GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM SELAMA REKRUTMEN … · sehingga pemeliharaan dan pelaksanaan suatu...
Transcript of GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM SELAMA REKRUTMEN … · sehingga pemeliharaan dan pelaksanaan suatu...
GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM SELAMA
REKRUTMEN MANUVER CEDERA PARU AKUT PADA
ANAK BABI (Sus scrofa)
SHINE RANI DIANSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Gambaran Elektrokardiogram
selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus Scrofa)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Shine Rani Diansari
NIM B04100040
ABSTRAK
SHINE RANI DIANSARI. Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen
Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus Scrofa). Di bawah bimbingan
GUNANTI dan RIKI SISWANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran elektrokardiografi
(EKG) dari perlakuan rekrutmen maneuver pada cedera paru akut. Sepuluh ekor
anak babi berumur 1-1.5 bulan dan bobot 4.4-8.0 kg dibagi menjadi dua kelompok
rekrutmen manuver. Kelompok pertama terdiri atas 5 ekor babi yang tidak
dilakukan pembebatan dinding dada (RB) dan kelompok kedua terdiri atas 5 ekor
babi yang dilakukan pembebatan dinding dada (RBp). Rekrutmen manuver
dilakukan setelah paru dikumbah dengan menggunakan NaCl 0.9% hangat
kedalam parenkim paru sehingga paru mengalami cedera akut. Pengambilan
sampel dilakukan dua kali yaitu sebelum rekrutmen manuver dan setelah
rekrutmen manuver untuk kedua kelompok. Amplitudo bifasik ditemukan pada
kelompok RB dengan prevalensi 20.00%. Rekrutmen manuver berpengaruh
signifikan (p<0.05) terhadap amplitudo P pada kelompok RB. Peningkatan
amplitudo P disebabkan oleh edema pulmonum sehingga terjadi dilatasi atrium
kanan dan kegagalan jantung kiri.
Kata kunci: anak babi, cedera paru akut, elektrokardiografi, rekrutmen manuver
paru
ABSTRACT
SHINE RANI DIANSARI. Representation of Electrocardiogram During
Maneuver Recruitment of Acute Lung Injury Case in Piglet (Sus scrofa). Under
supervision of GUNANTI and RIKI SISWANDI.
The aim of this study was to evaluate electrocardiograms (ECG) of two
maneuver recruitment protocols in case of acute lung injury. Ten piglets 1.0-1.5
months in age and 4.4-8.0 kgs body weight were divided into two groups of
maneuver recruitment protocol whereas each group consisted of five pigs. The
first group received maneuver recruitment without chest bandaging (RB). The
second group received maneuver recruitment with chest bandaging (RBp).
Maneuver recruitment was initiated after induced acute lung injury by lavage of
prewarmed 0.9% saline into lung parenchymal. ECGs were taken at pre-
recruitment and after maneuver recruitment for both groups. Biphasic of
amplitude P was found in RB group with prevalence 20.00%. There were
significant differences (p<0.05) in P amplitude of RB group. Increased of P
amplitude was caused by pulmonum oedema which induced dilatation of right
atrium and left congestive heart failure.
Keywords: acute lung injury, electrocardiography, lung maneuver recruitment,
piglets
SHINE RANI DIANSARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM SELAMA
REKRUTMEN MANUVER CEDERA PARU AKUT PADA
ANAK BABI (Sus scrofa)
Judul Skripsi : Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver
Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus scrofa)
Nama : Shine Rani Diansari
NIM : B04100040
Disetujui oleh
Dr Drh Gunanti, MS
Pembimbing I
Drh Riki Siswandi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH-IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi. Tema yang dipilih dalam penelitian
adalah “Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru
Akut pada Anak Babi (Sus Scrofa)”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas
Kedokteran Hewan.
Bimbingan dan arahan sangat diharapkan demi hasil penelitian yang lebih
baik. Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Drh Gunanti, MS selaku
pembimbing I dan Drh Riki Siswandi, MSi selaku pembimbing II, serta Dr Drh
Eko S Pribadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Mama (Drh Sri Mulyati), Papa (Dedih Hermawan,
SP, MM), kakak (Junita Naditia, SE, MM), bang Harris Darmawan, keluarga,
“mousters” (Shovia, Dini dan Amanda), Chiko, Intan, Abid dan Nafisatul atas
segala doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih terima kasih kepada Ririe
Fachrina Malisie, MspA(K) dan rekan-rekan satu tim penelitian (Riena, Hafizha,
Nunu, Ardi, Ryan dan Hanif) atas kerja samanya. Semoga penulis dapat
menghasilkan laporan yang bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi
pembaca.
Bogor, September 2014
Shine Rani Diansari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Cedera Paru Akut 2
Jantung 3
Elektrokardiografi (EKG) 4
Anak Babi 5
METODE PENELITIAN 6
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Alat dan Bahan 6
Adaptasi Hewan Terhadap Lingkungan Baru 7
Tahap Perlakuan 7
Variabel yang Diamati 9
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Durasi P 9
Amplitudo P 10
Interval PR 11
Amplitudo R 12
Interval QRS 13
Interval QT 14
Segmen ST 15
Gelombang T 16
Frekuensi Jantung 16
KESIMPULAN 17
SARAN 17
DAFTAR PUSTAKA 17
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL
1 Rata-rata durasi P 9
2 Rata-rata amplitudo P 10
3 Rata-rata interval PR 11
4 Rata-rata amplitudo R 12
5 Rata-rata interval QRS 13
6 Rata-rata interval QT 14
7 Rata-rata segmen ST 15
8 Rata-rata gelombang T 16
9 Rata-rata frekuensi jantung 17
DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1 Grafik EKG 4
2 Gambar 2 Mesin elektrokardiografi (EKG) 6
3 Gambar 3 Mesin ventilator AVEA® bicore 7
4 Gambar 4 Babi (Sus scrofa) saat pembebatan 8
5 Gambar 5 Rekaman durasi P 10
6 Gambar 6 Rekaman amplitudo P 10
7 Gambar 7 Rekaman interval PR yang mengalami
perpanjangan interval PR pada kelompok RBp
12
8 Gambar 8 Rekaman amplitudo R 13
9 Gambar 9 Rekaman interval QRS 13
10 Gambar 10 Rekaman perpanjang interval QT pada
kelompok RB 14
11 Gambar 11 Rekaman elevasi segmen ST pada kelompok
RBp 15
12 Gambar 12 Rekaman depresi gelombang T pada kelompok
RBp 16
13 Gambar 13 Rekaman frekuensi jantung pada EKG 17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paru-paru merupakan organ penting bagi tubuh dengan fungsi utama
sebagai alat pernapasan (respirasi). Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas
antara organisme dengan lingkungan yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi
karbondioksida (Djojodibroto 2009). Salah satu penyakit pada organ respirasi
yang banyak menimbulkan kematian yaitu cedera paru akut. Kasus penderita
cedera paru akut dilaporkan sebanyak 17-34 orang dari 100 000 orang per tahun
(Lycock dan Rajah 2004). Cedera paru akut memiliki tingkat kematian yang
tinggi pada pediatric intensive care unit (PICU). Sebanyak 190 000 kasus cedera
paru akut per tahun dengan kematian diantaranya mencapai 75 000 kasus dan 3.6
juta hari rawatan di rumah sakit (Rubenfeld et al. 2005).
