Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

23
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan satu kesatuan dari suatu unit pengolahan kompleks yang difungsikan untuk mengolah limbah cair hasil samping dari proses produksi suatu industri. Keberadaan IPAL dalam suatu industri seharusnya merupakan satu komponen penting yang tidak dapat diabaikan. Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6(1) menyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”. Hal ini harus diperhatikan sebab limbah cair buangan proses dari suatu industri kimia khususnya, pasti memiliki nilai parameter pencemaran yang jauh melebihi baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya. Dalam industri, limbah adalah hal yang tidak dapat dihindari dari proses produksi. Limbah yang dihasilkan oleh suatu industri umumnya berwujud padat, cair, dan gas. Limbah dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya (Hazardous Waste) atau sering disebut dengan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan limbah tidak berbahaya (Non-Hazardous Waste). IPAL umumnya tidak digunakan untuk mengolah limbah B3. Hal ini dikarenakan Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah domestik di daerah Bandung (Sumber: www.balebandung.com)

Transcript of Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

Page 1: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan satu kesatuan dari suatu unit

pengolahan kompleks yang difungsikan untuk mengolah limbah cair hasil samping dari

proses produksi suatu industri. Keberadaan IPAL dalam suatu industri seharusnya merupakan

satu komponen penting yang tidak dapat diabaikan. Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6(1) menyatakan bahwa

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah

dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”. Hal ini harus diperhatikan

sebab limbah cair buangan proses dari suatu industri kimia khususnya, pasti memiliki nilai

parameter pencemaran yang jauh melebihi baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi

Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.

Dalam industri, limbah adalah hal yang tidak dapat dihindari dari proses produksi.

Limbah yang dihasilkan oleh suatu industri umumnya berwujud padat, cair, dan gas. Limbah

dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya (Hazardous Waste) atau sering disebut dengan

limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan limbah tidak berbahaya (Non-Hazardous

Waste). IPAL umumnya tidak digunakan untuk mengolah limbah B3. Hal ini dikarenakan

Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah domestik di daerah Bandung

(Sumber: www.balebandung.com)

Page 2: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

IPAL merupakan langkah-langkah pengolahan general dimana terbagi dalam tiga metode

yaitu metode fisik, kimia, dan biologi.

2.1.1 Unit-unit Pengolahan dalam IPAL

Secara umum, unit-unit yang terdapat pada Instalasi Pengolahan Air Limbah

mencakup tiga metode pengolahan air limbah yaitu metode pengolahan secara fisika, metode

pengolahan secara kimiawi, dan metode pengolahan secara biologis. Ketiga metode

pengolahan tersebut harus mampu untuk menurunkan kadar zat pencemar dalam air limbah.

Oleh sebab itu, umumnya IPAL memiliki spesifikasi tersendiri bagi air bakunya. IPAL biasa

dikategorikan berdasarkan air bakunya, misalnya IPAL yang dirancang untuk mengolah air

limbah industri makanan, IPAL yang dirancang untuk mengolah air limbah industri

pelapisan logam, dan sebagainya. Dengan mengategorikan IPAL berdasarkan air bakunya,

IPAL berarti dikategorikan juga berdasarkan zat-zat pencemar yang terdapat dalam air

bakunya. Bagi IPAL yang dirancang untuk mengolah air limbah industri makanan, IPAL

tersebut berarti harus mampu untuk menurunkan kandungan organik yang tinggi hingga

mencapai baku mutu yang telah ditetapkan. Sebagai contoh IPAL yang dirancang untuk

mengolah air limbah industri pangan, maka IPAL tersebut harus dapat menerima air baku

dengan kandungan BOD minimal 2000 mg O2/L. Begitu juga dengan IPAL yang dirancang

untuk mengolah air limbah industri pengolahan logam, maka IPAL tersebut harus terdapat

unit pengurangan kandungan logam dalam air limbahnya.

Secara garis besar, unit-unit pengolahan yang terdapat dalam IPAL mencakup unit-

unit pengolahan sebagai berikut.

a. Unit Ekualisasi

Gambar 2.2 Unit ekualisasi skala industri (Sumber: dok. AKAR IMPEX PVT Ltd.)

Page 3: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Pada unit ekualisasi, air limbah akan ditampung sementara dalam satu tangki guna

menyamakan laju alir pada proses pengolahan seanjutnya. Unit ekualisasi

diterapkan sebab umumnya air limbah yang keluar dari hasil proses tidak

memiliki laju alir yang menentu, sehingga dalam IPAL yang bersistem kerja

kontinyu akan kesulitan dalam proses pengolahannya karena sistem kontinyu

harus memiliki laju alir air baku yang tetap. Pada unit ini juga umumnya terdapat

bar screen yang difungsikan untuk menangkap partikel-partikel besar yang

memungkinkan akan mengganggu proses pengolahan.

b. Unit Sedimentasi

Pada unit sedimetasi, air limbah yang mengandung partikel-partikel mudah

terendapkan (settleable solid) akan terendapkan terlebih dahulu pada unit ini.

Padatan ini merupakan padatan tersuspensi yang memiliki ukuran leih dari 100

nm, hal ini memungkinkan padatan tersuspensi akan terendapkan walaupun hanya

dengan gaya gravitasi atau tanpa dengan tambahan bahan kimia pendukung. Unit

sedimentasi akan menjebak padatan tersuspensi sehingga air limbah keluarannya

hanya mengandung padatan koloid yang stabil.

c. Unit Koagulasi – Flokulasi

Unit ini sering juga disebut dengan unit pengolahan secara kimiawi karena dalam

pengolahannya dilakukan penambahan bahan kimia pendukung untuk

memungkinkan terjadinya pengolahan air limbah. Dalam unit koagulasi –

flokulasi, umumnya terdapat juga unit netralisasi. Unit netralisasi digunakan

sebagai unit pengatur pH air limbah. Pengaturan pH air limbah ini guna

Gambar 2.3 Unit sedimentasi dengan jenis Lamella Clarifier (Sumber: www.erosioncontrol.co.nz)

Page 4: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

mendukung kondisi operasi pada unit koagulasi, dimana koagulan yang digunakan

memiliki kondisi operasi tersendiri untuk mendukung pengolahannya, sehingga

pH dari air limbah dapat dikondisikan sesuai dengan koagulan yang digunakan.

