GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan...
Transcript of GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan...
GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN
PENYAKIT DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
KAMELIA WIJAYANTI
J210160071
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
ii
iii
1
GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN PENYAKIT
DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MOJOLABAN SUKOHARJO
Abstrak
Meningkatnya populasi lansia di Indonesia kini menjadi perhatian banyak pihak.
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia salah satunya adalah diabetes
melitus. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang membutuhkan
waktu lama dalam pengelolaan dan penatalaksanaannya, sehingga dibutuhkan
adanya perubahan perilaku pada penderitanya. Salah satu faktor yang dibutuhkan
untuk mencapai perubah perilaku pada lansia diabetes melitus adalah efikasi diri.
Efikasi diri pada lansia dengan diabetes melitus berfokus pada kemampuan lansia
dalam mengelola, memodifikasi, dan merencanakan perilaku agar dapat
mengontrol kadar gula darahnya dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat efikasi diri pada lansia dengan penyakit diabetes melitus di
wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Jumlah sampel
sebanyak 83 responden dengan teknik pengambilan sampel proportional random
sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner Diabetes Management Self-
Efficacy (DMSES). Analisa data menggunakan analisa univariat. Hasil dari
penelitian ini menyatakan bahwa lansia dengan penyakit diabetes melitus di
wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo mayoritas berusia 60 – 65 tahun,
berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan SD, status pernikahan menikah,
tidak bekerja, dan lama menderita diabetes melitus 1 – 5 tahun. Tingkat efikasi
diri pada lansia dengan penyakit diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas
Mojolaban Sukoharjo mayoritas baik
Kata Kunci : Lansia, Diabetes Melitus, Efikasi Diri
Abstract
The increasing population of the elderly in Indonesia now be a concern of many
parties. Health problems that often occur in the elderly one of which is diabetes
mellitus. Diabetes mellitus is a non-communicable disease that needs a long time
in management, so it needs to change the behaviour of sufferer. One of the
factors to achieve behavior change in elderly with diabetes mellitus is self-
efficacy. Self-efficacy in the elderly with diabetes mellitus has focuses on the
ability of the elderly to manage, modify, and plan behavior, so they can properly
to control their blood sugar levels. This study has a purpose to determine the level
of self-efficacy in the elderly with diabetes mellitus in the working area of
Mojolaban Public Health Center in Sukoharjo. This research is a quantitative
study and using descriptive methods. The number of samples was 83 respondents
with proportional random sampling technique. Retrieval of data using the
Diabetes Management Self-Efficacy questionnaire (DMSES). Data analysis uses
univariate analysis. The results of this study stated that the majority of elderly
with diabetes mellitus in the working area of Mojolaban Public Health Center in
Sukoharjo were mostly 60-65 years old, female sex, elementary school education,
marital status is marriage, not working, and had diabetes mellitus for 1 - 5 years.
2
The level of self-efficacy in the elderly with diabetes mellitus in the working area
of the Mojolaban Public Health Center in Sukoharjo majority is good
Keywords : Elderly, Diabetes Mellitus, Self Efficacy
1. PENDAHULUAN
Di Indonesia saat ini populasi lansia mengalami peningkat di setiap tahunnya
sehingga menjadi perhatian banyak pihak (Kemenkes, 2019). Lansia menurut
UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang
yang memiliki usia 60 tahun keatas. Lansia beresiko mengalami penurunan
fungsi fisiologis yang disebabkan oleh proses penuaan (Rumahorbo, 2014).
Keadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia
salah satunya adalah diabetes melitus (DM) (Kemenkes, 2013).
Prevalensi penyakit DM diseluruh dunia mengalami peningkatan,
yang awalnya 108 jiwa pada tahun 1980 menjadi 422 juta jiwa pada tahun
2014 (WHO, 2018). Di Indonesia sendiri prevalensi DM yang awalnya 8,4
juta jiwa diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun
2020. Tingginya prevalensi DM di Indonesia menjadikan Indonesia peringkat
ke empat dunia untuk penyakit DM terbanyak (Damayanti, 2017).
Menurut Kurniawan (2010), lansia adalah populasi yang rentan
terserang pennyakit DM. Hal tersebut dikarenakan lansia rentan terkena
obesitas karena penurunan aktivitas fisik selain itu lansia rentan mengalami
gangguan metabolisme karbohidrat, penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi urine) sehingga memicu
terjadinya penyakit DM (Fatimah, 2015). Kekurangan vitamin D yang sering
terjadi pada lansia juga memicu terjadinya penyakit DM pada lansia (Chentli,
Azzoug & Mahgoun, 2015).
