FRANS SEDA AWARD 2016 - Unika Atma Jaya · (lima ratus rupiah). Kiprahnya di Unika Atma Jaya...
Transcript of FRANS SEDA AWARD 2016 - Unika Atma Jaya · (lima ratus rupiah). Kiprahnya di Unika Atma Jaya...
1
FRANS SEDA AWARD 2016
“Untuk Tuhan dan Tanah Air”
1. NAMA “FRANS SEDA AWARD”
Frans Seda Award adalah sebuah penghargaan yang diselenggarakan karena terinspirasi dari nama,
sosok, dan karakter seorang negarawan Indonesia yang bernama Franciscus Xaverius Seda, atau lebih
dikenal dengan Frans Seda (1926-2009). Setidaknya terdapat beberapa alasan penting yang perlu dicatat
mengapa nama Frans Seda menjadi inspirasi atas penghargaan ini:
1.1. Sosok dan karakter Frans Seda adalah teladan dalam upaya “Menanam, Menumbuhkan dan
Mengembangkan Indonesia”
“A man for all seasons!”, sebuah julukan yang diberikan seorang wartawan ternama
Indonesia kepada Frans Seda dalam salah satu tulisan menyambut ulang tahun tokoh tiga
zaman ini yang ke-80 pada tahun 2006 yang lalu. Julukan itu tentu berdasarkan pantauan
sang penulis yang kerap melihat jejak keterlibatan Frans Seda dalam sejarah perjuangan dan
pembangunan bangsa Indonesia.
Saat masih muda, beliau sudah bergabung dengan Laskar KRIS (Kebangkitan Rakyat
Indonesia Sulawesi) dan anggota Batalyon Paraja/Lasykar Rakyat GRISK/TNI Masyarakat
(1945-1950) untuk berjuang melawan Belanda. Di dunia organisasi pemuda, Frans Seda
sempat menjadi Ketua Pemuda Indonesia di Surabaya; anggota Panitia Pembubaran Negara
Jawa Timur dan DPR Sementara Daerah Jawa Timur (RI) mewakili Pemuda; anggota Panitia
Kongres Pemuda di Surabaya; anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda; serta
pendiri/pengurus Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia (IMKI) di Belanda (1950-1956).
Sepulang dari meraih gelar Doctorandus bidang Ekonomi di Tilburg, Belanda, karirnya segera
melesat dalam dunia politik, pemerintahan, maupun dalam pengabdiannya kepada Gereja.
Keaktifannya di Partai Katolik mengantarkannya pada jabatan Wakil Ketua dan kemudian
menjadi Ketua Umum Partai Katolik. Pada tahun 1960, Frans Seda masuk Parlemen sebagai
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) mewakili Golongan Katolik. Ketika terjadi gejolak antara
Indonesia dan Kerajaan Belanda dalam kaitannya dengan persoalan Irian Barat, beliau amat
piawai untuk berdiplomasi. Hal inilah yang membuat Parlemen Belanda yang saat itu
dikuasai Partai Katolik Belanda (KVP) menerima Bunker Plan yang berujung pada masuknya
Irian Barat ke Republik Indonesia.
Selain menjadi Menteri Perkebunan (1964-1966) pada usia 38 tahun dan kemudian menjadi
Menteri Pertanian (1966) pada situasi Negara yang memanas, tidak boleh dilupakan pula
bahwa beliau menjadi Menteri Keuangan (1966-1968) dalam keadaan keuangan Republik
Indonesia di awal Orde Baru yang sangat tidak baik. Prestasi Frans Seda yang layak
diapresiasi pada masa ini adalah bahwa Frans Seda mampu membawa ekonomi Indonesia
ke arah yang lebih stabil setelah didera inflasi hingga 650%, mengarahkan Indonesia kembali
dalam pergaulan masyarakat internasional, menerapkan kesatuan penganggaran
Pemerintah pada Kementerian Keuangan, serta menerapkan model anggaran penerimaan
dan belanja yang berimbang; dua hal penting yang hingga kini masih diterapkan dalam
dunia keuangan Indonesia. Inilah yang menurut pendapat Emil Salim, salah satu sahabat
2
dekatnya, adalah tidak berlebihan apabila kita menyebutnya sebagai Pahlawan
Keuangan Indonesia. Banyak hal pula yang dilakukannya ketika menjadi Menteri
Perhubungan, Telekomunikasi, dan Pariwisata (1968-1973), seperti merintis
penerbangan dan pelayaran perintis di berbagai daerah di Indonesia, khususnya
di Indonesia bagian Timur, serta beberapa kawasan wisata unggulan seperti di
Nusa Dua, Bali. Sesudahnya Frans Seda kemudian mendapatkan sederet jabatan di
berbagai bidang, seperti: Duta Besar Republik Indonesia di Brussels untuk Masyarakat
Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luxembourg (1973-1976); anggota Dewan
Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1978-1983), hingga menjadi penasihat
Presiden Indonesia, mulai dari Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, sampai
dengan Megawati Soekarnoputri.
