GAMBARAN KETAKUTAN PADA KAUM MUDA DI …library.usd.ac.id/Data PDF/F....
Transcript of GAMBARAN KETAKUTAN PADA KAUM MUDA DI …library.usd.ac.id/Data PDF/F....
GAMBARAN KETAKUTAN PADA KAUM MUDA
DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Program Studi Psikologi
Oleh: Selvister Lucky Mery Diliantoro
NIM: 059114052
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
ii
iii
iv
MOTTO
“Kegagalan merupakan proses menuju keberhasilan”
v
Dipersembahkan untuk:
Diriku, Keluarga, dan Sahabat-sahabatku
vi
vii
GAMBARAN KETAKUTAN PADA KAUM MUDA DI YOGYAKARTA
Selvister Lucky Mery Diliantoro
ABSTRAK
Dalam dekade terakhir, masyarakat dunia tampaknya menjadi lebih takut dan lebih khawatir tentang keselamatan, keamanan, penerimaan sosial, dan kesehatan lingkungan daripada masa lalu (Handayani, 2010). Di Indonesia sendiri sebagai negara berkembang yang tingkat kesejahteraannya tergolong rendah, kasus gangguan kesehatan jiwa, bunuh diri, dan rendahnya ikatan sosial yang terjadi akibat ketakutan ternyata juga terus menunjukkan peningkatan. Kondisi ini tidak terlepas dari kehidupan kaum muda di Yogyakarta. Kaum muda dalam perkembangannya menjadi golongan yang paling rentan terhadap perubahan sosial. Perubahan yang terjadi di Yogyakarta dari waktu ke waktu disinyalir telah menumbangkan pola-pola kerja, komunitas, dan pertalian keluarga yang sudah dikenal, serta menumbangkan juga cara-cara yang dikuasai dalam memahami dunia sekitarnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai gambaran ketakutan yang dialami oleh kaum muda di Yogyakarta saat ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara semi terstruktur sebagai alat pengambilan data. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 5 kaum muda sebagai responden penelitian. Responden penelitian adalah kaum muda yang berdomisili di Yogyakarta. Usia para responden yang digunakan berkisar dari 22-24 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta terdiri dari 2 kategori utama yaitu ketakutan terhadap kematian dan ketakutan akan kegagalan. Ketakutan terhadap kematian para responden muncul karena adanya bayang-bayang kematian yang dilingkupi dengan rasa sakit, penyiksaan, dan perasaan tertekan. Ketakutan terhadap kematian juga muncul karena adanya ikatan sosial yang cukup kuat dan ketidaksiapan dari para responden dalam menjalani kehidupannya secara individu. Ketakutan akan kegagalan muncul karena adanya kekhawatiran terhadap target yang dimiliki para responden tidak terealisir, terulangnya pengalaman yang dinilai buruk dimasa lalu, dan menghadapi situasi di luar kebiasaan.
Kata kunci : ketakutan, kaum muda.
viii
OVERVIEW OF FEAR IN YOUTH IN YOGYAKARTA
Selvister Lucky Mery Diliantoro
ABSTRACT
In the last decade, people seem to be more afraid and concerned about their safety, security, social acceptance, and environmental health than in the past (Handayani, 2010). In Indonesia, as a developing country which has low welfare level, cases of mental health disorders, suicide, and low social bonding that occurs that happened because of the fear factor also increasing continuously. This condition can not be separated from the life of young people in Yogyakarta. Youngsters on its development become the most vulnerable groups of social changes. The changes that occurred in Yogyakarta from time to time allegedly had uprooted work patterns, community and family ties are already known, as well as ways to subvert the well-controlled in understanding the world around them. Therefore, researchers interested in studying about the picture of the fear experienced by youth in Yogyakarta today. This study uses descriptive qualitative method using semi-structured interview technique as a means of collecting data. In this study, researchers took five young people as research respondents. The respondents were young people who live in Yogyakarta. The age of the respondents were ranged from 22-24 years. The results of this study indicate that the image of fear which is faced by youngsters in Yogyakarta were consist of two main categories: the fear of death and fear of failure. Fear of death due to the respondents appeared by the shadow of death are covered with pain, torture, and feeling depressed. Fear of death also appeared by appear because of the strong social bonding and unpreparedness of the respondents to run their life individually. Fear of failure arose because of the concerns over the target possessed by the respondents did not realized, repetition of bad experiences, and facing an unusual situation.
Key words: fear, youth.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Selvister Lucky Mery Diliantoro Nomor Mahasiswa : 059114052
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Ketakutan pada Kaum Muda di Yogyakarta beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti Kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikan pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 29 September 2010
Yang menyatakan,
Selvister Lucky Mery Diliantoro
x
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya sehingga peneliti
dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Gambaran Ketakutan Kaum
Muda di Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti banyak mendapat dukungan
dari berbagai pihak. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kasih secara tulus
kepada orang-orang yang telah menginspirasi peneliti selama kuliah dan
melakukan penelitian ini :
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Sanata
Dharma sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah dengan tulus
merelakan energi, waktu, dan fasilitas secara total dalam membimbing dan
membagikan ilmu kepada peneliti.
2. Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik
peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan kepercayaan Ibu.
3. Ibu Dr. Tjipto Susan, M.Si. dan Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. selaku dosen
penguji.
4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi sebagai pendidik dan
panutan bagi peneliti.
5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Gandung, Mbak
Nanik, Mas Doni, Pak Gi yang telah banyak membantu peneliti selama studi,
Matur Nuwun nggih atas pelayanannya.
xi
6. Keluargaku tercinta dan Elisabeth Galih lokajati atas cinta kasih, dukungan,
dan canda tawa selama ini.
7. Ibu Risa Permanadeli atas pengalaman penelitian dan dukungannya.
8. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2005 untuk kebersamaan selama
ini.
9. Teman-teman Kontraksi’05 (Tristan, Hanes, Aan, Arya, Bagus, Bayu, Tesi,
Budi “kempol”, Renda “kriwil, dll.) untuk pengalaman yang tak terlupakan
selama ini.
10. Teman-teman “Repsos & Taman Cemara” (Bella, Arya, Shinta, Tiwi, Lilo,
Alma, dan Wida), Baka, Wandan, dan Nur untuk semua dukungan dan
perjuangan bersama yang luar biasa.
11. Teman-teman “MAGiS & Sr. FCJ” atas doa dan dukungannya selama ini.
12. Teman-teman “Dragadoel Vespa”, “Retroland Rip” (Lukas, Masteng, dkk.),
OMK Salam, dan Tim ADT (Bora, Sutaboy, Dita, dll.) atas kebersamaannya.
13. Semua pihak yang tak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu peneliti.
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini
masih jauh dari sempurna. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini dari pembaca semua. Semoga skripsi
ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
ABSTRACT ............................................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................ ix
KATA PENGANTAR ................................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 6
BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................................... 7
A. Ketakutan .............................................................................................................. 7
xiii
1. Pengertian Ketakutan ................................................................................... 7
2. Sumber Ketakutan ........................................................................................ 8
B. Kaum Muda ........................................................................................................... 9
C. Gambaran Ketakutan Kaum Muda di Yogyakarta ............................................. 11
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 13
A. Jenis Penelitian ................................................................................................... 13
B. Desain Penelitian ................................................................................................. 14
C. Lokasi dan Subyek Penelitian ............................................................................. 16
1. Lokasi Penelitian ........................................................................................ 16
2. Subyek Penelitian ...................................................................................... 17
D. Batasan Istilah ..................................................................................................... 18
E. Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 18
1. Wawancara ................................................................................................. 18
2. Observasi ................................................................................................... 19
F. Metode Analisis Data .......................................................................................... 19
1. Organisasi Data .......................................................................................... 20
2. Koding dan Kategorisasi ............................................................................ 21
3.Penafsiran Data ........................................................................................... 22
G. Keabsahan Data Penelitian ................................................................................. 22
xiv
1. Kredibilitas ................................................................................................. 22
2. Confirmability ............................................................................................ 23
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 24
A. Hasil Penelitian ................................................................................................... 24
1. Penelitian Pendahuluan .............................................................................. 24
2. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 26
B. Hasil Penelitian ................................................................................................... 27
1. Gambaran Ketakutan pada Kaum muda di Yogyakarta ............................ 27
2. Gambaran Ketakutan Masing-masing Responden Penelitian .................... 33
3. Integrasi Ketakutan Para Responden Penelitian ....................................... 52
C. Pembahasan ......................................................................................................... 54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 62
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 62
B. Keterbatasan Penelitian... .................................................................................... 63
C. Saran............... ..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 65
LAMPIRAN ................................................................................................................ 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan dunia sekitar, baik yang bersifat konstruktif maupun
destruktif, menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan manusia.
Setiap terjadi perubahan lingkungan, manusia harus mengambil keputusan
pribadi sebagai konsekuensi interaksi manusia dengan dunia sekitarnya.
Kegagalan manusia dalam menemukan orientasi di tengah berbagai
kemungkinan yang tak terhitung banyaknya berpotensi menimbulkan
ketakutan yang menjadi salah satu ancaman terhadap kebermaknaan hidup
manusia. Sebaliknya, keberhasilan menemukan orientasi dan membuat
keputusan pribadi dalam mengatasi krisis mendatangkan pengalaman-
pengalaman emosi positif (Sumanto, 2006).
Dalam dekade terakhir, masyarakat dunia tampaknya menjadi lebih takut
dan lebih khawatir tentang keselamatan, keamanan, penerimaan sosial, dan kesehatan
lingkungan daripada masa lalu (Handayani, 2010). Kondisi ini menghasilkan
pengalaman emosi negatif berupa ketakutan yang lebih tinggi. Berbagai macam
ancaman terhadap diri seseorang dinilai semakin meningkat. Beberapa di antaranya
adalah acaman kejahatan dan kekerasan, perang nuklir, berbagai penyakit seperti
AIDS, ketakutan akan serangan terorisme, kekhawatiran akan serangan flu babi,
hingga pemanasan global.. Untuk menunjukkan betapa tingginya tingkat ketakutan,
1
2
beberapa ahli memberi label abad ini sebagai abad ketakutan, meski ketakutan itu
sendiri sesungguhnya sudah ada sejak manusia ada (Handayani, 2010).
Di Indonesia sendiri sebagai negara berkembang yang tingkat
kesejahteraannya tergolong rendah, kasus gangguan kesehatan jiwa yang
terjadi akibat ketakutan ternyata juga terus menunjukkan peningkatan.
Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2007 yang diadakan Departemen
Kesehatan, gangguan mental emosional (depresi dan kecemasan) dialami
sekitar 11,6 persen dari seluruh populasi Indonesia yang usianya di atas 15
tahun. Sementara data tahun 2009 menunjukkan jumlah masyarakat yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa seperti stress, depresi, cemas berlebihan,
ketakutan, hingga kasus parah schizophrenia mencapai angka 20-30 persen
(Bararah, 2009). Dari jumlah itu, 2-3 persennya mengalami gangguan jiwa
kronis kegilaan dan schizophrenia. Bahkan, setiap tahun tercatat, lima puluh
ribu orang Indonesia melakukan tindakan bunuh diri.
Sebagai perbandingan, kota besar seperti Jakarta, angka gangguan
mental emosional dan gangguan jiwa berat jauh lebih tinggi dibandingkan
kota lain. Untuk angka kematian karena bunuh diri saja, di Jakarta, mengalami
peningkatan sepanjang tahun 2009. Khususnya untuk kota besar, salah satu
penyebab tingginya angka depresi adalah gaya hidup yang individual. Ikatan
sosial yang terbentuk antar individu bukan lagi menjadi sebuah prioritas
utama. Hubungan yang terjalin antar individu hanya tampak di permukaan
saja dengan tingkat keterikatan yang cenderung rendah. Korelasi dengan
indeks sosial (misalnya, tingkat perceraian dan tingkat kejahatan)
3
menunjukkan bahwa penurunan keterikatan sosial dan peningkatan bahaya
lingkungan tampaknya bertanggung jawab atas meningginya tingkat ketakutan
(Twenge, 2000). Penurunan ikatan sosial juga tidak lepas dari meningkatnya
kebebasan masyarakat. Masyarakat yang memiliki tingkat keterikatan sosial
yang rendah menghasilkan sosok-sosok pribadi yang mudah takut (Fukuyama,
1999).
Ketakutan adalah reaksi manusia saat mengidentifikasikan bahaya
eksternal secara objektif yang dapat membuat seseorang merasa diserang
pertahanan dirinya (Zimbardo, 2002). Pendapat tersebut diperkuat dengan
pendapat Seligman (1975) dan Schwartz (1989) (dalam Gleitman, 1991) yang
menyatakan bahwa ketakutan adalah kondisi emosional yang berasal dari
objek spesifik. Ketakutan juga merupakan emosi dasar manusia yang akan
selalu ada pada setiap individu. Menurut Darwin (1872) (dalam Twenge,
2000), ketakutan juga berfungsi untuk memperingatkan potensi bahaya dan
defensif yang memicu reaksi fisiologi dan psikologis.
Kaum muda dalam perkembangannya menjadi golongan yang paling
rentan terhadap perubahan sosial. Tahap perkembangan kaum muda dalam
pencarian jati diri saat ini justru dihadapkan dengan banyaknya persaingan dan
pilihan hidup yang beraneka ragam. Kota Yogyakarta sendiri sebagai kota
yang tergolong didominasi oleh kaum muda saat ini sedang mengalami
perubahan ke arah industrialisasi urban sehingga dikhawatirkan dapat
berdampak pada meningkatnya tingkat ketakutan bagi masyarakat terkhusus
kaum muda. Menurut Fiske (1989), hal tersebut bisa berdampak timbulnya
4
cultural shock. Perubahan yang terjadi di Yogyakarta dari waktu ke waktu
telah menumbangkan pola-pola kerja, komunitas, dan pertalian keluarga yang
sudah dikenal, serta menumbangkan juga cara-cara yang dikuasai dalam
memahami dunia sekitarnya. Sebagai contoh, relasi yang tumbuh pada kaum
muda cenderung mengarah kepada hal-hal yang berbau materialistis.
Hubungan pertemanan antar kaum muda terjadi bukan lagi karena ada
kedekatan emosional diantara mereka tapi lebih pada apa yang mereka
gunakan, seperti gaya berpakaian yang sama, gaya rambut yang sama,
kendaraan yang sama, dan lain sebagainya.
Sebagian masyarakat memandang bahwa Yogyakarta telah berubah.
Perubahan ini dapat dirasakan dari berbagai gejala-gajala yang muncul seperti
perubahan nilai dan gaya hidup serta pola konsumsi (Subanar, 2007). Nilai
utama budaya Jawa, yaitu nilai komunal yang menekankan kebersamaan
masyarakat, saat ini mulai luntur akibat meningkatnya kedudukan nilai
ekonomi dalam masyarakat.
Tawaran gaya hidup modern yang ditawarkan adalah gaya hidup
konsumsi. Hal ini dapat terlihat dari perubahan wajah kota Yogyakarta, jalan
kota Yogyakarta dipenuhi billboard, spanduk-spanduk yang mengiklankan
barang-barang konsumsi. Penampilan luar menjadi penting sebagai cara
ekspresi yang baru (Miles, 1998), demikian pula bagi masyarakat Yogyakarta.
Hal ini terlihat dari menjamurnya toko-toko yang menjual barang-barang yang
mencerminkan gaya hidup materialis seperti pakaian serta alat-alat
komunikasi. Kita dapat dengan mudah menyaksikan para kaum muda asyik
5
mengerjakan tugas ataupun browsing internet di tempat-tempat nongkrong
seperti kafe ataupun mall tanpa mempedulikan orang di sekitarnya.
Keberadaan kaum muda di Yogyakarta dalam hal ini sebenarnya
berada di posisi yang dilematis. Di satu sisi prinsip hidup Jawa yang telah
tertanam dalam masyarakat menjadi pegangan yang mau tak mau harus
dimiliki kaum muda sebagai penerus di masa yang akan datang. Namun di lain
hal, kehidupan modern yang telah merambah kota Yogyakarta juga menjadi
sesuatu yang tidak dapat dihindari lagi. Pergulatan dalam menjalani kehidupan
tersebut yang disinyalir dapat menimbulkan kebingungan dan mengarah pada
ketakutan kaum muda di Yogyakarta saat ini.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
gambaran ketakutan yang dialami oleh kaum muda di Yogyakarta saat ini.
Usia para responden yang digunakan berkisar dari 22-24 tahun. Penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui ketakutan apa yang muncul pada kaum
muda di Yogyakarta. Hal ini dapat membantu menentukan pendekatan yang
sesuai bagi kaum muda di Yogyakarta. Hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat menghasilkan pemahaman yang lebih tepat dan kontekstual terkait
dengan kaum muda saat ini.
6
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran ketakutan pada
kaum muda di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang gambaran
ketakutan yang dialami oleh kaum muda di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini berguna untuk memperoleh gambaran ketakutan pada kaum
muda di Yogyakarta. Dalam dunia psikologi, penelitian ini dapat
memperkaya kajian di bidang psikologi perkembangan, klinis, dan sosial.
b. Manfaat Praktis
Sebagai bahan evaluasi bagi pihak pemerintahan, lembaga-lembaga
terkait, dan orangtua sehingga mampu mengambil tindakan pendampingan
yang tepat dalam menghadapi ketakutan kaum muda.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Berikut ini merupakan landasan teori yang mendasari penelitian
‘Gambaran Ketakutan pada Kaum Muda di Yogyakarta’. Dalam landasan teori ini
akan dibahas mengenai pengertian ketakutan, kaum muda, dan deskripsi
ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta.
A. Ketakutan
1. Pengertian Ketakutan
Seligman (1975) dan Schwartz (1989) (dalam Gleitman, 1991)
mengungkapkan bahwa ketakutan adalah kondisi emosional yang berasal
dari objek spesifik. Ketakutan juga merupakan emosi dasar manusia yang
akan selalu ada pada setiap individu. Respon fight or flight yang terdapat
pada sistem syaraf simpatetik mengijinkan individu untuk merespon secara
cepat ketika menghadapi beberapa ancaman yang akan hadir segera
(Carson, 2000). Ketakutan secara subjektif juga bisa berubah seketika dari
ketakutan yang normal menjadi ketakutan yang sangat kuat (Carson,
2000).
Ketakutan mempunyai 3 komponen. Komponen yang pertama
adalah kognitif atau subjektif yang terjadi saat seseorang mengatakan
bahwa dirinya takut. Komponen yang kedua adalah fisiologis yang bisa
ditunjukkan dengan detak jantung yang meningkat atau nafas yang berat.
