fraktur tibia plateu.docx
-
Upload
muhammad-al-amin -
Category
Documents
-
view
190 -
download
13
Transcript of fraktur tibia plateu.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang Masalah
Tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar terbilang cukup tinggi. Dimana
kecelakaan tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi korban
kecelakaan lalu lintas tersebut. Akibat yang ditimbulkan bagi korban itu sendiri dapt
berupa efek fisik dan psikis. Dari segi fisik tentunya kecelakaan dapat menyebabkan
timbulnya luka pada setiap jaringan tubuh yang terkena trauma dari kecelakaan lalu
lintas baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung dari trauma
tersebut dapat berupa adanya fraktur, luka terbuka ataupun kerusakan pada organ
dalam tubuh yang dapat juga menyebabkan kematian. Sedangkan efek psikis dari
kecelakaan lalu lintas dapat berupa trauma ataupun rasa takut.
Fraktur sebagai akibat dari trauma langsung dapat terjadi pada setiap tulang
pembentuk tubuh tergantung dari penyebab dan mekanisme terjadinya trauma.
Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang
diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis. Fraktur
dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat mengenai
beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan beberapa
macam masalah.
Pada laporan kasus ini fraktur yang terjadi adalah fraktur terbuka tibial plateu
dextra, disertai fraktur phalanx pedis dekstra, dan fraktur femur 1/3 tengah dextra,
dimana merupakan fraktur yang mengenai tulang tibia, phalanx, dan femur bagian
tengah. Adapun penanganan yang dapat diberikan pada kasus ini adalah operasi
dengan pemasangan plate and screw pada tibia proksimal dan femur, serta
pemasangan kischner pada phalanx 1-3. Masalah-masalah yang ditimbulkan dari
post operasi adalah adanya nyeri, oedema, spasme, keterbatasan gerak, kelemahan
otot, deformitas, dan gangguan fungsional dari anggota gerak yang terkena fraktur,
serta kemungkinan terjadinya komplikasi sekunder berupa miositis ossifikan,
avaskuler nekrosis dan lain sebagainya.
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu serta masyarakat untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan
gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, mekanis), pelatihan
fungsi dan komunikasi.
Beberapa latar belakang masalah tersebut, maka kami tertarik untuk mencoba
mengkaji dan memahami mengenai penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post
operasi open fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx, dan fraktur femur 1/3
tengah dextra.
B. Identifikasi Masalah
Penanganan yang dilakukan pada kasus post operasi open fraktur tibial plateu
dextra dapat dilakukan secara konservatif dan operatif. Tindakan operatif yang
dilakukan yaitu dengan pemasangan plate and srew, dimana pada post operasi
pemasangan plate and srew akan ditemui permasalahan yaitu adanya nyeri,
oedema, spasme, keterbatasan gerak, kelemahan otot, deformitas, dan gangguan
fungsional dari anggota gerak yang terkena fraktur.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah dan keterbatasan waktu yang ada, maka kami hanya
membatasi permasalahan pada penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post operasi
open fraktur tibial plateu dextra dengan pemasangan ORIF berupa plate and srew.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatas, maka kami merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Modalitas fisioterapi apa saja yang dapat digunakan pada kasus post operasi open
fraktur tibial plateu dextra dengan pemasangan plate and srew.
2. Problematik fisioterapi apa saja yang dialami oleh pasien dengan kondisi open
fraktur tibial plateu dextra.
E. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui manfaat terapi latihan pada
kasus fraktur tibia plateu dextra yang berhubungan dengan gangguan fungsi gerak
dan aktifitas fungsionalnya.
F. Manfaat Penulisan Makalah
1. Bagi Penulis
Adanya penulisan laporan kasus ini akan menambah pemahaman dalam
melaksanakan proses fisioterapi pada kasus post op open fraktur tibial plateu dextra
dengan pemasangan plate and srew.
2. Bagi Institusi
Sebagai referensi tambahan untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada
kasus post op open fraktur tibial plateu dextra dengan pemasangan plate and srew
3. Bagi Fisioterapis
Untuk mendapatkan metode terapi yang tepat dan bermanfaat dalam melakukan
penanganan pada kasus open fraktur tibial plateu dextra.
4. Bagi Masyarakat
Sebagai pertimbangan bagi masyarakat mengenai peran fisioterapi pada kasus open
fraktur tibial plateu dextra sehingga tidak terjadi malpraktek akibat ketidaktauan
masyarakat akibat kesalahan penanganan pada kondisi ini.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Deskripsi Teoritis
1. Anatomi Fungsional
1. Osteologi
a. Tulang Femur
Femur merupakan tulang panjang terpanjang pada tubuh dan dibagi dalam corpus,
collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada corpus kita bedakan menjadi tiga
bagian yaitu, facies anterior lateral dan medial. Facies lateral dan medial dipisahkan
dari sisi dorsal oleh dua peninggian berbibir kasar, lineaaspira yang merupakan
daerah tebal tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea,
labium medial dan lateral, labiumlateral berakhir pada tuberusitas glutea. Kadang-
kadang tuberusitas glutea lebih nyata dan dikenal sebagai trochanter ketiga. Labium
medial berjalan kepermukaan bawah collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial
kita temukan birai yang turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea.
Pada bagian proximal dan distal corpus femoris kehilangan bentuk segitigany dan
menjadi lebih bersisi empat. Caput femoris dengan lekukan yang menyerupai pusar
yaitu fovea cacitis yang mempunyai batas irregular dengan collum. Peralihan dari
collum. Peralihan dari collum ke corpus femoris dianterior ditandai oleh linea
intochanterica dan diposterior oleh crista introchanterica. Tepat dibawah trochanter
mayor terletak fossa trochanterica. Trocanter minor menonjol ke posterior dan
medial.
Pada ujung distal dibentuk oleh epicondylus, tepat dekat epicondylus terletak
condylus lateralis dan medialis. Keduanya disatukan pada permukaan anterior oleh
facies patelaris dan diposterior dipisahkan oleh fossa intercondyloidea. Fossa ini
dibatasi oleh linea intercondylloidea yang membentuk dasar segitiga
(planumpopiliteum) yang sisinya dibentuk oleh labium divergen linea aspera.