Beliau juga seorang pendidik yang ingin mendidik insan-insan Indonesia menjadi
pemikir bukan hanya praktisi tanpa dasar pemikiran. Warisannya yang nyata di dunia
pendidikan adalah Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya) dan
PPM (Pembinaan dan Pendidikan Manajemen). Unika Atma Jaya didirikannya bersama
rekan-rekannya dari IMKI dan PMKRI pada 1 Juni 1960 dengan modal hanya Rp 500,-
(lima ratus rupiah). Kiprahnya di Unika Atma Jaya diawali dengan menjadi Dekan
pertama Fakultas Ekonomi sekaligus menjadi Rektor yang pertama kali, selanjutnya
sebagai Ketua Umum Yayasan Atma Jaya selama beberapa periode, Ketua
Kehormatan Yayasan Atma Jaya, dan bahkan pada saat Frans Seda meninggal pada
akhir tahun 2009, beliau masih tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya.
Dengan caranya Frans Seda tidak hanya ikut menanam, tetapi juga membantu
menumbuhkan dan mengembangkan keindonesiaan melalui karya dan pergaulannya.
1.2. Sosok dan karakter Frans Seda menjadi simbolisasi dari sintesa “Rumah Kecil” Untuk
“Rumah Indonesia”
Franciscus Xaverius Seda dengan caranya sendiri telah memberikan kontribusi bagi
bangsa dan negara sesuai dengan porsi tanggung jawabnya. Kiprah Frans Seda tampak
sekali digerakkan oleh nilai-nilai yang berorientasi pada Indonesia yang multikultural,
demokratis, adil dan sejahtera.
Sosok Frans Seda menjadi unik karena dirinya menjadi sintesa dari hal yang kontras.
Lahir dari lingkungan sepi di Flores, tapi kemudian berkiprah dalam hingar bingar
panggung tinggi nasional, termasuk empat kali menjadi anggota kabinet.
Sangat beriman, sekaligus nasionalis sejati.
Jangkauan pergaulannya luas, menembus batas dan berbagai sekat sosial. Sebagai
politisi, Frans Seda termasuk andal, bahkan pernah menjadi ketua partai, Partai
Katolik. Tidak kalah besar namanya sebagai tokoh agama, yang dikenal sampai
mancanegara, bahkan sempat menjadi anggota Komisi Kepausan untuk Keadilan
dan Perdamaian (Iustitia et Pax) di Vatikan. Perhatiannya terhadap dunia
pendidikan sangat besar pula antara lain terlihat pada Unika Atma Jaya dan PPM.
3
Latar belakang sebagai ahli ekonomi ikut membantu Frans Seda berkarya di bidang
politik, sosial, pendidikan, dan keagamaan. Namun tidak kalah penting integritas diri,
kecerdasan, nurani dan kejujuran yang membuatnya dapat dipercaya sebagai
penganjur humanisme.
Kekuatan dan sosok Frans Seda tidaklah pertama-tama datang dari pendidikan tinggi
yang diperolehnya, tetapi dari watak dan karakternya yang terus memelihara sikap
peduli dan menjaga kejujuran, termasuk selalu berusaha membedakan dengan
jelas antara milik pribadi dengan milik negara.
Pengalaman hidup dari daerah yang miskin dan juga bergaul dengan banyak
orang tertinggal, menjadikan dia sangat peka pada orang kecil. Maka selama
mendirikan Unika Atma Jaya ia dengan gigih memberikan beasiswa kepada mahasiswa
yang miskin agar dapat menikmati kuliah dengan baik selaras dengan prinsipnya,
“Orang boleh tidak kuliah di Atma Jaya karena tidak mampu secara intelektual, tetapi
orang tidak boleh tidak kuliah di Atma Jaya karena tidak mampu secara ekonomi!!”.
Penelitian yang perlu dikembangkan di Unika Atma Jaya juga penelitian yang
menyangkut kebutuhan orang kecil dan miskin. Keberpihakannya pada rakyat kecil
mendorongnya untuk menginisiasi suatu Pusat Etika di Atma Jaya yang diharapkan
dapat menjadi “Suara Hati” bagi Indonesia.
Demi membela nilai kemanusiaan, ia berani melawan arus seperti menerima kelompok
yang ditindas, yang disingkirkan, yang tidak diakui oleh masyarakat zaman itu.
Frans Seda merupakan sintesa dari nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang bhineka,
yang kontras dan selaras, yang kemudian menghasilkan sosok warga negara Indonesia
yang utuh. Dia menjadi teladan yang positif karena menonjolkan nilai-nilai positif dan
optimis dari sintesa tersebut.