Menurut Laycock dan Rajah (2010), cedera paru akut adalah sebuah
perubahan klinis dan radiografi yang berlanjut serta mempengaruhi paru-paru,
ditandai dengan onset hipoksia akut, tidak berhubungan dengan hipertensi atrium
kiri dan terjadi pada usia berapapun. Menurut Anatriera (2009), hipoksia
merupakan keadaan terjadinya defisiensi oksigen, yang mengakibatkan kerusakan
sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel, sehingga menjadi penyebab
penting dan umum dari cedera dan kematian sel. Cedera paru akut menyebabkan
suatu respon inflamasi yang ditandai dengan kerusakan sel-sel epitel alveolar dan
pembuluh darah, gangguan pertukaran gas dan dapat mengakibatkan kegagalan
beberapa organ. Sebagian besar penderita meninggal disebabkan gagal multiorgan
dan bukan karena gagal pernapasan. Salah satu organ yang dipengaruhi akibat
cedera paru akut adalah jantung sehingga kerja jantung akibat hipoksia akan
tergangggu.
Ventilasi mekanik pada cedera paru akut berperan penting dalam upaya
pemenuhan pasokan oksigen ke berbagai organ dan merupakan satu-satunya
tatalaksana yang sudah terbukti dapat menurunkan mortalitas cedera paru akut
atau acute respiratory distress syndrome (CPA/ARDS) (Esteban et al. 2000; Goh
et al. 1998). Penggunaan rekrutmen manuver bertujuan mencegah kolaps alveoli,
dilakukan dengan meningkatkan tekanan transpulmoner (Sarget dan Talmor
2009). Konsep rekrutmen paru adalah untuk meningkatkan sebesar mungkin
alveoli yang terbuka dan mempertahankannya sehingga pertukaran gas pada
permukaan alveoli berlangsung efektif. Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak
tepat dan seringkali iatrogenik dapat memperburuk kerusakan unit paru yang
sudah terjadi karena akan meningkatkan aktivitas sitokin dan mencetuskan
rangkaian kaskade sel inflamasi yang merusak struktur paru. Kondisi di atas
ternyata serupa dengan patogenesis cedera paru akut sehingga dinamakan
kerusakan paru yang diinduksi oleh ventilator (ventilatory-associated lung
injury/VALI). Ventilatory-associated lung injury (VALI) pada hewan
eksperimental dinamakan ventilatory-induced lung injury (VILI).
Salah satu metode diagnosa yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya
gangguan jantung akibat cedera paru akut adalah dengan menggunakan
elektrokardiografi (EKG). Elektrokardiografi (EKG) adalah rekaman grafik
aktivitas listrik yang menyertai kontraksi atrium dan ventrikel jantung (Sloane
2
2004). Elektrokardiografi digunakan untuk melihat fungsi jantung melalui
aktivitas listrik jantung anak babi. Interpretasi elektrokardiogram terhadap hewan
model ditujukan untuk melihat perubahan grafik yang terjadi saat hewan model
diberikan kondisi cedera paru akut, seperti grafik PR, QRS, QT dan ST pada hasil
EKG.
Penelitian ini menggunakan hewan percobaan babi domestik (Sus scrofa)
dengan berbagai alasan. Salah satunya karena babi memiliki struktur anatomi
yang tidak jauh berbeda dengan manusia. Selain itu, babi juga mudah dijumpai
sehingga pemeliharaan dan pelaksanaan suatu tindakan mudah dilakukan oleh
seorang dokter hewan.
Perumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah dampak perlakuan rekrutmen manuver dan pembebatan dinding
dada atau tidak dilakukan pembebatan dinding dada pada babi cedera
paru akut terhadap gambaran EKG jantung?
2. Bagaimanakah fungsi jantung cedera paru akut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan aktivitas listrik jantung
yang mengkonduksi otot jantung (miokardium) pada hewan model cedera paru
akut saat diberi perlakuan pembebatan dinding dada atau tidak dilakukan
pembebatan dinding dada dan rektrutmen manuver.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan pengetahuan akan dampak rekrutmen
manuver pada penderita cedera paru akut terhadap kerja fungsi jantung yang
digambarkan oleh elektrokardiografi.
TINJAUAN PUSTAKA
Cedera Paru Akut
Cedera paru akut atau acute respiratory distress syndrome (ARDS)
merupakan penyakit yang mengancam jiwa pada pasien kritis di intensive care
unit (ICU). Kedua hal tersebut merupakan respon inflamasi akibat adanya
kelainan langsung atau tidak langsung pada paru. Menurut penelitian, angka
kejadian CPA/ARDS sekitar 32-34 kasus per 100 000 penduduk (Kisara et al
2012). Cedera paru akut adalah kumpulan gejala akibat inflamasi dan peningkatan
3
permeabilitas, onset akut, yang memenuhi kriteria fisiologik dan radiologik dan
tidak disertai dengan hipertensi pulmoner (Johnson dan Matthay 2010). Tanda-
tanda terjadinya cedera paru akut dapat berupa hipoksia (PaO2/FIO2<300mmHg),
infiltrasi bilateral pada bagian thoraks saat X-Ray dan perubahan tekanan kapiler
<18 mm atau tidak adanya gejala klinis akibat peningkatan tekanan atrium kiri.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan bentuk komplikasi
cedera paru akut dimana hipoksia yang terjadi lebih buruk yaitu PaO2/FIO2<200
mmHg (Mahajan 2005). Sepsis dan pneumonia dapat memicu terjadinya
CPA/ARDS. Insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50% (Susanto
dan Fitrie 2012). Adapun penyebab langsung CPA/ARDS antara lain aspirasi
asam lambung, tenggelam, kontusio paru, pneumonia berat, emboli lemak, emboli
cairan amnion, inhalasi bahan kimia dan keracunan oksigen. Sedangkan penyebab
tidak langsung CPA/ARDS terdiri dari sepsis, trauma berat, shock hipovolemik,
transfusi darah berulang, luka bakar, pankreatitis, koagulasi intravaskular
diseminata dan anafilaksis (Kisara et al 2012).
