Gagal Jantung Kongestif

40
BAB 1 PENDAHULUAN Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.1 Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki- laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. 1,9 Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Penyakit ini merupakan penyebab utama perwatan di rumah sakit pada pasien diatas usia 65 tahun. Penelitian potong silang dan berbasis populasi mengindikasikan 1/3 pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal atau mendekati normal. Angka kematian pasien gagal jantung diastolik berkisar 5 - 8% sedangkan angka kematian gagal jantung sistolik berkisar 10-15%. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. 15 Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. 15 Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis 1

description

Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Transcript of Gagal Jantung Kongestif

Page 1: Gagal Jantung Kongestif

BAB 1

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan

penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.1 Diperkirakan hampir lima

persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal

jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun.1,9 Prevalensi gagal

jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya.

Penyakit ini merupakan penyebab utama perwatan di rumah sakit pada pasien diatas usia 65

tahun. Penelitian potong silang dan berbasis populasi mengindikasikan 1/3 pasien dengan gagal

jantung kongestif memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal atau mendekati normal.

Angka kematian pasien gagal jantung diastolik berkisar 5 - 8% sedangkan angka kematian gagal

jantung sistolik berkisar 10-15%. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi

penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien

berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.15

Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya

usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan

perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.15 Gagal jantung susah

dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit

tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk

mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala

klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan

meningkatkan kelangsungan hidup.9,15

1

Page 2: Gagal Jantung Kongestif

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam

jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.1

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi

jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik

secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal

jantung sisi kiri dan sisi kanan.2

Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan patofisiologi dimana adanya kelainan

fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan

pengisian ventrikel kiri.3

Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung

(Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan

pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena,

maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.4,5

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu

kasus baru per tahunnya. Penyakit ini merupakan penyebab utama perwatan di rumah sakit pada

pasien diatas usia 65 tahun. Penelitian potong silang dan berbasis populasi mengindikasikan 1/3

pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal atau

mendekati normal. Angka kematian pasien gagal jantung diastolik berkisar 5 - 8% sedangkan

angka kematian gagal jantung sistolik berkisar 10-15%. Di Indonesia belum ada angka pasti

tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar

400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.15

Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian

dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-

2

Page 3: Gagal Jantung Kongestif

10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan. Gagal jantung diastolik merupakan

penyebab kesakitan dan kematian utama, yang didefinisikan sebagai gejala gagal jantung dengan

fungsi ventrikel kiri yang baik, dengan karakteristik ventrikel kiri yang kaku dengan penurunan

compliance dan gangguan relaksasi yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan akhir

diastolik. Gagal jantung diastolik memiliki gejala dan tanda yang sama dengan gagal jantung

sistolik. Diagnosis gagal jantung diastolik dapat ditegakkan dengan baik mengunakan

ekokardiografi dengan berbagai parameter.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei

Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab

kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan

bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab

kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring

dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun.

2.3 ETIOLOGI

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan

menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi

otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau

inflamasi.

Aterosklerosis koroner

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya

aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam

laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya

gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan

dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,

menyebabkan kontraktilitaas menurun.

Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan beban

kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

3

Page 4: Gagal Jantung Kongestif

Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal

jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan

kontraktilitas menurun.

Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang

ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup

gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan

jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau

stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal

jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan

anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen

sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.

Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektrolit dapat menurunkan

kontraktilitas jantung.

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan

kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah

jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan

serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi

tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload.

Preload

Adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang

ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.

Konteraktillitas

Mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan

berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium

Afterload

4

Page 5: Gagal Jantung Kongestif

Mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah

melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung

berkurang.6

2.4 PATOFISIOLOGI

Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya

terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini

akan merangsang mekanisme kompensasi neurohurmoral. Vasokontriksi dan retensi air untuk

sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan

meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera

diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban

jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal

jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk

menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard.7

Distensi vena jugularis

Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi venterikel

dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik dan terjadi peningkatan laju

tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini sebaliknya memantau aliran darah dari

vena kava yang diketahui dengan peningkatan vena jugularis, dengan kata lain apabila terjadi

dekompensasi venterikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai

kaki dan distensi vena jugularis pada leher.

