GA pada MRM

download GA pada MRM

of 60

description

nkjsdck

Transcript of GA pada MRM

BAB I PENDAHULUAN

Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari duktus atau lobulus payudara, merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional yang penting. 1,2Terapi kanker terutama terdiri atas operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis serta beberapa metode lainnya. Terapi operasi atau pembedahan dapat menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal. 3,4Saat dilakukan tindakan pembedahan pada kanker payudara, misalnya dengan teknik mastektomi radikal modifikasi, maka pasien harus ditidurkan dengan anestesi umum, mengingat lokasi pembedahan yang berada pada bagian tubuh bagian atas, waktu operasi yang cukup lama, dan resiko perdarahan yang cukup tinggi.Anestesi umum sendiri adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible, yang berarti anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali secara fisiologis tanpa efek samping.6,7Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum tindakan anestesi dilakukan. Persiapan tersebut meliputi kunjungan pra-anestesi guna mengetahui identitas pasien secara pasti, memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindakan anestesi, serta menentukan status fisik dan kebugaran pasien. Sehingga dapat direncanakan dan dipilih dengan baik jenis teknik anestesi dan obat-obatan anestesi yang cocok diberikan kepada pasien tersebut, dengan tujuan memperoleh hasil tindakan anestesi yang efektif dengan efek samping seminimal mungkin. Selain itu, pada kunjunga pra-anestesi juga diperlukan dalam hal meyakinkan pasien dan mempersiapkan mental pasien dalam menghadapi operasi.6Pada kasus ini dilaporkan pasien Ny. Y, perempuan, usia 47 tahun yang telah dilakukan tindakan mastektomi radikal modifikasi atas indikasi ca mammae. Tindakan dilakukan dengan general anestesi pada tanggal 26 mei 2015. Durante op pasien cukup stabil, meskipun ada beberapa hal perlu menjadi perhatian dan pasca pembedahan tidak ada penyulit dari tindakan anestesi yang telah dilakukan. Post op pasien di rawat di bangsal bedah, pasien dipulangkan pada hari ketiga post operasi.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama : Ny. YUmur: 47 tahunJenis Kelamin: PerempuanPekerjaan : IRT Alamat: Jl. Mpu Gandring RT.17 No. 64 Kel. Solok SipinAgama: IslamMRS: 25 Mei 2015

2.2Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 25 Mei 2015)Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kiri + sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :+ sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluh timbul benjolan pada payudara kirinya. Benjolan awalnya hanya berukuran sebesar kelereng. Pada saat itu pasien tidak terlalu menghiraukan benjolan tersebut karena belum terasa nyeri. Menurut pasien benjolan tersebut semakin lama memang semakin bertambah besar dan mulai terasa nyeri. Keluar cairan dari putting susu (+), warna putih kekuningan dan tidak terlalu kental. Serta terdapat perubahan bentuk dari puting susu sebelah kiri tersebut. Keluhan disertai dengan menstruasi yang kurang lancar, pasien mengaku bisa menstruasi sekali dalam 4 bulan. Pusing (+), Mual (-), Muntah (-). Benjolan ditempat lain tidak ada.Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit dan dilakukan pemeriksaan biopsi, dengan hasil menunjukkan bahwa benjolan tersebut merupakan kanker. Oleh dokter, pasien disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan payudara guna mencegah keburukan dan penyebaran dari kanker tersebut, namun pasien menolak karena merasa belum siap. + 1 bulan yang lalu, karena pasien merasa benjolan semakin bertambah besar dan nyeri, maka pasien memberanikan diri untuk datang lagi ke Rumah Sakit untuk dilakukan operasi.

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat operasi sebelumnya (-) Riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus, batuk lama disangkal, riwayat asma dan sesak nafas disangkal Riwayat alergi obat (-) Riwayat Alergi makanan (+) yaitu seafood Riwayat di rawat di RS (+) tahun 2013 dengan malaria Riwayat kemoterapi disangkal Pasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonsumsi obat-obat apapunRiwayat penyakit keluarga :Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti yang dialami oleh pasien. Riwayat penyakit DM, Hipertensi, Asma dan alergi pada anggota keluarga disangkal.

Riwayat KebiasaanTidak ada kebiasaan pasien yang berhubungan dengan keluhan yang dialaminya.

2.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 25 Mei 2015)Status Present Keadaan Umum: Tampak Sakit Ringan Kesadaran: Comspos mentis Vital Sign: TD : 130/80 mmHgNadi : 84 x/menitRR : 19 x/menitT : 36,4C

Status General: Kepala: normocephaliMata: Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Pupil Isokor, RC +/+THT: dalam batas normalMulut: Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), dbnLeher: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP 5-2 cmH2O

Thorax: Paru: - Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-)- Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), Vokarsinomal Fremitus normal kanan = kiri - Perkusi: Sonor di kedua lapangan paru- Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Jantung:- Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat- Palpasi: Thrill tidak teraba- Perkusi : Batas jantung normal- Auskultasi: S1 dan S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :- Inspeksi: Datar, soepl, sikatrik (-)- Palpasi : Nyeri Tekan, nyeri lepas (-), massa (-), Hepar dan lien tidak teraba- Perkusi: Hipertimpani di seluruh lapangan abdomen - Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas:Superior: akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)Inferior: akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)

Status LokalisLokasi: Pada payudara kiri Inspeksi: Payudara kiri tampak lebih besar dibandingkan payudara kanan, hiperemis (-), sikatrik (-), peau de orange (-), retaksi putting susu (+).Palpasi: pada payudara kiri kuadran kiri atas, teraba sebuah massa dengan ukuran diameter + 8 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan, nyeri tekan (+). Nipple discharge (+). Pembesaran KGB axilla (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang1. Laboratoriuma. Darah rutin WBC: 5,8 x 103/mm3(3,5-10,0 103/mm3) RBC: 4,10 x 106/mm3(3,80-5,80 106/mm3) HGB: 11,6 g/dl(11,0-16,5 g/dl) HCT: 35,2 %(35,0-50%) PLT : 245 x 103/mm3(150-390 103/mm3) PCT : .251 %(0,100-0,500 %) CT / BT: 4/2

b. Kimia Darah Lengkap (10 februari 2015) Faal HatiBilirubin Total:0,9 mg/dLBilirubin Direk:0,4 mg/dLBilirubin Indirek: 0,5 mg/dLProtein Total: 7,6 gr/dL Albumin : 5,0 gr/dLGlobulin:2,6 gr/dLSGOT: 27 U/LSGPT:18 U/L Faal GinjalUreum : 37,5 mg/dlKreatinin:0,6 mg/dlAsam Urat: 4,7 mg/dL Faal LemakKolesterol: 234 mg/dLTrigliserid: 178 mg/dLHDL: 55 mg/dLLDL: 143 mg/dL GDP: 118 mg/dL GD 2 Jam PP: 178 mg/dL

2. RadiologiX Ray Thoraks : Jantung dan Paru dalam batas normal.

3. EKGGambaran EKG: Synus Rhytme (EKG Normal)

4. Pemeriksaan penunjang lainBiopsi Patologi Anatomi : Invasif Papillary Karsinoma2.5 Rencana Tindakan Anestesi Diagnosis Pra Bedah: Karsinoma Mammae sinistra Stadium IIB T3N0M0 Tindakan bedah: Mastektomi Radikal Modifikasi Sinistra Status ASA: ASA I Mallampati: 2Jenis anestesi : Anestesi umum

2.6 Persiapan preoperasia. Pasien dipuasakan 8 jam sebelum operasib. Memastikan kembali bahwa kondisi pasien dalam keadaan stabil dengan tanda-tanda vital dalam batas normalc. Menyiapkan alat yang akan digunakan

2.7 Tindakan Anesthesi 1. Kebutuhan Cairan pre-operatifAdapun tujuan dari pemberian terapi cairan baik pre-operatif maupun intra operatif adalah tercapainya hemodinamik pasien yang stabil selama operasi berlangsung. Pasien dengan kondisi cairan tubuh yang euvolume akan menunjukkan status hemodinamik yang baik. Untuk mencapai keadaan euvolume pada pasien yang direncanakan operasi maka perlu diberikan pengganti cairan yang hilang selama puasa, pemberian cairan rumatan, dan stress operasi.