Jantung
Sistem kardiovaskular terdiri atas jantung sebagai pompa darah ke seluruh
tubuh, pembuluh darah dan darah. Kerja sistem kardiovaskular diatur oleh syaraf
otonom. Jantung sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menyalurkan oksigen, nutrisi dan mengekskresikan
hasil metabolisme yang tidak terpakai. Jantung terletak di dalam rongga thorax
sebelah kiri. Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, dari superfisial ke profundal
yaitu epikardium, miokardium dan endokardium. Jantung mempunyai 4 ruang
yaitu atrium kiri-kanan yang dipisahkan oleh septum intraatrial dan ventrikel kiri-
kanan yang dipisahkan oleh septum interventrikular. Dinding atrium lebih tipis
dibandingkan dengan dinding ventrikel. Atrium kanan berfungsi menerima darah
dari seluruh tubuh melalui vena cava, sedangkan atrium kiri berfungsi menerima
darah dari paru-paru melalui vena pulmonalis yang berisi darah mengandung O2.
Ventrikel memiliki dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan atrium yang
berfungsi untuk memompa darah dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh melalui
aorta. Sedangkan ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan, lalu
mengalirkan darah berisi CO2 ke paru-paru melalui arteri pulmonalis (Sloane
2004).
Jantung sebagai pemompa darah mengalami proses kontraksi (sistol)
mengeluarkan darah dari ruang jantung dan relaksasi (diastol) yang
mengakibatkan jantung mengendur dan terisi darah akibat adanya impuls atau
sistem konduksi yang dihantarkan ke seluruh otot jantung (miokardium). Sistem
konduksi jantung menurut Faiz dan Moffat (2004) adalah nodus sinoatriale (nodus
SA), nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His dan serabut Purkinje. Nodus
SA merupakan alat pacu jantung (pace maker) normal karena mengeluarkan
impuls paling cepat. Nodus SA terletak pada perbatasan vena cava cranialis dan
atrium kanan. Impuls dari nodus SA akan dihantarkan menuju nodus AV yang
terletak di posterior kanan septum intraatriale. Lalu, impuls dihantarkan ke serabut
His dan memberikan cabang kiri pada puncak septum interventrikulare dan
melanjutkan diri sebagai cabang kanan. Berkas cabang kiri bercabang menjadi
4
fascikulus anterior dan posterior. Selanjutnya, cabang-cabang fascikulus berjalan
subendokardial menuruni septum dan berhubungan dengan serabut Purkinje
sehingga impuls akan tersebar ke seluruh miokardium ventrikel dan jantung
berkontraksi.
Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi (EKG) adalah grafik yang mencatat aktivitas elektrik
jantung (Kabo 2008). Kegunaan elektrokardiografi antara lain untuk memonitor
fungsi jantung pasien dan bentuk gelombang yang dihasilkan akan digunakan
sebagai diagnosis abnormalitas yang spesifik. Grafik EKG terdiri dari beberapa
gelombang yaitu diawali oleh gelombang P dan diikuti dengan gelombang QRST,
sesuai dengan perjalanan impuls elektrofisiologi jantung. Pada hasil EKG normal,
gelombang P menunjukkan proses depolarisasi atrium, gelombang QRS
menunjukkan depolarisasi ventrikel, gelombang T menunjukkan repolarisasi
ventrikel, interval PR menunjukkan jarak antara gelombang P dan gelombang R,
serta interval QRS menunjukkan denyut jantung yang normal (Ronny dan Fatimah
2010). Menurut Sloane (2004), depolarisasi dan polarisasi otot jantung
menghasilkan daya potensial pada permukaan kulit yang dapat direkam melalui
sebuah polligraf atau osiloskop setelah melekatkan elektroda permukaan pada
lokasi yang tepat. Adapun posisi elektroda berhubungan satu sama lain dan
terhadap jantung disebut lead. Ada 12 lead konvensional yang dipakai untuk
merekam EKG, yaitu 3 lead tungkai standar meliputi lengan kanan terhadap
lengan kiri, lengan kanan terhadap tungkai kiri dan lengan kiri terhadap tungkai
kiri. Lead ini bipolar karena dapat mendeteksi variasi gelombang listrik sebagai
dua titik dan memperlihakan perbedaannya. Tiga lead tungkai modifikasi
diperkuat dengan hubungan listrik yang mengakibatkan defleksi peningkatan
amplitudo. Lead ini unipolar karena dapat mendata perubahan voltase disalah satu
titik (lengan kanan, lengan kiri atau tungkai kiri). Lead prekordial unipolar
merekam data pada 6 posisi di dada, yaitu V1 sampai V6.
Gambar 1 Grafik EKG (McGill 2013)
5
Elektrokardiografi terdiri atas dua elemen yaitu kompleks dan interval.
Kompleks terdiri atas gelombang, kompleks QRS, gelombang T dan gelombang
U. Interval terdiri atas interval PR, interval QRS dan interval QT, sedangkan
segmen terdiri atas segmen PR dan segmen ST (Gambar 1). Gelombang terjadi
pada awal setiap kontraksi atrium atau merupakan defleksi positif pertama
sebelum kompleks QRS. Gelombang P terdiri atas durasi P dan amplitudo P.
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan defleksi garis
isoelektrik berikutnya. Interval adalah waktu yang diperlukan impuls listrik
dikonduksikan melalui atrium dan simpul AV mulai timbul depolarisasi ventrikel.
