Fulltext Poster MPV
-
Upload
ayu-indradewi -
Category
Documents
-
view
110 -
download
0
Transcript of Fulltext Poster MPV
KORELASI ANTARA MEAN PLATELET VOLUME (MPV) DENGAN SEVERITAS STROKE ISKEMIK
A.A.Ayu Suryapraba*, Ismail Setyopranoto**
* Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta** Staf Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Latar Belakang
Stroke Iskemik
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan menjadi penyebab gangguan
fungsional dimana 20% penderitanya memerlukan perawatan khusus setelah 3 bulan dan
sebanyak 15-30% mengalami kecacatan permanen. Berbagai penelitian melaporkan bahwa
persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan stroke hemoragik, yaitu 73-86%, sedangkan
stroke hemoragik hanya 8-18 % (Goldstein, 2006).
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Pada iskemik global, aliran darah otak secara
keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya pada henti jantung, perdarahan sistemik
masif, dan atrial fibrilasi. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi
otak karena sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak yang berakibat lumen
pembuluh darah yang terkena akan tertutup sebagian atau seluruhnya. Tertutupnya lumen
pembuluh darah dapat disebabkan oleh:
- Oklusi (50%)
Oklusi dapat disebabkan oleh:
Perubahan atheromatous/trombosis dinding arteri, dapat terjadi pada pembuluh darah
besar (misal : a. Carotis ), pembuluh darah cabang (misal a. Cerebri media) dan arteri
perforans (lacunar infark)
Penyakit non atheromatous, misalnya pada penyakit kolagen (rheumatoid atritis,
SLE), vaskulitis (poliarteritis nodosa, arteritis temporalis), granulomatous vasculitis,
trauma, fibromuscular displasia, dan syphilitic vasculitis.
1
- Emboli yang disebabkan oleh lepasnya plak atherom arteri intrakranial maupun
ekstrakranial,emboli yang berasal dari jantung, emboli lemak, emboli udara dan emboli
tumor.
- Penyakit darah : koagulopati, hemoglobinopati
- Trombosis vena serebral
- Penurunan perfusi serebral akibat hipotensi, aritmia jantung dan perdarahan
gastrointestinal (Lindsay, 2010).
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke otak tertentu, maka terjadi serangkaian
proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai di tingkat seluler, berupa
perubahan fungsi dan struktural sel yang diikuti kerusakan pada fungsi utama serta integritas
fisik dari susunan sel selanjutnya akan berakhir pada kematian neuron. Selain itu juga terjadi
pengeluaran zat-zat neurotransmiter (glutamat) serta metabolisme sel-sel iskemik dan
kerusakan sawar darah otak (KNI, 2009).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan sumbatan atau sebab lain akan menyebabkan
iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya serta mekanisme
kompensasi memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berupa :
1. Transient Ischemic Attack (TIA), yang berupa hemiparesis sepintas ataupun amnesia
sepintas selama <24 jam, yang terjadi pada sumbatan kecil.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND), memiliki gejala mirip TIA dengan
durasi lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam sampai 21 hari. RIND akan membaik dalam
waktu 24-48 jam, sedangkan bila gejala membaik dalam beberapa hari maksimal 3 – 4
hari disebut sebagai PRIND ( Prolonged Reversible Ischemic Neurologic deficit )
3. Stroke in Evolution ( Progression stroke ), pada keadaan ini gejala dan tanda neurologis
fokal terus memburuk dalam 48 jam, kelainan atau defisit neurologis timbul secara
bertahap.
4. Complete Stroke, kelainan neurologis yang terjadi bersifat menetap, tidak berkembang
lagi.
Terjadinya ateroskerosis diawali dari terbentuknya fatty streak yang kemudian berkembang
progresif sampai terjadi lesi sebagai akibat dari gangguan aliran darah dan atau tebentuknya
trombus yang menyebabkan iskemik pada organ target. Kerusakan endotel menyebabkan
2
perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel endotel atau perubahan hubungan antara sel
endotel dan jaringan ikat dibawahnya. Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi hubungan
langsung antara komponen darah dan dinding arteri. Kerusakan endotel akan menyebabkan
pelepasan growth factor yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh
darah. Demikian pula halnya lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui transport aktif
dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag akan
memfagosit kholesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam sel.