Kebutuhan cairan pre-operatif pada pasien dengan BB = 70 kg Maintenance(M) 2 cc/kgBB/Jam = 2 cc x 70 kg/jam = 140 cc/ Jam Pengganti Puasa (PP)10 x M = 10 x 140 cc/jam = 1400 cc/jam

Stress Operasi (SO)Sedang 6 cc/kgBB = 6 cc x 70 kg = 420 cc

Input cairan pada pasien ini: RL 4 Kolf = 2000 ccFima HES 1 Kolf = 500 ccNaCl 1 Kolf = 500 ccWhole Blood = 350 cc

2. Pasien di posisikan telentang pada meja operasi

3. Dilakukan pemasangan alat monitor tanda-tanda vital : Tekanan darah Heart rate Respirasi rate Saturasi oksigen

4. EKG Pemberian obat premedikasi sebelum operasi : Ondansentron 1 amp (4mg) Ranitidin 1 amp (50 mg) Asam Traneksamat 2 amp (1000 mg) Sulfas Atropine 0,7 mg Petidin 70 mg

5. Melakukan tindakan anestesi umuma. Melakukan tindakan induksi anestesi dengan propofol 140 mg secara intravenab. Cek refleks bulu mata. c. Sungkup muka dipasang dengan metode over face mask untuk pemberian oksigen 100% sebesar 2 l/menit dan anestesi inhalasi sevofluran 2% selama + 3 menitd. Setelah triple maneuver terkuasai, diberikan muscle relaxan yaitu atracurium 35 mg intravena e. Lakukan pemasangan ETT nonkinking no.7 dengan balonf. Dilakukan pemasangan oropharyngeal airway (OPA) no 3g. Fiksasi ETT dan sambungkan dengan ventilatorh. Maintenance dengan menggunakan O2 2 l/menit : N2O 4 l/menit dan sevofluran 2 vol % serta flow 7,5 l/menit didapatkan konsentrasi O2 sebesar 50%.i. Respirasi dengan ventilator, tidal Volume 470 ml dan frekuensi 22 x/menit

6. Medikasi tambahan Phentanyl 100 mcg Atracurium maintenance 10 mg

7. Monitoring Intra operatifJamTD (mmHg)Nadi (x/i)RR (x/i)SaturasiO2 (%)O2l/mN2Ol/mSevofluran%UrinKeterangan

08.45130/899521100242Dikosongkan

09.00156/961022299242

09.15168/10610621100242Penthanyl 100 mcg

09.30152/101992310024250 cc

09.45149/989819100242Atracurium 10 mg

10.00136/929820100242

10.15136/909620100242

10.30136/88972099242150 cc

10.45134/899619100242

11.00137/919421100242

11.15135/899821100242200 cc

8. Hitung output selama selama pembedahan Urin output : 200 cc Perdarahan: 620 cc

9. Pemberian obat analgetik drip pasca pembedahan : Ketorolac30 mg Tramadol100 mg

10. Pemindahan ke Recovery Room (RR) pasca operasi dan dilakukan monitoring Masuk Jam : 11.30 WIB Keadaan Umum : Kesadaran Compos Mentis, GCS:15 Tanda Vital : TD: 130/90 mmHgRR: 23 x/mnt N: 94 x/mntT: 36,1 oCPernafasan: baik

Monitoring di RR:a. TTVJamTD (mmHg)Nadi (x/i)RR (x/i)Saturasi O2

11.30130/90942399 %

11.50130/809323100%

12.10130/809621100%

b. Skoring Alderete:Aktifitas: 2 ( 4 anggota tubuh gerak aktif/ diperintah)Pernafasan : 2 (dapat di minta bernapas dalam dan batuk)Warna Kulit: 2 (merah muda, CRT < 2 detik)Sirkulasi: 2 (tekanan darah naik/ turun berkisar 20%)Kesadaran: 2 ( baik)Jumlah: 10 11. Memberikan instruksi anestesi pasca operasi Observasi keadaan umum, vital sign, perdarahan dan diuresis tiap 15 menit selama 24 jam pertama post operasi Pantau balance cairan Tidur tanpa bantal sampai sadar penuh Makan dan minum setelah bising usus (+) Cek HB post op, jika < 9 gr/dL transfuse PRC 1 kolf Terapi lain sesuai dokter ahli bedah. Rawat bersama dengan bedah

2.7 Diagnosa Post-opPost. op Mastektomi Radikal Modifikasi Sinistra a/i Karsinoma Mammae sinistra stadium IIB, T3N0M0

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Karsinoma Mammae3.1.1 DefinisiKanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari duktus atau lobulus payudara, merupakan masalah global dan isu kesehatan international yang penting. Karsinoma mammae adalah keganasan paling serius pada wanita di negara maju dan nomor dua setelah kanker yang di diagnosis tiap tahun. Secara keseluruhan merupakan penyebab kematian nomor dua karena kanker, setelah kanker paru.33.1.2 Faktor RisikoPenyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko untuk menderita kanker payudara, adalah:1. Jenis kelamin wanitaInsiden wanita dibanding pria lebih dari 100:1. 2. Usia Wanita usia 60-79 tahun mempunyai kemungkinan menderita kanker payudara 1:14 dibanding wanita usia kurang dari 39 tahun, yang mempunyai kemungkinan 1:14.3. Riwayat keluargaPasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama (ibu dan saudara kandung) mempunyai resiko 4-6 kali dibanding wanita yang tidak punya faktor resiko ini. Pasien dengan keluarga tingkat pertama premenopause menderita kanker payudara bilateral, mempunyai resiko 9 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama post menopause menderita kanker payudara bilateral mempunyai resiko 4-5,4 kali. Riwayat keluarga juga merupakan faktor resiko kanker payudara pada laki laki yaitu sekitar 15%.4. Usia melahirkan anak pertamaJika usia 30 atau lebih resiko 2 kali dibanding wanita yang melahirkan usia kurang dari 20 tahun.5. Riwayat menderita kanker payudaraJuga merupakan faktor resiko untuk payudara kontralateral. Resiko ini tergantung pada usia saat diagnosis. Resiko ini meningkat pada wanita usia muda.6. Predisposisi genetikalResiko ini berjumlah kurang dari 10% kanker payudara. Pada laki laki adanya mutasi reseptor androgen, sindrom Li-fraumeni, sindrom Cowden. 7. Ductal carsinoma in situ (DCIS) dan labular carsinoma in situ (LCIS) pada biopsi. Hal ini merupakan marker untuk terjadinya lesi invasif.8. RadiasiPada usia di bawah 16 tahun mempunyai resiko 100 kali, radiasi sebelum umur 20 tahun mempunyai resiko 18 kali, usia 20 -29 tahun resiko 6 kali, radiasi setelah usia 30 tahun resiko tidak bermakna. 9. Perubahan gaya hidupDiet tinggi kalori, diet tinggi lemak, konsumsi alkohol merokok dan obesitas pada menopause. Terdapat data yang menunjukkan orang yang gemuk sesudah berusia 50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker mamae.10. HormonalMenarche dibawah 12 tahun resiko 1,7-3,4 kali, usia menopause diatas 55 tahun resiko 1,5 kali. Penggunaan kontrasepsi oral lebih dari 8-10 tahun juga meningkatkan resiko.11. Penggunaan obat di masa laluPenggunaan jangka panjang reserpin, metildopa, analgesik trisiklik dapat menyebabkan kadar prolaktin meninggi yang beresiko karsinogenik bagi mamae.1

3.1.3 PatofisiologiSel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:1. Fase Inisiasi Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas.Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari.tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. 2. Fase Promosi Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).1,2,3

3.1.4 Manifestasi Klinis1. Massa TumorSebagian besar bermanifestasi sebagai massa mamae yang tidak nyeri, sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar secara bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.2

2. Perubahan Kulita. Tanda lesung: Ketika tumor mengenai glandula mamae, ligamen memendek hingga kulit setempat menjadi cekung.b. Perubahan kulit jeruk (peau dorange): ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan udem kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah tampak sebagai tanda kulit jeruk.c. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis masing masing membentuk nodul metastasis, disekitar lesi primer dapat muncul banyak nodul tersebar.d. Invasi, ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar, lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik, disebut tanda kembang kol.e. Perubahan inflamatorik: keseluruhan kulit mamae berwarna merah bengkak, mirip peradangan. Tipe ini sering ditemukan pada kanker mamae waktu hamil atau laktasi.2

3. Perubahan Papila Mamaea. Retraksi dan distorsi papila mamae, umumnya akibat tumor menginvasi jarigan subpapilar.b. Sekret papilar, sering karena tumor mengenai duktus besar.c. Perubahan eksematoid, manifestasi spesifik dari kanker eksematoid. Klinis tampak: papila mamae erosi, berkrusta, sekret, deskuamasi, sangat mirip eksim.2