Dibawah epycondylus lateralis terletak sulcus popliteus dan diatas epicondylus
medialis terdapat tubercullum adductorius.
b. Tulang Patella
Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. Tulang patella
berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella menghadap kearah distal.
Pada permukaan anterior tulang patella kasar dan permukaan dosal mempunyai
permukaan sendi yang dipisahkan ole sebuah peninggian menjadi facies lateralis
yang lebih besar dan facies medialis yang lebih kecil.
c. Tulang Tibia
Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal, corpus dan
ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi lutut adalah bagian proximal.
Pada bagian proximal terdiri atas condylus medialis tibiae. Condylus medialis tibiae
permukaan sendi dinamakan facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi
lateral facies artecularis superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan
tuberculum intercondyloiddeum mediale. Pada condylus lateralis tibiae permukaan
sendi yang dinamakan facies articularis superior condyli lateralis tibiae dinamakan
tubercullum intercondyloideum yang memisahkan kedua facies articularis pada
bagian ini terdapat eminentia intercondyloideum, fossa intercondyloideum anterior,
fossa intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian ventral
dan merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui ligamentum patella pada
bagian corpus (diaphysis) tibiae berbentuk segi tiga dibedakan atas facies lateralis.
Facies medialis tibiae, facies psterior tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m.
Soleus sedangkan pada bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan
crista interossea tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior
berhadapan dengan crista interossea fibulae. Pada bagian distal agak melebar
dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada malleolus medialis bagian
medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada sulcus malleolaris permukaan
dorsal malleolaris medial yang dilalui oleh tendines mm. Tibialis posterior et
flexordigitorum longus. Pada incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang
berhubungan dengan fibulae.
d. Tulang Fibula
Tulang fibula dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proximal, corpus, dan ujung
distal. Pada bagian proximal terdiri capitulum fibulae melekat kebagioan
karniodorsal tibia. Puncak capitulum fibulae dinamakan apex capituli fibulae. Pada
bagian corpus fibulae berbentuk seperti prisma. Tapi yang berhadapan dengan crista
interossea tersebut dihubungkan oleh membrana interossea cruris. Pada bagian
distal ditandai oleh penonjolan kekaudal yang dinamakan malleolus lateralis.
Malleolus lateralis mempunyai permukaan sendi dinamakan facies articularis malleoli
lateralis yang bersendi dengan tulang talus dipermukaan dorsal malleolus lateralis
terdapat sulcus tendinis mm. Peronerum.
e. Tulang Talus
Tulang talus dibagi menjadi tiga yaitu caput tali, collum tali, corpus tali. Pada bagian
caput tali terdapat facies articularis navicularis yang bersendi dengan naviculare
pedis. Pada collum tali menghubungkan capu tali dan corpus tali. Di collum tali
terdapat sulcus tali yang bersamaan dengan tulang calcaneus membentuk sinus
tarsi. Sinus tarsi tempati oleh ligamen talocalcaneum interosseum. Pada bagian
corpus tali dimana terdapat trocheal tali, facies malleolaris meialis tali, processus
lateralis tali, processus poterios tali. Pada bagian processus posterior tali terbagi
menjadi dua yaitu tubercullum laterale dan tubercullum mediale.
f. Tulang Calcaneus
Tulang calcaneus dibagi menjadi dua yaitu facies articulares talares anterior et
media dan facies talares posterior. Pada facies articulares talares menonjol kemedial
dinamakan sustentaculum talim. Dibagian dorsal calcaneum terdapat tonjolan besar
dinamakan tuber calcanei. Permukaan medianya terbagi dua bagian yaitu processus
medialis calcanei dan processus lateralis tuberis calcanei.
g. Tulang Naviculare Pedis
Tulang naviculare pedis dilihat dari distal terdiri dari facies articularis terdapat caput
tali dan ossa cuneiformiae dipermukaan medianya tuberusitas ossis naviculare pedis
yang dapat diraba dibawah depan malleolus medialis.
h. Tulang Cuneuforme
Tulang cuneuforme terdiri atas tulang cuneuforme medialis berbentuk paling besar
bentuknya. Tulang cuneuforme intermedius paling kecil permukaan sendinya seperti
huruf “L” terbalik dan tulang cuneiforme lateralis.
i. Tulang Metatarsale
Tulang metatarsale terdiri dari lima buah setiap bagian terdiri dari corpus distal,
media, lateral.
j. Tulang Basis Phalangis
Tulang basis phalangis terdiri dari lima setiap bagian terdiri dari distal, medial,
lateral.
k. Tulang phalanx
Tulang phalanx terdiri dari phalanx distal, phalanx proksimal
2. Otot-otot Tungkai Atas
a. Otot Sartorius
Origo : Spina iliaca anterior superior
Insertio : Facies madialis tibiae dekt tuberusitas tibiae bersama-sama
Dengan tendo otot gracilis dan otot semitendinosus
b. Otot Rectus femoralis
Origo : Caput rectum, spina anterior inferiorcaput obliqum, agak
dikranial acetabulum
Insertio : Tuberusitas tibiae melalui ligament patellae
c. Otot-otot Vastus medialis
Origo : Bagian paling kaudal linea intertrochanterica, labium mediale
linea aspera
Insertio : Tepi medial tendo otot rectus femoralis, patella
d. Otot-otot Intermedius
Origo : Permukaan depan dan lateral femur
Insertio : Tendo otot rectus femoralis
e. Otot-otot Vastus lateral
Origo : Permukaan depan dan kaudal trochanter major, labium laterale
Linea aspera
Insertio : Tepi lateral tendo otot rectus femoris, patella
f. Otot Articularis genu
Origo : Permukaan depan bagian kaudal femur
Insertio : Permukaan atas dan lateral capsula articularis articulatio genu
g. Otot Pectineus
Origo : Pectin ossis pubis, fascia pectinea
Insertio : Linea pectinea femoralis
h. Otot Adductor longus
Origo : Ramus superior ossis pubis diantara symphisis et tuberculum
pubicum
Insertio : Labium mediale linea aspera
i. Otot Gracilis
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertio : Facies mediale tibea dekat tuberositas tibea bersama-sama dengan
