Gambar 3.19. Prosedur Pengajuan Ijin Operasional Kapal...
Transcript of Gambar 3.19. Prosedur Pengajuan Ijin Operasional Kapal...
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1. Pola Pikir Penelitian ........................................................... II-4
Gambar 2.2. Tahapan Kegiatan................................................................ II-28
Gambar 3.1. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua .................................. III-2
Gambar 3.2. Kapal-kapal Penyeberangan di Lintas Hunimua-Waipirit . III-2
Gambar 3.3. Lampu Suar Di Pelabuhan Hunimua .................................. III-6
Gambar 3.4. Lampu Suar Di Pelabuhan Waipirit ................................... III-6
Gambar 3.5. Dermaga Di Pelabuhan Hunimua ....................................... III-7
Gambar 3.6. Fasilitas Tambat Kapal ....................................................... III-8
Gambar 3.7. Gang Way Penumpang ....................................................... III-8
Gambar 3.8. Jalan Masuk Kendaraan Ke Dalam Kapal .......................... III-9
Gambar 3.9. Jalan Masuk Kendaraan Roda Dua ..................................... III-9
Gambar 3.10. Ruang Tunggu Penumpang dan Loket Pembelian Tiket .... III-10
Gambar 3.11. Tempat Parkir Kendaraan Roda Empat dan Kantor Pengelola
Pelabuhan Di Belakang Kantor Terdapat Mushallah ......... III-10
Gambar 3.12. Pos Jaga Pelabuhan ............................................................. III-11
Gambar 3.13. Suasana Pelabuhan Hunimua ............................................. III-11
Gambar 3.14. Dokumen-dokumen pelaksanaan survey dan pemeliharaan
kapal di lokasi ..................................................................... III-22
Gambar 3.15. Kondisi perairan di Pelabuhan Penyeberangan Kendari .... III-23
Gambar 3.16. Prosedur Kapal Keluar Masuk Pelabuhan Penyeberangan
Kendari ............................................................................... III-24
Gambar 3.17. Situasi DLKr Pelabuhan Penyeberangan Kendari .............. III-24
Gambar 3.18. Situasi DLKp Pelabuhan Penyeberangan Kendari ............. III-25
Gambar 3.19. Prosedur Pengajuan Ijin Operasional Kapal Angkutan
Penyeberangan di Kendari ................................................. III-27
Gambar 3.20. Peralatan dan Dokumen Pengangan Kecelakan di kapal
Penyeberangan di Kendari .................................................. III-28
Gambar 3.21. Peta Lintasan Pelabuhan Lembar–Pelabuhan Padangbai . III-31
Gambar 3.22. Peta layout Pelabuhan Lembar. ......................................... III-32
Gambar 3.23. Peta layout keluar masuk kendaraan Pelabuhan Lembar .. III-33
Gambar 3.24. Para penumpang di ruang tunggu sebelum naik kapal ....... III-36
Gambar 3.25. Jalan menuju kapal penyeberangan di dermaga 2 .............. III-36
Gambar 3.26. Jalan menuju kapal penyeberangan di dermaga 1 ............... III-37
Gambar 3.27. Kios/warung di samping areal perkir kendaraan tunggu .... III-37
Gambar 3.28. Kendaraan Truck sedang antri di tempat parkir ................. III-38
Gambar 3.29. Pengaturan kendaraan di dalam kapal ................................ III-39
Gambar 3.30. Peta penempatan rambu perairan Pelabuhan Lembar ........ III-40
Gambar 3.31. Rambu Suar di Rambu Hijau Lembar ................................ III-41
Gambar 3.32. Rambu Suar ditempatkan di No.5 Alur Lembar ................ III-42
Gambar 3.33. Rambu Suar (Menara Merah) di No. 6 Alur Lembar ......... III-43
Gambar 3.34. Rambu Suar (Silinder Warna Merah) di Tanjung Keramat
(No. 4 Lembar) ................................................................... III-44
Gambar 3.35. Rambu Suar (Kerucut Warna Hijau) di Hijau Lembar ....... III-45
Gambar 3.36. Rambu Suar (Kerucut Warna Hijau) di No.1 Alur
Lembar (Gilimas) ............................................................... III-46
Gambar 3.37. Pelampung Suar di No. 2 Alur Lembar ............................ III-47
Gambar 3.38. Rambu Suar di Bukit Puyan ............................................... III-48
Gambar 3.39. Rambu Suar di Bunutan ...................................................... III-49
Gambar 3.40. Rambu suar yang ditempatkan di Rs. Gili Poh ................... III-50
Gambar 3.41. Rambu Suar yang ditempatkan di Pelabuhan Lembar ....... III-51
Gambar 4.1. Blok Diagram Proses Tindakan Korektif ........................... IV-11
Gambar 4.2. Panduan Perambuan Kapal Memasuki Pelabuhan ............. IV-78
Gambar 4.3. Contoh Dokumen Permohonan Ijin Berlayar Kapal .......... IV-85
Gambar 4.4. Contoh Dokumen Pernyataan Nahkoda untuk
\ Pemberangkatan Kapal Kapal ............................................ IV-87
Gambar 4.5. Contoh Dokumen Cecklist Pemeriksaan Administrasi
Kapal ................................................................................... IV-89
Gambar 4.6. Contoh Dokumen Hasil Pemeriksaan Administrasi Kapal . IV-90
Gambar 4.7. Contoh Dokumen Cekclist Pemeriksaan Fissik Kapal ........ IV-91
Gambar 4.8. Contoh Dokumen Hasil Pemeriksaan Fisik Kapal .............. IV-92
Gambar 4.9. Contoh Dokumen Surat Ijin Berlayar ................................. IV-93
Gambar 4.10. Sistem Perambuan Internasional ........................................ IV-101
Gambar 4.11. Contoh Menara Suar (Mensu) Lighthouse ......................... IV-104
Gambar 4.12. Contoh Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon ..................... IV-109
Gambar 4.13. Contoh Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy ..................... IV-114
Gambar 4.14. Keterangan rambu tanda-tanda Lateral, Terpencil
dan Aman ............................................................................ IV-117
Gambar 4.15. Keterangan rambu tanda-tanda Kardinal dan Khusus ........ IV-118
Gambar 4.16. Ilustrasi Perhitungan Kedalamam Alur Penyeberangan...... IV-121
Gambar 4.17. Ilustrasi Perhitungan Lebar Alur Penyeberangan ............... IV-122
Gambar 4.18. Ilustrasi Perhitungan Ruang Bebas Atas Alur
Penyeberangan .................................................................... IV-124
Gambar 4.19. Contoh Batas-batas DLKr Pelabuhan Penyeberangan
Ketapang ............................................................................. IV-153
Gambar4.20. Contoh Peta DLKr Wilayah Daratan Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang ................................................... IV-155
Gambar 4.21. Contoh Peta DLKr Wilayah Perairan Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang ................................................... IV-156
Gambar 4.22. Diagram Alir Penetapan DLKr Pelabuhan Laut Untuk
Kepentingan Angkutan Penyeberangan ............................. IV-157
Gambar 4.23. Contoh Batas-batas DLKp Pelabuhan Penyeberangan
Ketapang ............................................................................. IV-166
Gambar 4.24. Contoh Peta DLKp Pelabuhan Penyeberangan Ketapang... IV-168
Gambar 4.25. Diagram Alir Penetapan DLKp Pelabuhan Laut untuk
Kepentingan Angkutan Penyeberangan ............................. IV-169
Gambar 4.26. Diagram Alir Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas
Penyeberangan Komersil..................................................... IV-181
Gambar 4.27. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan .......... IV-192
Gambar 4.28. Diagram Alir Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi ... IV-214
Gambar 4.29. Contoh Formulir Persetujuan Penempatan Kapal ............... IV-215
Gambar 4.30. Contoh Formulir Penolakan Persetujuan Penempatan
Kapal.................................................................................... IV-216
Gambar 4.31. Contoh Formulir Persetujuan Penempatan Kapal .............. IV-217
Gambar 4.32. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan .......... IV-228
Gambar 4.33. Diagram Alir Pengurusan Ijin Operasional Kapal............... IV-250
Gambar 4.34. Contoh Formulir Pengurusan Ijin Operasional Kapal ......... IV-251
Gambar 4.35. Contoh Formulir Penolakan Ijin Operasional Kapal ........... IV-252
Gambar 4.36. Contoh Formulir Persetujuan Ijin Operasional Kapal ......... IV-253
Gambar 4.37. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kebakaran Kapal... IV-270
Gambar 4.38. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Tubrukan Kapal..... IV-275
Gambar 4.39. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas ........ IV-280
Gambar 4.40. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam .. IV-284
Gambar 4.41. Diagram Alir Penanganan Orang Jatuh Ke Laut ................. IV-287
Gambar 4.42. Diagram Alir Penanganan Meninggalkan Kapal................. IV-292
Gambar 4.43. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan .......... IV-303
Gambar 4.44. Diagram Alir Penempatan Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Perintis ....................................................... IV-326
Gambar 4.45. Sketsa Resultante Kecepatan Kapal, Arus dan Angin......... IV-329
Gambar 4.46. Sketsa Lintasan Kapal akibat pengaruh angin dan arus ...... IV-330
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1. Data Kapal Penyeberangan Lintas Hunimua – Waipirit ............ III-3
Tabel 3.2. Kapasitas Angkut Kapal Penyeberangan Provinsi Maluku ........ III-12
Tabel 3.3. Rata-rata Muatan Kapal Penyeberangan Provinsi Maluku
Tahun 2011 ................................................................................. III-12
Tabel 3.4. Rata-rata Muatan Kapal Penyeberangan Provinsi Maluku
Tahun 2010 ................................................................................. III-13
Tabel 3.5. Data Kapal Penyeberangan Di Provinsi Maluku ........................ III-14
Tabel 3.6. Data Kapal Penyeberangan Di Sulawesi Tenggara
Tahun 2011 ................................................................................. III-17
Tabel 3.7. Tarif Kapal Penyeberangan Di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2011 ................................................................................. III-18
Tabel 3.8. Data Angkutan/Produksi Penyeberangan Propinsi Sulaesi
Tenggara Tahun 2011 ................................................................. III-19
Tabel. 3.9. Fasilitas Pelabuhan Lembar Mataram Tahun 2010 .................... III-34
Tabel 3.10. Kapasitas Angkut Kapal Ferry Ro Ro yang Melayani
Lintas Lembar-Padangbai .......................................................... III-35
Tebel 3.11. Produksi dan Load Factor Angkutan Pemnyeberangan di
Pelabuhan Lembar-Padangbai Tahun 2009 ................................ III-53
Tebel 3.12. Jadwal Docking Kapal dalam tahun 2009 yang Melayani
Lintas Pelabuhan Lembar-Padangbai ......................................... III-54
Tabel 4.1. Daftar Kontrol Manajemen Sistem Pemeliharaan-Perbaikan .... IV-17
Tabel 4.2. Panduan Pemeriksaan Kapal dan Kelengkapannya ................... IV-34
Tabel 4.3. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Kapal dan Kelengkapannya .. IV-44
Tabel 4.4. Pelaksanaan Pemeliharaan Lambung dan Bangunan Atas ......... IV-48
Tabel 4.5. Pelaksanaan Pemeliharaan Ruang Penumpang dan Sanitary ..... IV-50
Tabel 4.6. Pelaksanaan Pemeliharaan Sarana Tambat Kapal ...................... IV-51
Tabel 4.7. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Keselamatan Kapal ................. IV-53
Tabel 4.8. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran Kapal .... IV-57
Tabel 4.9. Pelaksanaan Pemeliharaan Ramp door Kapal ............................. IV-58
Tabel 4.10. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat-alat Navigasi Kapal ................. IV-60
Tabel 4.11. Pelaksanaan Pemeliharaan Mesin Induk Kapal ......................... IV-63
Tabel 4.12. Pelaksanaan Pemeliharaan Motor Bantu Kapal ......................... IV-67
Tabel 4.13. Pelaksanaan Pemeliharaan Pesawat Bantu Kapal ...................... IV-71
Tabel 4.14. Pelaksanaan Pemeliharaan Departemen Radio-Sipil Kapal ....... IV-76
Tabel 4.15. Data Produksi Angkutan Penyeberangan Pelabuhan
Lembar Tahun 1997-2011 .......................................................... IV-173
Tabel 4.16. Data Kapal Penyeberangan Pelabuhan Lembar Tahun 2011 ..... IV-174
Tabel 4.17. Data Kapasitas Angkut dan Load Factor Lintas Pelabuhan
Lembar-Padangbai Tahun 2006-2011 ........................................ IV-175
Tabel 4.18. Produksi dan Load Factor Angkutan Penyeberangan Lintas
Pelabuhan Lembar-Padangbai Tahun 2009 ................................ IV-176
Tabel 4.19. Standar Fasilitas Ruang Akomodasi Pemumpang ..................... IV-190
Tabel 4.20. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan ............................................... IV-213
Tabel 4.21. Standar Fasilitas Ruang Akomodasi Pemumpang ..................... IV-226
Tabel 4.22. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan ............................................... IV-248
Tabel 4.23. Standar Fasilitas Ruang Akomodasi Pemumpang ..................... IV-301
Tabel 4.24. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan............................................... IV-324
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan transportasi angkutan penyeberangan adalah merupakan salah
satu moda transportasi yang sangat dibutuhkan di negera Indonesia. Hal ini,
dikarenakan Negara Indonesia terdiri dari berbagai pulau yang jumlahnya sekarang
ini mencapai 17.404 buah, yang tersebar di 32 provinsi ( http://id.wiki,2009). Jumlah
penduduk di pulau tersebut, relatif cukup banyak, dengan kegiatan sehari beraneka
ragam, beberapa di antaranya adalah bergerak di bidang pertanian dan perdagangan.
Untuk memenuhi kebutuhan primer penduduk tersebut sebagian besar di datangkan
dari pulau lainnya, yang sudah barang tentu membutuhkan transportasi, salah satu di
antaranya adalah angkutan penyeberangan. Angkutan penyeberangan merupakan
angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang
dan kendaraan beserta muatannya 1
Melihat relatif banyaknya pulau di Indonesia, sudah barang tertentu membutuhkan
berbagai moda transportasi, salah satu di antaranya adalah moda transportasi
angkutan penyeberangan. Dalam kondisi yang demikian, pemerintah tidak mungkin
memenuhi secara keseluruhan menyediakan angkutan penyeberangan. Berkenaan
dengan itu, , pemerintah memberikan peluang bagi pihak swasta untuk bergerak
dalam usaha angkutan penyeberangan. Jumlah kapal angkutan penyeberangan dalam
tahun 2007 mencapai 196 unit. Di antaranya memilik PT.ASDP Ferry Indonesia
sebanyak 80 unit, dan milik KSO dengan jumlah 2 unit serta milik swasta sebanyak
112 unit (www.hubdat.web.id//Perhubungan Darat Angka – Edisi IV-Maret , 2008 ).
Dalam operasi angkutan kapal penyeberangan perlu dilakukan pembinaan. Hal
ini dimaksudkan untuk menjamin kelencaran, kenyamanan dan keselamatan. Hal ini
telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
dimana dalam pembinaan pelayaran dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek
kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk 2 ; a. memperlancar arus perpindahan
1 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 22 ayat (1)2 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 5 ayat (6) point a dan b
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 2
orang dan/atau barang secara massal melalui perairan dengan selamat, aman, cepat,
lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat; b. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim sebagai bagian dari keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis angkutan di
perairan terdiri atas angkutan laut, dan angkutan sungai dan danau, serta angkutan
penyeberangan 3
Berkenaan dengan adanya penjelasan seperti telah disebutkan sebelumnya, maka
untuk menjamin adanya keselamatan, keamanan, dan kenyamanan para penumpang,
maka diperlukan adanya pedoman penyelenggaraan angkutan penyeberangan. Untuk
itu, diperlukan suatu kegiatan “ Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang
Transportasi Penyeberangan”.
Dari segi regulasi, dasar pelaksanaan kegiatan ‘Studi Penyusunan Konsep Pedoman
di Bidang Transportasi Penyeberangan adalah sebagai berikut;
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
3. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
4. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
5. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
6. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.3 tahun 2005 tentang Lambung
Timbul Kapal
7. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
8. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
9. Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kepelabuhanan
10. Keputusan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Penyeberangan
3 Undang –Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 6
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 3
11. International Maritime Organization ( IMO )
12. Navguide IALA
B. Maksud dan Tujuan
a. Maksud kegiatan adalah melakukan studi penyusunan pedoman di bidang
transportasi penyeberangan
b. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang
transportasi penyeberangan
C. Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapka dari kegiatan ini adalah adanya tersusunnya pedoman di bidang
transportasi angkutan penyeberangan yang meliputi 10 (sepuluh) konsep pedoman,
yaitu:
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
komersial
6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis
10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas
penyeberangan
D. Lokasi Studi
a. Ambon
b. Medan
c. Kendari
d. Mataram
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 4
E. Ruang Lingkup Kegiatan
Pedoman di bidang transportasi penyeberangan adalah relative luas, karena itu
konsultan memfokuskan beberapa pedoman sesuai dengan ruang lingkup kegiatan
yang ditetapkan dalam TOR adalah sebagai berikut;
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
komersial
6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis
10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada
lintas penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 5
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 1
BAB IIMETODOLOGI
A. Pola Pikir Penelitian
Untuk melaksanakan kegiatan “Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang
Transportasi Penyeberangan” sekaligus merumuskan hasil yang diharapkan, maka
diperlukan adanya kerangka pemikiran dengan penjelasan sebagai berikut;
1. Input
Kondisi saat ini, pedoman penyelenggaraan transportasi angkutan
penyeberangansecara masih perlu dikembangkan bagi dari segi susunan
maupun substansinya, sehingga dalam penggunaannya akan lebih efektif.
2. Proses
a. Intrumental input, meliputi;
1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2) Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
3) Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan
4) Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
5) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
6) Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.3 tahun 2005 tentang
Lambung Timbul Kapal
7) Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
8) Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
9) Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kepelabuhanan
10) Keputusan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
11) International Maritime Organization ( IMO )
12) Navguide IALA
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 2
13) Indonesian Non – Convention Vessel Standar, Peraturan Menteri
Perhubungan Tahun 2009
14) SOLAS
15) ISM CODE
b. Environmental input, meliputi;
1) Perkembangan teknologi pelayaran
2) Perkembangan sarana dan prasarana pelayaran
3) Perkembangan sarana keselamatan dalam pelayaran
4) Perkembangan perekonomian global
c. Subjek
Dalam hal ini, yang dimaksud subjek pada penelitian adalah;
1) Ditjen Perhubungan Darat ( Direktorat LLASDP )
2) Kepala Pelabuhan di lokasi studi
3) PT. ASDP Ferry Indonesia
4) Perusahaan yang memiliki angkutan penyeberangan
5) Dinas Perhubungan kabupaten/Kota
6) Dinas Perhubungan tingkat provinsi
d. Objek
Dalam hal ini, yang dimaksud objek ;
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Pengukuran Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr ) pelabuhan
laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Pengukuran Daerah Lingkungan Kerja ( DLKp ) pelabuhan
laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial
6) Pedoman Pengoperasian kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman pengajuan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat
operasi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 3
9) Pedoman pengalihan operasi kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan perintis
10) Pedoman pengukuran antar lintas penyeberangan
e. Metode
Pendekatan dalam studi ini adalah dengan bench marking, artinya
membandingkan semua konsep pedoman dengan literatur yang ada baik
peratuiran perundangan, ketetntuan internasuional maupun pengamatan
dari lokasi studi. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah;
1) Metode kajian literatur
2) Metode observasi/survey
3) Metode Wawancara
f. Output
Tersusunnya konsep pedoman penyelenggaraan transportasi
penyeberangan
g. Outcome
Tersedianya konsep pedoman penyelenggaraan transportasi
penyeberangan
Hipotesis yang dapat diambil dari kerangka pemikiran sebagai acuan dalam
pelaksanaan kegiatan adalah dengan adanya pedoman penyelengaraan
transportasi penyeberangan maka keselamatan, kenyamanan, kelancaran angkutan
penyeberangan termasuk pelayanan kepada pengguna jasa angkutan
penyeberangan akan semakin baik. Lebih jelasnya pola pikir “ Studi
Penyusunan Konsep Pedoman Penyelenggaraan transportasi Penyeberangan”
dapat dilihat dapat dilihat pada gambar berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 4Gambar 2.1. Pola Pikir Penelitian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 5
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dan informasi berkaitan dengan penyususunan
pedoman di bidang transportasi angkutan penyeberangan akan dilakukan beberapa
teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut;
1. Wawancara
Dalam pengumpulan data melalui wawancara , ada 2 (dua ) teknik yang
digunakan yatu wawancara tersrtruktur dan wawancara tidak terstruktur
( Subagiyo, 2011: 138 ). Di dalam menggunakan wawancara terstruktur,
sebelumnya telah dirumuskan kuessioner sebagai pedoman untuk
diberikan kepada responden. Sementara dalam wawancara tidak
terstruktur, surveyor bebas mengajukan pertanyaan, namun sebelumnya
surveyor sudah memiliki garis-garis besar yang menyangkut permasalahan
pedoman di bidang transportasi angkutan penyeberangan. Dua teknik
wawancara ( wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur ) akan
diterapkan pada beberapa aspek yang menjadi kajian di dalam
penyusunan pedoman di bidang transportasi angkutan penyeberangan
meliputi;
a. Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
b. Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
c. Pedoman pengukuran Daerah Lingkiungan Kerja ( DLKr) pelabuhan
yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
d. Pedoman pengukuran Daerah Kepentingan Kerja ( DLKp )
pelabuhan laut yang digunakn untuk angkutan penyeberangan
e. Pedoman pengukuran antar lintas penyeberangan
f. Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial
g. Pedoman pengoperasian kapal penyeberangan
h. Pedoman pengajuan izin pengoperasian kapal penyeberangan
i. Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat
operasi
j. Pedoman pengalihan operasi kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 6
2. Kuessioner ( Angket )
Sebelum melakukan pengumpulan data dan informasi ke respoden,
langkah pertama yang perlu dirumuskan adalah merumuskan kuessioner.
Di dalam kuessioner akan diformulasikan beberapa pertanyaan yang
sifatnya tertutup maupun terbuka yang ada kaitannya dalam pengumpulan
data dan informasi serta penyusunan pedoman transportasi angkutan
penyeberangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah responden
dan surveyor dalam berdiskusi secara tatap muka ( face to face ) meupun
di dalam membahas suatu permasalahan sekaligus mencari solusi alternatif
pemecahan permasalahan sekaligus merumuskan hasil yang diharapkan
secara makro mupun mikro dalam rangka penyusunan pedoman
transportasi angkutan penyeberangan. Tetapi perlu diperhatikan, sebelum
merumuskan kuessioner atau angket maka harus ditetapkan terlebih dahulu
beberapa hal ( Suharsimi Arikunto, 2010: 268 ) meliputi;
a. Tujuan yang akan dicapai dengan kuessioner
b. Mengidentifikasi variabel yang akan dijadikan sasaran kuessioner
c. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub variabel yang lebih
spesifik
d. Berdasarkan sub variabel, selanjutnya dususunlah instrument atau
kuesioner sebagai perangkat pengumpulan data di lapangan
Dengan penetapan 4 ( empat ) faktor tersebut di atas, maka kuesioner
yang telah disusun dan diserahkan kepada responden akan dapat menjaring
semuan data dan informasi yang diinginkan
3. Observasi
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi participant observation ( observasi berperan serta )
dan observasi nonpertisipan ( non participant observation). Dari segi
instrumentasi yang digunakan, observasi yang digunakan adalah observasi
terstruktur dan tidak tersetruktur ( Subagiyo, 2011 : 145 ). Di antara jenis
observasi tersebut, yang digunakan adalah observasi nonpartisipan,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 7
dimana dalam hal ini responden hanya sebagai pengamat independen.
Dalam hal ini surveyor mengamati dan mencatat data fenomena,
penggunaan prasarana dan sarana transpoprtasi penyeberangan yang
berkaitan dalam rangka penyusunan pedoman transportasi angkutan
penyeberangan dengan aspek sebagai berikut;
a. Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
b. Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
c. Pedoman pengukuran Daerah Lingkiungan Kerja ( DLKr) pelabuhan
yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
d. Pedoman pengukuran Daerah Kepentingan Kerja ( DLKp )
pelabuhan laut yang digunakn untuk angkutan penyeberangan
e. Pedoman pengukuran antar lintas penyeberangan
f. Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial
g. Pedoman pengoperasian kapal penyeberangan
h. Pedoman pengajuan izin pengoperasian kapal penyeberangan
i. Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat
operasi
j. Pedoman pengalihan operasi kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan
Data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang
diperoleh langsung dari pejabat atau dari orang/staf yang memiliki kompotensi
seluk beluk berbagai permasalahan dan dan pedoman transportasi penyeberangan
yang meliputi;
1. Pejabat Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI )
2. Pejabat PT ASDP Ferry Indonesia dan Pimpinan Kontraktor
pemeliharaan /
perawatan kapal
3. Pejabat Direktorat Kenavigasian – Ditjen Perhubungan Laut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 8
4. Kapten Kapal Angkutan Penyeberangan
4. Badan pengelola pelabuhan angkutan penyeberangan
5. Direktorat ASDP- Ditjen Perhubungan Darat
Secara rinci data yang dibutuhkan sesuai dengan aspek kegiatan Penyusunan
Pedoman di Bidang Transportasi Angkutan Penyeberangan dan pajabat
instansi sebagai responden adalah sebagai berikut;
1. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Pemeliharaan/Perawatan kapal Penyeberangan
adalah;
a. Pejabat Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI )
Data yang dibutuhkan adalah meliputi;
a) Survey Penerimaan Kelas Bangunan Baru dengan aspek;
(1) Waktu pelaksanaan survey penerimaan kelas bangunan baru
(2) Eelemen-elemen survey yang dilakukan dalam penerimaan
kelas bangunan baru
(3) Manfaat survey yang dilakukan terhadap penerimaan kelas
bangunan baru
(4) Teknis pelaksanaan survey yang dilakukan terhadap
penerimaan kelas bangunan baru
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey yang dilakukan
terhadap penerimaan kelas bangunan baru
b) Survey Penerimaan Kelas, Kapal Sudah Jadi ( Non TOCA )
dengan aspek;
(1) Waktu pelaksanaan survey penerimaan kelas, kapal sudah
jadi
(2) Eelemen-elemen survey yang dilakukan dalam penerimaan
kelas, kapal sudah jadi
(3) Manfaat survey yang dilakukan terhadap penerimaan kelas,
kapal sudah jadi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 9
(4) Teknis pelaksanaan survey yang dilakukan terhadap
penerimaan kelas, kapal sudah jadi
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey yang dilakukan
terhadap penerimaan kelas, kapal sudah jadi
c) Survey mempertahankan kelas dengan aspek;
(a) Survey tahunan
Data yang dibutuhkan dalam survey tahunan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey tahunan
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey tahunan
(3) Manfaat pelaksanaan survey tahunan
(4) Teknis pelaksanaan survey tahunan
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey tahunan
(b) Survey antara
Data yang dibutuhkan dalam survey antara adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey antara
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey antara
(3) Manfaat pelaksanaan survey antara
(4) Teknis pelaksanaan survey antara
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey antara
(c) Survey pembaruan kelas
Data yang dibutuhkan dalam survey pembaruan kelas adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey pembaruan kelas
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey pembaruan
kelas
(3) Manfaat pelaksanaan survey pembaruan kelas
(4) Teknis pelaksanaan survey pembaruan kelas
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey pembaruan kelas
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 10
(d) Survey pengedokan
Data yang dibutuhkan dalam survey pengedokan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey pengedokan
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey pengedokan
(3) Manfaat pelaksanaan survey pengedokan
(4) Teknis pelaksanaan survey pengedokan
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey pengedokan
(e) Survey bawa air
Data yang dibutuhkan dalam survey bawa air adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey bawa air
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey bawa air
(3) Manfaat pelaksanaan survey bawa air
(4) Teknis pelaksanaan survey bawa air
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey bawa air
(f) Survey non periodic
Data yang dibutuhkan dalam survey non periodic adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey non periodic
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey periodic
(3) Manfaat pelaksanaan survey non periodic
(4) Teknis pelaksanaan survey non periodic
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey non periodic
(g) Survey kerusakan dan perbaikan
Data yang dibutuhkan dalam survey kerusakan dan perbaikan
adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey kerusakan dan perbaikan
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey kerusakan
dan perbaikan
(3) Manfaat pelaksanaan survey kerusakan dan perbaikan
(4) Teknis pelaksanaan survey kerusakan dan perbaikan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 11
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey kerusakan dan
perbaikan
(h) Survey modifikasi ( perombakan )
Data yang dibutuhkan dalam rurvey modifikasi ( perombakan
) adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey modifikasi ( perombakan )
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey
modifikasi ( perombakan )
(3) Manfaat pelaksanaan survey modifikasi ( perombakan
)
(4) Teknis pelaksanaan survey modifikasi ( perombakan )
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey modifikasi
(perombakan )
(i) Survey otomatisasi
Data yang dibutuhkan dalam survey otomatisasi adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey otomatisasi
(2) Eelemen-elemen yang dilakukan dalam survey
otomatisasi
(3) Manfaat pelaksanaan survey otomatisasi
(4) Teknis pelaksanaan survey otomatisasi
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey otomatisasi
(j) Survey poros baling-baling dan tabung poros
Data yang dibituhkan dalam survey poros baling-baling dan
tabung adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey poros baling-baling dan
tabung poros
(2) Elemen-elemen yang dilakukan dalam survey poros
baling-baling dan tabung poros
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 12
(3) Manfaat pelaksanaan survey poros baling-baling dan
tabung poros
(4) Teknis pelaksanaan survey poros baling-baling dan
tabung poros
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey poros baling-
baling dan tabung poros
(k) Survey ketel uap
Data yang dibutuhkan dalam survey ketel uap adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey ketel uap
(2) Elemen-elemen yang dilakukan dalam survey ketel uap
(3) Manfaat pelaksanaan survey ketel uap
(4) Teknis pelaksanaan survey ketel uap
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey ketel uap
(l) Survey pembaruan kelas bersambung ( CHS – CMS)
Data yang dibutuhkan dalam survey pembaruan kelas
bersambung ( CHS – CMS ) adalah;
(1) Waktu pelaksanaan survey pembaruan kelas bersambung (
CHS – CMS )
(2) Elemen-elemen yang dilakukan dalam survey pembaruan
kelas bersambung ( CHS – CMS )
(3) Manfaat pelaksanaan survey pembaruan kelas bersambung
( CHS – CMS )
(4) Teknis pelaksanaan survey pembaruan kelas bersambung
( CHS – CMS )
(5) Tindak lanjut pelaksanaan hasil survey pembaruan kelas
bersambung ( CHS – CMS )
b.Pejabat PT ASDP Ferry Indonesia dan Pimpinan Kontraktor
Pemeliharaan/Perawatan;
Data yang dibutuhkan adalah meliputi;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 13
a) Pemeliharaan/Perawatan pelat lambung dengan data yang
dibutuhkan:
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pelat lambung
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
pelat lambung
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pelat lambung
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pelat lambung
b) Pemeliharaan/perawatan sarana tambat
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana tambat
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
sarana tambat
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana tambat
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana tambat
c) Pemeliharaan/perawatan alat-alat keselamatan
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan alat-alat
keselamatan
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
alat-alat keselamatan
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan alat-alat
keselamatan
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan alat-alat
keselamatan
d) Pemeliharaan/perawatan ram door
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan ramp dor
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 14
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
ram dor
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan ramp dor
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatanramp dor
e) Pemeliharaan/perawatan motor bantu
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan motor bantu
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
motor bantu
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan motor bantu
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan motor bantu
f) Pemeliharaan/perawatan pesawat bantu
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pesawat bantu
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
pesawat bantu
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pesawat bantu
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pesawat bantu
g) Pemeliharaan/perawatan pemadam kebakaran
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pemadam
kebakaran
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
pemadam kebakaran
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pemadam
kebakaran
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan pemadam
kebakaran
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 15
h) Pemeliharaan/perawatan mesin induk
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan mesin induk
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
mesin induk
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan mesin induk
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan mesin induk
i) Pemeliharaan/perawatan alat navigasi
Data yang dibituhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan alat navigasi
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam alat
navigasi
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan alat navigasi
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatanalat navigasi
j) Pemeliharaan/perawatan departemen alat navigasi
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan departemen alat
navigasi
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan di dalam
departemen alat navigasi
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan departemen
alat navigasi
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan departemen alat
navigasi
k) Pemeliharaan/perawatan echo sounder
Data yang dibutuhkan adalah;
(1) Waktu pelaksanaan pemeliharaan/perawatan echo sounder
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 16
(2) Komponen- komponen pemeliharaan/perawatan echo
sounder
(3) Manfaat pelaksanaan pemeliharaan/perawatan eco sounder
(4) Teknis pelaksanaan pemeliharaan/perawatan eco sounder
2. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Berlalu Lintas di Alur Penyeberangan” adalah;
Pejabat Direktorat Kenavigasian – Ditjen Perhubungan Laut &
Kapten Kapal Angkutan Penyeberangan
Data yang dibutuhkan adalah meliputi:
a) Prosedur berlalu lintas memasuki pelabuhan
b) Rambu yang harus diperhatikan dalam berlalu lintas memasuki
pelabuhan
c) Prosedur berlalu lintas meninggalkan pelabuhan
d) Rambu yang harus diperhatikan dalam berlalu lintas
meninggalkan pelabuhan
e) Prosedur berlalu lintas memasuki bahaya/rintangan dalam wilayah
karang, dangkal, gosong
f) Rambu yang harus diperhatikan dalam berlalu lintas memasuki
wilayah karfang, dangkal dan gosong
g) Prosedur berlalu lintas di sepanjang alur pelayaran
h) Rambu yang harus diperhatikan dalam berlalu lintas sepanjang
alur pelayaran
i) Prosedur berlalu lintas memasuki batas wilayah Negara
j) Rambu yang harus diperhatikan dalam berlalu lintas memasuki
batas wilayah Negara
k) Permasalahan yang dihadap atau yang timbul dalam berlalu
lintas
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 17
3. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Pengukuran Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr)
Pelabuhan Laut Yang Digunakan Untuk Angkutan Penyeberangan”
adalah;
a. Badan Pengelola Pelabuhan Angkutan Penyeberangan dan
Direktorat ASDP- Ditjen Perhubungan Darat
Data yang dibutuhkan adalah:
a) Ukuran fasilitas pokok pada Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr )
Pelabuhan Laut meliputi;
(1) Ukuran terminal penumpang, penimbangan kendaraan
bemuatan
(2) Ukuran jalan penumpang ke luar/masuk ( gang way )
(3) Ukuran perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan
pelayanan jasa
(4) Ukuran fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker )
(5) Ukuran instalasi air
(6) Ukuran listrik dan telekomunikasi
(7) Ukuran akses jalan dan/atau jalur kereta api
(8) Ukuran fasilitas pemadam kebakaran
(9) Ukuran tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik
kapal
b) Ukuran fasilitas penunjang pada Daerah Lingkungan Kerja (
DLKr ) Pelabuhan Laut meliputi;
(1) Ukuran kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran
pelayanan jasa pelabuhan
(2) Ukuran tempat penampung limbah
(3) Ukuran fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
penyeberangan
(4) Ukuran areal pengembangan pelabuhan
(5) Ukuran fasilitas umu lainnya meliputi:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 18
(a) Ukuran peribadatan
(b) Ukuran taman
(c) Ukuran jalur hijau
(d) Ukuran kesehatan
c) Permasalahan yang timbul atau yang dihadapi pada Daerah
Lingkungan Kerja ( DLKr ) pelabuhan laut dalam operasional dari
segi ukuran
4. Respondent yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Pengukuran Daerah Kepentingan Kerja ( DLKp)
Pelabuhan Laut Yang Khusus Digunakan Untuk Angkutan
Penyeberangan” adalah;
Badan Pengelola Pelabuhan Angkutan Penyeberangan dan Direktorat
ASDP- Ditjen Perhubungan Darat
a) Ukuran luas pelabuhan
b) Ukuran alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
c) Ukuran luas keperluan keadaan darurat
d) Ukuran luas pengembangan pelabuhan jangka panjang
e) Ukuran luas percobaan berlayar dikaitkan dengan jumlah dan ukuran
kapal yang melakukan percobaan berlayar
f) Ukuran luas fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan
kapal untuk mengantisifasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau
musibah kapal lainnya
5. Respondent yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Pengukuran Lintas Penyeberangan Komersil
“adalah;
Direktorat ASDP- Ditjen Perhubungan Darat & PT ASDP Ferry
Indonesia
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 19
a) Jarak mil antar pelabuhan yang menjadi lokasi studi meliputi:
Ambon, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Mataram,
Denpasar dan Kupang
b) Kapasitas angkut kapal angkutan penyeberangan antar
pelabuhan laut pada lokasi studi yang telah ditetapkan
c) Rata-rata muatan kapal angkutan penyeberangan antar
pelabuhan laut pada lokasi studi per trip
d) Biaya operasional kapal angkutan penyeberangan antar
pelabuhan laut per trip
e) Biaya tidak langsung operasional kapal angkutan penyeberangan
antar pelabuhan laut per trip
f) Biaya langsung operasional kapal angkutan penyeberangan
antar pelabuhan laut per trip
g) Total cost operasional kapal angkutan penyeberangan antar
pelabuhan laut per trip
h) Identifikasi cost operasional kapal angkutan penyeberangan
antar pelabuhan laut per mil
6. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Penentuan Jumlah Kapal Penyeberangan Pada
Lintas Penyeberangan Komersil adalah;
Direktorat ASDP- Ditjen Perhubungan Darat & PT ASDP Ferry
Indonesia
a) Jumlah dan kapasitas muatan kendaraan golonagn I, golongan
IIa, golongan IIb, golongan III, golongan IV, golongan V,
golongan VIa dan golongan VIb pada masing – masing kapal
yang beroperasi antar pelabuhan penyeberangan
b) Jumlah dan kapasitas muatan penumpang kelas ekonomi dan
non ekonomi pada masing – masing kapal yang beroperasi antar
pelabuhan penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 20
c) Rata – rata jumlah muatan kendaraan golongan I, golongan IIa,
golongan IIb, golongan III, golongan IV, golongan V, golongan
VIa dan golongan VIb melalui masing-masing kapal angkutan
penyeberangan dalam lima tahun terakhir
d) Rata-rata muatan jumlah muatan penumpang kelas ekonomi
dan dan non ekonomi pada masing-masing kapal angkutan
penyeberangan dalam lima tahun terakhir
e) Kecenderungan perkembangan muatan kendaraan per golongan
dan penumpang kelas non ekonomi dan non ekonomi
7. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Pengoperasian Kapal Penyeberangan Sesuai daerah
operasi” adalah;
Pimpinan Direktorat ASDP- Ditjen Perhubungan Darat dan
Pimpinan PT ASDP Ferry Indonesia dan atau Pengelola
Pelabuhan Penyeberangan
Data yang dibutuhkan adalah:
a) Spesifikasi teknis kapal penyeberangan
b) Spesifikasi teknis pelabuhan penyeberangan
Pimpinan BMKGI
Data yang dibutuhkan adalah:
a) Tinggi gelombang maksimum di sekitar wilayah pelabuhan
pada lokasi studi
b) Tinggi gelombang maksimum di perairan sebagai alur lintas
penyeberangan
c) Kecepatan arus maksimum di sekiran wilayah pelabuhan pada
lokasi studi
d) Kecepatan arus maksimum di sekitar wilayah perairan sebagai
alur lintas penyeberangan
Pimpinan Kantor Angkutan Laut
Data yang dibutuhkan adalah;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 21
a) Kedalaman air di wilayah pelabuhan kapal penyeberangan
b) Kedalaman air di sekitar wilayah perairan sebagai alir lintas
penyeberangan
8. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Pengajuan Izin Pengoperasian Kapal Penyeberangan
“ adalah;
1) Direkrtorat ASDP- Ditjen Perhubungan Darat dan PT. ASDP Ferry
Indonesia serta Pimpinan Perusahaan Swasta Nasional yang
bergerak di bidang angkutan kapal penyeberangan
Data yang dibutuhkan adalah;
a) Jenis perijinan pengoperasian kapal penyeberangan antar
provinsi dan antar Negara
b) Persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap jenis perijinan
pengoperasian kapal penyeberangan antar provinsi dan antar
negara
c) Prosedur yang harus dipenuhi oleh operator dalam
pengoperasian kapal penyeberangan antar provinsi dan antar
Negara
2) Dinas Perhubungan Provinsi dan PT. ASDP Ferry Indonesia serta
Pimpinan Perusahaan Swasta Nasional yang bergerak di bidang
angkutan kapal penyeberangan
Data yang dibutuhkan adalah;
a) Jenis perijinan pengoperasian kapal penyeberangan antar
kota/kabupaten
b) Persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap jenis perijinan
pengoperasian kapal penyeberangan antar kota/kabupaten
c) Prosedur yang harus dipenuhi oleh operator dalam
pengoperasian kapal penyeberangan antar kota/kabupaten
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 22
3) Pejabat Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota dan PT. ASDP Ferry
Indonesia serta Pimpinan Perusahaan Swasta Nasional yang
bergerak di bidang angkutan kapal penyeberangan
Data yang dibutuhkan adalah;
a) Jenis perijinan pengoperasian kapal penyeberangan antar
daerah di dalam kota/kabupaten
b) Persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap jenis perijinan
pengoperasian kapal penyeberangan di daerah dalam
kota/kabupaten
c) Prosedur yang harus dipenuhi oleh operator dalam
pengoperasian kapal penyeberangan di dalam kota/kabupaten
9. Responden yang ditetapkan sebagai sumber data primer dalam rangka
penyusunan “Pedoman Penaganan Kecelakaan Kapal Penyeberangan Pada
Saat Operasi” adalah
*. Pejabat Pelabuhan Penyeberangan. Data yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut:
1) Prosedur penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada
saat operasi
2) Sistem penanganan/koordinasi kecelakaan kapal
penyeberangan pada saat operasi
3) Perangkat yang digunakan dalam penanganan kecelakaan
kapal penyeberangan pada saat operasi
10. Respoden sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
“Pedoman Pangalihan Operasi Kapal Penyeberangan Pada Lintas
Penyeberangan Perintis” adalah;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 23
Pejabat Direktorat ASDP – Ditjen Perhubungan Darat.
Data yang dibutuhkan adalah meliputi:
1) Persyaratan pengalihan operasi kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan perintis
2) Prosedur yang harus ditempuh dalam pengalihan operasi kapal
penyeberangan pada lintas penyeberangan perintis
Di samping data seperti telah disebutkan sebelumnya, surveyor juga melakukan
wawancara secara langsung kepada responden terkait dengan permasalahan dan
upaya pengembangan substansi pedoman di bidang transportasi angkutan
penyeberangan dengan menggali berbagai berbagai permasalahan sebagai berikut;
a. Permasalahan pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan dan solusi
alternatif mengatasinya
b. Permasalahan berlalu lintas di alur penyeberangan dan solusi alternatif
mengatasinya
c. Permasalahan Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr ) pelabuhan laut yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan dan solusi alternatif
mengatasinya
d. Permasalahan Daerah Lingkungan Kerja ( DLKp ) pelabuhan laut yang
khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan dan solusi alternatif
mengatasinya
e. Permasalahan penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial dan solusi alternatif mengatasinya
f. Permasalahan pengoperasian kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
dan solusi alternatif mengatasinya
g. Permasalahan sistem izin pengoperasian kapal penyeberangan dan solusi
alternatif mengatasinya
h. Permalahan sistem dan prosedur penanganan kecelakaan kapal
penyeberangan pada saat operasi dan solusi alternatif mengatasinya
i. Permasalahan sistem dan prosedur pengalihan operasi kapal
penyeberangan pada lintas penyeberangan perintis dan solusi alternatif
mengatasinya
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 24
j. Permasalahan pengukuran antar lintas penyeberangan dan solusi alternatif
mengatasinya terutama dari segi penetapan tarif kendaraan angkuta
penumpang dan barang serta roda dua
C. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data akan dilakukan meliputi 2 (dua ) tahapan yaitu; a.
pengolahan data, dan b. analisis data. Pengolahan data meliputi; a. editing, b.
coding, c. tabulating. Teknik analisis data meliputi; a. analisis secara statistik, b.
analisis secara non statistik . Dua tahapan ini adalah merupakan suatu kesatuan 1 .
Penjelasan masing- masing adalah berikut;
1. Pengolahan data
Pengolahan data meliputi;
a. Editing, artinya data yang diperolah dari lapangan baik data primer maupun
sekunder berupa raw data ( data mentah ) perlu diperiksa apakah terdapat
kekeliruan dalam pengisiannya, barangkali ada yang tidak lengkap, palsu,
tidak sesuai dan sebagainya. Hal ini perlu dikoreksi atau dicek atau juga
disebut editing. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh data yang
valid dan reliable serta dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini yang
perlu dicek adalah; a. dipenuhi tidaknya instruksi sampling, b. dapat dibaca
atau tidaknya raw data, c.kelengkapan pengisian, d. keserasian ( consistency
), e. apakah isi jawaban dapat dipahami.
b. Coding, artinya pemberian tanda/simbul/kode terhadap data yang termasuk
dalam kategori yang sama berupa angka atau huruf
c. Tabulating, artinya mengkelompokkan jawaban yang sama secara teliti dan
teratur. Kemudian dilakukan perhitungan dan dijumlahkan berapa
permasalahan/peristiwa dan selanjutnya dikategorikan dalam bentuk tabel
2. Analisis Data
Analisis data digunakan dengan metode statistik deskreptif adalah suatu metode
yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang
1 Marzuki. Metodologi Riset. BPFE Yogyakarta Universitas Islam Indonesia, 2000 hal 81 - 89
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 25
telah terkumpul dalam bentuk tabel, grafik, dan membuat perbandingan data
yang diperoleh dengan yang seharusnya, membuat prediksi dalam bentuk
deskrepsi ( Sugiyono,2011: 148 ) . Berdasarkan data tersebut, selanjutnya
dilakukan kajian dan perumusan baik secara deskreptif maun dalam bentuk angka
dalam “ Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Angkutan Penyeberangan”
dengan aspek pedoman sebagai berikut;
a. Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
b. Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
c. Pedoman pengukuran Daerah Lingkiungan Kerja ( DLKr) pelabuhan yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan
d. Pedoman pengukuran Daerah Kepentingan Kerja ( DLKp ) pelabuhan laut
yang digunakn untuk angkutan penyeberangan
e. Pedoman pengukuran antar lintas penyeberangan
f. Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial
g. Pedoman pengoperasian kapal penyeberangan
h. Pedoman pengajuan izin pengoperasian kapal penyeberangan
i. Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
j. Pedoman pengalihan operasi kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan
3. Pendekatan peraturan perundang-undangan
Pendekatan peraturan perundang-undangan adalah menelaah terhadap
kebijakan atau aturan yang terkait dengan “Penyusunan Pedoman di Bidang
Transportasi Angkutan Penyeberangan” . Beberapa peraturan perundang-
undangan yang perlu ditelaah terkait dengan lingkup kegiatan adalah:
a. Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
b. Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
c. Pedoman Pengukuran Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr ) pelabuhan laut
yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 26
d. Pedoman Pengukuran Daerah Lingkungan Kerja ( DLKp ) pelabuhan
laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
e. Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial
f. Pedoman Pengoperasian kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
g. Pedoman pengajuan izin pengoperasian kapal penyeberangan
h. Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
i. Pedoman pengalihan operasi kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan perintis
j. Pedoman pengukuran antar lintas penyeberangan
4. Pendekatan permasalahan
Pedekatan permasalahan maksudnya adalah inventarisasi dan identifikasi
permalahan di bidang transportasi angkutan penyeberangan sekaligus
merumuskan solusi alternatif mengatasi permasalahan terutama dalam bidang
; pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan, berlalu lintas di alur
penyeberangan, Pengukuran Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan
laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan, Pengukuran Daerah
Lingkungan Kerja ( DLKp ) pelabuhan laut yang khusus digunakan untuk
angkutan penyeberangan, penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial, Pengoperasian kapal penyeberangan sesuai daerah
operasi, pengajuan izin pengoperasian kapal penyeberangan, penanganan
kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi, pengalihan operasi kapal
penyeberangan pada lintas penyeberangan perintis, dan pengukuran antar
lintas penyeberangan. Berdasarkan identifikasi dan solusi alternatif seperti
telah dijelaskan sebelumnya selanjutnya disusun masing-masing pedoman
dengan aspek seperti telah dijelaskan sebelumnya.
5. Pengecekan Validitas Temuan/Kesimpulan
a. Perlu diperiksa apakah terdapat kekeliruan dalam pengisiannya,
barangkali ada yang tidak lengkap, palsu, tidak sesuai dan sebagainya.
Hal ini perlu dikoreksi atau dicek atau juga disebut editing. Dengan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 27
demikian, diharapkan akan diperoleh data yang valid dan reliable serta
dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini yang perlu dicek adalah; a.
dipenuhi tidaknya instruksi sampling, b. dapat dibaca atau tidaknya raw
data, c.kelengkapan pengisian, d. keserasian ( consistency ), e. apakah
isi jawaban dapat dipahami.
b. Jika pada jawaban telah diberi tanda sebelumnya, maka jawaban ini
dinamakan jawaban yang precode (terdapat pada pertanyaan yang telah
diberi berbagai alternatif jawaban ). Surveyor tidak sekedar mencatat
jawaban responden, tetapi juga kadang-kadang harus menafsirkannya
termasuk golongan/kategori mana jawaban itu. Apakah termasuk
parasarana dan sarana transporetasi angkutan penyeberangan.
c. Melakukan klasifikasi terhadap jawaban-jawaban yang serupa
dikelompokkan dengan cara yang teliti dan teratur, kemudian dihitung,
dan dijumlah berapa banyak permasalahan pedoman transportasi
penyeberangan, tentunya sesuai dengan aspek kajian yang telah
ditetapkan. Kegiatan tersebut dilaksanakan sampai terwujud data dan
informasi sebagai masukan dalam rangka penyusunan pedoman di bidang
transportasi angkutan penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 28
D. Tahapan Kegiatan
Gambar 2.2. Tahapan Kegiatan
Pendekatan:-Permasalahan-Peraturan & perundang-unndangan
Merumuskan Pedoman di bidangTransportasi Ang-Kutan Penyeberangan
-Klasifikasi permasalahan sesuai lingkupkegiatan-Melakukan kajian secara umum sesuaidenganHasil yang diharapkan
Editing dan tabulasi data sesuai lingkupkegiatan
Data Sekunder:-Data , sistem, prasarana dan saranadi bi dang transportasi angkutanpenye-berangan sesuai dengan lingkupkegia-tan
Data Primer:Permasalahan pedoman di bidangtranspor-tasi angkutan penyeberangan sesuailingkupKegiatan dari; Kapten Kapal, Pejabat PT.ASDP Ferry Indonesia, Pejabat DirektoratLLASDP, Pejabat Direktorat Perkapalan &Pelabuhan, Pejabat AdministratorPelabuhan,
Inventarisasi Data
Perumusan kuess-sioner sesuaidenganlingkup kegiatan
Pembahasan TORdan pembagian
tu-gas di antara paratenaga ahli
Persiapan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 29
Tahapan Kegiatan
1. Persiapan
a. Pembahasan TOR
Ketua Tim melakukan koordinasi terhadap para tenaga ahli termasuk
kepada para asisten untuk melakukan pembahasan TOR sebagai acuan di
dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam hal ini, juga dilakukan pembagian
tugas kepada para tenaga ahli sesuai dengan kompotensi masing-masing
tenaga ahli.
b. Pengumpulan Peraturan Perundang-Undangan dan Perumuskan Lingkup
Kegiatan dan Metodologi
Salah satu aspek yang perlu dilakukan di dalam pelaksanaan kegiatan
adalah identifikasi dan menelaah terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang ada kaitannya dengan pedoman di bidang transportasi
angkutan penyeberangan terutama pada aspek sebagai berikut;
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan
laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
pelabuhan laut yang khusus digunakan untuk angkutan
penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial
6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat
operasi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant II - 30
9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan perintis
10) Pedoman pengukuran jarak baring pada lintas penyeberangan
Berdasarkan hasil telaah dari berbagai peraturan perundang-undangan
selanjutnya akan dirumuskan komponen yang akan dikaji pada masing-
masing ruang lingkup kegiatan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 1
BAB III
DATA DAN INFORMASI
A. AMBON
Pelaksanaan survei dalam rangka Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang
Transportasi Penyeberangan yang dilakukan di Ambon Provinsi Maluku dilakukan
untuk mendapatkan data-data lapangan yang dapat dijadikan sebagai rujukan atau
pedoman dalam studi ini. Instansi-instansi yang menjadi sasaran survei lapangan di
Kota Ambon adalah:
a. Dinas Perhubungan Provinsi Maluku
b. PT. ASDP Ferry Indonesia Cabang Ambon
c. Administratur Pelabuhan Kota Ambon baik yang ada di Kota Ambon
d. Administratur Pelabuhan penyeberangan di Hunimua yang menghubungkan
wilayah Hunimua dan Waipirit
e. Kapal penyeberangan KMP Samandar
Lintas penyeberangan yang menjadi lokasi survei di Ambon adalah lintas
penyeberangan Hunimua – Waipirit. Pelabuhan Hunimua terletak di daratan Pulau
Ambon, sementara Pelabuhan Waipirit terletak di daratan Pulau Seram. Administratur
pelabuhan yang mengoperasikan lintas penyeberangan ini adalah PT ASDP Ferry
Indonesia. Kapal penyeberangan yang beroperasi di lintas penyeberangan ini ada
empat buah kapal yaitu KMP Terubuk, KMP Danau Rana dan KMP Samandar yang
skesemuanya adalah milik PT ASDP serta KMP Tanjung Koako milik Pemerintah
Daerah Provinsi Maluku. Namun pada saat dilakukan survei KMP Terubuk sedang
docking sehingga diperbantukan satu buah kapal milik Pemerintah Daerah Provinsi
Maluku yaitu KMP Badaleon.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 2
Gambar 3.1. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua
Gambar 3.2. Kapal-kapal Penyeberangan di Lintas Hunimua-Waipirit
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 3
Berikut ini adalah data-data kapal penyeberangan di lintas Hunimua – Waipirit.
Tabel 3.1. Data Kapal Penyeberangan Lintas Hunimua – Waipirit
No Nama KapalGT
KapalTahun
PembuatanNama
GalanganKapasitas Angkut
ABKKec.
(Knot)Orang Kend R4
1 KMP. Danau Rana 284 1993PT. DruJakqarta
86 8 14 10
2 KMP. Samandar 468 2004PT. Marina
BahagiaPalembang
200 14 13 10
3 KMP. Terubuk 338 1991PT.
NajatimDock Yard
300 14 16 9
4KMP. TanjungKoako
500 2009PT. Sanur -
Tegal214 20 18 12
5 KMP. Badaleon 616 2011PT. DumasShip Yard
202 18 18 12
Sumber: Dinas Perhubungan Prov. Maluku, 2012
Metode survei yang dilakukan adalah dengan melakukan pengumpulan data sekunder
dari instansi-instansi terkait dan juga melakukan wawancara terstruktur dengan
menggunakan kuisioner serta mendokumentasikan lokasi survei dengan foto
lapangan. Adapun data-data lapangan yang diperoleh dari survei lapangan di Kota
Ambon diuraikan sebagai berikut.
Dalam kaitannya dengan pemeliharaan/peratan kapal-kapal yang beroperasi, setelah
melakukan survei dan wawancara dengan beberapa instansi terkait menunjukkan
bahwa seluruh kapal penyeberangan di Provinsi Maluku belum pernah melakukan
suevei dalam rangka pemeliharaan dan perawatan kapal penyeberangan baik itu survei
penerimaan kelas bangunan baru, survei penerimaan kelas, kapal sudah jadi (Non
TOCA), dan survei mempertahankan kelas baik.
Sementara itu setelah melakukan wawancara dengan beberapa instansi baik dari dinas
perhubungan maupun PT. ASDP serta administratur pelabuhan menyebutkan bahwa
perawatan dan pemeliharaan kapal diserahkan pada masing-masing pengelola kapal
melalui docking setiap satu tahun sekali. Untuk mengetahui metode pemeliharaan dan
perawatan kapal maka surveyor memilih salah satu sampel kapal penyeberangan yang
menghubungkan wilayah Hunimua di Pulau Ambon dengan wilayah Waipirit di
daratan Pulau Seram. Kapal penyeberangan terpilih adalah KMP Samandar.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 4
Berdasarkan wawancara terstruktur dengan kuisioner terhadap Kapten Kapal KMP.
Samandar menunjukkan bahwa teknik pemeliharaan kapal penyeberangan yang
dilakukan di KMP Samandar adalah:
a. Urutan perawatan/pemeliharaan pelat lambung pertama bottom plate (pelat alas)
disekrap tiram kemudian dimony lalu di cat. Selanjutnya side sheel (pelat sisi)
dibersihkan dengan diterjen atau dicat. Untuk superstructure (bangunan atas)
sering dicuci dengan diterjen.
b. Pemeliharaan sarana tambat untuk sarana winchlass sering diberi gemuk.
c. Pemeliharaan/perawatan alat-alat keselamatan terdiri dari sekoci dan dewi-dewi
yang selalu dibersihkan, lifejacket dibersihkan dan diletakkan di tempat yang
mudah dijangkau, lifebouy yang juga selalu dibersihkan, ILR dibersihkan lalu
diberi gemuk, isyarat cerawat/asap selalu ada, serta obat-obatan yang selalu
tersedia secara memadai di atas kapal.
d. Pemeliharaan dan perawatan ramp door dengan urutan pemeliharaan keping blok
sering diberi gemuk, wire rope juga sering diberi gemuk, engsel sering dicat dan
diberi gemuk pula.
e. Untuk pemeliharaan/perawatan motor bantu pihak kapal tidak melakukan
perawatan namun ketika terjadi kerusakan mereka serahkan kepada kantor
cabang PT. ASDP setempat.
f. Pemeliharan/perawatan pesawat bantu; mesin kemudi sering diberi oli,
kompresor udara dalam kondisi baik dan sering dibersihkan, air conditioner
sering dibersihkan dengan dengan menggunakan kompresor udara, pompa
pendingin ac baik dan sering dibersihkan.
g. Pemeliharan/perawatan pemadam kebakaran; semua peralatan dibersihkan dan
dalam kondisi baik serta diletakkan di tempat yang mudah diambil.
h. Pemeliharan/perawatan mesin induk; top overhoul dirawat lima tahun sekali,
injector dirawat tiap tiga bulan, LO. Charter dirawat setiap satu bulan sekali,
bosch pump, crank shaft, govenor, dan carn shaft setiap lima tahun sekali, serta
struktur mesin sisanya setiap satu bulan sekali.
i. Pemeliharan/perawatan alat navigasi; kompas standar sering dibersihkan, radar
dibersihkan lalu di-on, echo sounder tidak punya peta-peta dan bendera sering
dibersihkan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 5
j. Pemeliharan/perawatan radio dan sipil; transceiver HF-SBB sering dibersihkan
dan di-on, alarm tone generator ada dan dalam kondisi baik radio VHF
dibersihkan dan di-on, radar dibersihkan dan di-on.
k. Pemeliharan/perawatan ruang penumpang dan sanitasi; lantai sering dipel,
dinding dibersihkan dan dicat, langit-langit, tempat duduk, kaki dan jok sering
dibersihkan.
Mengenai kaitannya dengan pedoman berlalulintas selama pelayaran, secara khusus
pedoman berlalulintas di alur penyeberangan pada semua lintas penyeberangan di
Provinsi Maluku belum ada. Namun berdasarkan wawancara mendalam dengan
Kapten Kapal KMP Samandar memberikan beberapa informasi yang dapat
mendukung penyusunan studi ini.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, dari empat buah kapal yang beroperasi di lintas
penyeberangan Hunimua – Waipirit, terdapat dua kapal yang beroperasi dengan
trayek berlawanan. Dalam hal ini dua kapal yang memulai operasinya dari pelabuhan
Hunimua yaitu KMP. Samandar dan KMP. Badaleon sedangkan dari pelabuhan
Waipirit adalah KMP. Danau Rana dan KMP. Tanjung Koako. Kapal-kapal ini
beroperasi mulai Pukul 04.30 WIB sampai dengan Pukul 21.00 WIB. Secara khusus
tidak terdapat pedoman baku untuk melakukan pelayaran, akan tetapi dari hasil
pengamatan lapangan Kapten kapal sudah memahami kondisi lintas penyeberangan
yang dilalui. Panduan berlalu lintas yang digunakan hanya GPS yang sudah tersedia
dalam kapal juga sedikit ditunjang oleh kompas.
Untuk alur penyeberangan hanya terdapat tiga buah lampu suar, satu buah terdapat di
Pelabuhan Hunimua dan dua buah lainnya terdapat di Pelabuhan Waipirit.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 6
Gambar 3.3. Lampu Suar Di Pelabuhan Hunimua
Gambar 3.4. Lampu Suar Di Pelabuhan Waipirit
Berdasarkan wawancara terstruktur dengan Kapten Kapal KMP Samandar, bahwa
selama ini dalam memasuki pelabuhan menggunakan prosedur berupa lampu suar,
dan dengan alur pelayaran yang ada di lintas penyeberangan Hunimua-Waipirit bagi
sang Kapten sudah memadai karena dengan adanya lampu suar tersebut maka dapat
menentukan arah pelabuhan. Selanjutnya bagi sang Kapten, ketika akan
meninggalkan pelabuhan, maka ada berupa manifest atau SIB yang harus diisi oleh
pihak kapal tanpa meninggalkan rabu khusus ketika meninggalkan pelabuhan. Bagi
sang Kapten lampu yang ada sudah memadai karena hanya berjarak 11,5 mil. Namun
yang sedikit menjadi masalah bagi sang Kapten ketika berlayar di alur ini adalah
banyak terdapatnya bagan/rumpon penangkapan ikan oleh masyarakat sekitar.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 7
Dalam kaitannya tentang Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut yang Digunakan untuk Angkutan
Penyeberangan, tim survey mencoba berkelilng untuk melihat fasilitas/sarana yang
ada di pelabuhan, karena DLKr dan DLKP dapat dilihat dari luasan sarana/fasilitas
yang ada dipelabuhan. Dari wawancara dengan pihak supervisor pelabuhan
menyatakan bahwa luas pelabuhan Hunimua adalah 1 ha. Dari luas itu tidak terdapat
area untuk keadaan darurat, juga tidak terdapat area untuk pengembangan jangka
panjang. Selain itu juga tidak terdapat fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan
perbaikan kapal untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah
kapal lainnya. Pada saat surveyor melakukan survei lapangan, pihak pengelola
pelabuhan Hunimua tidak dapat memberikan data teknis pelabuhan. Akan tetapi
berdasarkan identifikasi lapangan, maka dari fasilitas yang ada dipelabuhan dapat
dikatakan bahwa DLKr daratan maupun perairan yang meliputi fasilitas pokok dan
penunjang pelabuhan dapat terlihat dengan jelas. Sementara DLKp perairan untuk
kepentingan keadaan darurat, juga tidak terdapat area untuk pengembangan jangka
panjang tidak dapat ditunjukkan. Fasilitas yang terekam di pelabuhan Hunimua dapat
dilihat pada gambar-gambar berikut:
Gambar 3.5. Dermaga Di Pelabuhan Hunimua
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 8
Gambar 3.6. Fasilitas Tambat Kapal
Gambar 3.7. Gang Way Penumpang
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 9
Gambar 3.8. Jalan Masuk Kendaraan Ke Dalam Kapal
Gambar 3.9. Jalan Masuk Kendaraan Roda Dua
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 10
Gambar 3.10. Ruang Tunggu Penumpang dan Loket Pembelian Tiket
Gambar 3.11. Tempat Parkir Kendaraan Roda Empat dan Kantor Pengelola Pelabuhan
Di Belakang Kantor Terdapat Mushallah
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 11
Gambar 3.12. Pos Jaga Pelabuhan
Gambar 3.13. Suasana Pelabuhan Hunimua
Dalam kaitan untuk keperluan penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas
penyeberangan komersial, pihak pelabuhan maupun aparat Dinas Perhubungan selalu
memperhatikan permintaan/jumlah pemunpang selama setahun atau faktor muat rata-
rata kapal setiap tahunnya. Berdasar pola yang ada maka kapal yang ada masih
mampu untuk melayani lintas tersebut. Berdasarkan hasil survei di lapangan, data-
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 12
data kapal dan faktor muat rata-rata kapal di Provinsi Maluku berdasarkan jarak dan
lintasan serta nama kapal dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.2. Kapasitas Angkut Kapal Penyeberangan Di Provinsi Maluku
Nama Kapal TahunDibuat GT Kapasitas
Angkut LOA B H/T LintasPenyeberangan
KMP. Terubuk 1990 338Pnp: 212Kend: 12
38.30 10.50 2.90 Hunimua-Waipirit
KMP. Danau Rana 1993 284Pnp: 95Kend: 6
33.50 9.00 2.70 Hunimua-Waipirit
KMP. Temi 2006 1148Pnp: 200Kend: 20
47.20 12.00 3.20 Galala-Namlea
KMP. Inelika 1994 672Pnp: 315Kend: 22
45.36 12.80 3.00 Galala-Namlea
KMP. Tenggiri 1972 267Pnp: 116Kend: 16
41.20 10.22 2.60 Galala-Poka
KMP. Gabus 1981 133Pnp: 28Kend: 8
26.00 10.20 2.20 Galala-Poka
KMP. Samandar 2005 672Pnp: 200Kend: 12
40.00 10.50 2.90Tukehu-Umeputih-Nalahia-Amahai
KMP. Layur 1985 176Pnp: 85Kend: 8
35.90 8.00 2.20Tulehu-Kailolo-Umeputih-Wailey
KMP. Kerapu 1987 315Pnp: 200Kend: 8
39.00 9.50 2.75Galala-Ambalawu-Wamsisi-Namrole-Leksula
Sumber: PT. ASDP Cab. Ambon, 2012
Tabel 3.3. Rata-rata Muatan Kapal Penyeberangan Provinsi Maluku Tahun 2011
Nama Kapal Trip GTRata-rata Muatan/Tahun
LintasOrg Kend R4 Barang
KMP. Terubuk 1104 338 83.148 38.071 9.516 Hunimua-WaipiritKMP. Danau Rana 149 284 168 - - Hunimua-WaipiritKMP. Temi 286 1148 76.719 11.835 13.980 Galala-NamleaKMP. Inelika 1416 672 148.847 65.510 16.115 Galala-NamleaKMP. Tenggiri 11500 267 706.056 492.911 - Galala-PokaKMP. Gabus 11631 133 506.832 343.152 - Galala-Poka
KMP. Samandar 278 672 11.844 3.207 1.875Tukehu-Umeputih-Nalahia-Amahai
KMP. Layur 766 176 17.136 9.179 2.711Tulehu-Kailolo-Umeputih-Wailey
KMP. Kerapu II 544 315 55.571 3.977 507Galala-Ambalawu-Wamsisi-Namrole-Leksula
Sumber: PT. ASDP Cab. Ambon, 2012
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 13
Tabel 3.4. Rata-rata Muatan Kapal Penyeberangan Provinsi Maluku Tahun 2011
Nama Kapal Trip GTRata-rata Muatan/Tahun
LintasOrg KendR4 Barang
KMP. Terubuk 1.074 338 78.609 32.764 7.170 Hunimua-WaipiritKMP. Danau Rana 119 284 382 6 1 Hunimua-WaipiritKMP. Temi 311 1148 83.613 10.729 15.151 Galala-NamleaKMP. Inelika 1.711 672 191.778 82.778 18.317 Galala-NamleaKMP. Tenggiri 9.697 267 427.691 315.529 - Galala-PokaKMP. Gabus 11.187 133 370.442 277.335 - Galala-Poka
KMP. Samandar 278 672 11.068 3.494 1.879Tukehu-Umeputih-Nalahia-Amahai
KMP. Layur 714 176 18.858 8405 2029Tulehu-Kailolo-Umeputih-Wailey
KMP. Kerapu II 484 315 36.716 2.671 685Galala-Ambalawu-Wamsisi-Namrole-Leksula
Sumber: PT. ASDP Cab. Ambon, 2012
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 14
Tabel 3.5. Data Kapal Penyeberangan Di Provinsi Maluku
No Nama Kapal GTKapal
TahunPembuatan Nama Galangan
Kapasitas AngkutABK Kecepatan
(Knot)Orang Kendaraan1 KMP. Gabus 133 1981 PT. Inggom Jakarta 75 8 12 52 KMP. Tenggiri 267 1972 Matzhura Jepang 200 16 16 63 KMP. Danau Rana 284 1993 PT. DRU Jakarta 86 8 14 104 KMP. Kerapu II 306 1987 PT. DOC Surabaya 200 12 15 85 KMP. Layur 176 1984 PT. Kodja Marine 53 10 14 76 KMP. Samandar 468 2004 PT. Marina Bahagia Palembang 200 14 13 107 KMP. Terubuk 338 1991 PT. Najatim Dock Yard 300 14 16 98 KMP. Ineleka 672 1995 PT. Iki Ujungpandang 319 20 18 99 KMP. Kormomolin 468 1996 PT. Adiluhung SBY 300 20 15 1010 LCT. Berkala Prima 372 2002 Samarinda 250 12 14 711 KMP. Lobster 664 2008 PT. Marina Bahagia 300 20 18 1012 KMP. Temi 500 2008 PT. Sanur - Tegal 250 12 18 1213 KMP. Egron 500 2008 PT. Adiluhung SBY 214 20 18 1214 KMP. Bukit Masbait 500 2008 PT. Daya Radar Utama 214 20 18 1215 KMP. Teluk Ambon 300 2009 PT. Indonesia Marine 80 15 16 916 KMP. Tanjung Koako 500 2009 PT. Sanur - Tegal 214 20 18 1217 KMP. Tg Madlahar 300 2011 PT. Kodja Bahari 88 10 18 1218 KMP. Badaleon 616 2011 PT. Dumas Ship Yard 202 18 18 1219 KMP. Marsela 616 2011 PT. Adiluhung SBY 202 18 18 12
Sumber: Dinas Perhubungan Prov. Maluku, 2012
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 15
Terkait Penempatan Kapal Penyeberangan Sesuai daerah Operasi, survei di lokasi
dan hasil wawancara menunjukkan bahwa kapal yang dioperasikan (KMP.
Samandar) hanya pada satu lintasan penyeberangan. Hal-hal yang diperhatikan
atau yang menjadi pertimbangan dalam mengoperasikan kapal sesuai lintas
penyeberangan Hunimua – Waipirit ini memiliki tinggi gelombang 0,5 – 1 m yang
diidentifikasi dengan cara manual/melihat saja serta ada informasi dari BMKG.
Sementara tinggi gelombang di sekitar pelabuhan adalah 0 – 0,5 m dengan
kedalaman air di sekitar pelabuhan adalh 5 – 10 m yang juga diidentifikasi dengan
dilihat secara manual. Kecepatan angin di wilayah pelabuhan 3 – 5 mil/jam
sementara kecepatan arus di alur penyeberangan berkisar 2 – 3 knot
Kapasitas muat kapal KMP Samandar, untuk penumpang mampu memuat 200
orang, roda enam mampu memuat 10 buah, roda empat mampu memuat dua buah
dan barang mampu mengangkut 12 ton. Sedangkan rata-rata muatan kapal adalah
untuk penumpang mampu memuat 50 orang, roda enam mampu memuat 6 buah,
roda empat mampu memuat empat buah dan barang mampu mengangkut 10 ton.
Semntara untuk perhitungan-perhitungan ruang bebas alur pelayaran, perhitungan
ruang bebas pelayaran di wilayah perairan sebagai lintas penyeberangan tidak
terukur. Sementara persyaratan keselamatan kapal penyeberangan dan kajian
perhitungan stabilitas kapal penyeberangan di wilayah perairan sebagai lintas
penyeberangan tidak pernah dilakukan.
Sementara untuk ijin operasional kapal penyeberangan yang beroperasi, secara
baku khusus untuk Provinsi Maluku belum memiliki pedoman baku pengurusan
izin pengoperasian kapal penyeberangan. Akan tetapi berdasarkan wawancara
dengan petugas Dinas Perhubungan Provinsi Maluku menyatakan bahwa untuk
prosesdur pengoperasian kapal penyeberangan sudah diatur dalam Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan.
Untuk Penanganan Kecelakaan Kapal Penyeberangan pada Saat Operasi, secara
khusus pedoman penanganan kecelakan kapal yang sedang beroperasi di Provinsi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 16
Maluku belum ada. Akan tetapi berdasarkan wawancara dengan administratur
pelabuhan di Ambon menyatakan bahwa ketika terjadi kecelakaan saat beroperasi
maka pihak pengelola pelabuhan dan pengelola kapal penyeberangan akan segera
menghubungi Badan SAR setempat untuk dilakukan pertolongan pertama dan
efakuasi penumpang. Sementra di kapal sudah tersedia sijil keadaan darurat yang
dikeluarkan oleh masing-masing operator/perusahaan kapal yang bersangkutan.
Pada pedoman Penempatan Kapal Penyeberangan pada Lintas Penyeberangan
Perintis, secara khusus di Provinsi Maluku tidak memiliki pedoman baku untuk
penempatan kapal penyeberangan perintis. Akan tetapi berdasarkan wawancara
dengan petugas Dinas Perhubungan Provinsi Maluku menyatakan bahwa
pengaturan penempatan kapal diserahkan kepada pengelola kapal dalam hal ini
PT. ASDP, namun selama ini selalu dikoordinasikan dengan pihak dinas
perhubungan, setelah adanya permintaan resmi dari pemerintah daerah maupun
penugasan dari pusat karena subsidi diberikan oleh pusat.
Sementara untuk pedoman Pengukuran Jarak Baring pada Lintas Penyeberangan,
sesuai pengamatan di lokasi survei, petugas kapal penyeberangan tidak memiliki
cara khusus dalam menentukan jarak baring pada lintas penyeberangan. Karena
mereka sudah mengerti betul alur lintasan yang dilewati, maka panduan mereka
hanya berdasarkan GPS yang ada dalam kapal penyeberangan. Di samping itu
karna jarak penyeberangan yang relati pendek hanya 11,5 mil maka bagi para
kapten kapal dengan mudah menjalankan kapal mereka.
B. KENDARI
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Propinsi Sulawesi Tenggara, diperoleh
data jarak antar lintas penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tenggara, yaitu:
a) Bajoe – Kolaka ; 83 Mill
b) Siwa-Lasusua ;35 Mill
c) Bira-Tondasi ;115 Mill
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 17
d) Talaga-Bau-Bau–Dongkala-Mawasangka; 58 Mill
e) Kamaru - Wanci ; 36 Mill
f) Kendari – Lenggara (Wawoni) ;30 Mill
g) Torobulu – Tampo ; 20 Mill
h) Wara - Bau Bau ; 5 Mill
Berdasarkan informasi dari Dinar Perhubungan Propinsi Sulawesi Tenggara,
berikut ini ditampilkna tabel-tabel data produksi angkutan penyeberangan di
Propinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 3.6. Data Kapal Penyeberangan Di Sulawesi Tenggara Tahun 2011
KapalTahunDibuat
GTKap.
AngkutLOA B H/T
Lintas
Merak 1970 692 500/20 44,5 11,3 2,6 Bajoe-KolakaKmp Tuna 1984 831 354/22 45 14 3,4 Bajoe-KolakaKota Bumi 1988 1080 500/23 66,05 12,42 2,9 Bajoe-KolakaMishima 1982 1172 387/24 56,56 13,10 3,8 Bajoe-KolakaReny Ii - 456 - - - - Bajoe-KolakaCirta MandalaAbadi
- 580 - - - - Bajoe-Kolaka
Muchlisa 1980 725 403/16 40,70 11,50 2,8 Bajoe-KolakaKota Muna 1974 685 430 57,95 13,20 4 Bajoe-KolakaPoncan Moale - - - - - - Lasusua-SiwaBonto Haru 2003 600 418 54 14 2,5 Bira-Sikeli-
TindasiBelida 2003 844 - 54 14 2,45 Bira-Sikeli-
TindasiNuku - - - - - - Tampo-TorobuluSemumu 1995 300 300/12 39,6 10 1,6 Tampo-TorobuluPulau Ribuah - - - - - - Bau-Bau - WaraMujair - - - - - - Bau-Bau - WaraAriwangan 1985 157 50/4 30,11 7 1,3 Kendari-LangaraMadidihang 1987 235 200/10 33,5 9 1,5 Bau-bau -
MawasangkaBahtera Mas 2010 600 - - - - Kamaru-Wanci
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 18
Tabel 3.6. Tarif Kapal Penyeberangan Di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011
LINTAS
TARIF PENUMPANG TARIF KENDARAANBarang/Hewan
EKONOMINON
EKONOMIGOL I GOL IIa GOL III GOL IV GOL V GOL Via GOL VIb
(perton/m3)
DWSANK-ANK
DWSANK-ANK
Bajoe-Kolaka 57,390 36,450 84,890 156,115 349,225 1,097,000 2,261,500 3,830,100 3,139,600Lasusua-Siwa 32,000 21,000 50,000 71,000 171,500 495,000 790,000 1,062,000 1,025,000Bira-Sikeli-Tindasi 83,000 55,000 127,000 223,000 456,000 1,363,000 3,265,000 4,479,000 3,246,000Tampo-Torobulu 18,500 11,000 8,500 22,5000 209,000 322,500 409,000 580,5000 806,000 12,500Bau-Bau - Wara 4,500 2,500 3,000 6,000 52,000 65,000 90,000 225,000 321,000 4,000Kendari-langara 19,000 12,000 10,000 32,000 355,000 496,000 635,000 955,000 1,250,000 16,000Dongkala -Mawasangka
10,500 6,500 4,000 16,000 165,000 197,000 254,000 381,000 477,000 10,000
Bau-bau-Dongkala 25,500 18,000 13,000 38,500 415,000 575,000 735,000 1,335,000 1,715,000 16,000Kamaru-Wanci
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 19
Tabel 3.7. Data Angkutan/Produksi Penyeberangan Prop. Sulaesi Tenggara 2011
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 20
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 21
Sementara itu, berdasarkan pengamatan, wawancara dan informasi yang diperoleh
dari lokasi penelitian, diperoleh gambaran mengenai ketersediaan dan
implementasi pedoman di bidang trabnsportasi penyeberangan, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Terkait Pedoman Pemeliharaan/Perawatan Kapal Penyeberangan, dari hasil
temuan di lapangan, survei dilakukan secara secara periodik yakni Servei tahunan,
Semester, Triwulan. Survei non periodik juga dilakukan sewaktu-waktu jika ada
kerusakan mendadak. Survei meliputi; Alat keselamatan, Alat Navigasi, Otomasi,
Poros, Alat Sistem manajemen mutu, dan keselamatan dan kondisi bodi kapal
secara keseluruhan, mesin serta alat penggerak (propeler) dan ketel uap.
Dalam pelaksanaan dilakukan pencatatan dan pengarsipan terhadap hasil survei
kemudian selanjutnya di tindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan yang di perlukan.
Jika terdapat alat yang rusak yang perlu di ganti atau di adakan maka akan
diajukan pengadaanya kepada pihak ASDP kendari sebagai operator. Selanjutnya
treatment perbaikan yang dilakukan disesuaikan dengan bagian, jenis alat dan
tingkat kerusakan yang terjadi. Pada bagian bodi kapal/Plat kapal dilakukan
pemeliharaan dan perbaikan dengan tahap pengetokan, selanjutnya di sekrap, di
gurinda, di meni dan terakhir dilakukan pengecatan.
Untuk cara pemeliharaan alat kapal selalu dilakukan melalui tahap pembersihan
bagian luar dengan melakukan pengelapan, secukupnya. Untuk bagian mesin
dilakukan pembersihan seperlunya seperti pemberian oli, gomo serta pengelapan
dan jika ada bagian yang perlu untuk dilakukan pengantian maka diusulkan untuk
di ganti.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 22
Gambar 3.14. Dokumen-dokumen pelaksanaan survey dan pemeliharaan kapal di
lokasi
Selanjutnya, terkait berlalulintas di lintas penyeberangan, kapal yang memasuki
pelabuhan, dimana perusahaan palayaran atau agen melaporkan pemeberitahuan
kedatangan kapal (Form LAL 1) kepada kantor ADPEL Kendari. Setiap kapal
harus mematuhi rambu yang ada saat memasuki atau keluar alur pelayaran di
pelabuhan kendari. Untuk kapal yang sandar di pelabuhan kendari harus
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 23
memperhatikan lamanya waktu sandar yang telah di tentukan untuk kelancaran
masuk kelauarnya kapal di pelabuhan
Setelah selesai bongkar muat di pelabuhan, dan waktu sandar selesai, sebelum
berangkat, perusahaan pelayaran atau Agen harus selalu melaporkan
pemberitahuan keberangkatan kapal. Kepada Syahbandar maupun operator
pealbuhan setempat. Selama berlayar keluar pelabuhan kapal harus
memperhatikan rambu rambu yang telah di pasang sesuai dengan keguanaan
rambu seperti rambu-rambu penuntun, rambu suar dll. Selain itu kapal hasus
memperhatikan kapasitas muatan kapal dan kondisi cuaca ketika akan
meninggalkan pelabuhan kendari. Sayhbandar juga harus memastikan, bahwa
kapal sebelum berlayar harus diperiksa surat-surat yang berkaitan dengan
kelaiklautan dan pelayanan minimal penumpang, lambung timbul, pemuatan
kendaraan, dan pengawakan.
Gambar 3.15. Kondisi perairan di Pelabuhan Penyeberangan Kendari
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 24
Gambar 3.16. Prosedur Kapal Keluar Masuk Pelabuhan Penyeberangan Kendari
Terkait dengan penetapan DLKr maupun DLKp, fasilitas/sarana yang ada di
pelabuhan Kendari telah memperhatikan kebutuhan akan terlaksananya
kelancaran dalan kegiatan penyeberangan. Tidak ada keterangan ukuran yang
dapat diberikan pasti, namun sesuai dengan kebutuhan yang ada. Berikut adalah
gambar-gambar fasilitas pelabuhan.
