fraktur tibia plateu.docx

35
BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Masalah Tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar terbilang cukup tinggi. Dimana kecelakaan tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi korban kecelakaan lalu lintas tersebut. Akibat yang ditimbulkan bagi korban itu sendiri dapt berupa efek fisik dan psikis. Dari segi fisik tentunya kecelakaan dapat menyebabkan timbulnya luka pada setiap jaringan tubuh yang terkena trauma dari kecelakaan lalu lintas baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung dari trauma tersebut dapat berupa adanya fraktur, luka terbuka ataupun kerusakan pada organ dalam tubuh yang dapat juga menyebabkan kematian. Sedangkan efek psikis dari kecelakaan lalu lintas dapat berupa trauma ataupun rasa takut. Fraktur sebagai akibat dari trauma langsung dapat terjadi pada setiap tulang pembentuk tubuh tergantung dari penyebab dan mekanisme terjadinya trauma. Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis. Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan beberapa macam masalah. Pada laporan kasus ini fraktur yang terjadi adalah fraktur terbuka tibial plateu dextra, disertai fraktur phalanx pedis dekstra, dan fraktur femur 1/3 tengah dextra, dimana merupakan fraktur yang mengenai tulang tibia, phalanx, dan femur bagian tengah. Adapun penanganan yang dapat diberikan pada kasus ini adalah operasi dengan pemasangan plate and screw pada tibia proksimal dan femur, serta pemasangan kischner pada phalanx 1-3. Masalah-masalah yang ditimbulkan dari post operasi adalah adanya nyeri, oedema, spasme, keterbatasan gerak, kelemahan otot, deformitas, dan gangguan fungsional dari anggota gerak yang terkena fraktur, serta kemungkinan terjadinya komplikasi sekunder berupa miositis ossifikan, avaskuler nekrosis dan lain sebagainya. Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu serta masyarakat untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Beberapa latar belakang masalah tersebut, maka kami tertarik untuk mencoba mengkaji dan memahami mengenai penatalaksanaan fisioterapi pada

Transcript of fraktur tibia plateu.docx

Page 1: fraktur tibia plateu.docx

BAB I

PENDAHULUAN

 1. A.    Latar Belakang Masalah

Tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar terbilang cukup tinggi. Dimana

kecelakaan tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi korban

kecelakaan lalu lintas tersebut. Akibat yang ditimbulkan bagi korban itu sendiri dapt

berupa efek fisik dan psikis. Dari segi fisik tentunya kecelakaan dapat menyebabkan

timbulnya luka pada setiap jaringan tubuh yang terkena trauma dari kecelakaan lalu

lintas baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung dari trauma

tersebut dapat berupa adanya fraktur, luka terbuka ataupun kerusakan pada organ

dalam tubuh yang dapat juga menyebabkan kematian. Sedangkan efek psikis dari

kecelakaan lalu lintas dapat berupa trauma ataupun rasa takut.

Fraktur sebagai akibat dari trauma langsung dapat terjadi pada setiap tulang

pembentuk tubuh tergantung dari penyebab dan mekanisme terjadinya trauma.

Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang

diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis. Fraktur

dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat mengenai

beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan beberapa

macam masalah.

Pada laporan kasus ini fraktur yang terjadi adalah fraktur terbuka tibial plateu

dextra, disertai fraktur phalanx pedis dekstra, dan fraktur femur 1/3 tengah dextra,

dimana merupakan fraktur yang mengenai tulang tibia, phalanx, dan femur bagian

tengah. Adapun penanganan yang dapat diberikan pada kasus ini adalah operasi

dengan pemasangan plate and screw pada tibia proksimal dan femur, serta

pemasangan kischner pada phalanx 1-3. Masalah-masalah yang ditimbulkan dari

post operasi adalah adanya nyeri, oedema, spasme, keterbatasan gerak, kelemahan

otot, deformitas, dan gangguan fungsional dari anggota gerak yang terkena fraktur,

serta kemungkinan terjadinya komplikasi sekunder berupa miositis ossifikan,

avaskuler nekrosis dan lain sebagainya.

Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu serta masyarakat untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan

gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dan menggunakan penanganan secara

manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, mekanis), pelatihan

fungsi dan komunikasi.

Beberapa latar belakang masalah tersebut, maka kami tertarik untuk mencoba

mengkaji dan memahami mengenai penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post

operasi open fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx, dan fraktur femur 1/3

tengah dextra.

Page 2: fraktur tibia plateu.docx

B.     Identifikasi Masalah

Penanganan yang dilakukan pada kasus post operasi open fraktur tibial plateu

dextra dapat dilakukan secara konservatif dan operatif. Tindakan operatif yang

dilakukan yaitu dengan pemasangan plate and srew, dimana pada post operasi

pemasangan plate and srew akan ditemui permasalahan yaitu adanya nyeri,

oedema, spasme, keterbatasan gerak, kelemahan otot, deformitas, dan gangguan

fungsional dari anggota gerak yang terkena fraktur.

C.    Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah dan keterbatasan waktu yang ada, maka kami hanya

membatasi permasalahan pada penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post operasi

open fraktur tibial plateu dextra dengan pemasangan ORIF berupa plate and srew.

D.    Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatas, maka kami merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Modalitas fisioterapi apa saja yang dapat digunakan  pada kasus post operasi open

fraktur tibial plateu dextra dengan pemasangan plate and srew.

2. Problematik fisioterapi apa saja yang dialami oleh pasien dengan kondisi open

fraktur tibial plateu dextra.

E.     Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui manfaat terapi latihan pada

kasus fraktur tibia plateu dextra yang berhubungan dengan gangguan fungsi gerak

dan aktifitas fungsionalnya.

F.     Manfaat Penulisan Makalah

1. Bagi Penulis

Adanya penulisan laporan kasus ini akan menambah pemahaman dalam

melaksanakan  proses fisioterapi pada kasus post op open fraktur tibial plateu dextra

dengan pemasangan plate and srew.

2. Bagi Institusi

Sebagai referensi tambahan untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada

kasus post op open fraktur tibial plateu dextra dengan pemasangan plate and srew

3. Bagi Fisioterapis

Untuk mendapatkan metode terapi yang tepat dan bermanfaat dalam melakukan

penanganan pada kasus open fraktur tibial plateu dextra.

Page 3: fraktur tibia plateu.docx

4. Bagi Masyarakat

Sebagai pertimbangan bagi masyarakat mengenai peran fisioterapi pada kasus open

fraktur tibial plateu dextra sehingga tidak terjadi malpraktek akibat ketidaktauan

masyarakat akibat kesalahan penanganan pada kondisi ini.