7
8
Komponen yang ketiga adalah perilaku yang ditunjukkan dengan
keinginan kuat untuk melarikan diri (Lang dalam Carson, 2000). Ketiga
komponen ini bisa muncul secara tidak bersamaan, maksudnya adalah
bahwa seseorang mungkin hanya memperlihatkan indikator ketakutan
secara fisiologis dan perilaku tanpa memperlihatkan komponen subjektif
(Lang dalam Carson, 2000).
2. Sumber Ketakutan
Ketakutan sendiri atau hakikat rasa takut menurut Moreno (1985)
memiliki dua sumber utama: pertama, penglihatan adanya ancaman yang
nyata, dan yang kedua, hilangnya simbol-simbol atau tanda-tanda
keselamatan, dimotivasi oleh adanya kebutuhan akan rasa aman dari
kondisi-kondisi eksternal, antara lain kematian.
Sama seperti Dister (1988) yang mengatakan bahwa harus
dibedakan antara ketakutan yang ada objeknya, seperti takut pada musuh,
takut pada anjing, takut pada dosen penguji, dan seterusnya di satu pihak,
dan ketakutan yang tidak ada objeknya, takut begitu saja, cemas hati:
orang memang takut, tetapi tidak tahu kenapa ia takut atau apa saja yang ia
takuti. Ketakutan tanpa objek itu dapat bersifat patologis (neorosis atau
malah psikosis), namun sama sekali tidak harus bersifat demikian.
Ketakutan tanpa objek itu bukan selalu gejala penyakit mental, tetapi dapat
juga bersifat tanda kemanusiaan.
9
Ketakutan ada bersama manusia karena itu sungguh-sungguh
memanusiakan manusia, ketakutan menjadi berbeda karena ada objek dan
tanpa objek. Di dalam jenis perasaan takut karena ada objek, kita
merasakan takut yang dihubungkan secara khusus dengan bahaya tertentu
yang jelas-jelas ada di hadapan kita. Ada hubungan langsung antara
bahaya atau ancaman yang langsung dengan keutuhan fisik serta rasa takut
tersebut. Sedangkan rasa takut tanpa objek bersumber dari perasaan dalam
jiwa seseorang yang merasa keberadaan hidupnya terancam, namun di
mana letak sebenarnya ancaman tersebut sulit diketemukan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka ketakutan dapat diartikan sebagai
kondisi emosional dasar pada individu saat mengidentifikasikan bahaya
eksternal yang berasal dari objek spesifik yang dapat membuat seseorang
merasa diserang pertahanan dirinya. Ketakutan merupakan emosi dasar
manusia yang bisa berubah dari keadaan normal ke ketakutan yang sangat
kuat. Tiga komponen dari ketakutan adalah kognitif, fisiologis, dan perilaku.
Ketiganya bisa hadir secara tidak bersamaan. Ketakutan dapat bersumber dari
penglihatan terhadap ancaman yang nyata dan lenyapnya simbol-simbol
keselamatan berupa kebutuhan akan rasa aman dari kondisi eksternal.
B. Kaum muda
Kaum muda adalah golongan yang baru saja meninggalkan masa
remaja dan mulai menapaki masa dewasa awal. Pada tahap dewasa awal,
pembentukan jati diri menjadi penting karena pada masa ini perkembangan
fisik, kognitif, dan sosial individu cukup matang sehingga mampu memilih
10
dan mensintesiskan jati dirinya pada masa kanak-kanak untuk membangun
suatu jalan untuk menuju kematangan kaum dewasa (Santrock, 2005). Pada
masa ini, menurut Erikson (dalam Larsen & Buss, 2005), kaum muda berjuang
untuk melepaskan dirinya dari orangtuanya, berhenti bersandar pada
orangtuanya, dan memutuskan nilai-nilai apa yang akan dipegangnya dan apa
tujuan yang ingin dicapainya di masa depan.
Di samping itu, saat memasuki masa dewasa awal, kaum muda juga
memiliki tugas perkembangan untuk berelasi dalam masyarakat sosial.
Mereka memandang diri mereka termasuk dalam satu atau lebih kelompok
dalam masyarakat, keluarga, pekerjaan, pendidikan, etnik atau ras, dan
komunitas lainnya (Brym & Lie, 2007). Mereka mengembangkan identitas
yang sesuai dengan kategori sosial di mana mereka tergabung, karena itu
perilaku dan keyakinannya pun sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
kategori sosial ini (Brym & Lie, 2007). Ketegori sosial ini terus berubah
seiring perkembangan waktu, jadi kaum muda pun terus berusaha mengikuti
perkembangan tersebut. Dengan demikian, identitas kaum muda pun
fluktuatif, belum stabil, terus berkembang hingga sepanjang hidupnya (Brym
& Lie, 2007; Santrock, 2005). Kaum muda terus membangun identitas dirinya
melalui diskursus sosial dan budaya di mana ia berada.
Berdasarkan uraina tersebut, maka kaum muda dapat diartikan sebagai
golongan yang sedang mengalami transisi dari masa remaja menuju masa
dewasa. Pada tahap ini kaum muda mulai melepaskan diri dari ketergantungan
11
terhadap orangtua, membuat keputusan-keputusan pribadi, dan mulai
mengembangkan relasi dengan lingkungan sekitar.
C. Gambaran Ketakutan Kaum Muda di Yogyakarta
Ketakutan merupakan kondisi emosional dasar pada individu saat
mengidentifikasikan bahaya eksternal yang berasal dari objek spesifik yang
dapat membuat seseorang merasa diserang pertahanan dirinya. Ketakutan
merupakan emosi dasar manusia yang bisa berubah dari keadaan normal ke
ketakutan yang sangat kuat. Tiga komponen dari ketakutan adalah kognitif,
fisiologis, dan perilaku. Ketakutan bersumber dari penglihatan terhadap
ancaman yang nyata dan lenyapnya simbol-simbol keselamatan berupa
kebutuhan akan rasa aman dari kondisi eksternal.
Yogyakarta sendiri sebagai lokasi penelitian telah mengalami
perubahan ke arah industrialisasi dengan lebih mementingkan nilai ekonomi
dalam masyarakat. Sebagai contoh, hampir jarang kita temui lagi di kota
Yogyakarta kegiatan seperti “sambatan” yang sebenarnya menjadi tradisi
Jawa yang tumbuh dalam masyarakat di kota ini. Justru sikap tolong-
menolong kini telah dinilai dengan uang, ketika orang yang dibantu mampu
membayar maka dorongan untuk membantu dari orang lain atau masyarakat
disekitarnya akan semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat kota Yogyakarta sendiri sedang berada pada keterasingan.
Kehidupan sosial yang pada mulanya dibentuk dari sesuatu yang diketahui,
disusun dan dibentuk oleh kebiasaan, kini menjadi sesuatu yang semakin
12
anonim (Handayani, 2005). Kehidupan masa ini menuntut individu untuk
selalu siap berubah dan mengikuti perubahan tanpa arah yang bisa saja
menimbulkan ketakutan pada diri individu untuk menghadapinya.
Perkembangan kehidupan kaum muda di Yogyakarta sendiri
menunjukkan adanya indikasi untuk selalu mengikuti perubahan jaman tanpa
terlalu memperdulikan nilai-nilai sosial yang telah ada di lingkungannya.
Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah gaya hidup kaum muda di
Yogyakarta saat ini. Kaum muda di kota ini lebih tampak berlomba-lomba
untuk selalu berpenampilan trendi sesuai dengan mode yang sedang marak
dipasaran dengan sekmentasi kaum muda. Hal ini berdampak pula pada relasi
yang mereka jalani. Kaum muda cenderung akan berelasi dengan rekan-
rekannya yang memiliki gaya hidup atau penampilan yang sama, sehingga
pertemanan akan cenderung tampak karena adanya nilai material saja bukan
lagi karena kedekatan emosional. Nilai komunal yang menjadi tradisi budaya
Jawa pun tampak perlahan-lahan mulai menghilang. Kondisi demikian
tentunya akan menimbulkan ketakutan bagi kaum muda, karena bila mereka
tidak dapat berpenampilan sesuai dengan rekan-rekan sebayanya maka mereka
akan merasa tidak diterima oleh lingkungan sebayanya.
Dengan demikian, gambaran ketakutan pada kaum muda di
Yogyakarta merupakan pengalaman-pengalaman yang muncul pada kaum
muda dari kondisi emosional ketika mengidentifikasi ancaman eksternal yang
berasal dari objek spesifik di lingkungan mereka.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut
Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2006), metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang atau perilaku yang diamati, selanjutnya Poerwandari (2005)
menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan
mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara dan
catatan laporan.
Definisi penelitian kualitatif menurut Creswell (2007) adalah proses
pencarian data untuk memahami masalah sosial yang diperoleh dari situasi
yang alamiahnya. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali dan
memahami inti sebuah masalah sosial atau fenomena yang dialami individu
secara alamiah dalam suatu konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Creswell, 2007; Moleong, 2006). Dalam penelitian ini,
peneliti memberikan pertanyaan yang luas dan umum kepada responden,
mengumpulkan pandangan secara detail berdasarkan kata-kata dan kesan
partisipan, kemudian menganalisis informasi tersebut untuk menentukan tema
utamanya dan mendeskripsikannya. Berdasarkan data tersebut, peneliti
menginterpretasikan makna informasi yang menggambarkan refleksi personal.
13
14
Penelitian bersifat deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002). Menurut
Peshkin (dalam Leedy & Ormrod, 2005) penelitian bersifat deskriptif dapat
mengungkap situasi, seting, proses, hubungan, sistem, dan orang-orang secara
alami. Dengan pendekatan ini, berbagai dimensi gejala-gejala psikologi dapat
digali dan diuraikan secara intensif (Suwignyo, 2002). Kekuatan dari penelitian
ini adalah pada kekayaan interpretasi data. Pendekatan ini menekankan pada
analisa data melalui pemetaan data ke dalam kategori-kategori yang dasar
pembentukannya jelas, sistematis, dan logis (Suwignyo, 2002). Bobot data
pertama ditentukan oleh kedalaman interpretasi dan pemaknaan data oleh
peneliti, bukan mutu objektif (mutu empiris) data tersebut. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini peneliti harus memiliki kepekaan untuk mencatat,
merekam, dan menangkap detil-detil fakta diamati selama obeservasi dan
kemampuan merefleksikan detil-detil fakta tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan pemahaman ketakutan pada kaum muda
di Yogyakarta.
B. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif memilki
ciri yang membedakannya dengan jenis penelitian lainnya. Penelitian kualitatif
15
merupakan studi dalam situasi alamiah (naturalistic inquiry) yaitu: desain yang
bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi seting
penelitian. Menggunakan analisis induktif, dalam artian peneliti mencoba
memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri.
Kontak personal langsung peneliti di lapangan, agar peneliti memperoleh
pemahaman secara jelas tentang realitas dan kondisi nyata kehidupan sehari-
hari. Penelitian kualitatif menekankan pada perspektif holistik, perspektif
dinamis, dan perspektif perkembangan yaitu: keseluruhan fenomena perlu
dimengerti sebagai suatu sistem yang kompleks dan bahwa yang menyeluruh.
Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis
dan berkembang, bukan sebagai suatu hal yang statis dan tidak berubah dalam
perkembangan kondisi dan waktu. Peneliti mengamati dan melaporkan objek
yang diteliti dalam konteks perkembangan atau perubahan tersebut. Dikatakan
berorientasi pada kasus unik, karena dalam penelitian kualitatif akan
menampilkan kedalaman dan detil, karena fokusnya memang penyelidikan
yang mendalam pada sejumlah kecil kasus. Netralitas empatik, mengacu pada
sikap peneliti terhadap subjek yang dihadapi dan diteliti, sementara netralitas
mengacu pada sikap peneliti yang tanpa dugaan tentang hasil-hasil yang harus
didukung atau ditolak (bersikap netral). Mengacu pada fleksibilitas desain,
yaitu: desain penelitian yang bersifat luwes, akan berkembang sejalan dengan
bekembangnnya pekerjaan lapangan dan peneliti sebagai instrumen kunci,
yaitu peneliti berperan besar dalam keseluruhan proses penelitian, mulai dari
16
memilih topik, mendekati topik tersebut, mengumpulkan data hingga
menganalisis dan menginterpretasikannya.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka pendekatan kualitatif deskriptif
adalah pendekatan yang sesuai dengan tujuan utama penelitian ini yaitu
mengetahui atau melakukan penggalian, faktual, akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat pada populasi atau daerah tertentu. Peneliti mencoba
memberikan gambaran ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi penelitian
Yogyakarta dikenal sebagai kota budaya yang memiliki ikatan
tradisi yang masih sangat kuat (Subanar, 2007). Namun saat ini
Yogyakarta tidak lepas dari arus perubahan perkembangan jaman
(Subanar, 2007). Sebagian masyarakat memandang bahwa Yogyakarta
telah berubah. Perubahan ini dapat dirasakan dari berbagai gejala-gajala
yang muncul seperti perubahan nilai dan gaya hidup serta pola konsumsi
(Subanar, 2007). Nilai utama budaya Jawa, yaitu nilai komunal yang
menekankan kebersamaan masyarakat, saat ini mulai luntur akibat
meningkatnya kedudukan nilai ekonomi dalam masyarakat.
Keberadaan kaum muda di Yogyakarta dalam hal ini sebenarnya
berada di posisi yang dilematis. Di satu sisi prinsip hidup Jawa yang telah
tertanam dalam masyarakat menjadi pegangan yang mau tak mau harus
dimiliki kaum muda sebagai penerus di masa yang akan dating. Namun di
17
lain hal, kehidupan modern yang telah merambah kota Yogyakarta juga
menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari lagi. Pergulatan dalam
menjalani kehidupan tersebut yang disinyalir dapat menimbulkan
kebingungan dan mengarah pada ketakutan kaum muda di Yogyakarta saat
ini.
2. Subjek Penelitian
Dalam menentukan subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu
menetapkan satuan kajian. Moleong (2006) mengemukakan bahwa
keputusan tentang penentuan subjek, besarnya dan strategi sampling itu
bergantung pada penetapan satuan kajian yang dalam penelitian ini bersifat
perorangan. Peneliti menentukan subjek penelitian dengan metode
purposive sampling. Pemilihan metode ini lebih didasarkan pada
pertimbangan bahwa suatu kajian penelitian itu tidak homogen, sehingga
tidak semua dapat dijadikan subjek penelitian. Subjek dipilih dengan
pertimbangan bahwa ia dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
berkaitan dengan tujuan penelitian dan diperkirakan mewakili
(penghayatan terhadap) penelitian secara intens. Oleh karena itu,
kemudian peneliti membuat beberapa kriteria antara lain untuk membatasi
subjek yang akan digunakan :
1) Responden adalah kaum muda yakni berusia 22 sampai 24 tahun.
2) Responden adalah kaum muda yang bertempat tinggal di daerah
Yogyakarta.
18
D. Batasan Istilah
Penelitian ini hendak mengungkap tentang gambaran ketakutan
menurut kaum muda di Yogyakarta. Peneliti membatasi istilah ketakutan
sebagai pengalaman-pengalaman yang muncul dari kondisi emosional ketika
mengidentifikasi ancaman eksternal yang berasal dari objek spesifik di
lingkungan. Jadi, penelitian ini hendak mengungkap gambaran kondisi
emosional ketika mengidentifikasi ancaman eksternal yang berasal dari objek
spesifik pada orang yang berumur 22-24 tahun di Yogykarta.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat beragam metode pengumpulan
data yang dapat digunakan. Dalam penelitian ini terdapat dua metode yang
digunakan sebagai alat dalam mengumpulkan data penelitian. Metode-metode
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Poerwandari (Banister et al., seperti dikutip Poerwandari, 1998)
menjelaskan bahwa wawancara kualitatif adalah percakapan tanya Jawab
yang dilakukan peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-
makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang
diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dengan pedoman umum. Menurut Poerwandari (1998), bentuk
wawancara ini menggunakan pedoman wanwancara yang sangat umum,
19
yang mencantumkan isu-isu yang diliput tanpa harus menentukan urutan
pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Metode
wawancara ini dinilai efektif bagi peneliti karena wawancara yang
dilakukan peneliti adalah wawancara terfokus mengenahi hal-hal khusus
yaitu tentang pandangan tentang ketakutan.
Adapun panduan umum wawancara yang teah direvisi dalam
penelitian ini adalah :
1. Ketakutan apa yang anda rasakan saat ini?
2. Mengapa ketakutan tersebut bisa terjadi?
2. Observasi
Tujuan observasi adalah mendeskripsikan keadaan yang dipelajari,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas dan makna kejadian dilihat dari perspektif responden
(Poerwandari, 2005). Metode ini dilakukan dengan mengamati ekspresi
kaum muda saat menceritakan pengalaman ketakutan mereka. Melalui
metode observasi, diharapkan dapat diperoleh data mengenai ekspresi
responden terhadap pertanyaan peneliti. Metode observasi ini dilakukan
dengan membuat catatan lapangan selama proses peneleitian berlangsung.
F. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
20
(dalam Moleong, 1988). Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang terdiri dari berbagai sumber, kemudian langkah selanjutnya adalah
menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan terebut kemudian
dikategorisasikan, langkah berikutnya pembuatan koding dan yang terakhir
penafsiran data. Langkah-langkah untuk menganalisis data verbatim hasil
wawancara, observasi, dan crosscheck dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Organisasi data
Dalam proses penelitian organisasi data merupakan tahap awal
dalam kegiatan mengolah dan menganalisis data. Organisasi data
dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat
mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data
dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini. Melalui
Tahap ini, peneliti mengumpulkan dan menyusun secara cermat berbagai
data yang diperoleh dilapangan yang berupa transkrip wawancara dan
catatan observasi (catatan lapangan).
Poerwandari (1998) menjelaskan organisasi data dilakukan agar
peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat
mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data
dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini, kemudian
hal-hal penting yang disimpan dan diorganisasikan adalah catatan
lapangan, transkrip wawancara dan catatan refleksi peneliti, dokumentasi
umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis,
21
serta data-data yang sudah diberi kode-kode tertentu guna kemudahan
dalam mencari data.
2. Koding dan Kategorisasi
Tahap ini peneliti sudah melakukan klarifikasi data melalui
pengkodingan sehingga pada akhirnya data-data lapangan akan dapat
dipisahkan berdasarkan kategorinya masing-masing. Menurut Poerwandari
(1998) agar lebih efektif, koding dapat dilakukan dengan cara:
1) Peneliti menyusun transkripsi verbatim atau catatan, sehingga ada
kolom kosong yang besar disebelah kanan dan kiri transkrip.
2) Peneliti melakukan penomoran secara urut dan kontinyu pada
transkrip verbatim
3) Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan
kode tertentu.
Poerwandari menyatakan pembuatan kolom 1 dan 3, yaitu: kolom
kiri dan kanan memang dibiarkan kosong untuk pencatatan berbagai
komentar peneliti maupun tema-tema khusus yang dibuat peneliti.