Perhatiannya kepada dunia pendidikan tidak hanya sebatas wacana, tetapi praktek
dan implementasi yang sering jauh lebih berisiko dan merepotkan. Kemampuannya
menjalani proses dari ilham, kemudian ide, dan akhirnya sampai mewujud
sangat kelihatan. Pendidikan membutuhkan tokoh berkualitas seperti beliau.
Kemampuan menyulap impian menjadi kenyataan inilah, khususnya di bidang
pendidikan, yang membuat sosok dia menjadi inspirasi bagi rakyat yang miskin, tidak
terdidik, dan tertindas.
Kemampuan Frans Seda dalam memperjuangkan hati nuraninya memberi
contoh perjuangan yang beradab (civilized struggle) di tengah perbedaan yang besar di
masyarakat. Dia sadar bukan dari kelompok mayoritas, namun dia memiliki
keberanian yang tulus untuk menyuarakan ketidakadilan secara santun, tetapi tegas.
Demokrasi Indonesia harus memupuk sikap dan perilaku yang beradab ini sebagai
prasyarat menuju kematangan proses sosial-politik yang adil dan beradab.
Frans Seda dengan segala kemampuannya sudah berusaha memberikan karya terbaik
bagi kelompok dan bangsanya, yang membuat dirinya terus dikenang. Kenangan itu
antara lain diwadahkan dalam pemberian “Frans Seda Award” untuk mengapresiasi
4
orang-orang yang meneruskan perjuangan Frans Seda dalam menanam,
menumbuhkan, dan mengembangkan pendidikan kebangsaan.
1.3. Sosok dan karakter Frans Seda menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia dalam
pengabdian “untuk Tuhan dan Tanah Air”
Frans Seda sungguh-sungguh mengamini tekadnya mengabdi Tanah Air sebagai
jembatan mengabdi kepada Tuhan dalam karya-karya yang nyata di berbagai bidang.
Didorong oleh komitmen untuk mengabdikan diri bagi bangsanya, Frans Seda
memainkan peranannya sebagai seorang pemimpin yang memegang teguh karakter
moral dalam mengembangkan kepentingan-kepentingan politik, bisnis, pendidikan,
sosial, dan relasi antara agama. Terutama, Frans Seda menunjukkan komitmennya yang
kuat pada kemanusiaan yang adil beradab terutama bagi orang-orang yang terpinggirkan
dan dalam rangka meningkatkan kapasitas manusia Indonesia, ia mencurahkan
perhatian pada pendidikan anak bangsa sebagai jembatan menuju kesejahteraan.
Pada 31 Desember 2009, Frans Seda meninggal dunia. Beliau pergi pada saat Yayasan
Atma Jaya dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, institusi yang didirikan dan
dibesarkan beliau tengah menyongsong Pesta Emas. Pada upacara penghormatan
terakhir kepada jenazah Frans Seda, Yayasan Atma Jaya dan komunitas akademis
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya mendengarkan dengan penuh perhatian riwayat
hidup Frans Seda. Di akhir penutup riwayat hidupnya terungkap sebuah kalimat inspiratif
sebagai berikut “Kepergiannya pada saat menjelang ulang tahun emas Atma Jaya
membawa pesan yang sangat jelas. Pekerjaan masih banyak. Cita-cita yang mulia
mengabdi Tuhan dan Tanah Air harus diteruskan”.
Terinspirasi oleh semangat Frans Seda untuk membaktikan diri bagi “Tuhan dan Tanah
Air” tersebut, Yayasan Atma Jaya mengambil inisiatif untuk memberikan apresiasi bagi
para pejuang di bidang pendidikan dan kemanusiaan. Yayasan Atma Jaya yakin, dengan
menemukan, mendukung, dan mengapresiasi sebanyak-banyaknya warga negara yang
mendedikasikan dirinya bagi pendidikan bangsa dan membaktikan diri bagi kemanusiaan
dalam bidang apa saja, Atma Jaya sudah mengambil bagian dalam inspirasi, semangat
dan cita-cita Frans Seda.
Berawal dari gagasan, niat, dan tekad tersebut Yayasan Atma Jaya meluncurkan “Frans
Seda Award” pada tanggal 1 Juni 2011. Terungkap secara eksplisit tujuan dari kegiatan
ini, yaitu “agar semakin banyak warga bangsa terinspirasi untuk senantiasa
melaksanakan karya nyata untuk mendedikasikan diri untuk Tuhan dan Tanah Air
sebagaimana layaknya semangat dan cita-cita mulia Frans Seda”.
5
2. “FRANS SEDA AWARD” 2012
Pada tahun 2011, untuk menindaklanjuti gagasan “Frans Seda Award”, dibentuklah sebuah
panitia dimana Drs. Stefanus Ginting menjadi Ketua Steering Committee dan Dr. Yohanes Temaluru
sebagai Ketua Organizing Committee.