 

BAB II

KERANGKA TEORI

 

A. Deskripsi Teoritis

1. Anatomi Fungsional

1. Osteologi

a. Tulang Femur

Femur merupakan tulang panjang terpanjang pada tubuh dan dibagi dalam corpus,

collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada corpus kita bedakan menjadi tiga

bagian yaitu, facies anterior lateral dan medial. Facies lateral dan medial dipisahkan

dari sisi dorsal oleh dua peninggian berbibir kasar, lineaaspira yang merupakan

daerah tebal tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea,

labium medial dan lateral, labiumlateral berakhir pada tuberusitas glutea. Kadang-

kadang tuberusitas glutea lebih nyata dan dikenal sebagai trochanter ketiga. Labium

medial berjalan kepermukaan bawah collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial

kita temukan birai yang turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea.

Pada bagian proximal dan distal corpus femoris kehilangan bentuk segitigany dan

menjadi lebih bersisi empat. Caput femoris dengan lekukan yang menyerupai pusar

yaitu fovea cacitis yang mempunyai batas irregular dengan collum. Peralihan dari

collum. Peralihan dari collum ke corpus femoris dianterior ditandai oleh linea

intochanterica dan diposterior oleh crista introchanterica. Tepat dibawah trochanter

mayor terletak fossa trochanterica. Trocanter minor menonjol ke posterior dan

medial.

Pada ujung distal dibentuk oleh epicondylus, tepat dekat epicondylus terletak

condylus lateralis dan medialis. Keduanya disatukan pada permukaan anterior oleh

facies patelaris dan diposterior dipisahkan oleh fossa intercondyloidea. Fossa ini

dibatasi oleh linea intercondylloidea yang membentuk dasar segitiga

(planumpopiliteum) yang sisinya dibentuk oleh labium divergen linea aspera.

Dibawah epycondylus lateralis terletak sulcus popliteus dan diatas epicondylus

medialis terdapat tubercullum adductorius.

b. Tulang Patella

Page 4: fraktur tibia plateu.docx

Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. Tulang patella

berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella menghadap kearah distal.

Pada permukaan anterior tulang patella kasar dan permukaan dosal mempunyai

permukaan sendi yang dipisahkan ole sebuah peninggian menjadi facies lateralis

yang lebih besar dan facies medialis yang lebih kecil.

c. Tulang Tibia

Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal, corpus dan

ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi lutut adalah bagian proximal.

Pada bagian proximal terdiri atas condylus medialis tibiae. Condylus medialis tibiae

permukaan sendi dinamakan facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi

lateral facies artecularis superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan

tuberculum intercondyloiddeum mediale. Pada condylus lateralis tibiae permukaan

sendi yang dinamakan facies articularis superior condyli lateralis tibiae dinamakan

tubercullum intercondyloideum yang memisahkan kedua facies articularis pada

bagian ini terdapat eminentia intercondyloideum, fossa intercondyloideum anterior,

fossa intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian ventral

dan merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui ligamentum patella pada

bagian corpus (diaphysis) tibiae berbentuk segi tiga dibedakan atas facies lateralis.

Facies medialis tibiae, facies psterior tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m.

Soleus sedangkan pada bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan

crista interossea tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior

berhadapan dengan crista interossea fibulae. Pada bagian distal agak melebar

dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada malleolus medialis bagian

medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada sulcus malleolaris permukaan

dorsal malleolaris medial yang dilalui oleh tendines mm. Tibialis posterior et

flexordigitorum longus. Pada incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang

berhubungan dengan fibulae.

d. Tulang Fibula

Tulang fibula dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proximal, corpus, dan ujung

distal. Pada bagian proximal terdiri capitulum fibulae melekat kebagioan

karniodorsal tibia. Puncak capitulum fibulae dinamakan apex capituli fibulae. Pada

bagian corpus fibulae berbentuk seperti prisma. Tapi yang berhadapan dengan crista

interossea tersebut dihubungkan oleh membrana interossea cruris. Pada bagian

distal ditandai oleh penonjolan kekaudal yang dinamakan malleolus lateralis.

Malleolus lateralis mempunyai permukaan sendi dinamakan facies articularis malleoli

lateralis yang bersendi dengan tulang talus dipermukaan dorsal malleolus lateralis

terdapat sulcus tendinis mm. Peronerum.

e. Tulang Talus

Page 5: fraktur tibia plateu.docx

Tulang talus dibagi menjadi tiga yaitu caput tali, collum tali, corpus tali. Pada bagian

caput tali terdapat facies articularis navicularis yang bersendi dengan naviculare

pedis. Pada collum tali menghubungkan capu tali dan corpus tali. Di collum tali

terdapat sulcus tali yang bersamaan dengan tulang calcaneus membentuk sinus

tarsi. Sinus tarsi tempati oleh ligamen talocalcaneum interosseum. Pada bagian

corpus tali dimana terdapat trocheal tali, facies malleolaris meialis tali, processus

lateralis tali, processus poterios tali. Pada bagian processus posterior tali terbagi

menjadi dua yaitu tubercullum laterale dan tubercullum mediale.

f. Tulang Calcaneus

Tulang calcaneus dibagi menjadi dua yaitu facies articulares talares anterior et

media dan facies talares posterior. Pada facies articulares talares menonjol kemedial

dinamakan sustentaculum talim. Dibagian dorsal calcaneum terdapat tonjolan besar

dinamakan tuber calcanei. Permukaan medianya terbagi dua bagian yaitu processus

medialis calcanei dan processus lateralis tuberis calcanei.

g. Tulang Naviculare Pedis

Tulang naviculare pedis dilihat dari distal terdiri dari facies articularis terdapat caput

tali dan ossa cuneiformiae dipermukaan medianya tuberusitas ossis naviculare pedis

yang dapat diraba dibawah depan malleolus medialis.

h. Tulang Cuneuforme

Tulang cuneuforme terdiri atas tulang cuneuforme medialis berbentuk paling besar

bentuknya. Tulang cuneuforme intermedius paling kecil permukaan sendinya seperti

huruf “L” terbalik dan tulang cuneiforme lateralis.

i. Tulang Metatarsale

Tulang metatarsale terdiri dari lima buah setiap bagian terdiri dari corpus distal,

media, lateral.

j. Tulang Basis Phalangis

Tulang basis phalangis terdiri dari lima setiap bagian terdiri dari distal, medial,

lateral.

