pulang dibanding yang malas-

malasan tanpa ada kegiatan yang pasti” (P 1),

“Sejauh ini sih efektif ya, banyak pasien yang sudah pulang setelah mengikuti kegiatan

pemberdayaan”(P 2),

“Ya pasti efektif mbak” (P 3).

PEMBAHASAN

1. Proses masuknya pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam.

Secara umum proses masuknya pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam

didasari dengan dua sumber meliputi keluarga dan satpol PP yang bekerjasama dengan Dinas

Sosial Kabupaten setempat.

Peran ganda pondok pesantren sebagai tempat rehabilitasi pasien gangguan jiwa

merupakan perkembangan dari fungsi pesantren dimana beberapa pondok pesantren yang

memiliki peran lain selain mengasuh para santrinya, terdapat pula beberapa pondok pesantren

yang berfungsi sebagai lembaga yang membantu masyarakat dalam perawatan masyarakat

yang mengalami gangguan jiwa.

Hal ini sebagaimana hasil penelitian (Rachman, 2013) yang meneliti pemberdayaan eks

penderita gangguan jiwa di Pondok Pesantren. Penelitian ini menunjukkan bahwa peran ganda

Pondok Pesantren Metal Pasuruan inilah yang menjadi ciri khas tersendiri bagi lembaga ini,

yang mana pondok pesantren metal berfungsi sebagai tempat rehabilitasi bagi para

penyandang masalah sosial (para pecandu obat dan minuman terlarang, korban pemerkosaan,

anak terlantar, korban santet serta penderita gangguan jiwa).

2. Penempatan Asrama Pasien Gangguan Jiwa dan Kondisi Pasien Pertama Kali Masuk.

Penempatan pasien laki-laki dan perempuan merupakan bentuk dari penerapan hukum

syariat Islam yang tidak membolehkan berkumpulnya orang yang berlainan jenis dalam satu

ruangan. Selain itu fungsi penempatan pasien laki-laki dan perempuan juga dimaksudkan

untuk memudahkan dalam pengobatan, pembinaan dan pemberdayaan pasien gangguan jiwa.

Kondisi awal pasien gangguan di Pondok Pesantren Nurussalam terdiri dari berbagai

tingkatan gangguan jiwa. Sebagian besar pasien yang dibawa ke pondok pesantren tersebut

memiliki tingkatan gangguan jiwa yang bisa dikatakan parah. Kondisi pasien sangat

9

memprihatinkan, pasien tidak lagi dapat berkomunikasi, tidak dapat mengontrol emosi,

bahkan tidak lagi mengenali identitas dirinya sendiri.

3. Penggolongan Pasien Gangguan Jiwa dan Kriteria Pasien Yang Layak Diberdayakan.

Pondok pesantren Nurussalam melakukan penggolongan pasien berdasarkan kondisi

pasien pada umumnya, hal ini dikarenakan setiap pasien gangguan jiwa memiliki tingkat

gangguan jiwa yang berbeda-beda. Penggolongan tersebut terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu

pasien gangguan jiwa berat, sedang, dan ringan.

Pasien dikategorikan kondisi kejiwaan yang berat ditandai dengan tidak dapat menahan

emosi dan cenderung lebih sering mengamuk, sedangkan pasien kondisi kejiwaan menengah

yaitu pasien dapat menahan emosi dan sudah dapat berkomunikasi, dan kondisi pasien ringan

yaitu sudah dapat berkomukasi dengan lancar dan dapat mengerti tugas yang diberikan oleh

pengasuh.

Kegiatan pemberdayaan di Pondok Pesantren Nurussalam tidak dapat diikuti oleh

seluruh pasien gangguan jiwa. Pasien yang dapat mengikuti kegiatan pemberdayaan tersebut

merupakan pasien yang telah memenuhi kriteria dan telah mengalami beberapa kali proses

seleksi. Kriteria-kriteria tersebut meliputi, pasien sudah dapat berkomunikasi dengan baik,

sudah dapat mengontrol emosi, dan sudah mampu untuk memahami dirinya sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian (Sakellari, 2008) diketahui bahwa perawat yang berhak

memfasilitasi pengambilan keputusan, keterampilan dan mempromosikan diri pasien

gangguan jiwa. Sehingga dapat diketahui bahwa perawat atau pengurus pasien gangguan jiwa

merupakan seseorang yang berperan penting dalam menentukan kebutuhan pasien gangguan

jiwa.

