GAMBARAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN BODY MASS …

46
GAMBARAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN BODY MASS INDEX (BMI) PADA REMAJA DI SMA NEGERI CIMANGGUNG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan DINI NURHAMIDAH FAUZIAH AK.1.15.013 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019

Transcript of GAMBARAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN BODY MASS …

GAMBARAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN BODY MASS

INDEX (BMI) PADA REMAJA DI SMA NEGERI

CIMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Keperawatan

DINI NURHAMIDAH FAUZIAH

AK.1.15.013

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2019

ABSTRAK

Prevalensi overweight di Indonesia pada usia 13 sampai 15 tahun yaitu

sebesar 11,2% atau sebanyak 60.020, dan untuk Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar

12,0% atau sebanyak 11.081. Dan pervalensi overweight di Indonesia pada usia

16 sampai 18 tahun yaitu 9,5% sebanyak 51,826, sedangkan untuk bagian

Provinsi Jawa Barat itu sendiri yaitu sebesar 10,9% sebanyak 9.823. Dinkes

Kabupaten Sumedang menyatakan bahwa prevalensi overweight pada usia remaja

yang paling tinggi pada tahun 2018 di Kabupaten Sumedang adalah wilayah kerja

UPT Puskesmas Cimanggung. Berdasarkan data penjaringan UPT Puskesmas

Cimanggung Kabupaten Sumedang didapatkan data dari 6 Sekolah Menengah

Atas dengan jumlah siswa yang mengalami overweight atau obesitasterbanyak

adalah SMA Negeri Cimanggung, yaitu dari 370 siswa yang dijaring ada 29 siswa

yang mengalami obesitas.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran konsumsi fast food

dengan body mass index pada remaja di SMA Negeri Cimanggung.

Jenis penelitian menggunakan cross sectional, dengan sampel 92 orang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportionate stratified random

sampling. Pengambilan data konsumsi fast food dengan menggunakan kuesioner,

dan Body Mass Index (BMI) dengan menggunakan timbangan dan microtoise,

interpretasi didapatkan dari BMI/U. Analisis univariat ditampilkan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi.

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa 57,6% responden sering

mengkonsumsi fast food; dan 57,6% responden mempunyai BMI normal. Hasil

analisis didapatkan bahwa perubahan pola makan pada remaja di SMA Negeri

Cimanggung cenderung mengkonsumsi kalori berlebihan seperti fast food tetapi

memiliki kategori BMI normal, dikarenakan siswa SMA Negeri Cimanggung

mengimbanginya dengan asupan gizi seimbang dan olahraga.Berdasarkan hasil

penelitian diharapkan agar siswa tidak mengkonsumsi fast food secara berlebih

atau terlalu sering, sehingga mampu mengurangi resiko terjadinya gizi berlebih

seperti overweight dan obesitas.

Kata kunci :Body Mass Index (BMI), Fast Food, Remaja

Daftar Pustaka : 31 Buku (2005-2018)

16 Jurnal (2009-2015)

7 Website resmi (2011-2018)

ABSTRACT

The prevalence of being overweight in Indonesia at the age of 13 to 15

years is 11.2% or 60,020, and for West Java Province is 12.0% or 11,081. And

the prevalence of being overweight in Indonesia at the age of 16 to 18 years is

9.5% as much as 51,826, while for the West Java Province itself that is equal to

10.9% as much as 9.823. Sumedang District Health Office states that the highest

prevalence of overweight in adolescence in 2018 in Sumedang Regency is the

working area of the Cimanggung Health Center UPT. Based on the selection of

UPT Puskesmas Cimanggung Sumedang District, the data obtained from 6 senior

high schools with the highest number of overweight or obese students was

Cimanggung State High School, from 29 students who were netted there were 29

students who were obese.

The purpose of this study was to determine the description of

consumption of fast food with body mass index in adolescents at Cimanggung

State High School.

This type of research uses cross sectional, with a sample of 92 people.

Sampling is done by proportional stratified random sampling. Retrieval of fast

food consumption data using a questionnaire, and Body Mass Index (BMI) using

scales and microtoise, interpreted obtained from BMI / U. Univariate analysis of

the victory in the form of frequency distribution tables.

The results obtained show that 57.6% of respondents often eat fast food;

and 57.6% of respondents have a normal BMI. The analysis results obtained

about changes in eating patterns in adolescents in Cimanggung State High School

require high calories such as fast food but have a normal BMI category,

Cimanggung State High School students balance it with a balanced nutrition

intake and exercise. Based on the results of research that is expected that students

do not consume fast food excessively or too often, so as to reduce excess nutrition

problems such as being overweight and obese.

Keywords : Body Mass Index (BMI), Fast Food, Adolescents

Bibliography : 31 Books (2005-2018)

16 Journals (2009-2015)

7 Official website (2011-2018)

i

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrohmanirrohiim..

Syukur Alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, atas

segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Gambaran Konsumsi Fast Food Dengan Body Mass Index (BMI) Pada Remaja

Di SMA Negeri Cimanggung” hingga selesai.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan mendukung untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:

1. H. Mulyana SH, M.Pd.,M.H.Kes. Selaku Ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes.,Apt. Selaku Rektor Universitas Bhakti

Kencana Bandung.

3. Rd. Siti Jundiah, S.Kp.,M.Kep. Selaku Dekan Universitas Bhakti Kencana

Bandung.

4. Lia Nurlianawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep. Selaku Ketua Program Studi

Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.

5. Sri Wulan Megawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep. Selaku pembimbing 1 yang

telah banyak meluangkan waktu, serta memberikan saran dan masukan

yang membangun bagi peneliti.

6. Imam Abidin, S.Kep.,Ners. Selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu, serta memberikan saran dan masukan yang

membangun bagi peneliti.

ii

7. Bapak/ Ibu seluruh Staf dosen dan karyawan Universitas Bhakti Kencana

Bandung yang telah membantu dan memudahkan peneliti dalam

penyusunan tugas akhir ini.

8. Mamat Sarbini, S.Pd dan E.Siti Khopsah, selaku orangtua peneliti yang

dengan kasih sayangnya, keikhlasan, dan kesabarannya selalu mengiringi

peneliti dengan do’a dan motivasi agar peneliti dapat selalu dalam rahmat

Allah SWT, dan diberikan kemudahan dalam segala urusan dunia dan

akhirat oleh Allah SWT.