Dalam perjalanannya, Panitia telah menerima lebih dari 100 aplikasi kandidat untuk kedua
kategori “Frans Seda Award”, yakni Pendidikan dan Kemanusiaan. Dengan mempertimbangkan
rekam jejak para kandidat yang telah diterima oleh Panitia, dan juga usia 40 tahun sebagai usia
maksimal kandidat yang menjadi syarat utama, Dewan Juri akhirnya memilih 13 nominator “Frans
Seda Award” 2012. Mereka adalah:
a) Agus Ikhwan Mahmudi (36 tahun, guru teladan dan kepala sekolah di Meukek, Aceh
Selatan),
b) Dameria Tarigan (39 tahun, koordinator program Klinik Berjalan di pulau-pulau
terpencil di Kecamatan Pulau-pulau Batu, Kepulauan Nias Selatan),
c) Karlina (28 tahun, pengajar anak-anak Suku Orang Rimba di pedalaman Jambi),
d) Asma Nadia (40 tahun, penulis perempuan yang sangat produktif dan menginspirasi
berdirinya lebih dari 40 rumah baca di seluruh Indonesia),
e) Leonardo Kamilius (27 tahun, pendiri Koperasi Kasih Indonesia),
f) Elly Anita (31 tahun, mantan korban trafficking & pejuang hak-hak TKI),
g) Anis Hidayah (36 tahun, aktivis & pejuang hak-hak buruh migrant),
h) Abigail Loretta (32 tahun, pengembang program Adopt A School),
i) Prapti Wahyuningsih (34 tahun, penggagas program Sekolah Hijau),
j) Christanti Gomulia (40 tahun, praktisi pendidikan murah berstandar internasional),
k) Hadi Santono (40 tahun, penggagas program beasiswa Anak-anak Terang),
l) Bama Budi Darma (27 tahun, pengajar Bahasa Indonesia di pedalaman Papua),
m) Octovina Reba Bonay (39 tahun, bidan pejalan kaki di kampung-kampung pedalaman
Papua).
Setelah melakukan meninjau setiap nominator satu per satu dan mempertimbangkan berbagai
aspek, Dewan Juri akhirnya memutuskan 2 orang perempuan muda yang tangguh yang layak
menerima “Frans Seda Award” 2012, yaitu:
a) Christanti Gomulia, seorang pemrakrasa pendidikan berstandar internasional berbiaya
lokal asal Garut yang meraih “Frans Seda Award” 2012 untuk kategori Pendidikan, dan
b) Octovina Reba Bonay, seorang bidan pejalan kaki di kampung-kampung pedalaman
Papua yang meraih “Frans Seda Award” 2012 untuk kategori Kemanusiaan.
Pengumuman peraih “Frans Seda Award” dilakukan pada 6 Juni 2012 dan penganugerahan
diberikan pada 29 September 2012 bertepatan dengan perayaan kenangan 1000 hari wafatnya
Frans Seda dan sekaligus sebagai peresmian Frans Seda Foundation yang berpusat di Tilburg,
Belanda. Pada kesempatan itu hadir salah seorang pendiri Frans Seda Foundation yaitu Mr. Dolf
Huijgers.
6
3. “FRANS SEDA AWARD” 2014
Melanjutkan langkah yang telah dimulai pada tahun sebelumnya, maka untuk menindaklanjuti
penyelenggaraan “Frans Seda Award” sebelumnya, pada 2013 rangkaian penyelenggaraan “Frans
Seda Award” 2014 dimulai.
Dengan berbagai upaya publikasi, diantaranya media visit, publikasi di media dalam berbagai
bentuk (pemasangan iklan, pemuatan artikel berkaitan dengan Frans Seda), penyelenggaraan
Lomba Video Profile Tokoh Muda Indonesia, Panitia telah menerima cukup banyak aplikasi
kandidat untuk kedua kategori “Frans Seda Award”, yakni Pendidikan dan Kemanusiaan. Dengan
pertimbangan yang serupa dengan penyelenggaraan “Frans Seda Award” tahun sebelumnya, yakni
rekam jejak para kandidat yang telah diterima oleh Panitia, dan juga usia 40 tahun sebagai usia
maksimal kandidat yang menjadi syarat utama, Dewan Juri akhirnya memilih 10 nominator “Frans
Seda Award” 2014. Mereka adalah:
a) Hadi Siswoyo, 34 tahun, Pemuda desa putus sekolah (hanya kelas 3 SD) yang punya
kemauan yang kuat untuk mengubah keadaan buruk desanya dan beberapa desa di
sekitarnya yang cukup terpencil dan termarginalkan dari akses dan informasi. Melalui
lembaga ekonomi mikro dan koperasi yang didirikannya sejak 2005 lalu, kini desanya
telah bertransformasi cukup maju dengan indikator rumah permanen dan
kepemilikan kendaraan bermotor roda dua pada setiap keluarga.