Edema

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah

yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi

pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di

dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan

cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang

disebabkan terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat

menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah

5

Page 6: Gagal Jantung Kongestif

dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan

melepaskan cairan ke intestisial.8

Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan

darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal

kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan

secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan

tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena

daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat

kedalaman edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung

bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi

cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema.6

2.5 KLASIFIKASI

Untuk klasifikasi gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi 4 grade berdasarkan New York

Heart Associaion, yaitu:9

Terbagi menjadi 4 kelainan fungsional :

Grade I : Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat

Grade II : Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang

Grade III : Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan

Grade IV : Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

Sedangkan untuk klasifikasi edema pada gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi :

Grading edema

1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat

2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk

3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt

4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt

2.6 MANIFESTASI KLINIS 3

Tanda dominan :

Meningkatnya volume intravaskuler

6

Page 7: Gagal Jantung Kongestif

Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.

Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.

Manifestasi klinis CHF sesuai dengan area yang mengalami defect dapat dibagi menjadi :

1. Gagal jantung kiri :

Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu

memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru

menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi

meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3,

kecemasan dan kegelisahan.

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu

memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

Dispnea

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.

Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari

yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).

Batuk.

Mudah lelah.

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi

normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga

terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia

yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.

Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan

pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Gagal jantung kanan

Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah

kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak

7

Page 8: Gagal Jantung Kongestif

mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat

mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.

Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema

dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,

hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites

(penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah

1. Kongestif jaringan perifer dan viseral.

2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan

berat badan,

3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat

pembesaran vena di hepar…

4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga

abdomen.

5. Nokturia.

6. Kelemahan.

Untuk mendiagnosis penyakit ini, kita bisa menggunakan kriteria Framingham yang terdiri atas

kriteria mayor dan minor. Diagnosis CHF memerlukan minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria

mayor dengan 2 kriteria minor. 5

Kriteria Mayor

- Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak malam hari)

- Peninggian tekanan vena jugularis

- Ronkhi paru

- Kardiomegali (peningkatan ukuran jantung pada thorax foto)

- Edema paru akut

- Bunyi jantung S3 Gallop

- Peningkatan tekanan vena sentral (>16 cm H2O pada atrium kanan)

- Refluks hepatojugular

- Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari sebagai respon terapi

Kriteria Minor

8

Page 9: Gagal Jantung Kongestif

- Edema ekstremitas bawah bilateral

- Batuk malam hari

- Dyspnea on ordinary exertion (sesak saat aktivitas)

- Hepatomegali

- Efusi pleura

- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

- Takikardi (nadi >120x/menit)

Kriteria minor hanya diterima bila tidak ada penyakit medis lainnya seperti (hipertensi pulmonal,

penyakit paru kronis, sirosis, asites, atau sindrom nephrotik)

Kriteria Framingham ini memiliki sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 78% untuk

mengidentifikasi seseorang yang memiliki gagal jantung kongestif.

2.7 KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari CHF jika tidak diatasi ialah :

1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan

gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan

dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan

oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada

ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan suplay oksigen miokardium.

3. Edema paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh.

Factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negatif

menjadi batas positif.

Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah :

Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan

kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.

9

Page 10: Gagal Jantung Kongestif

Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti

pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas

sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan

secara cepat keluar dari kapiler.

4. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik.

Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubang-

lubang yang terl;etak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20

mmhg ) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akura. PAWP atau pulmonary artery

wedge pressure adalaah tekanan penyempitan arteri pulmonal dimana yang diukur adalah

takanan akhir diastolik ventrikel kiri.

Pemeriksaan diagnostik gagal jantung kongestif adalah:9

EKG

Dengan menggunakan EKG akan terlihat hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan

aksis, iskemia dan kerusakan pola juga mungkin terlihat. Distrimia, misalnya takikardia,

fibrasi atrial, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard

menunjukan adanya aneurisme ventrikuler (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung)

Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople)

Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup,

atau area penurunan kontratilitas ventrikuler.

Scan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan mempekirakan gerakan dinding jantung.

Katerisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi

kanan versus kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri

koroner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan

kontraktilitas.

Rontgen dada

10

Page 11: Gagal Jantung Kongestif

Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi bilik

atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.

Enzim hepar

Meningkatkan dalam gagal/kongesti hepar.

Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi

diuretik.