9. Teman-teman (Rosipa, Novianti Lestari, Eris) dan mahasiswa S1

Keperawatan angkatan 2015 yang telah memberikan dukungan dalam

penyusunan Skripsi ini.

10. Bripda Virgiawan Muhammad Fauzan, yang telah membantu serta

memberikan motivasi pada peneliti dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

Skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan bimbingan, kritik dan saran

demi kemajuan bersama. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada

pembaca, semoga Allah SWT memberikan ilmu yang berkah untuk kita semua.

Aamin.

Bandung, Juli 2019

Dini Nurhamidah Fauziah

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... v

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 9

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 10

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 10

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 10

1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................................. 10

1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 12

2.1 Remaja........................................................................................................ 12

2.2 Fast Food ................................................................................................... 13

2.3 Status Gizi .................................................................................................. 20

2.4 Body Mass Index ........................................................................................ 23

iv

2.5 Teori Model Keperawatan Lawrence W Green ......................................... 28

2.5 Gambaran Konsumsi Fast Food Dengan Body Mass Index ...................... 30

2.6 Kerangka Konsep ....................................................................................... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 34

3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 34

3.2 Paradigma Penelitian ................................................................................. 34

3.3 Variabel Penelitian ..................................................................................... 35

3.4 Definisi Konseptual dan Operasional ....................................................... 36

3.5 Populasi dan Sampel ................................................................................. 38

3.6 Pengumpulan Data ..................................................................................... 40

3.7 Langkah Penelitian ..................................................................................... 43

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data ............................................................ 44

3.10 Etika Penelitian ....................................................................................... 50

3.11 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 52

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................................... 52

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Fast Food ......................... 52

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Body Mass Index ............................... 53

4.4 Distribusi Konsumsi Fast Food Dan Body Mass Index ............................. 53

4.5 Pembahasan ................................................................................................ 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 60

5.2Saran ............................................................................................................ 60

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori Dan Ambang Batas Status Gizi ............................................ 27

Tabel 2. Definisi Operasional ............................................................................ 37

Tabel 3. Sampel Tiap Kelas ............................................................................... 40

vi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Konsep ................................................................................. 33

Bagan 2. Kerangka Penelitian .............................................................................. 35

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2. Surat Balasan Studi Pendahuluan

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Lampiran 4. Surat Balasan Penelitian

Lampiran 5. Lembar Bimbingan

Lampiran 6. Lembar Informed Concent

Lampiran 7. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 8. Kuesioner Penelitian

Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Penelitian dan Olah Data

Lampiran 10. Buku Saku Antropometri

Lampiran 11. Riwayat Hidup

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja berasal dari kata adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh

menjadi dewasa. Istilah adolesence mempunyai arti yang mencakup

kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Masa remaja merupakan masa

perkembangan remaja menjadi dewasa dari segi biologis, emosi, sosial dan

kognitif. Perkembangan psikososial dapat berdampak positif terhadap

peningkatan perilaku sehat seperti konsumsi makanan sehat, aktivitas fisik

dan gaya hidup sehat secara umum (Irianto, 2014). Menurut Brown (2005)

remaja memiliki 3 tahap perkembangan yaitu, remaja awal (early adolescent),

usia 10-14 tahun, remaja tengah (middle adolescent), usia 15-17 tahun, dan

remaja akhir (late adolescent), usia 18-21 tahun.

Perkembangan psikososial juga sering menjadi penyebab utama perubahan

perilaku makan seperti makan berlebih, suplemen non gizi, penggunaan zat

gizi diluar kebiasaan serta mengadopsi diet sesuai kesukaan pada makanan.

Masa remaja yaitu masa dimana sangat mudah sekali terpengaruh oleh

lingkungan dan orang orang terdekat, mudah mengikuti zaman seperti mode,

trend yang sedang berkembang di masyarakat khususnya dalam hal makanan

cepat saji. Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat gizi yang

diperoleh untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Proverawati, 2011)

2

Perubahan pola makan pada remaja yang terjadi saat ini tidak lepas dari

adanya pengaruh lingkungan seperti banyaknya restoran makanan cepat saji

(fast food). Makanan cepat saji atau fast food merupakan makanan yang

tersedia dalam waktu cepat dan siap disantap kapanpun, seperti fried chicken,

hamburger, pizza dan lain sebagainya. Menurut (Irianto, 2007) fast food

memiliki beberapa kelebihan yaitu karena penyajiaannya yang cepat sehingga

tidak menghabiskan waktu lama dan dapat dihidangkan kapan dan dimana

saja. Fast food dianggap sebagai makanan bergengsi dan makanan gaul

(Stang, 2008).

Masalah gizi pada remaja sering kali dijumpai pada masyarakat Indonesia,

dikarenakan perilaku gizi yang salah. Yaitu dengan adanya

ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi sehingga

menyebabkan terjadinya kegemukan. Status gizi yang baik hanya dapat

tercapai dengan pola makan yang baik, yaitu pola makan yang didasari oleh

perinsip menu gizi seimbang (Ade, 2012).

Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi secara

efisien, sehingga memungkinkan adanya pertumbuhan fisik, perkembangan

otak, dan lainnya. Pangan sebagai sumber zat gizi menjadi landasan manusia

untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan.

Pangan dan gizi dianggap sebagai kebutuhan dan modal dasar pembangunan

serta dijadikan indikator atas keberhasilan pembangunan, konsumsi makanan

oleh masyarakat atau keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang

dibeli, kebiasaan makan seseorang.

3

Overweight merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki berat

badan yang melebihi berat badan normal, baik berdasarkan usia, jenis

kelamin maupun tinggi badan yang disebabkan karena akumulasi elmak yang

berlebih didalam tubuh yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2018)

Menurut WHO overweight dan obesitas merupakan faktor resiko penyebab

kematian nomer 5 di dunia. Sedikitnya 2,8 juta penduduk meninggal pertahun

akibat overweight dan obesitas (WHO, 2011).

Overweight dan obesitas ini memiliki angka kematian yang tinggi di dunia

dibandingkan dengan underweigh. Overweight merupakan penyebab

kematian nomor 5 di dunia dan Indonesia menempati urutan ke 10 dengan

tingkat obesitas tertinggi di dunia. Sedikitnya 2,8 juta penduduk meninggal

pertahun nya akibat overweight dan obesitas (BBC, 2014).Ada lebih dari 1,4

miliar remaja di dunia mengalami obesitas dan diantaranya berasal dari

negara berkembang. Prevalensi overweight di Indonesia mengalami

peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2014 yaitu sebesar 12,8%, tahun

2015 sebesar 13, 5%, dan pada tahun 2016 yaitu sebesar 14, 2% (WHO,

2017).

Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018

untuk prevalensi overweight di Indonesia yaitu, pada anak usia 5 sampai 12

tahun mengalami kelebihan berat badan (overweight) sebesar 10,8% dari

jumlah orang 165.682, dan di Provinsi Jawa Barat itu sendiri yaitu 11,7% dari

jumlah orang yang tertimbang 29.658. Prevalensi overweight di Indonesia

pada usia 13 sampai 15 tahun yaitu sebesar 11,2% dari jumlah orang yang

4

tertimbang sebanyak 60.020, dan untuk Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar

12,0% dari jumlah yang tertimbang sebanyak 11.081. Dan pervalensi

overweight di Indonesia pada usia 16 sampai 18 tahun yaitu 9,5% dari jumlah

yang tertimbang sebanyak 51,826, sedangkan untuk bagian Provinsi Jawa

Barat itu sendiri yaitu sebesar 10,9% dari jumlah yang tertimbang sebanyak

9.823 (Kemenkes, 2019).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Sumedang pada tanggal 1 Juli 2019 dari Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi

bahwa prevalensi overweight pada usia remaja yang paling tinggi pada tahun

2018 di Kabupaten Sumedang adalah wilayah kerja UPT Puskesmas

Cimanggung. Berdasarkan data penjaringan UPT Puskesmas Cimanggung

Kabupaten Sumedang didapatkan data dari 6 Sekolah Menengah Atas dengan

jumlah siswa yang mengalami overweight atau obesitasterbanyak adalah

SMA Negeri Cimanggung, yaitu dari 370 siswa yang dijaring ada 29 siswa

yang mengalami obesitas.

Overweight pada usia remaja merupakan masalah yang serius yang

nantinya akan berlanjut hingga usia dewasa. Overweight dan obesitas

cenderung menetap dan muncul pada saat anak berusia 5-12 tahun dan ini

akan berlanjut sampai anak menjadi dewasa, maka dari itu perlu adanya

upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (Simatupang,

2011). Overweight dan obesitas dapat menjadi faktor resiko penyakit

metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus,

kanker, osteoartritis (Soetjiningsih, 2016).

5

Penyebab mendasar seseorang mengalami overweight atau obesitas adalah

akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan overweight diantaranya masukan

energi yang melebihi kebutuhan tubuh, penggunaan kalori yang kurang,

hormonal, budaya dan keadaan sosial ekonomi (Soetjiningsih, 2016).

Disamping itu, ada faktor yang dapat mempengaruhi overweight pada seorang

remaja yaitu faktor genetik, faktor lingkungan (kebiasaan makan, aktifitas

fisik, sosial ekonomi), faktor psikis dan lain-lain (Adriani, 2012).

Overweight lebih dominan dipengaruhi faktor lingkungan dibandingkan

faktor genetik (Haines dkk, 2010). Overweight yang terjadi pada usia remaja

berkaitan dengan kebiasaan makan mereka, dimana dalam usia ini mereka

sudah dapat memilih dan menentukan makanan yang disukainya. Kebiasaan

makan bagi sebagian seorang remaja telah menjadi gaya hidup, sehingga

sering terjadi kebiasaan makan tidak seimbang yang mempunyai peran sangat

besar terhadap kejadian overweight pada remaja, terutama makanan tinggi

kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak.

Kebiasaan mengkonsumsi fast food secara berlebihan dapat menimbulkan

masalah obesitas. Pada umumnya, fast food mengandung energi yang tinggi,

tinggi lemak, gula dan natrium, namun rendah serat, vitamin, kalsium dan

folat. Konsumsi fast food akan berdampak negatif terhadap nutrisi dan

kesehatan seseorang, terutama dapat merugikan pertumbuhan fisik (Seo et al,

2011).

6

Banyak faktor yang membuat para remaja lebih memilih mengkonsumsi

fast food antara lain kesibukan orang tua khususnya ibu yang tidak sempat

menyiapkan makanan di rumah, dan anak yang banyak menghabiskan

waktunya disekolah tak jarang mereka lebih memilih membeli makanan

diluar seperti makanan cepat saji atau fast food. Selain itu, penyajian fast food

yang cepat dan praktis tidak membutuhkan waktu lama, rasanya enak, sesuai

selera dan seringnya mengkonsumsi fast food dapat menaikan status sosial

remaja, menaikan gengsi dan tidak ketinggalan globalitas (Proverawati,

2010).

Masuknya budaya barat melalui media, baik cetak maupun elektronik yang

hadir di Indonesia menimbulkan dua efek yang berbeda. Budaya barat

memperkenalkan sedentary life style dan fast food yang tanpa disadari

meningkatkan resiko terjadinya overweight (Aji, 2013). Kemudahan

mendapat makanan cepat saji menyebabkan remaja mengabaikan gizi

seimbang. Kemudahan-kemudahan diberbagai bidang serta sempitnya ruang

dan waktu juga menyebabkan remaja kurang beraktifitas fisik. Kelebihan

berat badan sejak dini akan berdampak pada saat mereka dewasa menjadi

obesitas (Soekirman, 2009).

Dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan

sedentary life (gaya hidup malas), akan berakibat pada perubahan pola makan

atau konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tidak sehat seperti

tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat, terutama terhadap penawaran

7

makanan siap saji atau fast food, yang berdampak meningkatkan resiko gizi

berlebih (Zametkin et al, 2004; Hidayati dkk, 2009).

Untuk mengukur dan mengetahui status gizi pada remaja apakah tergolong

normal, overweight, obesitas dan lainnya, dapat dilakukan dengan

menggunakan BMI atau body mass index. Body Mass Index (BMI)

merupakan suatu metode untuk menilai status gizi seseorang dengan cara

mengukur berat badan dan tinggi badan terlebih dahulu. Lalu BMI dihitung

dengan cara berat badan (BB) dalam satuan kilogram (kg) dibagi dengan

tinggi badan (TB) dalam satuan meter kuadrat (m²). Cara ini dapat digunakan

pada perempuan maupun laki-laki (Irianto, 2007).