Sedangkan kolom 2 (kolom yang berada di tengah) merupakan tempat
menuliskan verbatim wawancara penelitian.
Peneliti menemukan banyak tema dalam proses pengkodingan ini.
Peneliti kemudian membuat tema yang lebih umum sesuai dengan konsep
ketakutan yang muncul. Keseluruhan proses koding dan kategorisasi
dengan merangkum dan memilih tema-tema pokok yang fokus pada tujuan
penelitian yang disusun secara sistematis agar mudah dianalisa.
22
3. Penafsiran data
Setelah melakukan proses organisasi, koding dan kategorisasi,
peneliti kembali membaca hasilnya berulang-ulang untuk semakin
mempertajam pemahaman terhadap hasil penelitian sementara tersebut.
Kemudian peneliti melakukan interpretasi data atau yang distilahkan
Moleong (1988) sebagai penafsiran data yang bertujuan untuk
mendeskripsikan.
G. Keabsahan Data Penelitian
Penelitian kualitatif seringkali diragukan keabsahannya, karena
dianggap yang berpegang pada paradigma subjektifitas penelitinya. Agar
penelitian kualitatif dianggap ilmiah maka, para ahli menyarankan digunakan
istilah alternatif yang lebih merefleksikan paradigma penelitian kualitatif.
1. Kredibilitas
Credibility (kredibilitas) merupakan istilah yang paling banyak
dipilih untuk menggantikan konsep validitas dalam penelitian kualitatif.
Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas
penelitian kualitatif. Validitas dicapai dengan menggunakan metode yang
paling cocok untuk pengambilan dan analisa data.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi untuk
menjaga validitas penelitian. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Maleong, 2006). Denzim
23
(dalam Maleong, 2006) menyebutkan empat macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,
penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini peneliti melakukan triangulasi
dengan metode, yaitu dengan melakukan beberapa teknik pengumpulan
data yang berbeda, yaitu wawancara, observasi dan crosscheck dengan
mengkonfirmasikan hasil transkrip wawancara kepada responden
penelitian.
2. Confirmability
Konstruk terakhir menurut Poerwandari (1998) adalah
confirmability atau konformabilitas menggantikan konsep objektivitas.
Dalam hal ini menekankan bahwa temuan penelitian dapat
dikonfirmasikan, dalam artian penelitian kualitatif yang lebih penting
adalah objektivitas dalam pengertian transparansi, yaitu kesediaan peneliti
mengungkapkan secara terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya,
sehingga memungkinkan pihak lain melakukan penilaian.
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data
sementara yang digunakan sebagai objek kajian penelitian dan
menentukan alat yang tepat dalam pengambilan data. Peneliti melakukan
penelitian awal dengan mengambil 3 responden penelitian. Ketiga
responden tersebut adalah kaum muda yang berada di Yogyakarta.
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur.
Metode yang digunakan adalah wawancara dengan pertanyaan pembuka
“ketakutan apa yang muncul dalam hidup anda saat ini?”, “mengapa
ketakutan tersebut terjadi?”. Adapun pertanyaan tersebut diikuti dengan
probing.
Responden 1 adalah seorang wanita berumur 21 tahun. Saat ini ia
masih menjadi mahasiswa di sebuah Universitas swasta di Yogyakarta.
Responden 1 merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Selain kuliah
responden 1 mengisi hari-harinya dengan berlatih menari, karena menari
sudah menjadi hobinya sejak kecil. Responden 1 mengungkapkan
ketakutan yang muncul dalam hidupnya saat ini ialah takut gagal. Takut
gagal tersebut muncul karena adanya harapan yang tidak bisa diperoleh.
24
25
Selain itu, takut gagal yang dimaksud responden 1 ialah takut gagal dalam
memilih pasangan. Responden 1 juga mengungkapkan bahwa ia memiliki
ketakutan kehilangan orang yang dicintainya karena ada ikatan emosional
yang telah terjalin.
Responden 2 adalah seorang laki-laki berumur 23 tahun. Saat ini ia
sedang menyelesaikan studi jurusan pendidikan bahasa Inggris di sebuah
Universitas swasta di Yogyakarta. Responden merupakan anak pertama
dari dua bersaudara. Hobi yang dimiliki responden 2 dalam bidang
fotografi ternyata cukup menyita masa studinya hingga saat ini. Responden
2 mengungkapkan ketakutan yang muncul dalam dirinya saat ini ialah
ketakutan akan kegagalan. Hal tersebut dikarenakan dirinya sampai saat ini
masih berjuang dalam bangku perkuliahan, ia takut gagal dalam
perkuliahannya tersebut.
Responden 3 adalah seorang laki-laki berumur 24 tahun. Ia masih
aktif menjadi mahasiswa fakultas Psikologi di salah satu Universitas swasta
di Yogyakarta. Responden 3 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara,
dan ia merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarganya. Responden 3
mengungkapkan ketakutan yang muncul dalam dirinya saat ini ialah takut
tidak berguna. Ia menjelaskan ketakutan tersebut didorong karena adanya
rasa khawatir tidak mampu melayani orang lain sehingga hanya akan
menjadi beban orang lain. Responden 3 juga merasa takut kehilangan orang
yang dicintainya. Hal tersebut dikarenakan orang-orang yang dicintainya
merupakan tempat bagi responden 3 untuk berkeluh kesah. Ketakutan
26
lainnya ialah ketakutan akan bencana alam. Responden 3 menjelaskan
bahwa adanya pengalaman mengalami bencana gempa beberapa tahun
yang lalu membuatnya merasa tidak tahan melihat para korban dan hal itu
sangat mengerikan baginya.
Setelah melakukan penelitian pendahuluan, peneliti menambahkan
3 pertanyaan dalam panduan umum wawancara. Pertanyaan yang
ditambahkan tersebut adalah : Bagaimana anda mengatasi ketakutan yang
anda alami?; Apa yang menjadi penting atau utama dalam hidup anda?;
Apa harapan anda terhadap hidup anda kedepan? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut ditambahkan untuk melihat secara lebih mendalam terkait
ketakutan yang muncul dan bagaimana ketakutan tersebut berproses dalam
diri kaum muda.
2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap pengambilan data dilakukan dengan teknik-teknik yang
telah dipaparkan pada bab III. Teknik yang digunakan dalam memperoleh
data atas bahan kajian penelitian meliputi wawancara dan observasi
(selama proses wawancara). Peneliti melibatkan 5 orang responden. Para
responden merupakan teman atau kenalan peneliti, sehingga hal ini
mempermudah dalam melakukan rapport.
Di awal pertemuan, peneliti menjelaskan gambaran umum proses
penelitian dan apa yang harus responden lakukan. Kemudian peneliti
menanyakan kesedian calon responden untuk menjadi responden
27
penelitian. Setelah responden bersedia, lalu peneliti membuat janji kepada
responden untuk melakukan wawancara.
Proses wawancara dilakukan di tempat tinggal peneliti dan
beberapa dilakukan di tempat tinggal responden. Wawancara dilakukan
untuk memperoleh data terkait gambaran ketakutan pada kaum muda yang
diteliti oleh peneliti. Waktu yang dibutuhkan dalam wawancara tergantung
dari keterbukaan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti. Secara umum wawancara dilakukan selama 15
sampai 60 menit untuk masing-masing responden.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama
adalah gambaran ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta, ketakutan
masing-masing responden, dan integrasi ketakutan yang muncul.
1. Gambaran Ketakutan pada Kaum Muda di Yogyakarta
Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menjabarkan ketakutan
secara umum dari para responden yang telah diwawancarai menjadi dua
kategori. Kedua kategori tersebut ialah ketakutan terhadap kematian dan
ketakutan akan kegagalan. Dari kategori-kategori tersebut, kemudian
peneliti membagi lagi menjadi beberapa sub kategori. Kategori ketakutan
terhadap kematian terdiri dari dua sub kategori, yaitu ketakutan kematian
terhadap diri sendiri dan kehilangan orang lain. Kategori ketakutan akan
28
kegagalan terdiri dari sub kategori mengulang kesalahan yang sama, tidak
bisa mencapai target, dan menghadapi situasi baru. Berikut ini adalah tabel
data ketakutan yang muncul dari para responden :
Tabel ketakutan yang muncul pada para responden
a. Ketakutan akan kematian
1) Ketakutan mati secara pribadi (Responden 3 dan 5)
Ketakutan akan kematian dimaknai sebagai sebuah situasi
di mana responden merasa terancam karena ketidaksiapannya
menghadapi kematian. Ketakutan ini muncul di antaranya karena
ada pengalaman sakit yang pernah dirasakan oleh responden
sehingga terlintas rasa takut akan kematian. Ketakutan akan
kematian ini juga dianggap sebagai bahaya yang di luar kontrol diri
responden, sehingga ia sendiri tidak tahu harus bagaimana
menghadapinya. Responden lain juga mengungkapkan perasaan
Responden
Kematian Kegagalan
Diri sendiri
Kehilangan orang lain
Mengulangi kesalahan yang sama
Tidak bisa mencapai
target
Menghadapi situasi baru
1 v
2 v v
3 v v v
4 v
5 v v
29
takut mati ini timbul karena ia memiliki bayang-bayang kematian
itu dilingkupi dengan rasa sakit, penyiksaan, dan perasaan tertekan.
(Lk, L, 22th) : “..takut banget kalau sampai mati gitu sih..kenapa
ya…karena gak tau ya…badan sudah sakit banget entah gimana pikiran
adanya itu…ya gak tau juga sih tiba-tiba seperti itu, badan tiba-tiba gak
bisa apa-apa…kejang…gak bisa apa…saya gak percaya sampai seperti
itu..”
(Pr, L, 23th) : “..saya membayangkan berada di dalam situasi, ancaman,
dan rasa sakit. Ancaman dari..tahu bahwa besok seakan-akan aku mati
atau sewaktu-waktu mati dalam situasi yang seperti ini..”
2) Ketakutan kehilangan orang lain (Responden 1, 2, 3)
Ketakutan akan kematian dalam hal ini tidak hanya dialami
responden terhadap kondisi yang akan ia alami saja, tetapi
berkaitan juga dengan kehilangan orang lain terlebih orang-orang
yang mereka cintai baik itu keluarga, sahabat, atau orang-orang
terdekat. Ketakutan akan kehilangan orang yang dicintai ini
disebabkan karena responden masih merasa butuh akan keberadaan
orang yang dicintai tersebut sehingga ia belum siap bila suatu saat
ia ditinggalkan. Responden juga merasa mempunyai banyak
kesalahan terhadap anggota keluarga dan saudara. Bagi responden
kesalahan ini masih bisa diperbaiki ketika orang yang bersangkutan
masih hidup, namun ia merasa bila orang berkaitan telah
meninggal maka kesalahan tersebut tidak bisa ditebus kembali.
30
Selain itu, responden juga merasa belum bisa membahagiakan
orang-orang yang mereka cintai sejauh ini, terlebih bagi orangtua
mereka.
(Tr, P, 24th) : “..mungkin tidak siap saja..tidak siap untuk
ditinggalkan..ya itu mungkin ketakutan terbesarnya sekarang..”
(Dm, L, 23th) : “..yang terbesar ya katakanlah..itu sebuah..emm..ketidak
siapan saya ketika saya harus kehilangan saudara dalam artian
kehilangan disini mungkin dia tidak hidup lagi..itu..itu yang memang
saya belum siap..”
(Lk, L, 22th) : “Ya yang saya rasakan ya saya gak mau mati dulu gitu
kan. Saya belum bisa...intinya saya belum memenuhi keinginan saya ya
saya jangan mati dulu..bisa membahagiakan orangtua terus sampai ee
istilahnya pokoknya masa depan yang saya rancang itu terwujud. Dan
saya harus melakukan itu sebelum mati saya makanya jangan..gak mau
mati dulu sebelum itu gitu..”
b. Ketakutan akan kegagalan
1) Takut mengulangi kesalahan yang sama (Responden 2)
Ketakutan akan kegagalan yang dialami responden muncul
karena adanya rasa takut untuk mengulangi peristiwa yang pernah
dinilai kurang berhasil atau kesalahan pada masa lalu. Walaupun
peristiwa tersebut dapat memberi sebuah pengalaman untuk
melakukan sesuatu dengan lebih baik, namun responden merasa
31
peristiwa itu tidak diharapkan untuk muncul kembali karena dapat
menjadi penghalang untuk keberlangsungan hidupnya.
(Tr, P, 24th) : “..jadi kayak lingkaran..kembali ke titik-titik itu-itu saja
dan seperti pengulangan..rupa-rupanya saya menyadari akhirnya..saat
pengulangan-pengulangan yang berbeda bentuk sih, tapi saat itu dilihat
itu mejadi sebuah pengulangan..pengulangan..entah itu melakukan
kesalahan yang sama, entah itu menghadapi sesuatu dengan pola yang
sama..”
2) Takut tidak bisa mencapai target (Responden 4 dan 5)
Dalam menjalani kehidupan responden memiliki target atau
rencana yang ingin dicapainya. Kegagalan dalam mencapai apa
yang telah menjadi target atau perencanaan akan menimbulkan
perasaan takut bagi responden karena akan mengubah perencanaan
lainnya yang telah dibuat. Ketakutan ini juga tidak lepas dari
kehadiran pihak lain yang ternyata juga memiliki target atau
perencanaan yang sama. Bila pihak lain tersebut telah mencapai
target atau perencanaan terlebih dahulu, tentunya hal ini juga dapat
menambah rasa takut dan cemas bagi responden untuk mencapai
targetnya tersebut.
(El, P, 22th) : “..saat ini ketakutan yang sedang saya alami..saya
takut..saya masang target gitu mas..saya takut aja dengan apa yang saya
lakukan sekarang tetap aja tidak bisa mencapai target itu. Misalkan saya
ingin lulus tahun ini begitu..”
32
(El, P, 22th) : “..kalau teman saya sudah lulus itu takut banget. Sejauh
ini belum sih, tapi kalau denger ada teman yang mau lulus itu yang jadi
semakin takut. Tapi termotivasi juga karena takut itu..”
(Pr, L, 23th) : “..pernah mengalami ketakutan ketika aku berada pada
situasi yang tidak aku inginkan. Misal’e..aku telah membuat gambaran-
gambaran idea tentang hidupku, pencapaian-pencapaianku misalkan
target bulan ini dan bulan depan aku harus seperti apa..dan ketika aku
tidak mencapai target itu aku kayak seolah-olah dalam hidupku
selanjutnya akan mengalami seperti itu dan aku merasa takut seandainya
dalam hidupku situasinya akan seperti itu terus kayak gitu itu. Paling
ndak ada dua hal yang aku sadari atau yang aku lihat selama ini itu
tentang ketakutan..”
3) Takut menghadapi situasi baru (Responden 3)
Ketakutan menghadapi situasi atau kondisi baru ini muncul
karena adanya rasa takut dan kekhawatiran responden dalam
melakukan penyesuaian terhadap situasi di luar kebiasaannya.
Untuk menghadapi hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah proses.
Ketidakmampuan dalam menjalani proses akan menjadi sebuah
kegagalan yang harus diterima responden sebagai sebuah
konsekuensinya. Tentunya hal tersebut menjadi sesuatu yang tidak
dihendaki oleh responden sehingga muncul ketakutan dalam
menghadapi situasi baru.
33
(Lk, L, 22th) : “..menurut saya ya itu sih…tapi ketakutan-ketakutan yang
biasa seperti berada di daerah yang asing..ya ketakutan biasa jadi cuma
bentar aja kalau sesudah itu ya sudah gak lagi..”
2. Gambaran Ketakutan Masing-masing Responden Penelitin
Responden 1
Responden adalah seorang laki-laki yang berumur 24 tahun.
Responden merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini ia sedang
menyelesaikan studinya di fakultas pendidikan bahasa Inggris di sebuah
Universitas di Yogyakarta. Kehidupan sehari-harinya selain kuliah, ia juga
mengembangkan bakatnya dibidang musik yaitu bermain gitar. Berkat
kerja kerasnya, responden sering tampil di beberapa event musik di
Yogyakarta bersama teman-temannya. Ketakutan yang dimiliki responden
saat ini ialah ketakutan akan kehilangan anggota keluarga (saudara
/orangtua). Hal ini disebabkan karena responden merasa mempunyai
banyak kesalahan terhadap anggota keluarga dan saudara. Bagi responden
kesalahan ini masih bisa diperbaiki ketika orang yang bersangkutan masih
hidup, namun ia merasa bila orang berkaitan telah meninggal maka
kesalahan tersebut tidak bisa ditebus kembali. Hal inilah yang
menyebabkan responden takut kehilangan anggota keluarganya. Oleh
karena itu, responden memiliki harapan untuk cepat lulus sehingga bisa
dapat membahagiakan anggota keluarganya. Status kelulusan inilah
34
sebagai modal besar responden untuk mewujudkan cita-citanya seseorang
yang berguna bagi teman, keluarga, dan negara.
“..yang terbesar ya katakanlah..itu sebuah..emm..ketidak siapan saya ketika saya
harus kehilangan saudara dalam artian kehilangan disini mungkin dia tidak
hidup lagi..itu..itu yang memang saya belum siap..”
“..iya..mati..kematian..itu yang memang saya belum siap. Dulu memang
prosesnya sempat menghantui saya gitu, jadi pikiran saya kok..waduh ibu saya
mati..ibu saya mati..ibu saya mati..itu yang sangat menakutkan..”
”..nah banyak kesalahan-kesalahan yang saya lakukan ya mungkin terhadap dia
dan secara pribadi kepada keluarganya..”
“..hidup saya..apa ya..lulus cepat..lulus cepat..hehehe..”
“..ya bisa berguna bagi teman, keluarga, dan negara..”
Dalam menghadapi ketakutan tersebut, usaha yang dilakukan
responden ialah mempersiapkan diri sejak dini dalam menghadapi
kehilangan anggota keluarga. Responden mempunyai kepercayaan bahwa
semua orang akan meninggal pada waktunya. Kepercayaan ini lah yang
menimbulkan sikap pasrah dalam diri responden ketika harus menghadapi
situasi kehilangan tersebut. Pasrah dalam hal ini tidak hanya menerima
keadaan saja, namun juga mampu dan mau mengubah keadaan itu menjadi
lebih baik. Ketika menghadapi situasi yang paling buruk, responden selalu
berusaha untuk menjadikan situasi tersebut lebih baik.
35
“..yang saya lakukan itu ya..apa ya..selalu waspada. Dalam artian selalu
waspada itu mengingatkan pada diri kita sendiri bahwa hidup dan mati itu nggak
tau kapan terjadi..mati itu nggak tahu kapan terjadi makanya siap terus, dalam
artian siap itu untuk kalau memang..ya secara batin sendiri lah maksud’e
gitu..mempersiapkan secara batin sendiri lah seperti itu. Sekalipun kalau
memang itu harus terjadi nggak cukup untuk persiapan semacam ini..nggak
cukup..”