Pada unit ini juga umumnya mencakup unit sedimentasi, dimana unit sedimentasi

bertujuan untuk mengendapkan flok-flok yang telah terbentuk. Keluaran dari unit

ini akan menghasilkan air limbah yang sudah memiliki kekeruhan rendah.

d. Unit Aerasi

Unit aerasi biasa disebut dengan unit pengolahan secara biologis. Aerasi yang

dilakukan pada unit ini digunakan sebagai asupan oksigen bagi mikroba-mikroba

yang memecah senyawa organik dalam air limbah, sehingga zat-zat pencemar

organik dapat berkurang. Unit aerasi umumnya mencakup unit clarifier yang

digunakan untuk menangkap biomassa yang terbawa aliran air baku. Unit clarifier

merupakan unit pengendapan yang tergabung dalam unit pengolahan secara

biologis. Dalam unit clarifier umumnya terdapat pompa yang difungsikan untuk

recovery sludge pada bagian bawah tangkinya. Hal ini disebabkan karena sludge

yang terendapkan pada unit clarifier dianggap masih memiliki mikroba hidup

sehingga dapat dikembalikan ke proses aerasi.

2.2 Jartest

Jartest merupakan serangkaian percobaan simulasi dari proses koagulasi dan flokulasi

yang digunakan untuk menurunkan kadar padatan tersuspensi dalam suatu pengolahan air

limbah (Satterfield, 2004) . Tujuan dari dilakukannya jartest adalah untuk menentukan

Gambar 2.4 Unit aerasi skala industri (Sumber: web.deu.edu.tr)

Page 5: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

kondisi optimum operasi dari proses koagulasi dan flokulasi. Umumnya, jartest dilakukan

pada skala laboratorium dan hasil dari percobaannya digunakan sebagai penentuan dosis

optimum pada proses pengolahan air limbah yang sebenarnya atau dengan kata lain untuk

diterapkan pada IPAL.

Jartest memungkinkan seseorang untuk dapat menentukan kondisi paling ideal untuk

melakukan proses koagulasi dan flokulasi. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan nilai dosis

optimum koagulan sebagai bahan kimia pendukung. Pengujian jartest umumnya didukung

dengan pengujian menggunakan kerucut imhoff yang digunakan untuk mengetahui jumlah

flok yang terbentuk. Namun, pada beberapa percobaan memungkinkan pengujian tanpa

menggunakan kerucut imhoff, melainkan hanya dengan mengukur kekeruhannya.

Gambar 2.5 Salah satu contoh alat pengujian jartest dengan 6 (enam) gelas percobaan.

(Sumber: dok. SigmaScientificGlassCompany)

Gambar 2.6 Pengujian Jartest menggunakan kerucut imhoff untuk mengetahui volume flok yang terbentuk.

(Sumber: dok. Penulis)

Page 6: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Pengujian jartest dilakukan dengan memvariasikan dosis koagulan dalam beberapa gelas

kimia yang berisi air limbah dengan volume yang sama. Dalam menentukan variasi dosis

koagulan, umumnya digunakan literatur agar variasi dosis yang digunakan tidak terlalu jauh

dari kebutuhan atau dengan kata lain untuk meminimalkan terjadinya error. Pada prosesnya,

pengujian jartest dilakukan dengan menghadap pada literatur, misalnya dalam penentuan

kondisi operasi pengadukan baik pada pengadukan cepat maupun pada pengadukan lambat.

Pengadukan cepat umumnya berlangsung selama 1-5 menit, sedangkan pengadukan lambat

umumnya berlangsung selama 10-40 menit (Said, 2017).

Perolehan data dilakukan terhadap jumlah volume endapan yang terbentuk dan/ atau

nilai kekeruhan yang diambil pada jarak waktu tertentu. Jumlah endapan dan nilai kekeruhan

ini kemudian akan menjadi parameter yang dilakukan perbandingan dengan dosis-dosis lain

yang dilakukan pengujian, dimana endapan yang paling banyak terbentuk dan/ atau

kekeruhan yang paling rendah per waktu tertentu, dianggap sebagai penggunaan dosis

koagulan yang paling optimum untuk limbah yang dijadikan sampel pengujian.

Menurut Zane Satterfield (2004) dalam jurnalnya yang berjudul “Jar Testing”,

mengatakan bahwa pengujian jartest dapat diringkas sebagai berikut.

Untuk setiap sampel air yang dilakukan pengujian, sejumlah gelas pengujian diisi

dengan jumlah sampel yang sama tiap gelasnya.

Setiap gelas pengujian diberikan perlakuan pemberian dosis koagulan yang berbeda-

beda.

Selain dosis, pengujian menggunakan jartest juga dapat dilakukan untuk mengetahui

parameter lain seperti pengujian terhadap jenis koagulan yang berbeda, kecepatan

pengadukan, waktu pengadukan, dan lain-lain.

Hasil penentuan dosis optimum dapat diperoleh dengan membandingkan kualitas

akhir dari sampel-sampel yang dilakukan pengujian dengan melakukan variasi dosis

koagulan.