Gambar 3.17. Situasi DLKr Pelabuhan Penyeberangan Kendari
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 25
Gambar 3.18. Situasi DLKp Pelabuhan Penyeberangan Kendari
Selanjutnya, dalam rangka Penentuan Jumlah Kapal Penyeberangan pada Lintas
Penyeberangan Komersial yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara, pihak
pelabuhan maupun aparat Dinas Perhubungan selalu memperhatikan
permintaan/jumlah pemunpang selama setahun atau faktor muat rata-rata kapal
setiap tahunnya. Berdasar data yang ada maka kapal yang beroperasi saat ini
masih mampu untuk melayani lintas tersebut.
Data di atas erat kaitannya dengan Penempatan Kapal Penyeberangan Sesuai
daerah Operasi. Selain pertimbangan faktor muat, berdasarkan infoermasi dari
Dinas Perhubungan, penempatan kapal sesuai daerah operasi mengacu pada pada
3 faktor:
o Faktor lingkungan yang meliputi; tinggi gelombang, arus laut, kedalaman
lintasan, angin, dll yang sebagian besar datanya diperoleh melalui BMG
kendari dan data yang dikeluarkan oleh Hisros.
o Faktor teknis spesifikasi kapal meliputi; kapasitas muat, ukuran utama kapal
dll
o Faktor sosial ekonomi yang meliputi: Biaya operasional kapal yang
dibandingkan dengan perkembangan tingkat ekonomi masyarakat antar
penyeberangan, pembiayaan pengadaan kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 26
Dalam hal pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan, berdasarkan data
dan pengematan serta informasi dari Dinas Perhubungan, pengajuan ijin
operasional kapal penyebrangan pada lintas penyebrangan Kendari, diajukan
kepada Bupati/Walikota setempat dimana perusahaan berada.
Syarat permohonan ijin perusahaan penyeberangan;
o Perorangan WNI, Badan hukum berbentuk perseroan terbatas, BUMN,
BUMD atau koperasi yang didirikan khusus untuk usaha itu
o Memiliki akte pendirian perusahaan bagi badan hukum dan KTP bagi
perorangan
o Persyaratan tertulis yang sanggup menyediakan satu untuk kapal
penyeberangan berbendera indonesia
o Memiliki tenaga ahli dalam pengelolaan manajemen angkutan penyeberangan
o Memiliki surat keterangan domisili angkutan penyeberangan
o Memiliki NPWP
Prosedur yang ditempuh adalah:
- Pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha, mengajukan Persetujuan
pengoperasian kapal penyeberangan kepada Menteri atau
Gubernur/Walikota/Bupati sesuai daerah operasi.
- Berdasarkan permohonan, melakukan penelitian terhadap persyaratan
- Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, pemberi ijin
menyampaikan penolakan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan.
- Jangka Waktu Pengurusan adalah dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 27
Gambar 3.19. Prosedur Pengajuan Ijin Operasional Kapal Angkutan
Penyeberangan di Kendari
Untuk Penanganan Kecelakaan Kapal Penyeberangan pada Saat Operasi,
berdasarkan hasil wawancara dengan awak kapal, di atas kapal penyeberangan
Kendari-Langara rutin dilakukan latihan keadaan darurat setiap bulannya,
khuusunya darurat kebakaran dan evakuasi meninggalkan kapal. Terdapat
kelengkapan yang selalu dipelihara dan dan uji kemampuannya untuk keadaan
darurat, misalnya alat komanikasi radio, GPS, alarm, alat penolong (jaket, sekoci,
pelampung, dll), hydrant kebakaran, serta pengumuman sijil darurat yang
dirempel di lambung kapal, di area public dan ruang ABK.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 28
Gambar 3.20. Peralatan dan Dokumen Pengangan Kecelakan di kapal
Penyeberangan di Kendari
Terkait pedoman Penempatan Kapal Penyeberangan pada Lintas Penyeberangan
Perintis, berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan, ssat ini pemerintah
daerah belum melakukan penyelenggaaraan lintas perintis, hanya masih
memperoleh bantuan dari pemerintah pusat. Sehingga prosedurnya setelah
pengajuan dari pemerintah daerah, kemudian dikaji pemerintah pusat, kemudian
ditempatkan kapal yang dioperasikan di lintas perintis tersebut.
Secara khusus dalam Pengukuran Jarak Baring pada intas Penyeberangan, para
Nahkoda telah dibekali ilmu pelayaran, yaitu dengan mengukur baringan setiap
lintasan kapal dengan menggunakan kelengkapan nautika yang ada, dan diplotkan
pada peta. Dengan mengikuti alur yang telah ditetapkan, maka setiap lintasan
dapat diketahui jarak baringan lintasan tersebut. Namun demikian, menurut
informasi dari awak kapal dan dinas perhubungan, jarak baring diukur dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 29
- Alur lintasan kapal masuk kepelabuhan
- Kedalaman lintasan yang akan di lalui
- Perubahan cuaca yang berpengaruh pada tinggi gelombang, arus laut, dan
angin.
C. MEDAN
Setelah melakukan survei dan wawancara dengan beberapa instansi terkait
menunjukkan bahwa seluruh kapal penyeberangan di Provinsi Sumatera Utara
baik yang melayani lintas Nias-Sibolga maupun Danau Toba, belum pernah
melakukan survei dalam rangka pemelirahaan dan perawatan kapal
penyeberangan. Namun untuk survei alat keselamatan sebelaum kapal berlayar
biasanya Adpel melakukan sijil. Pemeliharaan yang dilakukan oleh awak kapal
dilaksanakan berdasarkan kondisi di lapangan.
Untuk pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan pada semua lintas
penyeberangan di Provinsi Sumatera Utara belum ada.
Dalam hal penetapan DLKr dan DLKp pelabuhan laut, pihak otoritas pelabuhan
maupun Dinas Perhubungan provinsi telah mengacu pada peraturan yang berlaku,
namun tidak seua fasilitas pokok maupun penunjang sebagaiman yang disyaratkan
dapat dipenuhi semua di setipa pelabuhan yang ada, misalnya area untuk keadaan
darurat, juga tidak terdapat area untuk pengembangan jangka panjang. Selain itu
juga tidak terdapat fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal
untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah kapal lainnya.
Untuk penempatan kapal, pihak dinas propinsi selalu memantau data produksi
rata-rata lintas penyeberangan, serta kondisi cuaca. Namun untuk penempatan
kapal untuk dioperasikan tergantung dari masing-masing pengusaha angkutan
penyeberangan, dengan pertimbangan dari dinas propinsi maupun otoritas
pelabuhan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 30
Secara khusus untuk Provinsi Sumatera Utara belum memiliki pedoman baku
pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan. Akan tetapi berdasarkan
wawancara dengan petugas Dinas Perhubungan Provinsi Maluku menyatakan
bahwa untuk prosesdur pengoperasian kapal penyeberangan sudah diatur dalam
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
Secara khusus pedoman penanganan kecelakan kapal yang sedang beroperasi di
Provinsi Sumatera Utara belum ada. Akan tetapi berdasarkan wawancara dengan
administratur pelabuhan di Ambon menyatakan bahwa ketika terjadi kecelakaan
saat beroperasi maka pihak pengelola pelabuhan dan pengelola kapal
penyeberangan akan segera menghubungi Badan SAR setempat untuk dilakukan
pertolongan pertama dan efakuasi penumpang.
Secara khusus di Provinsi Sumatera Utara tidak memiliki pedoman baku untuk
penempatan kapal penyeberangan perintis. Akan tetapi berdasarkan wawancara
dengan petugas Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa
pengaturan penempatan kapal diserahkan kepada pengelola kapal dalam hal ini
PT. ASDP, namun selama ini selalu dikoordinasikan dengan pihak dinas
perhubungan.
Sesuai pengamatan di lokasi survei, petugas kapal penyeberangan tidak memiliki
cara khusus dalam menentukan jarak baring pada lintas penyeberangan. Karena
mereka sudah mengerti betul alur lintasan yang dilewati, maka panduan mereka
hanya berdasarkan GPS yang ada dalam kapal penyeberangan.
D. MATARAM
Lintas penyeberangan Pelabuhan Lembar - Padangbai, diamna jarak antara 2
pelabuhan tersebut biasanya ditempuh dengan waktu 4 Jam 20 Menit, dengan
waktu sandar masing-masing kapal di dermaga/pelabuhan Lembar 1 Jam 05
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 31
menit. Angkutan penyeberangan Pelabuhan Lembar – Padangbai beroperasi
selama 24 Jam. Sekilas gambaran umum Pelabuhan Lembar dan Pelabuhan
Badangbai seperti berikut.
Gambar 3.21. Peta Lintasan Pelabuhan Lembar – Pelabuhan Padangbai
Pelabuhan Lembaran memiliki dua (2) dermaga, yaitu dermaga 1 dan dermaga 2.
Prasarana yang ada di dua dermaga tersebut adalah ; parkir tunggu kendaraan,
parkir siap muat kendaraan, parkir alternatif kendaraan, ruang tunggu penumpang
dan toll gate serta loket. Secara umum, lay out Pelabuhan Lembar dapat dilihat
pada gambar berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 32
Gambar 3.22: Peta layout Pelabuhan Lembar.
Untuk menjaga ketertiban lalu lintas kendaraan yang masuk dan yang ke luar
Pelabuhan Lembar telah ditetapkan adanya rambu-rambu yang harus ditaati bagi
setiap pengendara. Hal in dilakukan, karena pelabuhan beroperasi selama 24 jam,
karena itu keluar masuk kendaraan relatif cukup banyak. Di dalam gambar telah
diberi tanda panah alur masuk kendaraan dengan warna merah, sementara tanda
panah warna biru adalah arah keluar kendaraan dari Pelabuhan Lembar. Dengan
adanya rambu – rambu lalu lintas tersebut, maka kendaraan masuk dan keluar
dapat lebih teratur. Sekilas lalu lintas keluar masuk kendaraan Pelabuhan
Lembaran dapat dilihat pada gambar berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 33
Gambar 3.23. Peta layout keluar masuk kendaraan di Pelabuhan Lembar.
Ket : Panah warna merah tanda jalur masuk ke area Pelabuhan Lembar,
warna biru arah keluar kendaraan dari kapal hingga keluar pelabuhan
Luas areal Pelabuhan Lembar mencapai 18.000 m2. Areal pelabuhan tersebut
telah dilengkapi dengan terminal dengan luas 450 m2. Areal parkir 12.030 m2,
jalan mencapai 4.542,50 m2 dan kantor parkir 3.000 m2. Ruang tunggu
penumpang juga telah dibangun dengan luas 684 m2, dan luas areal ruang tunggu
mencapai 1.326 m2. Beberapa sarana lainnya telah disediakan sebagai bagian
pelayanan bagi penumpang seperti halnya toilet berdekatan dengan ruang tunggu
sebanyak 6 unit dengan luas 29,7 m2. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pimpinan PT. Indonesia Ferry (Persero) Pelabuhan Lembar, beberapa aspek yang
belum ada, dan yang seharusnya ada sebagai pelayanan bagi para pengguna jasa
pelabuhan adalah meliputi; jembatan timbang, rumah hydrant, bunker/tangki
BBM, workshop/bengkel dan lainnya. Lebih jelasnya profil Pelabuhan Lembar
dapat dilihat pada tabel berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 34
Areal parkir kendaraan memiliki kapasitas 50 truck dan 30 kendaraan kecil,
sementara parkir siap muat kendaraan memiliki kapasitas 25 truck, dan parkir
alternatif kendaraan mampu menampung sebanyak 75 truck. Lebih jelasnya
profil kapasitas areal parkir dapat dilihat pada tabel berikut.
Untuk melayani kapal yang sedang bersandar, telah dibangun dua (2) dermaga
yaitu dermaga 1 dan dermaga 2. Di dalam masing-masing dermaga telah
dibangun berbagai sarana, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. 3.8.
Dengan tersedianya prasarana pelabuhan termasuk dermaga dan fasilitas, maka
pelayanan terhadap 19 kapal setiap hari dapat terlaksana dengan baik. Sembilan
belas (19) kapal tersebut adalah sebagai pelayanan bagi para penumpang lintas
Pelabuhan Lembar – Padangbai, yang dapat dilihat tabel berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 35
Tabel. 3.9.
Dengan personil dan fasilitas pelabuhan yang ada, kegiatan pelayanan di
pelabuhan boleh dikatakan berjalan dengan lancar dan baik. Pelayanan terhadap
kapal sandar maupun yang berangkat menuju Pelabuhan Padangbai boleh
dikatakan tepat waktu. Setiap jam dipastikan ada yang berangkat dan bersandar.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kegiatan operasi pelayaran penyeberangan
Lembar – Padangbai adalah 24 jam. Dengan demikian, setiap saat sarana untuk
kebutuhan bersandar dan berangkat harus siap siaga.
Di Pelabuhan Lembar, juga disediakan ruang tunggu penumpang sebelum naik
kapal. Dari segi fisk, kondisi terminal ruang runggu Pelabuhan Lembar boleh
dikatakan kurang baik, sebab kondisi di dalam sudah banyak yang rusak.
Berdasarkan pengamatan di lapangan tempat duduk yang ada juga kurang
kondusif, dan tidak sebanding dengan orang/penumpang yang ada. Penumpang
di ruang tunggu sebagian besar berdiri. Jadi dapat disimpulkan, pelayanan
terhadap penumpang dari segi fasilitas ruang tunggu masih kurang memadai.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 36
Gambar 3.24. Para penumpang duduk di ruang tunggu sebelum naik kapal
Pelabuhan Lembar memiliki dua (2) dermaga, yaitu dermaga 1 dan dermaga 2.
Masing-masing di dua dermaga telah disediakan jalan bagi para penumpang
menuju kapal penyeberangan. Berdasarkan informasi dari pihak keamanan
pelabuhan, jalan tersebut biasanya non stop dilalui para penumpang, karena itu
keamanan selalu diawasi untuk menjamin ketertiban memasuki kapal.
Gambar 3.25. Jalan penumpang menuju kapal penyeberangan di dermaga 2
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 37
Gambar 3.26. Jalan penumpang menuju kapal penyeberangan di dermaga 1
Di sekitar ruang tunggu penumpang, tersedia toilet/kamar mandi dua unit. Juga
tersedia warung-warung makan untuk keperluan sehari-hari penumpang maupun
awak kendaraan yang menggunakan jasa kapal penyeberangan..
Gambar 3.27. Kios/warung di samping areal perkir kendaraan tunggu
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 38
Gambar 3.28. Kendaraan Truck sedang antri di tempat parkir yang telah
disediakan untuk naik kapal
Berdasarkan data fasilitas yang ada tersebut, pemenuhan DLKr dan DLKp
pelabhuhan laut untuk kepentingan angkutan penyeberangan dapat terlihat dengan
jelas fasilitasnya.
Untuk mekanisme berlalulintas di pelabuhan Lembar, khusus di darat, sebelum
memasuki Pelabuhan Lembar, kendaraan angkutan barang terlebih dahulu
memasuki Jembatan Timbang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
barang dan/atau berat barang yang akan diangkut melalui kapal penyeberangan.
Kendaraan angkutan barang melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan lewat
tolgate/pintu masuk. Sekilas dilakukan pemeriksaan dan pengenaan tarif masuk
kendaraan Pelabuhan Lembar. Kendaraan melanjutkan perjalanan menuju areal
parkir untuk menunggu masuk ke kapal penyeberangan. Pada waktu parkir kenek
truck membeli karcis masuk kapal penyeberangan dengan antri. Waktu tunggu
angkutan barang di areal parkir diperkirakan hanya 15 menit, karena setiap satu
(1) jam kapal penyeberangan sudah ada yang sandar dan berangkat. Saat
kendaraan memasuki kapal penyeberangan, crew pelabuhan dan kapal melakukan
pengaturan kendaraan di dalam kapal dengan jarak.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 39
Gambar 3.29. Pengaturan kendaraan di dalam kapal
Setelah pemuatan selesai, Nahkoda memberitahukan ke operator pelabuhan dan
Syahbandar untuk bisa berangkat. Setelah pengecekan oleh Syahbandar, maka
kapal segera tolak dari dermaga. Hal ini harus cepat mengingat waktu sandar
hanya diberikan sekitar 1 jam 50 menit, untuk mempersiapkan kapal sandar
berikutnya, walaupun jarak waktu antara kapal tolak dan tiba bisa mencapai 1 jam
jedanya. Sebelum keberangkatan, crew kapal biasanya memperagakan
penggunaan alat keselamatan, termasuk memberitahukan bahwa di ruangan ini
ada alat pemadam kebakaran. Sehingga semua penumpang dapat mengetahui,
bialamana sewaktu-waktu digunakan. Ada dua toilet tersedia di lantai atas untuk
pelayanan bagi para penumpang.
Kapal yang tolak keluar dari pelabuhan wajjib mengikuti rambu yang ada, karena
di ujung pintu keluar/masuk pelabuhan terdapat tanjung sempit yang
membahayakan kapal jika tidak hati-hati bisa kandas atau tubrukan dengan kapal
lain yang akan memasuki pelabuhan. Jadi dipahami kenapa waktu jeda bisa
mencapai 1 jam, karena diharapkan saat kapal yang meninggalkan pelabuhan
dapat berpapasan dengn kapal yang akan memasuki pelabuhan tepat berada di alur
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 40
yang luas sebelum mendekati alur sempit di ujung tanjung tersebut. Untuk itu,
guna menjamin keselatan dan keamanan berlayar dari dan ke Pelabuhan Lembar,
ditempatkan rambu pada lokasi tertentu yang dianggap berbahaya bagi
keselamatan berlayar. Penempatan perambuan dapat dilihat pada beberapa tanda
gambar berikut.
Gambar 3.30. Peta penempatan rambu di wilayah perairan Pelabuhan Lembar
Secara umum, fungsi perambuan adalah sebagai tanda dan/atau peringatan
larangan bagi nahkoda bahwa pada rambu yang ditempatkan adalah sebagai
daerah yang harus diwaspadai. Artinya, nahkoda harus memperhatikan sekaligus
waspada pada waktu berlayar. Beberapa lokasi penempatan rambu untuk
diperhatikan para nahkoda di wilayah perairan menuju Pelabuhan Lembar adalah
sebagai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 41
a. Tanda siang malam (Rambu Suar), ditempatkan di Ramsu Hijau Lembar
dengan bentuk Kerucut warna hijau. Rambu Suar yang ditempatkan ini
memiliki tipe struktur atas sigle pipe dengan tinggi 4,5 M, struktur bawah
pancang beton, kaki 3 dengan 3 M. Sumber energi adalah solar cell dan accu.
Posisi 080 -44’ - 06.2’ S, dan 116 0 – 04’ – 08.5” T. Kode di gambar
ditetapkan dengan nomor DSI 4185.3. Rambu suar ini dilengkap dengan jenis
lampu utama yaitu Flasing dengan merek Tideland/Maxlumia.
Gambar 3.31. Rambu Suar di Rambu Hijau Lembar
b. Tanda siang malam (Rambu Suar) , ditempatkan di Alur Lembar dengan kode
No. 5 dengan bentuk Landa Puncak Kerucut warna hijau. Rambu suar yang
ditempatkan di lokasi No.5 Alur Lembar memiliki tinggi menara 10 meter,
dan secara keseluruhan tinggi 13,5 meter. Jarak tampak 12 NM. Sumber
energi yang digunakan adalah Solar Cell dan Accu. Posisi berada pada 080-44
’–14.1” S dan atau 1160-03’–56.3” T. Rambu ditetapkan dengan kode DSI:
4185.2. Konstruksi menara tertutup (GRP). Radar reflektor type Aluminium
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 42
(triherdral). Jenis lampu atama yang digunakan adalah Flashing dengan merk
tideland/ML.300, karakteristik FL.G. 3S.
Gambar 3.32. Rambu Suar ditempatkan di No.5 Alur Lembar
c. Tanda siang malam (Rambu Suar), ditempatkan di Alur Lembar dengan kode
No. 6 bentuk Menara Warna Merah, dengan kode DSI:4185.1. Rambu suar
yang ditempatkan di lokasi ini berada di laut dengan tinggi menara 15 meter
dan tinggi secara keseluruhan mencapai 18 meter, berada pada 080-44’-15” S
dan atau 1160-03’-51.7” T. Jarak tampak menara suar dengan warna merah
mencapai 13,5 NM, sehingga dari jarak jauhpun para nahkoda sudah dapat
memperhatikan, bahwa di lokasi tersebut perlu diwaspadai. Jenis lampu utama
Flashing dengan merek Tideland/ML. 155, period FL.0.5 CEL.3.5. Sumber
energi yang digunakan adalah Solar Cell dan Accu.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 43
Gambar 3.33: Rambu Suar (Menara Warna Merah) di No. 6 Alur Lembar
d. Tanda siang malam (Rambu Suar), ditempatkan di Tnjung Keramat (No. 4
Lembar) bentuk Slinder Warna Merah. Rambu suar ini memiliki tinggi 15
meter dengan jarak tempak 8 NM. Sumber energi yang digunakan adalah
Solar Cell dan Accu. Posisi rambu suar (sliender warna merah) berada pada
080- 44’-22” S dan/atau 1160-03’-40.6” T. Posisi rambu slinder warna merah
ditetapkan dengan kode DSI:4185, dengan tahun pembuatan pada tahun 2008.
Jenis lampu utama yang digunakan adalah Flashing dengan merk Tideland/M
ML. 155, karakteristik FL.R. 3 S periode FL. 0.5 : ECL . 2.5.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 44
Gambar 3.34. Rambu Suar (Silinder Warna Merah) di Tanjung Keramat (No. 4
Lembar )
e. Tanda siang malam (Rambu Suar) ditempatkan di Hijau Lembar bentuk
Kerucut Warna Hijau. Panjang rambu suar (kerucut warna hijau) adalah 7,5
meter. Tipe rambu suar adalah struktur atasnya sigle pipa dengan tinggi 4,5
meter, struktur bawah beton pancang kaki 3 dengan tinggi 3 meter. Jarak
tampak 6 NM. Rambu suar (kerucut warna hijau) berada pada posisi 080–44’-
22.5” S atau 1160-03’-42.0” T. Pembangunan rambu suar dilakukan pada
tahun 2008. Rambu suar tersebut dilengkapi dengan jenis lampu utama ”
Malumina ML.155 dengan merk Tideland. Kharakteristik FL.G.(2) 5 S.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 45
Gambar 3.35.: Rambu Suar (Kerucut Warna Hijau) di Hijau Lembar
f. Tanda siang malam (Rambu Suar) ditempatkan di No. 1 Alur Lembar
(Gilimas) bentuk Kerucut Warna Hijau. Rambu suar ini adalah berwarna hijau
dengan tinggi 8 meter, dan secara keseluruhan mencapai 9 meter. Jarak
tampak mencapai 4 NM. Rambu suar yang berbentuk warna hijau ini memiliki
sumber energi Solar Cell dan Accu yang berada pada posisi 080- 44-28.21” S
atau 1160-03’-40.61” T. Rambu Suar yang ditempatkan ini diberikan kode
pada gambar DSI ; 4183, yang dibangun pada tahun 1981. Jenis lampu utama
yang digunakan adalah Flashing, merk Tideland/ML.155.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 46
Gambar 3.36. Rambu Suar (Kerucut Warna Hijau) di No.1 Alur Lembar
(Gilimas)
g. Tanda siang malam (Pelampung Suar) ditempatkan di No. 2 Alur Lembar
dengan bentuk Silinder Warna Merah.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 47
Gambar 3.37. Pelampung Suar di No. 2 Alur Lembar
h. Tanda siang malam (Rambu Suar) ditempatkan di Bukit Puyahan dengan
bentuk Menara Warna Putih. Rambu Suar dengan warna putih, tinggi menara
mencapai 12 meter dengan panjang secara keseluruhan mencapai 64,5
meter. Sumber energi yang digunakan adalah Solar Cell dan Accu. Jarak
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 48
tampak mencapai 11 NM. Konstruksi terbuka tiang pipa, menara” galvanis
segi enam”
Gambar 3.38. Rambu Suar di Bukit Puyan
i. Tanda siang malam (Rambu Suar) ditempatkan di Bunutan dengan bentuk
Menara Warna Putih. Tinggi menara warna putih mencapai 15 meter, dan
secara keseluruhan mulai dari dasar mencapai 52 meter. Tanpak dari 10 NM,
dilengkapi dengan sumber energi Solar Cell dan Accu, yang berada pada posisi
080 - 43’ - 29,9” S dan atau 1160 - 02’ - 140.61” T. Rambu suar ini di
dalam gambar diberi kode DSI ; 4184, yang dibangun pada tahun 1993. Jenis
lampu uatama yang digunakan adalah Flashing, dengan merk Tideland/ML.155,
kharakteristik FL.W.3S.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 49
Gambar 3.38. Rambu Suar di Bunutan
j. Tanda siang malam (Rambu Suar), ditempatkan di Rs.Gili Poh dengan warna
putih. Karena itu jenis rambu suar yang digunakan adalah Rambu Suar
dengan menara warna putih, sehingga dari kejauhan sudah terlihat. Jarak
tampak menara tersebut 12 NM. Menara tersebut berada pada posisi 080 –24’-
52.0” T dan 1180- 41’ -30” T, dibangun pada tahun 1994. Jenis lampu utama
Flashing, merk Tideland/MT – 300, sumber energinya adalah Solar Ceel dan
Accu.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 50
Gambar 3.39. Rambu suar yang ditempatkan di Rs. Gili Poh
k. Tanda siang malam (Rambu Suar), ditempatkan di Pelabuhan Lembar dengan
bentuk Menara Warna Putih .
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 51
Gambar 3.40. Rambu Suar yang ditempatkan di Pelabuhan Lembar
Dari hasil diskusi, ternyata faktor letak geokrafis menuju suatu pelabuhan sangat
perlu diperhatikan dan menjadi salah satu faktor penentu bagaimana berlalulintas
di a,lur penyeberangan yang sempit dan padat. Sebagai gambaran, dengan letak
geografis Pelabuhan Lembar yang berada di antara beberapa tanjung, sehingga
untuk melaluinya harus dengan hati-hati, kecepatan aman serta bergantian. Karena
itu, untuk keluar masuk Pelabuhan Lembar harus memperhatikan alur perambuan
yang telah dibangun.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 52
Perlu diperhatikan, bilamana memasuki Pelabuhan Lembar rambu suar warna
merah selalu berada di sisi kiri, sementara rambu suar warna hijau selalu berada di
sisi kanan. Sebaliknya, bialamana meninggalkan/berangkat dari Pelabuhan
Lembar menuju Pelabuhan Padangbai, rambu warna merah berada di sisi kanan,
dan rambu warna hijau berada berada di sisi kiri.
Bilamana memasuki Pelabuhan Lembar dari arah Pelabuhan Padangbai, rambu
pertama yang perlu diperhatikan adalah dengan kode DSI:4186 (rambu warna
merah). Dari jarak jauh sudah terlihat rambu tersebut, karena jarak tampak 6 NM.
Kemudian terus memasuki antara rambu warna merah di sebelah kiri (rambu suar
warna merah) dengan kode: DSI:4185) dan rambu warna hijau dengan kode DSI:
4183.5 di sebelah kanan (rambu suar hijau). Kapal harus berada di tengah kedua
rambu tersebut. Terus memasuki antara rambu warna merah di sebelah kiri
dengan kode DSI:4185.1 (rambu suar warna hijau), dan di sebelah kanan rambu
warna hijau dengan kode DSI:4185.2 (rambu suar warna hijau).
Keberadaan kapal, sebaiknya dijaga agar perjalanan kapal berada di tengah kedua
rambu tersebut. Terus memasuki ke arah Pelabuhan Lembar dengan rambu warna
hijau di sebelah kanan dengan kode DSI:4185.3 (rambu suar hijau). Dar jarak
jauh akan terlihat rambu suar warna putih dengan kode DSI:4182 (Lampu Suar
Warna Putih) yang berada di atas sisi kanan Pelabuhan Lembar sebagai tanda
Pelabuhan Lembar. Ini artinya, Pelabuhan Lembar berada di sekitar rambu suar
warna putih tersebut. Perlu diperhatikan, bilamana berangkat dari Pelabuhan
Lembar menuju Pelabuhan Padangbai, rambu warna hijau selalu berada di sisi
kiri, sementara rambu yang warna merah berada di sisi kanan.
Sementara itu untuk penentuan jumlah kapal, penempatan kapal-kapal sesuai
daerah operasi di lintas komersiil maupun lintas penyeberangan perintis, Dinas
Perhubungan setempat berkoordinasi dengan pihak pelabuhan, terutama
mepertimbangan faktor muat rata-rata lintas dan kapal setiap tahunnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 53
Tebel 3.10.
Semenetara itu untuk pemeliharaan/perawatan kapal, berdasarkan hasil
wawancara dengan pemilik kapal, kapten kapal dan pimpinan PT. Indonesia Ferry
(Persero) di Pelabuhan Lembar, untuk pemeliharaan/perawatan kapal dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu:
a. Pendekatan jam pelayaran
b. Pendekatan tahunan
Pendekatan jam pelayaran, artinya bilamana suatu kapal sudah mencapai 2.500
jam berlayar, maka kapal tersebut harus diperiksa dan dibersihkan secara
menyeluruh termasuk pergantian beberapa barang habis pakai seperti halnya;
ganti oli mesin, ganti pestol dan lain sebagainya. Karena dengan jumlah jam
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 54
berlayar sebanyak 2.500 jam, besar kemungkinan ada kotoran pada beberapa
saluran mesin, dan di bagian lainnya yang dianggap vital dalam operasional kapal.
Pendekatan tahunan, artinya harus dilakukan dock flat pada semua kapal. Dalam
hal ini akan dilakukan pemeriksaan pada semua badan kapal dengan
menggunakan teknologi deteksi terutama untuk mengetahui tingkat ketebalan flat
kapal. Bilamana dari hasil deteksi, terdapat flat kapal dengan tingkat ketebalan 9
mil, maka harus dilakukan pergantian melalui pemotongan dan diganti dengan
flat yang normal 28 mil. Dengan demikian, diharapkan akan terhindar dari
kebocoran dan resiko lainnya. Selama ini, kapal yang beroperasi di Pelabuhan
Lembar, rutin dilakukan pemeliharaan kapal seperti dijelaskan sebelumnya.
Biasanya dilakukan jadwal pemeliharaan termasuk docking secara keseluruhan
Lebih jelasnya, jadwal kapal yang melakukan docking dalam tahun 2009 dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.11.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant III - 55
Untuk pengukuran jarak baring, sesuai pengamatan di lokasi survei, Nahkoda
kapal penyeberangan tidak memiliki cara khusus dalam menentukan jarak baring
pada lintas penyeberangan. Karena mereka sudah mengerti betul alur lintasan
yang dilewati, maka panduan mereka hanya berdasarkan GPS yang ada dalam
kapal penyeberangan, serta peta pelayaran yang selalu diupdate.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 1
BAB IVNASKAH AKADEMIS PENYUSUNAN PEDOMAN DI BIDANG
TRANSPORTASI PENYEBERANGAN
A. Naskah Akademis Pedoman Pemeliharaan Kapal
Penyeberangan
1. Manajemen Pemeliharaan
Aspek pemeliharaan kapal kapal termasuk kapal penyeberangan pada dasarnya
meliputi;a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code, b.Survei dan Pengujian Keselamatan
Kapal, c. Pemeliharaan Bagian Kapal. Khusus pemeliharaan kapal meliputi beberapa
sub aspek yang perlu mendapat perhatian dalam rangka menjamin operasional kapal
yang terdiri dari; 1) pemeliharaan pelat lambung, 2.pemeliharaan ruang penumpang
dan sanitary, 3) pemeliharaan sarana tambat, 4) pemeliharaan alat-alat keselamatan,
5 pemeliharaan pemadam kebakaran, 6. pemeliharaan ramp door, 7) pemeliharaan
alat navigasi, 8) pemeliharaan mesin induk, 9) pemeliharaan motor bantu, 10)
pemeliharaan pesawat bantu, dan 11) pemeliharaan departemen radio dan sipil 1
Dalam pemeliharaan kapal, tanggung jawab utama pemilik
kapal/perusahaan/manajemen kapal adalah menjaga agar semua bagian kapal, mulai
dari lambung kapal, permesinan dan peralatan dipelihara dan dioperasikan sesuai
peraturan dan ketentuan, prosedur serta standar yang telah ditetapkan oleh
Perusahaan. Tanggung jawab tersebut berawal/bersumber dari pimpinan tertinggi
dengan komitmen untuk mengarahkan segala usaha, sumber daya dan dana investasi
dalan rangka menjamin agar armada kapal terpelihara dengan baik dan dioperasikan
oleh anak buah yang bertanggung jawab dan berkompeten. Perlu dipahami komitmen
pimpinan tertinggi perusahaan adalah unsur utama yang akan diverifikasi oleh para
Auditor International Ship Management (ISM) Code 2
Sesuai ketentuan ISM Code perusahaan bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa
seluruh prosedur perbaikan/pemeliharaan kapal yang ditetapkan oleh perusahaan telah
dilaksanakan dengan benar baik di darat (di kantor dan galangan kapal) maupun di
atas kapal. Langkah kedua verifikasi terhadap dipenuhi atau tidaknya ketentuan ISM
Code adalah identifikasi kemungkinan adanya penyimpangan pelaksanaan prosedur
1 SOLAS, 19882 International Ship Management ( ISM ) Code
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 2
pemeliharaan perbaikan kapal baik di darat maupun di atas kapal. Perusahaan
hendaknya tidak melindungi kebijakan pemeliharaan dan perbaikannya terhadap
syarat syarat yang telah ditentukan oleh Negara Bendera maupun Syahbandar, Biro
Klasifikasi dan pihak terkait lainnya pada saat pelaksanaan Survai Periodis maupun
Survai Pembaruan Kelas. Surveyor dan Auditor Pihak Ketiga hanya berhak
melakukan verifikasi berkaitan dengan atas dipenuhinya peraturan Statutori,
Klasifikasi terkait dan Standar yang berlaku, pada saat dan pelaksanaan survei,
inspeksi atau audit periodis dan pembaruan klas.
Perusahan pelayaran yang kurang memperhatikan pemeliharaan kapal akan
mengakibatkan risiko korban jiwa, cedera, kerusakan harta benda dan pencemaran
lingkungan hidup serta menyebabkan kerugian karena pekerjaan perbaikan dan
terganggunya jadwal pengoperasian kapal. Keadaan tersebut tidak hanya
mempengaruhi sertifikasi ISM Code tetapi juga kerugian karena adanya sangsi dari
administrator Negara Bendera (semua sangsi dari administrator lebih berkaitan
dengan pengelolaan system manajemen perbaikan dan pemeliharaan kapal ketimbang
ketentuan ketentuan dalam ISM Code) 3
Kegunaan dokumen ini adalah untuk membantu pemilik kapal, para manajer dan
operator kapal dalam pengembangan dan peningkatan pengelolaan system
pemeliharaan dan perbaikan kapal dengan menyiapkan prinsip prinsip dasar dengan
melakukan Identifikasi elemen elemen utama. Pasal 10.1 ISM Code menyatakan:
“Perusahaan harus menyusun dan membina sistem dan prosedur untuk menjamin
bahwa kapal dipelihara-diperbaiki sesuai dan memenuhi peraturan dan ketentuan
terkait serta persyaratan lainnya yang akan ditetapkan oleh perusahaan. Prosedur yang
disusun harus didokumentasikan dan menjamin terpenuhinya seluruh persyaratan dan
peraturan yang berlaku yaitu: statutory, klasifikasi, lembaga internasional,
Syahbandar dan kesesuaian tersebut secara berkala harus dipertahankan/diperbaharui
dengan melibatkan pihak ketiga melalui kegiatan audit dan survai 4
Prosedur pemeliharaan-perbaikan harus mencakup semua persyaratan tambahan yang
ditentukan oleh perusahaan, sebagai contoh ,hasil pengkajian/analisa sejarah
3 International Ship Management ( ISM Code )4 International Ship MANAGEMENT ( ism Code ) pada Pasal 10 ayat (1)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 3
perbaikan permesinan dan peralatan, kebutuhan tertentu operasional kapal,
rekomendasi produsen permesinan/peralatan terkait. Penting untuk diketahui bahwa
persyaratan tersebut umumnya berlaku untuk; a. Pemeliharaan & perbaikan lambung,
permesinan geladak dan peralatan keselamatan, b. perlengkapan pemadam kebakaran,
c.perlengkapan dan mesin di ruang mesin. Pemenuhan terhadap persyaratan ISM
Code yang berkaitan dengan pemeliharaan-perbaikan kapal dan perlengkapan lainnya
bukan hanya sekedar terpenuhinya persyaratan spesifik sebagaimana tercantum dalam
klausul 10. Beberapa klausul lainnya juga berlaku untuk aktifitas ini sebagaimana
halnya untuk bagian yang lain.
Pada ISM Code klausul 1.2.3 menyebutkan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan
harus menjamin; a. terpenuhinya peraturan dan regulasi yang diwajibkan, b.
diperhitungkannya ketentuan dan standard yang direkomendasikan oleh organisasi,
administrator terkait, badan klasifikasi serta organisasi industri maritim. Diharuskan
adanya prosedur untuk pengendalian dan penyediaan dokumen yang harus syarat
sebagai berikut. a,dokumentasi peraturan, regulasi klasifikasi, pedoman dan standar
harus tersedia dan dapat dimanfaatkan setiap saat oleh personil departemen terkait,
b.dokumen tersebut di atas adalah edisi terakhir atau revisinya dengan Identifikasi
perubahan yang berarti dan harus diedarkan segera dan c.Menjamin bahwa dokumen
yang kedaluwarsa tidak dipergunakan secara tidak sengaja atau dengan gegabah 5
Pada Klausul 10.2 ISM Code menyebutkan: Perusahaan harus menjamin bahwa setiap
ketidaksesuaian telah dilaporkan dengan kemungkinan penyebabnya apabila diketahui
–dan tindakan perbaikan telah dilaksanakan (Dalam konteks ini “ketidaksesuaian”
harus diartikan sebagai kekurangan teknis yang merupakan cacat atau kesalahan
operasional daripada bagian lambung kapal atau permesinan dan peralatannya/lihat
klausul ISM Code). Masalah-masalah yang ditemukan selama inspeksi teknis rutin
atau perbaikan, setelah terjadinya kerusakan atau pada kejadian lain harus dilaporkan.
Elemen elemen mendasar daripada proses investigasi kerusakan dan kesalahan atau
ketidaksesuaian –dapat dikaji pada diagram berikut ini 6. Lebih jelasnya proses
tindakan korektif dapat dilihat pada gambar berikut.
5 International Ship Manajemen ( ISM Code ) pada Klasusul 1,2,36 International Ship Manajemen ( ISM Code ) pada Klausul 10, 2.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 4
BLOK DIAGRAM
PROSES TINDAKAN KOREKTIF
IDENTIFIKASI MASALAH
PASTIKAN PENYEBABNYA
RUMUSKAN USULAN SOLUSI
EVALUASI USULAN SOLUSI
PILIH SATU
USULAN
TOLAK SEMUA
USULAN
LAKSANAKAN USULAN
EVALUASI EFEKTIFITASNYA
EFEKTIF TIDAK EFEKTIF
S E L E S A I
Gambar 4.1. Blok Diagram Proses Tindak Lanjut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 5
Spesifikasi jenis inspeksi dan peralatan ukur yang diperlukan serta tingkat ketepatan
dan ketelitiannya adalah mencakup; a.Visual, b.Getaran, b.Tekanan, c.Suhu /
temperature, d .Elektrikal, e.Pembebanan dan f. Kekedapan (kedap air).
Pada Klausul 10.3 ISM Code yang menyatakan : “Perusahaan harus menyusun
prosedur yang merupakan bagian dari SPPPK (SP-3-K) untuk mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya kegagalan operasional mendadak (tidak terduga) pada
peralatan dan sistem teknis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya. SP-3-K harus
menyiapkan tindakan khusus dan spesifik dengan tujuan menunjukkan kehandalan
sebuah peralatan atau system. Prosedur tersebut harus meliputi pengujian secara
berkala daripada perlengkapan, permesinan dan sistem teknis yang harus berstatus
siaga serta yang tidak beroperasi secara kontinyu 7 . Lebih jelasya daftar kontrol
manajemen sistem pemeliharaan dapat dilihat pada diagram berikut.
7 International Ship Management ( ISM Code ), Klausul 10,3
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 6
DAFTAR KONTROL
MANAJEMEN SISTEM PEMELIHARAAN – PERBAIKAN
No. P E M E R I K S A A N Yes No
1
Apakah informasi yang baru/diperbarui mengenai statutory,peraturan klasifikasi, peraturan pelabuhan internasional/nasional,kode industry dan pedomannya selalu diterima tepat waktu danmemadai
2
Apakah pengawasan atau 6ystem6 ditempat untuk menjaminkesesuaian peraturan yang bersifat wajib dan untuk menjaminbahwa kode yang sesuai pedoman dan standar telahdiperhitungkan
3Apakah tanggung jawab petugas dan otoritasnya, baik di kapaldan atau dikantor terlibat dalam pemeriksaan/inspeksi danaktifitas pemeliharaan-perbaikan telah dirumuskan
4 Apakah aktifitas inspeksi, pemeliharaan-perbaikan dilimpahkankepada petugas yang tepat terlatih dan berpengalaman
5Apakah telah dilakukan pemeriksaan atas tersedia atau tidaknyadokumen teknis maupun prosedur serta yang berlaku adalahterbitan terakhir apabila setiap saat dibutuhkan
6 Apakah telah dilakukan tindakan untuk menjamin agar dokumenyang sudah kedaluwarsa tidak digunakan secara tidak sengaja
7 Apakah sudah tersedia 6ystem untuk pelaporan dan analisa cacat,kecelakaan dan keadaan yang membahayakan
8 Apakah jenis dan besarnya cacat dan kecelakaan/kejadian telahdilaporkan secara jelas, lengkap dan benar
9 Apakah prosedur untuk implementasi tindakan korektif danverifikasi atas efektifitasnya telah tersedia
10
Apakah catatan pemeliharaan-perbaikan memungkinkan dipakaisecara tepat untuk monitoring kronologis pemeliharaan-perbaikankapal
11 Apakah interval inspeksi telah ditetapkan
12 Apakah metode, tipe dan ketelitian inspeksi dan akurasi peralatanyang akan dipakai telah dibakukan
13 Apakah criteria untuk penolakan & penerimaan sudahditetapkan/dibakukan
14 Apakah interval pemeliharaan-perbaikan telah ditetapkan
15
Apakah catatan hasil inspeksi dan pelaksanaan pemeliharaan-perbaikan telah tersimopan dengan baik untuk menunjukkankesesuaian dengan persyaratan perusahaan dan peraturan yangwajib
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 7
16
Apakah seluruh perlengkapan peralatan dan 7ystem teknistermasuk yang harus selalu siaga dan jarang difungsikan, dimanadapat terjadi kesalahan operasional yang akan menimbulkankeadaan yang rawan atau berbahaya
17
Apakah prosedur periizinan untuk bekerja pada tempat yangdimasuki serta risiko yang akan terjadi sewaktu aktifitas inspeksidan pemeliharaan-perbaikan dan untuk menjamindilaksanakannya pengawasan yang memadai
18Apakah hasil analisa informasi pemeliharaan-perbaikan telahtersedia untuk diikutkan dalam pembahasan mengenai efektifitas7ystem manajemen oleh para pimpinan armada dan perusahaan
Gambar 4.2. Daftar Kontrol Manajemen Sistem Pemeliharaan-Perbaikan
Pengujian dan pemeliharaan-perbaikan perlengkapan peralatan siaga (stand by) dan
yang jarang dipergunakan harus menjadi bagian dari rencana pemeliharaan perbaikan
yang dipersiapkan oleh perusahaan. Berikut ini adalah contoh yang harus diinspeksi
dan diuji: a. Tanda bahaya dan perangkat pemutusan pada keadaan darurat,
b.Kehandalan sistem bahan bakar (terutama dalam keadaan bahaya), c. Kehandalan
sistem bongkar muat muatan, d. Peralatan perlengkapan keselamatan (pemadam
kebakaran dan detector CO-2 dan lainnya), e. Pengujian perangkat sistem kemudi
darurat pada saat tiba dan bertolak, jenerator, pompa kebakaran darurat, peralatan
komunikasi dan lainnya, f. Peralatan perlengkapan pemadam kebakaran dan
pertolongan bagi menusia.
Beberapa kharakteristik kapal Ferry Ro-Ro yang perlu diperhatikan adalah; a.
mengangkut penumpang dan kendaraan, b. Jarak dan waktu pelayaran yang relatif
pendek (< 4 jam pelayaran), c.melayari sedikitnya 2 pelabuhan, d. Mempunyai
bangunan atas untuk geladak penumpang dan sebagian Anak Buah Kapal yang relatif
tinggi sehingga mempengaruhi stabilitas, e. geladak utama yang berfungsi sebagai
geladak kendaraan umumnya tidak memiliki dinding kedap air.
Mengingat peranannya bagi mobilitas baik penduduk maupun barang pada setiap jalur
penyeberangan maka kapal ferry harus selalu dalam keadaan siap untuk beroperasi.
Kesiapan beroperasi tersebut harus juga diikuti dengan kelengkapan sertifikat yang
dipersyaratkan baik oleh badan klasifikasi maupun badan pemerintah yang
berwenang. Agar peranannya dilintas penyeberangan dapat berlangsung langgeng
maka perbaikan dan pemeliharaan kapal beserta komponennya harus terprogram.
Sertifikat sebuah kapal mempunyai masa berlakunya sehingga untuk mempertahankan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 8
masa berlakunya tersebut pemeliharaan dan perbaikan kapal dapat diprogramkan.
Dalam rangka menjamin efisiensi dan efektifitas pelayaran lebi tepat guna, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut;
2.Survey Mempertahankan Kelas
Agar sebuah kapal dapat terus beroperasi maka sertifikat secara periodik harus
dipertahankan salah satunya adalah melalui : SURVEY MEMPERTAHANKAN
KELAS (SMK). Dokumen yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan SMK adalah:
1) Permohonan survey.
2) Sertifikat Klasifikasi Lambung dan Mesin.
3) Sertifikat Instalasi Pendingin (apabila ada).
4) Sertifikat Garis Muat.
5) Buku Instalasi Bongkar Muat (apabila ada).
Dalam rangka menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan dan atau kelaiklautan
kapal selama berlayar, salah satu kegiatan yang perlu dilakukan adalah survey
periodik dan pemeliharaan. Survey periodik terdiri 6 (enam) kategori yaitu 8: a.survey
tahunan (annual survey), b.survey antara (intermediate survey), c.survey
pembaharuan klas (class renewal survey), d.survey pengedokan, e.survey berkala dan
pengujian dari sistem penggerak dan sistem pengemudian, f.survey berkala dan uji
masing-masing bagian instalasi. Untuk itu, saha mempertahankan klas sebuah kapal
akan melalui kegiatan berikut ini;
1) Survey Tahunan
Survey tahunan adalah survey periodik yang dilaksanakan setiap tahun sesuai
tanggal jatuh temponya dengan rentang waktu (time window) 3 bulan sebelum dan
sesudah tanggal jatuh tempo. Survey periodik untuk sistem otomasi / kendali jauh
seperti halnya system otomasi mesin penggerak utama. Sementara pemeriksaan
lambung adalah meliputi ;a. Lambung di atas garis air beserta alat penutupannya
(geladk cuaca, ambang dan tutup palkah, palkah kecil, b. Perlengkapan jangkar dan
peralatan tambat, c. Semua pintu kedap air pada sekat kedap air terutama rampa
dan d. Efisiensi dari sistem pengoperasian manual dan atau otomatis dari pintu anti
8 SOLAS, IMO edisi 2004
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 9
kebakaran terutama yang berhubungan dengan ruang penumpang, e. Perlindungan
terhadap bahaya kebakaran dan jalan penyelamatan darurat.
Pemeriksaan & pengujian instalasi mesin dan listrik meliputi: a. Mesin utama dan
perlengkapannya, b. Mesin bantu dan generator listrik, c. Kompresor, pompa,
peralatan pemindah panas, d. sistem poros dan baling baling (poros antara, poros
baling baling dan sistem kekedapannya sejauh memungkinkan), e.Katup katup laut
mencakup : 1) Jalan penyelamatan darurat, 2) Semua susunan pencegahan bahaya
kebakaran dan peledakan, 3) Semua peralatan utama dan bantu dari kemudi
termasuk perlengkapan fasn sistem kontrolnya, 4) Peralatan komunikasi antara
anjungan, ruang kontrol kamar mesin dan ruang mesin kemudi.
Pemeriksaan ekseternal terhadap bejana tekan termasuk katup keamanan dan
manometer (bila ada). Begitu juga halnya terhadap ketel uap dan perlengkapannya
termasuk peralatan pengaman (bila ada) dilakukan dengan pemeriksaan eksternal.
Sumber tenaga listrik utama dan darurat, papan hubung dan peralatan listrik
lainnya (termasuk alat control dan peralatan pemindah). Juga terhadap sistem
pemadam kebakaran, deteksi asap beserta perlengkapannya juga perlu dilakukan
sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran meliputi: 1)
Kendali jarak jauh untuk penghentian kipas angin, instalasi mesin serta suplai
bahan bakar didalam kamar mesin, 2) Alat penutup ventilasi, ruang cerobong gas
buang, jendela cahaya, koridor dan terowongan dan 3) Sistem pemadam kebakaran,
deteksi asap beserta perlengkapannya.
2) Survay Antara
Survey Antara dapat dilaksanakan bersamaan dengan Survey Tahunan kedua dan
paling lambat pada Survai Tahunan Ketiga. Item survai antara pada dasarnya sama
dengan item survai tahunan namun ditambah dengan item survai sebagai berikut:
a) Pemeriksaan Tangki Balas, meliputi: (1) Untuk kapal umur di atas 5 tahun s/d
10 tahun. Pemeriksaan internal tangki yang dipilih yang digunakan untuk ballast
air laut. Bila pada pemeriksaan tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada
konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan anggapan bahwa lapisan cat
pelindung masih baik. (2) Untuk kapal yang berumur di atas 10 tahun.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 10
Pemeriksaan internal seluruh tangki yang digunakan untuk ballast air laut. Bila
pada pemeriksaan tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada konstruksi,
pemeriksaan dapat dibatasi dengan anggapan cat pelindung masih baik. (3) Untuk
tangki alas ganda. Bila ditemukan kerusakan yang cukup berarti pada lapisan cat
pelindung, korosi atau cacat lainnnya pada tangki balas air laut atau apabila pada
saat kapal dibangun tidak digunakan lapisan cat pelindung, maka pemeriksaan
dapat diperluas ke tangki ballast lainnya yang sejenis.(4) Apabila ditemukan
lapisan cat pelindung rusak dan tidak diperbaiki atau apabila tidak menggunakan
lapisan cat pelindung saat kapal dibangun kelas kapal dapat dipertahankan
dengan catatan tangki tersebut harus diperiksa internal dan diadakan pengukuran
ketebalan pada setiap survai tahunan berikutnya.
b) Pemeriksaan Permesinan Dan Instalasi Listrik, meliputi; (1) Pengukuran
tahanan isolasi jaringan (hanya dilakukan pada saat kapal dalam keadaan bebas
gas). (2) Pengukuran simpangan poros engkol mesin induk.(3) Pengukuran
simpangan poros engkol mesin bantu (bila memungkinkan).(4) Pengukuran
tahanan isolasi untuk generator, elektromotor, papan hubung utama, alat alat
listrik dan kabel. (5) Pengukuran ruang main aksial bantalan tekan system poros.
(6) Uji coba generator darurat termasuk papan hubungnya (black out tes). (7) Uji
coba peralatan udara start dan kontrol botol angin. (8) Uji operasi secara umum
dari instalasi mesin dan listrik
3) Survay Pembaruan Kelas
Survai pembaruan kelas dikenal dengan SS adalah survai yang dilaksanakan
dilaksanakan setiap lima tahun sekali (setiap berakhirnya masa berlaku Sertifikat
Klasifikasi) dan dilaksanakan dilates dok. Survai periodik untuk system
otomasi/kendali jauh seperti halnya sistem otomasi sistem penggerak utama. )
Pemeriksaan lambung, meliputi: (1) Lambung di bawah garis air (pelat alas, pelat
sisi, linggi haluan dan linggi buritan, kotak laut berserta kelengkapannya, daun
kemudi, tongkat kemudi, pena kemudi, pengukuran ruang main bantalan kemudi).
(2) Lambung di atas garis air beserta alat penutupannya (pelat sisi, geladak cuaca,
ambang dan tutup palkah, rampa, palkah kecil, pintu kedap cuaca dan jendela
cahaya, pipa udara, pipa duga,beserta penutupannya, kubu kubu, ventilasi udara
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 11
beserta penutupannya, kubu kubu berikut lubang pembebasan, pagar, tingkap sisi
dan jendela termasuk penutupannya, pintu muat dan bukaan lainnya yang sejenis
pada lambung, ruang muat, geladak kedua, ruang mesin dan lain lain, skaper, pipa
pembuangan dan katup, bangunan atas, rumah geladak dan alat penutupannya,
kondisi umum tiang agung, dudukan batang derek dan pondasi kran).
Untuk SS (side steel) ke-4 dan seterusnya seluruh pelat kulit di atas dan dibawah
garis air termasuk pelat lunas dan sea chest, pelat penguat ambang palkah dan
tutup palkah, seluruh pelat geladak utama, tiga penampang melintang 0.5 L pada
tengah kapal, bagian dalam FPT dan APT, geladak bangunan atas terbuka yang
dipilih (poop, bridge, dan forecastle deck) harus diperiksa dengan alat Ultrasonic
Test. Peralatan lainnya yang perlu pemeriksaan adalah : (1) Peralatan jangkar dan
peralatan tambat.(2) Untuk jangkar dan rantai jangkar harus dikalibrasi. (3)
Semua pintu kedap air termasuk rampa pada sekat kedap air (bila ada). (4)
Efisiensi dari sistem manual dan atau otomatis dari pintu anti kebakaran (bila
ada). (5) Perlindungan terhadap bahaya kebakaran dan jalan penyelamatan darurat
diperiksa.
Untuk kapal umur di atas 5 tahun s/d 10 tahun. Pemeriksaan internal untuk semua
tangki air (air tawar & air laut) dan tangku muatan. Bila pada pemeriksaan
tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada konstruksi, pemeriksaan dapat
dibatasi dengan anggapan bahwa lapisan cat pelindung masih baik, pressure test
tangki dapat ditiadakan. Untuk tangki bahan bakar (double bottom) bagian depan
dan belakang bila hasil pemeriksaan internal baik, pemeriksaan tangki lainnya
dapat diabaikan. Untuk tangki bahan bakar tinggi (FO deep tank), tangki minyak
pelumas, dan feed water tank dapat dipilih salah satu tangki, bila hasil
pemeriksaan internal baik, tangki yang lainnya dapat diabaikan.
Untuk kapal yang berumur 10 tahun s/d 15 tahun. Pemeriksaan internal dan
pressure test seluruh tangki air (air tawar dan air laut). Untuk tangki bahan bakar,
minyak pelumas dan feed water tank diperiksa internal dan diuji dengan max
working pressure. Untuk semua tangki muatan diperiksa internal dan diuji hidrolik
(diisi air sampai bagian atas ambang tangki muatan) atau uji tekan dengan udara
(max 0.2 bar).
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 12
Untuk kapal yang berumur di atas 15 tahun, semua tangki harus diperiksa internal
secara cermat dan dilaksanakan uji tekan sampai tinggi pipa limpah. Kapal muatan
kering umur dilates 15 tahun (berlaku juga untuk ferry). Pemeriksaan internal
ruang muat dalam hal kapal ferry ro ro pemeriksaan geladak kendaraan dan
rampa.
Pemeriksaan mesin dan instalasi listrik, meliputi:
(1) Mesin utama dan perlengkapannya harus dibuka lengkap dan diperiksa (uji
coba mesin utama berikut kelengkapannya setelah mesin utama selesai
dirakit kembali)
(2) Mesin bantu dan generator listrik harus dibuka lengkap dan diperiksa (uji
coba mesin bantu dan generator listrik, setelah mesin bantu dan generator
listrik selesai dirakit kembali.
(3) Kompressor, pompa, peralatan pemindah panas dll (bagian bagian dari
compressor, pompa, peralatan pemindah panas dibuka diperiksa dan diuji
coba)
(4) Sistem poros dan baling baling (pemeriksaan poros antara, poros baling
baling dan sistem kekedapan sejauh memungkinkan, pengukuran ruang
main poros baling baling, poros baling baling dicabut dan diperiksa dan
pemeriksaan baling baling).
(5) Katup katup laut harus dibuka, dirawat dan diperiksa
(6) Pemeriksaan jalan penyelamatan darurat.
(7) Pemeriksaan susunan pencegahan bahaya kebakaran dan peledakan.
(8) Pemeriksaan semua peralatan utama dan bantu (darurat) dari kemudi
termasuk perlengkapannya dan system control.
(9) Pemeriksaan peralatan komunikasi antara anjungan, ruang control kamar
mesin dan ruang mesin kemudi.
(10) Pemeriksaan eksternal & internal serta uji hidrolik 1.5 x tekanan kerja
bejana tekan termasuk katup keamanan dan manometer.
(11) Pemeriksaan eksternal terhadap ketel uap (apabila ada) dan
perlengkapannya termasuk perlengkapan pengaman.
(12) Pemeriksaan sumber tenaga listrik utama dan darurat, papan hubung dan
peralatan listrik lainnya.
(13) Pemeriksaan mesin mesin geladak.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 13
Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran, meliputi:
(1) Kendali jarak jauh untuk penghentian kipas angin, instalasi mesin serta
suplai bahan bakar didalam kamar mesin.
(2) Alat penutup ventilasi, ruang cerobong gas buang, jendela cahaya, koridor
dan terowongan.
(3) Sistem pemadam kebakaran, deteksin asap berserta perlengkapnnya.
4)Survey Pengedokan
Dalam satu periode masa berlaku kelas (lima tahunan) kapal harus melaksanakan
2 (dua) kali survai pengedokan yaitu : survai pengedokan I (survai pengedokan
antara) dan survai pengedokan II (survai pengedokan SS) dan survai pengedokan
II merupakan salah satu item pemeriksaan pembaruan kelas. Khusus untuk kapal
penumpang survey pengedokan merupakan salah satu item pemeriksaan survai
tahunan (berlaku untuk ferry ro-ro). Tujuan survai pengedokan adalah:
(1) Mengetahui kondisi teknis/konstruksi bagian bawah air.
(2) Memperpanjang umur pakai kapal
(3) Membersihkan tumbuhan laut yang menempel di badan kapal agar kecepatan
kapal tidak menurun.
(4) Memenuhi ketentuan dan peraturan tentang keharusan kapal diadakan
pengedokan (ketentuan pemerintah/badan klasifikasi).
(5) Mengetahui kondisi katup katup laut dan kerangan laut.
(6) Mengetahui kondisi poros baling baling dan tongkat kemudi berikut ruang
mainnya (clearance).
Berdasarkan peraturan kelas, periode pengedokan adalah sebagai berikut:
(1) Kapal kelas A 100 setiap 24 bulan maksimal 30 bulan.
(2) Kapal kelas A 90 setiap 18 bulan maksimal 24 bulan.
(3) Kapal penumpang akomodasi > 12 penumpang setiap 12 bulan (kapal ferry
ro-ro).
5) Survai Pengedokan adalah:
Lingkup survay pengedokan adalah meliputi; 1) Survay Lambung (survai alas)
meliputi: (1) Pemeriksaan pelat alas dan pelat sisi, termasuk beberapa komponen
yang melekat, kotak laut, kemudi, tongkat kemudi, pipa pembuangan dan pipa
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 14
pengering air (water drain pipes), termasuk juga penutupnya. Untuk SS ke 3 dan
seterusnya semua pelat kulit harus diukur ketebalannya. (2) Pemeriksaan sistem
kemudi (steering gear), meliputi pelat daun kemudi, flens kopling kemudi, baut pas
kemudi, tongkat kemudi, pena kemudi, bantalan dan ruang main kemudi. Bila hasil
pengukuran ruang main tongkat kemudi dan pena kemudi sudah mendekati
toleransi yang diijinkan atau bila dari hasil pemeriksaan dicurigai adanya
kerusakan, maka tongkat kemudi harus dicabut. Sistem kemudi utama dan darurat
harus diuji coba operasionalnya mencakup:
(1) Pemeriksaan perlengkapan yang menempel pada pelat kulit seperti
misalnya bilge keel, shaft bracket jika ada.
(2) Pemeriksaan kotak laut dan saringannya berikut baut baut pengikatnya
harus dibuka.
(3) Pemeriksaan bagian lainnya, seperti terowongan bow thruster (jika
dilengkapi).
(4) Pemeriksaan jangkar berserta perlengkapan kapal (khusus SS jangkar dan
rantai jangkar harus dikalibrasi), tali tambat, pipa urlup dan bak rantai
jangkar.
Permesinan dan system propulsi meliputi: pemeriksaan poros baling baling,
bantalan poros, baling baling, kopling flens. Untuk lebih detil pelaksanaannya
sebagai berikut: (1). Pengukuran ruang main bantalan serta kekedapan perapat
tabung poros. (2). Pemeriksaan kelurusan dan keretakan pada poros baling baling.
(3).Pemeriksaan baling baling untuk memastikan tidak adanya kerusakan,
keretakan atau korosi karena adanya kavitasi pada daun baling baling.(4)
Pemeriksaan kopling flens dan baut baut pas.(5) Katup katup laut, katup isap dan
katup katup buang yang berada dibawah geladak lambung timbul, serta sambungan
sambungan pada sistem perpipaannya harus dibuka dan diperiksa dengan tujuan
untuk memastikan kondisi dan tingkat keausan katup dan pipa tersebut.
Dalam keadaan tertentu tidak bisa naik dok, dapat dilakukan survai bawah air
sebagai penundaan survai pengedokan atau usulan pengganti survai pengedokan
dengan persetujuan BKI. Survai bawah air harus dilaksanakan pada daerah perairan
yang cukup jernih, tenang serta pencahayaan yang cukup, kapal dalam keadaan
kosong, dan pelat kulit dibawah garis air dalam keadaan bersih dari hewan dan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 15
tumbuhan laut. Survai bawah air harus dilaksanakan oleh perusahaan jasa inspeksi
bawah air yang telah disetujui oleh BKI, dibawah pengawasan Surveyor
menggunakan kamera bawah air dengan monitor serta sistem komunikasi dan
pencatatan. Foto foto dan video hasil pemeriksaan bawah air berikut laporan dari
perusahaan jasa inspeksi bawah air diserahkan ke Surveyor lapangan.
6) Survai bawah air adalah:
Survay bawah air meliputi; (1) Pemeriksaan bagian bagian kapal di bawah garis air
dibuat dalam interval 6 (enam) bulan baik itu diluar jatuh tempo (secara normal
setiap 30 bulan). (2) Survai bawah air diusulkan untuk menunda survai pengedokan
sebagai pengganti survai pengedokan dan survai pembaruan kelas tidak melebihi
36 bulan. (3) Untuk kapal berumur kurang dari 15 tahun survai bawah air dapat
diusulkan sebagai pengganti survai pengedokan. (4) Foto foto bawah air pada layar
monitor harus memberikan informasi teknis yang akurat sedemikian rupa agar
surveyor dapat menetapkan bagian bagian / lokasi yang harus diperiksa. (5)
Dokumentasi yang sesuai untuk reproduksi video termasuk suara harus tersedia
untuk BKI.(6) Rencana dan prosedur survai bawah air dikirim untuk pemeriksaan
dan berisi foto foto untuk mengidentifikasi daerah yang disurvai tingkat kebersihan
lambung, lokasi pengujian dan untuk pencatatan semua kerusakan yang ditemukan.
Pemeriksaan tambahan adalah meliputi : (1) Dalam hal misalnya diasumsikan
bahwa terjadi kandas, maka surveyor dapat meminta agar lambung dibawah garis
air diperiksa dari dalam. (2) Dalam hal selama pelaksanaan survai bawah air
ditemukan kerusakan yang hanya dapat diperiksa dilates dok atau memerlukan
perbaikan segera, maka kapal harus naik dok. (3) Bila cat lapis pelindung dari
lambung dibawah air dalam kondisi yang dapat menimbulkan kerusakan karena
korosi yang mempengaruhi kelas kapal sebelum pengedokan berikutnya, maka
kapal harus naik dok.
7) Survay Periodik
Survay periodik dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan dan perbaikan.
Survai kerusakan dan perbaikan terjadi saat lambung kapal, instalasi mesin atau
listrik kapal dan atau beberapa perlengkapan khusus yang dikelaskan mengalami
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 16
kerusakan yang akan mempengaruhi kelas, atau jika mengakibatkan kelas kapal
ditangguhkan.
8) Survai modifikasi (perombakan)
Untuk modifikasi lambung atau mesin kapal, survai dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan khusus yang relevan dalam hal prosedur mirip dengan survai
penerimaan kelas bangunan baru.
(1) Permohonan klasifikasi dimasukkan ke BKI dan menggunakan form yang
telah disediakan oleh BKI.
(2) Gambar gambar agar disampaikan kepada BKI dalam rangkap 3 (tiga)
termasuk gambar gambar komponen akan diinstall harus dikirim ke BKI
untuk mendapatkan persetujuan.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan gambar, BKI berhak memperoleh
informasi tambahan.
(4) BKI berhak menilai sarana produksi dan prosedur galangan dan pabrikliannya, apakah memenuhi persyaratan konstruksi.
(5) Semua material, komponen, peralatan dan instalasi harus memenuhipersyaratan dan diperiksa, bila tidak dapat diperiksa harus disertai dengansertifikat yang disetujui oleh BKI.
(6) Setiap pemeriksaan harus direncanakan dengan kantor BKI terdekat.(7) Untuk pelaksanaan pengujian yang dipersyaratkan, galangan atau pabrik
agar memberikan bantuan staf dan peralatan yang memadai.(8) Lambung dan permesinan dan/atau perlengkapan tertentu harus sesuai
dengan gambar yang disetujui oleh BKI.(9) Semua pengujian dan percobaan harus dilaksanakan dengan hasil baik dan
semua pekerjaan harus memenuhi standard engineering dan persyaratan
kelas.
(10) Bagian bagian yang dilas harus dikerjakan oleh juru las yang qualified.
9) Survay Otomasi
Pemilik/operator kapal mengajukan permohonan survai otomasi terlebih dahulu
dimana harus memastikan kondisi di bawah ini dalam keadaan baik. Pengujian
dilakukan terhadap : (1) Pengujian otomasi berkaitan dengan Suplai Tenaga
Listrik. (2) Pengujian pada generator set cadangan, meliputi: • Genset cadangan,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 17
dapat distart dan terhubung secara otomatis untuk memenuhi kebutuhan listrik
utama, apabila suplai listrik dari genset utama padam, Genset cadangan dapat
distart dengan kontrol jarak jauh, •Suplai listrik secara otomatis telah terhubung
dengan battery (aki). (3) Pengujian kelangsungan suplai tenaga listrik yang dijaga
dengan pengoperasian secara terus menerus beberapa genset yang dirangkai secara
parallel.(4) Terjadi pemutusan aliran listrik secara otomatis dalam waktu 5 detik
jika ada arus yang masuk dan ada peringatan pada nilai tertentu untuk generator,
apabila penggunaan listrik tidak terlalu diperlukan.
Pengujian otomasi berkaitan dengan motor motor bantu meliputi; (1)Pompa minyak
pelumas mesin induk. (2) Pompa minyak pelumas untuk camshaft.(3) Pompa
pendingin piston.(4) Pompa pendingin jacket silinder.(5) Pompa sirkulasi untuk
sistem pendinginan air tawar.(6) Pompa pendingin katup, pendingin air laut,
booster, bahan bakar, minyak pelumas untuk reduction gear.(7) Pompa minyak
untuk servo CPP, pendingin jaket, untuk mesin bantu, pendingin air laut. (8)
Kompresor udara start.(9) Pompa sirkulasi system pemanas minyak (apabila ada)
Pengujian ini (butir a) s/d i) di atas harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: (1)
Dilengkapi starting dengan kontrol jarak jauh.(2) Secara otomatis terhubung
dengan motor cadangan.(3) Dapat distart ulang setelah terjadi kegagalan dan
terdapat penerusan power.(4) Pompa hidrolis untuk sistem kemudi dilengkapi
starting secara kontrol jarak jauh serta dapat distart ulang setelah terjadi kegagalan
dan terdapat penerusan power.
Survay pompa utama pemadam kebakaran yang meliputi : (1) dilengkapi starting
secara kontrol jarak jauh, (2) Pengujian sistim komunikasi, (3) Pengujian sistem
komunikasi dari brigde ke akomodasi, dan (4) Pengujian sistem alarm di kamar
mesin
10) Survay Poros Baling-Baling dan Tabung Poros
Survai yang umunya dilakukan adalah adalah meliputi; (1) Pemeriksaan poros
baling baling, baut baut kopling poros dan tabung poros. (2) Pemeriksaan NDT pada
bagian yang bersentuhan dari baling baling. Fokus survay dilakukan pada beberapa
elemen yaitu: a) Pengukuran ruang main/keausan bantalan tabung poros (sebelum
dicabut & setelah dipasang), b) Pemeriksaan (dibuka) sistem kekedapan tabung
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 18
poros (sealing devices), c) Untuk CPP, gigi pengatur kisar dan bagian bagian yang
bekerja dari perlengkapan baut baut daun baling baling diperiksa dengan magnetic
partikel test (uji partikel magnet), d) LO tank low level alarm, pengukuran
temperatur oli peralatan, sistem pipa LO dan pompa sirkulasi LO dan e ) Gaya
pemasangan poros baling baling tanpa pasak berikut peralatannya.
11) Survay Parsial (survai cicilan)/ survai penundaan (untuk penyesuaian
dengan survai pengedokan)
Survai penundaan (6 bulan untuk bantalan pelumasan air laut dan12 bulan untuk
bantalan pelumasan minyak) adalah meliputi : (1) Pemeriksaan poros baling baling
visual dari dalam kamar mesin. (2) Catatan ruang main / keausan dari bantalan
tabung poros. (3) Pemeriksaan catatan perawatan dari sistem kekedapan tabung
poros.(4)Konfirmasi mengenai pengoperasian putaran motor induk pada putaran
yang berakibat getaran torsional.(5) Pemeriksaan sistem pipa pendingin air laut
untuk bantalan tabung poros.(6) Uji operasi (kerja) dari LO low level alarm,
temperatur oli peralatan, sistem pipa LO dan pompa sirkulasi LO.(7) Survai parsial
untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan minyak (penundaan 3 tahun
dari tanggal selesai survai) meliputi:
(1) Pemeriksaan NDT dengan uji partikel magnet pada bagian fitting baling
baling.
(2) Ruang main/keausan bantalan tabung poros.
(3) Pemeriksaan (dibuka) sistem kekedapan tabung poros (sealing devices).
(4) LO low level alarm, peralatan pengontrol temperatur, sistem pipa LO dasn
pompa sirkulasi LO.
12) Survai parsial untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan
minyak (penundaan 5 tahun dari tanggal selesai survai):
Survai parsial untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan minyak
(penundaan 5 tahun dari tanggal selesai survai) adalah meliputi; (1) Pemeriksaan
seperti semua persyaratan pada butir 2 dilates, dan (2) Pengecekan “Catatan sistem
monitoring dari bantalan tabung poros dan peralatan sistem kekedapan minyak”.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 19
13) Survay pembaruan Kelas bersampung ( CHS-CMS)
Terdapat dua jenis survai pembaruan kelas bersambung yaitu: (1) Survai
bersambung lambung (Continuous Hull Survey/CHS), dan (2) Survai bersambung
mesin (Continuous Machinery Survey/CMS).
Survai bersambung lambung dan mesin ini dapat dilaksanakan bersamaan dengan
survai jenis lainnya (survai mempertahankan kelas dan survai khusus). Jangka
waktu antara dua survai yang berurutan dari tiap bagian yang disurvai tidak boleh
lebih dari 5 tahun. Sementara survai bersambung lambung (CHS) adalah item
pemeriksaan survai pembaruan klas lambung yang dilaksanakan secara bertahap
sejak setelah melaksanakan SS sampai SS berikutnya. CHS ini dapat diikuti oleh
berbagai jenis kapal kecuali kapal tanki minyak/produk minyak, kapal tangki
kimia dan kapal curah dengan notasi ESP.
Survai bersambung mesin (CMS) adalah item pemeriksaan pembaruan kelas
instalasi mesin yang dilaksanakan secara bertahap dan harus selesai dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun. Instalasi sistem poros baling baling, ketel uap dan botol
angin tidak termasuk item survai CMS dan disurvai terpisah. Sebagian item CMS
pemeriksaan pada waktu dibuka lengkap dapat diwakili oleh KKM dengan ijasah
minimal ATT-II dan laporan pemeriksaan diserahkan kepada Surveyor pada saat
survai (survey confirmation) paling 3 (tiga) bulan setelah pemeriksaan. Sebagian
item CMS dapat diwakili kecuali pemeriksaan crank pin & bearing, crank-journal
& bearing, crosshead & bearing.
14) Enhanced Survay Programme (ESP)
Persyaratan kelas untuk Enhanced Survey Programme (ESP) telah diberlakukan
sejak tanggal 1 Juli 1993 untuk kapal tangki minyak dan kapal curah (termasuk
pengangkut bijih besi) dan sejak 1 April 1998 untuk kapal tangki kimia. Pada
survai berkala pemeriksaan internal, pemeriksaan jarak dekat (close-up survey),
pengukuran ketebalan dipersyaratkan sebagai tambahan. lebih jelasnya beberapa
pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 20
(1) pemeriksaan kapal dan kelengkapannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Untuk lebih jelasnya waktu pelaksanaan pemeriksaan kapal dan
kelengkapannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1.Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Kapal dan Kelengkapannya
Item Kegiatan Periode Pelaksana Keterangan
Konstruksi Lambung
Bottom Plate
(Pelat Alas)
Survey Alas 1 Tahun Klas Saat Dok
Side Sheel (Pelat Sisi) Survey 1 Tahun Klas Saat Dok
Superstructure(Bangunan Atas)
Survey 2 Tahun Klas Saat Dok
Lower Deck Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Main Deck
(geladak Utama)
(Geladak Kendaraan)
Survey 5 Tahun Klas Saat Dok
Sarana Tambat
Winchlass Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Rantai dan Jangkar Survey 1 tahun Klas Saat Dok
Alat-alat Keselamatan
Sekoci dan dewi-dewiSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Life jacketSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Lifebouy Survey 1 tahun Syahbandar Tergantungmasa expire
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 21
sertifikat
ILR (liferaft)Survey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Pemadam PortableSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Instalasi FoamSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Permesinan
General OverhoulMesin Induk
Survey Max. 5tahun
Klas Saat Dok
Gear Box pada MesinInduk
Survey 5 tahun Klas Saat Dok
General OverhoulMesin Bantu
Survey 10000 Hs Klas Saat Dok
F.O Furifier Survey 5 tahun Klas Saat Dok
LO St By Pump M/E& Gear Box
Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Pompa Sanitary danservice air tawar
Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Pompa Pemadam Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Blower Ventilasi Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Departemen Radio dan Sipil
Transceiver HF-SBBSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Alarm tone generator Survey 1 tahun Syahbandar Tergantungmasa expire
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 22
sertifikat
Radio VHFSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Battery/AccumulatorSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
SARTSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Portable life boat radioSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
EPIRBSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Watch keeping 2182khz
Survey 1 tahun Syahbandar Tergantungmasa expiresertifikat
RadarSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
(2) Kelengkapan pemeliharaan dan bangunan atas kapal dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Untuk lebih jelasnya pemeliharaan lambung dan bangunan atas kapal dapat
dilihat pada tabel berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 23
Tabel 4.2.Pelaksanaan Pemeliharaan Lambung dan Bangunan Atas Kapal
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode Pelaksana Dokumentasi
Bottom Plate
(Pelat Alas)
Skrap, Meni, Cat 1 Tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Ukur ketebalan 5 Tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Side sheel(Pelat sisi)
Ketok, mani, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Soaping 1 bulan Crew Lap.Perawatan
Superstructure(BangunanAtas)
Ketok, mani, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Soaping 1 minggu Crew Lap.Perawatan
Lower Deck Sweep, meni, cat 5 tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Ketok, meni, cat 1 tahun Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian C. Service Lap.Perawatan
Main Deck
(geladakUtama)
(GeladakKendaraan)
Sweep, meni, cat 5 Tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Ketok, meni, cat 1 Tahun Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian C. Service Lap.Perawatan
ForecastleKetok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.
Perawatan
Poop DeckKetok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.
Perawatan
Passenger Deck Ketok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian Crew Lap.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 24
Perawatan
Boat Deck Ketok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian C. Service Lap.Perawatan
DrainageLancarkan 3 Hari C. Service Lap.
Perawatan
Got-got lowerdeck
Bersihkan,keringkan
3 Hari C. Service Lap.Perawatan
Check saringan 3 Hari C. Service Lap.Perawatan
Nav. BridgeDeck
Ketok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian Mualim 2 Lap.Perawatan
(3) Pemeliharaan Ruang Penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
Untuk lebih jelasnya pemeliharaan ruang penumpang dan sanitary dapat dilihat pada
tabel berikut;
Tabel 4.3.Pelaksanaan Pemeliharaan Ruang Penumpang dan Sanitary
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode Pelaksana Dokumentasi
Lantai Pembersihan Harian C. Service Lap. Perawatan
Dinding Soaping 3 Hari C. Service Lap. Perawatan
Langit-langit Soaping 1 Bulan C. Service Lap. Perawatan
Tempat duduk Ketok, mani, cat 6 bulan C. Service Lap. Perawatan
- Kaki Ganti kulit yang 1 tahun C. Service Lap. Perawatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 25
- Jok rusak
SanitariPembersihan Harian C. Service Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat 6 bulan C. Service Lap. Perawatan
(4) Pelaksanaan Pemeliharaan Sarana Tambat Kapal
Lebih jelasnya kegiatan pemeliharaan sarana tambat kapal dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.4.Pelaksanaan Pemeliharaan Sarana Tambat Kapal
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode
Pelaksana
Dokumentasi
Winchlass
Pelumasan &checkpengoperasiannya
1 bulan Crew Lap. Perawatan
Ketok, mani, cat 6 bulan Crew Lap. Perawatan
Fair leadPelumasan 1 bulan Crew Lap. Perawatan
Ketok, mani, cat 3 bulan Crew Lap. Perawatan
Bollard Ketok, mani, cat 3 bulan Crew Lap. Perawatan
Tali-tali Chek Setiap saat Crew Lap. Perawatan
Rantai danJangkar
Cat /Kalibrasi 5 tahun Galangan Lap. Docking
(5) Pemeliharaan Alat-Alat Keselamatan Kapal
Lebih jelasnya pemeliharaan alat-alat keselamatan kapal dapat dilihat pada tabel
berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 26
Tabel 4.5.Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Keselamatan Kapal
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode Pelaksana
Dokumentasi
Sekoci dandewi-dewi
Check Inventaris 1 tahun Crew ChecklistPemeriksaan sekociCat lambung/dewi-
dewi1 tahun Crew
Ganti air minum 1 bulan Crew
Check sumbat 1 bulan Crew
Coba motor 1 bulan Mualim 3 /4
Check tali pengayut 1 bulan Crew
Check jacobs ladder 1 bulan Crew
Greased keepingblock
1 bulan Crew
Greased lopor 1 bulan Crew
Greased roller 1 bulan Crew
Test Winch 1 bulan Crew
LifejacketPeriksa kelengkapandan bersihkan
1 bulan Crew Check. alatkeselamatan
Lifebouy
Periksa tali dan lampu 1 bulan Mualim 3 /4
Check. alatkeselamatan
Cat kabel 6 bulan Mualim 3 /4
Check. alatkeselamatan
ILR
Service 1 Tahun Teknisi Lap. Service
Periksa tali penarik 1 minggu Mualim3 Check. alatkeselamatan
Periksa lashing 1 minggu Mualim3 Check. alatkeselamatan
Cat dudukan 6 bulan Crew Lap.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 27
Perawatan
Isyarat Cerawat/ asap
Periksa kondisi 1 bulan Mualim 3 Lap.Perawatan
Obat-obatanPeriksa kelengkapan,periksa expire date
1 bulan Mualim 2 Lap.Perawatan
Line throwPeriksa / rapikan 1 bulan Mualim 3 Lap.