tendineae mm. sartorius et semitendinosus (Pesanserinus)
j. Otot Adductor Brevis
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertio : Labium mediale linea aspera
k. Otot Adductor Magnus
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertio : Labium mediale linea aspera
l. Otot Adductor Minimus
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Ramus inferior ossi inchi
Insertio : Labim mediale linea aspera
m. Otot Semimembranosus
Origo : Tuber ischiadikus
Insertio : Condilus mediale tibiae
n. Otot Bicep femoralis
Origo : Caput longum : tuber ischiadicum
Caput breve : labium laterale linea asperae
Insertio : Capitulum fibulae, condylus lateralis
3. Otot Tungkai Bawah
a. Otot Tibialis anterior
Origo : Condylus lateralis tibea, facies lateralis tibea, membrane interssea
Cruris, facies cruris
Insertio : Permukaan plantar tulang cuneuforme I, permukaan atas basis
Ossis metatarsalis I
b. Otot Extensor digitorum longus
Origo : Capitulum et facies medialis fibulae, fascia cruris
Insertio ; Aponeurosis dorsalis jari kaki II, V
c. Otot Pereneus tirtius
Origo : Fibula (merupakan bagian paling lateralis m. extensor digitorum
longus)
Insertio : Basis ossis metatarsalis 5
d. Otot Extensor Hallucis Longus
Origo : Facies medialis fibulae, membrana interossea cruris
Insertio : Basis phalanx terakhir ibu jari kaki
e. Otot Gastocnemius
Origo : Caput mediale epicondylus medialis moris, caput latrale,
epicondylus lateralis femoris
Insertio : Tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei achilles
f. Otot Soleous
Origo : Capitulum febulae, facies posterior fibulae, linea poplitea tibiae,
Arcus tendinis otot soleus
Insertio : Tuber calcanei melalui tendo calcanei achillus
g. Otot Tibialis Anterior
Origo : Condylus lateralis femoralis, ligament popliteum tibiae
Insertio : Planum popliteum tibiae
h. Otot Plantaris
Origo : condylus lateralis femoralis
Insertio : Tuber calcanei
i. Otot Flexor Digitorum Longus
Origo : Facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam
Insertio : Phalanx distal jari kaki II, III
j. Otot Flexor Hallucis Longus
Origo : Facies posterior fibulae, facies cruris lembar dalam
Insertio : Phalanx distal ibu jari kaki
k. Otot Tibialis Posterior
Origo : Facies posterior fibulae, membrane interossea cruris, facies
posterior tibiae
Insertio : Tuberositas ossis navicularis
l. Otot Peroneus Longus
Origo : Facies lateral fibulae
Insertio : Ossa curneuforme I, basis ossis metatarsalis I.
m. Otot Peroneus Brevis
Origo : Facies lateralis fibulae
Insertio : Basis ossis metatarsalis V
4. Otot-otot Kaki
a. Otot Extensor Hallucis Brevis
Origo : Bagian depan calcaneus
Insertio : Oponerosis dorsalis ibu jari kaki
b. Otot Extensor Digitorum Brevis
Origo : Bagian depan calcaneus
Insertio : Oponerosis dorsalis jari kaki II sampai V
c. Otot bAbduktor Hallucis
Origo : Processus medialis tuberis calcanei, flexor retinaculum
Insertio : Sisi medial phalanx proximal
d. Otot Flexor Digitorum Brevis
Origo : Processus medialis calcanei, aponerosis plantaris
Insertio : Phalanx intermedius jari II sampai V
e. Otot Abduktor Digiti V
Origo : Processus medialis et lateralis tuberis calcanei
Insertio : basis ossis metatarsalis V, basis phalanx proximal jari V
f. Otot Quadratus Plantae
Origo : Facies plantaris calcanei
Insertio : Facies plantaris tendo otot flexor digitorum longus
g. Otot Lumbricales
Origo : Tendo flexor digitorum
Insertio : Aponerosis dorsalis jari II sampai IV
h. Otot Adduktor Hallucis
Origo : caput obliqulum basis asseum metatarsalae II sampai V caput
tranversum sampai sendi articularis metatarsophalanxealis II sampai V
Insertio : Basis phalanx proximal ibu jari
i. Otot Flexor Digiti V Brevis
Origo : Basis ossis metatarsalis V
Insertio : Basis phalanx proximal jari V
5. Ligamen-ligamen pada sendi lutut
a. Ligamen Collateral Medial
Terbentang dari condylus medialis femoralis sampai tuberositas tibia
b. Ligamen Collatera lateral
Barasal dari condylus lateralis menuju capitulum
c. Ligamen Cruciatum Anterior
Berjalan dari fossa intercondyloidea anterior tibia kepermukaan medial condylus
lateral femoralis
d. Ligamen Cruciatum Posterior
Berjalan dari permukaan lateral condylus femoralis medial kefossa intercondylodea
posterior tibia. Ligamen ini diperkuat oleh ligamen cruciatum anterior
e. Ligamen Popliteum Arcuatum
Terletak pada daerah femoralis, erat hubungannya dengan otot popliteum
f. Ligamen Popliteum Obliqum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turu menyilng menuju facia meial
popliteum
6. Ligamen-ligamen pada sendi kaki
a. Dilihat dari lateral
1) Ligamen Talofibulare posterior
Berjalan dari tulang talus melintang ketulang fibula bagian belkang
2) Ligamen Calcaneofibulare anterius
Berjalan dari tulang calcaneus membentang ketulang fibula
3) Ligamen Tibiofibulare anterius
Berjalan tulang tibia bagian depan dan tulang fibula bagian depan
4) Ligamen Talofibulare anterius
Berjalan tulang talus membentang lurus ketulang fibula bagian depan
5) Ligamen Calcaneonavicular
Berjalan dari tulang calcaeus dan tulang naviculare melintang pada gagian atas
punggung kaki.
6) Ligamen Calcaneocuboideum
Berjalan dari tulang calcaneus dan tulang cuboideum pada bagian atas
punggung kaki
b. Dilihat dari medial
1) Ligamen Tibiotalare Anterius
Berjalan melintang dari depan dari ujung Tibia dan tulang talus pada sisi depan
2) Ligamen Tibiotalare Posterior
Berjalan melintang dari belakang dari tulang Tibia dan tulang Talus pada sisi
belakang
3) Ligamen Tibionaviculare
Berjalan disamping pada tulang tibia dan tulang Naviculare
7. Biomekanika pada sendi lutut dan pergelangan kaki
a. Sendi Lutut
Sendi lutut merupakan struktur tulang dari tungkai atas dan tungkai bawah yaitu
tulang femur, tibia, fibula dan patella serta dibentuk dari beberapa ligamen dan
minikus. Sendi lutut mempunyai gerakan diantaranya fleksi, ekstensi, eksternal
rotasi. Gerakan fleksi dari posisi full ekstensi, dimulai gerakan rotasi secara simultan
tibia terhadap femur melalui kontraksi otot popliteus, selanjutnya terjadi gerakan
fleksi aktiv akibat kontraksi M. Hamsting.