Penelitian yang dilakukan Veranita (2014), menjelaskan bahwaidak hanya

frekuensi fast food yang mempengaruhi overweight, tetapi dari jenis makanan

fast food yang dikonsumsi dan jumlah atau porsi makan yang dihabiskan

setiap kali makan juga mempengaruhi overweight atau obesitas (Asmika,

2013).Pola konsumsi fast food yang berlebihan terhadap remaja dapat

menimbulkan gizi yang berlebih. Pasalnya fast food memiliki kandungan gizi

yang tidak seimbang yaitu mengandung kalori tinggi, tinggi lemak, rendah

serat, dan gula yang tinggi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti

pada tanggal 15 juli 2019 pada 8 siswa kelas X, XI, XII mengatakan bahwa

sering mengkonsumsi makanan cepat saji di sekolah maupun diluar sekolah.

Mereka menjelaskan alasannya mengkonsumsi fast food karena rasanya yang

8

enak dan praktis tidak butuh waktu lama. Bahkan 1 dari ke 8 orang siswa

lainnya mengatakan bahwa konsumsi makanan cepat saji sudah menjadi

kebiasaan karena ibu dari siswa tersebut berjualan makanan cepat saji seperti

burger, sosis, donat dan lainnya.

Dari ke 8 siswa tersebut 4 diantaranya mengatakan selalu sarapan jika

hendak berangkat ke sekolah, 2 diantaranya mengatakan jarang sarapan dan 2

siswa lainnya mengatakan tidak pernah sarapan jika hendak pergi ke sekolah.

Namun siswa tersebut selalu membeli gorengan disekolah sebelum pelajaran

dimulai untuk sarapan, siswa tersebut mengatakan jika tidak sarapan mereka

sulit berkonsentrasi pada saat pelajaran dimulai. Semua siswa tersebut

mengatakan bahwa mereka harus sudah tiba 10 menit sebelum pelajaran

sekolah dimulai yaitu pada pukul 06:50 WIB hingga pelajaran berakhir pada

pukul 16:00 WIB. Maka total waktu siswa di sekolah SMA Negeri

Cimanggung yaitu 9 jam 10 menit.

Dari total waktu belajar siswa tersebut mereka mendapatkan 2 kali

istirahat pada pukul 10:00 WIB dan pukul 12:00 WIB dengan durasi masing-

masing 30 menit, sehingga jika ditotalkan waktu istirahat siswa SMA Negeri

Cimanggung yaitu 1 jam. Mereka mengatakan saat istirahat tiba selalu

menghabiskan waktu istirahat untuk jajan jajanan yang ada disekolah seperti

bakso, gorengan, sosis, mie instan, minuman kemasan dan jajanan lainnya.

Hasil observasi peneliti pada ke 8 siswa tersebut didapatkan bahwa 3 orang

mengalami overweight, 2 orang mengalami obesitas, dan 3 orang lainnya

dengan berat badan normal.

9

Di SMA Negeri Cimanggung belum pernah dilakukan penelitian tentang

status gizi. Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan dan dengan

ditunjang oleh berbagai teori dan penelitian-penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa overweight dan obesitas merupakan penyebab kematian

nomor 5 dan terjadi peningkatan overweight dan obesitas setiap tahunnya,

maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian di SMA tersebut.

Melihat dari paparan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

“Gambaran Konsumsi Fast Food Dengan Body Mass Index (BMI) Pada

Remaja Di SMA NegeriCimanggung”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran konsumsi fast food dengan body

mass index(BMI)pada remaja di SMA Negeri Cimanggung?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran konsumsi fast food dengan body mass

index pada remaja di SMA Negeri Cimanggung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi konsumsi fast food di SMA Negeri Cimanggung

b. Mengidentifikasi body mass index pada remaja di SMA Negeri

Cimanggung

10

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri,

umumnya bagi para pembaca sekalian untuk lebih mengetahui mengenai

masalah kesehatan gizi.

1.4.1Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk

dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu gizi

keperawatan.

1.4.2 Praktis

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu topik pembahasan

terutama dibidang Ilmu Gizi Keperawatan untuk menambah

wawasan mengenai apa saja yang mempengaruhi overweight dan

obesitasdan sebagai pedoman dalam pemberian asuhan

keperawatan khususnya dalam memberikan pendidikan kesehatan.

b. Bagi Sekolah

Memberikan informasi bagi pihak sekolah tentang permasalahan

pola makanan cepat saji pada remaja, sehingga dapat dijadikan

masukan untuk peningkatan kualitas dalam pola makan remaja,

terutama dalam pengadaan makanan sehat dan bergizi dikantin

sekolah.

11

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan

penambahan wawasan mengenai kebiasaan konsumsi fast food

pada remaja.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata adolesence yang berarti tumbuh atau

tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolesencemempunyai arti yang

mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Masa remaja

merupakan masa perkembangan remaja menjadi dewasa dari segi

biologis, emosi, sosial dan kognitif. Perkembangan psikososial dapat

berdampak positif terhadap peningkatan perilaku sehat seperti konsumsi

makanan sehat, aktivitas fisik dan gaya hidup sehat secara umum.

Perkembangan psikososial juga sering menjadi penyebab utama

perubahan perilaku makan seperti makan berlebih, suplemen non gizi,

penggunaan zat gizi diluar kebiasaan serta mengadopsi diet sesuai

kesukaan pada makanan (Hurlock, 2009 dalam Irianto, 2014).

Selama masa remaja, seseorang akan mengalami pertumbuhan fisik

yang pesat. Dibandingkan periode lainnya setelah kelahiran, lebih dari

20% total pertumbuhan tinggi badan dan sampai 50% massa tulang

tubuh telah dicapai pada periode ini. Oleh sebab itu, kebutuhan zat gizi

meningkat melebihi kebutuhan pada masa anak-anak.

13

2.1.2 Batasan Usia Remaja

Menurut Brown dkk (2005) remaja memiliki 3 batasan usia :

a. Remaja awal (early adolescent), usia 10-14 tahun

b. Remaja tengah (middle adolescent), usia 15-17 tahun

c. Remaja akhir (late adolescent), usia 18-21 tahun

2.2 Tinjauan Umum Fast food

2.2.1 Pengertian Fast food

Fast food adalah suatu makanan cepat saji yang ditandai dengan

biaya rendah, ukuran porsi yang besar dan makanan padat energi yang

mengandung tinggi kalori serta tinggi lemak. Secara umum fast food

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fast food yang berasal dari produk

barat dan lokal. Fast food yang berasal dari barat disebut juga fast food

modern (Sharkey dkk, 2011).

