Fraktur Tibia
-
Upload
yuny-hafitry -
Category
Documents
-
view
35 -
download
4
description
Transcript of Fraktur Tibia
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia
selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling
umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666
(51,66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat
kekerasan rumah tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004).
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi
adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden
kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi
disintegritas tulang (Depkes RI, 2009).
Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur tulang
panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per
100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di ekstremitas
inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia. Os Tibia paling sering patah tulang panjang dalam tubuh. Kejadian
tahunan dari dua patah tibialis per 1000 individu. Rata-rata usia pasien dengan
patah tulang tibia adalah sekitar 37 tahun, dan laki-laki remaja dilaporkan
memiliki insiden tertinggi.
I.2 Tujuan
Tujuan umum dari pembuatan referat ini adalah untuk memberikan
pengetahuan mengenai osteosarcoma kepada para tenaga medis dan mahasiswa
kepaniteraan klinik bagian ilmu bedah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang
menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauma
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.
II. 2. Etiologi Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris
dalam jarak jauh.
3
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik
pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu
dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau
merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang
paling lazim.
II.3. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya
rusak.Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah
hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat
tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat
yang disebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil
tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patah tulang,
yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase
ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium
pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang
menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase
jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut
dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian
4
juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah
menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar
tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium
hingga tidak terlihat pada foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan
atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.
II. 4. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002)
antara lain:
a. Deformitas : Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi
seperti rotasi pemendekan tulang dan penekanan tulang
b. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Ekimosis dari perdarahan subcutaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi
II.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
5
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I
a) Luka kurang dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d) Kontaminasi ringan
2. Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:
a. Fraktur complete, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur incomplete, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma, fraktur terbagi menjadi :
1. Fraktur transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
3. Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4. Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
6
5. Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena tarikan atau traksi otot
pada insersi nya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah
1. Fraktur kominutif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2. Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3. Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
A. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periostium masih utuh
B. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas :
a. Dislokasi ad longitudinem cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping)
b. Dislokasi ad axim( pergeseran yang membentuk sudut)
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menajauh)
6. Berdasarkan posisi fraktur :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
8. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu :
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan
7
Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartemen.
II.6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan rontgent : menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ luasnya
trauma
b. Scan tulang, CT scan : memperlihatkan fraktur dan untuk mengidentifikasi
jaringan lunak
c. Hitung darah lengkap : Hb menurun/ meningkat
d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera
II.7. Komplikasi
a. Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah
fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf,
injuri atau perlukaan kulit.
b. Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomielitis, emboli, nekrosis,
dan syndrome compartemen.
c. Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara
lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang
terganggu (malunion).
II.8. FRAKTUR TIBIA
II.8.1. Anatomi
Pengetahuan mengenai topografi dan struktur anatomi dari tungkai bawah
merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk rencana operasi atau
penatalaksanaan pada extremitas. tungkai bawah terdiri atas 3 kompartemen.
8
Gambar 1. Potongan melintang tungkai bawah
A. Kompartemen Anterior
Terdapat 4 otot utama dari kompartemen anterior :
Musculus Tibialis anterior
Musculus Extensor digitorum longus
Musculus Extensor digitorum brevis
Musculus Fibularis (peroneus tertius)
Kompartemen ini berfungsi sebagai dorsoflexor sendi pergelangan kaki
dan jari-jari kaki. Arteri tibialis anterior mendarahi struktur-struktur dalam
compartinumentum anterius. Arteri tibialis anterior dan nervus peroneal masuk ke
dalam otot dan normalnya terlindungi dari cedera. Cabang arteri terminal arteri
poplitea lebih kecil, arteri ini akan berakhir di sendi pergelangan kaki,
pertengahan antara kedua maleolus dengan beralih menjadi arteria dorsalis pedis.
B. Kompartemen Lateral
Kompartmen lateral terdiri dari 2 otot, Perineous Brevis dan Perineous
Longus yang berfungsi untuk plantar fleksor dan evertor dari kaki. Otot tersebut
berinsersio dari bagian proksimal dan tengah dari fibulla maka fibula akan
terlindungi dari trauma langsung. Nervus peroneal berjalan di antara musculus
peroneal dan extensor digitorum longus.
9
Gambar 2. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak anterior dan
lateral
C. Kompartemen Posterior
1. Superficial posterior compartment
Terdiri dari musculus gastrocnemius (gerak articulatio genu dan
juga pda sendi pergelangan kaki), soleus (dibagian 1/3 distal), popliteus
(plantar flexi) dan plantaris (tidak ada fungsi yang signifikan).
Kompartmen ini penting untuk plantar flexi.