“Sebenarnya kalau memang itu sudah terjadi pun maksud’e itu ya sudah, saya
pun akan..maksud’e punya banyak hal di belakang saya dalam otak saya itu yang
bisa membesarkan hati saya tu..saya punya..tapi itu saya tidak menjamin dalam
artian opo yo..tetep takut gitu loh..murni takut gitu loh..”
Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui ketakutan yang
dimiliki responden 1 adalah ketakutan kehilangan orang lain dalam hal ini
keluarga. Ketakutan ini muncul karena adanya perasaan belum siap untuk
ditinggalkan, meskipun responden 1 menyadari bahwa setiap orang akan
mati dan mau tidak mau kita harus mensyukuri itu. Kesalahan-kesalahan
yang dimilki responden 1 terhadap keluarga atau orang-orang yang
dicintainya juga menjadi sumber timbulnya ketakutan ini. Kondisi tersebut
menjadikan responden 1 saat ini selalu berusaha melakukan sesuatu yang
terbaik bagi mereka. Sejauh ini responden 1 berusaha mempersiapkan diri
bila suatu saat kematian yang akan dialami keluarga atau orang-orang
terdekatnya terjadi. Responden 1 juga mencoba pasrah, menyerahkan
semua yang akan terjadi kepada Tuhan karena Dia-lah yang telah
36
mengatur semua. Responden 1 juga berusaha dapat segera menyelesaikan
tugas akhir kuliah yang sedang ia jalani untuk mewujudkan harapan dari
keluarga dan dirinya sendiri.
Hasil observasi menunjukkan bahwa ketakutan yang dimiliki oleh
responden 1 kurang ia sadari secara langsung. Hal ini tampak ketika ia
membutuhkan beberapa waktu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan
peneliti berupa ketakutan apa yang ia alami saat ini? Kondisi demikian
juga terjadi karena pertanyaan mengenai ketakutan tidak biasa muncul
pada diri responden 1 dalam kesehariannya. Ketakutan terhadap
kehilangan keluarganya tampak benar-benar menjadi ketakutan yang
sebenarnya ia hadapi, karena responden 1 tampak bersemangat dan serius
ketika mengungkapkan ketakutan tersebut. Responden 1 juga tampak
memiliki kesungguhan untuk mengatasi ketakutan yang ia hadapi dengan
mempersiapkan dirinya sejak dini bila suatu saat ia ditinggalkan. Hal
tersebut tampak dari ekspresi responden 1 dengan memejamkan mata pada
saat mengungkapkan usaha untuk mengatasi ketakutannya. Responden
juga menunjukkan adanya keinginan untuk lepas dari beban akibat adanya
tuntutan atau kewajiban yang harus ia jalani saat ini. Hal ini tampak dari
ekspresi tersenyum responden 1 ketika menjawab ia harus segera
menyelesaikan tugas kuliah yang sedang dijalani untuk membahagiakan
orangtuanya.
Responden 2
37
Responden adalah seorang wanita yang berusia 24 tahun.
Responden adalah anak kedua dari dua bersaudara. Saat ini ia telah bekerja
staf pengajar bahasa Inggris di sebuah lembaga bahasa di Yogyakarta.
Ketakutan yang dimiliki responden ini adalah takut kehilangan orang yang
dicintai. Hal ini disebabkan karena responden masih merasa butuh akan
keberadaan orang yang dicintai tersebut sehingga ia belum siap bila suatu
saat ia ditinggalkan. Menurut responden, kehilangan dalam hal ini ialah
terkait dengan kematian. Responden juga memiliki ketakutan untuk
mengulangi kesalahan yang sama.
“kehilangan orang yang aku cintai..”
“..mungkin tidak siap saja..tidak siap untuk ditinggalkan..ya itu mungkin
ketakutan terbesarnya sekarang..”
“..maksudnya kalau dalam hal ini ditinggalkan itu meninggal lo..dalam konteks
meninggal..”
“..jadi kayak lingkaran..kembali ke titik-titik itu-itu saja dan seperti
pengulangan..rupa-rupanya saya menyadari akhirnya..saat pengulangan-
pengulangan yang berbeda bentuk sih, tapi saat itu dilihat itu mejadi sebuah
pengulangan..pengulangan..entah itu melakukan kesalahan yang sama, entah itu
menghadapi sesuatu dengan pola yang sama..”
Usaha yang dilakukan responden untuk mengatasi ketakutan
tersebut ialah dengan bersikap pasrah dalam menghadapi kehilangan
situasi kehilangan tersebut. Pasrah dalam hal ini tidak hanya menerima
38
keadaan saja, namun ada kepercayaan bahwa semua situasi tersebut akan
terjadi dan tidak bisa dihindari sehingga ia harus siap. Responden juga
berusaha mengatasi ketakutan yang ada dengan berrefleksi. Dirinya
mencoba menggali pengalaman-pengalaman hidup yang telah ia lalui
kemudian mencoba memahami mengapa bisa terjadi sehingga dapat
menjalani hidup yang lebih baik. Hal inilah membantu ia untuk melakukan
peziarahan dalam hidupnya dengan belajar mengerti banyak hal dan
memaknai peristiwa-peristiwa yang ia alami. Dan harapan responden
untuk masa yang akan datang ialah mampu hidup nyaman, tenang, dan
bahagia.
“..aku akhirnya bisa pasrah juga..maksudnya..yah pasti ada waktunya untuk
itu..dan saat itu ada mau nggak mau aku harus siap, tapi untuk solusi aku harus
bagaimana..aku belum ada sekarang..”
“..dibantu dengan mungkin refleksi..refleksi ya..merenung..akhirnya kembali
misalnya menemukan kembali sesuatu yang salah ni..akhirnya mungkin karena
itu sering..akhirnya kan selalu berpikir..apa sih ini..apa sih ini..selalu
berpikir..apa sih ini..apa sih ini..dan ternyata saat mulai berpikir-berpikir atau
merenung-renung itu akhirnya menemukan bahwa oh dulu aku mengalami hal
yang sama dan aku melakukan ini. dan ternyata saat itu terjadi lagi dengan
bentuk yang lain ternyata aku melakukan hal yang sama..rupa-rupanya seperti
itu. Mulai tahu karena mungkin sering terjatuh di lubang yang sama jadi mulai
tahu trick-nya..”
39
“..apa ya..peziarahan..untuk belajar mengerti banyak hal..ee..bahwa setiap
peristiwa pasti ada artinya dan untuk memberi arti setiap peristiwa itu. Hehe..”
Berdasarkan hasil tersebut, maka ketakutan yang dimiliki
responden 2 adalah ketakutan kehilangan orang yang dicintainya dalam
hal ini keluarga. Ketakutan ini muncul karena responden 2 merasa butuh
akan keberadaan orang yang dicintainya tersebut. Responden 2 juga
merasa dirinya belum siap bila suatu saat ia ditinggalkan. Situasi ini yang
membawa responden 2 bersikap pasrah terhadap ketakutannya tersebut.
Responden 2 berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk selalu siap jika
benar-benar kondisi tersebut terjadi. Ketakutan lain yang dimiliki
responden 2 adalah ketakutan mengulang kesalahan yang sama. Meskipun
terkadang kesalahan yang terjadi tersebut memberi sebuah pembelajaran
dan penyadaran bagi responden 2 untuk menerima kesalahan yang telah ia
perbuat. Pengulangan kesalahan yang terjadi juga membantu responden
dalam merefleksikan dirinya secara pribadi. Responden 2 kemudian
memaknai hidupnya sebagai sebuah peziarahan di mana banyak hal yang
bisa didapatkan dan dipelajari untuk kehidupan kita.
Hasil observasi menunjukkan bahwa responden 2 benar-benar
mengalami ketakutan terhadap kehilangan orang yang ia cintai. Hal
tersebut tampak dari ekspresi responden 2 yang mengangguk-anggukkan
kepalanya ketika menjawab. Responden 2 juga menunjukkan ekspresi
yang serius ketika menjawab pasrah menjadi cara untuk mengatasi
ketakutan yang ia hadapi. Responden 2 tampak mencoba menerima
40
keadaan atau kenyataan bila suatu saat ia akan ditinggalkan oleh orang
yang ia cintai, meskipun sebenarnya ia merasa berat untuk menjalaninya.
Responden tampak kurang memiliki optimis dalam menjawab harapan
yang ia miliki. Hal tersebut tampak dari ekspresi responden 2 saat
menjawab dengan nada yang cukup pelan.
Responden 3
Responden adalah laki-laki berumur 22 tahun. Ia merupakan anak
pertama dari 3 bersaudara. Saat ini responden sedang menyelesaikan tugas
akhirnya sebagai seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta di
Yogykarata. Selain menyelesaikan studi, responden juga sedang merintis
sebuah usaha dibidang traveling. Ketakutan yang dimiliki responden saat
ini ialah ketakutan akan kematian. Ketakutan tersebut muncul karena ada
pengalaman sakit yang pernah dirasakan oleh responden sehingga terlintas
rasa takut akan kematian. Ketakutan terhadap kematian ini juga
mendorong responden merasa takut akan kehilangan orang yang
dicintainya dalam hal ini adalah keluarga. Responden merasa belum bisa
membahagiakan orangtuanya sejauh ini. Ia juga merasa belum bisa
memenuhi keinginan pribadinya, sehingga rasa takut terhadap gambaran
akan masa depan yang belum jelas hadir dalam kehidupannya saat ini.
Ketakutan lain yang dimiliki responden ialah takut berada di daerah asing,
karena ia merasa membutuhkan beberapa waktu untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru. Namun ia mengatakan bahwa rasa takut ini merupakan
41
ketakutan yang biasa, sehingga bila sudah bisa menyesuaikan maka rasa
takut itu pun akan hilang dengan sendirinya.
“..takut banget kalau sampai mati gitu sih.
kenapa ya…karena gak tau ya…badan sudah sakit banget entah gimana pikiran
adanya itu…ya gak tau juga sih tiba-tiba seperti itu, badan tiba-tiba gak bisa
apa-apa…kejang…gak bisa apa…saya gak percaya sampai seperti itu..”
“ee…sebenarnya gak ingin kehilangan orang juga…jadi ketika itu pertama sih
langsung telepon ke orangtua…sakit gini-gini ni…ya terus ya kalo kehilangan
orang seperti keluarga…teman…tapi yang aku pikirkan ialah lebih ke
kehilangan keluarga sih sebenarnya..”
“Ya yang saya rasakan ya saya gak mau mati dulu gitu kan. Saya belum
bisa...intinya saya belum memenuhi keinginan saya ya saya jangan mati
dulu..bisa membahagiakan orangtua terus sampai ee istilahnya pokoknya masa
depan yang saya rancang itu terwujud. Dan saya harus melakukan itu sebelum
mati saya makanya jangan..gak mau mati dulu sebelum itu gitu..”
“..menurut saya ya itu sih…tapi ketakutan-ketakutan yang biasa seperti berada
di daerah yang asing..ya ketakutan biasa jadi cuma bentar aja kalau sesudah itu
ya sudah gak lagi..”
Dalam menghadapi ketakutan-ketakutan tersebut, usaha yang
dilakukan responden salah satunya dengan merawat tubuh dengan pola
hidup sehat. Rasa takut akan kematian ketika responden mengalami sakit
membuat ia sadar untuk lebih menjaga kesehatan dirinya sendiri dengan
42
makan yang teratur dan istirahat yang cukup. Usaha lain untuk mengatasi
ketakutan responden ialah dengan merintis karir sejak dini. Mulai saat ini
perlahan-lahan responden telah mencoba membuat lapangan pekerjaan
baru di bidang travelling. Usaha ini ia lakukan agar harapan untuk
membahagiakan keluarga dan membuat lapangan pekerjaan bagi orang
lain dapat terwujud dimasa yang akan datang. Tentunya hal ini juga
dilakukan untuk mengatasi akan ketakutannya terhadap masa depan yang
belum jelas dan ketakutan belum bisa membahagiakan keluarga yang
dimilikinya.
“..pertama kalau dari adanya kematian itu tadi aku sadar sebenarnya aku harus
merawat tubuh dengan baik sehingga tidak sakit dan tidak gampang cepat mati.
Terus.. jadi istilahnya ya ingin pola hidup yang sehat mulai mencoba pola hidup
yang sehat seperti makan gak sembarangan mungkin pilih-pilih, terus makan
yang banyak juga supaya gak gampang lemas apa lagi musim hujan atau musim
pergantian cuaca gampang capek gampang sakit jadi sehingga ya intinya tetap
menjaga tubuh supaya tidak sakit..”
“..sudah mulai mencicil mencoba membentuk usaha..membuka usaha kecil-
kecilan bersama teman terus ya berusaha untuk lulus kemudian kalau sudah
lulus sudah bisa membahagiakan orangtua...kemudian kerja...kerja ini masih
dibagi dua sehingga saya masih bingung antara wiraswasta atau pegawai. Tapi
menurut saya sih keduanya sama saja. Pegawai pun bisa menjadi wiraswasta,
wiraswasta juga bisa menjadi pegawai. Di situ saya tetep ingin menghidupkan
usaha yang sudah saya rintis dari sekarang, supaya intinya bisa membuat
lapangan pekerjaan bagi orang lain..”
43
“..yang paling utama ya itu membahagiakan orangtua jadi saya bisa bekerja
terus bisa membantu orangtua ketika pensiun. Terus orangtua tidak susah-susah
lagi dengan membiayai hidupnya sendiri, terus yang paling penting saya ingin
membantu orang lain yang sulit bekerja jadi ee tidak terpatok jadi saya ingin
membuat satu usaha jadi orang lain itu juga bisa dapat pekerjaan karena susah
juga mencari pekerjaan...jadi seperti itu..”
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat diketahui bahwa ketakutan
yang dimiliki responden 3 ialah ketakutan terhadap kematian. Ketakutan
ini muncul karena adanya pengalaman sakit yang pernah dialami oleh
responden 3. Ketakutan terhadap kematian ini yang kemudian berpengaruh
pada munculnya ketakutan kehilangan orang yang keluarga. Keluarga
menjadi sesuatu yang sangat penting dalam diri responden. Sejauh ini
responden 3 merasa belum bisa membahagiakan keluarganya sehingga ia
berusaha untuk mewujudkan harapannya tersebut dengan membuat usaha
di bidang travelling. Usaha tersebut juga untuk mewujudkan harapannya
membuat lapangan pekerjaan bagi orang lain. Ketakutan lain yang dimiliki
responden 3 ialah takut berada di daerah asing atau menghadapi situasi
baru. Dalam kondisi ini responden 3 mengatakan butuh proses untuk
menghadapi situasi tersebut. Meskipun dirasa sebagai ketakutan yang
biasa karena dianggap akan hilang dengan sendirinya, namun tampak
adanya perasaan takut bila responden 3 gagal dalam beradaptasi sehingga
ini akan berdampak pula sikap yang akan ia lakukan.
44
Berdasarkan hasil observasi responden 3 tampak kurang menyadari
ketakutan yang ia alami secara langsung. Hal ini tampak ketika peneliti
memberikan pertanyaan berupa ketakutan apa yang muncul dalam
hidupnya saat ini? Responden 3 membutuhkan beberapa waktu untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Ekspresi mukanya juga menunjukkan
adanya kebingungan untuk mengungkapkan ketakutan yang ia alami.
Situasi ini mungkin terjadi karena pertanyaan terkait dengan ketakutan
tidak biasa ditemui oleh responden dalam kesehariannya. Ketika
menjawab ketakutan yang muncul responden tampak menggerak-gerakkan
badannya, hal ini menunjukkan ia tidak kaku dalam menghadapi hal yang
tidak biasa muncul dalam kehidupannya sehari-hari. Responden 3 juga
tampak optimis dalam menjawab keinginan ia untuk merintis karir sejak
dini. Hal ini tampak dari ekspresinya ketika menjawab dengan suara yang
keras.
Responden 4
Responden adalah seorang wanita yang berusia 22 tahun. Ia
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini responden sedang
menyelesaikan tugas akhir kuliah di Fakultas Pendidikan Bahasa Inggris,
di salah satu universitas swasta, di Yogyakarta. Dalam mengisi waktu
luangnya, responden juga memberi kursus bagi beberapa siswa SMA yang
membutuhkan pendampingan dalam mata pelajaran bahasa Inggris.
Ketakutan yang dimiliki responden saat ini ialah takut akan kegagalan.
Responden telah membuat beberapa target dalam dirinya, salah satunya
45
adalah lulus kuliah pada tahun ini. Rasa takut akan gagal muncul karena ia
khawatir bila target yang ingin dicapainya tersebut tidak dapat terwujud.
Selain itu, beberapa teman responden telah mampu menyelesaikan studi
mereka sehingga hal ini juga membuat responden merasa takut bila
mengalami kegagalan.
“..saat ini ketakutan yang sedang saya alami..saya takut..saya masang target gitu
mas..saya takut aja dengan apa yang saya lakukan sekarang tetap aja tidak bisa
mencapai target itu. Misalkan saya ingin lulus tahun ini begitu..”
“..ow..karena saya punya cita-cita. Awalnya saya punya plan, kalau saya bisa
lulus tahun ini saya bisa gini..gini..gini.. nah kalau itu tidak bisa tentunya itu
akan merubah rencana saya yang lainnya juga..”
“..kalau teman saya sudah lulus itu takut banget. Sejauh ini belum sih, tapi kalau
denger ada teman yang mau lulus itu yang jadi semakin takut. Tapi termotivasi
juga karena takut itu..”
Dalam menghadapi ketakutan tersebut, usaha yang dilakukan
responden adalah meyakini bahwa setiap perjalanan hidup yang ia jalani
pasti ada jalan keluar dari permasalahan atau ketakutan yang ia hadapi.
Hal ini juga membantu responden untuk menyelesaikan tugas yang
dihadapi dengan sungguh-sungguh. Responden mengungkapkan dalam
konteks menyelesaikan tugas akhir yang ia hadapai, dirinya tetap berusaha
menyelesaikan skripsi dengan kesungguhan meski diliputi rasa takut akan
kegagalan. Responden juga berusaha selalu belajar dari pengalaman-
pengalaman hidupnya agar kegagalan yang menjadi ketakutan tidak terjadi
46
dimasa yang akan datang. Dukungan dari orang lain juga dirasa responden
menjadi sesuatu yang berarti bagi dirinya untuk mengatasi ketakutan akan
kegagalan. Harapan responden kedepan ialah mampu memperoleh
pekerjaan yang layak untuk membahagiakan keluarganya, karena keluarga
menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupannya. Ia juga
mengungkapkan dalam menghadapi pekerjaannya yang akan datang, uang
bukan menjadi sesuatu yang terpenting meski sebenarnya uang itu penting.