k. Tulang phalanx

Tulang phalanx terdiri dari phalanx distal, phalanx proksimal

2. Otot-otot Tungkai Atas

a. Otot Sartorius

Page 6: fraktur tibia plateu.docx

Origo            : Spina iliaca anterior superior

Insertio         : Facies madialis tibiae dekt tuberusitas tibiae bersama-sama

Dengan tendo otot gracilis dan otot semitendinosus

b. Otot Rectus femoralis

Origo            : Caput rectum, spina anterior inferiorcaput obliqum, agak

dikranial acetabulum

Insertio         : Tuberusitas tibiae melalui ligament patellae

c. Otot-otot Vastus medialis

Origo            : Bagian paling kaudal linea intertrochanterica, labium mediale

linea aspera

Insertio         : Tepi medial tendo otot rectus femoralis, patella

d. Otot-otot Intermedius

Origo            : Permukaan depan dan lateral femur

Insertio         : Tendo otot rectus femoralis

e. Otot-otot Vastus lateral

Origo            : Permukaan depan dan kaudal trochanter major, labium laterale

Linea aspera

Insertio         : Tepi lateral tendo otot rectus femoris, patella

f. Otot Articularis genu

Origo            : Permukaan depan bagian kaudal femur

Insertio         : Permukaan atas dan lateral capsula articularis articulatio genu

g. Otot Pectineus

Origo            : Pectin ossis pubis, fascia pectinea

Insertio         : Linea pectinea femoralis

h. Otot Adductor longus

Page 7: fraktur tibia plateu.docx

Origo            : Ramus superior ossis pubis diantara symphisis et tuberculum

pubicum

Insertio         : Labium mediale linea aspera

i. Otot Gracilis

Origo            : Ramus inferior ossis pubis

Insertio         : Facies mediale tibea dekat tuberositas tibea bersama-sama dengan

tendineae mm. sartorius et semitendinosus (Pesanserinus)

j. Otot Adductor Brevis

Origo            : Ramus inferior ossis pubis

Insertio         : Labium mediale linea aspera

k. Otot Adductor Magnus

Origo            : Ramus inferior ossis pubis

Insertio         : Labium mediale linea aspera

l. Otot Adductor Minimus

Origo            : Ramus inferior ossis pubis

Ramus inferior ossi inchi

Insertio         : Labim mediale linea aspera

m. Otot Semimembranosus

Origo            : Tuber ischiadikus

Insertio         : Condilus mediale tibiae

n. Otot Bicep femoralis

Origo            : Caput longum : tuber ischiadicum

Caput breve    : labium laterale linea asperae

Insertio         : Capitulum fibulae, condylus lateralis

3. Otot Tungkai Bawah

Page 8: fraktur tibia plateu.docx

a. Otot Tibialis anterior

Origo            : Condylus lateralis tibea, facies lateralis tibea, membrane interssea

Cruris, facies cruris

Insertio         : Permukaan plantar tulang cuneuforme I, permukaan atas basis

Ossis metatarsalis I

b. Otot Extensor digitorum longus

Origo            : Capitulum et facies medialis fibulae, fascia cruris

Insertio         ; Aponeurosis dorsalis jari kaki II, V

c. Otot Pereneus tirtius

Origo            : Fibula (merupakan bagian paling lateralis m. extensor digitorum

longus)

Insertio         : Basis ossis metatarsalis 5

d. Otot Extensor Hallucis Longus

Origo            : Facies medialis fibulae, membrana interossea cruris

Insertio         : Basis phalanx terakhir ibu jari kaki

e. Otot Gastocnemius

Origo            : Caput mediale epicondylus medialis moris, caput latrale,

epicondylus lateralis femoris

Insertio         : Tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei achilles

f. Otot Soleous

Origo            : Capitulum febulae, facies posterior fibulae, linea poplitea tibiae,

Arcus tendinis otot soleus

Insertio         : Tuber calcanei melalui tendo calcanei achillus

g. Otot Tibialis Anterior

Origo            : Condylus lateralis femoralis, ligament popliteum tibiae

Page 9: fraktur tibia plateu.docx

Insertio         : Planum popliteum tibiae

h. Otot Plantaris

Origo            : condylus lateralis femoralis

Insertio         : Tuber calcanei

i. Otot Flexor Digitorum Longus

Origo            : Facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam

Insertio         : Phalanx distal jari kaki II, III

j. Otot Flexor Hallucis Longus

Origo            : Facies posterior fibulae, facies cruris lembar dalam

Insertio         : Phalanx distal ibu jari kaki

k. Otot Tibialis Posterior

Origo            : Facies posterior fibulae, membrane interossea cruris, facies

posterior tibiae

Insertio         : Tuberositas ossis navicularis

l. Otot Peroneus Longus

Origo            : Facies lateral fibulae

Insertio         : Ossa curneuforme I, basis ossis metatarsalis I.

m. Otot Peroneus Brevis

Origo            : Facies lateralis fibulae

Insertio         : Basis ossis metatarsalis V

4. Otot-otot Kaki

a. Otot Extensor Hallucis Brevis

Origo            : Bagian depan calcaneus

Insertio         : Oponerosis dorsalis ibu jari kaki

b. Otot Extensor Digitorum Brevis

Page 10: fraktur tibia plateu.docx

Origo            : Bagian depan calcaneus

Insertio         : Oponerosis dorsalis jari kaki II sampai V

c. Otot bAbduktor Hallucis

Origo            : Processus medialis tuberis calcanei, flexor retinaculum

Insertio         : Sisi medial phalanx proximal

d. Otot Flexor Digitorum Brevis

Origo            : Processus medialis calcanei, aponerosis plantaris

Insertio         : Phalanx intermedius jari II sampai V

e. Otot Abduktor Digiti V

Origo            : Processus medialis et lateralis tuberis calcanei

Insertio         : basis ossis metatarsalis V, basis phalanx proximal jari V

f. Otot Quadratus Plantae

Origo            : Facies plantaris calcanei

Insertio         : Facies plantaris tendo otot flexor digitorum longus

g. Otot Lumbricales

Origo            : Tendo flexor digitorum

Insertio         : Aponerosis dorsalis jari II sampai IV

h. Otot Adduktor Hallucis

Origo            : caput obliqulum basis asseum metatarsalae II sampai V caput

tranversum sampai sendi articularis metatarsophalanxealis II sampai V

Insertio         : Basis phalanx proximal ibu jari

i. Otot Flexor Digiti V Brevis

Origo            : Basis ossis metatarsalis V

Insertio         : Basis phalanx proximal jari V

5. Ligamen-ligamen pada sendi lutut

Page 11: fraktur tibia plateu.docx

a. Ligamen Collateral Medial

Terbentang dari condylus medialis femoralis sampai tuberositas tibia

b. Ligamen Collatera lateral

Barasal dari condylus lateralis menuju capitulum

c. Ligamen Cruciatum Anterior

Berjalan dari fossa intercondyloidea anterior tibia kepermukaan medial condylus

lateral femoralis

d. Ligamen Cruciatum Posterior

Berjalan dari permukaan lateral condylus femoralis medial kefossa intercondylodea

posterior tibia. Ligamen ini diperkuat oleh ligamen cruciatum anterior

e. Ligamen Popliteum Arcuatum

Terletak pada daerah femoralis, erat hubungannya dengan otot popliteum

f. Ligamen Popliteum Obliqum

Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turu menyilng menuju facia meial

popliteum

6. Ligamen-ligamen pada sendi kaki

a. Dilihat dari lateral

1) Ligamen Talofibulare posterior

Berjalan dari  tulang talus melintang ketulang fibula bagian belkang

2) Ligamen Calcaneofibulare anterius

Berjalan dari tulang calcaneus membentang ketulang fibula

3) Ligamen Tibiofibulare anterius

Berjalan tulang tibia bagian depan dan tulang fibula bagian depan

4) Ligamen Talofibulare anterius

Berjalan tulang talus membentang lurus ketulang fibula bagian depan

5) Ligamen Calcaneonavicular

Page 12: fraktur tibia plateu.docx

Berjalan dari tulang calcaeus dan tulang naviculare melintang pada gagian atas

punggung kaki.