Dalam mengelola penyakit DM dibutuhkan waktu yang cukup lama
sehingga dibutuhkan adanya perubahan perilaku dari penderita. Salah satu
faktor yang dapat memebri perubahan pada perilaku adalah efikasi diri
(Rahman & Sukmarini, 2017). Efikasi diri adalah keyakinan atas kemampuan
dalam melakukan dan mengatur tugas tertentu yang dibutuhkan untuk
3
mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan (Ramadhani, MM & Hadi,
2016). Sumber dari efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu,
persuasi sosial, pengalaman orang lain serta kondisi fisik dan emosional
seseorang (Feist, Feist & Roberts 2017).
Efikasi diri pada lansia dengan penyakit DM berfokus pada
kemampuan untuk mengelola, memodifikasi, dan merencanakan perilaku
sehingga lansia mampu mengendalikan kadar gula darahnya (Nurhayani,
2019). Sehingga dengan adanya efikasi diri yang baik lansia dengan penyakit
DM akan lebih percaya diri dalam menghadapi penyakitnya (Damayanti,
2017)
2. METODE
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian
deksirptif survei. Metode penelitian deskriptif survei adalah metode
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek
sesuai dengan fakta yang terdapat atau terjadi pada suatu wilayah. Data yang
telah terkumpul akan diklasifikasikan berdasarkan jenis, sifat serta
kondisinya. Setelah data terkumpul secara lengkap maka data akan
disimpulkan (Arikunto, 2013).
Populasi adalah sebuah kelompok yang menarik peneliti, dimana
peneliti menjadikan kelompok tersebut sebagai objek untuk
menggeneralisasikan hasil dari penelitiannya (Winarni, 2018). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh lansia dengan penyakit DM di wilayah kerja
puskesmas Mojolaban Sukoharjo dengan jumlah 491 orang (Periode Januari-
Agustus 2019). Sampel adalah suatu bagian daripada suatu populasi. Sampel
dapat dikatakan sebagai sembarang himpunan sebagai suatu bagian dari suatu
populasi (Winarni, 2018). Sampel pada penelitian ini berjumlah 83 responden
dan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Proportional Random
Sampling.
Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah kuesioner efikasi
diri untuk penderita diabetes melitus atau bisa disebut dengan Diabetes
4
Management Self Efficacy Scale (DMSES), kuesioner tersebut terdiri 15
pertanyaan. Peneliti mengadopsi instrument tersebut dari penelitian Ariani
(2011). Instrumen tersebut telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Ariani
(2011), dengan nilai Cronbach alpha 0,840 dan r = 0,362, Ramadhani, MM
& Hadi (2016), dengan nilai Cronbach alpha 0,850. Menurut penelitian
Katuuk & Kallo (2019), dengan nilai Cronbach alpha 0,904 dan nilai r =
0,206-0,751 selain itu, kuesioner DMSES juga telah diuji validitas dan
realibilitas di kota Semarang oleh Sejati (2017) dengan nilai Cronbach alpha
= 0,921 dan nilai r = 0,3. Jenis analisa data yang digunakan adalah analisa
univariat. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode statistika
deskriptif dan disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Berikut ini adalah karakteristik responden lansia dengan penyakit DM di
wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo meliputi usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan dan lama
menderita diabetes.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Usia
a. 60-65 45 54.2 %
b. 66-70 25 30.1 %
c. 71-75 10 12.0 %
d. 76-80 3 3.6 %
Jenis Kelamin
a. Laki – Laki 20 24.1 %
b. Perempuan 63 75.9 %
Tingkat Pendidikan
a. Tidak Sekolah 19 22.9 %
b. SD 31 37.3 %
c. SMP 14 16.9 %
d. SMA 12 14.5 %
e. Perguruan Tinggi 7 8.4 %
Pekerjaan
a. Tidak Bekerja 38 45.8 %
5
b. Petani 19 22.9 %
c. Pensiunan PNS / TNI /
POLRI 3 3.6 %
d. Swasta 6 7.2 %
e. Wirausaha 17 20.5 %
Status Pernikahan
a. Tidak Menikah 2 2.4 %
b. Janda / Duda 15 18.1 %
c. Menikah 66 79.5 %
Lama Menderita
a. 1-5 Tahun 54 65.1 %
b. 6-10 Tahun 21 25.3 %
c. 11-15 Tahun 3 3.6 %
d. 16-20 Tahun 4 4.8 %
e. > 20 Tahun 1 1.2 %