3.1.5 Penegakan Diagnosis1. AnamnesisAdanya benjolan pada payudara merupakan keluhan utama dari penderita. Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada pertumbuhan selanjutnya akan timbul keluhan sakit.2Menkarsinomakup status haid, perkawinan, partusm laktasi, riwayat kelainan mamae sebelumnya, riwayat keluarga kanker, waktu timbulnya massa dan kecepatan pertumbuhan. Tanda dan gejala kanker payudara adalah:a. Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit.b. Bentuk puting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit terus - menerus) atau puting mengeluarkan cairan / darah (nipple discharge).c. Ada perubahan pada kulit payudara diantaranya berkerut seperti kulit jeruk (peau dorange), melekuk ke dalam (dimpling) dan borok (ulkus).d. Adanya benjolan benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul satelit).e. Ada luka puting di payudara yang sulit sembuhf. Payudara terasa panas, memerah dan bengkak.g. Terasa sakit/ nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker).h. Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya pada awal awalnya tidak terasa sakit.i. Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara.j. Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa massa di payudara.2,52. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan secara halus, tidak boleh kasar dan keras. Tidak jarang palpasi yang keras menimbulkan perdarahan atau nyeri yang hebat dari penderita, tumor ganas tidak boleh dilakukan pemeriksaan fisik yang berulang-ulang karena kemungkinan dapat mempercepat penyebaran.a) InspeksiInspeksi pada payudara wanita. Yaitu berupa simetris, ukuran dan bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau dorange), retraksi papilla mamae, eritema.b) PalpasiSebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-hati. Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik. Ahli bedah akan melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa seluruh kuadran payudara dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi, dan dari clavicula inferior sampai rectus bagian atas. Secara sistematis menkarsinomari pembesaran KGB.2,5

3. Pemeriksaan Penunjanga. Foto thoraxFoto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan mendeteksi adanya metastase ke paru-paru.b. MammografiKelebihan mammografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal, dapat menemukan lesi mamae tanpa nodul namun terdapat berkarsinomak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk analisis diagnostik dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80%. Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder.

1) Tanda primer, berupa: fibrosis reaktif comet sign yaitu batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas tidak tegas. gambaran transusen disekitar tumor gambaran stelata adanya mikrokalsifikasi Ukuran klinis tumor lebih bsar dari radiologis.2) Tanda sekunder berupa:Retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi papilla dan areola, adanya bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mamae dan adanya metastasis ke kelenjar.c. USG (Ultrasonografi)Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga dapat membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Karsinoma mamae yang klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas ireguler, tekstur tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mamae terdapat suatu Shadowing. Selain itu USG juga dapat membantu staging tumor ganas mamae dengan menkarsinomari dan mendeteksi penyebaran lokal (infiltrasi) atau metastasis ke tempat lain, antara lain ke KGB regional atau ke organ lainnya (misalnya hepar).d. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology) merupakan teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari hasil punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa panduan USG. Cara pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak adanya keganasan. Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa jarum biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga biopsi eksisi tetap diperlukan untuk konfirmasi hasil negatif tersebut.1,3

3.1.6 PenatalaksanaanPengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif.a. Terapi kuratif dilakukan pada kanker payudara stadium I, II dan III. b. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV.

Kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik akan tercapai bila kanker diterapi pada stadium dini. Keuntungan penatalaksanaan tumor stadium dini adalah:a. Kemungkinan tidak dilakukan kemoterapi bila tidak ada metastasis kelenjar getah bening aksila daan tergolong resiko rendah.b. Tidak perlu dilakukan eksisi aksila jika sentinel negatif, sehingga resiko terjadinya limpadem berkurang.c. Tidak diperlukan radiasid. Biaya penatalaksaan jauh lebih ekonomise. Disease free interval dan overall survival lebih baik (lama).1,5,8,9

Adapun modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi target.1. PembedahanPembedahan merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara. Modalitas ini memberikan kontrol lokoregional yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi dan dari spesimen operasi dapat ditentukan tipe dan grading tumor, status kelenjar getah bening aksila, faktor prediktif dan faktor prognosis tumor. Jenis operasi pada kanker payudara, yaitu:a. Classic Radical Mastectomy (CRM)Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor, serta diseksi aksila level I III. Operasi ini dilakukan jika ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pektoral tanpa metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding dengan MRM.b. Modified Radical Mastectomy (MRM)Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor, fasia pektoral serta diseksi aksila level I -III. Operasi ini dilakukan pada stadium dini dan lokal lanjut.MRM mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mamae dan bagian superiornya m. subklavia.c. Skin Sparing Mastectomy (SSM)\Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung umumnya TRAM flap, LD flap. Operasi ini dilakukan pada stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT.d. Nipple Sparing Mastectomy (NSP)Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola komplek dan kulit serta diseksi aksila level I II. Operasi ini juga harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap.e. Breast Conserving Treatment (BCT)Terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentomi atau kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi. Terapi ini memberikan hasil yang sama dengan MRM namun rekurensinya lebih besar.1,5

Operasi pada mammae, terutama tipe mastektomi, biasanya akan beresiko untuk terjadinya perdarahan, hal ini dikarenakan robeknya pembuluh darah di sekitar mammae. Agar proses penghentian perdarahan dapat berlangsung secara baik, maka diperlukan suatu keadaan yang homeostasis.Faal hemostasis akan berjalan dengan normal tergantung dari beberapa komponen berikut, yaitu :a. Fase vascularTerjadi karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar kapiler).b.Fase Platelet/trombositPada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatumassayang melekat.Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatumassayang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.c.Fase koagulasiFase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : Pembnetukan prothrombinase/prothrombin activator. Perubahan prothrombine menjadi trombone. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.Proses pembekuan darah terjadi karena adanya Jalur intrinsik dan Jalur ekstrinsik.a) Jalur IntrinsikJalur intrinsik, yaitu semua zat yang terikat dengan pembekuan darahberasal dari darah.Jalur ini memerlukan faktor IX,faktor X, faktor XI, dan faktor XII, selain itu juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion kalsium dan fosfolipid yang disekresi dari trombosit.Darah yang mengalami kontak dengan serat kolagenpembuluh darah yang kasar secara bertahap akan mengaktifkan faktor XII,XI, dan IX. Selanjutnya faktor IX akan mengaktifkan faktor X yang aktifbereaksi dengan faktor V,Ca2+dan fosfolipid dari trombosit untukmengatur aktifator protrombin.Jalur intrinsik terjadi apabila prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpapar ke permukaan pembuluh darah adalah stimulus primer untuk fase kontak.Kumpulan komponen-komponen fase kontak merubah prekallikrein menjadi kallikrein, yang selanjutnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa kemudian dapat menghidrolisa prekallikrein lagi menjadi kallikrein, membentuk kaskade yang saling mengaktifasi. Faktor XIIa juga mengaktifasi faktor XI menjadi faktor XIa dan menyebabkan pelepasan bradikinin, suatu vasodilator yang poten dari HMWK. Dengan adanya Ca2+, faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa, dan faktor IXa mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa.

b) Jalur EkstrinsikJalur ekstrinsik dengan menggunakan zat-zat yang bukan berasal daridarah.Jaringan dan pembuluh yangrusak akan menghasilkan tromboplastin yang secaralangsungdapat mengubah faktor X menjadi faktor VII dan faktor V. Jalurekstrinsik lebih cepat dari jalur intrinsik.Jalur ekstrinsikdimulai pada tempat yang trauma dalam respons terhadap pelepasantissue factor(faktor III).Kaskade koagulasi diaktifasi apabilatissue factordieksresikan pada sel-sel yang rusak atau distimulasi ( sel-sel vaskuler atau monosit), sehingga kontak dengan faktor VIIa sirkulasi dan membentuk kompleks dengan adanya ion kalsium.Tissue factoradalah suatu kofaktor dalam aktifasi faktor X yang dikatalisa faktor VIIa. Faktor VIIa, suatu residu gla yang mengandung serine protease, memecah faktor X menjadi faktor Xa, identik dengan faktor IXa dari jalurinstrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa.Tissue factorbanyak terdapat dalam jaringan termasuk adventitia pembuluh darah, epidermis, mukosa usus danrespiratory,korteks serebral, miokardium dan glomerulus ginjal. Aktifasitissue factorjuga dijumpai pada subendotelium. Sel-sel endotelium dan monosit juga dapat menghasilkan dan mengekspresikan aktifitastissue factoratas stimulasi dengan interleukin-1 atau endotoksin, dimana menunjukan bahwacytokinedapat mengatur ekspresitissue factordan deposisi fibrin pada tempat inflamasi.Kemampuan faktor Xa untuk mengaktifasi faktor VII menciptakan suatu hubungan antara jalur instrinsik dan ekstrinsik.Selain itu hubungan dua jalur itu ada melalui kemampuan daritissue factordan faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX menjadi IXa. Hal ini terbukti bahwa ada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII tetapi tidak defisiensi faktor XI, terjadi penurunan kadar dari aktifasi faktor IX, sedangkan pasien-pasien dengan defisiensi faktor VIII atau faktor IX, mempunyai kadar yang normal dari aktifasi faktor X dan prothrombin. Dan padainfusion recombinant factor VIIadengan dosis yang relatif kecil (10-20 mg/kg BB) pada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII menghasilkan suatu peningkatan yang besar pada konsentrasi aktifasi faktor X. Faktor IXa yang baru dibentuk itu membentuk kompleks dengan faktor VIIIa dengan adanya kalsium dan fosfolipid membrane, dan selanjutnya juga mengaktifasi faktor X menjadi Xa. Kompleks ini disebut tenase. Dan ternyata bukti-bukti menunjukan bahwa jalur ekstrinsik berperan utama dalam memulai pembekuan darahin vitrodan pembentukan fibrin.Activated factor Xaadalah tempat dimana kaskade koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik bertemu. Faktor Xa berikatan dengan faktor Va (diaktifasi oleh trombin),yang mana dengan kalsium dan fosfolipid disebut kompleks prothrombinase, yang secara cepat merubah protrombin menjadi trombin.

2. KemoterapiKemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk menghansurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat sistemik, obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat sulit mencapai sistem saraf pusat. Ada 3 jenis kemoterapi yaitu adjuvant, neoadjuvant dan primer (paliatif).1,4,5

3. RadioterapiTerapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mamae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi. Pada karsinoma mamae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.

4. Terapi Anti-EstrogenDalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.

3.2 Anestesi Umum3.2.1 DefinisiAnestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum memiliki karakteristik menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterogard yaitu hilang ingatan kedepan dimana pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia dianestesi/operasi. Karakteristik selanjutnya adalah reversible yang berarti anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping.63.2.2 Komponen dalam Anestesi UmumDahulu dikenal istilah Trias Anetesia yaitu hipnosi, analgesia, dan arefleksia. Namun, sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai tiga komponen itu saja. Secara umum komponen yang ada dalam anestesi umum yaitu:61. Hipnosis (hilangnya kesadaran)2. Analgesia (hilangnya nyeri)3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien)4. Relaksasi otot, memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi trakeal5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)

3.2.3 Keuntungan dan Kerugian Anestesia UmumTidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah anestisia umum. Semua teknik anastesia harus dapat sewaktu-waktu dikonversikan menjadi anestesia umum. Keuntungan anestesia umuma. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung.b. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis.c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama.d. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien.

Kerugian anestesia umuma. Sangat mempengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul dibawah anestesia umum.b. Memerlukan pemantauan yang lebih holostik dan rumit.c. Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya perubahan kesadaran.d. Risiko komplikasi pascabedah lebih besar.e. Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama.

3.2.4 Persiapan pra anestesiPasien yang akan menjalani operasi harus disiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 2-1 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Tujuan dari kunjungan pra anestesi ini yakni :a. mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan lainnya. b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan keadaan dan kehendak pasien. Dengan demikian komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.c. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik , dalam hal ini dipakai klasifikasi ASA (American society of Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien secara umum. 61. AnamnesisAnamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau melalui keluarga pasien (alloanamnesis). Dengan cara ini kita dapat mengadakan pendekatan psikologis. Serta berkenalan dengan pasien. Hal yang perlu diperhatikan pada anamnesis adalah:a. Identifikasi pasien, misalnya: nama, umur, alamat, pekerjaan, dllb. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, anatara lain : penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru-paru kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal. c. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestetik. Misalnya kortikosteroid, oba antihipertensi, obat antidiabetik, antibiotika golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung seperti digitalis, diuretika, obat anti alergi. d. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu. Beberapa kali dan selang waktunya di tanyakan.Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak pasca bedah, sehingga kita dapat merankarsinomang anestesia selanjutnya.Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu 3 bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang. Serta, apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, dan perawatan intensif pasca bedah.e. Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti, merokok dan peminum alkohol.Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya utnuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan nafas dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum. Perokok berat (diatas 20 batang/ hari ) dapat mempersulit induksi anestesi karena merangsang batuk-batuk sekresi jalan nafasUntuk mengurangi rasa gelisah dan takut yang mungkin ada pada pasien atau orag tuanya, perlu diberi penerangan tentang tindakan apa yang akan dilakukan serta perawatan pasca bedahnya, terutama bila pasien direncanakan dirawat di unit terapi intensif.2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dan laboratorium dilakukan dengan teliti, bila terdapat indikasi lakukan konsultasi dengan bidang keahlian lain seperti ahli penyakit jantung, paru, penyakit dalam untuk mendapatkan ekspertise yang memadai tentang pasien tersebutPemeriksaan fisik rutin meliputi pemeriksaan tinggi badan, berat badan, suhu badan, keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi,pola dan frekuensi pernafasan. Perhatikan yang khusus dan terarah ditujukan pada: a. Keadaan psikis : gelisah, takut, kesakitan b. Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas c. Tanda-tanda penyakit saluran pernafasand. Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskulare. Sistem-sistem : Mulut : gigi palsu, gigi goyah, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kebersihan mulut. Mandibula : sikatrik, fraktur, perhatkan sendi temporo mandibula, dagu kecil dan trismus. Leher : pendek/panjang, struma, sikatrik, mobilitas dari sendi-sendi servikal. f. Kulit : perabaan hangat, dingin, berkeringatan, tanda-tanda infeksi di regio vertebrae lumbalis dan sakralis. g. Sistem persyarafan : hemiparesis atau paralisis, distrofi otot, neuropati, system saraf tepi, besar hidrosefalus. h. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain : Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium rutin : Darah : Hb, leukosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan darah, masa perdarahan Urine : protein, reduksi, sedimen Foto thoraks : terutama untuk bedah mayor. Sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan pemeriksaan EKG dan foto thoraks.3. Kebugaran untuk AnestesiaPembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.4. Klasifikasi Status FisikUntuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American Society of Anesthesiologists (ASA) yaitu:6,7Kelas I: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimiaKelas II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas sedang, tanpa pembatasan aktivitas.Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.Kelas IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ankarsinomaman kehidupannya setiap saat.Kelas V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.5. Masukan OralRefleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu sebelum induksi anestesi.6Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.63.2.5 PremedikasiMerupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya:6a. Meredakan kecemasanb. Memperlancar induksi anestesic. Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkusd. Meminimalkan jumlah obat-obat anestetike. Mengurangi mual-muntah pasca bedahf. Menciptakan amnesiag. Mengurangi isi cairan lambungh. Mengurangi refleks yang berlebihan

3.2.6 Induksi anestesiInduksi anestesi adalah tindakan yang bertujuan membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehinggga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.6,7Persiapan pada anestesi meliputi kata STATICS5,6Scope : laryngoscope dan stethoscopeTube: pipa trakea disesuaikan dengan ukuran pasien sesuai umurAirway : orothracheal airway, untuk menahan lidah pasien disaat pasien tidak sadar, untuk menjaga agar lidah tidak menutupi jalan napasTape: plaster untuk memfiksasi orothrakeal airwayIntroducer: mandrin atau silet dari kawat untuk memandu agar pipa trakea mudah untuk di masukkanConector: penyambung antara pipa dan alat anestesiSuction: penyedot lendera. Induksi IntravenaInduksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.6Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan profopol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan profopol.6,7b. Anestetik InhalasiObat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinil-eter, siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.6Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Obat-obat lain ditinggalkan karena efek samping yang tidak dikehendaki.Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat fisiknya:61. Ambilan oleh paru2. Difusi gas dari paru ke darah3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnyaHiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya.Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat padayang larut. Kadar alveolus minimal ( KAM ) atau MAC (minimum alveolar concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yangdiperlukan untuk mencegah gerakan pada 50 % pasien yang dilakukan insisi standar.Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95 % pasien, jika kadarnya dinaikkan diatas 30 % nilai KAM. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.6Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:61. Konsentrasi inspirasi. Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama dengan alveoli. Hal ini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksi makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).2. Ventilasi alveolar Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan sebaliknya.3. Koefisien darah/gas Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.4. Curah jantung atau aliran darah paru Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil5. Hubungan ventilasi perfusi Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik. Jumlah uapdalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karena sebagian uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfirsekitar sebelum mencapai pernafasan.

a. EliminasiSebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru. Sebagianlagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolism yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.6b. N2ON2O (gas gelak, laughing gas , nitrous oxide, dinitrogen monooksida) diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 240C.NH4NO3 --240 C ---- 2H2O + N2O.N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, takterbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk karsinomair dalamsilinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm.6Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.6c. HalotanHalotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya yang enakdan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh karsinomahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%.6Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan dierikan analgesi semprot lidokain 4% atau10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya laringoskop intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup baik.6Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendalisektar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk bedah otak.6Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Kebalikan dari N2O, halotananalgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjangtidak ada indikasi kontra.Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan disritmia, sehinggapenggunaan adrenalin harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran1:200.000 (5 g/kg). Pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterusakan menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula darah.Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara oksidatif menjadikomponen bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi komponen fluorida dan produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Metabolisme reduktif ini menyebabkan hepar kerja keras, sehingga merupakan indikasi kontra pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang tiga bulan atau pasienkegemukan. Pasca pemberian halotan sering menyebabkan pasien menggigil.6d. EnfluranEnfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer setelahada kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguanan berulang. PadaEEG menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia, karena itu hindaripenggunaannya pada pasien dengan riwayat epilepsi, walaupun ada yang beranggapanbukan indikasi kontra untuk dpakai pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan.6Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Ssisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat dibanding halotan. Vasodlatasi serebralantara halotan dan isofluran.6Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatifdibanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, depresilebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baikdibanding halotan.6e. IsofluranIsofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetikatau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapimeninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran darah otakdan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkanrelaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.6f.DesfluranDesfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efekklinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengananestetik volatil lainnya, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titikdidihnya mendekati suhu ruangan (23.5C). potensinya rendah (MAC 6.0%). Ia bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Efek depres napasnya sepertiisofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesia.6g.SevofluranSevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidakmerangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efekterhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.63.2.7 Rumatan anestesiRumatan inhalasi biasanya menggunakan karsinomampuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4 vol%, atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendalikan (controlled).Rumatan anestesi bertujuan menciptakan keadaan hypnotic, analgesia cukup dan relaksasi otot lurik. Rumatan anestesi pasien ini mennggunakan N2O : O2 dan ditambah sevoflurance 1-2 vol%.6-83.2.8 Pelumpuh OtotRelaksasi otot lurik dapat dikarsinomapai dengan mendalamkam anestesia umum inhalasi, melakukan blokade saraf regional dan memberikan pelumpuh otot. Pendalaman anestesia berisiko depresi napas dan depresi jantung, blokade saraf terbatas penggunaannya.6Sebelum dikenal obat penawar pelumpuh otot, penggunaan pelumpuh otot sangat terbatas. Sejak ditemukan penawar pelumpuh otot dan penawar opioid, maka penggunaan pelumpuh otot dan opioid hampir rutin. Anestesia tidak perlu dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, analgesik dapat diberikan opioid dosis tinggi dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot. Ketiga kombinasi ini disebut sebagai trias anestesia dan ada yang memasukkan ventilasi kendali.Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf. Influks ion kalsium memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmiter saraf. Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka, ion natrium dan calcium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolinesterase menjadi asetil dan kolin, sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi.6,7a. Pelumpuh Otot DepolarisasiPelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerjanya seperti asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada dicelah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Termasuk golongan pelumpuh otot depolarisasi ialah suksinil kolin dan dekametonium.Didalam vena suksinilkolin dimetabolisir oleh kolin-esterase plasma, pseudo-kolin-esterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan, karena mengahambat kerja pseudokolinesterase.

Efek samping suksinil kolin ialah:1. Nyeri otot pasca pemberianNyeri otot dapat dikurangi dengan memberikan pelumpuh otot nondepolarisasi dosis kecil sebelumnya. Mialgia terjadi sampai 90 %, selain itu dapat mioglobinuria.2. Peningkatan tekanan intraokuler.3. Peningkatan tekanan intrakranial.4. Peningkatan tekanan intragastrik.5. Peningkatan kadar kalium plasma.6. Aritmia jantungBerupa bradikardia atau ventrikular premature beat7. Salivasi, merupakan efek samping muskarinik8. Alergi, anafilaksis sebagai efek samping muskarinik

b. Pelumpuh Otot NondepolarisasiPelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.6Berdasarkan susunan molekulnya, maka pelumpuh otot nondepolarisasi digolongkan menjadi:6-91. Bensiliso-kuinolinum: d-tubokuranin, metokurin, atrakurium, doksakurium, mivakurium.2. Steroid: pankuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium.3. Eter-fenolik: gallamin4. Nortoksiferin: alkuroniumBerdasarkan lama kerja, pelumpuh otot nondepolarisasi dibagi menjadi kerja panjang, sedang dan pendek. Gallamin ada yang memasukkan sebagai kerja panjang dan sebagian lainnya memasukkan dalam kerja sedang.Jenis obatDosis awal(mg/kg)Dosis rumatan(mg/kg)Durasi(menit)Efek samping

Nondepollong-acting:1.D-tubokurarin (tubarin)2.Pankuronium3.Metakurin4.Pipekuronium5.Doksakurium6.Alkurium(alloferin)0.40-0.600.08-0.120.20-0.400.05-0.120.02-0.080.15-0.300.100.15-0.0200.050.01-0.0150.005-0.0100.0530-6030-6040-6040-6045-6040-60Histamin +, hipotensi, naturalVagolitik, takikardi, tensi>Histamin -, hipotensiKardiovaskuler stabilKardiovaskuler stabilVagolitik, takikardi

Nondepolintermediate acting:1.Gallamin (flaxedil)2.Atrakurium (tracrium)3.Vekuronium (norcuron)4.Rokuroniuim (esmeron)5.Cistacuronium

4-60.5-0.60.1-0.20.6-1.00.15-0.20

0.50.10.015-0.020.10-0.150.02

30-6020-4525-4530-6030-45

Histamin+, hipotensiAman untuk hepar dan ginjal

Isomer atrakurium

Nondepolshort-acting:1.Mivakurium (mivacron)2.Repokuronium0.20-0.251.5-2.00.050.3-0.510-1515-30Histamin +, hipotensi

Depolshort-acting:1.Suksinilkolin (scolin)2.Dekametonium1.0

3-10Lihat teks

Pilihan pelumpuh otot1. Gangguan faal ginjal:atrakurium, vekuronium2. Gangguan faal hati:atrakurium3. Miestenia gravis:jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium4. Bedah singkat:atrakurium, rokkuronium, mivakuronium5. Kasus obstetri:semua dapat digunakan kecuali gallamin

Tanda kekurangan pelumpuh otot :1.Cegukan (hiccup)2.Dinding perut kaku3. Adatahanan pada inflasi paru.

3.2.9 Ekstubasi1. Ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :7- intubasi kembali menimbulkan kesulitan- adanya resiko aspirasi2. Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan dengan catatan tidak terjadi spasme laring3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret dan cairan lainnya.

BAB IVANALISA KASUS

Seorang perempuan, 47 tahun datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan timbul benjolan pada payudara kiri + sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan awalnya hanya berukuran sebesar kelereng. Pada saat itu pasien tidak terlalu menghiraukan benjolan tersebut karena belum terasa nyeri. Menurut pasien benjolan tersebut semakin lama memang semakin bertambah besar dan mulai terasa nyeri. Keluar cairan dari putting susu (+), warna putih kekuningan dan tidak terlalu kental. Serta terdapat perubahan bentuk dari puting susu sebelah kiri tersebut. Keluhan disertai dengan menstruasi yang kurang lancar, pasien mengaku bisa menstruasi sekali dalam 4 bulan. Pusing (+), Mual (-), Muntah (-). Benjolan ditempat lain tidak ada.Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit dan dilakukan pemeriksaan biopsi, dengan hasil menunjukkan bahwa benjolan tersebut merupakan kanker. Oleh dokter bedah onkologi, pasien di diagnosa dengan karsinoma mammae dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan payudara guna mencegah keburukan dan penyebaran dari kanker tersebut, namun pasien menolak karena merasa belum siap. + 1 bulan yang lalu, karena pasien merasa benjolan semakin bertambah besar dan nyeri, maka pasien memberanikan diri untuk datang lagi ke Rumah Sakit untuk dilakukan operasi. Pada pemeriksaan fisik, payudara kiri tampak lebih besar dibandingkan payudara kanan, hiperemis (-), sikatrik (-), peau de orange (-), retaksi putting susu (+). Pada payudara kiri kuadran kiri atas, teraba sebuah massa dengan ukuran diameter + 8 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan, nyeri tekan (+). Nipple discharge (+). Pembesaran KGB axilla (-).Hasil pemeriksaan fisik head to toe dalam batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin dan kimia darah dengan hasil dalam batas normal, pemeriksaan x-ray thoraks dalam batas normal, dan EKG irama sinus.Pasien direncanakan untuk dilakukan mastektomi radikal modifikasi. Sebelum dilakukan tindakan pembedahan tersebut, pasien dikonsulkan ke bidang penyakit dalam dan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam, maka disetujui untuk dilakukan tindakan bedah pada pasien. Kemudian pasien juga dikonsulkan ke bidang anestesi, dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien dalam kategori ASA I, dengan mallampati II. Sebelum jadwal operasi dilaksanakan, pasien di sarankan untuk puasa minimal 6 jam sebelum operasi dan mempersiapkan darah 350 cc whole blood.