2.3 Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid menggunakan senyawa kimia yang

disebut koagulan, sedangkan flokulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel pada

proses koagulasi menggunakan senyawa polimer oraganik yang disebut flokulan. Menurut

Burton, dkk (2003) dalam Metcalf & Eddy, Inc. Wastewater Engineering: Fourth Edition

Page 7: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

proses koagulasi dan flokulasi akan selalu berdampingan. Koagulasi juga merupakan proses

penambahan koagulan dan pengadukan cepat (Richards,1996). Proses koagulasi dan flokulasi

dapat mengurangi kandungan padatan tersuspensi dan koloid (Degremont, 1991). Istilah

koagulasi menjelaskan adanya proses kimia dan proses mekanik. Proses koagulasi terdiri dari

dua proses yang dapat diamati yaitu sebagai berikut.

1. Pengadukan cepat yang berfungsi untuk meratakan penyebaran zat kimia yang

ditambahkan ke dalam air

2. Flokulasi sebagai penggumpalan partikel kecil, dan membutuhkan waktu yang

lebih lama

Menururt Frank L. Spellman (2014) dalam Water and Wastewater Treatment Plant

Operations mengatakan bahwa, flokulasi merupakan proses fisika dengan pengadukan lambat

terhadap air yang telah dikoagulasi untuk meningkatkan probabilitas tumbukan antar partikel,

sedangkan Reynolds, dkk., (1996) dalam Unit Operations and Processes in Environmental

Engineering menyatakan, flokulasi adalah pengadukan lambat atau agitasi ringan untuk

mengumpulkan partikel yang tidak stabil dan membentuk flok dari pengendapan cepat.

Tabel 2.1 Efisiensi Penurunan BOD dan TSS

Proses BOD (%) TSS (%)

Tanpa Bahan Kimia 25-40 50-70

Dengan Penambahan Bahan Kimia 50-80 80-90

(Sumber: Burton, dkk., 2003)

2.3.1 Koloid dan Padatan Tersuspensi

2.3.1.1 Koloid

Koloid merupakan partikel yang ditemukan pada air, dimana koloid memiliki

permukaan yang bermuatan negatif, ukuran partikel koloid yaitu 0.01 µm sampai 1 µm

(Burton, dkk., 2003). Koloid dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna pada air

(Degremont, 1991). Partikel koloid tidak dapat mengendap dengan sendirinya dan factor

permukaan yang sangat mempengaruhi, sehingga memerlukan suatu zat kimia pendukung

proses yaitu koagulan dan flokulan yang dapat memabntu memperbesar ukuran koloid supaya

dapat mengendap (Burton, dkk., 2004).

Page 8: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

9

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

2.3.1.2 Padatan tersuspensi dan Zat terlarut

Padatan tersuspensi adalah partikel yang berasal dari mineral (pasir, lanau, tanah liat

dan lain-lain), atau berasal dari zat organik seperti hasil penguraian oleh tumbuhan dan

hewan, padatan terseuspensi juga terdapat mikroorganisme seperti bakteri, planton, alga dan

virus, padatan tersuspensi dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna pada air (Degremont,

1991). Ukuran padatan tersuspensi umumnya lebih besar dari 1 µm dan dapat dihilangkan

dengan sedimentasi secara gravitasi (Burton, dkk., 2003). Sedangkan zat terlarut adalah

semua senyawa yang larut dalam air, memiliki ukuran kurang dari beberapa nanometer,

umumnya zat ini berupa ion positif dan ion negatif termasuk juga gas terlarut seperti oksigen,

karbondioksida, hidrogen sulfit dan lain-lain (Said, 2017).

2.3.1.3 Stabilitas Koloid

Dispersi koloid dalam air merupakan partikel-partikel bebas yang tertahan dalam air,

dalam bentuk suspensi. Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel yang sangat halus. Faktor

yang paling mempengaruhi stabilitas koloid dalam air adalah ukuran partikelnya. Untuk

partikel koloid, rasio luas permukaan partikel terhadap berat sangat besar, sehingga efek

permukaan misalnya gaya tolak menolak elektrostatik dan juga hidrasi menjadi lebih

dominan (Said, 2017). Beberapa contoh waktu pengendapan untuk berbagai jenis partikel

dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.2 Waktu Pengendapan Berbagai Jenis Partikel pada Ketinggian 1 Meter

Dimensi Partikel Tipe Partikel

Waktu

Pengendapan

Luas

Spesifik mm µm Å

10 104 108 Kerikil 1 detik 6.102

1 103 107 Pasir 10 detik 6.103

10-1 102 106 Pasir Halus 2 menit 6.104

10-2 10 105 Lempung 2 jam 6.105

10-3 1 104 Bakteri 8 hari 6.106

10-4 10-1 103 Koloid 2 tahun 6.107

10-5 10-2 102 Koloid/ Terlarut 20 tahun 6.108

10-6 10-3 101 Koloid/ Terlarut 200 tahun 6.109

(Sumber: Degremont, 1991)

Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat diketahui bahwa semakin kecil ukuran

partikel maka luas spesifiknya akan semakin besar.

Page 9: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

2.3.2 Bahan Kimia Pendukung Proses Koagulasi – Flokulasi

2.3.2.1 Koagulan

Koagulan merupakan zat yang digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel

padat tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain. Pemilihan zat koagulan harus didasarkan

pada pertimbangan seperti jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku,

metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan (Said, 2017).

a. Alumunium sulfat

Alum merupakan bahan koagulan yang banyak digunakan, dikarenakan harganya

yang murah (Burton, dkk., 2003). Garam alumunium sulfat jika ditambahkan ke dalam air

dengan mudah akan bereaksi dengan HCO-3 menghasilkan alumunium hidroksida yang

mempunyai muatan positif. Dengan adanya alumunium hidroksida yang bermuatan positif,

maka partikel yang bermuatan negatif pada limbah akan terikat dan ukuran partikel semakin

lama akan meningkat.