Karakteristik responden berdasarkan usia mayoritas berusia 60 –
65 tahun. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Chentli, Azzoug &
Mahgoun (2015), dimana pada usia 60 – 65 tahun penyakit DM
menjadi masalah kesehatan yang mengkhawatirkan. Hal tersebut
dikarenakan pada usia 60 – 65 tahun fungsi tubuh seseorang mengalami
penurunan karena proses penuaan (Rumahorbo, 2014). Keadaan
tersebut menyebabkan lansia rentang terkena obesitas karena penurunan
aktivitas fisik yang dapat memicu terjadinya penyakit DM. Secara
fisiologis lansia rentan mengalami gangguan metabolik yang
diakibatkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan
atau ganguan fungsi insulin (resistensi urine) pada tubuhnya, selain itu
metabolisme karbohidrat pada lansia sehingga dapat memicu penyakit
DM (Fatimah, 2015). Adanya kekurangan vitamin D yang sering terjadi
pada lansia dapat memicu terjadinya penyakit DM pada lansia (Chentli,
Azzoug & Mahgoun, 2015).
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas
berjenis kelamin perempuan. Hasil tersebut sejalan dengan Kemenkes
(2013), jumlah lansia berdasarkan jenis kelamin di Indonesia mayoritas
berjenis kelamin perempuan. Menurut Dinkes Jateng (2018), komposisi
lansia di Jawa Tengah lebih banyak berjeneis kelamin perempuan
6
dibandingkan laki – laki. Menurut Fatimah (2015), prevalensi DM pada
perempuan lebih tinggi karena perempuan secara fisik memiliki
peluang peningkatan indeks masa tubuh (IMT) yang lebih besar.
Menurut Allorerung, Sekeon & Joseph (2016), prevalensi DM pada
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki disebabkan oleh faktor
kehamilan, karena kehamilan adalah salah satu faktor resiko untuk
terjadinya penyakit DM.
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas
memiliki tingkat pendidikan terakhir SD yang tergolong tingkat
pendidikan yang rendah. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian
kemenkes (2013), dimana mayoritas penduduk lansia di Indonesia
memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Lansia dengan tingkat
pendidikan terakhir SD menempati peringkat ketiga tertinggi. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian Damayanti (2015), semakin tinggi
tingkat pendidikan maka resiko untuk terkena DM semakin rendah
begitu pula sebaliknya. Hal tersebut karena tingkat pendidikan yang
tinggi akan memiliki lebih banyak pengetahuan mengenai kesehatan
dibandingakn dengan tingkat pendidikan terakhir rendah. Dengan
pengetahuan tersebut seseorang akan lebih sadar dalam menjaga
kondisi kesehatannya.
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan mayoritas
responden tidak bekerja. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Nur,
Wilya & Ramadhan (2016), seseorang yang kurang melakukan aktivitas
fisik seperti tidak bekerja dan tidak berolahraga maka memiliki resiko
kadar glukosa darah sulit terkontrol, hal tersebut dikarenakan makanan
yang dikonsumsi tidak diolah dengan baik oleh tubuh sehingga
tertimbun menjadi lemak dan gula dalam tubuh. Hasil tersebut tidak
sejalan dengan penelitian Wiastuti, Rondhianto & Widayati (2017),
menurutnya orang yang bekerja memiliki resiko DM lebih tinggi
dibandingkan orang yang tidak bekerja. Seseorang yang memiliki
perekonomian cukup 1,4 kali lebih rentang terkena DM dibandingkan
7
seseorang yang memiliki perekonomian kurang. Hal tersebut terjadi
karena adanya perubahan sosial ekonomi serta selera makan yang
menyebabkan perubahan pola makan yang jauh dari pola makan sehat
dan seimbang sehingga berdampak buruk pada kesehatan tubuh.
Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan mayoritas
responden berstatus menikah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitin
Yanto & Setyawati (2017), dimana penderita DM didominasi dengan
status pernikahan menikah. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya
keterkaitan usia dengan penyakit DM. Diusia 40 tahun keatas manusia
akan mengalami penurunan fungsi fisiologis yang cukup drastis.