“..saya kan beriman..sejauh ini saya merasa saya beriman. takut ya takut tapi ya
udah pasti ada jalan begitu..”
“..yo digarap skripsinya, tapi tetep takut sih. Apa iya ya..agak ragu..apa
nyampek ya..”
“..mungkin dukungan saja..dukungan dari orang-orang lain. Kalau saya sendiri
sejauh ini sudah merasa melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Mungkin
dukungan dari orang lain bisa membuat saya tidak takut lagi..”
“..saya seorang yang selalu belajar tidak pernah merasa pintar tapi beruntung..”
“..impian..ya gimana ya..pekerjaan yang nantinya akan saya ambil tapi bukan
uang sih, walau materi itu dibutuhkan..”
Berdasarkan hasil tersebut, maka ketakutan yang dirasakan oleh
responden 4 adalah ketakutan akan kegagalan. Ketakutan ini dimaknai
sebagai ketidakmampuan responden 4 dalam mencapai target atau rencana
yang telah ia buat sebelumnya. Ketakutan terhadap kegagalan responden 4
juga muncul karena adanya keberhasilan yang telah lebih dahulu diperoleh
47
orang lain. Contoh konkrit yang dimiliki responden 4 ialah saat ini ia
sedang menyelesaikan tugas akhirnya sebagai mahasisiwa sehingga ia
ingin lulus kuliah pada tahun ini. Persaan takut dalam diri responden
muncul pada saat ia mengetahui beberapa temannya telah terlebih dahulu
menyelesaikan kuliah, sedangkan ia sampai saat ini belum. Selain itu,
beberapa masalah pribadi yang sedang ia hadapi membuat ia takut bila
gagal dalam mencapai targetnya tersebut. Dalam mengatasinya responden
4 berusaha meyakini bahwa setiap perjalanan hidup yang ia jalani pasti
ada jalan keluar dari permasalahan atau ketakutan yang ia hadapi. Hal ini
menjadi sebuah motivasi dalam diri responden 4 untuk segera
menyelesaikan tugas-tugas yang ia miliki dengan kesungguhan sehingga
harapannya untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan membahagiakan
keluarga dapat terwujud. Responden 4 juga berusaha selalu belajar dari
pengalaman-pengalaman hidupnya agar kegagalan yang menjadi ketakutan
tidak terjadi dimasa yang akan datang.
Hasil observasi mengindikasikan responden 4 tampak santai ketika
menghadapi ketakutan akan kegagalan yang ia hadapi. Ekspresi yang
ditunjukkan responden 4 pada saat menjawab ialah dengan tersenyum.
Ekspresi tersebut juga tampak ketika responden 4 menjawab cara ia
mengatasi ketakutan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun
kegagalan menjadi sesuatu yang ia takuti, namun tidak membuatnya
merasa berat untuk menjalaninya. Responden 4 juga tampak menyadari
bahwa ia harus lebih mengembangkan dirinya agar lebih baik lagi. Hal
48
tersebut tampak ketika ia memberi tekanan pada kata belajar saat
menjawab cara mengatasi ketakutan yang dihadapi.
Responden 5
Responden adalah anak laki-laki yang berumur 23 tahun.
Responden merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Keaktifan
responden dalam kegiatan-kegiatan kerohaniannya di gereja ternyata
sangat membantunya untuk menjalani kehidupan sehari-hari, terlebih
permasalahan yang ia hadapi. Ketakutan yang dihadapi responden saat ini
ialah ketakutan terhadap kematian. Ketakutan ini muncul salah satunya
ketika dirinya menonton sebuah film di mana tokoh pemeran dalam film
itu tiba-tiba ditodong pistol oleh pemberontak. Ketakutan akan kematian
ini dianggap sebagai bahaya yang di luar kontrol dirinya, sehingga ia
sendiri tidak tahu harus bagaimana menghadapinya. Responden
mengungkapkan perasaan takut mati tersebut timbul karena ia memiliki
bayang-bayang kematian itu dilingkupi dengan rasa sakit, penyiksaan, dan
perasaan tertekan. Ketakutan lain yang juga dimiliki responden ialah rasa
takut ketika berada dalam situasi yang tidak diinginkan. Hal tersebut juga
bisa diartikan sebagai sebuah ketakutan akan kegagalan karena responden
mengatakan bahwa situasi yang tidak diinginkan tersebut merupakan
kondisi di mana ia tidak mampu mencapai target yang telah ia rencanakan
sebelumnya.
49
“..ketakutan dalam hidup..aku jarang memikirkannya..tetapi kadang ketakutan
itu muncul dalam kesadaran yang sepontan, misalkan ketika pada waktu itu yang
saya sadari pertama waktu itu..saya nonton film Oskar Romero, dia seorang
uskup yang ditugaskan di Elsavador Amerika. Dia hanya memperjuangkan
“semple” hosti..dia tidak mempedulikan pemberontak yang menudingkan pistol
di depan kepalanya. Spontan waktu itu saya langsung memposisikan diri dalam
keadaan seperti itu seandainya tiba-tiba aku menghadapi situasi semacam itu
gimana? Itu ketakutan yang sangat luar biasa waktu itu yang saya
rasakan..ketakutan untuk menghadapi bahaya yang di luar kontrolku, di luar
kontrol artine yang membuat orang lain dan itu di luar kontrolku..”
“..saya membayangkan berada di dalam situasi, ancaman, dan rasa sakit.
Ancaman dari..tahu bahwa besok seakan-akan aku mati atau sewaktu-waktu mati
dalam situasi yang seperti ini..aku ditekan oleh pihak lain. Beda dengan
misalkan bencana alam kayak gitu..bencana alam kita tidak memperkirakan..aku
tidak memperkirakan itu akan tiba..ee..misalkan ada itu akan datang tiba-tiba,
tetapi dalam konteks film itu aku membayangkan itu diberada diantara
pemberontak..orang yang otoriter..dan karya atau tugas menuntutku untuk
berada disana dan setia, ya memang ada bekal iman tetapi dalam konteks
diriku..imanku belum dalam..dan bayang-bayang tentang rasa sakit, penyiksaan,
tertekan..kemungkinan besar yang aku rasakan atau yang menyebabkan rasa
takut hal-hal kayak gitu..”
“..pernah mengalami ketakutan ketika aku berada pada situasi yang tidak aku
inginkan. Misal’e..aku telah membuat gambaran-gambaran idea tentang
hidupku, pencapaian-pencapaianku misalkan target bulan ini dan bulan depan
aku harus seperti apa..dan ketika aku tidak mencapai target itu aku kayak
50
seolah-olah dalam hidupku selanjutnya akan mengalami seperti itu dan aku
merasa takut seandainya dalam hidupku situasinya akan seperti itu terus kayak
gitu itu. Paling ndak ada dua hal yang aku sadari atau yang aku lihat selama ini
itu tentang ketakutan..”
Dalam mengatasi ketakutan-ketakutan yang dihadapi responden, ia
berusaha mengatasinya dengan beberapa cara yaitu salah satunya mencoba
memberi waktu untuk diam sejenak. Diam dalam hal ini diartikan dengan
mencoba merenungkan dan menyadari ketakutan yang muncul, kemudian
setelah itu baru mengambil tindakan yang dianggap tepat untuk
mengatasinya. Penyadaran responden terhadap ketakutan tersebut
dilakukan pula melalui relasi dan melihat cara hidup seseorang dalam
keseharian. Responden juga mencoba membaca buku rohani terkait
dengan kematian manusia. Ia merasa hal tersebut dilakukan untuk
memperkuat dirinya agar tidak perlu khawatir lagi bila suatu saat akan
menghadapi kematian. Responden mengungkapkan Tuhan dan keluarga
menjadi sesuatu yang terpenting dalam dirinya, sehingga ia berharap apa
yang ia lakukan selama masa kehidupannya di dunia ini dapat memberikan
yang terbaik bagi Tuhan dan orang-orang di sekitarnya.
“..ketika saya melihat kedalam itu sebenarnya saya hanya tidak menyadari
situasi diriku sendiri..artinya sebenarnya ketakutan di dalam diri sendiri yang
harus saya sadari itu saja dan itu sebenarnya normal gitu loh..sering kali ketika
menghadapi ketakutan itu saya hanya ingin diam, tidak mau bergerak..”
51
“..saya tidak mempersiapkan secara khusus untuk menghadapi ketakutan
terhadap kematian karena dalam konteks ceritaku yang tadi itu kayak eksidental
aku tiba-tiba nonton film, tapi memang kesadaran itu membawa
kepada..ee..apa..kesadaran sehari-hari bahwa suatu saat aku memang akan mati,
cuma caranya seperti apa kayak gitu to. Nah..ee..sambil jalan aku percaya
bahwa hidupku itu selalu berkembang selalu ada penyadaran-penyadaran
kesadaran diri untuk tumbuh entah dalam iman entah dalam pendewasaan diri.
Kesadaran atau mengatasi rasa takut terhadap kematian itu tidak saya lakukan
secara khusus, tetapi dalam kehidupan sehari-hari itu terbangun dengan
sendirinya, dengan relasi, dengan melihat cara hidup seseorang, lalu dengan
pembelajaran pribadi artinya dari pengalaman-pengalaman membaca
buku..baca buku rohani juga tentang yang entah secara langsung membahas
kematian atau tidak itu memperkuat diri saya bahwa saya tidak perlu
mengkhawatirkan hal itu..”
“Tuhan dan keluarga yang terpenting dalam hidup saya..”
“..Selalu memberi yang terbaik, baik untuk Tuhan maupun orang-orang
disekitar..”
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat diketahui bahwa ketakutan
yang dimiliki responden 5 adalah ketakutan terhadap kematian. Ketakutan
ini muncul karena adanya bayang-bayang kematian itu dilingkupi dengan
rasa sakit, penyiksaan, dan perasaan tertekan. Responden 5 juga
memberikan contoh ketika dirinya menonton sebuah film di mana tokoh
pemeran dalam film itu tiba-tiba ditodong pistol oleh pemberontak. Pada
saat itu perasaan takut mati muncul karena ia merasa hal tersebut sebagai
52
bahaya yang di luar kontol, dan ia menyadari bahwa ia belum siap bila itu
benar-benar terjadi pada dirinya saat ini. Kejadian tersebut membuat
responden 5 mengambil waktu untuk diam sejenak. Ia mencoba
merenungkan dan menyadari mengapa ketakutan tersebut bisa terjadi pada
dirinya. Responden 5 juga mencoba membaca buku-buku rohani terkait
dengan kematian. Hal tersebut ia lakukan untuk mengatasi perasaan takut
yang ia hadapi terhadap kematian. Ketakutan lain yang juga dirasakan
responden 5 adalah ketakutan akan kegagalan. Ketakutan ini dimaknai
responden 5 sebagai sebuah kegagalan dalam mencapai target atau rencana
yang telah dibuatnya. Sejauh ini responden 5 selalu membuat perencanaan
setiap bulan terkait dengan apa yang akan dilakukannya, dan ketika
perencanaan tersebut tidak terwujud maka seolah-olah muncul perasaan
selanjutnya ia akan mengalami keadaan seperti itu. Keadaan ini
menjadikan responden 5 merasa takut seandainya situasi seperti itu terus
terjadi pada dirinya.
Hasil observasi mengindikasikan responden 5 menyadari ketakutan
yang ia alami. Hal ini tampak dari ekspresinya saat menjawab ketakutan
yang ia miliki. Responden 5 menjelaskan ketakutan yang ia miliki dengan
penuh penghayatan akan apa yang ia rasakan. Ekspresi tersebut juga
muncul ketika ia menjawab beberapa pertanyaan lainnya yang diberikan
oleh peneliti. Responden juga tampak tenang dan santai dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan peneliti. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sejauh ini responden 5 telah mengenal dirinya.
53
3. Integrasi Ketakutan Para Responden Penelitian
Para responden mengungkapkan beberapa ketakutan yang mereka
alami. Ketakutan yang dimiliki responden 1 hanyalah ketakutan
kehilangan orang lain dalam hal ini keluarga. Ketakutan tersebut muncul
karena responden 1 merasa mempunyai banyak kesalahan terhadap
anggota keluarga dan saudara. Bagi responden kesalahan ini masih bisa
diperbaiki ketika orang yang bersangkutan masih hidup, namun ia merasa
bila orang berkaitan telah meninggal maka kesalahan tersebut tidak bisa
ditebus kembali. Ketakutan kehilangan keluarga juga dialami responden 2
dan 3. Responden 2 mengatakan ketakutan ini muncul karena ia masih
merasa butuh akan keberadaan orang yang dicintai tersebut sehingga ia
belum siap bila suatu saat ia ditinggalkan. Hal tersebut juga dirasakan oleh
responden 3. Ia merasa bahwa sejauh ini ia belum mampu membahagiakan
keluarganya sehingga mucul ketidaksiapan kehilangan keluarga.
Responden 3 juga memiliki ketakutan terhadap kematian diri
sendiri. Ketakutan ini muncul karena ia memiliki pengalaman ketika sakit,
di mana terlintas rasa takut akan kematian. Ketakutan terhadap kematian
diri sendiri juga dialami oleh responden 5. Ketakutan terhadap kematian
muncul karena adanya bayang-bayang kematian yang dilingkupi dengan
rasa sakit, penyiksaan, dan perasaan tertekan.
Ketakutan akan kegagalan bagi sebagian responden muncul akibat
adanya rasa takut bila target atau rencana yang telah dibuat tidak mampu
54
tercapai. Ketakutan ini yang dialami oleh responden 4 dan 5. Berdasarkan
latar belakang kedua responden, mereka sedang dalam tahap
menyelesaikan tugas akhir kuliah dan ini menjadi target utama mereka.
Sejauh ini mereka merasa takut bila tugas akhir kuliah yang sedang
mereka kerjakan tersebut mengalami kegagalan.
Ketakutan mengulangi kesalahan yang sama hanya dialami oleh
responden 2. Ketakutan ini merupakan bagian dari perasaan takut gagal
oleh responden 2 dalam menghadapi masa yang akan datang. Hal ini
muncul karena responden 2 memiliki peristiwa atau pengalaman yang
dinilai kurang berhasil pada masa lalu yang tidak dinginkannya timbul
kembali di masa depan.
Ketakutan menghadapi situasi atau kondisi baru hanyal dialami
oleh responden 3. Ketakutan ini muncul karena adanya rasa takut dan
kekhawatiran responden 3 dalam melakukan penyesuaian terhadap situasi
di luar kebiasaannya. Untuk menghadapi hal tersebut, maka dibutuhkan
sebuah proses. Ketidakmampuan responden 3 dalam menjalani proses
dirasa akan menjadi sebuah kegagalan yang harus diterimanya. Tentunya
hal tersebut menjadi sesuatu yang tidak dihendaki oleh responden 3
sehingga muncul ketakutan dalam menghadapi situasi baru.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat 2 kategori terkait dengan
gambaran ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta. Kedua gambaran
55
ketakutan tersebut adalah ketakutan terhadap kematian dan ketakutan akan
kegagalan.
Ketakutan akan kematian dimaknai sebagai sebuah situasi di mana
para responden merasa terancam karena ketidaksiapannya menghadapi
kematian. Ketakutan terhadap kematian ini ternyata dialami oleh hampir
seluruh responden. Dalam menganalisis ketakutan terhadap kematian
ditemukan 2 sub kategori yaitu ketakutan terhadap kematian diri sendiri dan
ketakutan terhadap kematian orang lain.
Responden 3 mengungkapkan ketakutan terhadap kematian yang ia
rasakan muncul akibat pengalaman sakit yang pernah diderita. Pengalaman
ketika sakit tersebut membawa responden 3 menyadari akan harapan-harapan
yang belum ia capai, sehingga ia tidak ingin mati terlebih dahulu sebelum
semua itu terwujud. Usaha yang lakukan responden 3 ialah dengan mencoba
merintis karir sejak dini. Ketakutan tersebut juga dirasakan oleh responden 5
di mana perasaan takut mati ini timbul karena ia memiliki bayang-bayang
kematian itu dilingkupi dengan rasa sakit, penyiksaan, dan perasaan tertekan.
Selain itu, responden 5 juga mengatakan bahwa ketakutan terhadap kematian
ini sebagai bahaya yang di luar kontrol dirinya, sehingga ia sendiri tidak tahu
harus bagaimana menghadapinya. Usaha yang dilakukan responden 5 dalam
mengatasi ketakutan ini ialah dengan mengambil waktu untuk diam sejenak.
Ia mencoba merenungkan dan menyadari mengapa ketakutan tersebut bisa
terjadi pada dirinya. Responden 5 juga mencoba membaca buku-buku rohani
56
terkain dengan kematian. Hal tersebut ia lakukan untuk mengatasi perasaan
takut yang ia hadapi terhadap kematian.
Ketakutan terhadap kematian dalam hal ini tidak hanya dialami
responden terhadap dirinya saja, tetapi berkaitan juga dengan kehilangan
orang lain terlebih orang-orang yang mereka cintai baik itu keluarga, sahabat,
atau orang-orang terdekat. Turner dan Helms (1995) menyebutnya dengan
ketakutan kehilangan keluarga dan teman-teman (fear of loss of family and
friends). Dalam penelitian ini ketakutan akan kehilangan orang yang dicintai
muncul karena para responden masih merasa butuh akan keberadaan orang
yang dicintai tersebut, sehingga ia belum siap bila suatu saat ia ditinggalkan.
Selain itu, keluarga dan orang-orang yang dicintai menjadi hal yang utama
dalam kehidupan para responden. Hal ini tidak terlepas dari tahap
perkembangan kaum muda sebagai responden yang sedang menjalani proses
pencarian jati diri yang masih membutuhkan pendampingan dari orang-orang
disekitarnya (Santrock, 2005). Menurut responden 1 ketakutan ini juga
muncul karena ia merasa mempunyai banyak kesalahan terhadap anggota
keluarga dan saudara. Bagi responden 1 kesalahan ini masih bisa diperbaiki
ketika orang yang bersangkutan masih hidup, bila orang itu telah meninggal
maka kesalahan tersebut tidak bisa ditebus kembali. Usaha yang dilakukan
responden 1 untuk mengatasi ketakutan ini adalah dengan berusaha bersikap
pasrah. Hal serupa juga dilakukan responden 2. Pasrah yang dimaksud oleh
responden tersebut ialah dengan mencoba menerima bahwa kematian yang
dialami ialah kehendak Tuhan dan kita tidak bisa menolaknya. Selain itu,
57
responden 3 mengungkapkan ketakutan kehilangan muncul karena ia merasa
belum bisa membahagiakan orang-orang yang ia cintai sejauh ini, terlebih
orangtuanya. Kondisi tersebut menurut Schaie (1977) (dalam Santrock, 2002)
sebagai fase tanggung jawab (the responsibility stage) yang menjadi bagian
dari tahap perkembangan kehidupan kaum muda. Tahap ini menunjukkan
adanya tanggung jawab sosial berupa perhatian terhadap orang lain.
