GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK PADA … · diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan...

22
GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica) IRFAN REFANGGA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK PADA … · diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan...

GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK PEGAGAN

(Centella asiatica)

IRFAN REFANGGA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histologis

Sel Spermatogenik pada Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Irfan Refangga NIM B04090091

ABSTRAK

IRFAN REFANGGA. Gambaran Histologis Sel Spermatogenik pada Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh ADI WINARTO.

Pegagan (Centella asiatica) adalah tanaman obat yang banyak digunakan sebagai brain tonic namun belum banyak diketahui efeknya terhadap organ reproduksi jantan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran histologis testis tikus pada berbagai tahap spermatogenesis dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis setelah pemberian ekstrak pegagan. Penelitian ini menggunakan 16 ekor tikus yang dikelompokkan dalam 4 perlakuan. Setiap perlakuan diberikan ekstrak pegagan dengan dosis yang berbeda (0 mg/kg berat badan (bb) sebagai kontrol, 100 mg/kg bb, 300 mg/kg bb, dan 600 mg/kg bb) secara peroral selama 8 minggu. Masing-masing perlakuan secara umum mengalami penurunan jumlah sel spermatogenik dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis setelah pemberian ekstrak pegagan. Persentase pengurangan jumlah sel spermatogenik terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak pegagan yang diberikan. Jumlah sel spermatogenik dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis dapat diturunkan dengan pemberian ekstrak pegagan. Kata kunci: Centella asiatica, histologis, pegagan, spermatogenesis.

ABSTRACT

IRFAN REFANGGA. Histological Appereance Spermatogenic Cell of Rats After Given of Pegagan (Centella asiatica) Extract. Supervised by ADI WINARTO.

Pegagan (Centella asiatica) is a medicinal plant that is widely used as a brain tonic but not yet known its effects on the male reproductive organs. The purpose of this study was to determine the histological appereance of spermatogenesis stages that found in testes and density of spermatozoa in the epididymis after giving a pegagan extract. This study using 16 rats that were divide into 4 treatment groups. Each treatment is given pegagan extract in different dose (0 mg/kg body weight (bw) as a control, 100 mg/kg bw, 300 mg/kg bw, and 600 mg/kg bw) orally for 8 weeks. The results showed that each pegagan extract treatment generally decreased spermatogenic cell number and density of spermatozoa in the epididymis. The percentage number of spermatogenic cells reduction in parallel to the increasing level of extract doses. The number of spermatogenic cells and density of spermatozoa in the epididymis can be reduced by giving of pegagan extract.

Keywords: Centella asiatica, histological, pegagan, spermatogenesis

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK PEGAGAN

(Centella asiatica)

IRFAN REFANGGA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

Judul Skripsi : Gambaran Histologis Sel Spermatogenik pada Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica)

Nama : Irfan Refangga NIM : B04090091

Disetujui oleh

drh Adi Winarto Phd, PAVet

Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono MS, Phd, APVet Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah gambaran histologis sel spermatogensis tikus setelah pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Adi Winarto Phd, PAVet selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, kepada Bapak drh Andriyanto MSi selaku dosen pembimbing akademik, serta Bapak Dr Iskandar Mirza yang telah memberi kesempatan untuk menggunakan sampel penelitan beliau sebagai objek penelitan penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua dosen di laboratorium histologi veteriner serta para laboran yang telah membantu selama proses penelitian. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi nusa dan bangsa.

Bogor, Agustus 2013

Irfan Refangga

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

METODE 2 

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 2 

Prosedur Penelitian 3

Prosedur Analisis Data 4 

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 

Hasil 5 

Pembahasan 8 

SIMPULAN DAN SARAN 10 

Simpulan 10 

Saran 10 

DAFTAR PUSTAKA 11 

RIWAYAT HIDUP 12

DAFTAR TABEL

1 Rataan jumlah sel-sel spermatogenik dan sel Sertoli pada setiap kelompok perlakuan 6 

2 Kepadatan spermatozoa dalam epididimis pada masing-masing perlakuan 7 

DAFTAR GAMBAR

1 Gambaran histologis sel spermatogenik 5 2 Persentase pengurangan jumlah sel spermatogenik pada setiap tahap

spermatogenesis 6 3 Kepadatan spermatozoa dalam epididimis 7 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kajian terhadap morfologi dan fungsi alat reproduksi telah banyak dilakukan. Berbagai percobaan yang melibatkan perubahan fisiologis akibat paparan fisik dan kimia terus dievaluasi untuk mengetahui efeknya terhadap morfologi dan fungsi alat reproduksi. Salah satu tujuan dari kajian tersebut adalah sebagai usaha dalam mengendalikan populasi, yaitu meningkatkan ataupun menurunkan populasi.