Keadaan tersebut dapat memicu terjadinya penyakit DM. Terutama
pada usia ≥ 45 tahun seseorang berisiko mengalami intoleransi glukosa
pada tubuhnya sehingga mengalami penurunan kemampuan sel β
pankreas dalam memproduksi insulin dan dapat menyebabkan
metabolisme glukosa dalam tubuh terganggu.
Karakteristik responden berdasarkan lama menderita mayoritas
pada rentang 1 – 5 tahun. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian
Chaidir, Wahyuni & Furkhani (2017), lama responden menderita DM
paling banyak < 10 tahun, hal tersebut disebabkan karena seseorang
jarang menyadari jika ada tanda gejala DM pada dirinya, serta
membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri terhadap penyakit yang
dideritanya.Semakin lama seseorang menderita DM maka seseorang
beresiko mengalami komplikasi lanjutan baik akut maupun kronis
(Purwanti, 2013).
8
3.2 Efikasi Diri
Berikut adalah hasil dari analisa data univariat efikasi diri responden
lansia dengan penyakit DM dalam bentuk frekuensi dan presentase.
Tabel 2 Efikasi Diri Responden
Efikasi Diri Responden Frekuensi Persentase (%)
Baik 49 59.0
Kurang Baik 34 41.0
Total 83 100.0
Dari tabel 2 didapatkan hasil bahwa mayoritas efikasi diri pada lansia
dengan penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo
yaitu baik. Efikasi diri responden dapat dikatakan baik apabila responden
mampu memeriksa kadar glukosa darahnya secara mandiri, mampu
memeriksa keadaan kakinya secara mandiri, mampu melakukan diet DM
dengan baik, mampu melakukan olahraga sesuai dengan anjuran dari
dokter serta mampu mentaati pengobatan penyakit DM yang dianjurkan.
Menurut peneliti efikasi diri pada responden mayoritas baik disebabkan
oleh beberapa faktor seperti usia , jenis kelamin, status pernikahan dan
pekerjaan.
Salah satu faktor menurut pernyataan diatas yang membuat efikasi diri
responden mayoritas baik adalah usia. Mayoritas responden memiliki usia
dengan rentang 60 – 65 tahun dengan jumlah 45 responden (54,2 %),
rentang usia tersebut adalah rentang usia paling muda. Penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian Wantiyah, Sitorus dan Gayatri (2010), pasien
yang lebih tua akan memiliki keyakinan yang lebih baik dalam mengelola
dan melakukan perawatan terhadap penyakitnya. Pernyataan diatas sejalan
dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti (2014), rentang usia 40 – 65
adalah usia keberhasilan, dimana seseorang dapat secara maksimal
membimbing diri sendiri, menilai diri sendiri dan dapat mendapat
pengaruh yang maksimal.
9
Faktor lain yang membuat efikasi diri responden mayoritas baik
adalah jenis kelamin, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan
dengan jumlah 63 responden (75,9 %). Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Ariani (2011), menurutnya mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan dan memiliki efikasi diri yang baik. Hal tersebut juga
sejalan dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti (2014), menurutnya
perempuan memiliki efikasi diri yang lebih baik dibandingkan dengan laki
– laki karena perempuan lebih patuh dalam mengontrol dan melakukan
perawatan pada penyakitnya. Mekanisme koping perempuan dalam
menghadapi masalah juga lebih baik dibandingkan dengan laki – laki. Hal
tersebutlah yang menyebabkan efikasi diri perempuan lebih baik
dibandingkan dengan efikasi diri laki – laki. Hasil dari penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian Mystakidou et al (2010), menurutnya laki –
laki memiliki efikasi diri yang lebih baik dibandingkan dengan
perempuan.