2. Deep posterior compartment
Kelompok otot pada kompartmen ini adalah musculus popliteus,
flexor hallucis longus, flexor digitorum longus, tibialis posterior.
Mempunyai 2 arteri besar, arteri peroneal dan tibialis posterior.
10
Gambar 3. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak posterior
Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris.
Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke
proksimal untuk membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin
mengecil.
11
Gambar 4. Anatomi Os Tibia dan Fibula
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput
fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung
atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada
ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut plateau
tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis
femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies
articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan
posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis
circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior
condylus medialis terdapat insertio m.semimembranosus.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta
12
facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan
membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas
tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae.
Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus
medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan
untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea
oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus, ujung bawah memanjang ke
bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari
malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan
ligamenta penting yang melekat pada tibia.
II.2.2. Insiden
Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia
lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III,
fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda,
mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor.Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon.
Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang
diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah.
Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.
II.3. Etiologi
Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
13
Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat yang tertentu.
Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
II.4. Patofisiologi
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan
darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi
didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi
menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang
merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari
fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan
fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang
melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur.
Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik
untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami
remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast
tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang
sementara.
II.5. Mekanisme Cedera
Ada 5 penyebab tersering yang menyebabkan fraktur pada bagian batang
dari tibia, yaitu jatuh, cedera olahraga, trauma langsung, kecelakaan lalu lintas dan
tembakan senjata.
Cedera yang sering terjadi akibat dari cedera torsional atau terpuntir, biasanya
pada pemain ski yaitu dengan trauma berenergi rendah dimana bertumpu pada
kaki dan badannya terputar dan terfiksirpada tumpuan tersebut, biasanya dari
pemeriksaan radiologinya menunjukan hasil fraktur spiral,derajatnya tergantung
14
dari energi dari trauma tersebut. Pada anak – anak juga sering terdapat cedera
pemuntiran dapat menyebabkan fraktur spiral pada tibia tanpa fraktur fibula.
Fraktur dengan tibia isolated atau fibula yang intak sering pada pemain
sepak bola, mekanisme traumanya adalah dengan cedera dengan kecepatan rendah
akibat dari rotasi paka dari tibia yang akan menyebabkan OTA tipe A1 di 1/3
distal tulang tibia atau trauma langsung di ‘tackle’ saat bermain. Pada usia berapa
saja cedera langsung, misalnya akibat tendangan, dapat menyebabkan fraktur
melintang (transversal) atau fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja, di tempat
yang terkena.
Cedera berat pada tulang dan jaringan lunak biasanya akibat dari cedera
langsung yang terfokus pada satu area dengan energi yang besar, seperti pada
tergilas oleh mesin industri dan pukulan dengan menggunakan kayu atau tongkat
baseball.
Fraktur fibula yang berhubungan dengan fraktur tibia dapat
memperlihatkan derajat trauma pada pada jaringan lunak dan energi yang
menyebabkan fraktur pada bagian itu.
II.6. Klasifikasi Fraktur Tibia
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
Variabel penting pada fraktur dalam mengklasifikasikan fraktur tibia adalah
Lokasi anatomi
Pola fraktur atau pola garis fraktur
Bersamaan dengan cedera fibula
Posisi dan jumlah fragmen
Kerusakan jaringan lunak yang luas
1. Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis
serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat
kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki
15
bagial lateral dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur
depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur
didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar,
jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih
besar (varus).
Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien
dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding
robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia
intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat
hiperekstensi atau gaya memutar.
Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker.
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat.
Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser
apabila depresi melebihi 4 mm.
16
Gambar 5. Klasifikasi Fraktur Kondiler Tibia menurut Schatzker
Gambar 6. Klasifikasi Fraktur Kondiler
Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan
nyeri serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya
pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan
17
nyeri pada proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas.Dokter
perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah
karena cedera neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi
pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu
diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi
atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur terbuka.
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.
Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk
pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera,
pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan
stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi
penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai
melalui tes Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut.Robekan
ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur kondiler
lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan
meniscus medial. Ligamen crusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu
kondiler.Fraktur kondiler tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke
diafisis, dapat meyebabkan kepada sindroma kompartmen akut akibat perdarahan
dan edema.
2. Fraktur Diafisis Tibia
Mekanisme trauma
Seperti fraktur pada umumnya, fraktur pada diafisis bisa di klasifikasikan
dengan berbagai cara, secara tradisional pada dokter bedah biasanya membagi
berdasarkan jenis fraktur, terbuka atau fraktur tertutup dan berdasarkan lokasi,
bagian atas, tengah atau 1/3 bawah dari tulang.
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas
antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan
18
sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat
terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.