b) Masnu’ah, 40 tahun, sosok perempuan yang hidup di kampung nelayan di pesisir
Demak, Jawa Tengah yang gigih memberdayakan perempuan dan mendorong
peningkatan ekonomi keluarga buruh nelayan melalui kelompok Puspita Bahari yang
dibentuk Masnu’ah akhir Desember 2005. Pemberdayaan dimulainya dengan
mengajak para istri nelayan berperan aktif dalam kegiatan usaha. Meskipun harus
jatuh bangun melalui berbagai tantangan, Puspita Bahari yang dirintisnya semakin
menghadirkan kesejahteraan dan kehidupan yang lebih layak bagi keluarga nelayan di
wilayahnya, bahkan menjadi inspirasi pemberdayaan nelayan di kawasan-kawasan
lainnya.
c) Shefti Latiefah, 25 tahun, perintis Save Street Child (SSC) yang merupakan sebuah
organisasi yang berawal dari gerakan di media sosial pada 2011 lalu. Gerakan yang
kemudian bermetamorfosis menjadi sebuah organisasi yang mempersiapkan anak-
anak marjinal yang memiliki akses pendidikan minim supaya dapat menjadi generasi
penerus bangsa, perlahan SSC pun menjadi wadah bagi kaum muda untuk berbagi
melalui penyelenggaraan kelas-kelas belajar gratis yang dijalankan oleh tim pengajar
yang berdedikasi dan memiliki kepekaan dan cinta dalam mendidik dan berteman
dengan adik-adik marjinal.
d) Nazaruddin, pria 29 tahun asal Lubuk Kertang, Langkat Sumatera Utara, yang secara
tiba-tiba dipilih menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Habieb di usia sangat muda
dalam situasi yang sangat minim. Dengan berbagai keterbatasan itu, ia menghadapi
berbagai tantangan dan risiko yang tidak kecil, hingga akhirnya kini berhasil
melakukan transformasi luar biasa bagi Madrasah Tsanawiyah itu yang kini bernama
Madrasah Tsanawiyah Madinatul Ilmi.
7
e) Priska Smith July, perempuan 25 tahun yang mendirikan The School of Life (TSOL).
“rumah” bagi puluhan penyandang cacat, orang terlantar, sampai penderita gangguan
jiwa sejak 2006 di Semarang.
f) Habibie Afsyah, pemuda 26 tahun penyandang disabilitas yang mampu mendirikan
Indonesia Disabled Care Community yang hadir untuk memberikan edukasi dan
kampanye kesadaran disabilitas serta prinsip equality bagi para penyandang
disabilitas melalui berbagai program, training, konferensi, workshop. Melalui berbagai
kegiatan pula, IDCC mendorong kepercayaan diri para penyandang disabilitas untuk
berbuat lebih bagi masyarakat dan berpikir positif. Selaras dengan itu pula, IDCC terus
membangun kolaborasi dan partisipasi dari penyandang dan nonpenyandang
disabilitas.
g) Lian Gogali, sosok perempuan 35 tahun asli Poso, Sulawesi Tengah yang mendirikan
Institut Mosintuwu sebagai organisasi yang hadir pasca konflik Poso untuk
memberdayakan perempuan Poso sekaligus menyadarkan akan pentingnya dialog dan
perdamaian antar agama dan keyakinan. Meskipun ia juga merupakan korban konflik
Poso (harta benda dijarah, rumah dibakar, dan anggota keluarga terluka), Lian
memilih untuk meretas jalan damai bagi masyarakat dengan membangun sekolah
perempuan di teras rumahnya dan mengajak 100 perempuan Islam, Hindu dan Kristen
untuk terlibat dalam program perdamaian lintas agama.
h) Alfonsa Raga Horeng, perempuan asli Maumere, Flores 40 tahun yang merupakan
Seniman, Pegiat, Pelestari Tenun Ikat Flores dan Tokoh Pemberdaya Perempuan
Penenun Flores. Ia rela keluar masuk desa di Flores untuk merangkul para perempuan
kembali menenun dan menggunakan pewarna alam. Berkat upaya Alfonsa, kain tenun
ikat khas Flores dikenal hingga mancanegara. Pada Oktober 2003, Alfonsa mendirikan
Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun (STILL) yang mendorong para penenun terus berupaya
melestarikan tenun ikat khas Flores. Saat ini, ada 853 penenun yang tergabung dalam
Lepo Lorun dan tersebar di berbagai kabupaten di Nusa Tenggara Timur.