Faktor lain yang menyebabkan efikasi diri responden mayoritas baik
adalah pekerjaan responden. Mayoritas responden sudah tidak berkerja
dengan jumlah 38 responden (45,8 %) . Hasil penelitian ini tidak sejelan
dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti (2014), dimana seseorang yang
memiliki pekerjaan akan memiliki efikasi diri yang lebih baik
dibandingkan dengan seseorang yang tidak bekerja, karena seorang
pekerja akan memiliki kepercayaan diri dan kemampuan yang lebih baik
dalam mengontrol dan melakukan perawatan terhadap penyakitnya. Hal
tersebut juga tidak sejalan dengan penelitian Wantiyah, Sitorus & Gayatri
(2010), menurutnya pekerjaan ialah salah satu faktor yang cukup
signifikan yang dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang. Seseorang
yang memiliki pekerjaan akan memiliki efikasi diri yang lebih baik
dibanding dengan seseorang yang tidak bekerja. Hal tersebut dikarenakan
seseorang yang bekerja akan memiliki kemampuan dan kepercayaan diri
yang lebih baik untuk mengatasi masalah kesehatanya. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Ariani (2011), menurutnya responden yang tidak
10
bekerja akan memiliki efikasi diri yang lebih baik, karena seseorang yang
berkerja kemungkinan memiliki kegiatan yang cukup padat serta
mengalami stress akibat tuntutan pekerjaan, sehingga tidak cukup waktu
untuk memperhatikan kondisi kesehatannya dan mengelola penyakitnya
sehingga dapat berpengaruh pada efikasi dirinya. Seseorang yang tidak
memiliki pekerjaan akan memiliki waktu yang cukup untuk lebih
memperhatikan kondisi kesehatannya dan mengelola penyakitnya sehingga
dapat meningkatkan efikasi dirinya.
Faktor yang mempengaruhi efikasi diri pada lansia dengan penyakit
DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo mayoritas baik
adalah status pernikahan. Mayoritas responden memiliki status pernikahan
menikah dengan jumlah 66 responden (79,5 %). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Wahyuni & Dewi (2018), status pernikahan
memiliki hubungan dengan efikasi diri, karena adanya pasangan
merupakan salah satu bentuk dukungan dari keluarga yang mampu
meningkatkan efikasi diri seseorang. Menurut penelitian Setyoadi &
Kardinasari (2018), status pernikahan dapat menguntungkan kondisi
seseorang dikarenakan dengan adanya pasangan, seseorang yang sakit
dapat mendapatkan perhatian dan perawatan dari pasanganya.
Menurut penelitian Wahyuni & Rezkiki (2015), dengan adanya
pasangan maka seseorang akan mendapat dukungan berupa perawatan dan
perhatian dari pasangan sehingga mampu berpengaruh terhadap proses
penyembuhan penyakit. Menurut penelitian Lingga (2013), dukungan
keluarga terutama pasangan merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan efikasi diri dikarenakan dapat menyebakan pasien
memiliki semangat yang lebih, sehingga akan dapat lebih yakin dalam
mengelola penyakitnya dan akan memiliki efikasi diri yang lebih baik.
Berdasarkan hasil analisa data dari tabel 3.2 pada lansia dengan
penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo
didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki efikasi diri kurang baik
lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan efikasi diri yang baik.
11
Efikasi diri responden dapat dikatakan kurang baik apabila responden
tidak mampu memeriksa kadar glukosa darahnya secara mandiri, tidak
mampu memeriksa keadaan kakinya secara mandiri, tidak mampu
melakukan diet DM dengan baik, tidak mampu melakukan olahraga sesuai
dengan anjuran dari dokter serta tidak mampu mentaati pengobatan
penyakit DM yang dianjurkan.
Menurut peneliti faktor yang menyebabkan efikasi diri responden
kurang baik adalah tingkat pendidikan responden dan lama menderita DM.
Faktor tersebut pula yang membuat perbedaan jumlah antara efikasi diri
responden yang baik dan kurang baik tidak terlalu signifikan.
Menurut pernyataan diatas salah satu faktor yang mempengaruhi
efikasi diri lansia dengan penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas
Mojolaban Sukoharjo menjadi kurang baik adalah tingkat pendidikan
dikarenakan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SD yang
masih tergolong rendah sebanyak 31 responden (37,3 %) . Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Wu et al (2008), seseorang yang memiliki
tingkatan pendidikan tinggi akan memiliki efikasi diri dan perilaku
perawatan diri yang lebih baik. Menurut Ariani (2011), seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah dalam menangkap
dan mencerna informasi sehingga dapat lebih baik dalam mengkontrol dan
melakukan perawatan pada penyakitnya sehingga dapat meningkatkan
efikasi dirinya. Menurut Stipanovic (2003), tingkat pendidikan seseorang
merupakan faktor yang penting pada pasien DM untuk mengelola dan
mengontrol gula darahnya. Menurut Wiastuti, Rondhianto & Widayati
(2017), tingkat pendidikan seseorang memiliki pengaruh pada proses
berpikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
seseorang akan semakin mudah berpikir secara rasional, menangkap
informasi dan menganalisis suatu masalah sehingga dapat mempermudah
seseorang dalam menguraikan suatu masalah.