Ketakutan lain yang dialami para responden adalah ketakutan akan
kegagalan. Ketakutan akan kegagalan ini cenderung terjadi pada kaum muda.
Astin, Green, & Korn (1989) (dalam Santrock, 2002) menyatakan ketakutan
akan kegagalan dalam sebuah dunia yang berorientasi pada kesuksesan sering
kali menjadi alasan untuk stres dan depresi di antara kaum muda. Tekanan
untuk sukses di universitas, mendapatkan pekerjaan yang sangat baik, dan
menghasilkan uang banyak adalah suatu hal yang sangat berpengaruh pada
sebagain besar kaum muda (Santrock, 2002).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketakutan akan kegagalan
dapat terbagi menjadi 3 sub kategori yaitu takut mengulangi kesalahan yang
sama, takut tidak bisa mencapai target, dan takut menghadapi situasi baru.
Ketakutan akan kegagalan yang dialami oleh responden 2 muncul
karena adanya rasa takut untuk mengulangi peristiwa yang pernah dinilai
kurang berhasil atau kesalahan pada masa lalu. Menurut responden 2,
walaupun peristiwa tersebut dapat memberi sebuah pengalaman untuk
melakukan sesuatu dengan lebih baik, namun ia merasa peristiwa itu tidak
diharapkan untuk muncul kembali karena dapat menjadi penghalang untuk
58
keberlangsungan hidupnya. Kondisi merupakan bentuk traumatis yang dialami
responden akibat pengulangan kejadian yang tidak ia harapankan berulang
kali terjadi.
Ketakutan akan kegagalan juga muncul karena adanya rasa takut tidak
tercapainya target yang telah dibuat sebelumnya. Menurut responden 5, sejauh
ini ia selalu membuat perencanaan setiap bulan terkait dengan apa yang akan
dilakukannya, dan ketika perencanaan tersebut tidak terwujud maka seolah-
olah muncul perasaan selanjutnya ia akan mengalami situasi seperti itu.
Keadaan ini menjadikan responden 5 merasa takut seandainya hal seperti itu
terus terjadi pada dirinya. Kondisi tersebut juga dirasakan oleh responden 4. Ia
menambahkan, ketakutan ini juga muncul karena adanya keberhasilan yang
telah lebih dahulu diperoleh orang lain. Contoh konkrit yang dimiliki
responden 4 ialah saat ini ia sedang menyelesaikan tugas akhirnya sebagai
mahasisiwa sehingga ia ingin lulus kuliah pada tahun ini. Perasaan takut
dalam diri responden muncul pada saat ia mengetahui beberapa temannya
telah terlebih dahulu menyelesaikan kuliah, sedangkan ia sampai saat ini
belum. Selain itu, beberapa masalah pribadi yang sedang ia hadapi membuat
ia takut bila gagal dalam mencapai targetnya tersebut. Dalam mengatasinya
responden 4 berusaha meyakini bahwa setiap perjalanan hidup yang ia jalani
pasti ada jalan keluar dari permasalahan atau ketakutan yang ia hadapi.
Ketakutan kegagalan lainnya juga dimiliki responden 3. Ia takut berada
di daerah asing atau menghadapi situasi baru. Dalam kondisi ini responden 3
mengatakan butuh proses untuk menghadapi situasi tersebut. Meskipun dirasa
59
sebagai ketakutan yang biasa karena dianggap akan hilang dengan sendirinya,
namun tampak adanya perasaan takut bila responden 3 gagal dalam
beradaptasi sehingga ini akan berdampak pula sikap yang akan dilakukan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa harapan yang dimiliki
responden didominasi keinginan untuk membahagiakan orangtua. Usaha yang
dilakukan bermacam-macam, responden 1 dan 5 berusaha untuk segera
menyelesaikan studinya untuk mewujudkan harapan tersebut. Responden 3
berusaha untuk membuat lapangan pekerjaan baru, hal ini dikarenakan ia ingin
mewujudkan cita-citanya sebagai wirausahawan. Sedangkan responden 4
berusaha mewujudkan harapan membahagiakan orangtuanya dengan cara
berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga nantinya dapat
membantu kehidupan orangtuanya kelak. Keinginan untuk membahagiakan
orangtua juga tidak lepas dari hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa
keluarga menjadi sesuatu yang penting atau utama dalam diri para responden.
Hampir semua responden mengungkapkan bahwa keluarga menjadi bagian
yang sangat berarti dalam hidup mereka. Hal ini dapat memperkuat akan
munculnya ketakutan akan kehilangan orang-orang yang dicintai seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut, ketakutan dimaknai para responden
sebagai ketidaksiapan dalam menerima sesuatu dari situasi lingkungan yang
mereka jalani. Menurut Carson (2000), perasaan takut merupakan respon
terhadap ancaman yang hadir dalam diri individu. Pada penelitian ini ancaman
yang muncul adalah kematian dan kegagalan.
60
Ketakutan akan kematian dan ketakutan terhadap kegagalan dianggap
sebagai kemandegan atau keterputusan atas proses yang sudah berjalan.
Ketakutan akan kematian dalam penelitian ini muncul dalam bentuk akan
keterputusan relasi antara individu dengan orang yang meninggal. Sebagai
contoh pernyataan dari responden 1 di mana ia mengungkapkan
“..ketidaksiapan saya ketika saya harus kehilangan saudara..”. Ketakutan
akan kematian juga dianggap sebagai sesuatu yang sudah tidak bisa diperbaiki
lagi. Hal tersebut muncul pada pernyataan responden 1 berupa, “...kehilangan
di sini mungkin dia tidak hidup lagi..itu yang memang saya belum siap”.
Sedangkan ketakutan akan kegagalan muncul dari keterputusan terhadap
sebuah proses yang dijalani. Sebagai contoh pernyataan yang disampaikan
oleh responden 3 di mana ia mengungkapkan “...seperti berada di daerah
asing...”. Hal ini menunjukkan bahwa dunia asing itu dipersepsikan sebagai
sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa yang dialami saat ini. Dengan
demikian, responden mangalami keterputusan antara situasi saat ini dengan
situasi baru yang akan dialami. Akan tetapi keterputusan ini bersifat sementara
karena responden masih melihat peluang untuk mengatasi keterputusan
tersebut. Sebagai mana muncul dalam pernyataan responden 3 berupa
“..Cuma bentar aja kalau sesudah itu ya sudah gak lagi..”.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perubahan jaman tidak
sampai menyentuh pada ikatan sosial ketika berhadapan pada hal-hal yang
substansial dalam hal ini kematian. Perubahan jaman boleh saja merubah pola
61
relasi yang berkaitan dengan gaya hidup atau cara hidup seseorang, tetapi
tidak pernah menyentuh atau mengubah hal substantif seperti kematian.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa ketakutan
dimaknai oleh para responden sebagai kondisi dari ketidaksiapan dalam
menghadapi kejadian atau tuntutan dari lingkungan sosial mereka. Gambaran
ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta terdiri dari 2 kategori utama. Kedua
gambaran ketakutan tersebut adalah ketakutan terhadap kematian dan
ketakutan akan kegagalan. ketakutan terhadap kematian terbagi menjadi
ketakutan kematian diri sendiri dan kehilangan orang lain. Sedangkan
ketakutan akan kegagalan terbagi menjadi ketakutan mengulangi kesalahan
yang sama, ketakutan tidak dapat mencapai target, dan takut menghadapi
situasi baru.
Ketakutan terhadap kematian muncul karena adanya bayang-bayang
kematian yang dilingkupi dengan rasa sakit, penyiksaan, dan perasaan
tertekan. Ketakutan terhadap kematian juga muncul karena adanya ikatan
sosial yang cukup kuat dan ketidaksiapan dari para responden dalam
menjalani kehidupannya secara individu. Hal ini menunjukkan bahwa pemisah
ikatan sosial bukan karena adanya perubahan jaman, tetapi karena adanya
kematian. Sedangkan ketakutan akan kegagalan muncul karena adanya
kekhawatiran terhadap target yang dimiliki para responden tidak terealisir,
62
63
terulangnya pengalaman yang dinilai buruk dimasa lalu, dan menghadapi
situasi di luar kebiasaan.
B. Keterbatasan Penelitian
Fenomena ketakutan pada kaum muda merupakan fenomena sosial
dalam masyrakat yang sangat beragam karakteristiknya. Penelitian ini hanya
mampu mengkaji fenomena ketakutan dari 5 orang kaum muda pada
umumnya, bukan pada kaum muda dari komunitas tertentu misalnya
komunitas yang berlandaskan seni ataupun keagamaan.
C. Saran
Peneliti memberikan saran kepada orangtua, institusi pemerintah,
lembaga pendidikan, maupun pihak swasta untuk tetap memberikan
pendampingan kepada kaum muda. Hal ini dikarenakan kaum muda dalam
perkembangannya sedang berada pada tahap pencarian jati diri. Kurangnya
pendampingan dikhawatirkan dapat menimbulkan kebingungan pada diri
kaum muda dalam menentukan pilihan hidup yang sesuai dengan karakter
mereka. Pendampingan yang diberikan tentunya juga akan cukup membantu
kaum muda dalam menghadapi ketakutan-ketakutan yang ada dalam diri kaum
muda.
Peneliti juga memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yang
meneliti dengan tema yang sama agar tidak hanya meneliti berdasarkan
konsep-konsep atau teori yang sudah ada, namun juga harus memperhatikan
64
konsep atau teori yang berlaku dalam masyarakat yang hendak diteliti
sehingga penelitian menjadi relevan bagi responden penelitian.
65
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, V. F. (2009, 26 Oktober), 30 persen Masyarakat Indonesia Alami Gangguan Kesehatan Jiwa. detikhealth.com. Diunduh dari (http://health.detik.com/read/2009/10/26/181344/1228933/763/30-persen-masyarakat-indonesia-alami-gangguan-kesehatan-jiwa).
Brym, R., & Lie, J. (2007). Applying the four theoretical perspectives: The problem of fashion. [Timbangan buku Sociology: Your compass for a new world, 3rd]. Diunduh dari http://www.chass.utoronto.ca/soc101y/brym/ fashion.pdf
Carson, R. (2000). Abnormal psychology and modern life. Elevent Edition. Allyn and Bacon: Boston.
Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry & research design: Choosing among five approach, 2nd Ed. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Dister, N. S. (1982). Pengalaman dan motivasi beragama pengantar psikologi agama. Jakarta: Lembaga Penunjang Nasional (LAPPENAS).
Feifel, Herman & Nagy, Vivian Tong. (1981). Another look at fear of death. Journal of Gerrig, Consulting and Clinical Psychology. Vol 49. No 2. 278-286.
Fiske, J. (l989). Shopping for pleasure: malls, power and resistence, in Fiske, J. (2000), The consumer society reader. New York: The New York Press.
Fukuyama, F. (1999). The great disruption: Human nature and the reconstitution of social order. New York: Free Press.
Gleitman, H. (1991). Psychology. Third edition. W. W. Norton & Company: New York-London.
Hadi, P., & Hardono. (1996). Jatidiri manusia berdasar filsafat organisme whitehead. Kanisius: Yogyakarta.
Handayani, C. S. (2005). Gambaran identitas diri dalam budaya konsumsi. Disertasi doktor yang tidak diterbitkan, Universitas Indonesia, Jakarta
Handayani, C. S. (2010). Bisnis kecemasan dalam BASIS nomor 01-02 tahun ke-59. Yogyakarta: Kanisius.
66
Larsen, R. J., & Buss, D. M. (2005). Personality psychology: Domains of knowledge about human nature, 2nd Ed. New York: McGraw-Hill.
Miles, S. (1998). Consumerism as a way of life. London: Sage Publications
Moleong, L. J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, & Lexy J. (1988). Metodologi penelitian kualiatatif. Bandung: CV Penerbit Remaja Rosdakarya.
Moreno, & Francisco Jose. (1985). Agama dan akal fikiran: Naluri rasa takut dan keadaan jiwa manusiawi, Jakarta: Rajawali.
Leedy, P. D., & Ormrod, J. E. (2005). Practical research: Planning and design research. Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall.
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Perfecta LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Santrock, J. W. (2005). Life-span development: Perkembangan masa hidup, ed. 5, jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Subanar, G. B. (2007). Bayang-bayang sejarah kota pendidikan Yogyakarta: Komunitas learning society. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Sumanto. (2006). Kajian psikologi kebermaknaan hidup. Jurnal Buletin Psikologi. Volume 14 Nomor 2, Desember 2006.
Suryabrata, S. (2002). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Susanti, Cynthia, Wahyuningsih, Sri, Sukamto, & Elizabeth, M. (2003). Makna hidup dan ketakutan akan kematian pada penderita penyakit kanker usia dewasa madya sebuah studi kasus. Anima (Indonesia Psychological Journal). Vol 19 no 1. 54-85.
67
Suwignyo, A. (2002). Psikologi dan pendekatan kualitatif deskriptif: Meretas tabu-tabu metodik dalam kajian perilaku. Jurnal Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ‘Suksma’. Vol 1. No.1, Nov 2002. Hal 29-38
Turner, J., & Helms, D. B. (1995). Life span development. Fifth Edition. Rinehart and Winston, Inc: Orlando.
Twenge, J. M. (2000). “The age of anxiety? Birth cohort change in anxiety and neuroticism, 1952-1993”. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 79, No. 6, 1007-1021.
Zimbardo. (2002). Psychology and life. Sixteenth Edition. Allyn & Bacon: Boston.
68
69
Responden 1
No.
Pertanyaan Jawaban Tema Interpretasi Kode Catatan Lapangan
1 ok mas Damar..selamat malam..
selamat malam mas..
2 umurnya berapa mas? saya 24 tahun. 3 24 tahun. Ok langsung
saja ya mas.. ya
4 ketakutan dalam hidup mas itu apa?
ee..yang muncul dalam hidup saya salah satunya..atau mungkin ini yang terbesar ya katakanlah..itu sebuah..emm..ketidak siapan saya ketika saya harus kehilangan saudara dalam artian kehilangan disini mungkin dia tidak hidup lagi..itu..itu yang memang saya belum siap..
Ketakutan yang muncul
Kehilangan saudara KM 1 Responden diam sejenak
5 mati? iya..mati..kematian..itu yang memang saya belum siap. Dulu memang prosesnya sempat menghantui saya gitu, jadi pikiran saya kok..waduh ibu saya mati..ibu saya mati..ibu saya mati..itu yang sangat menakutkan..itu dulu.
Ketakutan yang muncul
Kehilangan saudara : Ibu
KM 1 Responden menjawab dengan bersemangat
6 kemudian apa sih menjadikan mas merasa takut akan kehilangan saudara?
Yang menjadikan itu takut apa ya..sebenarnya kalau..kalau..takut karena memang tidak siap gitu. Sebenarnya kalau memang itu
Cara mengatasi ketakutan
Pasrah CM 1
70
sudah terjadi pun maksud’e itu ya sudah, saya pun akan..maksud’e punya banyak hal di belakang saya dalam otak saya itu yang bisa membesarkan hati saya tu..saya punya..tapi itu saya tidak menjamin dalam artian opo yo..tetep takut gitu loh..murni takut gitu loh.
7 Ok..kira-kira apa sih yang misalnya..kesiapan apa yang seharusnya ada dalam diri mas sehingga ketika ada yang mati yo wes..itu apa yang belum dimiliki mas agar bisa siap gitu?
He..eh..itu sudah saya miliki tapi belum bisa saya terapkan dengan baik. Dalam artian gini, atau mungkin satu pengertian semua itu milik Tuhan karena saya percaya Tuhan..dalam artian semua dari Dia dan akan kembali ke Dia. Dan saya sendiri juga tahu bahwa..saya lahir tapi saya juga mati..maksud’e semua serba seimbang. Ada mati ada hidup dan ya seperti itu lah, jadi kabeh wong..semua orang..itu akan mati.
Cara mengatasi ketakutan
Percaya kepada Tuhan
CM 2 Responden menjawab dengan menggerakkan tangan
8 ada tidak ketakutan lain dalam hidup mas selain ketakutan terhadap kematian?
sementara ini belum ada.
9 kemudian peristiwa apa yang mungkin pernah dialami mas Damar dan peristiwa itu
kalau dihubungkan dengan ketakutan saya tadi ya..titik balik itu seperti pengalaman saya dan teman saya..maksud’e
Sebab ketakutan
Banyak kesalahan SK 1
CM 3
71
menjadikan titik balik, di mana mungkin mas dulunya menjalani biasa saja terus ketika mengalami peristiwa itu wah aku kok koyo ngene..singkatnya peritiwa apa yang menjadi mas menemukan titik baliknya itu?
opo..seorang sahabat yang katakan lah namanya Adi..itu yang dari dulu dengan saya kemana-mana..ya maksud’e memang saudara gitu..sudah seperti saudara sendiri. Dan ketika itu dia seperti menghilang dan saya juga..nah banyak kesalahan-kesalahan yang saya lakukan ya mungkin terhadap dia dan secara pribadi kepada keluarganya. Jadi itu mungkin titik balik, tapi buka titik balik..ee..sebuah kaca atau gambaran sehingga saya bisa melakukan hal untuk lebih baik nggak..tapi..ee..walaupun selama ini ketika saya dihadapkan dengan sesuatu yang salah atau sesuatu yang..dipentokkan dengan sesuatu..saya tu..ee..selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, tapi saat ini saya belum bisa melangkah kesitu gitu loh. Dengan peristiwa itu beberapa bulan belakangan ini tu saya belum bisa melangkah menjadi lebih baik, dalam artian dipentokkan hal seperti itu saya belum bisa berkomunikasi dengan dia lagi..belum bisa
Cara mengatasi ketakutan
Berusaha lebih baik
72
menjalin..maksud’e meskipun dia tidak memikirkan saya..ora nduwe pikiran koyo ngene loh..mungkin dia juga fine..fine saja, tapi saya perasaannya dalem gitu loh. Saya belum bisa mengambil solusi untuk saya bisa bersilahturahmi lagi menjalin hubungan yang bagi saya sendiri itu seperti dulu ok lagi itu belum bisa..jadi titik baliknya itu kok saya mundur atau membeku gitu.