Perawatan
(6) Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran Kapal
Lebih jelasnya pemeliharaan alat pemadam kebakaran kapal dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.6. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
Pemadamportable
Service ulang
Periksa tanggalinspeksi terakhir, testfungsi
1 tahun
1 bulan
Teknisi
Mualim 4
Catatan Service
LaporanPerawatan
Dry ChemicalPeriksa kondisi,tanggal inspeksiterakhir, test fungsi
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
HydrantPeriksa kondisi, testfungsi
1 bulan Mualim 4 Catatan Latihan
CO2
Periksa kondisi,periksa tanggalinspeksi terakhir, testfungsi
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
Slang +Nozzle
Periksa kondisi dankelengkapannya, testfungsi
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
Instalasi Foam Test cairan 1 tahun Syahbandar Catatan Service
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 28
Test pompa 1 bulan Masinis 3 Catatan Latihan
Test sliding door 1 bulan Masinis 3 Catatan Latihan
Rawat Sliding door 1 bulan Masinis 4 LaporanPerawatan
Rawat Katup blower 1 bulan Crew LaporanBulanan
W S door
Greased 1 bulan Crew LaporanPerawatan
Test buka tutup 1 bulan Crew LaporanPerawatan
Baju tahan apiPeriksa kondisi dankelengkapannya
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
Kotak PasirPeriksa kondisi 1 bulan Mualim 4 Laporan
PerawatanCheck isi pasir 1 bulan Mualim 4
(7) Pemeliharaan Ramp Door Kapal
Lebih jelasnya kegiatan pemeliharaan Ramp Door Kapal dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.7 Pelaksanaan Pemeliharaan Ramp door Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
Keping Blok Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Wire Rope Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Plunger Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Engsel Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Seal / PackingCheckKondisi
Setiapdioperasikan
Crew Lap. Bulanan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 29
(8) Pemeliharaan Alat-Alat Navigasi Kapal
Lebih jelasnya pelaksanaan pemeliharaan alat-alat navigasi kapal dapat dilihat
pada tabel berikut;
Tabel 4.8. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat-alat Navigasi Kapal
Peralatan Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
KompasStandar
Kalibrasi 1 tahun Kalibrator Catatan kalibrasi
Bersihkanreflektor
1 bulan Mualim 2 Lap. PerawatanBulanan
Periksa cairan 1 bulan Mualim2
Radar
Soaping Scanner 1 bulan Mualim 2 LaporanPerawatanBulananGreased motor 1 bulan Mualim 2
Check bautscanner
1 bulan Mualim 2
Cursordibersihkan
1 bulan Mualim 2
CRT bersihkan 1 bulan Mualim 2
Echo Sounder
Check transciever 1 tahun Mualim 2 Lap. Perawatan
Bersihkan layar 1 bulan Mualim 2 LaporanPerawatan
Check kertas 1 bulan Mualim 2
Peta - petaDikoreksi Setiap
saatMualim2 Catatan Koreksi
Peta
Chrono meter
Koreksi Harian Perwiraradio
Catatan KoreksiChronometer
Check Batteray 1 bulan Mualim 2 Lap. Perawatan
BenderaPeriksa inventaris/bersihkan
1 bulan Mualim 2 Lap. Perawatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 30
(9) PemeliharaanMesin Induk Kapal
Lebih jelasnya pelaksanan pemeliharaan mesin induk kapal dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.9. Pelaksanaan Pemeliharaan Mesin Induk Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
Top Overhoul Survey 1500 jam Crew Berita Acara
Injector Test/set tekanan 3000 jam Crew Lap. Bulanan
Klep/katup Set clereance 1500 jam Crew Lap. Bulanan
LO. Charter
Check level Harian Crew Lap. Bulanan
Ganti LO baru 1000 jam Crew
Ganti LO filter 2000 Crew
Bosch PumpService / checktiming
6000 jam Crew Lap. Bulanan
Turbo Charger
Cuci filter 1 bulan Crew Buku harian
Ganti LO 1000 jam Crew Lap. Bulanan
Overhoul / survey 10000 Hs KKM/OS Lap. Survey
Crank ShaftCheck pelumas 1000 jam Crew Buku Harian
Check deflection 6000 jam Crew Berita Acara
Govenor
Periksa shaft drive 1 bulan Crew Buku harian
Ganti LO 6000 jam Crew Lap. Bulanan
Kalibrasi 5 tahun Teknisi Berita Acara
Carn Shaft Periksa 1000 jam Crew Buku Harian
FO. FilterCuci 2 hari Crew Buku Harian
Ganti Baru 3000 jam Crew Lap. Bulanan
F.W PumpCek seal dantekanan
Tiap hari Crew Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 31
S.W PumpCek seal dantekanan
Tiap hari Crew Buku harian
IntercoolerDicuci & ditestpress
10000 Hs Crew/Dock Lap. Bulanan
PlummerBlock
Cek pelumas Tiap hari Crew Buku harian
Gear Box
Ganti LO 5000 jam Crew Lap. Bulanan
Cuci LO filter 1 bulan Crew Buku harian
Overhoul 1 tahun Kontraktor Berita Acara
LO Cooler Tubing pipe check 2 bulan Crew Buku harian
(10) Pemeliharaan Motor Bantu Kapal
Lebih jelasnya pemeliharaan motor bantu kapal dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.10. Pelaksanaan Pemeliharaan Motor Bantu Kapal
Jenis Kegiatan PeriodePelaksanaa
nDokumentasi
GeneralOverhoul
Bongkar /pasangmes
10000 Hs Crew Berita Acara
Top OverhoulBongkar/pasangmes
10000 Hs Crew Berita Acara
Injector Kalibrasi 10000 Hs Teknisi Lap. Kalibrasi
LO. Carter Check LO level Harian Crew Buku Harian
LO filter Ganti baru 1500 jam Crew Buku Harian
FO filterCuci 3 hari Crew Buku Harian
Ganti baru 1500 jam Crew Buku Bulanan
FW Cooler Bersihkan 2 bulan Crew Buku Harian
PT. Pump Bersihkan filter 3 hari Crew Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 32
Kalibrasi 1 tahun Teknisi Berita Acara
SW Pump Dibersihkan 2 bulan Crew Buku Harian
FW Pump
Check Mechanicseal
Harian Crew Buku Harian
Check connection Harian Crew Buku Harian
AccuCheck level air accu Harian Crew Buku Harian
Check accu charger Harian Crew Buku Harian
Switch BoardCheckbeban/pararel
Harian Crew/Electricien
Buku Harian
Alternator
Bersihkan Exiter 1 minggu Electricien Buku Harian
Megger test 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Check Instalasikabel
1 minggu Electricien Lap. Harian
Check rectifier 1 minggu Electricien Lap. Harian
A/E DaruratPemanasan 1 minggu Crew /
ElectricienBuku Harian
(11) Pemeliharaan Pesawat Bantu Kapal
Lebih jelasnya pelaksanaan pemeliharaan pesawat bantu kapal dapat dilihat dalam
tabel berikut
Tabel 4.11. Pelaksanaan Pemeliharaan Pesawat Bantu Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
MesinKemudi
Check Oil level Harian Crew Buku Harian
Check Electr System Harian Electricien Buku Harian
Check Hydraulic eq. Harian Crew Buku Harian
Kompresor Check Oil level 4 jam Crew Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 33
Udara Ganti Oli 1 bulan Crew Lap. Bulanan
Bersihkan klep-klep 1 bulan Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Air Condition
Check tekanan Freon 4 jam Crew Buku Harian
Sogok cooler 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cici evaporator 6 bulan Crew Lap. Bulanan
Check inst. listrik Harian Electricien Buku Harian
Pompapendingin AC
Grease pompa pend. 1 minggu Crew Buku Harian
Ganti Bearing 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti Mekanik seal 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Motor sekoci
Check RO level 1 minggu Crew Buku Harian
Check LO level 1 minggu Crew Buku Harian
Pemanasan motor 1 minggu Crew Buku Harian
Oil WaterSeparator
Check V. belt 1 minggu Crew Buku Harian
Ganti bearing motor 1 minggu Crew Buku Harian
Bersihkan saringan 1 minggu Crew Buku Harian
Pompa G/S,Ballast danBilge
Ganti karet kopling 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cek mekanical seal 1 minggu Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing pompa 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Check inst. listrik 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Ro roEquipment
Check Oil Level 2 hari Crew Buku Harian
Check Inst Listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Check Inst. pipa 1 minggu Crew Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 34
Cuci filter oli 1 bulan Crew Buku Harian
Ganti kopling pompa 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Electricien Lap. Bulanan
Overhaul / survey 5 tahun Crew Berita Acara
F.O Furifier
Tiup pakai udarabertekanan
4 jam Crew Buku Harian
Check inst. Listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Ganti kopling motor 6 bulan Crew Lap. Bulanan
Cuci element 1 bulan Crew Lap. Bulanan
LO St ByPump M/E &Gear Box
Check Inst listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cuci saringan LO 1 bulan Crew Lap. Bulanan
PompaSanitary danservice airtawar
Check inst. listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Ganti Mecanic seal 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cuci saringan hisap 1 bulan Crew Lap. Bulanan
PompaPemadam
Check inst. Listrik 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Check putaran 1 bulan Crew Lap. Bulanan
Stern Tube &As Propeller
Check Oil level 4 jam Crew jaga Buku Harian
Ganti seal 2 tahun Dock Berita Acara
Ukur clereance 5 tahun Dock Berita Acara
BlowerVentilasi
Check inst. Listrik 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Bersihkan saringan 1 minggu Crew Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 35
(12) Pemeliharaan Radio dan Sipil
Lebih jelsnya pelaksanaan pemeliharaan pada Departemen radio dan Sipil lihat
dalam tabel berikut.
Tabel 4.12. Pelaksanaan Pemeliharaan pada Departemen Radio dan Sipil Kapal
Peralatan Kegiatan Periode Pelaksana Dokumentasi
TransceiverHF-SBB
Bersihkan Antena 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan &Penggunaan freg 1 bulan Perwira Radio
Jurnal
Alarm tonegenerator
Bersihkan Antena 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Radio VHF
Bersihkan Antena 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan freg 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Battery/accumulator
Bersihkan 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check cairan 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check voltage 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Portable lifeBoat Radio Kemampuan freg 1 bulan Perwira Radio
Jurnal
EPIRBCheck Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan freg 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Watch keeping2182 KHZ
Check batteray 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan freq 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Test tone 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Survey tahunan TeknisiLaporanSurvey
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 36
Radar
Bersihkan antenna 1 bulan
Perwira Radiodan Mualim 2
Dibantu ABKdeck danCleaningservice
Lap.Perawatan
Kemampuan jarak 1 bulan
Magneton 1 bulan
Klystron 1 bulan
Tuning 1 bulan
Bersihkan CRT 1 bulan
Echo Sounder
Periksa kertas 1 bulan
Perwira Radiodan Mualim 2
Lap.Perawatan
Kemampuansounding 1 bulan
Stykes 1 bulan
Bersihkan layer 1 bulan
Check Transeiver Tahunan
Sarana Hiburanvideo, VCDPlayer, LD
Antena 1 bulan
Perwira Radiodibantu C.Service
Lap.Perawatan
Booster 1 bulan
Kemampuanpenerimaan 1 bulan
Bersihkan 1 bulan
Dapur / salonmakan
Bersihkan Harian Koki/pelayanLap.Perawatan
Semprot anti insectMingguan Koki/pelayan
GangAkomodasi
Kabin perwira
Kabin VIP
Bersihkan
Soaping dinding
Harian
1 Bulan
PelayandibantuCleaningService
Lap.Perawatan
Kamar mandi
WC Perwiradan VIP
Bersihkan Harian PelayandibantuCleaningService
Lap.Perawatan
Sikat lantai 1 bulan
Cat 1 tahun
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 37
B. Naskah Akademis Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Penyeberangan
1. Daerah Lingkungan Kepentingan ( DLKp )
Pedoman penetapan daerah lingkungan kepentingan ( DLKp) pelabuhan laut untuk
kepentingan penyeberangan adalah dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1),
(2), (3), (4), (5), dan ayat (6), Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan
Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32,
33, 34, 35, dan Pasal 36, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan
Pasal 13, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Penyeberangan.
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan penyeberangan meliputi: a.Alur
pelayaran dari dan ke pelabuhan, b. Fasilitas keperluan keadaan darurat, c.
Pengembangan pelabuhan jangka panjang, d. Percobaan berlayar, e. Fasilitas
pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal. Sementara Ruang lingkup
penyusunan pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah
menetapkan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan yang yang
terdiri dari; a. Menentukan ukuran luas pelabuhan termasuk koordinat geografis, b.
enentukan ukuran alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, c. menentukan ukuran luas
keperluan keadaan darurat,d. menentukan ukuran luas pengembangan pelabuhan
jangka panjang, e. menentukan ukuran luas percobaan berlayar dikaitkan dengan
jumlah dan ukuran kapal yang melakukan percobaan berlayar.
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah
lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan
pelayaran 9. Dalam hal untuk kepentingan angkutan penyeberangan, maka pelabuhan
9 Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 38
laut maupun pelabuhan sungai dan danau harus menyediakan areal khusus untuk
kepentingan pelayanan angkutan penyeberangan. Penggunaan wilayah daratan dan
perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan yang ditetapkan oleh Menteri yang harus
sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional wajib disertai dengan Rencana
Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKp) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) pelabuhan 10.
Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar
Daerah Lingkungan Kerja perairan yang digunakan untuk alur-pelayaran dari dan ke
pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang,
penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas
pembangunan, dan pemeliharaan kapal. Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan, dan
digunakan untuk 11:
a. alur pelayaran dari dan ke pelabuhan;
b. keperluan keadaan darurat;
c. penempatan kapal mati;
d. percobaan berlayar;
e. kegiatan pemanduan kapal;
f. fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
g. pengembangan pelabuhan jangka panjang.
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan perlu ditetapkan dalam rangka untuk
memberikan rekomendasi dalam penetapan lokasi pelabuhan, sebagaimana halnya
DLKp pelabuhan, dan menjadi kesatuan dengan DLKp ini. Penetapan DLKp adalah
oleh: a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, b. gubernur untuk
pelabuhan pengumpan regional; atau, c. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan
lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Dalam menetapkan DLKp pelabuhan,
Menteri harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan
bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan
10 Ibid, Pasal 7211 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 31
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 39
kabupaten/kota. Demikian juga Gubernur dalam menetapkan DLKp pelabuhan juga
harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai
kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota 12.
Menteri, Bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan penelitian dan
menyampaikan hasil penelitian selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
dokumen diterima secara lengkap, dengan melampirkan rancangan keputusan dan
peta batas DLKp pelabuhan penyeberangan, kepada 13: a. Menteri, untuk pelabuhan
utama dan pelabuhan pengumpul sebagai penyeberangan lintas propinsi dan antar
negara; b. Gubernur, untuk pelabuhan pengumpan regional sebagai penyeberangan
lintas kabupaten/kota; c. Bupati/Walikota, untuk pelabuhan pengumpan lokal serta
pelabuhan sungai dan danau sebagai penyeberangan lintas dalam kabupaten/kota.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan batas-
batas DLKp pelabuhan penyeberangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kerja sejak hasil penelitian diterima. 14 Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan sebagaimana paling sedikit memuat 15: a. luas perairan yang
digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; b. titik koordinat
geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
1. Menetapkan Ukuran DLKp wilayah perairan
Fasilitas daerah lingkungan kepentingan di pelabuhan penyeberangan yang akan
diukur adalah sebagai berikut 16:
a) Alur pelayaran dari dan ke pelabuhan,
b) Fasilitas keperluan keadaan darurat,
c) Pengembangan pelabuhan jangka panjang,
d) Percobaan berlayar,
e) Fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal.
12 Ibid, Pasal 3213 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Penyeberangan , Pasal 12 ayat (3)14 Ibid, Pasal 12 ayat (5)15 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 3316 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Penyeberangan, Pasal 10 ayat (4)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 40
Untuk memperoleh ukuran daerah lingkungan kepentingan wilayah perairan yang
digunakan untuk penyediaan fasilitas tersebut adalah dengan pendekatan sebagai
berikut
a. Area Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar
pelabuhan. Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui
variabel lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan.
Besarnya ukuran lebar alur pelayaran ditentukan dari sembilan kali lebar kapal
maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan ditambahkan dengan
30 meter. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 17:
W = 9B + 30
Keterangan:
W = Lebar alur pelayaran
B = Lebar kapal maksimum
b. Area Keperluan Keadaan Darurat
Keperluan keadaan darurat, untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal
atau musibah kapal lainnya. Faktor yang perlu diperhatikan adalah kecelakaan
kapal, kebakaran kapal, kapal kandas dan lain-lain. Variabel yang harus diketahui
sebelum menentukan ukuran keperluan darurat adalah variabel luas areal pindah
labuh kapal. Penentuan ukuran area salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas
areal pindah labuh kapal. Artinya luas ukuran keperluan darurat adalah setengah
dari luas arela pindah labuh kapal, secara matematis dapat dilihat dari rumus
berikut 18:
Ad = 0,5 * A
atau
Ad = 0,5 * N * π * R2
dimana
17 Ibid, Lampiran II18 Ibid, Pada Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 41
R = L + 6D + 30
Keterangan:
Ad = Area keperluan keadaan darurat
A = Luas areal berlabuh
N = Jumlah kolam putar
π = Konstanta (3,14)
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air
c. Area Pengembangan Pelabuhan Jangka Panjang
Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas barang
dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan barang tersebut
tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat pelayanan jasa tidak
terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana teknis pelabuhan sebagai
penanggung jawab kegiatan operasional di pelabuhan penyeberangan setidaknya
menyiapkan dua kali luas eksisting pelabuhan yang ada untuk rencana
pengembangan pelabuuhan ke depan.
d. Area Percobaan Berlayar
Dalam hal menetapkan ukuran area percobaan berlayar maka faktor utama yang
perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana yang akan berlayar di pelabuhan
penyeberangan. 19
e. Area Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal
Sama halnya dengan penentuan ukuran area percobaan berlayar, dalam hal
menetapkan ukuran fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal
19 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 42
maka faktor utama yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal maksimum yang
akan dibangun atau diperbaiki. 20
2.Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKp
Setelah ukuran-ukuran dari DLKp berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah
selanjutnya adalah dengan mengukurkan atau mengeplotkannya ke dalam areal atau
rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara in situ
(fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan agar dapat
menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayanan
penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan, bathimetri perairan,
oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis atau pemetaan DLKp tersebut harus menyertakan
titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKp dari setiap fasilitas
pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk koordinat tersebut
dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara fisik daerah
tersebut dengan batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya sungai, batu
karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga diuraikan
bagaimana titik-titik koordinat batas tersebut dihubungkan satu sama lain sehingga
membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta dibuat sebagai
sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara berbagai
perwujudan yang diwakili.
Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKp Wilayah perairan Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53 tahun
2003.
20 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 43
Selanjutnya adalah penggambaran titik-titik kordinat geografis tersebut dalam
sebuah peta DLKp pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau
standar kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran peta
didasarkan pada: a.Peta kadastral/hak milik, dengan skala ≥ 1 : 5.000; b.Peta skala
besar, 1 : 5.000 – 1 : 25.000; c.Peta skala medium, 1 : 25.000 – 1 : 500.000; d.Peta
skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, < 1 : 1.000.000 21.
Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek (dalam hal ini lokasi
pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya (misalnya Bakosurtanal),
atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru diregistrasi sesuai titik-titik
koordinatnya, baru kemudian didigitasi sehingga dapat ditampilakan secara
giografis. Selanjutnya dari peta dasar ini digunakan untuk penggambaran peta
tematik lokasi pelabuhan tersebut dan batas-batas DLKp. Peta tematik ini akan
menggambarkan tentang penggunaan lahan wilayah daratan (tata guna lahan) di
lokasi pelabuhan sesuai dengan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang serta lahan
wilayah perairan.
21 Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 44
Peta harus diplot dengan skala yang cukup sehingga seluruh batas-batas DLKp
dapat tercantum dalam peta tersebut. Dalam keterangan gambar perlu juga
ditampilkan insert peta yang berupa lokasi pelabuhan dalam suatu wilayah
administrasi propinsi atau kabupten/kota tertentu sehingga mudah dalam pencarian
lokasi tersebut.
Gambar 4.1 Contoh Peta DLKp Pelabuhan
Lebih jelasnya diagram alir Penetapan DLKp Pelabuhan Laut untuk Kepentingan
Angkutan penyeberangan dapat dilihat pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 45
Gambar 4.2.Diagram Alir Penetapan DLKp Pelabuhan Laut untuk Kepentingan
Angkutan Penyeberangan
Data dukung:- RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Data Ukuran DLKp Perairan- Peta Lokasi Pelabuhan dengan
batas-batas KoordinatGeografis
Penelitian berkaspermohonan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapiberkas
Kriteria:- Kesesuaian dengan RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Kesesuaian Luas DLKp
perairan- Kesesuaian titik koordinat
geografis
Penetapan olehMenteri/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan dariPemerintah/Pemda
yang tergabungdalam kesatuan
Permohonan LokasiPelabuhan
Hasil penelitianDITERIMA/ DITOLAKmaksimal waktu 30 harisetelah semua berasLENGKAP
Penetapan maksimalwaktu 14 hari setelah
hasil penelitian diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 46
C. Naskah Akademis Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DKr)
Pelabuhan Laut untuk Kepentingan Penyeberangan
1.Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr)
Penyusunan DLKr dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran pada Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1), (2), (3), (4),
(5), dan ayat (6), Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan Pemerintah
No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
dan Pasal 36, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13,
diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan Daerah
Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Penyeberangan.
Ruang lingkup penyusunan pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr)
adalah menetapkan daerah lingkungan kerja pelabuhan penyeberangan yang meliputi:
a. menetapkan ukuran daerah lingkungan kerja wilayah daratan yang digunakan untuk
penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang, b.Menetapkan ukuran daerah
lingkungan kerja wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran,
tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar
dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain
sesuai dengan kebutuhan.
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada
pelabuhan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan 22. Dalam hal
untuk kepentingan angkutan penyeberangan, maka pelabuhat laut maupun pelabuhan
sungai dan danau harus menyediakan areal khusus untuk kepentingan pelayanan
angkutan penyeberangan. Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai
lokasi pelabuhan yang ditetapkan oleh Menteri yang harus sesuai dengan Rencana
Induk Pelabuhan Nasional wajib disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
22 Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 47
pelabuhan 23. Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan
kepelabuhanan. Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan tersebut, terdiri atas 24: a.
wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang; dan b. wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran,
tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar
dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain
sesuai dengan kebutuhan.
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk
pelabuhan laut untuk kepentingan angkutan penyeberangan ditetapkan oleh 25: a.
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dan b. gubernur atau bupati/walikota untuk
pelabuhan pengumpan.
Suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan dapat ditetapkan oleh Menteri
menjadi lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan, harus sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta
memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan 26. Rencana peruntukan
wilayah daratan dalam DLKr disusun untuk penyediaan fasilitas dalam melayani
kegiatan angkutan penyeberangan, yaitu 27; 1) Fasilitas pokok meliputi : a. terminal
penumpang; b. penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang); c. jalan
penumpang keluar/masuk kapal (gang way); d) perkantoran untuk kegiatan
pemerintahan dan pelayanan jasa; e. fasilitas bunker; f. instalasi air bersih, listrik, dan
telekomunikasi; g. akses jalan dan/atau jalur kereta api; h. fasilitas pemadam
kebakaran; dan i. tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik
ke kapal.
23 Ibid, Pasal 7224 Ibid, Pasal 7525 Ibid, Pasal 7626 Ibid, Pasal 7727 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 26
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 48
Fasilitas penunjang terdiri; a. kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran
pelayanan jasa kepelabuhanan; b. tempat penampungan limbah; c. fasilitas usaha yang
menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan; d. areal pengembangan pelabuhan;
dan e. fasilitas umum lainnya.
Rencana peruntukan wilayah perairan disusun untuk penyediaan kegiatan wilayah
perairan digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat
antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan
pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan lainnya yang biasanya dilakukan di daerah perairan pelabuhan adalah untuk
tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), untuk keperluan darurat, dan untuk kapal
pemerintah 28. Aspek tersebut di atas perlu diukur untuk kebutuhan angkutan
penyeberangan.
Dalam menetapkan ukuran DLKr baik wilayah daratan maupun perairan seperti
dijelaskan di atas perlu diketahui mekanisme penetapan lokasi pelabuhan
penyeberangan, karena penetapan lokasi pelabuhan disertai dengan ukuran DLKr.
Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Pemerintah
atau pemerintah daerah. Permohonan tersebut dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; c.
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; d. rencana Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; e. hasil studi kelayakan mengenai
kelayakan teknis; kelayakan ekonomi; kelayakan lingkungan; pertumbuhan ekonomi
dan perkembangan sosial daerah setempat; keterpaduan intra dan antarmoda; adanya
aksesibilitas terhadap hinterland; keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
pertahanan dan keamanan; dan terakhir harus ada f. rekomendasi dari gubernur dan
bupati/walikota. Selanjutnya berdasarkan permohonan tersebut, Menteri melakukan
penelitian terhadap persyaratan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan. Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan,
Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan 29.
28 Ibid, Pasal 2329 Ibid, Pasal 18
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 49
Dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, Menteri harus terlebih
dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai
kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Demikian juga
Gubernur dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan juga harus terlebih
dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata
ruang wilayah kabupaten/kota 30. Menteri, Bupati/walikota sesuai kewenangannya
melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitian selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap, dengan melampirkan
rancangan keputusan dan peta batas DLKr pelabuhan penyeberangan, kepada 31:
a) Menteri, untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul sebagai
penyeberangan lintas propinsi dan antar negara;
b) Gubernur, untuk pelabuhan pengumpan regional sebagai penyeberangan lintas
kabupaten/kota;
c) Bupati/Walikota, untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai
dan danau sebagai penyeberangan lintas dalam kabupaten/kota.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan batas-
batas DLKr pelabuhan penyeberangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kerja sejak hasil penelitian diterima. 32 .Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan
Kerja pelabuhan sebagaimana paling sedikit memuat 33: a. luas lahan daratan yang
digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja; b. luas perairan yang digunakan
sebagai Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan; dan c. titik koordinat geografis sebagai
batas Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan.
2. Penetapan Ukuran DLKp dan DLKp
a. Menetapkan Ukuran DLKr wilayah daratan
Untuk memperoleh ukuran daerah lingkungan kerja wilayah daratan yang
digunakan untuk penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang, adalah dengan
pendekatan sebagai berikut.
30 Ibid, Pasal 3231 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Penyeberangan Pada Pasal 12 ayat (3)32 Ibid, Pasal 12 ayat (5)33 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 33
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 50
1). Area Terminal Penumpang
Untuk menentukan luas area terminal adalah dengan cara menjumlahkan luas areal
ruang tunggu, luas areal ruang kantin/kios, luas areal ruang administrasi, luas areal
ruang utilitas, dan luas areal ruang publik. Secara matematis untuk menentukan
ruang areal terminal penumpang ada sebagai berikut 34:
A = a1 + a2 + a3 + a4 + a5
Keterangan:
A = Luas total areal gedung terminal (m2)
a1 = Luas areal ruang tunggu (m2)
a2 = Luas areal ruang kantin/kios (m2)
a3 = Luas areal ruang administrasi (m2)
a4 = Luas areal ruang utilitas (m2)
a5 = Luas areal ruang publik (m2)
Penetapan luas areal ruang tunggu (a1) diperoleh dari hasil perkalian antara luas
area yang dibutuhkan untuk satu orang dengan jumlah penumpang dalam satu kapal
yang direncanakan beroperasi di pelabuhan penyeberangan dan jumlah kapal yang
datang/berangkat pada saat yang bersamaan serta rasio konsetrasi dan rata-rata
fluktuasi. Secara matematis dapat ditunjukan dengan formula berikut 35:
a1 = a * n * N * x * y
Keterangan:
a1 = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
34 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
35 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 51
Luas area ruang kantin (a2) diperoleh dari 15% total luas area ruang tunggu (15% *
a1). Sementara luas areal administrasi (a3) juga diperoleh dari 15% total luas area
ruang tunggu (15% * a1). Sedangkan luas areal ruang utilitas (a4) diperoleh dari
25% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal kantin/kios, dan luas areal
ruang administrasi (25% * [a1 + a2 + a3]). Terakhir luas areal ruang publik (a5)
diperoleh dari 10% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal kantin/kios,
luas areal ruang administrasi, dan luas areal ruang utilitas (10% * [a1 + a2 + a3 +
a4]). 36
2). Area Penimbangan Kendaraan Bermuatan
Jembatan timbang adalah tempat untuk menimbang kendaraan beserta muatannya
dalam rangka keselamatan fasilitas pelabuhan dan pelayaran. Untuk mengetahui
kapasitas timbangan yang akan digunakan berdasarkan Jumlah Berat Beban (JBB)
oleh kapal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan dan juga berdasarkan
Muatan Sumbu Terberat (MST) yang diperbolehkan masuk ke dalam kapal
penyeberangan. Besarnya angka JBB dan MST tergantung jenis kapal yang
beroperasi. Di Indonesia kemampuan kapal terbesar untuk mengangkut kendaraan
yang memiliki JBB baru sebatas 40 ton sementara untuk angka MST baru sebatas
10 ton. Sehingga disain jembatan timbang yang akan dipakai di pelabuhan
penyeberangan minimal harus mampu mengukur JBB 40 ton dan MST 10 ton. 37
3). Area Jalan penumpang keluar/masuk (gang way)
Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way) adalah tempat untuk memisahkan
akses penumpang dan akses kendaraan dengan menggunakan jalan/jembatan yang
diberi pagar yang langsung menyambung pada dek kapal sehingga melancarkan
sistem transportasi di pelabuhan. Untuk menentukan ukuran panjang jalan
keluar/masuk penumpang maka harus mengetahui variabel panjang dermaga dan
jarak antara ruang tunggu dan area dermaga. Sementara untuk lebar jalan
penumpang keluar/masuk adalah harus mampu mengakomodasi pejalan kaki tiga
orang penumpang berderet. Oleh karena itu, jalan penumpang keluar/masuk kapal
minimal memiliki panjang dari total penjumlahan panjang dermaga dan jarak
36 Ibid, Lampiran II37 Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang
Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan PelayananPemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 52
antara ruang tunggu dengan dermaga, sementara lebar gang way minimal mampu
mengakomodasi tiga orang penumpang jalan berderet.
4).Area Perkantoran Untuk Kegiatan Pemerintahan dan Pelayanan Jasa
Untuk menentukan besarnya luas areal perkantoran adalah diambil dari 15% dari
luas ruang tunggu. Artinya adalah 0,15 kali dari luas ruang tunggu penumpang.
secara matetamatis dapat ditunjukkan dengan formula berikut 38:
a3 = 0,15 * a1
atau
a3 = 0,15 * a * n * N * x * y
Keterangan:
a3 = Luas area perkantoran
a1 = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
5). Area Fasilitas Penyimpanan Bahan Bakar (Bunker)
Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu diketahui variabel jenis dan jumlah kapal
yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat ditunjukkan
dengan formula berikut 39:
V = D1 + D2 + D3 + ... + Dn
Keterangan:
V = Volume bungker (tanki)
38 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
39 Ibid, Pada Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 53
D1 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal pertama
D2 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal kedua
D3 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal ketiga
Dn = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal-kapal selanjutnya
6). Area Instalasi Penyediaan Air Bersih
Untuk mengetahui besarnya fasilitas penyediaan air bersih diukur dari perkalian
besarnya kebutuhan air perorang per hari dengan total penumpang dan pegawai
yang ada di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat ditunjukkan dengan
formula berikut 40:
V = d * (P + W)
Keterangan:
V = Volume tangki air bersih
d = Kebutuhan air per orang per hari untuk di terminal/perkantoran (25 liter)
P = Jumlah rata-rata penumpang per hari di terminal penyeberangan
W = Jumlah pegawai di terminal penyeberangan
7). Area Fasilitas Listrik dan Telekomunikasi
Instalasi listrik adalah fasilitas untuk memasok tenaga listrik guna mendukung
kegiatan bongkar muat di pelabuhan sementara fasilitas telekomunikasi adalah
fasilitas untuk memudahkan komunikasi intern dan ekstern di pelabuhan. Ukuran
fasilitas listrik dan telekomunikasi di pelabuhan penyeberangan dikonfersikan dari
besarnya ruang yang dibutuhkan untuk menempatkan sumber pembangkit listrik
(generator) serta server alat komunikasi yang dipakai. Jadi kebutuhan areal untuk
generator didasarkan pada standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik seluas
150 m2. Sementara untuk fasilitas telekomunikasi membutuhkan area seluas 60 m2.41
40 Sutrisno. T., Suciastuti. E. Teknologi Penyediaan Air Bersih, 2002, Rineka Cipta41 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 54
8). Area Akses Jalan dan/atau Jalur Kereta Api
Kebutuhan ruang stasiun diperoleh berdasarkan perkalian dari kebutuhan ruang
per orang penumpang dikalikan dengan jumlah penumpang tiap gerbong, jumlah
gerbong yang datang/pergi secara bersamaan, rasio konsentrasi dan rata-rata
fluktuasi. Secara matematis dapat ditampilkan sesuai formula berikut 42:
A = a * n * N * x * y
Keterangan:
A = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (0,6 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu gerbong
N = Jumlah gerbong yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
9). Area Fasilitas Pemadam Kebakaran
Fasilitas pemadam kebakaran adalah fasilitas untuk menanggulangi bahaya
kebakaran dapat berupa hydrant, tabung kebakaran, dan alarm pendeteksi
kebakaran dan unit mobil pemadam kebakaran. Ukuran fasilitas mobil pemadam
kebakaran dapat diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang tiap mobil pemadam
dan total mobil yang disediakan di lokasi pelabuhan penyeberangan. Secara
matematis dapat dilihat dari formula berikut 43:
A = a * n
Keterangan:
A = Total kebutuhan ruang parkir mobil pemadam kebakaran
a = Kebutuhan ruang untuk satu mobil pemadam kebakaran (60 m2)
n = Jumlah mobil pemadam kebakaran yang tersedia di lokasi pelabuhan
42 Ibid, Pada Lampiran II43 Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang
Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan PelayananPemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 55
10). Area Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor Sebelum Naik Kapal.
Untuk menentukan besarnya area tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum
naik kapal dapat ditentukan dari perkalian antara luas areal yang dibutuhkan
untuk satu unit kendaraan, jumlah kendaraan dalam satu kapal, jumlah kapal yang
datang/pergi secara bersamaan, rata-rata pemanfaatan dan rasio konsentrasi.
Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 44:
A = a * n * N * x * y
Keterangan:
A = Luas total areal parkir untuk kendaraan menyeberang
a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, dimana:
Truk 8 Ton = 60 m2
Truk 4 Ton = 45 m2
Truk 2 Ton = 25 m2
Kendaraan Penumpang = 25 m2
n = Jumlah kendaraan dalam satu kapal
N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x = Rata-rata pemanfaatan
y = Rasio konsentrasi
b. Fasilitas Penunjang DLKp
Beberapa fasilitas penunjang daerah lingkungan kerja di area darat untuk
pelabuhan penyeberangan adalah sebagai berikut 45:
a) Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan,
b) Tempat penampungan limbah
c) Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) Areal pengembangan pelabuhan,
e) Fasilitas umum lainnya meliputi:
(1) Tempat peribadatan
(2) Area taman
44 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
45 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.2681/AP.005/DRJD/2006, Pasal 5 ayat(3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 56
(3) Area jalur hijau
(4) Tempat pelayanan kesehatan
(5) Area parkir kendaraan antar/jemput
1). Area Kawasan Perkantoran Untuk Menunjang Kelancaran Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan
Kawasan perkantoran yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan pelayanan
jasa pendukung untuk melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan.
Kebutuhan ruang untuk kawasan perkantoran disubsitusi dari kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung.
Jadi berdasarkan hal tersebut maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk
membangun kawasan perkantoran diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk
satu kantor dengan jumlah kantor yang akan dibangun. Secara matematis dapat
dilihat dari formula berikut 46:
A = a * n
Keterangan:
A = Total luas kawasan perkantoran
a = Luas untuk satu ruang perkantoran (60 m2)
n = Jumlah seluruh kantor yang akan dibangun
2). Area Tempat Penampungan Limbah
Penampungan limbah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah limbah cair
domestik dan limbah padat (sampah) yang dihasilkan dari aktivitas pelabuhan.
Untuk menentukan besarnya penampung limbah cair domestik diperoleh dari
variabel kebutuhan air rata-rata per hari di terminal, sedangkan untuk menentukan
besarnya penampungan limbah padat (sampah) dapat diperoleh dari besarnya
volume timbulan sampah per orang per hari. Oleh karena itu, besarnya volume
limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelabuhan diperoleh dari 25% dikalikan
dengan besarnya kebutuhan air bersih per hari di pelabuhan. Artinya besarnya
limbah yang dihasilkan adalah 0,25 dari total kebutuhan air di pelabuhan. Secara
matematis dapat dilihat dari formula berikut 47:
46 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
47 Darmasetiawan. M, Sarana Sanitasi Perkotaan, 2004, Ekamitra Engineering
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 57
V = 0,25 * D
Keterangan:
V = Volume air limbah yang dihasilkan di pelabuhan penyeberangan
D = Kebutuhan total air bersih di pelabuhan penyeberangan
Sedangkan untuk menentukan besarnya volume limbah padat (sampah) dapat
diperoleh dari perkalian timbulan sampah per orang per hari dari penumpang
dengan jumlah total penumpang dan pegawai di pelabuhan, secara matematis
dapat dilihat dari formula berikut 48:
V = t * (P + W)
Keterangan:
V = Volume timbulan sampah total di pelabuhan penyeberangan
t = Timbulan sampah per orang penumpang per hari (0,15 m3)
P = Jumlah total penumpang per hari di pelabuhan penyeberangan
W = Jumlah pegawai di pelabuhan penyeberangan
3). Area Fasilitas Usaha Yang Menunjang Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan
Fasilitas usaha yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan perdagangan untuk
melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan. Kebutuhan ruang untuk
kawasan perdagangan disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan
fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi berdasarkan hal tersebut
maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk membangun kawasan perdagangan
diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk satu tempat usaha dengan jumlah
total tempat usaha yang akan dibangun. Secara matematis dapat dilihat dari
formula berikut 49:
48 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
49 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 58
A = a * n
Keterangan:
A = Total luas kawasan perdagangan
a = Luas untuk satu ruang tempat usaha (60 m2)
n = Jumlah seluruh tempat usaha yang akan dibangun
4). Area Pengembangan Pelabuhan
Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas barang
dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan barang tersebut
tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat pelayanan jasa tidak
terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana teknis pelabuhan sebagai
penanggung jawab kegiatan operasional di pelabuhan penyeberangan setidaknya
menyiapkan dua kali luas eksisting pelabuhan yang ada untuk rencana
pengembangan pelabuuhan ke depan.
5). Area Fasilitas Umum Lainnya
Fasilitas umum lainnya yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai berikut 50:
(a). Tempat peribadatan
Kebutuhan ruang untuk fasilitas peribadatan disubsitusi dari kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung.
Jadi besarnya ruang yang dibutuhkan berdasarkan hal tersebut adalah 60 m2.
(b).Area taman
Besarnya areal taman dikonfersikan dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari
luas ruang tunggu, artinya 0,15 dikalikan dengan luas ruang tunggu penumpang.
(c). Area jalur hijau
Sama halnya dengan area taman, besarnya areal jalur hijau juga dikonfersikan dari
besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari luas ruang tunggu, artinya 0,15 dikalikan
dengan luas ruang tunggu penumpang.
(d).Tempat pelayanan kesehatan
50 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 59
Sama hanya dengan tempat peribadatan, kebutuhan ruang untuk fasilitas
kesehatan juga disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi besarnya ruang yang dibutuhkan
berdasarkan hal tersebut adalah 60 m2.
(e). Area parkir kendaraan antar/jemput
Untuk menentukan besarnya kebutuhan ruang untuk area parkir kendaraan
antar/jemput, maka harus diketahui beberapa variabel yang mempengaruhi
kebutuhan lahan yaitu:
(1) Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan
(2) Jumlah penumpang dalam satu kapal
(3) Jumlah penumpang dalam satu kendaraan
(4) Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
(5) Rata-rata pemanfaatan
(6) Rasio konsentrasi
(7) Rata-rata pemanfaatan
Jadi untuk menentukan besarnya lahan perkir yang dibutuhkan diperoleh dari
perkalian antara luas area yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, jumlah
dalam satu kapal, jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan, rata-rata
pemanfaatan, rasio konsentrasi, dan rata-rata pemanfaatan serta dikalikan dengan
satu per jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Secara matematis dapat dilihat
dalam formula berikut 51:
A = a * n1 * N * x * y * z * 1/n2
Keterangan:
A = Luas total area parkir untuk kendaraan antar/jemput
a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan (25 m2)
n1 = Jumlah penumpang dalam satu kapal
n2 = Jumlah penumpang dalam satu kendaraan (8 penumpang per kendaraan)
N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x = Rata-rata pemanfaatan (1,0)
51 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 60
y = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
z = Rata-rata pemanfaatan (1,0 : Seluruh penumpang meninggalkan terminal
dengan kendaran)
3. menetapkan ukuran DLKr wilayah perairan
Selanjutnya, untuk menetapkan ukuran daerah lingkungan kerja wilayah perairan
yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat
antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan
kebutuhan, dengan pendekatan sebagai berikut:
a. Area Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar pelabuhan.
Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui variabel lebar
kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Besarnya ukuran
lebar alur pelayaran ditentukan dari sembilan kali lebar kapal maksimum yang
beroperasi di pelabuhan penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara
matemati dapat dilihat pada formula berikut 52:
W = 9B + 30
Keterangan:
W = Lebar alur pelayaran
B = Lebar kapal maksimum
b. Area Sandar Kapal
Fasilitas sandar kapal adalah sarana untuk sandar kapal dalam rangka bongkar muat
kapal termasuk untuk naik turun kendaraan beserta muatannya. Fasilitas sandar
kapal yang dimaksud di sini juga termasuk dermaga. Untuk menentukan panjang
fasilitas sandar kapal dan panjang dermaga harus diketahui variabel panjang kapal
maksimal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Jadi panjang dermaga yang
dibutuhkan di suatu pelabuhan penyeberangan sebesar 1,3 kali panjang kapal
maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan, sedangkan luas area yang
52 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 61
sandar kapal diperoleh dari 1,8 panjang kapal maksimum dikalikan dengan 1,5
panjang kapal maksimum. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 53:
Ad = 1,3 * L
dan
A = 1,8L * 1,5L
Keterangan:
Ad = Panjang dermaga/tempat sandar kapal
A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal
L = Panjang kapal maksimal
c. Area Tempat Labuh
Perairan tempat labuh adalah area perairan yang digunakan untuk lego jangkar
kapal yang sedang istirahat, docking ringan atau sedang menunggu antrian
sebelum masuk kolam pelabuhan. Dalam hal penentuan ukuran perairan tempat
labuh kapal, maka harus diketahui beberapa variabel, variabel-variabel tersebut
adalah jumlah kolam putar yang ada di pelabuhan penyeberangan, jari-jari areal
untuk berlabuh per kapal, panjang kapal yang berlabuh, dan kedalaman air di
pelabuhan penyeberangan. Jadi untuk menentukan ukuran perairan yang
digunakan untuk tempat berlabuh kapal diperoleh dengan cara perkalian antara
jumlah kolam putar yang ada dengan konstanta (π) serta kuadrat jari-jari areal
untuk berlabuh per kapal, sementara jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
didapat dari total penjumlahan panjang kapal berlabuh dan enam kali kedalaman
air serta ditambahkan 30 meter. Secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut54:
A = N * π * R2
dimana
R = L + 6D + 30
Keterangan:
A = Luas areal berlabuh
N = Jumlah kolam putar
53 Ibid, Lampiran II54 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 62
π = Konstanta (3,14)
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air
d. Area Kolam Pelabuhan Untuk Kebutuhan Sandar dan Olah Gerak Kapal
Penentuan kedalaman kolam pelabuhan diperoleh dari menambahkan minimal 1
meter dari tinggi beban muatan penuh (full load draft) sebagai kelonggaran
kedalaman. Sedangkan penentuan areal kolam putar diperoleh dengan cara
perkalian antara jumlah kolam putar dengan konstanta (π) serta kuadrat diameter
areal kolam putar dibagi dengan empat. Secara matematis dapat dilihat dari rumus
berikut 55:
d = 1 + f
dan
A = N * π * D2/4
dimana
D = 3 * L
Keterangan:
d = Kedalaman kolam pelabuhan
f = Beban muatan penuh (full load draft)
A = Luas areal kolam putar
N = Jumlah kolam putar rencana
π = Konstanta (3,14)
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Diameter areal kolam putar
4. Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKr
Setelah ukuran-ukuran dari DLKr berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah
selanjutnya adalah dengan mengukurkan atau mengeplotkannya ke dalam areal
atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara in
situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan agar
55 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 63
dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayanan
penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan, bathimetri perairan,
oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis atau pemetaan DLKr tersebut harus menyertakan
titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKr dari setiap fasilitas
pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk koordinat
tersebut dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara fisik
daerah tersebut dengan batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya
sungai, batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga
diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas tersebut dihubungkan satu sama lain
sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta dibuat
sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara
berbagai perwujudan yang diwakili.
Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Penyeberangan
Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53 tahun 2003.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 64
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 65
Selanjutnya adalah penggambaran titik-titik kordinat geografis dalam sebuah
peta DLKr pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau standar
kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran peta
didasarkan pada: a.Peta kadastral/hak milik, dengan skala ≥ 1 : 5.000; b.Peta
skala besar, 1 : 5.000 – 1 : 25.000; c.Peta skala medium, 1 : 25.000 – 1 : 500.000;
d.Peta skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, < 1 : 1.000.00056. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek (dalam hal ini lokasi
56 Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 66
pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya (misalnya
Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru diregistrasi
sesuai titik-titik koordinatnya, baru kemudian didigitasi sehingga dapat
ditampilakan secara giografis. Selanjutnya dari peta dasar ini digunakan untuk
penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan tersebut dan batas-batas DLKr. Peta
tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan lahan wilayah daratan (tata
guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang serta lahan wilayah perairan.
Lebih jelasnya diagram alir penetapan DLKr pelabuhan laut untuk kepentingan
angkutan penyeberangan dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 4.3.Diagram Alir Penetapan DLKr Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Angkutan Penyeberangan
Data dukung:- RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Data ukuran DLKr daratan- Data Ukuran DLKr Perairan- Peta Lokasi Pelabuhan
dengan batas-batasKoordinat Geografis
Penelitian berkaspermohonan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapi berkas
Kriteria:- Kesesuaian dengan RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Kesesuaian Luas DLKr
daratan- Kesesuaian Luas DLKr
perairan- Kesesuaian dengan titik
koordinat geografisPenetapan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan dariPemerintah/Pemda
yang tergabungdalam kesatuan
PermohonanLokasi Pelabuhan Hasil penelitian
DITERIMA/ DITOLAKmaksimal waktu 30 harisetelah semua berasLENGKAP
Penetapan maksimalwaktu 14 hari setelahhasil penelitianditerima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 67
D. Naskah Akademis Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
1. Berlalu lintas memasuki pelabuhan
Konsep penyusunan naskah akademis pedoman berlalu lintas di alur
penyeberangan adalah dilatarbelakangi adanya penetapan Undang-Undang No.
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terutama pada Pasal 188 ayat (3), dan Pasal
193, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 8
dan Pasal 17, serta Peraturan Menteri Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur
Pelayaran di Laut pada Pasal 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33, 34, 35, 36, dan Pasal 37, laut diperlukan adanya tindak lanjut
penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan.
Pemilik, operator kapal, atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana kedatangan
kapalnya di pelabuhan kepada Syahbandar dengan mengirimkan telegram radio
Nakhoda (master cable) kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara
Pelabuhan, atau Syahbandar melalui stasiun radio pantai dengan tembusan kepada
perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat
puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan. Pemberitahuan kedatangan
kapal oleh Nakhoda dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable)
disampaikan kepada Syahbandar melalui stasiun radio pantai. Pemberitahuan
kedatangan kapal yang telah diterima oleh stasiun radio pantai disampaikan
kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar dan
perusahaan angkutan laut atau agen umum dengan menggunakan sarana telepon,
faksimili, surat elektronik (e-mail), radio, dan/atau ordonan (caraka) 57. Telegram
radio Nakhoda (master cable) birisikan : a).nama kapal; b).tanda panggilan
(callsign); c).Maritime Mobile Services Identities (MMSI); d).tanggal dan waktu
pelaporan; e).posisi pada saat pelaporan; dan f).pelabuhan asal dan pelabuhan
tujuan 58.
Kapal yang akan memasuki pelabuhan harus mendahulukan kapal lain yang akan
keluar pelabuhan, terutama jika area berlabuh yang terbatas, atau akan sandar pada
dermaga yang sama. Untuk selalu diingat, saat memasuki pelabuhan, alur yang
57 Ibid, Pasal 82 ayat (1)58 Peraturan Menteri No. PM 26 tahun 2011 tentang Telekomunkasi Pelayaran, Pasal 52 ayat (3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 68
disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri dengan warna merah
dan sebelah kanan dengan warna hijau. Sesaat sebelum memasuki pelabuhan atau
sebelum sandar, ABK harus mengingatkan para penumpang untuk tidak terburu-
buru berebutan keluar kapal, karena bisa mengakibatkan ketidak seimbangan kapal
karena penumpang berkumpul pada satu titik. Kapal harus dipastikan telah diikat
sempurna dengan dermaga sebelum penumpang dan kendaraan diperbolehkan
meninggalkan kapal. Penumpang orang hendaknya didahulukan dalam proses
bongkar, baru kemudian kendaraan.
Gambar 4.4. Panduan Perambuan Kapal Memasuki Pelabuhan
2. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan
Setiap kapal yang meninggalkan pelabuhan harus secepatnya memberitahukan
kepada stasiun radio pantai atau stasiun-stasiun terkait bahwa jam dinas stasiunnya
akan dibuka kembali sepanjang diizinkan oleh peraturan yang berlaku, namun
stasiun yang tidak mempunyai jam dinas tetap, pemberitahuan dilakukan ketika
pertama kali dinas stasiunnya dibuka setelah berangkat dari pelabuhan 59.
59 Peraturan Menteri No. KM. 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat PersetujuanBerlayar, Pasal 3
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 69
Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar (Port
Clearance) yang dikeluarkan oleh Syahbandar setelah kapal memenuhi persyaratan
kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya. Untuk memperoleh Surat Persetujuan
Berlayar (Port Clearance), pemilik atau operator kapal mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Syahbandar, dengan melampirkan 60:
a) surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing
Declaration); dan
b) dokumen muatan serta bukti-bukti pemenuhan kewajiban kapal lainnya,
meliputi :
1). bukti pembayaran jasa kepelabuhanan;
2). bukti pembayaran jasa kenavigasian;
3). bukti pembayaran penerimaan uang perkapalan;
4). persetujuan (clearance) Bea dan Cukai (jika ada);
5). persetujuan (clearance) Imigrasi (jika ada);
6). persetujuan (clearance) Karantina kesehatan (jika ada); dan/atau
7). persetujuan (clearance) Karantina hewan dan tumbuhan (jika ada);
Berkas permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance)
diserahkan kepada Syahbandar setelah semua kegiatan di atas kapal selesai dan
kapal siap untuk berlayar yang dinyatakan dalam surat pernyataan kesiapan kapal
berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration). Penyerahan permohonan
dapat dilakukan dengan cara : a).menyerahkan ke loket pelayanan satu atap pada
Kantor Syahbandar; atau b).mengirimkan secara elektronik (upload) melalui
Inaportnet pada pelabuhan yang telah menerapkan National Single Window
(NSW).
Selanjutnya, berdasarkan permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port
Clearance), pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal melakukan pemeriksaan
kelaiklautan kapal, meliputi: a).administratif; dan b).fisik di atas kapal.
Pemeriksaan administratif kelaiklautan kapal, dilakukan untuk meneliti
kelengkapan, dan masa berlaku atas:
60 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 82 ayat (2)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 70
a) surat-surat dan dokumen yang di lampirkan pada saat penyerahan surat
permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance);dan
b) sertifikat dan surat-surat kapal yang telah diterima oleh Syahbandar pada saat
kapal tiba di pelabuhan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal membuat
kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan administratif dengan
menggunakan daftar pemeriksaan yang telah disiapkan. Dalam hal kesimpulan atau
resume tingkat pemenuhan persyaratan administratif telah terpenuhi maka
pemeriksaan fisik dapat dilakukan. Sebaliknya jika persyaratan administratif belum
terpenuhi, Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan Kapal menyampaikan secara tertulis
kepada pemilik atau operator kapal untuk melengkapinya.
Pemeriksaan fisik kelaiklautan, dilakukan oleh pejabat pemeriksa kelaiklautan
kapal di atas kapal guna meneliti: a).kondisi nautis-teknis dan radio kapal; dan
b).pemuatan dan stabilitas kapal; sesuai dengan keterangan yang disebutkan dalam
surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing
Declaration). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ini, pejabat pemeriksa
kelaiklautan kapal membuatkan kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan
persyaratan teknis kelaiklautan kapal dengan menggunakan daftar pemeriksaan
yang telah disiapkan. Kekurangan persyaratan teknis kelaiklautan kapal, wajib
disampaikan kepada pemilik atau operator kapal untuk dilengkapi.
Selanjutnya Syahbandar mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (Port
Clearance) berdasarkan hasil kesimpulan atau resume pemenuhan persyaratan
administratif dan teknis kelaiklautan kapal yang telah terpenuhi semua. Surat
Persetujuan Berlayar (Port Clearance) yang telah ditandatangani oleh Syahbandar,
segera diserahkan kepada pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang
ditunjuk mengageni kapal untuk diteruskan kepada Nakhoda kapal. Setelah Surat
Persetujuan Berlayar (Port Clearance) diterima di atas kapal, Nakhoda kapal wajib
segera menggerakkan kapal untuk berlayar meninggalkan pelabuhan sesuai dengan
waktu tolak yang telah ditetapkan. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance)
berlaku 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang ditetapkan dan hanya
dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pelayaran. Dalam keadaan tertentu, dalam hal
kondisi cuaca pada perairan yang akan dilayari kapal dapat membahayakan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 71
keselamatan berlayar, Syahbandar dapat menunda pemberangkatan kapal.
Penundaan keberangkatan kapal yang melebihi 24 (dua puluh empat) jam dari
waktu tolak yang telah ditetapkan, pemilik atau operator kapal atau badan usaha
yang ditunjuk menjadi agen kapal wajib mengajukan surat permohonan ulang
penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) kepada Syahbandar.
Sesaat sebelum melepas sauh dari dermaga, atau sesaat setelah meninggalkan
pelabuhan atau pada saat maneuver, ABK harus memperagakan pemakaian baju
pelampung untuk keadaan darurat, serta memberitahu dimana penempatan baju
pelampung tersebut. Pada saat maneuver meninggalkan dermaga, nahkoda harus
memastikan tidak ada halangan yang bisa mengganggu maneuver kapal. Nahkoda
harus memastikan berlayar meninggalkan pelabuhan dengan kecepatan aman, serta
memastikan alur yang dialui adalah benar dengan selalu memperhatikan rambu
penuntun yang ada di pelabuhan. Untuk selalu diingat, saat keluar dari kolam
pelabuhan, alur yang disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri
dengan warna hijau dan sebelah kanan dengan warna merah.
3.Berlalu lintas di alur penyeberangan
Selama dalam pelayaran, Nakhoda wajib memberitahukan posisi tengah hari (noon
positioning) dengan mengirimkan telegram radio tidak berbayar dan/atau hubungan
komunikasi dari kapal ke stasiun radio pantai terdekat. Telegram radio dan
hubungan komunikasi tersebut berisi koordinat posisi, haluan kapal dari dan tujuan
kapal, kondisi kapal, serta kondisi awak kapal pada posisi tengah hari (noon
positioning). Stasiun radio pantai setelah menerima pemberitahuan posisi tengah
hari kemudian meneruskan berita posisi tengah hari (noon positioning) tersebut
kepada Syahbandar setempat 61.
Selama dalam pelayaran, kapal harus mematuhi tata cara berlalu lintas di alur
penyeberangan sesuai dengan peraturan yang berlauku ataupun peraturan
internasional. Tata cara berlalu lintas di alur penyeberangan harus
mempertimbangkan : a.kondisi alur-pelayaran; b.kepadatan lalu lintas; c.kondisi,
ukuran dan sarat (draught) kapal; d.arus dan pasang surut; dan e.kondisi cuaca. Pada
61 Ibid, Pasal 83
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 72
alur-pelayaran yang lalu lintasnya padat dan sempit, perlu dilakukan pengaturan lalu
lintas kapal melalui sistem rute kapal (ship's routeing system) yang meliputi 62:
1) bagan pemisah lalu lintas (traffic separation scheme);
2) rute dua arah (two way routes);
3) jalur yang direkomendasikan (recommended tracks);
4) area yang harus dihindari (areas to be avoided);
2) daerah lalu lintas pantai (inshore traffic zones);
3) daerah putaran (roundabouts);
4) daerah perhatian khusus (precaution areas);
5) rute air dalam (deep water routes).
4. Tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran diantaranya meliputi :
1). kecepatan aman;
Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman sehingga dapat
mengambil tindakan yang tepat dan berhasil guna untuk menghindari tubrukan
dan dapat diberhentikan dalam suatu jarak yang sesuai dengan keadaan dan
suasana yang ada. Dalam menentukan kecepatan aman harus memperhitungkan
faktor-faktor sebagai berikut: a)keadaan penglihatan; b)kepadatan lalu lintas,
termasuk pemusatan kapal atau kapal lain apapun; c)kemampuan olah gerak
kapal dengan acuan khusus pada jarak henti dan kemampuan berputar dalam
keadaan yang ada; d)pada malam hari adanya bahaya latar belakang seperti yang
berasal lampu-Iampu darat atau hambur-pantul dari penerangan-penerangan
sendiri; e)keadaan angin, laut dan arus, serta adanya bahaya-bahaya navigasi di
sekitarnya; f)sarat (draught) kapal sehubungan dengan kedalaman air yang ada63. Kapal-kapal penyeberangan didesain dengan kecepatan dinas 10 knot dan 15
knot.
2) tindakan untuk menghindari tubrukan;
Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan
mengizinkan, harus tegas dan segera dilakukan dalam waktu yang cukup lapang
62 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 24.63 Ibid, Pasal 27.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 73
dan benar-benar memperhatikan syarat-syarat kepelautan yang baik. Setiap
perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan
mengizinkan, harus cukup besar sehingga segera menjadi jelas bagi kapal lain
yang sedang mengamati dengan penglihatan atau dengan radar, dengan catatan
serangkaian perubahan kecil dari haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari.
Jika ada ruang gerak yang cukup, perubahan haluan saja mungkin merupakan
tindakan yang paling berhasil guna untuk menghindari situasi saling mendekati
terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu yang
cukup dini, bersungguh-sungguh dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi
saling mendekati terlalu rapat.
Tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain harus
sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan dengan jarak yang aman,
hasil guna tindakan itu harus dikaji dengan seksama sampai kapal yang lain itu
pada akhirnya terlewati dan bebas sarna sekali. Jika diperlukan untuk
menghindari tubrukan atau memberikan waktu yang lebih banyak untuk menilai
keadaan, kapal harus mengurangi kecepatannya atau menghilangkan
kecepatannya sarna sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur
sarana penggeraknya 64.
3).alur-pelayaran sempit;
Kapal yang sedang berlayar menyusuri alur-pelayaran sempit, harus berlayar
sedekat mungkin dengan batas luar alur-pelayaran atau air pelayaran yang terletak
di sisi kanannya, bilamana hal itu aman dan dapat dilaksanakan. Kapal yang
panjangnya kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak boleh merintangi jalan
kapal yang hanya dapat berlayar dengan aman di dalam alur-pelayaran sempit.
Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain
yang sedang berlayar di dalam alur-pelayaran sempit. Kapal tidak boleh
memotong alur-pelayaran sempit jika pemotongan demikian merintangi jalan
kapal yang hanya dapat berlayar dengan amandi dalam alur-pelayaran sempit.
Kapal yang merasa dihalang-haloangi oleh gerakan memotong kapal lain, boleh
menggunakan isyarat bunyi yang ditentukan di dalam COLREG, jika ragu-ragu
terhadap maksud kapal yang memotong itu.
64 Ibid, Pasal 28.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 74
Pada alur-pelayaran sempit jika penyusulan hanya dapat dilakukan jika kapal yang
disusul itu harus melakukan tindakan untuk memungkinkan pelewatan dengan
aman, maka kapal yang bermaksud menyusul itu harus menyatakan maksudnya
dengan memperdengarkan isyarat yang sesuai dengan yang ditentukan di dalam
COLREG, kapal yang akan disusul itu, jika menyetujui, harus memperdengarkan
isyarat yang sesuai yang ditentukan di dalam COLREG dan mengambil langkah
untuk melewatinya dengan aman. Jika ragu-ragu, kapal itu boleh
memperdengarkan isyarat-isyarat yang ditentukan di dalam COLREG. Kapal yang
sedang mendekati tikungan atau daerah alur-pelayaran sempit yang di tempat itu
kapal-kapal lain dapat terhalang oleh alingan, harus berlayar dengan kewaspadaan
khusus dan berhati-hati serta harus memperdengarkan isyarat yang sesuai dengan
yang ditentukan di dalam COLREG. Setiap kapal, jika keadaan mengizinkan,
harus menghindarkan dirinya berlabuh jangkar di dalam alur-pelayaran sempit 65.
4).bagan pemisah lalu lintas;
Kapal yang sedang menggunakan bagan pemisah lalu-lintas harus; 1)berlayar di
dalam jalur lalu-lintas yang sesuai denganarah lalu-lintas umum untuk jalur itu;
2)sedapat mungkin tetap bebas dari garis pemisah atau zona pemisah lalu-lintas;
3)jalur lalu-lintas dimasuki atau ditinggalkan pada umumnya dari ujung jalur,
tetapi bilamana tindakan memasuki atau meninggalkan jalur itu dilakukan dari
salah satu sisi, tindakan itu harus dilakukan sedemikian rupa hingga membentuk
sebuah sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah arus lalu-lintas umum.
Kapal sedapat mungkin, harus menghindari memotong jalur-jalur lalu lintas, tetapi
jika terpaksa melakukannya, harus memotong arah arus lalu lintas umum dengan
sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah arus lalu-lintas umum. Zona-zona lalu-
lintas dekat pantai pada umumnya tidak boleh digunakan oleh lalu-lintas umum
yang dengan aman dapat menggunakan jalur lalu-lintas yang sesuai di dalam
bagan pemisah yang berbatasan, tetapi kapal-kapal yang panjangnya kurang dari
20 meter dan kapal-kapal layar dalam segala keadaan boleh berada di dalam zona-
zona lalu-lintas dekat pantai. Kapal yang sedang memotong atau kapal yang
sedang memasuki atau sedang meninggalkan jalur, tidak boleh memasuki zona
65 Ibid, Pasal 29.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 75
pemisah atau memotong garis pemisah, kecuali: 1)dalam keadaan darurat untuk
menghindari bahaya mendadak; 2)untuk menangkap ikan di dalam zona pemisah.
Kapal yang sedang berlayar di daerah-daerah dekat ujung bagan pemisah lalu-
lintas harus berlayar dengan sangat hati-hati. Kapal sedapat mungkin, harus
menghindarkan dirinya berlabuh jangkar di dalam bagan pemisah lalu-lintas atau
di daerah dekat ujung-ujungnya. Kapal yang tidak menggunakan bagan pemisah
lalu-lintas harus menghindarinya dengan ambang batas selebar-lebarnya. Kapal
yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang
sedang mengikuti jalur lalulintas, demikian juga kapal yang panjangnya kurang
dari 20 meter atau kapal layar. Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas,
bilamana sedang melakukan operasi untuk merawat sarana keselamatan
pelayaran di dalam bagan pemisah lalu-lintas, atau sedang operasi untuk
meletakkan, memperbaiki atau mengangkat pipa dan kabel laut, di dalam bagan
pemisah lalu-lintas, dibebaskan dari kewajiban untuk memenuhi aturan ini
karena pentingnya penyelenggaraan operasi itu 66.
5) penyusulan;
Setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari kapal lain yang
sedang disusul. Kapal harus dianggap menyusul bilamana sedang mendekati
kapal lain dari arah yang lebih besar daripada 22,5 derajat di belakang arah
melintang, yakni dalam suatu kedudukan sedemikian sehingga terhadap kapal
yang sedang disusul itu pada malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan
buritan, tetapi tidak satupun dari penerangan-penerangan lambungnya. Bilamana
kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain atau tidak,
kapal itu harus
beranggapan bahwa demikianlah halnya dan bertindak sesuai dengan itu. Setiap
perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian tidak akan
mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam pengertian aturan-aturan ini
atau membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal yang sedang
disusul itu sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali 67.
66 Ibid, Pasal 30.67 Ibid, Pasal 32.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 76
6).situasi berhadap-hadapan;
Bilamana dua kapal sedang bertemu dengan haluan-haluan berlawanan atau
hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, masing-
masing harus, mengubah haluannya ke kanan sehingga masing-masing akan
berpapasan di lambung kirinya. Situasi demikian itu harus dianggap ada
bilamana kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada malam
hari kapal itu dapat melihat penerangan-penerangan tiang kapal lain tersebut
terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua penerangan lambung serta
pada siang hari kapal itu mengamati gatra (aspek) yang sesuai mengenai kapal
lain tersebut. Bilamana kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya situasi
demikian, kapal itu harus beranggapan bahwa situasi itu ada dan bertindak sesuai
dengannya 68.
7). situasi memotong;
Bilamana dua kapal sedang berlayar dengan haluan saling memotong sedemikian
rupa sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, kapal yang mendapati kapal
lain di sisi kanannya harus menghindar, dan jika keadaan mengizinkan, harus
menghindarkan dirinya memotong di depan kapal lain itu.
8).tindakan kapal yang menghindari;
Setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain, sedapat mungkin
melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap bebas sama sekali.
9) tanggung jawab antar kapal;
Kapal yang sedang berlayar harus menghindari: 1).kapal yang tidak terkendalikan;
2).kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; 3).kapal yang sedang
menangkap ikan; 4).kapal layar. Setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat
dikendalikan atau kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, jika keadaan
mengizinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal
yang terkendala oleh saratnya. Kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar
dengan kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan keadannya yang
khusus itu.
68 Ibid, Pasal 33.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 77
10).olah gerak kapal dalam penglihatan terbatas.
Setiap kapal harus berlayar dengan kecepatan aman yang disesuaikan dengan
keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada serta harus benar-benar
memperhatikan keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada. Kapal yang
mengidera kapal lain hanya dengan radar harus menentukan apakah sedang
berkembang situasi saling mendekati terlalu rapat dan/atau apakah ada bahaya
tubrukan. Jika kapal itu harus melakukan tindakan dalam waktu yang cukup
lapang ketentuan bahwa bilamana tindakan demikian terdiri dari perubahan
haluan, maka sejauh mungkin harus dihindari hal-hal sebagai berikut :
1).perubahan haluan ke kiri terhadap kapal yang ada di depan arah melintang,
selain daripada kapal yang sedang disusul; 2).perubahan haluan ke arah kapal
yang ada di arah melintang atau di belakang arah melintang. Kecuali telah yakin
bahwa tidak ada bahaya tubrukan, setiap kapal yang mendengar isyarat kabut
kapal lain yang menurut pertimbangannya berada di depan arah melintangnya,
atau yang tidak dapat menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat hingga
kapal yang ada di depan arah melintangnya, harus mengurangi kecepatannya
serendah mungkin yang dengan kecepatan itu kapal tersebut dapat
mempertahankan haluannya. Jika dianggap perlu kapal meniadakan kecepatannya
sama sekali dan bagaimanapun juga berlayar dengan kewaspadaan khusus hingga
bahaya tubrukan telah berlalu.
11).Sistem perambuan
Sesuai dengan ketentuan IALA, sistem pemasangan perambuan di dunia
dikelompokkan pada dua bagian yaitu sistem A dan sistem B.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 78
Gambar 4.5. Sistem Perambuan Internasional
12. Indonesia menganut Sistem A dalam berlalu linta
Indonesia menganut sistem A, karena itu pemasangan rambu suaru dilakukan
sebegai berikut 69;
1) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki
pelabuhan, berada di sebelah kanan masuk kapal pelabuhan dengan warna
hijau.
69 IALA- Navguide, 2001
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 79
2) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki
pelabuhan, berada di sebelah kiri masuk kapal pelabuhan dengan warna
merah.
3) SBNP pengenal pelabuhan dengan warna putih.
SBNP tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a). Menara Suar ( Mensu ) Lighthouse
Di dalam berlalu lintas, perlu diperhatikan Menara Suar merupakan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak
sama atau lebih 20 (dua puluh) mil laut . Menara suar dapat membantu para
navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukkan arah
daratan dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas
wilayah negara 70. Spesifikasi menara suar adalah 71 ;
- Jarak tampak minimum :20 NM
- Jenis Konstruksi Atas Baja Galvanis dengan sifat bangunan; Beton
Terbuka, Beton Tertutup, Steel Chub, Lampu Sesuai Standar IALA warna
lampu putih.Tipe lampu revolving, rotating, dan flashing, serta mempunyai
karakteristik lampu adalah sebagai berikut;
1). perairan aman: a) cerlang panjang dengan periode 10 detik,b) cahaya
isophasa, c) cahaya tunggal terputus,d) cahaya kode morse dengan
karakter tunggal “A”;
2) tanda khusus dengan sifat; a) kelompok terputus, b) cerlang tunggal, tetapi
bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik,c) kelompok cerlang
dengan 1 kelompok terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa)
enam cerlang,d) kelompok cerlang campuran,e) cahaya kode morse tetapi
bukan karakter tunggal “A” maupun “U”;
3) Luas Area 5000 M2, dan cara pengoperasian secara Manual dan Dijaga
secara Otomatis .
70 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 171 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 80
Gambar 4.6.Contoh Menara Suar (Mensu) Lighthouse.
4).Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon
Rambu Suar adalah sarana Bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut . Rambu
Suar dapat membantu untuk menunjukkan kepada para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara karang, air dangkal, gosong, dan bahaya
terpencil serta menentukan posisi dan /atau haluan kapal 72. Spesifikasi Rambu
Suar ( Ramsu ) Light Beacon adalah 73: Ciri-cirinya adalah sebagai berikut
- Jarak Tampak Minimum : 15 NM
- Tipe Lampu; Sesuai Standar IALA, tipe lampu revolving, rotating, dan
flashing, serta mempunyai karakteristik lampu sebagai berikut:(1). bahaya
terpencil, (2) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang
dalam satu periode 5 detik, (3) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri
dari dua cerlang dalam satu periode 10 detik, (2). perairan aman dengan
karakteristik; (1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophasa;
72 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 173 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 81
(3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal
“A”, (5) tanda khusus adalah :((a) kelompok terputus,(b) cerlang tunggal, tetapi
bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik, (c) kelompok cerlang dengan 1
kelompok terdiri dari empat atau lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang.(d)
kelompok cerlang campuran, (e) cahaya kode morse tetapi bukan karakter
tunggal “A” maupun “U”;
5) tanda khusus penandaan kapal tenggelam, a) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
panjang dengan periode 3 detik, b) cahaya kode morse “D”,c) lateral, a) semua
irama/karakter yang direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang
campuran, dengan kelompok (2+1) cerlang, dan semata-mata digunakan untuk
tanda lateral yang di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan,b)
modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu
kelompok (2+1) pancaran dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
6) kardinal; kardinal terdiri : kardinal utara, kardinal timur dan kardinal selatan
serta kardinal barat.
Kardinal utara memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) cahaya terus menerus
secara sangat cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat.
Kardinal timur memiliki kharakteristik: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan
satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5 detik, (2) kelompok
cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1
periode 10 detik;
Kardinal selatan memiliki kharakteristik; (1) kelompok cahaya sangat cepat
dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, (2)
kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran
yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam
satu periode 15 detik;
Kardinal barat memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) kelompok cahaya
sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari sembilan cerlang dalam satu
periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari sembilan cerlang dalam satu periode 15 detik;
Warna Lampu; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna
cahaya putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 82
hijau (3) . untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4)
untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna
kuning dan biru;
Tanda Puncak digunakan untuk: (1). bahaya terpencil, menggunakan tanda
puncak berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun vertical (2)
perairan aman, menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3)
kardinal menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (4) tanda
lateral menggunakan tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri
alur dan kerucut hijau untuk sisi kanan alur, (5) untuk perairan khusus
menggunakan sebuah tanda puncak bentuk “X” berwarna kuning, (6) untuk tanda
khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan sebuah tanda puncak
berbentuk “+” berwarna kuning;
- Jenis Sumber Tenaga : - Sistem Tenaga Surya
- Jenis Konstruksi Atas : (a) Baja Galvanis, (b) Beton Terbuka, (c) Beton
Tertutup
- Steel Chub, (e) Steel Pipe, (f) - Sigle Pipe
- Warna Konstruksi (a) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu
atau lebih lajur-lajur merah mendatar (b) perairan aman menggunakan warna merah
putih melajur tegak (c) kardinal menggunakan warna, meliputi
Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur hitam diatas lajur Kuning;
Sementara kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik Lajur Hitam
dibawah lajur Kuning dan Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik
lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur – lajur Kuning);
Kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam diatas dan
dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam);
Lateral menggunakan warna merah dan hijau, tanda khusus menggunakan warna
kuning dan tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan warna Kuning
biru Melajur tegak. Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga dengan luas
ramsu darat adalah 400 M2
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 83
Gambar 4.7. Contoh Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon.
7) Pelampung Suar ( Pelsu ) Light Buoy
Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah sarana bantu navigasi pelayaran
apung dan mempunyai jarak tampak lebih kurang dari 6 (enam) mil laut.
Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy dapat membantu untuk menunjukkan kepada
para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal,
gosong, kerangka kapal dan untuk menunjukkan perairan aman serta pemisah
jalur 74. Spesifikasi Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah 75: Jarak Tampak
adalah 2 s/d 6 NM, dan jenis lampu suar adalah
a) Jenis Lampu Suar Sesui standart IALA, tipe lampu flashing dengan
karakteristik lampu sebagai berikut : (1) bahaya terpencil yang terdiri dari
kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu
periode 5 detik serta kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode 10 detik;
b) perairan aman;(1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophas
(3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal
“A”;
74 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 175 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 84
c) tanda khusus; (1) kelompok terputus; (2) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
panjang dengan periode 10 detik (3) kelompok cerlang dengan 1 kelompok
terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang, (4) kelompok
cerlang campuran, (5) cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal “A”
maupun “U”;
d) tanda khusus penandaan kapal tenggelam dengan kharakteristik sebagai
berikut: (1) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 3
detik, (2) cahaya kode morse “D”, (3) Lateral, (4) semua irama/karakter yang
direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang campuran, dengan
kelompok (2+1) cerlang, dan semata – mata digunakan untuk tanda lateral yang
di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan, (5) modifikasi lateral;
kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran
dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
Kardinal utara memiliki kharakteristik; (1) cahaya terus menerus secara sangat
cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat.
Sementara kardinal timur memiliki kelompok cahaya: (1) Kelompok cahaya
sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5
detik, (2) Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga
pancaran dalam 1 periode 10 detik,
Kardinal selatan: kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak
kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, kelompok cahaya sangat cepat
dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 15 detik.
Kardinal barat: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari sembilan cerlang dalam satu periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat
cepat dengan satu kelompok terdiri dari Sembilan cerlang dalam satu periode 15
detik;
Warna Lampu ; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna
cahaya putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau
hijau, (3) untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4).
untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna
kuning dan biru;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 85
Tanda Puncak memiliki kharakteristik : (1) bahaya terpencil,
menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun
vertical, (2) . perairan aman, menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola
merah, (3) kardinal menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah
kerucut hitam, (3) tanda lateral menggunakan tanda puncak dengan bentuk
silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau untuk sisi kanan alur, (4)
untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak bentuk “X” berwarna
Kuning, (5) untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan
sebuah tanda Puncak berbentuk “+” berwarna kuning. Kharakteristik secara
khusus adalah: (a) Diameter : 1 - 3 M ( IALA Navigator ). Jenis s Sumber
Tenaga :Sistem Tenaga Surya, dan jenis konstruksi adalah
Baja Galvanis serta Steel Pipe.
Warna Konstruksi ; (1) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu
atau lebih lajur – lajur merah mendatar, (2) perairan aman menggunakan warna
merah putih melajur tegak, (3) . kardinal menggunakan warna, meliputi, (a)
Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik lajur hitam diatas lajur
kuning,(b) kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik lajur hitam
dibawah lajur kuning, (c) kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik
lajur hitam dibawah dan diatas lajur kuning (hitam ditengah lajur – lajur
kuning), (d) Kardinal Timur: puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam
diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam)
Lateral menggunakan warna merah dan hijau, sementara rambu suar untuk
tanda khusus menggunakan warna kuning.Rambu suar untuk tanda khusus
penandaan kapal tenggelam menggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga, perlengkapan bahan
pelampung dengan alat tambahan Radar Beacon - AIS
Gambar 4.8.Contoh Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 86
8) Tanda Siang (Day Mark)
Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran berupa anak
pelampung dan/atau rambu siang yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka
kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat
dipergunakan pada siang hari 76. Spesifikasi bangunan tanda siang adalah Tinggi
paling rendah 7,5 m. Sementara jenis konstruksi adalah: (a) baja galvanis, (b)
beton terbuka, (c) beton tertutup, atau steel pipe.
Warna konstruksi adalah: (a) bahaya terpencil menggunakan warna , (b) hitamdengan satu atau lebih lajur– lajur merah mendatar, (c) perairan amanmenggunakan warna merah putih melajur tegak, (d) kardinal menggunakanwarna, meliputi; (1) Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajurhitam diatas lajur Kuning, (2) Kardinal Selatan: puncak kebawah dengankarakteristik Lajur Hitam dibawah lajur Kuning, (3) Kardinal Barat: puncak kedalam dengan karakteristik Lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitamditengah lajur – lajur Kuning), (4) kardinal Timur: Puncak keluar dengankarakteristik Lajur Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengahlajur-lajur Hitam), (5) lateral menggunakan warna merah dan hijau, (6) tandakhusus menggunakan warna kuning, (7) tanda khusus penandaan kapal tenggelammenggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Tanda puncak dengan kharakteristik sebagai berikut; (a) kardinal menggunakan
tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (b) tanda lateral menggunakan
tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau
untuk sisi kanan alur, (c) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda
puncak bentuk “X” berwarna kuning.
Untuk lebih jelasnya system lalu lintas kapal di Indonesia yang menggunakan
sistem A dapat dilihat ( IALA ) dalam gambar berikut.
76 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 87
Gambar 4.9.Keterangan rambu tanda-tanda Lateral, Terpencil dan Aman
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 88
Gambar 4.10.Keterangan rambu tanda-tanda Kardinal dan Khusus
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 89
Selain itu, untuk kepentingan keamanan dan keselamatan SBNP tersebut dibuat
zona keamanan dan keselamatan di sekitar bangunan atau instalasi Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran. Zona keamanan dan keselamatan berfungsi: a) sebagai
batas pengaman konstruksi; dan b) melindungi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran
dari gangguan sarana lain. Zona keamanan dan keselamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a) zona terlarang pada area 500 (lima ratus) meter dihitung dari sisi terluar
instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
b) zona terbatas pada area 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) meter dihitung dari
sisi terluar zona terlarang atau 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) meter dari
titik terluar instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Di luar zona keamanan dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat
dilalui oleh kapal dengan menjaga jarak aman. Sementara di dalam zona
keamanan dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tidak dapat dilalui
oleh kapal dan berlabuh jangkar kecuali pada alur sempit, sungai, atau danau yang
lebar alurnya kurang dari 500 (lima ratus) meter. Kapal yang berlabuh jangkar pada
alur sempit, sungai, atau danau yang lebar alurnya kurang dari 500 (lima ratus)
meter wajib menjaga jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal.
Begitu juga halnya, kapal negara yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan
dan/atau perawatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat mendekati Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran .
Sesuai dengan Ketentuan IMO – SOLAS Chapter V, telah mengisyaratkan untuk
menjamin keselamatan dan keamanan berlayar, perlu dibangun sarana bantu
navigasi pelayaran. Berdasarkan statatemen tersebut, IALA - AIMS (The
Internastional Assosiation of Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities
). Lembaga tersebut menjelaskan beberapa spesifikasi Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran ( SBNP ) dengan ketentuan teknis 77:
77 IALA – AIMS, Internastional Assosiation of Lighthouse Autthority , 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 90
13.Ruang Bebas Alur Penyeberangan
Alur pelayaran penyeberangan, terdiri atas 78; a)alur-pelayaran masuk dan di
dalam pelabuhan; dan b) alur-pelayaran umum dan perlintasan. Spesifikasi teknis
alur pelayaran lintas penyeberangan dilakukan berdasarkan kriteria: a) kedalaman
alur; b) lebar alur; dan c) tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di
atas alur. Dalam perencanaan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas
penyeberangan harus memperhatikan: a) karakteristik kapal (sarat, lebar, tinggi
tiang, antena ragar, cerobong, dll) yang beroperasi atau direncanakan beroperasi
pada alur yang bersangkutan; b) kondisi geografis (pasang surut, kedalaman,
gelombang) lintas penyeberangan; c) kemampuan alur pelayaran dengan frekuensi
serta beban lalu lintas dan angkutan melewatinya; d) penempatan konstruksi
bangunan yang melintas di atas alur pelayaran; dan e) spesifikasi teknis terminal
penyeberangan.
Kedalaman alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak antara permukaan perairan
penyeberangan pada saat air surut terendah dengan bagian dasar perairan.
Kedalaman alur dipelabuhan yang dipergunakan untuk daerah olah gerak kapal,
kedalamannya harus ditentukan dengan memperhatikan informasi yang diberikan
mengenai under keel clearance 79.
Gambar 4.11. Ilustrasi Perhitungan Kedalamam Alur Penyeberangan
78 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 7 ayat (2)79 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 13.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 91
Lebar alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak permukaan antara dua tepian
perairan penyeberangan yang diukur pada saat air surut terendah yang dianggap
aman dan selamat untuk dilayari. Pada alur satu arah lebar dari alur-alur satu arah
tidak boleh kurang dari 5 (lima) kali lebar kapal yang terbesar. Pada lebar alur dua
arah, lebarnya harus ditambah dengan 3 (tiga) atau sampai 5 (lima) kali lebar
kapal yang terbesar ditambah dampak penyimpangan karena arus dan/atau angin.
Sedangkan Iebar dalam belokan-belokan alur, lebar tambahan untuk lintasannya
berdasarkan panjang P dari kapal, jadi 1/8 x P2/R, dengan R- radius belokan 80.