Pada gerakan fleksi-ekstensi maka meniscus akan menguat terhadap tibia yang
bergerak terhadap femur. Pada gerakan rotasi dengan fleksi lutut, maka meniscus
akan bergerak mengikuti femur trhadap tibia. Ligamentum cruciatum anterior akan
mengalami penegangan saat ekstensi dan mengendor saat fleksi. Gerakan rotasi
eksternal tibia terhadap femur pada 20 derajat menuju posisi ekstensi disebut
mekanisme screw home dan keaadan tersebut dipengaruhi sususnan kondilus dan
pengendalian struktur ligamentosa.
Kontraksi Mm. Quadriceps maka parella, ligamentum yang berhubungan dengan
kapsula sendi akan tertarik kearah anterior dan keatas, sehinggga mencegah
terjadinya pergerakan antara condylus pada sisi yang berlawanan. Ada tiga facet
sendi pada permukaan persendian dari femur. Pada pergerakan menuju fleksi meuju
ekstensi, maka hubungan antara permukaan sendi melalui dari facet medial dan
selanjutnya kefacet interior. Kerja otot pada pergerakan ekstensi dilakukan oleh
kelompok otot bicep femoris.
Struktur ligament akan membantu ekstensi lutu ketika tibia menguat pada posisi
menumpu berat badan. Saat lutut bergerak dari fleksi keekstensi, gerakan kondylus
lateral akan dihentikan pada gerak sendi 160 derajat oleh ligamen cruciatum
anterior dan ligamentum colateralis. Selanjutnya dari kontraksi quadriceps
menyebabkan kondylus medialis akan menambah jangkauan jarak gerak sendi
sebesar 20 derajat (untuk menambah full fleksi menjadi 180 derajat) dan
menimbulkan gerakan internal rotasi tibia terhadap femur.
b. Sendi Pergelangan Kaki
Struktur tulang pembentuk sendi pergelangan kaki dibentuk oleh dua buah tulang
sendi berikut:
1) Pada bagian proximal disusun oleh dua buah tulang panjang yang merupakan
struktur tulang dari tungkai bawah yaitu tulang tibia dan fibula.
2) Pada bagian distal disusun oleh 12 tulang pendek yang merupakan struktur
tulang dari kaki yaitu : tulang talus, tulang calcaneus, tulang kuboideum, metatarsal
I, II, III, IV dan V
2. Fraktur tibia plateu
1. Pengertian
Fraktur Adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang
disebabkan oleh trauma atau keadaaan patologis. (Kumpulan bahan kuliah Program
Diploma IV Fiosioterapi, 2004)
Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun yang partial (Chairudin rasjad). Jadi fraktur
tibia plateu merupakan kasus yang sering menimbulkan komplikasi sekunder seperti
kelainan sendi lutut dan instabilitas sendi lutut. Sehingga akan menyebabkan
gangguan fungsi sendi dan disability setelah cidera. (Apley, 1995)
2. Etiologi
Menurut Apley (1995) bahwa penyebab terjadinya fraktur dibedakan menjadi 4
macam yaitu a) fraktur karena trauma langsung ( direct violence ), b) fraktur karena
trauma tak langsung (indirect violence), c) fraktur akibat kelelahan tulang (fatique
fracture) dan d) karena kondisi patologis (pathological fracture ). Fraktur yang terjadi
pada kasus ini adalah fraktur karena trauma langsung pada tibia plateu akibat
kecelakaan lalu lintas.
3. Patofisiologi fraktur tibia plateu
Mekanisme cidera pada fraktur tibia plateu disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
tertabrak motor sehingga terjadi fraktur pada tibia plateu. Menurut Adam (1992)
sebagian besar fraktur pda tibia plateu sering diikuti kerusakan permukaan sendi
lutut dan gangguan stabilitas sendi, sehingga menyebabkan arthropathy dan
disabilitas. Beberapa jaringan lunak sering mengalami kerusakan termasuk meniskus
dan ligamentum stabilisator sendi lutut, namun apabila trauma yang terjadi sangat
keras sering pula mengalami kerusakan arteri popletia dan pembuluh saraf tepi
terutama nervus peroneus dan tibialis.
Jaringan yang mengalami cidera akan melewati beberapa tahap untuk mencapai
penyembuhan yaitu tahap injury, inflamasi, proliferasi sel dan remodeling,
( Miclovitz, 1996)
4. Gambaran Klinis
Tanda yang menunjukan adanya fraktur tibia lateu tidak jauh berbeda dengan tanda
fraktur secara umum yaitu adanya nyeri, odema, deformitas dan gangguan fungsi,
namun pada fraktur tibia plateu ini mempunyai ciri-ciri yang khas adanya
pembegkaanpada lutut dan sedikit deformitas, memar biasanya luas dan jaringan
terasa adonan karena hemathrosis. Pada pemeriksaan secara hati-hati ( dibawah
anesthesia) dapat menunjukan ketidakstabilan kearah medial maupun lateral. Kaki
dan ujung kaki harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya tanda
tanda cidera pembuluh darah dan neurulogi ( Apley, 1996).
4. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur ada dua yaitu:
a. Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan otot dan
kulit sehingga dapat terlihat dari luar.
b. Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak
menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar.
Houglund dan states mengklasifikasikan fraktur tibia berdasarkan bearnya energi
yang menyebabkan terjadinya fraktur, yang dapat menentukan prognosis:
a. Fraktur berkekuatan tinggi; misalnya dari kecelakaan mobil dan tabrakan,
fraktur dari group ini sembuh kira-kira 6 bulan.
b. Fraktur berkekuatan rendah ; misal dari kecelakaan bermain ski, fraktur dari
group ini sembuh kira- kira 4 bulan.
5. Komplikasi
Komplikasi yang sering muncul akibat fraktur tibia plateu adalah (1) kekakuan sendi
lutut, (2) deformitas sendi lutut, (3) osteoarthritis lutut. ( Apley, 1995).