10 apa yang dilakukan mas untuk menghadapi hal semacam ini atau ketakutan terhadap kematian tadi?
yang saya lakukan itu ya..apa ya..selalu waspada. Dalam artian selalu waspada itu mengingatkan pada diri kita sendiri bahwa hidup dan mati itu nggak tau kapan terjadi..mati itu nggak tahu kapan terjadi makanya siap terus, dalam artian siap itu untuk kalau memang..ya secara batin sendiri lah maksud’e gitu..mempersiapkan secara batin sendiri lah seperti itu. Sekalipun kalau memang itu harus terjadi nggak cukup untuk persiapan semacam ini..nggak cukup.
Cara mengatasi ketakutan
Mempersiapkan diri sejak dini
CM 4 Responden memejamkan matanya sambil menjawab
11 ok..mas melihat dalam diri mas sendiri..hal apa yang bagi mas itu
maksudnya?
73
sangat penting? 12 dalam hidup mas tu hal
apa yang harusnya menjadi sesuatu yang diutamakan gitu?
yang diutamakan..
atau menjadi sesuatu yang penting dalam hidup mas?
apa ya..kedamaian mungkin..
13 kedamain yang seperti apa?
kedamain itu yang seperti apa ya..hehehe..
Penting/utama kedamaian bersyukur
P 1
14 mungkin kedamaian dengan sahabat atau dengan lingkungan..seperti apa mas?
ya..semuanya damai gitu..iya..hehehe..itu mungkin juga porsinya berbeda-beda ya ada kedamaian..menuju kedamaian dengan bersyukur dan sebagainya.
15 harapan mas kedepan dengan kehidupan mas seperti apa?
hidup saya..apa ya..lulus cepat..lulus cepat..hehehe..
Harapan Cepat lulus H 1 Responden menjawab dengan tersenyum
16 hehehe.. ya bisa berguna bagi teman, keluarga, dan negara.
Harapan Berguna bagi teman, keluarga, dan negara.
H 2
17 ok mas Damar mungkin itu dulu saja, nanti kalau saya butuh inforamasi lagi akan saya hubungi.
ya.
74
Responden 2
No.
Pertanyaan Jawaban Tema Interpretasi Kode Catatan
Lapangan
1 ok mbak Tiara.. ya dek Lucky..hehehe..
2 umurnya berapa mbak? saya umurnya..ee..hampir 24
3 ok..langsung saja..ketakutan yang ada dari dalam diri mbak Tiara itu apa?
maksudnya?
4 ee..lebih..ketakutan atau ketidak siapan dalam menghadapi sesuatu gitu..
kehilangan orang yang aku cintai.
Ketaktuan yang muncul
Takut kehilangan orang yang dicintai
KM 1 Responden menjawab sambil mengangguk-anggukan kepala
5 mengapa itu menjadi ketakutan dalam diri mbak Tiara?
pertanyaannya berat banget ya..hehehe..apa ya?..mungkin tidak siap saja..tidak siap untuk ditinggalkan..ya itu mungkin ketakutan terbesarnya sekarang.
Sebab ketakutan
Merasa tidak siap untuk ditinggalkan
SK 2
6 ok..jenis ketakutan akan kehilangan semacam itu..itu biasanya untuk
he..eh..
75
mengatasi itu seperti apa? Maksudnya lebih ke..kehilangan seseorang yang dicintai itu mungkin suatu saat bakal terjadi gitu..
7 tapi untuk mempersiapkan diri mbak Tiara menerima itu seperti apa?
ya kadang aku tetap aja nggak siap hehehe..maksudnya..ya kadang-kadang saya sering men-delay itu menjadi masalah yang akan saya hadapi suatu saat nanti tapi tidak sekarang, tapi ada kalanya aku akhirnya bisa pasrah juga..maksudnya..yah pasti ada waktunya untuk itu..dan saat itu ada mau nggak mau aku harus siap, tapi untuk solusi aku harus bagaimana..aku belum ada sekarang.
Cara mengatasi takut
Pasrah mau tidak mau harus siap
CM 1 Responden menjawab dengan wajah serius
8 mungkin ada contoh konkrit pernah mengalami kejadian seperti itu?
belum sih..maksudnya kalau dalam hal ini ditinggalkan itu meninggal lo..dalam konteks meninggal. Belum sih..sejauh ini belum..belum bener-bener orang yang dekat dengan saya.
Ketakutan yang muncul
Takut kehilangan orang yang dicintai
KM 1
9 ada tidak peristiwa atau kejadian dimana mbak
ya..ada hubungannya dengan ketakutan itu sendiri?
76
merasa menemukan titik balik..titik balik dalam artian mungkin dulu mbak Tiara merasa biasa atau seperti apa, tapi setelah mengalami peristiwa itu mbak menemukan penyadaran..mungkin menemukan mbak Tiara yang baru atau..seperti apa?
10 bisa dengan ketakutan bisa dengan hal-hal baru..
emm..ya..aku bingung..hehehe..
11 mungkin peristiwa yang berkesan bagi mbak Tiara atau bisa peritiwa yang tragis..yang menjadikan mbak Tiara menemukan penyadaran.
oww..lingkaran..bagi saya hidupku itu seperti lingkaran, jadi kayak lingkaran..kembali ke titik-titik itu-itu saja dan seperti pengulangan..rupa-rupanya saya menyadari akhirnya..saat pengulangan-pengulangan yang berbeda bentuk sih, tapi saat itu dilihat itu mejadi sebuah pengulangan..pengulangan..entah itu melakukan kesalahan yang sama, entah itu menghadapi sesuatu dengan pola yang sama.
Ketaktuan yang muncul
Takut mengulangi kesalahan yang sama
KM 2 Responden menjawab dengan menggerakkan tangan
77
Jadi pengulangan-pengulangan itu akhirnya setelah itu disadari..akhirnya bisa terjadi seperti kalau ngulang kuliah..ini menjadi remidi terakhir bagi saya gitu. Akhirnya saya tahu bagaimana pengulangan itu..biar pengulangan itu tidak terjadi lagi atau tidak terulang lagi dalam kehidupan saya..atau melakukan kesalahan yang sama..atau melakukan sesuatu dengan pola yang sama..itu tidak terjadi lagi karena saya menyadari pengulangan itu..jadi seperti menyadari kelemahan..bagaimana menghadapi sesuatu itu.
12 ee..dalam proses untuk menyadari itu..
he..eh..
13 apa sih yang menjadikan mbak Tiara mampu menyadari itu?
yang jelas sih..dulu sih dibantu dengan mungkin refleksi..refleksi ya..merenung..akhirnya kembali misalnya menemukan kembali sesuatu yang salah ni..akhirnya mungkin karena itu sering..akhirnya kan selalu berpikir..apa sih ini..apa sih ini..selalu berpikir..apa sih ini..apa
Cara mengatasi ketakutan
Berrefleksi CM 5
78
sih ini..dan ternyata saat mulai berpikir-berpikir atau merenung-renung itu akhirnya menemukan bahwa oh dulu aku mengalami hal yang sama dan aku melakukan ini. dan ternyata saat itu terjadi lagi dengan bentuk yang lain ternyata aku melakukan hal yang sama..rupa-rupanya seperti itu. Mulai tahu karena mungkin sering terjatuh di lubang yang sama jadi mulai tahu trick-nya.
14 ok..lalu harapan mbak Tiara kedepan seperti apa?
untuk?
15 ya terkait dengan kehidupan mbak Tiara sejauh ini..
diharapkan hidup nyaman, tenang, dan bahagia.
Harapan
Hidup nyaman
Tenang
Bahagia
H 3 Responden menjawab dengan pelan-pelan
16 seperti apa itu? Apa kah saat ini belum merasakan hal seperti itu atau..
lumayan..saat ini hidup saya stabil..nyaman..ya..
17 jadi lebih ingin berlanjut dengan yang saat ini sepert itu?
ya..hehehe..absurd mas pertanyaannya..
79
18 emang dibuat seperti itu..hehehe..
ya jadi jawabannya juga absurd..hehehe..
19 bagaimana mbak Tiara menilai..atau mengartikan hidup mbak sejauh ini?
emm..peziarahan.
Cara mengatasi ketakutan
Peziarahan; untuk belajar mengerti banyak hal dan memaknai peristiwa
CM 5
20 seperti? apa ya..peziarahan..untuk belajar mengerti banyak hal..ee..bahwa setiap peristiwa pasti ada artinya dan untuk memberi arti setiap peristiwa itu. Hehe..
21 ok mbak Tiara terima kasih..
ok.
80
Responden 3
No.
Pertanyaan Jawaban Tema Interpretasi Kode Catatan
Lapangan
1 umurnya berapa mas? ee…tahun ini 22
2 22? Ya!
3 ok langsung saja kepertanyaannya…ketakutan yang ada dalam yang ada dalam diri mas itu apa?
ee…ketakutan apa ni maksudnya? Yang sudah pernah atau yang dibayangkan?
Responden tampak bingung
4 em…terserah..! kalau saya sih ketika…merasa apa ya…pernah dulu itu sakit terus apa ya…kejang gitu lah…jadi gak tau rasanya gimana itu takut banget…saya gak tau rasanya kayak gimana tapi itu takut banget.
5 takut banget? takut banget kalau sampai mati gitu sih.
Ketakutan yang muncul
Takut mati KM 3
6 kenapa itu bisa muncul?
…dalam artian kok bisa berpikir sampai mati?
kenapa ya…karena gak tau ya…badan sudah sakit banget entah gimana pikiran adanya itu…ya gak tau juga sih tiba-tiba seperti itu, badan tiba-tiba gak bisa apa-apa…kejang…gak bisa
Ketakutan yang muncul
Takut mati; ada pengalaman sakit
KM 3 Responden menjawab sambil menggerak-gerakkan badan
81
apa…saya gak percaya sampai seperti itu.
7 kok kematian menjadi ketakutan mas, kenapa mas?
ee…sebenarnya gak ingin kehilangan orang juga…jadi ketika itu pertama sih langsung telepon ke orang tua…sakit gini-gini ni…ya terus ya kalo kehilangan orang seperti keluarga…teman…tapi yang aku pikirkan ialah lebih ke kehilangan keluarga sih sebenarnya.
Ketakutan yang muncul
Takut kehilangan keluarga
KM 1
8 dari kematian bagian dari ketakutan itu mungkin juga kematian itu menyebar ke kehilangan keluarga. Ketakutan terhadap kematian itu sendiri kok bisa ketika sakit itu yang muncul yaitu ketakutan akan kematian dalam artian apakah ada hal lain dari
maksudnya hal lain? ya gak tau ya emang saat itu seperti itu…ya gak tau kenapa hal itu bisa terjadi seperti itu.
82
kematian itu atau apa?
9 em…ketakutan lainnya gimana? Ada ketakutan lain yang dirasakan dalam hidup mas?
menurut saya ya itu sih…tapi ketakutan-ketakutan yang biasa seperti berada di daerah yang asing..ya ketakutan biasa jadi cuma bentar aja kalau sesudah itu ya sudah gak lagi.
Ketakutan yang muncul
Takut berada di daerah asing
KM 4 Responden melihat ke atas
10 terus misalnya ya kembali keketakutan itu. Pernah gak terbayangkan suatu kondisi mas mengalami kematian seperti itu?
ya kalau membayangin sih pernah. Mungkin pas itu ada satu sesi di sebuah acara renungan gitu. Kita diajak berpikir…membawa kita ketika telah mati seperti apa...jadi ada kayak renungan-renungan itu ya juga membawa gambaran tentang kematian.
11 sejauh ini gambaran mas terhadap kematian apa?
apa ya....gambaran terhadap kematian..ap ya..gambaran terhadap kematian..ap ya.. ya gak tahu juga sih semua belum pernah juga mati
12 mungkin secara umum aja yang mas ketahui tentang kematian!
ya secara materi itu kita sudah tidak ada lagi di dunia ini, dan secara physicaly kita sudah tidak bisa ngapa-ngapain gitu.
13 ok.. tadi mas cerita kalau
ketika kita diajak untuk membayangkan seandainya saat
Responden menjawab
83
menemukan..e..semacam mengikuti kegiatan ada semacam sesi mungkin renungan ketika mati atau apa seperti itu terus teringat. Kira-kira hal apa atau renungan memacam apa yang menjadikan mas teringat akan kematian itu?
itu kita mati tapi kita tidak tahu kalau saat itu kita bisa mati..ee..mungkin karena audionya juga mungkin membawa kita..ya kalau kita berandai-andai dibawa..yang bawa renungan jadi seolah-olah kita tidak sadar kalau kita mati ternyata kita semua sudah mati, apa yang akan kita lakukan di situ gitu. Jadi ya pokoknya gambar di situ gitu.
dengan suara yang pelan
14 Yang dirasakan ketika mengikuti renungan itu apa?
Ya yang saya rasakan ya saya gak mau mati dulu gitu kan. Saya belum bisa...intinya saya belum memenuhi keinginan saya ya saya jangan mati dulu..bisa membahagiakan orang tua terus sampai ee istilahnya pokoknya masa depan yang saya rancang itu terwujud. Dan saya harus melakukan itu sebelum mati saya makanya jangan..gak mau mati dulu sebelum itu gitu.
Sebab ketakutan
Belum bisa memenuhi keinginan pribadi
Belum bisa membahagiakan orang tua
SK 3
SK 4
15 em..sebenarnya tadi mas katakan ada rancangan yang ingin diwujudkan kalau
sebenarnya layaknya manusia juga..ya pengen nikah terus punya keluarga terus yang paling utama ya itu membahagiakan orang tua
Harapan
Membahagiakan orang tua
Membuat lapangan pekerjaan baru agar
H 4 Responden manjawab dengan
84
boleh tau seperti apa yang diharapkan mas terhadap diri mas sendiri kedeapan?
jadi saya bisa bekerja terus bisa membantu orang tua ketika pensiun. Terus orang tua tidak susah-susah lagi dengan membiayai hidupnya sendiri, terus yang paling penting saya ingin membantu orang lain yang sulit bekerja jadi ee tidak terpatok jadi saya ingin membuat satu usaha jadi orang lain itu juga bisa dapat pekerjaan karena susah juga mencari pekerjaan...jadi seperti itu.
bisa membantu orang lain yang membutuhkan pekerjaan
H 5 tersenyum
16 saat ini usaha mas sudah...ee...sejauh mana usaha mas mewujudkan itu?
sudah mulai mencicil mencoba membentuk usaha..membuka usaha kecil-kecilan bersama teman terus ya berusaha untuk lulus kemudian kalau sudah lulus sudah bisa membahagiakan orang tua...kemudian kerja...kerja ini masih dibagi dua sehingga saya masih bingung antara wiraswasta atau pegawai. Tapi menurut saya sih keduanya sama saja. Pegawai pun bisa menjadi wiraswasta, wiraswasta juga bisa menjadi pegawai. Di situ saya tetep ingin menghidupkan usaha yang sudah saya rintis dari sekarang, supaya intinya bisa membuat lapangan
Cara mengatasi ketakutan
Merintis karir sejak dini
CM 6 Responden tampak optimis dalam menjawab
85
pekerjaan bagi orang lain.
17 ok...terus dari adanya harapan kedepan kemudian adanya ketakutan-ketakutan dalam diri mas itu, kalau boleh tau mas melihat itu semua sebagai peristiwa apa atau arti apa yang terjadi dalam diri mas sejauh ini?
pertama kalau dari adanya kematian itu tadi aku sadar sebenarnya aku harus merawat tubuh dengan baik sehingga tidak sakit dan tidak gampang cepat mati. Terus.. jadi istilahnya ya ingin pola hidup yang sehat mulai mencoba pola hidup yang sehat seperti makan gak sembarangan mungkin pilih-pilih, terus makan yang banyak juga supaya gak gampang lemas apa lagi musim hujan atau musim pergantian cuaca gampang capek gampang sakit jadi sehingga ya intinya tetap menjaga tubuh supaya tidak sakit.
Cara mengatasi ketakutan
Merawat tubuh (dengan pola hidup sehat)
CM 7
18 kemudian untuk mengartikan hidup mas secara umum, maksudnya dari perjalanan mungkin dari kecil sampai saat ini itu mas melihat ada sesuatu apa ya..titik di mana mas merasa bahwa ini yang menjadi saya berubah
ketika itu saya harus melakukan sesuatu..ketika apa ya? Melihat banyak realita banyak sekali pengangguran berarti susah sekali cari pekerjaan. Pada saat itu saya berpikir kenapa kita susah cari pekerjaan kalau kita bisa bikin pekerjaan, jadi saya mulai ya baru akhir-akhir tahun ini lah saya bisa menemukan hal seperti itu dari berbagai realita yang ada jadi saya
86
atau saya menjadi lebih in ke itu mungkin lebih ke peristiwa apa?
berusaha membentuk lapangan. Itu gak terpikir sebelumnya ketika itu..karena soalnya dari SMA gak ada gambaran mau bekerja seperti apa. Pertama-tama mikirnya jadi pegawai PNS menyenangkan tapi ketika itu pernah dapat cerita dari teman-teman..iya jadi PNS enak gitu kan kerjanya itu-itu aja. Tapi bagi orang yang bosen akan gak enak sekali, nah aku lihat diriku itu istilahnya cepet sekali bosen mungkin gak cepet ya satu sampai dua tahun mungkin masih bisa aja tapi ketika sampai tiga puluh tahun itu sangat membosankan kalau tidak ada pekerjaan lain. Di sini kan kalau kita kerja sendiri dengan lapangan pekerjaan yang kita buat kita bisa melakukan semau kita, jadi kita mau membawa diri kita kemana itu bisa.
19 ok..mungkin cukup segitu dulu kalau butuh informasi lebih nanti saya akan ngobrol-ngobrol lagi..terima kasih mas!
ok!
87
Responden 4
No.
Pertanyaan Jawaban Tema Interpretasi Kode Catatan
Lapangan
1 selamat malam mbak.. selamat malam..
2 umurnya berapa mbak? saya 22
3 22..ok langsung saja mbak..ketakutan yang muncul dalam hidup mbak sejauh ini itu apa?
saat ini ketakutan yang sedang saya alami..saya takut..saya masang target gitu mas..saya takut aja dengan apa yang saya lakukan sekarang tetap aja tidak bisa mencapai target itu. Misalkan saya ingin lulus tahun ini begitu.
Ketakutan yang muncul
Takut gagal KM 5 Responden tersenyum
4 ada ketakutan lain dalam hidup?
nggak sih..saya kan beriman..sejauh ini saya merasa saya beriman. takut ya takut tapi ya udah pasti ada jalan begitu.
Cara mengatasi ketakutan
Memiliki keyakinan pasti ada jalan
CM 2
5 kemudian apa ya..ada nggak peristiwa atau pengalaman yang ketakutan menyelesaikan hal ini itu menjadi ketakutan mbak itu kenapa?
maksudnya gimana?
6 jadi misalnya ketakutan ow..karena saya punya cita-cita.
Sebab
Karena memiliki target SK 5 Responden
88
untuk menyelesaikan studi gitu, kenapa itu menjadi ketakutan?