Monosit berubah menjadi makrofag oleh macrophage colony stimulating factor (M-CSF)
yang ekspresinya disebabkan oksidasi LDL dan faktor nuclear kappaB (NFkB). Kemampuan M-
CSF merangsang pengambilan dan degradasi modified lipoprotein oleh scavenger receptor akan
menyebabkan pembentukan sel busa yang akan menjadi fatty streak (prekusor plak
aterosclerosis) dan selanjutnya akan menjadi plak fibrosa. Platelet derived Growth Factor
(PDGF) yang dihasilkan sel vascular dan lekosit yang menginfiltrasi akan mempengaruhi
migrasi dan proliferasi sel otot polos dari tunika media ke intima. Sel otot polos dengan matrik
ekstraseluler akan membentuk kapsula fibrosa yang memisahkan inti lipid dengan aliran darah.
Transforming growth factor (TGF)-beta akan menghambat proliferasi sel otot polos dan
merangsang produksi matrik ekstraseluler. Pembentukan kapsula fibrosa plak aterosklerosis
tergantung keseimbangan kedua hal tersebut. Proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel-sel
otot polos arteri dari tunika adventisia ke tunika intima akibat adanya pelepasan platelet derived
growth factor (PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain itu, sel-sel otot polos
tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan berubah menjadi fibrosis. Makrofag,sel endotel,
sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak aterosklerosis) akan
mengeluarkan sitokin yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan
kolesterol intra dan eksta seluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid.
Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi
kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh
darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan terjadi penyempitan lumen. Degenerasi dan
perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami akan menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah sehingga terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit,
yangmengawali koagulasi darah dan trombosis. Trombosit akan terangsang dan menempel
pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik.
3
Platelet merupakan sel tanpa nucleus dan tidak memiliki atau hanya sedikit memliki
kemampuan sintesis protein de novo. Potensi hemostatiknya dibentuk pada saat atau sesaat
sebelum trombopoiesis pleh sel prekursornya, yakni megakariosit. Pada beberapa kondisi
patologis, aksis megakariosit- platelet-hemostatik terganggu, menyebabkan terbentuknya platelet
yang hiperfungsi, yang berperan terhadap terjadinya penyakit vaskular atau kejadian thrombosis
seperti stroke iskemik dan miokard infark. Pemeriksaan laboratories menunjukkan bahwa
peningkatan reaktivitas platelet terjadi pada stroke iskemik akut, terutama pada infark kortikal
dibandingkan dengan lakunar infark. Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas platelet
mengalami peningkatan sebelum terjadi stroke (Smith et al, 1999).
Platelet atau trombosit memegang peranan penting pada patofisiologi stroke iskemik
dengan pembentukan thrombus intravascular. Volume platelet adalah penanda dari fungsi dan
aktivasi platelet yang diukur sebagai Mean Platelet Volume (MPV). Peningkatan MPV
dinyatakan berhubungan dengan keluaran yang buruk pada stroke iskemik (Mayda-Domac et al,
2010; Greisenegger et al, 2004). Sumber lain menyebutkan MPV tidak berhubungan dengan
severitas keluaran fungsional pasien stroke iskemik (Ntaios et al, 2010).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan sumbatan atau sebab lain akan menyebabkan
iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya serta mekanisme
kompensasi memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berupa :
1. Transient Ischemic Attack (TIA), yang berupa hemiparesis sepintas ataupun amnesia
sepintas selama <24 jam, yang terjadi pada sumbatan kecil.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND), memiliki gejala mirip TIA dengan
durasi lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam sampai 21 hari. RIND akan membaik dalam
waktu 24-48 jam, sedangkan bila gejala membaik dalam beberapa hari maksimal 3 – 4
hari disebut sebagai PRIND ( Prolonged Reversible Ischemic Neurologic deficit )
3. Stroke in Evolution ( Progression stroke ), pada keadaan ini gejala dan tanda
neurologis fokal terus memburuk dalam 48 jam, kelainan atau defisit neurologis
timbul secara bertahap.