2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi)
A. Definisi
ORIF adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengembalikan struktur
tulang yang fraktur pada keadaan anatomis dari dalam dengan memberikan ikatan
dari dalam.
B. Jenis Perangkat Fiksasi
1. Cortical bone screw
2. Cancellous bone screw
3. Self tapping screw
4. Dinamik hip screw / dinamik condilar screw
5. Plates
6. Blade p;ates
7. Intramedularis nail
8. Tension band wiring
C. Indikasi Fiksasi Internal
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya fraktur dengan
displacement dan tidak stabil.
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran
setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan
bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser.
3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur melintang pada
patella atau olecranon.
4. Fraktur yanfg penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama pada
frakktur leher femur.
5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang
6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau dengan tujuan
untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan berbagai organ sistem
tubuh (Philips dan Conteas, 1990).
7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu dan
pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990)
8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot dan jkaringan
lunak lainnnya.
D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi
1. Posisi fraktur
2. Panjang dan bentuk fraktur
3. Ukuran fraktur
4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994)
E. Keuntungan Fiksasi Internal
1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan penyambungan tulang
(Mc. Ray, 1994)
2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat
3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat diminimalkan
bahkan dihilangkan.
4. Pasiewn dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar pasien tetap
melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah sakit dan menjauhkan
larangan-larangan yang diberikan seperti tidak boleh melkukan pembebanan yang
maksimal pada daerah fraktur.
F. Komplikasi Fiksasi Internal
1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering ditemukan, hal
ini tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat pembedahan yang tidak
memenuhi standart aseptic dan antiseptic.
2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau tungkai bawah
dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan tulang yang sebelahnya
tetap utuh.
3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos dan penyatuan
tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan rasa nyeri yang hebat pada
fraktur harus diwaspadai dan ditangani.
4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu cepat, waktu
yang paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun dan satu setengah tahun
dan yang paling aman setelah dua tahun setelah masa pelepasan tulang dalam
kondisi lemah diperlukan perwatan dan perlindungan.
G. Teknik Tindakan ORIF
1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur dan perangkat
yang digunakan juga dengan alasan yang sama.
2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada permukaan
yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang cembung.
3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat dikuncikan
dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991)
3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Post ORIF Open Fraktur Tibia
plateu Dextra dengan Plate and Screw1. Pemeriksaan Subjektif
a.Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk memperoleh informasi akurat dan relevan, sehingga
pertanyaan harus jelas dan mudah dijawab. Anamnesis dikelompokkan menjadi: a.
Heteroanamnesis, tanya jawab pada orang-orang/keluarga pasien yang mengetahui
kondisi pasien, b. Autoanamnesis, tanya jawab secara langsung kepada pasien,
dapat dibagi menjadi: 1) anamnesis umum, 2) anamnesis khusus.
Keluhan utama mengenai keluhan yang mendorong pasien mencari pertolongan
termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, faktor – faktor yang
memperberat atau memperingan, irritabilitas dan derajat berat keluhan, sifat
keluhan dalam 24 jam, dan stadium dari kondisi.
Riwayat Penyakit Sekarang berupa perjalanan penyakit dan riwayat pengobatan
1. Pemeriksaan Objektif
a. Tanda-tanda vital
Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh seseorang yang penting
untuk diketahui sehingga kita dapat mengetahui keadaan tubuh
seseorang,pemeriksaan tanda vital meliputi
1) Tekanan darah
2) Denyut nadi
3) Frekuensi pernafasan
4) Temperature
5) Tinggi badan
6) Berat badan
b. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Hal-hal yang bisa
dilihat/diamati seperti keadaan umum, kondisi berat badan, sianosis, pucat, bentuk
thorak,bentuk vertebra,gerakan – gerakan pernafasan abnormal,kontraksi otot bantu
pernafasan, clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu:
1) Inspeksi statis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam keadaan
diam.
2) Inspeksi dinamis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam keadaan
bergerak, contoh waktu penderita bernafas,beraktivitas.
c. Palpasi
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan dan memegang
organ/bagian tubuh pasien untuk mengetahui tentang adanya spasme otot, nyeri
tekan, suhu, tumor/oedema, kontur organ , tingkat kesamaan ekspansi, atropi,
kontraktur
d. Perkusi
1) Dull bila ada kolaps/konsolidasi
2) Stoney dull bila ada efusi pleura
3) Sonor (jaringan paru yang normal)
4) Hypersonor (hyperinflasi, pneumothorax)
5) Redup (konsolidasi,atelektasis)
6) Pekak (pleural effusion)
e. Auskultasi
Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul dalam
thorak dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”. Dipergunakn untuk
mengidentifikasi gangguan ventilasi atau gangguan pembersihan jalan nafas ( lokasi
mukus) dan menilai efektifitas terapi, serta untuk mendengarkan suara jantung.
f. Pemeriksaan Gerak Dasar
1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif; untuk menentukan kekuatan otot, ROM aktif,
nyeri dan koordinasi gerak.
2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif; untuk menentukan ROM pasif (normal,
hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, bunyi, tonus dan panjang otot.
3) Pemeriksaan kontraksi isometrik; untuk menelaah rasa nyeri (provokasi
myotendinogen) dan kelemahan otot (gangguan neuromuskular).
g. Pemeriksaan Khusus antara lain; Palpasi yaitu untuk memeriksa temperature
local, nyeri tekan, dan bengkak Antropometri yaitu untuk memeriksa adakah
perbedaan panjang segmen, lingkar segmen, oedem, atropi otot.
h. Pemeriksaan penunjang, seperti sinar X, MRI, CT scan, laboratorium.
i. Muscle Test (Kekuatan Otot) adalah suatu usaha untuk menentukan atau
mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara
voluntary.
Nilai:
0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi
2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi
3 = Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi tanpa
melwan tahanan
4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan sedang
(moderat)
5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan maximal.
j. Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh): Pengukuran lingkar segmen tubuh
yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan
dengan menggunakan meteran (meter line), pelaksanaan pengukuran lingkar
anggota gerak ini menggunakan patokan lingkar lutut yaitu tuberusitas tibia.
k. ROM Test: menggunakan goniometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi
yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.
l. Pemeriksaan nyeri: dengan skala VAS, cara pengukuran derajat nyeri dengan
menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0-10cm). Salah satu ujung
menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri yang hebat.