Gambar 7. Fraktur diafisis tibia
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter
yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari
fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya
Klasifikasi OTA
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia
berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan
kompleks. Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
A. Tipe simple
B. Tipe wedge
C. Tipe kompleks
19
Gambar 8. Klasifikasi Fraktur Diafisis menurut OTA
Group A1 Spiral fractures
20
A1.1 Intact fibula
A1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
A1.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group A2 Oblique >30 degrees
A2.1 Intact fibula
A2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
A2.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group A3 Transverse <30 degrees
A3.1 Intact fibula
A3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
A3.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group B1 Intact spiral wedges fractures
B1.1 Intact fibula
B1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
B1.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group B2 Wedges bending fractures
21
B2.1 Intact fibula
B2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
B2.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group B3 Comminuted wedges fracture
B3.1 Intact fibula
B3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
B3.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group C1 Spiral wedges fractures
C1.1 Two intermediate fragments
C1.2 Three intermediate fragments
C1.3 More than three intermediate fragments
Group C2 Segmental fracture
C2.1 One segmental
C2.2 Segmental fragment and additional wedges fragment
C2.3 Two segmental fragment
Group C3 Comminuted fracture
22
C3.1 Two or three intermediate fragments
C3.2 Limited comminution
C3.3 Extensive comminution
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa
muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan
perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera. Sindroma kompartemen terdiri
dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia, pulselessness.
Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle.Dengan
pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada
transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada
tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.Juga dapat ditentukan apakah
fraktur bersifat segmental.Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan
lateral.CT tidak diperlukan.
Pengobatan
Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan
konservatif dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi.
Operasi dilakukan apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka, malunion atau
nonunion yang sangat jarang ditemukan.
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi
23
setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral,
imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin
diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi
konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan
operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler,
atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.
Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi,
delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma
kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis dan
gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan sendi ini
biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
3. Fraktur Distal Tibia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana
talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat
dengan ligamen.Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
24
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang
bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan
pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat
oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa
hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari
beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan
robekan diastesis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana,
menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting
dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap
sindesmosis tibiofibular.
25
Gambar 9. Mekanisme trauma pada fraktur maleolus
Klasifikasi terdiri atas :
Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi
maleolus medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen
tibiofibular bagian depan
Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia
disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi
robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur
Duouytren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.
Gambar 10. Klasifikasi menurut Danis-Weber
26
Gambar 11. Klasifikasi Fraktur Distal Tibia
Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah
pada daerah tulang atau pada ligamen.
II.8.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan
jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.
Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada
trauma alat-alat dalam yang lain.
Resusitasi
27
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta
obat-obat anti nyeri.
Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler
sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi
yang sesegera mungkin.
Tindakan pengobatan terdiri atas:
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler
di bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan
apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau
diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi talus( gambar 14.123).
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:
Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis
Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk
paralel
Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:
Pemasangan screw( maleolar)
Pemasangan tension band wiring
Pemasangan plate dan screw
Komplikasi
1. Vaskuler
28
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi
secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi.
II.8.7. Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi
fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma
semula,namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi
yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
II.8.8. Kesimpulan
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada
tibia.Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan
pergelangan kaki. Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya
penanganannya juga tidak sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan jika terjadi fraktur. Selain itu,
pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari
kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.
29
Daftar Pustaka
Apley, G., 1995, Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur sistem Apley, 7 edition, Widya
Medika, Jakarta, App 331-351
http://www.orthopaedicsone.com/display/Main/Fractures+of+the+tibial+plateau+-
+Schatzker+classification diakses tanggal 29 Oktober 2015
J Orthop Trauma. 2007. Tibia/Fibula. Volume 21, Number 10 Supplement,
November/December. http://ota.org/media/23063/97042.6Tibia-2fFibula-S43-
S58.pdf diakses tanggal 29 Oktober 2015
Kahlon I.A., Hanif A., Awais S.M., 2004, Analysis of Emergency Care of Trauma
Patients with References to the Type of injuries, Treatment and Cost,
Department of Orthopedics, General Hospital, Lahore, ANNALS Volume
16. No.1
Konowalchuk, B K. 2014. Tibial Shaft Fractures. http:// emedicine.
medscape.com/ article/ 1249984-overview#showall diakses tanggal 29
Oktober 2015
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta :
EGC.
Rasjad, C., 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Bintang Lamumpatue Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta :
EGC
Tibia (Shinbone) Shaft Fractures http:// orthoinfo. aaos. org/topic. cfm?
topic=A00522 diakses tanggal 29 Oktober 2015
Torsten B. Moeller MD, Emil Reif MD. Pocket atlas of radiographic anatomy.
Second edition. New York: Thieme; 2000.