Awalnya saya punya plan, kalau saya bisa lulus tahun ini saya bisa gini..gini..gini.. nah kalau itu tidak bisa tentunya itu akan merubah rencana saya yang lainnya juga
ketakutan melihat kebawah
7 ada nggak tekanan yang menjadikan itu sebagai ketakutan mbak?
ada..kalau teman saya sudah lulus itu takut banget. Sejauh ini belum sih, tapi kalau denger ada teman yang mau lulus itu yang jadi semakin takut. Tapi termotivasi juga karena takut itu.
Sebab ketakutan
Pengaruh orang lain; teman
SK 6
8 kemudian bagaimana cara mbak mengatasi hal tersebut?
ya melakukan yang terbaik saja.
9 contoh konkritnya seperti apa?
yo digarap skripsinya, tapi tetep takut sih. Apa iya ya..agak ragu..apa nyampek ya..
Cara mengatasi ketakutan
Menyelesaikannya dengan sungguh-sungguh
CM 8 Responden tersenyum
10 sejauh ini yang mbak lakukan terhadap ketakutan mbak itu apa sudah cukup maksimal atau ada hal-hal yang lain yang menjadi hambatan sehingga itu justru menjadikan ketakutan yang lebih
mungkin dukungan saja..dukungan dari orang-orang lain. Kalau saya sendiri sejauh ini sudah merasa melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Mungkin dukungan dari orang lain bisa membuat saya tidak takut lagi.
Cara mengatasi ketakutan
Mendapatkan dukungan dari orang lain
CM 9
89
yang dihadapi saat ini?
11 ada tidak peristiwa di mana mbak menemukan titik balik mungkin dari kecil sampai saat ini?
titik di mana saya merasa..ee..
12 misalnya ketika menjalani hidup kemudian mengalami suatu peristiwa entah itu menyenangkan atau pun menyedihkan di situ mbak merasa tersadar terhadap diri mbak?
ada
13 mungkin bisa diceritakan!
saya menjadi sadar ketika saya putus setelah 3 tahun jalan dengan pacara saya.
14 itu kenapa itu menjadi titik balik dalam hidup mbak?
karena saat itu saya menjadi lebih matang, lebih baik, lebih dewasa, lebih bahagia dengan teman-teman dan keluarga dengan diri saya sendiri dengan semua yang lebih. Dulu saya orangnya tertekan..saya ambisius sekali orangnya..saya mau gini ya gini..kaya ngeyelan orangnya, tapi sekarang masih
90
rada ngeyelan sih. Tapi saya lebih ambisius kemarin, tapi sekarang nggak. Yak kemarin itu malah lebih menikmati hidup tapi nggak nglokro jadi balance aja..seimbang.
15 ketika menjalin relasi..mengapa diri mbak yang sebenarnya itu nggak muncul?
maksudnya? Responden tampak bingung
16 mungkin tadi mbak merasa bahwa lebih merasa nggak tertekan atau apa ..tapi dalam menjalani suatu hubungan itu kan ada komitmen dan itu kan mbak berani masuk kesitu. Tapi dalam menjalani kok justru tidak menemukan diri mbak..
memaksakan gitu ya..
17 he..eh.. terlalu memaksakan semuanya..saya pikir banyak hal akan bisa berubah tapi ternyata kalau sudah mentok ya udah..dan saya cenderung orang yang
91
terkadang memaksakan. Saya berpikir saya bisa tapi pasangan saya berpikir saya nggak bisa dan saya selalu merasakan, akhirnya saya sendiri yang menjadi stres.
18 saat ini mbak menilai atau mengartikan hidup mbak itu seperti apa?
saya seorang yang selalu belajar tidak pernah merasa pintar tapi beruntung..Lucky lah..
Cara mengatasi ketakutan
Belajar CM 10 Responden memberikan tekanan pada kata ‘belajar’
19 seperti saya donk..hahaha..
lucky lah..hehe..
20 yang sangat penting dalam hidup mbak itu apa sih?
keluarga
utama /penting
keluarga P 2
21 ada yang lain? impian..ya gimana ya..pekerjaan yang nantinya akan saya ambil tapi bukan uang sih, walau materi itu dibutuhkan.
Harapan
Mendapatkan pekerjaan
Bukan uang, tapi tidak berarti uang tidak penting
H 6
22 ok
92
Responden 5
No.
Pertanyaan Jawaban Tema Interpretasi Kode Catatan
Lapangan
1 selamat pagi mas pras.. selamat pagi..
2 umurnya berapa mas? saya 24 besok Agustus..
3 24 besok Agustus..oke langsung saja kepertanyaannya..ketakutan mas Pras dalam hidup ini seperti apa?
ketakutan dalam hidup..aku jarang memikirkannya..tetapi kadang ketakutan itu muncul dalam kesadaran yang sepontan, misalkan ketika pada waktu itu yang saya sadari pertama waktu itu..saya nonton film Oskar Romero, dia seorang uskup yang ditugaskan di Elsavador Amerika. Dia hanya memperjuangkan “semple” hosti..dia tidak mempedulikan pemberontak yang menudingkan pistol di depan kepalanya. Spontan waktu itu saya langsung memposisikan diri dalam keadaan seperti itu seandainya tiba-tiba aku menghadapi situasi semacam itu gimana? Itu ketakutan yang
Ketakutan yang muncul
Ketakutan yang muncul
Takut menghadapi bahaya yang di luar kontrol diri (kematian)
Takut gagal
KM 3
KM 5
Responden menjelaskan dengan penuh penghayatan
93
sangat luar biasa waktu itu yang saya rasakan..ketakutan untuk menghadapi bahaya yang di luar kontrolku, di luar kontrol artine yang membuat orang lain dan itu di luar kontrolku. Waktu itu aku merenungkan sampai aku menuliskan di buku dan itu dibaca oleh pembimbingku..ee..dia berpesan bahwa kematian itu..atau kematian semacam Romero yang akhirnya dia ditembak mati, itu bukan kuasa kita..kita hanya tinggal menjalani saja..tapi itu jelas..waktu melihat itu aku mengalami ketakutan..itu yang pertama. Lalu yang kedua, pernah mengalami ketakutan ketika aku berada pada situasi yang tidak aku inginkan. Misal’e..aku telah membuat gambaran-gambaran idea tentang hidupku, pencapaian-pencapaianku misalkan target bulan ini dan bulan depan aku harus seperti apa..dan ketika aku tidak mencapai target itu
94
aku kayak seolah-olah dalam hidupku selanjutnya akan mengalami seperti itu dan aku merasa takut seandainya dalam hidupku situasinya akan seperti itu terus kayak gitu itu. Paling ndak ada dua hal yang aku sadari atau yang aku lihat selama ini itu tentang ketakutan.
4 ok mungkin kalau yang untuk tadi yang pertama itu kan terkait dengan ketakutan akan kematian kan mas?
he..em..
5 itu ada contohnya dari film tadi kan..kemudian untuk ketakutan mungkin terkait dengan kegagalan atau ketidak capaian untuk mencapai sesuatu..pernah nggak mas mengalami hal itu?
kalau yang pertama jelas saya tidak mengalami..
6 ya.. kalau yang kedua sering saya mengalami itu, tapi ketika saya melihat kedalam itu sebenarnya saya hanya tidak
Cara mengatasi ketakutan
Memberi waktu untuk diam (menyadari ketakutan itu sendiri) kemudian baru
CM 5
95
menyadari situasi diriku sendiri..artinya sebenarnya ketakutan di dalam diri sendiri yang harus saya sadari itu saja dan itu sebenarnya normal gitu loh..sering kali ketika menghadapi ketakutan itu saya hanya ingin diam, tidak mau bergerak. Contoh..dulu saya pernah ketika berwirausaha menjual tauge di pasar..itu..ee..dagangan saya tidak laku dan ada banyak tauge di rumah yang tidak bisa terjual dan kalau mau dimasak sendiri sudah mblenger..sudah mabuk gitu lah. Akhirnya tak diamkan begitu saja..dan banyak..sebenarnya kalau dilihat sekarang masih banyak peluang menjual tauge itu misalkan datang ke penjual soto, warung soto dan warung-warung lainnya yang belum aku datangi. Dan kecenderungan aku hanya diam dan tidak mau melakukan semacam stres gitu loh. Lalu ketika aku diam, aku mencoba menyelami kedalam
mengambil tindakan dengan penuh kepercayaan diri
96
sebenarnya itu adalah ketakutan akan gambaran-gambaran yang aku ciptakan karena gambaran negatif. Gambaran negatif seperti apa dalam konteks ini? saya gambaran seakan-akan ketika aku datang ke warung itu nanti aku langsung ditolak, lalu ada rasa malu dan lain sebagainnya. Itu sebenarnya gambaran yang aku ciptakan sendiri dan itu belum tentu benar. Ketika aku diam, lalu waktu itu aku mencoba memilah-milah akhirnya sebenarnya ketakutan dalam diriku.. aku harus..ee..menceburkan diriku kesana benar-benar masuk..lalu bagaimana aku mengatasinya yaitu jalani aja kayak gitu. Akhirnya waktu itu aku kayak melawan atau menghancurkan tembok ketakutan itu dengan langsung aja menyeburkan diri kesana aku nggak peduli apa pun yang akan dikatakan di warung atau di mana saja, entah ditolak
97
atau malu..aku ingin merasakan itu kalau memang itu terjadi pada ku. Akhirnya aku bener datang ke warung, bilang aku punya dagangan kayak gini tauge apakah kamu mau? Dan ternyata di luar dugaanku warung itu menerimaku dengan sangat ramah..kami mau menerimanya..dan itu kayak menghancurkan pandanganku..itu hanya sekedar pandangan negatif yang aku ciptakan terhadap diriku sendri gitu loh. Dan itu sangat mengubah segalanya kayak gitu.
7 ok..kemudian..ini sedikit kembali ke awal..kenapa kematian itu menjadi ketakutan bagi mas?
saya membayangkan berada di dalam situasi, ancaman, dan rasa sakit. Ancaman dari..tahu bahwa besok seakan-akan aku mati atau sewaktu-waktu mati dalam situasi yang seperti ini..aku ditekan oleh pihak lain. Beda dengan misalkan bencana alam kayak gitu..bencana alam kita tidak memperkirakan..aku tidak
Sebab ketakutan
Bayang-bayang tentang rasa sakit, penyiksaan, dan tertekan
SK 7 Responden menjawab dengan penuh penghayatan
98
memperkirakan itu akan tiba..ee..misalkan ada itu akan datang tiba-tiba, tetapi dalam konteks film itu aku membayangkan itu diberada diantara pemberontak..orang yang otoriter..dan karya atau tugas menuntutku untuk berada disana dan setia, ya memang ada bekal iman tetapi dalam konteks diriku..imanku belum dalam..dan bayang-bayang tentang rasa sakit, penyiksaan, tertekan..kemungkinan besar yang aku rasakan atau yang menyebabkan rasa takut hal-hal kayak gitu.
8 sejauh ini yang mas persiapkan..atau amunisi yang mas kumpulkan untuk menghadapi ketakutan itu seperti apa?
ketakutan yang mana? Responden mengerutkan wajah
9 terhadap kematian. kalau terhadap kematian..
10 walaupun itu kan kita tidak akan tahu kapan akan terjadi karena itu menjadi
saya tidak mempersiapkan secara khusus untuk menghadapi ketakutan
Cara mengatasi ketakutan
Melakukan penyadaran pribadi melalui relasi dan melihat cara hidup
CM 11
99
suatu hal yang..yang belum diinginkan tetapi ada tidak semacam yang disiapkan dalam diri mas?
terhadap kematian karena dalam konteks ceritaku yang tadi itu kayak eksidental aku tiba-tiba nonton film, tapi memang kesadaran itu membawa kepada..ee..apa..kesadaran sehari-hari bahwa suatu saat aku memang akan mati, cuma caranya seperti apa kayak gitu to. Nah..ee..sambil jalan aku percaya bahwa hidupku itu selalu berkembang selalu ada penyadaran-penyadaran kesadaran diri untuk tumbuh entah dalam iman entah dalam pendewasaan diri. Kesadaran atau mengatasi rasa takut terhadap kematian itu tidak saya lakukan secara khusus, tetapi dalam kehidupan sehari-hari itu terbangun dengan sendirinya, dengan relasi, dengan melihat cara hidup seseorang, lalu dengan pembelajaran pribadi artinya dari pengalaman-pengalaman membaca buku..baca buku rohani juga tentang yang entah secara langsung membahas
seseorang dalam keseharian
Membaca buku rohani untuk memperkuat diri sehingga tidak perlu khawatir akan kematian
CM 12
100
kematian atau tidak itu memperkuat diri saya bahwa saya tidak perlu mengkhawatirkan hal itu..saya hanya perlu mengatakan saya tidak perlu trick khusus untuk mempersiapkan itu tetapi dari pengalamanku itu sudah terbangun secara otomatis kayak gitu tu loh. Contoh juga saya takut berjalan malam hari waktu itu..lalu seiring dengan pemahaman-pemahaman tentang hidup pembelajaran sehari-hari tentang pengalaman, sekarang saya nggak takut untuk berjalan malam hari. Saya juga kadang bertanya apa to bedanya yang dulu dengan sekarang? Aku nggak melakukan trick khusus bagaimana caranya supaya ketika aku keluar rumah malam hari itu nggak takut..nggak, tetapi kayaknya dengan sendirinya sekarang aku berubah sendiri kayak gitu loh. Aku pikir karena pengalaman sehari-hari itu membangunku. Nah aku juga
101
percaya tentang hal kematian atau apa pun juga akan berkembang seiring dengan perkembangan hidupku..pembelajaranku kayak gitu.
11 kemudian ada tidak contoh atau peristiwa konkrit di mana di situ mas menemukan semacam titik balik atau semacam lebih ke penyadaran terhadap diri mas sendiri?
titik balik tentang rasa takut dan bagaimana mengolah atau..
12 bisa itu..bisa juga kehidupan mas secara umum kehidupan mas gitu..misalnya peristiwa-peristiwa yang benar-benar menjadikan mas ada perasaan lebih dalam peristiwa atau kejadian tertentu sehingga mas menemukan sesuatu..mungkin berpikir oh kok aku koyo ngene, kudune lebih seperti ini atau gimana gitu..
aku belum nangkap kontek’e.. Responden melihat ke atas
102
13 lebih ke peristiwa yang mas merasakan..menemukan penyadaran yang luar biasa..mungkin suatu peristiwa di mana mas menemukan penyadaran dalam hidup mas..
penyadaran tentang?
14 mungkin tentang ketakutan..bisa juga tentang arti hidup..bisa juga tentang masalah-masalah dalam hidup mas..
em..tentang menilai diriku sendiri ya..ketika aku masuk kedalam diriku melihat pengalaman-pengalamanku bagaimana aku berelasai. Selama ini aku merasa..aku melihat bahwa sebenarnya diriku ini baik. Diriku ini selalu bertumbuh dari waktu ke waktu dan aku orang yang bisa bertanggung jawab dan serius untuk mengembangkan diriku, artinya ketika gimana ya..ketika melihat bahwa terutama ada kaitannya dengan pertanggung jawaban bagaimana aku harus hidup. Aku cenderung serius untuk hal itu. Contohnya dalam beberapa waktu yang lalu..ee..aku berelasi dengan
Responden menjawab dengan menggerakkan tangan dan kepala
103
seorang cewek..aku ingin belajar hidup. Katakanlah aku pacaran kayak gitu ya..dan aku memiliki visi tentang pacaran itu bukan sekedar having fun tetapi benar-benar menyiapkan hidupku nanti kayak gitu loh. Aku benar-benar membayangkan dalam sebuah keluarga dan aku memiliki pasangan, dan aku ingin belajar sungguh dari pasanganku dan dari relasiku itu loh..bukan sekedar pacaran untuk senang-senang. Ini ada peristiwanya bahwa aku benar-benar ingin mempersiapkan itu gitu loh..aku serius..tetapi bukan berarti serius bahwa nanti aku bawa serius sampai ke perkawinan, bukan. Tapi serius bahwa aku menjalin relasi untuk belajar, lalu dalam membangun relasi itu aku benar-benar ingin bertanggung jawab terutama mengenali kelemahan-kelemahan pasanganku itu. Dan sejauh mana aku bisa menerima itu..memaklumi itu, karena
104
suatu saat aku akan hidup dalam sebuah keluarga entah dengan dia atau entah dengan yang lain pasti lama-kelamaan ketika setiap hari berelasi dengan dia akan tahu kelemahannya gitu loh..dan aku ingin mempersiapkan itu..apakah aku..ee..bisa melihat kelemahan itu dan bisa hidup..aku ingin belajar tentang itu kayak gitu. Itu salah satu momennya yang aku sadari bahwa aku serius untuk menjalani hidup ini.
15 ok..bagaimana mas menilai atau mengartikan hidup mas sejauh ini..dari mungkin dari perjalanan semenjak kecil sampai saat ini mas melihat hidup mas seperti apa?
hidupku seiring dengan kesadaran diri dan pengolahan diri selama ini, kalau aku melihat konteksnya bukan hanya saat ini tapi ditarik dari masa kecil lalu sampai saat ini..aku melihat kayaknya apa yang banyak hal dan mungkin selama hidup ini bukan sesuatu yang kebetulan, tetapi ada rencana yang di luar diriku di luar kehendakku gitu loh..ada hal-hal yang begitu luar biasa menyenangkan
105
tetapi ada hal-hal yang bagiku pribadi itu tidak menyenangkan tetapi itu bagian dari proses. Tetapi ketika semuanya itu aku rangkaikan..aku melihat begitu luar biasa rencana itu dilaksanakan hingga aku menjadi diriku yang saat ini gitu loh. Secara rohani aku mengaitkan ini kayak..Tuhan telah merencanakan hidupku yang luar biasa sampai saat ini, entah aku merasakan Dia kehadiran-Nya itu ada atau tidak..Dia tetap bersamaku meskipun aku tidak merasakan-Nya kayak gitu tu loh. Itu pemaknaan..dan aku merasa semuanya sungguh sangat adil sangat luar biasa semuanya diciptakan padaku bagiku dan aku ada di sini bukan tanpa sengaja tapi sungguh disengaja dan dengan rencana sesuatu yang luar biasa ngono lo kayak gitu tu.
16 Apa yang terpenting dalam Tuhan dan keluarga yang
Utama /penting
Tuhan
Keluarga P 2
106
diri mas? terpenting dalam hidup saya.
17 Kemudian harapan mas kedepan seperti apa?
Selalu memberi yang terbaik, baik untuk Tuhan maupun orang-orang disekitar.
Harapan
Memberi yang terbaik untuk Tuhan dan orang lain
H 2 Responden tersenyum