6) Ligamen Calcaneocuboideum

Berjalan dari tulang calcaneus dan tulang cuboideum pada bagian atas

punggung kaki

b. Dilihat dari medial

1) Ligamen Tibiotalare Anterius

Berjalan melintang dari depan dari ujung Tibia dan tulang talus pada sisi depan

2) Ligamen Tibiotalare Posterior

Berjalan melintang dari belakang dari tulang Tibia dan tulang Talus pada sisi

belakang

3) Ligamen Tibionaviculare

Berjalan disamping pada tulang tibia dan tulang Naviculare

7. Biomekanika pada sendi lutut dan pergelangan kaki

a. Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan struktur tulang dari tungkai atas dan tungkai bawah yaitu

tulang femur, tibia, fibula dan patella serta dibentuk dari beberapa ligamen dan

minikus. Sendi lutut mempunyai gerakan diantaranya fleksi, ekstensi, eksternal

rotasi. Gerakan fleksi dari posisi full ekstensi, dimulai gerakan rotasi secara simultan

tibia terhadap femur melalui kontraksi otot popliteus, selanjutnya terjadi gerakan

fleksi aktiv akibat kontraksi M. Hamsting.

Pada gerakan fleksi-ekstensi maka meniscus akan menguat terhadap tibia yang

bergerak terhadap femur. Pada gerakan rotasi dengan fleksi lutut, maka meniscus

akan bergerak mengikuti femur trhadap tibia. Ligamentum cruciatum anterior akan

mengalami penegangan saat ekstensi dan mengendor saat fleksi. Gerakan rotasi

eksternal tibia terhadap femur pada 20 derajat menuju posisi ekstensi disebut

mekanisme screw home dan keaadan tersebut dipengaruhi sususnan kondilus dan

pengendalian struktur ligamentosa.

Kontraksi Mm. Quadriceps maka parella, ligamentum yang berhubungan dengan

kapsula sendi akan tertarik kearah anterior dan keatas, sehinggga mencegah

terjadinya pergerakan antara condylus pada sisi yang berlawanan. Ada tiga facet

sendi pada permukaan persendian dari femur. Pada pergerakan menuju fleksi meuju

Page 13: fraktur tibia plateu.docx

ekstensi, maka hubungan antara permukaan sendi melalui dari facet medial dan

selanjutnya kefacet interior. Kerja otot pada pergerakan ekstensi dilakukan oleh

kelompok otot bicep femoris.

Struktur ligament akan membantu ekstensi lutu ketika tibia menguat pada posisi

menumpu berat badan. Saat lutut bergerak dari fleksi keekstensi, gerakan kondylus

lateral akan dihentikan pada gerak sendi 160 derajat oleh ligamen cruciatum

anterior dan ligamentum colateralis. Selanjutnya dari kontraksi quadriceps

menyebabkan kondylus medialis akan menambah jangkauan jarak gerak sendi

sebesar 20 derajat (untuk menambah full fleksi menjadi 180 derajat) dan

menimbulkan gerakan internal rotasi tibia terhadap femur.

b. Sendi Pergelangan Kaki

Struktur tulang pembentuk sendi pergelangan kaki dibentuk oleh dua buah tulang

sendi berikut:

1) Pada bagian proximal disusun oleh dua buah tulang panjang yang merupakan

struktur tulang dari tungkai bawah yaitu tulang tibia dan fibula.

2) Pada bagian distal disusun oleh 12 tulang pendek yang merupakan struktur

tulang dari kaki yaitu : tulang talus, tulang calcaneus, tulang kuboideum, metatarsal

I, II, III, IV dan V

2. Fraktur tibia plateu

1. Pengertian 

Fraktur Adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang

disebabkan oleh trauma atau keadaaan patologis. (Kumpulan bahan kuliah Program

Diploma IV Fiosioterapi, 2004)

Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun yang partial (Chairudin rasjad). Jadi fraktur

tibia plateu merupakan kasus yang sering menimbulkan komplikasi sekunder seperti

kelainan sendi lutut dan instabilitas sendi lutut. Sehingga akan menyebabkan

gangguan fungsi sendi dan disability setelah cidera. (Apley, 1995)

2. Etiologi

Menurut Apley (1995) bahwa penyebab terjadinya fraktur dibedakan menjadi 4

macam yaitu a) fraktur karena trauma langsung ( direct violence ), b) fraktur karena

trauma tak langsung (indirect violence), c) fraktur akibat kelelahan tulang (fatique

fracture) dan d) karena kondisi patologis (pathological fracture ). Fraktur yang terjadi

pada kasus ini adalah fraktur karena trauma langsung pada tibia plateu akibat

kecelakaan lalu lintas.

Page 14: fraktur tibia plateu.docx

3. Patofisiologi fraktur tibia plateu

Mekanisme cidera pada fraktur tibia plateu disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas

tertabrak motor sehingga terjadi fraktur pada tibia plateu. Menurut Adam (1992)

sebagian besar fraktur pda tibia plateu sering diikuti kerusakan permukaan sendi

lutut dan gangguan stabilitas sendi, sehingga menyebabkan arthropathy dan

disabilitas. Beberapa jaringan lunak sering mengalami kerusakan termasuk meniskus

dan ligamentum stabilisator sendi lutut, namun apabila trauma yang terjadi sangat

keras sering pula mengalami kerusakan arteri popletia dan pembuluh saraf tepi

terutama nervus peroneus dan tibialis.

Jaringan yang mengalami cidera akan melewati beberapa tahap untuk mencapai

penyembuhan yaitu tahap injury, inflamasi, proliferasi sel dan remodeling,

( Miclovitz, 1996)

4. Gambaran Klinis

Tanda yang menunjukan adanya fraktur tibia lateu tidak jauh berbeda dengan tanda

fraktur secara umum yaitu adanya nyeri, odema, deformitas dan gangguan fungsi,

namun pada fraktur tibia plateu ini mempunyai ciri-ciri yang khas adanya

pembegkaanpada lutut dan sedikit deformitas, memar biasanya luas dan jaringan

terasa adonan karena hemathrosis. Pada pemeriksaan secara hati-hati ( dibawah

anesthesia) dapat menunjukan ketidakstabilan kearah medial  maupun lateral. Kaki

dan ujung kaki harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya tanda

tanda cidera pembuluh darah    dan neurulogi ( Apley, 1996).

4. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur ada dua yaitu:

a. Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan otot dan

kulit sehingga dapat terlihat dari luar.

b. Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak

menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar.

Houglund dan states mengklasifikasikan fraktur tibia berdasarkan bearnya energi

yang menyebabkan terjadinya fraktur, yang dapat menentukan prognosis:

a. Fraktur berkekuatan tinggi; misalnya dari kecelakaan mobil dan tabrakan,

fraktur dari group ini sembuh kira-kira 6 bulan.

b. Fraktur berkekuatan rendah ; misal dari kecelakaan bermain ski, fraktur dari

group ini sembuh kira- kira 4 bulan.

Page 15: fraktur tibia plateu.docx

5. Komplikasi

Komplikasi yang sering muncul akibat fraktur tibia plateu adalah (1) kekakuan sendi

lutut, (2) deformitas sendi lutut, (3) osteoarthritis lutut. ( Apley, 1995).

2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi)

A. Definisi

ORIF adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengembalikan struktur

tulang yang fraktur pada keadaan anatomis dari dalam dengan memberikan ikatan

dari dalam.

B. Jenis Perangkat Fiksasi

1. Cortical bone screw

2. Cancellous bone screw

3. Self tapping screw

4. Dinamik hip screw / dinamik condilar screw

5. Plates

6. Blade p;ates

7. Intramedularis nail

8. Tension band wiring

C. Indikasi Fiksasi Internal

1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya fraktur dengan

displacement dan tidak stabil.

2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran

setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan

bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser.

3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur melintang pada

patella atau olecranon.

4. Fraktur yanfg penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama pada

frakktur leher femur.

5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang

6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau dengan tujuan

untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan berbagai organ sistem

tubuh (Philips dan Conteas, 1990).

7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu dan

pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990)

8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot dan jkaringan

lunak lainnnya.

D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi

1. Posisi fraktur

2. Panjang dan bentuk fraktur

Page 16: fraktur tibia plateu.docx

3. Ukuran fraktur

4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994)

E. Keuntungan Fiksasi Internal

1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan penyambungan tulang

(Mc. Ray, 1994)

2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat

3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat diminimalkan

bahkan dihilangkan.

4. Pasiewn dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar pasien tetap

melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah sakit dan menjauhkan

larangan-larangan yang diberikan seperti tidak boleh melkukan pembebanan yang

maksimal pada daerah fraktur.

F. Komplikasi Fiksasi Internal

1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering ditemukan, hal

ini tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat pembedahan yang tidak

memenuhi standart aseptic dan antiseptic.

2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau tungkai bawah

dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan tulang yang sebelahnya

tetap utuh.

3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos dan penyatuan

tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan rasa nyeri yang hebat pada

fraktur harus diwaspadai dan ditangani.

4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu cepat, waktu

yang paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun dan satu setengah tahun

dan yang paling aman setelah dua tahun setelah masa pelepasan tulang dalam

kondisi lemah diperlukan perwatan dan perlindungan.

G. Teknik Tindakan ORIF

1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur dan perangkat

yang digunakan juga dengan alasan yang sama.

2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada permukaan

yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang cembung.

3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat dikuncikan

dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991)

3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Post ORIF Open Fraktur Tibia

plateu Dextra dengan Plate and Screw1. Pemeriksaan Subjektif

a.Anamnesis

Anamnesis bertujuan untuk memperoleh informasi akurat dan relevan, sehingga

pertanyaan harus jelas dan mudah dijawab. Anamnesis dikelompokkan menjadi: a.

Heteroanamnesis, tanya jawab pada orang-orang/keluarga pasien yang mengetahui

Page 17: fraktur tibia plateu.docx

kondisi pasien, b. Autoanamnesis, tanya jawab secara langsung kepada pasien,

dapat dibagi menjadi: 1) anamnesis umum, 2) anamnesis khusus.

Keluhan utama mengenai keluhan yang mendorong pasien mencari pertolongan

termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, faktor – faktor yang

memperberat atau memperingan, irritabilitas dan derajat berat keluhan, sifat

keluhan dalam 24 jam, dan stadium dari kondisi.

Riwayat Penyakit Sekarang berupa perjalanan penyakit dan riwayat pengobatan

1. Pemeriksaan Objektif

a. Tanda-tanda vital

Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh seseorang yang penting

untuk diketahui sehingga kita dapat mengetahui keadaan tubuh

seseorang,pemeriksaan tanda vital meliputi

1)      Tekanan darah

2)      Denyut nadi

3)      Frekuensi pernafasan

4)      Temperature

5)      Tinggi badan

6)      Berat badan

b. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Hal-hal yang bisa

dilihat/diamati seperti keadaan umum, kondisi berat badan, sianosis, pucat, bentuk

thorak,bentuk vertebra,gerakan – gerakan pernafasan abnormal,kontraksi otot bantu

pernafasan, clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu:

1)      Inspeksi statis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam keadaan

diam.

2)      Inspeksi dinamis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam keadaan

bergerak, contoh waktu penderita bernafas,beraktivitas.

c. Palpasi

Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan dan memegang

organ/bagian tubuh pasien untuk mengetahui tentang adanya spasme otot, nyeri

Page 18: fraktur tibia plateu.docx

tekan, suhu, tumor/oedema, kontur organ , tingkat kesamaan ekspansi, atropi,

kontraktur

d. Perkusi

1)      Dull bila ada kolaps/konsolidasi

2)      Stoney dull bila ada efusi pleura

3)      Sonor (jaringan paru yang normal)

4)      Hypersonor (hyperinflasi, pneumothorax)

5)      Redup (konsolidasi,atelektasis)

6)      Pekak (pleural effusion)

e. Auskultasi

Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul dalam

thorak dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”. Dipergunakn untuk

mengidentifikasi gangguan ventilasi atau gangguan pembersihan jalan nafas ( lokasi

mukus) dan menilai efektifitas terapi, serta untuk mendengarkan suara jantung.

f. Pemeriksaan Gerak Dasar

1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif; untuk menentukan kekuatan otot, ROM aktif,

nyeri dan koordinasi gerak.

2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif; untuk menentukan ROM pasif (normal,

hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, bunyi, tonus dan panjang otot.

3) Pemeriksaan kontraksi isometrik; untuk menelaah rasa nyeri (provokasi

myotendinogen) dan kelemahan otot (gangguan neuromuskular).

g. Pemeriksaan Khusus antara lain; Palpasi yaitu untuk memeriksa temperature

local, nyeri tekan, dan bengkak Antropometri yaitu untuk memeriksa adakah

perbedaan panjang segmen, lingkar segmen, oedem, atropi otot.

h. Pemeriksaan penunjang, seperti sinar X, MRI, CT scan, laboratorium.

i. Muscle Test (Kekuatan Otot) adalah suatu usaha untuk menentukan atau

mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara

voluntary.