Panjang garis mulai dan tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk menunjukkan
besarnya nyeri.
3. Problem Fisioterapi
Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita post ORIF open fraktur
tibia plateu dextra dengan plate and screw dilakukan secara bertahan susuai dengan
problem yang ditemukan pada saat dilakukan assesment. Untuk itu sebelum
melakukan intervensi fisioterapi, hendaknya kita mengetahui problem fisioterapi apa
saja yang ada pada penderita dengan post ORIF open fraktur tibia plateu dextra
dengan plate and screw
1. Terdapat udema disekitar knee dan ankle
2. Adanya nyeri tekan dan gerak pada daerah cidera
3. Adanya penurunan LGS knee
4. Kelemahan otot –otot flexor dan extensor knee
5. Adanya spasme otot quadriceps
4. Diagnosa Fisioterapi
Impairment (gangguan), functional limitation (Keterbatasan fungsi), dan
disability/participation restriction (ketidakmampuan) yang menyebabkan kecacatan.
5. Rencana Intervensi
a. Target dan tujuan intervensi terapi dibuat setelah diagnosa fisioterapi ditetapkan
berdasarkan penemuan atau hasil pemeriksaan yang ada.
b. Rencana intervensi fisioterapi meliputi:
(1) Tujuan jangka pendek: Mengurangi udema, mengurangi nyeri, mengurangi
spasme, meningkatkan dan memelihara ROM, meningkatkan dan memelihara
kekuatan otot.
(2) Tujuan jangka panjang: meningkatkan, mengembangkan dan memelihara
kemampuan fungsional ADL pasien secra mandiri
c. Rencana intervensi
(1) Terapi latihan: passive movement, aktif movement
(2) Transfer dan ambulasi
(3) Edukasi
6. Metode intervensi
a. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam
pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif
(Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi
dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik
dan kemampuan fungsional serta memperbaiki fungsi tubuh.
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan berupa:
1. Passive movement/ gerakan pasif
Pasive movement adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang
dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot pasien ( Kisner,
1996). Tehnik yang digunakan adalah relaxed passive movement , yaitu pemberian
gerak pasif sampai batas nyeri pasien tanpa pemberian kekuatan tambahan dari
terapis. Menurut Gartland (1996) relaxed passive movement bermanfaat untuk
mempertahankan LGS dan mencegah kontraktur otot.
2. Active movement/ gerakan aktif
Active movement adalah gerakan yang timbul dari kontraksi otot pasien sendiri
secara volunteer atau sadar ( Kisner, 1996). Dengan gerakan aktif akan
menimbulkan kontraksi otot, meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke jaringan
lunak di sekitar fraktur termasuk fraktur itu sendiri sehingga proses penyambungan
tulang akan berlangsung lebih baik.
b. Transver dan ambulasi: salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu
mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama (Appley,
1995). Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur terlentang lalu
duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow saat bangun
kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu lakukan
bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai digeser
menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh
terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki
yang sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan
keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang
juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan
dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah
membaik dengan metode Non Weight Bearing (NWB), dengan cara pasien latihan
jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk dan dimulai dari kruk kaki yang
sehat sedang kaki yang sakit digantung.
c. Edukasi:
(1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak
mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot
yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi
(2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih
sesuai program yang diberikan terapis.
(3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu, yang menumpu pada
kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan
diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin.
(4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB)
selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi
penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk
menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan
metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak
penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut
sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing(FWB).
Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.
7. Rencana Evaluasi
Sesuai dengan problematik fisioterapi
8. Prognosis berisi perkiraan mengenai kondisi pasien
Quo ad vitam : mengenai perkiraan hidup mati pasien
Quo ad sanam : mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit
Quo ad fungsionam :mengenai perkiraan kemampuan fungsi aktivitas sehari –
hari
Quo ad cosmeticam : mengenai perkiraan penampilan pasien
9. Penatalaksanaan Fisioterapi
berupa tindakan yang dilakukan terapis kepada pasien
10. Evaluasi hasil terapi
Evaluasi adalah tindakan untuk membandingkan data sebelum dan sesudah terapi
agar lebih mudah dan lebih cermat dalam mengetahui perkembangan terapi.
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal pembuatan laporan 21 juli 2007
Kondisi : FT Muskuloskeletal
A. Keterangan Umum Penderita
Nama : Tn. Sukron Maenggal
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hobi : Olah raga
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dorokondang 3/1 lasem, Rembang
1. A. Data-data Mesis Rumah Sakit
1. Diagnosis Medis
Open fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx 1-3 pedis dextra dan CF. Femur 1/3
tengah dextra.
1. Diagnosis Klinis
Pasien tidak bisa menggerakkan atau menekuk lutut kanan.
1. Medika Mentosa
1. obat premedikasi : sufasatropin
fortanes
pytaidin
buvanes
1. obat injeksi : ephedrin
linodex 5%
anua 25 ml
remapnin
1. Hasil Lab
Leukosit : 20,200/mm
Hemoglobin : 12,7 Gr/dl
Laju endap darah : 12 /jam
HbsAg : Negatif
1. Laporan Operasi
Tanggal 05 juli 2007
Dx. Pra Bedah :
Open fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx 1-3 pedis dextra, dan CF. femur 1/3
tengah dextra.
Dx. Pasca Bedah :
Idem
Macam Tindakan : ORIF dengan plate and screw dan kischner.
1. Foto Rotgen
Tanggal 21 juni 2007
Tampak fraktur spiral tibia plateu dextra
Tampak fraktur phalanx 1-3 pedis dextra
Tampak fraktur CF. femur1/3 tengah dextra
Tanggal 05 juli 2007
Tampak Pemasangan internal fiksasi plate and screw pada os tibia dan os femur
serta pemasangan kischner pada os palanx.
1. B. Segi Fisioterapi
1. Pemeriksaan Subyektif
1. Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis:
Keluhan Utama
Nyeri pada luka incisi kaki kanan didaerah 1/3 proximal tibia dan kesulitan untuk
menggerakan tungkai kanan, terutama untuk menekuk. Pasien juga mengeluh rasa
baal pada tungkai bawah sisi medial , rasa panas pada lutut, dan gatal-gatal sekitar
daerah incisi.