Tawas mampu mengendapkan zat-zat organik lebih cepat dibandingkan dengan

koagulan Poly Aluminium Cloride (PAC) dan Ferric Chloride (FeCl3.6H2O) (Nurlina,dkk

2015). Berikut adalah reaksi alumunium sulfat dengan kapur dan sodium karbonat.

Al2(SO4)3 + 3 Ca(OH)2 ↔ 2 Al(OH)3 + 3 Ca2+ + 3 SO2-4................................................................... (2.1)

Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6 H2O ↔ 2 Al(OH)3 + 12 Na+ + 6 HCO-3 + 3 SO2-

4 .................... (2.2)

2 Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6 H2O ↔ 4 Al(OH)3 + 12 Na+ + 6 SO2-4 +6 CO2 ..................... (2.3)

pH optimum koagulan alum adalah antara 5-8 (Richards, 1996). Alum padat memiliki

berat jenis 1.62 g/cm3 dan dalam bentuk butiran halus mempunyai berat jenis 0.6 g/cm3

hingga 0.7 g/cm3. Alum padat umumnya dipakai dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 5-

10% untuk skala kecil dan 20-30% untuk skala besar. Pada suhu rendah dan konsentrasi

tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan penyumbatan pada pipa, untuk itu

pemakaian alum cair harus diatur konsentrasinya, umumnya pada konsentrasi 8-8.2% (Said,

2017). Koagulasi menggunakan tawas pada dosis 100 ppm dapat menghilangkan kekeruhan

94.98%, TSS 93.87 dan COD 57.43 % (Nurlina,dkk 2015)

b. Poly Alumunium Chloride (PAC)

PAC merupakan bentuk polimerisasi kondensasi dari garam alumunium yang

memiliki rumus kimia Al2Cl(OH)5 dengan berat molekul 174,45 g/mol. PAC dapat menjadi

koagulan yang memiliki efisiensi tinggi dengan kemampuannya menghasilkan flok yang

lebih stabil dan berdaya koagulasi lebih tinggi. Dari segi teknik dan ekonomi, tawas

umumnya digunakan pada kondisi air baku yang normal, sedangkan PAC digunakan pada

saat temperatur rendah atau pada saat kekruhan air baku sangat tinggi (Said, 2017).

Page 10: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

11

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Said (2017) dalam bukunya yang berjudul “Teknologi Pengolahan Air Limbah” juga

menjelaskan bahwa PAC memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu memiliki kecepatan

pembentukan flok dan kecepatan pengendapannya yang cukup tinggi yaitu antara 3 – 4,5 cm/

menit. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan koagulan PAC memiliki beberapa

keunggulan yang tidak dimiliki oleh koagulan lain, seperti rentang pH yang lebih luas, tidak

dipengaruhi suhu, dan hanya sedikit menurunkan alkalinitas dari air baku, sehingga tidak

diperlukan proses pengaturan pH terlebih dahulu.

2.3.2.2 Flokulan

Istilah flokulan menjelaskan proses bertambahnya ukuran partikel, dimana

bertambahnya ukuran partikel sebagai hasil tumbrukan antar partikel (Metcalf and

Eddy,2004). Fokulan merupakan anorganik polimer seperti sliki aktif dan natural polimer

seperti pati dan alginate.

a. Polyacrilamide

Polyacrilamide merupakan polimer turunan dari akrilamida dengan rumus kimia

(C3H5NO)n yang secara luas digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan air (water

treatment). Polyacrilamide memiliki sifat fisik berwarna putih, berbentuk granular

halus, dan tidak berbau. Polimer ini termasuk dalam polimer nonionik dengan berat

molekul 106 – 107 g/mol. Polimer nonionik digunakan pada kondisi pertengahan

sehingga penggunaannya lebih fleksibel, berbeda dengan polimer anionik maupun

polimer kationik. Dalam aplikasinya, koagulan polimer didistribusikan ke dalam air

baku dengan konsentrasi 50 hingga 100 ppm (Said, 2017).

b. Actived Silica

Silika aktif adalah flokulan pertama yang digunakan. Flokulan ini memberikan hasil

yang baik, khususnya ketika digunakan bersama dengan aluminium sulfat dalam air

dingin. Ini ditambahkan setelah koagulan dan disiapkan segera sebelum digunakan

dengan menetralkan sebagian alkalinitas larutan natrium silikat. Penggunaan silika

aktif umumnya pada konsentrasi 0.5-4 mg/l sebagai SiO2.

Gambar 2.7 Rumus Kimia Silika Aktif (Sumber : Degreemont, 1991)

Page 11: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

12

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

c. Aluminosolikat

Ketika koagulan adalah aluminium sulfat (atau garam aluminium lainnya), keasaman

produk ini dapat digunakan sebagai pengganti asam sulfat untuk mengaktifkan

natrium silikat. Produk serupa dengan silika aktif (Degremont, 1991).

d. Alginat

Natrium alginat diperoleh dari asam alginat, yang dengan sendirinya diekstraksi dari

rumput laut. Komponen utama dari struktur polimer ini adalah asam mannuronat dan

asam glukuronat. Berat grammemolecular adalah dalam urutan 104 hingga 2 × 105

(Degremont,1991).

Gambar 2.8 Rumus Kimia Alginat (Sumber : Degreemont, 1991)

e. Pati

Pati diperoleh dari kentang, tapioka atau ekstrak biji tanaman. Flokulan ini adalah

glukopiranosa polimer yang bercabang dan nonlinier dan kadang-kadang sebagian

dipecah (OH-) atau diturunkan (karboksietil-dekstron). Flokulan ini digunakan dalam

jumlah 1 hingga 10 mg-l, sebaiknya bersama dengan garam aluminium

(Degreemont,1991).

Pati dan alginat adalah padatan yang harus disiapkan pada konsentrasi 5 hingga 10 g/l.