Pembahasan: a. Pemilihan jenis anestesi Diketahui bahwa pasien adalah seorang perempuan berusia 47 tahun yang di diagnosa dengan Karsinoma Mammae sinistra Stadium IIB T3N0M0. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan pembedahan berupa mastektomi radikal modifikasi sinistra. Karsinoma mammae adalah keganasan paling serius pada wanita di negara maju. Secara keseluruhan merupakan penyebab kematian nomor dua karena kanker. Modalitas terapi yang dianjurkan pada pasien dengan Karsinoma mammae yaitu tindakan pembedahan, salah satunya adalah dengan mastektomi radikal modifikasi, dimana pada teknik ini dilakukan operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor, fasia pektoral serta diseksi aksila level I III. Operasi ini dilakukan pada stadium dini dan lokal lanjut.Tindakan pembedahan ini pada umumnya akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan dengan resiko perdarahan serta kualitas nyeri yang cukup tinggi. Satu hari sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan, telah dilakukan kunjungan pra-anestesi. Pada kunjungan pra-anestesi ini dilakukan anamnesis ulang dan pemeriksaan fisik head to toe pada pasien. Pada anamnesis perlu ditanyakan identitas pasien dan dicocokkan kembali dengan gelang yang dikenakan, perlu ditanyakan juga mengenai riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestetik, serta kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti, merokok dan peminum alkohol.Tujuan kunjungan pre operasi bukan hanya untuk mengumpulkan informasi yang penting dan inform consent, tetapi juga membantu membentuk hubungan dokter-pasien. Bahkan pada interview yang dilakukan secara empatis dan menjawab pertanyaan penting serta membiarkan pasien tahu tentang harapan operasi menunjukkan hal tersebut setidaknya dapat membantu mengurangi kecemasan yang efektivitasnya sama dengan regimen obat premedikasi.Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan hasil dalam batas normal, pasien tidak memiliki penyakit sistemik lain yang berarti dan dengan pertimbangan bahwa Karsinoma Mammae bukanlah penyakit yang menyebabkan terbatasnya aktivitas rutin pasien, maka pasien digolongkan ke dalam ASA I dan klasifikasi mallampati grade 2.Berdasarkan pertimbangan lamanya waktu operasi dan juga area yang akan dilakukan pembedahan adalah tubuh bagian atas, maka jenis tindakan anestesi yang paling baik pada pasien ini adalah jenis anestesi general. Dalam pelaksanaannya sendiri, pada kasus ini dilakukan anestesi general, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis anestesinya sudah tepat.b. Tindakan premedikasi Sekitar setengah jam sebelum di lakukan induksi anestesi, pada pasien ini diberikan obat premedikasi. Adapun tujuan dari pemberian obat-obat premedikasi ini diantaranya yaitu meredakan kecemasan, memperlancar induksi anestesi, mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat-obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, serta mengurangi refleks yang berlebihan.Obat premedikasi pada pasien ini diberikan secara intravena berupa :1) Ranitidine 50 mgRanitidine merupakan antagonis reseptor H2 berfungsi untuk mengurangi isi cairan lambung sehingga meminimalkan terjadinya pneumonitis asam. Obat ini memblok kemampuan histamine untuk menginduksi sekresi asam gaster dengan konsentrasi ion hydrogen yang tinggi. Oleh karena itu antagonis reseptor histamin meningkatkan pH gaster. Antagonisme dari reseptor histamine terjadi dalam cara yang selektif dan kompetitif. Penting untuk mengingat bahwa obat-obatan ini tidak dapat diperkirakan tergantung dari volume gaster. Dibanding dengan premedikasi, obat ini relatif memiliki efek samping yang lebih sedikit. Karena efek sampingnya yang relatif sedikit dan karena banyak pasien elektif memiliki resiko aspirasi pneumonitis, beberapa anesthesiologists menyarankan penggunaan antagonis reseptor H2. Regimen dosis multipel dapat lebih efektif dalam meningkatkan pH gaster dibanding dosis tunggal sebelum operasi pada hari operasi. Antagonis H2 juga dapat diberikan pada pasien alergi.

Pada kasus ini, dipilih antagonis H2 berupa ranitidine. Karena Ranitidin lebih poten, spesifik, dan kerja lebih lama dibanding simetidin dan famotidin. Ranitidin yang diberikan parenteral, akan menurunkan pH cairan gaster dalam 1 jam. Sama efektifnya dengan simetidin dalam mengurangi jumlah pasien yang memiliki resiko aspirasi gaster dan memiliki sedikit efek samping terhadap kardiovaskular dan SSP. Efek dari ranitidine berlangsung sampai 9 jam. Oleh karena itu, ranitidine lebih superior dari cimetidin pada prosedur jangka panjang dalam mengurangi resiko aspirasi pneumonitis selama keadaan bahaya dari anestesi dan extubasi trakea.Dosis:PO: 150-300 mg. Parenteral : 50mg/12 jam ESO:Kardiovaskuler : takikardi, bradikardia, debar ventrikuler premature pada suntikan IV cepat.Pulmonal: bronkospasme.SSP: sakit kepala, depresi, pusing, kebingungan.Dermatologic: eritema multiforme, alopesia.

2) Ondansentron 4 mgOndansteron merupakan antagonis reseptor 5HT3 yang poten dan selektif, diberikan untuk mengurangi rasa mual dan muntah pasca bedah. Selain itu obat ini juga dapat diberikan untuk mencegah mual dan muntah saat kemoterapi dan radioterapi. Mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang bernama serotonin. Jumlah serotonin dalam tubuh akan meningkat ketika kita menjalani kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Seretonin akan bereaksi terhadap reseptor 5HT3yang berada di usus kecil dan otak, dan membuat kita merasa mual. Ondansetron akan menghambat serotonin bereaksi pada receptor 5HT3sehingga membuat kita tidak mual dan berhenti muntah.Dosis:Pemberian dosis 4-8 mg i.v pada dewasa sebelum induksi.ESO:Kardiovaskuler : hipotensi, takikardi, bradikardi, angina, blok jantung tingkat dua.Pulmonal : bronkospasme, sesak nafas.SSP: gejala ekstrapiramidal, kejang.GI: konstipasi, gangguan fungsi hati.Lain: penglihatan kabur, hipokalemia, nyeri, dan kemerahan pada tempat suntikan. 3) Asam traneksamat 1000 mgAsam traneksamat merupakan golongan obat anti fibrinolitik yang umum digunakan untuk mencegah, menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang masif saat menjalani prosedur pembedahan, epistaksis atau mimisan, pendarahan menstruasi yang berat, angioedema herediter, dan beberapa kondisi medis lainnya. Saat seseorang mengalami pendarahan tubuh akan membentuk bekuan darah sehingga pendarahan tersebut dapat berhenti. Asam traneksamat bekerja dengan mencegah degradasi atau pemecahan bekuan darah tersebut sehingga dapat mencegah, menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang tidak diinginkan.Kontraindikasi dari penggunaan obat ini adalah bagi orang yang memiliki riwayat alergi terhadap obat ini, wanita yang mengkonsumsi obat kontrasepsi hormonal kombinasi, pasien wanita prepubertas, penyakit tromboemboli yang aktif, dengan riwayat resiko mengalami trombosis atau tromboemboli, gangguan penglihatan warna yang didapat, serta pendarahan subaraknoid. Selain itu, tidak disarankan untuk menggunakan obat ini atau perlu perhatian kusus dalam penggunaannya, bagi orang dengan riwayat gangguan fungsi ginjal, kelainan pembuluh darah, penderitadesseminated intravascular coagulation(DIC), pasien dengan perdarahan saluran kemih bagian atas, pengguan bersamaan dengananti-inhibitor coagulant complex, penggunaan bersamaan dengan tretinoin, penggunaan jangka panjang pada pasienedemaangioneurotik herediter, serta ibu hamil ataupun menyusui.Farmakologis dari asam traneksamat yaitu : Aktivitas antiplasminik :Asam Traneksamat menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin. Aktivitas plasminik dari Asam Traneksamat telah dibuktikan dengan berbagai percobaan 'In vitro' penentuan aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas plasma setempat, setelah diberikan pada tubuh manusia. Aktivitas hemostatis :Asam Traneksamat mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan, berkurangnya waktu perdarahan dan lama perdarahan. Aktivitas anti alergi dan anti peradangan :Asam Traneksamat bekerja dengan cara menghambat produksi Kinin dan senyawa peptida aktif lainnya yang berperan dalam proses inflamasi dan reaksi-reaksi alergi.