Kompleks QRS terdiri atas gelombang Q, R dan S. Gelombang R merupakan
defleksi positif pertama sesudah gelombang P. Gelombang S adalah defleksi
negatif yang menyertai gelombang R. Pengukuran kompleks QRS dimulai dari
permulaan gelombang Q (atau gelombang R jika Q tidak ada) sampai gelombang
S mencapai garis isoelektrik (atau tempat gelombang S akan mencapai garis
isoelektrik jika garis ini tidak melengkung ke dalam segmen ST). Gelombang
QRS terjadi pada awal setiap kontraksi ventrikel. Gelombang T yang normal
terlihat pada EKG yaitu ketika ventrikel secara elektris kembali ke keadaan
semula dan siap melakukan kontraksi berikutnya. Segmen ST adalah bagian garis
yang berlanjut dari ujung gelombang S sampai permulaan gelombang T.
Gelombang T adalah defleksi (dapat positif atau negatif) yang mengiringi segmen
ST. Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serabut Purkinje
(Shirley 2007; O’Keefe et al. 2008)
Anak Babi
Babi sebagai mamalia seringkali digunakan sebagai hewan coba dalam
bidang penelitian biomedik untuk beberapa kondisi dan penyakit manusia.
Persamaan antara manusia dan babi adalah sama-sama monogastrik dan
omnivora. Oleh karena itu, fungsi fisiologi gastrointestinal babi lebih mirip
dengan manusia dibandingkan dengan spesies lainnya. Selain itu, babi
mempunyai struktur anatomi kardiovaskular yang hampir sama dengan manusia.
Adapun klasifikasi babi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Suidae
Genus : Sus
Spesies : Sus scrofa
Jantung babi memiliki morfologi yang sama dengan jantung manusia,
kecuali vena azygous sinistra (hemiazygous) yang mengandung darah sistemik
dari pembuluh darah intercostal yang masuk ke dalam sinus coronaria. Babi
dijadikan model utama untuk sistem kardiovaskular termasuk studi infark
miokardium, gagal jantung, aterosklerosis, cangkok vaskular, aneurisme,
perangkat interventional, pacu jantung (pacemaker) dan biomekanik katup jantung
(Smith and Swindle 2006).
6
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan 16 Februari 2013.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Divisi Bedah dan Radiologi Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Pemeriksaan jantung dilakukan dengan menggunakan alat
Elektrokardiografi (EKG) Cardisuny D300 Fukuda ME, peralatan dan bahan
bedah minor, endo tracheal tube (ETT), infus set, suction pump, mesin ventilator
mekanik AVEA® bicore (Carefusion, Yorba Linda-Amerika), bahan pembebatan
menggunakan manset yang tersambung dengan selang pompa, manometer air
raksa (spigmomanometer) dan larutan infus NaCl 0.9%. Induksi anastesi yang
digunakan yaitu ketamin (Ketamil inj., Ilium) dan xylazin (ilium xylazyl-20 10%,
Ilium). Premedikasi yang digunakan pada anak babi yaitu Atropine Sulphate
(Atropine, PT. Ethica). Maintenance menggunakan anastesi pompa mekanik dan
obat bius yang terdiri atas Propofol (Propofol-Lipuro 1%, PT. B. Braun Medical
Indonesia), Midazolam (Midazolam-hameln, Hameln) dan Fentanyl (Fentanyl
dihydrogenum citrate, Janssen Pharmaceutica Belgium). Paralitikum yang
diberikan selama rekrutmen manuver adalah Vecuronium (Ecron 10, Korean
United Pharm. Inc).
Gambar 2 Mesin Elektrokardiografi (EKG)
7
Gambar 3 Mesin Ventilator AVEA® bicore
Adaptasi Hewan Terhadap Lingkungan Baru
Adaptasi babi dilakukan dalam lingkungan dan pakan baru untuk
membiasakan hewan dan mengurangi tingkat stres bagi babi. Hewan diberikan
pakan dan air minum pada pagi dan sore hari. Kandang hewan dibersihkan setiap
pagi dan sore hari. Anak babi juga menjalani skrining pra-penelitian meliputi
pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), pemberian antibiotik
oksitetrasiklin 6-11 mg/kg BB (im) dan pemberian obat cacing oxfendazol 5
mg/kg BB (oral).
Tahap Perlakuan
Populasi target penelitian ini adalah 10 ekor model hewan anak babi (Sus
scrofa) jantan atau betina berumur 1-1.5 bulan dengan berat badan 4.8-8.0 kg.
Anak babi (Sus scrofa) telah dinyatakan sehat oleh dokter hewan dan menjalani
fase isolasi selama 2 minggu. Anak babi dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok
pertama terdiri atas 5 ekor babi yang tidak dilakukan pembebatan dinding dada
(RB) dan 5 ekor babi yang dilakukan pembebatan dinding dada (RBp). Anak babi
ditempatkan di 2 kandang yang berbeda berdasarkan berat badannya.
Anak babi (Sus scrofa) yang digunakan pada penelitian jika memenuhi
syarat yaitu tidak mengalami komplikasi mekanik seperti pneumothoraks atau
emfisema pulmonum, memiliki hemodinamik yang stabil sehingga layak untuk
diberi perlakuan dan tidak mati sebelum seluruh prosedur penelitian selesai. Anak
babi diambil secara acak dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang
tidak diberi perlakuan pembebatan dinding dada (RB) dan kelompok perlakuan
diberi perlakuan pembebatan dinding dada (RBp).
Sebelum diberi perlakuan, model hewan diberikan premedikasi dengan
Atropine Sulphate (Atropine 0.25 mg/ml, PT. Ethica) secara intramuskular (IM)
0.04mg/kg BB. Kemudian, anak babi diinduksi dengan ketamin (Ketamil inj. 100
mg/ml, Ilium) dengan dosis 20 mg/kg BB dan xylazin (Ilium xylazyl-20 20
mg/ml, Ilium) dengan dosis 2 mg/kg BB secara intramuskular (IM) pada m.
8
semimembranosus dan m. semitendinosus. Maintenance menggunakan anastesi
pompa mekanik dan obat bius yang terdiri atas Propofol (Propofol-Lipuro 1%,
PT. B. Braun Medical Indonesia) 4 mg/kg/jam dan Midazolam (Midazolam-
hameln 5 mg/ml, Hameln) 0.5mg/kg/jam, dan Fentanyl 2 ml (Fentanyl
dihydrogenum citrate, Janssen Pharmaceutica Belgium) 0.005 mg/kg/jam.