Khusus untuk jalur-jalur pelayaran sempit garis mengemudi lurus yang ditandai,
cukup dengan kepanjangan minimal 5 (lima) kali panjang kapal terbesar pada
kedua ujung jalur 81. Ruang bebas minimal bagi pergerakan atau maneuver sebuah
kapal pada suatu alur pelayaran di dalam pelabuhan adalah dengan
memperhitungkan jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal,
dapat dihitung dengan formula 82:
Lbap ≥ 1,5 x Loa meter
Dimana:
Lbap : lebar ruang bebas alur di dalam pelabuhan
Loa : panjang kapal seluruhnya
80Ibid, Pasal 10, 11 dan 12.81 Ibid, Pasal 8.82 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 40 ayat (3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 92
a). 2 Arah
a). 1 Arah
Gambar 4.12.Ilustrasi Perhitungan Lebar Alur Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 93
Tinggi ruang bebas di bawah bangunan atau instalasi yang melintas di atas alur
penyeberangan adalah jarak yang diukur dari bagian tertinggi konstruksi kapal
dengan bagian bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan yang
diukur pada saat surut terendah. Toleransi ketinggian bangunan (safety factor)
yang melintas di atas alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter
dari titik tertinggi kapal (Marine Handbook), setelah memperhatikan:
(1) Data traffic kapal melintas di alur
(2) Kondisi kapal yang tertinggi digunakan sebagai referensi dengan kondisi tidak
ada muatan
(3) Dimensi / ukuran kapal (tinggi tiang, antena ragar, cerobong, dll)
(4) Kondisi perairan (pasang surut, kedalaman, gelombang)
(5) Penempatan konstruksi bangunan yang melintas di atas alur
Ruang bebas alur penyeberangan yang dilintasi jembatan, dihitung dengan
memperhatikan 83: a).bentangan jembatan; b).kepadatan lalu lintas kapal (traffic),
dan pesawat udara; c).dimensi kapal; d).kondisi alur; e). air pasang tertinggi; f).
tinggi tiang utama kapal; g).gelombang; h).kedalaman perairan; dan i).pilar
konstruksi jembatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut;
83 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 46.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 94
Gambar 4.13. Ilustrasi Perhitungan Ruang Bebas Atas Alur Penyeberangan
Dimana:
HHWL : Air Pasang Paling Tertinggi (High Highest Water Level)
TM : tinggi maximum kapal (m)
SM : freeboard + draft (sarat maksimal) (m)
M : tinggi tiang mast (m)
TK : tinggi muatan (m) / tinggi crane
Fk : faktor keselamatan 10%
Dalam rangka penentuan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan,
Pemerintah melakukan koordinasi dengan Badan Metereologi, Klimatologi dan
Geofisika untuk melakukan identifikasi dan kajian tinggi gelombang. Tinggi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 95
gelombang pada semua lintas penyeberangan dikelompokkan pada tujuh (7) region84, sebagai berikut;
a) Region A, dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter;
b) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter;
c) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter;
d) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter;
e) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum 3 meter;
f) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter;
g) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter;
Spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan, terdiri atas:
a) kedalaman alur-pelayaran masuk dan di dalam pelabuhan, dengan ketentuan85;
d ≥ 1,1 x D
Dimana:
d : kedalaman alur
D : draft kapal
b) kedalaman alur-pelayaran umum dan perlintasan alur-pelayaran, dengan
ketentuan 86;
h = D + t
= D + (t1 + t2 + t3 + t4)
dimana:
h : kedalaman alur
D : sarat/draft kapal
t1: angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal dengan jenis tanah dasar
alur penyeberangan, sebagaimana tabel berikut;
84Studi Kelaikan Kapal Sungai dan Penyeberangan dengan Daerah Operasi, Balitbang-Dephub, 2007.85 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis
Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.86 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis
Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 96
Jenis tanah
Angka keamanan berdasar ukuran kapal
LOA>185meter
125<LOA<185meter
LOA < 86meter
Campuran pasir 0,20 0,20 0,20
Pasir 0,30 0,25 0,20
Padat 0,45 0,30 0,20
Keras 0,50 0,45 0,20
t2 : angka keamanan karena adanya gelombang
= 0,3 H – t1
H : tinggi gelombang, berdasarkan region lintasan sebagaimna dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1)
Jika t2 adalah negatif, maka t2 dianggap nol (t2 = 0)
t3 : angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal
= k.v
k : koefisien yang tergantung dari keadaan kapal, sebagaimana tabel
berikut:
Ukurankapal
LOA >185meter
125<LOA<185meter
LOA < 86meter
125 <LOA< 86meter
Koefisien 0,033 0,027 0,022 0,017
v : kecepatan kapal (km / jam)
t4 : angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur, berkisar ±0,40 meter
c). lebar alur-pelayaran, dengan ketentuan 87;
(1) Satu arah
87 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman TeknisPemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 97
L = 4,8 x B meter
(2) Dua arah
L = 7,6 x B meter
(3) Lebar di Kolam Pelabuhan
L ≥ 1,5 x Loa meter
Dimana:
L : Lebar alur (meter)
B : Lebar kapal (meter)
Loa : panjang kapal (meter)
d).Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan, dengan ketentuan;
t = T + tsf
Dimana:
t : tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan (meter)
T : tinggi puncak atau bangunan tertinggi bagian kapal
tsf: toleransi ketinggian bangunan (safety factor) yang melintas di atas
alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter dari titik
tertinggi kapal.
Berdasarkan data yang diperoleh di lokasi studi, karakteristik kapal yang
melintasi alur penyeberangan pada umumnya mempunyai ukuran utama
paling besar adalah:
Panjang Seluruhnya (LOA) : 45,5 meter
Panjang Garis Air (LPP) : 42,4 meter
Lebar tengah (B) : 12 meter
Tinggi geladak (H) : 3,7 meter
Sarat air (D) : 2,46 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 98
Tinggi sampai bangunan atas (T) : 15 meter
Kapasitas angkut : 400 orang
Kecepatan (V) : 12 knot = 22.22 km/jam
(1 knot = 1,852 km/jam)
Selanjutnya Spesifikasi Teknis Alur Pelayaran Penyeberangan dapat dihitung
sebagai berikut:
a) Kedalaman alur pelayaran
(1) Kedalaman alur pelayaran di luar pelabuhan dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
(a) Region A; tinggi gelombang 1,25 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x1,25 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,1234 meter
(b) Region B; tinggi gelombang 1,5 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x1,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,1984 meter
(c)Region B; tinggi gelombang 2 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x2 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,3484 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 99
(d)Region B; tinggi gelombang 2,5 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x2,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,4984 meter
Karena itu;
(a) Region B; tinggi gelombang 3 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x3 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,6484 meter
(b)Region B; tinggi gelombang 3,5 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x3,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,7984 meter
(c)Region B; tinggi gelombang 4 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x4 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,9484 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 100
b) Kedalaman alur pelayaran di dalam pelabuhan dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
d ≥ 1,1 x D
d ≥ 1,1 x 2,46
d ≥ 1,1 x 2,46
d ≥ 2,706 meter
Sehingga kedalaman pada alur di dalam pelabuhan tidak boleh kurang dari
2,706 meter di seluruh pelabuhan penyeberangan.
c) Lebar alur pelayaran
Lebar alur ditentukan berdasarkan formula berikut:
(a) Satu arah
L = 4,8 x B meter
= 4,8 x 12 meter
= 57,6 meter
(b) Dua arah
L = 7,6 x B meter
= 7,6 x 12 meter
= 91,2 meter
(c) Ruang bebas minimal bagi maneuver kapal pada alur dalam pelabuhan:
L ≥ 1,5 x Loa meter
≥ 1,5 x 45,2
≥ 68,25 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 101
d)Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan
Untuk alur penyeberangan, maka dengan memperhatikan tingginya pasang
surut, maka ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di alur adalah
dengan ditambah 5 meter (t = T + 5 meter)
t = T + 5
= 15 + 5
= 20 meter
E. Naskah Akdemis Pedoman Pengukuran Jarak Lintas Antar
Pelabuhan Penyeberangan Pada Lintas Penyeberangan
1. pedoman penentuan jalur yang akan ditempuh
Pedoman penentuan jalur yang aka ditempuh adalah dilatarbelakangi adanya
penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terutama pada
Pasal 35, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
pada Pasal 171 dan Pasal 172 ayat (2) butir d dan ayat (3) pada butir c dan d, serta
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 26 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Pasal 17, diperlukan adanya tindak
lanjut penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada lintas
Penyeberangan Komersil, untuk data dukung dalam penentuan tarif berdasarkan
jarak pelayaran pelabuhan, maka biaya operasional akan semakin tinggi, dan
inilah yang akan menjadi dasar penentuan tarif angkutan pelayaran
penyeberangan.
Dalam pengoperasian kapal penyeberangan, jarak yang menentukan waktu
pelayaran adalah salah satu faktor utama atau yang paling penting untuk
menentukan biaya pokok langsung operasional kapal. Untuk memperoleh hasil
Pengukuran Jarak Baring maka diperlukan data hasil pengukuran sebagai berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 102
a. Jarak pelayaran lurus antara pelabuhan penyeberangan berdasarkan peta
yang ada;
b. Kecepatan dan arah arus laut (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal)
c. Kecepatan dan arah angin (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah haluan
kapal);
Berlalu lintas di lautan berbeda dibandingkan dengan berlalu lintas di darat.
Dalam hal di Indonesia harus berkendara disisi kiri. Sedangkan apabila kita
berlayar disisi kanan maka kita harus bertahan pada posisi tersebut sehingga
kapal dari arah berlawanan akan melintas disisi kanan. Pelayaran yang paling
tepat ketika melintasi selat adalah berlayar mengikuti arah arus dan angin,
namun dalam hal pelayaran penyeberangan keadaan tersebut agak berbeda.
Mempertimbangkan pengaruh arah dan kecepatan angin dan arus mempengaruhi
jalur pelayaran kapal maka nakhoda harus terlebih dahulu mendapatkan
informasi berkaitan dengan :
a. Arah arus dan arahnya terhadap pelayaran lurus kapal diantara pelabuhan
penyeberangan atau terhadap arah haluan kapal;
b. Menentukan besarnya kecepatan resultante atau kecepatan kapal yang
telah dipengaruhi oleh kecepatan arus dan angin.
Rumus Kecepatan Resultante kapal dengan memperhitungkan kecepatan arus:= √[{( + ∗ ( )} + { ∗ ( )} ]Dimana := ( )
= kecepatan kapal (knot)
VA = Kecepatan arus ( knot )
Arah haluan kecepatan resultante kapal adalah:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 103
∶ µ = terhadap jalur baringan sejati
Arah pelayaran riel
µ VK Arah jarak lurus
β µ
α VA
Arah arus & angin VR Resultante kecepatan kapal
Gambar 4.14. Sketsa Resultante Kecepatan Kapal, Arus dan Angin
Maka dengan adanya pengaruh angin dan arus air laut arah pelayaran adalah
sesuai sketsa tersebut diatas dengan kecepatan VR dengan arah haluan µ
terhadap jalur pelayaran lurus atau jarak baringan sejati. Dengan arah pelayaran
riel tersebut maka akan terjadi perbedaan jarak terhadap jarak lurus diantara dua
pelabuhan penyeberangan. Untuk pelabuhan yang jarak lurusnya pendek maka
perbedaan tersebut tidak signifikan. Pada umumnya pada saat berlayar
kecepatan kapal dapat dibaca di pesawat GPS. Namun sebelum bertolak
tentunya Nakhoda harus atau ingin mengetahui berapa prakiraan kecepatan yang
diperlukan oleh kapal dengan memperhitungkan kecepatan dan arah angin serta
arus. Kecepatan tersebut dapat diprakirakan dengan menggambar paduan
kecepatan tersebut diatas pada kertas skala. Kecepatan dinas sebuah kapal pada
umumnya telah ditentukan pada saat perencanaan menjelang pembangunannya.
Kecepatan resultante seyogyanya tidak lebih besar dari kecepatan dinas. Berarti
kecepatan pada pelayaran tanpa pengaruh arus dan angin hendaknya lebih kecil
dari kecepatan dinas.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 104
Langkah dalam menghitung jarak baring alur pelayaran tersebut adalah:
a) Menghitung Jalur Pelayaran Riil
Dengan adanya pengaruh arus dan angin maka agar kapal tiba di pelabuhan
tujuan tidak terlalu menyimpang maka berdasarkan analisa kecepatan
tersebut diatas maka jalur lintasan pelayaran kapal adalah kurang lebih
sebagai berikut.
C
Lintasan kapal
(S) simpangan
Pel A D Pel B
Gambar 4.15.Sketsa Lintasan Kapal akibat pengaruh angin dan arus
Panjang kurva lintasan pelayaran akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan
lintasan pelayaran lurus dari Pel A ke Pel B. Simpangan jalur pelayaran Riel dapat
dihitung dengan memantau posisi kapal (garis lintang dan garis bujur. Data
tersebut dapat diperoleh dari GPS yang sekaligus mencantumkan kecepatan dan
haluan kapal. Apabila jarak simpangan terhadap jalur pelayaran lurus diketahui
maka dengan rumus Pithagoras dimana:
Jarak CD =S = simpangan berdasarkan jarak garis lintang
Jarak antara D & A dan D& B = perbedaan garis bujur
AC = √ (CD2 + AD2) & CB= √ (CD2 + AD2)
Panjang jalur riel = AC + CB
Untuk simpangan sudut kecil panjang ACB = ± AB;
Untuk jarak A & B yang berdekatan perbedaan panjang jalur pelayaran
dapat diabaikan.
b) Menghitung jangka waktu pelayaran
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 105
Jangka waktu pelayaran diantara 2 pelabuhan penyeberangan tentunya
ditentukan sebagai berikut :
Jarak antara L (mil) : lama pelayaran * kecepatan kapal/jam = W (jam) *
VK (mil/jam)
Jarak pelayaran tersebut adalah panjang jalur pelayaran sesuai lintasan jalur
pelayaran kapal dengan memperhitungkan pengaruh angin dan arus. Jarak
tersebut diatas kemudian di bandingkan dengan jarak pelayaran yang
direncanakan atau ditetapkan.
c) Menghitung Konsumsi Bahan bakar
Konsumsi bahan bakar dapat ditentukan dengan melakukan pencatatan posisi
permukaan bahan bakar didalam tangki harian kapal sebelum kapal berlayar dan
sesaat sesudah kapal tiba dipelabuhan tujuan. Pencacatan dilakukan dengan
melihat gelas duga yang terpasang pada tangki harian kapal. Dari pencatatan
tersebut dapat dihitung berapa m3 (ton) bahan bakar yang terpakai untuk
pelayaran tersebut sehingga data lain yang dibutuhkan dapat dihitung yaitu
sebagai berikut :
Pemakaian bahan bakar/jam (Kbbm/jam) : A ton untuk W (jam) = A/W ton/jam
atau
Pemakaian bahan bakar/mil (Kbbm/mil) : A ton untuk L (mil) = A/L (ton/mil).
d) Persyaratan yg diperlukan
Persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan pedoman tersebut diatas adalah :
1) Nakhoda sudah menguasai alur pelayaran penyeberangan secara lengkap
atau setidaknya pernah menjadi Mualim I dikapal tersebut.
2) Adanya pencatatan data cuaca terutama angin dan arus secara rutin setiap
hari dari musim ke musim. Data cuaca sebaiknya diperoleh langsung dari
satelit cuaca. Apabila memungkinkan dapat diolah dan dianalisa sehingga
bisa dipakai untuk kebutuhan operasional sehari hari. Analisa dan
pengolahan data tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh staf di Kantor
Perusahaan Pelayaran.
3) Beberapa jalur penyeberangan di perairan Indonesia berbatasan dengan
perairan Internasional maka sebaiknya Kapal penyeberangan hendaknya
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 106
dilengkapi dengan Peralatan Navigasi berstandar Internasional dan
terpelihara secara baik dan dapat diandalkan.
F. Naskah Akademis Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal
Saat Operasi
1. Kecelakaan kapal
Penysunan pedoman penanganan kecelakaan kapal pada saat operasi adalah
dilatarbelakangi adanya Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 - Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259, Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 77, 78, 79, dan
Pasal 80, Peraturan Menteri Perhubungtan Nomor PM.26 Tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran pada Pasal 45, 46, 47, 48, 49, dan Pasal 50, Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84,
dan Pasal 86.
Berkaitan dengan kondisi geografis Republik Indonesia yang merupakan negara
kepulauan maka Pemeritnah mengembangkan pelayaran sebagai salah satu
sarana pengangkutan barang dan penumpang yang dijadikan andalan dalam
meningkatkan kesatuan, persatuan dan ekonomi Negara khususnya penyebaran
hasil hasil pembangunan. Dalam perkembangannya frekwensi dan peranan
pelayaran nasional meningkat cukup signifikan terutama pelayaran
penyeberangan antara pulau. Namun seiring dengan peningkatan tersebut tingkat
kecelakaan dan insiden kapal penyeberangan yang terjadi juga mengalami
peningkatan. Mengingat penting dan strategisnya jasa penyeberangan antar
pulau maka perlu disusun pedoman penanganan kecelakaan kapal dalam suatu
petunjuk yang lengkap dan terpadu. Mengingat tugas dan fungsi Komite
Nasional Kecelakaan Transportasi maka sasaran utama investigasi dan penelitian
Kecelakaan Kapal adalah agar kecelakaan atau insiden tersebut tidak terulang
dengan penyebab yang sama dikemudian hari.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 107
Kecelakaan kapal (ship accident) atau kecelakaan laut (marine casualty) adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang mengakibatkan terjadinya hal hal sebagai
berikut:
a) Kematian/hilangnya nyawa seseorang, cedera/luka berat atas seseorang
yang disebabkan karena atau berkaitan dengan kegiatan pelayaran atau
operasional kapal; atau
b) Hilangnya seseorang dari kapal atau sarana apung lainnya yang
disebabkan karena atau berkaitan dengan kegiatan pelayaran atau
pengoperasian kapal; atau
c) Hilangnya atau menghilangnya sebuah kapal atau lebih; atau
d) Kerusakan material pada sebuah kapal atau lebih; atau
e) Kandasnya atau tidak mampunya sebuah kapal atau lebih atau
keterlibatan sebuah kapal dalam kejadian tabrakan; atau
f) Kerusakan material/barang yang disebabkan karena atau berkaitan dengan
pengoperasian kapal; atau
g) Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rusaknya sebuah kapal atau
lebih, atau berkaitan dengan pengoperasian kapal.
Sehingga, jenis atau ketegori kecelakaan kapal dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Kapal tenggelam
2) Kapal terbakar
3) Kapal tubrukan
2) Kapal kandas
3) Kecelakaan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan
kerugian harta benda (orang jatuh kelaut, dll).
Indonesia adalah negara kepulauan yang diapit oleh 2 (dua) samudera yaitu
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dengan karakteristik kesamuderaannya
berdampak langsung secara terbuka dengan lautan pedalaman Indonesia
sehingga mempengaruhi keadaan perairan jalur lintas penyeberangan. Untuk
memperjelas keadaan tersebut disampaikan fakta tersebut dibawah ini:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 108
a) Selat Sabang antara Pulau Weh dengan Sumatera berhubungan langsung
dengan Samudera Hindia di Barat dan Laut Andaman & Selat Malaka di
Timur;
b) Selat Sunda terhubung langsung dengan Samudera Hindia di Selatan dan
Laut Jawa di Utara;
c) Selat Bali terhubung langsung dengan Samudera Hindia di Selatan dan laut
Bali di Utara;
d) Selat Lombok terhubung langsung dengan Samudera Hindia di Selatan dan
Laut Flores di Utara;
e) Selat Alas terhubung langsung dengan Samudera Hindia di Selatan dan
laut Flores di Utara;
f) Laut Sawu yang dikelilingi oleh Pulau Sumba, Flores dan Timor juga
berhubungan langsung dengan Samudera Hindia;
g) Laut Maluku dan selat selat sempit dikepulauan Halmahera terhubung
secara terbuka dengan Samudera Pasifik;
h) Selat selat antara berbagai pulau pulau di sebelah Barat Sumatera adalah
selat yang berhubungan langsung dan dipengaruhi langsung oleh
Samudera Hindia,misalnya jalur Padang- Mentawai, Bengkulu-Enggano
dan Sibolga-Nias.
Selat-selat tersebut menurut data adalah lokasi sering terjadinya kecelakaan
kapal Ferry Ro-Ro yang menimbulkan korban jiwa maupun materi. Selama
kurun waktu beberapa tahun sering terjadi kecelakaan yang menimpa kapal
penyeberangan atau ferry roll on roll off (Ro-Ro). Kejadian yang paling terakhir
adalah insiden tabrakan KMP “Bahuga Jaya” dengan kapal tangker berbendera
Singapura “Norgas Chatinka” di perairan Selat Sunda. Sebagai akibat insiden
tersebut KMP “Bahuga Jaya” tenggelam dengan menimbulkan beberapa orang
meninggal dunia. Selain karena kasus tabrakan, ada beberapa kejadian atau
kecelakaan kapal ferry Ro-Ro yang disebabkan oleh:
a) Truk yang bergeser kesamping (akibat tidak dilashing) sehingga
menyebabkan kapal mendapat kemiringan tetap;
b) Kebocoran lambung diruang mesin yang sudah diketahui sebelumnya
namun belum sempat naik dok karena kelangkaan kapal pada jalur tersebut
c) Beberapa kasus akibat kelebihan muatan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 109
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa faktor yang kurang
menguntungkan dengan keberadaan kapal ferry selama ini, yaitu:
2. Ukuran Bangunan Atas.
Ukuran bangunan atas kapal ferry umumnya relatif lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tinggi bangunan atas pada kapal barang dengan ukuran yang sama.
Geladak kendaraan pada umumnya akan berfungsi sebagai geladak utama atau
geladak lambung timbul dan harus mampu menampung semua kendaraan
bermotor bahkan segala ukuran termasuk truk pengangkut peti kemas. Diatas
geladak kendaraan pada umumnya adalah geladak penumpang. Mengingat akan
kebutuhan ruangan untuk kendaraan maka jarak antara geladak kendaraan dengan
geladak penumpang relatif lebih tinggi ketimbang jarak antara geladak lainnya.
Tingginya bangunan atas menyebabkan luas permukaan lambung diatas air yang
terkena terpaan angin juga luas yang mempengaruhi dan mengurangi kehandalan
stabilitas kapal.
3. Geladak kendaraan
Geladak kendaraan kapal Ferry Ro-Ro adalah struktur yang memanjang dari
haluan sampai buritan dan pada umumnya terbuka dan hanya tertutup oleh rampa
pada haluan dan buritan. Umumnya kekedapan rampa tersebut tidak menjamin air
laut tidak menggenangi geladak terutama ketika berlayar pada keadaan
bergelombang tinggi/besar yang menyebabkan kapal oleng. Selain itu pada
geladak kendaraan tidak terdapat dinding kedap air melintang sehingga apabila
ada genangan air akibat kurang kedapnya rampa maka air akan menggenangi
seluruh permukaan geladak dan menjadi permukaan bebas yang pada akhirnya
mempengaruhi stabilitas kapal. Dalam hal ini maka saluran pembuangan air laut
dari geladak harus selalu dipantau agar tidak buntu. Selain berkaitan dengan
genangan air, ketiadaan dinding kedap melintang dan keadaannya yang terbuka
dapat mempercepat menjalarnya api akibat hembusan angin apabila terjadi
kebakaran.
4. Fasilitas keselamatan penumpang
Fasilitas keselamatan penumpang misalnya sekoci dan life raft dalam keadaan
tertentu sulit dijangkau oleh penumpang yang panik dan berebut sehingga
menambah tingkat ketidakkeselamatan kapal Ferry Ro-Ro semakin rawan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 110
5. Dinding/sekat kedap air
Pada kapal Ferry Ro-Ro dinding kedap air hanya terdapat dibawah geladak
kendaraan. Maksudnya dinding kedap air dari arah bawah terhenti pada geladak
kendaraan sehingga tidak menerus sampai geladak penumpang. Akibatnya
antara geladak kendaraan dan geladak penumpang terdapat ruangan yang syarat
ketidaktenggelamannya (floodable lengthnya) tidak terpenuhi.
6. Lambung bebas yang kecil
Pada kapal Ro-Ro tata letak dari pintu rampa sedemikian rupa sehingga pada
sarat muatan penuh bibir bawah rampa berada dekat dengan permukaan air laut.
Apabila ada gangguang ombak maka kapal akan oleng yang memungkinkan
masuknya air laut dari rampa tersebut. Semakin banyak air menggenangi
geladak maka probabilitas kapal akan terbalik cukup besar karena adanya
permukaan bebas air laut diatas geladak kendaraan.
7. Rampa Kapal Ferry Ro-Ro
Rampa kapal ferry Ro-Ro berfungsi sebagai jalan/jembatan turun naik
kendaraan bermotor yang banyak diantaranya cukup berat sehingga bisa
menimbulkan kerusakan terutama pada system kekedapan rampa dengan
lambung kapal yang akan menyebabkan masuknya air laut ke atas geladak.
8. Kondisi Cuaca/Angin yang ekstrim
Pada kondisi kecepatan angin yang ekstrim tinggi dan luasan bangunan atas
kapal Ferry Ro-Ro akan menimbulkan gaya tekanan angin yang cukup besar
yang bisa menimbulkan keolengan yang membahayakan sehingga bisa
menyebabkan kapal terbalik.
9. Jenis/karakteristik muatan
Muatan kapal Ferry Ro-Ro selain penumpang adalah kendaraan bermotor yaitu:
bus, truk, truk peti kemas, mobil dan motor. Dalam keadaan tidak terikat
muatan tersebut dapat bergeser yang dapat menimbulkan kemiringan tetap pada
kapal dan dapat membahayakan. Di dalam truk atau peti kemas yang
kemungkinan terdapat muatan yang juga tidak terikat, sehingga pergeseran
muatan di dalam peti kemas tersebut dapat mempengaruhi kemiringan kapal.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 111
10. Pemuatan kendaraan
Kedatangan kendaraan tidak selalu serentak. Apabila kendaraan yang akan
diangkut telah menunggu maka pengaturan dapat dilaksanakan dengan lebih
mudah. Yang harus dihindari adalah pengaturan kendaraan yang dapat
menyebabkan keadaan tidak seimbang sehingga mempengaruhi stabilitas kapal.
Anak Buah Kapal yang rutin mengatur muatan diatas geladak kendaraan
umumnya telah mengetahui penataan muatan yang baik.
Mengingat karakteristik/faktor faktor tersebut di atas maka hal paling tepat untuk
dilaksanakan dan menjadi tanggujawab operator kapal/pengangkut, Nahkoda dan
ABK adalah semaksimum mungkin menghindari terjadinya kecelakaan kapal
Ferry Ro-Ro pada saat beroperasi, maka diperlukan beberapa aspek yaitu;
a) Tanggung Jawab Pengangkut
Perusahaan Pelayaran Penyeberangan harus menjamin kehandalan
armadanya serta menjamin terlaksananya aspek keselamatan pada saat
berlayar dengan berpedoman pada:
(1) Terpenuhinya syarat kecakapan pelaut khususnya Nakhoda dan
Kepala Kamar Mesin untuk mengoperasikan kapal di jalur
penyeberangan tersebut;
(2) Terpenuhinya persyaratan keselamatan pelayaran sesuai SOLAS
ataupun peraturan Biro Klasifikasi dan ketentuan Pemerintah
lainnya;
(3) Terpasangnya gambar/diagram Rencana Keselamatan (Safety Plan)
yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal di setiap ruangan di kapal
terutama ruang penumpang;
(4) Menjamin bahwa tanda pengenal kotak penyimpan baju renang atau
pelampung terbaca oleh penumpang dan mudah dijangkau;
(5) Posisi penempatan sekoci atau life raft dapat dijangkau oleh
penumpang walaupun dalam keadaan panik dan berebut;
(6) Secara periodik memeriksa status kedaluwarsa peralatan pemadam
kebakaran berbahan busa, life raft beserta isi dan kelengkapannya.
(7) Menetapkan peraturan dilingkungan perusahaan mengenai keharusan
adanya pelatihan penyelamatan saat terjadi kecelakaan misalnya:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 112
(a) Pemadaman kebakaran;
(b) Penurunan sekoci atau life raft;
(c) Penggunaan dan berfungsi atau tidaknya katup darurat bahan
bakar ke mesin induk dan mesin bantu (emergency fuel stop
valve);
(d) Penggunaan baju renang / pelampung oleh penumpang.
b) Menjamin tersedianya kotak P-3-K serta terjaganya mutu obat obatan
yang tersedia;
Secara umum tanggung jawab keselamatan pelayaran khususnya pelayaran
penyeberangan ada dipundak Nakhoda Kapal yang akan mengkoordinir para
Anak Buahnya. Namun dalam banyak kasus penyebab kecelakaan kapal
adalah faktor Manusia atau yang sering dikenal dengan Human Error, maka
dengan sendirinya penumpang harus merasa ikut bertanggung jawab atas
keselamatan pelayaran penyeberangan yang sedang dijalaninya. Tanggung
jawab Nakhoda tersebut yang paling tepat adalah:
(1) Menghindari terjadinya kecelakaan pada saat beroperasi
(2) Memimalisasi terjadinya korban jiwa dan korban luka
Penanggung jawab tertinggi diatas sebuah kapal adalah Nakhoda yang dalam
pelaksanaannya harus dibantu oleh anak buah terkait bidang masing-masing
misalnya untuk ruang mesin, ruang penumpang, geladak kendaraan. Adapun
lingkup tanggung jawab nahkoda tersebut sebagai berikut:
(1) Mengumumkan bahwa kapal dalam keadaan darurat, yang kemudian
diteruskan oleh seluruh Anak buah kapal sehingga menjangkau setiap
sudut dari kapal.
(2) Memerintahkan anak buah agar segera mengambil tindakan penyelamatan
misalnya:
(a) Melokalisasi dan memadamkan kebakaran;
(b) Mengamankan para penumpang;
(c) Memerintahkan penumpang untuk menggunakan pelampung dan
bergerak ke lokasi sekoci dan life raft.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 113
Sementara tanggung jawab anak buah kapal, dalam rangka untuk menghindari
terjadinya kecelakaan dan meminimalisir jatuhnya korban maka tanggung
jawab adalah sebagai berikut:
(1) Perlu ditunjuknya salah satu Anak Buah Kapal secara bergantian untuk
menjadi penanggung jawab keselamatan setiap hari dan ABK tersebut
bertanggung jawab kepada Nakhoda;
(2) Melaporkan apabila mengetahui atau mencium tanda tanda adanya
kebakaran atau benda terbakar ketika kapal sedang berlayar;
(3) Mengatur dan memeriksa apakah semua kendaraan telah diikat ke
geladak;
(4) Memeriksa apakah tata letak kendaraan bermotor sudah benar dan sesuai
dengan rencana tata letak yang berlaku diatas kapal tersebut;
(5) Memeriksa apakah semua kendaraan bermotor telah kosong dari
penumpang;
(6) Segera bertindak ketika mengetahui bahwa arah haluan kapal akan
mengakibatkan terjadinya tabrakan atau benturan,dengan kapal lain,
sambil melaporkan keadaan tersebut kepada atasannya atau langsung
kepada Nakhoda;
(7) Mengumumkan terjadinya keadaan darurat kepada seluruh penumpang;
(8) Memberi petunjuk kepada penumpang tempat penyimpanan baju renang
dan alat keselamatan lainnya serta cara memakainya;
(9) Menenangkan kepanikan para penumpang, mengkoordinir dan
mengarahkan pergerakan penumpang untuk menaiki sekoci atau
pelampung (life raft);
Selain awak kapal, penumpang juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab jika
terjadi keadaan darurat kapal saat operasi, diantaranya adalah;
(1) Mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku diatas kapal misalnya :
tidak sembarangan membuang puntung rokok atau bahkan mematuhi
larangan tidak merokok;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 114
(2) Segera melapor kepada ABK yang bertugas atau sedang piket apabila
melihat atau mengetahui adanya anggota keluarga/rombongan atau orang
lain yang terjatuh kelaut
(3) Sesampainya di ruang penunmpang maka para penumpang dianjurkan
segera mengetahui tempat penyimpanan alat keselamatan misalnya: baju
renang, pelampung
(4) Memberitahu kepada ABK yang bertugas apabila ada yang mencium bau
asap yang bisa diduga sebagai akibat adaanya kebakaran atau sebagai
tanda terjadinya kebakaran;
(5) Penumpang harus turun dari bis dan naik kapal lewat jalan orang yang
telah disediakan;
(6) Apabila penumpang ikut didalam bus ketika bus masuk kedalam kapal
maka penumpang harus segera turun dan duduk di ruang penumpang;
(7) Penumpang yang mengetahui cara penggunaan peralatan pemadam
kebakaran seyogya ikut mengoperasikan peralatan tersebut apabila
diperlukan.
11. Komunikasi Marabahaya
Bahaya terhadap kapal dan/atau orang merupakan kejadian yang dapat
menyebabkan terancamnya keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia. Setiap
orang yang mengetahui kejadian bahaya tersebut wajib segera melakukan upaya
pencegahan, pencarian dan pertolongan serta melaporkan kejadian kepada
pejabat berwenang terdekat atau pihak lain. Sementara itu Nakhoda wajib
melakukan tindakan pencegahan dan penyebarluasan berita kepada pihak lain
apabila mengetahui di kapalnya, kapal lain, atau adanya orang dalam keadaan
bahaya. Selain penyebarluasan berita, Nakhoda juga wajib melaporkan bahaya
tersebut kepada Syahbandar pelabuhan terdekat 88.
Berdasarkan kode internasional, yang juga diadopsi oleh pemerintah Indoensia,
setiap kapal dalam keadaan marabahaya dan memerlukan pertolongan segera
wajib disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi
pantai dalam jaringan Telekomunikasi-Pelayaran oleh penyelenggara
Telekomunkasi Pelayaran. Penyiaran berita dilaksanakan segera setelah diterima
dan disiarkan ulang secara periodik 2 (dua) kali dalam 1 (satu) jam selama waktu
88 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 244
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 115
tenang dengan menggunakan kanal penyiaran frekuensi marabahaya internasional
pada Band Medium Frequency dan Band High Frequency, sedangkan penyiaran
verita marabahaya di Band Very High Frequency dilaksanakan segera setelah
diterima. Penyiaran berita dilaksanakan dengan panggilan marabahaya/berita
marabahaya “MAYDAY MAYDAY MAYDAY” atau didahului dengan tanda
segera “PAN PAN PAN” untuk informasi minta pertolongan terhadap orang
yang sakit di atas kapal; dan informasi minta pertolongan terhadap orang yang
jatuh di laut atau panggilan “SECURITE SECURITE SECURITE” untuk
dukungan operasi pencarian dan penyelamatan (SAR). Stasiun radio pantai
dan/atau stasiun bumi pantai, harus menyiarkan berita marabahaya yang
diterimanya. Sementara Nakhoda wajib meliput berita marabahaya tersebut baik
dari kapal di sekitarnya maupun dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi
pantai untuk tujuan pencarian, penyelamatan, dan keselamatan berlayar 89.
12. Penyiaran berita marabahaya dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun
bumi pantai ke kapal dengan tata cara sebagai berikut 90:
(1) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi J3E disiarkan
melalui frekuensi 2182 KHz, 4125 KHz, 6215 KHz, 8291 KHz, 12290 KHz,
dan 16420 KHz, dengan jam penyiaran menit ke 00 – 03 dan menit ke 30 –
33 pada setiap jamnya;
(2) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi G3E disiarkan
melalui frekuensi 156.800 MHZ (chanel 16) dengan jam penyiaran 0000 –
2400 UTC;
(3) apabila menggunakan perangkat DSC dengan kelas emisi FIB/J2B disiarkan
melalui frekuensi 2187.5 KHz, 42075 KHz, 6312 KHz, 8414.5 KHz, 12577
KHz, 16805.5 KHz dan 156.525 MHz (Chanel 70) dengan jam penyiaran
0000 – 2400 UTC;
(4) apabila menggunakan perangkat NBDP dengan kelas emisi FIB/J2B
disiarkan melalui frekuensi 2174.5 KHz, 4177.5 KHz 6288 KHz, 8376.5
KHz, 12520 KHz, 16695 KHz dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC.
Stasiun Radio Pantai dan/atau stasiun bumi pantai yang menerima berita
marabahaya, harus menyampaikan ke Badan Search And Rescue Nasional
89 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 7890 Peraturan Menteri No. PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran, Pasal 48
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 116
(SAR), Direktur Jenderal dan Syahbandar pelabuhan terdekat.Setiap kapal yang
dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio, jika sedang berlayar harus
menyelenggarakan dinas jaga radio pada frekuensi-frekuensi marabahaya dan
keselamatan serta informasi keselamatan pelayaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. ABK yang bertanggung jawab atas
dinas jaga radio kapal selama dalam pelayaran wajib menyelenggarakan tugas-
tugas 91:
(1) menerima dan/atau memancarkan berita marabahaya, berita segera dan
berita keselamatan pelayaran;
(2) berita dalam usaha pencarian dan pertolongan;
(3) berita keselamatan mengenai navigasi dan meteorologi (cuaca buruk yang
membahayakan keselamatan berlayar);
(4) berita-berita lain mengenai keperluan kapal dan pelayaran;
(5) melaporkan posisi kapal; dan
(6) mengisi buku harian radio kapal;
Pemilik atau operator Kapal, menyediakan wajib frekuensi radio, sehingga
bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk
memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ,
6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. Sementara itu kapal yang dilengkapai
dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas
pelabuhan di darat. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk
memonitor pelayaran kapal. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158
KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun
cabang lainnya serta memantau operasional. Sistem komunikasi dengan Tim
Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB,
HT, Handpone, Telepon Satelit.
Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,
Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa Nomor telepon Kantor
Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia
91 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 76
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 117
Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang
terkait dan jika perlu daftar kontak telepon alamat penumpang dan awak kapal.
13. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal
Kapal sesuai dengan dan ukuran harus memiliki peralatan alarm darurat
umum,yang dapat dioperasikan dari anjungan atau tempat lainnya disertai
tuntunan latihan. Peralatan alarm darurat umum harus dapat dioperasikan dengan
sumber arus listrik dari sumber tenaga listrik utama atau dari sumber tenaga
listrik darurat. Di setiap kapal harus ada sijil berkumpul yang menyebutkan
rincian dari isyarat alarm keadaan darurat umum dan tindakan yang harus
diambil oleh anak buah kapal serta penumpang pada waktu alarm dibunyikan dan
juga harus menjelaskan perintah meninggalkan kapal yang diberikan. Sijil
berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang diwajibkan kepada perwira-
perwira kapal dan anak buah kapal lainnya serta harus selalu siap diperiksa pada
saat kapal akan berlayar. Di setiap kapal yang memiliki sekoci harus tersedia sijil
sekoci yang memuat petunjuk bagi anak buah kapal dan penumpang untuk
menempati sekoci penolong apabila dalam keadaan bahaya dan ada perintah
nahkoda meninggalkan kapal. Di kapal penumpang yang memiliki tonase kotor
150 (GT.150) atau lebih dan dikapal barang yang memiliki tonase kotor 300
(GT.300) atau lebih harus ada sijil darurat bagi awak kapal dan penumpang,
sehubungan dengan kebakaran, kebocoran, orang jatuh kelaut dan meninggalkan
kapal. Pada setiap sijil harus dinyatakan tugas dan tanggung jawab masing-
masing awak kapal dan kewajiban pelayar dalam keadaan darurat 92.
Semua peralatan kedaruratan kapal baik yang tetap maupun yang dapat dipindah
harus dipelihara dan dirawat dengan baik serta setiap saat dapat digunakan. Anak
buah kapal harus terlatih dalam hal yang perlu mereka lakukan bila terjadi
musibah atau meninggalkan kapal dan jika mungkin bagi pelayar lainnya. Di
kapal yang memiliki tonase kotor 500 (GT.500 ) atau lebih harus diselengarakan
dinas ronda yang tepat guna sehingga setiap ada musibah dapat dengan segera
diketahui. Latihan peran kebakaran, peran kebocoran, peran pertolongan orang
jatuh kelaut dan peran meninggalkan kapal dilakukan 1(satu) kali dalam 1 (satu)
minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar
92 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 83
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 118
kurang dari 1(satu) minggu. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus
digunakan secara bergiliran dan bergantian. Setiap selesai latihan masing-masing
peran, wajib ditulis dibuku harian kapal dengan catatan tingkat keberhasilan dari
setiap latihan peran. ABK perlu melakukan sistem penanggulangan dan
kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang
tersebut dapat lebih handal.
Jika pada saat operasi ternyata benar-benar terjadi kecelakaan kapal, yang berupa:
a).kapal tenggelam; b).kapal terbakar; c).kapal tubrukan; dan d).kapal kandas;
maka setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan
dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan
kecelakaan tersebut kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal 93. Nakhoda
yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan
penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan
menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain.
Selanjutnya Nakhoda wajib melaporkan kepada Syahbandar pelabuhan terdekat.
Dalam melakukan tindakan terhadap penanggulangan, Nahkoda harus
mempertimbangkan tingkatan keadaan darurat, meliputi:
(1) Peringatan Tingkat 1
(2) Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh
dan setiap awak pada instansi terkait.
(3) Peringatan Tingkat 2
(4) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi termasuk
mengevakuasi penumpang.
(5) Peringatan Tingkat 3
(6) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk
mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan
semua awak kapal.
93 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 246
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 119
14. Penanganan Kecelakaan Kebakaran Kapal
a. Pemberitahuan Awal
(1) Setiap orang termasuk ABK/Crew yang mengetahui kejadian adanya
kebakaran di atas kapal, segera menginformasikan kepada petugas
jaga/Nahkoda
(2) Nahkoda selaku pemimpin tertinggi dalam Kapal, segera mengambil
alih Komando dan melakukan koordinasi pada ABK untuk menangani
Kebakaran dan secara simultan membunyikan tanda bahaya alarm
(3) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan
menempati tempat semula, dan menangani kebakaran sesuai dengan
SIJIL KEBAKARAN
(4) Apabila kebakaran semakin tinggi dan kapal sulit melanjutkan
perjalanan, maka tindakan secara simultan yang dilakukan oleh
Nahkoda adalah menghubungi kapal lain yang sedang berlayar, TNI
AL, dan Syahbandar melalui Petugas STC
(5) Apabila kebakaran dapat diatasi, maka perjalanan kapal dapat
dilanjutkan
(6) Bilamana kebakaran tidak dapat diatasi, Nahkoha memerintahkan
penumpang meninggalkan kapal, dan ABK menyiapkan berbagai
peralatan
(7) Untuk mengurangi tingkat kebakaran yang semakin tinggi, Nahkoda
segera memerintahkan untuk membuang barang/kendaraan ke laut
b. Penanganan Internal
(1) Tugas Jaga di anjungan menentukan posisi kapal pada saat kejadian
kebakaran dan ditulis dalam jurnal kapal
(2) Juru mudi siap dianjungan dan melaksanakan instruksi dari Nahkoda
(3) Makronis melakukan tugasnya sebagai berikut;
(a) Menyiapkan peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat
atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
(b) Menyiapkan surat-surat kapal
(c) Menyiapkan alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali
kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 120
(d) Memberitahu awak kapal dan penumpang tentang keadaan
darurat yang terjadi di kapal melalui Publicaddresor
(4) Masinis Jaga segera menuju tempat Pompa Pemadam Kebakaran untuk
Menyiapkan dan menghidupkan Pompa Bilga di Kamar Mesin
(5) Regu Pemadam Kebakaran segera menyiapkan Peralatan Breating
Aparatus, peralatan P3K, dan melaksanakan pemadam kebakaran
sesuai dengan Sijil Kebakaran.
c. Penanganan Eksternal
(1) Jika kebakaran tidak bisa ditangani oleh tim internal, maka Nahkoda
segera mengirim berita kebakaran kapal kepada petugas STC (Ship
Traffic Control).
(2) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu Bagian STC (Ship Trafic Control)
yang menerima keadaan darurat segera meneruskan ke Manajer
Operasional. Bilamana Kapal Memiliki GMDSS, petugas radio
darat dapat berhubungan langsung dengan Kapal yang sedang
mengalami kebakaran.
(3) Manajer operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan tentang
keadaan darurat kapal penyeberangan, berikut lokasi Lokasi Kejadian,
jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
(4) Kepala Pelabuhan, segera melakukan koordinasi dengan SAR, Polisi
Air Pemadam Kebakaran, TNI AL.
(5) SAR mengevakuasi penumpang, sementara Pemadam Kebakaran dan
Polisi Air berusaha memadamkan kebakaran.
(6) Penumpang yang mengalami luka maupun yang tewas, petugas SAR
membawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi.
d. Evaluasi dan Pelaporan
1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang
terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa.
2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang operator.
3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 121
4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil
evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Secara singkat proses penanganan adalah seperti diagram berikut;
Gambar 4.15. proses petugas penjaga memberitahukan Nahkoda
Petugas jaga memberitahukankepada Nahkoda dan mencatatposisi kapal, dan waktu kejadian
Kebakaran- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm kebakaran
Kebakaran dapatditangani secara
internalMasinis Jaga segera menuju
tempat Pompa PemadamKebakaran untuk Menyiapkan dan
menghidupkan Pompa Bilga diKamar Mesin
Nahkoda menganalisa tingkatkedaruratan kebakaran
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
penumpang
Kebakaran tidak dapatditangani secara internal
Regu Pemadam Kebakaran segeramenyiapkan Peralatan BreatingAparatus, peralatan P3K, danmelaksanakan pemadaman
kebakaran
Nahkoda memerintahkanuntuk melanjutkan
perjalanan
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR,Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal
sekitarnya, melalui petugas STCpelabuhan
Di Pelabuhan Petugas STCpelabuhan melaporkan ke manajer
operasional tentang keadaandarurat KebakaranManajer operasional lapor ke Syahbandar
yang juga langsung menghubungi SAR danpetugas berwenang lainnya untuk
melakukan pertolongan danpenyelamatan penumpang serta
menyiapkan tempat penampungan danpengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaanyang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian
kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumenkejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 122
15. Penanganan Kecelakaan Tubrukan Kapal
a.Pemberitahuan Awal:
(1) Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa tubrukan kapal, maka
Perwira Jaga segera memerintahkan STOP MESIN, untuk
mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal.
(2) Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di
Buku Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
b.Penanganan Internal:
(1) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera
mengambil alih Komando dan melakukan tindakan penanganan
yang diperlukan, yaitu memeriksa keadaan Penumpang dan Crew
Kapal serta memeriksa besarnya kerusakan yang terjadi pada
kapal.
(2) Apabila akibat kejadian tubrukan pada kapal mengakibatkan
kerusakan yang fatal pada kapal sehingga kapal tidak dapat
meneruskan perjalanan pelayaran, maka segera menghubungi
SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta
bantuan untuk kondisi darurat kapal.
(3) Nakhoda segera memerintahkan kepada semua ABK dan
penumpang kapal untuk meninggalkan kapal. Dalam proses
meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan
meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal)
(4) Apabila akibat kejadian tabrakan pada kapal mengakibatkan
dampak berupa Kebakaran, Orang Jatuh kelaut/Cedera,
Kebocoran & Tumpahan Minyak, maka Nakhoda memerintahkan
penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya.
(5) Jika pada kapal tidak terjadi kerusakan yang fatal, maka Nakhoda
segera memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan.
c.Penanganan Eksternal:
(1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic
Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta
bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 123
Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio
darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang
diterima harus dicatat dibuku jurnal radio.
(2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan
mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada,
yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang
diperlukan.
(3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung
jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi
SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR
untuk mencari dan menyelamatkan penumpang
(4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan
darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat
Pusat dan sebaliknya.
(5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
(6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah
disiapkan
(7) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
d.Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-
data :
(1) Jenis Kejadian yang dialami
(2) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
(3) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
(4) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
(5) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
(6) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
(7) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 124
e.Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(1) Syahbandar
(2) Badan SAR Nasional
(3) Rumah Sakit
(4) KPPP
(5) TNI AL
(6) Kepolisian
(7) Instansi terkait lainnya.
f. Mengambil tidakan:
1) . Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
2) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
4) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
5) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
6) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota
Tim.
8) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan
siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
9) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa
ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi
yang meninggal.
10) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang
sebenarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 125
11) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa
atas izin Direksi.
12) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
13) Evaluasi dan Pelaporan
(a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi
kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian
kecelakaan yang serupa.
(b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian
ke kantor Cabang.
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang
dikirim ke Kantor Pusat.
(d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip
semua dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan,
berita acara, hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2
tahun.
Lebih jelasnya teknis dan atau alir penanganan dapat dilihat pada diagram
berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 126
Gambar 4.16.Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Tubrukan Kapal
Perwira jaga segera perintahkan STOPMESIN dan memberitahukan kepada
Nahkoda dan mencatat posisi kapal, danwaktu kejadian
- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm tubrukan
Tidak menimbulkan kerusakanfatal dan dapat melanjutkan
perjalanan
Nahkoda menganalisa tingkatkerusakan akibat tubrukan
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
penumpang
Menimbulkan kerusakan fatal dantidak dapat melanjutkan
perperjalanan
Nahkoda memerintahkanuntuk melanjutkan
perjalanan
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR,Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal
sekitarnya, melalui petugas STCpelabuhanDi Pelabuhan Petugas STC
pelabuhan melaporkan ke manajeroperasional tentang keadaan
darurat tubrukanManajer operasional lapor keSyahbandar yang juga langsungmenghubungi SAR dan petugas
berwenang lainnya untuk melakukanpertolongan dan penyelamatan
penumpang serta menyiapkan tempatpenampungan dan pengobatan
sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaanyang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian
kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumenkejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 127
16.Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
a. Pemberitahuan Awal
(a) Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa kapal kandas, maka
Perwira Jaga segera memerintahkan STOP MESIN, untuk
mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal.
(b) Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku
Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
b. Penanganan Internal
(a) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih
Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu
memeriksa keadaan Penumpang dan Crew Kapal serta memeriksa
besarnya kerusakan yang terjadi pada kapal.
(b) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan
menempati tempat semula, agar tidak semakin membahayakan kondisi
kapal yang kandas.
(c) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan
peralatan untuk memeriksa kondisi kapal (sekoci kerja, tali,
pelampung).
(d) Menurunkan sekoci untuk memeriksa kondisi sekitar kapal untyuk
mengetahui seberapa dalam kandas, seberapa luas area kandas.
(e) Jika kandas dirasa dapat dapat diatasi sendiri, Nahkoda melakukan
tindakan sebagai berikut :
c. Memerintahkan penumpang untuk turun sementara dengan menggunakan
sekoci ataupun baju pelampung yang ada dengan perlahan-lahan agar
tidak mengakibtakan kapal oleng/terbalik.
d. Jika diperlukan, untuk mengurangi bahaya tenggelamnya kapal, Nahkoda
memerintahkan ABK untuk mengurangi muatan dengan membuang
barang/kendaraan ke laut.
e. Menyiapkan stand by olah gerak untuk maneuver kecil,
f. Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya
atau kepada para nelayan di sekitarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 128
g. Apabila kandas dapat diatasi, dan tidak terjadi kerusakan yang fatal dan
dapat melanjutkan perjalanan, maka Nakhoda segera memerintahkan
untuk melanjutkan perjalanan.
h. Apabila akibat kejadian kapal kandas mengakibatkan dampak berupa
orang jatuh kelaut/cedera, kebocoran dan tumpahan minyak, maka
Nakhoda memerintahkan penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya.
i. Bilamana kandas tidak dapat diatasi, Nakhoda segera memerintahkan
kepada semua ABK dan penumpang kapal untuk meninggalkan kapal
dan ABK menyiapkan berbagai peralatan. Dalam proses meninggalkan
kapal agar sesuai dengan penanganan meninggalkan kapal (SIJIL
Meninggalkan Kapal). Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun
Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi
darurat kapal.
j. Penanganan Eksternal:
a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya.
e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
g) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 129
(1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(4) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
k. Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data :
a) Jenis Kejadian yang dialami
b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
h) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(1) Syahbandar
(2) Badan SAR Nasional
(3) Rumah Sakit
(4) KPPP
(5) TNI AL
(6) Kepolisian
(7) Instansi terkait lainnya.
l. Melakukan tindakan:
1) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
2) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
3) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
4) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
5) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota
Tim.
6) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 130
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap
siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
7) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa
ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi
yang meninggal.
8) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang
sebenarnya.
9) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas
izin Direksi.
10) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
l.Evaluasi dan Pelaporan:
1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang
terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa.
2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil
evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kecelakaan tubrukan kapal dapat dilihat pada
diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 131Gambar 4.17.Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
Perwira jaga segera perintahkan STOPMESIN dan memberitahukan kepadaNahkoda dan mencatat posisi kapal,
dan waktu kejadian- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jikadibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT)
untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awakkapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang
terjadi dan membunyikan alarm kapal kandas
Tidak menimbulkankerusakan fatal dan dapat
ditangani internal
Nahkoda menganalisa tingkat kedaruratankandas, bersama Mualim memeriksa kondisi
sekitar kapal untuk mengetahui seberapadangkal kandas, seberapa luas area kandas
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
penumpang
Menimbulkan kerusakanfatal dan tidak dapat
ditangani internal
Nahkodamemerintahkan untuk
melanjutkan perjalanan
Nahkoda koordinasi/menghubungiSAR, Syahbandar, Stasiun Pantaiatau Kapal sekitarnya, melalui
petugas STC pelabuhanDi Pelabuhan Petugas STCpelabuhan melaporkan ke
manajer operasional tentangkeadaan darurat tubrukan
Manajer operasional lapor keSyahbandar yang juga langsungmenghubungi SAR dan petugas
berwenang lainnya untuk melakukanpertolongan dan penyelamatan serta
menyiapkan tempat penampungan danpengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Nahkoda memerintahkan penumpanguntuk turun sementara dengan
menggunakan sekoci/baju pelampung,dan jika perlu, untuk mengurangi
bahaya tenggelamnya kapal, Nahkodamemerintahkan ABK untuk mengurangi
muatan dengan membuangbarang/kendaraan ke laut
Nahkoda memerintahkan untukmenyiapkan stand by olah gerak
untuk maneuver kecil, sambilmengkomunikasikan dengan
dengan kapal yang berlayar disekitarnya atau kepada para
nelayan di sekitarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 132
17. Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
a.Pemberitahuan Awal
Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa yang mengakibatkan kapal
tenggelam karena kecelakaan kebakaran, kandas, atau tubrukan, maka Perwira
Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal
lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
b. Penanganan Internal
1) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih
Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu
segera memerintahkan penumpang dan ABK untuk meninggalkan kapal.
2) ABK menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan (pelambung, baju
penolong, sekoci).
3) Dalam proses meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan
meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal).
4) Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya
untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal.
c. Penanganan Eksternal
1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 133
5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
7) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
8) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data :
(a) Jenis Kejadian yang dialami
(b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
(c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
(d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
(e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
(f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
(g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
9) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(a) Syahbandar
(b) Badan SAR Nasional
(c) Rumah Sakit
(d) KPPP
(e) TNI AL
(f) Kepolisian
(g) Instansi terkait lainnya.
10) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
11) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
12) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
13) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
14) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim.
15) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 134
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap
siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
16) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke
rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang
meninggal.
17) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak, audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
18) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas
izin Direksi.
19) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
d. Evaluasi dan Pelaporan
1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara,
hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kapal tenggelam dapat dilihat pada dianggaram
berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 135
Gambar 4.18. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
Perwira jaga segera memberitahukan kepada Nahkodadan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian
- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengandarat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat
komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awakkapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi dan
membunyikan alarm mennggalkan kapal
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar,Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas
STC pelabuhan
Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhanmelaporkan ke manajer operasional tentang
keadaan darurat tenggelam
Manajer operasional lapor ke Syahbandar yang jugalangsung menghubungi SAR dan petugas berwenang
lainnya untuk melakukan pertolongan danpenyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat
penampungan dan pengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untukmeninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan
evakuasi yang diperlukan (pelambung, baju penolong,sekoci).
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 136
18. Penanganan Orang Jatuh ke Laut
a. Pemberitahuan Awal
Setiap orang yang mengetahui, ada orang jatuh ke laut dari atas kapal
harus memberitahukan sekuat-kuatnya berteriak “ADA ORANG
JATUH KE LAUT “.
Orang yang mendengar teriakan tersebut segera memberitahukan
kepada ABK dan ABK segera membunyikan alarm/suling sebagai tanda
mesin Kepal segera dimatikan, dan secara simultan ABK tersebut segera
melaporkan ke Nahkoda
b. Penanganan Internal
1) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan
peralatan pertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada)
2) Melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda
lainnya sebagai pegangan sementara.
3) Nahkoda melakukan tindakan sebagai berikut :
a) Menyiapkan stand by olah gerak/siap bantu,
b) Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di
sekitarnya atau kepada para nelayan di sekitarnya
c) ABK menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau ke laut
sekaligus membawa pelampung dan tali.
d) ABK menurunkan sekoci ke bawah untuk digunakan menolong
korban.
e) ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk
dapat naik ke atas boat/ sekoci.
f) ABK membawa korban ke atas kapal melalui tangga yang telah
disediakan, dan selanjutnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan
Kesehatan.
g) Bilamana korban, mengalami luka, Dokter langsung melakukan
pertolongan.
h) Korban dipersilahkan ke luar, bilamana korban sudah sehat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 137
c. valuasi dan Pelaporan
a) Nahkoda, harus mencatat kronologis jatuhnya orang dari Kapal, dan
menyimpan sebagai dokumentasi.
b) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
c) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
d) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
Lebih jelasnya diagram penanganan kecelakaan orang jatuh ke laut dapat dilihat
pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 138
Gambar 4.19.Diagram Alir Penanganan Orang Jatuh Ke Laut
Siapapun Teriak “ADA ORANG JATUH KE LAUT “, dan segera memberitahukankepada ABK dan Perwira Jaga segera membunyikan alarm/suling sebagaitanda STOP MESIN, dan secara simultan segera melaporkan ke Nahkoda
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengandarat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan peralatanpertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada), dan segera
melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnyasebagai pegangan sementara
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Nahkoda memerintahkan juru mudi untuk menyiapkan stand by olahgerak/siap bantu, dan memerintahkan markonis untuk
mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnyaatau kepada para nelayan di sekitarnya
ABK secara simultan menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau kelaut sekaligus membawa pelampung dan tali dan menurunkan sekoci ke
bawah untuk digunakan menolong korban.
ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik keatas boat/sekoci, kemudian menaikkan korban melalui tangga yang telah
disiapkan, sementara ABK yang lain kembali menaikkan sekoci danperalatan lain ke tempat semula
Setelah sampai diatas geladak, korban selanjutnya dibawa ke RuangPemeriksaan Kesehatan. Bilamana korban, mengalami luka, Dokter
langsung melakukan pertolongan. Korban dipersilahkan ke luar, bilamanakorban sudah sehat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 139
19. Penanganan Meninggalkan Kapal
a. Pemberitahuan Awal:
1) Nakhoda memerintahkan kepada semua penumpang dan ABK untuk
meninggalkan kapal apabila kondisi kapal mengalami kerusakan yang
fatal sehingga kapal tidak bisa melanjutkan pelayaran .
2) Sebagai tanda untuk segera meninggalkan kapal, maka Nakhoda
membunyikan Alarm/tanda bahaya sesuai dengan kejadiannya.
3) Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkan Berita
MaraBahaya.
4) Nakhoda memerintahkan kepada ABK untuk menghubungi SAR,
Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk
kondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur komunikasi yang
berlaku.
b. Penanganan Internal
1) ABK melaksanakan tugasnya sesuai dengan SIJIL MENINGGALKAN
KAPAL
2) ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan Life
Jacket/Pelampung. Kemudian Life Jacket/Pelampung ikatkan dan
kencangkan sesuai dengan aturan pemakaian.
3) ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhoda
bahwa persiapan telah dilakukan.
4) Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuai
dengan nomor sekoci/ILR dan ABK .membantu dalam menurunkan
sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengan
kapal.
5) Penumpang yang akan melakukan tindakan terjun ke laut, oleh ABK
diberi petunjuk mengenai tata cara terjun dilaut:
(a) Sebelum terjun ke air, berusaha untuk turun sedekat mungkin
dengan permukaan air.
(b) Pakai dan ketatkan alat pelampung.
(c) Sebelum terjun ke air, perhatikan apakah tempat jatuh anda bebas
dari orang lain, benda-benda yang mencuat atau reruntuhan.
(d) Lindungi mulut dan pencet hidung dengan jari.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 140
(e) Eratkan pelampung dengan jalan menyilangkan lengan yang
bebas di depan dada dan memegang tali pangkal alat pelampung.
6) Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segera
dilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
7) Penanganan Eksternal:
a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic
Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta
bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer
Operasional. Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS
petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal.
Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio.
b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan
mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada,
yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang
diperlukan.
c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung
jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi
SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim
SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang
d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan
darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat
Pusat dan sebaliknya..
e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah
disiapkan
g) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(4) Tim Tanggapa Darurat dengan Direksi
8)Merinci Laporan dari Kapal / Cabang yang meliputi informasi data-data :
a) Jenis Kejadian yang dialami
b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 141
d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
9) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
a) Syahbandar
b) Badan SAR Nasional
c) Rumah Sakit
d) KPPP
e) TNI AL
f) Kepolisian
g) Instansi terkait lainnya.
10) Mengambil tindakan:
a) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
b) Melakukan peninjauan terhadap tambahan tenaga yang dikirim ke
lokasi kejadian
c) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
d) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
e) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
f) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota
Tim.
g) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan
siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
h) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa
ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi
yang meninggal.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 142
i) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang
meninggal yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada
masyarakat umum melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga
korban yang bisa dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi
korban yang sebenarnya.
j) Bila dianggap perlu, menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa
atas izin Direksi.
k) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
11) Evaluasi dan Pelaporan:
a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa
b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang
c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat
d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara,
hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya diagram/alir penanganan orang meninggalkan kapal dapat dilihat
pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 143Gambar 4.20.Diagram Alir Penanganan Meninggalkan Kapal
Perwira jaga mencatat posisikapal, dan waktu kejadian
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm meninggalkan kapal
- Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar,Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas
STC pelabuhan
- Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkanBerita MaraBahaya untuk meminta bantuan untukkondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur
komunikasi yang berlaku.
Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan kemanajer operasional tentang keadaan darurat
meninggalkan kapalManajer operasional lapor ke Syahbandar yang juga langsung
menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untukmelakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta
menyiapkan tempat penampungan dan pengobatansementara
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untukmeninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi yang diperlukan (pelambung, bajupenolong, sekoci)
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yangterjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan
yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian kekantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip
semua dokumen kejadian
- ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan LifeJacket/Pelampung, dan segera terjun ke laut jika dengan petunjuk ABK
- ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhodabahwa persiapan telah dilakukan.
- Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuaidengan nomor sekoci/ILR dan ABK membantu dalam menurunkan
sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengankapal.
- Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segeradilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 144
G. Naskah Akademis Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Perintis
1. Prinsip Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Printis
Penyusunan [edoman penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis adalah
dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 24, dan Pasal 25, Peraturan Pemerintah No. 20
Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 71 dan Pasal 72, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan pada Pasal 12, 13, 14, dan Pasal 15, maka diperlukan
adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada
Lintas Penyeberangan Perintis. Penyusunan pedoman penempatan kapal pada
lintas penyeberangan adalah untuk menjamin efisiensi dan efektifitas angkutan
penyeberangan.
2. Prosedur Penempatan Kapal
Beberapa prosedur penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis adalah
sebagai berikut;
a. Belum Terlayani Angkutan Kapal
Dalam rangka melayani mobilitas masyarakat Indonesia di daerah masih
tertinggal dan/atau wilayah terpencil, maka Pemerintah menyelanggarakan
angkutan penyeberangan tersebut, dengan pertimbangan tertentu. Angkutan
penyeberangan tersebut dapat dilaksanakan dengan melalui pelayaran-perintis
dan penugasan, dimana dapat dilakukan dengan pembiayaan yang disediakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah 94.Kegiatan angkutan
penyeberangan perintis pada dasarnya dilakukan untuk 95:
1) menghubungkan daerah yang masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil
yang belum berkembang dengan daerah yang sudah berkembang atau
maju;
2) menghubungkan daerah yang moda transportasi lainnya belum memadai;
dan
94Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 2495Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 13
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 145
3) menghubungkan daerah yang secara komersial belum menguntungkan
untuk dilayani oleh pelaksana angkutan penyeberangan.
Kegiatan pelayanan Angkutan Penyeberangan perintis hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan Angkutan Penyeberangan. Kegiatan pelayanan Angkutan
Penyeberangan perintis ditentukan berdasarkan kriteria 96:
a) belum dilayani oleh pelaksana kegiatan angkutan laut, angkutan sungai
dan danau atau angkutan penyeberangan yang beroperasi secara tetap
dan teratur;
b) secara komersial belum menguntungkan;
b) tingkat pendapatan perkapita penduduknya masih rendah;
c) dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki surat izin usaha
angkutan penyeberangan dan surat persetujuan pengoperasian kapal;
dan
d) faktor muatan rata-rata kapal kurang dari 60% (enam puluh per
seratus) per tahun.
Biaya yang timbul akibat dilaksanakannya angkutan penyeberangan perintis,
yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah merupakan
subsidi sebesar selisih biaya pengoperasian kapal pelayaran perintis yang
dikeluarkan oleh perusahaan angkutan penyeberangan dengan pendapatan
dan/atau penghasilan uang tambang barang dan penumpang pada suatu trayek
tertentu 97. Subsidi diberikan kepada perusahaan Angkutan Penyeberangan atas
dasar penugasan oleh Pemerintah/pemerintah daerah yang sebagian biaya atau
sepenuhnya dibebankan pada anggaran pemerintah baik yang bersumber dari
APBN maupun APBD. Pelayanan Angkutan Penyeberangan Perintis untuk
daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dilaksanakan oleh Menteri,
Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota.
Kegiatan angkutan penyerangan perintis dapat dilakukan dengan cara kontrak
jangka panjang dengan perusahaan angkutan di perairan menggunakan kapal
96Ibid, Pasal 1497Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 72
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 146
berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang
diawaki oleh warga negara Indonesia 98.
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan perintis
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 99:
c. Keselamatan Kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi; c).bangunan;
d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta perlengkapan
termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan g).elektronika kapal 100.
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat
keselamatan oleh Menteri.
d. pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh
Menteri.
e. pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,
dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus
warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan
setifikat pengawakan kapal.
f. garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis
Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang
Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
98Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 2599 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117100 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 147
g. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji;
b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan
pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi
karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan karier;
f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan
kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan
pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap
kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi
penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan medis
dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
3. Status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
1) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah
diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar
harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
2) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada
pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
3) penetapan kebangsaan kapal.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 148
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
4. Manajemen keselamatan Dan Pencegahan Pencemaran Dari Kapal
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran
tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen
Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk
perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management
Certificate/SMC) untuk kapal.
5. manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International
Ship Security Certificate/ISSC).
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan harus
memenuhi persyaratan 101:
1) spesifikasi teknis lintas;
Spesifikasi teknis lintas penyeberangan meliputi:
a) kondisi lintasan;
b) perkiraan kapasitas lintas;
c) kemampuan pelayanan alur; dan
d) spesifikasi teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan.
2) spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
101Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 149
a) ukuran kapal;
b) pintu rampa;
c) kecepatan kapal; dan
d) mesin bantu sandar.
3) persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan;
Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi:
a. persyaratan usaha; dan
b. persyaratan pelayanan.
4) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan; Fasilitas pelabuhan laut yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan paling sedikit meliputi:
a) jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
b) kolam pelabuhan; dan
c) fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
5)keseimbangan antara kebutuhan penyedia dan pengguna jasa angkutan.
Keseimbangan antara kebutuhan penyedia dan pengguna jasa angkutan
merupakan keseimbangan antara permintaan jasa angkutan dengan sarana
angkutan yang tersedia.
6. Standar pelayanan minimum di atas kapal
Khusus mengenai persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
akan ditempatkan minimal harus memiliki:
a) Fasilitas ruang akomodasi penumpang
Standar pelayanan kenyamanan penumpang dari segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 150
b) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang
(1) Luas Ruangan
-Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas
geladak ruangan
(2) Penumpang
-Penumpang Geladak Terbuka:
-Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2
(2) Penumpang Geladak Tertutup
- Tinggi atap minimal 1,90 m;
- Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2
(3) Penumpang Kamar
Jam Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem P. Addreser CC TVBerlayar Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Musik Video
Udara1 Sampai Ekonomi
dengan 1,0 Geladakjam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -
Geladaktertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan Ada -
2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Adajam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adas/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada
s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada AdaEksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac Ada Ada
5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adajam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
No Kelas
Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
SistemJam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser
Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada
s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC AdaEksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada
Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
No Kelas
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 151
- Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang
- Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m
lebar
- Luas lantai per orang minimal 1,26 m2
Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur
secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26
m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai
tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar
dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2
c) Tempat Duduk
(1) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi:
(a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran
tangan
(b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk
satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
(c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m
dan panjang 0,75 m
(d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka
atau tertutup
(2) Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnis;
(a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang
dan ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak
tertutup dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok
(b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi
(c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 152
Gambar 4.21.Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
(3) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas
non-ekonomi eksekutif
(4) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap
kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan
penumpang geladak tertutup
(5) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi
(6) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut;
(7) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang;
(8) Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang
adalah sebagai berikut;
(a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;
(b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m
(c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
(d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar
geladak tidak boleh melebihi 450
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 153
d) Kamar Mandi dan WC/Kakus
Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah
minimal sebegai berikut;
(1) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus,
selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500
penumpang harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus;
(2) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus;
(3) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup
(4) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup
(5) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit
harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang
(6) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam
berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi
(7) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi
dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup
sirkulasi udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga
memudahkan peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya.
e) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang :
(1) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi
udara yang cukup
(2) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem
pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam
(3) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai
fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara )
(4) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap
25 m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 154
(5) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C
- 200 C;
(6) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui
kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang
dipasang untuk itu;
(7) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup
(8) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan
ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar
perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk
pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman
sebelum dibuang ke luar kapal
f) Dapur dan Kantin/ Kafetaria
(1) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(2) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(3) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(4) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan
gas harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal
satu buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar
ruang dapur
(5) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang
penumpang
(6) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(7) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus
terpisah dengan ruang penumpang
(8) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan
g) Ruang Publik :
(1) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan
ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 155
(2) kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
f) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal
Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus
memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta
fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus
memenuhi perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
(1) Pintu Rampa;
(1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO
– Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan
masuk kendaraan
(2) di lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus
mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat
dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat
digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan
(2) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut;
(a) Panjang : harus disesuaikan dengan kondisi prasarana
yang dilayani;
(b) Lebar : minimum 4 m
(c) Kecepatan buka/tutup pintu ;
- membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit
- menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit
(d) Daya Dukung :
Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal :
- Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 8,0 ton
(3) Ruang Untuk Kendaraan:
(a) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 156
mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton
untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni ,
Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan
Bajo E – Kolaka
(b) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang
dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan
(d) jarak minimal antar kendaraan :
jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah
60 cm
jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30
cm
untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding
kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar
gading – gading ( frame )
jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frame )
adalah 60 – 80 cm
(e) antara pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan
(f) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat
sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100,
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem
pengikatan ( lashing )
(g) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem
sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
ditempatkan/ditulisi tanda larangan ” DILARANG MEROKOK”
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 157
PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI RUANG KENDARAAN”
serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN
SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI ” yang dapat terlihat jelas
dan muda dibaca
7. Persyaratan kecepatan pelayanan kecepatan kapal
Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai
berikut;
a) kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan
pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam.
b) kapal pelayanan non ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan rata-
rata pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) knot.
Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani lintas pendek
yang sampai dengan 6 (enam) mil kecepatan rata-rata pelayanan dapat
disesuaikan untuk memenuhi jadwal perjalanan kapal
8. Persyaratan keselamatan kapal
(1) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang
dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(f) Means Of Rescue (alat penolong)
(g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(h) Helicopter Pick Up Area (area 157ystem157ter)
(i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
(l) SART (1 Unit)
(m) Distress Flare 12
(n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 158
(o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(p) Public Address System (158ystem informasi umum)
(q) Life Buoys (pelampung) 4 unit
(2) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(c) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(f) Means Of Rescue (alat penolong)
(g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(h) Helicopter Pick Up Area (area 158ystem158ter)
(i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(l) SART (2 Unit)
(m) Distress Flare 12
(n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(p) Public Address System (158ystem informasi umum)
(q) Life Buoys (pelampung) 8 unit
(r) Muster list and Emergency instruction
(s) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(t) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
(v) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(3) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 8 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 159
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan
penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 159ystem159ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (159ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
(4) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 8 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 159ystem159ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 160
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (160ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
(5) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 12 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 160ystem160ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (160ystem informasi umum)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 161
(s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
(6) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 12 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 161ystem161ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (161ystem informasi umum)
(b) s. Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan
instruksi bahaya)
(a) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(b) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
(7) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 162
(a) Life Buoys/pelampung 12 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 162ystem162ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (162ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
Untuk penempatan kapal dari satu lintas ke lintas penyeberangan lain, maka kapal
harus diuji stabilitas eksisting sesuai dengan kondisi lintas yang akan ditempati
kapal. Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan
memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas atau
dikenal dengan Stability Booklet, yang harus tersedia di kapal. Berdasarkan
dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas, Nakhoda dapat mengetahui
kemampuan stabilitas kapal, kuantitas pemuatan, tiupan angin namun dalam
keadaan laut tenang.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 163
9. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan perlu mengidentifikasi dan melakukan
kajian kesesuaian ketika menempatkan kapal menyangkut beberapa aspek teknis
pelabuhan yang termuat dalam DLKr pelabuhan meliputi;
(1) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran
(2) tempat labuh
(3) tempat alih muat antarkapal
(4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal
(5) kegiatan pemanduan
(6) tempat perbaikan kapal
(7) penahan gelombang
(8) kolam pelabuhan
(9) alur pelayaran
(10) sarana bantu navigasi
(11) sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan
(12) fasilitas naik turun kendaraan
Selain itu juga perlu melakukan kajian secara detail DLKp perairan pelabuhan
yang digunakan sebagai;
a) untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
b) keperluan keadaan darurat
c) penempatan kapal mati
d) percobaan berlayar
e) kegiatan pemanduan
f) fasilitas pembangunan
g) pemeliharaan kapal
Dari DLKp dan DLKr pelabuhan tersebut kemudian ditelaah kembali untuk
melihat spesifikasi teknis pelabuhan sebagai dasar penempatan kapal. Spesifikasi
teknis pelabuhan dapat dilihat dengan memperhatikan;
a. Fasilitas pokok antara lain;
1) terminal penumpang
2) penimbangan kendaraan bermuatan
3) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way )
4) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa
5) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker )
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 164
6) instalasi air, listrik dan telekomunikasi
7) akses jalan dan/atau jalur kereta api
8) fasilitas pemadam kebakaran
9) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal
b. Fasilitas penunjang, antara lain;
1) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan
2) tempat pembuangan limbah
3) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
4) areal pengembangan pelabuhan
5) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan)
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan kriteria
kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan spesifikasi
teknis pelabuhan.
10.Tinggi gelombang
Selain spesifikasi teknis pelabuhan, juga perlu memperhatikan kondisi lintas
penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian Perhubungan melakukan
koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan identifikasi dan kajian tinggi
gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan Pemerintah daerah atau
operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi gelombang semua lintasan
dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian sebagai berikut;
1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops)
- Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops)
- Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops)
- Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops)
- Siwa – Lasusua (Belum Ops)
- Ajibata – Tombok (Komersil)
- Palembang – Muntok (Komersil)
- Pontianak Kota – Siantan (Komersil)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 165
- Tebas Kuala – Tebas Sbrg (Perintis I)
- Tayan – Terayu (Perintis I)
- Taipa – Kariangau (Perintis I)
- Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I)
- Palembang – Kayuarang (Tidak Ops)
- K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops)
- Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops)
- P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops)
- Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops)
- Cerbon – Marabahan (Tidak Ops)
- Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops)
- Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Daruba – Tobelo (Perintis I)
- Tobelo – Subaim (Perintis I)
3) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Patani – Sorong (Belum Ops)
- Poso – Wakay (Belum Ops)
- Luwuk – Sabang (Belum Ops)
- Taliabu – Banggai (Belum Ops)
- Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops)
- Payahe – Sakete (Belum Ops)
- Sakete – Babang (Belum Ops)
- Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops)
- Sanana – Mangole (Belum Ops)
- Mangole- Taliabu (Belum Ops)
- Mangole- Laiwui (Belum Ops)
- Laiwui – Labuha (Belum Ops)
- Sibolga – Nias (Komersil)
- Pagimana – Gorontalo (Komersil)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 166
- Bastiong – Sidangole (Komersil)
- Bastiong – Rum (Komersil)
- Bitung – Ternate (Komersil)
- Biak – Serui (Perintis I)
- Serui – Waren (Perintis I)
- Numfor – Manokwari (Perintis I)
- Saumlaki – Tepa (Perintis I)
- Dobo – Benjina (Perintis I)
- Sorong – Seget (Perintis I)
- Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I)
- Mogem – Teminabuan (Perintis I)
- Sorong – Saonek (Perintis I)
- Sorong – Waigama (Perintis I)
- Gorontalo – Wakai (Perintis I)
- Luwuk – Salakan (Perintis I)
- Salakan – Banggai (Perintis I)
- Kendari – Langgara (Perintis I)
- Bitung – Pananaro (Perintis I)
- Bitung – P.Lembeh (Perintis I)
- Bitung – Siau (Perintis I)
- Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II)
- Tarakan – Tg.Selor (Perintis II)
- Waren – Nabire (Tidak ops)
- Biak – Nabire (Tidak Ops)
- Biak – Numfor (Tidak Ops)
- Serui – Nabire (Tidak Ops)
- Sorong – Jefman (Tidak Ops)
- Jefman – Kalabo (Tidak Ops)
- Sorong – Teminabuan (Tidak Ops)
- Bitung – Dago (Tidak Ops)
4) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Balohan – Malahayati, Komersil
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 167
- Cilacap – Kalipuncang, Komersil
- Ujung – Kamal, Komersil
- Jangkar – Kalianget, Komersil
- Kalianget – P.Kangean, Komersil
- Kupang - Waingapu, Komersil
- Bajoe – Kolaka, Komersil
- Torobulu – Tampo, Komersil
- Meolaboh – Sinabang, Perintis I
- Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I
- Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I
- Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I
- Padang – P.Siberut, Perintis I
- Padang – Tuapejat, Perintis I
- Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I
- Cilacap – Majingklak , erintis I
- Aimere – Waingapu, Perintis I
- Ende – Waingapu, Perintis I
- Wara – Bau Bau, Perintis I
- Tarakan – Ancam, Perintis II
- Tarakan – Sembakung, Perintis II
- Marina – P. Kelapa, Tidak Ops
- Marina – P. Tidung, Tidak Ops
- Marina – P. Pramuka, Tidak Ops
- P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops
- P.Pramuka – P.Tidung, Tidak Ops
- Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops
- P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
5) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Stagen – Tarjun, Belum Ops
- Tarakan – ToliToli, Belum Ops
- Garongkong – Batulicin, Belum Ops
- Sape – Waingapu, Belum Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 168
- Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops
- Toboali – P.Lepar, Belum Ops
- Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil
- Balikpapan – Mamuju, Komersil
- Balikpapan – Penajam, Komersil
- Kupang – Aimere, Komersil
- Padang Bai- Lembar, Komersil
- Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil
- Sape – Waikelo, Perintis I
- Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I
- Tl.Gurita – Kisar, Perintis I
- Kupang – Waikelo, Perintis I
- Aimere – Waikelo, Perintis I
- Tual – Larat, Perintis I
- Sadai – Tanjung Rum, Perintis I
- Dongkala – Mawasangka, Perintis I
- Kalabahi – Kabir, Perintis II
- Dongkala – Bau Bau, Tidak ops
- Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops
- Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops
- Kupang – Naikliu, Tidak Ops
- Kupang – Hansisi, Tidak Ops
- Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops
- Dili – P.Atauro, Tidak Ops
- Dili – Maritaing, Tidak Ops
- Tual – Elat, Tidak Ops
- Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops
- Tampo – Maligano, Tidak Ops
6) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Ciwandan – Srengseng, Belum Ops
- Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops
- Atapupu – Iilwaki, Belum Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 169
- Atapupu – Wonreli, Belum Ops
- Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops
- Kalabahi – Balauring, Belum Ops
- Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops
- Ketapang – Manggar, Belum Ops
- K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops
- Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops
- Belawan – Penang, Belum Ops
- Merak – Bakauheni, Komersil
- Ketapang – Gilimanuk, Komersil
- Sape – Labuhan Bajo, Komersil
- Kupang – Sawu/Seba, Komersil
- Kalabahi – Kupang, Komersil
- Kupang – Ende, Komersil
- Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil
- Bira – Pamatata, Komersil
- Galala – Namlea, Komersil
- Poka – Galala, Komersil
- Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil
- Waiwerang – Lowelaba, Perintis I
- Balauring – Baranusa, Perintis I
- Kalabahii – Baranusa, Perintis I
- Waingapu – SawuSeba, Perintis I
- Lewoleba – Balauring, Perintis I
- Kupang – Lewoleba, Perintis I
- Tual – Dodo, Perintis I
- Larat – Saumlaki, Perintis I
- Pomako I – Pomako II, Perintis I
- Sape – P.Komodo, Perintis II
- Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II
- Mapura Jaya – Pamako, Perintis II
- Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II
- Bengkalis – Mengkapan, Perintis II
- Benoa-Senggigi, Tidsk ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 170
- Merak – Srengseng, Tidak Ops
- Merak – Panjang, Tidak Ops
- Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops
- Balauring – Kabir, Tidak Ops
- Bakalang – Baranusa, Tidak Ops
- Sawu – Raijua, Tidak Ops
- Kariabela – Wonreli, Tidak Ops
- Dili – Wonreli, Tidak Ops
- Dili – Ilwaki, Tidak Ops
- Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops
- Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops
- BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops
- K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops
- Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops
- S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
7) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Semarang – Kumai, Belum Ops
- Bambea – Sikeli, Belum Ops
- Kendal – Kumai, Belum Ops
- Ilwaki – Wonreli, Belum Ops
- Saumlaki – Adaut, Belum Ops
- Wonreli – Serwaru, Belum Ops
- Kupang – Rote, Komersil
- Kupang – Larantuka, Komersil
- Hunimua – Waipirit, Komersil
- Jepara – Karimun Jawa, Perintis I
- Larantuka – Waiwerang, Perintis I
- Tanah Merah – Kepi, Perintis I
- Merauke – Atsy, Perintis I
- Atsy – Senggo, Perintis I
- Atsy – Asgon, Perintis I
- Pamatata – Marapokot, Perintis I
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 171
- Bira –Tondasi, Perintis I
- Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I
- Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I
- Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I
- Bitung – Melanguane, Perintis I
- Merauke – Tanah Merah, Perintis I
- Lewoleba – Larantuka, Perintis II
- Kalabahi – Bakalang, Perintis II
- Merauke – Poo, Perintis II
- Atsy – Agat, Tidak ops
- Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops
- Ende – Aimere, Tidak Ops
- Agast – Ewer, Tidak Ops
- Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops
- Dago – Talaud, Tidak Ops
- Gresik – Bawean, Tidak Ops
Berdasarkan tinggi gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region
berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan
ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 172
Tabel 4.3.Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan
RegionTinggi
Gelombang(meter)
KecepatanKapal(knot)
Perbandingan Ukuran Kapal
L/B L/H B/H L/T H/T B/T
A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.41315 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479
B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386
15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375
15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366
15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360
15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Dari hasil pehitungan, spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di atas, juga
dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang belum
beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasan-
lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut
tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan/prosedur penempatan kapal pada lintas
penyeberangan perintin dapat dilihat pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 173
Gambar 4.22. Diagram Alir Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Perintis
Data dukung:
- spesifikasi lintas yangakan dilayani
- perhitungan besaransubsidi yang akandiberikan
Penelitianberkas/kapal
olehDirjen/Gubernu
r/Bupati/Walikota
SESUAI
TIDAKSESUAI
Melengkapiberkas/
mengganti kapal
Kriteria:
- belum dilayani olehpelaksana kegiatan angkutanlaut, angkutan sungai dandanau atau angkutanpenyeberangan yangberoperasi secara tetap danteratur;
- secara komersial belummenguntungkan;
- tingkat pendapatanperkapita penduduknyamasih rendah;
- dilayani oleh perusahaanangkutan yang memilikisurat izin usaha angkutanpenyeberangan dan suratpersetujuan pengoperasiankapal;
- faktor muatan rata-ratakapal kurang dari 60% (enampuluh per seratus) per tahun.