i) Nursyda Syam, perempuan asli Lombok Utara yang berusia 35 tahun yang secara
swadaya memelopori sebuah sekolah alam “Anak Negeri” dan juga sebuah klub
membaca yang ia persembahkan kepada anak-anak perempuan maupun perempuan
dewasa di kampungnya. Tanpa mengharap imbalan apa pun, ia sejauh ini sudah
berhasil mendirikan 6 kelompok klub baca perempuan dan 3 sekolah alam Anak
Negeri di beberapa dusun kecamatan Tanjung. Terakhir ia membuka sekolah di dusun
tetangga yang bernama dusun Lendang Galuh. Jumlah anak yang masuk dalam daftar
sekolah Anak Negeri mencapai sedikitnya 90 anak dari 3 dusun berbeda. Pada saat
sekarang sudah terlihat cita-cita Nursyida terwujud indah karena cepat mewabahnya
minat membaca dan menulis dari kaum perempuan tua-muda di sekitar dusun
kediamannya sejak sekolah alam dan klub baca ia rintis.
j) Martinus Rato Helmon, pemuda 36 tahun asli Mukun, Manggarai Timur adalah sosok
pemuda langka yang kembali ke desa untuk membangun desa melalui Yayasan Kita
Cinta Indonesia (YKCI), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Koperasi Simpan Pinjam
Cinta Indonesia (KSP CI) dan Koperasi Serba Usaha Cinta Indonesia (KSU CI) yang
8
didirikannya. Ia melakukan terobosan dengan membantu masyarakat melalui
program sertifikat tanah petani pedesaan yang didukung Bank NTT Cabang Borong
dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Manggarai Timur. Dengan terbukanya
akses bagi sertifikasi tanah, maka terbuka pula akses penyaluran kredit UMKM bagi
para pengusaha mikro pedesaan di wilayahnya yang sampai sekarang ini terdapat
sekitar Rp 2,1 Milyar uang Bank NTT yang tersalurkan ke desa berkat kerja keras ini.
Sejak 2003, ia juga merintis Sekolah Menengah Kejuruan Mukun Cinta Indonesia
dengan jurusan awalnya Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian (Mix-Farming) yang
terus dikembangkan.
Setelah melakukan meninjau setiap nominator satu per satu dan mempertimbangkan berbagai
aspek, Dewan Juri akhirnya memutuskan 2 tokoh muda yang tangguh yang layak menerima “Frans
Seda Award” 2014, yaitu:
a) Nazaruddin, seorang pelopor pendidikan yang di usia muda mengupayakan adanya
sarana pendidikan di daerahnya, Lubuk Kertang, Langkat, Sumatera Utara dengan
“menghidupkan” Madrasah Tsanawiyah di daerahnya yang dengan berbagai
keterbatasan itu, ia berhasil melakukan transformasi luar biasa bagi Madrasah
Tsanawiyah itu yang kini bernama Madrasah Tsanawiyah Madinatul Ilmi. Tekad, karya,
inspirasi dan mimpi-mimpinya yang luar biasa itulah yang menjadikannya terpilih
menjadi Peraih “Frans Seda Award” 2014 Bidang Pendidikan.
b) Masnuah, pegiat Koperasi Puspita Bahari dan pejuang hak-hak perempuan nelayan di
Morodemak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Keharuman dedikasinya laksana puspa
dan ketegarannya laksana dahsyatnya bahari dalam memberdayakan perempuan
menjadikannya terpilih sebagai peraih “Frans Seda Award” 2014 Bidang Kemanusiaan.
Pengumuman peraih “Frans Seda Award” dilakukan pada 3 Juni 2014, dalam suatu rangkaian
Seminar, sebagai bagian dari circle of dialogue yang membahas pluralisme yang menjadi salah satu
concern “Frans Seda Award”. Penganugerahan diberikan pada 27 September 2014. Pada
kesempatan itu pula diselenggarakan Frans Seda Memorial Lecture dari Dr. Darmin Nasution yang
merupakan kegiatan dari Frans Seda Foundation.
4. MAKSUD DAN TUJUAN
Ketika diluncurkan pada 2011, “Frans Seda Award” dapat dikatakan menjadi pendatang baru
dalam dunia penganugerahan (award) di Indonesia dengan maksud dan tujuan yang khas:
a. Mengenang dan menghargai warisan Frans Seda bagi Atma Jaya, dalam suatu kegiatan konkret
yang memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat Indonesia
b. Menghargai para warga negara yang telah melakukan karya nyata yang berdampak positif bagi
bangsa dan negara
c. Menginspirasi semakin banyak warga bangsa untuk senantiasa melaksanakan karya nyata
dengan mendedikasikan diri “untuk Tuhan dan Tanah Air” sebagaimana layaknya semangat dan
cita-cita mulia Frans Seda.