Paralitikum yang diberikan selama rekrutmen manuver adalah Vecuronium
(Ecron 10, Korean United Pharm. Inc) secara intravena (IV) 2-10µg/kg BB/menit.
Selanjutnya, hewan coba diberi perlakuan dasar berupa pemasangan kateter vena
perifer (vena aurikularis), akses vaskular di jalur arteri dan pemasangan ETT
ukuran 4.5-5.5 dengan menggunakan laryngoscope. Kemudian, model hewan
dikondisikan cedera paru akut dengan cara dikumbah bronkus menggunakan
larutan NaCl 0.9% sebanyak 300 ml dan cairan tersebut diisap kembali
menggunakan suction pump. Anak babi yang sudah dikondisikan cedera paru akut
dilakukan rekrutmen maneuver menggunakan ventilator mekanik dengan modus
pengaturan pressure control. Pada kelompok anak babi RBp diberikan
pembebatan pada dinding dada selama proses rekrutmen. Pada akhir penelitian,
model hewan dieuthanasi dalam keadaan tetap teranastesi dengan tujuan
memerhatikan animal welfare. Pengambilan sampel 1 dilakukan pada saat proses
sedasi dan intubasi dengan menggunakan alat EKG. Pengambilan sampel 2
dilakukan pada saat rekrutmen manuver untuk kelompok RB dan saat pembebatan
dinding dada untuk kelompok RBp.
Empat buah lead elektrokardiografi dipasangkan pada anak babi babi yaitu
RA untuk kaki depan kanan, LA untuk kaki depan kiri, RL untuk kaki belakang
kiri dan LL untuk kaki belakang kanan. Sebelum dipasang pada anak babi, EKG
dinyalakan terlebih dahulu dengan menekan tombol on/off, lalu diatur identitas
hewan coba, dipilih B CVR-R view dan ditunggu selama 30 detik lalu tombol
start ditekan untuk mencetak kertas elektrokardiogram.
Gambar 4 Babi (Sus scrofa) saat pembebatan
9
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati berupa amplitudo, interval, durasi, segmen dan
gelombang. Amplitudo terdiri atas amplitudo P dan R. Interval terdiri atas interval
PR, QT dan RR (denyut jantung). Durasi terdiri atas durasi P dan QRS. Segmen
terdiri atas segmen ST. Gelombang terdiri atas gelombang T.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku. Data
diolah menggunakan IBM SPSS Statistic 20 dan Microsoft Excel 2010. Data
variabel dianalisis secara statistik menggunakan metode one-way analyse of
variant (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan Duncan pada selang
kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Durasi P
Pengukuran durasi P dilakukan untuk mengetahui waktu depolarisasi atrium
(Conville dan Bassert 2002). Pengukuran durasi P pada EKG tidak menunjukkan
perbedaan nyata (p>0.05) pada kelompok RB dan RBp (Tabel 1). Menurut Richig
dan Sleeper (2014), rata-rata durasi P normal pada anak babi adalah 0.020-0.040
detik. Perbedaan yang tidak nyata pada durasi P menunjukkan tidak adanya
gangguan pada aktivitas atrium dan tanda-tanda hipertrofi atrium akibat
pembebatan dinding dada dan rekrutmen manuver (Widjaja 1990). Berdasarkan
kertas rekaman EKG pada sadapan II juga tidak ditemukan adanya kelainan
bentuk durasi P (Gambar 5), sehingga perbedaan nilai tersebut diduga sebagai
variasi normal.
Tabel 1 Rata-rata durasi P (detik)
Waktu pengamatan Kelompok perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.0448 ± 0.0118ax
0.0442 ± 0.0085ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.0500 ± 0.0045ax
0.0496 ± 0.0214ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
10
Gambar 5 Rekaman durasi P
Amplitudo P
Menurut Conville dan Bassert (2002), pengukuran amplitudo P bertujuan
mengetahui besarnya depolarisasi atrium. Depolarisasi atrium menyebabkan
atrium berkontraksi sebagai pompa primer. Pompa primer berarti atrium akan
kontraksi terlebih dahulu sebelum ventrikel kontraksi. Atrium sebagai pompa
primer berfungsi mengalirkan darah ke dalam ventrikel (Haryati 2010).
Amplitudo P dapat menunjukkan kejadian pembesaran atrium pada jantung
(Widjaja 1990). Pembesaran atrium kanan mengakibatkan besarnya impuls nodus
SA yang dikeluarkan dan menjalar dari atrium ke nodus AV (Guyton dan Hall
2006). Menurut Richig dan Sleeper (2014), nilai amplitudo P normal anak babi
yaitu 0.1-0.3 mV.
Tabel 2 Rata-rata amplitudo P (mV)
Waktu pengamatan Kelompok perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.1308 ± 0.0206ax
0.1746 ± 0.0465ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.2250 ± 0.1588bx
0.0954 ± 0.0565ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 6 Rekaman Amplitudo P
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antar
kelompok RB dan RBp setelah rekrutmen (Tabel 2), namun perbedaan nyata
tersebut masih dalam rentang normal amplitudo P. Peningkatan nilai amplitudo P
menunjukkan terjadinya dilatasi atrium kanan. Dilatasi atrium kanan terjadi akibat
adanya edema pulmonum yang dapat menyebabkan kegagalan jantung kiri
11
(congestive heart failure/CHF). Cedera paru akut dapat menimbulkan edema
pulmonum. CHF kiri menyebabkan penurunan cardiac output (CO) sehingga
terjadi penurunan tekanan darah yang menstimulasi baroreceptor. Stimulasi pada
baroreceptor akan menurunkan perfusi ginjal yang berakibat pada konstriksi
arteriol efferen sehingga terjadi peningkatan absorpsi natrium dan H2O. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan vena dan peningkatan volume darah sebelum
dipompa oleh jantung (preload) yang menyebabkan terjadinya edema dan efusi
pada tubuh. Selain itu, sinyal yang dikirim baroreceptor ke otak akan
meningkatkan pelepasan vasopresin sehingga terjadi vasokontriksi dan
mengakibatkan peningkatan volume darah setelah dipompa oleh jantung
(afterload) dan gangguan distribusi darah tubuh. Menurut Nelson dan Couto
(1998), kegagalan jantung kiri dapat disebabkan oleh volume aliran darah yang
berlebihan ke jantung dan biasa terjadi akibat gangguan primer pada pembuluh
darah dan katup seperti kebocoran katup dan abnormalitas sistemik jantung dan
paru, dimana dalam penelitian ini dapat berupa edema pulmonum. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan akibat ventrikel bekerja lebih daripada sistolik
normal untuk memompa darah. Kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya
kegagalan jantung kiri yang berimplikasi pada dilatasi atrium kanan.