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atauterminal penyeberanganyang tersedia;
- tingkat kemampuanpelayanan alur;
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujianstabilitas kapal
Penerbitan SuratPersetujuan
Penempatan Kapal olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permintaanpenugasan lintas
perintas dariDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
kepadapengusaha/operator
kapal
Hasil penelitian SESUAI/TIDAK SESUAI maksimal waktu30 hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
Pernyataankesanggupan
penempatan kapalpada lintas dari
pengusaha/ operatorkapal
Data dukung:
- surat-surat/sertifikatkelaiklautan kapal
- akte PendirianPerusahaan
- surat keterangan domisiliperusahaan
- Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP)
- Surat izin usaha angkutanpenyeberangan
Pernyataankesanggupan
maksimal waktu14 hari setelah
suratpermintaan
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 174
H. Naskah Akademis Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah
Operasi
1. Dasar hukum
Penyusunan pedoman penempatan kapal sesuai daerah operasi adalah
dilataebelakangi adanya Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
terutama pada Pasal 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151, 152, 154, 155, 163,
158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan pada Pasal 61, 65, 66, dan Pasal 67, Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan pada Pasal 10, 22, 23 dan Pasal 24, diperlukan adanya tindak
lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi.
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
adalah untuk menjamin kelancaran, ketertiban, keselamatan dan keamanan
penempatan kapal pada lintas penyeberangan komersil sesuai daerah operasi.
2. Prosedur Penempatan Kapal
Penempatan kapal dengan tujuan untuk penambahan kapasitas angkut pada
setiap lintas penyeberangan, dilakukan dengan mempertimbangkan 102:
1) faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai paling
sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun;
a. kapal yang ditempatkan tidak dapat memenuhi jumlah muatan yang ada;
b. jumlah kapal yang beroperasi kurang dari jumlah kapal yang diizinkan
melayani lintas yang bersangku tan;
c. kapasitas prasarana dan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan yang
tersedia;
d. tingkat kemampuan pelayanan alur; dan/ atau
e. belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan.
2) factor penempatan untuk pengembangan/pengisian lintas
102Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 23
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 175
Dalam penempatan kapal untuk pengembangan atau pengisian lintas,
dilakukan berdasarkan pertimbangan 103:
a) jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas
yang ditetapkan;
b) jumlah kapasitas kapal rata-rata tersedia;
c) jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai;
d) faktor muat;
e) fasilitas prasarana pelabuhan yang tersedia danjatau;
f) tingkat kemampuan pelayanan alur.
3) Penempatan kapal harus mendapat persetujuan:
a) Direktur Jenderal, untuk lintas antarnegara dan lintas antarprovinsi;
b) Gubernur, untuk lintas antar kabupaten/kota dalam provinsi; atau
c) Bupati/Walikota, untuk lintas dalam kabupaten/kota.
3. Persyaratan:
Permohonan perizinan penempatan kapal lintas pernyeberangan hanya dapat
diberikan kepada perusahaaan yang mengajukan permohonan dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut;
a) perorangan warga negera Indonesia, Badan Hukum Indonesia berbentuk
Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha
itu.
b) Memiliki Akte Pendirian Perusahaan bagi pemohon berbentuk Badan
Hukum Indonesia atau Kartu Tanda Penduduk bagi warga Negara
Indonesia perorangan yang mengajukan permohonan izin usaha angkutan
penyeberangan
c) Pernyataan tertulis sanggup untuk memiliki sekurang-kurangnya 1(satu )
unit kapal penyeberangan berbendera Indonesia yang memenuhi
persyaratan keselamatan kelaiklautan kapal yang diperuntukkan bagi
angkutan penyeberangan dan kepastian rencana lintas yang akan dilayani,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
103Ibid, Pasal 24
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 176
d) Memiliki tenaga ahli dalam pengelolaan usaha angkutan penyeberangan
e) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan
f) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
g) Permohonan telah dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
h) Surat izin usaha angkutan penyeberangan,
i) Bukti kesiapan kapal untuk dioperasikan, antara lain:
(1) memiliki sertifikat kesempurnaan dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dan dikelaskan oleh Biro Klasifikasi Indonesia,
(2) kapal yang sesuai dengan spesifikasi teksis lintas dan pelabuhan
penyeberangan yang akan dilayani,
j) Nama dan ukuran kapal (GRT),
k) Lintas yang akan dilayani,
l. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pemberian atau penolakan atas penempatan kapal, diberikan oleh pejabat
pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap. Penolakan atas izin penempatan
disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.
Sebelum diberikan persetujuan penempatan kapal, pemerintah/pemerintah
daerah dan pengusaha/operator Kapal secara bersama-sama melakukan uji coba
kapal pada pelayaran pada lintasan. Bilamana masih terdapat ketidak sesuaian
terutama persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan, maka
pengusaha/operator kapal diharuskan memenuhinya sesuai dengan perayaratan
yang telah ditetapkan.
4. Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan komersil
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 104:
a.keselamatan kapal;
104 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 177
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
g).elektronika kapal 105. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.
b. pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh
Menteri.
c. pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,
dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus
warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan
setifikat pengawakan kapal.
d. garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat.
Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis
Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji;
b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan
pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi
karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan karier;
f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan
105 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 178
kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik
atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap
kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi
penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan medis
dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
5. status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
a. pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur
dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap
terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
b. pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik
diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak
milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah didaftar wajib
dipasang Tanda Pendaftaran.
c. penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
6. Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran
tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 179
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen
Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk
perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management
Certificate/SMC) untuk kapal.
7. Manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International
Ship Security Certificate/ISSC).
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 106:
a) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan;
b) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan pada lintas yang dilayani;
c) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
d) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
e) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan
pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan
f) mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
g) Penempatan kapal
106 Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 180
8. Penempatan kapal
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan
dilakukan dengan mempertimbangkan 107:
1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan
2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan/terminal penyeberangan.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan
harus memenuhi persyaratan 108:
1) spesifikasi teknis lintas penyeberangan:
a) kondisi lintasan;
b) perkiraan kapasitas lintas;
c) kemampuan pelayanan alur; dan
d) spesifikasi teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan.
2) Spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
(1) ukuran kapal;
(2) pintu rampa;
(3) kecepatan kapal; dan
(4) mesin bantu sandar.
9. Persyaratan fasilitas pelabuhan angkutan penyeberangan;
Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi:
1) persyaratan usaha; dan
2) persyaratan pelayanan.
Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan paling sedikit meliputi:
1) jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
2) kolam pelabuhan; dan
3) fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
107Ibid, Pasal 65108Ibid, Pasal 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 181
keseimbangan antara kebutuhan penyedia dan pengguna jasa angkutan.
Keseimbangan antara kebutuhan penyedia dan pengguna jasa angkutan
merupakan keseimbangan antara permintaan jasa angkutan dengan sarana
angkutan yang tersedia.
Setiap kapal yang melayani Angkutan Penyeberangan wajib 109:
1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan;
2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan pada lintas yang dilayani;
3) memiliki dan/ atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi
persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
Mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada
bagian samping kiri dan kanan kapal; dan mencantumkan informasi atau
petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris.
10. Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi:
1) fasilitas ruang akomodasi penumpang
Standar pelayanan kenyamanan penumpang dari segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
109Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 10
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 182
2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang
a) Luas Ruangan
Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas
geladak ruangan
b) Penumpang
(1) Penumpang Geladak Terbuka:
(2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2
3) Penumpang Geladak Tertutup
a) Tinggi atap minimal 1,90 m;
b) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2
Jam Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem P. Addreser CC TVBerlayar Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Musik Video
Udara1 Sampai Ekonomi
dengan 1,0 Geladakjam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -
Geladaktertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan Ada -
2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Adajam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adas/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada
s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada AdaEksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac Ada Ada
5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adajam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
No Kelas
Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
SistemJam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser
Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada
s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC AdaEksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada
Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
No Kelas
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 183
4) Penumpang Kamar
a) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang
b) Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70
m lebar
5) Luas lantai per orang minimal 1,26 m2
Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur
secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26
m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai
tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar
dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2
6)Tempat Duduk
(4) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi:
a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran
tangan
b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk satu
sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m
dan panjang 0,75 m
d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka
atau tertutup
7)Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnisz;
a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan
ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak tertutup
dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok
b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi
c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 184
Gambar 4.23.Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
8) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas
non-ekonomi eksekutif
9) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi
dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang
geladak tertutup
10) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi
11) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut;
12) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang
Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang
adalah sebagai berikut;
(a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;
(b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m
(c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
(d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak
tidak boleh melebihi 450
13) Kamar Mandi dan WC/Kakus
Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah
minimal sebegai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 185
(a) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya
untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang
harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus;
(b) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus;
(c) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup
(d) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup
(e) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit
harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang
(f) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam
berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi
(g) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi dengan
baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi
udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga memudahkan
peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya.
14) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang :
(a) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi udara
yang cukup
(b) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem
pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam
(c) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai
fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara )
(d) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap 25
m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
(e) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C -
200 C;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 186
(f) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca
pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk
itu;
(g) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup
(h) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan
ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar
perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk
pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum
dibuang ke luar kapal
15) Dapur dan Kantin/ Kafetaria
(a) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(b) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(c) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(d) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas
harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal satu
buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar ruang
dapur
(e) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang
penumpang
(f) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(g) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus
terpisah dengan ruang penumpang
(h) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan
16) Ruang Publik :
(a) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan
terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
(b) kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 187
17) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal
Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus
memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta
fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus memenuhi
perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
a) Pintu Rampa;
(1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO
– Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan
masuk kendaraan
(2) di lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus
mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat
dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat
digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan
b) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut;
(1)Panjang : harus disesuaikan dengan kondisi prasarana
yang dilayani;
(2) Lebar : minimum 4 m
(3) Kecepatan buka/tutup pintu ;
- membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit
- menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit
(4) Daya Dukung :
Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal :
- Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 8,0 ton
(5)Khusus untuk lintas penyeberangan Merak – Bakauheni, Ketapang –
Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan Bajo E –
Kolaka:
- Jumlah Berat yang Diperbolehkan ( JBB ) : 40 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 10 ton
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 188
Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas lalu lintas
dan angkutan serta daya daya dukung jalan raya yang akan dilalui :
c) Ruang Untuk Kendaraan:
(1) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan
mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton
untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni ,
Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan
Bajo E – Kolaka
(2) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(3) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang
dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan
(4) jarak minimal antar kendaraan :
(a) jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan
adalah 60 cm
(b) jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30
cm
(c) untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding
kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar
gading – gading ( frame )
(d) jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frame )
adalah 60 – 80 cm
(5) antara pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan
(6) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat
sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 189
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem
pengikatan ( lashing )
(7) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem
sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
ditempatkan/ditulisi tanda larangan ” DILARANG MEROKOK”
PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI RUANG KENDARAAN”
serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN
SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI ” yang dapat terlihat jelas
dan muda dibaca
d). Persyaratan kecepatan pelayanan kecepatan kapal
Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai
berikut;
1) kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan
pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam.
2) kapal pelayanan non ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan rata-
rata pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) knot.
Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani lintas pendek
yang sampai dengan 6 (enam) mil kecepatan rata-rata pelayanan dapat
disesuaikan untuk memenuhi jadwal perjalanan kapal
e). Persyaratan keselamatan kapal
1) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang
dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(3) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(6) Means Of Rescue (alat penolong)
(7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(8) Helicopter Pick Up Area (area 189ystem189ter)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 190
(9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
(12) SART (1 Unit)
(13) Distress Flare 12
(14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(16) Public Address System (190ystem informasi umum)
(17) Life Buoys (pelampung) 4 unit
2) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(3) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan
penumpang
(5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(6) Means Of Rescue (alat penolong)
(7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(8) Helicopter Pick Up Area (area 190ystem190ter)
(9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(12) SART (2 Unit)
(13) Distress Flare 12
(14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(16) Public Address System (190ystem informasi umum)
(17) Life Buoys (pelampung) 8 unit
(18) Muster list and Emergency instruction
(19) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(20) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 191
(22) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
3) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 8 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 191ystem191ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (191ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
4) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan
yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 8 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 192
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan
penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 192ystem192ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (192ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
5) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 12 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 192ystem192ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 193
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (193ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
6) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 12 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 193ystem193ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (193ystem informasi umum)
(19) 2Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan
instruksi bahaya)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 194
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
7) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 12 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 194ystem194ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (194ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
Untuk penempatan kapal dari satu lintas ke lintas penyeberangan lain, maka kapal
harus diuji stabilitas eksisting sesuai dengan kondisi lintas yang akan ditempati
kapal. Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan
memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas atau
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 195
dikenal dengan Stability Booklet, yang harus tersedia di kapal. Berdasarkan
dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas, Nakhoda dapat mengetahui
kemampuan stabilitas kapal, kuantitas pemuatan, tiupan angin namun dalam
keadaan laut tenang.
11.Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan perlu mengidentifikasi dan melakukan
kajian kesesuaian ketika menempatkan kapal menyangkut beberapa aspek teknis
pelabuhan yang termuat dalam DLKr pelabuhan meliputi;
1) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran
2) tempat labuh
3) tempat alih muat antarkapal
4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal
5) kegiatan pemanduan
6) tempat perbaikan kapal
7) penahan gelombang
8) kolam pelabuhan
9) alur pelayaran
10) sarana bantu navigasi
11) sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan
12) fasilitas naik turun kendaraan
12. Selain itu juga perlu melakukan kajian secara detail DLKp perairan
pelabuhan yang digunakan sebagai;
1) untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
2) keperluan keadaan darurat
3) penempatan kapal mati
4) percobaan berlayar
5) kegiatan pemanduan
6) fasilitas pembangunan
7) pemeliharaan kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 196
13.Spesifikasi teknis pelabuhan
Dari DLKp dan DLKr pelabuhan tersebut kemudian ditelaah kembali untuk
melihat spesifikasi teknis pelabuhan sebagai dasar penempatan kapal. Spesifikasi
teknis pelabuhan dapat dilihat dengan memperhatikan;
1) Fasilitas pokok antara lain;
a) terminal penumpang
b) penimbangan kendaraan bermuatan
c) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way )
d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa
e) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker )
f) instalasi air, listrik dan telekomunikasi
g) akses jalan dan/atau jalur kereta api
h) fasilitas pemadam kebakaran
i) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal
2) Fasilitas penunjang, antara lain;
a) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan
b) tempat pembuangan limbah
c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) areal pengembangan pelabuhan
e) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan)
14.Spesifikasi gelombang
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan
kriteria kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan
spesifikasi teknis pelabuhan.Selain spesifikasi teknis pelabuhan, juga perlu
memperhatikan kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian
Perhubungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan
identifikasi dan kajian tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi
gelombang semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian
sebagai berikut;
1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 197
- Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops)
- Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops)
- Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops)
- Siwa – Lasusua (Belum Ops)
- Ajibata – Tombok (Komersil)
- Palembang – Muntok (Komersil)
- Pontianak Kota – Siantan (Komersil)
- Tebas Kuala – Tebas Sbrg (Perintis I)
- Tayan – Terayu (Perintis I)
- Taipa – Kariangau (Perintis I)
- Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I)
- Palembang – Kayuarang (Tidak Ops)
- K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops)
- Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops)
- P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops)
- Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops)
- Cerbon – Marabahan (Tidak Ops)
- Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops)
- Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Daruba – Tobelo (Perintis I)
- Tobelo – Subaim (Perintis I)
3) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Patani – Sorong (Belum Ops)
- Poso – Wakay (Belum Ops)
- Luwuk – Sabang (Belum Ops)
- Taliabu – Banggai (Belum Ops)
- Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops)
- Payahe – Sakete (Belum Ops)
- Sakete – Babang (Belum Ops)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 198
- Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops)
- Sanana – Mangole (Belum Ops)
- Mangole- Taliabu (Belum Ops)
- Mangole- Laiwui (Belum Ops)
- Laiwui – Labuha (Belum Ops)
- Sibolga – Nias (Komersil)
- Pagimana – Gorontalo (Komersil)
- Bastiong – Sidangole (Komersil)
- Bastiong – Rum (Komersil)
- Bitung – Ternate (Komersil)
- Biak – Serui (Perintis I)
- Serui – Waren (Perintis I)
- Numfor – Manokwari (Perintis I)
- Saumlaki – Tepa (Perintis I)
- Dobo – Benjina (Perintis I)
- Sorong – Seget (Perintis I)
- Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I)
- Mogem – Teminabuan (Perintis I)
- Sorong – Saonek (Perintis I)
- Sorong – Waigama (Perintis I)
- Gorontalo – Wakai (Perintis I)
- Luwuk – Salakan (Perintis I)
- Salakan – Banggai (Perintis I)
- Kendari – Langgara (Perintis I)
- Bitung – Pananaro (Perintis I)
- Bitung – P.Lembeh (Perintis I)
- Bitung – Siau (Perintis I)
- Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II)
- Tarakan – Tg.Selor (Perintis II)
- Waren – Nabire (Tidak ops)
- Biak – Nabire (Tidak Ops)
- Biak – Numfor (Tidak Ops)
- Serui – Nabire (Tidak Ops)
- Sorong – Jefman (Tidak Ops)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 199
- Jefman – Kalabo (Tidak Ops)
- Sorong – Teminabuan (Tidak Ops)
- Bitung – Dago (Tidak Ops)
4) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Balohan – Malahayati, Komersil
- Cilacap – Kalipuncang, Komersil
- Ujung – Kamal, Komersil
- Jangkar – Kalianget, Komersil
- Kalianget – P.Kangean, Komersil
- Kupang - Waingapu, Komersil
- Bajoe – Kolaka, Komersil
- Torobulu – Tampo, Komersil
- Meolaboh – Sinabang, Perintis I
- Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I
- Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I
- Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I
- Padang – P.Siberut, Perintis I
- Padang – Tuapejat, Perintis I
- Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I
- Cilacap – Majingklak , erintis I
- Aimere – Waingapu, Perintis I
- Ende – Waingapu, Perintis I
- Wara – Bau Bau, Perintis I
- Tarakan – Ancam, Perintis II
- Tarakan – Sembakung, Perintis II
- Marina – P. Kelapa, Tidak Ops
- Marina – P. Tidung, Tidak Ops
- Marina – P. Pramuka, Tidak Ops
- P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops
- P.Pramuka – P.Tidung, Tidak Ops
- Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops
- P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 200
5) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Stagen – Tarjun, Belum Ops
- Tarakan – ToliToli, Belum Ops
- Garongkong – Batulicin, Belum Ops
- Sape – Waingapu, Belum Ops
- Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops
- Toboali – P.Lepar, Belum Ops
- Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil
- Balikpapan – Mamuju, Komersil
- Balikpapan – Penajam, Komersil
- Kupang – Aimere, Komersil
- Padang Bai- Lembar, Komersil
- Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil
- Sape – Waikelo, Perintis I
- Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I
- Tl.Gurita – Kisar, Perintis I
- Kupang – Waikelo, Perintis I
- Aimere – Waikelo, Perintis I
- Tual – Larat, Perintis I
- Sadai – Tanjung Rum, Perintis I
- Dongkala – Mawasangka, Perintis I
- Kalabahi – Kabir, Perintis II
- Dongkala – Bau Bau, Tidak ops
- Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops
- Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops
- Kupang – Naikliu, Tidak Ops
- Kupang – Hansisi, Tidak Ops
- Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops
- Dili – P.Atauro, Tidak Ops
- Dili – Maritaing, Tidak Ops
- Tual – Elat, Tidak Ops
- Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops
- Tampo – Maligano, Tidak Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 201
6) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Ciwandan – Srengseng, Belum Ops
- Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops
- Atapupu – Iilwaki, Belum Ops
- Atapupu – Wonreli, Belum Ops
- Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops
- Kalabahi – Balauring, Belum Ops
- Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops
- Ketapang – Manggar, Belum Ops
- K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops
- Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops
- Belawan – Penang, Belum Ops
- Merak – Bakauheni, Komersil
- Ketapang – Gilimanuk, Komersil
- Sape – Labuhan Bajo, Komersil
- Kupang – Sawu/Seba, Komersil
- Kalabahi – Kupang, Komersil
- Kupang – Ende, Komersil
- Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil
- Bira – Pamatata, Komersil
- Galala – Namlea, Komersil
- Poka – Galala, Komersil
- Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil
- Waiwerang – Lowelaba, Perintis I
- Balauring – Baranusa, Perintis I
- Kalabahii – Baranusa, Perintis I
- Waingapu – SawuSeba, Perintis I
- Lewoleba – Balauring, Perintis I
- Kupang – Lewoleba, Perintis I
- Tual – Dodo, Perintis I
- Larat – Saumlaki, Perintis I
- Pomako I – Pomako II, Perintis I
- Sape – P.Komodo, Perintis II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 202
- Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II
- Mapura Jaya – Pamako, Perintis II
- Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II
- Bengkalis – Mengkapan, Perintis II
- Benoa-Senggigi, Tidsk ops
- Merak – Srengseng, Tidak Ops
- Merak – Panjang, Tidak Ops
- Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops
- Balauring – Kabir, Tidak Ops
- Bakalang – Baranusa, Tidak Ops
- Sawu – Raijua, Tidak Ops
- Kariabela – Wonreli, Tidak Ops
- Dili – Wonreli, Tidak Ops
- Dili – Ilwaki, Tidak Ops
- Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops
- Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops
- BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops
- K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops
- Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops
- S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
7) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Semarang – Kumai, Belum Ops
- Bambea – Sikeli, Belum Ops
- Kendal – Kumai, Belum Ops
- Ilwaki – Wonreli, Belum Ops
- Saumlaki – Adaut, Belum Ops
- Wonreli – Serwaru, Belum Ops
- Kupang – Rote, Komersil
- Kupang – Larantuka, Komersil
- Hunimua – Waipirit, Komersil
- Jepara – Karimun Jawa, Perintis I
- Larantuka – Waiwerang, Perintis I
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 203
- Tanah Merah – Kepi, Perintis I
- Merauke – Atsy, Perintis I
- Atsy – Senggo, Perintis I
- Atsy – Asgon, Perintis I
- Pamatata – Marapokot, Perintis I
- Bira –Tondasi, Perintis I
- Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I
- Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I
- Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I
- Bitung – Melanguane, Perintis I
- Merauke – Tanah Merah, Perintis I
- Lewoleba – Larantuka, Perintis II
- Kalabahi – Bakalang, Perintis II
- Merauke – Poo, Perintis II
- Atsy – Agat, Tidak ops
- Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops
- Ende – Aimere, Tidak Ops
- Agast – Ewer, Tidak Ops
- Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops
- Dago – Talaud, Tidak Ops
- Gresik – Bawean, Tidak Ops
Berdasarkan tinggi gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region
berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan
ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 204
Tabel 4.3. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan
RegionTinggi
Gelombang(meter)
KecepatanKapal(knot)
Perbandingan Ukuran Kapal
L/B L/H B/H L/T H/T B/T
A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.41315 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479
B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386
15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375
15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366
15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360
15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Berdasarkan hasil perhitungan spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di
atas, juga dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang
belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk
lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan
tersebut tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan kapal sesuai dengan daerah operasi dapat dilihat
pada diangram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 205
Gambar 4.24.Diagram Alir Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
Data dukung:
- Surat-surat/sertifikatkelaiklautan kapal
- Akte Pendirian Perusahaan- surat keterangan domisili
perusahaan- Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)- Surat izin usaha angkutan
penyeberangan
Penelitian berkaspermohonan olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapi berkas
Kriteria:
- faktor muat rata-rata kapalpada lintas penyeberanganmencapai paling sedikit 65%
- kapal yang beroperasi tidakdapat memenuhi jumlahmuatan yang ada;
- jumlah kapal yang beroperasikurang dari jumlah kapal yangdiizinkan melayani lintas yangbersangkutan;
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atau terminalpenyeberangan yang tersedia;
- tingkat kemampuan pelayananalur;
- belum optimalnya frekuensipelayanan kapal yangditempatkan.
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujian stabilitaskapal
Penerbitan SuratPersetujuan Penempatan
Kapal olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan daripengusaha/operato
r kapal
Hasil penelitian DITERIMA/DITOLAK maksimal waktu 30hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 206
I. Naskah Akdemis Pedoman Penentuan Jumlah Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Komersil
1. Dasar hukumg
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 21, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 65, 66, 67, dan Pasal 68, serta Peraturan
Menteri Nomor PM. 26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan Pasal 10, 22, 23, dan Pasal 24, diperlukan adanya tindak lanjut
penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas
Penyeberangan Komersil. Penusunan naskah akademis ini adalah diaksudkan
untuk menjamin adanya pendekatan rasional dalam penyusunan pedoman
penentuan jumlah kapal pada lintas penyeberangan komersil
2.Load Faktor Penumpang
Dalam pengoperasian pelabuhan penyeberangan, faktor pelayanan yang paling
penting adalah sejauh mana pelabuhan tersebut mampu dalam melayani arus lalu
lintas penumpang baik orang maupun barang/kendaraan. Kemampuan melayani
arus lalu lintas tersebut dapat dilihat dari lancar tidaknya arus lalu lintas dalam
arwal pelabuhan baik pemuatan maupun pembongkaran. Kelancaran arus lalu
lintas pada pelabuhan penyeberangan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana
dan prasarana pelabuhan. Sarana pelabuhan diidentikan dengan jumlah dan
kapasitas kapal yang beroperasi, sementara prasarana pelabuhan ditentukan oleh
jumlah dan kapasitas dermaga serta luas areal parkir kendaraan.
Oleh karena dalam penempatan atau penambahan kapal pada suatu lintas
penyebrangan sangat ditentukan oleh kebutuhan perjalanan penyeberangan baik
saat ini maupun prediksi ke depan meliputi penumpang orang maupun kendaraan.
Selain faktor kebutuhan atau demand, kapal yang ditempatkan tetap wajib
memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal serta persyaratan pengawakan kapal 110.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan selain
mempertimbangkan adanya kebutuhan angkutan penyeberangan juga harus
memperhatikan ketersediaan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani
110 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 21 ayat (1)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 207
angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan111. Persyaratan penempatan kapal
yang tidak kalah penting adalah kesesuaian antara spesifikasi teknis kapal dan lintas
penyeberangan, disamping juga persyaratan pelayanan minimal angkutan
penyeberangan, fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan, dan keseimbangan antara kebutuhan
penyedia dan pengguna jasa angkutan 112.
Spesifikasi teknis kapal meliputi ukuran kapal, pintu rampa, kecepatan kapal, dan
mesin bantu sandar. Sementara spesifikasi teknis lintas penyeberangan meliputi113 :
a. kondisi lintasan;
b. perkiraan kapasitas lintas;
c. kemampuan pelayanan alur; dan
d. spesifikasi teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan.
Untuk persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi persyaratan
usaha dan persyaratan pelayanan. Sedangkan persyaratan fasilitas pelabuhan laut
yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan paling sedikit meliputi 114:
a. jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
b. kolam pelabuhan; dan
c. fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
Penempatan kapal pada suatu lintas penyeberangan dimaksudkan dalam rangka
pengisian kapal pada lintasan baru atau masih kosong, penambahan jumlah kapal
dan/atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar. Dalam hal penambahan
jumlah kapal atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar dilakukan jika
frekuensi pelayanan kapal pada lintas tersebut sudah optimal serta
mempertimbangkan faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai
111 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 65112 Ibid, Pasal 66 ayat (1)113 Ibid, Pasal 66 ayat (2)114 Ibid, Pasal 66 ayat (5)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 208
paling sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun115:
Berdasarkan uraian di atas, untuk menentukan jumlah kapal yang optimal pada suatu
lintas penyeberangan komersil, maka diperlukan lagkah-langkah:
a. Mendata kebutuhan perjalanan penumpang / data produksi per tahun
b. Mendata kapasitas angkut kapal yang beroperasi
c. Menghitung Load Faktor Kapal dan Lintas
d. Memprediksi total waktu pelayaran kapal
e. Memprediksi jumlah lintas dan jumlah Kapal
f. Memprediksi jumlah trip kapal
g. Memprediksi jumlah dan kapasitas dermaga
Sebagai contoh, dalam kajian ini mengambil data di wilayah studi Mataram
dengan Lintas Padang Bai – Lembar.
Langkah pertama akan menghimpun data produksi lintasan dan data kapal,
seperti dalam tabel di berikut.
Tabel 4.4
115 Ibid, Pasal 67 ayat (1)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 209
Tabel 4.5
Langkah berikutnya adalah mendata kapasitas angkut lintas sehingga diperoleh
load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
Tabel 4.6.
.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 210
Informasi di atas biasanya telah tersedia baik di kantor pengelolala pelabuhan
ataupun dinas perhubungan setempat. Namun jika belum memperoleh data
kumulatif, dapat diprediksi atau dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut.
Pertama menghitung rata-rata produksi, dengan formula berikut:
PtR = ----------
JtKet:
R = Rata - rata produksi per tahun
Pt = Total produksi per tahun
Jt = Jumlah trip dalam satu tahun
Selanjutnya menghitung load factor masing-masing kapal dengan formula
berikut:
RLf = --------------- 100 %
K
Lf = Load factor
R = Rata – rata produksi per tahun
K = Kapasitas
Hasil dari dua formula di atas akan menghasilkan loas factor masing-masing
kapal serta load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 211
Tabel 4.7
Berdasarkan data diatas, ternyata Load factor penumpang orang masih belum
mencapai batas minimal untuk penambahan kapasitas angkut lintas, namun untuk
penumpang kendaraan sudah mencapai batas tersebut (65%), sehingga
diperbolehkan untuk menambah kapasitas angkut lintas dengan cara
mengoptimalkan frekuensi pelayanan kapal atau menambah jumlah kapal atau
mengganti kapal dengan ukuran yang lebih besar khususnya ruang muat
kendaraan.
Untuk memilih salah satu opsi di atas, secara teoritis dapat diprediksi untuk
menentukan jumlah kapal yang optimal pada suatu lintas penyeberangan. Denan
data produksi kapal yang ada, akan dapat ditentukan. Formula yang bisa
dipergunakan adalah 116:
1) Total Waktu Pelayanan Kapal
Total waktu pelayanan kapal adalah waktu pelayaran kapal yang dibutuhkan
untuk melintasi antara dua pelabuhan penyeberangan, yang ditambah dengan
116 Priyanto, Sigit, Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Penyeberangan, 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 212
waktu pelayanan di pelabuhan mulai dari manuver memasuki pelabuhan,
bongkar penumpang, muat penumpang, sandar atau waktu cadangan di
pelabuhan dan manuver meninggalkan pelabuhan. Waktu pelayanan di
pelabuhan seharusnya dibuat seminimal mungkin (terutama untuk pelabuhan
yang padat), karena berpengaruh pada total waktu perjalanan kapal (siklus
kapal) yang berpengaruh pada biaya operasional kapal, terkecuali pada
lintasan yang jauh dan waktu pelayaran lama, namun kebutuhan belum
banyak.
Waktu pelayanan kapal pada suatu lintas dapat diilustrasikan sebagai berikut:
WL = 2 x WP
TL = WL = 2 x (T1 + T2 + T3 + T4)
Ket:
TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
T1 = waktu berlayar (sailing time)
T2 = waktu pelayanan di dermaga (manouver time)
T3 = waktu bongkar muat (port time)
T4 = waktu cadangan (reverse time)
Berdasarkan informasi dari lapangan, pada Lintas Pelabuhan Padangbai –
Lembar ditempuh dengan waktu 4 Jam 20 Menit, dan waktu sandar 1 Jam 05
menit. Pelabuhan Lembar memiliki dua (2) dermaga dan beroperasi selama 24
Jam. Berdasarkan formula diatas, dapat diketahui:
WP
WP
T1
T2 T2T3T3T4T4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 213
TD = WD = 1 jam 05 menit (sudah termasuk T3 + T4)
TP = 4 Jam 20 Menit (sudah termasuk T1 + T2)
TL = WL = 2 x (5 jam 25 menit) (diasumsikan waktu sandar di Pelabuhan
Padangbai dianggap sama dengan di Pelabuhan Lembar)
= 10 jam 50 menit
tD = 24 jam (waktu operasi dermaga)
JD = 2 (jumlah dermaga)
2) Jumlah Lintas dan Jumlah Kapal:
tD
L = ----------
TL
Dimana:
L = jumlah lintasan
tD = waktu operasi dermaga
TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
Dengan data di atas, maka diperoleh:
24 jam
L = -----------------------
10 jam 50 menit
= 2,215 lintas
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 214
Sehingga di Lintas Pelabuhan Padangbai – Lembar dapat dilayani dengan 2 kali
melintas/trip.
WL 2 x WP
K = ------- = ---------
WD WD
Ket:
K = jumlah kapal
WL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
= 2 x WP
WD = waktu di dermaga
Sehingga dengan data di atas, diperoleh:
WL (10 jam 50 menit)
K = ------- = -------------------------- = 10 kapal tiap lintasan
WD (1 jam 5 menit)
Oleh karena pada lintas Padangbai-Lembar masing mempunyai 2 dermaga, maka
lintasan tersebut dapat dilayani oleh 20 kapal dengan kapasitas dan kecepatan
kapal yang ada saat ini.
3) Jumlah Trip Kapal
Jumlah trip kapal didasarkan pata kebutuhan pelayanan perjalanan yang ada
dan tergantung pada kapasitas kapal rata-rata yang ada.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 215
P
Tk = ---------
Kp
Ket:
Tk = jumlah trip kapal
P = jumlah kebutuhan pelayanan perjalanan lintas
Kp = kapasitas kapal
Berdasarkan data di tahun 2011, maka trip masing-masing kapal dapat
diperoleh:
1.484104
Tk = ----------------- = 5.579 trip per tahun = 15,28 trip per hari (orang)
266
241.896
Tk = ----------------- = 9.675 trip per tahun = 26,5 trip per hari (kend R4)
25
3.Kapasitas Dermaga
Untuk menghitung kapasitas dermaga akan dilakukan dengan pendekatan sebagai
berikut;
1) Kapasitas Dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 216
Pada pelabuhan penyeberangan, kapasitas dermaga hanya bergantung pada
jam operasi dermaga dan total waktu di dermaga.
tD
KD = ---------
TD
Ket:
KD = kapasitas dermaga
tD = waktu operasi dermaga
TD = total waktu kapal di dermaga
Berdasarkan data, maka kapasitas dermaga adalah:
24 jam
KD = -------------------- = 22 kapal / hari
1 jam 5 menit
Sehingga dermaga yang ada masih cukup leluasa bisa untuk melayani kapal
yang beroperasi, karena kapasitasnya adalah 44 kapal / hari untuk kedua
dermaga dengan catatan tidak ada delay kedatangan atauoun keberangkatan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 217
Gambar 4.25.Diagram Alir Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan
Pengumpulan dataproduksi kebutuhan
perjalananpenyeberanganPengumpulan data dan
jumlah kapasitas kapal
Menghitung ProyeksiKebutuhan Perjalanan
PenyeberanganMenghitung Total Lama
PelayananPenyeberangan
MenentukanKebijakan
PenambahanKapasitas Muat
Menghitung LoadFactor Kapal dan Lintas
Menghitung JumlahLintas, Kapal dan Trip
KapalMenghitung KapasitasDermaga
MeningkatkanFrekuensiPelayanan
Menambah Jumlahatau Kapasitas Kapal
Menumbah Jumlahatau Kapasitas
Dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 218
J. Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Penyeberangan
1. Dasar hukum
Penyusunan naskhah akademis ini adalah dilatarbelakangi adanya penetapan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terutama pada Pasal 28
ayat (6), 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151, 152, 154, 155, 163, 158, 169, dan
Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
pada Pasal 109, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan pada Pasal 11, 31, 32, 33, 34,
35, dan Pasal 36, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman
Pengurusan Ijin Operasional Kapal Penyeberangan. Hal ini dimaksudkan kan
untuk melakukan pendekatan secra akademis, singga penyusunannya dapat lebih
dipertanggung jawabkan.
2. Prosedur pengurusan ijin operasional kapal
Bagi pengusaha/operator kapal, untuk mengoperasikan kapal pada lintas yang telah
ditetapkan, wajib memiliki Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan. Ijin
Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan memuat 117:
1) surat izin usaha angkutan penyeberangan;
2) persetujuan prinsip pengadaan kapal sesuai dengan daerah operasi bagi badan
usaha yang belum memiliki kapal;
3) surat dan dokumen kapal yang akan dioperasikan yang membuktikan kapal
memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal;
4) lintas yang dilayani;
5) spesifikasi teknis kapal yang akan dioperasikan;
6) bukti kepemilikan kapal (Grosse Akta); dan
7) proposal bisnis, yang paling sedikit memuat:
a) potensi jumlah permintaan angkutan (demand) dan target yang akan diraih
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan;
117Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkutanPenyeberangan, Pasal 31
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 219
b) manajemen sumber daya manusia;
c) manajemen pengoperasian kapal.
Ijin Operasional Kapal diberikan oleh: a. Direktur Jenderal, untuk kapal yang
melayani penyeberangan antar provinsi dan/atau antar negara, b. Gubernur,
untuk kapal yang melayani penyeberangan antar kabupaten/kota dalam provinsi;
ata, c. Bupati/Walikota, untuk kapal yang melayani penyeberangan dalam
kabupaten/kota.
Untuk memperoleh Ijin Operasional Kapal, Badan Usaha Angkutan
Penyeberangan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, Gubernur,
atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Ijin Operasional Kapal
Angkutan Penyeberangan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang.
Badan Usaha Angkutan Penyeberangan yang mengajukan perrnohonan Ijin
Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan, diberikan persetujuan prinsip
pengadaan kapal Angkutan Penyeberangan. Persetujuan prinsip pengadaan
kapal Angkutan Penyeberangan berlaku selama 1 (satu) tahun. Apabila sampai
dengan batas waktu tersebut perusahaan Angkutan Penyeberangan tidak
mengadakan kapal yang memenuhi persyaratan spesifikasi teknis kapal yang
akan dioperasikan, maka persetujuan prinsip pengadaan kapal Angkutan
Penyeberangan tidak berlaku. Berdasarkan permohonan Ijin Operasional Kapal
yang diajukan, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penelitian aspek teknis dan aspek hukum atas
persyaratan permohonan Ijin Operasional Kapal dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
Dalam hal hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menolak dan
mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan
alasan penolakan. Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali dengan
permohonan baru, setelah pemohon melengkapi persyaratan. Dalam hal hasil
penelitian persyaratan terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan Surat Ijin
Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan. Surat Ijin Operasional Kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 220
Angkutan Penyeberangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan
tembusan disampaikan kepada Menteri 118. Surat Ijin Operasional Kapal
Angkutan Penyeberangan diberikan pada 1 (satu) kapal hanya untuk melayani 1
(satu) Lintas Penyeberangan. Surat Ijin Operasional Kapal untuk pelayanan
angkutan perintis dapat diberikan lebih dari 1 (satu) lintas apabila merupakan
satu rangkaian.
3. Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyebrangan komersil
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 119:
a. keselamatan kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan
serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
g).elektronika kapal 120. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.
b. pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran
oleh Menteri.
c. pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan
internasional, dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal
berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia, dan kapal yang
memenuhi persyaratan diberikan setifikat pengawakan kapal.
118Ibid, , Pasal 34119 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117120 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 221
d. garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis
Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang
Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi:
a).gaji; b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat
tujuan dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak
dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan
mengembangkan karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan
atau minuman; dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian
asuransi kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara
Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran,
setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas
kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan;
b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
4. status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
a.pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah
diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar
harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca
.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 222
b. pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada
pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
c. penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
5. manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran
tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa
Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of
Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan
(Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
6. manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International
Ship Security Certificate/ISSC).
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 121:
1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan;
121 Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 223
2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada
lintas yang dilayani;
3) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
5) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada
bagian samping kiri dan kanan kapal; dan
6) mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan
dengan mempertimbangkan 122:
1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan
2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan/terminal penyeberangan.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan
harus memenuhi persyaratan 123:
a) spesifikasi teknis lintas nyeberangan meliputi: a) kondisi lintasan; b)
perkiraan kapasitas lintas; c) kemampuan pelayanan alur; dan d) spesifikasi
teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan.
b) spesifikasi teknis kapal; Spesifikasi teknis kapal mencakup beberapa
aspek yaitu; a) ukuran kapal; b) pintu rampa; c) kecepatan kapal; dan d)
mesin bantu sandar.
c) persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan;
122Ibid, Pasal 65123Ibid, Pasal 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 224
Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi: a) persyaratan
usaha; dan b) persyaratan pelayanan.
7. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan;
Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan paling sedikit meliputi: a)
jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal; b) kolam pelabuhan; dan c) fasilitas
naik turun penumpang dan kendaraan.
8. Persyaratan pelayanan angkutan penyeberangan
Setiap kapal yang melayani Angkutan Penyeberangan wajib 124: 1) memenuhi
persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan
penyeberangan; 2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas
pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau
terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani; 3) memiliki dan/ atau
mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang
diperlukan untuk kapal penyeberangan; 4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan
awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta muatannya; 5)
mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada
bagian samping kiri dan kanan kapal; dan 6) mencantumkan informasi atau
petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris.
9. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
Spesifikasi teknis lintas penyeberangan dapat dilihat dari fasilitas dan sarana
pelabuhan penyeberangan tersebut, dilihat dengan memperhatikan; 1)
Fasilitas pokok antara lain; a) terminal penumpang, b) penimbangan
kendaraan bermuatan, c) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way ),
124Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 10
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 225
d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa, e) fasilitas
penyimpanan bahan bakar ( bunker ), f) instalasi air, listrik dan
telekomunikasi, g) akses jalan dan/atau jalur kereta api, h) fasilitas pemadam
kebakaran, i) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
Sementara fasilitas penunjang, antara lain; a) kawasan perkantoran untuk
menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan, b)tempat pembuangan
limbah, c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) areal pengembangan pelabuhan, e) fasilitas umum lainnya
(peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan)
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan kriteria
kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan spesifikasi
teknis pelabuhan. Selain spesifikasi teknis pelabuhan, kapal yang akan
dioperasikan dalam hal pengadaan kapal baru, setelah pemohon memperoleh
Persetujuan Prinsip Pengadaan Kapal, pengusaha dan pemerintah daerah juga perlu
memperhatikan kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian
Perhubungan telah melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan
identifikasi dan kajian tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi
gelombang semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian
sebagai berikut;
1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops)
- Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops)
- Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops)
- Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops)
- Siwa – Lasusua (Belum Ops)
- Ajibata – Tombok (Komersil)
- Palembang – Muntok (Komersil)
- Pontianak Kota – Siantan (Komersil)
- Tebas Kuala – Tebas Sbrg (Perintis I)
- Tayan – Terayu (Perintis I)
- Taipa – Kariangau (Perintis I)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 226
- Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I)
- Palembang – Kayuarang (Tidak Ops)
- K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops)
- Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops)
- P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops)
- Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops)
- Cerbon – Marabahan (Tidak Ops)
- Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops)
- Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Daruba – Tobelo (Perintis I)
- Tobelo – Subaim (Perintis I)
3) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Patani – Sorong (Belum Ops)
- Poso – Wakay (Belum Ops)
- Luwuk – Sabang (Belum Ops)
- Taliabu – Banggai (Belum Ops)
- Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops)
- Payahe – Sakete (Belum Ops)
- Sakete – Babang (Belum Ops)
- Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops)
- Sanana – Mangole (Belum Ops)
- Mangole- Taliabu (Belum Ops)
- Mangole- Laiwui (Belum Ops)
- Laiwui – Labuha (Belum Ops)
- Sibolga – Nias (Komersil)
- Pagimana – Gorontalo (Komersil)
- Bastiong – Sidangole (Komersil)
- Bastiong – Rum (Komersil)
- Bitung – Ternate (Komersil)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 227
- Biak – Serui (Perintis I)
- Serui – Waren (Perintis I)
- Numfor – Manokwari (Perintis I)
- Saumlaki – Tepa (Perintis I)
- Dobo – Benjina (Perintis I)
- Sorong – Seget (Perintis I)
- Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I)
- Mogem – Teminabuan (Perintis I)
- Sorong – Saonek (Perintis I)
- Sorong – Waigama (Perintis I)
- Gorontalo – Wakai (Perintis I)
- Luwuk – Salakan (Perintis I)
- Salakan – Banggai (Perintis I)
- Kendari – Langgara (Perintis I)
- Bitung – Pananaro (Perintis I)
- Bitung – P.Lembeh (Perintis I)
- Bitung – Siau (Perintis I)
- Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II)
- Tarakan – Tg.Selor (Perintis II)
- Waren – Nabire (Tidak ops)
- Biak – Nabire (Tidak Ops)
- Biak – Numfor (Tidak Ops)
- Serui – Nabire (Tidak Ops)
- Sorong – Jefman (Tidak Ops)
- Jefman – Kalabo (Tidak Ops)
- Sorong – Teminabuan (Tidak Ops)
- Bitung – Dago (Tidak Ops)
4) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Balohan – Malahayati, Komersil
- Cilacap – Kalipuncang, Komersil
- Ujung – Kamal, Komersil
- Jangkar – Kalianget, Komersil
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 228
- Kalianget – P.Kangean, Komersil
- Kupang - Waingapu, Komersil
- Bajoe – Kolaka, Komersil
- Torobulu – Tampo, Komersil
- Meolaboh – Sinabang, Perintis I
- Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I
- Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I
- Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I
- Padang – P.Siberut, Perintis I
- Padang – Tuapejat, Perintis I
- Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I
- Cilacap – Majingklak , erintis I
- Aimere – Waingapu, Perintis I
- Ende – Waingapu, Perintis I
- Wara – Bau Bau, Perintis I
- Tarakan – Ancam, Perintis II
- Tarakan – Sembakung, Perintis II
- Marina – P. Kelapa, Tidak Ops
- Marina – P. Tidung, Tidak Ops
- Marina – P. Pramuka, Tidak Ops
- P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops
- P.Pramuka – P.Tidung, Tidak Ops
- Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops
- P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
5) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Stagen – Tarjun, Belum Ops
- Tarakan – ToliToli, Belum Ops
- Garongkong – Batulicin, Belum Ops
- Sape – Waingapu, Belum Ops
- Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops
- Toboali – P.Lepar, Belum Ops
- Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 229
- Balikpapan – Mamuju, Komersil
- Balikpapan – Penajam, Komersil
- Kupang – Aimere, Komersil
- Padang Bai- Lembar, Komersil
- Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil
- Sape – Waikelo, Perintis I
- Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I
- Tl.Gurita – Kisar, Perintis I
- Kupang – Waikelo, Perintis I
- Aimere – Waikelo, Perintis I
- Tual – Larat, Perintis I
- Sadai – Tanjung Rum, Perintis I
- Dongkala – Mawasangka, Perintis I
- Kalabahi – Kabir, Perintis II
- Dongkala – Bau Bau, Tidak ops
- Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops
- Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops
- Kupang – Naikliu, Tidak Ops
- Kupang – Hansisi, Tidak Ops
- Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops
- Dili – P.Atauro, Tidak Ops
- Dili – Maritaing, Tidak Ops
- Tual – Elat, Tidak Ops
- Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops
- Tampo – Maligano, Tidak Ops
6) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut;
- Ciwandan – Srengseng, Belum Ops
- Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops
- Atapupu – Iilwaki, Belum Ops
- Atapupu – Wonreli, Belum Ops
- Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops
- Kalabahi – Balauring, Belum Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 230
- Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops
- Ketapang – Manggar, Belum Ops
- K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops
- Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops
- Belawan – Penang, Belum Ops
- Merak – Bakauheni, Komersil
- Ketapang – Gilimanuk, Komersil
- Sape – Labuhan Bajo, Komersil
- Kupang – Sawu/Seba, Komersil
- Kalabahi – Kupang, Komersil
- Kupang – Ende, Komersil
- Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil
- Bira – Pamatata, Komersil
- Galala – Namlea, Komersil
- Poka – Galala, Komersil
- Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil
- Waiwerang – Lowelaba, Perintis I
- Balauring – Baranusa, Perintis I
- Kalabahii – Baranusa, Perintis I
- Waingapu – SawuSeba, Perintis I
- Lewoleba – Balauring, Perintis I
- Kupang – Lewoleba, Perintis I
- Tual – Dodo, Perintis I
- Larat – Saumlaki, Perintis I
- Pomako I – Pomako II, Perintis I
- Sape – P.Komodo, Perintis II
- Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II
- Mapura Jaya – Pamako, Perintis II
- Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II
- Bengkalis – Mengkapan, Perintis II
- Benoa-Senggigi, Tidsk ops
- Merak – Srengseng, Tidak Ops
- Merak – Panjang, Tidak Ops
- Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 231
- Balauring – Kabir, Tidak Ops
- Bakalang – Baranusa, Tidak Ops
- Sawu – Raijua, Tidak Ops
- Kariabela – Wonreli, Tidak Ops
- Dili – Wonreli, Tidak Ops
- Dili – Ilwaki, Tidak Ops
- Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops
- Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops
- BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops
- K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops
- Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops
- S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
7) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut;
- Semarang – Kumai, Belum Ops
- Bambea – Sikeli, Belum Ops
- Kendal – Kumai, Belum Ops
- Ilwaki – Wonreli, Belum Ops
- Saumlaki – Adaut, Belum Ops
- Wonreli – Serwaru, Belum Ops
- Kupang – Rote, Komersil
- Kupang – Larantuka, Komersil
- Hunimua – Waipirit, Komersil
- Jepara – Karimun Jawa, Perintis I
- Larantuka – Waiwerang, Perintis I
- Tanah Merah – Kepi, Perintis I
- Merauke – Atsy, Perintis I
- Atsy – Senggo, Perintis I
- Atsy – Asgon, Perintis I
- Pamatata – Marapokot, Perintis I
- Bira –Tondasi, Perintis I
- Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I
- Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 232
- Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I
- Bitung – Melanguane, Perintis I
- Merauke – Tanah Merah, Perintis I
- Lewoleba – Larantuka, Perintis II
- Kalabahi – Bakalang, Perintis II
- Merauke – Poo, Perintis II
- Atsy – Agat, Tidak ops
- Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops
- Ende – Aimere, Tidak Ops
- Agast – Ewer, Tidak Ops
- Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops
- Dago – Talaud, Tidak Ops
- Gresik – Bawean, Tidak Ops
Berdasarkan tinggi gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region
berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan
ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
Tabel 4.4.Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan
RegionTinggiGelombang(meter)
KecepatanKapal(knot)
Perbandingan Ukuran Kapal
L/B L/H B/H L/T H/T B/T
A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.41315 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479
B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386
15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375
15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366
15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360
15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 233
Berdasarkan hasil perhitungan spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di
atas, juga dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang
belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk
lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana
lintasan tersebut tergabung pada kelompok lintas per region. Lebih jelasnya alir
pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan dapat dilihat pada diangran
berikut.
Lebih jelasnya alir pengurusan ijin operasional kapal dapat dilihat pada diagram
berikut.
Gambar 4.26 .Diagram Alir Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Data dukung:
- surat izin usaha angkutanpenyeberangan;
- persetujuan prinsip pengadaankapal sesuai dengan daerahoperasi bagi yang belum memilikikapal;
- surat dan dokumen kapal yangakan dioperasikan yangmembuktikan kapal memenuhipersyaratan kelaiklautan kapal;
- lintas yang dilayani;- spesifikasi teknis kapal yang akan
dioperasikan;- bukti kepemilikan kapal (Grosse
Akta);- proposal bisnis (demand dan
target 5 tahun, manajemen SDM,manajemen operasional kapal.
Penelitian berkaspermohonan olehDirjen/Gubernur/
Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapiberkas
Kriteria:
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atau terminalpenyeberangan yang tersedia;
- tingkat kemampuan pelayananalur;
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujian stabilitaskapal
Penerbitan Surat IjinOperasional Kapal oleh
Dirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan daripengusaha/operato
r kapal
Hasil penelitian DITERIMA/DITOLAK maksimal waktu 30hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 234
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 235
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 236
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 237
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 238
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant IV - 239
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 1
BAB VPEDOMAN DI BIDANG TRANSPORTASI PENYEBERANGAN
A. Pedoman Pemeliharaan Kapal Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan
Undang–Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 130, dan
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal
91.
2. Tujuan penyusunan
Tujuannya adalah untuk menjamin kelaiklautan kapal selama beroperasi.
3. Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan konsep pedoman pemeliharaan
kapal penyeberangan adalah sebagai acuan kepada pengusaha/operator kapal,
nahkoda dan ABK serta pejabat pemeriksa kelaiklauatn kapal dalam kegiatan
pemeliharaan kapal.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan konsep pedoman ini adalah panduan dan tanggung jawab
awak kapal terhadap semua bagian kapal termasuk permesinan dan kelengkapan
bantu kapal meliputi;
a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code
b. Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal
c. Pemeliharaan Bagian Kapal:
1) pemeliharaan pelat lambung
2) pemeliharaan ruang penumpang dan sanitary
3) pemeliharaan sarana tambat
4) pemeliharaan alat-alat keselamatan
5) pemeliharaan pemadam kebakaran
6) pemeliharaan ramp door
7) pemeliharaan alat navigasi
8) pemeliharaan mesin induk
9) pemeliharaan motor bantu
10) pemeliharaan pesawat bantu
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 2
11) pemeliharaan departemen radio dan sipil
5. Objek atau arah pengaturan
a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ISM Code adalah
antara lain sebagi berikut;
1) Tanggung jawab pemilik kapal
Salah satu tanggung jawab utama pemilik kapal/perusahaan/manajemen
kapal adalah menjaga agar semua bagian kapal layak operasional.
Tanggung jawab tersebut berawal/bersumber dari pimpinan tertinggi
dengan komitmen untuk mengarahkan segala usaha, sumber daya dan dana
investasi dalan rangka menjamin agar armada kapal terpelihara dengan
baik dan layak dioperasikan oleh anak buah yang bertanggung jawab dan
berkompeten. Pimpinan tertinggi perusahaan adalah unsur utama yang
akan diverifikasi oleh para Auditor International Ship Management (ISM)
Code.
2) Ketentuan ISM Code perusahaan bertanggung jawab untuk meyakinkan
seluruh prosedur perbaikan/pemeliharaan kapal yang ditetapkan oleh
perusahaan dan dilaksanakan dengan benar baik di darat (di kantor dan
galangan kapal) maupun di atas kapal. Perusahaan hendaknya tidak
melindungi kebijakan pemeliharaan dan perbaikannya terhadap syarat
syarat yang telah ditentukan oleh Negara Bendera maupun Syahbandar,
Biro Klasifikasi dan pihak terkait lainnya pada saat pelaksanaan Survai
Periodis maupun Survai Pembaruan Kelas tiba waktunya. Surveyor dan
Auditor Pihak Ketiga hanya berhak melakukan verifikasi berkaitan dengan
atas dipenuhinya peraturan Statutori.
3) Untuk menjamin keselamatan dan pelestarian lingkungan maka sistem
pemeliharaan perbaikan yang terencana dengan baik harus diperhitungkan
sebagai asset atau investasi yang sangat bernilai.
4) Perusahan pelayaran yang kurang memperhatikan pemeliharaan kapal
akan mengakibatkan risiko korban jiwa, cedera, kerusakan harta benda dan
pencemaran lingkungan hidup serta menyebabkan kerugian karena
pekerjaan perbaikan dan terganggunya jadwal pengoperasian kapal.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 3
Keadaan tersebut tidak hanya mempengaruhi sertifikasi ISM Code tetapi
juga kerugian karena adanya sangsi dari administrator Negara Bendera .
5) Kegunaan dokumen adalah untuk membantu pemilik kapal, para manajer
dan operator kapal dalam pengembangan dan peningkatan pengelolaan
sistem pemeliharaan dan perbaikan kapal serta menyiapkan prinsip prinsip
dasar dengan melakukan Identifikasi elemen elemen utama. Walaupun
dokumen ini mengandung pedoman yang berguna bagi auditor eksternal
untuk bekerja, perusahaan pelayaran harus menghindari usaha untuk
membentuk system dengan maksud sekedar memuaskan para auditor. Hal
ini dapat terlaksana tergantung pada ukuran dan kompleksitas perusahaan
dan armadanya. Sistem tersebut dapat seluruhnya elektronik (sistem
pakar), atau hitam atas putih atau kombinasi daripada keduanya. Apabila
itu semua terpenuhi maka usaha perusahaan untuk memperoleh sertifikasi
ISM Code tidak akan terhambat.
6) Pasal 10.1 ISM Code menyatakan: “Perusahaan harus menyusun dan
membina sistem dan prosedur untuk menjamin bahwa kapal dipelihara-
diperbaiki sesuai dan memenuhi peraturan dan ketentuan terkait serta
persyaratan lainnya yang akan ditetapkan oleh perusahaan. Prosedur yang
disusun harus didokumentasikan dan menjamin terpenuhinya seluruh
persyaratan dan peraturan yang berlaku yaitu: statutory, klasifikasi,
lembaga internasional, Syahbandar dan kesesuaian tersebut secara berkala
harus dipertahankan/diperbaharui dengan melibatkan pihak ketiga melalui
kegiatan audit dan survai.
7) Prosedur pemeliharaan-perbaikan harus mencakup semua persyaratan
yang ditentukan oleh perusahaan, misalnya:a). hasil pengkajian/analisa
sejarah perbaikan permesinan dan peralatan, b) kebutuhan tertentu
operasional kapal, c)rekomendasi produsen permesinan/peralatan terkait,
penting untuk diketahui bahwa persyaratan tersebut umumnya berlaku,d)
pemeliharaan & perbaikan lambung, e) permesinan geladak dan peralatan
keselamatan, f) perlengkapan pemadaman dan g) perlengkapan dan mesin
di ruang mesin.
8) Pemenuhan terhadap persyaratan ISM Code yang berkaitan dengan
pemeliharaan-perbaikan kapal dan perlengkapan lainnya bukan hanya
sekedar terpenuhinya persyaratan spesifik sebagaimana tercantum dalam
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 4
klausul 10. Beberapa klausul lainnya juga berlaku untuk aktifitas ini
sebagaimana halnya untuk bagian yang lain. :
9) Pada ISM Code klausul 1.2.3 menyebutkan bahwa Sistem Manajemen
Keselamatan harus menjamin: a) terpenuhinya peraturan dan regulasi yang
diwajibkan, b) diperhitungkannya ketentuan dan standard yang
direkomendasikan oleh organisasi, administrator terkait, badan klasifikasi
serta organisasi industri maritim.
10) Diharuskan adanya prosedur untuk pengendalian dan penyediaan dokumen
seperti berikut: a) Dokumentasi peraturan, regulasi klasifikasi, pedoman
dan standar harus tersedia dan dapat dimanfaatkan setiap saat oleh personil
departemen terkait.b) Dokumen tersebut di atas adalah edisi terakhir atau
revisinya dengan Identifikasi perubahan yang berarti dan harus diedarkan
segera dan c) Menjamin bahwa dokumen yang kedaluwarsa tidak
dipergunakan secara tidak sengaja atau dengan gegabah.
11) Pada Klausul 10.2 ISM Code menyebutkan: Perusahaan harus menjamin
bahwa setiap ketidaksesuaian telah dilaporkan dengan kemungkinan
penyebabnya apabila diketahui –dan tindakan perbaikan telah
dilaksanakan (Dalam konteks ini “ketidaksesuaian” harus diartikan sebagai
kekurangan teknis atau cacat atau kesalahan operasional daripada bagian
lambung kapal atau permesinan dan peralatannya/lihat klausul ISM Code).
Masalah-masalah yang ditemukan selama inspeksi teknis rutin atau
perbaikan, setelah terjadinya kerusakan atau pada kejadian lain harus
dilaporkan. Elemen elemen mendasar daripada proses investigasi
kerusakan dan kesalahan atau ketidaksesuaian –dapat dikaji pada diagram
berikut ini. Perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk melakukan
tindakan korektif. Efektifitas tindakan tersebut harus dikaji terlebih
dahulu.Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 5
Gambar 5.1
BLOK DIAGRAM
PROSES TINDAKAN KOREKTIF
IDENTIFIKASI MASALAH
PASTIKAN PENYEBABNYA
RUMUSKAN USULAN SOLUSI
EVALUASI USULAN SOLUSI
PILIH SATU
USULAN
TOLAK SEMUA
USULAN
LAKSANAKAN USULAN
EVALUASI EFEKTIFITASNYA
EFEKTIF TIDAK EFEKTIF
S E L E S A I
12) Perusahaan pelayaran dalam mengembangkan atau meningkatkan prosedur
pemeliharaan –perbaikan diharuskan juga untuk memperhitungkan hal hal
tersebut dibawah ini: a) Rekomendasi produsen peralatan permesinan
mengenai perbaikan dan spesifikasinya.b) Riwayat peralatan dan
permesinan termasuk kelemahan, cacat dan kerusakan serta tindakan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 6
perbaikan yang pernah dilakukan.c) Hasil inspeksi pihak ketiga.d) Usia
kapal.e) Identifikasi peralatan permesinan serta sistem yang dinilai kritis.f)
Dampak kelemahan-kegagalan peralatan permesinan pada keselmatan
opersonil kapal.
13) Penetapan interval (jangka waktu) pemeliharaan-perbaikan. Interval
pemeliharaan dan perbaikan harus ditentukan berdasarkan berikut: a)
Rekomendasi produsen peralatan-permesinan dan spesifikasinya. b)
Prediksi dan determinasi teknik pemeliharaan dan perbaikan (misalnya:
analisa minyak lumas dan getaran).c) Pengalaman praktis dalam
pengoperasian dan pemeliharaan-perbaikan kapal dan permesinannya
termasuk kecenderungannya yang merupakan hasil inspeksi rutin dan
berdasarkan sifat sifat dan tingkat kegagalan yang pernah terjadi. d)
Tingkat pemakaian peralatan : kontinyu, sebentar sebentar, siaga (stand
by), atau darurat. e) Batasan operasional atau praktis misalnya:
pemeliharaan perbaikan yang harus dilaksanakan di atas dok.f) Interval
yang merupakan ketentuan Klasifikasi, konvensi, ketentuan pemerintah
dan ketentuan perusahaan dan g) Pengujian reguler untuk peralatan
permesinan yang harus selalu siaga (stand by\).
14) Spesifikasi jenis inspeksi dan peralatan ukur yang diperlukan serta tingkat
ketepatan dan ketelitiannya. Berikut ini adalah contoh jenis atau tipe
inspeksi dan pengujian yang perlu dilaksanakan yaitu: a) Visual.b)
Getaran. c)Tekanan. d) Suhutemperature. e) Elektrikal. f) Pembebanan. g)
Kekedapan (kedap air).
15) Penugasan personil yang tepat dan bertanggung jawab untuk kegiatan
inspeksi.
16) Penugasan personil yang tepat dan bertanggung jawab untuk kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan.
17)Definisi yang jelas mengenai mekanisme dan persyaratan pelaporan.
Dalam hal ini cacatan harus disimpan dan dikelola sebagai bukti
terpenuhinya prosedur pemeliharaan – perbaikan serta efektifitasnya dapat
dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu: catatan yang diperoleh
dari pihak luar meliputi: a) Catatan dan laporan klasifikasi dan
sertifikatnya.b) Catatan dan laporan statutori dan sertifikatnya.c) Laporan
pemeriksaan pihak Pemerintah bendera kapal.d)Laporan organisasi terkait
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 7
lainnya. Kedua adalah catatan yang berasal dari perusahaan sendiri yang
meliputi; a) catatan inspeksi rutin atas kapal. b) catatan pekerjaan
pemeliharaan perbaikan yang pernah dilaksanakan. c) catatan hasil
pengujian peralatan yang senantiasa tersedia dan kritis lainnya.d) catatan
hasil pengujian keadaan bahaya dan penghentian darurat.e) catatan
kunjungan superintenden dan hasil inspeksinya.f) laporan audit internal
dan pihak ketiga.g) laporan ketidaksesuaian, kecelakaan, dan kejadian
yang membahayakan, h) catatan mengenai implementasi dan verifikasi
pelaksanaan tindakan koreksi dan i) daftar permintaan suku cadang, surat
pesanan, pemberitahuan surat pengiriman dan lain lainnya.
18) Pada Klausul 10.3 ISM Code yang menyatakan : “Perusahaan harus
menyusun prosedur yang merupakan bagian dari SPPPK (SP-3-K) untuk
mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kegagalan operasional
mendadak (tidak terduga) pada peralatan dan sistem teknis yang dapat
menimbulkan keadaan bahaya. SP-3-K harus menyiapkan tindakan khusus
dan spesifik dengan tujuan menunjukkan kehandalan sebuah peralatan atau
system. Prosedur tersebut harus meliputi pengujian secara berkala seperti
halnya perlengkapan, permesinan dan sistem teknis yang harus berstatus
siaga serta yang tidak beroperasi secara kontinyu”
19) Apabila peralatan-perlengkapan sudah diidentifikasi, pengujian yang tepat
dan sesuai dan prosedur lainnya harus ditetapkan untuk menjamin
kehandalannya. Di atas kapal terdapat banyak perlengkapan-permesinan
dan sistem teknis dimana kegagalan operasionil mendadak dapat
menimbulkan keadaan berbahaya dan untuk itu, diperlukan tindakan yang
efektif didukung adanya peralatan yang sudah memadai. Tindakan yang
tepat harus dilaksanakan.
Lebih jelasnya daftar konrol manajemen sistem pemeliharaan dan
perbaikan dapat dilihat pada tabel berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 8
Tabel 5.2. DAFTAR KONTROL
MANAJEMEN SISTEM PEMELIHARAAN - PERBAIKAN
No. P E M E R I K S A A N Yes No
1
Apakah informasi yang baru/diperbarui mengenai statutory,peraturan klasifikasi, peraturan pelabuhan internasional/nasional,kode industry dan pedomannya selalu diterima tepat waktu danmemadai
2
Apakah pengawasan atau kontrol ditempat untuk menjaminkesesuaian peraturan yang bersifat wajib dan untuk menjaminbahwa kode yang sesuai pedoman dan standar telahdiperhitungkan
3Apakah tanggung jawab petugas dan otoritasnya, baik di kapaldan atau dikantor terlibat dalam pemeriksaan/inspeksi danaktifitas pemeliharaan-perbaikan telah dirumuskan
4 Apakah aktifitas inspeksi, pemeliharaan-perbaikan dilimpahkankepada petugas yang tepat terlatih dan berpengalaman
5Apakah telah dilakukan pemeriksaan atas tersedia atau tidaknyadokumen teknis maupun prosedur serta yang berlaku adalahterbitan terakhir apabila setiap saat dibutuhkan
6 Apakah telah dilakukan tindakan untuk menjamin agar dokumenyang sudah kedaluwarsa tidak digunakan secara tidak sengaja
7 Apakah sudah tersedia sistem untuk pelaporan dan analisa cacat,kecelakaan dan keadaan yang membahayakan
8 Apakah jenis dan besarnya cacat dan kecelakaan/kejadian telahdilaporkan secara jelas, lengkap dan benar
9 Apakah prosedur untuk implementasi tindakan korektif danverifikasi atas efektifitasnya telah tersedia
10
Apakah catatan pemeliharaan-perbaikan memungkinkan dipakaisecara tepat untuk monitoring kronologis pemeliharaan-perbaikankapal
11 Apakah interval inspeksi telah ditetapkan
12 Apakah metode, tipe dan ketelitian inspeksi dan akurasi peralatanyang akan dipakai telah dibakukan
13 Apakah criteria untuk penolakan & penerimaan sudahditetapkan/dibakukan
14 Apakah interval pemeliharaan-perbaikan telah ditetapkan
15
Apakah catatan hasil inspeksi dan pelaksanaan pemeliharaan-perbaikan telah tersimopan dengan baik untuk menunjukkankesesuaian dengan persyaratan perusahaan dan peraturan yangwajib
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 9
16
Apakah seluruh perlengkapan peralatan dan sistem teknistermasuk yang harus selalu siaga dan jarang difungsikan, dimanadapat terjadi kesalahan operasional yang akan menimbulkankeadaan yang rawan atau berbahaya
17
Apakah prosedur periizinan untuk bekerja pada tempat yangdimasuki serta risiko yang akan terjadi sewaktu aktifitas inspeksidan pemeliharaan-perbaikan dan untuk menjamindilaksanakannya pengawasan yang memadai
18Apakah hasil analisa informasi pemeliharaan-perbaikan telahtersedia untuk diikutkan dalam pembahasan mengenai efektifitassistem manajemen oleh para pimpinan armada dan perusahaan
b. Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal
Pengujian dan pemeliharaan-perbaikan perlengkapan peralatan siaga (stand by)
yang jarang dipergunakan harus menjadi bagian dari rencana pemeliharaan
perbaikan yang dipersiapkan oleh perusahaan. Berikut ini adalah contoh dari
instalasi yang harus diinspeksi dan diuji yaitu: a) Tanda bahaya dan perangkat
pemutusan pada keadaan darurat.b) Kehandalan sistem bahan bakar (terutama
dalam keadaan bahaya). c) Kehandalan sistem bongkar muat muatan.d) Peralatan
perlengkapan keselamatan (pemadam kebakaran dan detector CO-2 dan lainnya).
e) Pengujian perangkat sistem kemudi darurat pada saat tiba dan bertolak,
jenerator, pompa kebakaran darurat, peralatan komunikasi dan lainnya serta f)
Peralatan perlengkapan pemadam kebakaran dan pertolongan bagi menusia.
c. Survey Mempertahankan Kelas
Agar kapal dapat terus beroperasi maka sertifikat secara periodik harus
dipertahankan salah satunya adalah melalui : SURVEY MEMPERTAHANKAN
KELAS (SMK). Dokumen yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan SMK
adalah meliputi : a) Permohonan survey.b) Sertifikat Klasifikasi Lambung dan
Mesin. c) Sertifikat Instalasi Pendingin (apabila ada). d) Sertifikat Garis Muat.e)
Buku Instalasi Bongkar Muat (apabila ada).
Dalam rangka menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan dan atau
kelaiklautan kapal selama berlayar, salah satu kegiatan yang perlu dilakukan
adalah survey periodik dan pemeliharaan. Survey periodik terdiri 6 (enam)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 10
kategori yaitu 1: a.survey tahunan (annual survey), b.survey antara (intermediate
survey), c.survey pembaharuan klas (class renewal survey), d.survey pengedokan,
e.survey berkala dan pengujian dari sistem penggerak dan sistem pengemudian,
f.survey berkala dan uji masing-masing bagian instalasi. Untuk lebih jelasnya
masing-masing survey tersebut adalah sebagai berikut;
1) Survey Tahunan
Survey tahunan adalah survey periodik yang dilaksanakan setiap tahun sesuai
tanggal jatuh temponya dengan rentang waktu (time window) 3 bulan sebelum
dan sesudah tanggal jatuh tempo. Sementara Survey periodik untuk sistem
otomasi / kendali jauh seperti halnya sistem otomasi mesin penggerak
utama.Di lain pihak, pemeriksaan lambung adalah meliputi; a) Lambung di
atas garis air beserta alat penutupannya (geladk cuaca, ambang dan tutup
palkah, palkah kecil, b) Perlengkapan jangkar dan peralatan tambat.c) Semua
pintu kedap air pada sekat kedap air terutama rampa dan d) Efisiensi dari
sistem pengoperasian manual dan atau otomatis dari pintu anti kebakaran
terutama yang berhubungan dengan ruang penumpang’. Perlindungan terhadap
bahaya kebakaran dan jalan penyelamatan darurat. Khusus pemeriksaan dan
pengujian instalasi mesin dan listrik adalah meliputi: a) Mesin utama dan
perlengkapannya.b) Mesin bantu dan generator listrik.c) Kompresor, pompa,
peralatan pemindah panas dll. d) Sistem poros dan baling baling (poros
antara, poros baling baling dan sistem kekedapannya sejauh
memungkinkan).e) Katup katup laut.f) Jalan penyelamatan darurat. g) Semua
susunan pencegahan bahaya kebakaran dan peledakan. h) Semua peralatan
utama dan bantu dari kemudi termasuk perlengkapan fasn sistem kontrolnya.i)
Peralatan komunikasi antara anjungan, ruang kontrol kamar mesin dan ruang
mesin kemudi.j) Pemeriksaan eksternal terhadap bejana tekan termasuk katup
keamanan dan manometer (bila ada). k) Pemeriksaan eksternal terhadap ketel
uap dan perlengkapannya termasuk peralatan pengaman (bila ada). l) Sumber
tenaga listrik utama dan darurat, papan hubung dan peralatan listrik lainnya
(termasuk alat control dan peralatan pemindah). m) sistem pemadam
kebakaran, deteksi asap beserta perlengkapannya.
1 SOLAS, IMO edisi 2004
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 11
Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran meliputi: a) Kendali jarak jauh
untuk penghentian kipas angin, instalasi mesin serta suplai bahan bakar
didalam kamar mesin. b) Alat penutup ventilasi, ruang cerobong gas buang,
jendela cahaya, koridor dan terowongan dan c) Sistem pemadam kebakaran,
deteksi asap beserta perlengkapannya.
2) Survay Antara
Survey Antara dapat dilaksanakan bersamaan dengan Survey Tahunan kedua
dan paling lambat pada Survai Tahunan Ketiga. Item survai antara pada
dasarnya sama dengan item survai tahunan namun ditambah dengan item
survai sebagai berikut:
a) Pemeriksaan Tangki Balas, meliputi: (1) Untuk kapal umur di atas 5 tahun
s/d 10 tahun. Pemeriksaan internal tangki yang dipilih yang digunakan
untuk ballast air laut. Bila pada pemeriksaan tersebut di atas tidak
ditemukan cacat pada konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan
anggapan bahwa lapisan cat pelindung masih baik. (2) Untuk kapal yang
berumur di atas 10 tahun. Pemeriksaan internal seluruh tangki yang
digunakan untuk ballast air laut. Bila pada pemeriksaan tersebut di atas
tidak ditemukan cacat pada konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan
anggapan cat pelindung masih baik. (3) Untuk tangki alas ganda. Bila
ditemukan kerusakan yang cukup berarti pada lapisan cat pelindung,
korosi atau cacat lainnnya pada tangki balas air laut atau apabila pada saat
kapal dibangun tidak digunakan lapisan cat pelindung, maka pemeriksaan
dapat diperluas ke tangki ballast lainnya yang sejenis. (3) Apabila
ditemukan lapisan cat pelindung rusak dan tidak diperbaiki atau apabila
tidak menggunakan lapisan cat pelindung saat kapal dibangun kelas kapal
dapat dipertahankan dengan catatan tangki tersebut harus diperiksa internal
dan diadakan pengukuran ketebalan pada setiap survai tahunan berikutnya.
b) Pemeriksaan Permesinan Dan Instalasi Listrik, meliputi; (1) Pengukuran
tahanan isolasi jaringan (hanya dilakukan pada saat kapal dalam keadaan
bebas gas). (2) Pengukuran simpangan poros engkol mesin induk.(3)
Pengukuran simpangan poros engkol mesin bantu (bila
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 12
memungkinkan).(4)Pengukuran tahanan isolasi untuk generator,
elektromotor, papan hubung utama, alat alat listrik dan kabel.(5)
Pengukuran ruang main aksial bantalan tekan system poros.(6) Uji coba
generator darurat termasuk papan hubungnya (black out tes).(7) Uji coba
peralatan udara start dan kontrol botol angin dan (8) Uji operasi secara
umum dari instalasi mesin dan listrik
3) Survay Pembaruan Kelas
a) Komponen survay kelas
Survai pembaruan kelas dikenal dengan SS adalah survai yang dilaksanakan
dilaksanakan setiap lima tahun sekali (setiap berakhirnya masa berlaku
Sertifikat Klasifikasi) dan dilaksanakan dilates dok.Sementara Survai
periodik untuk system otomasi/kendali jauh seperti halnya sistem otomasi
sistem penggerak utama. Dalam pembaruan kelas akan dilakukan
pemeriksaan lambung yang meliputi: (1) Lambung di bawah garis air (pelat
alas, pelat sisi, linggi haluan dan linggi buritan, kotak laut berserta
kelengkapannya, daun kemudi, tongkat kemudi, pena kemudi, pengukuran
ruang main bantalan kemudi). (2) Lambung di atas garis air beserta alat
penutupannya (pelat sisi, geladak cuaca, ambang dan tutup palkah, rampa,
palkah kecil, pintu kedap cuaca dan jendela cahaya, pipa udara, pipa
duga,beserta penutupannya, kubu kubu, ventilasi udara beserta
penutupannya, kubu kubu berikut lubang pembebasan, pagar, tingkap sisi
dan jendela termasuk penutupannya, pintu muat dan bukaan lainnya yang
sejenis pada lambung, ruang muat, geladak kedua, ruang mesin dan lain lain,
skaper, pipa pembuangan dan katup, bangunan atas, rumah geladak dan alat
penutupannya, kondisi umum tiang agung, dudukan batang derek dan
pondasi kran).
b) Survay SS( side steel ) ke 4
Untuk SS (side steel) ke-4 dan seterusnya seluruh pelat kulit di atas dan
dibawah garis air termasuk pelat lunas dan sea chest, pelat penguat ambang
palkah dan tutup palkah, seluruh pelat geladak utama, tiga penampang
melintang 0.5 L pada tengah kapal, bagian dalam FPT dan APT, geladak
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 13
bangunan atas terbuka yang dipilih (poop, bridge, dan forecastle deck)
harus diperiksa dengan alat Ultrasonic Test yang meliputi : (1) Peralatan
jangkar dan peralatan tambat. (2) Untuk jangkar dan rantai jangkar harus
dikalibrasi. (3) (4) Semua pintu kedap air termasuk rampa pada sekat
kedap air (bila ada).(5) Efisiensi dari sistem manual dan atau otomatis
dari pintu anti kebakaran (bila ada). (6) Perlindungan terhadap bahaya
kebakaran dan jalan penyelamatan darurat diperiksa.
c) Untuk kapal di atas 5 tahun s/d 10 tahun
Untuk kapal umur di atas 5 tahun s/d 10 tahun. Pemeriksaan internal untuk
dilakukan untuk semua tangki air (air tawar & air laut) dan tangku muatan.
Bila pada pemeriksaan tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada
konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan anggapan bahwa lapisan cat
pelindung masih baik, pressure test tangki dapat ditiadakan. Untuk tangki
bahan bakar (double bottom) bagian depan dan belakang bila hasil
pemeriksaan internal baik, pemeriksaan tangki lainnya dapat diabaikan.
Sementara untuk tangki bahan bakar tinggi (FO deep tank), tangki minyak
pelumas, dan feed water tank dapat dipilih salah satu tangki, bila hasil
pemeriksaan internal baik, tangki yang lainnya dapat diabaikan.
d) Untuk kapal berumur 10 tahun s/d 15 tahun
Untuk kapal yang berumur 10 tahun s/d 15 tahun. Pemeriksaan internal dan
pressure test seluruh tangki air (air tawar dan air laut). Untuk tangki bahan
bakar, minyak pelumas dan feed water tank diperiksa internal dan diuji
dengan max working pressure. Untuk semua tangki muatan diperiksa internal
dan diuji hidrolik (diisi air sampai bagian atas ambang tangki muatan) atau
uji tekan dengan udara (max 0.2 bar).
e) Untuk kapal yang berumur di atas 15 tahun
Untuk kapal yang berumur di atas 15 tahun semua tangki harus diperiksa
internal secara cermat dan dilaksanakan uji tekan sampai tinggi pipa limpah.
Kapal muatan kering umur dilates 15 tahun (berlaku juga untuk ferry).