Peningkatan populasi ternak perlu dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Sampai tahun 2008, hanya 70% kecukupan daging yang mampu secara mandiri dipenuhi Indonesia dan sisanya 30% diperoleh melalui import daging dari negara lain (Talib dan Noor 2008). Di sisi lain, kajian alat reproduksi terkait pengendalian populasi penduduk dapat diterapkan sebagai program keluarga berencana. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah sebesar 237 juta jiwa dengan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sekitar 50.37% (BPS 2012).

Spermatogenesis merupakan salah satu titik penentu dalam penilaian reproduksi jantan. Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa yang terdiri dari beberapa proses perkembangan dan pembelahan. Proses spermatogenesis terdiri dari berbagai morfologi sel yang berbeda. Sel-sel spermatogenik yang terlibat dalam proses spermatogenesis tersebut adalah spermatogonia, spermatosit, dan spermatid.

Masing-masing sel spermatogenik memiliki ciri khusus yang menjadi pembeda dalam pengamatan tahapan spermatogenesis. Sel spermatogonia secara umum berbentuk oval sampai bulat dengan nukleus bulat berukuran besar. Sel spermatosit adalah sel dengan ukuran terbesar yang mengisi bagian tengah epitelium spermatogenik. Sel-sel spermatid merupakan bagian paling aktif berkembang, paling banyak jumlahnya, dan paling memenuhi lapisan epitel tubulus seminiferus. Spermatid berada pada zona luminal pada epitel tubulus seminiferus yang dikenal sebagai zona metamorfosis, di mana pada daerah tersebut aktif terjadi perubahan dari spermatid menjadi spermatozoa (Banks 1993).

Herba yang dapat memengaruhi proses spermatogenesis diantaranya adalah pegagan (Centella asiatica). Banyak penelitan dan laporan telah mengungkap manfaat tanaman pegagan. Triterpenoid dan saponin merupakan kandungan primer dari pegagan yang dipercaya mampu memberikan efek terapeutik dari berbagai masalah seperti penyakit kulit liprosis, lupus, varicose ulcers, eksim, psoriasis, diare, demam, amenorrhea, dan berbagai masalah traktus genitalis betina (Gohil et al. 2010). Selain itu, pegagan juga dikenal sebagai sediaan herba yang mampu meningkatkan fungsi kognitif (Mirza 2012). Secara lengkap zat kimia yang dikandung dalam pegagan sebagai herba yang bermanfaat diantaranya adalah aciaticosida, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmid acid, madasiatic acid, meso-inositol, centteloside, carotenoid, hydrocotylin, dan velleryn (Widiastuti dan Sulistyowati 2008).

Pemberian pegagan diduga dapat memengaruhi sel-sel spermatogenik yang ada pada tubulus seminiferus (Mahanem dan Norazalia 2004). Hingga saat ini

2

belum diketahui secara spesifik tahapan apa dari perkembangan sel spermatogenik yang dipengaruhi akibat pemberian pegagan. Penelitian mengenai morfologi dan efek pegagan sebagai antifertilitas masih dapat digali lebih dalam. Penelitian ini diharapkan dapat menambah data kajian ilmiah dari efek pemberian ekstrak pegagan terhadap gambaran histologis testis pada berbagai tahap spermatogenesis dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui tahap spermatogenesis yang dipengaruhi dan tingkat persentase perubahan yang terjadi pada tahap spermatogenesis setelah pemberian ekstrak pegagan. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan spermatozoa dalam epididimis setelah pemberian ekstak pegagan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2013 di Laboratorium Histologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Sampel testis dan epididimis yang digunakan berasal dari tikus jantan galur Wistar berumur 2 bulan. Sampel diperoleh atas budi baik Dr Mirza (2012) dalam penelitian doktor beliau mengenai pengaruh penggunaan ekstrak pegagan terhadap fungsi kognitif tikus. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendapatkan manfaat seoptimal mungkin dari jaringan hewan coba yang telah dikorbankan.