Kerusakan mereka dalam larutan berair mungkin cepat jika suhu sisi luar tinggi (lebih dari 20

°C).Tangki persiapan harus dibersihkan secara teratur untuk menghindari risiko

pendistribusian (Degreemont,1991).

2.3.2.3 Penentuan Laju volumetric pompa dosis

Penentuan dosis koagulan bervariasi sesuai dengan jenis koagulan yang dipakai,

kekeruhan air baku, pH, alkalinitas dan juga temperature operasi (Said,2017). Setelah

Page 12: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

13

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

diketahui dosis koagulan yang digunakan, maka perlu diketahui laju alir pompa dosis yang

digunakan, berikut adalah rumus menentukan laju alir pompa dosis :

(

) .......................................... (2.4)

Vv = Dosis volumetric koagulan (lt/jam)

Q = Laju alir air baku (m3/jam)

Rs = Dosis koagulan yang diharapkan (ppm)

C = Konsentrasi larutan koagulan (%)

2.3.3 Proses Pengolahan Air Limbah secara Kimiawi

2.3.3.1 Koagulasi (Pengadukan Cepat)

Pengadukan cepat secara kontinu sering digunakan, dimana substansi yang satu akan

teraduk dengan yang lainya (Burton, dkk., 2003). Waktu tinggal pada pengadukan cepat

umumnya 20-60 detik, ada juga yang lebih kecil dari 10 detik atau yang paling lama 2-5

menit dan gradien kecepatan pada pengadukan cepat berkisar antara 700-1000 mps/m

(Richards, 1996). Gradien kecepatan merupakan fungsi dari daya yang di suplai oleh

pengaduk.

........................................................ (2.5)

Keterangan:

G = Gradien kecepatan (mps/m atasu s-1)

P = Daya pengaduk (Nms)

V = Volume tangki (m3)

= Viskositas mutlak dari air (Ns/m2)

= ............................... (2.6)

Keterangan:

P = Daya Pengaduk (Nm/s)

Kl = Konstanta impeller laju laminar

Kt = Konstanta impeller laju trubulen

= Viskositas mutlak liquid (Ns/m2)

n = Kecepatan putar impeller (rps)

Di = Diameter impeller (m)

= Densitas liquid (k/m3)

Page 13: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

14

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Tabel 2.3 Hubungan Antara Waktu Tinggal dengan Kecepatan Gradien pada

Pengadukan Cepat

Waktu tinggal (detik) G (s-1)

20

30

40

50 >

1000

900

790

700

(Sumber: Richard, 1996)

Tabel 2.4 Karakter Jenis impeller

Jenis Kecepatan Putar Ukuran

Propeller Impeller 400-1750 rpm Max 18 inch

Paddle Impeller 20-150 rpm 50-80% diameter tangki

(Sumber: Richard, 1996)

Tabel 2.5 Konstanta Impeller

Jenis Impeller Kl Kt

Propeller pitch of 1.3 blades

Propeller pitch 2. 3 blades

Turbine. 4 flat blade.vane disc

Turbine 6 flat blades vanes disc

Turbine 6 curve blades

Fan turbine.6 blades at 45oC

Shrouded turbine. 6 curved blades

Shrouded turbine. With stator. No baffles

Flat paddle. 2 blades (single paddle). D/W=4

Flat paddles. 2 blades D/W = 6

Flat paddles. 2 blades D/W = 8

Flat paddles. 4 blades D/W = 6

Flat paddles. 6 blades D/W = 6

41

43.5

60

65

70

70

97.5

172.5

43

36.5

33

49

71

0.32

1

5.31

5.75

4.8

1.65

1.08

1.12

2.25

1.7

1.15

2.75

3.82

(Sumber: Richard 1996)

Page 14: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

15

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Tabel 2.6 Waktu Tinggal dan Gradient Kecepatan Pada Pengadukan Cepat dan

Flokulasi

Proses Nilai

Waktu tinggal G s-

Typical rapid mixing

operation in wastewater

treatment

5-30 s 500-1500

Rapid mixing for effective

intial contac and dispersion

of chemical

< 1 s 1500-6000

Rapid mixing of chemical in

contact filtration processes < 1 s 2500-7500

Typical flocculation prceses

used in wastewater treatment 30-60 min 50-100

Flocculation in direct

filtration processes 2-10 min 25-150

Flocculation in contact

filtration processes 2-5 min 25-200

(Sumber: Burton, dkk., 2003)

Tabel 2.7 Tipe Design Parameter pada Operasi Pengadukan Cepat

Unit Pengolahan Parameter Simbol Satuan Nilai

Pengadukan Cepat

(Vertical-Flow

mixing)

Velocity gradient G liter/ detik 500 - 2500

Rotational speed n rpm 24 - 45

Ratio impeller diameter to

equivalent tank diameter

D/Te 0,4 - 0,6

Flokulasi

(Pengadukan

Lambat)

Velocity gradient G liter/ detik 100 - 500

Rotational speed n rpm 10 - 30,

Ratio impeller diameter to

equivalent tank diameter

D/Te 0,35 - 0,45

(Sumber: Burton, dkk., 2003)

Page 15: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

16

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Gambar 2.9 a. Horizontal-Flow Mixing, dan b. Vertical-flow mixing

2.3.3.2 Flokulasi (Pengadukan Lambat)

Pengadukan lambat bertujuan agar flok yang terbentuk tidak terurai kembali karena

pada ukuran tertentu flok yang terbentuk akan tidak stabil dan dapat terurai kembali, akibat

gesekan aliran air yang disebabkan oleh pengadukan, oleh sebab itu kecepatan pengadukan

pada flokulasi harus dibatasi (Said,2017). Tabel 2.8 menunjukan tipikal desain parameter

pada flokulasi.