Pada kelompok RBp setelah rekrutmen, nilai amplitudo yang sedikit
mengalami penurunan. Hal ini dapat menunjukkan mulai berkurangnya
kemampuan depolarisasi atrium jantung. Pada rekaman EKG hewan model babi
kelompok bebat setelah kumbah, ditemukan amplitudo P yang berbentuk bifasik
atau prevalensi sebesar 20.00% (Gambar 6). Amplitudo bifasik terjadi akibat
adanya atrioventricular (AV) block 1, sehingga gelombang P menyatu dengan
gelombang T.
Interval PR
Pengukuran interval PR dimulai dari permulaan gelombang P sampai
permulaan kompleks QRS. Interval PR menggambarkan perjalananan impuls
listrik dari nodus sinoatrium (nodus SA) melalui nodus atrioventrikular (nodus
AV), turun ke berkas His, cabang berkas dan berkas Purkinje. Interval PR
berfungsi mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium sampai mulai
depolarisasi ventrikel
Tabel 3 Rata-rata interval PR (detik)
Waktu pengamatan Kelompok perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.1048 ± 0.0189ax
0.1552 ± 0.1344ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.1246 ± 0.0127ax
0.1018 ± 0.0684ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
12
Gambar 7 Rekaman interval PR yang mengalami perpanjangan interval PR pada
kelompok RBp
Pada penelitian ini interval PR tidak menunjukkan perbedaan nyata
(p>0.05) pada kelompok RB dan RBp (Tabel 3). Menurut Bharati et al. (1991),
rata-rata interval PR anak babi yaitu 94 ± 27 milidetik (rataan ± standar deviasi)
(50-120 milidetik). Pada rekaman EKG tampak pemanjangan interval PR yang
ditandai dengan gelombang P yang bersatu dengan gelombang T (Gambar 7).
Apabila terjadi pemanjangan interval PR maka dipertimbangkan terjadi first-
degree atrioventricular (AV) block (O’Keefe et al. 2008; Thaler 2009).
Pemanjangan interval PR pada rekaman EKG merupakan akibat dari lamanya
konduksi dari atrium, nodus AV atau sistem His-Purkinje. First-degree AV block
ditandai dengan gelombang P dan kompleks QRS yang normal. Hal ini
disebabkan oleh gangguan pada nodus AV yang diinduksi oleh obat-obatan,
meningkatnya tonus vagal, myocarditis, ketidakseimbangan elektrolit, hipotermia
dan hipoksia (Vogler et al. 2012). Pada penelitian ini pemanjangan interval PR
diduga akibat ketidakseimbangan elektrolit, hipotermia dan hipoksia.
Percepatan interval PR dapat dilihat pada kelompok RBp sebelum dan
setelah kumbah, namun percepatan interval PR masih dalam batas rata-rata
normal interval PR. Percepatan interval PR dapat terjadi karena adanya aritmia
yang berhubungan dengan gangguan impuls pada jantung. Hal ini dapat terjadi
karena aktivitas prematur sebagian ventrikel jantung akibat perlakuan (Martin
2007).
Amplitudo R
Amplitudo R merupakan defleksi positif pertama dari kompleks QRS
(Gambar 8). Pengukuran amplitudo menggambarkan fase depolarisasi ventrikel.
Menurut Widjaja (1990), nilai amplitudo R dapat menandakan adanya hipertrofi
ventrikel dan gambaran amplitudo R menunjukkan tanda-tanda Bundle-Branch
Block (BBB). Nilai amplitudo R normal pada anak babi yaitu 0.0-1.0 mV (Richig
dan Sleeper 2014). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan nyata
(p>0.05) pada kelompok RB dan RBp akibat pembebatan dinding dada (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-rata amplitudo R (mV)
Waktu pengamatan Kelompok perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.4960 ± 0.4068ax
0.4486 ± 0.1517ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.3942 ± 0.3380ax
0.3714 ± 0.1580ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
13
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 8 Rekaman amplitudo R
Interval QRS
Interval QRS diukur mulai dari onset gelombang Q atau R (bila Q tidak
terlihat) sampai akhir gelombang S. Interval QRS menunjukkan jumlah waktu
yang diperlukan untuk depolarisasi ventrikel (Sastradipraja et al. 1989).
Pengukuran interval QRS dapat menunjukkan terjadinya hipertrofi jantung dan
Bundle-Branch-Block (BBB). Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas
cabang dikenal sebagai BBB akan melebarkan kompleks QRS. Hipertrofi
ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan
massa otot jantung (Sari 2005). Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan
nyata (p>0.05) interval QRS pada kelompok RB dan RBp baik sebelum dan
setelah kumbah (Tabel 9). Menurut Richig dan Sleeper (2014), nilai normal
interval QRS pada anak babi yaitu 0.030-0.050 detik.
Tabel 5 Rata-rata interval QRS (detik)
Waktu pengamatan Kelompok perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.0488 ± 0.0079ax
0.0498 ± 0.0119ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.0532 ± 0.0102ax
0.0574 ± 0.0205ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 9 Rekaman interval QRS
14
Interval QT
Interval QT merupakan jarak antara permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang T yang menggambarkan periode dari awal depolarisasi ventrikel
sampai repolarisasi ventrikel (Akers dan Denbow 2008). Kelainan pada interval
QT dapat berupa pemanjangan dan pemendekan interval QT. Menurut Mozkovitz
et al. (2013), pemanjangan interval QT seringkali disebabkan oleh kongenital,
induksi obat-obatan (seperti procainamid, quinidin dan phenothiazin),
antihistamin (terfenadin dan astemizol), peningkatan aktivitas sistem syaraf
simpatis dan abnormalitas elektrolit seperti hipokalsemia, hipokalemia dan
hipomagnesemia. Hipokalemia seringkali terjadi pada penderita dengan
hipomagnesemia.