Sampel terdiri dari 4 perlakuan. Tikus diberikan ekstrak pegagan secara peroral dengan dosis yang berbeda pada masing-masing kelompok perlakuan, yaitu 0 mg/kg berat badan (BB) sebagai kontrol (AD1), 100 mg/kg BB (AD2), 300 mg/kg BB (AD3), dan 600 mg/kg BB (AD4). Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, sehingga total sampel yang digunakan adalah 16 sampel.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut, parafin, zat warna hematoksilin dan eosin, aquades, air keran, entelan®, tissu, cover glass, object glass, pisau/blade, pinset, blok kayu, lemari pendingin, Tissue-Tek® TEC untuk proses immersing, inkubator, box preparat, mikrotom, dino-lite®, dan mikroskop.

3

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan untuk pembuatan preparat histologis pada penelitian ini adalah metode parafin. Sampel testis dan epididimis yang diperoleh telah berada pada tahap fiksasi dalam larutan parafolmaldehid 4%. Prosedur penelitian dimulai dengan sampling/trimming, dehidrasi, clearing, immersing, blocking, pemotongan, dan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE).

Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam jaringan testis dan epididimis yang telah terfiksasi sebelumnya ke dalam larutan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95% masing-masing selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan perendaman di dalam alkohol absolut I, II, dan III masing-masing selama 1 jam.

Clearing

Clearing dilakukan dengan cara merendam jaringan testis dan epididimis pada larutan xylol. Sampel testis dan epididimis yang sebelumnya dari larutan alkohol absolut III dipindahkan dan ditiriskan sebentar kemudian direndam ke dalam larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 1 jam.

Immersing

Pada pembuatan preparat histologis menggunakan metode parafin, tahap immersing merupakan suatu proses penting untuk dilakukan. Immersing merupakan proses pemasukkan parafin cair ke dalam jaringan. Proses immersing diawali dengan perendaman jaringan testis dan epididimis ke dalam larutan parafin I, II, dan III masing-masing selama 45 menit dalam mesin inkubator yang bertemperatur lebih dari 60oC.

Blocking

Blocking yaitu penanaman jaringan di dalam parafin yang dilakukan dengan alat khusus immersing yaitu Tissue-Tek® TEC. Organ testis dan epididimis disusun di dalam cetakan, kemudian dituang dengan parafin cair. Parafin dibiarkan memadat dan menyatu dengan jaringan pada suhu ruang selama 1 hari. Setelah dingin dan dapat dikeluarkan dari cetakannya, block yang terbentuk dibersihkan dan dirapikan bentuk parafinnya agar dapat ditempelkan pada blok kayu yang sesuai.

Pemotongan

Tahapan selanjutnya adalah pemotongan organ yang telah diblok dengan menggunakan mikrotom. Blok parafin dipasangkan pada block holder mikrotom, kemudian dilakukan pemotongan untuk mendapatkan potongan jaringan testis dan epididimis dengan ketebalan 5 mikron. Pita-pita hasil potongan selanjutnya dimasukkan ke dalam aquades yang bersuhu ruang untuk dipilih dan diambil hasil potongan yang bagus.

Selanjutnya potongan terpilih direntang pada air hangat (suhu 37°C) hingga kerutan-kerutan parafin hilang. Hasil potongan yang telah hilang kerutannya

4

selajutnya ditempelkan pada object glass lalu dikeringkan pada hot plate dan siap diwarnai.

Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

Pewarna yang digunakan pada penelitian ini adalah hematoksilin eosin (HE). Pewarnaan dimulai dengan melakukan perendaman preparat dalam larutan xylol III, II, dan I masing-masing selama 3 menit. Tahapan selanjutnya adalah rehidrasi atau mengembalikan air ke dalam jaringan agar jaringan dapat menerima zat warna yaitu dengan merendam preparat ke dalam larutan alkohol absolut III, absolut II, absolut I, 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3 menit. Setelah perendaman dalam alkohol 70%, selanjutnya preparat direndam dalam air keran dan aquades masing-masing selama 10 menit dan 5 menit agar terjadi penyerapan air yang baik.

Pewarnaan HE terdiri dari dua zat warna yaitu hematoksilin dan eosin. Hematoksilin mampu mewarnai struktur jaringan yang bersifat basa sehingga bagian sel yang bersifat basa seperti inti sel akan terwarnai biru atau keunguan. Sedangkan eosin merupakan pewarna asam yang akan mewarnai bagian sel yang bersifat asam seperti sitoplasma sel. Warna yang dihasilkan oleh pewarnaan eosin adalah merah muda.