Tabel 2.8 Tipikal Desain Parameter Pada Unit Flokulasi

Parameter Simbol Unit Nilai

Velocity gradient G 1/s 100-500

Rational speed N r/min 10-30

Ratio length to width L/W Unitless 1<L/W<1.25

Ratio impeller diameter to

equivalent tank diameter

D/Te Unitless 0.35-0.45

Ratio height to equivalent

tank diameter

H/Te Unitless 0.9-1.1

Tip Speed

Flat-blade turbine Ts m/s 0.6-1.5

Pitch-blade turbine (45 or

32o

Ts m/s 1.8-2.4

Low-shear propeller (3 or 4

blade)

Ts m/s 2-2.7

Superficial velocity SV m/min 1-2

(Sumber: Burton, dkk., 2003)

Page 16: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

17

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Keterangan: Te = √ ; L = Panjang dalam meter; W= Lebar dalam meter; SV =

Q/A; Q = Laju pompa; A = Basin cross-sectional area

Menurut Said (2017) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses

flokulasi yaitu:

1. Proses flokulasi harus sesuai dengan cara pengadukan yang dilakukan agar

pembentukan flok dapat berjalan dengan baik dan efektif.

2. Kecepatan pengadukan didalam bak flokulator harus bertahap dan kecepatanya.

semakin pelan kearah aliran keluar.

3. Waktu pengadukan rata-rata 10-40 menit.

4. Perencanaan peralatan pengadukan didasarkan pada perhitungan gradient kecepatan

dalam bak flokulator.

Said (2017) juga menjelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai

spesifikasi bak flokulator yaitu sebagai berikut.

1. Bak flokulator harus diletakkan diantara bak pencapur cepat dan bak pengendapan,

dan lebih baik lagi jia antara bak flokulator menyatu/bergabung menjadi satu.

2. Untuk bak flokulator yang standar (persegi panjang) harus dilengkapi dengan

peralatan pengadukan atau aliran dengan sekat(Buffle) yang berfungsi untuk

mendapatkan hasil yang optimal.

3. Kecepatan pengadukan harus dapat diatur atau dikontrol agar dapat disesuaikan

dengan kondisi kualitas air bakunya.

4. Kecepatan pengadukan untuk bak flokulator dengan pengadukan dari luar antara 15-

18 cm/s sedangkan untuk flokulator tipe aliran dengan sekat kecepatan rata-rata dalam

bak yaitu antara 15-20 cm/s.

5. Bentuk dan konstuksi bak flokulator harus sedemikian rupa agar terhindar terjadinya

aliran singkat atau alran stagnan (diam).

6. Bak flokulator harus dilengkapi dengan peralatan untuk menghilangkan lumpur atau

buih yang mungkin terjadi.

Proses flokulasi perlu diperhatikan baik dari kecepatan pengadukan dan juga dari bentuk

bak pencampur cepatnya. Proses pengadukan yang efektif akan dapat mengurangi bahan

kimia yang ditambahkan dan akan meningkatkan efisiensi pada proses sedimentasi, sehingga

menghasilkan kualitas air keluaran proses pengolahan secara kimiawi yang lebih baik

(Spellman, 2014).

Page 17: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

18

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

2.3.3.3 Proses Pembentukan Flok

Gambar 2.10 Proses Destabilisasi Koloid

(Sumber: projects.ncsu.edu)

Dalam proses koagulasi dan flokulasi, akan terjadi pembentukan flok yang terjadi akibat

penambahan mkoagulan atau zat kimia penggumpal. Proses flokulasi menyebabkan flok

halus (fine floc) bergabung menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar. Flok yang lebih

besar tersebut akan menambah massa padatan sehingga lebih cepat mengendap akibat adanya

gaya gravitasi. Tahapan proses penggumpalan koloid dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Tahapan Proses Penggumpalan Koloid

Tahap Faktor Istilah

Penambahan Zat koagulan Reaksi dengan air, ionisasi, hidrolisis,

polimerasi

Hidrolisis

Destabilisasi Kompresi lapisan ganda Koagulasi

Absorpsi ion spesifik dari zat koagulan

pada permukaan partikel

Penggandengan antara ion atau grup

ion pada permukaan partikel koloid

Penggabungan partikel koloid pada

endapan senyawa hidroksida

Pembentukan rantai atau jembatan

antar partikel oleh polimer koagulan

tertentu

Transport Gerak Brown Flokulasi

Perikinetik

Gradien Kecepatan Flokulasi

Page 18: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

19

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Dissipated Energy Ortokinetik

(Sumber: Degremont, 1991)

2.3.3.4 Bak Sedimentasi

Sedimentasi merupakan suatu proses mengendapkan materi tersuspensi atau flok dari

proses koagulasi dan flokulasi. Gumpalan yang terbentuk pada proses koagulasi masih

berukuran kecil, gumpalan tersebut akan semakin besar dengan adanya proses flokulasi.

Dengan bertambah besarnya partikel maka dibutuhkan tempat atau wadah mengendapnya

partikel tersebut yaitu tangki sedimentasi.

Tangki sedimentasi dapat berbentuk segi empat dan lingkaran. Pada tangki ini aliran

air limbah sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan tersuspensi agar dapat

mengendap. Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran tangki sedimentasi

yaitu; surface loading (beban permukaan), kedalaman tangki, dan waktu tinggal (Said, 2017).

Tangki sedimentasi primer merupakan perlakuan objektif untuk mengilangkan

padatan mudah terendapkan (settleable solid) dan material yang mengapung serta

mengurangi kandungan padatan terlarut. Sedimentasi primer diletakan di awal proses

pengolahan sebelum pengolahan lebih lanjut. Efisiensi operasi dari sedimentasi primer dapat

mengurangi 50% sampai 70% padatan tersuspensi dan 25% sampai 40% BOD (Burton, dkk.,

2003). Berbeda dengan tangki sedimentasi setelah proses koagulasi dan flokulasi, dimana

pada sedimentasi primer belum terdapat penambahan senyawa kimia. Secara umum

sedimentasi dengan waktu tinggal 2-8 jam digunakan pada koagulasi dengan tawas atau

garam besi pada filtrasi dengan pasir (Richards,1996).