9
4. BIDANG PENGHARGAAN DAN KRITERIA
4.1. KRITERIA PENGHARGAAN
“Frans Seda Award” dianugerahkan kepada mereka yang telah berkarya di bidang Kemanusiaan
dan Pendidikan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia berumur maksimal 40 (empat puluh) tahun pada saat dilakukannya
seleksi.
b. Memiliki kegiatan konkrit dan pengabdian yang sekurang-kurangnya sesuai dengan bidang
penghargaan kegiatan “Frans Seda Award”, yakni Bidang Pendidikan dan Bidang Kemanusiaan
yang menginspirasi banyak orang dan memiliki cakupan bagi masyarakat banyak.
c. Pada saat pemberian penghargaan masih menggeluti kegiatan pengabdian dalam bidang
Pendidikan atau Bidang Kemanusiaan.
4.2. BIDANG-BIDANG PENGHARGAAN
4.2.1. Bidang Pendidikan
Memiliki, menghayati dan melakukan dengan sungguh-sungguh Komitmen Nilai Pencerdasan
Kehidupan Bangsa (Pendidikan), misalnya:
Terlibat dalam usaha mencerdaskan anak bangsa baik dalam pendidikan formal, informal
maupun nonformal;
Mengusahakan pendidikan yang terbuka bagi siapapun tanpa diskriminasi;
Membuat program atau proyek pendidikan yang peduli lingkungan, tepat sasaran, dan
berguna untuk bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan global;
Mempengaruhi Pemerintah dalam pembuatan kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan,
dan kesejahteraan sosial.
4.2.2. Bidang Kemanusiaan
A. Memiliki, menghayati dan melakukan dengan sungguh-sungguh Komitmen Nilai Keberpihakan
pada Kaum Miskin dan/atau Rakyat kecil (preferential option for the poor), misalnya:
bekerja dan/atau berkarya dalam pengentasan orang miskin, pemberdayaan orang kecil
dan/atau orang miskin;
mengembangkan pendidikan dengan tekanan pada kelompok anak-anak miskin;
berani membela kepentingan orang kecil, miskin dari tekanan Pemerintah dan/atau
masyarakat yang tidak benar;
memberikan pemikiran kreatif dan sekaligus solusi nyata dalam rangka mengangkat kaum
miskin dan tertindas untuk bangkit menjadi manusia sesuai harkat dan martabatnya.
B. Memiliki, menghayati dan melakukan dengan sungguh-sungguh Komitmen Nilai sebagai Pembela
Nilai Kemanusiaan, misalnya:
10
jujur dan dapat diteladani;
mengembangkan gerakan anti korupsi;
hidup keluarga dan/atau pribadinya dapat diteladan oleh orang lain karena jujur, nurani
baik, beriman, sosial;
hidupnya wajar, sederhana, dan mencerminkan kepedulian terhadap masalah sosial
ekonomi budaya dan politik;
hidup selaras antara ucapan dan tindakannya;
berani membela Hak Asasi Manusia;
dalam tindakannya tidak pernah ikut dalam penindasan orang lain;
bersikap adil dan turut aktif menegakkan keadilan sosial;
mempunyai sikap yang berani membela orang yang diperlakukan tidak adil oleh masyarakat
dan/atau Negara;
berani mengambil keputusan berisiko demi terwujudnya kemanusiaan yang adil dan
beradab, keadilan, dan kesetaraan warga Indonesia dan bahkan warga dunia.
C. Memiliki, menghayati dan melakukan dengan sungguh-sungguh Komitmen Nilai
Multikulturalisme, misalnya:
bersikap dan mengusahakan multikulturalisme, menerima keberbedaan dalam bangsa
sesuai nilai-nilai Pancasila;
terbuka dan dicintai atau diterima oleh berbagai kelompok masyarakat;
mencintai Tanah Air dan Pancasila;
mempunyai kegiatan yang bertujuan meningkatkan cinta tanah air bagi orang lain dan/atau
generasi muda;
selalu mengutamakan dialog, antikekerasan, dan keterbukaan dalam mengatasi konflik atau
perbedaan;
berusaha menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menunjung tinggi
nilai-nilai kebangsaan dan kebersamaan.
5. BENTUK PENGHARGAAN
Penghargaan “Frans Seda Award” diberikan kepada 2 (dua) orang Warga Negara Indonesia yang
berdasarkan penilaian Dewan Juri telah memenuhi kriteria, sehingga pada masing-masing bidang
akan terdapat 1 (satu) orang pemenang.
Bentuk penghargaan yang akan diberikan adalah:
Medali dan Sertifikat “Frans Seda Award” kepada setiap penerima penghargaan, dan
Uang tunai sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kepada setiap penerima
penghargaan
Pengumuman pemenang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2016. Penganugerahan
11
Penghargaan akan dilaksanakan pada tanggal yang akan ditetapkan kemudian.