Preparat yang telah direndam dalam air keran selama 5 menit, selanjutnya ditetesi dengan hematoksilin selama 1 menit. Setelah 1 menit, preparat direndam dalam wadah berisi air keran dan aquades masing-masing selama 10 menit dan 5 menit hingga jaringan berwarna kebiruan. Selanjutnya dilakukan pewarnaan eosin selama 1 menit. Kemudian dilanjutkan dengan proses dehidrasi kembali dimana preparat testis dan epididimis dicelupkan ke dalam larutan alkohol bertingkat dimulai dari alkohol 70% , 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I, II, dan III masing-masing selama 1 menit.

Tahap selanjutnya preparat direndam dalam larutan xylol bertingkat mulai dari xylol I, II, dan III masing-masing selama 1 menit. Perendaman dalam xylol berfungsi untuk membersihkan preparat dari sisa-sisa alkohol. Tahapan terakhir adalah penempelan cover glass menggunakan entelan® sebagai bahan perekat sekaligus pengisi ruang antara cover glass dengan bagian object glass yang akan ditempel.

Prosedur Analisis Data

Pengamatan preparat jaringan testis mengunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40 kali lensa objektif. Dilakukan penghitungan jumlah sel-sel spermatogenik yang meliputi spermatogonia, spermatosit, dan spermatid, serta menghitung jumlah sel Sertoli. Penghitungan dilakukan sebanyak 5 lapang pandang untuk setiap preparat testis.

Hasil perhitungan terhadap jumlah sel-sel spermatogenik dan sel Sertoli selanjutnya dilakukan analisis statistik. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS® 16.0 metode One Way ANOVA dan selanjutnya dilakukan Uji Duncan untuk mengetahui perbedaan yang nyata antara ulangan kelompok kontrol dengan berbagai kelompok perlakuan yang diberi ekstrak pegagan. Persentase perubahan ditentukan dengan membandingkan perubahan jumlah sel spermatogenik pada kelompok perlakuan dengan kontrol.

Pengdilakukan objektif. Ksecara semhistologis diantaranykepekatangambar ukamera di

Gambara

Gamdisajikan dterlihat bamasing-mgambaran

Gamb

gamatan tedengan me

Kepadatan mikuantitatiyang didap

ya adalah jn warna popuntuk dokugital dino-li

an Histolog

mbaran histdalam Gamahwa pemb

masing perlahistologis s

bar 1 GambAD3, d: seperlakBar: 2

I

III

erhadap keengunakan mspermatozoif dan disampat. Paramejumlah lumpulasi spermumentasi daite®.

HASIL

is dan Pers

tologis sel mbar 1. Berd

berian ekstakuan mensel spermato

baran histolIV: AD4. a

el Sertoli. kuan tampa20 µm.

epadatan spmikroskop coa dalam lumpaikan seter nilai kep

men yang tmatozoa, daan implem

DAN PEM

Hasil

sentase Sel

spermatogdasarkan petrak pegaganunjukkan ogeniknya.

logis sel spa: SpermatoJumlah se

ak mengala

permatozoa cahaya dengumen epididecara deskripadatan speterisi sperm

an luas lumementasi data

MBAHAS

l

Spermatog

genik pada ngamatan man dengan perubahan

permatogeniogonia, b: Sel spermatoami penuru

II

IV

dalam lugan perbesadimis selanjiptif berdasermatozoa dmatozoa, keen epididima dilakukan

SAN

genik

masing-mmikroskopis

dosis yangyang berb

ik. I: AD1, Spermatosit,ogenik padunan diban

umen epidiaran 40 kali njutnya diansarkan gambdalam epidiepadatan lu

mis. Pengamn menggun

masing perlas pada Gamg berbeda beda pula

II: AD2, I

, c: spermatda kelomp

nding kontr

5

dimis lensa

nalisis baran dimis

umen, mbilan nakan

akuan mbar 1

pada pada

III: id, ok

rol.