2.4 Zat Pencemar dalam Air Limbah Industri

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap industri baik industri skala kecil maupun industri

skala besar, akan menghasilkan buangan berupa limbah. Limbah yang dimaksud dapat berupa

limbah padat, limbah cair, maupun limbah gas. Limbah yang dihasilkan dari suatu industri

berasal dari berbagai kegiatan, yang paling utama adalah pada proses produksi. Kegiatan lain

yang memungkinkan menghasilkan limbah misalnya pada kegiatan maintenance,

pembersihan alat atau mesin, dan kegiatan MCK (Mandi Cuci Kakus).

Limbah industri merupakan produk samping dari proses produksi oleh suatu industri.

Sebelum menjadi limbah, industri umumnya telah melakukan proses recovery terlebih dahulu

karena produk samping suatu proses umumnya masih dinilai berharga sebab masih

banyaknya kandungan material-material berharga yang mudah untuk diperoleh kembali.

Page 19: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

20

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Setelah dilakukan perolehan kembali dan jumlah material berharga sudah tidak lagi banyak

dan sulit untuk di recovery, barulah sisa produk tersebut dapat dikatakan sebagai limbah

karena nilainya yang sudah tidak begitu berharga.

Limbah terbagi menjadi 3 wujud yaitu limbah cair, limbah gas, dan limbah padatan.

Limbah cair umumnya merupakan limbah yang paling besar jumlahnya. Hal ini karena air

merupakan komponen penting dalam suatu industri baik sebagai bahan baku proses, produk

samping, maupun kebutuhan lain seperti sanitasi dll. Limbah cair berbeda dengan air limbah.

Limbah cair merupakan sisa buangan dari suatu proses produksi atau kegiatan dengan wujud

cair, sedangkan air limbah merupakan sisa buangan dari suatu proses produksi atau kegiatan

dengan kandungan sebagian besarnya merupakan air.

Zat pencemar yang terkandung dalam air limbah industri dapat dibagi menjadi dua

yaitu kandungan zat organik dan kandungan zat anorganik. Kandungan zat organik dalam

pengolahannnya dapat dikurangi kandungannya menggunakan bantuan mikroorganisme, dan

umumnya kandungan zat organik bukan merupakan kandungan zat pencemar yang

berbahaya, sedangkan kandungan zat anorganik merupakan kandungan zat pencemar yang

tidak dapat dilakukan pengolahan menggunakan mikroorganisme. Kandungan zat anorganik

juga umumnya merupakan kandungan zat yang berbahaya dan berracun (limbah B3) yang

dapat berupa logam dan bahan kimia anorganik lainnya, maka dari itu pada proses

pengolahannya diperlukan perlakuan khusus dan biaya yang lebih tinggi.

Kandungan limbah industri berbeda-beda tergantung dari jenis produk, bahan baku,

kuantitas produksi, dll. Berdasarkan karakteristiknya (Said, 2017), air limbah industri dapat

dibagi menjadi beberapa kelompok:

Air limbah industri yang mengandung konsentrasi zat organik yang relatif tinggi,

misalnya industri makanan, industri kimia, industri minyak nabati atau hewani,

industri obat-obatan, industri lem atau perekat gelatin, industri tektsil, industri pul

dan kertas, dll.

Air limbah industri yang mengandung konsnetrasi zat organik relatif rendah,

misalnya industri pengamasan makanan, industri pemintalan, industri serat,

industri kimia, industri minyak, industri batu bara, industri laundry, dll.

Air limbah industri yang mengandung zat anorganik berbahaya dan beracun,

misalnyua industri penyamakan kulit, industri barang dengan bahan baku kulit,

industri besi baja, industri kimia insektisida, industri herbisida, dll.

Page 20: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

21

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Air limbah industri yang mengandung zat anorganik umum, misalnya industri

kimia seeprti industri pupuk organik, industri kimia anorganik, pencucian pada

industri logam, industri keramik, dll.

2.4.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD atau KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) merupakan salah satu kunci

parameter pencemaran penting yang perlu diperhatikan. Semakin tinggi tingkat COD maka

dapat dikatakan bahwa air limbah tersebut semakin tercemar atau semakin buruk kualitas air

(Andary, 2010). Secara istilah, COD dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidari baik zat organik maupun zat anorganik dalam suatu air

limbah (Estikarini, 2016).

Dalam menentukan jumlah zat organik dan anorganik dalam air limbah, dibutuhkan

pengoksidasi kalium dikromat, dimana K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen

(oxodizing agent). Keterkaitan nilai COD dan BOD dapat dijelaskan bahwa nilai BOD

termasuk dalam parameter COD, namun nilai COD tidak selalu mengikat kandungan BOD.

Perbandingan antara nilai BOD5 dengan COD untuk beberapa jenis air dapat dilihat pada

Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Perbandingan Antara Nilai BOD5 dengan COD Untuk Beberapa Jenis Air

No Jenis Air BOD5:COD

1 Air Buangan Domestik 0,4 - 0,6

2 Air Buangan Domestik Setelah Pengendapan Primer 0,6

3 Air Buangan Domestik Setelah Pengolahan Secara Biologis 0,2

4 Air Sungai 0,1

(Sumber: Muthawali, 2013)

Kandungan zat anorganik yang terdapat dalam limbah tidak dapat dioksidasi oleh

mikroornaisme dengan baik. Metode yang digunakan untuk menghilangkan zat anorganik

dapaty dilakukan dengan menggunakan metode fisik atau metode kimia. Metode yang dapat

digunakan salah satunya adalah metode pengendapan. Dengan menggunakan bahan kimia

pendukung seperti koagulan, proses pengendapan dapat berjalan lebih sempurna. Menurut

Burton, dkk., (2003) dalam Metcalf & Eddy, Inc. Wastewater Engineering: Fourth Edition

menyebutkan bahwa, metode pengendapan dengan menggunakan bahan kimia pendukung

dapat menurunkan kadar COD mencapai 80%, sedangkan jika dilakukan tanpa menggunakan

bahan kimia pendukung, penurunan kadar COD hanya mampu hingga mencapai 40%.