Tabel 6 Rata-rata interval QT (detik)
Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.2882 ± 0.0394ax
0.2698 ± 0.0236ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.3766 ± 0.0602ax
0.3540 ± 0.1135ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 10 Rekaman perpanjang interval QT pada kelompok RB
Perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) ditemukan pada kedua kelompok
(Tabel 6). Interval QT terlihat semakin panjang ketika setelah rekrutmen manuver.
Interval QT normal pada anak babi yaitu 0.200-0.300 detik (Richig dan Sleeper
2014), sehingga pada penelitian ini diduga terjadi pemanjangan interval QT
(Gambar 10). Pada penelitian ini, pemanjangan interval QT pada kedua kelompok
diduga akibat induksi obat-obatan anastesi yang digunakan selama penelitian
berlangsung dan abnormalitas elektrolit seperti hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Penyebab hipokalsemia adalah adanya perubahan distribusi seperti
ketidakseimbangan asam-basa dan hipoalbuminemia (Thrall et al. 2004). Proses
kumbah paru yang menyebabkan cedera paru akut dapat menyebabkan
hipoalbunemia. Hipoalbunemia disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
membran selama fase akut cedera paru sehingga masuknya cairan edema kaya
protein ke ruang alveolar (Johnson dan Matthay 2010).
15
Segmen ST
Segmen ST merupakan garis lurus (isoelektrik) akhir kompleks QRS
dengan bagian awal gelombang T. Segmen ST menunjukkan ukuran waktu antara
akhir depolarisasi ventrikel sampai pada mulainya repolarisasi ventrikel. Kelainan
pada segmen ST merupakan kunci indikator terjadinya iskemik miokard, infark
dan nekrosis atau hipotermia apabila terjadi peningkatan (elevasi) atau penurunan
(depresi) segmen ST. Menurut O’Keefe et al. (2008) dan Thaler (2009), elevasi
adalah defleksi positif garis segmen ST dari baseline, sedangkan depresi adalah
defleksi negatif garis segmen ST dari baseline kertas rekaman EKG. Elevasi
segmen ST dapat disebabkan oleh terjadinya perikarditis akut, hipotermia,
hiperkalemia, cardiomyopathy, BBB (kiri dan kanan), hipertrofi ventrikel kiri,
repolarisasi dini dan aneurisme ventrikel kiri. Pada anjing, elevasi segmen ST
disebabkan oleh hipoksia miokardial, infark miokardial transmural dan efusi
perikardial. Depresi segmen ST disebabkan oleh BBB, hipertrofi ventrikel kiri,
efek digitalis, takikardia dan metabolisme (Brady 2006).
Tabel 7 Rata-rata segmen ST (mV)
Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.1946 ± 0.0523ax
0.1702 ± 0.0435ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.2614 ± 0.0629ax
0.2044 ± 0.1387ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 11 Rekaman elevasi segmen ST pada kelompok RBp
Pada kelompok RB dan RBp tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05)
rata-rata segmen ST akibat perlakuan yang diberikan (Tabel 7). Namun pada
kertas rekaman EKG (Gambar 11) menunjukkan terjadinya elevasi segmen ST.
Elevasi segmen ST ditemukan pada satu ekor anak babi RB sebelum kumbah
sehingga prevalensinya sebesar 20.00%. Kejadian elevasi segmen ST diduga
akibat hipotermia, hiperkalemia dan repolarisasi dini.
16
Gelombang T
Gelombang T pada rekaman gambar EKG terjadi karena repolarisasi
ventrikel setelah kontraksi. Gelombang T berbentuk panjang tetapi voltasenya
rendah. Kepentingan gelombang T antara lain untuk menandakan adanya iskemik,
infark, kelainan elektrolit dan lain-lain (Widjaja 1990). Dalam keadaan normal,
gelombang T agak asimetris dan melengkung ke atas. Hiperkalium akan
meninggikan dan mempertajam puncak gelombang T (Sari 2005).
Tabel 8 Rata-rata gelombang T
Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 0.0674 ± 0.0132ax
0.0730 ± 0.0131ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 0.0854 ± 0.0479ax
0.1214 ± 0.0529ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 12 Rekaman depresi gelombang T pada kelompok RBp
Rata-rata nilai gelombang T pada kelompok RB dan RBp tidak
menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05) (Tabel 8). Pada rekaman EKG (Gambar
12) dari empat anak babi kelompok RBp ditemukan beberapa gelombang yang
berbentuk negatif atau melengkung ke bawah, yaitu dengan prevalensi sebesar
80.00%. Namun, secara normal gelombang T pada anak babi dapat berbentuk
positif dan negatif (Richig dan Sleeper 2014).
Frekuensi Jantung
Denyut jantung diatur oleh sistem syaraf otonom pada nodus sinoatrial
(SA). Elektrokardiografi dapat menghitung frekuensi jantung melalui sinyal EKG
atau menggunakan persamaan interval RR yang dihasilkan pada rekaman EKG
(Gambar 13). Menurut Abedin dan Conner (2008), interval RR adalah jarak antara
gelombang R dengan gelombang R lainnya yang berdekatan, terukur dalam satuan
waktu (detik) dan digunakan untuk mengindikasi ventricular rate. Rata-rata
frekuensi jantung pada kelompok RB dan RBp tidak berbeda nyata (p>0.05) (tabel
9). Menurut Richig dan Sleeper (2014), rata-rata frekuensi jantung normal anak
babi adalah 70-140 per menit, sehingga frekuensi jantung babi pada penelitian ini
masih dalam batas normal.
17
Tabel 9 Rata-rata frekuensi jantung
Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan
RB RBp
Sebelum kumbah 111.56 ± 22.0024ax
127.33 ± 18.2583ax
Setelah kumbah dan rekrutmen 103.87± 28.2419ax
93.38 ± 32.6469ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) dalam kelompok perlakuan.
Gambar 13 Rekaman frekuensi jantung pada EKG
KESIMPULAN
Pada rekaman EKG, kelompok RB menunjukkan amplitudo berbentuk
bifasik dengan prevalensi 20.00%. Rekrutmen manuver yang dilakukan setelah
kumbah hanya menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap amplitudo P.
Pada kelompok RB setelah rekrutmen terjadi peningkatan nilai amplitudo P
diduga disebabkan oleh edema pulmonum yang mengakibatkan dilatasi atrium
kanan dan kegagalan jantung kiri.