6

lainnmengAD3spermlebih

pengHasliselanTabeAD4Perse

Tabe

Pen

Sperm

Sperm

Sperm

Sel S

Keter

Gam

AD1 memnya. Perubagalami peru dan AD

matosit yanh banyak dib

Berdasarkghitungan tei penghitun

njutnya dianel 1. Selanju4 dibandingentase peng

el 1 Rataan jperlaku

ngamatan

matogonia

matosit

matid

ertoli

angan: Hurufperbe

mbar 2 Pertaha

0

20

40

60

miliki lapis sahan gambaubahan yan

D4 menunjung sangat sibanding ADkan perbedaerhadap jumngan jumlanalisis secautnya penurkan dengan

gurangan jum

jumlah sel-an setelah p

Kontrol(AD1)

12.85±2.0

71.80±7.9

112.70±24

1.85±0.0

f superscript edaan yang ny

rsentase (%)ap spermat

AD2

6.22 6.882.7

sel spermatoaran histolo

ng signifikaukkan bahignifikan naD4. aan gambaramlah sel speah sel spermara statistikrunan jumlan AD1 untumlah sel spe

sel spermatpemberian e

l 100 (

03a 12.0

91a 66.4

.58a 109.6

5a 1.8

yang berbedayata (p<0.05) a

) pengurangtogenesis.

AD3

13.2317.1

75

osit yang paogis sel span dibandinhwa telah amun jumla

an histologiermatogenikmatogenik

k dan diperah sel spermuk mengetaermatogenik

togenik dan ekstrak pega

Perlakmg/kg bb

(AD2) 05±2.21a,b

45±10.87a

60±29.15a

80±0.76a

a pada setiapantar perlakua

gan jumlah

3 AD

41.63

3

5

13.8

aling banyakpermatogenng kontrol.

terjadi peah spermatid

is tersebut sk pada masi

pada masiroleh data ymatogenik pahui persentk tersaji pad

sel Sertoli agan

kuan 300 mg/kg

(AD3)11.15±2.7

59.50±11.0

97.15±21.3

1.55±0.60

p baris yang san.

h sel sperma

D4

54.45

24.22

k dibandingnik pada A

Gambaran enurunan jud AD3 tam

selanjutnyaing-masing ing-masing yang disajikpada AD2, tase pengurda Gambar 2

pada setiap

g bb 600 m(

72b 7.5

02b 32.7

32a,b 85.4

0a 1.5

sama menyat

atogenik pa

spermato

spermato

spermati

g perlakuan AD2 belum

histologis umlah sel

mpak relatif

a dilakukan perlakuan. perlakuan

kan dalam AD3, dan

rangannya. 2.

p kelompok

mg/kg bb AD4)

50±2.40c

70±8.52c

40±19.53b

50±0.61a

takan adanya

ada setiap

ogonia

osit

id

Kepadata

GamGambar 3pada semuterisi penubahwa pop

G

TelakepadatanSelanjutnykeadaan gmeliputi jwarna popkepadatan

Tabel 2

K

an Spermat

mbaran histo3. AD1 menua lumen epuh oleh spepulasi sperm

Gambar 3

ah diketahun spermatozya dilakukagambaran hjumlah lumpulasi spermn sepermatoz

Kepadatanperlakuan

Hasil pengamata

Keterangan: +lo

I

III

Kepadatan II: AD2, IIperlakuan spermatozokonkret. Ba

tozoa dalam

ologis kepadnggambarkapididimisnyermatozoa matozoa dal

ui bahwa tezoa dalam lan penilaianhistologis k

men yang tmatozoa, dazoa dalam e

n sepermatsetelah pem

an AD1

++++++++ : sangatonggar, – : ko

spermatozoII: AD3, IVterjadi pen

oa dalam ar: 20 µm.

m Epididim

datan sperman bahwa p

ya. Penguranterjadi pad

lam epididim

erdapat perumen epidin secara sekepadatan terisi sperman luas lumeepididimis t

tozoa dalamberian eks

1 AD

+ ++t padat, +++osong.

oa dalam epV: AD4. Padnurunan ke

lumen ep

mis

matozoa dalpopulasi spengan kepada

da AD2 danmis sangat s

rbedaan gamidimis padaemikuantitaspermatozo

matozoa, keen epididimtersaji pada

am epididistrak pegaga

D2 A

+ +: padat, ++

II

IV

pididimis. I:da masing-mepadatan popididimis

am epididimermatozoa patan dan tidn AD3. ADsedikit.

mbaran hisa masing-matif yang boa dalam luepadatan lu

mis. Hasil peTabel 2.