Nilai:

0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

Page 19: fraktur tibia plateu.docx

1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi

2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi

3 = Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi      tanpa

melwan tahanan

4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan sedang

(moderat)

5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan maximal.

j. Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh): Pengukuran lingkar segmen tubuh

yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan

dengan menggunakan meteran (meter line), pelaksanaan pengukuran lingkar

anggota gerak ini menggunakan patokan lingkar lutut yaitu tuberusitas tibia.

k. ROM Test: menggunakan goniometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi

yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.

l.  Pemeriksaan nyeri: dengan skala VAS, cara pengukuran derajat nyeri dengan

menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0-10cm). Salah satu ujung

menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri yang hebat.

Panjang garis mulai dan tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk menunjukkan

besarnya nyeri.

3. Problem Fisioterapi

Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita post ORIF open  fraktur

tibia plateu dextra dengan plate and screw dilakukan secara bertahan susuai dengan

problem yang ditemukan pada saat dilakukan assesment. Untuk itu sebelum

melakukan intervensi fisioterapi, hendaknya kita mengetahui problem fisioterapi apa

saja yang ada pada penderita dengan post ORIF open fraktur tibia plateu dextra

dengan plate and screw

1.  Terdapat udema disekitar knee dan ankle

2. Adanya nyeri tekan dan gerak pada daerah cidera

3. Adanya penurunan LGS knee

4. Kelemahan otot –otot flexor dan extensor knee

5. Adanya spasme otot quadriceps

4. Diagnosa Fisioterapi

Impairment (gangguan), functional limitation (Keterbatasan fungsi), dan

disability/participation restriction (ketidakmampuan) yang menyebabkan kecacatan.

Page 20: fraktur tibia plateu.docx

5. Rencana Intervensi

a. Target dan tujuan intervensi terapi dibuat setelah diagnosa fisioterapi ditetapkan

berdasarkan penemuan atau hasil pemeriksaan yang ada.

b.  Rencana intervensi fisioterapi meliputi:

(1) Tujuan jangka pendek: Mengurangi udema, mengurangi nyeri, mengurangi

spasme, meningkatkan dan memelihara ROM, meningkatkan dan memelihara

kekuatan otot.

(2)   Tujuan jangka panjang: meningkatkan, mengembangkan dan memelihara

kemampuan fungsional ADL pasien secra mandiri

c. Rencana intervensi

(1) Terapi latihan: passive movement, aktif movement

(2) Transfer dan ambulasi

(3) Edukasi

6. Metode intervensi

a. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam

pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif

(Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi

dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik

dan kemampuan fungsional serta memperbaiki fungsi tubuh.

Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan berupa:

1. Passive movement/ gerakan pasif

Pasive movement adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang

dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot pasien ( Kisner,

1996). Tehnik yang digunakan adalah relaxed passive movement , yaitu pemberian

gerak pasif sampai batas nyeri pasien tanpa pemberian kekuatan tambahan dari

terapis. Menurut Gartland (1996) relaxed passive movement bermanfaat untuk

mempertahankan LGS dan mencegah kontraktur otot.

2. Active movement/ gerakan aktif

 Active movement adalah  gerakan yang timbul dari kontraksi otot pasien sendiri

secara volunteer atau sadar ( Kisner, 1996). Dengan gerakan aktif akan

menimbulkan kontraksi otot, meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke jaringan

lunak di sekitar fraktur termasuk fraktur itu sendiri sehingga proses penyambungan

tulang akan berlangsung lebih baik.

b. Transver dan ambulasi: salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu

mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama (Appley,

Page 21: fraktur tibia plateu.docx

1995). Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur terlentang lalu

duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow saat bangun

kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu lakukan

bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai digeser

menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh

terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki

yang sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan

keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang

juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan

dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah

membaik dengan metode Non Weight Bearing (NWB), dengan cara pasien latihan

jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk dan dimulai dari kruk kaki yang

sehat sedang kaki yang sakit digantung.

c. Edukasi:

(1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak

mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot

yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi

(2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih

sesuai program yang diberikan terapis.

(3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu, yang menumpu pada

kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan

diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin.

(4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB)

selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi

penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk

menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan

metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak

penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut

sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing(FWB).

Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.

7. Rencana Evaluasi

Sesuai dengan problematik fisioterapi

8. Prognosis berisi perkiraan mengenai kondisi pasien

Quo ad vitam               : mengenai perkiraan hidup mati pasien

Quo ad sanam              : mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit

Page 22: fraktur tibia plateu.docx

Quo ad fungsionam      :mengenai perkiraan kemampuan fungsi    aktivitas sehari –

hari

Quo ad cosmeticam      : mengenai perkiraan  penampilan pasien

9. Penatalaksanaan Fisioterapi

berupa tindakan yang dilakukan terapis kepada pasien

10. Evaluasi hasil terapi

Evaluasi adalah tindakan untuk membandingkan data sebelum dan sesudah terapi

agar lebih mudah dan lebih cermat dalam mengetahui perkembangan terapi.

BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal pembuatan laporan 21 juli 2007

Kondisi : FT Muskuloskeletal

A. Keterangan Umum Penderita

Nama                      : Tn. Sukron Maenggal

Umur                      : 34 tahun

Jenis kelamin          : Laki-laki

Hobi                        : Olah raga

Agama                    : Islam

Pekerjaan                : Wiraswasta

Alamat                    : Dorokondang 3/1 lasem, Rembang

1. A.    Data-data Mesis Rumah Sakit

1. Diagnosis Medis

Open fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx 1-3 pedis dextra dan CF. Femur 1/3

tengah dextra.

1. Diagnosis Klinis

Pasien tidak bisa menggerakkan atau menekuk lutut kanan.

1. Medika Mentosa

1. obat premedikasi : sufasatropin

Page 23: fraktur tibia plateu.docx

fortanes

pytaidin

buvanes

1. obat injeksi : ephedrin

linodex 5%

anua 25 ml

remapnin

1. Hasil Lab

Leukosit               : 20,200/mm

Hemoglobin         : 12,7 Gr/dl

Laju endap darah : 12 /jam

HbsAg                  : Negatif

1. Laporan Operasi

Tanggal 05 juli 2007

Dx. Pra Bedah                        :

Open fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx 1-3 pedis dextra, dan CF. femur 1/3

tengah dextra.

Dx. Pasca Bedah         :

Idem

Macam Tindakan        : ORIF dengan plate and screw dan kischner.

1. Foto Rotgen

Tanggal 21 juni 2007

Tampak fraktur spiral tibia plateu dextra

Tampak fraktur phalanx 1-3 pedis dextra

Tampak fraktur CF. femur1/3 tengah dextra

Tanggal 05 juli 2007

Page 24: fraktur tibia plateu.docx

Tampak Pemasangan internal fiksasi plate and screw pada os tibia dan os femur

serta pemasangan kischner pada os palanx.