Penggunaan asam traneksamat : Fibrinolisis lokal :Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari.Parenteral : Dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg (iv) dengan injeksi lambat (1ml/menit) 3 x sehari. Untuk pengobatan lebih dari 3 hari dapat dipertimbangkan pemberian secara oral. Edema angioneuritik herediter :Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari. Perdarahan abdominal setelah operasi :1 gram 3 x sehari (injeksi iv pelan-pelan) pada 3 hari pertama, kemudian dilanjutkan oral 1 gram 3-4 x sehari (dimulai pada hari ke 4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuris secara makrokopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan per oral 1 gram 3-4 kali sehari selama 7 hari. Khusus untuk perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia :Segera sebelum operasi : 10 mg/kg BB (iv)Setelah operasi : 25 mg/kg BB (oral) 3-4 x sehari selama 6-8 hari. (pada penderita yang tidak dapat diberikan secara oral dapat dilakukan terapi pareteral 10 mg/kg BB/hari dalam dosis bagi 3-4 kali). Khusus untuk penderita gangguan fungsi ginjal :Serum kreatininDosis oralDosis i.v.

120-250 (1,36-2,83 mg/dL)15 mg/kg BB 2 x sehari10 mg/kg BB 2 x sehari

250-500 (2,83-5,66 mg/dL)15 mg/kg BB 1 x sehari10 mg/kg BB 1 x sehari

> 500 (>5,66 mg/dL)7,5 mg/kg BB 1 x sehari5 mg/kg BB 1 x sehari

4) Sulfas Atropin 0,7 mgMerupakan obat antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistem konduksi atrioventikular, serta mengurangi hipersalivasi. Obat ini bekerja menghambat aksi asetilkolin pada bagian saraf simpatik otot halus, sekresi kelenjar, SSP, meningkatkan output jantung, serta antagonis histamine dan serotonin.Indikasi : Meringankan gejala GI yang yang ditandai dengan spasme otot polos Midriasis dan cylopegic pada mata Premedikasi untuk mengeringkan secret bronkus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan anestesi inhalasi Mengembalikan takikardi yang berlebihan Antidotum keracunan organophospor Resusitasi jantung-paru

Kontraindikasi :Glaucoma sudut sempit, miasteniagravis, ileus paralitik, stenosis pylorus, pasien dengan takikardi dan curah jantung yang tinggi.

Untuk dosis premedikasi diberikan secara intravena segera sebelum induksi dimulai yaitu 0,01-0,04 mg/kgBB.

5) Petidin 70 mgMerupakan analgetik golongan narkotik sintetik derivate fenilpiperidinan yang kerjanya menghambat kerja asetilkolin. Pada SSP petidin menimbulkan efek analgesia, sedasi, euphoria, dan depresi pernapasan. Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor m (mu). Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi leih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.Absorbsi petidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.Petidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk kefetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.IndikasiHanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.Dosis dan sediaanSediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.Efek sampingEfek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

Pemberian obat premedikasi pada pasien ini sudah tepat, baik dari segi kegunaan masing-masing obat maupun dosis dari masing-masing obat tersebut.

. c. Tindakan induksi anestesi Induksi anestesi adalah tindakan yang bertujuan membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehinggga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Tindakan induksi anestesi dapat dilakukan dengan cara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal.Induksi dengan cara intravena lebih mudah dikerjakan karena pada pasien yang dilakukan tindakan pembedahan telah terpasang jalur intravena. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.Beberapa obat induksi intravena yang dapat digunakan yaitu thiopental, propofol, dan ketamin. Dari ketiga jenis obat tersebut, obat induksi yang dipakai dan dapat menimbulkan efek induksi yang paling baik dengan efek samping minimal adalah propofol dengan dosis 2-3 mg/kgBB. Suntikan propofol sering menyebabkan nyeri, sehingga satu menit sebelumnya diberikan analgetik.Pada pasien ini induksi dilakukan secara intravena dengan propofol 140 mg yang sebelumnya telah diberikan terlebih dahulu analgetik berupa petidin 70 mg. Adapun alasan diberikan secara intravena yaitu karena pada pasien ini akses vena telah terpasang dan melalui akses ini efek dari obat akan lebih cepat didapatkan. Kemudian dari pemeriksaan fisik diketahui bahwa berat badan pasien adalah 70 Kg, jadi dosis propofol yang dapat diberikan pada pasien ini adalah 140 mg 210 mg. Dapat disimpulkan bahwa pemberian obat induksi pada pasien ini yaitu propofol sudah tepat dosis dan tepat cara pemberian.Propofol dipilih karena kelebihan propofol dari obat lain yaitu, pasien terlihat lebih segar pada periode pasca bedah segera setelah pemberian propofol dibanding anestesi intravena lainnya, muntah pasca operasi tidak ditemukan dan dapat bersifat antiemetik. Secara khusus, penderita dapat berjalan lebih cepat setelah pemberian propofol.

d. Rumatan anestesiRumatan anestesi (maintenance) dapat dilakukan secara intravena, atau dengan inhalasi atau campuran intravena inhalasi. Rumatan intravena dengan menggunakan opiod dosis tinggi, yaitu fentanil 10-50 mcg/KgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot yaitu atracurium (tracium). Sementara rumatan anestesi secara inhalasi menggunakan karsinomampuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernafas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan. Pada kasus ini diberikan rumatan anestesi secara inhalasi dengan O2 2 l/mnt dan N2O 4 l/mnt, serta sevofluran 2%. N2O sendiri dipilih karena merupakan jenis obat inhalasi yang stabil pada tekanan dan suhu kamar. Sementara, sevofluran merupakan jenis obat inhalasi terbaru yang induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas serta tidak mudah menguap seperti halotan, isofluran, desfluran dan metoksifluran. Serta aman digunakan, tidak beresiko mudah terbakar seperti eter. Sementara klorofom tidak digunakan karena toksiknya terhadap hati. Namun pada kasus ini pemberian N2O dan O2 sebagai rumatan anestesi belum tepat, karena seharusnya diberikan 3 : 1, sedangkan pada kasus ini hanya 2 : 1. Kemudian pada saat intraoperatif, ditemukan peningkatan tekanan darah yang cukup tinggi pada pasien, kemudian diberikan tambahan anlagetik berupa fentanyl 100 mcg dan atracurium 10 mg. Selain sebagai analgesia opioid dosis tinggi juga diketahui memiliki efek samping depresi pusat napas, dan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga efek yang nantinya diharapkan adalah penurunan tekanan darah pada pasien. Sedangkan untuk depresi napas sendiri pada pasien ini masih dapat terkontrol. Setelah pemberian fentanyl dosis tinggi tersebut tekanan darah pasien berangsur turun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian rumatan ini sudah cukup tepat.