imis pada an

AD3 A

++ : longgar, +

: AD1, masing opulasi secara

mis tersaji dpenuh dan dak semua luD4 menunju

tologis terhmasing perlaberkaitan deumen epid

umen, kepeenilaian terh

masing-m

AD4

+ : sangat

7

dalam padat umen ukkan

hadap akuan. engan idmis

ekatan hadap

masing

8

Pembahasan

Data tentang jumlah sel spermatogenik didapatkan dengan cara menghitung sel spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan sel Sertoli. Selanjutnya jumlah sel spermatogenik dan sel Sertoli dari setiap perlakuan dianalisis secara statistik. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) dari jumlah sel spermatogonia pada perlakuan AD3 dan AD4 dibandingkan dengan AD1. Pemberian ekstrak pegagan pada AD2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dibanding AD1. Persentase pengurangan jumlah sel spermatogonia pada masing-masing perlakuan dibanding kontrol adalah 6.22% pada AD2, 13.23% pada AD3, dan 41.63% pada AD4 (Gambar 2). Penurunan jumlah sel spermatogonia terjadi secara nyata pada pemberian ekstrak pegagan dengan dosis tertinggi yaitu 600 mg/kg bb.

Penurunan sel spermatogonia pada perlakuan AD3 dan AD4 mengakibatkan perkembangan tahap selanjutnya yaitu spermatosit juga menunjukkan penurunan yang nyata (p<0.05) dibanding AD1. Spermatosit yang pertama kali terbentuk adalah spermatosit primer yang berasal dari pembelahan mitosis sel spermatogonia B. Penurunan jumlah sel spermatogonia menyebabkan produksi pembentukan spermatosit juga mengalami penurunan. Persentase pengurangan jumlah sel spermatosit pada masing-masing perlakuan dibanding kontrol adalah 6.88% pada AD2, 17.13% pada AD3, dan 54.45% pada AD4 (Gambar 2).

Spermatid merupakan sel spermatogenik yang paling banyak terdapat dalam epitelium tubuli seminiferi. Selain itu, sel-sel spermatid merupakan bagian paling aktif berkembang dan paling banyak jumlahnya. Perbedaan yang nyata (p<0.05) hanya ditemukan pada perlakuan AD4 di mana jumlah spermatid yang ditemukan sangat berkurang dibanding kontrol. Jumlah spermatid mengalami penurunan yang tidak signifikan pada AD2 dan AD3. Persentase pengurangan jumlah spermatid pada masing-masing perlakuan dibanding kontrol adalah 2.75% pada AD2, 13.80% pada AD3, dan 24.22% pada AD4 (Gambar 2).

Penurunan jumlah spermatid pada AD4 terjadi dikarenakan spermatosit dan spermatogonia yang secara konkret mengalami penurunan jumlah. Jumlah yang paling banyak dibanding sel spermatogenik lainnya dan kecepatan berkembang untuk menjadi tahap selanjutnya menyebabkan penurunan jumlah sel spermatid tidak berbeda nyata antar perlakuan. Setiap empat spermatid yang terbentuk berasal dari satu spermatosit yang membelah secara miosis sebanyak dua kali.

Perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) ditemukan pada jumlah sel Sertoli pada masing-masing perlakuan dibanding kontrol. Tidak ditemukan penurunan jumlah sel Sertoli pada masing-masing perlakuan. Sel Sertoli memiliki morfologi kuat dan kokoh yang diperlukan untuk menunjang berbagai fungsi fisiologis dalam proses spermatogenesis (Weinbauer et al. 2010).

Penurunan jumlah sel spematogenik pada penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Heidari et al. (2012). Pegagan dapat menyebabkan perubahan struktur histologis testis dengan karakteristik kerusakan berupa edema dan penurunan spermatogenesis. Ditunjukkan bahwa jumlah sperma, motilitas, viabilitas, dan jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferus secara signifikan menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol. Jumlah sel germinal yang mengalami apoptosis per penampang tubulus seminiferus secara signifikan meningkat pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

9

Serum testosteron, follicle-stimulating hormone (FSH), dan kadar hormon luteinizing hormone (LH) juga menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kelompok perlakuan. Terjadi pula penurunan yang signifikan dalam berat testis dalam kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Penurunan jumlah sel-sel spermatogenik diduga karena tingginya kandungan steroid dan triterpenoid sebagai unsur terapeutik pada tanaman pegagan. Pegagan mengandung centella asiaticosid selected triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida (glikosida asiatikosida) yang tinggi. ECa 233 adalah standar ekstrak dari C. asiatica yang ditetapkan kadar ekstraknya mengandung tidak kurang 80% triterpenoid dan rasio antara madecassocide dan asiaticoside sekitar 1.5±0.5 (Chivapat et al. 2011). Berdasarkan uji fitokimia, steroid yang dikandung pegagan segar menunjukkan nilai positif kuat yang ditemukan pada batang dan keseluruhan tanaman (Mirza 2012).