Lokasi keluhan yaitu pada 1/3 proxsimal tibia.
Onset yaitu Dimulai sejak pada tanggal 21 juni 2007 ditabrak sepeda motor oleh
karena kecelakaan lalu lintas, kemudian pasien tidak bisa jalan dan dibawa keRSO
tanggal 21 juni 2007. Dilakukan operasi pada tanggal 05 juli 2007.
Faktor-faktor yang memperberat yaitu Pada saat menggerkkan lutut kanan.
Faktor-faktor yang memperingan yaitu pada saat tidur terlentang
Sifat keluhan dalam 24 jam yaitu dinamis
Stadium dari kondisi yaitu kronis
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 21 juni 2007 pasien mengalami kecelakaan ditabrak sepeda motor,
kemudian dibawa keRSO disurakarta untuk mendapatkan tindakan dan pertolongan
pertama. Setelah mengetahui bahwa pasien mengalami perpatahan tulang pada
bagian 1/3 proxsimal tibia, 1/3 tengah femur, dan phalanxz kaki kanannya,
kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil diagnosisnya adalah open
fraktur tibial plateu dextra, fraktur phalanx 1-3 pedis dextra, dan CF. femur 1/3
tengah dextra. Kemudian dilakukan operasi pada tanggal 05 juli 2007 pemasangan
ORIF dengan plate and screw ditibia proxsimal dan femur tengah, dengan kischner
diphalanx 1-3. kemudian pasien mengalami rawat inap.
2) Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien.
3) Status Sosial
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak memiliki hipertensi, penyakit jantung, DM, gangguan paru (asma), tetapi
memiliki riwayat trauma.
1. Pemeriksaan Objektif
1) Pemeriksaan tanda vital
a) Tekanan darah : 120/80 mmHg
b) Denyut nadi : 88 x/menit
c) Frek. Pernafasan : 16 x/menit
d) Temperatur : 37 0 C
e) Tinggi badan : 175 cm
f) Berat badan : 65 kg
2) Inspeksi
Statis :
a) KU baik
b) Tungkai dextra dipasang elastis bandage
c) Terdapat oedema pada patella dextra
d) Tampak tropic change pada tungkai bawah
e) Tidak atropi dan decubitus
f) Saat pasien istirahat tidak menahan nyeri
Dinamis :
a) Tampak ekspresi wajah pasien kesakitan saat lutut kanannya di pasifkan oleh
terapis
b) Pasien jalan menggunakan kruk (NWB)
c) Gangguan gerak pada hip, knee, dan phalanx dextra
3) Palpasi
a) Adanya nyeri tekan pada pada daerah cidera
b) Suhu lokal pada daerah cidera (lutut kanan) lebih tinggi dari daerah yang sehat
c) Adanya spasme otot gastrocnemius kanan
d) Tidak ada pitting oedema
e) Terdapat tropic change disekitar daerah tungkai bawah dan ankle
4) Perkusi
5) Auskultasi
6) Gerakan Dasar
a) Gerak pasif
1. AGB Sinistra
Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri
Knee : Mampu untuk digarakkan fexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri
Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,
eversi dan inversi full ROM dan tidak ada nyeri
2. AGB Dextra
Hip : Belum mampu untuk digerakkan kearah flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi karena masih nyeri
Knee : Mampu untuk digarakkan flexi tapi tidak full ROM, karena pasien masih
merasakan nyeri
Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,
eversi dan inversi tidak full ROM dan tidak ada nyeri
b) Gerak aktif
1. AGB Sinistra
Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri
Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri
Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,
eversi dan inversi full ROM dan tidak ada nyeri
2. AGB Dextra
Hip : Belum mampu melakukan gerakan kearah flexsi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi karena masih ada nyeri
Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, tapi tidak sampai full ROM, karena
pasien mengeluh nyeri
Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi,
eversi dan inversi tidak full ROM dan tidak ada nyeri
c) Gerak isometrik melawan tahanan
AGB Dextra
Knee : Belum mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis untuk semua
gerakkan
Ankle : Mampu gerak isometrik melawan tahanan minimal dari terapis untuk semua
arah gerakkan
7) Muscle Test (kekuatan otot)
Tidak dilakukan
8) Antropometri test
Tidak dilakukan
9) ROM Test
Tidak dilakukan
10) Pemeriksaan nyeri
Menggunakan skala VAS ( Verbal Analogue Scale)
0 10
keterangan :
0 : Tidak ada nyeri sama sekali.
10 : Nyeri tak tertahankan.
Nyeri diam : 3
Nyeri tekan : 5
Nyeri gerak : 7
11) Kognitif, intra personal dan inter personal
Kognitif : Baik, pasien mampu menceritakan kronologis kejadian trauma
dengan baik, mampu menjawab pertanyaan terapis, dan mampu mengingat memori
jangka panjang dan jangka pendek dengan baik
Intra personal : Pasien mampu menerima keadaan dirinya dan mempunyai
keinginan serta motivasi yang tinggi untuk sembuh
Inter personal : pasien dapat bekerja sama dengan terapis, pasien menjalankan
latihan yang diajarkan oleh terapis, dan mampu melaksanakan program dengan
baik.
12) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
1. Kemampuan fungsional dasar :
– pasien mampu menggerakan pergelangan kakinya ke segala arah tanpa
adanya nyeri
– pasien belum mampu menekuk lututnya tanpa bantuan terapis
1. Kemampuan fungsional aktifitas :
– pasien sudah mampu duduk tanpa bantuan
– pasien sudah mampu miring kekiri tanpa bantuan
– pasien sudah mampu turun bed dengan bantuan
– pasien sudah mampu latihan jalan dengan kruk (NWB)
13) Pemeriksaan Spesifik.
Tidak dilakukan
14) Mekanisme terjadinya permasalahan ( underlying process)
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 34 tahun yang memiliki seorang istri dan dua
orang anak laki-laki, pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pada tanggal 21 juni 2007
mengalami kecelakan lalu lintas ditabrak sepeda motor, pasien terjatuh dan tidak
bisa jalan kemudian pasien dibawa ke RSO. PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
pada tanggal 21 juni 2007. Pasien menjalani rawat inap dan operasi pada tanggal 05
juli 2007.