4. Complete Stroke, kelainan neurologis yang terjadi bersifat menetap, tidak berkembang
lagi.
4
Menurut Crisi, et al, stroke iskemik fase akut merupakan periode sejak onset hingga hari ke-
7, dimana pada fase ini proses pembentukan efek massa akibat akibat edema yang disebabkan
kenaikan kadar air intra dan ekatraselular mencapai maksimum (Faisal, 1991).
Tujuan
Mengetahui hubungan antara mean platelet volume (MPV) dengan severitas keluaran
fungsional stroke iskemik.
Metode
Variabel Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan cross sectional, di mana variabel dependen yaitu
derajat severitas pada pasien stroke iskemik dihubungkan dengan variabel independen yaitu
Mean Platelet Volume (MPV). Variabel-variabel diukur pada satu waktu.
Nilai MPV dan jumlah platelet (platelet count/PC) diperoleh dari data laboratorium
darah rutin pasien stroke iskemik, dengan satuan MPV femtoliter (fl). Nilai normal untuk MPV
adalah 7,4- 10,4 fl. Sedangkan severitas stroke iskemik ditentukan dengan Skala Stroke Gadjah
Mada (SSGM).
Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM) merupakan salah satu inventori yang digunakan
untuk menilai derajat severitas pasien stroke dan dapat digunakan untuk memonitor evaluasi dari
terapi yang diberikan. Dalam SSGM dinilai beberapa aspek, antara lain tingkat kesadaran
(Normal =3, Somnolen =2, Stupor =1, Koma= 0), Orientasi Waktu, Tempat dan Orang (3
Benar =3, 2 Benar =2, 1 Benar =1, Semua salah = 0), fungsi bicara (normal =3; disartria ringan
=2;disartria berat =1; afasia= 0), gerakan bola mata (Normal =3; Posisi medial,deviasi ke satu
sisi masih bisa =2;posisi mata lateral,kembali ke medial masih bisa=1; deviasi konjugata =0),
gerakan otot muka (Normal =2; Paresis =1; Paralisis =0), lapangan pandang (normal = 2;
hemianopsia parsial=1; hemianopsia lengkap =0), kekuatan lengan pasif (pemeriksa
mengangkat kedua tangan penderita pada posisi 45⁰(bila penderita tidur dalam posisi supine)
atau pemeriksa mengangkat kedua tangna penderita pada posisi 90⁰ (bila penderita
duduk).Penderita diminta menahan selama 10 detik dapat menahan selama 10 detik =3;dapat
5
menahan kurang dari 10 detik =2; tidak dapat menahan,tapiada upaya mencegah lengan tidak
jatuh=1;tidak dapat menahan lengan sama sekali=0), kekuatan lengan aktif (penderita diminta
untuk mengangkat kedua lengan pada posisi 45⁰(bila penderita duduk): dapat menahan sempurna
=3;dapat mengangkat tapi tak sempurna =2; Dapat mengangkat dengan fleksi siku=1; tidak dapat
mengangkat sama sekali =0), Ekstensi pergelangan tangan (pemeriksa memeriksa kekuatan
ekstensi pergelangan tangan penderita;dapat ekstensi penuh,kekuatan tidak berkurang =2;tidak
dapat ekstensi penuh =1;tidak dapat ekstensi sama sekali=0), kekuatan jari tangan (penderita
diminta untuk melakukan kegiatan seperti mencubit ibu jari dan telunjuk sekuat-kuatnya pada
kedua tangan dan pemeriksa mencoba melepaskannya dengan 1 jari: kekuatan seimbang
=2;kekuatan berkurang pada sisi jari yang lumpuh=1;tidak mampu melakukan kegiatan tersebut
=0), kekuatan tungkai pasif( pemeriksa mengangkat tungkai penderita pada posisi tidur supine
samapai 30⁰ dan penderita diminta untuk menahannya selama 5 detik; Penderita dapat
melakukannya dengan sempurna =3;tungkai jatuh belum sampai 5 detik =2; Penderita tidak