Berdasarkan hasil eksperimental, pegagan menunjukkan potensi sebagai gonadotoksik (Heidari et al. 2012). Triterpenoid yang terkandung di dalam pegagan, diduga mampu menurunkan kadar hormon FSH, LH, dan testosteron. Triterpenoid glikosida memiliki cara penghambatan yang sama dengan kerja steroid yaitu dengan cara penekanan terhadap sekresi gonadotropin yang berakibat menurunkan testosteron testis, tetapi bersifat reversible (Nurliani et al. 2005). FSH, LH, dan testosteron telah diketahui memiliki peran terhadap terjadinya proses spermatogenesis. Ketidakhadiran hormon tersebut mampu menyebabkan terjadinya apoptosis dari sel-sel germinal (Sofikitis et al. 2008). Absennya testosteron dalam level jumlah yang relatif tinggi (>70nM pada tikus) menyebabkan penghentian spermatogenesis sehingga hanya ditemukan sedikit bahkan tidak ada spermatozoa (Zirkin et al. 1989).

Efek toksikan pada sel germinal yang kerusakannya tidak sampai menghilangkan massa sel induk, memiliki sifat yang reversible. Hal ini terjadi karena tubulus seminiferus dapat memproduksi kembali epitel sel germinal apabila paparan dengan toksikan dihentikan (Hild et al. 2001). Di sisi lain toksikan yang memiliki karakteristik merusak sel Sertoli menyebabkan atrofi testis yang bersifat irreversible meskipun masih ditemukannya sel induk (sel spermatogonia A).

Hasil penghitungan jumlah sel Sertoli yang tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa kerusakan akibat pemberian ekstrak pegagan bersifat reversible. Penurunan sel spermatogenik pada setiap tahap spermatogenesis tertinggi terjadi pada pemberian ekstrak pegagan dengan dosis 600 mg/kg bb. Kerusakan pada sel spermatogonia secara drastis dapat menyebabkan kerusakan pada testis yang bersifat irreversible karena sel spermatogonia merupakan sel punca dari sel germinal yang apabila mengalami kerusakan maka tidak dapat lagi diperbarui.

Salah satu bentuk preservasi untuk koleksi dan penilaian kualitas semen pada tikus, mencit, dan hewan kecil lainnya dapat dilakukan dengan epididymal recovery. Di dalam epididimis, spermatozoa disimpan dan mengalami perkembangan sampai matang dan fungsional. Pada penelitian ini hasil pengamatan kepadatan spermatozoa dalam epididimis diperoleh melalui penilaian semikuantitatif.

Gambar 2 menunjukkan perbedaan kepadatan spermatozoa dalam eipididimis pada masing-masing perlakuan. Kepadatan spermatozoa pada AD1

10

menunjukkan kepadatan dengan kategori sangat padat. Dibanding dengan kepadatan spermatozoa pada semua perlakuan, semua lumen epididimis AD1 terisi penuh, tidak ditemukan adanya rongga dalam lumen, populasi spermatozoa berwarna unggu gelap serta pekat menunjukkan jumlah spermatozoa lumen epididimis kontrol dalam jumlah banyak. Selain itu, lumen epididimis AD1 memiliki luas yang paling besar dibanding luas lumen epididimis perlakuan untuk menampung spermatozoa dalam jumlah banyak.