Adapun seleksi-seleksi yang dilakukan merupakan seleksi yang dilakukan secara

spontan oleh pengurus asrama, seleksi dapat berupa kemampuan dan keterampilan pasien

dalam memahami, mengerti, dan melakukan beberapa perintah kecil yang sampaikan oleh

pengurus asrama.Hal yang sejalan di sampaikan oleh (Donald, 2002) yang menyatakan

bahwa, kondisi untuk pemberdayaan didasarkan pada kedua faktor psikologis dan organisasi,

untuk dilakukan pemberdayaan, klien perlu stabilitas kejiwaan dan keterampilan membuat

keputusan.

4. Kegiatan Pemberdayaan Yang Bersifat Fleksibel

Pemberdayaan yang dilakukan dipondok pesantren ini merupakan salah satu kegiatan

yang mencirikan pondok pesantren ini dengan rumah sakit jiwa pada umumnya. Kegiatan

pemberdayaan ini dapat membatu pasien untuk menyesuaikan diri di lingkungan

masyarakatnya nanti ketika pasien sembuh dan dapat kembali ke masyarakat. Sakellari

(2008), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa orang sakit jiwa tinggal dalam masyarakat

tidak harus diperlakukan sebagai obyek pasif belaka intervensi medis. Dengan demikian,

pemberdayaan harus menjadi bagian yang mapan dari perawatan kesehatan jiwa dan dasar

pelayanan rehabilitasi psikososial.

10

Kegiatan pemberdayaan ini di desain menyerupai kegiatan yang ada di lingkungan

masyarakat. Kegiatan pemberdayaan berupa, pembangunan, peternakan, pertanian,

pertukangan, memasak, serta mencuci. Dengan menerapkan pemberdayaan ini pihak pondok

pesantren mempunyai tujuan tersendiri yaitu dapat menekan upaya untuk kesejahteraan social

pasien gangguan jiwa dengan menggali dan memanfaatkan potensi yang ada atau ketrampilan

yang masih dapat digunakan untuk kemandiriannya. Hasil penelitian dari (Maryatun, 2015)

pelaksanaan program-program rehabilitasi gerak secara rutin dengan bimbingan dan

pembinaan sangat diperlukan Dan efektif bagi pasien gangguan jiwa.\

Dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan pengurus tidak menetapkan jadwa

khusus, sehingga kegiatan tersebut bersifat fleksibel. Hal tersebut dikarenakan mood pasien

gangguan jiwa yang dapat berubah sewaktu-waktu serta kondisi lapangan/ tempat

pemberdayaan yang terbatas. Dengan adanya jadwal yang fleksibel tersebut maka tanggung

jawab setiap pasien gangguan jiwa di handle oleh masing-masing pengurus asrama.

5. Efektifitas Pemberdayaan Pasien Gangguan Jiwa

Kegiatan pemberdayaan pasien gangguan jiwa ini dinilai sangat efektif untuk

pengobatan pasien gangguan jiwa. Karena sifatnya kegiatan pemberdayaan ini membuat

pasien selalu merasa disibukkan dengan kegiatan-kegiatan positif, sehingga pasien dapat

terhindar dari kegiatan yang kurang positif seperti berhalusinasi, dan lain-lain. Hasil peneitian

dari (Roger, 2010) Kegiatan pemberdayaan merupakan konstruksi yang penting untuk

membangun kesehatan mental pasien.

Kegiatan-kegiatan pemberdayaan ini juga dapat merangsang kreativitas pasien dalam

melakukan kegiatan dan memecahkan persoalan-persoalan yang muncul pada saat kegiatan. .

(Masterson, 2006) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa pemberdayaan akan memiliki

kesempatan yang lebih besar sebagai alternative pengobatan gangguan jiwa, karena hal

tersebut dinilai dapat menantang stigma yang melemahkan pasien gangguan jiwa dan

ketergantungannya pada orang-orang disekitarnya (eksternal).

Kegiatan tersebut juga di desain seperti kegiatan yang terdapat di lingkungan

masyarakat normal pada umumnya, sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Kegiatan-

kegiatan pemberdayaan tersebut juga dapat membatu pasien untuk mempersiapkan diri ketika

menghadapi lingkungan masyarkatnya yang baru ketika ia telah sembuh dan dikembalikan

kepada keluarga atau masyarakat. Sehingga keterlibatan dan dukungan masyarakat dalam

memelihara lingkungan merupakan upaya pencegahan kekambuhan pasien yang telah sembuh

dari sakit jiwa yang telah dinyatakan membaik dan dikembalikan pada keluarga (Pratiwi,

2015).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sebagian besar pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam diantar oleh keluarga

dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Demak.