dapat menahannya, tapi ada usaha untuk melawan gravitasi =1;tungkai langsung jatuh setelah
diangkat oleh penderita=0), kekuatan tungkai aktif (penderitadiminta untuk melakukan fleksi
pada pangkal paha dan lutut: dapat melakukannya dengan sempurna =3; tidak dapat
melakukannya dengan sempurna =1; tidak dapat melakukannya sama sekali =0), dorsofleksi kaki
(penderitadiminta untuk melakukan dorsofleksi kaki: Kekuatan normal untuk dorsofleksi =2;
kekuatan berkurang untuk dorsofleksi =1;tidak ada kekuatan sama sekali =0), berjalan (gait)
(dapat berjalan sekurang-kurangnya 5 m tanpa alat bantu=4;berjalan dengan alat bantu
=3;berjalan dengan bantuan orang lain=2; tidak dapat berjalan tapi dapat berdiri dengan
bantuan=1; tidak dapat berjalan maupun berdiri=0). Nilai maksimal SSGM adalah 37 dan nilai
terendah adalah 0. Semakin tinggi nilai SSGM severitas stroke iskemik semakin ringan.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah semua penderita stroke iskemik yang mendapat serangan stroke
pertama kali, dan dirawat di unit stroke dan bangsal perawatan Bagian Neurologi RS Dr.
Sardjito Yogyakarta. Diagnosis stroke iskemik ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yang
dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT Scan kepala.
6
Kriteria inklusi yang digunakan adalah penderita stroke iskemik akut, serangan stroke
pertama kali, dan memiliki data pemeriksaan laboratorium darah rutin. Sedangkan yang
termasuk kriteria eksklusi antara lain penderita stroke iskemik berulang, dan memiliki defisit
neurologis oleh karena sebab selain stroke saat ini.
.
ANALISIS DATA
Analisis dan perhitungan data dilakukan dengan program SPSS versi 11.5.. Untuk
menilai normalitas distribusi data digunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Oleh karena
data yang ada tidak terdistribusi normal, untuk menguji korelasi dan keeratan hubungan antara
mean platelet volume (MPV) dan severitas stroke iskemik menurut SSGM digunakan uji
korelasi Spearman.
HASIL
Dari data yang diperoleh didapatkan karakteristik pasien pada penelitian ini yaitu 45
orang laki-laki (68,2%) dan 21 orang perempuan (31,8%). Rata-rata umur pasien adalah 56,86
tahun. Rata-rata nilai MPV adalah 8,83 fl, sedangkan rata-rata nilai skor SSGM adalah 30,53.
Dilakukan uji normalitas Kolmogorov- Smirnov untuk kedua variabel, dan diperoleh signifikansi
untuk MPV sebesar 0,011 (p< 0,05) dan untuk SSGM sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga
disimpulkan data tidak terdistribusi normal. Untuk menilai korelasi antara variabel MPV dan
SSGM pada data yang tidak terdistribusi normal digunakan uji korelasi Spearman.
Dari uji korelasi Spearman, didapatkan koefisien korelasi 0,059 (p=0,636), yang berarti
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara MPV dan SSGM.
Tabel 1. Korelasi antara MPV dan SSGM MPV SSGMSpearman's rho MPV Correlation
Coefficient1.000 .059
Sig. (2-tailed) . .636N 66 66
SSGM Correlation Coefficient
.059 1.000
Sig. (2-tailed) .636 .N 66 66
7
PEMBAHASAN
Data mengenai korelasi antara MPV dengan severitas atau keluaran fungsional pasien
stroke masih menjadi kontroversi. Platelet dipercaya memiliki peran krusial dalam pathogenesis
aterosklerosis, yang berkontribusi pada pembentukan thrombus atau aposisi setelah rupture plak.