Oksimetri nadi :

Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK akut memperburuk PPOM atau GJK

kronis.

AGD (Analisa Gas Darah)

Gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia

dengan peningkatan PCO2 (akhir).

BUN, kreatinin

Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan

kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

Albumin/transferin serum

Mungkin menurun sebagai akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan sintesis

protein dalam hepar yang mengalami kongesti.

Kecepatan sedimentasi (ESR).

Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut.

Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre-pencetus GJK.

2.9 THERAPY DAN TINDAKAN PENANGANAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non

farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi

untuk penatalaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu

akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan

secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita

mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.9,10

11

Page 12: Gagal Jantung Kongestif

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan

kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan

sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada

penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan

asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat.

Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot

skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap

insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung

kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap

influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan

prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun

pengguna katup prostesis.11

Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non farmakologis dan

farmakologis. Gagal jantung kronis bias terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung

terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai.

Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut

maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan

ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah

untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.11

Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik (loop dan

thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, _ blocker (carvedilol, bisoprolol,

metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia,

serta obat positif inotropik.10,11,12

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan

asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan

gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin

subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan

pada pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.11

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,

pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi

(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan

12

Page 13: Gagal Jantung Kongestif

bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok

kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium

maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek

septum ventrikel pasca infark.9,12

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan

penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,

menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.9 Menempatkan penderita

dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai

tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat

dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess

menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat

metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki

asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.11

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan

memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi

prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat

antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.9,13

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung

akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan

oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis

pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.9

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian

ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah

bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi

arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi

keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya

adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya

16 – 24 jam.9,14

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung

refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian

13

Page 14: Gagal Jantung Kongestif

nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5

μg/kg/menit.9,14

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP

rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki

hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan

menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke

karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit

dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.9

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan

hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung

akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik

dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat

meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan

arteri rata - rata > 65 mmHg.9,11

Pemberian dopamin ≤ 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan

ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi

peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian

dopamin akan merangsang reseptor adrenergik β1 dan β2, menyebabkan berkurangnya tahanan

vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3

μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien

yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20

μg/kg/mnt.9

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi

efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah

milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan

hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis

milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis

enoximone 0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.9

14

Page 15: Gagal Jantung Kongestif

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok

kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya

dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg

selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin

diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan

dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.9

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal

jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan

sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan

untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat

seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium

intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan.

Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi.

Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.9

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu

jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta

ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan

respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.

Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan

sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang

simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan

untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan

pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan

syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.9

Tujuan pengobatan adalah :

Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokardium dengan preparat

farmakologi, dan

Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan

terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

15

Page 16: Gagal Jantung Kongestif

Terapi Farmakologis :

Glikosida jantung.

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi

jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan

volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema

Terapi diuretik.

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-

hati karena efek samping terapi diuretik adalah hiponatremia dan hipokalemia

Terapi vasodilator.

Obat-obat vasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap

penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan

peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

Dukungan diet:

Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema

Selain itu, dari sumber lain disebutkan bahwa penatalaksanaan CHF antara lain :

1. Non Farmakologis

a. CHF Kronik

Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi

oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.

Diet pembatasan natrium.

Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs. karena efek

prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.

Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari).

Olah raga secara teratur.

b. CHF Akut

Oksigenasi (ventilasi mekanik)

Pembatasan cairan

2. Farmakologis

Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload

16

Page 17: Gagal Jantung Kongestif

1. First line drugs; diuretic

Tujuan:

Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada

disfungsi diastolik.

Obatnya adalah:

Thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop

diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic

2. Second Line drugs; ACE inhibitor

Tujuan;

Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.

Obat lainnya adalah:

Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan

diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi.

Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik,

hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan

pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).

Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.

Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi

miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.