Faktor lain yang mempengaruhi efikasi diri pada lansia dengan
penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo menjadi
12
kurang baik adalah lama menderita DM. Mayoritas responden penelitian
menderita DM selama 1-5 tahun dengan jumlah 54 responden (65,1 %).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti
(2014), Seiring berjalannya waktu seseorang menghadapi suatu penyakit
maka semakin baik pula seseorang mengelola penyakitnya, sehingga
semakin baik pula efikasi diri seseorang. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wu et al (2008), penderita DM dengan lama menderita
≥ 11 tahun memiliki efikasi diri yang lebih baik dibandingkan penderita
DM yang menderita DM < 10 tahun. Hal tersebut dikarenakan semakin
lama seseorang menderita suatu penyakit maka semakin berpengalaman
seseorang dalam mengelola penyakitnya dan semakin baik pula koping
dalam menghadapi penyakitnya. Sehingga mampu meningkatkan efikasi
dirinya.
4. PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
lansia dengan penyakit diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas
Mojolaban Sukoharjo mayoritas memiliki usia pada rentang 60 – 65 tahun,
berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan SD, status pernikahan
menikah, tidak bekerja, lama menderita diabetes melitus 1-5 tahun. Tingkat
efikasi diri lansia dengan penyakit diabetes melitus di wilayah kerja
Puskesmas Mojolaban Sukoharjo mayoritas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D. L., Sekeon, S. A., & Joseph, W. B. (2016). Hubungan antara
Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado Tahun 2016.
Kesehatan Masyarakat
Arikunto, Suharsini. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Ariani, Y. (2011). Hubungan Antara Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien DM
Tipe 2 dalam Konteks Asuhan. Jakarta : Universitas Indonesia
Chaidir, R., Wahyuni, A. S & Furkhani, D. W. (2017). Hubungan Self Care
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus. Jurnal Endurance : Kajian
13
Ilmiah Problema Kesehatan, 2(2), 132-144. Retrieved from
https://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/view/1357,
diakses pada 20 Februari 2020
Chentli, F., Azzoug, S., & Mahgoun, S. (2015). Diabetes mellitus in elderly.
Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, 19(6), 744–752.
https://doi.org/10.4103/2230-8210.167553, diakses pada 19 November 2019
Damayanti, S. (2017). Efektivitas ( Self-Efficacy Enhancement Intervention
Program ( Seeip ) Terhadap Efikasi Diri Manajemen Diabetes Mellitus Tipe
2. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4,148–153. Retrieved from
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/article/view/104, diakses
pada 11 Oktober 2019
Damayanti S. 2015. Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.
Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018. Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Feist, Jess.,Feist, Gregory J., & Roberts, Tomi-Ann. (2017). Teori
Kepribadian(R.A. Handwitia Dewi Pertiwi, penerjemah).Jakarta: Salemba
Humanika
Fatimah, N.R. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5), 93-101.
Retrieved from
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619,
diakses pada 22 Februari 2020
Katuuk, M.E & Kallo, V.D. (2019). Hubungan Motivasi Dengan Efikasi Diri
Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Umum
GMIM Pancaran Kasih Manado. e - Journal Keperawatan, 7(1), 1-7.
Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/25209/24906,
diakses pada 10 November 2019
Kemenkes. (2019). Indonesia Memasuki periode Aging Population. Retrieved
from https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-
masuki-periode-aging-population.html, diakses pada 27 September 2019
Kemenkes. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Kemenkes
Kurniawan, Indra. (2010). Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. . Journal
of Gerontological Nursing, 20(11), 55–55. https://doi.org/10.3928/0098-
9134-19941101-20, diakses pada 26 September 2019
Lingga L. 2013. All About Stroke: Hidup Sebelum dan Pasca stroke. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Mystakidou, K., Tsilikia., Parpa., Gougut., Theodoriakis. & Vlahos. (2010).
Selfefficacy beliefs and level of anxiety in advanced cancer patient.
14
European Journal of Cancer Care, 19, 205-211. Retrieved from http://
www.ebscohost.com, diakses pada 4 Januari 2020
Nurhayani, Yani. (2019). Gambaran Efikasi Diri pada Pasien Penyakit
Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004, diakses pada 30
September 2019
Nur, A., Wilya, V & Ramadhan R. (2016) Kebiasaan Aktivitas Fisik Pasien
Diabetes Mellitus Terhadap Kadar Gula Darah Di Rumah Sakit Umum dr.