Peningkatan MPV dinyatakan merupakan faktor independen bagi severitas stroke (Bath et al,
2004; Greissenberg, 2004).
Peningkatan MPV dipertimbangkan sebagai marker dari reaktivitas platelet. Platelet yang
ukurannya lebih besar secara in vitro beragregasi lebih cepat denga agonis seperti ADP, kolagen,
dan adrenali8n dibandingkan dengan platelet yang ukurannya lebih kecil, melepaskan lebih
banyak tromboxane A2, serotonin dan ATP, mengandung lebih banyak granula padat, dan
mengekspresikan lebih banyak p-selectin dan reseptor GP IIb/IIa (Ntaios et al, 2010).
Pada fase akut stroke iskemik, MPV berbeda secara signifikan pada subtipe stroke
iskemik yang berbeda , dan meningkat pada infark di kortikal terutama dengan etiologi
tromboembolik dan normal pada infark lakunar. Infark kortikal biasanya berhunungan dengan
kejadian atherotrombotik pada jantung, aorta, arteri carotid atau arteri intracranial yang besar,
dan semua kondisi yang memungkinkan keterlibatan aktivasi platelet. Sebaliknya, kebanyakan
stroke lakunar terjadi pada bagian dalam dari white matter dan merupakan konsekuensi dari
lipohyalinosis vasa-vasa kecil dan jarang melibatkan platelet. Hal ini dikonfirmasi dengan
peningkatan kadar b- tromboglobulin dan TXA2 pada otak dan urine. (Butterworth & Bath,
1998).
Beloosesky, et al (1991) menunjukkan bahwa independensi dalam aktivitas hidup sehari-
hari adalah 72 % pada penderita dengan deep infarct dan hanya 15 % pada penderita dengan
cortical infarct. Kelemahan yang terjadi pada infark kortikal cenderung lebih banyak melibatkan
bahu dan panggul dibandingkan wajah dan tangan (Adams & Victor, 2006). Pada infark kortikal,
ditemukan hubungan langsung antara ukuran infark dengan kemampuan rehabilitasi dan hal ini
tidak ditemukan pada infark dalam. Kemungkinan hal tersebut disebabkan karena terbatasnya
rentang ukuran yang mungkin terjadi pada infark dalam (Beloosesky,1995). Hal ini dapat
menjelaskan mengapa infark di area kortikal lebih banyak berpengaruh pada aktivitas fisik
penderita dibandingkan dengan infark di bagian dalam dan sebagai konsekuensinya berpengaruh
pula pada severitas dan outcome fungsional penderita stroke iskemik.
8
Pada penelitian ini diperoleh hasil tidak terdapat korelasi yang bermakna antara MPV
dengan SSGM. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ntaois, et al (2010), yang
menyatakan bahwa MPV tidak berhubungan dengan severitas stroke atau keluaran fungsional.
Penelitian ini juga menunjukkan MPV tidak berbeda antara beberapa subtype stroke yang
berbeda. Penilaian MPV pada fase awal merupakan indikator rata-rata ukuran platelet selama
periode singkat sebelum kejadian infark, mengingat masa hidup platelet kurang lebih 8-10 hari.
Hasil ini berlawanan dengan beberapa penelitian lain, salah satunya The Perindopril Protection
against Recurrent Stroke Study (PROGRESS) yang mengidentifikasi MPV sebagai prediktor
independen bagi rekurensi stroke, dengan risiko relatif meningkat 11% setiap peningkatan 1
femtoliter dari MPV (Ntaois et al, 2010).
Keterbatasan pada penelitian ini adalah distribusi data yang tidak normal, di mana
severitas pasien stroke relatif baik dengan rata-rata skor SSGM 30, 53. Selain itu MPV hanya
diukur pada saat pasien masuk pertama kali ke rumah sakit, dan tidak dilakukan serial
pemeriksaan MPVselama proses evolusi stroke iskemik berlangsung. Karena itu, kemungkinan
perubahan MPV sealama fase subakut yang dapat meningkatkan kebermaknaannya sebagai
faktor prognostic dari keluaran fungsional stroke tidak dapat dimonitor.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat korelasi yang bermakna secara
statistik antara Mean Platelet Volume (MPV) dengan derajat severitas stroke iskemik menurut
SSGM. Peran MPV sebagai faktor yang memengaruhi derajat severitas stroke iskemik menurut
berbagai referensi bersifat inkonsisten.