11

2. Pemisahan asrama pasien gangguan jiwa berdasarkan jenis kelamin dan kondisi pasien

pertama kali masuk sebagian besar tidak lagi dapat berkomunikasi, tidak dapat mengontrol

emosi, bahkan tidak lagi mengenali identitas dirinya sendiri.

3. Penggolongan pasien gangguan jiwa adalah pasien gangguan jiwa ringan, sedang dan berat

serta pasien yang diikut sertakan dalam pemberdayaan adalah pasien yang telah mengikuti

pengobatan dan mendapatkan kemajuan ditandai dengan pasien telah dapat berkomunikasi

dan dapat mengendalikan emosinya.

4. Kegiatan pemberdayaan dilakukan sesuai dengan karakteristik pasien dimana pada pasien

laki-laki diarahkan kepada kegiatan pertanian, pertukangan dan peternakan sedangkan pasien

perempuan pada menjaga toko dan memasak. Kegiatan pemberdayaan bersifat fleksibel

artinya pemberdayaan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien.

5. Pelaksanaan pemberdayaan pasien gangguan jiwa di Pondok Pesantren Nurussalam adalah

efektifitas dalam penyembuhan pasien gangguan jiwa yang ditunjukkan dengan banyak pasien

yang berhasil sembuh dan dipulangkan ke keluarga masing-masing.

Saran

1. Bagi Pondok Pesantren Nurussalam

Pondok Pesantren Nurussalam dapat melakukan kerjasama dengan instansi kesehatan

khususnya yang berhubungan dengan kesehatan jiwa, sehingga proses pengobatan pasien

gangguan jiwa dapat berjalan lebih efektif.

2. Bagi Perawat

Pemberdayaan pasien gangguan jiwa terbukti dalam meningkatkan kemandirian pasien

gangguan jiwa sehingga dapat kembali ke masyarakat. Hasil penelitian ini dapat menjadi

acuan bagi keperawatan tentang hubungan pemberdayaan pasien gangguan jiwa dalam

peningkatan kemandirian pasien gangguan jiwa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti tentang hubungan pola pengobatan di pondok

pesantren terhadap penyembuhan pasien gangguan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, N. dkk. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Alfitri. 2011. Community Development Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memeahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung :

Alfabeta.

Rachman dan Kris Hendrijanto. 2013. Pemberdayaan Eks. Penderita Gangguan Jiwa. Artikel

ilmiah hasil peneitian mahasiswa. Universitas Jember

12

Linhorst, Donald M. 2002. Opportunities and barriers to empowering peole with severe mental

illness though participation in treatment planning. Journal of social Work. Vo 47 No 4

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan 9. Surabaya: Airlangga University

Press

Maryatun, S. 2015. Peningkatan Kemandirian Perawatan Diri Pasien Skizofrenia Melalui

Rehabilitasi Terapi Gerak. Jurnal Keperawatan Sriwijaya. Vol 2 No 2

Masterson, S and Sara Owen. 2006. Mental health service user’s social and Individual

empowerment: Using theories of power to elucidate far-reaching strategies. Journal of

Mental Heath. Vol 19 no 34.

Moleong, Lexy J. 2010. Metedologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda

Karya

Nafi’, M.D, dkk. 2007. Praktis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Yayasan Selasih

Pratiwi, A. dkk. 2015. Penyakit Jiwa Di Komunitas. WARTA. Vol 18 No. 2

Qomar, M. 2007. Pesantren. Yogyakarta: Erlangga

Rachman dan Kris Hendrijanto. 2013. Pemberdayaan Eks. Penderita Gangguan Jiwa. Artikel

ilmiah hasil peneitian mahasiswa. Universitas Jember

Rogers Sally, dkk. 2010. Validating the empowerment scale with a multisite sample of

consumers of mental health services. Psychiatric Service, vol 61 no.9

Sakellari. 2008. Empowering mentall ill people a new health promotion challenge. International

journal of caring science. Vol 1 issue 1.

Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sumodiningrat, Gunawan. 2004. Pembangunan Wilayah. LP3ES

Townsend, C.M. 2005. Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. (3th

ed). Philadelphia:

F.A. Davis Company