AD2 dan AD3 menunjukkan kepadatan dengan kategori longgar. Hampir tidak ada perbedaan kepadatan spermatozoa dalam epididimis pada kedua perlakuan. Tidak semua lumen terisi penuh, terdapat rongga dalam lumen, dan populasi spermatozoa berwarna unggu muda menunjukkan telah terjadi penurunan jumlah spermatozoa pada perlakuan AD2 dan AD3. Penurunan kepadatan spermatozoa pada AD2 dan AD3 terjadi sekitar ½ dari kepadatan spermatozoa dalam lumen epididimis kontrol. Perbedaan kepadatan yang sangat konkret tampak pada epididimis AD4. Banyak lumen yang kosong dan spermatozoa yang ada dalam lumen sangat sedikit jumlahnya. Penurunan kepadatan spermatozoa pada AD4 terjadi sekitar ¾ dari kepadatan spermatozoa dalam lumen epididimis kontrol. Penurunan kepadatan spermatozoa dalam epididimis terjadi akibat penurunan proses spermatogenesis yang terjadi. Jumlah sel spermatogenik yang mengalami penurunan pada setiap perlakuan menyebabkan proses pembentukan spermatozoa juga ikut mengalami penurunan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah sel spermatogonia, spermatosit, dan spermatid pada setiap tahap spermatogenesis serta kepadatan populasi spermatozoa dalam epididimis secara umum mengalami penurunan yang nyata setelah pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica). Persentase pengurangan jumlah sel spermatogenik terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak pegagan yang diberikan.

Saran

Evaluasi terhadap jumlah sperma, motilitas, dan viabilitas setelah pemberian ekstrak pegagan dengan dosis yang sama perlu dilakukan dalam penelitian selanjutnya. Konsentasi hormon testosteron, FSH, dan LH juga perlu dievaluasi untuk mendapatkan data yang komprehensif terkait efek pegagan terhadap alat reproduksi jantan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology Third Editio. St. Louis (US): Mosby Inc.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2009-2011 [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 25]. Tersedia pada: http//www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel-=1&daftar=1&id_subyek=40&notabel=1

Chivapat S, Chavalittumrong P, Tantisira MH. 2011. Acute and sub-chronic toxicity studies of a standardized extract of Centella asiatica ECa 233. Thai J Pharm Sci. 35: 55-64.

Gohil KJ, Patel JA, Gajjar AK. 2010. Pharmacological review on Centella asiatica: a potential herbal cure-all. Indian J Pharm Sci. 72(5): 546-556.

Hild SA, Reel JR, Larner JM, Blye RP. 2001. Disruption of spermatogenesis and Sertoli cell structure and function by the indenopyridine cdb-4022 in rats. Biology of Reproduction. 65: 1771-1779.

Heidari M, Vala HH, Sadeghi MR, Akhondi MM. 2012. The inductive effects of Centella asiatica on rat spermatogenic cell apoptosis in vivo. J Nat Med. 66: 271-278.

Mahanem MN, Norazalia MA. 2004. Kesan in vitro daun Centela asiatica ke atas histologis testis dan kualitas sperma mencit. Sains Malaysiana. 33 (2): 97-103.

Mirza I. 2012. Pengaruh Penggunaan ekstrak daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Fungsi Kognitif Tikus [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurliani A, Rusmiati, Santoso HB. 2005. Perkembangan sel spermatogenik mencit (Mus musculus l.) setelah pemberian ekstrak kulit kayu durian (Durio zibethinus murr.). Jurnal Penelitian Berk. Penel. Hayati: 11:77-79.

Sofikitis N, Giotitsas N, Tsounapi P, Baltogiannis D, Giannakis D, Pardalidis N. 2008. Hormonal regulation of spermatogenesis and spermiogenesis. Journal of Steroid Biochemistry & Molecular Biology. 109: 323-330.

Talib C dan Noor YG. 2008. Penyediaan Daging Sapi Nasional dalam Ketahanan Pangan Indonesia. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008. hlm 44-51.

Widiastuti A, Sulistyowati. 2008. Pemanfaatan Centella asiatica sebagai bahan antibakteri Salmonella typhi. Journal of Science. 2(1): 5-10.

Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Nieschlag E. 2010. Physiology of Testicular Function. Di dalam: Nieschlag E, editor. Andrology Male Reproductive Health and Dysfunction. Jerman (DE): Springer. hlm 11-58.

Zirkin BR, Santulli R, Awoniyi CA, Ewing LL. 1989. Maintenance of advanced spermatogenic cells in the adult rat testis: quantitative relationship to testosterone concentration within the testis. Endocrinology. 124(304): 3- 9.

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Suwondo dan Ibu Tutik Sulistijo R. Dilahirkan di Ambon, 9 Maret 1992 penulis selanjutnya memulai pendidikan di SD Impres Negeri 24 Sirimau Ambon, SMP N 5 Ponorogo, dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 3 Ponorogo. Selepas SMA, penulis melanjutkan menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Hewan Institu Pertanian Bogor melalui jarus USMI. Tahap demi tahap penulis selesaikan pendidikan di FKH IPB bersama teman seperjuangan Geochelone 46.