Fraktur dan mekanisme terjadinya fraktur tibia plateu
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas dari tulang baik secara lengkap maupun tidak
lengkap (Adam, 1992). Fraktur juga bisa lebih dari sekedar patahnya kontinuitas
tulang karena pada fraktur yang disebabkan oleh benturan yang kuat dari luar juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak sekitar fraktur seperti kerusakan
syaraf, pembuluh darah, tendon otot maupun ligament.
Fraktur tibia plateu merupakan kasus yang sering menimbulkan komplikasi sekunder
seperti kelainan sendi lutut dan instabilitas sendi lutut. Sehingga akan menyebabkan
gangguan fungsi sendi dan disability setelah cidera. (Appley, 1995).
Kekakuan sendi lutut dan atropi otot penggerak lutut akan mengganggu aktifitas
fungsional pasien, sehingga perlu penanganan yang serius yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu dokter, ortopedi, dan fisioterapi.
Dengan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan diharapkan dapat mengembalikan
fungsi dan gerak pada cidera setelah operasi.
Karena setelah dilakukan operasi oleh dokter ortopedi pasti tidak lepas dari
beberapa komplikasi post op, antara lain : oedem, penurunan kekuatan otot
penggerak lutut, keterbatasan LGS yang akan mengakibatkan penurunan fungsi dan
gerak pada sendi lutut.
Prinsip terapi adalah:
a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit
b. Mencegah atau sekurang kurangnya mengetahui pembengkakan kompartemen
c. Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur
d. Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membabtu penyembuahan)
e. Mulai gerakan sendi secepat mungkin
Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi dan bila fraktur dengan
displacement perlu dilakukan reposisi.
1. Diagnosis Fisioterapi
1) Impairment.
Adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah cidera
Adanya oedema disekitar knee dan ankle
Adanya spasme otot quadriceps kanan
Adanya penurunan LGS knee
Kelemahan otot-otot flexor dan extensor knee
Berpotensi terjadi atropi dan kontraktur
2) Functional limitation.
Keterbatasan aktivitas yaitu berdiri dan berjalan secara mandiri karena adanya nyeri
incisi pada 1/3 proxsimal tibia.
Penurunan kemampuan jongkok-berdiri dan aktivitas toileting secara mandiri.
Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
3) Disability / Participation Restriction
Kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan bersosialisasi dilingkungan masyarakat.
Ketidak mampuan untuk bekerja kembali sebagai wiraswasta oleh karena open
fraktur tibia plateu dextra.
1. Program Fisioterapi
1) Tujuan Fisioterapi
a) Jangka pendek
Mengurangi nyeri pada daerah incisi
Mengurangi odema disekitar knee dan ankle.
Mengurangi spasme otot quadriceps kanan
Meningkatkan LGS knee
Meningkatkan kekuatan otot flexor dan extensor knee
Mencegah atropi dan kontraktur
b) Jangka panjang
Meninngkatkan kemampuan fungsional tungkai kanan
Mengembaliakan aktivitas fungsional pasien secara maximal dan vocational
2) Teknologi Intervensi
a) Teknologi alternatif
(1) TENS
(2) IR(3) Terapi latihan
(4) Change position
(5) Massage
(6) Evaluasi dan pumping exercise
b) Teknologi terpilih
(1) Terapi Latihan
(2) Transver dan ambulasi
c) Teknologi yang dilaksanakan
(1) Terapi Latihan :
– passive movement
– latihan gerak aktif, pasif
– standing exercise
– walking exercise
1. Rencana Evaluasi
a) Nyeri dengan skala VAS
b) Oedema dengan antropometri
c) ROM dengan goneometer
d) Kekuatan otot dengan MMT
1. Prognosis
Quo ad vitam : Baik
Quo ad sanam : Baik
Quo ad fungsionam : Baik
Quo ad cosmeticam : Sedang
1. Pelaksanaan Fisioterapi
Pada tanggal 18 Juli 2007
TERAPI LATIHAN :
1. Latihan gerak pasif (knee dan ankle dextra)
Pasien tidur terlentang, terapis menggerakkan tungkai kanan pasien secara pasif,
gerakkan diulangi 2 sampai 8 kali.
Gerakannya :
– knee : fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi
– ankle : dorsal fleksi, plantar fleksi, inversi, eversi
1. Latihan gerak aktif (knee dan ankle dextra)
Pasien tidur terlentang kemudian pasien melakukan gerak aktif.
Gerakannya :
– knee : fleksi
– ankle : dorsal fleksi, plantar fleksi, inversi, eversi
Saat pasien melakukan gerak fleksi terlihat keterbatasan gerak pada knee. Gerak
AGA kanan kiri dan AGB kiri normal.
1. Standing exercise
Posisi pasien duduk di tepi bed
Pelaksanaannya : pasien diminta menurunkan kedua tungkainya, sambil terapis
memfiksasi lutut kanan pasien.terapis teruis memonitor raut wajah pasiendan
menanyakan apakah pasien menjadi pusing atau tidak.serta kontak tangan terapis
dengan pasien selalu dilakukan, untuk mengetahui apakah pasien terjadi perubahan
suhu badan atau tidak. Jika pasien merasa pusing dan suhu badan dingin latihan
harus dihentikan.1. Walking exercise
Posisi pasien berdiri dengan bantuan kruk.
Pelaksanaan : sebelum latihan berjalan, pasien harus benar-benar siap. Setelah itu
kedua kruk dimajukan terlebih dulu ke depan. Diikuti dengan kaki yang sehat dan
kaki yang sakit tetap menggantung. Pasien diminta jalan mengitari ruangan dengan
metode NWB. Dan latihan dihentikan setelah pasien merasa lelah.
Edukasi :
1) Pasien diminta untuk mengganjal tungkai bawahnya (ankle) dengan bantal
(elevasi) dan menggerak-gerakkan anklenya sesering mungkin.
2) Pasien disarankan tidak menapakkan kaki kanannya saat berjalan
Pada tanggal 19 juli 2007 TERAPI II
Sama dengan terapi hari pertama.
1. Evaluasi
Tidak dilakukan
1. Hasil Terapi Akhir
Setelah diberikan terapi pada pasien yang bernama Bpk. Sukron sebanyak 2 kali,
maka hasil yang didapat deri sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut yaitu :
Keluhan nyeri berkurang.
Terdapat peningkatan kemampuan fungsional
Kondisi umum pasien baik