e. Tindakan intubasi Sebelum dilakukan intubasi, pasien diberikan obat pelumpuh otot yaitu salah satunya atracurium besilat (Tracium) yang merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang mempunyai struktur benzilisoquinolon yang berasal dari tanaman. Kelebihan obat ini dari yang lain adalah tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular secara bermakna. Dosis yang dapat diberikan untuk dilakukan intubasi adalah 0,5-0,6mg/kgBB/iv. Sementara pada kasus ini, atracurium di berikan dengan dosis 35 mg. Pemberian dosis atracurium pada kasus ini sudah tepat karena rentang dosis minimal dan maksimal yang dapat diberikan pada pasien ini adalah 35 mg - 42 mg.Intubasi dilakukan pada operasi yang lebih dari 20 menit. Sementara intubasi tidak diperlukan jika anestesi hanya dibutuhkan untuk waktu 10 menit atau kurang. Pada pasien ini dilakukan intubasi karena diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan pembedahan mastektomi lebih dari 20 menit. Maka dari itu, tindakan intubasi pada kasus ini sudah tepat. Setelah induksi anestesi berhasil, selanjutnya di lakukan intubasi endotrakea untuk menjaga patensi jalan napas, mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi, serta mencegah aspirasi dan regurgitasi. Pada pasien ini intubasi berjalan sempurna dan lancer tanpa ada faktor penyulit seperti leher tidak pendek, gigi depan tidak menonjol, dan pada pasien ini merupakan mallampati grade 2.Pada pasien dewasa perempuan endotrakeal tube yang digunakan adalah endotrakeal tube ukuran 6,5 8,5 dengan balon, karena bagian tersempit akan tepat menutupinya dan berukuran kecil. Pada pasien ini endotrakeal yang digunakan sudah tepat yaitu endotrakeal berukuran 7 dengan balon. f. EkstubasiSejalan dengan berkurangnya efek anestesi, dilakukan suction pada pasien dan endotrakeal tube dicabut setelah terlebih dahulu diberikan ventilasi tekanan positif untuk memberikan kesempatan pengeluaran atau sekret keluar dari glottis. Ekstubasi sebaiknya ditunda sampai pasien benar-benar sadar.Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan dengan catatan tidak terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret dan cairan lainnya.Pada pasien ini, ekstubasi secara tepat telah dilakukan dimana ekstubasi dilakukan ketika efek anestesi sudah ringan dan pasien sudah mulai bernafas spontan, serta tidak ditemukan kesulitan saat dilakukan ekstubasi. g. Terapi cairan perioperasi Hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan berupa pemeriksaan darah rutin dan kimia darah menunjukkan hasil yang baik. Tidak ada malasah yang cukup berarti dari hasil pemeriksaan tersebut. Pada saat pemeriksaan fisik perioperatif juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi pada pasien ini. Meskipun pada kenyataannya pasien sudah menghentikan asupan lebih dari seharusnya, yaitu dimana pasien berpuasa lebih dari 8 jam. Pasien berpuasa mulai dari jam 23.00 wib malam sebelumnya, dan dilakukan operasi pada sekitar pukul 09.00 wib.

Pengembalian volume cairan dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin dan status hemodinamik tubuh dalam keadaan tetap stabil. Pada pembedahan dengan resiko kehilangan cairan dan perdarahan yang cukup tinggi maka perlu dilakukan resusitasi cairan sebagai pengganti kehilangan tersebut. Dan apabila diperlukan dapat diberikan transfusi intraoperatif guna mengganti volume darah yang hilang agar hemodinamik pasien tetap stabil.Sementara pada pasien ini terapi cairan perioperasi yang diberikan dengan berat badan (BB) 70 Kg adalah : Maintenance(M)2 cc/kgBB/Jam = 2 cc x 70 kg/jam = 140 cc/ Jam Pengganti Puasa (PP)10 x M = 10 x 140 cc/jam = 1400 cc/jam Stress Operasi (SO)Sedang 6 cc/kgBB = 6 cc x 70 kg = 420 cc Perdarahan Total = Kassa + duk Total = 120 cc + 500 cc = 620 cc

Kebutuhan cairan selama operasi : Jam 1 = PP + M + O 700 + 70 + 420 cc = 1190 cc

Jam 2 = PP + M + O 350 + 70 + 420 = 840 cc

Jam 3 = PP + M + O 350 + 70 + 420 = 840 cc

Input cairan pada pasien ini: RL 4 Kolf = 2000 ccFima HES 1 Kolf = 500 ccNaCl 1 Kolf = 500 ccWhole Blood = 350 cc Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa rehidrasi perioperatif dan intraoperatif pada pasien ini kurang lebih sudah sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini tercermin dari status hemodinamik pasien selama operasi berlangsung.Terapi cairan intravena sendiri dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau glukosa polimer besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat menyeimbangkan dengan dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler.Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler danmerupakan menjadi cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah durante operasi biasanya digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 hingga empat kali jumlah volume darah yang hilang atau dengan kristaloid sebanyak darah yang hilang.Titik transfusi dapat ditentukan saat preoperasi dari hematokrit and estimated blood volume (EBV). Pasien dengan hematokrit normal biasanya ditransfusi hanya apabila kehilangan lebih dari 20% dari volume darah. Karena Kehilangan darah sebanyak > 20% dari estimasi volume darah dapat menyebabkan gangguan pengangkatan oksigen. Estimasi volume darah pada dewasa perempuan (EBV) : 65 cc/ kgBB65 cc x 70 kg = 4.550 cc Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa EBV (estimed blood volume) pasien adalah senilai 4.550 cc, dimana pada pasien ini terjadi perdarahan + 620 cc, jumlah ini belum mencapai 20% dari EBV dan dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil dalam batas normal, maka pada pasien ini sebenarnya belum perlu diberikan transfusi darah. Terlebih lagi pada pasien ini sudah diberikan cairan koloid berupa HES sebanyak 500 cc. Seperti yang diketahui bahwa cairan koloid ini sebenarnya sudah dapat menggantikan jumlah perdarahan pada pasien. Dimana pemberiannya sama dengan jumlah darah yang hilang.Apabila diperlukan, pemberian transfusi pada pasien ini sebaiknya dilakukan setelah pengecekan ulang kadar HB pasca pembedahan. Kecuali bila pada intra operatif terjadi ketidakstabilan hemodinamik akibat perdarahan akut yang terjadi.h. Recovery Room (RR)Pasien masuk ke recovery room (RR) pada Jam 11.30 WIB. Keadaan Umum : Baik Kesadaran Compos Mentis dengan GCS 15 Tanda Vital : TD: 130/90 mmHgRR: 23 x/mnt N: 94 x/mntT: 36,1 oCPernafasan: baik

Skoring Alderete:Aktifitas: 2 ( 4 anggota tubuh gerak aktif/ diperintah)Pernafasan : 2 (dapat di minta bernapas dalam dan batuk)Warna Kulit: 2 (merah muda, CRT < 2 detik)Sirkulasi: 2 (tekanan darah naik/ turun berkisar 20%)Kesadaran: 2 ( baik)Jumlah: 10

Instruksi anestesi pasca operasi, yaitu : Observasi keadaan umum, vital sign, perdarahan dan diuresis tiap 15 menit selama 24 jam pertama post operasi Pantau balance cairan Tidur tanpa bantal sampai sadar penuh Makan dan minum setelah bising usus (+) Cek HB post op, jika < 9 gr/dL transfuse PRC 1 kolf Ikuti instruksi selanjutnya sesuai dokter ahli bedah. Rawat bersama dengan bedah

Instruksi yang diberikan sudah tepat, perlunya obsevasi keadaan umum, vital sign 24 jam pertama post operasi sangat penting untuk menilai apakah ada komplikasi yang terjadi pasca pembedahan. Pada kasus pembedahan mastektomi, bukan tidak mungkin menimbulkan terjadinya berbagai perubahan terhadap tanda vital, maka dari itu penting untuk memantau balance cairan dan output pasien pasca pembedahan. Selain itu, pengecekan Hb pasca pembedahan juga perlu di lakukan mengingat selama tindakan pembedahan jumlah perdarahan yang keluar cukup banyak, sehingga harus di waspadai pasien mengalami anemia dan perlu transfusi darah tambahan.

BAB VKESIMPULAN

Pemeriksaan atau kunjungan pra-anestesi memiliki peranan yang cukup penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan harus dilakukan secara teliti agar memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin akan timbul pada saat tindakan pembedahan dilakukan, sehingga kita dapat mengantisipasi segala kemungkinan tersebut.Pasien Ny.Y usia 47 tahun datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan tibul benjolan pada payudara kiri, setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, maka oleh dokter ahli bedah onkologi pasien didiagnosis dengan Karsinoma Mammae dan telah dilakukan tindakan pembedahan berupa mastektomi radikal modifikasi dengan jenis anestesi umum atau general. Dalam kasus ini, selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian selama pasien dilakukan tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Sagung Seto; 2010.hal.35-79.2. Editor: Desen W. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta: FKUI; 2008.hal.22-48, 366-382.3. Editor: Sjamsuhidajat, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Payudara. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2003.hal.143-145,388-402.4. Schwartz SI, Shires TS, Spencer FC. Intisari Prinsip prinsip Ilmu Bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2000.hal.230-231.5. Kumar v, cotran RS, Robbins sl. Buku Ajar Patologi. Edisi ke -7. Jakarta:EGC; 2004.hal.791-802.6. Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R. Eds. Anestesi umum. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta; 2009. Hal : 29-697. Dahlan MR, Soenarto RF. Anestesi umum. Dalam: Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen anestesiologi dan Intensif Karsinomare FKUI; 2012 hal 291-3118. Dobson MB. Anestesi umum. Dalam: Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta.: EGC. 1994 hal. 53-889. S.M, Darto. & Thaib, R. Obat Anestetik Intravena. Dalam: Anestesiologi. Muhiman, M. Thaib, R. Eds. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta: FKUI. 1989. hal : 65-7154