SARAN
Saran untuk penelitian berikutnya adalah perlunya penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih besar, dengan berbagai variasi keluaran fungsional dari pasien stroke iskemik dengan serial
pemeriksaan MPV selama fase akut stroke iskemik dengan memperhitungkan berbagai faktor
prognosis severitas stroke iskemik lainnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Adams HP Jr, Bendixen BH, Kapelle LJ, Biler J, Love BB, Gordon DL Marsh EE.
Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in
a multicenter clinical trial. TOAST. Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment. Stroke 1993, 24:35-41. doi: 10.1161/01.STR.24.1.35
Bath, P. Algert, C. Chapman, N. Neal, B. 2004. Asssociation of Mean Platelet Volume With
Risk of Stroke Among Individuals With History of Cerebrovascular Disease. Stroke 2004,
35:622-626
Beloosesky Y, Streifler JY, Burstin A, Grinblat J. The Importance of Brain Infarct Size
and Location in Predicting Outcome after Stroke .Age Ageing .1995. 24 (6): 515-518. doi:
10.1093/ageing/24.6.515
Butterworth, RJ. Bath, PMW. 1998. The relationship between mean platelet volume,
Mayda Domac, Fusuc. Misirli, Handan. Yilmaz, Mustafa. 2010. Prognostic Role of Mean
Platelet Volume and Platelet Count in Ischemic and Hemorrhagic Stroke. Journal of Stroke
and Cerebrovascular Diseases, Vol. 19, No. 1 (January-February), 2010: pp 66-72
Faisal A. Hasil Pemeriksaan CT Scan pada penderita Stroke. Berkala Ilmu Kedokteran. 1991
Des. Jil XXIII No.4
Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel JA, Brass LM, Bushnell CD, Culebras A, DeGraba
TJ, Gorelick PB, Guyton JR, Hart RG, Howard G, Hayes MK, Nixon JV, Sacco RL.
Primary Prevention of Ischemic Stroke in Stroke : The Journal of American Heart
Association. 2004 May 4;37:1583-1633 doi: 10.1161/01.STR.0000223048.70103.F1
10
Greisenegger, S. Endler, G. Hsieh, K. Tenschert, S. Mannhalter C. Lalouschek, W. 2004. Is
Elevated Mean Platelet Volume Associated With a Worse Outcome in Patients With Acute
Ischemic Cerebrovascular Events? Stroke 2004, 35:1688-1691:
Kolegium Neurologi Indonesia. Buku Modul Induk Neurovaskular. Perdossi 2009.
Lindsay KW, Bone I, Fuller G. Neurology and Neurosurgery Illustrated 5th edition. Edinburgh:
Churchill Livingstone. 2010.Section IV, Cerebrovascular Disease-causes, p.243
Ntaios, G. Gurer O. Faouzi, M. Aubert, C. Michel, P. 2010. Mean Paltelet Volume in Early
Phase of Acute Ischemic Stroke is Not Associated with Severity or Functional Outcome.
Cerebrovasc Dis 2019;29;484-489
Mayda Domac, Fusuc. Misirli, Handan. Yilmaz, Mustafa. 2010. Prognostic Role of Mean
Platelet Volume and Platelet Count in Ischemic and Hemorrhagic Stroke. Journal of Stroke
and Cerebrovascular Diseases, Vol. 19, No. 1 (January-February), 2010: pp 66-72
Smith, NM. Pathansali, R. Bath, P. 1999. Platelet and Stroke. Vasc Med 1999 4: 165
stroke subtype and clinical outcome. Platelets (1998) 9, 359±364
11