Makanan yang berasal dari wilayah barat umumnya berupa

hamburger, pizza, french fries, fried chicken, sandwich, soft drink dan

minuman kemasan lainnya. Sedangkan makanan cepat saji yang berasal

dari wilayah tradisional itu seperti warung tegal, restoran padang,

warung sunda, nasi goreng, pempek, batagor, bakso dan makanan cepat

saji lainnya (Hayati, 2010).

14

2.2.2 Pola Makan Fast food

Adapun perilaku makan pada remaja menurut Poltekkes Depkes

Jakarta I (2010) adalah sebagai berikut :

1. Makanan cepat saji

Makanan cepat saji (fast food) sudah menjadi tren dikalangan

anak remaja. Selain itu sudah banyak restoran siap saji yang

menyajikan berbagai macam makanan yang relatif mengandung

kadar lemak dan garam yang tinggi. Minuman yang tersedia pada

restoran siap saji seperti minuman ringan (soft drink) juga

menambah masukan kalori berlebih. Remaja yang sering

mengkonsumsi makanan siap saji cenderung mengalami kelebihan

berat badan (Depkes, 2010).

2. Makanan ringan/ selingan (snack)

Lebih dari 75% remaja mengkonsumsi makanan ringan atau

selingan dengan frekuensi yang sering dan hanya memberikan

sepertiga sampai seperempat energi yang masuk. Kebanyakan snack

yang dikonsumsi mengandung tinggi garam dan kalori yang sangat

tidak baik bagi kesehatan remaja, karena tidak membuat kenyang

dan tidak memberikan zat gizi yang cukup.

Secara umum, makanan yang dijadikan snack adalah kue,

biskuit, susu, minuman ringan/ minuman kemasan, buah, keripik,

ciki, kentang, dan gorengan. Yang sangat perlu diperhatikan adalah

15

jumlah yang dikonsumsi dan waktu mengkonsumsinya. Konsumsi

snack secara berlebihan di malam hari dikenal sebagai night eating

syndrome yang sangat tidak baik dan dapat mejadi penyebabnya

obesitas pada remaja.

2.2.3 Jenis-jenis Fast Food

a. Hamburger

Hamburger atau burger merupakan jenis makanan yang berupa roti

berbentuk bundar yang di iris menjadi dua bagian dan ditengahnya di

isi dengan patty yang biasanya diolah dari daging, kemudian di isi

dengan sayur-sayuran berupa selada, tomat, dan bawang bombay dan

diberi saus. Hamburger berasal dari negara Jerman.

b. Pizza

Pizza merupakan adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju,

daging, saus dan lain sebagainya sesuai selera.

c. French Fries (Kentang Goreng)

French Fries merupakan suatu hidangan yang terbuat dari potongan-

potongan kentang yang digoreng dalam minyak goreng panas.

d. Spaghetti

Spaghetti adalah makanan berupa mie yang berasal dari italia yang

berbentuk lurus panjang seperti lidi dan diberi saus dengan tambahan

daging didalamnya.

16

e. Fried Chicken (Ayam Goreng)

Fried chicken atau ayam goreng pada umumnya jenis makanan siap

saji yang umum dijual di restoran makanan siap saji (fast food).

Umumnya makanan ini mengandung protein, kolestrol dan lemak.

Yang tergolong dalam makanan siap saji modern lainnya adalah

pizza, sosis, chicken nugget, donat, pie susu, sedangkan makanan cepat

saji tradisional adalah, mie goreng, mie instan, bakso, mie ayam,

gorengan, pecal (Rahmadi, 2009).

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Fast Food

Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga yang

terjangkau kantong mereka, servisnya cepat, dan jenis makanannya

memenuhi selera.

Pada penelitian Sam-ang Seubsman et all (2009) yang berjudul

“Cultural Resistance to Fast-food Consumption? A Study of Youth in

North Eastern Thailand” menemukan 3 faktor psikososial yang

berhubungan meningkatnya konsumsi fast food. Berikut faktor yang

mempengaruhi :

1. Life style, penilaian sosial bahwa konsumsi fast food adalah gaya

hidup modern.

2. Social event di restoran fast food. Even sosial seperti ulang tahun

atau perayaan hari jadi, syukuran keluarga, berkencan dengan pacar,

atau sekedar bertemu dengan teman.

17

3. Marketing yang bersifat merangsang agar makan fast food.

Termasuk iklan tentang tempat, produk, harga, dan promosi.

Agar pembeli terbujuk untuk makan fast food maka iklan

menambahkan kelebihannya seperti tempat yang mudah dijangkau,

harga murah, tempat yang bersih, pelayanan yang cepat dan hemat,

dan makanan yang mudah dibawa.

2.2.5 Dampak Negatif Fast food

Makanan fast food menjadi salah satu pemicu munculnya berbagai

macam penyakit jika sering dikonsumsi oleh manusia. Berbagai macam

penyakit yang muncul akibat konsumsi fast food antara lain, penyakit

jantung, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas. Lemak jenuh dan

kolestrol yang terkandung dalam makanan cepat saji atau fast food

diketahui dapat beresiko tinggi untuk terkena penyakit tersebut

(Khasanah, 2012).

Dampak negatif konsumsi fast food lainnya adalah sebagai berikut

(Proverawati, 2010) :

a. Meningkatkan Resiko Serangan Jantung

Kandungan kolestrol yang tinggi pada fast food dapat

mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah yang

tersumbat akan membuat aliran darah tidak lancar yang dapat

mengakibatkan terjadinya serangan jantung koroner.

b. Membuat Ketagihan

18

Fast food mengandung zat aditif yang dapat membuat ketagihan

dan merangsang untuk ingin terus memakannya sesering mungkin.

c. Meningkatkan Berat Badan

Jika suka mengkonsumsi fast food dan jarang berolahraga, maka

dalam beberapa minggu tubuh akan mengalami penambahan berat

badan yang tidak sehat. Lemak yang didapat dari mengkonsumsi fast

food tidak digunakan dengan baik oleh tubuh jika tidak berolahraga.