BAB 3

LAPORAN KASUS

17

Page 18: Gagal Jantung Kongestif

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : R. R. Rini Kustiati

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 47 Tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jln Udayana BB. Agung

Tanggal MRS : 20 September 2012

II. KELUHAN UTAMA : Sesak Nafas

III. ANAMNESIS KHUSUS

A. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sadar dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit pada tanggal 17 September 2012. Sifat sesak hilang timbul atau kumat-

kumatan. Pasien menyatakan sesak jika tidur terlentang, sehingga untuk mengurangi

sesak nafasnya pasien lebih sering tidur dengan diganjal 2-3 bantal pada punggungnya,

pasien juga mengeluhkan setelah tidur sekitar ± 2 - 5 jam sering tiba-tiba terbangun dari

tidur pada malam hari karena sesak nafas.  Pasien tidak merasa sesak nafas pada saat

hawa dingin, karena debu, bulu binatang, karena debu rumah, atau bau-bau yang

menyengat, dan juga tidak pernah mengeluh nafas disertai dengan bunyi mengi. Sesak

nafas yang dirasakan pasien  akan bertambah  intensitasnya jika pasien  merasakan

kecapaian dan jika sedang menghadapi permasalahan atau saat marah dan  terasa

membaik bila pasien istirahat dengan posisi tubuh setengah duduk, namun pasien  tidak

mengeluhkan nyeri dada. Pasien mengatakan sering sesak bila melakukan aktivitas

seperti berjalan di tanjakan atau pekerjaan fisik yang berat.

Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak kemarin malam, dahak berwarna

putih. Selain itu pasien juga mengeluhkan dada terasa berdebar debar, nyeri dada

menjalar dan keringat dingin tidak ada. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat

18

Page 19: Gagal Jantung Kongestif

bengkak di bagian kaki ± 1 bulan yang lalu, namun bengkak tersebut sudah hilang

sekarang.

Pasien juga mengeluhkan sariawan yang lama sejak ± 1 minggu yang lalu dan

tidak sembuh-sembuh. Pasien mengatakan sering demam yang bersifat hilang timbul.

Pasien masih dapat makan dan minum namun terjadi penurunan nafsu makannya.

Pasien mengatakan berat badannya mengalami penurunan.

BAB dikatakan masih lancar, riwayat diare lama tidak ada. Os mengatakan

memiliki riwayat kencing berwarna merah seperti teh sejak 1 bulan yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya memang memiliki riwayat sesak yang sama, dan pernah

berobat di RS, tetapi gejala yang dirasakan sekarang adalah yang paling berat. Pasien

memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Riwayat kencing manis, jantung dan asma

disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan

pasien. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, jantung, dan asma dikeluarga

disangkal.

D. Riwayat Sosial dan kebiasaan

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan tinggal bersama suami dan

anaknya. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal oleh pasien.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Kesan sakit : sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

TD : 140/90 mmHg

Nadi : 102 x/mnt

RR : 32 x/mnt

Temp axilla : 36,5ºC

19

Page 20: Gagal Jantung Kongestif

Status General

Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, oedem palp -/-, mata cekung -/-

THT : Tonsil T1/T1, pharynx (hiperemi (-)), lidah kotor (-), stomatitis

(+), sianosis (-)

Leher : pembesaran kelenjar (-), peningkatan JVP (+)

Thorak : Simetris (+)

Cor

I : ictus cordis tidak tampak

Pa : ictus cordis teraba di ICS MCL sinistra, pulsasi (+)

Pe : batas kanan PSL Dextra

batas kiri ICS VI MCL Sinistra

batas atas: ICS II

A : S1S2 tunggal reguler, murmur (–)

Po

I : simetris, retraksi dada (-)

Pa : Vokal Fremitus tidak dapat dilakukan (os dalam keadaan sesak)

Pe : sonor/sonor

A : ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

Abdomen:

I : distensi (-)

A : BU (+) normal

Pa : Nyeri tekan (-),

hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Pe : Timpani (+) normal

Ektremitas

Hangat: Oedema:

V. LABORATORIUM

Hasil DL Hasil Kimia Hasil ULHb: 12,7 GDS: 657 ↑ Leu 100 (++)

20

+ ++ +

- -- -

Page 21: Gagal Jantung Kongestif

Hct: 38,8 SC: 2,1 ↑ Pro 75 (++)Leu: 28,2 ↑ BUN: 138 ↑ Glu (-)Plt: 224 SGOT: 83 ↑ Keton (-) SGPT: 78 ↑ Ery 150 (++++)

VI. ASSESSMENT

Observasi dyspnea e.c susp CHF + DM + AKI

VII. PENATALAKSANAAN

- MRS

- O2 4 lpm

- IVFD RL → 16 tetes/mnt

- Co. Sp PD

Ceftazidim injeksi 2x1 gram

Insulin 20 IU jam 12 cek ulang, sliding scale sesuai tabel

Furosemid injeksi 1amp tiap 12 jam

- Pasang DC

VIII. PLANNING

- Cek Laboratorium DL, Kimia, UL

- Rontgen thorax, EKG

- Co. VCT

IX. MONITORING

Vital Sign, CM CK

Keluhan.