1. B.     Segi Fisioterapi

1. Pemeriksaan Subyektif

1. Anamnesis

Autoanamnesis dan heteroanamnesis:

Keluhan Utama

Nyeri pada luka incisi kaki kanan didaerah 1/3 proximal tibia dan kesulitan untuk

menggerakan tungkai kanan, terutama untuk menekuk. Pasien juga mengeluh rasa

baal pada tungkai bawah sisi medial , rasa panas pada lutut, dan gatal-gatal sekitar

daerah incisi.

Lokasi keluhan yaitu pada 1/3 proxsimal tibia.

Onset yaitu Dimulai sejak pada tanggal 21 juni 2007 ditabrak  sepeda motor oleh

karena kecelakaan lalu lintas, kemudian pasien tidak bisa jalan dan dibawa keRSO

tanggal 21 juni 2007. Dilakukan operasi pada tanggal 05 juli 2007.

Faktor-faktor yang memperberat yaitu Pada saat menggerkkan lutut kanan.

Faktor-faktor yang memperingan yaitu pada saat tidur terlentang

Sifat keluhan dalam 24 jam yaitu dinamis

Stadium dari kondisi yaitu kronis

1)      Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 21 juni 2007 pasien mengalami kecelakaan ditabrak sepeda motor,

kemudian dibawa keRSO disurakarta untuk mendapatkan tindakan dan pertolongan

pertama. Setelah mengetahui bahwa pasien mengalami perpatahan tulang pada

bagian 1/3 proxsimal tibia, 1/3 tengah femur, dan phalanxz kaki kanannya,

kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil diagnosisnya adalah open

fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx 1-3 pedis dextra, dan CF. femur 1/3

tengah dextra. Kemudian dilakukan operasi pada tanggal 05 juli 2007 pemasangan

ORIF dengan plate and screw ditibia proxsimal dan femur tengah, dengan kischner

diphalanx 1-3. kemudian pasien mengalami rawat inap.

2)      Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien.

3)      Status Sosial

Page 25: fraktur tibia plateu.docx

4)      Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak memiliki hipertensi, penyakit jantung, DM, gangguan paru (asma), tetapi

memiliki riwayat trauma.

1. Pemeriksaan Objektif

1)      Pemeriksaan tanda vital

a)      Tekanan darah       : 120/80 mmHg

b)      Denyut nadi          : 88 x/menit

c)      Frek. Pernafasan   : 16 x/menit

d)     Temperatur            : 37 0 C

e)      Tinggi badan         : 175 cm

f)       Berat badan           : 65 kg

2)      Inspeksi

Statis :

a)      KU baik

b)      Tungkai dextra dipasang elastis bandage

c)      Terdapat oedema pada patella dextra

d)     Tampak tropic change pada tungkai bawah

e)      Tidak atropi dan decubitus

f)       Saat pasien istirahat tidak menahan nyeri

Dinamis :

a)      Tampak ekspresi wajah pasien kesakitan saat lutut kanannya di pasifkan oleh

terapis

b)       Pasien jalan menggunakan kruk (NWB)

c)      Gangguan gerak pada hip, knee, dan phalanx dextra

3)      Palpasi

a)       Adanya nyeri tekan pada pada daerah cidera

Page 26: fraktur tibia plateu.docx

b)      Suhu lokal pada daerah cidera (lutut kanan) lebih tinggi dari daerah yang sehat

c)       Adanya spasme otot gastrocnemius kanan

d)      Tidak ada pitting oedema

e)       Terdapat tropic change disekitar daerah tungkai bawah dan ankle

4)      Perkusi

5)      Auskultasi

6)      Gerakan Dasar

a)      Gerak pasif

1. AGB Sinistra

Hip     : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri

Knee : Mampu untuk digarakkan fexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri

Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,

eversi dan inversi full ROM dan tidak ada nyeri

2. AGB Dextra

Hip     :  Belum mampu untuk digerakkan kearah flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi karena masih nyeri

Knee    : Mampu untuk digarakkan flexi tapi tidak full ROM, karena pasien masih

merasakan nyeri

Ankle  : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,

eversi dan inversi tidak full ROM dan tidak ada nyeri

b) Gerak aktif

1. AGB Sinistra

Hip     : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri

Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri

Page 27: fraktur tibia plateu.docx

Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,

eversi dan inversi full ROM dan tidak ada nyeri

2. AGB Dextra

Hip     :  Belum mampu   melakukan gerakan kearah flexsi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi karena masih ada nyeri

Knee    : Mampu untuk menggerakkan flexi, tapi tidak sampai full ROM, karena

pasien mengeluh nyeri

Ankle  : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,

eversi dan inversi tidak full ROM dan tidak ada nyeri

c) Gerak isometrik melawan tahanan

AGB Dextra

Knee    : Belum mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis untuk semua

gerakkan

Ankle : Mampu gerak isometrik melawan tahanan minimal dari terapis untuk semua

arah gerakkan

7)      Muscle Test (kekuatan otot)

Tidak dilakukan

8)      Antropometri test

Tidak dilakukan

9)      ROM Test

Tidak dilakukan

10)   Pemeriksaan nyeri

Menggunakan skala VAS ( Verbal Analogue Scale)

0                                                                              10

keterangan :

0  : Tidak ada nyeri sama sekali.

10  : Nyeri  tak tertahankan.

Page 28: fraktur tibia plateu.docx

Nyeri diam  : 3

Nyeri tekan : 5

Nyeri gerak : 7

11)  Kognitif, intra personal dan inter personal

Kognitif            : Baik, pasien mampu menceritakan kronologis kejadian trauma

dengan baik, mampu menjawab pertanyaan terapis, dan mampu mengingat memori

jangka panjang dan jangka pendek dengan baik

Intra personal    : Pasien mampu menerima keadaan dirinya dan mempunyai

keinginan serta motivasi yang tinggi untuk sembuh

Inter personal    :  pasien dapat bekerja sama dengan terapis, pasien menjalankan

latihan yang diajarkan oleh terapis, dan mampu melaksanakan program dengan

baik.

12)  Pemeriksaan Kemampuan Fungsional

1. Kemampuan fungsional dasar :

–          pasien mampu menggerakan pergelangan kakinya ke segala arah tanpa

adanya nyeri

–          pasien belum mampu menekuk lututnya tanpa bantuan terapis

1. Kemampuan fungsional aktifitas :

–          pasien sudah mampu duduk tanpa bantuan

–          pasien sudah mampu miring kekiri tanpa bantuan

–          pasien sudah mampu turun bed dengan bantuan

–          pasien sudah mampu latihan jalan dengan kruk (NWB)

13)  Pemeriksaan Spesifik.

Tidak dilakukan

14)   Mekanisme terjadinya permasalahan ( underlying process)

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 34 tahun yang memiliki seorang istri dan dua

orang anak laki-laki, pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pada tanggal 21 juni 2007

mengalami kecelakan lalu lintas ditabrak sepeda motor, pasien terjatuh dan tidak

bisa jalan kemudian pasien dibawa ke RSO. PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

Page 29: fraktur tibia plateu.docx

pada tanggal 21 juni 2007. Pasien menjalani rawat inap dan operasi pada tanggal 05

juli 2007.