Lemak inilah yang kemudian tersimpan dan menumpuk dalam tubuh.

d. Meningkatkan Resiko Kanker

Kandungan lemak yang tinggi dalam makanan fast food dapat

meningkatkan resiko kanker, terutama kanker payudara dan kanker

usus besar.

e. Memicu Diabetes

Kandungan kalori dan lemak jenuh yang tinggi dalam makanan

cepat saji akan memicu terjadinya resistensi insulin yang berujung

pada penyakit diabetes. Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh

tidak merespon insulin sehingga menurunkan penyerapan glukosa

yang menyebabkan banyak glukosa menumpuk di aliran darah.

f. Memicu Hipertensi

Garam dapat membuat masakan menjadi lebih nikmat, hampir

semua makanan cepat saji mengandung garam yang tinggi. Garam

mengandung natrium, ketika kadar natrium dalam darah tinggi dan

tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, volume darah meningkat karena

19

natrium bersifat menarik dan menahan air. Peningkatan ini

menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan darah ke

seluruh tubuh yang menyebabkan tekanan darah tinggi.

2.2.6 Upaya Meminimalisir Dampak Negatif Fast Food

Untuk mengurangi dan meminimalisir dapak negatif makanan

cepat saji dapat diupayakan dengan beberapa cara antara lain sebagai

berikut (Lubis, 2009) :

1. Kurangi makanan cepat saji secara berlebih.

2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji

adalah hendaknya mengimbangi konsumsi makanan tinggi lemak

dengan makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan

dalam bentuk mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan

seperti sop atau salad.

3. Dianjurkan meminum air mineral 8-10 gelas perhari untuk

mengimbangi minuman bersoda tinggi atau minuman kemasan

lainnya.

4. Buah-buahan sangat kaya akan vitamin, mineral, fitokimia,

antioksidan, dan serat makanan alami. Pengolahan buah-buahan

menjadi jus merupakan salah satu cara baik untuk meningkatkan

konsumsi buah di masyarakat.

5. Selain itu imbangi dengan olahraga teratur.

20

2.3 Tinjauan Umum Status Gizi

2.3.1 Definisi Status Gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi kesehatan pada

tubuh seseorang yang dilihat dari asupan zat gizi melalui makanan dan

minuman yang sesuai dengan kebutuhan. Pemenuhan zat gizi yang

sesuai dan seimbang akan berpengaruh terhadap kecukupan gizi

seseorang. Pola konsumsi makanan yang salah dan tidak seimbang akan

zat gizi dapat menimbulkan status gizi buruk atau gizi lebih (Sutomo &

Anggraini, 2010)

2.3.2 Gizi Pada Remaja

Remaja memiliki kebutuhan nutrisi yang spesial, karena pada masa

anak menuju remaja terjadi pertumbuhan yang pesat dan akan terjadi

perubahan kematangan fisiologis.Banyak perubahan fisiologis yang

mepengaruhi kebutuhan gizi pada remaja. Status gizi memegang

peranan penting dalam menentukan status kematangan fisiologis

seseorang (Poltekes Depkes Jakarta, 2010).

Kebutuhan energi dan zat gizi di usia remaja ditunjukkan untuk

deposisi jaringan tubuhnya. Total kebutuhan energi dan zat gizi remaja

juga lebih tinggi dibandingkan dengan rentan usia sebelum dan

sesudahnya. Apalagi masa remaja merupakan masa transisi penting

pertumbuhan dari kanak-kanak menuju dewasa. Gizi seimbang pada

21

masa tersebut akan sangat berpengaruh dalam menentukan kematangan

mereka dimasa depan (Dedeh dkk, 2016).

2.3.3 Kebutuhan Gizi pada Remaja

Kebutuhan gizi pada remaja perempuan dan laki-laki jelas berbeda.

Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan yang pesat, kematangan

seksual, perubahan komposisi tubuh, mineralisasi tulang, dan

perubahan aktivitas fisik.

Poltekes Depkes Jakarta I (2010) menjelaskan bahwa kebutuhan nutrisi

yang akan meningkat pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1. Karbohidrat

Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan gizi

remaja adalah aktivitas fisik seperti olahraga. Remaja yang aktif dan

banyak berolahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar

dibandingkan dengan remaja yang kurang aktif. Sumber energi dapat

diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras,

terigu, umbi-umbian, jagung, sagu, gula dan lain-lain.

2. Protein

Pada akhir masa remaja kebutuhan protein pada remaja laki-laki

lebih besar dibandingkan dengan perempuan karena perbedaan

komposisi tubuh. Kecukupan protein harus memenuhi 12-14% dari

pemasukan energi. Makanan sumber protein hewani bernilai biologis

lebih tinggi dibandingkan dengan sumber protein nabati, karena

komposisi asam amino esensial yang lebih baik dari segi kuantitas

22

dan kualitas. Contoh sumber protein adalah daging merah (sapi,

kerbau, kambing), daging putih (ayam, ikan), susu, kedelai, dan lain-

lain.

3. Mineral

Kebutuhan mineral terutama kalsium, zinc, dan zat besi juga

meningkat pada masa remaja. Kalsium penting untuk kesehatan

tulang, khususnya dalam menambah massa tulang. Keterbatasan

massa tulang akan meningkatkan resiko osteoporosis, khususnya

pada wanita. Sumber kalsium yang utama adalah susu, dan yang

lainnya adalah ikan, kacang-kacangan, dan sayuran.

Zat besi juga dibutuhkan untuk membentuk mioglobin dalam

jaringan otot yang baru. Remaja perempuan akan kehilangan zat besi

selama menstruasi sehingga perempuan membutuhkan zat besi lebih

banyak daripada remaja laki-laki. Sumber zat besi adalah hati,

daging merah, daging putih, sayuran hjau dan lain-lain. Zinc

dibutuhkan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja,

terutama pada laki-laki. Defisiensi zinc akan menimbulkan resiko

retardasi mental dan hipogonadisme.

4. Vitamin

Kebutuhan vitamin tiamin (thiamin), riboflavin, dan niasin

(niacin) akan meningkat, karena zat-zat tersebut diperlukan untuk

membantu proses metabolisme energi. Folat dan vitamin B12 juga

penting untuk sintesis DNA dan RNA. Vitamin D diperlukan

23

pertumbuhan otot. Vitamin A, C dan E dibutuhkan untuk

pembentukan dan mendukung fungsi sel baru.