X. PROGNOSIS

Dubius ad malam

FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN

Tanggal SOA Planning

21

Page 22: Gagal Jantung Kongestif

20/9/2012

Pkl 06:35

S = sesak nafas(+), batuk (+),dahak (+), sariawan (+), demam hilang timbul, riwayat kencing berwarna seperti teh (+)

OBJECTIVE

Status present : KU : tampak sesak Kesadaran: CM RR : 32 x/menit irreguler TD : 140/90 Nadi : 110 x/menit isi cukup T ax : 36,5oCStatus general : Kepala : normocephali, Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+

isokor THT : lidah kotor(+), sariawan

(+) Thoraks : Cor : S1S2 tgl regular, mur mur (-) Po : Ves: +/+, rh +/+, Wh -/-, retraksi dada (-) Abdomen : Distensi (-), BU (+)

N, H/L ttb Extremitas : akral hangat (+),

edema(-)

Hasil DL Hasil Kimia Hasil ULHb: 12,7 GDS: 657 ↑ Leu 100 (++)Hct: 38,8 SC: 2,1 ↑ Pro 75 (++)Leu: 28,2 ↑ BUN: 138 ↑ Glu (-)Plt: 224 SGOT: 83 ↑ Keton (-) SGPT: 78 ↑ Ery 150 (++++) A : Obs dyspnea e.c susp CHF + DM + AKI

MRS O2 4 lpm IVFD RL 16 tpm Ceftazidim 2x1 gr Insulin 20 IU jam 12

cek ulang, sliding scale sesuai tabel

Furosemide injeksi 1 amp @ 12 jam

Pasang DC

Pdx/ Cek Ulang GDS jam 12 EKG Ro Thoraks (AP) Co. VCT

Mx/ Vital sign T,N,R CM-CK Tanda gagal napas

20/9/2012

Pkl 12:00

Hasil GDS: 315 Insulin 12 IU jam 6 cek ulang, sliding scale sesuai tabel

20/9/2012

Pkl 14.30

S: pasien apnea

O: TD/TN tidak terukur/ tidak teraba

RP -/-

A: pasien meninggal

RJP KIE Keluarga pasien

22

Page 23: Gagal Jantung Kongestif

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis dengan CHF karena:

1. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh sesak nafas yang bersifat hilang

timbul atau kumat-kumatan, dan pasien menyatakan sesak jika tidur terlentang, sehingga

untuk mengurangi sesak nafasnya pasien lebih sering tidur dengan diganjal 2-3 bantal

pada punggungnya, pasien juga mengeluhkan setelah tidur sekitar ± 2 - 5 jam sering tiba-

tiba terbangun dari tidur pada malam hari karena sesak nafas. Hal ini sesuai dengan

gejala dari CHF dimana bila terjadi kongesti paru pada gagal ventrikel kiri maka dapat

menimbulkan gejala sesak nafas yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli

dan mengganggu pertukaran gas, sehingga dapat terjadi ortopneu. Beberapa pasien dapat

mengalami ortopneu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea

( PND). Pasien juga mengatakan sering sesak bila melakukan aktivitas seperti berjalan

di tanjakan atau pekerjaan fisik yang berat, karena curah jantung yang kurang yang tidak

mampu memenuhi pasokan oksigen ke jaringan saat diperlukan.9

Pada pasien ini terdapat riwayat bengkak pada kaki ± 1 bulan yang lalu, namun bengkak

tersebut sudah hilang sekarang. Sesuai dengan teori bahwa bila ventrikel kanan gagal

memompakan darah, maka yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer.

Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah

dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal

kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas

bawah, yang biasanya merupakan pitting edema. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit

(edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya

ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.6

Os memiliki riwayat kencing berwarna merah seperti teh sejak 1 bulan yang lalu. Hal ini

bisa menandakan terjadi penurunan fungsi filtrasi ginjal sehingga menyebabkan

hematuria. Pada CHF dapat menyebabkan penurunan perfusi darah ke ginjal, sehingga

23

Page 24: Gagal Jantung Kongestif

dapat terjadi penurunan fungsi ginjal. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lab dimana

kenaikan BUN dan kreatinin dapat merupakan indikasi gagal ginjal.9

Bila dilihat dari riwayat penyakit dahulu, pada pasien ini terdapat riwayat tekanan darah

tinggi, dimana hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) dapat

meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut

otot jantung sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gagal jantung.6

2. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan takikardi, tachypnea dan dyspnea yang terjadi akibat

penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas sehingga untuk

supply oksigen lebih banyak tubuh mengkompensasi dengan nafas yang cepat.

Rhonki pada paru yang menandakan adanya cairan pada paru yang diakibatkan karena

venterikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga

peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan

paru. 3

Peningkatan JVP yang terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan

volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang

secara normal kembali dari sirkulasi vena.3

Dan pada perkusi kemungkinan terdapat kardiomegali akibat peningkatan tekanan pada

pulmonal atau hipertensi yang menyebabkan otot jantung mengalami hipertrofi. 9

Berdasarkan kriteria Farmingham untuk diagnosis CHF, ditegakkan bila terdapat minimal 2

kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah dengan 2 kriteria minor, maka pada pasien ini

didapatkan

Kriteria Mayor: Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

Peningkatan JVP

Ronkhi Paru

Kardiomegali

Kriteria Minor: Dyspneu on ordinari exertion

Edema ekstremitas bilateral (riwayat)

24

Page 25: Gagal Jantung Kongestif

Pada pasien ini, penatalaksanan awal yang diberikan pada tanggal 20 September 2012

adalah dilakukan MRS, O2 4 L/menitIVFD RL 16 tetes/menit, Ceftazidim injeksi 2 x 1 gram,

Insulin 20 IU bolus, Furosemide injeksi 1 ampul tiap 12 jam serta dilakukan pemasangan kateter.

Adapun tujuan dari penatalaksanaan pada pasien gagal jantung kongestif adalah mengurangi

beban jantung dengan istirahat, Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokardium

dengan preparat farmakologi, dan Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan

cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Jika dibandingkan dengan kepustakaan, keputusan untuk MRS dan pemberian O2 sebagai

langkah awal, pemasangan kateter serta membuka line vena melalui IVFD tetesan rendah sudah

sesuai. Pemberian antibiotik ( Ceftazidim ) bertujuan untuk profilaksis, hal ini dikarenakan pada

gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh factor infeksi. Pemberian loop

diuretik intravena seperti furosemid pada pasien ini akan menyebabkan venodilatasi yang akan

memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi

prostaglandin vasodilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat

antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. Pada pasien ini juga

didapatkan nilai gula darah sewaktu ( GDS ) 657 jadi dilakukan pemberian insulin 20 IU bolus

sebagai langkah awal ( sliding scale ) dan setelah itu 6 jam kemudian dilakukan pemeriksaan

GDS kembali dan dosis insulin diberikan sesuai hasil pemeriksaan.

Selain dengan terapi farmakologis, penanganan pada pasien ini juga dilakukan dengan terapi

non farmakologis yaitu dengan restriksi cairan ( 1,5 – 2 L/hari ) serta dilakukan pembatasan

asupan garam. Penanganan psikologis pada pasien ini juga sangat penting untuk memperbaiki

metabolisme tubuh.

25

Page 26: Gagal Jantung Kongestif

BAB 5

KESIMPULAN

1. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,

sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara

abnormal.

2. Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan

tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai, dan lain sebagainya. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal

jantung antara lain foto thorax, EKG, sonogram, scan jantung,

pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi

tiroid.

3. Prinsip penatalaksanaan pada pasien penyakit jantung kongestif adalah mengurangi beban

jantung serta membuang penumpukan cairan air dalam tubuh yang berlebihan melalui terapi

farmakologis maupun non farmakologis.

4. Penatalaksanaan awal sangat penting pada pasien dengan penyakit jantung kongestif karena

dapat memberikan harapan hidup yang lebih besar.

26