6. TATA CARA PENCALONAN KANDIDAT
Setiap orang dan/atau kelompok masyarakat dan/atau organisasi dapat mengajukan diri sendiri
atau orang lain untuk menjadi kandidat penerima “Frans Seda Award”. Setiap pengajuan calon
hendaknya melengkapi berbagai dokumen, antara lain:
Daftar Riwayat Hidup
Rincian karya atau kegiatan yang dilakukan yang sesuai dengan kriteria “Frans Seda Award”
dengan beberapa dokumentasi pendukung yang sekurang-kurangnya dapat membuktikan
latar belakang dan riwayat hidup figur yang dicalonkan berikut alamat dan nomor kontak
serta jenis-jenis kegiatan yang saat ini digeluti (yang sesuai dengan kriteria “Frans Seda
Award”)
KTP / SIM yang masih berlaku
Pernyataan Kesanggupan untuk ditinjau oleh Dewan Juri
Seluruh dokumen (hard copy dan/atau soft copy) mohon dapat dikirimkan selambat-lambatnya
pada tanggal 31 Desember 2015 ke alamat berikut:
Dewan Juri “Frans Seda Award” d/a Rektorat Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Gedung Wojtyla lantai 1 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 51 Jakarta Selatan – 12930 Email: [email protected]
7. FASE PELAKSANAAN
Fase-Fase Pelaksanaan “Frans Seda Award”
Fase Sosialisasi kepada Masyarakat
Sosialisasi secara luas kepada masyarakat umum
mengenai kegiatan “Frans Seda Award”, baik melalui
media cetak, elektronik, digital, maupun pengumuman-
pengumuman resmi ke berbagai lembaga dan/atau
institusi di seluruh Indonesia.
Oktober-31 Desember 2015
12
Fase Pendaftaran dan Pengajuan Calon dari
Masyarakat
Kelompok masyarakat dan/atau organisasi dan/atau
perorangan dapat mengajukan calon penerima
penghargaan kepada Dewan Juri “Frans Seda Award”
dengan dilengkapi dokumen-dokumen pendukung.
Oktober - 31 Desember 2015
Fase Verifikasi Tahap Pertama
Dalam fase ini setiap pendaftaran kandidat penerima
penghargaan yang diberikan kepada Dewan Juri akan
diseleksi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
Dewan Juri. Dewan Juri akan menetapkan 10 kandidat
yang mendapatkan total skor penilaian tertinggi
berdasarkan rekam jejak kandidat untuk menjadi
Nominator “Frans Seda Award” 2016 yang akan masuk
dalam tahap seleksi selanjutnya.
Januari 2016
Fase Penilaian Sementara
Berdasarkan hasil penilaian Dewan Juri pada verifikasi
tahap pertama, maka Dewan Juri akan menetapkan
suatu daftar kandidat dalam jumlah tertentu (short
listed) sebagai yang berhak masuk dalam verifikasi
tahap kedua.
Januari 2016
Fase Verifikasi Tahap Kedua
Pada tahap ini, Dewan Juri akan melakukan tinjauan
lapangan kepada 10 Nominator “Frans Seda Award”
dan melakukan penilaian berdasarkan hasil tinjauan
lapangan tersebut. Berdasarkan penilaian pada tahap
ini, Dewan Juri akan mempertimbangkan peraih “Frans
Seda Award” 2016 untuk tiap kategori.
Januari-April 2016
Fase Akhir dan Pengambilan Keputusan
Dewan Juri akan kembali melakukan seleksi terhadap
kesepuluh kandidat calon penerima penghargaan
berdasarkan data rekam jejak kandidat dan hasil
tinjauan lapangan. Fase penilaian akan berakhir dengan
menetapkan 2 (dua) orang penerima penghargaan
“Frans Seda Award” paling lambat pada 15 Mei 2016.
Mei 2016
Fase Pengumuman Nama Pemenang dan Pengajuan
ke Yayasan Atma Jaya
1 Juni 2016
13
Paling lambat pada tanggal 1 Juni 2016 Dewan Juri akan
mengajukan nama kedua penerima penghargaan
kepada Yayasan Atma Jaya melalui Rektor Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya sekaligus mengumumkan
kedua penerima penghargaan “Frans Seda Award”
kepada masyarakat luas.
Fase Pemberian Penghargaan
Kedua penerima penghargaan “Frans Seda Award”
akan menerima penghargaan “Frans Seda Award”
selambat-lambatnya pada 4 Oktober 2016 dalam suatu
upacara penganugerahan “Frans Seda Award”.
4 Oktober 2016
8. SUSUNAN DEWAN JURI
Sesuai dengan tradisi baik yang telah dimulai dalam penyelenggaraan “Frans Seda Award”
sebelumnya, Dewan Juri “Frans Seda Award” akan terdiri dari tokoh-tokoh yang mewakili 5
(lima) institusi mitra “Frans Seda Award”, yakni Unika Atma Jaya, Asosiasi Perguruan Tinggi
Katolik (APTIK), Kelompok Kompas Gramedia, Universitas Paramadina, dan Nahdlatul Ulama
(NU).