2.4 Tinjauan Umum Body Mass Index

2.4.1 Definisi Body Mass Index

Body Mass Index (BMI)merupakan metode yang mudah dan

sederhana untuk menilai status gizi pada seseorang individu, namun

BMI ini tidak dapat mengukur langsung lemak tubuh. Pengukuran yang

dilakukan dengan menggunakan BMI ini mampu melihat atau

mengetahui kekurangan atau kelebihan dalam status gizi. Berat badan

kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan

orang dengan berat badan berlebih atau overwight dapat menimbulkan

beberapa macam penyakit degeneratif (Depkes, 2011).

Cara mengukur Body Mass Index (BMI) bagi anak dan remaja (5-

18 tahun) sangat bergantung atau disesuaikan dengan usia. Berikut

rumus untuk mengetahui nilai BMI, setelah mendapat hasil nilai BMI

lalu dimasukkan kedalam rumus BMI/U sebagai berikut :

𝐵𝑀𝐼 =Berat Badan (Kg)

[Tinggi Badan (m)2]

Z − Skor =𝑵𝒊𝒍𝒂𝒊 𝑩𝑴𝑰 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒖𝒌𝒖𝒓 − 𝑴𝒆𝒅𝒊𝒂𝒏 𝑵𝒊𝒍𝒂𝒊 𝑩𝑴𝑰

𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒗𝒊𝒂𝒔𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 − 𝒓𝒆𝒇𝒆𝒓𝒆𝒏𝒔𝒊

24

2.4.2 Komponen Body Mass Index (BMI)

A. Berat Badan

Timbangan badan perlu dikalibrasi pada angka nol sebagai

permulaan dan memiliki ketelitian 0,1 kg. Berat badan dapat

dijadikan sebagai ukuran yang reliable dengan mengkombinasikan

dan mempertimbangkannya terhadap parameter lain seperti tinggi

badan, proporsi lemak, otot, tulang dan komponen berat patologis

(edema dan splenomegali) (Adithiya Pradana, 2014).

B. Tinggi Badan

Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa

menggunakan alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung

dan bokong menempel pada dinding serta pandangan lurus ke

depan. Bagian pengukur atau microtoise disejajarkan dengan

bagian teratas kepala (vertex)(Adhitya Pradana, 2014).

2.4.3 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Body Mass Index (BMI)

Rachmawati (2012) mengatakan bahwa nilai Body Mass Index

setiap individu berbeda satu sama lain. Berikut beberapa faktor yang

mempengaruhi Body Mass Index (BMI) :

1. Jenis Kelamin

BMI seseorang salah satunya dipengaruhi oleh jenis kelamin.

Pada wanita terutama pada masa kehamilan dan saat menopause,

akan dijumpai berat badan yang berlebih. Pada saat kehamilan

25

terjadi karena adanya peningkatan jaringan adipose sebagai

simpanan yang akan diperlukan pada masa menyusui.

2. Tingkat Sosial

Tingkat sosial merupakan hal yang berpengaruh terhadap

angka kejadian overweight. Pada orang dengan tingkat sosial

rendah, akan sangat sukar untuk mendapatkan makanan,

overweight tampak sebagai sebuah indikator visual terhadap tingkat

kesejahteraan dan status hidup seseorang. Berbanding terbalik

dengan tingkat sosial yang tinggi, berat badan yang normal

merupakan suatu keinginan yang harus diraih.

3. Pola Makan

Pola makan merupakan pengulangan susunan makanan yang

terjadi saat makan. Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi,

dan kombinasi, makanan yang dimakan oleh seorang individu,

masyarakat, maupun sekelompok populasi. Pola makan tinggi

lemak jenuh dan gula, rendah serat, serta rendah zat gizi mikro,

akan menimbulkan masalah gizi berlebih atau

overweight.Overweight atau obesitas lebih banyak berhubungan

dengan jenis atau apa yang dimakan daripada seberapa banyak

jumlah atau frekuensi asupan makanan (Rachmawati, 2012).

Perubahan pola makan pada remaja yang terjadi saat ini tidak

lepas dari adanya pengaruh lingkungan seperti banyaknya restoran

makanan cepat saji (fast food). Makanan cepat saji atau fast food

26

merupakan makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap

disantap kapanpun, seperti fried chicken, hamburger, pizza dan lain

sebagainya.

4. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang kurang dapat menimbulkan

ketidakseimbangan energy sehingga bisa memicu terjadinya

peningkatan berat badan yang dapat mempengaruhi status gizi atau

nilai BMI seseorang. Orang dengan berat badan normal semakin

lama akan beresiko memiliki berat badan berlebih apabila disertai

dengan aktivitas fisik yang kurang (Rachmawati, 2012).

Aktivitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan

oleh kontraksi otot yang menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga

kesehatan tubuh perlu adanya aktivitas fisik sedang atau bertenaga

serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya.

Peningkatan BMI terjadi karena kurangnya seseorang beraktivitas

fisik atau berolah raga.

5. Faktor Psikologis

Faktor stabilitas emosi diketahui berkaitan dengan pola dan

frekuensi asupan makanan yang akan berpengaruh terhadap berat

badan.

6. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan faktor yang berperan dalam berat

badan seseorang. Anak atau remaja yang memiliki orang tua

27

dengan berat badan berlebih cenderung mengalami berat badan

yang berlebih pula. Bila salah satu dari orang tua memiliki berat

badan berlebih maka sekitar 40% - 50% anak atau remaja tersebut

akan mengalami berat badan berlebih pula (Rachmawati, 2012).

2.4.4 Klasifikasi Body Mass Index

Kategori dan ambang batas status gizi anak dan remaja menurut

Kemenkes RI (2010) :

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Anak dan Remaja

Kategori Ambang Batas (Z-Score)

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Overweight

>1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas >2 SD

2.4.5 Keterbatasan dan Kelebihan Body Mass Index

1) Kelebihan Body Mass Index (BMI) :

a. Biaya yang diperlukan murah

b. Pengukuran yang diperlukan hanya meliputi berat badan dan

tinggi badan seseorang.

c. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar

yang telah dinyatakan pada tabel BMI.

28

2) Keterbatasan Body Mass Index :

a. Olahragawan atau Atlet

Atlet yang terlatih, mungkin memiliki nilai BMI yang

tinggi karena peningkatan massa otot. Massa otot yang

meningkat dan berlebihan pada atlet (binaragawan) cenderung

menghasilkan kategori obesitas dalam BMI walaupun kadar

lemak tubuh mereka dalam kadar yang rendah.

b. Anak-anak dan Remaja

Pada anak-anak dan remaja tidak dapat menggunakan

rumus BMI yang sesuai pada orang dewasa. Pengukuran

dianjurkan menggunakan rumus BMI/U untuk anak-anak dan

remaja. Hal ini disebabkan karena pertambahan ukuran linear

tubuh (tinggi badan) dan berat badan tidak berlangsung dengan

kecepatan yang sama.