SARAN
Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut menggunakan anak babi dengan
bobot dan jenis kelamin yang seragam. Penelitian disarankan untuk menggunakan
anak babi yang lebih banyak. Selain itu, disarankan untuk menggunakan hewan
coba jenis lain selain babi.
DAFTAR PUSTAKA
Abedin Z, Conner R. 2008. ECG Intrepretation the Self-Assessment Approach.
Iowa (UK): Blackwell Publ.
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals.
First edition. Blackwell Publ.
18
Anatriera RA. 2009. Aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus yang
diinduksi hipoksia hipobarik akut berulang. [skripsi]. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Bharati S, Levine M, Huang SK, Handler B, Parr GV, Bauernfeind, Lev M. 1991.
The conduction system of the swine heart. Chest. 100(1): 207-12.
Brady WJ. 2006. ST segment and T wave abnormalities not caused by acute
coronary syndromes. Emerg Med Clin North Am. 24: 91-111.
Conville T, Bassert J. 2002. Clinical Anatomy and Physiology. Philadelphia (US):
Saunders.
Djojodibroto RD. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta (ID):
Kedokteran EGC.
Esteban A, Anzueto A, Alia I. 2000. How is mechanical ventilation employed in
the intensive care unit? an international utilization review. Am J Respir Crit
Care Med. 161:1450-8.
Goh AYT, Chan PWK, Lum LCS, Roziah M. 1998. Incidence of acute respiratory
distress syndrome: a comparison of two definitions. Archieves of Disease in
Childhood. 79: 256-9.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-7.
Philadelphia (US): Saunders.
Haryati RAD. 2010. Profil Elektrokardiogram Pada Domba Lokal (Ovis Aries)
Setelah Penanaman Implan Semen Tulang Hidroksiapatit-Kitosan dan
Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat Pada Tulang Tibia. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Johnson ER, Matthay MA. 2010. Acute lung injury: epidemiology, pathogenesis,
and treatment. J Aerosol Med Pulm Drug Deliv. 23(4): 243-252.
Kabo P. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner Kesaksian
Seorang Ahli jantung dan Ahli Obat. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Kisara A, Mohamad SH, Uripno B. 2012. Heparin intravena terhadap rasio PF
pada pasien acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome
(ARDS). JAI. 4(3): 135-144.
Laycock H, Rajah A. 2010. Acute lung injury and acute respiratory distress
syndrome: a review article. Bjmp. 3(2).
Mahajan. 2005. Acute lung injury: options to improve oxygenation. Contin Educ
Anaesth Crit Care Pain. 5(2): 52-55.
Martin MWS. 2007. Small Animal ECGs: An Introductory Guide. Ed ke-2. UK:
Blackwell Pub.
McGill. 2013. Electrocardiography [internet]. [diunduh 2013 Jan 23]. Tersedia
pada: http://www.medicine.mcgill.ca/physio/vlab/cardio/introecg.htm.
Faiz O, Moffat D. 2004. At A Glance Anatomi. Jakarta (ID): Erlangga.
Mozkovitz JB, Bryan DH, Joseph PM, Amal M, William JD. 2013.
Electrocardiographic implications of the prolonged QT interval. Am J
Emerg Med. 31: 866-871.
Nelson RW, Couto CG. 1998. Small Animal Internal Medicine. Ed ke-2.
Philadelphia (US): Mosby.
O’Keefe JH, Hammill SC, Freed MS, Pogwidz SM. 2008. The Complete Guide to
ECG’s A Comprehensive Study Guide to Improve ECG Intrepretation
Skills. Ed ke-3. Michigan (US): Physicians Pr.
19
Richig JW, Sleeper MM. 2014. Electrocardiography of Laboratory Animals. San
Diego (US): Elsevier.
Ronny S, Fatimah S. 2010. Fisiologi Kardiovaskuler: Berbasis Masalah
Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.
Rubenfeld GD, Caldwell E, Peabody E, Weaver J, Martin DP, Neff M, Stern EJ,
Hudson LD. 2005. Incidence and Outcomes of Acute Lung Injury. N Engl J
Med. 353: 1553-64.
Sarget T, Talmor D. 2009. Targetting Transpulmonary Pressure To Prevent
Ventilator Induced Lung Injury. Minerva anastesiol. 75293-9.
Sari SI. 2005. Nilai diagnostik beberapa kriteria hipertrofi ventrikel kiri secara
elektrokardiografik pada penderita hipertensi dibanding dengan
ekokardiografi. [tesis]. Semarang (ID): Undip.
Sastradipraja D, Sri HSS, Reviany W, Tonny U, Achmad M, Hamdani N, Regina
S, Razak H. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): IPB.
Shirley AJ. 2007. ECG Success: Exercise In ECG Intrepretation. Philadelphia
(US): FA David Company.
Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta (ID): EGC.
Smith AC, Swindle MM. 2006. Preparation of swine for the laboratory. Ilar J.
47(4): 358-363.
Susanto YS, Fitrie RS. 2012. Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada acute
respiratory distress syndrome (ARDS). J Resp Ind. 32(1): 44-52.
Thaler MS. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran.
Thrall MA, Baker DC, Campbell TW, De Nicola D, Fettman MJ, Lassen ED,
Rebar A, Weiser G. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry.
Philadelphia (US): Lippincot Williams dan Wilkins.
Vogler J, Breithardt G, Eckaerdt L. 2012. Bradyarrythmias and Conduction
Blocks. Rev Esp Cardiol. 65(7): 656-67.
Widjaja S. 1990. Segi Praktik EKG. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pekanbaru, Riau pada tanggal 31 Agustus 1992 dari Ayah
yang bernama Dedih Hermawan dan Ibu bernama Sri Mulyati. Penulis merupakan
putri kedua dari dua bersaudara. Penulis pernah bersekolah di SDN 019
Pekanbaru, SMPN 4 Pekanbaru, lulus dari SMAN 8 Pekanbaru tahun 2010 dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) di Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan penulis bergabung dalam beberapa
organisasi. Adapun organisasi yang diikuti yaitu Ikatan Kelompok Pelajar
Mahasiswa Riau sebagai anggota (2010-sekarang), Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Hewan (BEM FKH) Kabinet Veternity sebagai anggota
PPSDM (2011-2012), Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik-Eksotik sebagai bendahara divisi pendidikan (2012-2013) dan
mengikuti magang profesi serta beberapa kepanitiaan kegiatan kampus FKH IPB.