Page 21: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

22

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

2.4.2 Total Suspended Solid (TSS)

Air limbah mengandung berbagai macam material padatan yang bervariasi mulai dari

padatan berukuran besar hingga padatan yang tersuspensi. Pada pengolahan air limbah,

padatan yang berukuran besar umumnya telah dihilangkan dengan melwatkan air limbah

pada screener atau grit removal. Menurut Burton, dkk (2003) dalam Metcalf & Eddy, Inc.

Wastewater Engineering: Fourth Edition padatan dalam air limbah diklasifikasikan

berdasarkan Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Pengklasifikasian jenis-jenis padatan

Jenis Padatan Deskripsi

Total Solids (TS) Residu yang tersisa setelah air limbah melalui

proses evaporasi dan pengeringan pada suhu

103-105oC.

Total Volatile Solids (TVS) Padatan yang dapat diuapkan dan dibakar dalam

tungku pembakaran suhu tinggi dari 450 oC

sampai 550oC.

Total Fixed Solids (TFS) Residu yang tersisa setelah padatan total

terbakar pada suhu tinggi (450 oC sampai

550oC).

Total Suspended Solids (TSS) Massa dari padatan total yang tertahan oleh

media filter dengan kerapatan 1,58 mikron

(Whatman glass fiber filter). Padatan ini

ditentukan setelah media filter dikeringkan pada

suhu 105 oC.

Volatile Suspended Solids (VSS) Padatan yang dapat teruapkan dan terbakar saat

total padatan tersuspensi dibakar pada suhu 450

oC sampai 550oC.

Fixed Suspended Solids (FSS) Residu yang tersisa setelah total padatan

tersuspensi dibakar pada suhu 450 oC sampai

550oC.

Total Dissolved Solids (TDS) Padatan yang melewati media filter, kemudian

dievaporasi dan dikeringkan pada suhu 105 oC.

Total Volatile Dissolved Solids (VDS) Padatan yang dapat teruapkan dan terbakar saat

Page 22: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

23

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

total padatan terlarut dibakar pada suhu 450 oC

sampai 550oC.

Fixed Dissolved Solids (FDS) Residu yang tersisa setelah total padatan terlarut

dibakar pada suhu 450 oC sampai 550oC.

Settleable Solids Padatan tersuspensi yang dinyatakan dengan

mg/l, yang akan terendapkan dengan waktu

tertentu.

(Sumber: Burton, dkk., 2003)

Berdasarkan tabel diatas, TSS atau padatan tersuspensi total dapat diartikan sebagai

padatan yang tertahan oleh media filter dengan kerapatan 1,58 mikron, dan wujudnya dapat

direpresentasikan dengan mengeringkan media filter tersebut pada suhu 105 oC.

2.4.3 Karakteristik Limbah Industri Pangan

Di Indonesia, pasar industri pangan merupakan pasar terbesar industri non-migas

dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 34,17% (Kemenperin, 2017). Hal ini

membuat industri pangan memiliki peranan besar dalam persaingan pasar di Indonesia.

Industri pangan memiliki karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya. Industri

pangan umumnya memiliki kandungan zat pencemar yang mudah didegradasi oleh mikroba,

tetapi memiliki kandungan zat organik yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan

industri lain. Aktifitas mikroba dalam mengurai zat organik dalam limbah industri pangan

sering kali menimbulkan bau yang tidak sedap oleh sebab mikroba yang memproduksi gas-

gas seperti amoniak, H2S, dan lain-lain. Oleh sebab itu bagian pengolahan limbah industri

pangan biasanya sering mendapat protes dari masyarakat setempat karena terganggu oleh

baunya.

Salah satu contoh industri pangan yang jumlahnya cukup banyak yaitu industri

pengolahan kedelai, dimana produk yang dihasilkan misalnya tahu, tempe, oncom, kecap, dll.

Industri pengolahan kedelai umumnya memiliki kandungan zat organik yang sangat tinggi

yaitu mencapai puluhan ribu. Namun, kandungan zat pencemar dalam suatu air limbah

dipengaruhi juga oleh kapasitas produksi dari industri itu sendiri. Letak pabrik dan cuaca pun

menjadi faktor lain yang mampu memengaruhi nilai parameter zat pencemar.

Menurut Wenas (2002) dalam Pengelolaan Limbah Industri Pangan Direktorat

Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian (2007) menyatakan karakteritsik

limbah industri pengolahan kedelai produk tahu dan tempe, memiliki karakter air limbah

sebagai berikut.

Page 23: Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

24

Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri

Tabel 2.12 Karakteristik Air Limbah Industri Tahu dan Tempe

No. Parameter Jumlah

1 BOD 950 mg/L

2 COD 1534 mg/L

3 TSS 309 mg/L

4 pH 5

5 Kuantitas 3-5 m3/ton

Sumber: Wenas, dkk.(2002)

Tabel 2.13 Karakteristik Air Limbah Industri Tahu

No. Parameter Jumlah

1 BOD 1311.5 mg/L

2 COD 2018.5 mg/L

3 TSS 312 mg/L

Sumber: Nurlina, dkk.(2015)