2.5 Teori Model Lawrence W Green

Undang-undang kesehatan No. 36 Tahun 2009 emberikan batasan

kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial

saja, tetapi diukur produktivitasnya dalam arti mempunyai promosi kesehatan

yang memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Promosi

kesehatan dalam arti pendidikan, secara umum adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau

29

masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan atau promosi kesehatan.

Hasil yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan

adalah perilaku kesehatan atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan yang kondusif. Perubahan perilaku yang belum atau tidak kondusif

ke perilaku yang kondusif ini mengandung berbagai dimensi, meliputi

perubahan perilaku, pembinaan perilaku, pengembangan perilaku. Dalam hal

pengembangan perilaku menurut (Green, 1980), terdapat faktor penyebab

terbentuknya perilaku, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor

pemungkin (enabling factors), faktor penguat (reinforcing factors).

Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi

perubahan perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah

kesehatan ataupun sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan

perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model pendekatan yang

dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal dengan

kerangka kerja Precede dan Procced. Lawrence W Green mencoba

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang

atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

sebagai berikut :

1. Faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

30

2. Faktor pendukung (Enabling factors) yang terwujud dalam fasilitas-

fasilitas atau sarana-sarana, dan sebagainya. Dalam penelitian ini jelas

bahwa faktor pendukung siswa untuk mengkonsumsi makanan cepat saji

(fast food) adalah karena terdapatnya fasilitas seperti gerai fast food atau

restoran yang menyediakan makanan cepat saji tersebut. Serta adanya

sarana seperti transfortasi yang semakin memudahkan seseorang untuk

membeli dan mengkonsumsi fast food tersebut.

3. Faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku. Dalam hal ini banyak yang menjadi faktor pendorong agar

seseorang atau siswa mengkonsumsi fast food diantaranya, karena keingin

tahuan seseorang terhadap fast food, lalu ada anggapannya bahwa

konsumsi fast food adalah gaya hidup modern, karena harganya yang

terbilang murah, rasanya yang enak dan dirasa sangat praktis untuk

mengkonsumsi fast food dibandingkan jika harus membuat sendiri.

Teori Lawrence W Green ini dapat digunakan untuk membuat

perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan

Proceed. Kerangka kerja precede mempertimbangkan beberapa faktor yang

membentuk status kesehatan dan membantu perencana terfokus pada faktor

tersebut sebagai target untuk intervensi (Notoatmojo, 2012).

2.6 Gambaran Konsumsi Fast Food Dengan Body Mass Index Remaja

Pola konsumsi fast food yang berlebihan terhadap remaja dapat

menimbulkan gizi yang berlebih. Pasalnya fast food memiliki kandungan gizi

yang tidak seimbang yaitu mengandung kalori tinggi, tinggi lemak, rendah

31

serat, dan gula yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh penelitian Winarsi (2003)

dengan judul “Hubungan Konsumsi FastFood Dengan Kejadian Obesitas

Pada Anak SD Di Kota Manado” menunjukkan bahwa adanya hubungan

konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada anak SD di kota Manado.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ratna (2012) dengan judul “Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Remaja Usia 12-15 Tahun”

menunjukan bahwa sebanyak 9,2 remaja mengalami gizi lebih dan 90,8%

mengalami gizi tidak lebih. Lalu penelitian ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, asupan protein, status gizi orang

tua, aktivitas olahraga, kebiasaan merokok dengan status gizi remaja usia 12-

15 tahun”

Penelitian serupa dilakukan oleh Riswanti & Bambang (2017) dengan

judul “Pola Konsumsi Fast Food, Aktivitas Fisik, dan Faktor Keturunan

Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa SDN 01 onjong Brebes”

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola konsumsi fast food

dengan obesitas dengan p-value sebesar 0,036 <α (0,05). Aktivitas fisik

dengan kejadian obesitas dengan p-value sebesar 0,000 <α (0,02), dan faktor

keturunan dengan kejadian obesitas pada remaja sebesar 0,002 <α (0,05).

Fast food disebut sebagai makanan sampah (junk food) karena kandungan

nya yang tidak sehat bagi tubuh individu, berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Mahdiah et al (2004) Remaja SLTP kota lebih banyak

mengkonsumsi jenis fast food karena restoran atau counter fast food di kota

menyediakan menu yang lebih banyak dan variatif (Dwi, 2012).

32

Penelitian lainnya dilakukan oleh Wiwied (2012) dengan judul penelitian

“Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food, Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi,

Karakteristik Remaja Dan Orang Tua Dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pada Siswa SMAN 9 Semarang” dengan hasil yang menunjukkan adanya

hubungan antara kebiasaan fast food, lama menonton televisi, total konsumsi

lemak dan pengetahuan gizi dengan indeks massa tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2003) bahwa

sekitar 84% remaja makan siang maupun makan malam di restoran dan

sebagian brsar yang berada di restoran adalah remaja wanita. Berdasarkan

hasil penelitian tersebut, bahwa remaja lebih menyukai fast food termasuk di

negara Indonesia. Hal ini terjadi akibat dari perkembangan teknologi dan

sosial ekonomi yang mengakibatkan perubahan pola konsumsi makanan berat

seperti fast food yang banyak mengandung lemak dan kolestrol yang tinggi.

33

2.7 Kerangka Konsep

Bagan 1. Kerangka Konsep

(Rachmawati, 2012 & Kemenkes RI, 2010)

Konsumsi fast

food

Tinggi kalori dan

lemak jenuh,

tinggi gula, rendah

serat Body Mass Index(BMI) :

1. Sangat Kurus : < -3 SD

2. Kurus : -3 SD sampai < -2 SD

3. Normal : -2 SD sampai 1 SD

4. Overweight : > 1 SD sampai 2 SD

5. Obesitas : > 2 SD

Overweight

Faktor yang Mempengaruhi

Body Mass Index :

1. Jenis Kelamin

2. Tingkat Sosial

3.

4. Aktivitas Fisik

5. Faktor Psikologis

6. Faktor Genetik

3. Pola Makan