Pemeriksaan internal ruang muat dalam hal kapal ferry ro ro pemeriksaan
geladak kendaraan dan rampa.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 14
f) Pemeriksaan mesin dan listrik
Pemeriksaan mesin dan instalasi listrik, meliputi: (1) Mesin utama dan
perlengkapannya harus dibuka lengkap dan diperiksa (uji coba mesin utama
berikut kelengkapannya setelah mesin utama selesai dirakit kembali). (2)
Mesin bantu dan generator listrik harus dibuka lengkap dan diperiksa (uji
coba mesin bantu dan generator listrik, setelah mesin bantu dan generator
listrik selesai dirakit kembali. (3) Kompressor, pompa, peralatan pemindah
panas dll (bagian bagian dari compressor, pompa, peralatan pemindah panas
dibuka diperiksa dan diuji coba). (4) Sistem poros dan baling baling
(pemeriksaan poros antara, poros baling baling dan sistem kekedapan sejauh
memungkinkan, pengukuran ruang main poros baling baling, poros baling
baling dicabut dan diperiksa dan pemeriksaan baling baling). (5) Katup katup
laut harus dibuka, dirawat dan diperiksa. (6) Pemeriksaan jalan
penyelamatan darurat.(7) Pemeriksaan susunan pencegahan bahaya
kebakaran dan peledakan. (8) Pemeriksaan semua peralatan utama dan bantu
(darurat) dari kemudi termasuk perlengkapannya dan system control. (9)
Pemeriksaan peralatan komunikasi antara anjungan, ruang control kamar
mesin dan ruang mesin kemudi. (10) Pemeriksaan eksternal & internal serta
uji hidrolik 1.5 x tekanan kerja bejana tekan termasuk katup keamanan dan
manometer. (11) Pemeriksaan eksternal terhadap ketel uap (apabila ada) dan
perlengkapannya termasuk perlengkapan pengaman. (12) Pemeriksaan
sumber tenaga listrik utama dan darurat, papan hubung dan peralatan listrik
lainnya. (13) Pemeriksaan mesin mesin geladak.
g). Pemeriksaan peralatan pemdam kebakaran;
Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran, meliputi: (1) Kendali jarak jauh
untuk penghentian kipas angin, instalasi mesin serta suplai bahan bakar
didalam kamar mesin. (2) Alat penutup ventilasi, ruang cerobong gas
buang, jendela cahaya, koridor dan terowongan. (3) Sistem pemadam
kebakaran, deteksin asap berserta perlengkapnnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 15
4) Survey Pengedokan
a) Periode Survay pengedokan
Dalam satu periode masa berlaku kelas (lima tahunan) kapal harus
melaksanakan 2 (dua) kali survai pengedokan yaitu : survai pengedokan I
(survai pengedokan antara) dan survai pengedokan II (survai pengedokan SS)
dan survai pengedokan II merupakan salah satu item pemeriksaan pembaruan
kelas. Khusus untuk kapal penumpang survey pengedokan merupakan salah
satu item pemeriksaan survai tahunan (berlaku untuk ferry ro-ro). Tujuan
survai pengedokan adalah: (1) Mengetahui kondisi teknis/konstruksi bagian
bawah air.(2) Memperpanjang umur pakai kapal.(3) Membersihkan tumbuhan
laut yang menempel di badan kapal agar kecepatan kapal tidak menurun.(4)
Memenuhi ketentuan dan peraturan tentang keharusan kapal diadakan
pengedokan (ketentuan pemerintah/badan klasifikasi).(5) Mengetahui kondisi
katup katup laut dan kerangan laut.(6) Mengetahui kondisi poros baling baling
dan tongkat kemudi berikut ruang mainnya (clearance).
Berdasarkan peraturan kelas, periode pengedokan adalah sebagai berikut: (1)
Kapal kelas A 100 setiap 24 bulan maksimal 30 bulan. (2) Kapal kelas A 90
setiap 18 bulan maksimal 24 bulan.(3) Kapal penumpang akomodasi > 12
penumpang setiap 12 bulan (kapal ferry ro-ro).
b) Lingkup Survai Pengedokan adalah:
1) Lambung, (survai alas) meliputi: (1) Pemeriksaan pelat alas dan pelat sisi,
termasuk beberapa komponen yang melekat, kotak laut, kemudi, tongkat
kemudi, pipa pembuangan dan pipa pengering air (water drain pipes),
termasuk juga penutupnya. Untuk SS ke 3 dan seterusnya semua pelat
kulit harus diukur ketebalannya. (2) Pemeriksaan sistem kemudi (steering
gear), meliputi pelat daun kemudi, flens kopling kemudi, baut pas
kemudi, tongkat kemudi, pena kemudi, bantalan dan ruang main kemudi.
Bila hasil pengukuran ruang main tongkat kemudi dan pena kemudi sudah
mendekati toleransi yang diijinkan atau bila dari hasil pemeriksaan
dicurigai adanya kerusakan, maka tongkat kemudi harus dicabut. Sistem
kemudi utama dan darurat harus diuji coba operasionalnya. (3)
Pemeriksaan perlengkapan yang menempel pada pelat kulit seperti
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 16
misalnya bilge keel, shaft bracket jika ada. (4) Pemeriksaan kotak laut
dan saringannya berikut baut baut pengikatnya harus dibuka.(5)
Pemeriksaan bagian lainnya, seperti terowongan bow thruster (jika
dilengkapi). (6) Pemeriksaan jangkar berserta perlengkapan kapal (khusus
SS jangkar dan rantai jangkar harus dikalibrasi), tali tambat, pipa urlup
dan bak rantai jangkar.
2) Permesinan dan system propulsi
permesinan dan sistem propulsi meliputi pemeriksaan poros baling
baling, bantalan poros, baling baling, kopling flens. Untuk lebih detil
pelaksanaannya sebagai berikut: (1) Pengukuran ruang main bantalan
serta kekedapan perapat tabung poros. (2) Pemeriksaan kelurusan dan
keretakan pada poros baling baling. (3) Pemeriksaan baling baling untuk
memastikan tidak adanya kerusakan, keretakan atau korosi karena
adanya kavitasi pada daun baling baling. (4) Pemeriksaan kopling flens
dan baut baut pas.
3) Katup katup laut, katup isap dan katup katup buang yang berada
dibawah geladak lambung timbul, serta sambungan sambungan pada
sistem perpipaannya harus dibuka dan diperiksa dengan tujuan untuk
memastikan kondisi dan tingkat keausan katup dan pipa tersebut.
4) Dalam keadaan tertentu tidak bisa naik dok, dapat dilakukan survai
bawah air sebagai penundaan survai pengedokan atau usulan pengganti
survai pengedokan dengan persetujuan BKI. Survai bawah air harus
dilaksanakan pada daerah perairan yang cukup jernih, tenang serta
pencahayaan yang cukup, kapal dalam keadaan kosong, dan pelat kulit
dibawah garis air dalam keadaan bersih dari hewan dan tumbuhan laut.
Survai bawah air harus dilaksanakan oleh perusahaan jasa inspeksi
bawah air yang telah disetujui oleh BKI, dibawah pengawasan Surveyor
menggunakan kamera bawah air dengan monitor serta sistem
komunikasi dan pencatatan. Foto foto dan video hasil pemeriksaan
bawah air berikut laporan dari perusahaan jasa inspeksi bawah air
diserahkan ke Surveyor lapangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 17
c) Lingup Survay dibawah air:
1) Umum
Secara umum survay dibawah air adalah meliputi ; (1) Pemeriksaan
bagian bagian kapal di bawah garis air dibuat dalam interval 6 (enam)
bulan baik itu diluar jatuh tempo (secara normal setiap 30 bulan). (2)
Survai bawah air diusulkan untuk menunda survai pengedokan sebagai
pengganti survai pengedokan dan survai pembaruan kelas tidak melebihi
36 bulan.(3) Untuk kapal berumur kurang dari 15 tahun survai bawah air
dapat diusulkan sebagai pengganti survai pengedokan. (4) Foto foto
bawah air pada layar monitor harus memberikan informasi teknis yang
akurat sedemikian rupa agar surveyor dapat menetapkan bagian bagian /
lokasi yang harus diperiksa. (5) Dokumentasi yang sesuai untuk
reproduksi video termasuk suara harus tersedia untuk BKI. (6) Rencana
dan prosedur survai bawah air dikirim untuk pemeriksaan dan berisi foto
foto untuk mengidentifikasi daerah yang disurvai tingkat kebersihan
lambung, lokasi pengujian dan untuk pencatatan semua kerusakan yang
ditemukan.
2) Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan adalah meliputi ; (1) Dalam hal misalnya
diasumsikan bahwa terjadi kandas, maka surveyor dapat meminta agar
lambung dibawah garis air diperiksa dari dalam.(2) Dalam hal selama
pelaksanaan survai bawah air ditemukan kerusakan yang hanya dapat
diperiksa dilates dok atau memerlukan perbaikan segera, maka kapal
harus naik dok. (3) Bila cat lapis pelindung dari lambung dibawah air
dalam kondisi yang dapat menimbulkan kerusakan karena korosi yang
mempengaruhi kelas kapal sebelum pengedokan berikutnya, maka kapal
harus naik dok.
5) Survay Periodik
Survay periodik terdiri dari ; a) Survai kerusakan dan perbaikan Survai
kerusakan dan perbaikan terjadi saat lambung kapal, instalasi mesin atau listrik
kapal dan atau beberapa perlengkapan khusus yang dikelaskan mengalami
kerusakan yang akan mempengaruhi kelas, atau jika mengakibatkan kelas kapal
ditangguhkan. b) Survay modifikasi ( perombakan ) dilakukan untuk untuk
modifikasi lambung atau mesin kapal, survai dilaksanakan sesuai dengan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 18
ketentuan khusus yang relevan dalam hal prosedur mirip dengan survai
penerimaan kelas bangunan baru dengan persyaratan; (1) Permohonan
klasifikasi dimasukkan ke BKI dan menggunakan form yang telah disediakan
oleh BKI. (2) Gambar gambar agar disampaikan kepada BKI dalam rangkap 3
(tiga) termasuk gambar gambar komponen akan diinstall harus dikirim ke BKI
untuk mendapatkan persetujuan. (3) Untuk kepentingan pemeriksaan gambar,
BKI berhak memperoleh informasi tambahan. (4) BKI berhak menilai sarana
produksi dan prosedur galangan dan pabrik liannya, apakah memenuhi
persyaratan konstruksi. (5) Semua material, komponen, peralatan dan instalasi
harus memenuhi persyaratan dan diperiksa, bila tidak dapat diperiksa harus
disertai dengan sertifikat yang disetujui oleh BKI. (6) Setiap pemeriksaan harus
direncanakan dengan kantor BKI terdekat. (7) Untuk pelaksanaan pengujian
yang dipersyaratkan, galangan atau pabrik agar memberikan bantuan staf dan
peralatan yang memadai. (8) Lambung dan permesinan dan/atau perlengkapan
tertentu harus sesuai dengan gambar yang disetujui oleh BKI. (9) Semua
pengujian dan percobaan harus dilaksanakan dengan hasil baik dan semua
pekerjaan harus memenuhi standard engineering dan persyaratan kelas. (10)
Bagian bagian yang dilas harus dikerjakan oleh juru las yang qualified.
6) Survay Otomasi
Pemilik/operator kapal mengajukan permohonan survai otomasi terlebih dahulu
harus memastikan kondisi di bawah ini dalam keadaan baik. Survay otomasi
terdiri dari:
a) Pengujian otomasi berkaitan dengan Suplai Tenaga Listrik meliputi : (1)
Pengujian pada generator set cadangan, meliputi: (a) Genset cadangan, dapat
distart dan terhubung secara otomatis untuk memenuhi kebutuhan listrik
utama, apabila suplai listrik dari genset utama padam. (b) Genset cadangan
dapat distart dengan kontrol jarak jauh.(c) • Suplai listrik secara otomatis
telah terhubung dengan battery (aki). (d) Pengujian kelangsungan suplai
tenaga listrik yang dijaga dengan pengoperasian secara terus menerus
beberapa genset yang dirangkai secara parallel. (e) Terjadi pemutusan aliran
listrik secara otomatis dalam waktu 5 detik jika ada arus yang masuk dan ada
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 19
peringatan pada nilai tertentu untuk generator, apabila penggunaan listrik tidak
terlalu diperlukan.
b) Pengujian otomasi berkaitan dengan motor motor bantu meliputi : (1) Pompa
minyak pelumas mesin induk. (2) Pompa minyak pelumas untuk camshaft.(3)
Pompa pendingin piston.(4) Pompa pendingin jacket silinder.(5) Pompa
sirkulasi untuk sistem pendinginan air tawar.(6) Pompa pendingin katup,
pendingin air laut, booster, bahan bakar, minyak pelumas untuk reduction
gear.(7) Pompa minyak untuk servo CPP, pendingin jaket, untuk mesin bantu,
pendingin air laut.(8)Kompresor udara start.(9)Pompa sirkulasi system
pemanas minyak (apabila ada),
c) Pengujian ini (butir a) s/d i) di atas harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
(1) Dilengkapi starting dengan kontrol jarak jauh.(2) Secara otomatis terhubung
dengan motor cadangan.(3) Dapat distart ulang setelah terjadi kegagalan dan
terdapat penerusan power.
d) Pompa hidrolis untuk sistem kemudi meliputi : (1) Dilengkapi starting secara
kontrol jarak jauh.(2) Dapat distart ulang setelah terjadi kegagalan dan terdapat
penerusan power.
e) Pompa utama pemadam kebakaran meliputi; (1) Dilengkapi starting secara
kontrol jarak jauh. (2) Pengujian sistim komunikasi. (3) Pengujian sistem
komunikasi dari brigde ke akomodasi.(4) Pengujian sistem alarm di kamar
mesin
7) Survay Poros Baling-Baling dan Tabung Poros
Survai yang umunya dilakukan dalam hal ini adalah: a) Pemeriksaan poros baling
baling, baut baut kopling poros dan tabung poros.b) Pemeriksaan NDT pada
bagian yang bersentuhan dari baling baling.c) Pengukuran ruang main/keausan
bantalan tabung poros (sebelum dicabut & setelah dipasang).d) Pemeriksaan
(dibuka) sistem kekedapan tabung poros (sealing devices).e) Untuk CPP, gigi
pengatur kisar dan bagian bagian yang bekerja dari perlengkapan baut baut daun
baling baling diperiksa dengan magnetic partikel test (uji partikel magnet).f) LO
tank low level alarm, pengukuran temperatur oli peralatan, sistem pipa LO dan
pompa sirkulasi LO.g) Gaya pemasangan poros baling baling tanpa pasak berikut
peralatannya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 20
8) Survay Parsial (survai cicilan)/ survai penundaan (untuk penyesuaian
dengan survai pengedokan)
Beberapa survay yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah meliputi: a) Survai
penundaan (6 bulan untuk bantalan pelumasan air laut dan12 bulan untuk
bantalan pelumasan minyak) yang terdiri dari : (1) Pemeriksaan poros baling
baling visual dari dalam kamar mesin.(2) Catatan ruang main / keausan dari
bantalan tabung poros. (3) Pemeriksaan catatan perawatan dari sistem
kekedapan tabung poros.(4) Konfirmasi mengenai pengoperasian putaran motor
induk pada putaran yang berakibat getaran torsional.(5) Pemeriksaan sistem pipa
pendingin air laut untuk bantalan tabung poros. (6) Uji operasi (kerja) dari LO
low level alarm, temperatur oli peralatan, sistem pipa LO dan pompa sirkulasi
LO. (7) Survai parsial untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan
minyak (penundaan 3 tahun dari tanggal selesai survai) meliputi:
(a) Pemeriksaan NDT dengan uji partikel magnet pada bagian fitting baling
baling.
(b) Ruang main/keausan bantalan tabung poros.
(c) Pemeriksaan (dibuka) sistem kekedapan tabung poros (sealing devices).
(d) LO low level alarm, peralatan pengontrol temperatur, sistem pipa LO dasn
pompa sirkulasi LO.
9) Survai parsial untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan
minyak (penundaan 5 tahun dari tanggal selesai survai):
Beberapa survay yang dilakukan dalam hal ini adalah: a) Pemeriksaan seperti
semua persyaratan pada butir 2 dilates.b) Pengecekan “Catatan sistem
monitoring dari bantalan tabung poros dan peralatan sistem kekedapan minyak”.
10) Survay pembaruan Kelas bersampung ( CHS-CMS)
Ada dua jenis survai pembaruan kelas bersambung yaitu: a) Survai bersambung
lambung (Continuous Hull Survey/CHS), dan b) Survai bersambung mesin
(Continuous Machinery Survey/CMS). Survai bersambung lambung dan mesin
ini dapat dilaksanakan bersamaan dengan survai jenis lainnya (survai
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 21
mempertahankan kelas dan survai khusus). Jangka waktu antara dua survai yang
berurutan dari tiap bagian yang disurvai tidak boleh lebih dari 5 tahun.
Survai bersambung lambung (CHS) adalah item pemeriksaan survai pembaruan
klas lambung yang dilaksanakan secara bertahap sejak setelah melaksanakan SS
sampai SS berikutnya. CHS ini dapat diikuti oleh berbagai jenis kapal kecuali
kapal tanki minyak/produk minyak, kapal tangki kimia dan kapal curah dengan
notasi ESP.
Survai bersambung mesin (CMS) adalah item pemeriksaan pembaruan kelas
instalasi mesin yang dilaksanakan secara bertahap dan harus selesai dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun. Instalasi sistem poros baling baling, ketel uap dan botol
angin tidak termasuk item survai CMS dan disurvai terpisah. Sebagian item CMS
pemeriksaan pada waktu dibuka lengkap dapat diwakili oleh KKM dengan ijasah
minimal ATT-II dan laporan pemeriksaan diserahkan kepada Surveyor pada saat
survai (survey confirmation) paling 3 (tiga) bulan setelah pemeriksaan. Sebagian
item CMS dapat diwakili kecuali pemeriksaan crank pin & bearing, crank-journal
& bearing, crosshead & bearing.
11) Enhanced Survay Programme (ESP)
Persyaratan kelas untuk Enhanced Survey Programme (ESP) telah diberlakukan
sejak tanggal 1 Juli 1993 untuk kapal tangki minyak dan kapal curah (termasuk
pengangkut bijih besi) dan sejak 1 April 1998 untuk kapal tangki kimia. Pada
survai berkala pemeriksaan internal, pemeriksaan jarak dekat (close-up survey),
pengukuran ketebalan dipersyaratkan sebagai tambahan. lebih jelasnya beberapa
pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 22
(1) pemeriksaan kapal dan kelengkapannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.2.Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Kapal dan Kelengkapannya
Item Kegiatan Periode Pelaksana Keterangan
Konstruksi Lambung
Bottom Plate
(Pelat Alas)
Survey Alas 1 Tahun Klas Saat Dok
Side Sheel (Pelat Sisi) Survey 1 Tahun Klas Saat Dok
Superstructure(Bangunan Atas)
Survey 2 Tahun Klas Saat Dok
Lower Deck Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Main Deck
(geladak Utama)
(Geladak Kendaraan)
Survey 5 Tahun Klas Saat Dok
Sarana Tambat
Winchlass Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Rantai dan Jangkar Survey 1 tahun Klas Saat Dok
Alat-alat Keselamatan
Sekoci dan dewi-dewiSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Life jacketSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
LifebouySurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
ILR (liferaft)Survey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 23
Pemadam PortableSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Instalasi FoamSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Permesinan
General OverhoulMesin Induk
Survey Max. 5tahun
Klas Saat Dok
Gear Box pada MesinInduk
Survey 5 tahun Klas Saat Dok
General OverhoulMesin Bantu
Survey 10000 Hs Klas Saat Dok
F.O Furifier Survey 5 tahun Klas Saat Dok
LO St By Pump M/E& Gear Box
Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Pompa Sanitary danservice air tawar
Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Pompa Pemadam Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Blower Ventilasi Survey 5 tahun Klas Saat Dok
Departemen Radio dan Sipil
Transceiver HF-SBBSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Alarm tone generatorSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Radio VHFSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 24
Battery/AccumulatorSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
SARTSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Portable life boat radioSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
EPIRBSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
Watch keeping 2182khz
Survey 1 tahun Syahbandar Tergantungmasa expiresertifikat
RadarSurvey 1 tahun Syahbandar Tergantung
masa expiresertifikat
(2) Kelengkapan pemeliharaan dan bangunan atas kapal dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel 5.3.Pelaksanaan Pemeliharaan Lambung dan Bangunan Atas Kapal
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode Pelaksana Dokumentasi
Bottom Plate
(Pelat Alas)
Skrap, Meni, Cat 1 Tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Ukur ketebalan 5 Tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Side sheel(Pelat sisi)
Ketok, mani, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Soaping 1 bulan Crew Lap.Perawatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 25
Superstructure(BangunanAtas)
Ketok, mani, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Soaping 1 minggu Crew Lap.Perawatan
Lower Deck Sweep, meni, cat 5 tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Ketok, meni, cat 1 tahun Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian C. Service Lap.Perawatan
Main Deck
(geladakUtama)
(GeladakKendaraan)
Sweep, meni, cat 5 Tahun Dok/Galangan Laporan Dok
Ketok, meni, cat 1 Tahun Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian C. Service Lap.Perawatan
ForecastleKetok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.
Perawatan
Poop DeckKetok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.
Perawatan
Passenger Deck Ketok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian Crew Lap.Perawatan
Boat Deck Ketok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian C. Service Lap.Perawatan
DrainageLancarkan 3 Hari C. Service Lap.
Perawatan
Got-got lowerdeck
Bersihkan,keringkan
3 Hari C. Service Lap.Perawatan
Check saringan 3 Hari C. Service Lap.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 26
Perawatan
Nav. BridgeDeck
Ketok, meni, cat 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Pembersihan Harian Mualim 2 Lap.Perawatan
(3) Pemeliharaan Ruang Penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4.Pelaksanaan Pemeliharaan Ruang Penumpang dan Sanitary
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode Pelaksana Dokumentasi
Lantai Pembersihan Harian C. Service Lap. Perawatan
Dinding Soaping 3 Hari C. Service Lap. Perawatan
Langit-langit Soaping 1 Bulan C. Service Lap. Perawatan
Tempat duduk Ketok, mani, cat 6 bulan C. Service Lap. Perawatan
- Kaki
- Jok
Ganti kulit yangrusak
1 tahun C. Service Lap. Perawatan
SanitariPembersihan Harian C. Service Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat 6 bulan C. Service Lap. Perawatan
Lebih jelasnya pemeliharaan sarana tambat kapal dapat dilihat pada tabel beikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 27
Tabel 5.5. Pelaksanaan Pemeliharaan Sarana Tambat Kapal
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode
Pelaksana
Dokumentasi
Winchlass
Pelumasan &checkpengoperasiannya
1 bulan Crew Lap. Perawatan
Ketok, mani, cat 6 bulan Crew Lap. Perawatan
Fair leadPelumasan 1 bulan Crew Lap. Perawatan
Ketok, mani, cat 3 bulan Crew Lap. Perawatan
Bollard Ketok, mani, cat 3 bulan Crew Lap. Perawatan
Tali-tali Chek Setiap saat Crew Lap. Perawatan
Rantai danJangkar
Cat /Kalibrasi 5 tahun Galangan Lap. Docking
`
(1) Pemeliharaan Alat-Alat Keselamatan Yang dilakukan Mualim 3/ Mualim 4
Tabel 5.6. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Keselamatan Kapal
ItemKegiatan
PemeliharaanPeriode Pelaksana
Dokumentasi
Sekoci dandewi-dewi
Check Inventaris 1 tahun Crew ChecklistPemeriksaan sekociCat lambung/dewi-
dewi1 tahun Crew
Ganti air minum 1 bulan Crew
Check sumbat 1 bulan Crew
Coba motor 1 bulan Mualim 3 /4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 28
Check tali pengayut 1 bulan Crew
Check jacobs ladder 1 bulan Crew
Greased keepingblock
1 bulan Crew
Greased lopor 1 bulan Crew
Greased roller 1 bulan Crew
Test Winch 1 bulan Crew
LifejacketPeriksa kelengkapandan bersihkan
1 bulan Crew Check. alatkeselamatan
Lifebouy
Periksa tali dan lampu 1 bulan Mualim 3 /4
Check. alatkeselamatan
Cat kabel 6 bulan Mualim 3 /4
Check. alatkeselamatan
ILR
Service 1 Tahun Teknisi Lap. Service
Periksa tali penarik 1 minggu Mualim3 Check. alatkeselamatan
Periksa lashing 1 minggu Mualim3 Check. alatkeselamatan
Cat dudukan 6 bulan Crew Lap.Perawatan
Isyarat Cerawat/ asap
Periksa kondisi 1 bulan Mualim 3 Lap.Perawatan
Obat-obatanPeriksa kelengkapan,periksa expire date
1 bulan Mualim 2 Lap.Perawatan
Line throwPeriksa / rapikan 1 bulan Mualim 3 Lap.
Perawatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 29
Tabel 5.7 Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
Pemadamportable
Service ulang
Periksa tanggalinspeksi terakhir, testfungsi
1 tahun
1 bulan
Teknisi
Mualim 4
Catatan Service
LaporanPerawatan
Dry ChemicalPeriksa kondisi,tanggal inspeksiterakhir, test fungsi
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
HydrantPeriksa kondisi, testfungsi
1 bulan Mualim 4 Catatan Latihan
CO2
Periksa kondisi,periksa tanggalinspeksi terakhir, testfungsi
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
Slang +Nozzle
Periksa kondisi dankelengkapannya, testfungsi
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
Instalasi Foam
Test cairan 1 tahun Syahbandar Catatan Service
Test pompa 1 bulan Masinis 3 Catatan Latihan
Test sliding door 1 bulan Masinis 3 Catatan Latihan
Rawat Sliding door 1 bulan Masinis 4 LaporanPerawatan
Rawat Katup blower 1 bulan Crew Laporan Bulanan
W S door
Greased 1 bulan Crew LaporanPerawatan
Test buka tutup 1 bulan Crew LaporanPerawatan
Baju tahan apiPeriksa kondisi dankelengkapannya
1 bulan Mualim 4 LaporanPerawatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 30
Kotak PasirPeriksa kondisi 1 bulan Mualim 4 Laporan
PerawatanCheck isi pasir 1 bulan Mualim 4
Tabel 5.8. Pelaksanaan Pemeliharaan Ramp door Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
Keping Blok Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Wire Rope Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Plunger Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Engsel Greased 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Seal / PackingCheckKondisi
Setiapdioperasikan
Crew Lap. Bulanan
Tabel 5.9. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat-alat Navigasi Kapal
Peralatan Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
KompasStandar
Kalibrasi 1 tahun Kalibrator Catatan kalibrasi
Bersihkanreflektor
1 bulan Mualim 2 Lap. PerawatanBulanan
Periksa cairan 1 bulan Mualim2
Radar
Soaping Scanner 1 bulan Mualim 2 LaporanPerawatanBulananGreased motor 1 bulan Mualim 2
Check bautscanner
1 bulan Mualim 2
Cursordibersihkan
1 bulan Mualim 2
CRT bersihkan 1 bulan Mualim 2
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 31
Echo Sounder
Check transciever 1 tahun Mualim 2 Lap. Perawatan
Bersihkan layar 1 bulan Mualim 2 LaporanPerawatan
Check kertas 1 bulan Mualim 2
Peta - petaDikoreksi Setiap
saatMualim2 Catatan Koreksi
Peta
Chrono meter
Koreksi Harian Perwiraradio
Catatan KoreksiChronometer
Check Batteray 1 bulan Mualim 2 Lap. Perawatan
BenderaPeriksa inventaris/bersihkan
1 bulan Mualim 2 Lap. Perawatan
Tabel 5.10. Pelaksanaan Pemeliharaan Mesin Induk Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
Top Overhoul Survey 1500 jam Crew Berita Acara
Injector Test/set tekanan 3000 jam Crew Lap. Bulanan
Klep/katup Set clereance 1500 jam Crew Lap. Bulanan
LO. Charter
Check level Harian Crew Lap. Bulanan
Ganti LO baru 1000 jam Crew
Ganti LO filter 2000 Crew
Bosch PumpService / checktiming
6000 jam Crew Lap. Bulanan
Turbo Charger
Cuci filter 1 bulan Crew Buku harian
Ganti LO 1000 jam Crew Lap. Bulanan
Overhoul / survey 10000 Hs KKM/OS Lap. Survey
Crank ShaftCheck pelumas 1000 jam Crew Buku Harian
Check deflection 6000 jam Crew Berita Acara
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 32
Govenor
Periksa shaft drive 1 bulan Crew Buku harian
Ganti LO 6000 jam Crew Lap. Bulanan
Kalibrasi 5 tahun Teknisi Berita Acara
Carn Shaft Periksa 1000 jam Crew Buku Harian
FO. FilterCuci 2 hari Crew Buku Harian
Ganti Baru 3000 jam Crew Lap. Bulanan
F.W PumpCek seal dantekanan
Tiap hari Crew Buku Harian
S.W PumpCek seal dantekanan
Tiap hari Crew Buku harian
IntercoolerDicuci & ditestpress
10000 Hs Crew/Dock Lap. Bulanan
PlummerBlock
Cek pelumas Tiap hari Crew Buku harian
Gear Box
Ganti LO 5000 jam Crew Lap. Bulanan
Cuci LO filter 1 bulan Crew Buku harian
Overhoul 1 tahun Kontraktor Berita Acara
LO Cooler Tubing pipe check 2 bulan Crew Buku harian
Tabel 5.11. Pelaksanaan Pemeliharaan Motor Bantu Kapal
Jenis Kegiatan PeriodePelaksanaa
nDokumentasi
GeneralOverhoul
Bongkar /pasangmes
10000 Hs Crew Berita Acara
Top OverhoulBongkar/pasangmes
10000 Hs Crew Berita Acara
Injector Kalibrasi 10000 Hs Teknisi Lap. Kalibrasi
LO. Carter Check LO level Harian Crew Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 33
LO filter Ganti baru 1500 jam Crew Buku Harian
FO filterCuci 3 hari Crew Buku Harian
Ganti baru 1500 jam Crew Buku Bulanan
FW Cooler Bersihkan 2 bulan Crew Buku Harian
PT. PumpBersihkan filter 3 hari Crew Buku Harian
Kalibrasi 1 tahun Teknisi Berita Acara
SW Pump Dibersihkan 2 bulan Crew Buku Harian
FW Pump
Check Mechanicseal
Harian Crew Buku Harian
Check connection Harian Crew Buku Harian
AccuCheck level air accu Harian Crew Buku Harian
Check accu charger Harian Crew Buku Harian
Switch BoardCheckbeban/pararel
Harian Crew/Electricien
Buku Harian
Alternator
Bersihkan Exiter 1 minggu Electricien Buku Harian
Megger test 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Check Instalasikabel
1 minggu Electricien Lap. Harian
Check rectifier 1 minggu Electricien Lap. Harian
A/E DaruratPemanasan 1 minggu Crew /
ElectricienBuku Harian
Lebih jelasnya pelaksanaan pemeliharaan pesawat bantu kapal dapat dilihat dalam
tabel berikut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 34
Tabel 5.12. Pelaksanaan Pemeliharaan Pesawat Bantu Kapal
Jenis Kegiatan Periode Pelaksanaan Dokumentasi
MesinKemudi
Check Oil level Harian Crew Buku Harian
Check Electr System Harian Electricien Buku Harian
Check Hydraulic eq. Harian Crew Buku Harian
KompresorUdara
Check Oil level 4 jam Crew Buku Harian
Ganti Oli 1 bulan Crew Lap. Bulanan
Bersihkan klep-klep 1 bulan Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Air Condition
Check tekanan Freon 4 jam Crew Buku Harian
Sogok cooler 3 bulan Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cici evaporator 6 bulan Crew Lap. Bulanan
Check inst. listrik Harian Electricien Buku Harian
Pompapendingin AC
Grease pompa pend. 1 minggu Crew Buku Harian
Ganti Bearing 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti Mekanik seal 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Motor sekoci
Check RO level 1 minggu Crew Buku Harian
Check LO level 1 minggu Crew Buku Harian
Pemanasan motor 1 minggu Crew Buku Harian
Oil WaterSeparator
Check V. belt 1 minggu Crew Buku Harian
Ganti bearing motor 1 minggu Crew Buku Harian
Bersihkan saringan 1 minggu Crew Buku Harian
Pompa G/S,Ballast dan
Ganti karet kopling 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cek mekanical seal 1 minggu Crew Lap. Bulanan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 35
Bilge Ganti bearing pompa 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Check inst. listrik 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Ro roEquipment
Check Oil Level 2 hari Crew Buku Harian
Check Inst Listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Check Inst. pipa 1 minggu Crew Buku Harian
Cuci filter oli 1 bulan Crew Buku Harian
Ganti kopling pompa 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Electricien Lap. Bulanan
Overhaul / survey 5 tahun Crew Berita Acara
F.O Furifier
Tiup pakai udarabertekanan
4 jam Crew Buku Harian
Check inst. Listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Ganti kopling motor 6 bulan Crew Lap. Bulanan
Cuci element 1 bulan Crew Lap. Bulanan
LO St ByPump M/E &Gear Box
Check Inst listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cuci saringan LO 1 bulan Crew Lap. Bulanan
PompaSanitary danservice airtawar
Check inst. listrik 1 minggu Electricien Buku Harian
Ganti Mecanic seal 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Ganti bearing motor 1 tahun Crew Lap. Bulanan
Cuci saringan hisap 1 bulan Crew Lap. Bulanan
PompaPemadam
Check inst. Listrik 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Check putaran 1 bulan Crew Lap. Bulanan
Stern Tube & Check Oil level 4 jam Crew jaga Buku Harian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 36
As Propeller Ganti seal 2 tahun Dock Berita Acara
Ukur clereance 5 tahun Dock Berita Acara
BlowerVentilasi
Check inst. Listrik 1 bulan Electricien Lap. Bulanan
Bersihkan saringan 1 minggu Crew Buku Harian
Lebih jelsnya pelaksanaan pemeliharaan pada Departemen radio dan Sipil lihat dalam
tabel berikut.
Tabel 5.13. Pelaksanaan Pemeliharaan pada Departemen Radio dan Sipil Kapal
Peralatan Kegiatan Periode Pelaksana Dokumentasi
TransceiverHF-SBB
Bersihkan Antena 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan &Penggunaan freg 1 bulan Perwira Radio
Jurnal
Alarm tonegenerator
Bersihkan Antena 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Radio VHF
Bersihkan Antena 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan freg 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Battery/accumulator
Bersihkan 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check cairan 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Check voltage 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Portable lifeBoat Radio Kemampuan freg 1 bulan Perwira Radio
Jurnal
EPIRBCheck Battery 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan freg 1 bulan Perwira Radio Jurnal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 37
Watch keeping2182 KHZ
Check batteray 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Kemampuan freq 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Test tone 1 bulan Perwira Radio Jurnal
Survey tahunan TeknisiLaporanSurvey
Radar
Bersihkan antenna 1 bulan
Perwira Radiodan Mualim 2
Dibantu ABKdeck danCleaningservice
Lap.Perawatan
Kemampuan jarak 1 bulan
Magneton 1 bulan
Klystron 1 bulan
Tuning 1 bulan
Bersihkan CRT 1 bulan
Echo Sounder
Periksa kertas 1 bulan
Perwira Radiodan Mualim 2
Lap.Perawatan
Kemampuansounding 1 bulan
Stykes 1 bulan
Bersihkan layer 1 bulan
Check Transeiver Tahunan
Sarana Hiburanvideo, VCDPlayer, LD
Antena 1 bulan
Perwira Radiodibantu C.Service
Lap.Perawatan
Booster 1 bulan
Kemampuanpenerimaan 1 bulan
Bersihkan 1 bulan
Dapur / salonmakan
Bersihkan Harian Koki/pelayanLap.Perawatan
Semprot anti insectMingguan Koki/pelayan
GangAkomodasi
Bersihkan
Soaping dinding
Harian
1 Bulan
PelayandibantuCleaning
Lap.Perawatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 38
Kabin perwira
Kabin VIP
Service
Kamar mandi
WC Perwiradan VIP
Bersihkan Harian PelayandibantuCleaningService
Lap.Perawatan
Sikat lantai 1 bulan
Cat 1 tahun
B. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan
Laut Untuk Kepentingan Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan
Dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada
Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat (6), Pasal
76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan Pasal 36,
serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13,
diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan Daerah
Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
penyeberangan bertujuan untuk menyusun panduan penetapan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan penyeberangan di luar perairan daerah kerja pelabuhan
untuk kenyamanan bagi pengguna pelabuhan penyeberangan.
3. Sasaran Yang Diwujudkan Dalam Penyusunan
Sasaran yang diharapkan dari studi ini adalah tersusunnya Pedoman Penetapan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan penyeberangan adalah adanya
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 39
acuan bagi pemerintah daerah dalam memberikan rekomendasi dalam penggunaan
DLKp.
4. Jangkauan Penyusunan
Ruang lingkup penyusunan pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan
(DLKp) adalah menetapkan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
penyeberangan yang meliputi: a. Menentukan ukuran luas pelabuhan termasuk
koordinat geografis. b.Menentukan ukuran alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
Menentukan ukuran luas keperluan keadaan darurat.d. Menentukan ukuran luas
pengembangan pelabuhan jangka panjang. e.Menentukan ukuran luas percobaan
berlayar dikaitkan dengan jumlah dan ukuran kapal yang melakukan percobaan
berlayar. f. Menentukan ukuran luas fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan
perbaikan kapal untuk mengantisifasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau
musibah kapal lainnya. g. Menentukan ukuran luas sarana bantu navigasi pelayaran
5. Objek atau Arah Pengaturan
a.Daerah Lingkungan Kepentingan ( DLKp )
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah
lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin
keselamatan pelayaran 2. Untuk kepentingan angkutan penyeberangan, maka
pelabuhat laut maupun pelabuhan sungai dan danau harus menyediakan areal
khusus untuk kepentingan pelayanan angkutan penyeberangan.
Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di
luar Daerah Lingkungan Kerja perairan yang digunakan untuk alur-pelayaran dari
dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka
panjang, penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan,
2 Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 40
fasilitas pembangunan, dan pemeliharaan kapal. Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah
Lingkungan Kerja perairan, dan digunakan untuk 3:
a) alur pelayaran dari dan ke pelabuhan;
b) keperluan keadaan darurat;
c) penempatan kapal mati;
d) percobaan berlayar;
e) kegiatan pemanduan kapal;
f) fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
g) pengembangan pelabuhan jangka panjang.
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan perlu ditetapkan dalam rangka
untuk memberikan rekomendasi untuk penetapan lokasi pelabuhan,
sebagaimana halnya DLKp pelabuhan. Penetapan DLKp adalah oleh: a)Menteri
untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; b) gubernur untuk pelabuhan
pengumpan regional; atau b) bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal
serta pelabuhan sungai dan danau.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan
batas-batas DLKp pelabuhan penyeberangan selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja sejak hasil penelitian diterima. 4 Dalam penetapan batas
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana paling sedikit
memuat 5:
1) luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan; dan 2) titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan
3 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 314 Ibid, Pasal 12 ayat (5)5 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 33
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 41
b. Menetapkan ukuran DLKP wilayah perairan
Fasilitas daerah lingkungan kepentingan di pelabuhan penyeberangan yang
akan diukur adalah sebagai berikut 6: 1) Alur pelayaran dari dan ke pelabuhan,
Fasilitas keperluan keadaan darurat, 2) Pengembangan pelabuhan jangka
panjang, 3) Percobaan berlayar, dan 4) Fasilitas pembangunan serta
pemeliharaan dan perbaikan kapal. Untuk memperoleh ukuran daerah
lingkungan kepentingan wilayah perairan yang digunakan untuk penyediaan
fasilitas tersebut adalah dengan pendekatan sebagai berikut
1) Area Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar
pelabuhan. Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui
variabel lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan
penyeberangan. Besarnya ukuran lebar alur pelayaran ditentukan dari
sembilan kali lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan
penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara matematis dapat
dilihat pada formula berikut 7:
W = 9B + 30
Keterangan:
W = Lebar alur pelayaran
B = Lebar kapal maksimum
2) Area Keperluan Keadaan Darurat
Untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah kapal
lainnya maka diperlukan area yang memadai. Musibah tersebut adalah
berupa kecelakaan kapal, kebakaran kapal, kapal kandas dan lain-lain.
Variabel yang harus diketahui sebelum menentukan ukuran keperluan
darurat adalah variabel luas areal pindah labuh kapal. Penentuan ukuran area
salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas areal pindah labuh kapal.
6 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Pasal 10 ayat (4)
7 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 42
Artinya luas ukuran keperluan darurat adalah setengah dari luas arela pindah
labuh kapal, secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut 8:
Ad = 0,5 * A
atau
Ad = 0,5 * N * π * R2
dimana
R = L + 6D + 30
Keterangan:
Ad = Area keperluan keadaan darurat
A = Luas areal berlabuh
N = Jumlah kolam putar
π = Konstanta (3,14)
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air
3) Area Pengembangan Pelabuhan Jangka Panjang
Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas
barang dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan
barang tersebut tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat
pelayanan jasa tidak terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana
teknis pelabuhan sebagai penanggung jawab kegiatan operasional di
pelabuhan penyeberangan setidaknya menyiapkan dua kali luas eksisting
pelabuhan yang ada untuk rencana pengembangan pelabuuhan ke depan.
8 Ibid, Pada Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 43
4) Area Percobaan Berlayar
Dalam hal menetapkan ukuran area percobaan berlayar maka faktor utama
yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana yang akan berlayar di
pelabuhan penyeberangan. 9
5) Area Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal
Sama halnya dengan penentuan ukuran area percobaan berlayar, dalam hal
menetapkan ukuran fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan
kapal maka faktor utama yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal
maksimum yang akan dibangun atau diperbaiki. 10
6) Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKp
Setelah ukuran DLKp berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah
selanjutnya adalah dengan mengukur atau mengeplotkannya ke dalam areal
atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara
in situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan
agar dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan
pelayanan penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan,
bathimetri perairan, oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai
RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis untuk pemetaan DLKp harus menyertakan
titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKp dari setiap
fasilitas pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk
koordinat dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara
fisik daerah batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya sungai,
batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga
diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas dihubungkan satu sama lain
sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta
dibuat sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan
keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili.
9 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
10 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 44
Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKp Wilayah perairan Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53
tahun 2003.
Gambaran titik-titik kordinat geografis tersebut dalam sebuah peta DLKp
pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau standar
kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran peta
didasarkan pada: a.Peta kadastral/hak milik, dengan skala ≥ 1 : 5.000; b.Peta
skala besar, 1 : 5.000 – 1 : 25.000; c.Peta skala medium, 1 : 25.000 – 1 :
500.000; d.Peta skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, <
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 45
1 : 1.000.000 11. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek
(dalam hal ini lokasi pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya
(misalnya Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru
diregistrasi sesuai titik-titik koordinatnya. Selanjutnya dari peta dasar ini akan
digunakan untuk penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan dan batas-
batas DLKp. Peta tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan
lahan wilayah daratan (tata guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang serta lahan wilayah perairan.
Peta harus diplot dengan skala yang cukup sehingga seluruh batas-batas
DLKp dapat tercantum dalam peta tersebut. Dalam keterangan gambar perlu
juga ditampilkan insert peta yang berupa lokasi pelabuhan dalam suatu
wilayah administrasi propinsi atau kabupten/kota tertentu sehingga mudah
dalam pencarian lokasi tersebut.
Gambar 5.2.Contoh Peta DLKp Pelabuhan
Lebih jelasnya alir penetapan DLKP pelabuhan laut untuk angkutan
penyeberangan dapat dilihat pada diagram berikut.
11 Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 46
Gambar Diagram 5.3.Alir Penetapan DLKp Pelabuhan Laut untuk Kepentingan
Angkutan Penyeberangan
Data dukung:- RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Data Ukuran DLKp Perairan- Peta Lokasi Pelabuhan dengan
batas-batas KoordinatGeografis
Penelitian berkaspermohonan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapiberkas
Kriteria:- Kesesuaian dengan RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Kesesuaian Luas DLKp
perairan- Kesesuaian titik koordinat
geografis
Penetapan olehMenteri/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan dariPemerintah/Pemda
yang tergabungdalam kesatuan
Permohonan LokasiPelabuhan
Hasil penelitianDITERIMA/ DITOLAKmaksimal waktu 30 harisetelah semua berasLENGKAP
Penetapan maksimalwaktu 14 hari setelah
hasil penelitian diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 47
C. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DKr) Pelabuhan Laut
Untuk Kepentingan Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan
Dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
pada Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat
(6), Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan Pemerintah No. 61
Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan
Pasal 36, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal
13, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan penyeberangan
bertujuan untuk menyusun panduan penetapan daerah lingkungan kerja baik
wilayah perairan maupun wilayah daratan sehingga dapat memberikan jaminan
keamanan dan kenyamanan bagi pengguna pelabuhan penyeberangan.
3. Sasaran Yang Diwujudkan Dalam Penyusunan
Sasaran yang diharapkan dari penyusuna konsep Pedoman Penetapan Daerah
Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan Laut untk Kepentingan Penyeberangan ini
adalah sebagai pedoman dalam menentukan ukuran DLKr terutama darata.
4. Jangkauan Penyusunan
Pedoman ini disusun untuk menjadi pegangan dalam penetapan daerah lingkungan
kerja (DLKr) pelabuhan penyeberangan. Ruang lingkup penyusunan pedoman
Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah menetapkan daerah
lingkungan kerja pelabuhan penyeberangan dan penggunaannya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 48
5. Objek atau Arah Pengaturan
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada
pelabuhan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan 12. Dalam hal
untuk kepentingan angkutan penyeberangan. Penggunaan wilayah daratan dan
perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan yang ditetapkan oleh Menteri yang harus
sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional wajib disertai dengan Rencana
Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) pelabuhan 13. Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan dengan koordinat geografis untuk
menjamin kegiatan kepelabuhanan. Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan tersebut,
terdiri atas 14: a) wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang; dan b) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan
alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan
kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk
pelabuhan laut untuk kepentingan angkutan penyeberangan ditetapkan oleh 15: a)
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dan b) gubernur atau bupati/walikota untuk
pelabuhan pengumpan.
Rencana peruntukan wilayah daratan dalam DLKr disusun untuk penyediaan
fasilitas dalam melayani kegiatan angkutan penyeberangan, yaitu 16; 1) fasilitas
poko yang terdiri dari: a) Fasilitas pokok meliputi : b) terminal penumpang;b)
penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang); c) jalan penumpang
keluar/masuk kapal (gang way); d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan
pelayanan jasa; e) fasilitas bunker; f) instalasi air bersih, listrik, dan
telekomunikasi; g) akses jalan dan/atau jalur kereta api; h) fasilitas pemadam
12 Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 113 Ibid, Pasal 7214 Ibid, Pasal 7515 Ibid, Pasal 7616 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 26
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 49
kebakaran; dan dan i) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor
sebelum naik ke kapal. 2) Fasilitas penunjang meliputi: a) kawasan perkantoran
untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan; b) tempat
penampungan limbah; c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
penyeberangan; d) areal pengembangan pelabuhan; dan e) fasilitas umum lainnya.
Lebih jelasnya penetapan dan ukuran DLKPr
a. Menetapkan ukuran DLKr wilayah daratan
Untuk memperoleh ukuran daerah lingkungan kerja wilayah daratan yang
digunakan untuk penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang, adalah
dengan pendekatan sebagai berikut.
1). Menetapkan Area Terminal Penumpang
Untuk menentukan luas area terminal adalah dengan cara menjumlahkan luas
areal ruang tunggu, luas areal ruang kantin/kios, luas areal ruang administrasi,
luas areal ruang utilitas, dan luas areal ruang publik. Secara matematis untuk
menentukan ruang areal terminal penumpang ada sebagai berikut 17:
A = a1 + a2 + a3 + a4 + a5
Keterangan:
A = Luas total areal gedung terminal (m2)
a1 = Luas areal ruang tunggu (m2)
a2 = Luas areal ruang kantin/kios (m2)
a3 = Luas areal ruang administrasi (m2)
a4 = Luas areal ruang utilitas (m2)
a5 = Luas areal ruang publik (m2)
Penetapan luas areal ruang tunggu (a1) diperoleh dari hasil perkalian antara luas
area yang dibutuhkan untuk satu orang dengan jumlah penumpang dalam satu
kapal yang direncanakan beroperasi di pelabuhan penyeberangan dan jumlah
17 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 50
kapal yang datang/berangkat pada saat yang bersamaan serta rasio konsetrasi dan
rata-rata fluktuasi. Secara matematis dapat ditunjukan dengan formula berikut 18:
a1 = a * n * N * x * y
Keterangan:
a1 = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
Luas area ruang kantin (a2) diperoleh dari 15% total luas area ruang tunggu (15%
* a1). Sementara luas areal administrasi (a3) juga diperoleh dari 15% total luas
area ruang tunggu (15% * a1). Sedangkan luas areal ruang utilitas (a4) diperoleh
dari 25% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal kantin/kios, dan luas
areal ruang administrasi (25% * [a1 + a2 + a3]). Terakhir luas areal ruang publik
(a5) diperoleh dari 10% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal
kantin/kios, luas areal ruang administrasi, dan luas areal ruang utilitas (10% * [a1
+ a2 + a3 + a4]). 19
2). Area Penimbangan Kendaraan Bermuatan
Jembatan timbang adalah tempat untuk menimbang kendaraan beserta muatannya.
Untuk mengetahui kapasitas timbangan akan digunakan berdasarkan Jumlah Berat
Diperbolehkan (JBB) dan juga berdasarkan Muatan Sumbu Terberat (MST) .
Besarnya angka JBB dan MST tergantung jenis kapal yang beroperasi. Di
Indonesia kemampuan kapal terbesar yang beroperasi untuk mengangkut
kendaraan yang memiliki JBB baru sebatas 40 ton sementara untuk angka MST
baru sebatas 10 ton. Sehingga disain jembatan timbang yang akan dipakai di
18 Ibid, Lampiran II19 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 51
pelabuhan penyeberangan minimal harus mampu mengukur JBB 40 ton dan MST
10 ton. 20
3). Area Jalan penumpang keluar/masuk (gang way)
Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way) adalah tempat untuk
memisahkan akses penumpang dan akses kendaraan dengan menggunakan
jalan/jembatan. Untuk menentukan ukuran panjang jalan keluar/masuk penumpang
maka harus mengetahui variabel panjang dermaga dan jarak antara ruang tunggu
dan area dermaga. Sementara untuk lebar jalan penumpang keluar/masuk adalah
harus mampu mengakomodasi pejalan kaki tiga orang penumpang berderet. Oleh
karena itu, jalan penumpang keluar/masuk kapal minimal memiliki panjang dari
total penjumlahan panjang dermaga dan jarak antara ruang tunggu dengan
dermaga, sementara lebar gang way minimal mampu mengakomodasi tiga orang
penumpang jalan berderet.
4).Area Perkantoran Untuk Kegiatan Pemerintahan dan Pelayanan Jasa
Untuk menentukan besarnya luas areal perkantoran digunakan 15% dari luas ruang
tunggu. Artinya adalah 0,15 kali dari luas ruang tunggu penumpang. secara
matetamatis dapat ditunjukkan dengan formula berikut 21:
a3 = 0,15 * a1
atau
a3 = 0,15 * a * n * N * x * y
Keterangan:
a3 = Luas area perkantoran
a1 = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
20 Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 TentangPersyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan PelayananPemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan
21 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 52
5). Area Fasilitas Penyimpanan Bahan Bakar (Bunker)
Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu diketahui variabel jenis dan jumlah
kapal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat
ditunjukkan dengan formula berikut 22:
V = D1 + D2 + D3 + ... + Dn
Keterangan:
V = Volume bungker (tanki)
D1 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal pertama
D2 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal kedua
D3 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal ketiga
Dn = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal-kapal selanjutnya
6). Area Instalasi Penyediaan Air Bersih
Untuk mengetahui besarnya fasilitas penyediaan air bersih dapat diukur dari
perkalian besarnya kebutuhan air perorang per hari dengan total penumpang dan
pegawai yang ada di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat
ditunjukkan dengan formula berikut 23:
V = d * (P + W)
Keterangan:
V = Volume tangki air bersih
d = Kebutuhan air per orang per hari untuk di terminal/perkantoran
(25 liter)
P = Jumlah rata-rata penumpang per hari di terminal penyeberangan
W = Jumlah pegawai di terminal penyeberangan
7). Area Fasilitas Listrik dan Telekomunikasi
Instalasi listrik adalah fasilitas untuk memasok tenaga listrik guna mendukung
kegiatan bongkar muat di pelabuhan sementara fasilitas telekomunikasi adalah
22 Ibid, Pada Lampiran II23 Sutrisno. T., Suciastuti. E. Teknologi Penyediaan Air Bersih, 2002, Rineka Cipta
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 53
fasilitas untuk memudahkan komunikasi intern dan ekstern di pelabuhan. Ukuran
fasilitas listrik dan telekomunikasi di pelabuhan penyeberangan dikonfersikan
dari besarnya ruang yang dibutuhkan untuk menempatkan sumber pembangkit
listrik (generator) serta server alat komunikasi yang dipakai. Jadi kebutuhan areal
untuk generator didasarkan pada standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik
seluas 150 m2. Sementara untuk fasilitas telekomunikasi membutuhkan area
seluas 60 m2. 24
8). Area Akses Jalan dan/atau Jalur Kereta Api
Kebutuhan ruang stasiun diperoleh berdasarkan perkalian dari kebutuhan ruang
per orang penumpang dikalikan dengan jumlah penumpang tiap gerbong, jumlah
gerbong yang datang/pergi secara bersamaan, rasio konsentrasi dan rata-rata
fluktuasi. Secara matematis dapat ditampilkan sesuai formula berikut 25:
A = a * n * N * x * y
Keterangan:
A = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (0,6 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu gerbong
N = Jumlah gerbong yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
9). Area Fasilitas Pemadam Kebakaran
Fasilitas pemadam kebakaran adalah fasilitas untuk menanggulangi bahaya
kebakaran dapat berupa hydrant, tabung kebakaran, dan alarm pendeteksi
kebakaran dan unit mobil pemadam kebakaran. Ukuran fasilitas mobil pemadam
kebakaran dapat diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang tiap mobil pemadam dan
24 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
25 Ibid, Pada Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 54
total mobil yang disediakan di lokasi pelabuhan penyeberangan. Secara matematis
dapat dilihat dari formula berikut 26:
A = a * n
Keterangan:
A = Total kebutuhan ruang parkir mobil pemadam kebakaran
a = Kebutuhan ruang untuk satu mobil pemadam kebakaran (60 m2)
n = Jumlah mobil pemadam kebakaran yang tersedia di lokasi pelabuhan
10). Area Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor Sebelum Naik Kapal.
Untuk menentukan besarnya area tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik
kapal dapat ditentukan dari perkalian antara luas areal yang dibutuhkan untuk satu
unit kendaraan, jumlah kendaraan dalam satu kapal, jumlah kapal yang datang/pergi
secara bersamaan, rata-rata pemanfaatan dan rasio konsentrasi. Secara matematis
dapat dilihat pada formula berikut 27:
A = a * n * N * x * y
Keterangan:
A = Luas total areal parkir untuk kendaraan menyeberang
a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, dimana:
Truk 8 Ton = 60 m2
Truk 4 Ton = 45 m2
Truk 2 Ton = 25 m2
Kendaraan Penumpang = 25 m2
n = Jumlah kendaraan dalam satu kapal
N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x = Rata-rata pemanfaatan
y = Rasio konsentrasi
26 Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 TentangPersyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan PelayananPemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan
27 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 55
b. Fasilitas Penunjang DLKp
Beberapa fasilitas penunjang daerah lingkungan kerja di area darat untuk pelabuhan
penyeberangan adalah sebagai berikut 28:
a) Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan,
b) Tempat penampungan limbah
c) Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) Areal pengembangan pelabuhan,
e) Fasilitas umum lainnya meliputi:
(1) Tempat peribadatan
(2) Area taman
(3) Area jalur hijau
(4) Tempat pelayanan kesehatan
(5) Area parkir kendaraan antar/jemput
1). Area Kawasan Perkantoran Untuk Menunjang Kelancaran Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan
Kawasan perkantoran yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan pelayanan
jasa pendukung untuk melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan.
Kebutuhan ruang untuk kawasan perkantoran disubsitusi dari kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung.
Jadi berdasarkan hal tersebut maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk
membangun kawasan perkantoran diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk
satu kantor dengan jumlah kantor yang akan dibangun. Secara matematis dapat
dilihat dari formula berikut 29:
A = a * n
Keterangan:
A = Total luas kawasan perkantoran
a = Luas untuk satu ruang perkantoran (60 m2)
n = Jumlah seluruh kantor yang akan dibangun
28 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.2681/AP.005/DRJD/2006, Pasal 5 ayat(3)
29 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 56
2). Area Tempat Penampungan Limbah
Penampungan limbah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah limbah cair
domestik dan limbah padat (sampah) yang dihasilkan dari aktivitas pelabuhan.
Untuk menentukan besarnya penampung limbah cair domestik diperoleh dari
variabel kebutuhan air rata-rata per hari di terminal, sedangkan untuk menentukan
besarnya penampungan limbah padat (sampah) dapat diperoleh dari besarnya
volume timbulan sampah per orang per hari. Oleh karena itu, besarnya volume
limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelabuhan diperoleh dari 25% dikalikan
dengan besarnya kebutuhan air bersih per hari di pelabuhan. Artinya besarnya
limbah yang dihasilkan adalah 0,25 dari total kebutuhan air di pelabuhan. Secara
matematis dapat dilihat dari formula berikut 30:
V = 0,25 * D
Keterangan:
V = Volume air limbah yang dihasilkan di pelabuhan penyeberangan
D = Kebutuhan total air bersih di pelabuhan penyeberangan
Sedangkan untuk menentukan besarnya volume limbah padat (sampah) dapat
diperoleh dari perkalian timbulan sampah per orang per hari dari penumpang
dengan jumlah total penumpang dan pegawai di pelabuhan, secara matematis
dapat dilihat dari formula berikut 31:
V = t * (P + W)
Keterangan:
V = Volume timbulan sampah total di pelabuhan penyeberangan
t = Timbulan sampah per orang penumpang per hari (0,15 m3)
P = Jumlah total penumpang per hari di pelabuhan penyeberangan
W = Jumlah pegawai di pelabuhan penyeberangan
30 Darmasetiawan. M, Sarana Sanitasi Perkotaan, 2004, Ekamitra Engineering31 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Penyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 57
3). Area Fasilitas Usaha Yang Menunjang Kegiatan Pelabuhan
Penyeberangan
Fasilitas usaha yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan perdagangan untuk
melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan. Kebutuhan ruang untuk
kawasan perdagangan disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan
fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi berdasarkan hal tersebut
maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk membangun kawasan perdagangan
diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk satu tempat usaha dengan jumlah
total tempat usaha yang akan dibangun. Secara matematis dapat dilihat dari
formula berikut 32:
A = a * n
Keterangan:
A = Total luas kawasan perdagangan
a = Luas untuk satu ruang tempat usaha (60 m2)
n = Jumlah seluruh tempat usaha yang akan dibangun
4). Area Pengembangan Pelabuhan
Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas barang
dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan barang tersebut
tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat pelayanan jasa tidak
terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana teknis pelabuhan sebagai
penanggung jawab kegiatan operasional di pelabuhan penyeberangan setidaknya
menyiapkan dua kali luas eksisting pelabuhan yang ada untuk rencana
pengembangan pelabuuhan ke depan.
5). Area Fasilitas Umum Lainnya
Fasilitas umum lainnya yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai berikut 33:
(a). Tempat peribadatan
32 Ibid, Lampiran II33 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 58
Kebutuhan ruang untuk fasilitas peribadatan disubsitusi dari kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk
pendukung. Jadi besarnya ruang yang dibutuhkan berdasarkan hal tersebut
adalah 60 m2.
(b).Area taman
Besarnya areal taman dikonfersikan dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari
luas ruang tunggu, artinya 0,15 dikalikan dengan luas ruang tunggu
penumpang.
(c). Area jalur hijau
Sama halnya dengan area taman, besarnya areal jalur hijau juga dikonfersikan
dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari luas ruang tunggu, artinya 0,15
dikalikan dengan luas ruang tunggu penumpang.
(d).Tempat pelayanan kesehatan
Sama hanya dengan tempat peribadatan, kebutuhan ruang untuk fasilitas
kesehatan juga disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan
fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi besarnya ruang yang
dibutuhkan berdasarkan hal tersebut adalah 60 m2.
(e). Area parkir kendaraan antar/jemput
Untuk menentukan besarnya kebutuhan ruang untuk area parkir kendaraan
antar/jemput, maka harus diketahui beberapa variabel yang mempengaruhi
kebutuhan lahan yaitu:
(1) Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan
(2) Jumlah penumpang dalam satu kapal
(3) Jumlah penumpang dalam satu kendaraan
(4) Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
(5) Rata-rata pemanfaatan
(6) Rasio konsentrasi
(7) Rata-rata pemanfaatan
Jadi untuk menentukan besarnya lahan perkir yang dibutuhkan diperoleh dari
perkalian antara luas area yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, jumlah
dalam satu kapal, jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan, rata-rata
pemanfaatan, rasio konsentrasi, dan rata-rata pemanfaatan serta dikalikan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 59
dengan satu per jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Secara matematis
dapat dilihat dalam formula berikut 34:
A = a * n1 * N * x * y * z * 1/n2
Keterangan:
A = Luas total area parkir untuk kendaraan antar/jemput
a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan (25 m2)
n1 = Jumlah penumpang dalam satu kapal
n2 = Jumlah penumpang dalam satu kendaraan (8 penumpang per kendaraan)
N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x = Rata-rata pemanfaatan (1,0)
y = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
z = Rata-rata pemanfaatan (1,0 : Seluruh penumpang meninggalkan terminal
dengan kendaran)
c. Menetapkan ukuran DLKr wilayah perairan
Selanjutnya, untuk menetapkan ukuran daerah lingkungan kerja wilayah perairan
yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat
antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan
kebutuhan, dengan pendekatan sebagai berikut:
1). Area Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar pelabuhan.
Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui variabel lebar
kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Besarnya ukuran
lebar alur pelayaran ditentukan dari sembilan kali lebar kapal maksimum yang
beroperasi di pelabuhan penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara
matemati dapat dilihat pada formula berikut 35:
34 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
35 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 60
W = 9B + 30
Keterangan:
W = Lebar alur pelayaran
B = Lebar kapal maksimum
2). Area Sandar Kapal
Fasilitas sandar kapal adalah sarana untuk sandar kapal dalam rangka bongkar muat
kapal termasuk untuk naik turun kendaraan beserta muatannya. Fasilitas sandar
kapal yang dimaksud di sini juga termasuk dermaga. Untuk menentukan panjang
fasilitas sandar kapal dan panjang dermaga harus diketahui variabel panjang kapal
maksimal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Jadi panjang dermaga yang
dibutuhkan di suatu pelabuhan penyeberangan sebesar 1,3 kali panjang kapal
maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan, sedangkan luas area yang
sandar kapal diperoleh dari 1,8 panjang kapal maksimum dikalikan dengan 1,5
panjang kapal maksimum. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 36:
Ad = 1,3 * L
dan
A = 1,8L * 1,5L
Keterangan:
Ad = Panjang dermaga/tempat sandar kapal
A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal
L = Panjang kapal maksimal
3) Area Tempat Labuh
Perairan tempat labuh adalah area perairan yang digunakan untuk lego jangkar
kapal yang sedang istirahat, docking ringan atau sedang menunggu antrian
sebelum masuk kolam pelabuhan. Dalam hal penentuan ukuran perairan tempat
labuh kapal, maka harus diketahui beberapa variabel, variabel-variabel tersebut
adalah jumlah kolam putar yang ada di pelabuhan penyeberangan, jari-jari areal
untuk berlabuh per kapal, panjang kapal yang berlabuh, dan kedalaman air di
36 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 61
pelabuhan penyeberangan. Jadi untuk menentukan ukuran perairan yang
digunakan untuk tempat berlabuh kapal diperoleh dengan cara perkalian antara
jumlah kolam putar yang ada dengan konstanta (π) serta kuadrat jari-jari areal
untuk berlabuh per kapal, sementara jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
didapat dari total penjumlahan panjang kapal berlabuh dan enam kali kedalaman
air serta ditambahkan 30 meter. Secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut37:
A = N * π * R2
dimana
R = L + 6D + 30
Keterangan:
A = Luas areal berlabuh
N = Jumlah kolam putar
π = Konstanta (3,14)
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air
4) Area Kolam Pelabuhan Untuk Kebutuhan Sandar dan Olah Gerak Kapal
Penentuan kedalaman kolam pelabuhan diperoleh dari menambahkan minimal 1
meter dari tinggi beban muatan penuh (full load draft) sebagai kelonggaran
kedalaman. Sedangkan penentuan areal kolam putar diperoleh dengan cara
perkalian antara jumlah kolam putar dengan konstanta (π) serta kuadrat diameter
areal kolam putar dibagi dengan empat. Secara matematis dapat dilihat dari rumus
berikut 38:
37 Ibid, Lampiran II38 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 62
d = 1 + f
dan
A = N * π * D2/4
dimana
D = 3 * L
Keterangan:
d = Kedalaman kolam pelabuhan
f = Beban muatan penuh (full load draft)
A = Luas areal kolam putar
N = Jumlah kolam putar rencana
π = Konstanta (3,14)
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Diameter areal kolam putar
5) Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKr
Setelah ukuran-ukuran dari DLKr berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah
selanjutnya adalah dengan mengukurkan atau mengeplotkannya ke dalam areal
atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara in
situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan agar
dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayanan
penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan, bathimetri perairan,
oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis atau pemetaan DLKr tersebut harus menyertakan
titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKr dari setiap fasilitas
pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk koordinat
tersebut dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara fisik
daerah tersebut dengan batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya
sungai, batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga
diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas tersebut dihubungkan satu sama lain
sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta dibuat
sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara
berbagai perwujudan yang diwakili.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 63
Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Penyeberangan
Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53 tahun 2003.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 64
Selanjutnya adalah penggambaran titik-titik kordinat geografis tersebut dalam
sebuah peta DLKr pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau
standar kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran
peta didasarkan pada: a.Peta kadastral/hak milik, dengan skala ≥ 1 : 5.000; b.Peta
skala besar, 1 : 5.000 – 1 : 25.000; c.Peta skala medium, 1 : 25.000 – 1 : 500.000;
d.Peta skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, < 1 : 1.000.00039. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek (dalam hal ini lokasi
39 Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 65
pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya (misalnya
Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru diregistrasi
sesuai titik-titik koordinatnya, baru kemudian didigitasi sehingga dapat
ditampilakan secara giografis. Selanjutnya dari peta dasar ini digunakan untuk
penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan tersebut dan batas-batas DLKr. Peta
tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan lahan wilayah daratan (tata
guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang serta lahan wilayah perairan.
Lebih jelasnya diagram alir penetapan DLKr pelabuhan laut untuk kepentingan
angkutan penyeberangan dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar Diagram 5.4.Alir Penetapan DLKr Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Angkutan Penyeberangan
Data dukung:- RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Data ukuran DLKr daratan- Data Ukuran DLKr Perairan- Peta Lokasi Pelabuhan
dengan batas-batasKoordinat Geografis
Penelitian berkaspermohonan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapi berkas
Kriteria:- Kesesuaian dengan RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Kesesuaian Luas DLKr
daratan- Kesesuaian Luas DLKr
perairan- Kesesuaian dengan titik
koordinat geografisPenetapan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan dariPemerintah/Pemda
yang tergabungdalam kesatuan
PermohonanLokasi Pelabuhan Hasil penelitian
DITERIMA/ DITOLAKmaksimal waktu 30 harisetelah semua berasLENGKAP
Penetapan maksimalwaktu 14 hari setelahhasil penelitianditerima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 66
D. Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 188 ayat (3), dan Pasal 193, Peraturan Pemerintah
No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 8 dan Pasal 17, serta
Peraturan Menteri Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut
pada Pasal 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
36, dan Pasal 37, laut diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep
Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan adalah
untuk menjamin ketertiban, kelancarana, keselamatan dan keamanan pelayaran di
alur penyeberangan.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di
Alur Penyeberangan adalah adanya acuan atau Pedoman Berlalulintas bagi
Nahkoda pada suatu alur pelayaran.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
adalah:
a. Berlalu lintas memasuki pelabuhan
b. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan
c. Berlalu lintas di Alur penyeberangan
d. Sistem Perambuan
e. Ruang Bebas Alur penyeberangan
5. Objek atau arah pengaturan
Pemerintah, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, dalam
penyelenggaraan alur-pelayaran berkewajiban untuk 40: a.menetapkan alur-
pelayaran; b.menetapkan sistem rute; c.menetapkan tata cara berlalu lintas; dan
d.menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya. Nakhoda semua
40 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 188 ayat (3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 67
kapal dalam pelayarannya, wajib mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan 41:
a.tata cara berlalu lintas; b.alur-pelayaran; c.sistem rute; d.daerah-pelayaran lalu
lintas kapal; dan e.Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, serta
pada wilayah tertentu wajib melaporkan semua informasi melalui Stasiun Radio
Pantai (SROP) terdekat.
a. Berlalu lintas memasuki pelabuhan
Pemilik, operator kapal, atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana kedatangan
kapalnya di pelabuhan kepada Syahbandar dengan mengirimkan telegram radio
Nakhoda (master cable) kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara
Pelabuhan, atau Syahbandar melalui stasiun radio pantai dengan tembusan kepada
perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat
puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan. Pemberitahuan kedatangan
kapal oleh Nakhoda dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable)
disampaikan kepada Syahbandar melalui stasiun radio pantai. Pemberitahuan
kedatangan kapal yang telah diterima oleh stasiun radio pantai disampaikan kepada
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar dan
perusahaan angkutan laut atau agen umum dengan menggunakan sarana telepon,
faksimili, surat elektronik (e-mail), radio, dan/atau ordonan (caraka) 42. Telegram
radio Nakhoda (master cable) birisikan : a).nama kapal; b).tanda panggilan
(callsign); c).Maritime Mobile Services Identities (MMSI); d).tanggal dan waktu
pelaporan; e).posisi pada saat pelaporan; dan f).pelabuhan asal dan pelabuhan
tujuan 43.
Kapal yang akan memasuki pelabuhan harus mendahulukan kapal lain yang akan
keluar pelabuhan, terutama jika area berlabuh yang terbatas, atau akan sandar pada
dermaga yang sama. Untuk selalu diingat, saat memasuki pelabuhan, alur yang
disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri dengan warna merah
dan sebelah kanan dengan warna hijau. Sesaat sebelum memasuki pelabuhan atau
sebelum sandar, ABK harus mengingatkan para penumpang untuk tidak terburu-
buru berebutan keluar kapal, karena bisa mengakibatkan ketidak seimbangan kapal
karena penumpang berkumpul pada satu titik. Kapal harus dipastikan telah diikat
41 Ibid, Pasal 19342 Ibid, Pasal 82 ayat (1)43 Peraturan Menteri No. PM 26 tahun 2011 tentang Telekomunkasi Pelayaran, Pasal 52 ayat (3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 68
sempurna dengan dermaga sebelum penumpang dan kendaraan diperbolehkan
meninggalkan kapal. Penumpang orang hendaknya didahulukan dalam proses
bongkar, baru kemudian kendaraan.
Gambar 5.5. Panduan Perambuan Kapal Memasuki Pelabuhan
Berdasarkan IALA ( International Of Association Of Marine Aid to Navigation
Lighthouse Authorities ) setiap kapal yang memasuki pelabuhan harus
memperhatikan perambuan dengan nama, warna, huruf serta tanda yang juga
dapat digunakan pada pelabuhan penyeberangan sebagai berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 69
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 70
Gambar 5.6
b. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan
Setiap kapal yang meninggalkan pelabuhan harus secepatnya memberitahukan
kepada stasiun radio pantai atau stasiun-stasiun terkait bahwa jam dinas stasiunnya
akan dibuka kembali sepanjang diizinkan oleh peraturan yang berlaku, namun
stasiun yang tidak mempunyai jam dinas tetap, pemberitahuan dilakukan ketika
pertama kali dinas stasiunnya dibuka setelah berangkat dari pelabuhan 44.
Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar (Port
Clearance) yang dikeluarkan oleh Syahbandar setelah kapal memenuhi persyaratan
kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya. Untuk memperoleh Surat Persetujuan
44 Peraturan Menteri No. KM. 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat PersetujuanBerlayar, Pasal 3
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 71
Berlayar (Port Clearance), pemilik atau operator kapal mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Syahbandar, dengan melampirkan 45:
a) surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing
Declaration); dan
b) dokumen muatan serta bukti-bukti pemenuhan kewajiban kapal lainnya,
meliputi : 1) bukti pembayaran jasa kepelabuhanan; 2) bukti pembayaran
jasa kenavigasian; 3) bukti pembayaran penerimaan uang perkapalan; 4)
persetujuan (clearance) Bea dan Cukai (jika ada); 5) persetujuan (clearance)
Imigrasi (jika ada); 6) persetujuan (clearance) Karantina kesehatan (jika ada);
dan/atau, 7) persetujuan (clearance) Karantina hewan dan tumbuhan (jika
ada);
Berkas permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance)
diserahkan kepada Syahbandar setelah semua kegiatan di atas kapal selesai dan
kapal siap untuk berlayar yang dinyatakan dalam surat pernyataan kesiapan kapal
berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration). Penyerahan permohonan
dapat dilakukan dengan cara : a).menyerahkan ke loket pelayanan satu atap pada
Kantor Syahbandar; atau b).mengirimkan secara elektronik (upload) melalui
Inaportnet pada pelabuhan yang telah menerapkan National Single Window
(NSW).
Selanjutnya, berdasarkan permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port
Clearance), pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal melakukan pemeriksaan
kelaiklautan kapal, meliputi: a).administratif; dan b).fisik di atas kapal.
Pemeriksaan administratif kelaiklautan kapal, dilakukan untuk meneliti
kelengkapan, dan masa berlaku atas:
a) surat-surat dan dokumen yang di lampirkan pada saat penyerahan surat
permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance);dan
b) sertifikat dan surat-surat kapal yang telah diterima oleh Syahbandar pada saat
kapal tiba di pelabuhan.
45 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 82 ayat (2)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 72
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal membuat
kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan administratif dengan
menggunakan daftar pemeriksaan yang telah disiapkan.
Pemeriksaan fisik kelaiklautan, dilakukan oleh pejabat pemeriksa kelaiklautan
kapal di atas kapal guna meneliti: a).kondisi nautis-teknis dan radio kapal; dan
b).pemuatan dan stabilitas kapal; sesuai dengan keterangan yang disebutkan dalam
surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing
Declaration). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ini, pejabat pemeriksa
kelaiklautan kapal membuatkan kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan
persyaratan teknis kelaiklautan kapal dengan menggunakan daftar pemeriksaan
yang telah disiapkan. Kekurangan persyaratan teknis kelaiklautan kapal, wajib
disampaikan kepada pemilik atau operator kapal untuk dilengkapi.
Selanjutnya Syahbandar mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (Port
Clearance) berdasarkan hasil kesimpulan atau resume pemenuhan persyaratan
administratif dan teknis kelaiklautan kapal yang telah terpenuhi semua. Surat
Persetujuan Berlayar (Port Clearance) yang telah ditandatangani oleh Syahbandar,
segera diserahkan kepada pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang
ditunjuk mengageni kapal untuk diteruskan kepada Nakhoda kapal. Setelah Surat
Persetujuan Berlayar (Port Clearance) diterima di atas kapal, Nakhoda kapal wajib
segera menggerakkan kapal untuk berlayar meninggalkan pelabuhan sesuai dengan
waktu tolak yang telah ditetapkan. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance)
berlaku 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang ditetapkan dan hanya
dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pelayaran. Dalam keadaan tertentu, dalam hal
kondisi cuaca pada perairan yang akan dilayari kapal dapat membahayakan
keselamatan berlayar, Syahbandar dapat menunda pemberangkatan kapal.
Penundaan keberangkatan kapal yang melebihi 24 (dua puluh empat) jam dari
waktu tolak yang telah ditetapkan, pemilik atau operator kapal atau badan usaha
yang ditunjuk menjadi agen kapal wajib mengajukan surat permohonan ulang
penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) kepada Syahbandar.
Sesaat sebelum melepas sauh dari dermaga, atau sesaat setelah meninggalkan
pelabuhan atau pada saat maneuver, ABK harus memperagakan pemakaian baju
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 73
pelampung untuk keadaan darurat, serta memberitahu dimana penempatan baju
pelampung tersebut. Pada saat maneuver meninggalkan dermaga, nahkoda harus
memastikan tidak ada halangan yang bisa mengganggu maneuver kapal. Nahkoda
harus memastikan berlayar meninggalkan pelabuhan dengan kecepatan aman, serta
memastikan alur yang dialui adalah benar dengan selalu memperhatikan rambu
penuntun yang ada di pelabuhan. Untuk selalu diingat, saat keluar dari kolam
pelabuhan, alur yang disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri
dengan warna hijau dan sebelah kanan dengan warna merah.
c. Berlalu lintas di alur penyeberangan
Selama dalam pelayaran, Nakhoda wajib memberitahukan posisi tengah hari (noon
positioning) dengan mengirimkan telegram radio tidak berbayar dan/atau hubungan
komunikasi dari kapal ke stasiun radio pantai terdekat. Telegram radio dan
hubungan komunikasi tersebut berisi koordinat posisi, haluan kapal dari dan tujuan
kapal, kondisi kapal, serta kondisi awak kapal pada posisi tengah hari (noon
positioning). Stasiun radio pantai setelah menerima pemberitahuan posisi tengah
hari kemudian meneruskan berita posisi tengah hari (noon positioning) tersebut
kepada Syahbandar setempat 46.
Selama dalam pelayaran, kapal harus mematuhi tata cara berlalu lintas di alur
penyeberangan sesuai dengan peraturan yang berlauku ataupun peraturan
internasional. Tata cara berlalu lintas di alur penyeberangan harus
mempertimbangkan : a.kondisi alur-pelayaran; b.kepadatan lalu lintas; c.kondisi,
ukuran dan sarat (draught) kapal; d.arus dan pasang surut; dan e.kondisi cuaca. Pada
alur-pelayaran yang lalu lintasnya padat dan sempit, perlu dilakukan pengaturan lalu
lintas kapal melalui sistem rute kapal (ship's routeing system) yang meliputi 47:
1) bagan pemisah lalu lintas (traffic separation scheme);
2) rute dua arah (two way routes);
3) jalur yang direkomendasikan (recommended tracks);
4) area yang harus dihindari (areas to be avoided);
2) daerah lalu lintas pantai (inshore traffic zones);
3) daerah putaran (roundabouts);
46 Ibid, Pasal 8347 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 24.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 74
4) daerah perhatian khusus (precaution areas);
5) rute air dalam (deep water routes).
d. Tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran diantaranya meliputi :
1). kecepatan aman;
Dalam menentukan kecepatan aman harus memperhitungkan faktor-faktor
sebagai berikut: a)keadaan penglihatan; b)kepadatan lalu lintas, termasuk
pemusatan kapal atau kapal lain apapun; c)kemampuan olah gerak kapal dengan
acuan khusus pada jarak henti dan kemampuan berputar dalam keadaan yang ada;
d)pada malam hari adanya bahaya latar belakang seperti yang berasal lampu-
Iampu darat atau hambur-pantul dari penerangan-penerangan sendiri; e)keadaan
angin, laut dan arus, serta adanya bahaya-bahaya navigasi di sekitarnya; f)sarat
(draught) kapal sehubungan dengan kedalaman air yang ada 48. Kapal-kapal
penyeberangan didesain dengan kecepatan dinas 10 knot dan 15 knot.
2) tindakan untuk menghindari tubrukan;
Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan
mengizinkan, harus tegas dan segera dilakukan dalam waktu yang cukup lapang
dan benar-benar memperhatikan syarat-syarat kepelautan yang baik. Setiap
perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan
mengizinkan, harus cukup besar sehingga segera menjadi jelas bagi kapal lain
yang sedang mengamati dengan penglihatan atau dengan radar, dengan catatan
serangkaian perubahan kecil dari haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari.
Jika ada ruang gerak yang cukup, perubahan haluan saja mungkin merupakan
tindakan yang paling berhasil guna untuk menghindari situasi saling mendekati
terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu yang
cukup dini, bersungguh-sungguh dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi
saling mendekati terlalu rapat.
Jika diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan waktu yang lebih
banyak untuk menilai keadaan, kapal harus mengurangi kecepatannya atau
48 Ibid, Pasal 27.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 75
menghilangkan kecepatannya sarna sekali dengan memberhentikan atau
menjalankan mundur sarana penggeraknya 49.
3) alur-pelayaran sempit;
Kapal yang sedang berlayar menyusuri alur-pelayaran sempit, harus berlayar
sedekat mungkin dengan batas luar alur-pelayaran atau air pelayaran yang terletak
di sisi kanannya, bilamana hal itu aman dan dapat dilaksanakan. Kapal yang
panjangnya kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak boleh merintangi jalan
kapal yang hanya dapat berlayar dengan aman di dalam alur-pelayaran sempit.
Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain
yang sedang berlayar di dalam alur-pelayaran sempit. Kapal tidak boleh
memotong alur-pelayaran sempit jika pemotongan demikian merintangi jalan
kapal yang hanya dapat berlayar dengan amandi dalam alur-pelayaran sempit.
Kapal yang merasa dihalang-haloangi oleh gerakan memotong kapal lain, boleh
menggunakan isyarat bunyi yang ditentukan di dalam COLREG, jika ragu-ragu
terhadap maksud kapal yang memotong itu.
Pada alur-pelayaran sempit jika penyusulan hanya dapat dilakukan jika kapal yang
disusul itu harus melakukan tindakan untuk memungkinkan pelewatan dengan
aman, maka kapal yang bermaksud menyusul itu harus menyatakan maksudnya
dengan memperdengarkan isyarat yang sesuai dengan yang ditentukan di dalam
COLREG, kapal yang akan disusul itu, jika menyetujui, harus memperdengarkan
isyarat yang sesuai yang ditentukan di dalam COLREG dan mengambil langkah
untuk melewatinya dengan aman. Jika ragu-ragu, kapal itu boleh
memperdengarkan isyarat-isyarat yang ditentukan di dalam COLREG. Kapal yang
sedang mendekati tikungan atau daerah alur-pelayaran sempit yang di tempat itu
kapal-kapal lain dapat terhalang oleh alingan, harus berlayar dengan kewaspadaan
khusus dan berhati-hati serta harus memperdengarkan isyarat yang sesuai dengan
yang ditentukan di dalam COLREG. Setiap kapal, jika keadaan mengizinkan,
harus menghindarkan dirinya berlabuh jangkar di dalam alur-pelayaran sempit 50.
49 Ibid, Pasal 28.50 Ibid, Pasal 29.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 76
4).bagan pemisah lalu lintas;
Kapal yang sedang menggunakan bagan pemisah lalu-lintas harus; 1) berlayar di
dalam jalur lalu-lintas yang sesuai denganarah lalu-lintas umum untuk jalur itu; 2)
sedapat mungkin tetap bebas dari garis pemisah atau zona pemisah lalu-lintas; 3)
jalur lalu-lintas dimasuki atau ditinggalkan pada umumnya dari ujung jalur, tetapi
bilamana tindakan memasuki atau meninggalkan jalur itu dilakukan dari salah satu
sisi, tindakan itu harus dilakukan sedemikian rupa hingga membentuk sebuah
sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah arus lalu-lintas umum.
