Gabung - Print

33
REFERAT PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA Disusun Oleh : Maulida Ayu Noriza, S.Ked FAA 110 018 Pembimbing : dr. Septi Handayani, M.Si Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada Modul Ilmu Kedokteran Komunitas

description

Malaria

Transcript of Gabung - Print

Page 1: Gabung - Print

REFERAT

PENANGGULANGAN PENYAKIT

MALARIA

Disusun Oleh :

Maulida Ayu Noriza, S.Ked

FAA 110 018

Pembimbing :

dr. Septi Handayani, M.Si

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik

pada Modul Ilmu Kedokteran Komunitas

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

PALANGKA RAYA

2016

Page 2: Gabung - Print

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Esa karena atas berkat

dan rahmat-Nya referat yang berjudul “Malaria” ini akhirnya dapat diselesaikan.

Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan

klinik di Modul Ilmu Kedokteran Komunitas periode Februari - April 2016.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Septi

Handayani, M.Si selaku pembimbing yang telah membimbing dan membantu

saya dalam penyusunan referat ini.

Referat ini disusun dengan kemampuan yang sangat terbatas dan masih

banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat saya perlukan

untuk melengkapi referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat untuk

pembacanya.

Palangka Raya, Maret 2016

Penyusun

Page 3: Gabung - Print

DAFTAR ISI

SAMPUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi .................................................................................. 2

2.2. Etiologi .................................................................................. 2

2.3. Patofisiologi ........................................................................... 2

2.4. Klasifikasi .............................................................................. 4

2.5. Gambaran Klinis .................................................................... 6

2.6. Diagnosis ............................................................................... 8

2.7. Penatalaksanaan ..................................................................... 11

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

Page 4: Gabung - Print

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan

dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui

hampir di seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropis dan

subtropis. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang

mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua Afrika.1,2,3

Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan,

namun daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian

luar biasa (KLB).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.

Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota

merupakan wilayah endemis malaria.3

Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan

kematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang

kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat,

surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk

memutuskan rantai penularan malaria.3

Page 5: Gabung - Print

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,

anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan

suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi

Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan

pembesaran limpa.4

2.2. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam

genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.

Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium

falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada

manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan

langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu

hamil kepada janinnya.5,6

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai

malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau

malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.

falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies

terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi

berat sebab dalam waktu singkatdapat menyerang eritrosit dalam jumlah

besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.3,7

2.3. Patofisiologi

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit.

Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh

Page 6: Gabung - Print

pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi

perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh

parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah

eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi

penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada

organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.2

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh

sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis Plasmodium

dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis

autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang

normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi

hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga

sering ditemukan.2

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika,

disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket,

sehingga perjalanannya dalam kapiler terganggu dan mudah melekat pada

endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi

penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul

hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi

perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan

patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral,

edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.2

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang

diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria terutama penting

untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang

relatif resisten terhadap masuk dan berkembang- biaknya parasit malaria.

Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada

merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit.2

Imunitas humoral dan seluler tehadap malaria didapat sejalan dengan

infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran

klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang.

Page 7: Gabung - Print

Pada individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal,

yang merupakan suatu antibodi spesifik yang diproduksi untuk melengkapi

beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini

tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi

ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan

sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap

Plasmodium mungkin juga merupakan salah satu faktor. Monosit/ makrofag

merupakan partisipan selular yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang

terinfeksi.2

2.4. Klasifikasi

Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis

plasmodiumnya antara lain sebagai berikut:8,9

a. Malaria Tropika (Plasmodium falcifarum)

Malaria tropika/falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang

paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,

parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-

14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan

oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa ring/cincin kecil

yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-

satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium falcifarum

menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium falcifarum

sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit

menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding

kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini

sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi

(Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black

Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim malariae)

Page 8: Gabung - Print

Plasmodium malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan

Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/lebih biru.

Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-

kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae

mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/rossete.

Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih

kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain

nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise

umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom

nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di

temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan

hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium ovale)

Malaria Ovale bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya

hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah.

Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit

yang terinfeksi Plasmodium ovale biasanya oval atau ireguler dan

fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua

malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari,

walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari

dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada

malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium vivax) biasanya menginfeksi eritrosit

muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip

dengan Plasmodium falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit

vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan

pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi

seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis

ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan

Page 9: Gabung - Print

mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap

72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang

sistem tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di

tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis

yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

2.5. Gambaran Klinis

Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasienn non-imun terdiri

atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi

oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya

merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien

dengan infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu

jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda), maka serangan

demam terus- menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala

klinisnya minimal.9,10

Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni

stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat

(sweating stage). Paroksisme ini biasanya terlihat jelas pada orang dewasa namun

jarang dijiumpai pada usia muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin

seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang pertama didahului

oleh masa iinkubasi (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi antara 9- 30 hari

t ergantung pada spesies parasit. Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas

infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat imunitas pejamu.

Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi Plasmodium falciparum adalah 10

hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan Plasmodium malariae 40 hari atau lebih

setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing- masing

spesies parasit, untuk Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale 13- 17 hari, dan Plasmodium malariae 28- 30 hari. Setelah lewat

masa inkubasi, pada anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi

dalam tiga stadium atau trias malaria (malaria proxym), yaitu : 9,10

1. Stadium dingin

Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi

Page 10: Gabung - Print

gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari- jari pucat atau sianosis,

kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi

kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium demam

Pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan

terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, mual dan muntah, nadi

menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan

dapat meningkat sampai 410 C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-

12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah

merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.

3. Stadium berkeringat

Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, kemudian suhu badan

menurun dengan cepat, kadang- kadang sampai di bawah normal. Black water

fever yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada

urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala lain

dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu.

Black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi

Plasmodium falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.2

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan

lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi

setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak,

nyeri dan hiperemis.4,8

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum.

Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan

komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO

didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau

lebih komplikasi sebagai berikut:4,8

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung

parasit >10.000/µl.

Page 11: Gabung - Print

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau

<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan

kreatinin >3mg%.

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat

dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai

kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada

hipertermis.

9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada

pembuluh kapiler jaringan otak.

2.6. Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah

secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat.10

1. Anamnesis

a. Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat

disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

b. Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu

ke daerah endemik malaria.

c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

d. Riwayat sakit malaria.

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

f. Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,

dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

Page 12: Gabung - Print

1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

2. Keadaan umum yang lemah.

3. Kejang-kejang.

4. Panas sangat tinggi.

5. Mata dan tubuh kuning.

6. Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.

7. Nafas cepat (sesak napas).

8. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

9. Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.

10. Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

11. Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Demam (≥37,5oC)

b. Kunjungtiva atau telapak tangan pucat

c. Pembesaran limpa

d. Pembesaran hati

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis

sebagai berikut:

1. Temperatur rektal ≥40oC.

2. Nadi capat dan lemah.

3. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50

mmHg pada anak-anak.

4. Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40

kali permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak

dibawah 1 tahun.

5. Penurunan kesadaran.

6. Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

7. Tanda-tanda dehidrasi.

8. Tanda-tanda anemia berat.

9. Sklera mata kuning.

10. Pembesaran limpa dan atau hepar.

Page 13: Gabung - Print

11. Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

12. Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskopik

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada

penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam

darah tepi(13). Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

1. Ada/tidaknya parasit malaria.

2. Spesies dan stadium Plasmodium

3. Kepadatan parasit

Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+): ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan

darah tebal atau sediaan darah tipis.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk

dipstik.

c. Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap

malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini

kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru

terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap

sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.

Page 14: Gabung - Print

2.7. Penatalaksanaan

Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain

klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin.

Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan

malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program

pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan

radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat

anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa

komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau

malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria

pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria

berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan

komplikasi yang resisten multidrugs.10

Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus

di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat

antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika

yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya

adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-

trimetoprim dan siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat

anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain

dengan kina.10

1. Pengobatan malaria falciparum

a. Lini pertama

Artesunat+Amodiakuin+Primakuin

Dosis artesunat 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin 10

mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).

Page 15: Gabung - Print

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

I

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3

II

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

IIIArtesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat

badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan

golongan umur. Dosis makasimal penderita dewasa yan dapat

diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing- masing 4 tablet,

3 tablet untuk primakuin.

Tabel 2.1. Pengobatan Lini Pertama Untuk Malaria falciparum

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan

malaria falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin

bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan

primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di

dalam darah.3

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila

pengobatan lini pertama tidak efektif.

b. Lini kedua

Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin

Dosis kina 10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin 4

mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14

th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama

7 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan

berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan

golongan umur.

Page 16: Gabung - Print

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 th

I

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2

II-VII

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

Tabel 2.2. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum

* : dosis diberikan per kgBB** : 2x50 mg doksisiklin*** : 2x100 mg doksisiklin

2. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

a. Lini pertama

Klorokuin+Primakuin

Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan

malaria vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan

membunuh parasit stadium aseksual dan seksual. Pemberian

primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati,

juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit.3

Dosis total klorokuin 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari),

primakuin 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat

badan penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur,

sesuai dengan tabel.

Page 17: Gabung - Print

Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

IKlorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

IIKlorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

IIIKlorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

IV-XIV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

Tabel 2.3. Pengobatan Lini Kedua Untuk malaria vivax dan malaria ovale

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah

pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh

(sejak hari keempat) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual

sejak hari ketujuh.3 Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari

setelah pemberian obat:3

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak

berkurang atau timbul kembali setelah hari ke-14.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali

antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps

atau infeksi baru).

b. Lini kedua (pengobatan malaria vivax resisten klorokuin)

Kina+Primakuin

Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin=

0,25 mg/kgBB (selama 14 hari).

Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis

berdasarkan golongan umur sebagai berikut:

Page 18: Gabung - Print

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

1-7 Kina * * 3x½ 3x1 3x2 3x31-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

Tabel 2.4. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin

*: dosis diberikan per kgBB

Pengobatan malaria vivax yang relaps

Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang

ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari,

dengan dosis total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari

dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan

menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur.3

Tabel 2.5. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps

Hari Jenis obat Jenis obat menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11

bln

1-4 th 5-9 th 10-14

th

≥15 th

1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakui

n

- - ½ 1 1½ 2

2 Klorokuin ¼ ½ - 2 3 3-4

Primakui

n

- - ½ 1 1½ 2

3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Primakui

n

- - ½ 1 1½ 2

4-14 Primakui - - ½ 1 1½ 2

Page 19: Gabung - Print

n

3. Pengobatan malaria malariae

Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25

mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan

seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan

golongan umur penderita.3

Hari Jenis obatJumlah tablet menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 ≥ 15 th

I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4III Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2Tabel 2.6. pengobatan malaria malariae

4. Kemoprokfilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi

malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat.

Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah

endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,

peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau

individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang

lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian

kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3

Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup

tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies

ini. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P.

falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan.

Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak

lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan

klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut

Page 20: Gabung - Print

diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4

minggu setelah kembali.3

Tabel 2.7. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin

Golongan umur (thn) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, <1 ¼1-4 ½5-9 1

10-14 1>14 2

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang

disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai

dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam,

menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam

genus Plasmodium. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax,

Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.

Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun

ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar

serta dari ibu hamil kepada janinnya.

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.

Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan

kematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang

kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat,

surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk

memutuskan rantai penularan malaria.

Page 21: Gabung - Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap

Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA.

No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di

Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.

4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:

EGC, 2000; Hal: 1-15.

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor).

Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.

Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60.

7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam

Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi

Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.

8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:

Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi

Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.

Page 22: Gabung - Print

9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W

(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran

UI, 2000, Hal: 171-97.

10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al

(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7.

11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,

Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.