Fraktur dan mekanisme terjadinya fraktur tibia plateu

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas dari tulang baik secara lengkap maupun tidak

lengkap (Adam, 1992). Fraktur juga bisa lebih dari sekedar patahnya kontinuitas

tulang karena pada fraktur yang disebabkan oleh benturan yang kuat dari luar juga

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak sekitar fraktur seperti kerusakan

syaraf, pembuluh darah, tendon otot maupun ligament.

Fraktur tibia plateu merupakan kasus yang sering menimbulkan komplikasi sekunder

seperti kelainan sendi lutut dan instabilitas sendi lutut. Sehingga akan menyebabkan

gangguan fungsi sendi dan disability setelah cidera. (Appley, 1995).

Kekakuan sendi lutut dan atropi otot penggerak lutut akan mengganggu aktifitas

fungsional pasien, sehingga perlu penanganan yang serius yang melibatkan

beberapa disiplin ilmu dokter, ortopedi, dan fisioterapi.

Dengan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan diharapkan dapat mengembalikan

fungsi dan gerak pada cidera setelah operasi.

Karena setelah dilakukan operasi oleh dokter ortopedi pasti tidak lepas dari

beberapa komplikasi post op, antara lain : oedem, penurunan kekuatan otot

penggerak lutut, keterbatasan LGS yang akan mengakibatkan penurunan fungsi dan

gerak pada sendi lutut.

Prinsip terapi adalah:

a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit

b. Mencegah atau sekurang kurangnya mengetahui pembengkakan kompartemen

c.   Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur

d.   Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membabtu penyembuahan)

e.   Mulai gerakan sendi secepat mungkin

Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi dan bila fraktur dengan

displacement perlu dilakukan reposisi.

1. Diagnosis Fisioterapi

1)      Impairment.

Adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah cidera

Page 30: fraktur tibia plateu.docx

Adanya oedema disekitar knee dan ankle

Adanya spasme otot quadriceps kanan

Adanya penurunan LGS knee

Kelemahan otot-otot flexor dan extensor knee

Berpotensi terjadi atropi dan kontraktur

2)      Functional limitation.

Keterbatasan aktivitas yaitu berdiri dan berjalan secara mandiri karena adanya nyeri

incisi pada 1/3 proxsimal tibia.

Penurunan kemampuan jongkok-berdiri dan aktivitas toileting secara mandiri.

Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.

3)      Disability / Participation Restriction

Kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan bersosialisasi dilingkungan masyarakat.

Ketidak mampuan untuk bekerja kembali sebagai wiraswasta oleh karena open

fraktur tibia plateu dextra.

1. Program Fisioterapi

1)      Tujuan Fisioterapi

a)      Jangka pendek

Mengurangi nyeri pada daerah incisi

Mengurangi odema disekitar knee dan ankle.

Mengurangi spasme otot quadriceps kanan

Meningkatkan LGS knee

Meningkatkan kekuatan otot flexor dan extensor knee

Mencegah atropi dan kontraktur

b)      Jangka panjang

Meninngkatkan kemampuan fungsional tungkai kanan

Mengembaliakan aktivitas fungsional pasien secara maximal dan vocational

Page 31: fraktur tibia plateu.docx

2)      Teknologi Intervensi

a)      Teknologi alternatif

(1) TENS

(2) IR(3) Terapi latihan

(4) Change position

(5) Massage

(6) Evaluasi dan pumping exercise

b)      Teknologi terpilih

(1) Terapi Latihan

(2) Transver dan ambulasi

c)      Teknologi yang dilaksanakan

(1) Terapi Latihan :

– passive movement

– latihan gerak aktif, pasif

– standing exercise

– walking exercise

1. Rencana Evaluasi

a)    Nyeri dengan skala VAS

b)   Oedema dengan antropometri

c)    ROM dengan goneometer

d)   Kekuatan otot dengan MMT

1. Prognosis

Quo ad vitam                         : Baik

Quo ad sanam            : Baik

Page 32: fraktur tibia plateu.docx

Quo ad fungsionam   : Baik

Quo ad cosmeticam   : Sedang

1. Pelaksanaan Fisioterapi

Pada tanggal 18 Juli 2007

TERAPI LATIHAN :

1. Latihan gerak pasif (knee dan ankle dextra)

Pasien tidur terlentang, terapis menggerakkan tungkai kanan pasien secara pasif,

gerakkan diulangi 2 sampai 8 kali.

Gerakannya :

–          knee : fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi

–          ankle : dorsal fleksi, plantar fleksi, inversi, eversi

1. Latihan gerak aktif (knee dan ankle dextra)

Pasien tidur terlentang kemudian pasien melakukan gerak aktif.

Gerakannya :

–          knee : fleksi

–          ankle : dorsal fleksi, plantar fleksi, inversi, eversi

Saat pasien melakukan gerak fleksi terlihat keterbatasan gerak pada knee. Gerak

AGA kanan kiri dan AGB kiri normal.

1. Standing exercise

Posisi pasien duduk di tepi bed

Pelaksanaannya : pasien diminta menurunkan kedua tungkainya, sambil terapis

memfiksasi lutut kanan pasien.terapis teruis memonitor raut wajah pasiendan

menanyakan apakah pasien menjadi pusing atau tidak.serta kontak tangan terapis

dengan pasien selalu dilakukan, untuk mengetahui apakah pasien terjadi perubahan

suhu badan atau tidak. Jika pasien merasa pusing dan suhu badan dingin latihan

harus dihentikan.1. Walking exercise

Posisi pasien berdiri dengan bantuan kruk.

Page 33: fraktur tibia plateu.docx

Pelaksanaan : sebelum latihan berjalan, pasien harus benar-benar siap. Setelah itu

kedua kruk dimajukan terlebih dulu ke depan. Diikuti dengan kaki yang sehat dan

kaki yang sakit tetap menggantung. Pasien diminta jalan mengitari ruangan dengan

metode NWB. Dan latihan dihentikan setelah pasien merasa lelah.

Edukasi :

1)      Pasien diminta untuk mengganjal tungkai bawahnya (ankle) dengan bantal

(elevasi) dan menggerak-gerakkan anklenya sesering mungkin.

2)      Pasien disarankan tidak menapakkan kaki kanannya saat berjalan

Pada tanggal 19 juli 2007 TERAPI II

Sama dengan terapi hari pertama.

1. Evaluasi

Tidak dilakukan

1. Hasil Terapi Akhir

Setelah diberikan terapi pada pasien yang bernama Bpk. Sukron sebanyak 2 kali,

maka hasil yang didapat deri sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut yaitu :

Keluhan nyeri berkurang.

Terdapat peningkatan kemampuan fungsional

Kondisi umum pasien baik