Kapal sedapat mungkin, harus menghindari memotong jalur-jalur lalu lintas, tetapi
jika terpaksa melakukannya, harus memotong arah arus lalu lintas umum dengan
sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah arus lalu-lintas umum. Zona-zona lalu-
lintas dekat pantai pada umumnya tidak boleh digunakan oleh lalu-lintas umum
yang dengan aman dapat menggunakan jalur lalu-lintas yang sesuai di dalam
bagan pemisah yang berbatasan, tetapi kapal-kapal yang panjangnya kurang dari
20 meter dan kapal-kapal layar dalam segala keadaan boleh berada di dalam zona-
zona lalu-lintas dekat pantai. Kapal yang sedang memotong atau kapal yang
sedang memasuki atau sedang meninggalkan jalur, tidak boleh memasuki zona
pemisah atau memotong garis pemisah, kecuali: 1)dalam keadaan darurat untuk
menghindari bahaya mendadak; 2)untuk menangkap ikan di dalam zona pemisah.
Kapal yang sedang berlayar di daerah-daerah dekat ujung bagan pemisah lalu-
lintas harus berlayar dengan sangat hati-hati. Kapal sedapat mungkin, harus
menghindarkan dirinya berlabuh jangkar di dalam bagan pemisah lalu-lintas atau
di daerah dekat ujung-ujungnya. Kapal yang tidak menggunakan bagan pemisah
lalu-lintas harus menghindarinya dengan ambang batas selebar-lebarnya. Kapal
yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang
sedang mengikuti jalur lalulintas, demikian juga kapal yang panjangnya kurang
dari 20 meter atau kapal layar. Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas,
bilamana sedang melakukan operasi untuk merawat sarana keselamatan
pelayaran di dalam bagan pemisah lalu-lintas, atau sedang operasi untuk
meletakkan, memperbaiki atau mengangkat pipa dan kabel laut, di dalam bagan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 77
pemisah lalu-lintas, dibebaskan dari kewajiban untuk memenuhi aturan ini
karena pentingnya penyelenggaraan operasi itu 51.
5) penyusulan;
Kapal harus dianggap menyusul bilamana sedang mendekati kapal lain dari arah
yang lebih besar daripada 22,5 derajat di belakang arah melintang, yakni dalam
suatu kedudukan sedemikian sehingga terhadap kapal yang sedang disusul itu
pada malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, tetapi tidak
satupun dari penerangan-penerangan lambungnya. Bilamana kapal dalam
keadaan ragu-ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain atau tidak, kapal itu
harus beranggapan bahwa demikianlah halnya dan bertindak sesuai dengan itu.
Setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian tidak akan
mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam pengertian aturan-aturan ini
atau membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal yang sedang
disusul itu sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali 52.
6) situasi berhadap-hadapan;
Bilamana dua kapal sedang bertemu dengan haluan-haluan berlawanan atau
hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, masing-
masing harus, mengubah haluannya ke kanan sehingga masing-masing akan
berpapasan di lambung kirinya. Situasi demikian itu harus dianggap ada
bilamana kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada malam
hari kapal itu dapat melihat penerangan-penerangan tiang kapal lain tersebut
terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua penerangan lambung serta
pada siang hari kapal itu mengamati gatra (aspek) yang sesuai mengenai kapal
lain tersebut. Bilamana kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya situasi
demikian, kapal itu harus beranggapan bahwa situasi itu ada dan bertindak sesuai
dengannya 53.
51 Ibid, Pasal 30.52 Ibid, Pasal 32.53 Ibid, Pasal 33.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 78
7). situasi memotong;
Bilamana dua kapal sedang berlayar dengan haluan saling memotong sedemikian
rupa sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, kapal yang mendapati kapal
lain di sisi kanannya harus menghindar, dan jika keadaan mengizinkan, harus
menghindarkan dirinya memotong di depan kapal lain itu.
8).tindakan kapal yang menghindari;
Setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain, sedapat mungkin
melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap bebas sama sekali.
9) tanggung jawab antar kapal;
Kapal yang sedang berlayar harus menghindari: 1).kapal yang tidak terkendalikan;
2).kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; 3).kapal yang sedang
menangkap ikan; 4).kapal layar. Setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat
dikendalikan atau kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, jika keadaan
mengizinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal
yang terkendala oleh saratnya. Kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar
dengan kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan keadannya yang
khusus itu.
10).olah gerak kapal dalam penglihatan terbatas.
Setiap kapal harus berlayar dengan kecepatan aman yang disesuaikan dengan
keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada serta harus benar-benar
memperhatikan keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada. Kapal yang
mengidera kapal lain hanya dengan radar harus menentukan apakah sedang
berkembang situasi saling mendekati terlalu rapat dan/atau apakah ada bahaya
tubrukan. Jika kapal itu harus melakukan tindakan dalam waktu yang cukup
lapang ketentuan bahwa bilamana tindakan demikian terdiri dari perubahan
haluan, maka sejauh mungkin harus dihindari hal-hal sebagai berikut :
1).perubahan haluan ke kiri terhadap kapal yang ada di depan arah melintang,
selain daripada kapal yang sedang disusul; 2).perubahan haluan ke arah kapal
yang ada di arah melintang atau di belakang arah melintang. Kecuali telah yakin
bahwa tidak ada bahaya tubrukan, setiap kapal yang mendengar isyarat kabut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 79
kapal lain yang menurut pertimbangannya berada di depan arah melintangnya,
atau yang tidak dapat menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat hingga
kapal yang ada di depan arah melintangnya, harus mengurangi kecepatannya
serendah mungkin yang dengan kecepatan itu kapal tersebut dapat
mempertahankan haluannya. Jika dianggap perlu kapal meniadakan kecepatannya
sama sekali dan bagaimanapun juga berlayar dengan kewaspadaan khusus hingga
bahaya tubrukan telah berlalu.
11).Sistem perambuan
Sesuai dengan ketentuan IALA, sistem pemasangan perambuan di dunia
dikelompokkan pada dua bagian yaitu sistem A dan sistem B.
Gambar 5.7. Sistem Pelampung Internasional
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 80
Gambar 5.8. Sistem Perambuan Internasional
d. Indonesia menganut Sistem A dalam berlalu linta
Indonesia menganut sistem A, karena itu pemasangan rambu suaru dilakukan
sebegai berikut 54;
1) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki
pelabuhan, berada di sebelah kanan masuk kapal pelabuhan dengan warna
hijau.
2) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki
pelabuhan, berada di sebelah kiri masuk kapal pelabuhan dengan warna
merah.
3) SBNP pengenal pelabuhan dengan warna putih.
SBNP tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a). Menara Suar ( Mensu ) Lighthouse
Di dalam berlalu lintas, perlu diperhatikan Menara Suar merupakan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak
sama atau lebih 20 (dua puluh) mil laut . Menara suar dapat membantu para
navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukkan arah
54 IALA- Navguide, 2001
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 81
daratan dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas
wilayah negara 55. Spesifikasi menara suar adalah 56 ;
- Jarak tampak minimum :20 NM
- Jenis Konstruksi Atas Baja Galvanis dengan sifat bangunan; Beton
Terbuka, Beton Tertutup, Steel Chub, Lampu Sesuai Standar IALA warna
lampu putih.Tipe lampu revolving, rotating, dan flashing, serta mempunyai
karakteristik lampu adalah sebagai berikut;
1). perairan aman: a) cerlang panjang dengan periode 10 detik,b) cahaya
isophasa, c) cahaya tunggal terputus,d) cahaya kode morse dengan
karakter tunggal “A”;
2) tanda khusus dengan sifat; a) kelompok terputus, b) cerlang tunggal, tetapi
bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik,c) kelompok cerlang
dengan 1 kelompok terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa)
enam cerlang,d) kelompok cerlang campuran,e) cahaya kode morse tetapi
bukan karakter tunggal “A” maupun “U”;
3) Luas Area 5000 M2, dan cara pengoperasian secara Manual dan Dijaga
secara Otomatis .
Gambar 5.9 . Menara Suar
55 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 156 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 82
Gambar 5.10. Contoh Menara Suar (Mensu) Lighthouse.
4).Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon
Rambu Suar adalah sarana Bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut . Rambu
Suar dapat membantu untuk menunjukkan kepada para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara karang, air dangkal, gosong, dan bahaya
terpencil serta menentukan posisi dan /atau haluan kapal 57. Spesifikasi Rambu
Suar ( Ramsu ) Light Beacon adalah 58: Ciri-cirinya adalah sebagai berikut
- Jarak Tampak Minimum : 15 NM
- Tipe Lampu; Sesuai Standar IALA, tipe lampu revolving, rotating, dan
flashing, serta mempunyai karakteristik lampu sebagai berikut:(1). bahaya
terpencil, (2) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang
dalam satu periode 5 detik, (3) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri
dari dua cerlang dalam satu periode 10 detik, (2). perairan aman dengan
karakteristik; (1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophasa;
(3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal
“A”, (5) tanda khusus adalah :((a) kelompok terputus,(b) cerlang tunggal, tetapi
bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik, (c) kelompok cerlang dengan 1
kelompok terdiri dari empat atau lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang.(d)
kelompok cerlang campuran, (e) cahaya kode morse tetapi bukan karakter
tunggal “A” maupun “U”;
5) tanda khusus penandaan kapal tenggelam, a) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
57 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 158 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 83
panjang dengan periode 3 detik, b) cahaya kode morse “D”,c) lateral, a) semua
irama/karakter yang direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang
campuran, dengan kelompok (2+1) cerlang, dan semata-mata digunakan untuk
tanda lateral yang di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan,b)
modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu
kelompok (2+1) pancaran dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
7) kardinal; kardinal terdiri : kardinal utara, kardinal timur dan kardinal selatan
serta kardinal barat.
Kardinal utara memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) cahaya terus menerus
secara sangat cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat.
Kardinal timur memiliki kharakteristik: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan
satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5 detik, (2) kelompok
cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1
periode 10 detik;
Kardinal selatan memiliki kharakteristik; (1) kelompok cahaya sangat cepat
dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, (2)
kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran
yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam
satu periode 15 detik;
Kardinal barat memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) kelompok cahaya
sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari sembilan cerlang dalam satu
periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari sembilan cerlang dalam satu periode 15 detik;
Warna Lampu; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna cahaya
putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau hijau (3) .
untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4) untuk tanda
khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna kuning dan biru;
Tanda Puncak digunakan untuk: (1). bahaya terpencil, menggunakan tanda puncak
berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun vertical (2) perairan aman,
menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3) kardinal menggunakan
tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (4) tanda lateral menggunakan
tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 84
untuk sisi kanan alur, (5) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak
bentuk “X” berwarna kuning, (6) untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan sebuah tanda puncak berbentuk “+” berwarna kuning;
- Jenis Sumber Tenaga : - Sistem Tenaga Surya
- Jenis Konstruksi Atas : (a) Baja Galvanis, (b) Beton Terbuka, (c) Beton Tertutup
(d) Steel Chub, (e) Steel Pipe, (f) - Sigle Pipe
- Warna Konstruksi (a) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu atau
lebih lajur-lajur merah mendatar (b) perairan aman menggunakan warna merah
putih melajur tegak (c) kardinal menggunakan warna, meliputi
Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur hitam diatas lajur Kuning;
Sementara kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik Lajur Hitam
dibawah lajur Kuning dan Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik
lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur – lajur Kuning);
Kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam diatas dan
dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam);
Lateral menggunakan warna merah dan hijau, tanda khusus menggunakan warna
kuning dan tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan warna Kuning
biru Melajur tegak. Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga dengan luas
ramsu darat adalah 400 M2
Gambar 5.11. Contoh Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 85
8) Pelampung Suar ( Pelsu ) Light Buoy
Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah sarana bantu navigasi pelayaran
apung dan mempunyai jarak tampak lebih kurang dari 6 (enam) mil laut.
Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy dapat membantu untuk menunjukkan kepada
para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal,
gosong, kerangka kapal dan untuk menunjukkan perairan aman serta pemisah
jalur 59. Spesifikasi Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah 60: Jarak Tampak
adalah 2 s/d 6 NM, dan jenis lampu suar adalah
a) Jenis Lampu Suar Sesui standart IALA, tipe lampu flashing dengan
karakteristik lampu sebagai berikut : (1) bahaya terpencil yang terdiri dari
kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu
periode 5 detik serta kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode 10 detik;
b) perairan aman;(1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophas
(3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal
“A”;
c) tanda khusus; (1) kelompok terputus; (2) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
panjang dengan periode 10 detik (3) kelompok cerlang dengan 1 kelompok
terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang, (4) kelompok
cerlang campuran, (5) cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal “A”
maupun “U”;
d) tanda khusus penandaan kapal tenggelam dengan kharakteristik sebagai berikut:
(1) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 3 detik, (2)
cahaya kode morse “D”, (3) Lateral, (4) semua irama/karakter yang
direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang campuran, dengan
kelompok (2+1) cerlang, dan semata – mata digunakan untuk tanda lateral yang
di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan, (5) modifikasi lateral;
kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran
dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
59 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 160 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 86
Kardinal utara memiliki kharakteristik; (1) cahaya terus menerus secara sangat
cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat.
Sementara kardinal timur memiliki kelompok cahaya: (1) Kelompok cahaya
sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5
detik, (2) Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga
pancaran dalam 1 periode 10 detik,
Kardinal selatan: kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak
kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, kelompok cahaya sangat cepat
dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 15 detik.
Kardinal barat: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari sembilan cerlang dalam satu periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat
cepat dengan satu kelompok terdiri dari Sembilan cerlang dalam satu periode 15
detik;
Warna Lampu ; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna
cahaya putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau
hijau, (3) untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4).
untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna
kuning dan biru;
Tanda Puncak memiliki kharakteristik : (1) bahaya terpencil, menggunakan tanda
puncak berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun vertical, (2) . perairan aman,
menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3) kardinal
menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (3) tanda lateral
menggunakan tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan
kerucut hijau untuk sisi kanan alur, (4) untuk perairan khusus menggunakan
sebuah tanda puncak bentuk “X” berwarna Kuning, (5) untuk tanda khusus
penandaan kapal tenggelam menggunakan sebuah tanda Puncak berbentuk “+”
berwarna kuning. Kharakteristik secara khusus adalah: (a) Diameter : 1 -
3 M ( IALA Navigator ). Jenis s Sumber Tenaga :Sistem Tenaga Surya, dan jenis
konstruksi adalah Baja Galvanis serta Steel Pipe.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 87
Warna Konstruksi ; (1) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu
atau lebih lajur – lajur merah mendatar, (2) perairan aman menggunakan warna
merah putih melajur tegak, (3) . kardinal menggunakan warna, meliputi, (a)
Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik lajur hitam diatas lajur
kuning,(b) kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik lajur hitam
dibawah lajur kuning, (c) kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik
lajur hitam dibawah dan diatas lajur kuning (hitam ditengah lajur – lajur
kuning), (d) Kardinal Timur: puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam
diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam)
Lateral menggunakan warna merah dan hijau, sementara rambu suar untuk tanda
khusus menggunakan warna kuning.Rambu suar untuk tanda khusus penandaan
kapal tenggelam menggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga, perlengkapan bahan
pelampung dengan alat tambahan Radar Beacon - AIS
Gambar 5.12. Contoh Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy.
9) Tanda Siang (Day Mark)
Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran berupa anak
pelampung dan/atau rambu siang yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka
kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat
dipergunakan pada siang hari 61. Spesifikasi bangunan tanda siang adalah Tinggi
paling rendah 7,5 m. Sementara jenis konstruksi adalah: (a) baja galvanis, (b)
beton terbuka, (c) beton tertutup, atau steel pipe.
61 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 88
Warna konstruksi adalah: (a) bahaya terpencil menggunakan warna , (b) hitamdengan satu atau lebih lajur– lajur merah mendatar, (c) perairan amanmenggunakan warna merah putih melajur tegak, (d) kardinal menggunakanwarna, meliputi; (1) Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajurhitam diatas lajur Kuning, (2) Kardinal Selatan: puncak kebawah dengankarakteristik Lajur Hitam dibawah lajur Kuning, (3) Kardinal Barat: puncak kedalam dengan karakteristik Lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitamditengah lajur – lajur Kuning), (4) kardinal Timur: Puncak keluar dengankarakteristik Lajur Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengahlajur-lajur Hitam), (5) lateral menggunakan warna merah dan hijau, (6) tandakhusus menggunakan warna kuning, (7) tanda khusus penandaan kapal tenggelammenggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Tanda puncak dengan kharakteristik sebagai berikut; (a) kardinal menggunakan
tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (b) tanda lateral menggunakan
tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau
untuk sisi kanan alur, (c) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda
puncak bentuk “X” berwarna kuning.
Untuk lebih jelasnya system lalu lintas kapal di Indonesia yang menggunakan
sistem A dapat dilihat ( IALA ) dalam gambar berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 89
Gambar 5.13. Keterangan rambu tanda-tanda Lateral, Terpencil dan Aman
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 90
Gambar 5.14. Keterangan rambu tanda-tanda Kardinal dan Khusus
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 91
Selain itu, untuk kepentingan keamanan dan keselamatan SBNP tersebut dibuat zona
keamanan dan keselamatan di sekitar bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran. Zona keamanan dan keselamatan berfungsi: a) sebagai batas pengaman
konstruksi; dan b) melindungi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dari gangguan
sarana lain. Zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a) zona terlarang pada area 500 (lima ratus) meter dihitung dari sisi terluar
instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
b) zona terbatas pada area 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) meter dihitung dari
sisi terluar zona terlarang atau 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) meter dari
titik terluar instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Di luar zona keamanan dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat
dilalui oleh kapal dengan menjaga jarak aman. Sementara di dalam zona keamanan
dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tidak dapat dilalui oleh kapal dan
berlabuh jangkar kecuali pada alur sempit, sungai, atau danau yang lebar alurnya
kurang dari 500 (lima ratus) meter. Kapal yang berlabuh jangkar pada alur sempit,
sungai, atau danau yang lebar alurnya kurang dari 500 (lima ratus) meter wajib
menjaga jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal. Begitu juga
halnya, kapal negara yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan/atau perawatan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat mendekati Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran .
Sesuai dengan Ketentuan IMO – SOLAS Chapter V, telah mengisyaratkan untuk
menjamin keselamatan dan keamanan berlayar, perlu dibangun sarana bantu navigasi
pelayaran. Berdasarkan statatemen tersebut, IALA - AIMS (The Internastional
Assosiation of Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities ). Lembaga
tersebut menjelaskan beberapa spesifikasi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran ( SBNP )
dengan ketentuan teknis 62:
62 IALA – AIMS, Internastional Assosiation of Lighthouse Autthority , 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 92
e. Ruang Bebas Alur Penyeberangan
Alur pelayaran penyeberangan, terdiri atas 63; a)alur-pelayaran masuk dan di
dalam pelabuhan; dan b) alur-pelayaran umum dan perlintasan. Spesifikasi teknis
alur pelayaran lintas penyeberangan dilakukan berdasarkan kriteria: a) kedalaman
alur; b) lebar alur; dan c) tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di
atas alur. Dalam perencanaan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas
penyeberangan harus memperhatikan: a) karakteristik kapal (sarat, lebar, tinggi
tiang, antena ragar, cerobong, dll) yang beroperasi atau direncanakan beroperasi
pada alur yang bersangkutan; b) kondisi geografis (pasang surut, kedalaman,
gelombang) lintas penyeberangan; c) kemampuan alur pelayaran dengan frekuensi
serta beban lalu lintas dan angkutan melewatinya; d) penempatan konstruksi
bangunan yang melintas di atas alur pelayaran; dan e) spesifikasi teknis terminal
penyeberangan.
Kedalaman alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak antara permukaan perairan
penyeberangan pada saat air surut terendah dengan bagian dasar perairan.
Kedalaman alur dipelabuhan yang dipergunakan untuk daerah olah gerak kapal,
kedalamannya harus ditentukan dengan memperhatikan informasi yang diberikan
mengenai under keel clearance 64.
Gambar 5.15. Ilustrasi Perhitungan Kedalamam Alur Penyeberangan
63 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 7 ayat (2)64 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 13.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 93
Lebar alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak permukaan antara dua tepian
perairan penyeberangan yang diukur pada saat air surut terendah yang dianggap
aman dan selamat untuk dilayari. Pada alur satu arah lebar dari alur-alur satu arah
tidak boleh kurang dari 5 (lima) kali lebar kapal yang terbesar. Pada lebar alur dua
arah, lebarnya harus ditambah dengan 3 (tiga) atau sampai 5 (lima) kali lebar
kapal yang terbesar ditambah dampak penyimpangan karena arus dan/atau angin.
Sedangkan Iebar dalam belokan-belokan alur, lebar tambahan untuk lintasannya
berdasarkan panjang P dari kapal, jadi 1/8 x P2/R, dengan R- radius belokan 65.
Khusus untuk jalur-jalur pelayaran sempit garis mengemudi lurus yang ditandai,
cukup dengan kepanjangan minimal 5 (lima) kali panjang kapal terbesar pada
kedua ujung jalur 66. Ruang bebas minimal bagi pergerakan atau maneuver sebuah
kapal pada suatu alur pelayaran di dalam pelabuhan adalah dengan
memperhitungkan jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal,
dapat dihitung dengan formula 67:
Lbap ≥ 1,5 x Loa meter
Dimana:
Lbap : lebar ruang bebas alur di dalam pelabuhan
Loa : panjang kapal seluruhnya
65Ibid, Pasal 10, 11 dan 12.66 Ibid, Pasal 8.67 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 40 ayat (3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 94
a). 2 Arah
a). 1 Arah
Gambar 5.16. Ilustrasi Perhitungan Lebar Alur Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 95
Tinggi ruang bebas di bawah bangunan atau instalasi yang melintas di atas alur
penyeberangan adalah jarak yang diukur dari bagian tertinggi konstruksi kapal
dengan bagian bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan yang
diukur pada saat surut terendah. Toleransi ketinggian bangunan (safety factor)
yang melintas di atas alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter
dari titik tertinggi kapal (Marine Handbook), setelah memperhatikan:
(1) Data traffic kapal melintas di alur
(2) Kondisi kapal yang tertinggi digunakan sebagai referensi dengan kondisi tidak
ada muatan
(3) Dimensi / ukuran kapal (tinggi tiang, antena ragar, cerobong, dll)
(4) Kondisi perairan (pasang surut, kedalaman, gelombang)
(5) Penempatan konstruksi bangunan yang melintas di atas alur
Ruang bebas alur penyeberangan yang dilintasi jembatan, dihitung dengan
memperhatikan 68: a).bentangan jembatan; b).kepadatan lalu lintas kapal (traffic),
dan pesawat udara; c).dimensi kapal; d).kondisi alur; e). air pasang tertinggi; f).
tinggi tiang utama kapal; g).gelombang; h).kedalaman perairan; dan i).pilar
konstruksi jembatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut;
68 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 46.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 96
Gambar 5.17. Ilustrasi Perhitungan Ruang Bebas Atas Alur Penyeberangan
Dimana:
HHWL : Air Pasang Paling Tertinggi (High Highest Water Level)
TM : tinggi maximum kapal (m)
SM : freeboard + draft (sarat maksimal) (m)
M : tinggi tiang mast (m)
TK : tinggi muatan (m) / tinggi crane
Fk : faktor keselamatan 10%
Dalam rangka penentuan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan,
Pemerintah melakukan koordinasi dengan Badan Metereologi, Klimatologi dan
Geofisika untuk melakukan identifikasi dan kajian tinggi gelombang. Tinggi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 97
gelombang pada semua lintas penyeberangan dikelompokkan pada tujuh (7) region69, sebagai berikut;
a) Region A, dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter;
b) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter;
c) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter;
d) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter;
e) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum 3 meter;
f) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter;
g) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter;
Spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan, terdiri atas:
a) kedalaman alur-pelayaran masuk dan di dalam pelabuhan, dengan ketentuan70;
d ≥ 1,1 x D
Dimana:
d : kedalaman alur
D : draft kapal
b) kedalaman alur-pelayaran umum dan perlintasan alur-pelayaran, dengan
ketentuan 71;
h = D + t
= D + (t1 + t2 + t3 + t4)
dimana:
h : kedalaman alur
D : sarat/draft kapal
t1: angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal dengan jenis tanah dasar
alur penyeberangan, sebagaimana tabel berikut;
69Studi Kelaikan Kapal Sungai dan Penyeberangan dengan Daerah Operasi, Balitbang-Dephub, 2007.70 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis
Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.71 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis
Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 98
Jenis tanah
Angka keamanan berdasar ukuran kapal
LOA>185meter
125<LOA<185meter
LOA < 86meter
Campuran pasir 0,20 0,20 0,20
Pasir 0,30 0,25 0,20
Padat 0,45 0,30 0,20
Keras 0,50 0,45 0,20
t2 : angka keamanan karena adanya gelombang
= 0,3 H – t1
H : tinggi gelombang, berdasarkan region lintasan sebagaimna dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1)
Jika t2 adalah negatif, maka t2 dianggap nol (t2 = 0)
t3 : angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal
= k.v
k : koefisien yang tergantung dari keadaan kapal, sebagaimana tabel
berikut:
Ukurankapal
LOA >185meter
125<LOA<185meter
LOA < 86 meter125 <LOA<
86 meter
Koefisien 0,033 0,027 0,022 0,017
v : kecepatan kapal (km / jam)
t4 : angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur, berkisar ±0,40 meter
c). lebar alur-pelayaran, dengan ketentuan 72;
(1) Satu arah
72 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman TeknisPemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 99
L = 4,8 x B meter
(2) Dua arah
L = 7,6 x B meter
(3) Lebar di Kolam Pelabuhan
L ≥ 1,5 x Loa meter
Dimana:
L : Lebar alur (meter)
B : Lebar kapal (meter)
Loa : panjang kapal (meter)
d).Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan, dengan ketentuan;
t = T + tsf
Dimana:
t : tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan (meter)
T : tinggi puncak atau bangunan tertinggi bagian kapal
tsf: toleransi ketinggian bangunan (safety factor) yang melintas di atas
alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter dari titik
tertinggi kapal.
Berdasarkan data yang diperoleh di lokasi studi, karakteristik kapal yang
melintasi alur penyeberangan pada umumnya mempunyai ukuran utama
paling besar adalah:
Panjang Seluruhnya (LOA) : 45,5 meter
Panjang Garis Air (LPP) : 42,4 meter
Lebar tengah (B) : 12 meter
Tinggi geladak (H) : 3,7 meter
Sarat air (D) : 2,46 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 100
Tinggi sampai bangunan atas (T) : 15 meter
Kapasitas angkut : 400 orang
Kecepatan (V) : 12 knot = 22.22 km/jam
(1 knot = 1,852 km/jam)
Selanjutnya Spesifikasi Teknis Alur Pelayaran Penyeberangan dapat dihitung
sebagai berikut:
a) Kedalaman alur pelayaran
(1) Kedalaman alur pelayaran di luar pelabuhan dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
(a) Region A; tinggi gelombang 1,25 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x1,25 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,1234 meter
(b) Region B; tinggi gelombang 1,5 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x1,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,1984 meter
(c)Region B; tinggi gelombang 2 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x2 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,3484 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 101
(d)Region B; tinggi gelombang 2,5 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x2,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,4984 meter
Karena itu;
(a) Region B; tinggi gelombang 3 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x3 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,6484 meter
(b)Region B; tinggi gelombang 3,5 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x3,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,7984 meter
(c)Region B; tinggi gelombang 4 meter.
h = D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4}
= 2,46 + {0,2 + (0,3x4 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04}
= 8,9484 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 102
b) Kedalaman alur pelayaran di dalam pelabuhan dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
d ≥ 1,1 x D
d ≥ 1,1 x 2,46
d ≥ 1,1 x 2,46
d ≥ 2,706 meter
Sehingga kedalaman pada alur di dalam pelabuhan tidak boleh kurang dari
2,706 meter di seluruh pelabuhan penyeberangan.
c) Lebar alur pelayaran
Lebar alur ditentukan berdasarkan formula berikut:
(a) Satu arah
L = 4,8 x B meter
= 4,8 x 12 meter
= 57,6 meter
(b) Dua arah
L = 7,6 x B meter
= 7,6 x 12 meter
= 91,2 meter
(c) Ruang bebas minimal bagi maneuver kapal pada alur dalam pelabuhan:
L ≥ 1,5 x Loa meter
≥ 1,5 x 45,2
≥ 68,25 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 103
d)Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan
Untuk alur penyeberangan, maka dengan memperhatikan tingginya pasang
surut, maka ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di alur adalah
dengan ditambah 5 meter (t = T + 5 meter)
t = T + 5
= 15 + 5
= 20 meter
E. Pedoman Pengukuran Jarak Lintas Antar Pelabuhan
Penyeberangan Pada Lintas Penyeberangan
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 35, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 171 dan Pasal 172 ayat (2) butir d dan
ayat (3) pada butir c dan d, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 26
tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Pasal 17,
diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak
Baring pada lintas Penyeberangan Komersil, untuk data dukung dalam penentuan
tarif berdasarkan jarak pelayaran
2.Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada Lintas
Penyeberangan Komersil pada hakekatnya untuk memberikan panduan bagi
pemerintah daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan, serta perusahaan
angkutan penyeberangan untuk dapat dipakai sebagai salah satu patokan dalam
menentukan biaya operasional Pelayaran. Semakin panjang jarak antara 2 (dua)
pelabuhan, maka biaya operasional akan semakin tinggi, dan inilah yang akan
menjadi dasar penentuan tarif angkutan pelayaran penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 104
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak
Baring pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah tersusunnya pedoman bagi
pemerintah daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan serta perusahaan
angkutan penyeberangan dalam menentukan tarif angkutan yang akan
diberlakukan pada suatu lintasan penyeberangan. Penentuan tarif tersebut
didasarkan pada hasil pengukuran jarak baring diantara pelabuhan penyeberangan
.
4.Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada Lintas
Penyeberangan Komersiel Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan Komersil
adalah:
a. Total Waktu Pelayaran Kapal
b. Jarak antara pelabuhan penyeberangan yang terdiri dari:
c. Jarak pelayaran lurus (jarak diatas peta) tanpa memperhitungan arus dan
angin
d. Jarak pelayaran nyata dengan memperhitungkan arus dan angin.
e. Keceptan dinas kapal
5. Objek pengukuran
Dalam pengoperasian kapal penyeberangan, jarak yang menentukan waktu
pelayaran adalah salah satu faktor utama atau yang paling penting untuk
menentukan biaya pokok langsung operasional kapal.
Untuk memperoleh hasil Pengukuran Jarak Baring maka diperlukan data hasil
pengukuran sebagai berikut:
a) Jarak pelayaran lurus antara pelabuhan penyeberangan berdasarkan peta
yang ada;
b) Kecepatan dan arah arus laut (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal)
c) Kecepatan dan arah angin (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal);
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 105
a. Pedoman menentukan jalur yang akan ditempuh
Berlalu lintas di lautan berbeda dibandingkan dengan berlalu lintas di darat.
Dalam hal di Indonesia harus berkendara disisi kiri. Sedangkan apabila kita
berlayar disisi kanan maka kita harus bertahan pada posisi tersebut sehingga
kapal dari arah berlawanan akan melintas disisi kanan. Pelayaran yang paling
tepat ketika melintasi selat adalah berlayar mengikuti arah arus dan angin,
namun dalam hal pelayaran penyeberangan keadaan tersebut agak berbeda.
Mempertimbangkan pengaruh arah dan kecepatan angin dan arus mempengaruhi
jalur pelayaran kapal maka nakhoda harus terlebih dahulu mendapatkan
informasi berkaitan dengan :
1) Arah arus dan arahnya terhadap pelayaran lurus kapal diantara pelabuhan
penyeberangan atau terhadap arah haluan kapal;
2) Menentukan besarnya kecepatan resultante atau kecepatan kapal yang
telah dipengaruhi oleh kecepatan arus dan angin.
Rumus Kecepatan Resultante kapal dengan memperhitungkan kecepatan arus:= √[{( + ∗ ( )} + { ∗ ( )} ]Dimana := ( )
= kecepatan kapal (knot)
VA = Kecepatan arus ( knot )
Arah haluan kecepatan resultante kapal adalah:
∶ µ = terhadap jalur baringan sejati
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 106
Arah pelayaran riel
µ VK Arah jarak lurus
β µ
α VA
Arah arus & angin VR Resultante kecepatan kapal
Gambar 5.18. Sketsa Resultante Kecepatan Kapal, Arus dan Angin
Maka dengan adanya pengaruh angin dan arus air laut arah pelayaran adalah
sesuai sketsa tersebut diatas dengan kecepatan VR dengan arah haluan µ
terhadap jalur pelayaran lurus atau jarak baringan sejati. Dengan arah pelayaran
riel tersebut maka akan terjadi perbedaan jarak terhadap jarak lurus diantara dua
pelabuhan penyeberangan. Untuk pelabuhan yang jarak lurusnya pendek maka
perbedaan tersebut tidak signifikan. Pada umumnya pada saat berlayar
kecepatan kapal dapat dibaca di pesawat GPS. Namun sebelum bertolak
tentunya Nakhoda harus atau ingin mengetahui berapa prakiraan kecepatan yang
diperlukan oleh kapal dengan memperhitungkan kecepatan dan arah angin serta
arus. Kecepatan tersebut dapat diprakirakan dengan menggambar paduan
kecepatan tersebut diatas pada kertas skala. Kecepatan dinas sebuah kapal pada
umumnya telah ditentukan pada saat perencanaan menjelang pembangunannya.
Kecepatan resultante seyogyanya tidak lebih besar dari kecepatan dinas. Berarti
kecepatan pada pelayaran tanpa pengaruh arus dan angin hendaknya lebih kecil
dari kecepatan dinas.
Langkah dalam menghitung jarak baring alur pelayaran tersebut adalah:
a) Menghitung Jalur Pelayaran Riil
Dengan adanya pengaruh arus dan angin maka agar kapal tiba di pelabuhan
tujuan tidak terlalu menyimpang maka berdasarkan analisa kecepatan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 107
tersebut diatas maka jalur lintasan pelayaran kapal adalah kurang lebih
sebagai berikut.
C
Lintasan kapal
(S) simpangan
Pel A D Pel B
Gambar 5.19. Sketsa Lintasan Kapal akibat pengaruh angin dan arus
Panjang kurva lintasan pelayaran akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan
lintasan pelayaran lurus dari Pel A ke Pel B. Simpangan jalur pelayaran Riel dapat
dihitung dengan memantau posisi kapal (garis lintang dan garis bujur. Data
tersebut dapat diperoleh dari GPS yang sekaligus mencantumkan kecepatan dan
haluan kapal. Apabila jarak simpangan terhadap jalur pelayaran lurus diketahui
maka dengan rumus Pithagoras dimana:
Jarak CD =S = simpangan berdasarkan jarak garis lintang
Jarak antara D & A dan D& B = perbedaan garis bujur
AC = √ (CD2 + AD2) & CB= √ (CD2 + AD2)
Panjang jalur riel = AC + CB
Untuk simpangan sudut kecil panjang ACB = ± AB;
Untuk jarak A & B yang berdekatan perbedaan panjang jalur pelayaran
dapat diabaikan.
b) Menghitung jangka waktu pelayaran
Jangka waktu pelayaran diantara 2 pelabuhan penyeberangan tentunya
ditentukan sebagai berikut :
Jarak antara L (mil) : lama pelayaran * kecepatan kapal/jam = W (jam) *
VK (mil/jam)
Jarak pelayaran tersebut adalah panjang jalur pelayaran sesuai lintasan jalur
pelayaran kapal dengan memperhitungkan pengaruh angin dan arus. Jarak
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 108
tersebut diatas kemudian di bandingkan dengan jarak pelayaran yang
direncanakan atau ditetapkan.
c) Menghitung Konsumsi Bahan bakar
Konsumsi bahan bakar dapat ditentukan dengan melakukan pencatatan posisi
permukaan bahan bakar didalam tangki harian kapal sebelum kapal berlayar dan
sesaat sesudah kapal tiba dipelabuhan tujuan. Pencacatan dilakukan dengan
melihat gelas duga yang terpasang pada tangki harian kapal. Dari pencatatan
tersebut dapat dihitung berapa m3 (ton) bahan bakar yang terpakai untuk
pelayaran tersebut sehingga data lain yang dibutuhkan dapat dihitung yaitu
sebagai berikut :
Pemakaian bahan bakar/jam (Kbbm/jam) : A ton untuk W (jam) = A/W ton/jam
atau
Pemakaian bahan bakar/mil (Kbbm/mil) : A ton untuk L (mil) = A/L (ton/mil).
b. Persyaratan yg diperlukan
Persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan pedoman tersebut diatas adalah :
1) Nakhoda sudah menguasai alur pelayaran penyeberangan secara lengkap
atau setidaknya pernah menjadi Mualim I dikapal tersebut.
2) Adanya pencatatan data cuaca terutama angin dan arus secara rutin setiap
hari dari musim ke musim. Data cuaca sebaiknya diperoleh langsung dari
satelit cuaca. Apabila memungkinkan dapat diolah dan dianalisa sehingga
bisa dipakai untuk kebutuhan operasional sehari hari. Analisa dan
pengolahan data tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh staf di Kantor
Perusahaan Pelayaran.
3) Beberapa jalur penyeberangan di perairan Indonesia berbatasan dengan
perairan Internasional maka sebaiknya Kapal penyeberangan hendaknya
dilengkapi dengan Peralatan Navigasi berstandar Internasional dan
terpelihara secara baik dan dapat diandalkan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 109
F. Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat Operasi
1. Latar Belakang
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 -
Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010
tentang Kenavigasian pada Pasal 77, 78, 79, dan Pasal 80, Peraturan Menteri
Perhubungtan Nomor PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran
pada Pasal 45, 46, 47, 48, 49, dan Pasal 50, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
2002 tentang Perkapalan Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86.
2. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat
Operasi adalah untuk menjamin terselenggaranya penanganan kapal yang
mengalami kecelakaan pada saat operasi secara cepat, efisian, terkontrol dan
terkoordinasi sehingga dapat dihindari terjadinya kecelakaan kapal; dan dapat
diminimalisasinya terjadinya korban jiwa apabila kecelakaan tidak dapat
dihindari.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penanganan
Kecelakaaan Kapal Saat Operasi adalah adanya acuan bagi Nahkoda, ABK serta
penumpang kapal dalam melakukan tindakan yang tepat saat terjadi kecelakaan
kapal pada saat operasi.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat
Operasi adalah:
a) Tanggung Jawab Pengangkut
b) Komunikasi Marabahaya
c) Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal
d) Penanganan Kecelakaan Kapal Terbakar
e) Penanganan Kecelakaan Kapal Tubrukan
f) Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
g) Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
h) Penanganan Kecelakaan Orang Jatuh ke Laut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 110
i) Penanganan Meninggalkan Kapal
5. Objek atau arah pengaturan
Beberapa .aspek yang perlu dirumuskan terkait dalam penanganan kecelakaan
kapal saat operasi adalah sebagai berikut;
a. Tanggung Jawab Pengangkut
Perusahaan Pelayaran Penyeberangan harus menjamin kehandalan armadanya
serta menjamin terlaksananya aspek keselamatan pada saat berlayar dengan
berpedoman pada:
(1) Terpenuhinya syarat kecakapan pelaut khususnya Nakhoda dan Kepala
Kamar Mesin untuk mengoperasikan kapal di jalur penyeberangan
tersebut;
(2) Terpenuhinya persyaratan keselamatan pelayaran sesuai SOLAS ataupun
peraturan Biro Klasifikasi dan ketentuan Pemerintah lainnya;
(3) Terpasangnya gambar/diagram Rencana Keselamatan (Safety Plan) yang
telah disetujui oleh Direktur Jenderal di setiap ruangan di kapal terutama
ruang penumpang;
(4) Menjamin bahwa tanda pengenal kotak penyimpan baju renang atau
pelampung terbaca oleh penumpang dan mudah dijangkau;
(5) Posisi penempatan sekoci atau life raft dapat dijangkau oleh penumpang
walaupun dalam keadaan panik dan berebut;
(6) Secara periodik memeriksa status kedaluwarsa peralatan pemadam
kebakaran berbahan busa, life raft beserta isi dan kelengkapannya.
(7) Menetapkan peraturan dilingkungan perusahaan mengenai keharusan
adanya pelatihan penyelamatan saat terjadi kecelakaan misalnya:
(a) Pemadaman kebakaran;
(b) Penurunan sekoci atau life raft;
(c) Penggunaan dan berfungsi atau tidaknya katup darurat bahan bakar
ke mesin induk dan mesin bantu (emergency fuel stop valve);
(d) Penggunaan baju renang / pelampung oleh penumpang.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 111
Menjamin tersedianya kotak P-3-K serta terjaganya mutu obat obatan
yang tersedia;
Secara umum tanggung jawab keselamatan pelayaran khususnya pelayaran
penyeberangan ada dipundak Nakhoda Kapal yang akan mengkoordinir para
Anak Buahnya. Namun dalam banyak kasus penyebab kecelakaan kapal
adalah faktor Manusia atau yang sering dikenal dengan Human Error, maka
dengan sendirinya penumpang harus merasa ikut bertanggung jawab atas
keselamatan pelayaran penyeberangan yang sedang dijalaninya. Tanggung
jawab Nakhoda tersebut yang paling tepat adalah:
(1) Menghindari terjadinya kecelakaan pada saat beroperasi
(2) Memimalisasi terjadinya korban jiwa dan korban luka
Penanggung jawab tertinggi diatas sebuah kapal adalah Nakhoda yang dalam
pelaksanaannya harus dibantu oleh anak buah terkait bidang masing-masing
misalnya untuk ruang mesin, ruang penumpang, geladak kendaraan. Adapun
lingkup tanggung jawab nahkoda tersebut sebagai berikut:
(1) Mengumumkan bahwa kapal dalam keadaan darurat, yang kemudian
diteruskan oleh seluruh Anak buah kapal sehingga menjangkau setiap
sudut dari kapal.
(2) Memerintahkan anak buah agar segera mengambil tindakan penyelamatan
misalnya:
(a) Melokalisasi dan memadamkan kebakaran;
(b) Mengamankan para penumpang;
(c) Memerintahkan penumpang untuk menggunakan pelampung dan
bergerak ke lokasi sekoci dan life raft.
Sementara tanggung jawab anak buah kapal, dalam rangka untuk menghindari
terjadinya kecelakaan dan meminimalisir jatuhnya korban maka tanggung jawab
adalah sebagai berikut:
(1) Perlu ditunjuknya salah satu Anak Buah Kapal secara bergantian untuk
menjadi penanggung jawab keselamatan setiap hari dan ABK tersebut
bertanggung jawab kepada Nakhoda;
(2) Melaporkan apabila mengetahui atau mencium tanda tanda adanya
kebakaran atau benda terbakar ketika kapal sedang berlayar;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 112
(3) Mengatur dan memeriksa apakah semua kendaraan telah diikat ke
geladak;
(4) Memeriksa apakah tata letak kendaraan bermotor sudah benar dan sesuai
dengan rencana tata letak yang berlaku diatas kapal tersebut;
(5) Memeriksa apakah semua kendaraan bermotor telah kosong dari
penumpang;
(6) Segera bertindak ketika mengetahui bahwa arah haluan kapal akan
mengakibatkan terjadinya tabrakan atau benturan,dengan kapal lain,
sambil melaporkan keadaan tersebut kepada atasannya atau langsung
kepada Nakhoda;
(7) Mengumumkan terjadinya keadaan darurat kepada seluruh penumpang;
(8) Memberi petunjuk kepada penumpang tempat penyimpanan baju renang
dan alat keselamatan lainnya serta cara memakainya;
(9) Menenangkan kepanikan para penumpang, mengkoordinir dan
mengarahkan pergerakan penumpang untuk menaiki sekoci atau
pelampung (life raft);
Selain awak kapal, penumpang juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab jika
terjadi keadaan darurat kapal saat operasi, diantaranya adalah;
(1) Mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku diatas kapal misalnya :
tidak sembarangan membuang puntung rokok atau bahkan mematuhi
larangan tidak merokok;
(2) Segera melapor kepada ABK yang bertugas atau sedang piket apabila
melihat atau mengetahui adanya anggota keluarga/rombongan atau orang
lain yang terjatuh kelaut
(3) Sesampainya di ruang penunmpang maka para penumpang dianjurkan
segera mengetahui tempat penyimpanan alat keselamatan misalnya: baju
renang, pelampung
(4) Memberitahu kepada ABK yang bertugas apabila ada yang mencium bau
asap yang bisa diduga sebagai akibat adaanya kebakaran atau sebagai
tanda terjadinya kebakaran;
(5) Penumpang harus turun dari bis dan naik kapal lewat jalan orang yang
telah disediakan;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 113
(6) Apabila penumpang ikut didalam bus ketika bus masuk kedalam kapal
maka penumpang harus segera turun dan duduk di ruang penumpang;
(7) Penumpang yang mengetahui cara penggunaan peralatan pemadam
kebakaran seyogya ikut mengoperasikan peralatan tersebut apabila
diperlukan.
b. Komunikasi Marabahaya
Bahaya terhadap kapal dan/atau orang merupakan kejadian yang dapat
menyebabkan terancamnya keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia. Setiap
orang yang mengetahui kejadian bahaya tersebut wajib segera melakukan upaya
pencegahan, pencarian dan pertolongan serta melaporkan kejadian kepada
pejabat berwenang terdekat atau pihak lain. Sementara itu Nakhoda wajib
melakukan tindakan pencegahan dan penyebarluasan berita kepada pihak lain
apabila mengetahui di kapalnya, kapal lain, atau adanya orang dalam keadaan
bahaya. Selain penyebarluasan berita, Nakhoda juga wajib melaporkan bahaya
tersebut kepada Syahbandar pelabuhan terdekat 73.
Berdasarkan kode internasional, yang juga diadopsi oleh pemerintah Indoensia,
setiap kapal dalam keadaan marabahaya dan memerlukan pertolongan segera
wajib disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi
pantai dalam jaringan Telekomunikasi-Pelayaran oleh penyelenggara
Telekomunkasi Pelayaran. Penyiaran berita dilaksanakan segera setelah diterima
dan disiarkan ulang secara periodik 2 (dua) kali dalam 1 (satu) jam selama waktu
tenang dengan menggunakan kanal penyiaran frekuensi marabahaya internasional
pada Band Medium Frequency dan Band High Frequency, sedangkan penyiaran
verita marabahaya di Band Very High Frequency dilaksanakan segera setelah
diterima. Penyiaran berita dilaksanakan dengan panggilan marabahaya/berita
marabahaya “MAYDAY MAYDAY MAYDAY” atau didahului dengan tanda
segera “PAN PAN PAN” untuk informasi minta pertolongan terhadap orang
yang sakit di atas kapal; dan informasi minta pertolongan terhadap orang yang
jatuh di laut atau panggilan “SECURITE SECURITE SECURITE” untuk
dukungan operasi pencarian dan penyelamatan (SAR). Stasiun radio pantai
dan/atau stasiun bumi pantai, harus menyiarkan berita marabahaya yang
diterimanya. Sementara Nakhoda wajib meliput berita marabahaya tersebut baik
73 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 244
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 114
dari kapal di sekitarnya maupun dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi
pantai untuk tujuan pencarian, penyelamatan, dan keselamatan berlayar 74.
Penyiaran berita marabahaya dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun
bumi pantai ke kapal dengan tata cara sebagai berikut 75:
(1) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi J3E disiarkan
melalui frekuensi 2182 KHz, 4125 KHz, 6215 KHz, 8291 KHz, 12290 KHz,
dan 16420 KHz, dengan jam penyiaran menit ke 00 – 03 dan menit ke 30 –
33 pada setiap jamnya;
(2) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi G3E disiarkan
melalui frekuensi 156.800 MHZ (chanel 16) dengan jam penyiaran 0000 –
2400 UTC;
(3) apabila menggunakan perangkat DSC dengan kelas emisi FIB/J2B disiarkan
melalui frekuensi 2187.5 KHz, 42075 KHz, 6312 KHz, 8414.5 KHz, 12577
KHz, 16805.5 KHz dan 156.525 MHz (Chanel 70) dengan jam penyiaran
0000 – 2400 UTC;
(4) apabila menggunakan perangkat NBDP dengan kelas emisi FIB/J2B
disiarkan melalui frekuensi 2174.5 KHz, 4177.5 KHz 6288 KHz, 8376.5
KHz, 12520 KHz, 16695 KHz dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC.
Stasiun Radio Pantai dan/atau stasiun bumi pantai yang menerima berita
marabahaya, harus menyampaikan ke Badan Search And Rescue Nasional (SAR),
Direktur Jenderal dan Syahbandar pelabuhan terdekat.Setiap kapal yang
dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio, jika sedang berlayar harus
menyelenggarakan dinas jaga radio pada frekuensi-frekuensi marabahaya dan
keselamatan serta informasi keselamatan pelayaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. ABK yang bertanggung jawab atas
dinas jaga radio kapal selama dalam pelayaran wajib menyelenggarakan tugas-
tugas 76:
(1) menerima dan/atau memancarkan berita marabahaya, berita segera dan
berita keselamatan pelayaran;
(2) berita dalam usaha pencarian dan pertolongan;
74 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 7875 Peraturan Menteri No. PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran, Pasal 4876 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 76
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 115
(3) berita keselamatan mengenai navigasi dan meteorologi (cuaca buruk yang
membahayakan keselamatan berlayar);
(4) berita-berita lain mengenai keperluan kapal dan pelayaran;
(5) melaporkan posisi kapal; dan
(6) mengisi buku harian radio kapal;
Pemilik atau operator Kapal, menyediakan wajib frekuensi radio, sehingga
bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk
memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ,
6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. Sementara itu kapal yang dilengkapai
dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas
pelabuhan di darat. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk
memonitor pelayaran kapal. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158
KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun
cabang lainnya serta memantau operasional. Sistem komunikasi dengan Tim
Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB,
HT, Handpone, Telepon Satelit.
Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,
Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa Nomor telepon Kantor
Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia
Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang
terkait dan jika perlu daftar kontak telepon alamat penumpang dan awak kapal.
c. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal
Kapal sesuai dengan dan ukuran harus memiliki peralatan alarm darurat
umum,yang dapat dioperasikan dari anjungan atau tempat lainnya disertai
tuntunan latihan. Peralatan alarm darurat umum harus dapat dioperasikan dengan
sumber arus listrik dari sumber tenaga listrik utama atau dari sumber tenaga
listrik darurat. Di setiap kapal harus ada sijil berkumpul yang menyebutkan
rincian dari isyarat alarm keadaan darurat umum dan tindakan yang harus
diambil oleh anak buah kapal serta penumpang pada waktu alarm dibunyikan dan
juga harus menjelaskan perintah meninggalkan kapal yang diberikan. Sijil
berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang diwajibkan kepada perwira-
perwira kapal dan anak buah kapal lainnya serta harus selalu siap diperiksa pada
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 116
saat kapal akan berlayar. Di setiap kapal yang memiliki sekoci harus tersedia sijil
sekoci yang memuat petunjuk bagi anak buah kapal dan penumpang untuk
menempati sekoci penolong apabila dalam keadaan bahaya dan ada perintah
nahkoda meninggalkan kapal. Di kapal penumpang yang memiliki tonase kotor
150 (GT.150) atau lebih dan dikapal barang yang memiliki tonase kotor 300
(GT.300) atau lebih harus ada sijil darurat bagi awak kapal dan penumpang,
sehubungan dengan kebakaran, kebocoran, orang jatuh kelaut dan meninggalkan
kapal. Pada setiap sijil harus dinyatakan tugas dan tanggung jawab masing-
masing awak kapal dan kewajiban pelayar dalam keadaan darurat 77.
Semua peralatan kedaruratan kapal baik yang tetap maupun yang dapat dipindah
harus dipelihara dan dirawat dengan baik serta setiap saat dapat digunakan. Anak
buah kapal harus terlatih dalam hal yang perlu mereka lakukan bila terjadi
musibah atau meninggalkan kapal dan jika mungkin bagi pelayar lainnya. Di
kapal yang memiliki tonase kotor 500 (GT.500 ) atau lebih harus diselengarakan
dinas ronda yang tepat guna sehingga setiap ada musibah dapat dengan segera
diketahui. Latihan peran kebakaran, peran kebocoran, peran pertolongan orang
jatuh kelaut dan peran meninggalkan kapal dilakukan 1(satu) kali dalam 1 (satu)
minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar
kurang dari 1(satu) minggu. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus
digunakan secara bergiliran dan bergantian. Setiap selesai latihan masing-masing
peran, wajib ditulis dibuku harian kapal dengan catatan tingkat keberhasilan dari
setiap latihan peran. ABK perlu melakukan sistem penanggulangan dan
kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang
tersebut dapat lebih handal.
Jika pada saat operasi ternyata benar-benar terjadi kecelakaan kapal, yang berupa:
a).kapal tenggelam; b).kapal terbakar; c).kapal tubrukan; dan d).kapal kandas;
maka setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan
dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan
kecelakaan tersebut kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal 78. Nakhoda
yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan
penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan
77 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 8378 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 246
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 117
menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain.
Selanjutnya Nakhoda wajib melaporkan kepada Syahbandar pelabuhan terdekat.
Dalam melakukan tindakan terhadap penanggulangan, Nahkoda harus
mempertimbangkan tingkatan keadaan darurat, meliputi:
(1) Peringatan Tingkat 1
(2) Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh
dan setiap awak pada instansi terkait.
(3) Peringatan Tingkat 2
(4) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi termasuk
mengevakuasi penumpang.
(5) Peringatan Tingkat 3
(6) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk
mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan
semua awak kapal.
d. Penanganan Kecelakaan Kebakaran Kapal
1) Pemberitahuan Awal
(1) Setiap orang termasuk ABK/Crew yang mengetahui kejadian adanya
kebakaran di atas kapal, segera menginformasikan kepada petugas
jaga/Nahkoda
(2) Nahkoda selaku pemimpin tertinggi dalam Kapal, segera mengambil
alih Komando dan melakukan koordinasi pada ABK untuk menangani
Kebakaran dan secara simultan membunyikan tanda bahaya alarm
(3) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan
menempati tempat semula, dan menangani kebakaran sesuai dengan
SIJIL KEBAKARAN
(4) Apabila kebakaran semakin tinggi dan kapal sulit melanjutkan
perjalanan, maka tindakan secara simultan yang dilakukan oleh
Nahkoda adalah menghubungi kapal lain yang sedang berlayar, TNI
AL, dan Syahbandar melalui Petugas STC
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 118
(5) Apabila kebakaran dapat diatasi, maka perjalanan kapal dapat
dilanjutkan
(6) Bilamana kebakaran tidak dapat diatasi, Nahkoha memerintahkan
penumpang meninggalkan kapal, dan ABK menyiapkan berbagai
peralatan
(7) Untuk mengurangi tingkat kebakaran yang semakin tinggi, Nahkoda
segera memerintahkan untuk membuang barang/kendaraan ke laut
2) Penanganan Internal
(1) Tugas Jaga di anjungan menentukan posisi kapal pada saat kejadian
kebakaran dan ditulis dalam jurnal kapal
(2) Juru mudi siap dianjungan dan melaksanakan instruksi dari Nahkoda
(3) Makronis melakukan tugasnya sebagai berikut;
(a) Menyiapkan peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat
atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
(b) Menyiapkan surat-surat kapal
(c) Menyiapkan alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali
kejadian
(d) Memberitahu awak kapal dan penumpang tentang keadaan
darurat yang terjadi di kapal melalui Publicaddresor
(4) Masinis Jaga segera menuju tempat Pompa Pemadam Kebakaran untuk
Menyiapkan dan menghidupkan Pompa Bilga di Kamar Mesin
(5) Regu Pemadam Kebakaran segera menyiapkan Peralatan Breating
Aparatus, peralatan P3K, dan melaksanakan pemadam kebakaran
sesuai dengan Sijil Kebakaran.
3) Penanganan Eksternal
(1) Jika kebakaran tidak bisa ditangani oleh tim internal, maka Nahkoda
segera mengirim berita kebakaran kapal kepada petugas STC (Ship
Traffic Control).
(2) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu Bagian STC (Ship Trafic Control)
yang menerima keadaan darurat segera meneruskan ke Manajer
Operasional. Bilamana Kapal Memiliki GMDSS, petugas radio
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 119
darat dapat berhubungan langsung dengan Kapal yang sedang
mengalami kebakaran.
(3) Manajer operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan tentang
keadaan darurat kapal penyeberangan, berikut lokasi Lokasi Kejadian,
jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
(4) Kepala Pelabuhan, segera melakukan koordinasi dengan SAR, Polisi
Air Pemadam Kebakaran, TNI AL.
(5) SAR mengevakuasi penumpang, sementara Pemadam Kebakaran dan
Polisi Air berusaha memadamkan kebakaran.
(6) Penumpang yang mengalami luka maupun yang tewas, petugas SAR
membawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi.
4) Evaluasi dan Pelaporan
(1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
(2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang operator.
(3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
(4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara,
hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Secara singkat proses penanganan adalah seperti diagram berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 120
Petugas jaga memberitahukankepada Nahkoda dan mencatatposisi kapal, dan waktu kejadian
Kebakaran- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm kebakaran
Kebakaran dapatditangani secara
internalMasinis Jaga segera menuju
tempat Pompa PemadamKebakaran untuk Menyiapkan dan
menghidupkan Pompa Bilga diKamar Mesin
Nahkoda menganalisa tingkatkedaruratan kebakaran
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
penumpang
Kebakaran tidak dapatditangani secara internal
Regu Pemadam Kebakaran segeramenyiapkan Peralatan BreatingAparatus, peralatan P3K, danmelaksanakan pemadaman
kebakaran
Nahkoda memerintahkanuntuk melanjutkan
perjalanan
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR,Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal
sekitarnya, melalui petugas STCpelabuhan
Di Pelabuhan Petugas STCpelabuhan melaporkan ke manajer
operasional tentang keadaandarurat Kebakaran
Manajer operasional lapor ke Syahbandaryang juga langsung menghubungi SAR dan
petugas berwenang lainnya untukmelakukan pertolongan dan
penyelamatan penumpang sertamenyiapkan tempat penampungan dan
pengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaanyang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian
kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumenkejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 121
e. Penanganan Kecelakaan Tubrukan Kapal
1) Pemberitahuan Awal:
(1) Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa tubrukan kapal, maka
Perwira Jaga segera memerintahkan STOP MESIN, untuk
mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal.
(2) Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di
Buku Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
2) Penanganan Internal:
(1) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera
mengambil alih Komando dan melakukan tindakan penanganan
yang diperlukan, yaitu memeriksa keadaan Penumpang dan Crew
Kapal serta memeriksa besarnya kerusakan yang terjadi pada
kapal.
(2) Apabila akibat kejadian tubrukan pada kapal mengakibatkan
kerusakan yang fatal pada kapal sehingga kapal tidak dapat
meneruskan perjalanan pelayaran, maka segera menghubungi
SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta
bantuan untuk kondisi darurat kapal.
(3) Nakhoda segera memerintahkan kepada semua ABK dan
penumpang kapal untuk meninggalkan kapal. Dalam proses
meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan
meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal)
(4) Apabila akibat kejadian tabrakan pada kapal mengakibatkan
dampak berupa Kebakaran, Orang Jatuh kelaut/Cedera,
Kebocoran & Tumpahan Minyak, maka Nakhoda memerintahkan
penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya.
(5) Jika pada kapal tidak terjadi kerusakan yang fatal, maka Nakhoda
segera memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan.
3) Penanganan Eksternal:
(1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic
Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 122
bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional.
Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio
darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang
diterima harus dicatat dibuku jurnal radio.
(2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan
mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada,
yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang
diperlukan.
(3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung
jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi
SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR
untuk mencari dan menyelamatkan penumpang
(4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan
darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat
Pusat dan sebaliknya.
(5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
(6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah
disiapkan
(7) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
4) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-
data :
(1) Jenis Kejadian yang dialami
(2) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
(3) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
(4) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
(5) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
(6) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
(7) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 123
5) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(1) Syahbandar
(2) Badan SAR Nasional
(3) Rumah Sakit
(4) KPPP
(5) TNI AL
(6) Kepolisian
(7) Instansi terkait lainnya.
6) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
7) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
8) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
9) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
10) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota
Tim.
11) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap
siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
12) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa
ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi
yang meninggal.
13) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang
sebenarnya.
14) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas
izin Direksi.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 124
15) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
14) Evaluasi dan Pelaporan
(a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
(b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
(d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara,
hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya teknis dan atau alir penanganan dapat dilihat pada diagram
berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 125
Gambar 5.20. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Tubrukan Kapal
Perwira jaga segera perintahkan STOPMESIN dan memberitahukan kepada
Nahkoda dan mencatat posisi kapal, danwaktu kejadian
- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm tubrukan
Tidak menimbulkan kerusakanfatal dan dapat melanjutkan
perjalanan
Nahkoda menganalisa tingkatkerusakan akibat tubrukan
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
penumpang
Menimbulkan kerusakan fatal dantidak dapat melanjutkan
perperjalanan
Nahkoda memerintahkanuntuk melanjutkan
perjalanan
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR,Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal
sekitarnya, melalui petugas STCpelabuhanDi Pelabuhan Petugas STC
pelabuhan melaporkan ke manajeroperasional tentang keadaan
darurat tubrukanManajer operasional lapor keSyahbandar yang juga langsungmenghubungi SAR dan petugas
berwenang lainnya untuk melakukanpertolongan dan penyelamatan
penumpang serta menyiapkan tempatpenampungan dan pengobatan
sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaanyang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian
kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumenkejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 126
f. Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
1) Pemberitahuan Awal
(a) Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa kapal kandas, maka
Perwira Jaga segera memerintahkan STOP MESIN, untuk
mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal.
(b) Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku
Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
2) Penanganan Internal
(a) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih
Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu
memeriksa keadaan Penumpang dan Crew Kapal serta memeriksa
besarnya kerusakan yang terjadi pada kapal.
(b) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan
menempati tempat semula, agar tidak semakin membahayakan kondisi
kapal yang kandas.
(c) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan
peralatan untuk memeriksa kondisi kapal (sekoci kerja, tali,
pelampung).
(d) Menurunkan sekoci untuk memeriksa kondisi sekitar kapal untyuk
mengetahui seberapa dalam kandas, seberapa luas area kandas.
(e) Jika kandas dirasa dapat dapat diatasi sendiri, Nahkoda melakukan
tindakan sebagai berikut :
3) Memerintahkan penumpang untuk turun sementara dengan menggunakan
sekoci ataupun baju pelampung yang ada dengan perlahan-lahan agar
tidak mengakibtakan kapal oleng/terbalik.
4) Jika diperlukan, untuk mengurangi bahaya tenggelamnya kapal, Nahkoda
memerintahkan ABK untuk mengurangi muatan dengan membuang
barang/kendaraan ke laut.
5) Menyiapkan stand by olah gerak untuk maneuver kecil,
6) Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya
atau kepada para nelayan di sekitarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 127
7) Apabila kandas dapat diatasi, dan tidak terjadi kerusakan yang fatal dan
dapat melanjutkan perjalanan, maka Nakhoda segera memerintahkan untuk
melanjutkan perjalanan.
8) Apabila akibat kejadian kapal kandas mengakibatkan dampak berupa
orang jatuh kelaut/cedera, kebocoran dan tumpahan minyak, maka
Nakhoda memerintahkan penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya.
9) Bilamana kandas tidak dapat diatasi, Nakhoda segera memerintahkan
kepada semua ABK dan penumpang kapal untuk meninggalkan kapal
dan ABK menyiapkan berbagai peralatan. Dalam proses meninggalkan
kapal agar sesuai dengan penanganan meninggalkan kapal (SIJIL
Meninggalkan Kapal). Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun
Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi
darurat kapal.
10) Penanganan Eksternal
a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya.
e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
g) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 128
(1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(4) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
11) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data
a) Jenis Kejadian yang dialami
b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
h) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(1) Syahbandar
(2) Badan SAR Nasional
(3) Rumah Sakit
(4) KPPP
(5) TNI AL
(6) Kepolisian
(7) Instansi terkait lainnya.
12) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
13) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat
awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang
sudah/akan dilakukan.
14) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
15) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
16) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim.
17) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat penampungan
dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim
Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses
evakuasi korban berlangsung.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 129
18) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke
rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang
meninggal.
19) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
20) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas
izin Direksi.
21) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
22) Evaluasi dan Pelaporan
(a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
(b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim
ke Kantor Pusat.
(d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara,
hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kecelakaan tubrukan kapal dapat dilihat pada
diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 130Gambar 5.21. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
Perwira jaga segera perintahkan STOPMESIN dan memberitahukan kepadaNahkoda dan mencatat posisi kapal,
dan waktu kejadian- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jikadibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT)
untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awakkapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang
terjadi dan membunyikan alarm kapal kandas
Tidak menimbulkankerusakan fatal dan dapat
ditangani internal
Nahkoda menganalisa tingkat kedaruratankandas, bersama Mualim memeriksa kondisi
sekitar kapal untuk mengetahui seberapadangkal kandas, seberapa luas area kandas
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
penumpang
Menimbulkan kerusakanfatal dan tidak dapat
ditangani internal
Nahkodamemerintahkan untuk
melanjutkan perjalanan
Nahkoda koordinasi/menghubungiSAR, Syahbandar, Stasiun Pantaiatau Kapal sekitarnya, melalui
petugas STC pelabuhanDi Pelabuhan Petugas STCpelabuhan melaporkan ke
manajer operasional tentangkeadaan darurat tubrukan
Manajer operasional lapor keSyahbandar yang juga langsungmenghubungi SAR dan petugas
berwenang lainnya untuk melakukanpertolongan dan penyelamatan serta
menyiapkan tempat penampungan danpengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Nahkoda memerintahkan penumpanguntuk turun sementara dengan
menggunakan sekoci/baju pelampung,dan jika perlu, untuk mengurangi
bahaya tenggelamnya kapal, Nahkodamemerintahkan ABK untuk mengurangi
muatan dengan membuangbarang/kendaraan ke laut
Nahkoda memerintahkan untukmenyiapkan stand by olah gerak
untuk maneuver kecil, sambilmengkomunikasikan dengan
dengan kapal yang berlayar disekitarnya atau kepada para
nelayan di sekitarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 131
g. Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
1) Pemberitahuan Awal
Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa yang mengakibatkan kapal
tenggelam karena kecelakaan kebakaran, kandas, atau tubrukan, maka Perwira
Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal
lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
2) Penanganan Internal
(1) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih
Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu
segera memerintahkan penumpang dan ABK untuk meninggalkan kapal.
(2) ABK menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan (pelambung, baju
penolong, sekoci).
(3) Dalam proses meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan
meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal).
(4) Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya
untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal.
3) Penanganan Eksternal
(1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
(2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
(3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
(4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 132
(5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
(6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
(7) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
(8) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data :
(a) Jenis Kejadian yang dialami
(b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
(c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
(d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
(e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
(f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
(g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
(9) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(a) Syahbandar
(b) Badan SAR Nasional
(c) Rumah Sakit
(d) KPPP
(e) TNI AL
(f) Kepolisian
(g) Instansi terkait lainnya.
(10) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
(11) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
(12) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
(13) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
(14) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim.
(15) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 133
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap
siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
(16) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke
rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang
meninggal.
(17) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak, audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
(18) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas
izin Direksi.
(19) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
4) Evaluasi dan Pelaporan
(1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang
terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa.
(2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
(3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
(4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil
evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kapal tenggelam dapat dilihat pada dianggaram
berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 134
Gambar 5.22. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
Perwira jaga segera memberitahukan kepada Nahkodadan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian
- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengandarat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat
komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awakkapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi dan
membunyikan alarm mennggalkan kapal
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar,Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas
STC pelabuhan
Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhanmelaporkan ke manajer operasional tentang
keadaan darurat tenggelam
Manajer operasional lapor ke Syahbandar yang jugalangsung menghubungi SAR dan petugas berwenang
lainnya untuk melakukan pertolongan danpenyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat
penampungan dan pengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untukmeninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan
evakuasi yang diperlukan (pelambung, baju penolong,sekoci).
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 135
h. Penanganan Orang Jatuh ke Laut
1) Pemberitahuan Awal
a) Setiap orang yang mengetahui, ada orang jatuh ke laut dari atas kapal
harus memberitahukan sekuat-kuatnya berteriak “ADA ORANG
JATUH KE LAUT “.
b) Orang yang mendengar teriakan tersebut segera memberitahukan
kepada ABK dan ABK segera membunyikan alarm/suling sebagai tanda
mesin Kepal segera dimatikan, dan secara simultan ABK tersebut segera
melaporkan ke Nahkoda
2) Penanganan Internal
a) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan
peralatan pertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada)
b) Melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnya
sebagai pegangan sementara.
c) Nahkoda melakukan tindakan sebagai berikut :
3) Menyiapkan stand by olah gerak/siap bantu,
4) Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya
atau kepada para nelayan di sekitarnya
5) ABK menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau ke laut sekaligus
membawa pelampung dan tali.
6) ABK menurunkan sekoci ke bawah untuk digunakan menolong korban.
7) ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik
ke atas boat/ sekoci.
8) ABK membawa korban ke atas kapal melalui tangga yang telah
disediakan, dan selanjutnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan
Kesehatan.
9) Bilamana korban, mengalami luka, Dokter langsung melakukan
pertolongan.
10) Korban dipersilahkan ke luar, bilamana korban sudah sehat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 136
11) valuasi dan Pelaporan
a) Nahkoda, harus mencatat kronologis jatuhnya orang dari Kapal, dan
menyimpan sebagai dokumentasi.
b) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
c) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
d) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
Lebih jelasnya diagram penanganan kecelakaan orang jatuh ke laut dapat dilihat
pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 137
Gambar 5.23. Diagram Alir Penanganan Orang Jatuh Ke Laut
Siapapun Teriak “ADA ORANG JATUH KE LAUT “, dan segera memberitahukankepada ABK dan Perwira Jaga segera membunyikan alarm/suling sebagaitanda STOP MESIN, dan secara simultan segera melaporkan ke Nahkoda
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengandarat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan peralatanpertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada), dan segera
melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnyasebagai pegangan sementara
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Nahkoda memerintahkan juru mudi untuk menyiapkan stand by olahgerak/siap bantu, dan memerintahkan markonis untuk
mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnyaatau kepada para nelayan di sekitarnya
ABK secara simultan menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau kelaut sekaligus membawa pelampung dan tali dan menurunkan sekoci ke
bawah untuk digunakan menolong korban.
ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik keatas boat/sekoci, kemudian menaikkan korban melalui tangga yang telah
disiapkan, sementara ABK yang lain kembali menaikkan sekoci danperalatan lain ke tempat semula
Setelah sampai diatas geladak, korban selanjutnya dibawa ke RuangPemeriksaan Kesehatan. Bilamana korban, mengalami luka, Dokter
langsung melakukan pertolongan. Korban dipersilahkan ke luar, bilamanakorban sudah sehat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 138
i. Penanganan Meninggalkan Kapal
1) Pemberitahuan Awal
a) Nakhoda memerintahkan kepada semua penumpang dan ABK untuk
meninggalkan kapal apabila kondisi kapal mengalami kerusakan yang
fatal sehingga kapal tidak bisa melanjutkan pelayaran .
b) Sebagai tanda untuk segera meninggalkan kapal, maka Nakhoda
membunyikan Alarm/tanda bahaya sesuai dengan kejadiannya.
c) Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkan Berita
MaraBahaya.
d) Nakhoda memerintahkan kepada ABK untuk menghubungi SAR,
Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk
kondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur komunikasi yang
berlaku.
2) Penanganan Internal
a) ABK melaksanakan tugasnya sesuai dengan SIJIL MENINGGALKAN
KAPAL
b) ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan Life
Jacket/Pelampung. Kemudian Life Jacket/Pelampung ikatkan dan
kencangkan sesuai dengan aturan pemakaian.
c) ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhoda
bahwa persiapan telah dilakukan.
d) Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuai
dengan nomor sekoci/ILR dan ABK .membantu dalam menurunkan
sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengan
kapal.
e) Penumpang yang akan melakukan tindakan terjun ke laut, oleh ABK
diberi petunjuk mengenai tata cara terjun dilaut:
(a) Sebelum terjun ke air, berusaha untuk turun sedekat mungkin
dengan permukaan air.
(b) Pakai dan ketatkan alat pelampung.
(c) Sebelum terjun ke air, perhatikan apakah tempat jatuh anda bebas
dari orang lain, benda-benda yang mencuat atau reruntuhan.
(d) Lindungi mulut dan pencet hidung dengan jari.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 139
(e) Eratkan pelampung dengan jalan menyilangkan lengan yang
bebas di depan dada dan memegang tali pangkal alat pelampung.
3) Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segera
dilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
4) Penanganan Eksternal
a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya..
e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
g) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(4) Tim Tanggapa Darurat dengan Direksi
5) Merinci Laporan dari Kapal / Cabang yang meliputi informasi data-data :
a) Jenis Kejadian yang dialami
b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 140
f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
6) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
a) Syahbandar
b) Badan SAR Nasional
c) Rumah Sakit
d) KPPP
e) TNI AL
f) Kepolisian
g) Instansi terkait lainnya.
7) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
8) Melakukan peninjauan terhadap tambahan tenaga yang dikirim ke lokasi
kejadian
9) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat
awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang
sudah/akan dilakukan.
10) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
11) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
12) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim.
13) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat penampungan
dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim
Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses
evakuasi korban berlangsung.
14) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke
rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang
meninggal.
15)Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang
telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui
media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi segera
dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 141
16) Bila dianggap perlu, menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan
tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi.
17) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
18) Evaluasi dan Pelaporan:
(a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang
terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa
(b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat
(d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil
evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya diagram/alir penanganan orang meninggalkan kapal dapat dilihat
pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 142Gambar 5.24. Diagram Alir Penanganan Meninggalkan Kapal
Perwira jaga mencatat posisikapal, dan waktu kejadian
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm meninggalkan kapal
- Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar,Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas
STC pelabuhan
- Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkanBerita MaraBahaya untuk meminta bantuan untukkondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur
komunikasi yang berlaku.
Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan kemanajer operasional tentang keadaan darurat
meninggalkan kapalManajer operasional lapor ke Syahbandar yang juga langsung
menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untukmelakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta
menyiapkan tempat penampungan dan pengobatansementara
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untukmeninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi yang diperlukan (pelambung, bajupenolong, sekoci)
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yangterjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan
yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian kekantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip
semua dokumen kejadian
- ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan LifeJacket/Pelampung, dan segera terjun ke laut jika dengan petunjuk ABK
- ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhodabahwa persiapan telah dilakukan.
- Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuaidengan nomor sekoci/ILR dan ABK membantu dalam menurunkan
sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengankapal.
- Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segeradilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 143
G. Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan
Perintis
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 24, dan Pasal 25, Peraturan Pemerintah No. 20
Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 71 dan Pasal 72, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan pada Pasal 12, 13, 14, dan Pasal 15, maka diperlukan
adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada
Lintas Penyeberangan Perintis.
2. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Perintis adalah untuk menjamin kelancaran, ketertiban,
keselamatan dan keamanan penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis
sesuai daerah operasi.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal
Pada Lintas Penyeberangan Perintis adalah adalah adanya acuan atau pedoman
bagi pemerintah daerah, operator pelabuhan, serta pengusaha/operator angkutan
penyeberangan yang akan menempatkan kapal pada suatu lintas penyeberangan
perintis sesuai daerah operasi.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Perintis adalah:
a. Prosedur penempatan kapal
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 144
5. Objek atau arah pengaturan
Sebagai sarana komunikasi atau penyeberangan antar pulau, kapal dapat dianggap
sebagai jembatan penghubung antara jaringan jalan darat atau jaringan jalan kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya. Pada umumnya angkutan penyeberangan bersifat komersial
terutama antar daerah atau pulau yang sudah maju dengan mobilitas masyarakat
yang tinggi dan distribusi logistic memadai. Tingkat kemajuan antar daerah di
Indonesia tidaklah sama bahkan terdapat kepincangan kemajuan yang bermuara
pada kepincangan kesejahteraan. Karena itu sangat dibutuhkan angkutan
penyeberangan perintis.
a. Prosedur Penempatan Kapal
1) Belum Terlayani Angkutan Kapal
Dalam rangka melayani mobilitas masyarakat Indonesia di daerah masih
tertinggal dan/atau wilayah terpencil, maka Pemerintah menyelanggarakan
angkutan penyeberangan perintis dengan pertimbangan tertentu dengan
pertimbangan ekonomi.Kegiatan angkutan penyeberangan perintis pada
dasarnya dilakukan untuk 79: a) menghubungkan daerah yang masih tertinggal
dan/atau wilayah terpencil yang belum berkembang dengan daerah yang sudah
berkembang atau maju; b) menghubungkan daerah yang moda transportasi
lainnya belum memadai; dan c) menghubungkan daerah yang secara komersial
belum menguntungkan untuk dilayani oleh pelaksana angkutan
penyeberangan.
Kegiatan pelayanan Angkutan Penyeberangan perintis hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan Angkutan Penyeberangan. Kegiatan pelayanan Angkutan
Penyeberangan perintis ditentukan berdasarkan kriteria 80:
a) belum dilayani oleh pelaksana kegiatan angkutan laut, angkutan sungai
dan danau atau angkutan penyeberangan yang beroperasi secara tetap
dan teratur;
b) secara komersial belum menguntungkan;
b) tingkat pendapatan perkapita penduduknya masih rendah;
79Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 1380Ibid, Pasal 14
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 145
c) dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki surat izin usaha
angkutan penyeberangan dan surat persetujuan pengoperasian kapal;
dan
d) faktor muatan rata-rata kapal kurang dari 60% (enam puluh per
seratus) per tahun.
Biaya yang timbul akibat dilaksanakannya angkutan penyeberangan perintis,
yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah merupakan
subsidi sebesar selisih biaya pengoperasian kapal pelayaran perintis yang
dikeluarkan oleh perusahaan angkutan penyeberangan dengan pendapatan
dan/atau penghasilan uang tambang barang dan penumpang pada suatu trayek
tertentu 81. Subsidi diberikan kepada perusahaan Angkutan Penyeberangan
atas dasar penugasan oleh Pemerintah/pemerintah daerah yang sebagian biaya
atau sepenuhnya dibebankan pada anggaran pemerintah baik yang bersumber
dari APBN maupun APBD. Pelayanan Angkutan Penyeberangan Perintis
untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dilaksanakan oleh
Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota.
Kegiatan angkutan penyerangan perintis dapat dilakukan dengan cara kontrak
jangka panjang dengan perusahaan angkutan di perairan menggunakan kapal
berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang
diawaki oleh warga negara Indonesia 82.
2) Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan perintis
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 83:
3) Keselamatan Kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
81Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 7282Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 2583 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 146
g).elektronika kapal 84. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.
4) pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh
Menteri.
5) pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,
dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia
harus warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan
setifikat pengawakan kapal.
6) garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis
Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang
Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
7) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji;
b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan
dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat
beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan
karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman;
dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi
kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal
dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
84 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 147
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran,
setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas
kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan;
b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
b.Status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
1) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur
dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap
terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
2) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada
pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
3) penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
c.Manajemen keselamatan Dan Pencegahan Pencemaran Dari Kapal
Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan
(Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen
Keselamatan (Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 148
d. manajemen keamanan kapal.
Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi
sertifikat Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal
Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC). Penempatan kapal
yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan harus memenuhi
persyaratan 85:
1) spesifikasi teknis lintas;
Spesifikasi teknis lintas penyeberangan meliputi: a) kondisi lintasan; b)
perkiraan kapasitas lintas; c) kemampuan pelayanan alur; dan d) spesifikasi
teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan.
2) spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal meliputi: a) ukuran kapal; b) pintu rampa; c)
kecepatan kapal; dan d) mesin bantu sandar.
3) persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan;
Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi: a)
persyaratan usaha; dan b) persyaratan pelayanan.
4) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan; Fasilitas pelabuhan laut yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan paling sedikit meliputi: a) jumlah dan jenis fasilitas sandar
kapal; b) kolam pelabuhan; dan. c) fasilitas naik turun penumpang dan
kendaraan.
1) persyaratan minimal pelayanan angkutan penyeberangan.
Khusus mengenai persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
akan ditempatkan minimal harus memiliki:
a) Fasilitas ruang akomodasi penumpang
85Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 149
Standar pelayanan kenyamanan penumpang dari segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
b) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang
(1) Luas Ruangan
-Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas
geladak ruangan
c) Penumpang
-Penumpang Geladak Terbuka:
-Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2
Jam Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem P. Addreser CC TVBerlayar Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Musik Video
Udara1 Sampai Ekonomi
dengan 1,0 Geladakjam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -
Geladaktertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan Ada -
2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Adajam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adas/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada
s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada AdaEksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac Ada Ada
5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adajam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
No Kelas
Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
SistemJam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser
Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada
s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC AdaEksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada
Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
No Kelas
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 150
d) Penumpang Geladak Tertutup
- Tinggi atap minimal 1,90 m;
- Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2
e) Penumpang Kamar
- Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang
- Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m
lebar
- Luas lantai per orang minimal 1,26 m2
Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur
secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26
m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai
tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar
dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2
f) Tempat Duduk
(1) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi:
(a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran
tangan
(b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk
satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
(c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m
dan panjang 0,75 m
(d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka
atau tertutup
(2) Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnis;
(a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang
dan ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak
tertutup dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok
(b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi
(c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 151
Gambar 5.25. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
(3) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas
non-ekonomi eksekutif
(4) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi
dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang
geladak tertutup
(5) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi
(6) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut;
(7) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang;
(8) Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang
adalah sebagai berikut;
(a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;
(b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m
(c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
(d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak
tidak boleh melebihi 450
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 152
g) Kamar Mandi dan WC/Kakus
Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah
minimal sebegai berikut;
(1) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus,
selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500
penumpang harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus;
(2) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus;
(3) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup
(4) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup
(5) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit
harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang
(6) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam
berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi
(7) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi
dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup
sirkulasi udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga
memudahkan peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya.
k) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang :
(1) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi
udara yang cukup
(2) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem
pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam
(3) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai
fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara )
(4) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap
25 m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 153
(5) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C
- 200 C;
(6) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui
kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang
dipasang untuk itu;
(7) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup
(8) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan
ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar
perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk
pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman
sebelum dibuang ke luar kapal
l) Dapur dan Kantin/ Kafetaria
(1) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(2) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(3) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(4) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan
gas harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal
satu buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar
ruang dapur
(5) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang
penumpang
(6) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(7) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus
terpisah dengan ruang penumpang
(8) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan
m) Ruang Publik :
(1) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan
ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 154
(2) kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
n) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal
Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus
memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta
fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus
memenuhi perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
(1) Pintu Rampa;
(1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO
– Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan
masuk kendaraan
(2) di lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus
mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat
dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat
digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan
(2) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut;
(a) Panjang : harus disesuaikan dengan kondisi prasarana
yang dilayani;
(b) Lebar : minimum 4 m
(c) Kecepatan buka/tutup pintu ;
- membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit
- menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit
(d) Daya Dukung :
Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal :
- Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 8,0 ton
(3) Ruang Untuk Kendaraan:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 155
(a) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan
mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton
untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni ,
Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan
Bajo E – Kolaka
(b) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang
dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan
(d) jarak minimal antar kendaraan :
jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah
60 cm
jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30
cm
untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding
kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar
gading – gading ( frame )
jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frame )
adalah 60 – 80 cm
(e) antara pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan
(f) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat
sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100,
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem
pengikatan ( lashing )
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 156
(g) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem
sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
ditempatkan/ditulisi tanda larangan ” DILARANG MEROKOK”
PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI RUANG KENDARAAN”
serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN
SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI ” yang dapat terlihat jelas
dan muda dibaca
0).Persyaratan kecepatan pelayanan kecepatan kapal
Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai
berikut;
a) kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan
pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam.
b) kapal pelayanan non ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan rata-
rata pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) knot.
Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani lintas pendek
yang sampai dengan 6 (enam) mil kecepatan rata-rata pelayanan dapat
disesuaikan untuk memenuhi jadwal perjalanan kapal
p) Persyaratan keselamatan kapal
(1) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang
dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(f) Means Of Rescue (alat penolong)
(g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(h) Helicopter Pick Up Area (area 156ystem156ter)
(i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 157
(l) SART (1 Unit)
(m) Distress Flare 12
(n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(p) Public Address System (157ystem informasi umum)
(q) Life Buoys (pelampung) 4 unit
(2) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(c) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(f) Means Of Rescue (alat penolong)
(g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(h) Helicopter Pick Up Area (area 157ystem157ter)
(i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(l) SART (2 Unit)
(m) Distress Flare 12
(n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(p) Public Address System (157ystem informasi umum)
(q) Life Buoys (pelampung) 8 unit
(r) Muster list and Emergency instruction
(s) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(t) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
(v) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(3) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 158
(a) Life Buoys/pelampung 8 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan
penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 158ystem158ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (158ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
(4) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 8 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 159
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 159ystem159ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (159ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
(5) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 12 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 159ystem159ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 160
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (160ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
(6) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 12 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 160ystem160ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (160ystem informasi umum)
(b) s. Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan
instruksi bahaya)
(a) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(b) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 161
(7) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(a) Life Buoys/pelampung 12 unit
(b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h) Means Of Rescue (alat penolong)
(i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j) Helicopter Pick Up Area (area 161ystem161ter)
(k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n) SART (2 Unit)
(o) Distress Flare 12
(p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r) Public Address System (161ystem informasi umum)
(s) Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
Untuk penempatan kapal dari satu lintas ke lintas penyeberangan lain, maka
kapal harus diuji stabilitas eksisting sesuai dengan kondisi lintas yang akan
ditempati kapal. Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan
memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas atau
dikenal dengan Stability Booklet, yang harus tersedia di kapal. Berdasarkan
dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas, Nakhoda dapat mengetahui
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 162
kemampuan stabilitas kapal, kuantitas pemuatan, tiupan angin namun dalam
keadaan laut tenang.
q) Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan perlu mengidentifikasi dan
melakukan kajian kesesuaian ketika menempatkan kapal menyangkut beberapa
aspek teknis pelabuhan yang termuat dalam DLKr pelabuhan meliputi; (1)
wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran. (2) tempat
labuh. (3) tempat alih muat antarkapal. (4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan
sandar dan olah gerak kapal. (5) kegiatan pemanduan. (6) tempat perbaikan kapal
(7) penahan gelombang. (8) kolam pelabuhan. (9) alur pelayaran. (10) sarana
bantu navigasi. (11)sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan. (12) fasilitas
naik turun kendaraan. (13) Selain itu juga perlu melakukan kajian secara detail
Sementara DLKp perairan pelabuhan yang digunakan sebagai; (1) untuk alur
pelayaran dari dan ke pelabuhan. (2) keperluan keadaan darurat. (3) penempatan
kapal mati. (4) percobaan berlayar. (5) kegiatan pemanduan. (6) fasilitas
pembangunan. (7) pemeliharaan kapal
Dari DLKp dan DLKr pelabuhan tersebut kemudian ditelaah kembali untuk
melihat spesifikasi teknis pelabuhan sebagai dasar penempatan kapal. Spesifikasi
teknis pelabuhan dapat dilihat dengan memperhatikan fasilitas pokok yang
meliputi; (1) Fasilitas pokok antara lain; (2) terminal penumpang, (3)
penimbangan kendaraan bermuatan. (4) jalan penumpang keluar/masuk kapal
( gang way ). (5) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa.
(6) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker ). (7) instalasi air, listrik dan
telekomunikasi. (8) akses jalan dan/atau jalur kereta api. (9) fasilitas pemadam
kebakaran. (10 ) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
Sementara fasilitas penunjang, antara lain; (1) kawasan perkantoran untuk . (2)
menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan. (3) tempat pembuangan
limbah. (4) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan 4)
areal pengembangan pelabuhan. (5) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman,
jalur hijau dan kesehatan)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 163
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan
kriteria kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan
spesifikasi teknis pelabuhan.
r) Tinggi gelombang
Selain spesifikasi teknis pelabuhan, juga perlu memperhatikan kondisi lintas
penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian Perhubungan melakukan
koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan identifikasi dan kajian
tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan Pemerintah daerah
atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi gelombang semua
lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian sebagai berikut;
1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops). (2) Banjar
Raya – Saka Kajang (Belum Ops). (3) Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops). (4)
Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops). (5) Siwa – Lasusua (Belum Ops).
(6). Ajibata – Tombok (Komersil). (7) Palembang – Muntok (Komersil). (8)
Pontianak Kota – Siantan (Komersil). (9) Tebas Kuala – Tebas Sbrg
(Perintis I). (10 ) Tayan – Terayu (Perintis I). (11) Taipa – Kariangau (Perintis
I). (12) Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I). (13) Palembang – Kayuarang
(Tidak Ops). (14) K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops). (15) Kuala
Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops). (16) P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak
Ops). (17 ) Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops). (18 ) Cerbon – Marabahan
(Tidak Ops). (19) Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops). (20 ) Semuntai
– Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Daruba – Tobelo (Perintis I). (2) Tobelo – Subaim
(Perintis I)
3) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Patani – Sorong (Belum Ops). (2) Poso – Wakay
(Belum Ops). (3) Luwuk – Sabang (Belum Ops). (4) Taliabu – Banggai
(Belum Ops). (5) Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops). (6) Payahe –
Sakete (Belum Ops). (7) Sakete – Babang (Belum Ops). (8) Sanana – Tlk.Bara
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 164
(Belum Ops). (9) Sanana – Mangole (Belum Ops). (10) Mangole- Taliabu
(Belum Ops). (11) Mangole- Laiwui (Belum Ops). (12) Laiwui – Labuha
(Belum Ops). (13) Sibolga – Nias (Komersil). (14) Pagimana – Gorontalo
(Komersil). (15) Bastiong – Sidangole (Komersil). (16) Bastiong – Rum
(Komersil). (17 ) Bitung – Ternate (Komersil). (18) Biak – Serui (Perintis I).
(19) Serui – Waren (Perintis I). (20) Numfor – Manokwari (Perintis I). (21)
Saumlaki – Tepa (Perintis I). (22) Dobo – Benjina (Perintis I). (23) Sorong –
Seget (Perintis I). (24) Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I). (25) Mogem –
Teminabuan (Perintis I). (26) Sorong – Saonek (Perintis I). (27) Sorong –
Waigama (Perintis I). (28) Gorontalo – Wakai (Perintis I). (29) Luwuk –
Salakan (Perintis I). (30 ) Salakan – Banggai (Perintis I).(31) Kendari –
Langgara (Perintis I). (32) Bitung – Pananaro (Perintis I). (33) Bitung –
P.Lembeh (Perintis I). (34) Bitung – Siau (Perintis I). (35) Bastiong –
Geti/Tidore (Perintis II). (36) Tarakan – Tg.Selor (Perintis II). (37) Waren –
Nabire (Tidak ops). (38) Biak – Nabire (Tidak Ops). (39) Biak – Numfor
(Tidak Ops). (40) Serui – Nabire (Tidak Ops). (41) Sorong – Jefman (Tidak
Ops). (42) Jefman – Kalabo (Tidak Ops). (43) Sorong – Teminabuan (Tidak
Ops). (44) Bitung – Dago (Tidak Ops)
4) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Balohan – Malahayati, Komersil. (2) Cilacap –
Kalipuncang, Komersil. (3) Ujung – Kamal, Komersil. (4) Jangkar –
Kalianget, Komersil. (5) Kalianget – P.Kangean, Komersil. (6) Kupang -
Waingapu, Komersil. (7) Bajoe – Kolaka, Komersil. (8) Torobulu – Tampo,
Komersil. (9) Meolaboh – Sinabang, Perintis I. (10) Sinabang – Labuhan Haji,
Perintis I. (11) Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I. (12) Padang –
Sikakap/Mentawai, Perintis I. (13) Padang – P.Siberut, Perintis I. (14) Padang
– Tuapejat, Perintis I. (15)Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I. (16) Cilacap –
Majingklak , erintis I. (17) Aimere – Waingapu, Perintis I. (18) Ende –
Waingapu, Perintis I. (19) Wara – Bau Bau, Perintis I. (20) Tarakan – Ancam,
Perintis II. (21) Tarakan – Sembakung, Perintis II. (22) Marina – P. Kelapa,
Tidak Ops. (23) Marina – P. Tidung, Tidak Ops. (24) Marina – P. Pramuka,
Tidak Ops. (25) P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops. (26) P.Pramuka –
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 165
P.Tidung, Tidak Ops. (27) Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops. (28)
P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
5)Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1) Stagen – Tarjun, Belum Ops. (2) Tarakan – ToliToli,
Belum Ops. (3) Garongkong – Batulicin, Belum Ops. (4) Sape – Waingapu,
Belum Ops. (5) Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops. (6) Toboali – P.Lepar,
Belum Ops. (7) Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil. (8) Balikpapan – Mamuju,
Komersil. (9) Balikpapan – Penajam, Komersil. (10) Kupang – Aimere,
Komersil. (11) Padang Bai- Lembar, Komersil. (12) Kayangan/Lombok –
Pototano, Komersil. (13) Sape – Waikelo, Perintis I. (14) Kalabahi –Tl.gurita,
Perintis I. (15) Tl.Gurita – Kisar, Perintis I. (16) Kupang – Waikelo, Perintis I
(17)Aimere – Waikelo, Perintis I. (18) Tual – Larat, Perintis I. (19) Sadai –
Tanjung Rum, Perintis I. (20) Dongkala – Mawasangka, Perintis I.
(21)Kalabahi – Kabir, Perintis II. (22) Dongkala – Bau Bau, Tidak ops.(23)
Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops. (24) Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops.
(25) Kupang – Naikliu, Tidak Ops. (26) Kupang – Hansisi, Tidak Ops.
(27)Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops. (28) Dili – P.Atauro, Tidak Ops.
(29)Dili – Maritaing, Tidak Ops. (30) Tual – Elat, Tidak Ops. (30) Bau Bau –
Tolandano, Tidak Ops. (31)Tampo – Maligano, Tidak Ops
6) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Ciwandan – Srengseng, Belum Ops. (2)Hansisi –
Pantai Baru, Belum Ops. (3) Atapupu – Iilwaki, Belum Ops. (4)Atapupu –
Wonreli, Belum Ops. (5)Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops. (6)Kalabahi –
Balauring, Belum Ops. (7) Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops. (8)Ketapang –
Manggar, Belum Ops. (9) K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops. (10)Bengkalis –
Tanjung Balai, Belum Ops. (11) Belawan – Penang, Belum Ops.(12)Merak –
Bakauheni, Komersil. (13)Ketapang – Gilimanuk, Komersil. (14) Sape –
Labuhan Bajo, Komersil. (15) Kupang – Sawu/Seba, Komersil. (16) Kalabahi
– Kupang, Komersil. (17) Kupang – Ende, Komersil. (18) Rasau Jaya –
Tlk.Batang, Komersil. (19) Bira – Pamatata, Komersil. (20)Galala – Namlea,
Komersil. (21) Poka – Galala, Komersil. (22)Rumbai Jaya – Mumpa,
Komersil. (23) Waiwerang – Lowelaba, Perintis I. (24) Balauring – Baranusa,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 166
Perintis I. (25) Kalabahii – Baranusa, Perintis I. (26) Waingapu – SawuSeba,
Perintis I. (27) Lewoleba – Balauring, Perintis I. (28) Kupang – Lewoleba,
Perintis I. (29) Tual – Dodo, Perintis I. (30) Larat – Saumlaki, Perintis I.
(31)Pomako I – Pomako II, Perintis I. (32) Sape – P.Komodo, Perintis II.
(33)Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II. (34) Mapura Jaya – Pamako,
Perintis II. (35) Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II. (36) Bengkalis –
Mengkapan, Perintis II. (37) Benoa-Senggigi, Tidsk ops. (38) Merak –
Srengseng, Tidak Ops. (39) Merak – Panjang, Tidak Ops. (40) Atapupu –
Kalabahi, Tidak Ops. (41) Balauring – Kabir, Tidak Ops. (42) Bakalang –
Baranusa, Tidak Ops. (43) Sawu – Raijua, Tidak Ops. (44) Kariabela –
Wonreli, Tidak Ops. (45) Dili – Wonreli, Tidak Ops. (46) Dili – Ilwaki, Tidak
Ops. (47) Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops. (48) Negeri Lima – Namlea,
Tidak Ops. (49) BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops. (50) K.Kuning –
M.Tebo, Tidak Ops. (51) Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops. (52)
S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
7) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1) Semarang – Kumai, Belum Ops. (2) Bambea – Sikeli,
Belum Ops. (3) Kendal – Kumai, Belum Ops. (4) Ilwaki – Wonreli, Belum
Ops. (5) Saumlaki – Adaut, Belum Ops. (46) Wonreli – Serwaru, Belum Ops.
(47) Kupang – Rote, Komersil. (48) Kupang – Larantuka, Komersil. (49)
Hunimua – Waipirit, Komersil. (50) Jepara – Karimun Jawa, Perintis I. (51)
Larantuka – Waiwerang, Perintis I. (52) Tanah Merah – Kepi, Perintis I. (53)
Merauke – Atsy, Perintis I. (54) Atsy – Senggo, Perintis I. (55) Atsy – Asgon,
Perintis I. (56) Pamatata – Marapokot, Perintis I. (57) Bira –Tondasi, Perintis
I. (58) Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I. (59) Pelauw/Haruku –
Umeputih/Saparua, Perintis I. (60) Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I.
(61) Bitung – Melanguane, Perintis I. (62) Merauke – Tanah Merah, Perintis
I. (63) Lewoleba – Larantuka, Perintis II. (64) Kalabahi – Bakalang, Perintis
II. (65) Merauke – Poo, Perintis II. (66) Atsy – Agat, Tidak ops. (67)
Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops. (68) Ende – Aimere, Tidak Ops. (69) Agast
– Ewer, Tidak Ops. (70) Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops.
(71) Dago – Talaud, Tidak Ops. (72) Gresik – Bawean, Tidak Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 167
Berdasarkan tinggi gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region
berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan
ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
Tabel 5.13. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan
RegionTinggi
Gelombang(meter)
KecepatanKapal(knot)
Perbandingan Ukuran Kapal
L/B L/H B/H L/T H/T B/T
A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.41315 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479
B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386
15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375
15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366
15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360
15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Dari hasil pehitungan, spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di atas, juga
dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang belum
beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasan-
lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut
tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan/prosedur penempatan kapal pada lintas
penyeberangan perintin dapat dilihat pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 168
Gambar 5.26. Diagram Alir Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Perintis
Data dukung:
- spesifikasi lintas yangakan dilayani
- perhitungan besaransubsidi yang akandiberikan
Penelitianberkas/kapal
olehDirjen/Gubernu
r/Bupati/Walikota
SESUAI
TIDAKSESUAI
Melengkapiberkas/
mengganti kapal
Kriteria:
- belum dilayani olehpelaksana kegiatan angkutanlaut, angkutan sungai dandanau atau angkutanpenyeberangan yangberoperasi secara tetap danteratur;
- secara komersial belummenguntungkan;
- tingkat pendapatanperkapita penduduknyamasih rendah;
- dilayani oleh perusahaanangkutan yang memilikisurat izin usaha angkutanpenyeberangan dan suratpersetujuan pengoperasiankapal;
- faktor muatan rata-ratakapal kurang dari 60% (enampuluh per seratus) per tahun.
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atauterminal penyeberanganyang tersedia;
- tingkat kemampuanpelayanan alur;
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujianstabilitas kapal
Penerbitan SuratPersetujuan
Penempatan Kapal olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permintaanpenugasan lintas
perintas dariDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
kepadapengusaha/operator
kapal
Hasil penelitian SESUAI/TIDAK SESUAI maksimal waktu30 hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
Pernyataankesanggupan
penempatan kapalpada lintas dari
pengusaha/ operatorkapal
Data dukung:
- surat-surat/sertifikatkelaiklautan kapal
- akte PendirianPerusahaan
- surat keterangan domisiliperusahaan
- Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP)
- Surat izin usaha angkutanpenyeberangan
Pernyataankesanggupan
maksimal waktu14 hari setelah
suratpermintaan
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 169
H. Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
1.Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151, 152, 154,
155, 163, 158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 61, 65, 66, dan Pasal 67, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan pada Pasal 10, 22, 23 dan Pasal 24, diperlukan adanya
tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah
Operasi.
2.Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
adalah untuk menjamin kelancaran, ketertiban, keselamatan dan keamanan
penempatan kapal pada lintas penyeberangan komersil sesuai daerah operasi.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penempatan
Kapal Sesuai Daerah Operasi adalah adanya acuan atau pedoman bagi
pemerintah daerah, operator pelabuhan, serta pengusaha/operator angkutan
penyeberangan yang akan menempatkan kapal pada suatu lintas penyeberangan
komersil sesuai daerah operasi.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah
Operasi adalah:
a) Prosedur penempatan kapal
b) Persyaratan Kelaiklautan kapal
c) Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
5. Prosedur Penempatan Kapal
a. Penempatan kapal untuk penampabahan kapasitas.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 170
Penempatan kapal dengan tujuan untuk penambahan kapasitas angkut pada
setiap lintas penyeberangan, dilakukan dengan mempertimbangkan 86:
1) Faktor muat:
a) faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai paling
sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun meliputi; a) kapal yang ditempatkan tidak dapat memenuhi
jumlah muatan yang ada; b) jumlah kapal yang beroperasi kurang dari
jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas yang bersangku tan; c)
kapasitas prasarana dan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan yang
tersedia;
b) tingkat kemampuan pelayanan alur; dan/ atau
c) belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan.
2) factor penempatan untuk pengembangan/pengisian lintas
Dalam penempatan kapal untuk pengembangan atau pengisian lintas,
dilakukan berdasarkan pertimbangan 87: a) jumlah trip per hari dan jumlah
kapal yang diizinkan melayani lintas yang ditetapkan; b) jumlah kapasitas
kapal rata-rata tersedia; c) jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai; d)
faktor muat; e) fasilitas prasarana pelabuhan yang tersedia danjatau; f)
tingkat kemampuan pelayanan alur.
3) Penempatan kapal harus mendapat persetujuan: a) Direktur Jenderal,
untuk lintas antarnegara dan lintas antarprovinsi; b) Gubernur, untuk
lintas antar kabupaten/kota dalam provinsi; atau c) Bupati/Walikota,
untuk lintas dalam kabupaten/kota.
4) Persyaratan:
Permohonan perizinan penempatan kapal lintas pernyeberangan hanya
dapat diberikan kepada perusahaaan yang mengajukan permohonan
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut; a) perorangan warga
negera Indonesia, Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
86Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 2387Ibid, Pasal 24
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 171
(BUMD) atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha itu.b)
Memiliki Akte Pendirian Perusahaan bagi pemohon berbentuk Badan
Hukum Indonesia atau Kartu Tanda Penduduk bagi warga Negara
Indonesia perorangan yang mengajukan permohonan izin usaha angkutan
penyeberangan. c) Pernyataan tertulis sanggup untuk memiliki sekurang-
kurangnya 1(satu ) unit kapal penyeberangan berbendera Indonesia yang
memenuhi persyaratan keselamatan kelaiklautan kapal yang
diperuntukkan bagi angkutan penyeberangan dan kepastian rencana lintas
yang akan dilayani, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. d) Memiliki tenaga ahli dalam pengelolaan usaha angkutan
penyeberangan. e) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan. f)
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). g) Permohonan telah
dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: (1) Surat izin usaha angkutan
penyeberangan, (2) Bukti kesiapan kapal untuk dioperasikan, antara lain:
(a) memiliki sertifikat kesempurnaan dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dan dikelaskan oleh Biro Klasifikasi Indonesia,
(b) kapal yang sesuai dengan spesifikasi teksis lintas dan pelabuhan
penyeberangan yang akan dilayani,
(c) Nama dan ukuran kapal (GRT),
(d) Lintas yang akan dilayani,
(e) nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pemberian atau penolakan atas penempatan kapal, diberikan oleh pejabat
pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Penolakan atas izin
penempatan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.
Sebelum diberikan persetujuan penempatan kapal, pemerintah/pemerintah
daerah dan pengusaha/operator Kapal secara bersama-sama melakukan uji
coba kapal pada pelayaran pada lintasan. Bilamana masih terdapat ketidak
sesuaian terutama persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan, maka
pengusaha/operator kapal diharuskan memenuhinya sesuai dengan
perayaratan yang telah ditetapkan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 172
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan
komersil harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan
sertifikat dan surat kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 88:
1) keselamatan kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan
serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
g).elektronika kapal 89. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.
2) pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan
pengendalian pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian
pencemaran oleh Menteri.
3) pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan
internasional, dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal
berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia, dan kapal yang
memenuhi persyaratan diberikan setifikat pengawakan kapal.
4) garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis
Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang
Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
88 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 11789 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 173
5) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi:
a).gaji; b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke
tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila
kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan
mengembangkan karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi,
makanan atau minuman; dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan
serta pemberian asuransi kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam
perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran,
setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas
kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan;
b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
6) status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
a) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh
pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan
pengukuran ini kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan
ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada
kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda
Selar. Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah
dibaca.
b) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan
dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar,
kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula
sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang
telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 174
c) penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
7) Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan
ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi
sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of
Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan
(Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
8) Manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat
Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional
(International Ship Security Certificate/ISSC).
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 90:
a) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan; b) memiliki spesifikasi teknis sesuai
dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani; c)
memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan; d) memiliki fasilitas
bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta
muatannya; e) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang
ditempatkan pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan f)
90 Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 175
mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
9) Penempatan kapal
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan
dilakukan dengan mempertimbangkan 91: a) adanya kebutuhan angkutan
penyeberangan; dan b) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan.
10) Penempatan kapal yang akan dioperasikan
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan
harus memenuhi persyaratan 92: a) spesifikasi teknis lintas penyeberangan: b)
kondisi lintasan; c) perkiraan kapasitas lintas; d) kemampuan pelayanan alur;
dan e) spesifikasi teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan.
11) Spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal meliputi: a) ukuran kapal; b) pintu rampa; c)
kecepatan kapal; dan d) mesin bantu sandar.
12) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan;
Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan paling sedikit meliputi: a) jumlah
dan jenis fasilitas sandar kapal; b) kolam pelabuhan; dan c) fasilitas naik
turun penumpang dan kendaraan.
91Ibid, Pasal 6592Ibid, Pasal 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 176
c. Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi:
1) fasilitas ruang akomodasi penumpang
Standar pelayanan kenyamanan penumpang dari segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang
a) Luas Ruangan
Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas
geladak ruangan
b) Penumpang
(1) Penumpang Geladak Terbuka:
Jam Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem P. Addreser CC TVBerlayar Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Musik Video
Udara1 Sampai Ekonomi
dengan 1,0 Geladakjam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -
Geladaktertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan Ada -
2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Adajam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adas/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada
s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada AdaEksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac Ada Ada
5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adajam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
No Kelas
Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
SistemJam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser
Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada
s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC AdaEksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada
Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
No Kelas
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 177
(2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2
3) Penumpang Geladak Tertutup
a) Tinggi atap minimal 1,90 m;
b) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2
4) Penumpang Kamar
a) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang
b) Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70
m lebar
c) Luas lantai per orang minimal 1,26 m2
Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur
secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26
m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai
tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar
dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2
5)Tempat Duduk
(4) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi:
a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran
tangan
b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk satu
sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m
dan panjang 0,75 m
d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka
atau tertutup
6)Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnisz;
a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan
ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak tertutup
dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok
b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi
c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 178
Gambar 5.27. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
d) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas
non-ekonomi eksekutif
7) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi
dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang
geladak tertutup
8) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi
9) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut;
10) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang
Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang
adalah sebagai berikut;
(a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;
(b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m
(c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
(d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak
tidak boleh melebihi 450
11) Kamar Mandi dan WC/Kakus
Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah
minimal sebegai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 179
(a) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya
untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang
harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus;
(b) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus;
(c) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup
(d) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup
(e) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit
harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang
(f) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam
berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi
(g) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi dengan
baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi
udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga memudahkan
peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya.
12) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang :
(a) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi udara
yang cukup
(b) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem
pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam
(c) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai
fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara )
(d) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap 25
m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
(e) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C -
200 C;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 180
(f) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca
pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk
itu;
(g) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup
(h) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan
ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar
perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk
pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum
dibuang ke luar kapal
13) Dapur dan Kantin/ Kafetaria
(a) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(b) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(c) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(d) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas
harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal satu
buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar ruang
dapur
(e) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang
penumpang
(f) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(g) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus
terpisah dengan ruang penumpang
(h) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan
14) Ruang Publik :
(a) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan
terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
(b) kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 181
15) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal
Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus
memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta
fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus memenuhi
perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
a) Pintu Rampa;
(1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO
– Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan
masuk kendaraan
(2) di lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus
mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat
dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat
digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan
b) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut;
(1)Panjang : harus disesuaikan dengan kondisi prasarana
yang dilayani;
(2) Lebar : minimum 4 m
(3) Kecepatan buka/tutup pintu ;
- membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit
- menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit
(4) Daya Dukung :
Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal :
- Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 8,0 ton
(5)Khusus untuk lintas penyeberangan Merak – Bakauheni, Ketapang –
Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan Bajo E –
Kolaka:
- Jumlah Berat yang Diperbolehkan ( JBB ) : 40 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 10 ton
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 182
Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas lalu lintas
dan angkutan serta daya daya dukung jalan raya yang akan dilalui :
c) Ruang Untuk Kendaraan:
(1) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan
mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton
untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni ,
Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan
Bajo E – Kolaka
(2) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(3) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang
dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan
(4) jarak minimal antar kendaraan :
(a) jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan
adalah 60 cm
(b) jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30
cm
(c) untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding
kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar
gading – gading ( frame )
(d) jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frame )
adalah 60 – 80 cm
(5) antara pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan
(6) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat
sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 183
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem
pengikatan ( lashing )
(7) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem
sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
ditempatkan/ditulisi tanda larangan ” DILARANG MEROKOK”
PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI RUANG KENDARAAN”
serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN
SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI ” yang dapat terlihat jelas
dan muda dibaca
16) Persyaratan kecepatan pelayanan kecepatan kapal
Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai
berikut;
a) kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan pelayanan
(service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam.
b) kapal pelayanan non ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan rata-
rata pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) knot.
Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani lintas pendek
yang sampai dengan 6 (enam) mil kecepatan rata-rata pelayanan dapat
disesuaikan untuk memenuhi jadwal perjalanan kapal
17) Persyaratan keselamatan kapal
1) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang
dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(3) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(6) Means Of Rescue (alat penolong)
(7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(8) Helicopter Pick Up Area (area 183ystem183ter)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 184
(9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
(12) SART (1 Unit)
(13) Distress Flare 12
(14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(16) Public Address System (184ystem informasi umum)
(17) Life Buoys (pelampung) 4 unit
2) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(3) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan
penumpang
(5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(6) Means Of Rescue (alat penolong)
(7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(8) Helicopter Pick Up Area (area 184ystem184ter)
(9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(12) SART (2 Unit)
(13) Distress Flare 12
(14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(16) Public Address System (184ystem informasi umum)
(17) Life Buoys (pelampung) 8 unit
(18) Muster list and Emergency instruction
(19) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(20) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 185
(22) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
3) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 8 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 185ystem185ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (185ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
4) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan
yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 8 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 186
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan
penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 186ystem186ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (186ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
5) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 12 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 186ystem186ter)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 187
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (187ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
6) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 12 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 187ystem187ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (187ystem informasi umum)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 188
(19) 2Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan
instruksi bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada
dua sisi kapal)
7) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang
dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
(1) Life Buoys/pelampung 12 unit
(2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(4) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(8) Means Of Rescue (alat penolong)
(9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(10) Helicopter Pick Up Area (area 188ystem188ter)
(11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(14) SART (2 Unit)
(15) Distress Flare 12
(16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(18) Public Address System (188ystem informasi umum)
(19) Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi
bahaya)
(20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(21) Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua
sisi kapal)
Untuk penempatan kapal dari satu lintas ke lintas penyeberangan lain, maka
kapal harus diuji stabilitas eksisting sesuai dengan kondisi lintas yang akan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 189
ditempati kapal. Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan
memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas
atau dikenal dengan Stability Booklet, yang harus tersedia di kapal.
Berdasarkan dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas, Nakhoda
dapat mengetahui kemampuan stabilitas kapal, kuantitas pemuatan, tiupan
angin namun dalam keadaan laut tenang.
d.Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan perlu mengidentifikasi dan
melakukan kajian kesesuaian ketika menempatkan kapal menyangkut beberapa
aspek teknis pelabuhan yang termuat dalam DLKr pelabuhan meliputi;
1) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran
2) tempat labuh
3) tempat alih muat antarkapal
4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal
5) kegiatan pemanduan
6) tempat perbaikan kapal
7) penahan gelombang
8) kolam pelabuhan
9) alur pelayaran
10) sarana bantu navigasi
11) sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan
12) fasilitas naik turun kendaraan
g.Selain itu juga perlu melakukan kajian secara detail DLKp perairan
pelabuhan yang digunakan sebagai;
1) untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
2) keperluan keadaan darurat
3) penempatan kapal mati
4) percobaan berlayar
5) kegiatan pemanduan
6) fasilitas pembangunan
7) pemeliharaan kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 190
h.Spesifikasi teknis pelabuhan
Dari DLKp dan DLKr pelabuhan tersebut kemudian ditelaah kembali untuk
melihat spesifikasi teknis pelabuhan sebagai dasar penempatan kapal. Spesifikasi
teknis pelabuhan dapat dilihat dengan memperhatikan;
1) Fasilitas pokok antara lain;
a) terminal penumpang
b) penimbangan kendaraan bermuatan
c) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way )
d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa
e) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker )
f) instalasi air, listrik dan telekomunikasi
g) akses jalan dan/atau jalur kereta api
h) fasilitas pemadam kebakaran
i) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal
2) Fasilitas penunjang, antara lain;
a) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan
b) tempat pembuangan limbah
c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) areal pengembangan pelabuhan
e) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan)
3) Spesifikasi gelombang
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan
kriteria kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan
spesifikasi teknis pelabuhan.Selain spesifikasi teknis pelabuhan, juga perlu
memperhatikan kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian
Perhubungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan
identifikasi dan kajian tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan
Pemerintah daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi
gelombang semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian
sebagai berikut;
1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops). (2) Banjar
Raya – Saka Kajang (Belum Ops). (3) Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops). (4)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 191
(5) Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops). (6) Siwa – Lasusua (Belum Ops). (7)
Ajibata – Tombok (Komersil). (8) Palembang – Muntok (Komersil). (9)Pontianak
Kota – Siantan (Komersil). (10) Tebas Kuala – Tebas Sbrg (Perintis I).(11)
Tayan – Terayu (Perintis I). (12) Taipa – Kariangau (Perintis I). (13) Tj.Harapan
– Tl.Kalong (Perintis I). (14) Palembang – Kayuarang (Tidak Ops). (15)
K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops). (16) Kuala Pembuang – Kualu
Pembuang (Tidak Ops). (17) P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops). (18)
Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops). (19) Cerbon – Marabahan (Tidak
Ops).(20) Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops).(21) Semuntai – Sekadau
(Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Daruba – Tobelo (Perintis I). (2) Tobelo – Subaim
(Perintis I)
3)Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1) Patani – Sorong (Belum Ops). (2)Poso – Wakay (Belum
Ops). (3) Luwuk – Sabang (Belum Ops). (4) Taliabu – Banggai (Belum Ops).(5)
Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops). (6) Payahe – Sakete (Belum Ops).(7)
Sakete – Babang (Belum Ops).(8)Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops).(9) Sanana –
Mangole (Belum Ops). (10) Mangole- Taliabu (Belum Ops). (11) Mangole-
Laiwui (Belum Ops). (12) Laiwui – Labuha (Belum Ops). (13) Sibolga – Nias
(Komersil).(14) Pagimana – Gorontalo (Komersil).(15) Bastiong – Sidangole
(Komersil).(16) Bastiong – Rum (Komersil). (17)Bitung – Ternate (Komersil).
(18) Biak – Serui (Perintis I).(19) Serui – Waren (Perintis I). (20) Numfor –
Manokwari (Perintis I).(21)Saumlaki – Tepa (Perintis I).(22) Dobo – Benjina
(Perintis I).(23)Sorong – Seget (Perintis I).(24) Seget – Mogem – Inawalan
(Perintis I).(25) Mogem – Teminabuan (Perintis I).(26) Sorong – Saonek
(Perintis I).(27) Sorong – Waigama (Perintis I).(28) Gorontalo – Wakai (Perintis
I).(29) Luwuk – Salakan (Perintis I).(30) Salakan – Banggai (Perintis I).(31)
Kendari – Langgara (Perintis I).(32) Bitung – Pananaro (Perintis I).(33) Bitung –
P.Lembeh (Perintis I).(34)Bitung – Siau (Perintis I).(35)Bastiong – Geti/Tidore
(Perintis II). (36) Tarakan – Tg.Selor (Perintis II).(37) Waren – Nabire (Tidak
ops). (38) Biak – Nabire (Tidak Ops).(39) Biak – Numfor (Tidak Ops). (40)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 192
Serui – Nabire (Tidak Ops).(41) Sorong – Jefman (Tidak Ops).(42) Jefman –
Kalabo (Tidak Ops).(43) Sorong – Teminabuan (Tidak Ops).(44) Bitung – Dago
(Tidak Ops)
4)Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1)Balohan – Malahayati, Komersil.(2)Cilacap –
Kalipuncang, Komersil.(3)Ujung – Kamal, Komersil.(4)Jangkar – Kalianget,
Komersil.(5)Kalianget – P.Kangean, Komersil.(6)Kupang - Waingapu,
Komersil.(7)Bajoe – Kolaka, Komersil.(8)Torobulu – Tampo,
Komersil.(9)Meolaboh – Sinabang, Perintis I.(10)Sinabang – Labuhan Haji,
Perintis I.(11)Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I.(12)Padang –
Sikakap/Mentawai, Perintis I.(13)Padang – P.Siberut, Perintis I.(14)Padang –
Tuapejat, Perintis I.(15)Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I.(16)Cilacap –
Majingklak , erintis I.(17)Aimere – Waingapu, Perintis I.(18)Ende –
Waingapu, Perintis I.(19)Wara – Bau Bau, Perintis I.(20)Tarakan – Ancam,
Perintis II.(21)Tarakan – Sembakung, Perintis II.(22)Marina – P. Kelapa, Tidak
Ops.(23)Marina – P. Tidung, Tidak Ops.(24)Marina – P. Pramuka, Tidak
Ops.(25)P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops.(26)P.Pramuka – P.Tidung, Tidak
Ops.(27)Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops.(28)P.Untung Jawa – P.Tidung,
Tidak Ops
5)Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1)Stagen – Tarjun, Belum Ops.(2)Tarakan – ToliToli, Belum
Ops.(3)Garongkong – Batulicin, Belum Ops.(4)Sape – Waingapu, Belum Ops.(5)
Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops. (6)Toboali – P.Lepar, Belum Ops.(7) Batu
Licin-Tj.Serdang, Komersil.(8)Balikpapan – Mamuju, Komersil.(9)Balikpapan –
Penajam, Komersil.(10)Kupang – Aimere, Komersil.(11)Padang Bai- Lembar,
Komersil.(12)Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil.(13)Sape – Waikelo,
Perintis I.(14)Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I.(15)Tl.Gurita – Kisar, Perintis
I.(16)Kupang – Waikelo, Perintis I.(17)Aimere – Waikelo, Perintis I.(18)Tual –
Larat, Perintis I.(19)Sadai – Tanjung Rum, Perintis I.(21)Dongkala –
Mawasangka, Perintis I.(22)Kalabahi – Kabir, Perintis II.(23)Dongkala – Bau
Bau, Tidak ops.(24)Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops.(25)Batulicin – Kotabaru,
Tidak Ops.(26)Kupang – Naikliu, Tidak Ops.(27)Kupang – Hansisi, Tidak
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 193
Ops.(28)Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops.(29)Dili – P.Atauro, Tidak
Ops.(30)Dili – Maritaing, Tidak Ops.(31)Tual – Elat, Tidak Ops.(32)Bau Bau –
Tolandano, Tidak Ops.(33)Tampo – Maligano, Tidak Ops
6)Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1)Ciwandan – Srengseng, Belum Ops.(2)Hansisi – Pantai Baru,
Belum Ops.(3)Atapupu – Iilwaki, Belum Ops.(4)Atapupu – Wonreli, Belum
Ops.(5)Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops.(6)Kalabahi – Balauring, Belum
Ops.(7)Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops.(8)Ketapang – Manggar, Belum
Ops.(9)K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops.(10)Bengkalis – Tanjung Balai, Belum
Ops.(11)Belawan – Penang, Belum Ops.(12)Merak – Bakauheni,
Komersil.(13)Ketapang – Gilimanuk, Komersil.(14)Sape – Labuhan Bajo,
Komersil.(15)Kupang – Sawu/Seba, Komersil.(16)Kalabahi – Kupang,
Komersil.(17)Kupang – Ende, Komersil.(18)Rasau Jaya – Tlk.Batang,
Komersil.(19)Bira – Pamatata, Komersil.(20)Galala – Namlea, Komersil.(21)Poka
– Galala, Komersil.(22)Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil.(23)Waiwerang –
Lowelaba, Perintis I.(24)Balauring – Baranusa, Perintis I.(25)Kalabahii –
Baranusa, Perintis I.(26)Waingapu – SawuSeba, Perintis I.(27)Lewoleba –
Balauring, Perintis I.(28)Kupang – Lewoleba, Perintis I.(29)Tual – Dodo, Perintis
I.(30)Larat – Saumlaki, Perintis I.(31)Pomako I – Pomako II, Perintis I.(32)Sape –
P.Komodo, Perintis II.(33)Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II.(34)Mapura
Jaya – Pamako, Perintis II.(35)Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis
II.(36)Bengkalis – Mengkapan, Perintis II.(37)Benoa-Senggigi, Tidsk
ops.(38)Merak – Srengseng, Tidak Ops.(39)Merak – Panjang, Tidak
Ops.(40)Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops.(41)Balauring – Kabir, Tidak
Ops.(42)Bakalang – Baranusa, Tidak Ops.(43)Sawu – Raijua, Tidak
Ops.(44)Kariabela – Wonreli, Tidak Ops.(45)Dili – Wonreli, Tidak Ops.(46)Dili –
Ilwaki, Tidak Ops.(47)Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops.(48)Negeri Lima –
Namlea, Tidak Ops.(49)BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops.(50)K.Kuning –
M.Tebo, Tidak Ops.(51)Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops.(52)S.Pakning –
Bengkalis, Tidak Ops
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 194
7)Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1)Semarang – Kumai, Belum Ops.(2)Bambea – Sikeli, Belum
Ops.(3)Kendal – Kumai, Belum Ops.(4)Ilwaki – Wonreli, Belum
Ops.(5)Saumlaki – Adaut, Belum Ops.(6)Wonreli – Serwaru, Belum
Ops.(7)Kupang – Rote, Komersil.(8)Kupang – Larantuka,
Komersil.(9)Hunimua – Waipirit, Komersil.(10)Jepara – Karimun Jawa,
Perintis I.(11)Larantuka – Waiwerang, Perintis I.(12)Tanah Merah – Kepi,
Perintis I.(13)Merauke – Atsy, Perintis I.(14)Atsy – Senggo, Perintis I.(15)Atsy
– Asgon, Perintis I.(16)Pamatata – Marapokot, Perintis I.(17)Bira –Tondasi,
Perintis I.(18)Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I.(19)Pelauw/Haruku
– Umeputih/Saparua, Perintis I.(20)Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis
I.(21)Bitung – Melanguane, Perintis I.(22)Merauke – Tanah Merah, Perintis
I.(23)Lewoleba – Larantuka, Perintis II.(24)Kalabahi – Bakalang, Perintis
II.(25)Merauke – Poo, Perintis II.(26)Atsy – Agat, Tidak ops.(27)Larantuka –
Kalabahi, Tidak Ops.(28)Ende – Aimere, Tidak Ops.(29)Agast – Ewer, Tidak
Ops.(30)Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops.(31)Dago – Talaud,
Tidak Ops.(32)Gresik – Bawean, Tidak Ops
Berdasarkan tinggi gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region
berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan
ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 195
Tabel 5.14.Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan
RegionTinggi
Gelombang(meter)
KecepatanKapal(knot)
Perbandingan Ukuran Kapal
L/B L/H B/H L/T H/T B/T
A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.41315 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479
B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386
15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375
15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366
15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360
15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Berdasarkan hasil perhitungan spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di
atas, juga dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang
belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk
lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan
tersebut tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan kapal sesuai dengan operasi dapat dilihat pada
diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 196
Gambar 5.28. Diagram Alir Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
Data dukung:
- Surat-surat/sertifikatkelaiklautan kapal
- Akte Pendirian Perusahaan- surat keterangan domisili
perusahaan- Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)- Surat izin usaha angkutan
penyeberangan
Penelitian berkaspermohonan olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapi berkas
Kriteria:
- faktor muat rata-rata kapalpada lintas penyeberanganmencapai paling sedikit 65%
- kapal yang beroperasi tidakdapat memenuhi jumlahmuatan yang ada;
- jumlah kapal yang beroperasikurang dari jumlah kapal yangdiizinkan melayani lintas yangbersangkutan;
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atau terminalpenyeberangan yang tersedia;
- tingkat kemampuan pelayananalur;
- belum optimalnya frekuensipelayanan kapal yangditempatkan.
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujian stabilitaskapal
Penerbitan SuratPersetujuan Penempatan
Kapal olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan daripengusaha/operato
r kapal
Hasil penelitian DITERIMA/DITOLAK maksimal waktu 30hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 197
I. Pedoman Penentuan Jumlah Kapal Pada Lintas Penyeberangan Komersil
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 21, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 65, 66, 67, dan Pasal 68, serta Peraturan
Menteri Nomor PM. 26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan Pasal 10, 22, 23, dan Pasal 24, diperlukan adanya tindak lanjut
penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas
Penyeberangan Komersil.
2. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah
Kapal pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah adanya acuan bagi pemerintah
daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan dalam memberikan pertimbangan
atau perhitungan jumlah kapal yang sesuai pada suatu lintas penyeberangan
komersil.
3. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas
Penyeberangan Komersil adalah:
a. Total Waktu Pelayaran Kapal
b. Kapasitas Dermaga
4. Objek atau arah pengaturan
a.Total waktu pelayaran
Dalam pengoperasian pelabuhan penyeberangan, faktor pelayanan yang paling
penting adalah sejauh mana pelabuhan tersebut mampu dalam melayani arus lalu
lintas penumpang baik orang maupun barang/kendaraan. Kemampuan melayani
arus lalu lintas tersebut dapat dilihat dari lancar tidaknya arus lalu lintas dalam
arwal pelabuhan baik pemuatan maupun pembongkaran. Kelancaran arus lalu
lintas pada pelabuhan penyeberangan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana
dan prasarana pelabuhan. Sarana pelabuhan diidentikan dengan jumlah dan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 198
kapasitas kapal yang beroperasi, sementara prasarana pelabuhan ditentukan oleh
jumlah dan kapasitas dermaga serta luas areal parkir kendaraan.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan selain
mempertimbangkan adanya kebutuhan angkutan penyeberangan juga harus
memperhatikan ketersediaan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan93. Persyaratan penempatan kapal
yang tidak kalah penting adalah kesesuaian antara spesifikasi teknis kapal dan lintas
penyeberangan, disamping juga persyaratan pelayanan minimal angkutan
penyeberangan, fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan, dan keseimbangan antara kebutuhan
penyedia dan pengguna jasa angkutan 94.
Untuk persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi persyaratan
usaha dan persyaratan pelayanan. Sedangkan persyaratan fasilitas pelabuhan laut
yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan paling sedikit meliputi 95: 1)jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
2) kolam pelabuhan; dan ,3)fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
Penempatan kapal pada suatu lintas penyeberangan dimaksudkan dalam rangka
pengisian kapal pada lintasan baru atau masih kosong, penambahan jumlah kapal
dan/atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar. Dalam hal penambahan
jumlah kapal atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar dilakukan jika
frekuensi pelayanan kapal pada lintas tersebut sudah optimal serta
mempertimbangkan faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai
paling sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun96: Berdasarkan uraian di atas, untuk menentukan jumlah kapal yang optimal pada
suatu lintas penyeberangan komersil, maka diperlukan lagkah-langkah:
a. Mendata kebutuhan perjalanan penumpang / data produksi per tahun
b. Mendata kapasitas angkut kapal yang beroperasi
c. Menghitung Load Faktor Kapal dan Lintas
93 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 6594 Ibid, Pasal 66 ayat (1)95 Ibid, Pasal 66 ayat (5)96 Ibid, Pasal 67 ayat (1)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 199
d. Memprediksi total waktu pelayaran kapal
e. Memprediksi jumlah lintas dan jumlah Kapal
f. Memprediksi jumlah trip kapal
g. Memprediksi jumlah dan kapasitas dermaga
Sebagai contoh, dalam kajian ini mengambil data di wilayah studi Mataram
dengan Lintas Padang Bai – Lembar.
Langkah pertama akan menghimpun data produksi lintasan dan data kapal,
seperti dalam tabel di berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 200
Langkah berikutnya adalah mendata kapasitas angkut lintas sehingga diperoleh
load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 201
Informasi di atas biasanya telah tersedia baik di kantor pengelolala pelabuhan
ataupun dinas perhubungan setempat. Namun jika belum memperoleh data
kumulatif, dapat diprediksi atau dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut.
Pertama menghitung rata-rata produksi, dengan formula berikut:
PtR = ----------
JtKet:
R = Rata - rata produksi per tahun
Pt = Total produksi per tahun
Jt = Jumlah trip dalam satu tahun
Selanjutnya menghitung load factor masing-masing kapal dengan formula
berikut:
RLf = --------------- 100 %
K
Lf = Load factor
R = Rata – rata produksi per tahun
K = Kapasitas
Hasil dari dua formula di atas akan menghasilkan loas factor masing-masing
kapal serta load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 202
Berdasarkan data diatas, ternyata Load factor penumpang orang masih belum
mencapai batas minimal untuk penambahan kapasitas angkut lintas, namun untuk
penumpang kendaraan sudah mencapai batas tersebut (65%), sehingga
diperbolehkan untuk menambah kapasitas angkut lintas dengan cara
mengoptimalkan frekuensi pelayanan kapal atau menambah jumlah kapal atau
mengganti kapal dengan ukuran yang lebih besar khususnya ruang muat
kendaraan.
Untuk memilih salah satu opsi di atas, secara teoritis dapat diprediksi untuk
menentukan jumlah kapal yang optimal pada suatu lintas penyeberangan. Denan
data produksi kapal yang ada, akan dapat ditentukan. Formula yang bisa
dipergunakan adalah 97:
1) Total Waktu Pelayanan Kapal
Total waktu pelayanan kapal adalah waktu pelayaran kapal yang dibutuhkan
untuk melintasi antara dua pelabuhan penyeberangan, yang ditambah dengan
97 Priyanto, Sigit, Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Penyeberangan, 2006
RealTrip PNP R2 R4 PNP R2 R4 PNP KEND PNP KEND
1 KMP Ferindo 324 5.253 4.471 3.314 16 14 10 174 15 9 68,192 KMP Roditha 535 10.085 8.462 7.676 19 16 14 229 25 8 57,393 KMP Suramadu Nusantara 691 10.405 8.843 10.547 15 13 15 300 20 5 76,324 KMP Citra Nusantara 733 10.121 9.361 12.447 14 13 17 300 30 5 56,605 KMP Satria Pratama 568 8.821 8.333 7.451 16 15 13 233 17 7 77,166 KMP Perdana Nusantara 754 10.203 10.229 13.393 14 14 18 213 22 6 80,747 KMPGading Nusantara 734 10.031 9.206 10.921 14 13 15 213 22 6 67,638 KMP Marina Primera 838 13.050 11.760 13.216 16 14 16 233 20 7 78,859 KMP Marina Segunda 747 9.614 8.778 11.546 13 12 15 216 20 6 77,28
10 KMP Dharma Kosala 753 12.640 12.492 12.869 17 17 17 216 28 8 61,0411 KMP Dharma Santosa 579 7.911 8.213 8.288 14 14 14 179 18 8 79,5212 KMP Puti Gianyar 677 11.390 10.447 13.218 17 15 20 490 36 3 54,2313 KMP Salindo Mutiara I 561 9.684 10.225 12.051 17 18 21 248 40 7 53,7014 KMP Nusa Bhakti 471 6.879 7.316 7.425 15 16 16 280 25 5 63,0615 KMP Nusa Bhakti 454 5.255 5.256 5.572 12 12 12 292 20 4 61,3716 KMP Nusa Sejahtera 22 394 359 324 18 16 15 142 21 13 70,1317 KMP Nusa Penida 471 6.005 6.412 6.889 13 14 15 204 25 6 58,5118 KMP Andi Swadarma 79 1.056 1.078 895 13 14 11 200 17 7 66,6419 KMP Sindu Dwitama 80 1.535 1.589 1.571 19 20 20 220 26 9 75,5320 KMP Dharma Ferry IX 64 1.643 2.257 1.495 26 35 23 179 40 14 58,40
JUMLAH 10.135 151.974 145.087 161.108 315 312 318 4.761 487 6,61 65,28Sumber: PT.Indonesia Ferry ( Persero ) Pelabuhan Lembar-Pdangbai, 2010
Produksi dan Load Factor Angkutan Penyeberangan Dari Pelabuhan PenyeberanganLembar - Padangbai ( Gabungan ) Dari Januari s/d September 2009
No Load FactorProduksi KapasitasRata - RataNama Kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 203
waktu pelayanan di pelabuhan mulai dari manuver memasuki pelabuhan,
bongkar penumpang, muat penumpang, sandar atau waktu cadangan di
pelabuhan dan manuver meninggalkan pelabuhan. Waktu pelayanan di
pelabuhan seharusnya dibuat seminimal mungkin (terutama untuk pelabuhan
yang padat), karena berpengaruh pada total waktu perjalanan kapal (siklus
kapal) yang berpengaruh pada biaya operasional kapal, terkecuali pada
lintasan yang jauh dan waktu pelayaran lama, namun kebutuhan belum
banyak.
Waktu pelayanan kapal pada suatu lintas dapat diilustrasikan sebagai berikut:
WL = 2 x WP
TL = WL = 2 x (T1 + T2 + T3 + T4)
Ket:
TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
T1 = waktu berlayar (sailing time)
T2 = waktu pelayanan di dermaga (manouver time)
T3 = waktu bongkar muat (port time)
T4 = waktu cadangan (reverse time)
Berdasarkan informasi dari lapangan, pada Lintas Pelabuhan Padangbai –
Lembar ditempuh dengan waktu 4 Jam 20 Menit, dan waktu sandar 1 Jam 05
menit. Pelabuhan Lembar memiliki dua (2) dermaga dan beroperasi selama 24
Jam. Berdasarkan formula diatas, dapat diketahui:
WP
WP
T1
T2 T2T3T3T4T4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 204
TD = WD = 1 jam 05 menit (sudah termasuk T3 + T4)
TP = 4 Jam 20 Menit (sudah termasuk T1 + T2)
TL = WL = 2 x (5 jam 25 menit) (diasumsikan waktu sandar di Pelabuhan
Padangbai dianggap sama dengan di Pelabuhan Lembar)
= 10 jam 50 menit
tD = 24 jam (waktu operasi dermaga)
JD = 2 (jumlah dermaga)
2) Jumlah Lintas dan Jumlah Kapal:
tD
L = ----------
TL
Dimana:
L = jumlah lintasan
tD = waktu operasi dermaga
TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
Dengan data di atas, maka diperoleh:
24 jam
L = -----------------------
10 jam 50 menit
= 2,215 lintas
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 205
Sehingga di Lintas Pelabuhan Padangbai – Lembar dapat dilayani dengan 2 kali
melintas/trip.
WL 2 x WP
K = ------- = ---------
WD WD
Ket:
K = jumlah kapal
WL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
= 2 x WP
WD = waktu di dermaga
Sehingga dengan data di atas, diperoleh:
WL (10 jam 50 menit)
K = ------- = -------------------------- = 10 kapal tiap lintasan
WD (1 jam 5 menit)
Oleh karena pada lintas Padangbai-Lembar masing mempunyai 2 dermaga, maka
lintasan tersebut dapat dilayani oleh 20 kapal dengan kapasitas dan kecepatan
kapal yang ada saat ini.
3) Jumlah Trip Kapal
Jumlah trip kapal didasarkan pata kebutuhan pelayanan perjalanan yang ada
dan tergantung pada kapasitas kapal rata-rata yang ada.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 206
P
Tk = ---------
Kp
Ket:
Tk = jumlah trip kapal
P = jumlah kebutuhan pelayanan perjalanan lintas
Kp = kapasitas kapal
Berdasarkan data di tahun 2011, maka trip masing-masing kapal dapat
diperoleh:
1.484104
Tk = ----------------- = 5.579 trip per tahun = 15,28 trip per hari (orang)
266
241.896
Tk = ----------------- = 9.675 trip per tahun = 26,5 trip per hari (kend R4)
25
b. Kapasitas Dermaga
Untuk menghitung kapasitas dermaga akan dilakukan dengan pendekatan sebagai
berikut;
1) Kapasitas Dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 207
Pada pelabuhan penyeberangan, kapasitas dermaga hanya bergantung pada
jam operasi dermaga dan total waktu di dermaga.
tD
KD = ---------
TD
Ket:
KD = kapasitas dermaga
tD = waktu operasi dermaga
TD = total waktu kapal di dermaga
Berdasarkan data, maka kapasitas dermaga adalah:
24 jam
KD = -------------------- = 22 kapal / hari
1 jam 5 menit
Sehingga dermaga yang ada masih cukup leluasa bisa untuk melayani kapal
yang beroperasi, karena kapasitasnya adalah 44 kapal / hari untuk kedua
dermaga dengan catatan tidak ada delay kedatangan atauoun keberangkatan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 208
Gambar5.29. Diagram Alir Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan
Pengumpulan dataproduksi kebutuhan
perjalananpenyeberanganPengumpulan data dan
jumlah kapasitas kapal
Menghitung ProyeksiKebutuhan Perjalanan
PenyeberanganMenghitung Total Lama
PelayananPenyeberangan
MenentukanKebijakan
PenambahanKapasitas Muat
Menghitung LoadFactor Kapal dan Lintas
Menghitung JumlahLintas, Kapal dan Trip
KapalMenghitung KapasitasDermaga
MeningkatkanFrekuensiPelayanan
Menambah Jumlahatau Kapasitas Kapal
Menumbah Jumlahatau Kapasitas
Dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 209
J. Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal Penyeberangan
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 28 ayat (6), 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151,
152, 154, 155, 163, 158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun
2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 109, Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan pada Pasal 11, 31, 32, 33, 34, 35, dan Pasal 36, diperlukan adanya
tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Penyeberangan adalah agar terjamin kelancaran, kesesuaian, dan kemudahan
dalam rangka pengurusan ijin operasional kapal tersebut.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin
Operasional Kapal Penyeberangan adalah adanya acuan atau pedoman bagi
pengusaha/opreator kapal, dan pemerintrah daerah dalam proses pengurusan ijin
operasional kapal sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
adalah:
a. Prosedur pengurusan ijin operasional kapal
b. Persyaratan kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
5. Objek atau arah pengaturan
a. Prosedur Pengurusan ijin operasional kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 210
Bagi pengusaha/operator kapal, untuk mengoperasikan kapal pada lintas yang
telah ditetapkan, wajib memiliki Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan.
Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan memuat 98:
1) surat izin usaha angkutan penyeberangan;
2) persetujuan prinsip pengadaan kapal sesuai dengan daerah operasi bagi badan
usaha yang belum memiliki kapal;
3) surat dan dokumen kapal yang akan dioperasikan yang membuktikan kapal
memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal;
4) lintas yang dilayani;
5) spesifikasi teknis kapal yang akan dioperasikan;
6) bukti kepemilikan kapal (Grosse Akta); dan
7) proposal bisnis, yang paling sedikit memuat:
a) potensi jumlah permintaan angkutan (demand) dan target yang akan diraih
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan;
b) manajemen sumber daya manusia;
c) manajemen pengoperasian kapal.
Ijin Operasional Kapal diberikan oleh:
a) Direktur Jenderal, untuk kapal yang melayani penyeberangan antar
provinsi dan/atau antar negara;
b) Gubernur, untuk kapal yang melayani penyeberangan antar
kabupaten/kota dalam provinsi; atau
c) Bupati/Walikota, untuk kapal yang melayani penyeberangan dalam
kabupaten/kota.
Untuk memperoleh Ijin Operasional Kapal, Badan Usaha Angkutan
Penyeberangan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, Gubernur,
atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Ijin Operasional Kapal
Angkutan Penyeberangan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
98Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkutanPenyeberangan, Pasal 31
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 211
Badan Usaha Angkutan Penyeberangan yang mengajukan perrnohonan Ijin
Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan, diberikan persetujuan prinsip
pengadaan kapal Angkutan Penyeberangan. Persetujuan prinsip pengadaan kapal
Angkutan Penyeberangan berlaku selama 1 (satu) tahun. Apabila sampai dengan
batas waktu tersebut perusahaan Angkutan Penyeberangan tidak mengadakan
kapal yang memenuhi persyaratan spesifikasi teknis kapal yang akan
dioperasikan, maka persetujuan prinsip pengadaan kapal Angkutan
Penyeberangan tidak berlaku. Berdasarkan permohonan Ijin Operasional Kapal
yang diajukan, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penelitian aspek teknis dan aspek hukum atas
persyaratan permohonan Ijin Operasional Kapal dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. Dalam hal
hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menolak dan mengembalikan
permohonan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan.
Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali dengan permohonan baru,
setelah pemohon melengkapi persyaratan. Dalam hal hasil penelitian persyaratan
terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya menerbitkan Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan
Penyeberangan. Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Menteri99. Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan diberikan pada 1 (satu)
kapal hanya untuk melayani 1 (satu) Lintas Penyeberangan. Surat Ijin Operasional
Kapal untuk pelayanan angkutan perintis dapat diberikan lebih dari 1 (satu) lintas
apabila merupakan satu rangkaian.
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
99Ibid, , Pasal 34
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 212
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyebrangan komersil
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 100:
1) keselamatan kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi; c).bangunan;
d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta perlengkapan
termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan g).elektronika kapal 101.
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat
keselamatan oleh Menteri.
2) pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh
Menteri.
3) pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,
dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus
warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan
setifikat pengawakan kapal.
4) garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat.
Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis
Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
100 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117101 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 213
5) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji;
b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan
pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi
karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan karier;
f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan
kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan
pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap
kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan
bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan
medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
6) status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
a) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur
dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap
terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
b) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada
pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah didaftar
wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 214
c) penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
7) manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran
tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen
Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk
perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management
Certificate/SMC) untuk kapal.
8) manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International
Ship Security Certificate/ISSC).
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 102:
1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan;
2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada
lintas yang dilayani;
3) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
102 Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 215
5) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada
bagian samping kiri dan kanan kapal; dan
6) mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan
dengan mempertimbangkan 103:
1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan
2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan/terminal penyeberangan.
9) spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal mencakup beberapa aspek yaitu;
Spesifikasi teknis kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a) ukuran kapal;
b) pintu rampa;
c) kecepatan kapal; dan
d) mesin bantu sandar.
10) persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan;
Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi:
a) persyaratan usaha; dan
b) persyaratan pelayanan.
11) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan;
Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan
atau terminal penyeberangan paling sedikit meliputi:
1) jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
103Ibid, Pasal 65
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 216
2) kolam pelabuhan; dan
3) fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
12) Persyaratan pelayanan angkutan penyeberangan
Setiap kapal yang melayani Angkutan Penyeberangan wajib 104:
1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan;
2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan pada lintas yang dilayani;
3) memiliki dan/ atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi
persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
5) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan
pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan
6) mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
Spesifikasi teknis lintas penyeberangan dapat dilihat dari fasilitas dan sarana
pelabuhan penyeberangan tersebut, dilihat dengan memperhatikan;
1) Fasilitas pokok antara lain;
a) terminal penumpang
b) penimbangan kendaraan bermuatan
c) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way )
d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa
e) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker )
f) instalasi air, listrik dan telekomunikasi
g) akses jalan dan/atau jalur kereta api
h) fasilitas pemadam kebakaran
104Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 10
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 217
i) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal
2) Fasilitas penunjang, antara lain;
a) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan
b) tempat pembuangan limbah
c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) areal pengembangan pelabuhan
e) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan)
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan kriteria
kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan spesifikasi
teknis pelabuhan.
Selain spesifikasi teknis pelabuhan, kapal yang akan dioperasikan dalam hal
pengadaan kapal baru, setelah pemohon memperoleh Persetujuan Prinsip
Pengadaan Kapal, pengusaha dan pemerintah daerah juga perlu memperhatikan
kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian Perhubungan
telah melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan identifikasi
dan kajian tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan Pemerintah
daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi gelombang
semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian sebagai
berikut;
1)Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1)Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops).(2)Banjar
Raya – Saka Kajang (Belum Ops).(3)Kuin Alalak – Jelapat (Belum
Ops).(4)Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops).(5)Siwa – Lasusua (Belum
Ops).(6)Ajibata – Tombok (Komersil).(7)Palembang – Muntok
(Komersil).(8)Pontianak Kota – Siantan (Komersil).(9)Tebas Kuala – Tebas
Sbrg (Perintis I).(10)Tayan – Terayu (Perintis I).(11)Taipa – Kariangau
(Perintis I).(12)Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I).(13)Palembang –
Kayuarang (Tidak Ops).(14)K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak
Ops).(15)Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops).(16)P.Telo –
P.Telo Sbrg (Tidak Ops).(17)Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 218
Ops).(18)Cerbon – Marabahan (Tidak Ops).(19)Kartiasa Barat – Kartiasa
Timur (Tidak Ops).(20)Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1)Daruba – Tobelo (Perintis I).(2)Tobelo – Subaim
(Perintis I)
3) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Patani – Sorong (Belum Ops).(2)Poso – Wakay
(Belum Ops).(3)Luwuk – Sabang (Belum Ops).(4)Taliabu – Banggai (Belum
Ops).(5) Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops).(6)Payahe – Sakete (Belum
Ops).(7)Sakete – Babang (Belum Ops).(8)Sanana – Tlk.Bara (Belum
Ops).(9)Sanana – Mangole (Belum Ops).(9)Mangole- Taliabu (Belum
Ops).(10)Mangole- Laiwui (Belum Ops).(11)Laiwui – Labuha (Belum
Ops).(12)Sibolga – Nias (Komersil).(13)Pagimana – Gorontalo
(Komersil).(14)Bastiong – Sidangole (Komersil).(15)Bastiong – Rum
(Komersil).(16)Bitung – Ternate (Komersil).(17)Biak – Serui (Perintis
I).(18)Serui – Waren (Perintis I).(19)Numfor – Manokwari (Perintis
I).(20)Saumlaki – Tepa (Perintis I).(21)Dobo – Benjina (Perintis I).(22)Sorong
– Seget (Perintis I).(23)Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I).(24)Mogem –
Teminabuan (Perintis I).(25)Sorong – Saonek (Perintis I).(26)Sorong –
Waigama (Perintis I).(27)Gorontalo – Wakai (Perintis I).(28)Luwuk – Salakan
(Perintis I).(29)Salakan – Banggai (Perintis I).(30)Kendari – Langgara
(Perintis I).(31)Bitung – Pananaro (Perintis I).(32)Bitung – P.Lembeh (Perintis
I).(33)Bitung – Siau (Perintis I).(34)Bastiong – Geti/Tidore (Perintis
II).(35)Tarakan – Tg.Selor (Perintis II).(36)Waren – Nabire (Tidak
ops).(37)Biak – Nabire (Tidak Ops).(38)Biak – Numfor (Tidak Ops).(39)Serui
– Nabire (Tidak Ops).(40)Sorong – Jefman (Tidak Ops).(41)Jefman – Kalabo
(Tidak Ops).(42)Sorong – Teminabuan (Tidak Ops).(43)Bitung – Dago (Tidak
Ops)
4)Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1)Balohan – Malahayati, Komersil.(2)Cilacap –
Kalipuncang, Komersil.(3)Ujung – Kamal, Komersil.(4)Jangkar – Kalianget,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 219
Komersil.(5)Kalianget – P.Kangean, Komersil.(6)Kupang - Waingapu,
Komersil.(7)Bajoe – Kolaka, Komersil.(8)Torobulu – Tampo,
Komersil.(9)Meolaboh – Sinabang, Perintis I.(10)Sinabang – Labuhan Haji,
Perintis I.(11)Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I.(12)Padang –
Sikakap/Mentawai, Perintis I.(13)Padang – P.Siberut, Perintis I.(14)Padang –
Tuapejat, Perintis I.(15)Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I.(16)Cilacap –
Majingklak , erintis I.(17)Aimere – Waingapu, Perintis I.(18)Ende –
Waingapu, Perintis I.(19)Wara – Bau Bau, Perintis I.(20)Tarakan – Ancam,
Perintis II.(21)Tarakan – Sembakung, Perintis II.(22)Marina – P. Kelapa, Tidak
Ops.(23)Marina – P. Tidung, Tidak Ops.(24)Marina – P. Pramuka, Tidak Ops
(25)P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops.(26)P.Pramuka – P.Tidung, Tidak
Ops.(27)Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops.(28)P.Untung Jawa – P.Tidung,
Tidak Ops
5)Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1)Stagen – Tarjun, Belum Ops.(2)Tarakan – ToliToli, Belum
Ops.(3)Garongkong – Batulicin, Belum Ops.(4)Sape – Waingapu, Belum Ops
(5)Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops.(6)Toboali – P.Lepar, Belum
Ops.(7)Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil.(8)Balikpapan – Mamuju,
Komersil.(9)Balikpapan – Penajam, Komersil.(10)Kupang – Aimere,
Komersil.(11)Padang Bai- Lembar, Komersil.(12)Kayangan/Lombok –
Pototano, Komersil.(13)Sape – Waikelo, Perintis I.(14)Kalabahi –Tl.gurita,
Perintis I.(15)Tl.Gurita – Kisar, Perintis I.(16)Kupang – Waikelo, Perintis
I.(17)Aimere – Waikelo, Perintis I.(18)Tual – Larat, Perintis I.(19)Sadai –
Tanjung Rum, Perintis I.(20)Dongkala – Mawasangka, Perintis I.(21)Kalabahi
– Kabir, Perintis II.(22)Dongkala – Bau Bau, Tidak ops.(23)Pare Pare –
Balikpapan, Tidak Ops.(24)Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops.(25)Kupang –
Naikliu, Tidak Ops.(26)Kupang – Hansisi, Tidak Ops.(27)Kalabahi –
Maritaing, Tidak Ops.(28)Dili – P.Atauro, Tidak Ops.(29)Dili – Maritaing,
Tidak Ops.(30)Tual – Elat, Tidak Ops.(31)Bau Bau – Tolandano, Tidak
Ops.(32)Tampo – Maligano, Tidak Ops
6)Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1)Ciwandan – Srengseng, Belum Ops.(2)Hansisi –
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 220
Pantai Baru, Belum Ops.(3)Atapupu – Iilwaki, Belum Ops.(4)Atapupu –
Wonreli, Belum Ops.(5)Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops.(6)Kalabahi – Balauring,
Belum Ops.(7)Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops.(8)Ketapang – Manggar,
Belum Ops.(9)K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops.(10)Bengkalis – Tanjung
Balai, Belum Ops.(11)Belawan – Penang, Belum Ops.(12)Merak – Bakauheni,
Komersil.(13)Ketapang – Gilimanuk, Komersil.(14)Sape – Labuhan Bajo,
Komersil.(15)Kupang – Sawu/Seba, Komersil.(16)Kalabahi – Kupang,
Komersil.(17)Kupang – Ende, Komersil.(18)Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil
Bira – Pamatata, Komersil.(19)Galala – Namlea, Komersil.(20)Poka – Galala,
Komersil.(21)Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil.(22)Waiwerang – Lowelaba,
Perintis I(23)Balauring – Baranusa, Perintis I.(24)Kalabahii – Baranusa, Perintis
I.(25)Waingapu – SawuSeba, Perintis I.(26)Lewoleba – Balauring, Perintis
I.(27)Kupang – Lewoleba, Perintis I.(28)Tual – Dodo, Perintis I.(29)Larat –
Saumlaki, Perintis I.(30)Pomako I – Pomako II, Perintis I.(31)Sape –
P.Komodo, Perintis II.(32)Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II.(33)Mapura
Jaya – Pamako, Perintis II.(34)Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis
II.(35)Bengkalis – Mengkapan, Perintis II.(36)Benoa-Senggigi, Tidsk
ops.(37)Merak – Srengseng, Tidak Ops.(38)Merak – Panjang, Tidak
Ops.(39)Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops.(40)Balauring – Kabir, Tidak
Ops.(41)Bakalang – Baranusa, Tidak Ops.(42)Sawu – Raijua, Tidak
Ops.(43)Kariabela – Wonreli, Tidak Ops.(44)Dili – Wonreli, Tidak Ops.(45)Dili
– Ilwaki, Tidak Ops.(46)Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops.(47)Negeri Lima –
Namlea, Tidak Ops.(48)BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops.(49)K.Kuning –
M.Tebo, Tidak Ops.(50)Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops.(51)S.Pakning
– Bengkalis, Tidak Ops
7)Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1)Semarang – Kumai, Belum Ops.(2)Bambea – Sikeli, Belum
Ops.(3)Kendal – Kumai, Belum Ops.(4)Ilwaki – Wonreli, Belum
Ops.(5)Saumlaki – Adaut, Belum Ops.(6)Wonreli – Serwaru, Belum
Ops.(7)Kupang – Rote, Komersil.(8)Kupang – Larantuka, Komersil.(9)Hunimua
– Waipirit, Komersil.(10)Jepara – Karimun Jawa, Perintis I.(11)Larantuka –
Waiwerang, Perintis I.(12)Tanah Merah – Kepi, Perintis I.(13)Merauke – Atsy,
Perintis I.(14)Atsy – Senggo, Perintis I.(15)Atsy – Asgon, Perintis I.(16)Pamatata
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 221
– Marapokot, Perintis I.(17)Bira –Tondasi, Perintis I.(18)Hurnala/Tulehu –
Pelauw/Haruku, Perintis I.(19)Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis
I.(20)Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I.(21)Bitung – Melanguane, Perintis
I.(22)Merauke – Tanah Merah, Perintis I.(2)Lewoleba – Larantuka, Perintis
II.(24)Kalabahi – Bakalang, Perintis II.(25)Merauke – Poo, Perintis II.(26)Atsy –
Agat, Tidak ops.(27)Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops.(28)Ende – Aimere, Tidak
Ops.(29)Agast – Ewer, Tidak Ops.(30)Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua,
Tidak Ops.(31)Dago – Talaud, Tidak Ops.(32)Gresik – Bawean, Tidak Ops
Berdasarkan tinggi gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region
berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan
ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
Tabel 5.15.Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan
Gelombang Per Region Lintasan
RegionTinggiGelombang(meter)
KecepatanKapal(knot)
Perbandingan Ukuran Kapal
L/B L/H B/H L/T H/T B/T
A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.41315 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479
B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386
15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375
15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366
15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360
15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Berdasarkan hasil perhitungan spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di
atas, juga dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang
belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 222
lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana
lintasan tersebut tergabung pada kelompok lintas per region. Lebih jelasnya alir
pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan dapat dilihat pada diangran
berikut.
Gambar 5.30. Diagram Alir Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Data dukung:
- surat izin usaha angkutanpenyeberangan;
- persetujuan prinsippengadaan kapal sesuaidengan daerah operasi bagiyang belum memiliki kapal;
- surat dan dokumen kapalyang akan dioperasikan yangmembuktikan kapalmemenuhi persyaratankelaiklautan kapal;
- lintas yang dilayani;- spesifikasi teknis kapal yang
akan dioperasikan;- bukti kepemilikan kapal
(Grosse Akta);- proposal bisnis (demand dan
target 5 tahun, manajemenSDM, manajemenoperasional kapal.
Penelitian berkaspermohonan olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapi berkas
Kriteria:
- kesesuaian spesifikasiteknis kapal dengankapasitas prasarana danfasilitas pelabuhan yangdigunakan untuk melayaniangkutan penyeberanganatau terminalpenyeberangan yangtersedia;
- tingkat kemampuanpelayanan alur;
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujianstabilitas kapal
Penerbitan Surat IjinOperasional Kapal oleh
Dirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan daripengusaha/opera
tor kapal
Hasil penelitian DITERIMA/DITOLAK maksimal waktu30 hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 223
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 224
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 225
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 226
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 227
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant V - 228
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 1
BAB VIKESIMPUAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari berbagai kajian yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Kapal
Untuk mewujudkan operasioanl kapal yang aman, nyaman dan selamatn,
maka diperlukan adanya adanya: a.Manajemen Pemeliharaan ISM Code,
b.Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal, c.Pemeliharaan Bagian Kapal
meliputi
1) pemeliharaan pelat lambung
2) pemeliharaan ruang penumpang dan sanitary
3) pemeliharaan sarana tambat
4) pemeliharaan alat-alat keselamatan
5) pemeliharaan pemadam kebakaran
6) pemeliharaan ramp door
7) pemeliharaan alat navigasi
8) pemeliharaan mesin induk
9) pemeliharaan motor bantu
10) pemeliharaan pesawat bantu
11) pemeliharaan departemen radio dan sipil
2. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut
Untuk Kepentingan Penyeberangan
Pedoman penetapan DLKp mencakup beberapa aspek yaitu:
a. Area Alur Pelayaran dan kepelabuhanan
b. Area Keperluan Keadaan Darurat
c. Area Pengembangan Pelabuhan Jangka Panjang
d. Area Percobaan Berlayar
e. Area Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal
f. Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKp
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 2
3. Pedoman penetapan Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr) Pelabuhan Laut Untuk
Kepentingan Penyeberangan
Pedoman penetapan DLKr Pelabuhan laut untuk kepentingan penyeberangan
terutama wilayah daratan mencakup beberapa aspek yaitu;
a. Menetapkan Area Terminal Penumpang
b. Area Penimbangan Kendaraan Bermuatan
c. Area Jalan penumpang keluar/masuk (gang way)
d. Area Perkantoran Untuk Kegiatan Pemerintahan dan Pelayanan Jasa
e. Area Fasilitas Penyimpanan Bahan Bakar (Bunker)
f. Area Instalasi Penyediaan Air Bersih
g. Area Fasilitas Listrik dan Telekomunikasi
h. Area Akses Jalan dan/atau Jalur Kereta Api
i. Area Fasilitas Pemadam Kebakaran
j. Area Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor Sebelum Naik Kapal.
Sementara fasilitas penunjang DLKr mencakup:
a. Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan,
b. Tempat penampungan limbah
c. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d. Areal pengembangan pelabuhan,
e. Fasilitas umum lainnya meliputi:
1) Tempat peribadatan
2) Area taman
3) Area jalur hijau
4) Tempat pelayanan kesehatan
5) Area parkir kendaraan antar/jemput
Dalam menetapkan DLKr wilayah perairan mencakup beberapa hal yaitu:
a. Area Alur Pelayaran
b. Area Sandar Kapal
c. Area Tempat Labuh
d. Area Kolam Pelabuhan Untuk Kebutuhan Sandar dan Olah Gerak
Kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 3
e. Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKr
4. Pedoman berlalulintas di alur penyeberangan
Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan mencakup beberapa aspek yaitu
sebagai berikut:
a. Berlalu lintas memasuki pelabuhan
b. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan
c. Berlalu lintas di Alur penyeberangan
d. Sistem Perambuan
e. Ruang Bebas Alur penyeberangan
5. Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada
lintas penyeberangan
Pedoman pengukran baring pada lintas penyeberangan komersil mencakup
beberapa aspek yaitu:
a. Total Waktu Pelayaran Kapal
b. Jarak antara pelabuhan penyeberangan yang terdiri dari:
c. Jarak pelayaran lurus (jarak diatas peta) tanpa memperhitungan arus
dan angin
d. Jarak pelayaran nyata dengan memperhitungkan arus dan angin.
e. Keceptan dinas kapal
Untuk memperoleh hasil Pengukuran Jarak Baring maka diperlukan data
hasil pengukuran sebagai berikut:
a. Jarak pelayaran lurus antara pelabuhan penyeberangan berdasarkan
peta yang ada;
b. Kecepatan dan arah arus laut (derajat) terhadap garis tengah kapal
(arah haluan kapal)
c. Kecepatan dan arah angin (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal);
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 4
6. Pedoman penanganan kecelakaan kapal saat operasi
Pedoman penangan kecelakaan kapal saat operasi mencakup beberapa aspek
yaitu:
a. Tanggung Jawab Pengangkut
b. Komunikasi Marabahaya
c. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal
d. Penanganan Kecelakaan Kapal Kebakaran
e. Penanganan Kecelakaan Kapal Tubrukan
f. Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
g. Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
h. Penanganan Kecelakaan Orang Jatuh ke Laut
i. Penanganan Meninggalkan Kapal
7. Pedoman penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis
Dalam penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis harus
memperhatikan beberapa faktor yaitu;
a. Prosedur penempatan kapal
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
8. Pedoman penempatan kapal sesuai daerah operasi
Pedoman penempatan kapal sesuai dengan daerah operasi mencakup
beberapa aspek yaitu;
a. Prosedur penempatan kapal
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
Prosedur Penempatan Kapal harus memperhatikan:
a. Faktor muat:
b. factor penempatan untuk pengembangan/pengisian lintas
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 5
c. Penempatan kapal harus mendapat persetujuan
d. Persyaratan:
Sementara persyaratan kelaiklautan kapal harus memperhatikan:
a. keselamatan kapal;
b. pencegahan pencemaran dari kapal;
c. pengawakan kapal;
d. garis muat kapal dan pemuatan;
e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
f. status hukum kapal;
g. Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
h. Manajemen keamanan kapal.
i. Spesifikasi teknis kapal;
j. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
k. Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
memperhatikan beberapa aspek yaitu:
a. Spesifikasi detail DLKp perairan pelabuhan
b. Spesifikasi teknis pelabuhan
c. Fasilitas pokok antara lain;
d. Fasilitas penunjang, antara lain;
e. Spesifikasi gelombang
9. Pedoman penentuan jumlah kapal pada lintas penyeberangan komersil
Pedoman penentuan jumlah kapal pada lintas penyeberangan komersil
mencakup beberapa aspek yaitu:
a. Load factor
b. Total waktu pelayaran
c. Kapasitas dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 6
10. Pedoman pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan
Pedoman pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan meliputi
beberapa aspek yaitu:
a. Prosedur pengurusan ijin operasional kapal
b. Persyaratan kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
.
B. Rekomendasi
Beberapa reokomendasi adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan adanya sosialisasi
Pedoman yang telah disusun sangat diperlukan bagi penyelenggara pelabuhan,
dan untuk itu diperlukan adanya sosialisasi bagi penyelenggara pelabuhan di
daerah baik ditingkat propinsi maupun kabupaten/kota serta pihak swasta yang
berkepentingan
2. Untuk menjamin keselamatan operasional, pedoman pemeliharaan dan
penempatan kapal sangat diperlukan. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi
pedoman yang telah disusun bagi operator dan pemerintah daerah agar selalu
memperhatikan keselamatan pelayaran.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 7
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 8
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 9
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 10
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 11
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT.Diksa Intertama Consultant VI - 12
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2001. SOLAS Consolidated Edition 2001. IMO. London.
2. Anonim, 2004. IALA ( International of Association Aid to Navigation
Lighthouse Authorities )
3. Anonim. 2007. Laporan Akhir Pekerjaan Studi Kelaikan Kapal ASDP
dengan Daerah Operasi, Balitbang Perhubungan Dephub RI.
4. Anonim. 2008. Laporan Akhir Pekerjaan Studi Kebutuhan Standar,
Norma, Pedoman, Kriteria Dan Sispro di Bidang ASDP, Balitbang
Perhubungan Dephub RI.
5. Anonim. 2007. Draft Laporan Akhir Pekerjaan Pedoman Pemeliharaan
Kapal Penyeberangan, Ditjen. Hubdat Dephub RI-BKI.
6. Priyanto, Sigit. 2006. Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Penyeberangan, Jurnal Media Teknik No. 3 Tahun XXVIII Edisi Agustus.
7. Suparsa, I Gusti Putu. 2009. Optimalisasi Kinerja Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang Gilimanuk, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 13
No. 1 Januari.
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
9. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
11. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2000 tentang Perkapalan
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 26 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kepalabuhanan
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 25 tahun 2011 tentang Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant 2
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 26 tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur
Pelayaran di Laut
19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 3 tahun 2005 tentang
Lambung Timbul Kapal