Fauziah Bireuen. Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 3(2), 41-48. Retrieved
from http://202.70.136.138/index.php/sel/article/view/6381/4815, diakses
pada 21 Februari 2020
Ngurah, I.G.K.G & Sukmayanti, M. (2014). Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Politeknik Kesehatan Denpasar
Purwanti, O.S. (2013). Hubungan Faktor Risiko Neuropati Dengan Kejadian
Ulkus Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Rsud Moewardi Surakarta.
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan, 130–134. ISSN: 2338-2694.
Retrieved from
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3403/19.%20OKI.
pdf?sequence=1&isAllowed=y, diakses pada 20 Februari 2020
Rahman, H. F & Sukmarini, L. (2017). Efikasi Diri, Kepatuhan, dan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 ( Self Efficacy, Adherence, and
Quality of Life of Patients with Type 2 Diabetes ). E-Jurnal Pustaka
Kesehatan, 5, 108–113. Retrieved from
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/4059/3172, diakses pada
15 Sepetember 2019
Ramadhani, D. Y., MM, F. A., & Hadi, R. (2016). Dukungan Keluarga dan
Efikasi Karakteristik, Di Diri pada Lanjut Usia Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Kelurahan Padangsari, Semarang. Jurnal Ners Lentera, 4(2), 142–151.
Retrieved from http://jurnal.wima.ac.id/index.php/NERS/article/view/877,
diakses pada 11 Oktober 2019
Rumahorbo, Hotman. (2014). Mencegah Diabetes Melitus dengan Perubahan
Gaya Hidup. Bogor: In Media
Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang kesejahteraan lansia. Jakarta:
Sekretariat Negara
Setyoadi, Nasution TH & Kardinasari A. (2018). Family Support In Improving
Independence Of Stroke Patiens. Jurnal Ilmu Keperawatan. 6 (1). Retrieved
from https://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/view/175, diakses pada 5
Januari 2020
Sejati, A. P. R. (2017). Hubungan Efikasi Diri dan Problem Focused Coping
(PFC) dengan Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
15
Semarang: Unika Soegijapranata. Retrieved from
http://repository.unika.ac.id/15092/, diakses pada 15 Oktober 2019
Stipanovic, A.R. (2003). The effects of diabetes education on self-efficacy and self
care. Retrieved from http://proquest.umi.com/pqdweb, diakses pada 4
Januari 2020
Wahyuni, S & Dewi, C. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efikasi
Diri Pasien Paca Stroke: Studi Cross Sectional di RSUD Gambiran Kediri.
Jurnal Wiyata, 5(2), 86-92. Retrieved From
http://www.ojs.iik.ac.id/index.php/wiyata/article/view/214/127, diakses
pada 5 Januari 2020
WHO. (2018). Noncommunicable Diseases Country Profiles 2018. In World
Health Organization. https://doi.org/16/j.jad.2010.09.007, diakses pada 11
November 2019
Wahyuni, A & Rezkiki F. 2015. Pemberdayaan Dan Efikasi Diri Pasien Penyakit
Jantung Koroner Melalui Edukasi Kesehatan Terstruktur. Jurnal Ipteks
Terapan, 9, 28-39. ISSN: 1979-9292/ E-ISSN: 2460-5611
Wantiyah, Sitorus, R., Gayatri, D. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi
efikasi diri pasien penyakit jantung koroner dalam konteks asuhan
keperawatan di RSUD dr. soebandi jember. Depok: FIK UI
Winarni, Endang widi. (2018). Teori dan Praktik Penelitian Kuantitatif kualitatif.
Jakarta: Bumi Aksara
Wiastuti, S.M., Rondhianto & Widayati, N. (2017). Pengaruh Diabetes Self
Management Education and Support (DSME/S) Terhadap Stres Pada Pasien
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang
Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(2), 260-275. Retrieved
From https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/5784/4293,
diakses pada 15 Februari 2020
Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H., McDowell, J., Shortridge-Baggett, L.M
& Chang, P.J. (2008). Self-efficacy, outcome expectation and self care
behavior in people with type diabetes in taiwan. Jurnal of Nursing Studies,
45(4), 534-542. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2006.08.020, diakses pada
5 Januari 2020
Yanto, A & Setyawati, D. (2017). Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Kota Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang